Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan...

38
Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Oleh: Edward Dwiputra Prajitno 802010010 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

Transcript of Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan...

Page 1: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh:

Edward Dwiputra Prajitno

802010010

TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2014

Page 2: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Page 3: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Page 4: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Page 5: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Page 6: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Page 7: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Edward Dwiputra Prajitno

Berta Esti Ari Prasetya

Enjang Wahyuningrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2014

Page 8: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

i

Abstrak

Psychological Well Being sebagai salah satu keadaan psikologis, secara teoritis

memiliki hubungan yang dapat memengaruhi jalannya prestasi akademis. Oleh karena

itu, penelitian yang berhubungan antara keduanya menjadi hal yang menarik untuk

diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Psychological Well

Being dengan prestasi akademis pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Satya Wacana. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan

skala pengukuran Psychological Well Being yang telah dikembangkan oleh Ryff dan

Singer (1996) yang diadaptasikan oleh penulis dalam konteks Indonesia serta Indeks

Prestasi sebagai pengukuran prestasi akademis dengan menggunakan metode purposive

quota sampling. Hasil penelitian ialah ada hubungan positif signifikan antara

Psychological Well Being dengan prestasi akademis.

Kata Kunci: Psychological Well Being, prestasi akademis, mahasiswa

Page 9: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

ii

Abstract

Psychological Well Being as one theory which measure ones psychological state,

theoretically have correlation with academic achievement. For this reason, research

between two variable become interesting to study. The purpose of this research is to

conclude relationship between Psychological Well Being and academic achievement

among undergraduate student of Faculty of Psychology SWCU. This research using

quantitative method with Psychological Well Being scale developed by Ryff and Singer

(1996) which adapted by writer in Indonesian context and GPA as measurement of

academic achievement, using purposive quota sampling. The result of the research

conclude that there are positive and significant correlation between Psychological Well

Being and academic achievement.

Keywords: Psychological Well Being, academic achievement, student

Page 10: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

1

PENDAHULUAN

Tuntutan dunia pekerjaan saat ini semakin mendorong pendidikan yang jauh lebih

dalam dan terstruktur agar menghasilkan peserta didik yang berkualitas yang memiliki

daya saing. Hal ini mendorong adanya pencarian Sumber Daya Manusia (SDM) yang

berkualitas, salah satu kriterianya melalui nilai akademis. Nilai akademis dalam masa

kuliah menjadi salah satu bentuk pencapaian prestasi yang ada pada seseorang.

Pascarella dan Terenzini (dalam Kuh, Kenzey, Buckley, Bridgez & Hayek, 2006)

memprediksi bahwa nilai seorang calon sarjana memiliki "dampak positif sederhana"

pada kemungkinan untuk dipekerjakan secara penuh pada awal karir seseorang pada

posisi yang tepat.

Nilai akademis juga diangkat oleh Kuncel, Hezlett dan Ones (2004) dalam

penelitian yang dilakukan untuk melihat performa akademis dengan usahanya menguji

alat ukur Miller Analogies Test menemukan bahwa adanya hubungan kemampuan

kognitif umum dengan kemampuan potensial karier serta kreativitas (r=0,38; p<0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kognitif yang diperoleh seseorang di dalam

proses pendidikannya juga berpengaruh atas prestasi kerjanya. Pada penelitian lain,

Pascarella dan Terenzini (dalam Kuh et.al, 2006) menyebutkan bahwa lingkungan

kuliah yang menekankan hubungan dekat serta kontak antara mahasiswa dengan

fakultas meningkatkan pemikiran kritis, kompetensi analitis, dan perkembangan

kemampuan intelektual umum. Kemudian berdasarkan penelitian di atas, dapat dilihat

bahwa peranan pendidikan sendiri memiliki kontribusi terhadap kehidupan di dunia

pekerjaan, terlebih pada bagian prestasi pekerjaan itu sendiri. Hal ini menunjukkan

pentingnya proses pendidikan sebagai sarana mempersiapkan individu untuk dapat

bekerja setelah ia selesai menempuh proses pendidikannya. Lebih lanjut, Pascarella dan

Terenzini (dalam Kuh et.al, 2006) juga menyebutkan bahwa nilai akademis memiliki

dampak positif terhadap status pekerjaan dan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa

nilai akademis masih dipandang sebagai salah satu indikator prestasi akademis yang

diperhatikan di lingkungan pekerjaan.

Universitas Kristen Satya Wacana, sebagai salah satu lembaga pendidikan tingkat

tinggi yang ada di Indonesia, memiliki tanggung jawab dalam mencetak lulusan yang

memiliki daya saing yang pada akhirnya meningkatkan kualitas SDM yang ada di

Indonesia. Pendidikan yang bertujuan mencetak lulusan yang berkualitas secara

Page 11: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

2

keilmuan tentu tidak dapat berjalan tanpa adanya sebuah tolak ukur mengenai keilmuan

itu sendiri. Pada perguruan tinggi, prestasi akademis, sebagai tolak ukur keilmuan yang

dikuasai oleh mahasiswa itu sendiri ditandai dengan Indeks Prestasi mahasiswa. Indeks

Prestasi ini yang menunjukkan seberapa besar mahasiswa menguasai ilmu yang

dipelajarinya. Di UKSW, penilaian berdasarkan pada penguasaan kompetensi yang

menjadi tujuan mata kuliah (Pasal 37, ayat 1 Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan

Akademik Dalam Sistem Kredit Semester Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga,

2009).

Ada banyak faktor yang mungkin memengaruhi hasil peserta didik. Crosnoe,

Johnson dan Elder (dalam Farooq, Chaudhry, Shafuq & Berhanu, 2011)

mengklasifikasikan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil peserta didik sebagai faktor

murid, faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor peer. Walberg (1981), di sisi lain juga

mengungkapkan ada 9 faktor yang memengaruhi prestasi belajar dari seorang peserta

didik. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: bakat siswa (terdiri dari:

kemampuan, perkembangan, motivasi), pengajaran (terdiri dari: waktu belajar, kualitas

pengalaman belajar) dan lingkungan (lingkungan rumah, kelompok sosial di kelas,

kelompok peer di luar sekolah, dan penggunaan waktu yang dilakukan diluar jam

sekolah). Sedangkan, Winkel (1983) juga mengasumsikan adanya beberapa faktor yang

memengaruhi prestasi akademis dari sisi siswa, yaitu: taraf inteligensi, motivasi belajar,

perasaan-sikap-minat, serta keadaan sosial (keadaan sosio-ekonomis dan sosio-kultural).

Perlu diperhatikan bahwa motivasi dan sikap terhadap pengalaman belajar merupakan

hal yang sangat dipengaruhi oleh hal-hal intrinsik yang menjadi pilihan dari setiap

individu. Dengan demikian ada banyak hal secara psikologis yang bisa memengaruhi

prestasi di bidang akademis, dan penelitian di bidang ini masih sangat luas terbuka

untuk diteliti lebih lanjut mengingat banyaknya hal yang mungkin memengaruhi hasil

prestasi akademis seseorang.

Apabila diperhatikan lebih dalam, dari faktor-faktor seperti lingkungan, faktor

motivasional, kelompok peer, merupakan bentuk dari fungsi psikologi positif yang

diajukan oleh Psychological Well Being (PWB). Ryff dan Singer (1996) menyebutkan

fungsi PWB sebagai kehidupan yang baik dan sehat sebagai salah satu yang melibatkan

proses penetapan dan mengejar tujuan, berusaha untuk mewujudkan potensi seseorang,

mengalami hubungan yang mendalam kepada orang lain, mengelola tuntutan dan

Page 12: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

3

kesempatan, mengarahkan diri sendiri terhadap tujuan, dan memiliki penilaian diri

positif. Hal ini berkaitan dengan motivasi sebagai daya penggerak yang mendorong

seseorang dalam berperilaku yang tentunya menentukan hasil pencapaian seseorang.

Lebih lanjut, PWB merujuk kepada bagaimana seseorang menangani tantangan di

dalam kehidupannya, hal ini merujuk kepada bagaimana seseorang berjuang di dalam

mengaktualisasikan dirinya sendiri (Ryan & Deci, 2001). McClelland (dalam Sutarto

2010) menemukan bahwa terdapat korelasi positif di antara motivasi berprestasi

eksekutif dengan keberhasilan mereka. Adapun pengaruh PWB belum banyak diteliti

sebelumnya atau hanya menjadi bagian dari penelitian mengenai performa akademis

atau prestasi akademis. Fariba (2013) melansir penelitian mengenai pengaruh trait

kepribadian, gaya belajar, dan PWB terhadap peforma akademis pada siswa yang

belajar secara virtual (r=0,21; p<0,01). PWB juga ditemukan berkorelasi dengan

prestasi akademis pada siswa baru yang mendaftar di UK University (r=0,15 ; p<0,001)

(Topham & Moller, 2011).

Berdasarkan riset yang terdapat di atas, sejauh penelusuran peneliti, penelitian

mengenai PWB dengan prestasi akademis belum banyak diteliti. Terlebih pada

penelitian Topham & Moller (2011) perumusan PWB sendiri tidak menggunakan teori

multidimensional Ryff dan Singer (1996). Sedangkan pada penelitian Fariba (2013)

subjek ialah peserta pendidikan virtual yang berbeda dengan pendidikan dengan tatap

muka langsung. Untuk itu peneliti merasa penting untuk melihat pengaruh PWB

terhadap prestasi akademis mengingat hal ini terkait dengan kualitas edukasi yang

diberikan. Bila hubungan antara PWB dengan prestasi akademis dapat terbukti, maka

tentunya akan membuka peluang intervensi peningkatan kualitas pendidikan yang dapat

dilakukan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara tingkat Psychological Well Being

mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana dengan tingkat

prestasi akademis. Tujuan yang ingin dicapai ialah melihat hubungan antara

Psychological Well Being dan dimensi-dimensi di dalamnya dengan prestasi akademis.

Penelitian tentu saja memiliki manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia. Oleh

karena itu, penelitian ini akan memberikan saran yang dapat diterapkan dalam

kehidupan manusia. Berbagai masukan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan secara

Page 13: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

4

teoritis sebagai landasan ilmiah terhadap penelitian selanjutnya mengenai hubungan

Psychological Well Being dengan prestasi akademis. Serta secara praktis

denganmemberikan masukan intervensi melalui pengaktifan proses bimbingan dan

konseling yang dapat dilakukan dalam tujuan peningkatan Psychological Well Being

yang dapat memengaruhi prestasi akademis.

Pengertian Prestasi Akademis

Cuseo (2007) menjelaskan prestasi akademis sebagai siswa mencapai tingkat yang

memuaskan atau lebih unggul dalam prestasi akademis ketika mereka berkembang dan

menyelesaikan pengalaman kuliah mereka. Trow (dalam Ganai & Mir, 2013)

mendefinisikan prestasi akademis sebagai kemampuan mencapai pengetahuan atau

tingkat kompetensi dalam tugas-tugas sekolah biasanya diukur dengan tes standar dan

ditunjukkan dalam suatu kelas atau unit berdasarkan kinerja murid. Good (dalam Ganai

& Mir, 2013) menjelaskan prestasi akademis sebagai pengetahuan yang diperoleh atau

keterampilan yang dikembangkan dalam mata pelajaran sekolah yang biasanya didesain

oleh nilai tes atau penilaian yang diberikan oleh guru. Mengacu kepada Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No 30 Tentang Pendidikan Tinggi Bab 5, pasal 15,

bahwa "Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan penilaian secara

berkala yang dapat berbentuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh dosen"

maka Universitas Kristen Satya Wacana pun melakukan sistem penilaian berdasarkan

hal ini.

Domain Prestasi Akademis

Akan tetapi ada banyak hal yang perlu disadari dapat memengaruhi hasil prestasi

akademis. Bloom (1956) mengajukannya dalam 3 domain, namun pada penelitian ini

akan berfokus pada domain pertama yaitu domain kognitif. Di dalam domain kognitif

terdapat hal-hal yang berpengaruh ke dalam proses recall atau recognition dari

pengetahuan dan perkembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Domain ini

sendiri merupakan sentral utama dari perkembangan banyak alat tes dan pengukuran. Di

dalam domain kognitif sendiri terdapat taksonomi Bloom (Bloom, 1956). Taksonomi

yang diciptakan oleh Bloom ini merupakan sebuah hirarki, artinya diperlukan

penguasaan pada bagian yang lebih rendah untuk dapat melanjutkan ke bagian yang

lebih atas. Adapun taksonomi Bloom dapat dijabarkan sebagai berikut:

Page 14: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

5

1) Pengetahuan (Knowledge)

Didefinisikan sebagai perilaku dan situasi tes yang menekankan mengingat,

baik melalui recognition maupun recall atas ide, material atau fenomena.

2) Komprehensi (Comprehension)

Tahap ini memerlukan komunikasi yang perlu dilakukan oleh peserta didik

mengenai apa yang mereka pahami. Komunikasi itu sendiri dapat berbentuk lisan

atau tertulis, di dalam verbal atau simbolik. Adapun 3 jenis perilaku yang

menunjukkan komprehensi ialah penerjemahan, interpretasi dan ekstrapolasi.

3) Aplikasi (Application)

Untuk dapat melakukan aplikasi, diperlukan komprehensi, oleh karena itu

perlu membedakan komprehensi dan aplikasi dikemukakan 2 cara. Pertama, sebuah

masalah di dalam kategori komprehensi memerlukan siswa untuk mengetahui

abstraksi dengan cukup baik dan kemudian dapat memperagakannya ketika secara

diminta secara spesifik. Cara kedua adalah dengan melihat kepada proses

penyelesaian masalah.

4) Analisa (Analysis)

Analisis menekankan pada pemecahan materi tersebut ke dalam unsur-unsur

bagian dan mendeksi hubungan dari bagian-bagian dan bagaimana mereka

terorganisasi. Analisis sebagai sebuah tujuan, dapat dibedakan menjadi 3 tingkat.

Pada tingkat yang pertama para siswa diharapkan mampu memecahkan sebuah

materi menjadi unsur-unsur, untuk mengidentifikasi atau mengklasifikasikan

elemen dari komunikasi. Pada tingkat kedua, dia diminta untuk menjelaskan secara

eksplisit hubungan antara elemen, untuk menentukan hubungan dan interaksinya.

Pada tingkat ketiga, melibatkan rekognisi dari prinsip organisasional, mengatur dan

menstrukturisasi, yang menyatukan dan mengkomunikasikannya secara utuh.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis didefinisikan sebagai menggabungkan elemen-elemen atau bagian untuk

membentuk suatu yang utuh. Proses ini bekerja dengan elemen, bagian dan lain

sebagainya dan mengkombinasikannya dalam berbagai cara untuk menegakkan

suatu pola atau bentuk yang tadinya tidak jelas.

Page 15: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

6

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi didefinisikan sebagai pembuatan pendapat baik secara kuantitatif

maupun kualitatif dan baik secara subjektif atau objektif atas suatu nilai, sutu

tujuan, ide, pekerjaan, solusi, metode, materi dan lain sebagainya. Ini melibatkan

kriteria sebagai standar untuk penilaian yang menjangkau sesuatu tersebut akurat,

efektif, ekonomis, atau memuaskan. Evaluasi ditempatkan dalam taksonomi

sebagai tahapan akhir karena proses kompleks yang melibatkan kombinasi tahapan

sebelumnya.

Adapun, dalam penelitian ini, prestasi akademis dinilai berdasarkan pasal 38

Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan Akademik Dalam Sistem Kredit Semester

Universitas Kristen Satya Wacana tahun 2009 mengenai penilaian. Mengacu pada

ayat pertama, bahwa "Prestasi studi mahasiswa didasarkan pada penilaian Tes

Kecil (TK), Tes Tengah Semester (TTS), Tes Akhir Semester (TAS) dan atau

tugas-tugas yang setara dengan bobot tertenu yang diberitahukan kepada

mahasiswa pada awal semester" (h. 36). Kemudian pada pasal 43, bahwa "Hasil

Studi Kumulatif mahasiswa terdiri dari Laporan Hasil Studi Semester dan hasil

Studi Kumulatif dalam bentuk Transkrip Nilai" (h. 40).

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademis

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi interaksi belajar mengajar, yang pada

akhirnya memengaruhi prestasi akademis juga dirumuskan oleh Winkel (1983) menjadi

3 bagian yaitu pihak murid, guru dan sekolah, namun pada penelitian ini akan

difokuskan pada sisi murid yakni sebagai berikut:

a. Taraf Inteligensi

Dalam arti luas diartikan sebagai kemampuan mencapai prestasi-prestasi yang di

dalamnya berpikir memiliki peranan penting. Sedangkan dalam arti sempit merujuk

kepada kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi di sekolah di mana berpikir

memiliki peranan penting.

b. Motivasi Belajar

Diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang

menumbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar

dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh

Page 16: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

7

siswa tercapai. Motivasi belajar sendiri terbagi atas motivasi intrinsik (dari dalam

diri siswa) dan ekstrinsik (dari luar siswa).

c. Perasaan - Sikap - Minat

Perasaan yaitu aktivitas psikis yang di dalamnya subyek menghayati nilai-nilai

dari suatu obyek. Sikap yaitu kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak

suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek berharga/baik

atau tidak berharga/baik.dakan sikap, terdapat aspek kognitif dan aspek afektif.

minat yaitu kecenderungan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada

bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.

d. Keadaan Sosio-Ekonomis; Keadaan Sosio-Kultural

Keadaan sosio-ekonomis merujuk kepada kemampuan finansial dan

perlengkapan material yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan keadaan sosio-kultural

merujuk kepada lingkungan budaya yang di dalamnya siswa beraktivitas tiap

harinya. Yang menjadi poin penting di sini adalah bagaimana kondisi siswa yang

timbul akibat adanya keadaan-keadaan tersebut baik secara fisik maupun psikis.

e. Keadaan Fisik - Keadaan Psikis

Keadaan fisik merujuk kepada tahap pertumbuhan, kesehatan jasmani, keadaan

alat-alat indera dan lain sebagainya. Keadaan psikis, merujuk kepada

stabilitas/labilitas mental. Poin penting di sini adalah kondisi yang ditimbulkan oleh

keadaan-keadaan tersebut.

Pengertian Psychological Well Being

Secara historis, Psychological Well Being (PWB) merupakan salah satu sudut

pandang yang muncul dari aliran psikologi positif, yang memandang kesehatan mental

lebih dari pada sisi presence of wellness (adanya kesejahteraan) daripada absense of

illness (ketiadaan gangguan) (Ryff & Singer, 1996). Teori mengenai PWB merupakan

kumpulan dari studi literatur yang dilakukan terhadap konsep-konsep dari teori-teori

sebelumnya, seperti aktualisasi diri dari Maslow; fully functioning person dari Rogers;

individuasi dari Jung dan kedewasaan (maturity) dari Allport (dalam Ryff & Singer

1996). Lebih lanjut, Ryff dan Singer juga menyebutkan teorinya juga didasari oleh

perspektif perkembangan sepanjang kehidupan, didalamnya terdapat teori Erikson

mengenai tahapan psikososial; teori Buhler tentang tendesi kehidupan dasar manusia

yang bekerja untuk pemenuhan kehidupan; deskripsi Neugarten (dalam Ryff & Singer,

Page 17: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

8

1996) mengenai perubahan kepribadian pada orang dewasa dan lanjut usia serta kriteria

positif Jahoda (dalam Ryff & Singer, 1996) mengenai kesehatan mental. Adapun PWB

dapat diukur dengan menggunakan skala yang dirumuskan oleh Ryff dan Singer(1996)

berdasarkan skor pada dimensi.

Dimensi Psychological Well Being

Ryff dan Singer (1996) mengajukan setidaknya 6 dimensi yang memengaruhi

Psychological Well Being seseorang. dimensi-dimensi tersebut diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Penerimaan diri (Self-acceptance)

Kriteria yang sering diulang mengenai kesejahteraan di beberapa perspektif

sebelumnya adalah mengenai kesadaran seseorang mengenai penerimaan diri (self-

acceptance). Hal ini didefinisikan sebagai fitur sentral dari kesehatan mental

sekaligus karakteristik dari aktualisasi diri, fungsionalitas optimal dan kedewasaan.

b. Hubungan positif dengan orang lain (Positive Relations with Others)

Banyak teori sebelumnya menekankan pentingnya hubungan interpersonal yang

hangat dan mempercayai. Kemampuan untuk mencintai, dilihat sebagai komponen

sentral dari kesehatan mental. Orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya

dideskripsikan memiliki perasaan empati yang kuat dan afeksi terhadap semua umat

manusia dan dapat mencintai lebih dalam, pertemanan yang lebih intim, dan

identifikasi yang lebih lengkap terhadap orang lain.

c. Otonomi (Autonomy)

Ada penekanan pada literatur sebelumnya tentang kualitas self determination,

kebebasan dan pengaturan perilaku dari dalam. Orang mampu mengaktualisasikan

diri dideskripsikan sebagai mampu menunjukkan fungsi otonomi dan daya tahan

terhadap enkulturasi. Orang yang mampu berfungsi secara penuh dideskripsikan

memiliki internal locus of evaluation, dimana seseorang tidak mencari dukungan

dari orang lain, melainkan mengevaluasi berdasarkan standar yang dimiliki oleh

dirinya sendiri. Individuasi juga terlihat terlibat di dalam kebebasan atas kebiasan,

dimana seseorang tidak lagi tergantung kepada ketakutan kolektif, kepercayaan, atau

hukum massa.

Page 18: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

9

d. Penguasaan lingkungan (Environmental Mastery)

Kemampuan individual untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang cocok

untuk kondisi psikisnya di definisikan sebagai salah satu karakteristik kesehatan

mental. Kedewasaan terlihat diperlukan partisipan di dalam lingkungan aktif yang

signifikan yang berada di sekitar dirinya. Perkmbangan sepanjang masa kehidupan

mendeskripsikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk memanipulasi dan

mengontrol kompleks lingkungan.

e. Tujuan dalam hidup (Purpose In Life)

Kesehatan mental didefinisikan memasukan kepercayaan bahwa adanya rasa

tujuan dan arti dari kehidupan. Definisi dari kedewasaan juga menekankan

pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup, rasa keterarahan dan keinginan.

Dengan demikian, seorang yang berfungsi secara penuh secara positif memiliki

tujuan, keinginan, dan rasa keterarahan, semuanya berkontribusi kepada perasaan

bahwa hidup memiliki makna.

f. Pertumbuhgan personal (Personal Growth)

Fungsi psikologis yang optimal memerlukan tidak hanya seseorang mencapai

karakteristik yang telah ia capai sebelumnya, tapi juga melanjutkan

mengembangkan potensi yang dimilikinya serta tumbuh dan berkembang sebagai

seorang manusia. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi

yang dimilikinya menjadi titik utama dari perspektif klinis mengenai perkembangan

personal. Keterbukaan akan pengalaman, sebagai contoh, adalah karakteristik dari

orang yang berfungsi secara penuh.

Efek Psychological Well Being

Telah disinggung mengenai dimensi-dimensi dari Psychological Well Being,

adapun, Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa dimensi-dimensi ini merujuk

kepada sikap-sikap yang berbeda. Berikut ialah penjelasan pengaruh masing-masing

dimensi terhadap diri seseorang menurut Ryff dan Singer (1996).

Pada dimensi pertama, self-acceptance, seorang yang memiliki nilai tinggi akan

memiliki sikap positif terhadap diri sendiri; mengenali dan menerima banyak aspek dari

diri termasuk kualitas baik maupun buruk; serta merasa positif mengenai kehidupan

masa lalunya. Sedangkan seorang yang memiliki nilai rendah akan cenderung merasa

tidak puas akan diri sendiri; kecewa terhadap apa yang telah terjadi di masa lalu;

Page 19: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

10

bermasalah terhadap kualitas personal tertentu; serta berharap menjadi berbeda dari dia

saat ini.

Pada dimensi kedua, positive relations with others, seorang yang memiliki nilai

tinggi akan memiliki karakteristik hubungan dengan orang lain yang hangat, puas, serta

memercayai; memikirkan tentang kesejahteraan orang lain; dapat memberikan empati,

afeksi serta keintiman yang kuat; mengerti transaksi interpersonal dalam hubungan

manusia. Sedangkan seorang yang memiliki nilai rendah di dimensi ini akan cenderung

memiliki sedikit hubungan interpersonal yang dekat dan dipercaya; kesulitan untuk

dapat hangat, terbuka dan memikirkan orang lain; terisolasi dan frustrasi dalam

hubungan interpersonal; tidak bersedia berkompromi untuk mempertahankan hubungan

penting dengan orang lain.

Pada dimensi yang ketiga, autonomy, seorang yang memiliki skor tinggi memiliki

karakteristik dapat memutuskan sendiri dan independen; dapat bertahan dari tekanan

sosial untuk berpikir dan bertindak dalam hal tertentu; mengatur perilaku dari dalam diri

sendiri; mengevaluasi diri berdasarkan standar personal. Sedangkan orang yang

memiliki skor rendah akan memiliki karakteristik memperhatikan ekspektasi dan

evaluasi dari orang lain; bersandar pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan

penting; menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak dalam

cara tertentu.

Pada dimensi keempat, environmental mastery, seorang yang memiliki skor tinggi

akan memiliki perasaan penguasaan dan kompetensi dalam mengatur lingkungannya;

mengontrol susunan aktivitas eksternal yang kompleks; menggunakan kesempatan yang

ada secara efektif; dapat memilih atau menciptakan konteks yang cocok dengan

kebutuhan dan nilai personal. Sedangkan seorang yang memiliki skor rendah akan

cenderung kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari; merasa tidak dapat merubah

atau meningkatkan konteks sekitar; tidak menyadari adanya kesempatan yang ada;

kurang dapat merasa mengontrol lingkungan eksternal.

Pada dimensi kelima, purpose in life, seorang yang memiliki skor tinggi akan

memiliki karakteristik memiliki arah dan tujuan hidup; merasa ada arti atas masa saat

ini dan masa lalu; memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup; memiliki

target dan tujuan untuk hidup. Sedangkan orang yang memiliki skor rendah akan

memiliki karakteristik merasa kekurangan makna hidup; memiliki sedikit target atau

Page 20: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

11

tujuan; kekurangan arah hidup; tidak melihat tujuan dari kehidupan di masa lalu, tidak

memiliki pandangan atau kepercayaan yang memberi arti dalam hidup.

Sedangkan pada dimensi keenam, personal growth, seorang yang memiliki nilai

tinggi akan memiliki karakteristik merasa memerlukan perkembangan secara terus

menerus; melihat diri sebagai sesuatu yang terus bertumbuh dan berkembang; terbuka

terhadap pengalaman baru; sadar akan potensi diri; melihat perkembangan dalam diri

dan perilaku dari waktu ke waktu; berubah dalam hal yang mencerminkan kesadaran

diri dan keefektifan. Sedangkan seorang yang memiliki skor rendah akan memiliki

karakteristik memiliki stagnasi personal; kekurangan rasa akan perkembangan atau

peningkatan dari waktu ke waktu; merasa bosan dan tidak bersemangat atas hidup;

merasa tidak dapat mengembangkan sikap atau perilaku baru.

Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi

tertentu (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 30 Tahun 1990 Tentang

Pendidikan Tinggi). Sementara itu, mahasiswa UKSW adalah peserta didik yang telah

memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan oleh universitas (Ketentuan Umum

Keluarga Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 1997).

Sikap Mahasiswa

Adapun, mahasiswa memiliki tuntutan-tuntutan ketika belajar di perguruan tinggi,

hal ini diungkapkan oleh Kartono (1985). Belajar di Perguruan Tinggi sangat berbeda

dengan belajar di sekolah menengah. Tanggung jawab belajar hampir seluruhnya

dipercayakan pada para mahasiswa. Pengajar atau dosen hanya memberikan dasar-dasar

pengetahuan saja. Oleh karena itu pada mahasiswa dituntut memiliki kesediaan mental

dalam menghadapi frustrasi. Kartono (1985) menyebutkan beberapa hal yang

diperlukan untuk kesediaan mental ialah: cita-cita, minat pada pelajaran, kepercayaan

diri sendiri, keuletan dan kebebasan jiwa.

Jika dilihat dari perspektif psikologi perkembangan, mahasiswa yang berusia rata-

rata 17-24 tahun, tentunya memiliki tugas perkembangan yang tersendiri. Bila kita

melihat ke dalam teori tahapan perkembangan Erikson (1987), usia mahasiswa termasuk

ke dalam tahapan identity vs role confusion hingga tahapan intimacy vs isolation. Pada

tahapan identity vs role confusion mahasiswa ditantang dengan adanya perubahan

fisiologis dalam diri mereka serta tugas orang dewasa yang menanti mereka. Pada

Page 21: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

12

tahapan ini, seorang akan banyak mempertimbangkan bagaimana mereka tampak di

hadapan orang lain juga dengan mengembangkan keterampilan yang telah mereka

dapatkan sebelumnya. Pada tahapan ini juga seringkali seseorang memiliki rival serta

idola sebagai bentuk dari identitas akhir mereka. Sedangkan pada tahapan intimacy vs

isolation, Erikson (1987) menjelaskan bahwa pada tahapan ini, seorang akan

mempertaruhkan apa yang telah ia pelajari di tahapan sebelumnya untuk mulai berani

menjalin hubungan personal dengan orang lain.

Sedangkan Levinson (dalam Eysenck, 2004) mendeskrispsikan usia 17-22 tahun

sebagai tahapan dewasa awal. Di mana seorang individu dihadapkan dengan

pemahamannya mengenai tujuan hidup utamanya. Levinson (dalam Eysenck, 2004)

menyatakan jika mimpi tetap tidak berhubungan dengan hidup mimpi itu akan mati, dan

dengannya mati pula rasa kehidupan dan tujuan hidup.

Hubungan antara Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis

PWB menguak beberapa dimensi dalam diri seseorang yang bila ditelusuri secara

tidak langsung memengaruhi kondisi dari faktor belajar. Dimensi PWB yang pertama

ialah self-acceptance, hal ini diartikan sebagai bagian inti dari kesehatan mental dan

karakteristik dari aktualisasi diri, fungsi optimal dan kedewasaan. Demikian juga

dengan adanya sikap positif terhadap diri sendiri (Ryff & Singer, 1996). Penelitian

mengenai self-acceptance terhadap prestasi akademis sendiri belum banyak dilakukan,

yang banyak beredar adalah mengenai self-esteem. Self-esteem sendiri, dapat digunakan

untuk mengindikasikan adanya self-acceptance, seperti dikatakan oleh Wayne (1993),

ketika seseorang dengan self-esteem rendah mengungkapkan persis bagaimana

perasaannya tentang dirinya sendiri, ia telah mengambil langkah pertama menuju self-

acceptance dan pertumbuhan. Dengan demikian self-esteem dapat digunakan untuk

mengindikasikan adanya self-acceptance. Penelitian mengenai peran self-esteem

terhadap prestasi sendiri sudah sering dilakukan, seperti peneilitan disertasi yang

dilakukan oleh Harris (2009) yang menunjukkan adanya korelasi (r=0,797; p<0,001)

antara self-esteem dengan indeks prestasi mahasiswa (Cumulative Grade Point Average)

pada mahasiswa afrika-amerika di program teknik di universitas bagian selatan Amerika

Serikat. Sementara ada riset lain yang menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan

antara besarnya self esteem terhadap besarnya prestasi siswa (r=0,02, p>0,01) (Vialle,

Heaven, & Ciarrochi, 2005). Demikian juga dikatakan bahwa penelitian mengenai

Page 22: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

13

pengaruh self-esteem terhadap prestasi akademis tidak mendapatkan hasil yang kuat

(Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs, 2003)

Dimensi yang kedua ialah positive relations with others, diartikan sebagai hubungan

interpersonal yang hangat dan saling memercayai, orang yang dideskripsikan memiliki

perasaan empati dan afeksi terhadap orang lain dan mampu untuk mencintai lebih,

menjalin hubungan pertemanan yang lebih dalam, dan identfikasi dengan lebih lengkap

(Ryff & Singer, 1996). Penelitian menengenai positive relations with others sendiri,

berdasarkan definisi yang diutarakan Ryff, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

penelitian yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menjalin relasi

interpersonal. Dengan demikian, penelitian mengenai relasi interpersonal diangkat

untuk melihat pengaruhnya terhadap prestasi akademis. Secara tidak langsung,

sensifitas interpersonal (kemampuan untuk merasakan perilaku dan perasaan orang lain)

merupakan salah satu faktor yang memengaruhi prestasi akademis, hal ini terjadi karena

sensifitas interpersonal memengaruhi depresi serta self-esteem. Kemudian hal ini

berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi akademis, varians pada laki-laki sebesar

0,18 dan pada wanita sebesar 0,11 (McCabe, Blankstein, & Mills, 1999). Sementara

pada penelitian lain mengenai hubungan interpersonal antara peers dan guru dalam

melihat pencapaian akademis tidak ditemukan hubungan antara keduanya, sekitar 0,037

(Kosir, Socan, & Pecjak, 2007). Dengan adanya penelitian yang belum konklusif seperti

ini, memungkinkan untuk dilakukan penelitian ulang mengenai pengaruh tersebut.

Dimensi PWB yang ketiga ialah autonomy, diartikan sebagai kualitas seperti

pengambilan keputusan sendiri (self-determination), kemerdekaan, dan mengatur

perilaku dari dalam diri sendiri, orang yang memiliki ini juga ditandai dengan adanya

resistensi terhadap enkulturasi. Juga menyebutkan mengenai adanya internal locus of

evaluation, atau tidak mencari persetujuan orang lain melainkan berdasar standar yang

ia miliki sendiri (Ryff & Singer, 1996). Konsep autonomy atau otonomi merupakan

salah satu hal yang sering diangkat di bidang pendidikan. Hal ini disebabkan karena

otonomi dijelaskan sebagai sebuah proses hubungan, seperti hubungan antara aktor dan

pelatih dimana pelatih mendampingi dan mendorong aktor untuk mengeksplorasi

dunianya sendiri dan bukan seperti antara penjual dan pembeli (Tilfarlioglu & Ciftci,

2011). Holec mendefinisikan learner autonomy sebagai kemampuan untuk memimpin

proses belajarnya sendiri (Holec, dalam Tilfarlioglu & Ciftci, 2011). Dalam kesempatan

Page 23: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

14

yang sama, penelitian mengenai mendukung self-efficacy dan learner autonomy dalam

kaitannya dengan sukses akademis di kelas Bahasa Inggris, menemukan bahwa ternyata

otonomi dari peserta didik berperan dalam penguasaan akademis dari bidang bahasa,

r=0,506 (Tilfarlioglu & Ciftci, 2011). Akan tetapi pada bidang lain seperti pada bidang

olah raga, korelasi antara otonomi dengan prestasi akademis berkurang (r=0,288;

p<0,001) (Peters, Jones, & Peters, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa otonomi

memiliki peran yang bisa berbeda pada jenis pembelajaran yang berbeda, namun tetap

memiliki peran dalam jalannya proses akademis.

Dimensi yang keempat ialah environmental mastery, diartikan sebagai kemampuan

individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang cocok untuk kondisi

jiwaninya didefinisikan sebagai salah satu karakteristik kesehatan mental. Kedewasaan

juga berpengaruh akan hal ini (Ryff & Singer, 1996). Pada dimensi ini, berdasarkan

definisi tersebut, peneliti melihat kaitan dengan perilaku mencari bantuan, perilaku ini

merupakan intervensi yang dilakukan oleh seorang individu untuk memecahkan

permasalahan yang ia hadapi, dalam hal ini tentu dalam bidang belajar. Riset mengenai

perilaku mencari bantuan, pada siswa SD (elementary school) dengan bidang studi

matematika, menunjukkan bahwa siswa dengan perilaku mencari bantuan yang lebih

tinggi memiliki tendensi memiliki pencapaian nilai matematika yang lebih tinggi pula

(Khoshbakht, 2012). Demikian pula pada studi yang dilakukan pada mahasiswa yang

menggunakan komputer dengan beberapa metode bantuan yang diberikan, 3 dari 5

strategi bantuan yang disediakan oleh peneliti mengindikasikan adanya kecenderungan

meningkatnya tingkat keberhasilan tugas yang diberikan (Vaessen, Prins, & Jeuring,

2013).

Dimensi kelima ialah purpose in life yang diartikan sebagai adanya perasaan

mengenai tujuan dan arti dari hidup. Adanya rasa keterarahan dan kesengajaan (Ryff &

Singer, 1996). Sedangkan dimensi keenam ialah personal growth yang diartikan sebagai

bagaimana seseorang tidak hanya mencapai hasil seperti yang ia telah capai

sebelumnya, tapi juga mengembangkan potensi yang ia miliki, untuk tumbuh dan

berkembang sebagai seorang manusia (Ryff & Singer, 1996). Kedua dimensi diatas

terhitung sulit untuk diukur karena merupakan konsep yang abstrak mengenai dorongan

seseorang untuk melakukan sesuatu. Karena berkaitan dengan dorongan atau motivasi,

maka lebih mudah untuk mengaitkannya dengan riset mengenai motivasi. Schacter

Page 24: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

15

(2011) mendefinisikan motivasi sebagai fitur psikologis yang mendorong suatu

organisme untuk bergerak dan mendapati, mengontrol dan menjaga perilaku yang sesuai

dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dapat juga dipahami sebagai dorongan yang

mengendalikan; sesuatu yang secara psikologis mendorong atau memperkuat perilaku

terhadap suatu tujuan (Schacter, 2011). Kemudian mengenai riset mengenai hal tersebut

terhadap prestasi akademis, dapat dilihat dari beberapa riset yang telah ada sebelumnya.

Tujuan penguasaan materi didapati memiliki korelasi cukup rendah terhadap indeks

prestasi (r=0,29; p<0,01) dan tujuan prestasi justru memiliki korelasi yang lebih rendah

(r=0,1; p>0.1) (Coutinho, 2007). Sementara pada penelitian lain, terdapat perbedaan

prestasi akademis (dalam bidang pelajaran matematika) antara siswa dengan motivasi

tinggi dengan motivasi rendah (t.cal =8,05; t.crit=1.96; df=449 dan signifikansi 0,05)

(Tella, 2007). Adanya perbedaan ini merujuk kepada bagaimana motivasi masih

menjadi sebuah bahan kajian yang perlu diteliti lagi karena memiliki kemungkinan

berpengaruh kepada besarnya prestasi akademis yang mungkin dicapai oleh siswa.

Kemudian diikuti oleh penelitian mengenai PWB terhadap prestasi akademis oleh

peneliti sebelumnya. Fariba (2013) melansir penelitian mengenai pengaruh trait

kepribadian, gaya belajar, dan PWB terhadap peforma akademis pada siswa yang

belajar secara virtual (r=0,21; p<0,01). Pada penelitian lainnya, PWB juga ditemukan

berkorelasi dengan prestasi akademis pada siswa baru yang mendaftar di UK University

(r=0,15 ; p<0,001) (Topham & Moller, 2011).

Hal ini tentunya menarik, karena berdasarkan literatur yang diberkan oleh Ryff dan

Singer (1996), diajukan asumsi bahwa seorang yang memiliki tingkat PWB tinggi akan

memiliki kecenderungan dapat menerima dirinya secara penuh; dapat berhubungan

secara positif dengan sesama, termasuk teman dalam kelompok; mandiri dan menilai

sesuatu berdasar standar yang ia miliki serta tidak tergantung pendapat orang lain;

mampu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan diri sendiri; memiliki

tujuan hidup; dan berkeinginan mengembangkan potensi yang ia miliki. Kualitas-

kualitas tersebut tentunya merupakan hal yang mendukung bagi terciptanya performa

akademis yang baik.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ada korelasi positif antara Psychological Well-Being

dengan prestasi akademis.

Page 25: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

16

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, akan digunakan penelitian kuantitatif memanfaatkan survei

dengan menggunakan alat ukur Psychological Well Being dan keterangan mengenai

Indeks Prestasi Kumulatif.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Psychological Well Being (PWB) ialah

kondisi kesehatan mental seseorang berdasarkan adanya kesejahteraan seperti yang

didefinisikan oleh Ryff dan Singer (1996). Adapun dimensi di dalam PWB sendiri

adalah sebagai berikut: self-acceptance, positive relations with others, autonomy,

environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Dalam penelitian ini akan

digunakan skor total dari skala PWB yang diciptakan oleh Ryff dan Singer(1996) yang

telah diadaptasi oleh peneliti.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi akademis didefinisikan sebagai

hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik. Hasil belajar itu sendiri dapat dilihat

berdasarkan nilai yang telah didapat oleh siswa pada tes prestasi yang diselenggarakan

oleh universitas. Dan pada akhirnya tes prestasi ini sendiri diakumulasikan dan

tercantum di dalam Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Sehingga prestasi akademis pada

penelitian ini akan melihat IPK partisipan. Adapun IPK dari partisipan akan diambil

dari bagian nilai Universitas Kristen Satya Wacana berdasarkan persetujuan dari

peserta. IPK yang diambil ialah IPK terakhir yang didapat mahasiswa pada semester ke

ganjil tahun ajaran 2014/2015.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Satya Wacana yang telah memiliki IPK yaitu mahasiswa angkatan 2010, 2011,

2012, 2013. Sampel ialah bagian dari populasi, di mana ia memiliki ciri-ciri yang

dimiliki oleh populasinya (Azwar, 2011). Dan dalam penelitian ini yang akan diambiil

sebagai subjek ialah perwakilan dari angkatan mahasiswa 2010, 2011, 2012, 2013

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Azwar mendefinisikan bahwa

jumlah sampel dari penelitian biasanya berjumlah 10% dari populasi. Dengan

pengambilan sampel dengan metode purposive quota sampling. Selanjutnya populasi

Page 26: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

17

mahasiswa aktif fakultas psikologi yang masing-masing angkatan berkisar dari 120-170

mahasiswa.

Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan pengambilan data, dilakukan uji coba alat

guna melakukan menguji daya diskriminasi item dan reliabilitas skala PWB. Adapun

pengumpulan data pertama ini dilakukan dari rentan waktu antara Juni – Juli 2014

dengan partisipan sebanyak 44 orang partisipan yang terdiri dari mahasiswa Fakultas

Teologi, Ilmu Sosial dan Komunikasi dan Psikologi; sebagai karakteristik yang mirip

dengan mahasiswa Fakultas Psikologi. Data ini kemudian digunakan untuk menguji

daya diskriminasi item dan reliabilitas skala PWB. Metode pengambilan data pada uji

coba menggunakan teknik snow-ball, yang berarti peneliti meminta beberapa orang

untuk mengisi alat dan meminta partisipan tersebut untuk merujuk orang lain yang

mungkin bisa mengisi skala sesuai dengan kriteria.

Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2014 dilakukan dengan

metode purposive quota sampling. Artinya, peneliti memberikan kuota bagi partisipan

dari masing - masing angkatan aktif, kemudian peneliti membagikan skala kepada calon

partisipan secara accidental pada calon partisipan yang sesuai dengan kriteria penelitian

yaitu angkatan aktif yang sudah memiliki IPK. Terkumpul 106 partisipan yang bersedia

mengisi skala yang diberikan peneliti kepada partisipan dengan deskripsi sebagai

berikut: 2010 26 orang, 2011 26 orang, 2012 26 orang, 2013 28 orang. Setelah

partisipan bersedia mengisi skala PWB, maka partisipan diminta untuk menuliskan

nama dan Nomor Induk Mahasiswa serta tanda tangan kesediaan partisipasi penelitian

sebagai persyaratan pengambilan IPK di Bagian Nilai UKSW.

Alat Pengumpulan Data

Proses pengambilan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah

pengumpulan untuk variabel Psychological Well Being. Variabel ini akan diukur dengan

menggunakan skala PWB yang dikembangkan oleh Ryff dan Singer (1996) yang telah

diadaptasi oleh penulis. Skala ini terdiri dari 84 item total yang terbagi ke dalam 6

dimensi Psychological Well-Being. Partisipan akan diminta untuk menjawab

berdasarkan 6 pilihan jawaban yang tersedia, yaitu: "Sangat Tidak Setuju", "Tidak

Setuju", "Kurang Setuju", "Agak Setuju", "Setuju" dan "Sangat Setuju". Sedangkan data

untuk variabel prestasi akademis didapatkan dengan melihat data Indeks Prestasi

Page 27: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

18

Kumulatif yang merupakan tolak ukur yang digunakan universitas untuk melihat

prestasi akademis yang dimiliki oleh setiap mahasiwanya. Adapun IPK dari partisipan

akan diambil dari bagian nilai berdasarkan persetujuan dari peserta.

Uji coba alat menghasilkan 48 item yang bertahan dengan standar daya

diskriminasi item dinilai berdasar item-total correlation pada program SPSS v.21

sebesar > 0,3. Adapun item yang bertahan terdiri dari 10 item dari dimensi Autonomy, 7

item dari dimensi Environmental Mastery, 9 item dari dimensi Personal Growth, 4 Item

dari dimensi Positive Relations With Others, 11 item dari dimensi Purpose in Life, 7

item dari dimensi Self-Acceptance dengan tingkat kepercayaan sebesar 0,938.

Adapun reliabilitas masing-masing dimensi setelah ujicoba alat adalah: Autonomy

(0,816); Environmental Mastery (0,751); Personal Growth (0,821); Positive Relations

With Others (0,551); Purpose In Life (0,846); Self-Acceptance (0,710). Item-total

correlation sebagai daya beda item bergerak antara 0,310 - 0,717. Validitas skala PWB

ini menggunakan validitas isi berdasarkan hasil penerjemahan skala PWB dari Ryff &

Singer (1996) yang diterjemahkan dan uji ulang dengan menggunakan metode back

translation.

HASIL PENELITIAN

Uji Asumsi

a. Uji Normalitas dan Linieritas

Setelah alat ukur diuji reliabilitas serta validitasnya maka penelitian dapat

berlanjut ke menguji asumsi. Langkah yang harus diambil adalah:

Melakukan uji signifikansi dengan hasil koefisien Kolmogorov-Smirnov dari

Prestasi Akademis ialah 0,89 (p>0,05) dan PWB sebesar 0,847 (p>0,05).

Berdasarkan pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa data pada kedua

variabel berdistribusi normal.

Page 28: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

19

Analisis Deskriptif

Adapun data deskriptif mengenai penelitian ini terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Data Statistik Deskriptif Prestasi

Akademis PWB

N Valid 106 106

Missing 0 0 Mean 3.1577 216.3208 Mode 2.93 206.00a Std. Deviation .31298 18.01510 Variance .098 324.544 Range 1.72 96.00 Minimum 2.11 175.00 Maximum 3.83 271.00

Percentiles

25 2.9500 203.0000

50 3.1600 215.0000

75 3.3625 229.0000

Untuk mengukur tinggi rendahnya skor PWB digunakan rumus kategorisasi jenjang dari

Azwar (2012), yang selanjutnya disusun seperti pada tabel di bawah.

Tabel 2. Kelompok Skor PWB Kategori x Frequency Percent

Sangat Rendah 189,29815 > x 7 6.6 % Rendah 207,31325 > x > 189,29815 26 24.5 % Sedang 225,32835 > x > 207,31325 35 33.0 % Tinggi 243,34345 > x > 225,32835 33 31.1 % Sangat Tinggi x > 243,34345 5 4.7 % Total 106 100.0 %

Dimana x adalah skor PWB; Mean = 216.3208

Untuk pengelompokan Prestasi Akademis, digunakan standar predikat kelulusan

berdasar angka Indeks Prestasi Kumulatif yang terdapat dalam Peraturan

Penyelenggaraan Kegiatan Akademik Dalam Sistem Kredit Semester Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga.

Page 29: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

20

Tabel 3. Kelompok Skor Prestasi Akademis Kategori x Frequency Percent

Baik 2,00 > x >2,74 8 7.5 %

Memuaskan 2,75 > x >2,99 25 23.6 %

Sangat Memuaskan 3,00 > x >3,49 59 55.7 %

Terpuji 3,50 > x >4,00 14 13.2 %

Total 106 100.0

Dimana x adalah skor IPK; Mean = 3.1577

Uji Korelasi

Langkah selanjutnya setelah melakukan uji asumsi ialah melakukan uji korelasi

dengan menggunakan Pearson-Product Moment. Adapun kemudian dihitung dengan

menggunakan korelasi berganda pada SPSS v.21.

Tabel 4. Korelasi antara Prestasi Akademis dengan PWB

IPK PWB

IPK Pearson Correlation

1 .164*

Sig. (1-tailed) .046

N 106 106

PWB Pearson Correlation

.164* 1

Sig. (1-tailed) .046

N 106 106

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Untuk memperkaya penelitian ini, peneliti juga mencari hubungan dari masing-

masing dimensi PWB terhadap Prestasi Akademis dengan menggunakan korelasi

berganda. Adapun hasil korelasinya dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Page 30: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

21

Tabel 5. Korelasi dengan Prestasi Akademis

Dimensi Korelasi Signifikansi

Self – Acceptance 0.177* 0.040

Positive Relations With Others 0.019 0.425

Autonomy 0.087 0.187

Environmental Mastery 0.240** 0.007

Purpose In Life 0.077 0.217

Personal Growth 0.096 0.163

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan pengujian hipotesis yang diperoleh, diketahui terdapat hubungan

positif signifikan antara Psychological Well Being (PWB) dengan prestasi akademis

(r=0.164; p<0.05). Adapun, dapat diketahui bahwa dimensi PWB yang berkorelasi

dengan Prestasi Akademis adalah Environmental Mastery (r=0,24; p<0,05) dan Self-

Acceptance (r=0,177; p<0,05).

PEMBAHASAN

Berdasarkan pengujian di atas, dapat diketahui bahwa PWB memiliki korelasi

positif dan signifikan dengan Prestasi Akademis (r=0,164; p<0,05). Korelasi ini

memiliki arti bahwa semakin tinggi Psychological Well Being, semakin tinggi pula

prestasi akademis seseorang. Hasil ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Fariba

(2013), yang meneliti tentang pengaruh trait kepribadian, gaya belajar dan PWB

terhadap performa akademis pada siswa yang belajar secara virtual (r=0,21; p<0,01) dan

pada Topham (2011) yang meneliti hubungan antara PWB dengan Prestasi akademis

pada siswa yang baru mendaftar di UK University (r=0,15; p<0,001). Artinya, meskipun

menggunakan latar teori yang berbeda, tetap ditemukan adanya hubungan positif dan

signifikan antara PWB dengan prestasi akademis. Hasil positif ini terindikasikan di

dalam teori Ryff dan Singer (1996) yang menyebutkan bahwa seorang yang memiliki

PWB tinggi; akan memiliki karakteristik menerima dirinya, baik aspek positif dan

negatif; dapat berhubungan interpersonal secara positif dengan lingkungannya; mandiri

dan menilai berdasarkan personal serta tidak tergantung dengan orang lain; menciptakan

dan mengelola lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan karakternya; memiliki

tujuan hidup; serta mengembangkan potensi individu yang ia miliki. Karakteristik yang

Page 31: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

22

seperti ini sesuai dengan beberapa faktor yang memengaruhi hasil pendidikan seperti

yang diajukan oleh Winkel (1983), adapun faktor tersebut ialah seperti faktor motivasi

belajar, sikap, minat, dan keadaan psikis seseorang.

Meski demikian, sumbangan efektif dari PWB terhadap prestasi akademis ialah

sebesar r2=0,0268. Artinya pengaruh PWB terhadap prestasi akademis hanya sekitar 2%

dari keseluruhan faktor yang mungkin memengaruhi prestasi akademis. Berdasarkan

sumbangan efektif ini dapat kita ketahui bahwa faktor kesehatan mental, dalam hal ini

PWB memiliki peran sebesar 2% dari keseluruhan jalannya prestasi akademis. Secara

teoritis, hal ini dimungkinkan karena beberapa hal. Pertama ialah, kondisi PWB itu

sendiri. Seperti diketahui, Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa PWB adalah

suatu keadaan yang dinamis dan tidak menetap. Artinya kemungkinan perubahan skor

PWB sangat mungkin terjadi. Ryff dan Singer (1996) menyatakan perlunya studi

longitudinal terhadap PWB itu sendiri untuk melihat sejauh mana perubahan usia

berpengaruh kepada PWB. Dalam tulisannya, Ryff dan Singer (1996) juga menandakan

bahwa kemungkinan-kemungkinan tantangan psikologis dan lingkungan sosial dimana

hal ini terjadi mungkin berpengaruh terhadap PWB itu sendiri.

Kedua, IPK tidak mengindikasikan prestasi akademis yang tedapat pada kurun

waktu pengumpulan data PWB, melainkan IPK merujuk kepada keseluruhan hasil studi

yang telah dilakukan seseorang. Artinya, meskipun ada perubahan prestasi akademis

dalam satu semester, perubahan ini akan digabungkan dengan keseluruhan studi yang

telah dilakukan. Hal ini menyebabkan prestasi yang tercatat bukanlah nilai yang ia capai

yang berkembang dari tiap semester, melainkan dari awal studi hingga sampai data

diambil.

Ketiga, dilihat dari perspektif perkembangan, tahapan mahasiswa menurut Erikson

(1987) adalah di masa identity vs role confusion sampai dengan intimacy vs isolation. Di

mana mahasiswa dihadapkan dalam pilihan untuk memahami identitas dirinya sendiri

dan mulai menjalin relasi personal dengan orang lain. Levinson (dalam Eysenck, 2004)

juga menyebutkan mahasiswa pada tahapan dewasa awal di mana pada tahapan ini,

seseorang ditantang untuk menemukan tujuan hidupnya. Kedua perspektif

perkembangan ini menunjukkan bahwa pada tahapan tersebut seorang individu pada

tahapan yang memiliki fokus bukan pada prestasi, melainkan menentukan tujuan hidup

serta mengembangkan kemampuan sosial.

Page 32: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

23

Keempat, adalah banyaknya faktor yang memengaruhi prestasi akademis selain

kondisi psikologis. Seperti yang dijelaskan oleh Walberg (1981), bahwa prestasi sendiri

dipengaruhi oleh 9 faktor, yaitu: kemampuan, perkembangan, motivasi, waktu belajar,

kualitas pengalaman belajar, lingkungan rumah, kelompok sosial di sekolah, kelompok

peer di luar sekolah, dan penggunaan waktu di luar sekolah. Hal ini menunjukkan

bahwa faktor-faktor di luar kondisi mental seperti yang diajukan dalam PWB memiliki

peran yang lebih besar terhadap jalannya prestasi akademis itu sendiri.

Lebih lanjut, bila kita lihat dari hubungan masing-masing dimensi PWB dengan

prestasi akademis, pada dimensi yang pertama, self acceptance memiliki hubungan

positif dengan prestasi akademis (r=0,177; p<0.05). Ryff dan Singer (1996)

mendeskripsikan bahwa dimensi ini bila seseorang memiliki nilai tinggi akan memiliki

sikap positif terhadap diri sendiri, mengenali dan menerima kualitas baik dan buruk

dalam dirinya, serta merasa positif terhadap masa lalunya. Meski demikian, peneliti

tidak dapat menemukan riset yang secara langsung meneliti mengenai hubungan antara

self-acceptance dengan prestasi akademis. Meski demikian, Wayne (1993) menyatakan

bahwa self-acceptance dapat diindikasikan dengan adanya self-esteem. Meski tidak

dapat digunakan untuk menangkap makna self-acceptance secara utuh, namun hal ini

dapat digunakan sebagai dasar berpikir. Jika demikian, maka penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Harris (2009) mengenai pengaruh self-esteem

yang juga mengindikasikan korelasi positif (r=0,797; p<0,001) antara self-esteem

dengan prestasi akademis.

Selanjutnya juga tidak ditemukan adanya hubungan antara dimensi kedua positive

relations with others (r=0,019; p>0.05). Nilai tinggi pada dimensi ini menunjukkan

karakteristik hubungan yang hangat dan saling memercayai, memikirkan kesejahteraan

orang lain, dapat memberikan empati dan afeksi serta keintiman yang kuat, mengerti

serta memahami transaksi interpersonal dalam hubungan manusia (Ryff & Singer,

1996). Hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Kosir, Socan & Pecjak (2007) yang tidak menunjukkan adanya korelasi

antara hubungan interpersonal antara peers dan guru dengan pencapaian akademis. Hal

ini di satu sisi menunjukkan bahwa keterampilan sosial; seperti hubungan antara

dukungan pengajar dengan siswa, hubungan dengan peerserta dukungan sosial dari

peer, penerimaan sosial dan persahabatan tidak menjamin bagaimana seseorang dapat

Page 33: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

24

sukses di bidang akademis (Kosir, Socan & Pecjak, 2007). Artinya ada banyak variabel

sekunder lain yang lebih berpengaruh kepada jalannya prestasi akademis dibandingkan

dengan lingkungan sosial.

Pada dimensi autonomy juga tidak ditemukan hubungan dengan prestasi akademis

(r=0,087; p>0,05). Skor tinggi pada dimensi ini mengindikasikan orang yang

independen dan dapat mengambil keputusan sendiri, dapat bertahan dari tekanan sosial

untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu, dapat mengatur perilaku dari dalam

diri sendiri, serta mengevaluasi berdasar standar personal (Ryff & Singer, 1996).

Autonomy sendiri beberapa kali diangkat dalam penelitian di bidang pendidikan. Di

dalam bidang pendidikan, khususnya bahasa, hal ini pernah diteliti oleh Tilfarlioglu dan

Ciftci (2011) mengenai pengaruh learner autonomy atau otonomi pembelajar dalam

pengaruhnya di bidang pendidikan, dan hal ini berpengaruh positif (r=0,506 p>0,01).

Riset tersebut berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Konsep

autonomy yang merujuk kepada seseorang bergerak dan mengambil keputusannya

sendiri menjadi kurang cocok ditempatkan di bidang perguruan tinggi. Hal ini dapat

disebabkan karena mata kuliah di Psikologi yang sering kali juga mengembangkan

kemampuan bekerja di dalam kelompok seperti presentasi kelompok, observasi

kelompok dan lain-lain yang menuntut seseorang bekerja tidak hanya berdasarkan

standar personal yang ia miliki, tetapi juga dengan standar yang disepakati oleh

kelompok.

Pada dimensi environmental mastery terdapat hubungan positif dengan prestasi

akademis (r=0,24; p<0,05). Skor tinggi pada dimensi ini menunjukkan perasaan

penguasaan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan, mengontrol susunan aktivitas

yang kompleks, menggunakan kesempatan yang ada secara efektif, dapat memilih atau

menciptakan konteks yang cocok dengan kebutuhan dan nilai personal (Ryff & Singer,

1996). Hal ini sejalan dengan pendapat Khoshbakht (2012) yang menyebutkan bahwa

perilaku mencari bantuan memiliki dampak positif terhadap prestasi yang dimiliki

seseorang. Environmental mastery sebagai dimensi yang menujukkan tingkat

bagaimana seorang yang dapat mengubah dan mengatur lingkungannya ternyata

memiliki korelasi terhadap prestasi akademis. Artinya seorang dapat memilih

lingkungan pergaulan yang tepat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya, termasuk

di bidang akademis.

Page 34: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

25

Pada dimensi purpose in life tidak ditemukan korelasi dengan prestasi akademis

(r=0,077; p>0,05) seperti halnya juga pada dimensi personal growth tidak ditemukan

korelasi dengan prestasi akademis (r=0,096; p>0,05). Skor tinggi pada purpose in life

menunjukkan adanya karakteristik keterarahan dan tujuan hidup, memiliki arti akan

masa masa lalusan masa kini, memiliki tujuan hidup, serta memiliki target. Sedangkan

pada dimensi personal growth, merujuk kepada keinginan mengembangkan diri secara

terus menerus, melihat diri terus berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, sadar

akan potensi diri, berubah secara efektif dan berkembang dari waktu ke waktu. Kedua

dimensi ini berbicara mengenai tujuan dan langkah-langkah yang diambil untuk

mencapai tujuan tersebut, erat kaitannya dengan motivasi, seperti definisi dari Schacter

(2011) yang menyatakan motivasi sebagai dorongan yang mengendalikan, sesuatu yang

secara psikologis mendorong atau memperkuat perilaku terhadap suatu tujuan. Pada

penelitian ini, kedua dimensi tidak memiliki hubungan dengan prestasi akademis. Hal

ini dimungkinkan karena beberapa faktor, seperti pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Coutinho (2007) yang juga tidak menunjukkan adanya hubungan antara

tujuan dengan prestasi. Bahwa tujuan yang dimiliki oleh tiap individu berbeda, hal ini

memungkinkan terjadinya perbedaan dorongan untuk mencapai prestasi akademis yang

baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat hubungan positif antara Psychological Well Being dengan Prestasi

Akademis pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya

Wacana.

2. Dimensi Psychological Well Being yang berkorelasi positif dengan Prestasi

Akademis mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

adalah Environmental Mastery dan Self Acceptance.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran.

Pertama, kepada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, agar dapat

mempertimbangkan aspek kesehatan psikologis, terutama pada Psychological Well

Being sebagai bagian kesehatan psikologis yang turus berkembang dari mahasiswa yang

saat ini sedang berkuliah di Fakultas Psikologi UKSW. Hal ini didasari oleh sifat PWB

Page 35: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

26

yang dinamis dan terus berkembang, oleh karena itu pengkuran dan intervensi seperti

konseling menjadi perlu diterapkan. Hal ini mengingat berdasarkan penelitian ini,

ditemukan bahwa PWB mahasiswa Psikologi UKSW berada pada tingkatan sedang,

sehingga masih terbuka kemungkinan untuk adanya intervensi peningkatan PWB.

Pengawasan dan intervensi PWB menjadi penting didasari hasil penelitian yang

menunjukkan adanya hubungan antara PWB dengan prestasi akademis. Yang kedua,

kepada peneliti selanjutnya yang ingin mencoba melihat hubungan Pychological Well

Being di bidang akademis, dapat mengkerucutkan penelitian pada prestasi akademis

kepada hal yang mendasari prestasi akademis itu sendiri. Hal ini dirasakan peneliti

karena tampak ada terlalu banyak hal di luar PWB yang kemudian bepengaruh kepada

hasil prestasi akademis yang diukur. Penelitian selanjutnya juga perlu tentu diikuti

penyesuaian teori yang lebih matang dan didukung dengan instrumen penelitian yang

perlu dikaji ulang. Selain itu, disarankan pula agar desain penelitian yang digunakan

selanjutnya adalah desain penelitian longitudinal agar dapat melihat perkembangan

PWB yang dinamis. Adapun perlu rasanya mencari alat ukur prestasi akademis yang

lebih dapat dipercaya dan dapat menunjukkan hasil pendidikan yang spesifik, hal ini

dikarenakan IPK pada penelitian ini tidak mempertimbangkan adanya perubahan-

perubahan nilai yang mungkin terjadi pada tiap semesternya.

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2011). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______ (2011). Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______ (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baumeister, R.F., Campbell, J.D., Krueger, J.I., & Vohs, K.D. (2003). Does High Self-Esteem Cause Better Performance, Interpersonal Success, Happiness, or Healthier Lifestyles. Psychological Science in the Public Interest, 4, 1-44. Retrieved 21 December 2013 from http://www.carlsonschool.umn.edu/Assets/71496.pdf.

Bloom, B.S., Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H., & Krathwohl, D.R. (1956). Taxonomy of Educational Objectives Handbook 1 Cognitive Domain. London: Longmans Green and Co Ltd.

Coutinho, S.A. (2007). The relationship between goals, metacognition, and academic success. Educate, 7, 39-47. Retrieved 22 December 2013 from http://www.educatejournal.org/index.php/educate/article/download/116/134.

Page 36: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

27

Cuseo, J. (2007). The Big Picture. Esource for College Transitions. 4, 2-5. Retrieved 26 May 2014 from http://tech.sa.sc.edu/fye/esource/files/ES_4-5_May07.pdf.

Erikson, E. (1987). Childhood And Society. London: Paladin Grafton Books.

Eysenck, M.W. (2004). Pscyhology: An International Perspective. Hove: Psychology Press.

Fariba, T.B. (2013). Academic Performance of Virtual Students Based On Their Personality Traits, Learning Styles And Psychological Well Being: A Prediction. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 84, 112-116. Retrieved 20 December 2013 from http://www.gwern.net/docs/conscientiousness/2013-fariba.pdf.

Farooq, M.S., Chaudhry, A.H., Shafuq, M., & Berhanu, G. (2011). Factors Affecting Students’ Quality of Academic Performance: A Case of Secondary School Level. Journal of Quality and Technology Management, 7, 01-14. Retrieved 18 December 2013 from http://pu.edu.pk/images/journal/iqtm/PDF-FILES/01-Factor.pdf.

Ganai, M.Y., & Mir, Muhammad A. (2013). A Comparative Study Of Adjustment And Academic Achievement Of College Students. Journal of Educational Research and Essays, 1, 5-9. Retrieved 26 May 2014 from http://www.wynoacademicjournals.org/A%20COMPARATIVE%20STUDY%20OF%20ADJUSTMENT%20AND%20ACADEMIC%20ACHIEVEMENT%20OF%20COLLEGE%20STUDENTS%20(2).pdf.

Harris, S.L. (2009). The Relationship Between Self-Esteem and Academic Success among African American Students in the Minority Engineering Program At A Research Extensive University in the Southeren Portion of the United States. (Doctoral dissertation, Lousiana State University). Retrieved 20 December 2013 from http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-11042009-102505/unrestricted/Harris_diss.pdf.

Kartono, K. (1985). Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Jakarta: CV. Rajawali.

Universitas Kristen Satya Wacana. 1997. Ketentuan Umum Keluarga Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Khoshbakht, F. (2012). A Study of Elementary Students' Academic Help Seeking Behaviors in Math Class: The Role of Questioning in Class Interaction. Studies in Learning & Instruction, 3, 7-10. Retrieved 23 January 2014 from http://www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/126520126102.pdf.

Kosir, K., Socan, G., & Pecjak, S. (2007). The role of interpersonal relationships with peers and with teachers in students’ academic achievement. Review of Psychology, 14, 43-58. Retrieved 20 December 2013 from http://hrcak.srce.hr/file/32678.

Page 37: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

28

Kuh, G.D., Kinzie, J., Buckley, J.A., Bridges, B.K., & Hayek, J.C. (2006). What Matters of Student Success: A Review of the Literature. Commissioned Report for the National Symposium on Postsecondary Student Success: Spearheading a Dialog on Student Success. Retrieved 5 march 2014 from http://nces.ed.gov/npec/pdf/kuh_team_report.pdf.

Kuncel, N.R., Hezlett, S.A., & Ones, D.S. (2004). Academic Performance, Career Potential, Creativity, and Job Performance: Can One Construct Predict Them All? Journal of Personality and Social Psychology. 86, 148-161. Retrieved 28 February 2014 from http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.317.9553&rep=rep1&type=pdf.

Matthews, D.W. (1993). Acceptance of Self and Others. North Carolina: North Carolina Cooperative Extention Service.

McCabe, R.E., Blankstein, K.R., & Mills, J.S. (1999). Interpersonal Sensitivity and Social Problem-Solving: Relations with Academic and Social Self-Esteem, Depressive Symtoms, and Academic Performance. Cognitive Therapy and Research, 23, 587-604. Retrieved 21 December 2013 from http://search.ebscohost.com.

Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi. Lembaran Negara RI Tahun 1990, No. 38. Jakarta: Sekretariat Negara.

Universitas Kristen Satya Wacana. 2009. Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan Akademik Dalam Sistem Kredit Semester Universitas Kristen Satya Wacana. 2009. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Petes, D., Jones, G., & Peters, J. (2007). Approaches to Studying, Academic Achievement and Autonomy, in Higher Education Sports Students. Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, 6, 16-28. Retrieved 21 December 2013 from www.heacademy.ac.uk/hlst/resources/johlste

Ryan, R.M., & Deci, E.L. (2001). On Happiness and Human Potentials: A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Annual Review of Psychology, 52, 141-161. Retrieved 4 May 2014 from http://www.uic.edu/classes/psych/Health/Readings/Ryan,%20Happiness%20-%20well%20being,%20AnnRevPsy,%202001.pdf.

Ryff, C.D., & Singer, B. (1996). Psychological Well-Being: Meaning, Measurement, and Implications for Psychotherapy Research. Psychother Psychosom 1996, 65, 14-23. Retrieved 10 December 2013 from http://www.acceptandchange.com/wp-content/uploads/2011/08/vialle-heaven-ciarrochi-2005-jagu-relat-between-self-esteem-and-acad-achieve.pdf.

Schacter, D.L. (2011). PSYCHOLOGY. United States of America: Catherine Woods.

Tella, A. (2007). The Impact of Motivation on Student’s Academic Achievement and Learning Outcomes in Mathematics among Secondary School Students in

Page 38: Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi …...Hubungan Psychological Well Being dengan Prestasi Akademis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

29

Negeria.Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3, 149-156. Retrieved 22 December 2013 from http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/512292.pdf. pada tanggal 22 Desember 2013.

Tilfarlioglu, F.Y., & Ciftci, F.S. (2011). Supporting Self-Efficacy and Learner Autonomy in Relation to Academic Success in EFL Classrooms (A Case Study). Theory and Practice in Language Studies, 1, 1284-1294 Retrieved 21 December 2013 from http://ojs.academypublisher.com/index.php/tpls/article/viewFile/011012841294/3701.

Topham, P., & Moller, N. (2011). New students’ psychological well-being and its relation to first year academic performance in a UK university. Counseling and Psychoteraphy Research, 11,196-203. Retrieved 10 December 2013 from http://search.ebscohost.com.

Vaessan, B., Prins, F., & Jeuring, J. (2013) University Students' Achievement Goals and Help-Seeking Strategies in an Intelligent Tutoring System. Retrieved 23 January 2014 from http://www.cs.uu.nl/research/techreps/repo/CS-2013/2013-019.pdf.

Vialle, W., Heaven, P.C.L., & Ciarrochi. (2005). The Relationship between self-esteem and academic achievement in high ability students: Evidence from the Wollongong Youth Study. The Australasian Journal of Gifted Education, 14, 39-45. Retrieved 21 December 2013 from http://www.acceptandchange.com/wp-content/uploads/2011/08/vialle-heaven-ciarrochi-2005-jagu-relat-between-self-esteem-and-acad-achieve.pdf.

Walberg, H.J. (1984). Improving the Productivity of America’s Schools. Retrieved 19 December 2013 from http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_198405_walberg.pdf.

Wayne, M. (1993). Acceptance of Self and Others. North Carolina: North Carolina Cooperative Extension Service. Retrieved 21 december 2013 from http://www.ces.ncsu.edu/depts/fcs/pdfs/fcs2762.pdf.

Wijono, S. (2010). Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Winkel, W.S. (1983). Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT Gramedia.