IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

13
47 Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA HADAT BANGGAE, KABUPATEN MAJENE, PROVINSI SULAWESI BARAT The Identification of Wooden Sepulcher damage in Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Majene Regency, West Sulawesi Province Vivi Sandra Sari Balai Arkeologi Sulawesi Utara Jalan Pingkan Matindas No. 92 Manado [email protected] Abstract Wood is one of the materials for making cultural heritage. One example of its use is wooden sepulcher in Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Majene Regency, West Sulawesi Province. The study was conducted to identify the form of damage to the wooden sepulcher. The method used is literature study, survey and field observations, and the classification of the damage and weathering which are then displayed in the map of the distribution of damages. Based on the identification result of the forms of damage and weathering in four sectors, it is known that the forms of damage that occur include mechanical damage, physical weathering, chemical weathering, and biotic weathering. The calculation of damage percentage shows that there are different forms of damage that dominate in each sector due to different environmental conditions. Therefore, it is described in the form of recommendations to minimize the damage through the garden arrangement. Keywords: wooden sepulcher, damage, environmental, garden arrangement Abstrak Kayu adalah salah satu material pembuatan cagar budaya. Salah satu contoh penggunaannya adalah nisan kayu di Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi bentuk kerusakan nisan kayu. Metode yang dilakukan adalah studi pustaka, survey dan observasi lapangan, serta klasifikasi bentuk kerusakan dan pelapukan yang kemudian ditampilkan dalam bentuk peta sebaran kerusakan. Berdasarkan hasil indentifikasi bentuk kerusakan dan pelapukan pada empat sektor, diketahui bahwa bentuk kerusakan yang terjadi meliputi kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan pelapukan biotis. Perhitungan persentase kerusakan menunjukkan adanya perbedaan bentuk kerusakan yang mendominasi pada setiap sector yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, diurakan diuraikan bentuk rekomendasi untuk meminimalisir kerusakan yang terjadi melalui penataan taman. Kata kunci: nisan kayu, kerusakan, lingkungan, penataan taman PENDAHULUAN Salah satu material yang digunakan untuk pembuatan cagar budaya adalah kayu. Pemanfaatannya tidak terlepas dari sifat kayu alami kayu dan sifat pengolahannya (Suranto, 2014:5). Meski demikian, kayu merupakan bahan organik yang rentan mengalami kerusakan karena pelapukan, pengaruh api, dan organisme. Oleh karena itu, berbagai penelitian berbasis konservasi dilakukan untuk mengatasi kerusakan pada kayu. Salah satu contoh penggunaan kayu untuk pembuatan cagar budaya dapat ditemukan pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae Ondongan di Majene, Sulawesi Barat. Kompleks makam tersebut merupakan kompleks pemakaman bagi raja-raja dan anggota hadat Banggae. Kemunculannya Hadat Banggae diperkirakan pada masa pemerintahan Daenta

Transcript of IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

Page 1: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

47

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA HADAT BANGGAE, KABUPATEN MAJENE,

PROVINSI SULAWESI BARAT The Identification of Wooden Sepulcher damage in Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Majene Regency, West Sulawesi Province

Vivi Sandra Sari

Balai Arkeologi Sulawesi Utara Jalan Pingkan Matindas No. 92 Manado

[email protected]

Abstract Wood is one of the materials for making cultural heritage. One example of its use is wooden sepulcher in Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Majene Regency, West Sulawesi Province. The study was conducted to identify the form of damage to the wooden sepulcher. The method used is literature study, survey and field observations, and the classification of the damage and weathering which are then displayed in the map of the distribution of damages. Based on the identification result of the forms of damage and weathering in four sectors, it is known that the forms of damage that occur include mechanical damage, physical weathering, chemical weathering, and biotic weathering. The calculation of damage percentage shows that there are different forms of damage that dominate in each sector due to different environmental conditions. Therefore, it is described in the form of recommendations to minimize the damage through the garden arrangement. Keywords: wooden sepulcher, damage, environmental, garden arrangement

Abstrak

Kayu adalah salah satu material pembuatan cagar budaya. Salah satu contoh penggunaannya adalah nisan kayu di Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi bentuk kerusakan nisan kayu. Metode yang dilakukan adalah studi pustaka, survey dan observasi lapangan, serta klasifikasi bentuk kerusakan dan pelapukan yang kemudian ditampilkan dalam bentuk peta sebaran kerusakan. Berdasarkan hasil indentifikasi bentuk kerusakan dan pelapukan pada empat sektor, diketahui bahwa bentuk kerusakan yang terjadi meliputi kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan pelapukan biotis. Perhitungan persentase kerusakan menunjukkan adanya perbedaan bentuk kerusakan yang mendominasi pada setiap sector yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, diurakan diuraikan bentuk rekomendasi untuk meminimalisir kerusakan yang terjadi melalui penataan taman. Kata kunci: nisan kayu, kerusakan, lingkungan, penataan taman

PENDAHULUAN

Salah satu material yang digunakan untuk pembuatan cagar budaya adalah kayu. Pemanfaatannya tidak terlepas dari sifat kayu alami kayu dan sifat pengolahannya (Suranto, 2014:5). Meski demikian, kayu merupakan bahan organik yang rentan mengalami kerusakan karena pelapukan, pengaruh api, dan organisme. Oleh karena itu, berbagai penelitian berbasis

konservasi dilakukan untuk mengatasi kerusakan pada kayu.

Salah satu contoh penggunaan kayu untuk pembuatan cagar budaya dapat ditemukan pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae Ondongan di Majene, Sulawesi Barat. Kompleks makam tersebut merupakan kompleks pemakaman bagi raja-raja dan anggota hadat Banggae. Kemunculannya Hadat Banggae diperkirakan pada masa pemerintahan Daenta

Page 2: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

48

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 47 - 59

Melanto (Mara’dia Banggae II) ketika Totoli bergabung dengan Kerajaan Banggae (Iswadi, et al., 2014).

Berbagai penelitian telah dilakukan pada kompleks makam tersebut di antaranya penelitian Abdul Muttalib (1981), oleh Darmawan Mas’ud (1994), Suwedi Montana (1998), serta peneliti dari Balai Arkeologi Makassar. Penelitian tersebut diarahkan pada tipologi makam dan nisan. Kegiatan pemugaran telah dilakukan sebanyak dua kali yakni pada tahun 1987-1988 dan 1988-1990. Selain itu, konservasi telah dilakukan pada tahun 2014 oleh sub unit konservasi Balai Pelestarian Cagar budaya Sulawesi Selatan, namun hanya difokuskan pada makam dan nisan yang terbuat dari batuan (Haeruddin, et al., 2014). Konservasi pada kayu di kompleks makam tersebut belum pernah dilakukan meskipun ancaman kerusakan terhadap kayu lebih tinggi.

Ancaman terhadap kerusakan pada kayu berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi bahan kayu yang merupakan bahan organik memiliki ancaman kerusakan dan pelapukan dibanding bahan anorganik. Sementara faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan. Keletakan situs yang berada di daerah terbuka dan dekat dengan laut menjadi ancaman terjadinya kerusakan. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, dapat dipastikan bahwa nisan kayu akan rusak dan lapuk. Hilangnya data fisik (material) nisan kayu menyebabkan hilangnya data tentang tren penggunaan nisan kayu di masa lalu, tepatnya masa Kerajaan Banggae.

Atas pertimbangan tersebut, perlu segera dilakukan kajian terhadap kondisi fisik nisan-nisan di kompleks makam tersebut. Fokus penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu mengidentifikasi bentuk-bentuk kerusakan serta faktor yang penyebabnya. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: a. Bagaimana bentuk kerusakan dan pelapukan

nisan kayu pada Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae di Ondongan?

b. Berdasarkan kerusakan dan pelapukan yang terjadi, bagaimana dampak penataan taman pada situs terhadap kerusakan nisan kayu pada Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae di Ondongan?

METODE

Pengumpulan Data Tahapan pengumpulan data terdiri dari

studi pustaka dan pengumpulan data lapangan. Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi tentang penelitian konservasi kayu dan penelitian yang telah dilakukan di Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae di Ondongan. Data tersebut diperoleh dari artikel, buku, jurnal, serta laporan.

Tahapan pengumpulan data dilakukan melalui observasi terhadap kompleks makam untuk mencari nisan yang menggunakan bahan kayu. Nisan kayu yang ada kemudian diberi label temuan berdasarkan nama sektor, nomor makam, dan nomor nisan. Deskripsi dilakukan terhadap situs, lingkungan, serta nisan kayu. Pengamatan pada nisan kayu dilakukan untuk mengetahui bentuk kerusakan yang terjadi.

Pengambilan foto dilakukan untuk memperjelas data deskripsi yang meliputi foto kondisi situs, nisan kayu, dan tumbuhan. Foto nisan kayu selain menampilkan nisan secara utuh, juga menampilkan detail kerusakan. Pemetaan dilakukan untuk menggambarkan keletakan situs dan sebaran nisan kayu. Pemetaan situs dilakukan dengan tracking menggunakan GPS. Selanjutnya dilakukan ploting sebaran makam, nisan kayu, serta tumbuhan yang ditemukan pada situs.

Data lain yang dikumpulkan adalah data klimatologi. Penulis melakukan pengumpulan data mengenai temperatur udara rata-rata, temperatur maksimal dan minimal bulanan, kelembaban, penyinaran matahari, kecepatan angin, serta jumlah curah hujan dan lama hari hujan di Kabupaten Majene. Data tersebut diperoleh dari Stasiun Metereologi Majene.

Wawancara dilakukan terhadap juru pelihara, pengunjung, dan masyarakat sekitar. Wawancara terhadap juru pelihara dilakukan untuk mengetahui konservasi yang telah dilakukan. Sedangkan pengunjung dan masyarakat dilakukan untuk mengetahui bagaimana perlakuan mereka terhadap kompleks makam tersebut.

Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan klasifikasi kerusakan yang terjadi pada nisan berdasarkan hasil deskripsi. Kerusakan yang terjadi pada nisan dihitung untuk mengetahui persentase masing-masing bentuk kerusakan

Page 3: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

49

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

pada tiap nisan. Data persentase kerusakan diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel.

Tahap selanjutnya adalah pembuatan peta situs dan sebaran kerusakan. Hasil ploting situs didigitasi menggunakan aplikasi Global Mapper lalu diolah menggunakan aplikasi ArcGis. Pembuatan peta sebaran kerusakan dilakukan berdasarkan data persentase yang telah dibuat pada aplikasi Microsoft Excel. Penjelasan Data atau Ekplanasi

Data hasil observasi dan analisis data disajikan dalam bentuk narasi disertai foto kerusakan. Selain itu, ditampilkan peta untuk memperlihatkan sebaran kerusakan kompleks makam. Data tersebut kemudian dikaitkan dengan sebaran tumbuhan pada situs untuk mengetahui apakah tumbuhan tersebut mendukung terjadinya kerusakan atau justru menghambat terjadinya kerusakan. Berdasarkan data tersebut dirumuskan bentuk penataan taman untuk meminimalisir kerusakan yang akan terjadi selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae merupakan kompleks pemakaman bagi raja-raja dan anggota hadat Banggae. Kemunculannya Hadat Banggae diperkirakan pada masa pemerintahan Daenta Melanto (Mara’dia banggae II) ketika Totoli bergabung dengan Kerajaan Banggae (Iswadi, et al., 2014). Kompleks makam tersebut ditetapkan sebagai situs dengan nomor inventaris 151 berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Juwono Sudarsono no 240/M/1999 pada 4 Oktober 1999.

Gambar 1. Tampak depan Kompleks Makam

Raja-raja Hadat Banggae (Sumber: Tim penelitian, 2017)

Secara administratif, Kompleks Makam

Raja-raja Hadat Banggae terletak di Lingkungan Pangali-ali, Kelurahan Pangali-Ali, Kecamatan Banggae. Akses menuju situs dapat ditempuh dengan melewati jalan aspal sejauh ±850 m arah timur Kantor Bupati Majene. Secara astronomis, situs terletak di 3°32’31,6” LS dan 118°57’44,7” BT. Wilayahnya berupa daerah perbukitan dengan ketinggian 46 m dpl dan berhadapan langsung dengan laut. Secara keseluruhan luas kompleks makam 10.589 m2.

Kompleks makam areal perkebunan di sebelah utara, sebelah timur dan selatan berbatasan jurang dan laut, dan sebelah barat berbatasan dengan perumahan warga dan pemakaman umum. Area sekeliling situs dipasangi pagar besi, kecuali sisi barat yang dipasangi pagar tembok. Pintu masuk situs terletak di sebelah barat. Tepat di samping pintu masuk terdapat papan nama situs. Memasuki bagian depan ditemukan pos jaga yang digunakan sebagai loket untuk pengunjung.

Gambar 2. Salah satu makam dan nisan pada

situs (Sumber: Tim penelitian, 2017)

Kondisi kompleks makam bersih dan terawat, terutama karena kompleks makam telah dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Sebanyak enam juru pelihara bertugas membersihkan kompleks makam tersebut setiap harinya. Selain itu, taman juga telah ditata dengan ditanami tumbuhan diantaranya pohon ketapang (Terminalia catappa L), palem (Roystonea regia), cemara (Casuarina sp), mangga (Mangifera spp), bunga kamboja (Plumeria sp) dan berbagai tanaman bunga lainnya. Hampir seluruh permukaan tanah pada situs tertutupi oleh rumput, kecuali di sekitar makam yang diberi kerikil serta bagian depan dekat pintu masuk yang dipasangi paving blok. Jalur pengunjung telah disediakan berupa jalan beton

Page 4: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

50

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 47 - 59

selebar 1 meter. Fasilitas lain yang ada pada situs adalah rumah informasi terletak di sebelah selatan berupa rumah panggung. Selain itu, terdapat 6 gazebo, lima di antaranya terletak di sebelah selatan menghadap ke laut, sedangkan satu terdapat di sebelah utara.

Berdasarkan hasil penelitian Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan makam pada kompleks ini tersebut diklasifikasikan berdasarkan teknik pembuatannya menjadi tipe pasang sambung, tipe monolit, dan tipe peti. Bahan pembuatannya berupa batu padas dan batu karang. Dari segi nisan, terdapat beberapa bentuk yaitu tipe silindrik, tipe pipih, dan tipe persegi atau balok. Bahan pembuatan nisan terdiri dari batu dan kayu. Kompleks makam tersebut kaya akan ragam hias yang ditemukan pada bagian jirat maupun nisan. Motif yang ditemukan berupa flora (sulur, daun, dan bunga), geometris berupa garis, serta inskripsi kaligrafi dan aksara lontara (Iswadi, et al., 2014:33).

Sebaran makam berada di sebelah utara sampai tengah yang memanjang dari barat ke timur. Untuk memudahkan deskripsi, sebaran makam dibagi menjadi lima sektor yang dibatasi oleh jalan setapak yang sudah ada pada kompleks makam. Sektor 1 terletak di bagian barat, tepat di sebelah utara pintu masuk. Terdapat pohon ketapang, cemara, palem, bunga kamboja, dan jambu pada sektor ini. Permukaan tanahnya ditumbuhi rumput kecuali pada bagian dekat makam yang diberi tumpukan kerikil. Terdapat makam baru yang jiratnya terbuat dari semen dengan nisan yang terbuat dari kayu yang dicat dan beri tulisan. Sebaran nisan kayu pada sektor ini sebanyak 27 nisan yang ditemukan pada makam batuan maupun tertancap langsung pada tanah.

Sektor 2 terletak di sebelah timur sektor 1. Makam pada sektor ini bercampur dengan makam baru. Terdapat tanaman hias yang berdaun kecil. Permukaan tanahnya ditumbuhi rumput kecuali pada bagian dekat makam yang diberi tumpukan kerikil. Sebaran nisan kayu di sektor ini sebanyak 9 nisan yang ditemukan dalam makam yang terbuat dari batuan.

Sektor tiga terletak di sebelah timur sektor 2. Tanaman yang terdapat pada sektor ini adalah pohon ketapang. Sebaran rumput hanya pada bagian dekat jalan setapak, selebihnya berupa tanah yang memiliki tekstur cenderung berpasir dan bercampur dengan fragmen kerang dan

karang laut. Makam yang ada sebagian besar berupa makam baru yang terbuat dari semen maupun tegel serta nisan yang terbuat dari kayu yang dicat dan memiliki tulisan nama. Makam kuno yang ditemukan sebagian besar dalam kondisi sudah rusak. Nisan kayu yang ditemukan sebanyak satu nisan.

Sektor empat terletak di sebelah timur. Sektor ini memiliki jarak yang paling dekat dengan laut. Terdapat satu pohon ketapang yang tumbuh di bagian barat sektor ini. Hampir seluruh permukaan tanah sektor ini ditumbuhi rumput jarum, kecuali bagian dekat makam yang diberi kerikil. Temuan makam kuno terdiri dari tipe pasang sambung dan monolit. Nisan kayu yang terdapat di sektor ini sebanyak 31 nisan yang ditemukan berasosiasi dengan makam serta tertancap langsung pada tanah.

Sektor lima terletak di bagian tengah sebelah selatan sektor tiga. Terdapat dua pohon ketapang di sektor ini. Temuan makam kuno bercampur dengan makam baru yang terbuat dari semen. Sebaran nisan kayu tidak ditemukan pada sektor ini. Bentuk Kerusakan Nisan Kayu

Sebaran nisan kayu pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae di temukan pada sektor 1-4. Nisan kayu yang ditemukan sebanyak 68. Peletakan nisan dilakukan dengan cara ditancapkan langsung pada tanah atau ditancapkan pada batuan makam. Sebanyak 52 nisan ditancapkan langsung pada tanah, sedangkan 16 nisan lainnya ditancapkan pada batuan makam.

Bentuk kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada nisan kayu meliputi: kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan biotis, dan pelapukan khemis. Berikut penjelasan msing-masing bentuk kerusakan nisan kayu pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae. Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis tidak menyebabkan perubahan pada komposisi dan unsur kimia bahan. Penyebab kerusakan adalah adanya gaya statis dan dan gaya dinamis yang membebani benda (Susanti, 2007). Benda cagar budaya dari bahan kayu rentan mengalami kerusakan mekanis terutama pada kayu yang digunakan sebagai konstruksi. Beban statis yang membebani kayu dalam waktu lama akan memberikan

Page 5: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

51

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

tekanan pada kayu jika beban tersebut melampaui kekuatan maksimum kayu, maka kayu akan mengalami kerusakan misalnya melengkung, pecah, dan retak (Cahyandaru, et al., 2010). Kerusakan mekanis juga dapat disebabkan oleh peletakan benda yang kurang baik sehingga dapat terdorong jatuh atau akibat dari bencana alam berupa angin kencang (Srivijayananta, 2008)

Gambar 3. Bentuk kerusakan mekanis berupa

patah pada nisan (Sumber: Tim Penelitian, 2017)

Hasil observasi pada kompleks makam menunjukkan ada 37 nisan yang mengalami kerusakan mekanis berupa patah dan miring. Bentuk kerusakan yang dapat diamati yakni patah dan 7 nisan yang miring. Bagian nisan yang patah adalah tangkai di bagian kaki dan bahu, serta kepala nisan. Selain itu, bagian yang patah juga ditemukan pada ornamen yang ditemukan pada sisi nisan.

Bentuk kerusakan mekanis lainnya yakni nisan yang miring. Kerusakan ini ditemukan pada tujuh nisan yang ditancapkan pada lubang yang terbuat dari batuan makam. Faktor keletakan nisan yang ditancapkan tidak secara permanen menyebabkan nisan menjadi miring, terlebih lagi kondisi lingkungan yang terbuka sehingga kayu diterpa angin secara terus menerus.

Pelapukan Fisis

Kondisi iklim dan cuaca merupakan faktor penyebab terjadinya pelapukan fisis. Wilayah Kabupaten Majene termasuk dalam wilayah beriklim tropis dan ditandai dengan curah hujan, kelembaban, suhu, dan penyinaran matahari yang tinggi. Perbedaan suhu dan kelembaban yang terjadi antara siang dan malam berpengaruh proses

pemuaian dan penyusutan pada kayu, sehingga terjadi perubahan dimensi yang akan menyebabkan munculnya retakan(Vici, et al., 2005). Paparan sinar matahari yang menerpa kayu menyebabkan terjadinya penguraian komponen kimia penyusun dinding sel. Unsur kimia yang terurai akan terbawa angin maupun air sehingga permukaan kayu akan mengalami aus (Cahyandaru, et al., 2010).

Gejala pelapukan fisis diamati dengan adanya retakan dan aus pada permukaan nisan kayu. Pengamatan terhadap retakan menunjukkan keretakan kecil pada semua nisan dan keretakan besar pada 36 nisan yang umumnya pada bagian kaki.

Aus pada permukaan kayu menyebabkan permukaan menjadi halus sehingga tidak terlihat lagi bentuknya. Hasil pengamatan pada nisan menunjukkan bagian yang aus ditemukan pada motif sehingga bentuk dan inskripsi pada nisan tidak terlihat jelas. Terdapat sembilan nisan kayu yang mengalami aus. Salah satu nisan yang memiliki motif hias berupa inskripsi arab yang terdapat pada badan nisan. Hal tersebut menyebabkan inskripsi sehingga tidak dapat dibaca. Hal ini diperparah dengan terjadinya pengelupasan pada permukaan kayu.

Gambar 4. Bentuk pelapukan fisis berupa aus

pada nisan (Sumber: Tim Penelitian, 2017)

Pelapukan Khemis

Air dalam bentuk air kapiler dari tanah, hempasan air hujan, maupun uap air merupakan faktor penyebab pelapukan khemis. Proses pelapukan khemis terjadi melalui pelarutan unsur-unsur kayu. Saat terjadi penguapan, hasil pelarutan mineral

Page 6: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

52

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 47 - 59

bahan cagar budaya akan terbawa ke permukaan dalam bentuk sedimentasi kristal garam terlarut. Proses penggaraman akan semakin tebal sehingga mendesak keluar dan menyebabkan terjadinya pengelupasan (Srivijayananta, 2008; Akbar, 2009). Air yang masuk ke pori-pori kayu juga akan menyebabkan kayu menjadi lembab sehingga memicu pertumbuhan organisme.

Air baik berupa air tanah maupun air hujan menjadi agen penyebab pelapukan khemis. Gejala pelapukan khemis dapat diamati dengan terjadinya perubahan warna dan pengelupasan. Perubahan warna ditemukan pada enam nisan yang sering disirami menggunakan minyak sehingga warna kayu menghitam. Pengelupasan ditemukan pada 17 nisan kayu. bagian yang terkelupas umumnya terdapat pada badan nisan. Dampak dari pengelupasan adalah lapisan kayu akan hilang dan digantikan dengan lapisan kayu dibawahnya sehingga memperlihatkan perbedaan warna.

Gambar 5.. Pengelupasan pada nisan (Sumber: Tim Penelitian, 2017)

Pelapukan Biotis Pelapukan biotis disebabkan oleh

pertumbuhan jasad pada permukaan cagar budaya. Pertumbuhan jasad berdampak pada munculnya noda yang dapat mengganggu secara estetis. Selain itu, beberapa jenis jasad tertentu menimbulkan penguraian dan pelapukan terhadap unsur bahan penyusun (Susanti, 2007; Srivijayananta, 2008). Pelapukan biotis pada kayu juga disebabkan oleh binatang perusak kayu. Adapun

binatang perusak kayu kayu terdiri dari kelompok rayap, kumbang bubuk, serta golongan semut dan lebah (Cahyandaru, et al., 2010).

Pelapukan biotis disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup yakni jamur, lumut, dan serangga perusak kayu. Pelapukan biotis dipicu oleh kondisi curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Selain itu, keletakan nisan kayu yang bersentuhan langsung dengan tanah sehingga mempengaruhi kelembaban pada kayu. hasil pengamatan menunjukkan pelapukan biotis disebabkan oleh pertumbuhan jamur, dan serangan rayap.

Pertumbuhan jamur pada nisan kayu ditemukan pada 64 nisan. Dampak dari pertumbuhan jamur adalah muncuknya noda pada permukaan kayu. Noda yang dihasilkan berwarna putih, jingga, dan hijau. Dampak lebih lanjut dari pertumbuhan jamur yakni menyebabkan terjadinya pelapukan.

Hasil observasi menunjukkan perbedaan persentase jamur pada permukaan kayu. Nisan pada sektor empat menunjukkan pertumbuhan jamur yang cenderung lebih sedikit dibanding ketiga sektor lainnya. Pertumbuhan jamur pada nisan sektor 1 ditemukan hampir pada seluruh permukaan dari bagian kepala hingga ke kaki nisan. Adanya jamur menyebabkan munculnya noda berwarna putih kehijauan. Pertumbuhan jamur pada nisan di sektor 4 lebih rendah dibandingkan sektor lainnya. Pertumbuhan jamur ditemukan pada bagian badan nisan yang mengakibatkan munculnya noda berwarna putih.

Gambar 6. Pertumbuhan jamur pada nisan (Sumber: Tim Penelitian, 2017)

Page 7: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

53

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

Selain jamur, pertumbuhan lumut juga merupakan agen peyebab pelapukan biotis. Lumut membutuhkan tingkat kelembaban yang hampir konstan dan sangat tinggi untuk tetap hidup. Oleh karena itu, lumut biasanya ditemukan di bagian bawah nisan Pertumbuhan lumut ditemukan pada enam nisan dan dalam kondisi mengering. Lumut tersebut menghasilkan lapisan hitam pada permukaan kayu yang akan mengalami pengelupasan yang juga akan berakibat pada pengelupasan lapisan kayu di bawahnya.

Rayap merupakan organisme yang menyerang kayu. Berdasarkan hasil observasi, ditemukan jejak rayap berupa terowongan dari tanah pada dua nisan kayu. Serangan rayap pada kayu dapat dapat menyebabkan pelapukan karena rayap menjadikan kayu sebagai sumber makanannya.

Kerusakan nisan kayu di Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae menunjukkan adanya perbedaan persentase kerusakan yang terjadi pada setiap nisan. Hasil persentase tersebut kemudian ditampilkan pada peta untuk melihat kerusakan yang dominan (gambar 1). Berdasarkan data persentase dan peta, diketahui bahwa terdapat perbedaan bentuk kerusakan yang mendominasi pada setiap sektor.

Kerusakan nisan kayu pada sektor 1, 2, dan 3 umumnya didominasi oleh pelapukan biotis. Sedangkan nisan kayu pada sektor 4 mengalami kerusakan fisis. Berikut penjelasan kerusakan tiap sektor pada kompleks makam. 1. Sektor 1

Sebanyak 27 nisan kayu di sektor 1 mengalami kerusakan dan pelapukan. Bentuk kerusakan yang dominan adalah pelapukan biotis yang ditandai dengan pertumbuhan jamur dan lumut. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan jamur pada tiap-tiap nisan hampir menutupi seluruh permukaannya.

Hal yang memicu pertumbuhan jamur adalah kondisi lingkungan yang lembab dengan adanya pohon. Jenis pohon yang ditemukan pada sektor 1 yakni pohon ketapang, cemara, dan tanaman soka. Keberadaan tanaman tersebut menahan sinar matahari sehingga sehingga kondisi lingkungan sekitarnya akan lembab. 2. Sektor 2 Terdapat sembilan nisan kayu di sektor ini, delapan di antaranya didominasi oleh pelapukan biotis yang ditandai dengan pertumbuhan jamur di permukaannya. Hal tersebut dipicu oleh

keberadaan pohon ketapang di dalam sektor serta beberapa pohon lamtoro di luar situs sehingga menyebabkan tingginya kelembaban.

Terdapat satu nisan yang mengalami pelapukan khemis yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada kayu. Hal tesebut disebabkan oleh adanya kegiatan vandalisme dalam bentuk penyiraman minyak sehingga warna kayu menghitam. 3. Sektor 3

Temuan nisan pada sektor 3 sebanyak 1 nisan dengan kerusakan yang tejadi yakni pelapukan biotis. Hampir seluruh permukaan nisan kayu tertutupi oleh jamur. Terdapat dua pohon ketapang yang masing-masing berjarak 2 dan 5 m dari nisan sehingga menambah tingkat kelembaban. Selain itu, faktor keletakan nisan yang ditancapkan langsung ke tanah juga menjadi penyebab kerusakan karena kayu menyerap air dan kelembaban tanah sehingga mempercepat terjadinya pelapukan biotis. 4. Sektor 4

Kerusakan pada sektor empat didominasi oleh pelapukan fisis yang ditandai dengan muncul retakan dan pada permukaan kayu. Kondisi lingkungan sektor 4 yang terbuka menyebabkan nisan kayu terpapar sinar matahari secara langsung. Hal tersebut diperparah oleh kondisi situs yang dekat dengan laut sehingga nisan terkena angin kencang dengan kandungan garam yang tinggi secara langsung.

Gambar 7. Sebaran kerusakan nisan kayu di Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae.

(Sumber: Tim Penelitian, 2017) Faktor Penyebab Kerusakan Faktor Internal

Faktor internal berkaitan dengan bahan kayu itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara terhadap juru pelihara situs, diketahui bahwa masyarakat Majene

Page 8: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

54

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 47 - 59

umumnya menggunakan kayu ulin dan kayu bagang. Jenis kayu ulin tidak ditemukan di Majene melainkan didatangkan dari Kalimantan. Berdasarkan pembagian ketahanan kayu, kayu ini tergolong tergolong dalam kelas kuat I dan kelas awet I. Hal ini berarti kayu ulin tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek batang, perubahan kelembaban dan suhu serta air laut (Abdurrachman, 2012). Jenis kayu lokal yang digunakan dalam pembuatan nisan adalah kayu bagang1. Kayu tersebut termasuk dalam kelas awet dan kelas kuat II, memiliki daya retak yang agak tinggi, kekerasan agak keras sampai keras (Muchlis, dkk, 2011; Muin, dkk, t.tahun; Anonim, 2006).

Kedua kayu tersebut tergolong kayu yang awet atau umur pemakaiannya lama. Meski demikian, kondisi lingkungan penggunaan yang berada di daerah terbuka dan berhubungan dengan tanah lembab akan berpengaruh pada terjadinya degradasi yang berakibat pada kerusakan.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor dari lingkungan tempat cagar budaya tersebut berada, berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik adalah faktor yang berasal dari unsur tak hidup yang meliputi kondisi lingkungan tempat benda berada meliputi kondisi cuaca dan iklim. Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae berada di bukit yang letaknya berhadapan langsung dengan laut. Kondisi geografis kompleks makam yang berada di pesisir pantai juga sehingga udara yang berhembus di sekitrnya mengandung air dengan kadar garam tinggi.

Kompleks makam yang berada di daerah terbuka menyebabkan nisan kayu diterpa oleh sinar matahari secara langsung. Hal tersebut menjadi faktor terjadinya pelapukan fisis seperti aus dan munculnya retakan pada kayu. Keberadaan tanaman pelindung dapat mengurangi terpaan sinar matahari, namun penanamannya yang dekat dengan makam mempengaruhi tingkat

1 kayu bagang adalah nama lokal yang digunakan oleh masyarakat Majene untuk menyebut kayu bitti (Vitex cofassus).

kelembaban. Kondisi ini dapat dilihat pada kerusakan di sektor 1 yang didominasi oleh pelapukan biotis.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kerusakan adalah cuaca dan iklim. Cuaca dan iklim merupakan salah satu unsur lingkungan hidup yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan. Unsur-unsur cuaca dan iklim meliputi curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, dan angin. Kondisi iklim di Indonesia yang merupakan iklim tropis lembab sehingga berpengaruh dalam menunjang proses kerusakan dan pelapukan cagar budaya yang berada di alam terbuka.

Dalam hubungannya dengan kerusakan nisan kayu di Kompleks Makam Raja-raja Hadaat Banggae, akan dijelaskan kondisi iklim dan cuaca di Kabupaten Majene. Secara umum sama seperti wilayah lain di Indonesia, Kabupaten Majene termasuk iklim tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim kemarau berlangsung singkat yakni selama bulan Juni sampai September. Berdasarkan data dari Stasiun Meterologi Majene curah hujan selama tahun 2013-2017 curah hujan tinggi rata-rata pertahun berkisar antara 1177.0-1684.5 mm dengan lama hari hujan 123-201 hari pertahun. Pada bulan-bulan tertentu, curah hujan bulanan dapat melebihi 100 mm perbulan misalnya 266.4 mm pada Januari 2013, 235 mm pada April 2015, 263.2 mm pada Desember 2015, dan 307.2 pada April 2016.

Selain itu, tingkat kelembaban relatif udara rata-rata pertahun di Kabupaten Majene selama tahun 2013-2017 berkisar antara 76-81%. Hal tersebut menunjukkan kondisi udara di Kabupaten Majene tergolong lembab. Suhu di Kabupaten Majene periode 2013-2017 berkisar antara 26.4-29.0°C. Suhu terendah terjadi pada bulan Juli 2013 sedangkan suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2015. Intensitas cahaya matahari juga merupakan faktor yang berperan dalam kerusakan dan pelapukan. Cahaya matahari yang menerpa benda secara terus-menerus menyebabkan

Page 9: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

55

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

kerusakan seperti degradasi mineral, retak, dan perubahan sifat-sifat fisik struktur, dan sifat-sifat kimia (pada bahan organik misalnya kayu). Penyinaran matahari di Kabupaten Majene dalam lima tahun terakhir berkisar antara 3.3- 7.6 jam perhari. Unsur cuaca selanjutnya adalah angin. Kondisi kompleks makam yang berada di daerah terbuka berdampak pada nisan yang terkena angin kencang secara terus menerus. Kecepatan angin rata-rata Kabupaten Majene selama tahun 2017 yaitu 3.1 knots. Kecepatan angin tertinggi pada bulan Agustus yaitu 6 knots, sedangkan di bulan Januari, Maret, dan April kecepatan angin berada pada kisaran 2 knots.

Faktor biotik penyebab kerusakan kayu adalah jamur, lumut, dan serangan rayap. Faktor biotik menyebabkan terjadinya pelapukan pada kayu. Pertumbuhan jamur pada kayu didukung oleh kondisi lingkungan yang lembab serta faktor internal kayu itu sendiri (kandungan substrat). Serangan jamur pada kayu mengakibatkan terjadinya perubahan sifat pada kayu yang meliputi perubahan kimia kayu, kekuatan dan fisik kayu. Selain itu, jamur juga dapat menyebabkan timbulnya noda dan pewarnaan permukaan kayu yang mengganggu secara estetis.

Pertumbuhan lumut pada kayu menjadi indikasi bahwa tempat tersebut lembab. Lumut bersifat menahan uap air sehingga kayu menjadi lembab dan memicu pertumbuhan organisme lain misalnya jamur yang akan berakibat pada terjadinya pelapukan. lumut yang mengering menghasilkan lapisan hitam pada permukaan kayu yang akan mengalami pengelupasan yang juga akan berakibat pada pengelupasan lapisan kayu di bawahnya.

Kerusakan kayu juga disebabkan oleh binatang perusak kayu yakni rayap. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, ditemukan jejak aktivitas rayap berupa terowongan tanah.

Vandalisme

Aktivitas manusia baik yang dilakukan secara sengaja maupun tanpa disadari dapat turut andil dalam proses kerusakan. Bentuk aktivitas yang dapat mengakibatkan

kerusakan berupa pencurian dengan jalan memotong, mencoret, dan penyiraman pada benda. Hal tersebut akan berdampak pada musnahnya data arkeologi. Berdasarkan hasil pengamatan, kerusakan dan pelapukan disebabkan oleh adanya aktivitas ziarah.

Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae saat ini masih sering dikunjungi oleh peziarah. Hasil wawancara terhadap juru pelihara situs diketahui bahwa peziarah yang datang ke kompleks makam bukan hanya masyarakat Majene, namun adapula peziarah yang berasal dari luar Provinsi Sulawesi Barat. Dalam melakukan ziarah biasanya masyarakat membawa sesajian ke makam dan membakar kemenyan. Selain itu, dilakukan penyiraman pada nisan menggunakan air dan minyak serta penaburan daun pandan (Muhammad Saing, 41 tahun). Penyiraman air akan berdampak pada nisan akan memicu terjadinya pelapukan khemis. Selain itu, perubahan warna pada nisan kayu juga terjadi karena pernyiraman minyak (Rusmadi, 40 tahun).

Selain aktivitas ziarah, tindakan vandalisme yang ditemukan yakni adanya bekas pembakaran pada nisan. Terdapat dua artefak kayu yang memperlihatkan bekas pembakaran yang terlihat dari sisa arang yang masih tertinggal pada permukaannya. Nisan pertama memiliki bekas pembakaran pada bagian kepala. Sisa pembakaran berupa arang masih tersisa hingga pada bagian yang memiliki inskripsi. Nisan kedua memiliki bekas pembakaran pada salah satu sisinya.

Gambar 8. Bekas pembakaran pada nisan. (Sumber: Tim Penelitian, 2017)

Page 10: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

56

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 47 - 59

Pengaruh Penataan Taman Terhadap Kerusakan

Bentuk penataan taman Penataan taman pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae dilakukan dengan penanaman pohon polindung dan tanaman bunga. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan terhadap pengunjung. Kehadiran tumbuhan dapat memperindah dan membuat lingkungan terasa lebih nyaman karena tumbuhan memiliki kemampuan untuk memodifikasi unsur iklim. Sebagai contoh, kondisi udara di bawah pohon rindang saat matahari bersinar penuh akan terasa lebih sejuk, teduh, sejuk, dan lembab. Keberadaan kanopi pada pohon mengurangi intensitas dan energi sinar matahari. Berkurangnya intensitas cahaya matahari akan menyebabkan lingkungan menjadi lebih teduh. Sedangkan berkurangnya energi cahaya matahari akan mengurangi proses pemanasan udara di bawah kanopi sehingga udara menjadi lebih sejuk. Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu, pohon dan semak (serta vegetasi lainnya) dapat mempertinggi kelembaban dan mengurangi kecepatan angin (Lakitan, 1994; Susanti, 2007).

Jenis pohon yang ditemukan pada kompleks makam adalah pohon ketapang (Terminalia catappa L), palem (Roystonea regia), cemara (Casuarina sp), mangga (Mangifera spp) serta tanaman bunga yakni bunga kamboja dan tanaman soka. Pohon ketapang terkonsentrasi di bagian selatan, namun beberapa pohon ditanam berdekatan dengan makam. Ciri morfologi pohon ketapang yakni memiliki tajuk yang bertingkat dan daun yang besar dan rapat sehingga sinar matahari sulit menembusnya (www.alamendah.org). Hal tersebut akan meminimalisir terjadinya pelapukan fisis.

Keletakannya pohon ketapang yang dekat dengan makam akan menjadi ancaman untuk kerusakan. Penguapan pada kayu akan terhambat sejalan dengan terhalangnya sinar matahari sehingga kayu akan menjadi lembab. Kondisi tersebut kondusif bagi pertumbuhan jamur sehingga menyebabkan terjadinya pelapukan biotis

Ancaman lain yang disebabkan oleh pohon ketapang adalah akar dan daunnya. Akar pohon ketapang merupakan akar tunggang bercabang yaitu akar yang berbentuk kerucut panjang yang tumbuh lurus ke bawah dan bercabang banyak.

Ukuran akar pohon ketapang dapat mencapai 3 m sehingga dapat dapat merambat hingga ke makam yang akan merusak konstruksinya. Hal ini sudah mulai nampak pada makam di sektor 1. Sementara itu, daun pohon ketapang akan meluruh selama dua kali dalam setahun. Kondisi tersebut mengakibatkan daun akan bertumpuk di sekitar makam dan memicu terjadinya pelapukan.

Gambar 9. Pohon ketapang yang berada di

kompleks makam. (Sumber: Tim Penelitian, 2017)

Berdasarkan uraian di atas, penataan taman dengan penanaman pohon ketapang yang dekat dengan makam akan menjadi ancaman karena memicu terjadinya pelapukan biotis. Oleh karena itu, pohon tersebut sebaiknya ditiadakan. Sementara itu, pohon ketapang yang berada di sebelah selatan sebaiknya tetap dipertahankan untuk menahan angin dari arah laut.

Tanaman lain yang ditemukan pada kompleks makam yakni pohon palem. Pohon palem tersebar di bagian barat kompleks makam, tepatnya di depan pintu masuk. Keberadaan pohon palem dimaksudkan untuk memperindah lingkungan. Letaknya yang jauh dari makam tidak menjadi ancaman terhadap kerusakan.

Sebaran pohon cemara pada kompleks makam ditemukan di bagian barat, dekat depan pintu masuk. Pohon cemara merupakan jenis pohon pelindung. Keberadaan pohon cemara mampu menahan tiupan angin laut hingga terpaan pasir (Anonim,2011). Oleh karena itu, pohon cemara cocok ditanam di kompleks makam untuk menahan hembusan angin laut.

Bentuk penataan taman lainnya adalah penanaman rumput. Rumput berfungsi sebagai penutup tanah untuk mencegah terjadinya erosi. Berdasarkan hasil observasi, hampir seluruh permukaan kompleks makam tertutupi oleh

Page 11: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

57

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

rumput, kecuali pada sektor 3. Hal tersebut akan berdampak pada terjadinya pengikisan pada permukaan tanah. Meski demikian, pertumbuhan rumput yang sampai ke makam akan memberikan ancaman terjadinya kerusakan. Oleh karena itu, areal sekitar makam tidak ditanami rumput namun diberi tumpukan kerikil. Saran Penataan

Sub bab sebelumnya telah diuraikan tentang penanaman tumbuhan pada kompleks makam. Dari uraian tersebut, diketahui bahwa penanaman pohon pada kompleks makam selain bertujuan untuk memberikan kenyamanan juga untuk melindungi benda dari kerusakan. Meski demikian, faktor penanaman pohon yang tidak mempertimbangkan aspek jarak dari benda cagar budaya memberikan ancaman terhadap kelangsungan benda. Oleh karena itu, perlu perancangan penataan untuk meminimalisir kerusakan yang akan terjadi.

Pohon ketapang di tengah area kompleks makam dapat menyebabkan tingkat kelembaban udara di sekitarnya naik dan memicu pelapukan biotis. Daunnya yang dapat meluruh juga memberikan ancaman karena mempercepat pelapukan. Selain itu, akar pohon dapat merambat ke makam sehingga memberikan ancaman terjadinya pembongkaran. Oleh karena itu, sebaiknya pohon tersebut ditiadakan.

Gambar 10. Peta rancangan penataan taman.

(Sumber: Tim Penelitian, 2017) Selain itu, perlu penanaman tumbuhan di

sektor 4 untuk melindungi nisan kayu dari terpaan angin secara langsung. Penanaman tumbuhan tetap harus memperhatikan jenis dan jarak yang tepat agar tidak menyebab kerusakan. Tumbuhan yang disarankan adalah jenis perdu misalnya kemuning, alamanda, dan soka.

Karakteristik tanaman tersebut adalah bentuk akarnya yang menjalar ke bawah sehingga tidak dapat merambat hingga ke makam. Selain itu, bentuk pohon kecil dan bercabang banyak serta memiliki tinggi tidak lebih dari 7 m.

Penanaman pohon disarankan di dekat pagar dengan jarak antar pohon 2-3 m. pertimbangan jarak tersebut didasarkan pada lebar tajuk tanaman. Tinggi tanaman harus tetap diperhatikan agar tidak lebih dari 2 m agar tidak menyebabkan naiknya kelembaban. Oleh karena itu, penanaman pohon harus disertai dengan pemangkasan secara rutin. Hal ini juga dimaksudkan agar tidak menghalangi jarak pandang dalam menikmati pemandangan laut. KESIMPULAN

Identifikasi kerusakan pada nisan kayu di Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae Ondongan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat menujukkan bentuk kerusakan yang terjadi yakni kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan pelapukan biotis. Kerusakan mekanis disebabkan oleh gaya dinamis dan faktor peletakan benda yang ditandai dengan patah dan bentuk nisan yang miring. Pelapukan fisis yang ditandai dengan munculnya retakan dan aus pada kayu di sebabkan oleh kondisi iklim dan cuaca. Pelapukan khemis ditandai dengan perubahan warna dan pengelupasan pada kayu yang disebabkan oleh air baik air hujan maupun air kapiler dari tanah. Selain itu, pelapukan biotis yang disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup yakni jamur, lumut, dan serangga perusak kayu juga ditemukan pada kompleks makam.

Hasil identifikasi menunjukkan adanya perbedaan bentuk kerusakan pada setiap sektor. Sektor 1, 2, dan 3 menunjukkan kerusakan yang didominasi oleh pelapukan biotis, sedangkan sektor 4 didominasi oleh pelapukan fisis. Perbedaan bentuk kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kondisi lingkungan di setiap sektor yang berbeda. Sektor 1, 2, dan 3 terdapat pohon yang letaknya berdekatan dengan makam yang menyebabkan tingginya kelembaban sehingga memicu pelapukan biotis. Kondisi sektor 4 lebih terbuka sehingga terkena paparan sinar matahari secara langsung yang merupakan penyebab terjadinya pelapukan fisis. Selain itu, keletakan sektor 4 yang dekat dengan laut menyebabkan nisan kayu di sektor tersebut

Page 12: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

58

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 47 - 59

diterpa angin dengan kandungan garam yang tinggi dan menyebabkan pelapukan.

Penyebab kerusakan dan pelapukan berdasarkan sifatnya terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik adalah faktor yang berasal dari unsur tak hidup yang meliputi kondisi lingkungan tempat benda berada meliputi kondisi cuaca dan iklim. Faktor biotik penyebab kerusakan adalah pertumbuhan jamur, lumut, dan serangan rayap. Faktor lain yang berperan dalam kerusakan yakni vandalisme dengan adanya aktivitas ziarah.

Tinggalan nisan kayu tersebut memperlihatkan adanya tren penggunaan kayu untuk kebutuhan sakral khususnya di Kerajaan Banggae. Meski demikian, ancaman kerusakan terhadap nisan kayu tinggi jika dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan kerusakan dan pelapukan yang berakibat pada hilangnya data fisik nisan kayu tesebut. Oleh karena itu, perlu upaya untuk melestarikannya. Penulis mengajukan upaya pelestarian melalui penataan taman untuk meminimalisir kerusakan yang terjadi.

Penataan taman pada kompleks makam dilakukan dengan penanaman pohon dan perdu untuk menghindari paparan sinar matahari secara langsung pada makam dan mengurangi kecepatan angin yang menerpa. Dari segi estetik, penanaman pohon akan memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Saran penanataan yang diajukan penulis yaitu: 1. Tumbuhan yang berada di dalam kompleks

makam sebaiknya ditiadakan karena memicu pelapukan biotis dan akarnya dapat tumbuh ke areal makam sehingga memberikan ancaman terjadinya pembongkaran.

2. Pohon ketapang dan pohon cemara yang berada di sebelah selatan kompleks makam tetap dipertahankan untuk menahan hembusan angin.

3. Perlu penanaman pohon sektor 4 untuk melindungi nisan kayu dari terpaan angin secara langsung. Pohon yang disarankan adalah jenis perdu misalnya kemuning, alamanda, dan soka. Penanaman disarankan di dekat pagar situs dengan jarak antar tanaman 2-3 m serta tinggi tanaman tidak melebihi 2 m.

4. Selain penataan taman, tindakan konservasi juga diperlukan untuk menanggulangi kerusakan yang terjadi, diantaranya adalah

pembersihan dari jamur dan lumut, serta pelapisan bahan pelindung.

Ucapan Terima Kasih

Tulisan ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi di Departemen Arkeologi, Universitas Hasanuddin. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada segenap civitas akademika yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan, terutama kepada kedua pembimbing penulis ibu Dr. Khadijah Thahir Muda, M.Si dan ibu Yusriana, M.A. Penulis juga mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada teman-teman tim Majene Project yang senantiasa memberikan bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian.

*****

DAFTAR PUSTAKA Alamendah. “Pohon Gofasa Gupasa Atau Kayu

Biti Vitex Cofassus”. Retrieved November 16, 2017, from https://alamendah.org/ 2011/05/15/pohon-gofasa-gupasa-atau-kayu-biti-vitex-cofassus/

Anonim. 2011. “20 Manfaat Pohon Cemara Bagi Manusia”. Retrieved November 16, 2017, from https://manfaat.co.id/manfaat-cemara.

Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika. Data Iklim Majene. 2013-2017. Majene: Stasiun Meterologi Majene.

Cahyandaru, N., Parwoto, & Gunawan, A. (2010). Konservasi Cagar Budaya Berbahan Kayu Dengan Bahan Tradisional. Magelang: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.

Direktorat Peninggalan Purbakala. (2006). Petunjuk Teknis Perawatan Benda Cagar Budaya Bahan Kayu. Jakarta: Direktorat Peninggalan Purbakala.

Haeruddin, Mustafa, & Konservasi, T. (2014). Laporan Konservasi Kompleks Makan Raja-raja Hadat Banggae Ondongan, Mara'dia Parappe, dan Tambulese Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

Page 13: IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA …

59

Identifikasi Kerusakan Nisan Kayu Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat - Vivi Sandra Sari

Iswadi, Nusriat, D., Syafruddin, Asmunandar, & Yusriana. (2014). Laporan Zonasi Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae dan Sekitarnya. Makassar. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

Muchlis, Mohammad; Sumarni Ginuk. “Kelas Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia terhadap penggerek di laut”. Retrieved November 26, 2017, from http://epress.anu.edu.au?p=63751http://www.docstubo.net/47149590/Kelas-keawetan-200-jenis-kayu-indonesia-terhadap-penggerek-di-laut-pdf.

Muin, Musrizal, dkk. T. tahun. Deteriorasi dan Perbaikan Sifat Kayu. Makassar, Universitas Hasanuddin Fakultas Kehutanan: T. Terbit.

Srivijayananta, I. G. (2008). Arca-arca Batu di Daerah Aliran Sungai Petanu dan Pakerisan, Kabupaten Gianyar, Bali (Analisis Konservasi). Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Suranto, Y. (2014). Teknologi Konservasi Cagar Budaya Berbahan Kayu Berbasis Kearifan Tradisional. Konservasi Berbasis kearifan Tradisional. Magelang: Tidak terbit.

Vici, D., Vincenzi, D., & Luca, U. (2005). An Analytical Method For The Characterization Of Microclimates For The Conservation Of Wooden Cultural Heritage Objects. Non Destructive Investigations and Micronalysis for the Diagnostics and Conservation of the Cultural and Environmental Heritag.8. Lecce: Italian Society of Non Destructive Testing Monitoring Diagnostic.