Hansen's Disease (Leprosy) Jurding

download Hansen's Disease (Leprosy) Jurding

of 46

description

Hansen's Disease

Transcript of Hansen's Disease (Leprosy) Jurding

Hansen's Disease (Leprosy) Current and Future Pharmacotherapy and Treatment of Disease-related Immunologic Reactions Davey P. Legendre, Pharm.D., Christina A. Muzny, M.D., Edwin Swiatlo, M.D., Ph.D.

Journal ReadingRatu Ayu K.1120221180Hansen's Disease (Leprosy)Current and Future Pharmacotherapy and Treatment of Disease-related Immunologic ReactionsDavey P. Legendre, Pharm.D., Christina A. Muzny, M.D., Edwin Swiatlo, M.D., Ph.D.Penyakit Hansen, dikenal juga sebagai lepra permasalahan kesehatan yang penting di seluruh duniaPenyebab mikrobiologi Mycobacterium leprae (organisme tahan asam yang sulit tumbuh secara in vitro)Manifestasi penyakit bergantung a respon imun pejamu sebabkan lepra tipe tuberkuloid dan lepromatous (paubasiler dan multibasiler)Penyakit hansen menyerang kulit, saraf dan mata pasien datang dengan lesi kulit, kelemahan, perasaan kebas, nyeri pada mata atau kehilangan penglihatan.Diagnosis pasti hasil pemeriksaan fisik + biopsi kulit dan/atau smear. Terapi antibiotik terbaru dapsone + rifampin +/- klofazimineDiagnosis dini + terapi antibiotik + terapi dari reaksi mengurangi komplikasi penyakit.

AbstrakPenyakit hansen(lepra) penyakit infeksi jaman dahulu (1550 SM) tidak ada pengobatan , orang yang terinfeksi diasingkan s/d th 1940 saat antibiotik modern tersediaMycobacterium leprae diidentifikasi pada 1873 oleh Dr. Armauer Hansen dari Norway. PendahuluanIklim tropis dan subtropisMerupakan masalah kesehatan di seluruh duniaProgram pengendalian infeksi yang lebih intensif + penggunaan terapi multidrug deteksi kasus tahunan ttg infeksi baru M. leprae Insiden tertinggi : usia 10-15 tahun dan 30-60 tahunpria : wanita = 2 : 1Manusia reservoir utama M. leprae.Host alami armadilo (Dasypus novemcintusEpidemiologiM. leprae tidak dapat dikultur dalam media laboratoriM.leprae menginfeksi sembilan armadilo yang telah ditandai dan berkembang pada telapak kaki tikus.Merupakan bakteri aerob bentuk batang yang tahan asam dengan pemeriksaan karbol fusin dan strain bakteri yang lain. Dinding sel M. leprae secara struktural serupa dengan sebagian besar spesies Mycobacterium.Waktu berkembangbiak in vivo mendekati 14 harMikrobiologiModus penularan M. leprae belum benar-benar terbukti,Mekanisme yang paling umum diperkirakan terjadi melalui rute pernapasan (cara yang sama dengan tuberkulosis) Patogenesis infeksi M. leprae belum dipahamiSebagian besar bukti menunjukkan bahwa manifestasi klinis infeksi diakibatkan karena reaksi kekebalan host terhadap basil lepra. Diklasifikasikan berdasarkan skala Ridley - Jopling atau oleh Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO)Respon kekebalan terhadap M. leprae yang bervariasi penampilan klinis lepra heterogen . PatogenesisSkala Ridley - Jopling menggabungkan gambaran klinis, imunologi dan histopatologis dan memperkenalkan lima bentuk lepra : tuberkuloid, borderline tuberkuloid, midborderline, lepromatous borderline ,lepromatous. Skema klasifikasi WHO bertindihan dengan Ridley-Jopling scale untuk mencocokan dua rejimen terapi yang berbeda dan terdiri dari dua kategori besar : penyakit paucibacillary, yang meliputi tuberkuloid dan bentuk tuberkuloid borderline Penyakit multibasiler, yang meliputi midborderline, lepromatous borderline dan bentuk lepromatosa (Gambar 1).

Pada tipe tuberkuloid paucibacillaryDidominasi respon imun Th 1Jumlah bakteri dan lesi kulit sedikitPada tipe lepromatous multibasilerDidominasi respon imun Th2 Jumlah bakteri dan lesi kulit banyak dan dapat melibatkan saraf periferManifestasi klinis infeksi pada seorang individu dapat berkembang bertambah parah dan berkurang tergantung pada tanggapan respon imun yang dominan pada saat itu. Karena besarnya variabilitas dari respon imun pejamu terhadap M. leprae, pasien datang dengan berbagai macam gambaran klinis dari penyakitnya. Periode antara saat teinfeksi dan timbulnya gejala beberapa bulan sampai 30-40 tahun. Penyakit ini biasanya mengenai kulit, saraf dan mata pasien biasanya dengan adanya lesi kulit, kelemahan dan perasaan kebas, nyeri pada mata atau kehilangan penglihatan.Dugaan diagnosis klinis lepra harus selalu ada pada pasien dengan lesi kulit dan/atau kerusakan saraf yang diiringi dengan kehilangan kemampuan sensoris.Manifestasi KlinisPada pasien tuberkuloid paubasilar terdapat satu sampai beberapa lesi kulit yang asimetris, berupa makula atau plak dengan batas tegas dan hipopigmentasi dan kebas pada bagian tengah. Pada borderline tuberkuloid (tipe paling sering) lesi kulit menyerupai lesi pada lepra tuberkuloid tapi lebih lebih banyak jumlah lesi dan lesi berbatas kurang tegas, terdapat pembesaran saraf perifer yang asimetris dan kerusakan saraf yang progresif, pasien mungkin datang dengan kelemahan otot atau trauma sekunder berupa gangguan sensorik.

Pada lepromatous multibasiler Lesi kulit banyak, bervariasi dalam ukuran, bentuk dan distribusi, dapat hipopigmentasi atau eritematosa. pasien dengan bentuk midborderline yang kekebalannya tidak stabil dan bisa berubah dengan cepat menjadi tuberkuloid borderline selama reaksi (Gambar 1). Karakteristik "lesi target (lepra midborderline) memiliki lesi eritematosa luas dengan tepi luar samar-samar dan pusat pucat seperti ditekan dengan gangguan sensorik.

Hubungan antara jumlah bakteri, respon imun dan skema klasifikasi klinis. Kelima bentuk dari lepra berdasarkan skala Ridley-Jopling yaitu :tuberkuloid (TT),borderline tuberkuloid (BT), midborderline (BB), borderline lepromatous (BL) lepromatous (LL). CMI = Cell mediate immunity, AFB = Acid Fast Bacilli.

Pada lepromatous borderline banyak lesi kulit, fungsi sensorik baik (kadang lesi menunjukkan gambaran berkurangnya sensorik) Pada lepromatous adanya keterlibatan yang luas pada kulit dan organ lain, kulit mengkilap dan halus, cbnyak lesi kulit (makula, papula atau nodul) dengan distribusi simetris, tetapi dengan fungsi sensorik baik, penebalan progresif dari kulit menyebabkan gambaran wajah kasar dan penebalan lobus telinga. Alis dan bulu mata menipis, Infiltrasi mukosa hidung yang mengakibatkan sekret dan obstruksiErosi tulang rawan dan tulang nasomaxillary dapat menyebabkan perforasi dari septum hidung, hidung mengempis dan kelainan sadle nose. Pernyebaran ke mata menyebabkan keratitis dan iritis.Infiltrasi saraf dermal dapat menyebabkan hilangnya sensoris perifer.

Tuberculoid polar

Borderline Tuberculoid

Mid borderline

Borderline lepromatous

Lepromatous polar

Lebih dari 125 tahun setelah penemuan M. leprae , basil belum bisa dikultur secara in vitro.Diagnosis didasarkan pada gabungan temuan pemeriksaan fisik dan biopsi kulit dan/atau smear.Smears kulit Slitbuat sayatan dangkal di kulit pada daerah standar (telinga bilateral, siku dan lutut) serta dari beberapa lesi kulit yang khas. Setelah irisan dibuat, permukaan bagian dalam dari luka digores dengan pisau pada sudut kanan ke sayatan.Setelah goresan, cairan jaringan dan jaringan dermal diperoleh dan dipindahkan ke slide mikroskopis bersih dan ditandai dengan lingkaran. Setelah itu diberikan Ziehl Neelsen carbol - fuchsin dan metilen blue, jumlah basil tahan asam dilihat di bawah mikroskop per lapangan dinyatakan sebagai "indeks bakteriologis". Teknik ini dapat digunakan untuk memandu terapi multidrug dengan menilai jumlah bakteri sebelum dan selama terapi.Spesimen biopsi kulit full-thickness dari tepi lesi aktif dapat diperoleh dan pewarnaan real-time polymerase chain reaction untuk mengidentifikasi dan mengukur DNA M. leprae dalam sampel jaringanDiagnosisReaksi imunologi terhadap antigen M. leprae umumnya diklasifikasikan sebagai tipe 1 (reversal) atau tipe 2 (eritema nodosum leprosum [ENL]) dan mencerminkan respon imun dominan lokal baik saraf atau kulit. Sebuah contoh dari reaksi tipe 1 (reversal) ditunjukkan pada Gambar 2.Reaksi tipe 1 terdapat pada sepertiga dari pasien borderline leprosyReaksi tipe 2 mempengaruhi 50% dari pasien dengan bentuk lepromatous dan 10% dari mereka dengan bentuk borderline lepromatous.

Reaksi ImunologiContoh reaksi tipe 1(reversal) terhadap terapi untuk penyakit Hansen (lepra) muncul sebagai lesi kulit di punggung pasien

Reaksi tipe 1 yang ditandai dengan respon imun Th1 dan berkaitan dengan peningkatan kadar lokal kadar interferon , tumor necrosis factor (TNF ), interleukin-12, dan induksi sintesis nitrit oksid. Jenis reaksi ini dapat dilihat pada setiap jenis lepra tetapi jarang pada tipe tuberkuloid sebagai penyakit yang berhubungan dengan respon imun Th1. Diagnosis reaksi tipe 1 dibuat berdasarkan gambaran klinis, namun biopsi kulit dapat menunjang. Kriteria histologis untuk reaksi tipe 1 belum standar, tapi biasanya berupa edema kulit, granuloma epithelioid besar dan sel plasma. Lesi kulit dapat menjadi lebih besar, lebih eritem dan dapat membentuk ulkus.Gejala neuritis mungkin muncul dan dapat menyebabkan disfungsi saraf motorik dan sensorik.Edema generalisata dapat terjadi (bukan gejala yang umum)Reaksi tipe 2, dikenal juga sebagai ENL, dibedakan secara klinis dengan adanya demam, malaise dan cepat munculnya nodul subkutan baru yang eritematosa dan sangat menyakitkan.Lesi pada wajah dan ekstensor tungkai, tetapi dapat mengenai seluruh tubuh. Nyeri neuritis merupakan komplikasi yang umum. Eritema nodosum leprosum dianggap sebuah penyakit kompleks imun dengan aktivasi komplemen dengan tingkat sirkulasi TNF dan interferon meningkat. Deposit kompleks imun dapat terjadi di berbagai tempat dan menyebabkan poliartritis, iridosiklitis, orkitis, limfadenitis dan glumerulonefritis. Leukositosis perifer dengan neutrofil merupakan temuan laboratorium yang umum .

Necroticans eritema atau fenomena Lucio reaksi terhadap M. leprae yang jarang terjadi namun berpotensi mengancam nyawa. Berbeda dari reaksi tipe 1 dan 2ditandai dengan nekrosis vaskulitis yang telah disebabkan invasi endotel pembuluh darah oleh M. leprae. Manifestasi klinis meliputi kebiruan atau keunguan dan plak hemoragik, diikuti dengan ulserasi nekrotik. Gejala ini biasanya terjadi tanpa adanya keluhan sistemik atau leukositosis. Sebelum munculnya pengobatan sulfon, terapi untuk penyakit Hansen terdiri dari kalium iodida, arsen, antimon, tembaga, sera, vaksin, pewarna anilin, timol, strychnine, mandi, sinar-X, radium dan arus listrik. Minyak chaulmoogra yang merupakan produk dari beberapa spesies pohon Hydnocarpus adalah ciri dari terapi pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Minyak dicampur dengan lemak babi dan digunakan secara lokal serta diminum beberapa kali sehari. Sediaan komersial asam chaulmoorgric tersedia pada 1909 dari Bayer dengan nama dagang Antileprol dan Chailmestrol (Winthrop Chemical Company) Terapi oral tampaknya yang paling efektif, namun dosisnya harus dipantau dari waktu ke waktu karena menyebabkan mual. Obat itu juga tersedia dalam bentuk injeksi, namun memiliki efek samping demam, reaksi lokal dan abses membuat terapi sulit untuk diterima.Pengobatan

Dapson memiliki efek bakterisidal dan melemahkan M. leprae dengan menghambat sintase dihidropteroat, sehingga mencegah terjadinya sintesis asam folat bakteri. Pemberian peroral satu kali perhari dengan atau tanpa makan, penyerapannya sangat baik dengan kadar puncak dicapai dalam 2-8 jam. Tidak ada penyesuaian dosis yang diperlukan untuk pasien dengan disfungsi ginjal, tetapi pasien dengan gangguan hati harus dipantau ketat. Dapson dapat menyebabkan hepatitis dan penyakit kuning kolestatik, tetapi tidak ada pedoman penyesuaian dosis yang tersedia bagi mereka dengan penyakit hati.

DapsonDapson awalnya digunakan sebagai monoterapi, tetapi terjadi resistensi, diperkirakan 2-10% kasus bermasalah.Salah satu mekanisme yang diduga penyebab terjadinya resistensi adalah mutasi gen pada kondisi yang ekstrim. Dalam upaya untuk mencegah munculnya resistensi akibat pemberian terapi tunggal, terapi multidrug dijadikan standar perawatan. Efek samping dari dapson dapat menyebabkan methemoglobinemia dan hemolisis yang berhubungan dengan kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Semua pasien harus diskrining untuk defisiensi G6PD sebelum memulai terapi dapsonmereka dengan defisiensi G6PD ringan dapat dimulai dengan pemberian 25 mg/hari dengan pemantauan ketat .

Meskipun US Food and Drug Administration ( FDA ) tidak menyetujui obat ini untuk penyakit Hansen, rifampisin dianjurkan untuk setiap gambaran penyakit. Memiliki sifat bakterisidal cepat terhadap M. leprae dengan kesuksesan penurunan indeks bakteriologik dalam waktu 3 minggu setelah memulai terapi. Rifamisin mengikat sub unit dari RNA polimerasi pada sel prokariotik dan memblok transkripsi DNA.Pasien dapat menerima rifampin sekali/hari tanpa pengawasan atau sekali/bulan dengan pengawasan, bergantung pada algoritma terapi. Rifampin diabsorbsi dengan baik dengan waktu paruh 3 jam. Rifampin tersedia dalam infus intravena tapi jarang digunakan dalam pengobatan penyakit Hansen. Tidak perlu ada penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi hati, namun dosis harus dikurang 50% bila clearance creatinine pasien kurang dari 10 ml/ menit dengan penghitungan dengan Cockcroft-GaultRifampinRifampisin tidak boleh digunakan sebagai monoterapi karena adanya resistensi. Mutasi titik di rpoB , yang mengkode subunit dari RNA polimerase mungkin merupakan mekanisme terjadinya resistensi. Oleh karena itu rifampisin adalah komponen terapi multidrug paling sering dipasangkan dengan dapson, untuk mengurangi tingkat kegagalan klinis akibat resistensi komponen .

Efek samping dari terapi rifampisin termasuk ruam, hepatotoksisitas dan malaise. Pasien harus diperingatkan perubahan warna air mata, urin dan keringat menjadi oranye bisa menodai lensa kontak dan membingungkan pasien. Trombositopenia ringan juga mungkinterjadi tetapi efek samping ini jarang dan perlu dilakukan penghentian obat.Rifampin merupakan kontraindikasi selama fase aktif dari reaksi reversal. Masalah utama dengan terapi rifampisin adalah beberapa interaksi obat yang dihasilkan dari induksi sitokrom P450 isoform berikut : 3A4, 1A2, 2C8, 2C9, 2C19 dan 2D6.Rifampin meningkatkan metabolisme dapson, tetapi interaksi ini tidak signifikan untuk pengobatan penyakit Hansen. Sebaliknya, interaksi obat antara rifampisin dan prednison cukup signifikan dan dosis rifampisin harus dikurangi dari 600 mg/hari sampai 600 mg/bulan bila dilakukan penambahan terapi kortikosteroid.

Klofazimin adalah pewarna phenazine dengan aktivitas antibiotik mirip dengan dapson. Mekanisme kerjanya kurang dipahami, namun kemampuannya untuk mengikat DNA M. leprae dapat berkontribusi terhadap aktivitas antibiotik.Klofazimin diberikan secara peroral sekali/hari, tetapi penyerapan di saluran pencernaan tidak sempurna. Makanan dapat meningkatkan penyerapan. Efek samping relatif ringan dengan gejala gastrointestinal dan perubahan warna kulit sebagai efek samping yang paling umum. Perubahan warna kulit bermanifestasi sebagai peningkatan pigmentasi melanin yang menetap setelah penghentian terapi dan ada laporan bunuh diri karena depresi akibat perubahan ini. Hiperpigmentasi ini juga berhubungan dengan sensitivitas sinar matahari sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berkepanjangan. Sebagai pewarna, obat dapat diekskresikan dalam urin, keringat dan air mata sehingga orang-orang memakai lensa kontak harus berhati-hati.Klofazimin tidak lagi tersedia secara komersial di Amerika SerikatKlofaziminFluoroquinolone, seperti moksifloksasin dan ofloxacin, tetap menjadi pilihan penting untuk mengobati penyakit Hansen, terutama pada pasien dengan intoleransi, resistensi atau kegagalan klinis terhadap pemberian terapi primer. Fluoroquinolone menghambat girase DNA dan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. Agen seperti moksifloksasin menunjukkan aktivitas bakterisida kuat mirip dengan rifampisin, dengan satu dosis memproduksi pembunuh substansial. Dalam satu studi, tidak ada organisme yang tetap hidup setelah 3 minggu terapi sehari-hari. Ofloxacin memiliki aktivitas yang cukup besar dan direkomendasikan sebagai dosis tunggal dengan obat lain untuk lesi tunggalCiprofloxacin menunjukkan sedikit atau tidak ada aktivitas .Resistensi fluorokuinolon terjadi terutama melalui mutasi pada gyrA tetapi tidak terkait dengan mutasi pada gyrB .

FluoroquinoloneMinocycline adalah satu-satunya tetrasiklin dengan aktivitas intrinsik terhadap M. leprae. Minocycline adalah molekul lipofilik yang pasif memasuki sel bakteri dan mengerahkan aksinya pada subunit ribosomal 30S. Ini adalah bagian dari terapi lesi tunggal yang direkomendasikan oleh WHO dan telah digunakan untuk mengobati pasien dengan lepromatous lepra dengan dosis 100 mg/hari. Efek samping biasanya sangat ringan bahkan dengan pengobatan jangka panjang, meskipun pigmentasi kulit, gejala gastrointestinal dan gejala sistem saraf pusat telah dilaporkan. Minocycline tidak boleh digunakan pada anak-anak atau selama kehamilan karena dapat mengendap dalam enamel gigi dan menghitamkan gigi.

MinocyclineKlaritromisin adalah semisintetik antibiotik macrolide dengan aktivitas bakterisida terhadap M. leprae lebih besar dari macrolides lain meskipun sifat bakterisidal kurang dari minocycline. Mekanisme ini mungkin karena pengurangan ATP dalam bakteri. Hal ini berguna sebagai terapi alternatif utama karena resistensi atau intoleransi dan telah digunakan untuk mengobati lepra lepromatous sebagai monoterapi dengan sukses , meskipun dosis yang lebih tinggi menyebabkan beberapa gangguan pencernaan. Klaritromisin 500 mg/hari telah dipasangkan dengan sukses dengan minocycline.

KlaritromisinAda sedikit hal dalam terapi baru yang sedang diteliti untuk pengobatan masa depan penyakit Hansen, dan hal yang sama berlaku untuk banyak penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium sp. Diarylquinolone R207910, adalah obat baru yang menjanjikan dengan aktivitas bakterisida sebanding dengan moksifloksasin dan rifapentin. Dengan mekanisme yang diyakini menghambat sintesis ATP. Dalam model murine R207910 mempertahankan kemampuan bakterisida bahkan ketika pemberian dosis sekali/bulan. Meskipun harus dipelajari lagi untuk penggunaannya pada manusia, obat ini tetap menjadi pilihan yang menarik untuk masa depan.

Terapi masa depanVaksin efektif untuk mencegah penyakit menular dan wabah. Tidak ada vaksin untuk M. lepra, tapi bacillus Calmette-GUA rin (BCG) yang sering digunakan sebagai vaksin tuberkulosis juga menawarkan beberapa perlindungan terhadap M. leprae, dengan dosis tunggal memberikan perlindungan 50%. Beberapa peneliti telah menganjurkan untuk menambahkan vaksin BCG untuk meningkatkan respon kekebalan dan membunuh M. leprae, tetapi uji coba strategi ini yang dilakukan di Malawi belum terbukti efektif. Menggunakan BCG untuk pencegahan penyakit Hansen sendiri tidak dianjurkan pada saat ini dan BCG umumnya tidak dianjurkan untuk setiap indikasi di Amerika Serikat.

PencegahanReaksi imunologi adalah keadaan darurat medis yang harus dievaluasi dan diobati segera untuk mencegah gejala sisa jangka panjang. Terapi antimikroba harus terus diberikan selama reaksi tipe 1 (reversal), meskipun banyak dokter menghentikan pemberian rifampisin, terutama bila terdapat neuritis aktif. Manifestasi kulit dari reaksi tipe 1 umumnya tidak memerlukan terapi tambahan. Namun, jika pasien mengalami hilangnya sensasi atau gejala saraf perifer lainnya, kortikosteroid harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan permanen. Reaksi tipe 2 mungkin tidak berespon terhadap kortikosteroid saja, penambahan obat-obatan seperti thalidomide mungkin berguna dalam kasus ini.Pengobatan reaksi imunologisKortikosteroid mengurangi gejala dari reaksi (tipe 1) biasanya dalam waktu 1 minggu. Prednison 1mg/kg sampai 80mg/hari dengan pemberian bertahap selama beberapa bulan dapat digunakan. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 20mg/hari jika gejala menetap setelah pemberian terapi. Prednisolon tersedia sebagai obat oral yang dapat digunakan sebagai pengganti prednison. Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dosis tinggi memiliki komplikasi yang berhubungan dengan atrofi adrenokortikal dan hipoalbuminemia. Miopati, osteoporosis, efek okular, hiperglikemia dan reaksi kulit merupakan beberapa dari efek samping yang harus dipantau selama pengobatan . Beberapa praktisi juga memberikan resep bifosfonat, seperti alendronate untuk mencegah osteoporosis.

KortikosteroidMekanisme kerja dari thalidomide pada pasien dengan penyakit Hansen belum sepenuhnya dipahami, mekanisme thalidomide tidak dengan mengurangi konsentrasi sistemik TNF - , sitokin yang terlibat dalam peradangan sistemik . Thalidomide berguna untuk pengobatan untuk ENL ketika kortikosteroid tidak efektif atau ada kontraindikasi .Dosis awal adalah 100 300 mg / hari. Setelah gejala mereda, terapi dapat dikurangkan dengan 50 mg setiap 2 4 minggu. Thalidomide diketahui menyebabkan cacat lahir dan merupakan kategori obat X pada kehamilan. Dalam hal ini, kortikosteroid adalah pilihan terapinya. Menyusui juga kontraindikasi dalam pemberian thalidomideThalodomideMekanisme methylxanthine pada penyakit ini tidak diketahuipentoxiphylline oral 400 800 mg, 3 kali/hari dapat menurunkan tingkat TNF - .Efek samping utama terkait dengan saluran pencernaan dan sistem saraf pusat, tetapi efek ini dapat dikurangi dengan menggunakan formulasi pelepasan terkontrol. Meskipun obat ini bukan merupakan obat lini pertama, obat ini merupakan pilihan saat dengan penggunaan terapi lain tidak efektif atau terdapat kontraindikasi.

Pentoxiphyllineinhibitor TNF biologis adalah pilihan yang menjanjikan untuk pengobatan reaksi refraktori tipe 2. Berbagai laporan menunjukkan keberhasilan pengobatan pada kasus yang sulit dengan penggunaan etanercept dan infliximab. Namun, obat ini diketahui memperburuk komplikasi terjadinya infeksi dan beberapa laporan kasus menunjukkan perkembangan atau memburuknya penyakit dengan pengobatan infliximab dan adalimumab. Kemanjuran dan keamanan obat ini pada reaksi tipe 2 masih belum diketahui, tetapi obat ini mungkin berguna dalam situasi ketika semua terapi lain tidak efektif dan pasien sangat membutuhkan untuk menghilangkan gejala.

Inhibitor TNFAda beberapa bukti bahwa obat yang mengganggu aktivasi dan fungsi sel T dapat memberikan bantuan selama reaksi imun terjadi. Siklosporin oral menghasilkan respon lengkap dalam 3 dari 4 pasien dengan pasien yang tersisa mencapai respon parsial. Enam puluh tujuh pasien dengan 20 pasien mengalami neuritis kronis saat menerima prednison, diperlakukan dengan pemberian siklosporin 5 mg/kg memberi gambaran rasa nyeri berkurang dalam 12 bulan. Terapi mengakibatkan penurunan antibodi terhadap faktor pertumbuhan saraf ke tingkat normal dan meningkatan perbaikan gangguan sensorikInhibitor sel TPenyakit Hansen ( lepra ) tetap merupakan masalah di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Penularan bakteri dari orang ke orang jarang terjadi, armadillo tetap menjadi reservoir utama di Amerika Serikat. Tidak ada cara yang efisien untuk menumbuhkan organisme dalam biakan, yang menyebabkan penelitian sulit dilakukan. Penegakan diagnosis dan pengobatan dini mengurangi tanda-tanda penyakit dan gejala, seperti lesi anestesi, kehilangan penglihatan dan amputasi.Penemuan terapi antibakteri untuk M. leprae telah secara dramatis meningkatkan Kini adanya komplikasi disebabkan reaksi imunologi dan resistensi obat karena kurangnya kepatuhan.

KesimpulanTERIMA KASIH