Reformasi dan Perlindungan Hak-hak Tahanan dan Narapidana ...
Hak Konsumen Dan Ekolabel
Transcript of Hak Konsumen Dan Ekolabel
HAK KONSUMEN DAN EKOLABEL
DI INDONESIA
Abstract :
Of all the political, economic, and social revolution of the last century, none has so fundamentally changes human values and behaviour as the environmental revolution. One of the biggest point for stopping the environmental degradation is the change of consumption pattern that have amended in recent years. As the central point of life on earth, human being plays an important role by chosing their products that has an enviromental values .Ecolabel not only derive the consumers to have a better life but also create a better and good enviroment for this a small planet.
A. Pendahuluan
Setiap hari, di planet ini, lebih dari 35 ribu orang meninggal karena
kelaparan, 26 ribu di antaranya adalah anak-anak. Setiap hari, kurang lebih 57 juta
ton humus hilang karena erosi. Setiap hari, 10 dari 100 spesies kehidupan hampir
mengalami kepunahan, dan bahkan setiap hari lebih dari 14 juta ayam dan 300
ribu sapi, babi, dan domba dibunuh untuk kepentingan manusia.1 Apakah ini
normal? Di masa lalu konsumen pada saat membeli suatu produk cenderung
hanya didasari oleh kualitas dan harga suatu produk, sekarang ini perhatian
terhadap produk yang ramah lingkungan dan kecenderungan untuk membeli suatu
1
? Artikel “Etika Ekosentrisme dan Keberlanjutan Bumi” terdapat pada Koran Tempo http://www.korantempo.com/news/2004/5/23/Ide/40.html diakses pada tanggal 2 Maret 2008.
produk yang mempunyai nilai lebih terhadap lingkungan pun mulai mendapat
perhatian dari banyak pihak. Hal ini paling tidak dapat dilihat sejak satu dekade
terakhir pada saat kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian
lingkungan meningkat sangat pesat. Peningkatan ini dicetuskan oleh adanya
kekhawatiran besar kemungkinan terjadinya bencana lingkungan hidup yang
mengancam, bukan saja kesehatan, namun bahkan sampai kelangsungan hidup
kita dan keturunan kita.
Bukti – bukti yang ditunjukkan para scientist dan pemerhati lingkungan,
seperti ancaman penipisan lapisan ozon yang secara langsung memperbesar
prevalensi kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan
global, memperkuat alasan kekhawatiran tersebut. Belum lagi masalah hujan
asam, efek rumah kaca, polusi udara dan air yang sudah pada taraf sangat
berbahaya, kebakaran dan penggundulan hutan yang mengancam jumlah oksigen
di atmosfir kita, sampai masalah sampah yang membuat pusing Pemerintah
Daerah. Di Amerika Serikat, untuk jenis sampah padat yang harus ditangani
pemerintah jumlahnya diestimasi sekitar 281 juta ton pada 1991. Setiap orang
Amerika diperkirakan menghasilkan sampah seberat 4 pounds sampah padat
setiap harinya dimana 76 % dipendam di tanah (land filled), 10 % dibakar, dan
hanya 14 % yang didaur ulang untuk penggunaan kembali. Semuanya
menyebabkan isu lingkungan semakin mengemuka dan puncaknya adalah dengan
diselenggarakannya Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992.2 Pada
2
kondisi seperti ini sepertinya manusia sebagai titik sentral dalam ekosistem bumi
ini, akan kesulitan untuk mengatur ruang hidup nya sendiri. Pola pemikiran yang
masih dilandasi kepentingan ekonomi secara parsial akan menempatkan manusia
sebagai mahluk yang saling mencemari satu sama lain dalam kehidupan
bermasyarakat.3
Permasalahan lingkungan pada akhirnya tidak terlepas akan memberikan
dampak bagi manusia itu sendiri, terutama dalam statusnya sebagai konsumen.
Konsumen produk secara tidak sadar telah dihadapkan oleh pilihan – pilihan
produk yang tidak mengakomodir terciptanya keseimbangan terhadap lingkungan
yang tidak disampaikan oleh pihak pelaku usaha. Sedangkan dalam hak – hak
dasar yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen
mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan produk
yang ditawarkan. Dalam konteks kekinian, seiring dengan makin melemahnya
kemampuan ekonomi konsumen khususnya di Indonesia untuk mendapatkan
suatu produk yang berkualitas baik dari sisi kemanfaatan barang bagi konsumen
maupun bagi lingkungan sekitar, konsumen cenderung untuk tidak mendapatkan
haknya dalam memperoleh informasi terhadap produk yang ramah lingkungan.4
? Petra Widmer, Informasi terhadap Konsumen atas Produk Ramah Lingkungan, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm.2.
3 Deni Bram, “Kebijakan Pengelolaan Hutan Belum Proekologi”, Media Indonesia (1 September 2007): 7.
4
? Ibid., hlm.3.
Public awareness terhadap produk – produk yang ramah lingkungan pun
semakin lama semakin mendapat perhatian dari para pelaku usaha itu sendiri,
mereka paling tidak telah menyadari bahwa telah berkembangnya suatu
paradigma baru dalam penilaian suatu produk yang ditawarkan, yaitu ramah
lingkungan. Hal ini secara tidak langsung mendorong pelaku usaha untuk
membuat suatu label yang dapat mengindikasikan produk yang ditawarkannya
merupakan suatu bentuk produk yang ramah lingkungan, dan hal ini merupakan
suatu terobosan baru baik oleh pelaku usaha maupun dengan permintaan
konsumen untuk mencantumkan yang dinamakan dengan Ekolabel.
Label terhadap suatu produk yang ramah lingkungan dirasakan merupakan
suatu bagian yang tidak terpisahkan dari hak konsumen yang harus diberikan oleh
para pelaku usaha, bahkan di beberapa negara Uni Eropa terhadap produk –
produk yang tidak memiliki label ramah lingkungan mengalami penurunan yang
cukup drastis dengan angka penjualan terhadap produk yang bersangkutan.
Namun hal ini mungkin sangat jarang ditemui dalam prilaku konsumen di
Indonesia.5
B. Ekolabel : Usaha Menuju Perlindungan Konsumen dan Lingkungan Hidup
Dimensi positif globalisasi ekonomi terhadap perindustrian dan
perdagangan nasional telah mendorong dihasilkannya berbagai variasi barang /
5
? Brian F. Chase, Tropical Forests and Trade Policy: The Legality of Unilateral Attempts to Promote Sustainable Development Under the GATT, 17 HASTINGS INT'L & COMP. L. REV. 349, 370 (1994).
jasa yang dapat dikonsumsi. Kondisi ini memberikan manfaat bagi konsumen
karena kebutuhan konsumen akan barang / jasa yang diinginkan dapat terpenuhi.
Bahkan kebebasan konsumen untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang /
jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen semakin terbuka
(consumer sovereignty).6 Konstruksi hubungan antara pelaku usaha dan
konsumen yang semula hanya didasari oleh konsep caveat emptor pun perlahan
berubah menjadi caveat venditor yang menempatkan pelaku usaha sebagai pihak
yang berperan aktif dalam mencegah kerugian bagi konsumen.7
Berkembangnya isu lingkungan juga berpengaruh pada hampir setiap
sektor kegiatan, salah satunya adalah perubahan pola konsumsi dan produksi yang
tidak berkelanjutan menjadi berkelanjutan. Seiring dengan hal tersebut para
produsen yang sudah membaca kebutuhan pasar sudah mulai memproduksi
barang-barang dengan klaim ramah lingkungan. Namun demikian tidak semua
konsumen mengerti isi klaim tersebut dan berusaha untuk tahu apa yang
dimaksud dengan klaim tersebut. Padahal adalah hak konsumen untuk
mengetahui kandungan suatu produk, dan kebenaran klaim suatu produk. Hak ini
dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) pasal 4 yaitu
hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur.
6
? Donald P. Rothschild & David W. Carrol, Consumer Protection Reporting Service, (Maryland: National Law Publishing Corporation, 1986), hal. 12-13.
7
? Inosentius Samsul, disampaikan pada sesi tatap muka Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta 2007.
Hak dan kewajiban adalah salah satu ciri khas yang diatur dalam suatu
norma hukum, begitu pula dengan pengaturan hukum perlindungan konsumen
yang mengatur pola hubungan antara konsumen dan pelaku usaha. Dalam prinsip
– prinsip dasar hak – hak konsumen paling tidak terdapat sepuluh hak dasar yang
mutlak wajib diberikan oleh pelaku usaha kepada pihak konsumen, yaitu8 :
1. The Right to Safety
Hak ini merupakan suatu kewajiban dari pihak pelaku usaha untuk dapat
menjamin bahwa produk yang dihasilkan memberikan jaminan keamanan
dalam penggunaannya oleh konsumen
2. The Right to Honesty
Hak ini memuat ketentuan bahwa pihak pelaku usaha harus menyampaikan
informasi produk secara jujur dan tidak melakukan penyembunyian informasi
kepada konsumen
3. The Right to Fair Agreement
Hak ini menjamin dalam hal terdapat kesepakatan antara pihak konsumen dan
pelaku usaha, maka kesepakatan tersebut harus didasari oleh keadilan dan
kemampuan yang sama bagi pihak pelaku usaha dan konsumen
4. The Right to Know
8
? Inosentius Samsul, Materi Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen, (Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hlm.19.
Hak ini memuat ketentuan bahwa konsumen mempunyai otoritas sepenuhnya
untuk mengetahui segala bentuk informasi yang diinginkan terhadap produk
barang atau jasa
5. The Right to Choose
Hak ini memberikan kepastian kepada pihak konsumen untuk dapat
memperoleh pilihan yang variatif terhadap produk barang atau jasa yang
ditawarkan oleh para pelaku usaha.
6. The Right to Privacy
Hak ini mengakomodir kepentingan konsumen untuk tetap mendapatkan
ruang pribadi dan tidak untuk diganggu dalam hal pelaku usaha melakukan
penawaran produk barang atau jasa yang ditawarkan.
7. The Right to Correct Abuse
Hak ini menjamin konsumen untuk dapat membenarkan pada saat terjadinya
penyelewengan yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha
8. The Right to Security of Employment
Hak ini menjamin keamanan dari setiap konsumen untuk tetap mendapatkan
pekerjaan atau jabatan pada saat mempergunakan barang atau jasa tertentu
9. The Right to be Heard
Hak ini menjamin konsumen untuk memberikan masukan dan tanggapan
kepada pelaku usaha atau produsen dan hal tersebut harus didengarkan oleh
produsen
10. The Right to Peace of Mind
Hak ini menjamin konsumen untuk mendapatkan ketenangan dalam menjalani
kehidupan sehari – hari yang terkadang terganggu oleh tingkah laku pelaku
usaha dalam melakukan penawaran produk.
Kesepuluh hak dasar di atas kemudian menjadi suatu landasan dalam
pelaksanaan pola hubungan antara konsumen dan produsen. Mantan Presiden
Amerika Serikat John F Kennedy dalam salah satu pidato nya juga memberikan
sumbangsih dalam perkembangan hak konsumen. Kennedy menekankan pada
empat hak yang disebutkan secara spesifik yaitu The Right to Safety, The Right to
be Informed, The Right to Choose, dan The Right to be Heard.9 Sedangkan dalam
konstruksi Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengakomodir hak
konsumen dengan menetapkan sembilan hak konsumen yang meliputi10 :
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
9
? Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen : Kemungkingan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak , (Jakarta : UI Press, 2004), hlm.6.
10 Indonesia, Undang Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, Pasal 4.
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
9) Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Salah satu hak yang mempunyai banyak dimensi dalam penerapannya
adalah hak atas informasi yang dimiliki oleh konsumen. Pada perkembangannya,
hak atas informasi tersebut menjadi suatu landasan dalam penentuan jaminan atas
kualitas suatu produk tertentu.11 Hal ini menjadi penting untuk menghindari
adanya prilaku dari produsen atau pelaku usaha untuk memperdagangkan barang
yang tidak aman dan telah menjadi kebiasaan buruk produsen.12 Informasi yang
disediakan lazimnya berupa pencantuman harga, ingredient dan hal – hal lain
yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk. Instrumen yang
dipergunakan untuk menyajikan informasi kepada konsumen pun cukup beragam,
yang lazim digunakan oleh para pelaku usaha adalah berupa pencantuman label
atas produk yang diperdagangkan.
Label di Indonesia secara garis besar dibedakan menjadi label umum dan
label halal, label umum lazimnya berisi mengenai nama produk, daftar bahan
yang digunaka, nama dan alamat pihak yang memproduksi, keterangan tentang
halal dan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.13 Sedangkan label halal merupakan
suatu bentuk label yang menggambarkan suatu kehalalan produk yang didasari
oleh syariat islam. Perkembangan terakhir menunjukan terdapat label khusus yang
digunakan untuk menggambarkan produk yang berorientasi lingkungan.
Salah satu konsep yang berkembang dalam rangka memberikan suatu
label mengenai produk yang berorientasi ramah lingkungan adalah dimulai
dengan adanya penerapan konsep – konsep ekolabel di beberapa negara. Ekolabel
11
? Teori ini kemudian dikenal dengan Signal Warranty Theory, lihat Inosentius Samsul, , (Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hlm.23.
12
? Ibid., hlm.23.13
? Indonesia, Undang Undang Tentang Pangan, UU No.7 Tahun 1996, Pasal 30.
merupakan salah satu jenis label yang diberikan oleh suatu badan yang
mempunyai otoritas dalam memberikan label. Label jenis ini digunakan untuk
menggambarkan adanya persayaratan bagi suatu produk yang ramah terhadap
lingkungan.14 Ekolabel merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran
konsumen untuk mempertimbangkan faktor lingkungan dalam melakukan suatu
kegiatan jual – beli. Tujuan secara umum yang hendak dicapai oleh ekolabel pada
dasarnya menitikberatkan pada adanya upaya untuk mengembalikan kembali pola
green consumers dengan memanfaatkan instrumen pasar dalam rangka perbaikan
bagi lingkungan hidup.15
Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang
akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek
lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya.
Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong
permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga
mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan.16 Ekolabel dapat berupa
simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk,
atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media
internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan 14
? 17 INT'L ENVTL. REP. (BNA) No. 8, at 371 (Apr. 20, 1994). 15
? Roger D. Wynne, The Emperor's New Eco-Logos?: A Critical Review of the Scientific Certification Systems Environmental Report Card and the Green Seal Certification Mark Programs , 14 VA. ENVTL. L.J. 51, 140 (1994)
16
? Ibid.
mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait
dengan produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir,
distributor, pengusaha ‘retail’ atau pihak manapun yang mungkin memperoleh
manfaat dari hal tersebut.17
Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih
produk-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil
dibandingkan produk lain yang sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pelaku
usaha dapat mendorong inovasi industri yang berwawasan lingkungan. Selain itu,
ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi ‘brand’ produk maupun
perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar, yang sekaligus
menjadi investasi bagi peningkatan daya saing di pasar. Bagi konsumen, manfaat
dari penerapan ekolabel adalah konsumen dapat memperoleh informasi mengenai
dampak lingkungan dari produk yang akan dibeli/digunakannya. Karena
kepentingan tersebut, konsumen juga memiliki kesempatan untuk berperan serta
dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan
kategori produk dan kriteria ekolabel.18
Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan kepedulian
dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk
17
? Ibid.18
? E.U. Ecolabel Criteria for Tissue Products, Soil Improvers Published, 4 ENVTL. WATCH W. EUR., No. 3, 1995 WL 7909623 (Feb. 3, 1995).
tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor
pertimbangan lingkungan. Ukuran keberhasilan ekolabel dapat dilihat dari adanya
perbaikan kualitas lingkungan yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi
maupun produk yang telah mendapat ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari
kalangan pelaku usaha dalam menerapkan ekolabel juga menjadi indikator
penting keberhasilan ekolabel. Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah
produk yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses
produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan,
memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil dibandingkan produk lain yang
sejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada konsumen mengenai
dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang membedakannya
dengan produk lain yang sejenis.
Dalam prakteknya, secara garis besar ekolabel terdiri dari tiga tipe
berikut19:
Tipe 1: voluntary, multiple criteria based practitioner programs
Tipe 2: self declaration environmental claims
Tipe 3: quantified product information label
Ekolabel tipe 1, jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai
saat ini adalah ekolabel tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang
independen. Kriteria pemberian ekolabel pada umumnya bersifat multi-kriteria,
19
? David S. Cohen, The Regulation of Green Advertising: The State, the Market and the Environmental Good, 25 U. Brit. Colum. L. Rev. 225, 235-41
berdasarkan pertimbangan pada dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur
hidup produk. Setelah melalui proses evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe
1, maka pemohon diberi lisensi untuk mencantumkan logo ekolabel tertentu pada
produk atau kemasan produknya. Keikutsertaan para pelaku usaha dalam
penerapan ekolabel tipe 1 bersifat sukarela. Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri
dari beberapa tahap sebagai berikut:
Pemilihan kategori produk dan jasa
Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel
Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk pengujian,
verifikasi dan evaluasi serta pemberian lisensi penggunaan logo ekolabel
Sedangkan ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkungan
yang dibuat sendiri oleh produsen/pelaku usaha yang bersangkutan. Ekolabel tipe
2 dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang dicantumkan pada produk atau
kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi,
pemasaran, media internet, dan lain – lain. Contoh pernyataan atau klaim tersebut
adalah ‘recyclable’, ‘recycled material’, ‘biodegradable’, ‘CFC-free’. Keabsahan
ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi oleh Metodologi evaluasi yang jelas,
transparan, ilmiah, dan terdokumentasi serta Verifikasi yang memadai
Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi-kriteria seperti pada ekolabel tipe 1,
namun informasi rinci mengenai nilai pencapaian pada masing-masing item
kriteria disajikan secara kuantitatif dalam label. Evaluasi pencapaian pada
masing-masing item kriteria tersebut didasarkan pada suatu studi kajian daur
hidup produk. Dengan penyajian informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat
membandingkan kinerja lingkungan oleh berbagai produk berdasarkan informasi
pada label dan selanjutnya memilih produk berdasarkan item kriteria yang
dirasakan penting oleh masing-masing konsumen.
Program ekolabel pertama kali diperkenalkan di dunia pada saat label Blue
Angel di Jerman yang dimulai tahun 1977 yang merupakan program ekolabel
pertama di perkenalkan kepada dunia usaha di dunia. Keberhasilan Blue Angel
kemudian mengilhami pengembangan dan penerapan program sejenis (tipe 1) di
berbagai negara. Pada saat ini terdapat sekurang-kurangnya 27 program ekolabel
tipe 1 di berbagai negara.20 Beberapa program diprakarsai dan dikembangkan oleh
pihak pemerintah sementara sebagian yang lain oleh kelompok LSM. Pada tahun
1995 Global Ecolabelling Network dibentuk untuk menjadi sarana komunikasi
dan kerjasama antar lembaga penyelenggara program ekolabel tipe 1 di seluruh
dunia. Kategori produk dan kriteria ekolabel yang telah disusun dalam berbagai
program ekolabel tersebut relatif bervariasi, tergantung kepada isu penting dan
kondisi masing-masing negara. Sebagai contoh, Denmark telah menyusun kriteria
ekolabel untk kertas dan tekstil, Perancis menyusun kriteria ekolabel untuk cat,
vernis, baterai, dan shampoo. Sementara itu, Inggris telah menyusun kriteria
ekolabel untuk mesin cuci, ‘hair spray’, ‘deodorant’. Di sisi lain, terdapat pula
prakarsa dari berbagai produsen untuk menyampaikan informasi atau membuat
20
? Ibid.
pernyataan lingkungan mengenai aspek lingkungan pada produknya, yang tidak
ada kriteria ekolabel untuk tipe 1-nya. Prakarsa ini terkait dengan berkembangnya
pendekatan ‘green marketing’ dan juga ‘product stewardship’. Prakarsa inilah
yang kemudian berkembang menjadi ekolabel tipe 2 (self declaration). Pada saat
ini, berbagai bentuk ekolabel tipe 2 telah mulai umum digunakan oleh produsen di
berbagai negara.21
Dalam perkembangan terakhir, informasi yang disajikan oleh produsen
dapat berkembang lebih jauh sehingga bersifat komprehensif dan dilengkapi
dengan informasi yang bersifat kuantitatif, yang menggambarkan aspek
lingkungan penting dari produk yang bersangkutan. Penyajian informasi ini
berdasarkan pada kajian daur hidup dan memerlukan kajian yang menyeluruh dari
para ahli untuk mendukung keabsahan dan kredibilitas informasi yang disajikan
tersebut. Ekolabel jenis ini kemudian disebut sebagai ekolabel tipe 3. Ekolabel
tipe 3 ini baru dikembangkan dan dilaksanakan di beberapa negara maju,
termasuk Korea dan Jepang.22
Ekolabel terus berkembang menjadi salah satu pardigma baru di dunia
internasional, sehingga hal ini seakan menjadi titik temu antara kepentingan
ekonomi dan ekologi yang selama ini selalu berbenturan dalam setiap sisi
kehidupan. Tercatat hingga akhir tahun 2006 sudah 25 negara menerapkan
prinsip ekolabel sebagai pertimbangan konsumen.
21
? Ibid22
? Ibid
DAFTAR NEGARA YANG MEMILIKI PROGRAM EKOLABEL
No NEGARA PROGRAM EKOLABEL
SIMBOL
1 THAILAND Thailand’sGreenLabel
2 AUSTRALIA EnvironmentChoice
3 NEW ZEALAND NewZealand’sEnvironmental Choice
4 Croatia Croatia’sEnvironmental
Label
5 TAIWAN GreenMark
Program
6 KOREA EcomarkKorea
7 JEPANG Japan’sEcomark
8 INDIA India’sEcomark
9 HONGKONG GreenLabel
Scheme
10 ISRAEL GreenLabel
Pengembangan ekolabel di Indonesia sendiri mulai mendapat perhatian
lebih ketika kesadaran terhadap lingkungan mulai menyebar kepada aspek bisnis
dalam negeri. Bahkan dalam usaha ekspor yang dilakukan, tidak jarang
konsumen luar negeri menanyakan hal serupa. Dalam perkembangannya,
ekolabel di Indonesia mempunyai dua dimensi sebagai berikut23:
1. Sarana untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di
Indonesia
2. Sarana untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar
global.
Kegiatan pengembangan ekolabel telah mulai dikoordinasikan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) sejak tahun 1994, dengan
melibatkan instansi/institusi yang terkait, antara lain Depperindag, Dephut,
Depkes, Deptan, Bappenas, BPPT, BSN, KADIN, LEI, YLKI, dunia
usaha/industri, dll. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: seminar, lokakarya,
studi literatur dan studi banding, perumusan dan ujicoba rancangan kriteria
ekolabel untuk beberapa produk prioritas, serta rapat koordinasi dan tim kerja
dengan maksud utama untuk mengembangkan dan mempersiapkan penerapan
ekolabel di Indonesia. Pengembangan ekolabel tersebut terus beradaptasi dengan
perkembangan di dunia internasional dan nasional, dengan berfokus pada
kepentingan Indonesia.
23
? Jamie A. Grodsky, Certified Green: The Law and Future of Environmental Labeling, 10 Yale J. on Reg. 147, 153-92 (1993)
Sebagai kelanjutan upaya tersebut di atas, mulai tahun 2002 Kementrian
Lingkungan Hidup melanjutkan upaya Bapedal dalam penyusunan beberapa
kriteria ekolabel nasional untuk produk prioritas, antara lain : kertas tisu dan
kertas kemasan, tekstil dan produk tekstil, kulit, dan Pengembangan Ekolabel
Indonesia sepatu. Di sisi lain, Kementrian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan
wakil berbagai pihak juga telah menyiapkan adopsi standar ISO 14020 Prinsip
Umum Ekolabel menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Untuk memfasilitasi
dan membina penerapan ekolabel tipe 2, KLH telah mulai menyusun panduan
ekolabel tipe 2 berbasis pada ISO 14021 dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Khusus untuk menghadapi isu persyaratan perdagangan yang dikaitkan
dengan aspek lingkungan pada produk, Kementrian Lingkungan Hidup
berinisiatif untuk memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama antara
berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyediakan sarana yang kompeten
dan memadai di Indonesia bagi pengujian, evaluasi, dan/atau verifikasi yang
diperlukan untuk mendukung informasi/pernyataan/klaim yang diberikan oleh
pelaku usaha Indonesia kepada pihak rekanan di Luar Negeri yang
memerlukan/meminta informasi tersebut. Koordinasi dan kerjasama tersebut
sangat penting dalam melindungi kepentingan nasional Indonesia dalam rangka
meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia sekaligus meningkatkan daya saing
produk Indonesia di pasar global.
C. Penutup
Perkembangan usaha perlindungan konsumen tidak menempatkan lagi
konsumen sebagai suatu obyek penderita yang terkadang harus memilih
produk – produk yang hanya memiliki keunggulan dari sisi kualitas dan harga
yang bersaing. Seiring dengan kesadaran untuk dapat turut andil dalam
menciptakan suatu keharmonisan antara alam dan manusia secara tidak
langsung menempatkan pemikiran – pemikiran untuk menciptakan pelestarian
lingkungan dengan mekanisme menyeleksi barang yang ramah lingkungan.
Namun dalam perkembangannya, ekolabel hanya dapat berjalan sukses di
negara – negara maju di belahan eropa. Sedangkan di Asia pada umumnya
dan Indonesia pada khususnya hal ini dirasakan belum mendapatkan prioritas
utama baik dari sudut produsen sebagai usaha penciptaan brand image
maupun dari sudut konsumen sebagai suatu bentuk andil dalam pelestarian
lingkungan hidup dan perwujudan hak atas informasi yang telah dijamin oleh
undang – undang. Jika boleh merujuk pada Friedman24, latar belakang hal
tersebut cenderung diakibatkan belum adanya pembangunan legal culture
yang berarti di masyarakat tentang ekolabel itu sendiri, sehingga belum
terciptanya suatu brand image terhadap produk – produk yang ramah
lingkungan dan kepentingan masyarakat yang ada di dalamnya.
24
? Lawrence M Friedman, Introduction to American Law., ( Jakarta: PT Tatanusa, 2001)., hlm.5.
Daftar Pustaka
A. Buku
Chase, Brian F. Tropical Forests and Trade Policy: The Legality of Unilateral Attempts to Promote Sustainable Development Under the GATT, 17 HASTINGS INT'L & COMP. L. REV.1994.
Cohen,David S. The Regulation of Green Advertising: The State, the Market and the Environmental Good, 25 U. Brit. Colum. L. Rev. 225.
E.U. Ecolabel Criteria for Tissue Products, Soil Improvers Published, 4 E\NVTL. WATCH W. EUR., No. 3, 1995 WL 7909623. Feb. 3, 1995.
Friedman, Lawrence M. Introduction to American Law., Jakarta: PT Tatanusa, 2001.
Grodsky, Jamie A. Certified Green: The Law and Future of Environmental Labeling, 10 Yale J. on Reg. 147, 1993.
Harjdasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan, Cet.19., Yogyakarta: UGM Press, 2006.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Lingkungan Hidup. Jakarta : Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan, 2006.
Rothschild, Donald P. & David W. Carrol, Consumer Protection Reporting Service, Maryland: National Law Publishing Corporation, 1986.
Samsul, Inosentius. Perlindungan Konsumen : Kemungkingan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak , Jakarta : UI Press, 2004.
________________. Materi Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006.
Widmer, Petra. Informasi terhadap Konsumen atas Produk Ramah Lingkungan, Yogyakarta : Kanisius, 2007.
Wynne,Roger D. The Emperor's New Eco-Logos?: A Critical Review of the Scientific Certification Systems Environmental Report Card and the Green Seal Certification Mark Programs , 14 VA. ENVTL. L.J. 1994.
B. Peraturan Perundang – undangan
Indonesia, Undang Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999.
Indonesia, Undang Undang Tentang Pangan, UU No.7 Tahun 1996.
Indonesia, Undang Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 23 Tahun 1997