Genetic Abnormalities

download Genetic Abnormalities

of 45

Transcript of Genetic Abnormalities

GENETIC ABNORMALITIES 'PROGERIA' (EARLY CHILDHOOD PARENT)

Progeria is a genetic disorder that is very rare. Progeria comes from the Greek meaning geras old age. So the patient is experiencing premature aging with speeds that range from 4-7 times the normal aging process. Concrete example, if the children who have progeria age of 10 years, the appearance will look like the people aged 40-70 years. That is, all the boy's organs, including the respiratory organs, heart, and joints are experiencing vulnerability.

According to scientific explanation, there has been a single gene mutation in the gene LMNA is responsible for the formation of the protein lamin A and lamin C. This protein is responsible menstabilitasi membrane of the nucleus in cells (inner membrane). Presumably the instability due to a mutation that causes premature aging in children with progeria. Unfortunately, so far the results of his research is still limited to that.

To be sure, said a pediatrician who study this field of clinical genetics, gene mutation can happen to anyone. The process takes place in sporadic or can suddenly appear and can be experienced by anyone. "At first there is a suspect, the disease is recessive. That is, derived from the father-mother-containing gene that was mutated. But in fact, did not show up on their progeria. So, what the exact cause is still being studied, " The case of progeria was first put forward by Dr. Jonathan Hutchinson in 1886 and by Dr. Hastings Gilford eleven years later. So the disease is often referred to as Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS).

IDENTIFY CLINICAL SYMPTOMS

Progeria is different from other diseases which usually can be detected in infancy, even while still in the womb. This disease would appear after the child was one year old. No wonder that in the age range 0-1 years he seems normal, just after the new age it will be obvious process. Neonatology experts, and then mention some clinical symptoms of progeria is enough to make chilling shudder. For example, the original bushy hair then falls out and never grow again, the blood vessels in the head was clear, the fatty tissue under the skin is reduced and even disappear so that the skin becomes wrinkled, and nails do not grow perfectly curved and fragile but growing. In addition, there is hardening of the joints, broken or fractured bones that never healed and bone loss. Dental teeth grew too late, even some that do not grow at all in addition to irregular arrangement. Symptoms that can be fatal is if you have blood vessel stiffness. Especially when rigidity occurs in blood vessels of the heart, then most likely the patient will have a heart attack or stroke. Coronary arteries must be considered as a major cause of death among people with progeria. One of the solutions is the operation "by pass." As a result of the same gene mutation, progeria patients with bone development will be disrupted and bone degeneration. That way, when bone growth is calculated only half or even one-third of normal bone growth of children his age. So if considered carefully, concerned it would look like an old man. Even so, the eyes of a patient never underwent cataract progreria like the elderly.

Fortunately, the factor of intelligence or ability to think of children with developmental progreria undisturbed. It's just psychological, maybe it is relatively sensitive because he felt he was different from her friends or can not agile as his age. They can only make games that do not require much effort because it is easily tired.

Can not be cured Fortunately again, the population of patients with progeria are still very rare, estimated that only one of eight million people. Even in suspected cases of progeria around the world just experienced by 30-40 people. So at least the case that appears, do not be surprised if the studies on this disease is still not a lot.

Which makes the heart sad, on average progeria sufferers can survive only until the age of 14 years. Can be counted on fingers of progeria patients who could reach the age of 20 years. Perhaps only one or two people, because their organs such as the elderly. Try 14 multiplied by seven, at the age that her condition was such as people aged 98 years. Sadly, to date there is no treatment or treatment at all for people with progeria. Treatment can be done is merely symptomatic or deal with the symptoms that arise and instead treat the disease itself. So when the heat progeria child, he will be given if the fever-lowering drugs and diarrhea will be given antidiarrheal medications. While the stiffness of joints is minimized with physiotherapy.

KELAINAN GENETIK 'PROGERIA' (ANAK KECIL TUA)

Progeria adalah kelainan genetik yang memang sangat jarang terjadi. Progeria berasal dari bahasa Yunani yaitu geras yang berarti usia tua. Jadi si penderita mengalami penuaan dini dengan kecepatan yang berkisar 4-7 kali lipat dari proses penuaan normal. Contoh konkretnya, bila si anak yang mengalami progeria berumur 10 tahun, maka penampilannya akan tampak seperti orang berusia 40-70 tahun. Artinya, semua organ tubuh si bocah, termasuk organ pernapasan, jantung, maupun sendi-sendinya sudah mengalami kerentaan.

Menurut penjelasan ilmiahnya, telah terjadi mutasi gen tunggal yaitu pada gen LMNA yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein lamin A dan lamin C. Protein ini bertugas menstabilitasi selaput dalam dari inti sel (inner membrane). Diduga ketidakstabilan karena mutasi itulah yang menyebabkan terjadinya penuaan dini pada anak-anak penderita progeria. Sayangnya, sampai sejauh ini hasil penelitiannya masih sebatas itu.

Yang pasti, kata dokter spesialis anak yang mendalami bidang genetika klinik ini, mutasi gen bisa terjadi pada siapa saja. Prosesnya berlangsung secara sporadik atau bisa tiba-tiba muncul dan dapat dialami siapa pun. Tadinya ada yang menduga, penyakit ini bersifat resesif. Artinya, didapat dari ayah-ibu yang mengandung gen yang mengalami mutasi tadi. Tetapi nyatanya pada mereka progeria tak muncul. Jadi, apa penyebab pastinya masih diteliti, Kasus progeria pertama kali dikemukakan oleh Dr. Jonathan Hutchinson pada tahun 1886 dan oleh Dr. Hastings Gilford sebelas tahun kemudian. Sehingga penyakit ini sering disebut sebagai Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS).

KENALI GEJALA KLINIS

Progeria berbeda dengan penyakit-penyakit lain yang biasanya sudah bisa terdeteksi saat masih bayi, bahkan selagi masih dalam kandungan. Penyakit ini justru muncul setelah anak berusia satu tahun. Tak heran kalau di rentang usia 0-1 tahun ia kelihatannya normal-normal saja, baru selewat usia itu akan terlihat jelas proses penuaannya.

Ahli neonatologi, kemudian menyebut beberapa gejala klinis progeria yang cukup membuat bulu kuduk bergidik. Umpamanya, rambut yang semula lebat kemudian rontok dan tak tumbuh lagi, pembuluh darah di bagian kepala tampak jelas, jaringan lemak di bagian bawah kulit berkurang bahkan menghilang sehingga kulit menjadi keriput, dan kuku tak tumbuh sempurna tapi tumbuh melengkung serta rapuh. Selain itu, ada pengerasan di persendian, tulang patah atau retak yang tak kunjung sembuh maupun pengeroposan tulang. Gigi geliginya terlambat tumbuh, bahkan ada juga yang tak tumbuh sama sekali selain tak teratur susunannya.

Gejala yang bisa berakibat fatal adalah jika mengalami kekakuan pembuluh darah. Terlebih bila kekakuannya terjadi di pembuluh darah jantung, maka kemungkinan besar si penderita akan mendapat serangan jantung atau stroke. Pembuluh darah jantung mesti

diperhatikan karena menjadi penyebab utama kematian di kalangan penderita progeria. Salah satu jalan keluarnya adalah operasi by pass.

Akibat adanya mutasi gen itu pula, perkembangan tulang penderita progeria akan terganggu dan mengalami degenerasi tulang. Dengan begitu, kalau dihitung-hitung pertumbuhan tulangnya cuma setengah atau bahkan sepertiga dari pertumbuhan tulang anak normal seusianya. Makanya kalau diperhatikan dengan saksama, yang bersangkutan akan terlihat seperti orang yang sudah tua. Meski begitu, mata seorang penderita progreria tidak pernah mengalami katarak layaknya kaum lanjut usia.

Untungnya, faktor intelegensi atau perkembangan kemampuan berpikir anak penderita progreria tidak terganggu. Hanya saja secara psikologis, mungkin ia relatif sensitif karena merasa dirinya berbeda dari teman-temannya atau tak bisa selincah anak seusianya. Mereka hanya bisa melakukan permainan-permainan yang tak membutuhkan banyak tenaga karena mudah capek.

Tak bisa diobati Untungnya lagi, populasi penderita progeria masih sangat jarang, diperkirakan hanya satu dari delapan juta orang. Bahkan di seluruh dunia diduga kasus progeria cuma dialami oleh 30-40 orang. Saking sedikitnya kasus yang muncul, tak heran bila penelitian-penelitian mengenai penyakit ini masih belum banyak.

Yang membuat hati miris, rata-rata penderita progeria hanya bisa bertahan hidup hingga umur 14 tahun. Dapat dihitung dengan jari penderita progeria yang bisa mencapai usia 20 tahunan. Mungkin hanya satu atau dua orang saja, karena organ tubuhnya seperti orang tua. Coba 14 dikalikan tujuh, di usia itu kondisi tubuhnya sudah seperti orang yang berusia 98 tahun.

Sedihnya lagi, hingga saat ini tidak ada terapi atau pengobatan sama sekali bagi para penderita progeria. Pengobatan yang bisa dilakukan baru sebatas simptomatik atau menangani gejala-gejala yang timbul dan bukannya mengobati penyakit itu sendiri. Jadi bila anak progeria panas, ia akan diberi obat penurun demam dan kalau diare akan diberi obat antidiare. Sementara kekakuan sendi-sendinya diminimalkan dengan fisioterapi.

KIDNEYS - POLYCYSTIC KIDNEY DISEASE Polycystic kidney disease (PKD) is a genetic condition characterised by the growth of cysts on the kidneys. There is currently no cure but medical treatment can manage symptoms and reduce the risk of complications. Complications may include urinary tract infections, high blood pressure and kidney failure. Polycystic kidney disease (PKD) is usually an inherited condition. It belongs to a group of diseases known as cystic kidney disease. Faulty genes cause abnormal blisters of fluid (cysts) to grow in the kidneys. Both kidneys are usually affected but one may develop the cysts earlier than the other. The cysts continue to grow until they compress the healthy tissue and stop the kidneys from working properly. The kidneys get larger along with the cysts, which can number in the thousands. Polycystic kidney disease is a common cause of kidney failure and equally affects men and women of different ethnic backgrounds. Men usually progress faster to kidney disease, although it is unclear why this occurs. There is currently no cure but the disease can be managed and research into treatment options is ongoing. The two major inherited forms of polycystic kidney disease are:y y

Autosomal dominant PKD Autosomal recessive PKD.

Autosomal dominant PKD This is the most common inherited form of polycystic kidney disease. A parent with autosomal dominant PKD has a 50 per cent chance of passing the faulty gene and associated disease to each of their children. If a person doesnt inherit the gene, there is no chance of their children inheriting the gene because it never skips a generation. Occasionally, a person develops the disease when there is no family history. It is thought that a different inheritance pattern or perhaps a genetic mutation may be responsible. Like inherited PKD, the affected person has a 50 per cent chance of passing the faulty gene and associated disease to each of their children. Autosomal dominant PKD can lead to kidney failure.

Symptoms of autosomal dominant PKD

There may be no symptoms in the early stages. The cysts usually start growing during the teenage years. As the cysts replace healthy tissue, the outline of the kidneys looks irregular or moth-eaten. Symptoms and signs usually develop between the ages of 30 and 40 (but can begin earlier), and may include: High blood pressure (may occur before cysts appear) Pain in the back or sides Headaches Enlarged and painful abdomen Blood in the urine (haematuria) Urinary tract infections Kidney stones Liver and pancreatic cysts Abnormal heart valves Aneurysms in the brain Diverticulosis (the development of abnormal pouches in the walls of the large intestine) Abdominal wall hernias. Autosomal recessive PKD This is a less common inherited form of polycystic kidney disease. Signs begin in the early months of life or even while the baby is still developing in the uterus (womb). Autosomal recessive PKD is sometimes called infantile PKD. Children born with autosomal recessive PKD often develop kidney failure within a few years of birth and experience liver problems as they grow into adults. Symptoms of autosomal recessive PKD Symptoms and signs in severely affected babies can include: Reduced amniotic fluid surrounding the baby in the uterus An unusual shape to the face due to the lack of amniotic fluid (Potter facies) Enlargement of the childs abdomen due to enlarged kidneys, liver or spleen Heart defects Underdeveloped lungs Kidney failure at birth or in the first few weeks of life.

Diagnosis of polycystic kidney disease The severe symptoms of autosomal recessive PKD usually result in a prompt diagnosis. However, in most cases of autosomal dominant PKD, a persons physical condition can appear normal for many years. Physical check-ups or blood and urine tests may not always identify the disease. It is often detected during medical investigations for other health problems, such as urinary tract infections. At other times, the disease isnt discovered until the kidneys fail. Diagnosis of PKD may involve a number of tests including:y y y y y

y

Physical examination can detect symptoms such as high blood pressure or enlarged kidneys. Blood tests to assess kidney function. Urinalysis blood or protein (or both) may be found in the urine. Ultrasound a simple, non-invasive test that can identify even quite small cysts. Computed tomography (CT) and magnetic resonance (MRI) scans these may be required if the results from the ultrasound are inconclusive or if more information is needed. These techniques can detect very small cysts. Genetic testing this is not a routine test but may be used for family testing. The presence of the abnormal genetic material can be detected with special blood tests. Genetic counselling is available for affected couples.

Treatment of polycystic kidney disease There is no cure for PKD. However, regular monitoring of the kidneys and treatment for the associated complications can help to maintain health and prolong a persons lifespan. Common complications and their treatments include:y y y y

y

y

Trauma consider avoiding contact sports if your kidneys, liver, spleen or abdomen are enlarged. A strong blow to the belly could injure affected organs. High blood pressure controlling high blood pressure is very important. Antihypertensive medications may be prescribed. Blood in the urine fluids, analgesics, antibiotics and bed rest may be recommended. Urinary tract infections symptoms may include frequency to urinate, painful urination and fever. Consult with your doctor immediately about treatment with antibiotics. An untreated urinary tract infection can spread to the kidneys. Kidney failure this is treated by dialysis, which is a procedure to remove waste products and extra water from the body by filtering the blood through a special membrane. A kidney transplant is another treatment option. PKD does not redevelop in the transplanted kidney. Liver cysts these do not usually affect liver function. Non-surgical management may include avoiding hormone replacement therapy (HRT), also known as hormone therapy (HT). Surgery may occasionally be needed to drain cysts or remove diseased parts of the liver. Rarely, a liver transplant is needed.

Clinical trials have begun in Australia to test medication that alters the production of fluid by the kidney and appears to slow down cyst formation. Self-care suggestions for polycystic kidney disease Be guided by your doctor but self-care suggestions may generally include: Changing your diet this may help to manage some symptoms. Dietary changes may include reducing salt, protein, cholesterol (fats) and caffeine. Dietary changes should be made only after discussion with your doctor or dietitian and will depend on your test results. o Making healthier lifestyle choices for example, participate in regular and moderate physical activity and maintain an appropriate weight for your height and build. Not smoking is strongly advised. o Avoiding non-steroidal anti-inflammatory medications (NSAIDs) these should not be taken without medical advice as they can worsen kidney function.o

Your doctor will give you detailed instructions on how to best take care of yourself. Follow these instructions carefully. Things to remembery y y

Polycystic kidney disease (PKD) is an inherited condition characterised by the growth of cysts on the kidneys. The disease may have no symptoms until it is well advanced. There is currently no cure for PKD but treatment can reduce or prevent complications and prolong the persons lifespan.

PENYAKIT GINJAL POLIKISTIK

Penyakit ginjal polikistik (PKD) adalah suatu kondisi genetik yang ditandai oleh pertumbuhan kista pada ginjal. Hingga saat ini belum ada obatnya tetapi pengobatan medis dapat mengatasi gejala dan mengurangi risiko komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi infeksi saluran kemih, tekanan darah tinggi dan gagal ginjal. Penyakit ginjal polikistik (PKD) biasanya merupakan kondisi warisan. Merupakan sekelompok penyakit yang dikenal sebagai 'penyakit ginjal kistik'. Gen yang rusak menyebabkan lepuh abnormal cairan (kista) tumbuh di ginjal. Kedua ginjal biasanya terpengaruh, tetapi salah satunya dapat terkena kista lebih awal dan terus berkembang. Kista terus tumbuh memampatkan jaringan sehat dan dapat menyebabkan ginjal berhenti bekerja dengan baik. Kerja ginjal semakin berat bersama dengan kista, yang jumlahnya ribuan. Penyakit ginjal polikistik terjadi karena gagal ginjal dan dapat berpengaruh pada pria maupun wanita dengan latar belakang etnis yang berbeda. Pria biasanya lebih mudah untuk mengidap penyakit ginjal, meskipun tidak jelas mengapa hal ini terjadi. Saat ini belum ada obatnya tetapi penyakit ini dapat diatasi dan penelitian pilihan pengobatan sedang dilakukan. Dua bentuk warisan utama dari penyakit ginjal polikistik adalah: y y PKD autosomal dominan Autosomal resesif PKD

PKD Autosomal Dominan Merupakan bentuk warisan paling umum dari penyakit ginjal polikistik. Salah satu dari orangtua dengan autosomal dominant PKD memiliki kesempatan 50 persen dari gen yang rusak mewarisi penyakit terkait untuk tiap - tiap anak. Jika seseorang tidak mewarisi gen, tidak ada kesempatan untuk anak-anak mereka mewarisi gen tersbut. Kadang-kadang, seseorang mewarisi penyakit tanpa riwayat keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena pola warisan yang berbeda atau mungkin karena mutasi genetik. Autosomal dominant PKD dapat menyebabkan gagal ginjal. Gejala autosomal dominant PKD Mungkin terlihat gejala pada tahap awal. Kista biasanya mulai tumbuh pada umur- umur remaja. Kista menggantikan jaringan sehat, garis dari ginjal-ginjal terlihat tidak teratur atau seperti'dimakan ngengat'.

Gejala dan tanda-tanda biasanya berkembang antara usia 30 dan 40 (tetapi dapat pula terjdi umur sebelumnya), dan gejala gejala tersebut dapat berupa: Tekanan darah tinggi (mungkin terjadi sebelum kista muncul) Nyeri pada punggung atau sisi Sakit kepala Pembesaran dan sakit perut Darah dalam urin (hematuria) Infeksi saluran kemih batu ginjal Hati dan kista pankreas Katup jantung abnormal Aneurisma di otak Divertikulosis (pengembangan kantong abnormal pada dinding usus besar) Dinding perut hernia. Autosomal Resesif PKD Merupakan bentuk warisan kurang umum dari penyakit ginjal polikistik. Tanda-tanda dimulai pada bulan-bulan awal kehidupan atau bahkan saat bayi masih berkembang dalam rahim (rahim). PKD autosomal resesif kadang-kadang disebut 'PKD kanakan'. Anak-anak lahir dengan autosomal resesif PKD sering mengidap penyakit gagal ginjal dan berkembang dalam beberapa tahun lahir dan mengalami gangguan hati saat mereka tumbuh menjadi dewasa.

Gejala PKD autosomal resesif Gejala dan tanda-tanda pada bayi yang terkena dampak tersbut dapat berupa: Kurangnya cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim Bentuk yang tidak biasa untuk wajah karena kurangnya cairan ketuban (Potter fasies) Pembesaran perut anak karena diperbesar ginjal, hati atau limpa Cacat jantung Paru- paru tidak berkembang Gagal ginjal pada saat lahir atau dalam beberapa minggu pertama kehidupan.

Diagnosis penyakit ginjal polikistik Gejala-gejala PKD autosomal resesif pada kondisi yang parah biasanya dapat didiagnosis dengan cepat. Namun, pada kebanyakan kasus autosomal dominant PKD, kondisi fisik seseorang bisa tampak normal selama bertahun-tahun. Hasil check-up atau tes darah dan urin mungkin tidak selalu mengidentifikasi penyakit ini. Hal ini sering terdeteksi selama pemeriksaan medis untuk masalah kesehatan lainnya, seperti infeksi saluran kemih. Pada saat tertentu, penyakit ini tidak ditemukan sampai pada gagal ginjal. Diagnosis PKD dapat melibatkan sejumlah tes termasuk: Pemeriksaan fisik, mendeteksi gejala seperti tekanan darah tinggi atau ginjal membesar. Tes darah untuk menilai fungsi ginjal Urinalisis darah atau protein (atau keduanya) dapat ditemukan dalam urin. USG sederhana, tes non-invasif yang dapat mengidentifikasi kista bahkan cukup kecil. Computed tomography (CT) dan Magnetic Resonance (MRI) scan, mungkin diperlukan jika hasil dari USG tidak meyakinkan atau jika lebih banyak informasi yang diperlukan. Teknik ini dapat mendeteksi kista sangat kecil. Pengujian genetik ini bukan tes rutin tetapi dapat digunakan untuk pengujian keluarga. Kehadiran materi genetik abnormal tersebut dapat dideteksi dengan tes darah khusus. Konseling genetik yang tersedia untuk pasangan yang terkena dampak. Pengobatan penyakit ginjal polikistik Tidak ada obat untuk PKD. Namun, pemantauan rutin terhadap ginjal dan pengobatan untuk komplikasi yang terkait dapat membantu untuk menjaga kesehatan dan memperpanjang umur seseorang. Komplikasi umum dan pengobatannya mencakup : o Trauma, mempertimbangkan menghindari olahraga kontak jika ginjal, hati, limpa atau perut yang membesar. Pukulan yang kuat untuk perut bisa melukai organ tubuh yang terkena. o Tekanan darah tinggi, mengontrol tekanan darah tinggi sangat penting. Obat antihipertensi dapat diresepkan. o Darah dalam urin, cairan, analgesik, antibiotik cukup o Infeksi saluran kemih, gejala yang mungkin dapat berupa frekuensi buang air kecil terus menerus, buang air kecil sakit dan demam. Konsultasikan dengan dianjurkan istirahat yang

dokter dengan segera tentang pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran kemih yang tidak diobati dapat menyebar ke ginjal. o Gagal ginjal, diobati dengan dialisis, yang merupakan cara untuk menghapus produk limbah dan air tambahan dari tubuh dengan menyaring darah melalui membran khusus. Sebuah transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan. PKD tidak terjadi kembali dalam transplantasi ginjal. o Hati Kista, biasanya tidak mempengaruhi fungsi hati. Manajemen non-bedah dapat meliputi menghindari terapi penggantian hormon (HRT), juga dikenal sebagai terapi hormon (HT). Pembedahan kadang-kadang mungkin diperlukan untuk mengalirkan kista atau menghapus bagian-bagian hati yang sakit. Transplantasi hati jarang diperlukan. Uji klinis telah mulai di Australia untuk menguji obat yang mengubah produksi cairan oleh ginjal dan untuk memperlambat pembentukan kista. Perawatan diri saran untuk penyakit ginjal polikistik dapat dipandu oleh dokter pribadi, tetapi perawatan diri, saran secara umum meliputi: o Mengubah diet Anda, ini dapat membantu untuk mengatasi beberapa gejala. Perubahan diet mungkin termasuk mengurangi garam, protein, kolesterol (lemak) dan kafein. Perubahan pola makan harus dilakukan hanya setelah diskusi dengan dokter atau ahli diet dan tergantung pada hasil tes Anda. o Membuat pilihan gaya hidup sehat, misalnya berpartisipasi dalam kegiatan fisik secara teratur dan moderat dan mempertahankan berat badan yang sesuai dengan tinggi badan. Tidak merokok sangat disarankan. o Menghindari non-steroid anti-inflamasi (NSAID), ini tidak boleh diambil tanpa saran medis karena mereka dapat memperburuk fungsi ginjal. Dokter Anda akan memberikan petunjuk rinci tentang cara terbaik untuk mengurus diri sendiri. Ikuti petunjuknya dengan cermat. Hal yang perlu diingat y Penyakit ginjal polikistik (PKD) adalah suatu kondisi warisan ditandai oleh pertumbuhan kista pada ginjal. y Penyakit ini mungkin tidak memiliki gejala sampai dengan kondisi tertentu.

y

Saat ini tidak ada obat untuk PKD tetapi pengobatan untuk mengurangi atau mencegah komplikasi dan memperpanjang umur seseorang.

TREACHER COLLINS SYNDROME Treacher Collins syndrome is a genetic disorder that affects the growth and development of the head. This condition causes facial birth defects, cleft palate and hearing loss. In most cases, the child's intelligence is normal. Treatment includes reconstructive craniofacial surgery. Treacher Collins syndrome is also known as mandibulofacial dysostosis or Franceschetti syndrome. Treacher Collins syndrome is a genetic disorder that affects growth and development of the head. It prevents the skull, cheek and jawbones from developing properly, causing facial defects and hearing loss. About one child in every 50,000 is affected. Problems range in severity from mild to very severe. In most cases, the childs intelligence is normal. Treacher Collins syndrome is either inherited or caused by a new genetic mutation at the time of conception. There is no cure, but skull and face (craniofacial) surgery can improve speech and create a more normal appearance. Treacher Collins syndrome is also known as mandibulofacial dysostosis or Franceschetti syndrome.

Symptoms Symptoms and signs range from barely noticeable to severe and disabling. Typically, the characteristics of a person with Treacher Collins syndrome may include: Cleft palate Small jawbone (micrognathia) Disproportionately large mouth (macrostomia) Small or absent cheekbones Large and pointed nose Droopy misshaped eyes with notched lower lids Absent lower eyelashes Absent floor of the eye sockets Overgrowth of scalp hair onto the cheeks Low-set, misshapen, small or absent ears

Deformities of the ear canal Conductive hearing loss or conductive deafness, caused by malformations of inner ear structures.

A faulty gene The particular gene that causes Treacher Collins syndrome is called TCOF1. This gene, located on chromosome 5, is responsible for facial development. In about half of all cases, TCOF1 spontaneously changes at conception but what triggers the mutation is unknown. In other cases, Treacher Collins syndrome is inherited as an autosomal dominant trait. This means that the affected child inherits the faulty gene from an affected parent and the correct copy from the other Researchers have so far discovered about 50 different changes of TCOF1 that can cause Treacher Collins syndrome. Exactly how the faulty gene causes the facial defects is not known. It is thought to cause cell death (apoptosis) of facial bone, cartilage and soft tissue during weeks 38 of fetal development. The apoptosis causes the characteristic facial defects.

Pattern of inheritance An affected parent has a 50 per cent chance (1: 2) of passing it on to each child. This is a chance event and cannot be altered. The severity of facial abnormalities in a child who inherits the altered gene cannot be predicted.

Possible complications Complications depend on the severity of the condition. Generally, Treacher Collins syndrome may lead to complications including:

Feeding problems, the cleft palate prevents the baby from suckling and swallowing. Breathing problems, the abnormally small jaw and normal-sized tongue can interfere with breathing and lead to sleep apnoea. A tracheostomy (surgical opening in the windpipe) may be needed in severe cases. Speech problems, caused by the cleft palate, conductive hearing loss or both. Learning problems, caused by hearing loss or deafness. Treacher Collins syndrome generally does not affect the childs intelligence. Dry eye syndrome, not enough tears to keep the eyes moist and comfortable. Complications of dry eye syndrome include recurrent eye infections. Psychological problems, including low self-esteem and depression caused by social stigma.

Diagnosis Tests used to diagnose Treacher Collins syndrome may include: Physical examination Medical history Genetic testing this is often not necessary as the diagnosis can be made easily on clinical features alone. Treatment Treatment depends on the severity of the condition but may include: Genetic counselling for the individual or the whole family, depending on whether the condition was inherited or not. Hearing aids usually helpful in the case of conductive hearing loss. Dental work including orthodontic work to help correct the childs malocclusion (bad bite). Speech therapy to improve the childs communication skills. Speech pathologists also work with people who have trouble swallowing food or drink. Surgery a number of operations are available that can improve function and appearance.

Surgery options Depending on the severity of the defects, surgical options may include: o Reconstruction of lower eyelids o Closure of cleft palate o Repair of absent facial bones including cheekbone and lower eye socket o Ear reconstruction o Re-positioning of the lower jaw (orthognathic surgery) o Rhinoplasty to improve the look of the nose.

The timing of these operations depends on the childs age and stage of development. For example, eye surgery may be performed during infancy, ear reconstruction between the ages of five and seven years, and facial surgery after adolescence when the face has stopped growing. Generally, reconstructive surgery has good results and helps the person to have a good quality of life.

Things to remember Treacher Collins syndrome is a genetic disorder that affects growth and development of the head, causing facial defects and hearing loss. In most cases, the childs intelligence is normal. Generally, reconstructive surgery has good results and helps the person to have a good quality of life.

TREACHER COLLINS SYNDROME

Treacher Collins syndrome adalah kelainan genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepala. Kondisi ini menyebabkan cacat lahir wajah, langit-langit mulut sumbing dan kehilangan pendengaran. Dalam kebanyakan kasus, kecerdasan anak tetaplah normal. Perawatan termasuk operasi rekonstruksi kraniofasial. Treacher Collins sindrom ini juga dikenal sebagai mandibulofacial dysostosis atau sindrom Franceschetti. Treacher Collins syndrome adalah kelainan genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepala. Menghambat tengkorak, rahang dari pipi berkembang dengan baik yang menyebabkan cacat wajah dan gangguan pendengaran. Sekitar satu anak dari setiap 50.000 anak dapat terpengaruh. Berbagai masalah ddapat muncul dari ringan sampai sangat parah. Sindrom Treacher Collins adalah jenis penyakit yang disebabkan baik karena warisan atau disebabkan oleh mutasi genetik baru pada saat pembuahan. Dapat disembuhkan, tetapi tengkorak dan wajah (craniofacial) harus dioperasi sehingga dapat memperbaiki cara bicara dan menciptakan penampilan yang lebih normal.

Gejala Gejala dan tanda-tanda berkisar dari hampir tak terlihat sampai parah dan melumpuhkan. Biasanya, karakteristik dari orang dengan sindrom Treacher Collins yang mungkin terjadi adalah : Langit-langit yang terbelah kecil tulang rahang (micrognathia) Proporsional mulut yang besar (macrostomia) Tulang pipi tidak ada atau kecil Hidung besar dan menunjuk Murung dengan mata tertutup lebih rendah berlekuk Jumlah bulu mata yang lebih sedikit Pertumbuhan berlebih dari rambut kepala ke pipi

Rendahnya pendengaran, cacat, kecil atau tidak ada telinga Kelainan bentuk saluran telinga Kehilangan pendengaran konduktif atau tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan struktur telinga bagian dalam.

Gen yang Rusak Gen tertentu yang menyebabkan sindrom Treacher Collins disebut TCOF1. Gen ini, terletak pada kromosom 5, yang berfungsi untuk perkembangan wajah. Sekitar setengah dari semua kasus, TCOF1 berubah spontan pada saat pembuahan, tetapi apa yang memicu mutasi tersebut tidak diketahui. Dalam kasus lain, sindrom Treacher Collins diwariskan sebagai sifat dominan autosomal. Ini berarti bahwa anak yang terkena mewarisi gen yang rusak dari orangtua yang terkena dan pembawa dari yang lain. Para peneliti sejauh ini menemukan sekitar 50 perubahan yang berbeda dari TCOF1 yang dapat menyebabkan sindrom Treacher Collins. Persis bagaimana gen tersebut rusak menyebabkan cacat pada wajah tidak diketahui. Hal ini diduga disebabkan oleh kematian sel (apoptosis) tulang wajah, tulang rawan dan jaringan lunak selama 3-8 minggu pada perkembangan janin. Apoptosis menyebabkan cacat wajah yang khas.

Pola pewarisan Orangtua yang terkena memiliki kemungkinan 50 persen (1 : 2) mewarisi pada setiap anak. Terjadi secara kebetulan dan tidak dapat diubah. Tingkat keparahan kelainan wajah pada seorang anak yang mewarisi gen tidak dapat diprediksi.

Kemungkinan komplikasi Komplikasi tergantung pada parahnya kondisi. Umumnya, sindrom Treacher Collins dapat mengakibatkan komplikasi seperti :

Masalah makan, bibir sumbing menghambat bayi dalam menyusui dan menelan. Masalah pernapasan, rahang dan lidah yang abnormal bisa mengganggu pernapasan dan menyebabkan apnea tidur. Sebuah trakeostomi (membuka tenggorokan) mungkin diperlukan pada kasus berat. Masalah berbicara, yang disebabkan oleh langit-langit, kehilangan pendengaran konduktif atau keduanya. Masalah belajar yang disebabkan oleh gangguan pendengaran atau tuli. Sindrom Treacher Collins umumnya tidak mempengaruhi kecerdasan anak. Sindrom mata kering, tidak cukup air mata untuk menjaga mata tetap lembab dan nyaman. Komplikasi dari sindrom mata kering termasuk infeksi mata berulang Masaah psikologis, termasuk rendah diri dan depresi disebabkan oleh stigma sosial.

Diagnosa Tes digunakan untuk mendiagnosa sindrom Treacher Collins adalah : Pemeriksaan fisik Riwayat Pengujian genetik - ini sering tidak diperlukan karena diagnosis dapat dibuat dengan mudah pada fitur klinis apa saja

Pengobatan Pengobatan tergantung pada parahanya kondisi tetapi dapat pula mencakup: Genetik konseling, untuk individu atau seluruh keluarga, tergantung pada apakah kondisi tersebut merupakan warisan atau tidak. Alat bantu dengar, biasanya membantu dalam kasus gangguan pendengaran konduktif. Gigi bekerja, termasuk pekerjaan ortodontik untuk membantu memperbaiki maloklusi anak ('menggigit buruk'). Terapi berbicara, untuk meningkatkan keterampilan komunikasi anak. Terapi bicara patolog juga untuk orang yang mengalami kesulitan menelan makanan atau minuman.

Bedah, sejumlah operasi yang tersedia yang dapat meningkatkan fungsi dan penampilan. Plihan bedah Tergantung pada tingkat keparahan cacat, pilihan bedah dapat mencakup: o Rekonstruksi kelopak mata bawah o Penutupan langit-langit sumbing o Perbaikan tulang wajah hadir termasuk tulang dan soket mata bawa o Rekonstruksi Telinga o Reposisi rahang bawah (bedah ortognatik) o Rhinoplasty untuk meningkatkan tampilan hidung.

Waktu operasi ini tergantung pada usia anak dan tahap perkembangan. Sebagai contoh, operasi mata dapat dilakukan selama masa bayi, rekonstruksi telinga antara usia lima dan tujuh tahun, dan operasi wajah setelah remaja ketika wajah telah berhenti tumbuh. Umumnya, operasi rekonstruktif memiliki hasil yang baik dan membantu orang untuk memiliki kualitas hidup yang baik.

Hal yang perlu diingat Treacher Collins syndrome adalah kelainan genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepala, menyebabkan cacat wajah dan gangguan pendengaran. Dalam kebanyakan kasus, kecerdasan anak adalah normal.

Umumnya, operasi rekonstruktif memiliki hasil yang baik dan membantu orang untuk memiliki kualitas hidup yang baik.

GENETIC TOXICITY CASE STUDIES

Recombinant DNA technology or genetic engineering has spawned a new revolution in many fields of human life, known as the gene revolution. Technology products in the form of genetically modified organisms or genetically modified organisms (OHMG), which in English is called a genetically modified organism (GMO). However, often times the same application of recombinant DNA technology is not a direct use transgeniknya organisms, but the products produced by transgenic organisms. Nowadays quite a lot of genetically modified organisms or their products known by the public at large. Some of them even have been used to meet the needs of everyday life. The following will put forward some examples of the use of genetically modified organisms and products produced in various areas of human life.

1.Agriculture Application of recombinant DNA technology in agriculture is growing rapidly with possibility of transfer of foreign genes into plants with the help of bacteria Agrobacterium tumefaciens. Through this way have been successfully obtained a number of transgenic plants such as tomatoes and tobacco with desirable properties, such as slowing of fruit maturity and resistance to certain pests and diseases. In 1996 the total area for GM crops worldwide has reached 1.7

ha, and three years later increased to nearly 40 million ha. Countries that do the planting, among others, the United States (28.7 million ha), Argentina (6.7 million ha), Canada (4 million ha), China (0.3 million ha), Australia (0.1 million ha), and South Africa (0.1 million ha). Indonesia alone in 1999 had imported agricultural products in the form of soybean transgenic crops as much as 1.09 million tons, 780,000 tons of soybean meal, and maize 687 000 tonnes. Development of transgenic crops include corn in Indonesia (Central Java), cotton (Central Java and South Sulawesi), soybeans, potatoes, and rice (Central Java).

Meanwhile, other transgenic crops that are still in the stage of research in Indonesia is peanuts, cocoa, sugarcane, tobacco, and sweet potatoes. In the field of animal husbandry almost all factors of production have been touched by recombinant DNA technology, such as reduction in disease morbidity and improving quality of livestock feed and seed. The vaccines for foot and mouth

disease in cattle, rabies in dogs, blue tongue in sheep, white-diarrhea in pigs, and fish-fibrosis in fish have been produced using recombinant DNA technology. In addition, it also has generated for bovine growth hormone (recombinant bovine somatotropine or rBST), pigs (porcine recombinant somatotropine or rPST), and chicken (chicken growth hormone). The discovery of transgenic animals of the world's most shocking is when the successful cloning of Dolly the sheep was announced on February 23, 1997.

Basically, genetic engineering in agriculture aims to create a country food security by increasing production, quality, and postharvest handling and processing efforts of agricultural products. Increased food production through the revolution of these genes turned out to show the results that go far beyond food production achieved in the era of green revolution. In addition, the nutritional quality and shelf life of agricultural products can also be improved so that the economic benefit that is real enough. The actual impact is expected to accompany the discovery of genetically modified food products is the creation of higher biodiversity.

2. Plantation, forestry, and floriculture Transgenic oil palm plantation with oil palm karotennya levels more high current initiated its development. Similarly, transgenic rubber plantations have been developed with latex protein content is higher and transgenic cotton plantations that can produce colored cotton fiber that is stronger in the field of forestry has been developed transgenic plants teak, which has a wooden structure better. Meanwhile, in the field of floriculture, among others, have obtained transgenic orchid plants with a long period of flower freshness. Similarly, it has been can be generated several other types of transgenic plants with flower flower color desired and the freshness of the flowers longer.

3. Health In health, genetic engineering proved capable of producing various kinds of drugs with better quality so as to provide hope in an effort to cure a number of diseases in the future. Materials for diagnosing various diseases with more accurate also been generated. Genetic engineering techniques allows obtaining various important pharmaceutical industrial products such as insulin, interferon, and some growth hormone with a more efficient manner. This is

because the genes responsible for synthesis of these products were cloned. into a particular bacterial host cell is very rapid growth and requires only ordinary means of cultivation.

4. Environment Genetic engineering turns out great potential to be applied in an attempt saving biodiversity, even in environments bioremidiasi is already damaged. Today various strains of bacteria that can be used to clean up the environment of the various factors of pollution have been found and produced in industrial scale.

For example, a number of beaches in one of the industrialized countries reported to have been contaminated by the toxic methylmercury hard both for animals and humans even in very small concentrations. Detoxification of mercury metal (mercury) organic is done using transgenic Arabidopsis thaliana plants carrying the gene of certain bacteria that can produce products to detoxify organic mercury. 5. Industry In the food processing industry, for example in cheese making, renet enzymes used are also a product of transgenic organisms. Nearly 40% of hard cheese (hard cheese) produced in the United States using enzymes derived from genetically modified organisms. Similarly, food additive materials such as food flavor enhancer, food preservatives, food dyes, food thickeners, and so now many transgenic organisms using the product.

POSITIVE AND NEGATIVE IMPACT OF TRANSGENIC GENETIC ENGINEERING 3.1 Positive Impact of Transgenic 1. Engineering GMOs can generate more than prodik fewer sources 2. Engineered plants can live in extreme environmental conditions will expand the agricultural area and reduce the danger of starvation. 3. Food can be engineered to be more tasty and healthful.

3.2. Negative impacts of Transgenic The negative impact of transgenic engineering includes several aspects:

a. Social aspects Which include: 1. Aspects of religion The use of genes derived from pigs to produce food by itself would cause concern among the followers of Islam. Similarly, the use of animal genes in order to increase food production will cause concern for the vegetarians, who have faith should not consume animal products. Meanwhile, human cloning, either partial (only certain organs) or completely, if it has managed to become a reality will invite controversy, both in terms of religion and moral values of universal humanity. Similarly, xenotransplantation (transplanting animal organs into human bodies) as well as stem cells from cloned human embryos for medical needs can also be considered as a violation of religious norms.

2. Aspects of ethics and aesthetics Use of the bacterium E. coli as host cells for certain genes to be expressed in the scale of industrial products, such as food industries, would seem abhorrent to some people who want to eat the food. This is due to E. coli is a bacteria that naturally inhabit the human colon that is generally isolated from human feces.

b. Economic Aspects A variety of genetically modified agricultural commodities has given a serious competitive threat to the similar commodities produced conventionally. The use of transgenic sugarcane can produce sugar at a much higher degree of sweetness than cane or beet sugar than usual. This obviously raises concerns for the future of the sugar mills that use natural ingredients. Likewise, the production of canola cooking oil from rapeseeds transgenic plants can be tenfold when compared with the production of coconut or palm oil industry, threatening the existence of conventional cooking. In the field of animal husbandry, an enzyme produced by genetically modified organisms can provide animal protein content was higher in cattle feed, threatening the existence of the factories of fish meal, meat meal and bone meal.

c. Aspects of health 1. The potential toxicity of food With the occurrence of genetic transfer in the body of transgenic organisms will emerge new chemicals that could potentially cause toxicity effects on food. For example, a particular gene transfer of fish into the tomato, which never took place naturally, could potentially pose health risks threatening toxicity. Genetic engineering of foodstuffs feared could introduce new allergens or toxins not previously been found in conventional food. Among the transgenic soybeans, for example, never reported any cases of serious allergic reactions. Similarly, never found toxic contaminants from transgenic bacteria used to produce supplementary food (food supplement) tryptophan. Likelihood of risks that were previously unimagined associated with the accumulation of the metabolism of plants, animals, or microorganisms that can contribute to toxins, allergens, and other genetic hazards in human food. Several transgenic organisms have been withdrawn from circulation because of the occurrence of elevated levels of toxic materials. Lenape potato (the United States and Canada) and potato Magnum bonum (Sweden) are known to have high levels of glikoalkaloid in the tuber. Similarly, transgenic celery plants (United States) that is resistant to insects appeared to have levels of psoralen, a carcinogen, is high.

2. Potential cause of disease / health problems WHO in 1996 declared that the emergence of various new types of chemicals, both contained in the transgenic organisms or their products, potentially causing a new disease or even be a trigger factor for other diseases. For example, a gene contained in AAD transgenic cotton can move to the bacteria that causes gonorrhea (GO), Neisseria gonorrhoeae. As a result, these bacteria become resistant to the antibiotics streptomycin and spektinomisin. In fact, so far only two kinds of antibiotics that can kill the bacteria. Therefore, GO feared disease can not be treated again in the presence of transgenic cotton. It is recommended in women with GO for not wearing pads of transgenic cotton material. Another example is known to produce transgenic rubber latex with a high protein content so that when used in the manufacture of gloves and condoms, can be obtained very good quality. However, in the United States in 1999 reported there were about 20 million allergy sufferers due to the use of gloves and condoms from transgenic rubber material. In addition to the human, transgenic organisms are also known to cause disease in animals. A. Putzai in England in 1998 reported that rats fed GM potatoes showed symptoms of dwarfism and imunodepresi. Similar phenomenon is found in poultry in Indonesia, which were fed corn and soybean meal imports pipil. Corn and soybean meal is imported from countries that have developed various transgenic plants so strongly suspected that both of these plants is a plant transgenic.

d. Environmental aspects 1. Potential erosion of germplasm The use of transgenic tobacco has dispelled the pride of Indonesia will Deli that has been planted since 1864. Not only plant germplasm, germplasm animals underwent a similar of erosion. For example, the development of transgenic plants that have genes with effects of pesticides, such as Bt corn, it can cause the death of larvae of species of monarch butterfly (Danaus plexippus) so it is feared will cause interference due to the destruction of ecosystem balance germplasm butterflies. This happens because the pesticide resistant gene contained in Bt maize

could be transferred to weed milkweed (Asclepia curassavica) situated at a distance of up to 60 m from it. The leaves of this weed is food for the larvae of Monarch butterflies that monarch butterfly larvae consuming milkweed leaf weeds that have been conceded a pesticide resistant genes will experience death. Thus, there have been deaths nontarget organisms, which sooner or later be able to provide a threat to the existence of germplsm.

2. The potential shift in gene Leaves of transgenic tomato plants that are resistant to Lepidoptera insects after 10 years, it has roots that can kill microorganisms and soil organisms, such as earthworms. Transgenic tomato plants were said to have experienced a shift in the gene because the original is only deadly Lepidoptera but then can also turn off other organisms. The shift gene in transgenic tomato plants of this kind can lead to changes in structure and texture of the soil in the area.

3. Potential ecological shift Transgenic organisms may also experience a shift in ecology. Organisms which was originally not resistant to high temperatures, acid or salt, and can not break down the cellulose or lignin, having engineered become resistant to these environmental factors. Shifting ecological transgenic organisms can cause environmental disturbances known as impaired adaptation.

4. Potential formation of the species barrier The presence of mutations in transgenic microorganisms that cause the formation of the species barrier has its own peculiarities. One of the consequences that may result is the formation of superpatogenitas on microorganisms.

5. Vulnerable potential disease Transgenic plants in nature in general defeat the competition with wild weeds that are already long to adapt to various adverse environmental conditions. This resulted in transgenic plants potentially vulnerable to disease and are preferred by the insects.

For example, the use of transgenic plants resistant to herbicides will result in increased levels of sugar in the roots. As a result, will more and more fungi and bacteria that come to attack the roots of these plants. In other words, an increase in the number and types of microorganisms that attack the herbicide-resistant transgenic crops. So, instead of herbicide-resistant transgenic crops require more pesticides, which in itself will pose its own problems for the environment.

Some of these concerns include: 1. Concerns that GM crops cause food poisoning Society is concerned that the product of GMO insect resistant crops containing the Bt gene (Bacillus thuringiensis) that serves as a poison to insects, will also result in toxicity in humans. In this article, concerns are refuted by the opinion that the Bt gene can only be worked on and is toxic if it meets with the receptors in the gut of the insect from the corresponding class of virulence.

2. Concerns about possible allergic Approximately 1-2% of adults and 4-6% of children have food allergies. The cause allergies (allergens) that include brazil nuts, crustaceans, wheat, fish, beans, and rice. Consumption of soy food products are introduced with a gene producing a protein methionine from brazil nut crops, suspected to cause allergies to humans. It is known through the testing of skin prick test which showed that GM soy is giving positive results as an allergen. In this article, the authors argue that allergies are not necessarily caused by the consumption of transgenic crops. This is because all allergens are proteins, while not necessarily all of the protein allergen. Allergenmemiliki properties of stable and takes a long time to decompose in the digestive system, while the protein is unstable and easily decomposed by heat at temperatures > 650 C so that when heated does not work anymore. Society does not need to be anti to the technology, but should be accepted with an attitude of prudence to avoid long-term risk.

3. Changing the sequence of genetic information possessed, then the nature of the in question is also changing.

organism

4. Engineered bacteria that escaped the lab or factory that impact can not be predicted.

5. Possible cause poisoning

6. Possible cause allergies

7. Possible causes of bacteria in the human body and antibiotic resistance

STUDI KASUS TOKSISITAS GENETIKA

Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik. Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan manusia. . 1. Pertanian Aplikasi teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan dimungkinkannya transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens. Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah tanaman transgenik seperti tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya perlambatan kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu. Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah).

Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar. Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba, whitediarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997. Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatan produksi pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi. 2. Perkebunan, kehutanan, dan florikultur Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik. Sementara itu, di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.

3. Kesehatan Di bidang kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan. Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon. ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa.

4. Lingkungan Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.

5. Industri Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan,

pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan produk organisme transgenik.

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF REKAYASA GENETIK TRANSGENIK 3.1.Dampak Positif Transgenik 1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit 2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan. 3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan. 3.2. Dampak Negatif Transgenik Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:a. Aspek sosial, meliputi:

1. Aspek agama Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian juga, xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.

2. Aspek etika dan estetika Penggunaan bakteri E. coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E. coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.b. Aspek ekonomi

Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajat kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik- pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.c. Aspek kesehatan

1. Potensi toksisitas bahan pangan Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya

genetik lainnya di dalam pangan manusia. Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi. 2. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik. Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik. Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.

d. Aspek lingkungan

1. Potensi erosi plasma nutfah Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa.

Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu- kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya. 2. Potensi pergeseran gen Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya. 3. Potensi pergeseran ekologi Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut.

Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi. 4. Potensi terbentuknya barrier species Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme. 5. Potensi mudah diserang penyakit Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga. Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan. Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya: 1. Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini, kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai virulensinya.

2. Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacangkacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen. Dalam artikel ini, penulis berpendapat bahwa alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu allergen. Allergenmemiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu > 650C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi. Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya dapat menerima dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang. 3. Berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme yang bersangkutan juga berubah. 4. Bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya tidak dapat diperkirakan. 5. Kemungkinan menimbulkan keracunan. 6. Kemungkinan menimbulkan alergi 7. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik