HABITAT MIKROBA
-
Upload
raihanradhi -
Category
Documents
-
view
27 -
download
0
description
Transcript of HABITAT MIKROBA
THE MICROBIAL HABITAT: AN ECOLOGICAL PERSPECTIVE
HABITAT MIKROBA : DALAM PANDANGAN/PERSPEKTIF
EKOLOGI
4.1 CENTRAL THEMES
• Within ecosystems, there are a variety of areas, called habitats, where particular microorganisms
reside, which are characterized by a given set of chemical, physical, and biological conditions.
• Microorganisms occupy and adapt to niches within habitats in much the same way that animals and
plants do, but their ability to acquire new metabolic functions through horizontal gene transfer can lead
to dynamic niche boundaries.
• Major habitat types (aqueous, soil, rock, atmospheric, intracellular) differ in fairly substantial ways,
which leads to differences in microbial composition.
• Habitats are composed of many microenvironments that differ in abiotic conditions, such as oxygen
level, pH, temperature, moisture content, nutrient availability, and light.
• Some habitats within these categories are extreme in terms of pH, temperature, and ultraviolet
radiation.
• Aquatic habitats are common with approximately 71% of Earth’s surface being occupied by oceans,
rivers, streams, and lakes. Key aquatic microbial players include phototrophs that generate primary
productivity and heterotrophs that are key cyclers of carbon.
• Soil habitats are widespread and important microbial habitats, where nitrogen fixing and other
microorganisms play key roles in plant nutrition.
• Rock habitats, such as rock surfaces and endolithic environments, offer niches for phototrophs and
other microorganisms, while subsurface habitats such as caves and deep subsurface pore spaces within
Earth’s crust offer environments whereorganisms use molecular hydrogen, and reduced sulfur and iron
species for energy.
• Many microbial species, including several pathogens, are transported over long distances through the
atmospheric habitat, to colonize new habitats.
• Ecologically distinct populations, within genetically similar strains, can be identified within habitats.
4.1 PENDAHULUAN
Dalam ekosistem, terdapat beberapa area, yang disebut dengan habitat, dimana organisme
mikroba yang diteliti bertempat tinggal, dengan karakteristik yang didasarkan pada kondisi
kimia, fisika, maupun biologi.
Mikroorganisme memiliki dan dapat beradaptasi dengan relung di dalam habitat yang serupa
seperti yang dilakukan hewan dan tumbuhan, tetapi mereka memiliki kemampuan untuk
mendapatkan fungsi metabolik yang baru melalui transfer gen secara horizontal yang dapat
menjadi pengiring untuk tapal batas relung yang dinamik.
Tipe habitat yang utama (perairan, tanah, bebatuan, atmosfer, sel) berbeda di setiap
komponen/substansinya, dilihat dari komposisi mikrobanya.
Habitat disusun oleh berbagai lingkungan terkecil yang berbeda dalam kondisi abiotiknya,
seperti oksigennya, PH, suhu, kelembaban, ketersediaan nutrisi, dan cahaya.
Beberapa habitat dalam kategori ini dapat dikatakan ekstrem dalam hal PH, suhu, dan radiasi
ultraviolet.
Habitat perairan umumnya perkiraan 71% merupakan bagian dari permukaan bumi yang terdiri
dari lautan, sungai, sungai kecil, dan danau. Mikroba perairan pada umumnya merupakan
fototropik dengan produktivitas utama dan heterotropik merupakan siklus karbon.
Habitat tanah tersebar dimanapun dan merupakan habitat terpenting mikroba, dimana
pengikatan nitrogen dan mikroorganisme lain yang memiliki peranan penting dalam nutrisi
tumbuhan.
Habitat bebatuan, seperti permukaan batu dan lingkungan endolitik, dengan menyediakan
relung untuk fototrofik dan mikroorganisme lain, sementara habitat dibawah permukaan tanah
seperti gua, dan yang lebih dalamnya lagi berjarak dekat dengan kulit bumi dimana organisme
menggunakan molekul hidrogen, dan mengurangi belerang, serta besi untuk energi.
Terdapat banyak jenis-jenis mikroba, beberapa diantaranya patogen yang diangkut dengan jarak
melewati habitat yang berhubungan dengan atmosfir, untuk membentuk habitat baru.
Populasi yang nyata menurut ekologi, yang serupa dalam hal keturunan, dan dapat diidentifikasi
dari habitatnya.
4.2 HABITATS: AN OVERVIEW
It is very difficult for a human, who is on the order of 890,000 times bigger than an E. coli cell, to think in
terms of microbial habitats, which are on the order of micrometers to millimeters in size. Over this span,
conditions such as oxygen or pH can change dramatically. This creates microenvironments, and habitats
are often quite patchy rather than uniform. Various abiotic factors affect microbial populations in these
habitats (Figure 4.1) and help to create these microenvironments (Table 4.1). Note how these factors
affect the different habitats that we will discuss in the next sections. Any disturbance (see Section 9.8.3)
can lead to changes in microbial populations within habitats over time.
4.2 HABITAT : TINJAUAN PUSTAKA
Bagi manusia ini terasa sangat sulit, setara dengan 890.000 kali lebih besar daripada sel E.coli, untuk
berpikir istilah habitat dari mikroba, yang mana megurutkan ukuran dari mikrometer menjadi milimeter.
Dalam setiap jangka waktu, berbagai kondisi seperti oksigen dan PH dapat berubah secara drastis.
Terciptanya lingkungan mikro, dan tempat tinggal terbilang lebih baik. Berbagai macam faktor abiotik
mempengaruhi populasi mikroba dalam habitat ini dan membantu untuk membentuk terbentuknya
lingkungan mikro. Catat bagaimana faktor ini mempengaruhi habitat yang berbeda yang akan dibahas
pada pembahasan selanjutnya. Berbagai gangguan dapat mengubah populasi mikroba dalam habitat di
setiap waktu.
TABLE 4.1. Effects of Abiotic Factors Such as Temperature, Light, pH, Salinity, Moisture and
Oxygen Availability on Growth of Microbial Populations Within Habitats
Abiotic Factor Range of States
Oxygen level Anoxic–microoxic–oxic
Salinity Hypersaline–marine–freshwater
Moisture level Arid–moist–wet
pH Acidic–neutral–alkaline
Temperature Hot–warm–cold
Light level Aphotic–low level–bright–UV
Source: Modified from Madigan et al. (2009).
Tabel 4.1 Efek dari faktor abiotik seperti suhu, cahaya, PH, salinitas, kelembaban, dan ketersediaan
oksigen pada pertumbuhan populasi mikroba dalam habitatnya.
Faktor abiotik Range of states
Level oksigen Anoxic-mikrooxic-oxic
Salinitas Salinitas tinggi-marine-air segar
Level Kelembaban Gersang-lembab-basah
PH Asam-netral-alkaline
Suhu Panas-hangat-dingin
Level cahaya afotik-level rendah-terang-sinar UV
4.2.1 The Niche
Within a habitat, the sum of the environmental factors that affect the ability of a species to live and
reproduce, is called the “niche.” If you turn to the general ecological literature, you find that there is
what is called the “fundamental niche,” which represents all the environmental factors. There is also the
“realized niche,” which represents the actual niche when one takes into account biotic interactions (i.e.,
competition) that may limit a species’ growth and reproduction [reviewed in Molles (2008)]. The niche
concept has been applied to microorganisms more recently, and Lawrence (2002) suggested that the
acquisition of new genes through horizontal gene transfer may allow bacteria and archaea to exploit
new niches that are not open to their parental lineages. This concept of the niche, as developed for
bacteria and archaea by Lawrence (2002), focuses more on the organism’s acquisition of new functional
capabilities through horizontal gene transfer, which suggests a more dynamic nature for niche
boundaries. The niche where Ferroplasma (See Section 2.6.1) survives and reproduces most effectively is
characterized by conditions that are acidic, stable, rich in ferrous iron and heavy metals, and moderate
in temperatures. These conditions characterize the niche space for Ferroplasma. Species can also modify
their environment, making the environment more or less habitable for other species (see Sections 9.7.2
and 9.4)
4.2.1 RELUNG
Dalam suatu tempat tinggal, jumlah faktor yang berhubungan dengan lingkungan dapat mempengaruhi
kemampuan spesies untuk hidup dan bereproduksi, yang disebut dengan “relung”. Jika anda mengacu
pada sumber ekologi secara umum, anda dapat mendapatkan sesuatu yang dapat dikatakan “relung
yang mendasar” yang mewakili semua faktor yang berhubungan dengan lingkungan. Terdapat pula
“relung yang direalisir” yang mewakili relung yang sebenarnya ketika salahsatunya terambil untuk
interaksi biotik. (i.e., competition) yang dapat membuat terhambatnya pertumbuhan dan reproduksi
suatu spesies [Reviewed in Molles (2008)]. Konsep relung telah digunakan untuk mikroorganisme
belakangan ini., dan Lawrence (2002) menganjurkan bahwa kemahiran suatu gen yang baru mampu
melewati transfer gen horizontal yang menyediakan bakteri dan archae untuk memanfaatkan relung
baru yang tidak dapat dibuka oleh parental keturunannya. Konsep relung ini, dibuat untuk bakteri dan
archae oleh Lawrence (2002), fokus mengenai kemahiran suatu organisme dari kemampuan fungsional
yang mampu melewati transfer gen horizontal, yang dianjurkan alam yang lebih dinamis untuk relung
tapal batas. Relung dimana Ferroplasma bertahan dan bereproduksi dengan efektif dengan kondisi yang
asam, stabil, kaya akan besi belerang dan logam berat dan suhu yang sedang. Kondisi ini mencirikan
untuk Ferroplasma. Spesies lain juga dapat memodifikasi lingkungannya, dengan membuat lingkungan
menjadi lebih/kurang didiami oleh spesies lain.
4.3 AQUATIC HABITATS
Aquatic habitats range from the vast ocean reaches to lakes and flowing bodies of water, such as rivers
and streams. Roughly 71% of the Earth’s surface is occupied by water, >97% of which is contained in the
world’s oceans. Less than 1% of water is found in streams, rivers, and lakes. Water in all these different
aquatic habitats is constantly being renewed through the hydrologic cycle [see Molles (2008) for an
overview]. The size and diversity of aquatic habitats hints at the importance of aquatic habitats for
microorganisms. Major microbial players in aquatic habitats include phototrophs, which are critical to
primary production, and heterotrophs, which participate in the cycling of carbon in aquatic habitats.
4.3 HABITAT PERAIRAN
Rentang habitat perairan dari lautan yang luas sampai pada danau dan aliran air seperti sungai dan
anakan sungai. Dapat dipastikan 71% permukaan bumi seluruhnya tertutupi oleh air, >97% termasuk
dalam lautan dunia. Kurang dari 1% air didapat pada anakan sungai, sungai kecil, dan danau. Perbedaan
air dalam habitat perairan diperbaharui menjadi siklus hidrologi. Ukuran dan keragaman habitat
perairan menjadi petunjuk betapa pentingnya habitat untuk mikroorganisme. Mikroba yang paling
utama dalam habitat perairan termasuk fototrop yang termasuk dalam produksi primer, dan heterotrop
yang termasuk siklus karbon pada habitat perairan.
Environmental and physicochemical conditions differ greatly across these aquatic environments. What
are some of the ways in which lakes, streams, and oceans dif fer from each other? The movement of
water is one of the obvious factors; streams and rivers can have rapidly flowing water, and lakes can
have less movement of water. Winds create the movement of surface waters in the oceans, setting up
ocean currents and creating zones of upwelling. These winds, in addition to deep-water currents, move
nutrients, organisms, oxygen, and heat around the world. As in the oceans, water movement affects
various properties of the water in all aquatic habitats. Physico-chemical factors, such as pH, oxygen
availability, salinity (Table 4.2), phosphorus, nitrogen, sulfur, and carbon availability, and macro- and
micronutrient availability may differ widely within and across these different habitats. Streams and lakes
differ from each other substantially. Streams are very patchy, have large changes in their physico-
chemical conditions, are highly influenced by their drainage area, and have a flow of water in one
direction. Lakes, on the other hand, possess more stable physicochemical conditions and more primary
productivity, especially in comparison to stream headwaters. Lakes can be acidic or alkaline (e.g., Mono
Lake in California), and although one thinks of them as being freshwater, they can occasionally be more
salty, such as the Great Salt Lake in Utah.
Kondisi lingkungan dan kimia berbeda saat melewati lingkungan perairan. Pada beberapa habitat
perairan yang ada seperti danau, sungai, dan lautan apakah yang membedakan satu sama lain?
Pergerakan air merupakan faktor yang nyata ; sungai kecil dan sungai pada umumnya, air dapat
mengalir dengan cepat, sedangkan danau memiliki pergerakan atau aliran air yang kurang dibandingkan
sungai. Angin membentuk pergerakan air pada permukaan lautan, mengatur arus di lautan dan
membuat zona menjadi pasang. Angin ini, mempengaruhi atau menambah arus air yang dalam,
pergerakan nutrisi, organisme, oksigen, dan tekanan panas di dunia. Pada habitat lautan, pergerakan air
mempengaruhi beberapa komponen yang berada di air pada semua habitat perairan. Faktor fisika-kimia
seperti PH, ketersediaan oksigen, salinitas, fosfor, nitrogen, belerang, dan ketersediaan karbon, serta
ketersediaan makro dan mikro nutrisi yang memungkinkan berbeda secara meluas dalam habitat yang
berbeda ini. Sungai kecil dan danau substansi/komponennya berbeda dengan yang lainnya. Sungai kecil
tidak sempurna komponennya, karena mempunyai perubahan yang besar dalam kondisi fisik-kimia,
serta memiliki pengaruh yang tinggi dan menyebabkan terjadinya kekeringan, sungai ini mempunyai
pergerakan air dengan satu arus. Danau, memiliki kondisi fisik-kimia yang stabil dan produktivitas
terbesar, terutama perbandingan dengan air sungai. Danau dapat menjadi asam atau alkaline. Meskipun
terkadang airnya dapat menjadi asin seperti danau Great Salt di Utah.
Do different aquatic habitats have similar microbial populations? The evidence from scientific studies
suggests that different phylogenetic groups are found in freshwater and marine habitats. Substantial
differences exist in the archaeal representatives, as many are found only in the oceans, where their roles
in the ecosystem are still largely a mystery. Archaea from both major phyla make up a large percentage
of the ocean’s picoplankton. Overlap in the bacterial phylogenetic groups between marine and
freshwater habitats is seen at the phylum level, for example, in the Alphaproteobacteria (SAR11 clade),
Actinobacteria, Cytophaga/Flexibacter/Flavobacterium group, but differences are seen as one moves to
the lower taxonomic units (Pernthaler and Amann 2005).
Apakah perbedaan habitat perairan yang memiliki populasi mikroba yang sama? Dari fakta yang ada,
serta dari para ilmuwan mengatakan bahwa kelompok filogenetik yang berbeda ditemukan pada air
yang jernih dan di laut. Perbedaan substansi yang ada sangat representatif mengenai bakterinya, banyak
yang ditemukan di lautan, dimana ekosistem tersebut memiliki peranan yang besar. Bakteri archae dari
kedua filum utama mempunyai persentase yang besar pada fitoplankton dalam lautan. Kelompok
filogenik bakteria saling melengkapi antara habitat air laut dan air tawar yang dapat terlihat sesuai
filumnya, sebagai contoh kelompok bakteri alfaproteo (SAR 11 Clade), bakteri Aktino (Actinobacteria),
Cytophaga/Flexibacter/Flavobacteria tetapi perbedaannya terlihat ketika bergerak menuju unit
taksonomi yang terendah (Pernthaler, 2005).
Studies of aquatic microbial ecology have progressed from descriptive studies of “who’s home” to
hypothesis-driven studies of interactions and environmental and biological controls on diversity and
population distributions, although big surprises about who lives in these habitats are still being
discovered. Two interesting feature of aquatic microorganisms and the focus of many studies is their
variety of antipredation mechanisms, which include the secretion of exopolymeric substances and
capsules consisting of polysaccharides and morphological adaptations, and the fact that they are Gram
positive. Studies have focused on how the microbial populations evade predators, as predation,
particularly by protists, and lysis by viruses are two of the major factors that cause mortality. Viruses
have been found to be widespread across a variety of aquatic habitats, with a difference of only one to
two orders of magnitude across these different habitats (Wilhelm and Matteson 2008), although more
seasonality is seen in freshwater viral abundances. What controls viral abundance in aquatic
environments is still under investigation. The amount of virus burden has been estimated at 5–25% of
the bacterioplankton in aquatic systems, with higher levels recorded for anoxic waters and sediments,
where viruses appear to be more important agents of mortality [reviewed in Wilhelm and Matteson
(2008)]. Viruses play a strong role in the regeneration of dissolved organic matter in aquatic systems as
they lyse their prey, transforming the carbon and other nutrients in the bodies of their prey
Sebuah studi mengenai mikrobiologi lingkungan perairan mengalami kemajuan dari studi deskriptif
mengenai “who’s home” menjadi studi perjalanan hipotesa dari interaksi dan lingkungan serta
pengendalian biologi mengenai keanekaragaman dan distribusi populasi, walaupun mikroorganisme
yang hidup dalam habitat ini tetap ada atau telah ditemukan. Dua segi yang menarik dari
mikroorganisme perairan dan begitu banyak studi yang fokus dengan berbagai macam mekanisme
antipredasi yang mana termasuk dalam sekresi dari substansi exopolymeric dan kapsul yang terdiri dari
polisakarida dan adaptasi morfologi dan faktanya adalah bakteri gram positif. Sebuah studi
memfokuskan bagaimana populasi mikroba menghindarkan predator sebagai predasi., khususnya oleh
protista dan hancur dengan virus menjadi dua faktor utama yang dapat menyebabkan kematian. Virus
berada dimanapun secara tersebar terutama pada habitat di perairan dan yang membedakan adalah
satu atau dua besarnya jarak pada habitat yang lain, meskipun kelimpahan mikroba yang disebabkan
oleh virus berada pada air yang jernih. Kelimpahan virus ini pada lingkungan perairan tetap berada pada
investigasi. Jumlah virus yang dapat diperkirakan 5-25% yang merupakan bakteri plankton yang tercatat
dengan level yang tinggi untuk air anoxic dan endapan, dimana virus bermunculan yang dapat
menyebabkan kematian. Virus memainkan peranan yang kuat untuk regenerasi dalam menghancurkan
bahan organik dalam sistem perairan untuk menghancurkan mangsa mereka dengan mengubah bentuk
karbon dan nutrisi lain dalam tubuh mangsa mereka.
4.3.1 Freshwater
The term freshwater habitats generally refers to rivers, streams, lakes, ponds, and ground- water. The
United States Geological Survey (USGS) defines freshwater as water that contains less than 1000 mg/L of
dissolved solids. As noted above, the phylogenetic diversity of freshwater microorganisms differs
substantially from that of marine habitats. Pernthaler and Amann (2005) note that typical freshwater
bacterial groups include members of the Betaproteobacteria (e.g., relatives of Rhodoferax and
Polynucleobacter necessarius), the acI clade of the Actinobacteria, and relatives of Haliscomenobacter
hydrossis in the Cytophaga/Flexibacter/Flavobacterium group.
4.3.1 AIR TAWAR
Habitat air tawar pada umumnya mengacu pada sungai, danau, kolam dan air tanah. The United States
Geological Survey (USGS) mendefinisikan air tawar seperti air yang mengandung kurang dari 1000 mg/L
padatan terlarut. Seperti yang disebutkan diatas, keragaman filogenetik mikroorganisme air tawar
berbeda secara substansial dari habitat laut. Pernthaler dan Amann (2005) mencatat bahwa kelompok
bakteri air tawar meliputi anggota Betaproteobacteria misalnya keluarga Rhodoferax dan
polynucleobacter Necessarius, ACl Clade dari Actinobacteria dan kerabat dari Haliscomenobacter pada
kelompok Cytophaga/Flexibacter/Flavobacterium.
Within bodies of water many gradients exist that affect the distribution of microbial populations. One of
the most important of these is the oxygen gradient. This gradient is particularly dramatic in lakes, where
the upper waters can be oxic and warmer (the epilimnion), while the lower levels are colder and
sometimes anoxic (the hypolimnion). These two layers are separated by a boundary termed the
thermocline, which represents a transition zone between the two layers. Seasonal changes in
environmental temperature, and hence water temperature, can lead to density changes that result in
the water turning over, bringing oxygenated water to the lower reaches of the lake. Such changes affect
the microbial populations in the lake.
Dalam badan air banyak gradien yang mempengaruhi distribusi mikroba populasi. Salah satu yang paling
penting dari ini adalah gradien oksigen. Gradien ini sangat dramatis di danau, di mana perairan atas
oksik dan hangat (yang epilimnion), sedangkan tingkat yang lebih rendah yang lebih dingin dan kadang-
kadang anoxic (hypolimnion). Kedua lapisan dipisahkan oleh batas disebut termoklin, yang merupakan
zona transisi antara dua lapisan. Perubahan musiman dalam suhu lingkungan, dan karenanya suhu air,
dapat menyebabkan perubahan kepadatan yang mengakibatkan balik air lebih, membawa air
beroksigen ke hilir danau. Perubahan tersebut mempengaruhi populasi mikroba di danau.
Vegetation surrounding lakes provides some of the nutrients found dissolved in lakes. Lakes with low
amounts of nutrients are oligotrophic, while those with high nutrient loads and productivity are
eutrophic and may experience oxygen depletion, which will affect the organisms that can survive under
these conditions. Some lakes are naturally acidic, while others become acidified as a result of the
transformation of pollutants such as sulfur dioxide and nitrous oxide (NOx ) in acid rain. Lakes in
northeastern North America are recovering from the effects of acid rain. The pH of lake water also
affects the microbial populations (see Section 9.9.1).
Vegetasi sekitar danau menyediakan beberapa nutrisi yang ditemukan terlarut dalam danau. Danau
dengan jumlah nutrisi yang rendah oligotrophic, sementara mereka dengan gizi tinggi dan produktivitas
yang eutrofik dan mungkin mengalami penipisan oksigen, yang akan mempengaruhi organisme yang
dapat bertahan dalam kondisi ini . Beberapa danau secara alami dapat menjadi asam, sementara yang
lain menjadi diasamkan sebagai akibat dari transformasi polutan seperti sulfur dioksida dan nitrogen
oksida ( NOx ) dalam hujan asam. Danau di timur laut Utara Amerika pulih dari efek hujan asam. PH air
danau juga mempengaruhi populasi mikroba.
Rivers and Streams. If you’ve ever watched river water change during and after a rainstorm, you’ll get a
sense of the power of the movement of water in rivers. Large amounts of material, soil, trees, rocks, and
other substances are moved by the water in streams and rivers. This means a continual supply of
nutrients for biotic communities, but also lots of disturbance during flooding events. Many rivers run
through towns (Figure 4.3) and are therefore subject to the influx of human wastewater and other
pollutants, which can strongly affect river inhabitants. Because microorganisms are so metabolically
diverse, some of the pollutants will actually be energy sources for the microorganisms. Because high
organic load can lead to high productivity, which decreases oxygen levels, areas of rivers in cities, for
example, can be anoxic, limiting the kinds of microorganisms that can persist in these regions.
Sungai besar dan sungai kecil, apabila Anda pernah menyaksikan perubahan air sungai selama dan
setelah hujan badai, anda akan mendapatkan kekuatan gerakan air di sungai. Jumlah bahan, tanah,
pohon, batu , dan zat-zat lain yang digerakkan oleh air di sungai dan sungai. Ini berarti pasokan nutrisi
terus-menerus bagi komunitas biotik, tetapi juga banyak gangguan selama banjir. Banyak sungai
dijalankan melalui kota-kota ( Gambar 4.3 ) dan oleh karena itu tunduk pada masuknya air limbah
manusia dan polutan lainnya, yang dapat sangat mempengaruhi penduduk sungai. Karena
mikroorganisme begitu metabolik beragam, beberapa polutan akan benar-benar menjadi sumber energi
untuk mikroorganisme karena beban organik yang tinggi dapat menyebabkan produktivitas yang tinggi,
yang menurunkan kadar oksigen, bidang sungai di kota-kota, misalnya, dapat menjadi anoxic,
membatasi jenis mikroorganisme yang dapat bertahan di wilayah ini.
The river habitat is made up of several different components, including the horizontal components of (1)
the active channel , which in some rivers and streams may go dry part of the year and (2) the riparian
zone, which forms a transition zone between the terrestrial and aquatic ecosystems. Vertically, rivers
and streams are characterized by (1) surface waters; (2) the hyporheic zone, which lies beneath the
surface water; and (3) the phreatic zone, which contains the groundwater. These habitats vary in their
physicochemical characteristics. Rivers and streams tend to have many organic and inorganic particles in
suspension, which limits the extent to which light penetrates into the water column. The parts of the
reach that have extensive vegetation will be at least partially shaded by trees hanging over the streams.
Both turbidity and shading limit the level of photosynthesis that occurs by microorganisms within the
streams. Desert streams (Figure 4.3), with little shading, have much higher levels of microbial
photosynthesis than do those in tropical and temperate regions. Rivers and streams also vary by as
much as an order of magnitude in their levels of salinity; desert rivers have the highest levels.
Habitat sungai terdiri dari beberapa komponen yang berbeda, termasuk horisontal komponen (1)
saluran aktif, yang dalam beberapa sungai dan sungai bisa menjadi kering tiap tahun dan (2) zona
riparian, yang membentuk zona transisi antara darat dan perairan ekosistem. Vertikal, sungai dan sungai
yang ditandai dengan (1) air permukaan; (2) zona hyporheic, yang terletak di bawah permukaan air; dan
(3) zona freatik, yang berisi air tanah. Habitat ini bervariasi dalam karakteristik fisik-kimia. Sungai kecil
dan sungai cenderung memiliki banyak organik dan anorganik partikel dalam suspensi, yang membatasi
sejauh mana cahaya menembus ke dalam air kolom. Bagian dari jangkauan yang memiliki vegetasi yang
luas akan setidaknya sebagian dinaungi oleh pohon yang tergantung di atas sungai. Kedua kekeruhan
dan bayangan membatasi tingkat fotosintesis yang terjadi oleh mikroorganisme dalam aliran. sungai
(Gambar 4.3), dengan sedikit shading, memiliki tingkat jauh lebih tinggi dari fotosintesis mikroba
daripada mereka di daerah tropis dan subtropis. Sungai kecil dan sungai juga bervariasi oleh sebagai
sebanyak urutan besarnya di tingkat mereka salinitas; sungai gurun memiliki tingkat tertinggi.
Hot Springs. Hot springs are springs of geothermally heated water, groundwater that comes in contact
with hot rocks, or in volcanically active regions, magma, which emerge from Earth’s crust worldwide.
Some spectacular examples, such as the Grand Prismatic Spring (Figure 4.4), are found in Yellowstone
National Park in Wyoming (USA), Iceland, Japan, and New Zealand. Hot springs represent extreme
environments in terms of temperature, and in some cases, pH. Many terrestrial hot springs have low
oxygen concentrations, suggesting the presence of anaerobic or microaerophilic microorganisms.
Aquificales have been suggested to be primary producers in hot springs, where temperature limits
photosynthesis. Hyperthermophiles are often chemoautotrophs, utilizing carbon dioxide as their carbon
source, and acting as primary producers within hot spring habitats. Hot springs vent a variety of
dissolved gases, providing a range of electron donors such as molecular hydrogen and reduced iron and
sulfur compounds. Spear et al. (2005) suggest that at least in Yellowstone, the primary productivity
comes from the oxidation of molecular hydrogen, which can occur in levels great than 300 nM in the hot
springs. Archaeal species find hot springs a prime habitat.
Air panas, air panas adalah mata air yang secara geothermal dipanaskan , air tanah yang datang dalam
kontak dengan batu panas, atau di daerah vulkanik aktif, magma, yang muncul dari kerak bumi di
seluruh dunia . Beberapa contoh yang spektakuler , seperti Grand Prismatic Musim semi ( Gambar 4.4 ),
ditemukan di Taman Nasional Yellowstone di Wyoming ( USA ), Islandia, Jepang, dan Selandia Baru. Saat
musim semi merupakan lingkungan yang ekstrim dalam hal suhu, dan dalam beberapa kasus, pH.
Banyak sumber air panas bumi memiliki konsentrasi oksigen rendah, menunjukkan adanya anaerobik
atau mikroorganisme mikroaerofilik. Aquificales telah diusulkan untuk menjadi produsen utama dalam
air panas, di mana suhu batas fotosintesis. Hyperthermophiles sering chemoautotrophs, memanfaatkan
karbon dioksida sebagai sumber karbon mereka, dan bertindak sebagai produsen primer dalam air
panas habitat. Air panas melampiaskan berbagai gas terlarut ,menyediakan berbagai elektron donor
seperti hidrogen molekul dan mengurangi besi dan senyawa belerang (Tombak,2005) menunjukkan
bahwa setidaknya di Yellowstone, produktivitas primer berasal dari oksidasi molekul hidrogen, yang
dapat terjadi pada tingkat yang besar dari 300 nM di air panas. Spesies archaea menemukan sumber air
mata panas sebagai habitat utama .
4.3.2 Marine Habitats
Oceans. Have you ever been swimming in the ocean or sailed out into the ocean? What do you notice
about the ocean environment that’s different from that of terrestrial habitats? Your first observation,
beyond the fact that it’s an aquatic rather than terrestrial habitat, is probably that the ocean is salty.
This is one of several environmental parameters that shape the nature of microorganisms inhabiting
marine habitats. In addition, as you go from the surface to the depths of the ocean, gradients of
temperature, light, availability of nutrients, and pressure change. The ocean’s habitats change with
distance from shore (Figure 4.5) and vertical depth. As you move deeper into the ocean you move from
the surface or epipelagic zone to the mesopelagic zone (200–1000 m) to the bathypelagic zone (1000–
4000 m), to the abyssal zone (4000–6000 m), and finally to the hadean zone (<6000 m).
4.3.2 HABITAT KELAUTAN
Lautan. Pernahkah Anda berenang di laut atau berlayar ke laut? Apa Anda ingat tentang lingkungan laut
yang berbeda dari habitat darat? Pengamatan pertama Anda, di luar fakta bahwa itu adalah air daripada
habitat terestrial, mungkin bahwa laut adalah asin. Ini adalah salah satu dari beberapa parameter
lingkungan yang membentuk sifat mikroorganisme menghuni habitat laut. Selain itu, saat Anda pergi
dari permukaan ke kedalaman laut, gradien suhu, cahaya, ketersediaan nutrisi, dan perubahan tekanan.
Habitat laut yang berubah dengan jarak dari pantai (Gambar 4.5) dan kedalaman vertikal. Ketika Anda
bergerak lebih dalam ke laut Anda bergerak dari permukaan atau zona epipelagic ke zona mesopelagic
(200-1000 m) ke bathypelagic yang zona (1000-4000 m), untuk zona abyssal (4000-6000 m), dan
akhirnya ke zona Hadean (<6000 m).
Marine Microbial Habitats and Food Webs. In general the marine food web is shaped by the low
availability and patchy nature of nutrients, and the gradients and high salinity mentioned above. Our
view of “who’s home” and who’s controlling the cycling of nutrients in the ocean food web has changed
dramatically in more recent decades. Compare the following (Pomeroy 1974) quote with other
information presented in this chapter:
Mikroba laut Habitat dan Makanan Webs. Secara umum makanan laut adalah dibentuk oleh
ketersediaan rendah dan sifat tambal sulam nutrisi, dan gradien dengan tingginya salinitas yang
disebutkan di atas. Pandangan kita tentang "who’s home" dan siapa yang mengendalikan bersepeda
nutrisi dalam makanan laut web telah berubah secara dramatis dalam beberapa dekade belakangan.
Bandingkan berikut (Pomeroy 1974) kutipan dengan informasi lain yang disajikan dalam bab:
Although the ocean’s food web has been studied for more than a century, several recent discoveries
lead us to believe that the classical textbook description of a chain from diatoms through copepods and
krill to fishes and whales may in fact be only a small part of the flow of energy. Recent studies of
microorganisms, dissolved organic matter, and nonliving organic particles in the sea suggest the
presence of other pathways through which a major part of the available energy may be flowing. Marine
scientists have been approaching this view of the food web cautiously for decades, and caution is to be
expected whenever an established paradigm is questioned.
Meskipun web makanan laut yang telah dipelajari selama lebih dari satu abad, baru-baru ini beberapa
penemuan membuat kita percaya bahwa deskripsi buku teks klasik dari rantai dari diatom melalui
copepoda dan krill untuk ikan paus dan mungkin sebenarnya hanya sebagian kecil dari mengalir energi.
Studi terbaru dari mikroorganisme , bahan organik terlarut , dan tak hidup partikel organik di laut
menunjukkan adanya jalur lain melalui yang utama bagian dari energi yang tersedia dapat mengalir.
Ilmuwan kelautan telah mendekati ini Pemandangan dari jaring makanan dengan hati-hati selama
beberapa dekade, dan hati-hati adalah diharapkan setiap kali didirikan paradigma yang dipertanyakan.