Imaging After Brain Injury - Ayu FK Unis

download Imaging After Brain Injury - Ayu FK Unis

of 21

description

jurnal imaging after brain injury

Transcript of Imaging After Brain Injury - Ayu FK Unis

JOURNAL READNGIIMAGING AFTER BRAIN INJURY

Disusun oleh :Rahmadani Ayu Azari01.209.5991

Pembimbing Klinik :dr. Oktina, Sp.Rad.

Kepaniteraan Klinik Bagian RadiologiRSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Unissula Semarang

Imaging setelah Cedera OtakJ. P. Coles*University Department of Anaesthesia, Addenbrookes Hospital, Box 93, Hills Road, CambridgeCB2 2QQ, UK*E-mail: [email protected]

Cedera kepala tetap merupakan penyebab penting dari kematian dan kecacatan pada orang dewasa muda. Tinjauan ini akan membahas peran struktural Imaging menggunakan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Imaging fisiologis menggunakan perfusi CT, 131Xe CT, MRI, dan spektroskopi (MRS), emisi photon tunggal computed tomography, dan tomografi emisi positron (PET) dalam penilaian, manajemen, dan prediksi hasil setelah cedera kepala. CT memungkinkan penilaian cepat patologi otak yang memastikan pasien yang memerlukan intervensi bedah mendesak menerima perawatan yang tepat. Meskipun MRI menyediakan resolusi spasial yang lebih besar, terutama dalam fossa posterior dan substantia alba yang mendalam, penilaian yang lengkap dari beban cedera memerlukan Imaging fisiologi otak. Fisiologis teknik Imaging hanya dapat memberikan gambaran fisiologi dalam otak yang terluka, namun mereka dapat diulang, dan data tersebut dapat digunakan untuk menilai dampak dari intervensi terapeutik. Imaging perfusi berdasarkan teknik CT (xenon CT dan CT perfusi) dapat dengan mudah diimplementasikan di kebanyakan rumah sakit pusat, dan menyediakan data kuantitatif perfusi selain gambar struktural. Imaging PET menyediakan gambaran fisiologi dan patofisiologi serebral yang bagus, tetapi tidak banyak tersedia dan merupakan alat penelitian. Teknologi MR terus berkembang dan tersedia untuk umum. Menggunakan berbagai kompleks urutan, MR dapat memberikan data mengenai derangements struktural dan fisiologis. Perkembangan berikutnya dengan teknik Imaging harus meningkatkan pemahaman tentang patofisiologi cedera otak dan menyediakan data yang harus meningkatkan manajemen dan prediksi hasil fungsional.Kata kunci: otak, aliran darah; otak, ischemia; otak, Magnetic Resonance Imaging; otak, metabolisme; otak, metabolisme oksigen; kepala, cedera

Cedera kepala tetap merupakan penyebab penting dari kematian dan kecacatan pada dewasa muda, dengan lebih dari 50% pasien mengalami akibat yang merugikan. Meskipun neuroimaging merupakan acuan bagaimana kita mendefinisikan tingkat cedera dan mengelola pasien dengan cedera akut, kita harus memperbaiki pemahaman kita tentang patofisiologi kritis dan bertanggung jawab untuk hasil yang buruk. Kemajuan dari teknik neuroimaging berguna untuk mengembangkan terapi baru dan memperbaiki terapi yang sudah ada untuk mengarah ke pencegahan cedera neuronal dan akhirnya meningkatkan hasil fungsional untuk pasien. Review ini akan mendiskusikan peran Imaging struktural menggunakan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan imaging fisiologi menggunakan perfusi CT, 131Xe, CT, MRI dan spektroskopi (MRS), photon emisi tunggal Computed Tomography (SPECT), dan positron emisi Tomography (PET) pada penilaian, manajemen, dan prediksi akibat setelah cedera kepala.

Modalitas Imaging

Imaging StrukturalCT secara rutin digunakan untuk menilai semua pasien dengan cedera kepala akut yang memerlukan rawat inap dan pengamatan dalam rumah sakit. Imaging tersebut memberikan penilaian awal tingkat cedera dan dapat diperoleh dengan cepat menggunakan scanner modern multi detektor resolusi tinggi yang tersedia secara luas. Pasien dirawat lewat IGD pada pusat neurologis dan RS umum dapat dipindahkan ke unit radiologi dan gambaran diamati secara online atau dikirim secara elektronik untuk review oleh spesialis. Waktu Imaging yang pendek dan akuisisi yang mudah adalah keuntungan yang cukup besar untuk pasien yang gelisah dan orang-orang yang menerima ventilasi tetapi tidak stabil karena trauma parah. Irisan gambar yang rusak oleh gerak artefak dengan mudah dapat diulang. Imaging data dapat dilihat dengan menggunakan otak atau bone contrast window dan direkonstruksi ke CT data set 3D untuk menunjukkan cedera tulang (Gambar 1) dan patologi intrakranial. Imaging Data Set menunjukkan perbedaan antara otak normal dan abnormal dalam hal tingkat redaman X-ray. Bekuan darah, yang memiliki tingkat tinggi redaman X-ray, muncul sebagai hyperdense atau daerah putih, sedangkan oedematosa atau daerah iskemik dengan peningkatan kadar air dan kepadatan elektron yang lebih rendah muncul gelap karena redaman yang berkurang. CT akut berguna dalam mengidentifikasi keadaan otak yang rusak pada individu karena hasil dari sebuah lesi massa dan menunjukkan perdarahan ekstradural, subdural atau intrakranial, dan pergeseran midline (Gambar 2), atau perdarahan subaraknoid traumatis dan kelainan ventrikel (Gambar 3). Kemudahan akses dan kecepatan akuisisi data memastikan bahwa, bilamana sesuai, pasien mendapat manfaat dari manajemen bedah dini yang telah ditunjukkan untuk meningkatkan hasil.Meskipun berguna, imaging CT dibatasi oleh efek penguatan sinar, yang sebagian dapat mengaburkan fossa posterior, regio temporal dan frontal, dan menyebabkan kesalahan volume parsial. Berikutnya terjadi ketika sebagian jaringan terluka memiliki satu atau lebih dimensi yang lebih kecil dari resolusi data. Hal ini dapat berarti bahwa perdarahan atau bukti lain patologi intrakranial mungkin tetap tidak terdeteksi. Hal tersebut menjadi perhatian khusus dalam batang otak dan saraf tulang belakang, dimana area kecil patologis dapat mengakibatkan cedera yang parah, dan dalam banyak pasien yang memperlihatkan bukti menyebar cedera aksonal tersebar (DAI) setelah trauma. DAI adalah sering ditemukan setelah TBI, hingga 50% dari pasien dengan trauma. Daerah otak yang biasanya terluka yaitu perbatasan substantia alba-gresia, corpus callosum dan substantia alba bagian dalam, area periventricular dan daerah hipoccampus, dan batang otak.Daerah tersebut paling baik dilihat dengan menggunakan MRI, dan semakin banyak pasien menjalani MRI akut setelah TBI. Akses ke MR suite telah ditingkatkan melalui penyediaan pemantauan dan peralatan anestesi terintegrasi yang cocok untuk pasien sakit kritis. Pasien, staf, dan peralatan harus diverifikasi sebagai aman sebelum transfer, dan kontraindikasi dapat mencegah imaging di beberapa kasus. Meskipun tampak jelas keuntungan MRI dalam melukiskan luas dan tingkat keparahan cedera otak, MRI suite ini tidak dapat segera diakses, dan CT tetap merupakan modalitas pilihan dalam fase akut.

Gambar 1: Rekonstruksi CT 3D. Pasien ini mengalami cedera setelah benturan dengan lutut pemain cricket saat menguasai bola. Rekonstruksi ini menyediakan rencana operatif dari fraktur cranial dan facial

MRI lebih sensitif dalam mendeteksi kelainan substantia alba daripada CT. Selain itu, gradien echo dan Fluid Attenuation Inversion Recovery (FLAIR) MR sequences menunjukkan sensitivitas tinggi untuk DAI, dan dapat membantu memprediksi hasil. Perbedaan dalam Imaging kontras pada kedua otak normal dan cedera otak tergantung pada urutan MRI tertentu yang digunakan. Urutan FLAIR menghasilkan gambar di mana area jaringan perpanjangan T2 terang sedangkan sinyal CSF normal adalah teranulir dan tampak gelap. Hal ini memungkinkan deteksi lesi periventricular dan kortikal superfisial. Gradien echo MRI sensitif terhadap perubahan dalam kerentanan magnetik yang mengakibatkan lesi pada intensitas rendah setelah perdarahan dalam otak karena tidak homogennya medan magnetik lokal yang disebabkan oleh sifat paramagnetik haemosiderin. Dengan menggunakan berbagai urutan MR yang berbeda, tingkat cedera otak dapat dibuktikan dengan resolusi tinggi di otak (gambar 4 dan 5).Cedera kepala dapat juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah serebral dan mengakibatkan iskemi serebral dan infark. Cedera traumatis vaskular ini sering dikaitkan dengan patah tulang tengkorak basal, trauma leher atau cedera kepala tajam. Cedera tersebut dapat mengakibatkan iskemi serebral dalam wilayah vaskular yang terkena dan penilaian awal menggunakan angiografi serebral, angiografi CT atau MR penting karena perbaikan lebih awal dari penyebab yang bisa diobati akan mencegah infark dan hasil yang buruk. Hal ini jelas akan bermanfaat jika Imaging data dapat digunakan untuk memprediksi prognosis. Meskipun temuan imaging, berdasarkan data CT dan MR, dapat memprediksi kelangsungan hidup, mereka tidak memberikan informasi yang cukup untuk memungkinkan prediksi yang akurat dari pemulihan fungsional. Memang, meskipun pasien dengan lesi bagian substantia alba yang dalam dan batang otak lebih mungkin untuk mengalami hasil yang buruk, hubungan yang konsisten berdasarkan penilaian data CT dan MRI masih sulit dipahami

Imaging FungsionalMeskipun Imaging struktural memungkinkan diagnosis dini, mengarahkan manajemen awal, dan membantu untuk memprediksi hasil akhirnya, Imaging otak fungsional diinginkan. Itu dapat menentukan proses patofisiologi awal yang bertanggung jawab untuk cedera saraf, menilai khasiat intervensi terapeutik, dan berpotensi langsung mengarahkan desain dan implementasi masa depan yang mengarah pada pembalikan atau pencegahan cedera neuronal. Beberapa teknik Imaging dapat mengukur aspek fisiologi otak, termasuk aliran darah ke otak (CBF) dan metabolisme. Xenon computerized tomography yang disempurnakan (xenon CT), perfusi CT dan SPECT dapat mengukur perfusi serebral, sedangkan PET, MRI, dan MRS mampu menilai perfusi dan metabolisme otak. Modalitas Imaging membantu dalam menentukan batas cedera, membuktikan iskemi serebral, dan memprediksi hasil.

Gambar 2 Imaging CT dari SOL. (A) hematom ekstradural dextra. Perdarahan terjadi pada spatium epidural potensial dan biasanya berhubungan dengan fraktur. Lesi yang meluas menyebabkan kompresi dari ventrikel ipsilateral dan pergeseran midline. (B) hematoma subdural sinistra. Perdarahan terjadi diantara lapisan arakhnoid dan lapisan meningeal dalam dari dura. Otak mengalami pembengkakan dengan kontusio perdarahan kortikal, kompresi ventrikel ipsilateral, dan pergeseran midline. Berikutnya, terdapat kontusio perdarahan frontal dextra (C). Perdarahana intracerebral dextra yang besar karena kontusio otak dengan bukti kompresi dan pergeseran midline/ (D) Kontusio perdarahan bilateral dengan bukti hematoma subdural sinistra.

Xenon-enhanced CTTeknik ini menggunakan 131Xe stabil non-radioaktif, dengan hasil radio-opaque, sangat larut lemak, indikator difus yang mampu melintasi penghalang darah otak. Teknik ini mampu mengukur perfusi jaringan dengan kuantifikasi berdasarkan modifikasi dari prinsip Fick. Data diperoleh selama menghirup campuran gas yang mengandung 28% 131Xe dan oksigen. Perolehan scan struktural tanpa inhalasi xenon diikuti oleh serial scannning berkala setelah awal inhalasi xenon. Biasanya, sampai ke enam irisan data diperoleh lebih dari 4,5 min, dengan 10 min lebih lanjut untuk waktu proses data. Konsentrasi alveolar xenon diukur dengan sampling end-tidal dan diasumsikan sama dengan konsentrasi arteri. peningkatan jaringan pada gambar CT [Hounsfield unit (HU)] dihitung, dan berhubungan dengan peningkatan konsentrasi 131Xe pada jaringan yang proporsi aliran darahnya sesuai. Gerakan artefak dapat mengganggu pada pasien karena efek sedatif dari xenon, namun masalah tersebut dapat diminimalkan dengan penurunan konsentrasi berkala dari pemakaian xenon, dan masalah tersebut tidak relevan pasien yang sudah disedasi dan diventilasi. Walaupun xenon dapat menginduksi peningkatan CBF dan ICF hingga 30%, data yang ada menunjukkan bahwa data CBF dan ICP tidak mengalami pengaruh yang buruk selama inhalasi xenon jangka pendek yang diperlukan untuk Imaging CBF pada teknik ini. Xenon CT menyediakan akses cepat ke data CBF struktural dan kuantitatif yang menggunakan peralatan yang tersedia. Studi dapat diulang dalam waktu yang singkat, memungkinkan penilaian klinis dari terapi, seperti hiperventilasi, CPP augmentasi atau saline hipertonik. Data tersebut telah digunakan untuk menunjukkan hipoperfusi awal yang konsisten dengan iskemia setelah cedera kepala, memprediksi infark serebral, peningkatan ICP yang sekunder untuk hiperperfusi dan reaktivitas CO2 dan autoregulasi yang abnormal. Meskipun memiliki keunggulan seperti ini, studi CBF kuantitatif sulit dilakukan pada pasien dengan patologi paru terkait karena teknik ini berdasarkan pada asumsi bahwa konsentrasi end-tidal xenon identik dengan konsentrasi arteri.

Gambar 3 : Imaging dari perdarahan subarakhnoid traumatik dan ventrikulomegali. Gambar ini diambil dari 2 level pada pasien yang sama. (A) menunjukkan kedalaman udara intrakranial di dalam otak (ditunjukkan sebagai titik hitam dalam substansi otak) yang harus berhubungan dengan fraktur tengkorak. Berikutnya, terdapat perdarahan subarachnoid disekitar batang otak dan mengelilingi tentorium cerebelli dengan prominensia pada bagian anterior kedua ventrikel lateralis. (B) menunjukkan fraktur os parietal dextra dan otak yang bengkak tersebar. Ventrikel lateralis dan tertius mengalami perbesaran dengan beberapa perdarahan intraventrikular. Pasien ini mungkin diuntungkan dengan pemasangan drain ventrikel eksternal untuk mengurangi cairan serebrospinal (CSF) dan mengontrol tekanan intrakranial (ICP).

CT perfusiPengembangan CT scanner heliks berkecepatan tinggi dan ketersediaan perangkat lunak gambar rekonstruksi memungkinkan teknik ini untuk tersedia secara klinis. CT perfusi melibatkan akuisisi data aksial yang berurutan selama pemberian cairan bahan kontras iodinated secara iv. Sejak perubahan dalam peningkatan CT (HU) sebanding dengan konsentrasi kontras, perfusi dihitung dari alur waktu profil peningkatan kontras untuk setiap pixel terkait dengan profil peningkatan kontras arteri (fungsi input arterial). Berdasarkan teorema volume pusat, CT perfusi mampu memberikan parametrik gambar volume darah serebral (CBV), waktu transit rata-rata (MTT), CBF, dan angiografi CT bersama struktur data. Ini adalah teknik yang banyak dikenali, cepat dan akurat yang dapat menyediakan sarana untuk mengarahkan terapi dan memprediksi hasil setelah cedera kepala, dan menilai serebral vasospasm setelah pendarahan subarachnoid. Sebuah protokol umum memungkinkan akuisisi dua potong 10 mm dari data yang mencakup wilayah yang dipilih pada otak. Namun, jumlah dan lokasi dipilih otak irisan terbatas karena paparan radiasi, dan pengulangan Imaging setelah intervensi terapeutik dibatasi oleh jumlah agen kontras yang dapat diberikan dengan aman.

Gambar 4 (A) Imaging MR setelah cedera kepala. (a) Proton densitas. (b) T2 weightd. (c) Fluid-attenuated inversion recovery. (d) Gradient echo sequences.Gambar dari pasien yang terus menerus cedera kepala berat setelah serangan dan menjalani lobektomi frontal kiri dan kraniotomi dekompresi untuk manajemen peningkatan ICP. (a) dan (b) mendemonstrasikan daerah multiple high sinyal di bagian frontal kiri, temporal kiri, dan temporo-parietal kanan. Abnormalitas ini ditunjukkan dengan jelas (c) sejak sinyal CSF hilang. Di (d) lesi temporo-occipital kanan ada komponen perdarahan karena ada kehilangan sinyal di kawasan ini

Emisi photon tunggal computed tomography dan positron emission tomography SPECT menggunakal g-emitting isotop konvensional untuk pengobatan nuklir dengan beberapa detektor untuk menghasilkan gambar tomografi terhitung. 133Xe dan teknesium-99 m-hexamethylpropylamine-oxime (99Tc-HMPAO) telah sering digunakan untuk menyelidiki aliran darah dalam otak. SPECT adalah teknik yang relatif sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk menilai perfusi serebral, tetapi gambar yang dihasilkan relatif rendah resolusi dan umumnya tidak kuantitatif.PET mengukur akumulasi positron-emitting radioisotopes dalam otak. positron-emitting isotop ini dapat diberikan melalui rute intravena atau inhalasi, dan untuk Imaging otak, 15-oksigen (15O) digunakan untuk mengukur CBF, CBV, metabolisme oksigen (CMRO2), dan fraksi ekstraksi oksigen (OEF), sedangkan 18-fluorodeoxyglucose (18FDG) digunakan untuk mengukur metabolisme glukosa serebral. Positrons yang dipancarkan dihancurkan dalam sebuah tabrakan dengan elektron yang mengakibatkan pelepasan energi dalam bentuk dua foton (sinar gamma) yang dilepas pada sudut 180 satu sama lain. Energi pemusnahan ini bisa dideteksi secara eksternal menggunakan coincidence detektor , dan wilayah masing-masing reaksi yang dilokalisasi dalam objek oleh komputer algoritma. Meskipun PET secara jelas mampu mendefinisikan banyak aspek fisiologi dan patofisiologi serebral, PET adalah alat penelitian yang relatif mahal dan tidak tersedia untuk umum. Meskipun demikian, PET telah berhasil digunakan untuk menyelidiki perubahan fisiologi setelah cedera kepala. Ini menunjukkan bahwa pengurangan awal perfusi serebral dapat mengakibatkan iskemi serebral yang berhubungan dengan hasil yang buruk, meskipun manajemen optimal ICP dan tekanan perfusi serebral (CPP) (gambar 6). Namun, studi PET lainnya telah gagal untuk menemukan bukti konklusif iskemi serebral. Sesungguhnya, pasien cedera otak umumnya menunjukkan bukti global hypometabolism dan stres metabolik yang gagal pada pasien dengan hasil yang buruk. Studi PET dapat diulang dan digunakan untuk menilai perubahan fisiologi dengan manuver terapeutik yang biasanya diterapkan, seperti hiperventilasi dan augmentasi CPP. Studi tersebut telah membantu untuk menunjukkan bahwa pengukuran perfusi serebral dan metabolisme pada pasien individu dengan cedera otak (Gambar 7). Aliran darah dan metabolisme bervariasi secara dramatis pada otak yang terkena trauma dan beda regio membutuhkan pendekatan terapeutik yang berbeda. Walaupun hal ini tidak mungkin pada penggunaan manuver terapeutik global, jelas bahwa efek intervensi terapeutik harus diukur dan hanya berlanjut bila terdapat benefitnya.

Gambar 4 (A) Imaging MR setelah cedera kepala. (a) Proton densitas. (b) T2 weightd. (c) Fluid-attenuated inversion recovery. (d) Gradient echo sequences.Gambar dari seorang pasien yang menderita cedera kepala berat setelah mengalami kecelakaan lalu lintas jalan. Semua gambar menunjukkan subkutan pembengkakan di sisi kanan kepala, sedangkan pengumpulan cairan (Higroma) atas korteks frontal kanan terbaik ditunjukkan dalam (b) dan (d). (a) dan (b) menunjukkan kelainan campuran sinyal dalam materi putih dalam, khususnya dalam corpus callosum, sugestif kesulitan haemorhagic. Karena kedekatannya dengan ventrikel kelainan ini lebih jelas ditunjukkan pada gambar FLAIR (c). Dalam (d) adanya perdarahan dalam daerah-daerah sulit dikonfirmasi.

Gambar 5 MRI cedera batang otak. Pasien ini dengan Glasgow Coma Score 4 setelah kecelakaan lalu lintas jalan dan gagal perbaikan, meskipun terapi medis maksimal , dan menjalani MRI untuk menilai sejauh mana cedera. Gambar T1 ditampilkan dalam aksial (A) dan coronal (B). Ini menunjukkan sinyal tinggi kelainan dalam pons (panah) yang diperpanjang dari ganglia basal melalui otak tengah dan ke pons

Gambar 6 PET pencitraan iskemia serebral. X-ray CT, PET CBF, OEF, metabolisme oksigen (CMRO2), dan metabolisme glukosa (CMRgluc) gambar diperoleh setelah evakuasi hematoma subdural. Perhatikan jumlah kecil darah subdural residual dengan pergeseran garis tengah minimal. Hemisfer serebral yang mendasari hematoma subdural dievakuasi menampilkan pengurangan ditandai CBF, sedikit penurunan CMRO2, dan peningkatan besar dalam OEF sugestif dari iskemia serebral. Selain itu, peningkatan yang substansial dalam CMRgluc menyiratkan beralih ke metabolisme non-oksidatif glukosa untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang mendasariGambar 7 Penilaian keakuratan hiperventilasi akut menggunakan pencitraan PET. Skala abu-abu gambar PET CBF diperoleh dari pasien cedera kepala pada relatif normocapnia (A) dan hipokapnia (B). Voxel dengan CBF kurang dari 20 ml 100 mil2; min2; yang dipilih warna merah. Dasar ICP adalah 21 mm Hg dan mendukung penggunaan hiperventilasi untuk menurunkan PaCO2 dan meningkatkan kontrol ICP. Hiperventilasi tidak mengakibatkan penurunan ICP untuk 17 mm Hg tetapi, dalam individu ini, menyebabkan peningkatan substansial hipoperfusi dalam volume otak.

Walaupun beberapa studi PET telah berusaha untuk mendefinisikan ambang batas untuk kelangsungan hidup jaringan dan iskemia setelah iskemik stroke dan cedera kepala, review baru-baru ini menyoroti kesulitan dengan suatu batasan.walaupun regio otak dengan penurunan CBF yang dramatis, yang tidak mampu bertahan hidup, pasien juga menunjukkan defisit kognitif fungsional pada regio tanpa bukti yang jelas dari kerusakan struktural. Kemungkinan temuan yang mungkin dari temuan pada regio yang mempunyai struktur yang intak. Studi PET awal dari CBF dan metabolisme membantu untuk memprediksi hasil, tetapi studi lebih lanjut yang menggunakan marker cedera saraf yang spesifik, seperti MRS31 dan Flumazenil PET, dapat meningkatkan kekuatan prediktif dari cedera kepala.

efektivitas terapi tersebut harus ditentukan oleh efek xenon. Namun, masalah seperti itu telah berkurang oleh penurunan bertahap konsentrasi xenon yang diperlukan, dan tidak relevan pada pasien yang telah dibius dan ventilasi. Meskipun xenon dapat menginduksi CBF meningkat sampai 30% dan pengukuran meningkatkan perfusi serebral dan metabolisme dalam pasien individu dan di seluruh otak terluka (gambar 7). Aliran darah dan metabolisme bervariasi di trauma otak dan daerah yang berbeda mungkin memerlukan pendekatan terapeutik yang berbeda. Meskipun hal ini jelas

Gambar 8 Difusi tensor imaging. FLAIR (A) dan DTI (B) dari pasien yang diserang. Gambar FLAIR menunjukkan lesi frontal kanan yang luas dengan kompresi ventrikel ipsilateral. Difusi dibatasi dalam hasil materi putih peningkatan sinyal yang ditampilkan warna dalam peta DTI untuk arah yang berbeda dari saluran materi utama putih. Lesi frontal kanan jelas mengarah ke gangguan arsitektur di kawasan putih. Potret courtesy of Dr Virginia Newcombe, Divisi Anestesi, Rumah Sakit Addenbrooke, Cambridge, UK

Teknik MRIaliran darah dapat diukur dengan menggunakan dua teknik pengukuran yang berbeda.Perfusi MRI menggunakan Imaging berurutan-sequential-weighted setelah injeksi bolus media kontras MRI [biasanya Gadopentate dimeglumine (Gd-DTPA, Magnevistw)] yang menginduksi perubahan di kerentanan magnetik intravaskuler untuk menghasilkan gambar MTT, CBF dan CBV. MR teknik lain menggunakan pelacak diffusible endogen untuk mengukur CBF dengan menerapkan pulsasi resonansi magnetik untuk menandai water-proton. Pada pendekatan pelabelan spin-arteri, perubahan dalam amplitudo sinyal MRI yang digunakan untuk membangun kuantitatif gambar perfusi serebral. Meskipun teknik seperti sekarang berhasil diterapkan untuk pengaturan klinis, ada masalah yang luar biasa mengenai kuantifikasi mutlak. Bobot gambar difusi MRI (DWI) mikroskopis pergerakan air menggunakan kumparan gradien kuat yang menjalani pergantian polaritas yang cepat di kedua sisi denyut eksitasi 180 .Gerakan acak difusi menyebabkan pergeseran fasa dan sinyal penurunan, sedangkan daerah dengan penurunan gerak menunjukkan kehilangan sedikit sinyal atau bahkan tidak ada sama sekali dan muncul relatif cerah pada gambar DWI. Hipointensitas awal pada difusi koefisien yang jelas (ADC) pada DWI terjadi setelah iskemi akut dan dikaitkan dengan gerakan air dalam kompartemen intraseluler ke tempat yang relatif terbatas (edema sitotoksik). Wilayah yang menunjukkan penurunan akut pada ADC dianggap telah menderita cedera ireversibel (core), sedangkan berkurangnya perfusi dengan difusi yang normal adalah wakil dari jaringan pada risiko cedera iskemik (penumbra iskemik). Untuk alasan ini, ketidakcocokan perfusi/difusi telah digunakan untuk mendiagnosa awal iskemi serebral dan terapi langsung. Data DWI dapat juga direkonstruksi untuk memberikan Imaging saluran substantia alba menggunakan difusi tensor imaging (DTI) sejak arah dan besarnya difusi air sangat dibatasi (gambar 8).Data tersebut sangat berguna dalam melukiskan tingkat cedera otak, dan bukti menunjukkan bahwa gangguan saluran substantia alba memiliki implikasi yang penting pada pemulihan kognitif. Spektroskopi resonansi magnetik adalah teknik Imaging non-invasif yang memungkinkan penyelidikan biokimia patologi dalam otak. Meskipun proton (1H-MRS) dan fosfor (31P-MRS) spektroskopi sering digunakan untuk studi otak metabolisme dan ischemia, 1H-MRS adalah teknik yang menonjol pada manusia. 1H-MRS menyediakan data pada beberapa molekul biologis relevan, termasuk laktat, N-asetil aspartate (NAA), total creatine [creatine dan phosphocreatine (Cr PCr)], glutamat/glutamin (Glx) dan Kolin (Cho). Peningkatan laktat menunjukkan metabolisme energi yang buruk dan konsisten dengan ischemia serebral. NAA terletak terutama di neurones, dan penurunan NAA dapat menunjukkan saraf kematian atau disfungsi. Penurunan NAA telah ditemukan setelah cedera kepala, dan meskipun ini mungkin mewakili kehilangan syaraf, ini juga mungkin akibat disfungsi mitokondria dan metabolik depresi. Meskipun jelas bahwa MRS dapat memberikan informasi penting tentang keadaan metabolik dan potensi viabilitas jaringan otak iskemik, saat ini, ada keterbatasan dalam hal teknik. MRS Imaging terhambat oleh jangkauan otak yang terbatas, resolusi parsial yang buruk dan perlunya waktu Imaging yang lamaging. Meskipun demikian, MRS telah terbukti secara klinis berguna dalam cedera kepala. dan janji-janji untuk menjadi tersedia secara luas karena dapat mudah diimplementasikan pada mesin MRI yang sudah ada. MR telah menjadi alat yang sangat berguna klinis setelah cedera kepala, karena ini menggabungkan kemampuan untuk gambar perfusi, status jaringan (DWI dan MRS), vaskular patensi (MR angiografi), dan saluran materi putih (DTI) di seluruh otak dengan Imaging resolusi tinggi struktural.Ini evaluasi menyeluruh derangements yang disebabkan oleh cedera otak dapat digunakan untuk memprediksi mekanisme cedera, mungkin menanggapi intervensi terapeutik dan tingkat pemulihan fungsional akhirnya (GB. 9).

Gambar 9 MR pencitraan fisiologi setelah cedera kepala. (A) gambar FLAIR dari dua tingkat pada pasien yang menderita cedera kepala parah setelah kecelakaan lalu lintas. Gambar kiri muncul biasa-biasa saja kecuali untuk terkumpulnya cairan subdural yang tipis dan yang mendasari kehilangan volum korteks temporo-parietal. Gambar kanan menunjukkan sinyal tinggi dalam karotis interna kanan (panah) konsisten dengan diseksi dan trombosis sekunder untuk patah tulang tengkorak basal. (B) ADC (kiri), pencitraan spektroskopi multivoxel dari laktat rasio creatine (tengah) dan data dari voxel tunggal dari kanan daerah temporo-parietal (kanan). Gambar ADC menunjukkan hypodensity di kanan daerah temporo-parietal dan ada peningkatan laktat dalam voxel yang berdekatan dari gambar spektroskopi masing-masing menunjukkan edema sitotoksik dan iskemia. Data dari perwakilan voxel mengkonfirmasi kehadiran puncak laktat, dan puncak NAA menunjukkan wilayah ini tetap layak pada tahap ini. (C) gambar FLAIR dari pasien yang sama diperoleh 24 jam kemudian. Ada sinyal meningkat dalam kanan temporo-parietal wilayah konsisten dengan infark serebral, meskipun manajemen aktif.

MRI FungsionalMRI fungsional (fMRI) dapat digunakan untuk mengukur aktivasi syaraf oleh pengukuran perubahan oksigenasi darah menggunakan teknik dependen tingkat oksigen darah yang sensitif terhadap perubahan lokal di bidang magnetik yang disebabkan oleh adanya hemoglobin terdeoksigenasi. Teknik ini menggunakan MRI urutan cepat yang mampu menunjukkan perubahan setelah kinerja kognitif tugas tertentu yang ditujukan untuk merangsang aktivasi dalam wilayah otak. Aktivasi syaraf menyebabkan peningkatan aliran darah regional dan masuknya darah oksigen yang menyebabkan penurunan tingkat deoksigenasi hemoglobin. Teknik seperti itu telah digunakan dalam penilaian pasien yang tampak dalam keadaan vegetatif setelah cedera otak dan dapat menunjukkan bahwa beberapa pasien mungkin tetap kognitif sadar dan mampu pulih.Meskipun temuan positif tersebut memiliki implikasi jelas untuk memprediksi hasil setelah cedera otak, respon negatif dalam kognitif tugas tertentu tidak mengkonfirmasi bahwa pasien, atau akan tetap dalam keadaan vegetatif yang persisten. Meskipun demikian, teknik ini memiliki implikasi penting untuk menilai pasien pulih dari berbagai bentuk cedera otak tampak vegetatif, sadar minimal atau keadaan terkunci.

KesimpulanImaging adalah alat klinis penting yang digunakan dalam pengelolaan pasien dengan cedera otak. CT memungkinkan penilaian cepat dari besar dan jenis patologi otak untuk memastikan pasien yang memerlukan intervensi bedah mendesak menerima perawatan tersebut lebih awal. Akses MRI high field meningkat dan pasien mendapat manfaat dari resolusi spasial yang lebih besar, terutama dalam fossa posterior dan substantia alba yang dalam, dan kemampuannya untuk menggabungkan Imaging struktur dan fungsi otak. Meskipun keluasan dan distribusi lesi struktural dalam otak berhubungan dengan hasil, data tersebut tidak mengizinkan prediksi yang akurat hasil fungsional. Penilaian yang lebih lengkap dari beban cedera dalam otak memerlukan Imaging fisiologi otak, baik dalam fase akut hingga periode pemulihan. Beberapa teknik saat ini mampu memberikan Imaging aliran darah ke otak dan metabolisme. Meskipun teknik Imaging tersebut hanya dapat memberikan gambaran fisiologi dalam otak yang cedera, mereka dapat diulang dan digunakan untuk menilai dampak dari intervensi terapeutik. Imaging perfusi berdasarkan teknik CT (xenon CT dan CT perfusi) dapat dengan mudah diimplementasikan di kebanyakan rumah sakit pusat, dan menyediakan data kuantitatif perfusi selain gambar struktural. PET Imaging menyediakan fisiologi dan Patofisiologi serebral, tetapi tidak banyak tersedia untuk umum karena merupakan alat penelitian. MR teknologi terus berkembang dan tersedia secara umum. Menggunakan berbagai kompleks urutan, MR dapat memberikan data mengenai perubahan struktural dan fisiologis. Perkembangan masa depan dengan teknik Imaging harus meningkatkan pemahaman tentang patofisiologi cedera otak dan menyediakan data yang mungkin meningkatkan manajemen dan prediksi hasil fungsional.