GEOSTATISTICS Aplication for Precision Agriculture · hasil percobaan dan pengamatan kadar hara P...
Transcript of GEOSTATISTICS Aplication for Precision Agriculture · hasil percobaan dan pengamatan kadar hara P...
GEOSTATISTICS Aplication for Precision Agriculture Prof. Dr. S.M. Sitompul Lab. Plant Physiology, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : [email protected]
DAMPAK PEMBELAJARAN
1. PENDAHULUAN - Kepentingan Geostatistik - Pengertian Geostatistik
2. METODE INTERPOLASI 1. Metode Deterministik Lokal 2. Geostat 2.1 Konsep Dasar
2.2 Variogram 2.2.1 Model Semi-Variogram 2.2.2 Model Variogram 2.2.3. Anisotropi 2.3. KRIGING 2.3.1 Kriging Dasar 2.3.2 Aplikasi Kriging Dasar 3.KRIGING PCRASTER
DAMPAK PEMBELAJARAN Dengan penguasaan materi dalam modul ini yang dirancang
sebagai landasan dasar dari aplikasi Geostatistik untuk Presisi
Pertanian, pembaca diharapkan mampu untuk;
1. menguraikan kepentingan dan pengertian dari geostatistik
2. menjelaskan metode interpolasi dalam generasi informasi pada tempat yang tidak diketahui dengan beberapa metode
3. menjelaskan variogram (deskripsi sebaran spasial), semi-
variogram (grafik perubahan semivariance dengan perubahan
jarak antara observasi) dan kriging (pemetaaan)
ABSTRAK
Presisi Pertanian (Precision Agriculture) adalah suatu cara pengelolaan (management) untuk
mengatasi masalah dalam bidang pertanian yang
berhubungan dengan keragaman hasil dan faktor
pertumbuhan. Pendekatan ini untuk aspek produksi
tanaman merupakan fungsi dari tingkat kecermatan
identifikasi & kharakterisaisi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Dengan keterbatasan data
baik hasil percobaan maupun survei lapangan,
interpolasi menjadi satu-satunya cara untuk
mendapatkan sebaran hamparan faktor pembatas.
Optimasi interpolasi dapat dilakukan dengan
penerapan Geostatistik. Uraian pada modul ini dibatasi pada
pengenalan Geostatistik untuk peningkatan presisi managemen produksi pertanian. Informasi yang lebih rinci tentang geostatistik dan
penerapannya dalam bidang presisi pertanian dapat diperoleh dari buku
text yang tersedia seperti yang ditunjukkan disini.
Catatan: Modul ini didasarkan atas Makalah yang disajikan pada Pelatihan Geostatistik, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Pati, Jawa Tengah 13-14 Desember 2007
1
mtom
MODUL
SELF-PR
OP
AG
ATIN
G EN
TREP
REN
EUR
IAL ED
UC
ATIO
N D
EVELO
PM
ENT
(SPEED
)
©Modul ini tidak boleh digandakan sebagian
atau seluruhnya tanpa izin dari penulis Hak cipta diindungi undangundang
Ha
k ci
pta
dil
ind
un
gi u
nd
an
g-u
nd
an
g.
©M
od
ule
ini t
ida
k b
ole
h d
iga
nd
an
seb
ag
ian
ata
u s
elu
ruh
nya
ta
np
a iz
in d
ari
pen
uli
s
Page 2 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
1. PENDAHULUAN
1. Kepentingan Geostatistik
Geostatistik yang mula-mula digunakan dalam bidang pertambangan telah
digunakan secara luas dalam berbagai bidang lain termasuk pertanian. Ini
menjadi salah satu dasar dari presisi managemen produksi pertanian yang berkembang belakangan ini. Presisi managemen produksi pertanian merupakan
salah satu cara untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam dunia pertanian
seperti masalah pangan. Kerawanan pangan adalah salah satu ancaman di
masa akan datang dengan kecenderungan penurunan produksi pangan
khususnya beras (padi) yang terjadi belakangan ini sebagai akibat berbagai
faktor antara lain;
(i) Perkembangan produktivitas padi yang telah mencapai fase landai (leveling-off) sekitar 10 tahun belakangan ini
(ii) Peningkatan kehilangan panen (puso) dengan perjalanan waktu akibat banjir
& kekeringan dan serangan hama & penyakit
(iii) Penurunan luas panen akibat konversi lahan sawah yang terus meningkat
dengan waktu
(iv) Peningkatan pencemaran lingkungan yang dapat mengakibatkan penurunan produktivitas padi
Permasalahan pertama berhubungan dengan managemen produksi yang
tidak dapat mengatasi faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman padi untuk
dapat mencapai produktivitas yang mendekati potensi biologis. Ini tercermin
juga dari variasi produktivitas yang tinggi antara propinsi dan bahkan antar
hamparan lahan sebagaimana diamati di Jawa Timur (Sitompul, 2007). Peningkatan kelayakan atau presisi managemen produksi akan dapat
mengurangi variasi dalam produktivitas tersebut. Ini dapat dievaluasi dengan
IMP (Index Presisi Managemen) yang merupakan nisbah antara simpangan baku
produktivitas dengan produktivitas maksimum seperti berikut.
mm ysIPM 1 5,0
1
2
n
i
mim yys (1)
dimana yi = produktivitas dari suatu hamparan atau petak lahan i (i = 1, 2, 3
….n) dan ym = produktivitas maximum yang dapat dicapai pada hamparan lahan
tersebut. Hasil pengamatan produktivitas pada 20 hamparan lahan di Jawa Timur menunjukkan
bahwa tingkat managemen produksi padi pada
lahan sawah masih rendah (Gambar 1). Variasi
produktivitas yang besar terjadi pada lahan
sawah di datan rendah yang merefleksikan
tingkat variasi faktor pembatas yang tinggi pada hamparan lahan tersebut.
Masalah banjir dan kekeringan dapat
dihubungkan dengan penyimpangan iklim akibat
fenomena pemanasan global yang tidak mungkin
dapat diatasi dalam waktu dekat. Jika pemanasan global terus berlangsung, suhu yang
meningkat dengan waktu akan dapat mencapai
tingkat yang mengakibatkan sterilitas bunga
jantan dan akhirnya penurunan produktivitas
padi. Keadaan demikian akan terjadi lebih awal
0
3
6
9
0 200 400 600 800
Elevasi (m)
Pro
du
kti
vit
as (
t/h
a)
IPM1 = 0,71
IPM2 = 0,59
Gambar 1. Produktivitas padi
lahan pada berbagai ketinggian
tempat.
Page 3 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
pada lahan sawah dataran rendah yang merupakan bagian terbesar dari lahan
sawah di Indonesia. Permasalahan ketiga berhubungan dengan peraturan
tentang tata-guna lahan atau tata-ruang wilayah yang lemah. Belakangan ini
timbul pemikiran tentang lahan sawah abadi yang diikuti dengan usulan undang-
undang tentang itu. Masalah terakhir yaitu pencemaran lingkungan berhubungan dengan pengawasan penggunaan bahan kimia dan pembuangan
limbah yang belum memadai. Pencemaran logam berat pada lahan sawah
adalah satu yang dikhawatirkan dengan tingkat pencemaran lingkungan yang
tinggi selama sekitar 20 tahun belakangan ini. Ini tidak hanya akan
mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman seperti padi tapi juga
gangguan kesehatan pada manusia.
Geostatistik adalah salah satu metode yang dapat membantu mengatasi
masalah diatas. Ini didasarkan atas pertimbangan bawah geostatistik digunakan
dengan hasil yang baik untuk (i) identifikasikasi faktor pembatas termasuk
pencemaran logam berat, (ii) pelacakan lokasi dan faktor banjir dan kekeringan,
dan (iii) klasifikasi kualitas lahan sawah. Dengan demikian presisi managemen produksi akan dapat ditingkatkan, kebijkan penanganan masalah banjir dan
kekeringan dapat dirancang, dan sertifikasi lahan sawah dapat dibuat.
2. Pengertian Geostatistik Geostatistik atau statistik geologi adalah suatu metode analisis data yang
berhubungan secara spasial (berdasarkan ruang atau tempat) dengan penerapan teori regionalized variablesi. Ini dapat digolongkan pada statistik
terapan untuk interpolasi atau pemetaan data. Ini lebih baik dari metode
interpolasi/algoritma yang telah dikembangkan sebelumnya seperti IDW
(Inverse Distance Weighting), TSA (Trend Surface Analysis) dan NNA (Nearest
Neighbor Algorithm). Geostatistik dikembangkan pertama-tama oleh Danie
Krige dan Herbert Sichel, insinyur Afrika Selatan, di pertambangan emas
Witwatersrand. Ini diikuti dengan pengembangan teori geostatistik pada tahun 1960-an yang dinyatakan dengan Theory of Regionalized Variables oleh Georges
Matheron di the Centre de Morophologie Mathematicque, Fontainebleau, France
(Matheron 1964; 1971).
Ciri dari geostatistik adalah regionalized variable, yang kemudian disebut
peubah wilayah untuk istilah Indonesia, yang menggambarkan sebaran wilayah (geografis) dari fenomena (faktor) secara sambung-menyambung (mis.
elevasi permukaan tanah) dan bersifat antara acak dan deterministik penuh.
Pengamatan peubah wilayah demikian tidak mungkin dilakukan pada setiap titik
dari wilayah sehingga estimasi perlu dilakukan pada titik yang tidak diamati
berdasarkan data pengamatan pada titik (tempat) tertentu. Estimasi ini
dipengaruhi oleh ciri sampel yang meliputi ukuran, bentuk, orientasi dan tata-ruang pada wilayah studi yang diistilahkan dengan suppot. Jika perubahan
terjadi pada salah satu supoort ini, harga estimasi pada lokasi yang tidak
diamati dapat berubah. Pengambilan sampel dan analisis peubah wilayah
dilakukan sedemikian rupa sehingga suatu pola variasi fenomena yang dipelajari
dapat dipetakan.
Prinsip dasar dari geostatistik adalah variogram atau semi-variogram yang
digunakan untuk menghitung hubungan spasial antara hasil pengamatan faktor yang dipertimbangkan. Fungsi matematik yang tepat menggambarkan semi-
variogram dari hasil pengatamatan (semi-variogram experimental) dapat
kemudian digunakan untuk estimasi harga faktor pada tempat yang tidak
Page 4 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
diamati. Prosedur estimasi ini kemudian disebut kriging sesuai dengan nama
orang yang mengembangkan pertama geostatistik. Jadi geostatistik
berhubungan dengan analisis data spasial dengan prinsip dasar bahwa setiap
nilai data yang diamati berhubungan satu dengan yang lain berdasarkan lokasi
dalam ruang.
2. METODE INTERPOLASI
Geostatistik sesungguhnya adalah metode interpolasi dari faktor yang
tersebar bersambung (continuous variables). Interpolasi dapat dibatasi dengan
pengertian analisis data hasil pengamatan faktor dari beberapa lokasi tertentu pada suatu wilayah untuk estimasi harga faktor yang dipertimbangkan pada
lokasi yang tidak diamati dalam liputan lokasi pengamatan. Pada hakekatnya,
interpolasi digunakan untuk mengubah data dalam bentuk titik menjadi sebaran
hamparan (continuous fields) sehingga pola sebaran spasial yang diturunkan
dari pengamatan sampel lokasi dapat dibandingkan dengan sebaran spasial
faktor lain. Estimasi harga faktor pada hamparan di luar liputan lokasi
pengamatan disebut ekstrapolasi. Interpolasi sangat penting dalam berbagai aspek pertanian seperti
rekomendasi dosis pupuk karena data yang tersedia baik dari hasil percobaan
maupun survei biasanya terbatas. Dengan perencanaan lokasi percobaan dan
survei, rekomendasi pemupukan akan dapat dibuat sesuai dengan keadaan
setempat berdasarkan analisis geostatistik. Peta curah hujan adalah salah satu
contoh yang dibuat dengan interpolasi berdasarkan hasil penakaran curah hujan pada beberapa stasiun curah hujan. Interpolasi dapat diterapkan dalam banyak
aspek managemen seperti penetapan dosis pemupukan fosfor (P) berdasarkan
hasil percobaan dan pengamatan kadar hara P tanah pada beberapa lokasi.
Latarbelakang dari interpolasi dan ekstrapolasi spasial adalah bahwa
umumnya perbedaan harga faktor yang diamati pada lokasi yang berdekatan
akan lebih kecil dari yang berjauhan. Sebagai contoh, tinggi tempat pada dua
titik dengan jarak 1 m akan lebih mungkin sama dari yang dengan jarak 1 km. Metode klasifikasi juga banyak digunakan untuk estimasi harga faktor pada
lokasi yang tidak diamati berdasarkan estimasi rata-rata harga satuan peta.
Metode interpolasi dapat dibagi menjadi (i) Metode Global (Global methods), (ii)
Metode Deterministik Lokal, (iii) Metode Geostatistik. Kedua metode pertama
relatif sederhana dan memerlukan hanya pengertian metode determististik atau
statistik. Interpolator global menggunakan semua data yang tersedia untuk membuat estimasi untuk semua area studi, sedang interpolator lokal
menggunakan data sekitar titik estimasi.
2. Metode Deterministik Lokal Metode determinitik lokal meliputi (i) Thiessen polygons & pycnophylactic
methods, (ii) linear & inverse distance weighing (IDW), dan (iii) thin plate
splines. Metode IDW (Inverse distance weighing), yang cukup banyak digunakan sebelum geostatistik berkembang, menggabungkan gagasan faktor
proximitas (kedekatan) yang diterapkan pada metode Thiessen polygons,
dengan regressi permukaan. Ini didasarkan atas asumsi bahwa harga faktor
yang dipertimbangkan pada tempat (lokasi) yang tidak diamati merupakan
fungsi dari harga faktor yang diamati pada tempat sekitar titik yang tidak
diamati dan pembobot jarak diantara titik pengamatan dengan estimasi. Harga faktor yang sesungguhnya pada setiap titik dinyatakan dengan Z(x i) yang
menghasilkan z(xi) dari hasil pengamatan. Harga faktor pada tempat yang tidak
diamati adalah tertentu yang tidak diketahui.
Page 5 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Estimasi harga faktor pada tempat yang tidak diamati, z(x0) dengan x0
yang disederhanankan dengan istilah titik estimasi, berdasarkan harga faktor
pada tempat yang diamati, z(xi) dengan xi yang disebut titik pengamatan, dan
pembobot jarak antara jarak x0 dengan xi ditunjukkan persamaan berikut
n
i
ii xzxz1
0 )(.)(ˆ (2)
dimana
11
n
i
i
Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung harga pembobot jarak
adalah pembobot inversi jarak seperti berikut
n
i
ri
ri
i
d
d
1
(3)
dimana d adalah jarak antara titik estimasi dengan titik pengamatan, dan r
adalah suatu konstanta yang juga disebut idp (inverse distance power). Cara
sederhana penerapan pers (3) diatas disebut interpolator linier (linear
interpolator) yaitu harga pembobot dihitung dari suatu fungsi linier dari jarak
antara titik pengamatan dengan titik estimasi.
Studi Kasus I. Umpamakan suatu pengamatan akan harga faktor Z dilakukan
pada beberapa titik (lokasi) yang terletak pada suatu hamparan lahan seperti
ditunjukkan berikut ini (Tabel 1). Titik pengamatan dilengkapi dengan data
jarak pada sumbu x dan y, dan harga faktor Z akan diestimasi pada koordinat
(x=200 & y = 500) yang disimbolkan dengan z(t).
Table 1. Hasil pengamatan faktor x pada beberapa titik pengamatan
Y
(m)
X (m)
100 200 300 400 500 600 700 800 900
600 44 40 42 40 39 37 36
500 42 t 43 42 39 39 41 40
400 37 37 37 35 38 37 37 33 38
300 35 38 35 37 36 36 35 34
200 36 35 36 35 34 33 32 29 28
100 38 37 35 30 29 30 32
Langkah perhitungan estimasi z(t) dengan metode IDI (inverse distance
interpolation) adalah sbb.
1. Statistik dasar Jumlah sampel n = 47
Rata-rata harga pengamatan z = 36,34
Simpangan baku (standard deviation) s = 3,726
t (10%, n = 47) = 1,697
Dengan demikian suatu estimasi harga Z pada titik yang ditetapkan
secara random dipercayai 90% akan terletak pada z - s.t z(t) z + s.t
30.0 z(x0) 42.7.
Page 6 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
2. Jendela lokal estimasi
Jendala estimasi, yaitu batas area lingkup estimasi, dibatasi misalnya
pada koordinat x (100 – 400) dan y (400 – 600) dengan 7 jumlah titik
pengamatan seperti berikut
600 44 40 Jumlah sampel n = 7
500 42 t 43 Rata-rata harga pengamatan z = 40,0
400 37 37 37 Simpangan baku (standard deviation) s = 3.06
y/x 100 200 300 t (10%) = 1.895
Dengan demikian suatu estimasi harga z pada titik yang ditetapkan
secara random dipercayai 90% akan terletak pada z - s.t z(t) z + s.t
= 34.2 z(t) 45.8
3. Perhitungan jarak
Hitung jarak antara titik estimasi dengan masing-masing titik
pengamatan untuk semua titik pengamatan yang terdapat pada lingkup
lokal estimasi. Ini dapat mudah dilakukan dengan penerapan persamaan
Pythagoras (c2 = a2 + b2)
Mis. Jarak antara titik estimasi x(200, 500) dengan titik pengamatan x(100, 600) adalah
d = [(100-200)2 + (600-500)2]0.5 = 141,4
600 141.4 141.4
500 100 100
400 141.4 100 141.4
y/x 100 200 300
4. Inversi jarak Hitung jarak total yaitu jumlah semua jarak titik pengamatan dengan
titik estimasi. Apabila r = -1, maka jarak total adalah 141,4 + 100 + …+
141,4 = 865,7 yang kemudian digunakan sebagai pembagi masing-
masing jarak
600 0.163 0.163
500 0.116 0.116
400 0.163 0.116 0.163
y/x 100 200 300
5. Estimasi harga z(t)
Kalikan masing-masing harga
z(xi) dengan jarak inversinya
yang kemudian dijumlahkan
yaitu 44 x 0.116 + 42 x 0,163
+ …+ 37 x 0,163 = 39,9. Estimasi harga z(t) untuk r =
1, 2, 3 & 4 dapat dihitung
dengan cara yang sama
setelah masing-masing jarak
dipangkatkan dengan angka r.
Gambar 2. Letak stasiun pengamatan
curah hujan pada wilayah DAS Brantas
Page 7 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Apabila estimasi dilakukan secara lengkap pada semua titik yang ada
pada lingkup lokal estimasi, suatu hamaparan estimasi akan diperoleh
dalam bentuk peta. Sebagai contoh, stasiun curah hujan yang dapat
diidentifikasi pada wilayah DAS Brantas adalah 95 (Gambar 2). Curah
hujan pada masing-masing stasiun pengamatan bervariasi diantara 1086 – 3625 mm/tahun dengan rata-rata 1829 mm/tahun.
Sebaran curah hujan pada wilayah DAS Brantas dapat dibuat dengan
metode inverse distance interpolation. Hasil interpolasi tersebut
menunjukkan bahwa harga r menentukan estimasi sebaran curah hujan
(Gambar 3).
A B
Gambar 3. Peta interpolasi curah hujan pada wilayah DAS
Brantas dengan metode IDI (inverse distance interpolation)
untuk r = 2 (A) & r = 4 (B)
Studi Kasus II. Suatu pertanyaan
dapat timbul tentang harga r (idp =
inverse distance power) yang
memberikan estimasi yang paling baik.
Ini tentu sangat tergantung pada sifat
penyebaran faktor dengan jarak yang dapat berbeda antara satu dengan lain
faktor (mis. produktivitas dan curah
hujan). Pada hakekatnya, harga
pembobot jarak semakin tinggi semakin
dekat dekat titik pengamatan dengan
titik estimasi dan meningkat dengan peningkatan harga r (Gambar 4).
1. Tinggi tanaman jagung yang
diamati dari sejumlah rumpun
pada suatu petak lahan
digunakan sebagai gambaran
untuk menilai harga r yang memberikan estimasi yang
lebih baik (Table 2).
2. Tinggi tanaman yang ingin diestimasi adalah yang terletak pada titik
t(280, 560). Estimasi dibuat pada empat tingkat lingkup lokal
estimasi dengan jumlah sampel 8, 24, 48 & 62. Jarak rata-rata dari
titik pengamatan dari titik estimasi untuk masing-masing tingkat
estimasi tersebut adalah 84,5, 136,7, 189,5 & 217,2 cm.
3. Hasil estimasi menunjukkan bahwa peningkatan jumlah sampel
pengamatan tidak berpengaruh nyata pada estimasi. Demikian juga
0
0.1
0.2
0.3
0 50 100 150
Jarak (m)
W
r=1
r=2
r=-4
Gambar 4. Hubungan antara harga
pembobot (w) dengan jarak antara
titik estimasi dengan pengamatan
Page 8 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
dengan penggunaan harga r yang berbeda ( r = 2 & r = 4) tidak
menghasikan perbaikan estimasi (Gambar 4). Ini membawa pada
suatu kesimpulan bahwa interpolasi dengan metode IDI tidak
memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Table 2. Tinggi tanaman jagung (cm) pada suatu petak lahan
Y
(cm)
X (cm)
70 140 210 280 350 420 490
70 100 77 75 70 64 112 60
140 80 64 80 112 63 119 89
210 104 82 65 60 126 115 112
280 86 85 126 90 129 114 113
350 115 104 72 41 75 91 145
420 86 68 69 114 82 73 107
490 85 55 80 113 89 113 96
560 92 88 90 75 68 101 44
630 87 99 63 82 104 78 27
700 91 60 81 96 91 117 66
770 85 65 124 94 84 91 49
840 84 77 107 85 72 78 94
910 85 103 90 53 704 96 105
980 71 115 66 77 83 116 96
1050 63 118 69 64 120 74 82
2. Geostat Informasi variasi atau simpangan baku yang tidak tersedia sebagai indikator
kualitas estimasi adalah suatu masalah utama dari metode interpolasi yang tidak
mempertimbangkan hal tersebut seperti yang diuraikan diatas. Metode tersebut
juga tidak menyediakan cara untuk menentukan jumlah titik atau ukuran,
orientasi dan bentuk lingkup lokal titik estimasi untuk mendapatkan estimasi yang terbaik. Cara untuk mendapatkan harga parameter pembobot yang terbaik
juga tidak tersedia. Permasalahan ini kemudian membawa Georges Matheron
dan D.G. Krige mengembankan metode interpolasi optimal untuk industri
pertambangan. Sekarang ini, metode tersebut telah digunakan pada bidang lain
seperti pemetaan air tanah dan tanah.
70
80
90
0 100 200
Rata-rata Jarak (cm)
Esti
masi
r=2
r=4
Gambar 4. Hubungan
antara tingkat estimasi
dengan rata-rata jarak
sampel pengamatan
Page 9 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Interpolasi dengan metode Geostatistik berawal dari fakta bahwa
keragaman spasial dari sesuatu faktor (peubah) kontinu sering terlalu tidak
teratur untuk dapat dimodel dengan fungsi matematik sederhana. Suatu model
stokastik permukaan memberikan hasil yang lebih baik untuk mengambarkan
variasi dari faktor demikian yang diistilahkan dengan peubah terwilayah (regionalized variables) yang disederhanakan menjadi peubah wilayah. Jadi
metode Geostatistik memberikan cara untuk mengatasi keterbatasan metode
interpolasi deterministik seperti metode IDI. Estimasi harga faktor pada tempat
yang tidak diamati dioptimalkan sesuai dengan asumsi yang dibuat karena
pembobot interpolasi dipilih sedemikian untuk mengoptimalkan fungsi
interpolasi.
2.1 Konsep Dasar Pada umumnya, suatu faktor yang tersebar pada wilayah dapat bervariasi dari
suatu ke lain tempat pada wilayah tersebut. Harga faktor tersebut pada semua
tempat dapat dinyatakan dengan Z(x) yang dapat tersebar secara acak dengan
rata-rata m(x) dari semua tempat (titik) pada wilayah tersebut. Hasil
pengamatan faktor tersebut pada tempat tertentu dapat dinyatakan dengan z(x) yang juga mengwakili harga Z(x) yang tidak diketahui pada tempat yang tidak
dimati. Perbedaan harga faktor tersebut antar tempat dapat menunjukkan
suatu arah yang dapat digambarkan dengan posisi tempat.
Dengan suatu model statistik umum, seperti regressi linier, harga faktor
yang tidak berhubungan dengan posisi tempat akan dimasukkan pada
komponen acak (sisa). Pada geostatistik, variasi spasial dari suatu faktor diasumsikan merupakan jumlah dari tiga aspek (Gambar 5). Ketiga aspek
tersebut dinyatakan dengan istilah (i) komponen strukrural, (ii) komponen acak
yang berhubungan dengan tempat dan juga dikenal dengan variasi perubah
wilayah, dan (iii) komponen acak yang tidak berhubungan dengan tempat dan
merupakan sisa acak (kesalahan). Apabila x menunjukkan posisi (mis. 1, 2 atau
3), harga dari suatu peubah acak Z pada x adalah:
'')(')()( xxmxZ (4)
dimana m(x) adalah komponen struktural dari Z pada x yang dapat merupakan harga rata-rata atau arah, ’(x) adalah acak lokal yang tergantung tempat, dan
’’ adalah acak sisa yang tidak tergantung tempat dan dapat merupakan hasil
dari kesalahan pengamatan atau variasi skala kecil.
Gambar 5. Variasi spasial dari
suatu peubah acak Z dengan teori Regionalized Variables
dibagi menjadi (i) rata-rata
yang menunjukkan perbedaan
pada dua zona (a) dan suatu
kecenderungan (b), (ii) acak
spasial yaitu variasi tidak
teratur yang berhubungan dengan tempat, dan (iii) acak
sisa yang tidak berhubungan
dengan tempat yang dapat
akibat kesdalahan
pengamatan dan variasi skala
kecil
Page 10 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
2.2 Variogram
2.2.1 Model Semi-Variogram Tahap awal dalam analisis geostatistik adalah penentuan suatu fungsi untuk
m(x) yang sama dengan harga rata-rata sampel apabila suatu kecenderungan
tidak terdapat. Dengan demikian, perbedaan yang diharapkan atau rata-rata
dari harga Z antara tempat x dengan x+h yang dipisahkan jarak vektor h adalah
0 hxZxZE (5)
dimana Z(x) & Z(x+h) adalah harga dari peubah acak Z masing-masing pada
lokasi x dan x+h. Variasi perbedaan diasumsikan hanya tergantung pada jarak
diantara kedua tempat sehingga
2
hxZxZE
)(2''2
hhxxE (6)
dimana 2(h) adalah semivariance atau variogram karena bervariasi dengan
jarak tempat, (h) disebut semi-variogram yang sering disingkat dengan
variogram yang sesungguhnya kurang tepat (Clark, 2001), dan *(h) adalah
semi-variogram experimental.
Perbedaan yang tetap (tidak berubah) dan perbedaan yang bervariasi
adalah dua kondisi dari teori peubah wilayah yang memerlukan hipotesis intrinsik. Ini berarti bahwa sisa variasi adalah homogen dalam variasinya
setelah pengaruh struktural diperhitungkan sehingga perbedaan diantara tempat
hanyalah suatu fungsi dari jarak semata diantara tempat tersebut. Untuk suatu
jarak h tertentu, variasi komponen acak dari Z(x) digambarkan dengan
semivariance berikut.
)(2'' hhxxVar (7)
Apabila kondisi untuk hipotesis intrinsik dipenuhi, semivariance dapat diestimasi dari data sampel seperti berikut.
n
i
ii hxzxzn
h1
2
2
1)(* (8)
Penerapan pers (8) diatas relatif mudah sebagaimana diterapkan pada suatu
rangkaian data yang disajikan dalam bentuk grafik dengan h = 1 (Gambar 6).
0
2
4
6
8
0 5 10
Jarak sampel
Harg
a z
Gambar 6. Hasil pengamatan harga z dari 8 titik
sampel pengamatan pada suatu hamparan lahan
Rata-rata = (1+3+6+5+3+1+2+3)/8 = 3,0
Variance = [(1-3)2+(3-3)2+(6-3)2+(5-3)2+(3-
3)2+(1-3)2+
(2-3)2+(3-3)2]/8
= [4+0+9+4+0+4+1]/8 = 2,75
Covariance
(1)
= [(1-3)*(3-3)+(3-3)*(6-3)+(6-3)*(5-
3)+(5-3)*(3-3)+(3-3)*(1-3) + (1-
3)*(2-3)+(2-3*)(3-3)]/7 =
[0+0+6+0+0+2+0]/7 = 1,14
Semivariance (1) = [(1-3)2+(3-6)2+(6-5)2+(5-3)2+(3-1)2+(1-2)2+(2-3)2]/(2*7)
= [4+9+1+4+4+1+1]/14 = = 1,714
Page 11 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
2.2.2 Analisis Semi-Variogram Experimental Analisis semi-variogram percobaan yaitu hubungan antara *(h) dengan h
adalah langkah pertama dari deskripsi kuantitatif variasi wilayah yang
menghasilkan suatu grafik atau model (formula) yang menggambarkan harapan
perbedaan (expected difference) dalam harga antara pasangan sampel dengan
orientasi relatif tertentu. Analisis ini dapat dijelaskan dengan penggunaan suatu
hasil pengeboran biji besi pada suatu wilayah (Tabel 3). Karena jarak antara
titik pengamatan (sampel) yang paling dekat adalah 100 ft (1ft = 0,3048 m), *(h) = 0 pada jarak h = 0.
Analisis semi-variogram experimental pada jarak yang mungkin seperti h =
100 ft dilakukan untuk semua semua pasangan sampel dengan jarak yang
dipertimbangkan pada arah yang dipertimbangkan.
Untuk h = 100 ft dengan orientasi timur-barat (kiri-kanan), jumlah pasangan
sampel n = 36 sehingga
n
i 1
22223238...394040424240
36*2
1)100(*
2(%)46,136*2
105)100(*
Ini akan menghasilkan suatu titik pada hubungan * dengan h yaitu 1,46(%)2
untuk h = 100 ft.
Harga * untuk h = 200 ft dengan orientasi yang sama dan jumlah pasangan
sampel n = 33 adalah
n
i 1
22223229...384240404044
33*2
1)200(*
2(%)30,333*2
218)200(*
Dalam praktek, perhitungan * jarang dilakukan untuk jarak yang lebih besar
dari setengah jarak total yang dalam hal ini 800/2 = 400 ft. Hasil perhitungan * untuk jarak hingga h = 800 untuk orientasi Timur-Barat (EW) dan h = 500
untuk orientasi Utara-Selatan (NS) menunjukkan suatu hubungan yang jelas
dengan jarak dengan bentuk yang mendekati linier pada batas jarak tertentu (Gambar 7).
Tabel 3. Sebaran kadar biji besi (%) dalam bentuk kisi yang diperoleh dari hasil
pengeboran pada suatu wilayah untuk perhitungan experimental semi-variogram
Y/X 0 100 200 300 400 500 600 700 800
0 44 40 42 40 39 37 36
100 42 43 42 39 39 41 40 38
200 37 37 37 35 38 37 37 33 34
300 35 38 35 37 38 36 35
400 36 35 36 35 34 33 32 29 28
500 38 37 35 30 29 38 32 Sumber: (Clark, 2001)
Page 12 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Gambar 7. Hubungan antara semi-
variogram experimental (*) dengan
jarak atau lag (h) dari hasil analisis
sampel kadar biji besi
2.2.3 Model Variogram Tahap berikut dari analisis Geostatistik adalah penentuan model yang tepat
meliput hubungan * dengan h. Ini dapat diawali dengan pengamatan pola
hubungan * dengan h dari hasil analisis data seperti ditunjukkan sebelumnya
(Gambar 7). Hubungan ini menunjukkan peningkatan * dengan peningkatan h
hingga h = 700 untuk orientasi EW dan h = 400 untuk orientasi NS. Pada h = 0,
pasangan sampel berasal dari sampel yang sama sehingga *(0) = 0 yang sama
dengan . Jadi pada dasarnya, liku hubungan * dengan h selalu berangkat dari
titik nol.
Pada kondisi ideal, laju peningkatan * dengan pertambahan h akan
semakin rendah dan akhirnya mendekati nol atau harga * mendekati konstan
yang berarti harga sampel tidak logi tergantung antara satu dengan yang lain.
Ini akan menghasilkan bentuk ideal semi-variogram (Gambar 9a) dari sudut
Geostatistik, yang sama dengan distribusi normal untuk statistik. Keadaan
demikian dapat terjadi pada faktor pertanian seperti sifat tanah yang
menunjukkan beberapa ciri yaitu
(i) Sill yaitu harga * yang konstan pada h yang besar
(ii) Range yaitu h yang menghasilkan sill
(iii) Nugget yaitu harga * pada h = 0 yang merupakan sisa acak atau
estimasi ’’
Istilah sill (ambang), range (kisaran) dan nugget (bongkah) dipertahankan untuk menghindari kerancuan pengertian seperti pengertian kisaran untuk
Range dengan yang lain. Sill adalah harga * yang konstan pada h yang besar,
range adalah h yang menghasilkan sill Range adalah parameter variogram yang sangat penting dalam penentuan
ukuran jendela estimasi (area sekitar titik estimasi untuk interpolasi) yang
merefleksikan perbedaan antar sampel yang tergantung tempat. Dalam batas
range ini, perbedaan harga sampel akan menjadi semakin kecil dengan jarak
tempat sampel (h )yang semakin dekat. Ini menjadi jawaban atas pertanyaan
tentang cara penentuan ukuran jendela estimasi yang tidak boleh melebihi
range. Suatu yang menarik dari sill baik secara matematis maupun terapan adalah bahwa parameter ini sama dengan ragam sampel biasa (s2)
sebagaimana umum dihitung dalam analisis statistik yaitu
Page 13 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
n
i
i zxzn
sSill1
2
1
1dimana
n
i
ixzn
x1
1 (9)
Beberapa model yang biasa digunakan untuk meliput pola sebaran semi-
variogram dengan pertambahan jarak h ditunjukkan berikut ini.
(a) Model Bola (Spehrical Model)
(b) Model Exponesil (Exponential Model)
(c) Model Gauss (Gaussian Model) (d) Model Linier (Linear Model)
(a) Model Bola
3
102
1
2
3)(
a
h
a
hCCh untuk h a (10a)
Ch )( untuk h a (10b)
dimana a = range, h = jarak (lag), C0 = nugget (ragam), dan C0 + C1 = sill.
Model ini digunakan apabila hubungan *h ( = dengan) menghasilkan C0
(nugget) yang tidak besar dengan range dan sill yang jelas (Gambar 8a).
(b) Model Exponensil
a
hExpCCh 1)( 10 (11)
Ini digunakan apabila hubungan *h ( = dengan) menghasilkan C0 (nugget) dan
sill yang meningkat secara perlahan (Gambar 8b).
(c) Model Gauss
2
2
10 1)(a
hExpCCh (12)
Ini digunakan apabila variasi sangat halus dan ragam nugget ’’ sangat kecil
dibandingkan dengan ’(x) yaitu variasi acak spasial atau yang berhubungan
dengan tempat (Gambar 8c).
(d) Model Linier
bhCh 0)( (13)
dimana b = sudut garis linier. Ini digunakan apabila hubungan *h meningkat
secara terus-menerus tanpa sill dalam batas area studi (Gambar 8d).
Ketiga model pertama (a, b & c) disebut juga variogram transitif
(transitive variogram) karena struktur korelasi spasial berubah dengan h, dan
model linier disebut variogram non-transitif (non-transitive variogram).
Hubungan *h untuk kadar biji besi yang dianalisis sebelumnya pada batas h =
400 (EW) dan h = 300 (NS) nampaknya lebih tepat diliput dengan model linier
(Gambar 9) yang menghasilkan b = 0.0159 (%)2 = 0,126% untuk orientasi EW,
dan b = 0,0584 (%)2 = 0,242% untuk orientasi NS. Ini berarti bahwa
perbedaan sebesar 0,126% pada arah EW, dan 0,242% pada arah NS antara dua sampel untuk setiap jarak 1 h = 1 ft.
Dalam penerapan model diatas, harga nugget (C0) hendaknya sekecil
mungkin karena interpolasi tidak akan berarti apabila ragam nugget (’’), sisa
ragam acak yang tidak berhubungan dengan tempat, mendominasi ragam acak
lokal. Ini ditandai dengan harga * yang menunjukkan penurunan yang jelas
Page 14 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
dengan h0. Pada keadaan demikian, estimasi harga z(x) yang terbaik adalah
rata-rata harga sampel dari semua titik pengamatan pada area studi. Suatu semi-variogram yang kacau (noisy) merupakan pertanda dari jumlah sampel
yang terbatas. Sebagai pegangan, jumlah sampel sekitar 50-100 paling sedikit
diperlukan untuk menghasilkan suatu semi-variogram yang layak (stabil),
tergantung pada jenis variasi spasial yang diamati, sekalipun liku permukaan
halus dibentuk dari jumlah data yang lebih sedikit.
Gambar 8. Model variogram yang umum digunakan untuk meliput hubungan *
dengan h
Gambar 9. Analisis hubungan *h
dari hasil pengamatan sampel kadar
biji besi dengan Model Linier
Page 15 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
2.2.4. Anisotropi Anisotropi adalah pendekatan analisis semi-variogram melalui perubahan bentuk
jendala estimasi, misalnya dari bentuk lingkaran ke bentuk elips sehingga
menjadi petunjuk dari pola pengaruh arah. Hasil pendekatan ini dapat
dibaurkan oleh perbedaan arah yang terjadi akibat jumlah sampel yang tidak cukup untuk mendapatkan estimasi yang baik pada semua arah. Jika pengaruh
arah diabaikan, semi-variogram yang dianalisis disebut isotopik yang merata-
ratakan harga semi-variogram dari semua arah.
Umpamakan data yang diamati berasal dari titik pengamatan yang tersebar
dalam bentuk kisi teratur (transek). Dalam banyak kasus, sebaran titik pengamatan tidak teratur sehingga pilihan bentuk jendela estimasi jatuh pada
bentuk bulat (lingkaran) yang berpusat pada titik estimasi (Gambar 11). Ukuran
jendela hendaknya tidak lebih dari setengah ukuran total area studi. Perbedaan
range atau sill yang terjadi dengan perbedaan ukuran b mendandakan bahwa
variasi spasial berubah dengan arah yang dapat dijumpai pada sedimen yang
tersebar tegak lurus atau sejajar aliran sungai.
b
Gambar 10. Pendekatan
anisotropi dengan jendala
estimasi bentuk lingkaran untuk
estimasi semi-variogram pada
suatu arah ()
2.3. KRIGING
2.3.1 Kriging Dasar Hasil analisis model variogram pada semi-variogram experimental sebagai fungsi
dari jarak dengan ragam acak sisa yang kecil dapat digunakan untuk
menentukan pembobo i) yang dibutuhkan dalam interpolasi. Prosedur
perhitungan sama dengan yang digunakan untuk pembobot interpolasi dengan rata-rata yang berubah (Inverse Distance Interpolation) kecuali pembobot dalam
kriging diturunkan dari analisis geostatistik data. Harga suatu faktor yang benar
(true) pada suatu tempat (titik), z(x0), diperoleh dari persamaan berikut
)(.)('1
0 i
n
i
i xzxz
11
n
i
i
Pembobot i dipilih sehingga estimasi z’(x0) tidak berpihak (unbiased), dan
estimasi ragam kurang dari yang untuk setiap kombinasi linier dari data
pengamatan. Ragam minimum [z’(x0)-z(x0)], prediktor kesalahan, atau ragam
kriging diberikan persamaan berikut.
0
1
2 ,ˆ xxi
n
i
ie (14)
Page 16 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
yang diperoleh saat
0
1
,, xxxx jji
n
i
i
untuk semua j (15)
Kuantitas (xi,xj) adalah semi-variogram dari z antara tempat sampel xi
dengan xj ; (xi,x0) adalah semi-variogram antara tempat sampel xi dengan
tempat yang tidak diamati x0 tidak. Kedua kuantitas ini diperoleh dari hasil
analisis semi-variogram experimental dengan model variogram. Parameter
adalah Lagrange multiplier yang dibutuhkan untuk minimalisasi. Interpolasi
demikian disebut kriging dasar (ordinary) yang merupakan interpolator pasti
selama persamaan diatas digunakan . Harga interpolasi atau rata-rata lokal terbaik akan serupa dengan harga pada titik data. Pada pemetaan, harga akan
diinterpolasi untuk titik pada kisi regular yang lebih halus dari jarak antar
sampel jika itu sendiri dalam bentuk kisi. Estimasi ragam kriging dapat juga
dipetakan untuk memberikan informasi tentang kelayakan interpolasi pada area
studi. Simpangan baku (standard deviation) kriging, sebagai pengganti sering
ragam kriging, sering juga dipetakan karena mempunyai satuan yang sama
dengan estimasi harga faktor yang dianalisis.
2.3.2 Aplikasi Kriging Dasar Pada tahap awal, analisis dibatasi pada 2 jumlah sampel pengamatan untuk
kemudahan analisis (Gambar 12). Semi-variogram experimental pada area
studi diasumsikan mengikuti model bola (spherical) dengan harga parameter C0
= 2,5, C1 = 7,5 dan a = 10,0, sehingga model bola akan nampak seperti berikut.
3
102
1
10*2
35,75,2)(
hhh
Gambar 11. Posisi titik sampel pengamatan (1 & 2) dan estimasi (?)
Tahapan langkah perhitungan estimasi harga z(x) dilakukan pada titik x =
1,5 & y = 4 dengan harga z(1) = 4 dan z(2) = 6 adalah sebagai berikut
1. Matrix jarak antar titik pengamatan sampel
No. x y z
1 1 3 4
2 3 7 6
3 1,5 4 ?
Page 17 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Berdasarkan data koordinat titik sampel (x,y) yang disajikan pada table diatas,
jarak antara titik pengamtan sampel dapat mudah dihitung dengan penggunaan
hukum Pythagoras yang menghasilkan matrix jarak berikut (No. 1 & 2
menunjukkan titik sampel)
No. 1 2
1 0.000 4.472
2 4.472 0.000
2. Vektor jarak
Dengan pendekatan diatas, jarak antar titik estimasi dengan titik pengamatan sampel adalah sebagai berikut
i 0
1 1.12
2 3.35
3 1.00
3. Matrix A & b
Substitusi harga pada matix jarak dan vektor jarak diatas akan menghasilkan
matrix A dan b berikut
Matrix [A]
A = i 1 2 3
1 2.500 7.196 1.000
2 7.196 2.500 1.000
3 1.000 1.000 1.000
Matrix [b]
B = i
1 3.753
2 6.132
3 1.000
Catatan : penambahan kolom atau baris dengan harga 1 adalah untuk
memastikan bahwa jumlah pembobot adalah 1
4. Inversi Matrix A = [A]-1 Karena pembobot diperoleh dari hasil perkalian matrix maka, matrix [A] harus
diinversi. Karena [A]/[A] = [A]x[A]-1 = 1, inversi matrix [A] dapat diperoleh
dengan cara berikut.
Perhitungan harga komponen matrix [A]-1 dilakukan secara bertahap seperti
berikut.
Page 18 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Sebagai contoh
(2,500 x a11)+(7,739 x a21) + (1,000 x a31) = 1
(7,739 x a11)+(2,500 x a21) + (1,000 x a31) = 0
(1,000 x a11)+(1,000 x a21) + (1,000 x a31) = 0
Prosedur diatas, yang jarang dilakukan untuk mendapatkan inversi matrik
besar karena kesulitannya, menghasilkan Matrix [A]-1 berikut
A = i 1 2 3
1 -0.035 0.156 -0.121
2 0.156 -0.035 -0.121
3 -0.121 -0.121 1.243
5.Pembobot
Harga diperoleh dari hasil kali matrix [A]-1 dengan matrix [b] diatas seperti
berikut
No. [A]-1*[b]
1 0.71 0.74
2 0.25 0.26
3 0.04
6. Estimasi harga z(x0) Harga z(x0) diperoleh dari hasil kali z(xi>0), yang disajikan pada table diatas
(lan
z(x0) = (0,74 x 4) +(0,26 x 6) = 4,53
2.4 Kriging PCRaster
Interpolasi dengan geostatistik pada hakekatnya ditujukkan untuk pemataan faktor yang dipertimbangkan. Ini hampir tidak mungkin dilakukan secara
manual seperti prosedur yang diuraikan diatas sekalipu jumlah titik pengamatan
sedikit karena estimasi harga faktor akan dilakukan pada banyak titik. PCRaster
adalah suatu perangkat lunak untuk analisis spasial yang dapat digunakan untuk
analisis semi-variogram dan kriging. Perangkat ini, yang dikembangkan di
Utrecht University, The Netherland, dilengkapi dengan Cartographic Modeling, Dynamic Modelling dan Geostatistical Interpolation dalam suatu
lingkungan yang interaktif sehingga menjadi sangat mumpuni dalam analisis
geostatistik (Van Deursen &
Wesseling, 1992).
PCRaster telah digunakan
secara luas untuk analisis berbagai aspek lingkungan (Van
Deursen, 1995; Karssenberg et
al., 1997; Karssenberg, 2002).
Perangkat lunak ini juga berhasil
dengan baik diterapkan untuk
analisis spasial hidrologi seperti
curah hujan, resapan air dan lokasi banjir pada wilayah DAS
Brantas, Jawa Timur (Sitompul,
2006). Penggunaan PCRaster
untuk analisis semi-variogram
curah hujan pada DAS Brantas
ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Analisis sem-variogram (A) dan
kriging sebaran curah hujan dengan model
linier (B) dan Bola (C) pada DAS Brantas
Page 19 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
Hasil analisis ini kemudian menjadi dasar untuk interpolasi dengan kriging yang
juga dilakukan dengan PCRaster (Gambar 13).
Gambar 13. Hasil kriging dengan model Linier dan bola
REFERENSI
Amstrong, M., 1998. Basic Linear Geostatistics. Springer-Verlag, Berlin
Clark, I., 2001. Practical Geostatistics. Geostokos Ltd., Allon Business Centre,
Whins Rd, Allon, Central Scotland
Burrough, P.A. and McDonnell, R.A., 2000. Principles of Geographical
Information Systemes. Spastial Information Systems and Geostatistics.
Oxford Univ. Press. pp. 98-161
Englund, A. and Sparks, A. 1991. GEO - EAS 1.2.1 User's Guide. Environmental Monitoring Systems Laboratory Office Of Research And
Development U.S. Environmental Protection Agency Las Vegas, Nevada
89119. 186 p
Oliver, M.A. (2010). Geostatistical Applications for Precision Agriculture.
Springer Dordrecht Heidelberg London New York, Springer, DOI
10.1007/978-90-481-9133-8 Sitompul, S.M., 2006. Pengembangan model pengelolaan sistem tata-guna
sumberdaya air (STASDA): Optimalisasi hidrologi DAS dengan perubahan
tutupan lahan. Laporan Riset Unggulan Terpadu, Kementerian Riset dan
Teknologi
Van Deursen, W.P.A. and Wesseling, C., 1992. The PC RASTER
package, Department of Physical Geography, The University of Utrecth, The Netherland
Van Deursen, W.P.A., 1995. Geographical Information Systems and
Dynamic Models: development and application of a prototype
spatial modelling language. Doctor's dissertation, Utrecht
University, NGS 190.
Karssenberg, D., 2002. Building dynamic spatial environmental models.
Doctor's dissertation, Utrecht University. Karssenberg, D., Wesseling, C.G., Burrough, P.A. and Van Deursen, W.P.A.,
1997. A simplified hydrological runoff model.
PROPAGASI A. Penguasaan Materi (Membaca dan Menulis kembali)
Penguasaan materi dapat dilakukan dengan membaca modul ini secara
Page 20 of 20
Fisiologi Tanaman/Pengenalan/S.M. Sitompul 2015 The University of Brawijaya
cermat yang diikuti dengan membuat catatan/ringkasan dari setiap bagian
dengan cara dan bahasa sendiri.
B. Pendalaman Materi (Studi Literatur)
Pendalaman materi dapat dilakukan dengan studi literatur untuk materi yang dianggap perlu didalami lebih lanjut baik karena tidak jelas atau menarik
untuk mendapat informasi lebih rinci.
C. Pemantapan (Latihan/Evaluasi Mandiri)
Pemantapan dapat dilakukan dengan membuat pertanyaan yang dapat
timbul dari setiap bagian materi pembelajaran seperti yang disajikan dibawah ini, dan menjawab pertanyaan tersebut. Ini dapat diikuti dengan
pemecahan masalah atau permasalahan (problematik) yang relevan.
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan geostatistik?
2. Apa yang dimaksud dengan interpolasi?
3. Apa yang dimaksud dengan kriging?
Problematik
Masalah atau problematik untuk dipecahkan sendiri atau dalam diskusi
kelompok dapat berasal dari materi pembelajaran, studi pustaka dan dari
lapangan yang berhubungan dengan topik pembelajaran.
D. Pengembangan (Diskusi Kelompok) Pengembangan kompetensi dapat dilakukan dengan diskusi kelompok
(kelompok studi) untuk
(a) evaluasi kemampuan yang berkembang dengan upaya yang telah
dilakukan,
(b) mengembangkan kemampuan mengemukakan apa yang telah diketahui
secara ilmiah (logis dan sistematis), dan (c) untuk membagi kemampuan/pengetahuan antara anggota kelompok
diskusi
E. Entrepreneurship
Kompetensi entrepreneurship dapat dilakukan secara mandiri dan diskusi
untuk menggali (explorasi) kegiatan yang dapat dilakukan sebagai bidang usaha (entrepreneurship) seperti
(a) Usaha Jasa/Konsultasi
(b) Usaha Kreatif (E-Commerce)
(c) Usaha Produksi/Lapangan