GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) …
Transcript of GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) …
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
165
GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES
MELLITUS (DM) DAN KELUARGA TENTANG
MANAJEMEN DM TIPE 2
THE DESCRIPTION OF KNOWLEDGE OF DIABETES
MELLITUS (DM) PATIENTS AND FAMILY ABOUT THE
MANAGEMENT OF DIABETES MELLITUS TYPE 2
Ni Wayan Trisnadewi1, I Made Sudarma Adiputra3, Ni Kadek Mitayanti3.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali123
ABSTRAK
Pendahuluan: Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit degeneratif yang
dikarenakan tidak berfungsinya insulin yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula darah. Penanganan pasien DM tipe 2 dilakukan dengan 4 pilar, diantaranya :
edukasi, diet, latihan fisik, dan pengobatan. Keberhasilan terapi untuk pasien DM
dipengaruhi oleh pengetahuan responden tentang penyakit DM. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasien dan keluarga tentang
manajemen DM di Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II. Metode : Metode
penelitian yaitu deskriptif kuantitatif, dengan jumlah sampel sebanyak 80
responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan didapatkan selama 2
minggu. Hasil : Hasil analisa dengan univariat berdasarkan tingkat pengetahuan
pasien tentang manajemen DM tentang edukasi (65%) , diet (83,8%), latihan fisik
(77,5%) dalam katagori baik, sementara pengobatannya (61,3%) dalam katagori
kurang. Pengetahuan keluarga tentang manajemen DM yaitu edukasi (67,5%), diet
(72,5%), latihan fisik (90%) dalam katagori baik, sementara pengobatan (53,8%)
katagori kurang. Diskusi : Kesimpulannya bahwa pengetahuan tentang manajemen
DM pada penderita DM dan keluarga di wilayah puskesmas Tabanan II belum
optimal, sehingga perlu dikembangkan edukasi manajemen yang berkelanjutan
dalam pelayanan kesehatan.
Kata kunci : manajemen DM, pengetahuan, pasien, keluarga
ABSTRACT
Introduction : Diabetes Mellitus (DM) is a degenerative disease due to insulin
malfunction characterized by elevated blood sugar levels. Handling of patients with
type 2 diabetes is done with 4 pillars, including: education, diet, physical exercise,
and treatment. The successfully of therapy for DM patients is influenced by the
knowledge of respondents about DM disease. This research aimed to know the
description of knowledge of patient and family about DM management in Health
Center of Tabanan II Working Area. Method : The method of this research is
descriptive quantitative, with the number of samples as much as 80 respondents.
Data was collected used questionnaires and obtained for 2 weeks. Result : The
Result of univariate analysis based on patient knowledge level about DM
management about education (65%), diet (83,8%), physical exercise (77,5%) in
good category, while treatment (61,3%) in less category. Family knowledge about
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
166
DM management of education (67,5%), diet (72,5%), physical exercise (90%) in
good category, while treatment (53,8%) in less category. Discussion: The
conclusion of this resaearch are the knowledge about DM management of DM
Patients and family at Health Center of Tabanan II are not optimal yet, so it is
necessary to develop continuous management education in health services.
Keywords: DM management, knowledge, patient, family
Alamat Korespondensi : STIKes Wira Medika Bali, Jln. Kecak No 9A Gatsu Timur,
Denpasar
Email : [email protected]
PENDAHULUAN
Penyakit kronis pada umumnya adalah Penyakit Tidak Menular (PTM).
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial,
mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan
juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara. Secara global
diperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di
seluruh dunia. Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi perhatian
masyarakat adalah diabetes mellitus (Kemenkes, 2013).
Diabetes mellitus (DM) merupakan ancaman kesehatan masyarakat global,
dimana sekitar 90% dari semua pasien yang menderita DM diseluruh dunia adalah
DM tipe 2 (WHO, 2014). Angka kejadian dan prevalensi DM tipe 2 di dunia
cenderung meningkat setiap tahun (Sumangkut, Supit, dan Onibala, 2013). Menurut
WHO (2011) diabetes mellitus termasuk penyakit yang paling banyak diderita oleh
penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan ke empat dari prioritas penelitian
nasional untuk penyakit degeneratif. Menurut International of Diabetic Federation
(IDF, 2015) jumlah penderita DM di dunia mencapai 387 juta kasus pada tahun
2014. Negara Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki angka kasus
penderita DM tertinggi ke-7 di dunia dengan jumlah penderita yaitu sebanyak
8.554.155 orang (IDF, 2013). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan RI, pada tahun tahun 2013 kasus DM sudah mencapai angka 9,1 juta
jiwa. Jumlah ini terus bertambah dan diprediksi pada tahun 2030 akan mencapai
21,3 juta jiwa. Tingginya kasus DM yang terjadi di Indonesia juga dapat dilihat di
Provinsi Bali. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2011 jumlah
kasus penderita DM mencapai 2280 kasus kemudian tahun 2012 meningkat
menjadi 3004 kasus, dimana 52% jumlah kasus merupakan DM tipe 2 yaitu
sebanyak 1469 kasus. Prevalensi penderita DM berdasarkan data Dinas Kesehatan
Provinsi Bali tahun 2016 menyatakan bahwa jumlah penderita DM tertinggi berada
di Kabupaten Tabanan dengan jumlah kunjungan sebanyak 4995 kunjungan.
Prevalensi Diabetes Melitus yang terus meningkat, secara tidak langsung
akan mengakibatkan kesakitan dan kematian akibat komplikasi dari penyakit DM
itu sendiri. Akibat dari hiperglikemia dapat terjadi komplikasi metabolik akut
seperti Ketoasidosis Diabetic (KAD) dan keadaan hiperglikemi dalam jangka
waktu panjang berkontribusi terhadap komplikasi neuropatik. Diabetes mellitus
juga berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit makrovaskuler seperti
MCI dan stroke (Smeltzer & Bare, 2013). Beberapa komplikasi lain yang dapat
terjadi yakni, gagal ginjal, jantung, nefropati, retinopati, dan ganggren. Hal ini,
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
167
tentu juga akan memberikan efek terhadap kondisi psikologis pasien. Dampak DM
terhadap kehidupan dan kesehatan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dan
hal-hal kecil secara signifikan dapat berkembang dengan cepat terhadap pasien-
pasien DM yang dapat menimbulkan kecacatan dengan merusak fungsi tubuh
individu dan kualitas hidupnya sehingga memberikan dampak negatif terhadap
kualitas dan lama hidup (Hogan et all, 2010).
Cara mencegah terjadinya komplikasi dari DM, diperlukan pengontrolan
yang terapeutik dan teratur melalui perubahan gaya hidup pasien DM yang tepat,
tegas dan permanen. Pengontrolan DM diantaranya adalah pembatasan diet,
peningkatan aktivitas fisik, regimen pengobatan yang tepat, kontrol medis teratur
dan pengontrolan metabolik secara teratur melalui pemeriksaan labor. Kepatuhan
pasien DM terhadap terapi yang telah diindikasikan dan diresepkan oleh dokter
akan memberikan efek terapeutik yang positif (therapeutic compliance). Pasien
DM yang mengikuti regimen terapeutik tidak menutup kemungkinan dapat terjadi
kegagalan pelaksanaan terapi (noncompliance) seperti keterlambatan terapi,
menghentikan terapi, bahkan tidak mengikuti terapi dengan tepat. Pemerintah
sendiri tak menutup mata dalam hal pencegahan Diabetes Melitus ini. Terbukti
dengan dibentuknya POSBINDU (Pos Pelayanan Terpadu) yang merupakan upaya
monitoring atau deteksi dini mengenai faktor risiko PTM di masyarakat. Dimana
program ini telah dibentuk sejak 2011 dan pada tahun 2015 telah berkembang
hingga 11.027 Posbindu di seluruh Indonesia. Secara umum tindakan pengendalian
DM untuk mencegah komplikasi adalah dengan menjaga kadar gula darah agar
tetap dalam batas normal, dimana untuk mempertahankan kenormalan kadar gula
darah sangatlah sulit bagi kebanyakan pasien. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor, dan salah satu yang terpenting yaitu pasien tidak disiplin dalam melakukan
manajemen DM.
Empat pilar manajemen DM menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (Perkeni, 2015), diantaranya pengetahuan/edukasi, pola makan
seimbang, aktif bergerak, dan mematuhi pengobatan. Diabetes tipe 2 umumnya
terjadi akibat pola gaya hidup dan perilaku, terutama pola makan dan aktivitas yang
kurang. Pola makan yang tinggi gula ditambah aktivitas kurang menyebabkan
seseorang dapat mengidap DM tipe 2. Pengetahuan tentang DM, tata cara minum
obat, pola makan, komplikasi, dan tanda kegawat-darutan perlu dimiliki oleh
penderita dan keluarga. Sehingga pengetahuan sangatlah penting dalam proses
pengendalian Diabetes Melitus.
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri. Pengetahuan penderita
tentang diabetes melitus merupakan sarana yang dapat membantu penderita
menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya sehingga semakin banyak dan
semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya semakin mengerti bagaimana
harus mengubah perilakunya dan mengapa hal itu diperlukan (Waspadji , 2009).
Bila seorang pasien mempunyai pengetahuan tentang risiko terjadinya komplikasi
diabetes, maka pasien akan dapat memilih alternatif yang terbaik bagi dirinya dan
cenderung memperhatikan hal-hal yang penting tentang perawatan diabetes melitus
seperti pasien akan melakukan pengaturan pola makan yang benar, berolah raga
secara teratur, mengontrol kadar gula darah dan memelihara lingkungan agar
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
168
terhindar dari benda-benda lain yang dapat menyebabkan luka. Akan tetapi, ketika
penderita yang tidak mengindahkan penatalaksanaan tersebut, disinilah peran
keluarga sebagai pendukung. Keluarga sebagai sumber bantuan yang terpenting
memiliki kemampuan untuk mengubah gaya hidup individu memegang peranan
penting tidak hanya dalam fase rehabilitasi melainkan juga dalam fase pencegahan
terutama jika dilengkapi dengan pengetahuan yang tepat.
Hasil dari studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan wawancara lima
penderita DM yang berkunjung ke Puskesmas Tabanan II didapatkan hasil bahwa
pasien dan keluarga sudah mendapatkan informasi dari tim kesehatan yang ada di
Puskesmas Tabanan II tentang penatalaksanaan DM, namun saat ditanya tiga dari
lima pasien hanya menyebutkan tentang diet DM saja dan dua lainnya menyebutkan
diet dan olahraga. Keluarga pasien sendiri empat diantaranya hanya menyebutkan
diet saja. Alasan peneliti memilih Puskesmas Tabanan II sebagai lokasi penelitian
karena di Puskesmas Tabanan II banyak terdapat pasien Diabetes Melitus yang
kurang mengetahui tentang gambaran manajemen DM yang tepat dalam mencegah
tingkat keparahan penyakit.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat judul “Gambaran Pengetahuan Pasien DM dan Keluarga Tentang
Manajemen DM Tipe II”.
BAHAN DAN METODE
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Wilayah Kerja
Puskesmas Tabanan II yaitu Desa Denbantas pada Mei 2017. Rancangan penelitian
ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey untuk mengetahui
gambaran pengetahuan pasien DM dan keluarga tentang manajemen DM tipe 2
dengan menggunakanan alisis univariat. Populasi dalam penelitian adalah Lansia
yang berjumlah 100 orang. Jumlah sampel sebanyak 80 orang yang diambil
menggunakan purposive sampling. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
tunggal yaitu pengetahuan pasien DM dan keluarga tentang manajemen DM tipe 2.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi, pada pasien : Pasien DM Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II, pasien DM yang tidak mengalami
komplikasi akut Diabetes Mellitus. Pada Keluarga : Memiliki hubungan keluarga
dengan pasien, keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien atau rumahnya
berdekatan dengan pasien, keluarga yang biasa mengurus/membantu kebutuhan
pasien. Kriteria eksklusi yaitu, pada pasien : Pasien yang mengalami penurunan
kesadaran, pasien yang tidak bersedia menjadi responden. Keluarga : Keluarga
yang tidak bersedia menjadi responden.
Data pada penelitian ini didapatkan dari sumber langsung dengan
penyebaran kuesioner, dengan kuesioner tentang pengetahuan pasien DM dan
keluarga tentang manajemen DM tipe 2 . Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan secara discriptif denganmenggunakan alat bantu komputer program
SPSS 20.0 dan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.
HASIL
Responden pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 dan keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II sesuai dengan kriteria inklusi & ekslusi yang
berjumlah 80 orang dengan karakteristik :
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
169
Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pasien
Umur Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
36-45 tahun 6 7.5
46-55 tahun 22 27.5
56-65Tahun
>65 tahun
27
25
33.8
31.3
Total 80 100
Dari hasil tabel 1, didapatkan bahwa paling banyak responden berada pada
rentang umur 56-65 tahun (33,8%).
Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Keluarga
Umur Frekuensi (F) Persentase (%)
17-25 tahun 3 3.8
26-35 tahun
36-45 tahun
6
30
7.5
37.5
46-55 tahun
56-65 tahun
24
12
30
15
> 65 tahun 5 6.3
Total 80 100
Berdasarkan tabel 4.3 di atas bahwa dari 80 responden terbanyak didominasi
oleh responden dalam rentang usia 36-45 tahun yang berjumlah 30 orang (37,5%).
Tabel 3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien
Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (%)
Perempuan 44 55
Laki-laki 36 45
Total 80 100
Dari hasil tabel 3,didapatkan bahwa paling banyak responden berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebanyak 44 orang (55%)
Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Keluarga
Jenis Kelamin Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
Perempuan 37 46.3
Laki-laki 43 53.8
Total 80 100
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
170
Dari hasil tabel 4,didapatkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki yang berjumlah 43 orang (53,8%).
Tabel 5 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pasien
Tingkat
Pendidikan
Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
33
12
4
19
41.3
15
5
23.8
PT 12 15
Total 80 100
Berdasarkan hasil tabel di atas, bahwa dari 80 responden mayoritas responden
tidak sekolah yaitu sebanyak 33 orang (41,3%).
Tabel 6 :Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Keluarga
Tingkat
Pendidikan
Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
12
14
3
36
15
17.5
3.8
45
PT 15 18.8
Total 80 100
Diperoleh gambaran hasil penelitian dari 80 responden menunjukan
pendidikan responden mayoritas yaitu 36 orang (45%) berpendidikan SMA.
Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Menderita
Lama
Menderita
Frekuensi (F) Persentase (%)
< 4 tahun 25 31.3
> 4 tahun 55 68.8
Total 80 100
Dari hasil tabel 7,didapatkan bahwa
paling banyak menderita > 4 tahun yaitu sebanyak 55 orang (68,8%).
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
171
Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pasien
Sumber
Informasi
Frekuensi (F) Persentase (%)
Petugas Kes.
Teman
Keluarga
Surat Kabar
Buku
51
4
4
0
0
63.7
5
5
0
0
Majalah
TV
Radio
Internet
Tidak
Mendapat Info
0
2
0
2
17
0
2.5
0
2.5
21.3
Total 80 100
Diperoleh dari hasil bahwa sebagian besar responden jumlah tertinggi
didominasi oleh responden yag menerima informasi dari petugas kesehatan yakni
sebanyak 51 orang (63,8%).
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Keluarga
Sumber
Informasi
Frekuensi (F) Persentase (%)
Petugas Kes.
Teman
Keluarga
Surat Kabar
Buku
23
2
8
0
1
28.7
2.5
10
0
1.3
Majalah
TV
Radio
Internet
Tidak Mendapat
Info
0
4
0
1
41
0
5
0
1.3
51.2
Total 80 100
Dari hasil tabel 9,didapatkan bahwa
Mayorotas responde tidak mendapat informasi yaitu sebanyak 41 orang (52,2%).
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
172
Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Pasien Tentang
Manajemen DM Tipe 2
Karakteristik Frekuensi (F) Persentase (%)
Pengetahuan tentang
edukasi DM
Baik
Cukup
Kurang
52
17
11
65
21.3
13.8
Pengetahuan tentang
diet
Baik
Cukup
Kurang
67
0
13
83.8
0
16.3
Pengetahuan tentang
latihan fisik
Baik
Cukup
Kurang
62
0
18
77.5
0
22.5
Pengetahuan tentang
pengobatan DM
Baik
Cukup
Kurang
31
0
49
38.8
0
61.3
Pada tabel distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan manajemen DM ,
diperoleh gambaran tentang edukasi DM yaitu sebagian besar berpengetahuan baik
yaitu 52 orang (65%). Berdasarkan gambaran pengetahuan tentang diet DM
menunjukan bahwa mayoritas memiliki pengetahuan baik yaitu 67 orang (83,8%).
Diperoleh hasil dari distribusi frekuensi pada tabel di atas berdasarkan gambaran
pengetahuan tentang latihan fisik didominasi oleh responden berpengetahuan baik
yaitu sebanyak 62 orang (77,5%). Sedangkan berdasarkan pengetahuan tentang
pengobatan, didapatkan hasil bahwa mayoritas responden berpengetahuan kurang
tentang pengobatan DM yaitu sebanyak 49 orang (61,3%).
Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Keluarga Tentang
Manajemen DM Tipe 2
Karakteristik Frekuensi (F) Persentase (%)
Pengetahuan
edukasi DM
Baik
Cukup
54
20
67.5
25
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
173
Kurang 6 7.5
Pengetahuan
tentang diet
Baik
Cukup
Kurang
58
0
22
72.5
0
27.5
Pengetahuan
tentang latihan
fisik
Baik
Cukup
Kurang
72
0
8
90
0
10
Pengetahuan
tentang
pengobatan DM
Baik
Cukup
Kurang
37
0
43
46.3
0
53.8
Pada tabel distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan manajemen DM ,
mayoritas gambaran tentang edukasi DM yaitu 54 orang (67,5%) baik. Pada tabel
distribusi frekuensi berdasarkan gambaran pengetahuan tentang diet DM
menunjukan bahwa sebagian besar didominasi oleh responden memiliki
pengetahuan baik yaitu 58 orang (72,5%). Hasil dari distribusi frekuensi pada tabel
di atas berdasarkan gambaran pengetahuan tentang latihan fisik yaitu sebagian
besar berpengetahuan baik yakni sebanyak 72 orang (90%). Sementara,
Berdasarkan pengetahuan tentang pengobatan, didapatkan hasil bahwa mayoritas
dalam katagori kurang yakni sebanyak 43 orang (53,8%).
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian berdasarkan data demografi
Umur
1. Pasien
Prevalensi penderita DM pada penelitian ini rata-rata terjadi pada rentang
usia 56-65 tahun. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Febty
(2014) yang menyatakan bahwa mayoritas karakteristik responden berdasarkan
umur yaitu usia > 45 tahun berjumlah 51 orang (87,9%). Tandra (2008) mengatakan
bahwa risiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia terutama
diatas 40 tahun, dimana pada usia ini atau yang kurang gerak badan, massa otot
berkurang sehingga pemakaian glukosa berkurang dan gula darah pun akan
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penyakit
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
174
DM cenderung dialami oleh orang yang berusia > 40 tahun, akibat dari terjadinya
penurunan fungsi organ tubuh.
2. Keluarga
Pada penelitian ini urutan tiga terbanyak didominasi oleh responden pada
rentang usia 36-45 tahun yang berjumlah 30 orang, 46-55 sebanyak 24 orang, dan
rentang usia 56-65 berjumlah 12 orang dari 80 responden. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2016) yang
mengungkapkan bahwa responden terbanyak yaitu dengan rentang usia 30-60
tahun. Mayoritas pendukung pada penelitian ini adalah pasangan yang rata-rata
usianya hampir sama dengan penderita. Usia ini menjadi responden terbanyak
karena pada rentang usia ini sudah dianggap mampu untuk bertanggung jawab
menjaga dan mengurus anggota keluarga.
Jenis kelamin
1. Pasien
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 80 responden
terdapat 44 orang (55%) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 36 orang (45%)
berjenis kelamin laki-laki, dimana prevalensi penderita DM terbanyak terjadi pada
perempuan. Hasil penelitian ini mendapat hasil yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Febty (2014) dimana hasil yang didapatkan yaitu responden
perempuan berjumlah 43 orang (74,1%) dari 58 responden. Menurut Riskesdas
(2013) prevalensi perempuan lebih banyak daripada laki-laki, hal ini dikarenakan
beberapa faktor risiko seperti obesitas, kurang aktivitas, usia dan riwayat DM saat
hamil sehingga tingginya kejadian DM pada perempuan (Radi, 2007). Penelitian
ini tidak sejalan dengan Ardita (2014) yang mengatakan bahwa DM lebih banyak
diderita oleh lak-laki yaitu sebesar 60,6%.
2. Keluarga
Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa sebanyak 37 orang (46.3%)
berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 43 orang (53.8%) berjenis kelamin laki-
laki dari 80 responden. Hal ini dikarenakan mayoritas penderita DM adalah
perempuan sehingga pasangan yang menjadi support system adalah laki-laki. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Amelia, dkk (2014) yang menyatakan
bahwa mayoritas penderita DM adalah perempuan, yaitu sebesar 56,6%. Wanita
lebih berisiko terkena DM karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus menstruasi, pasca-menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
hormonal tersebut, sehingga wanita berisiko menderita DM Tipe 2 ( Damayanti
dalam Irawan, 2010).
Pendidikan terakhir
1. Pasien
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa dari 80
responden terdapat 33 orang (41,3%) yang tidak mengenyam pendidikan, 12 orang
(15%) hanya sampai tingkat SD, 4 orang (5%) SMP, 19 orang (23,8%)
berpendidikan tingkat SMA, dan 12 orang (15%) perguruan tinggi. Dari penelitian
tersebut mayoritas responden berdasarkan tingkat pendidikan di wilayah
Puskesmas Tabanan II yaitu tidak sekolah, namun dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden berpendidikan mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, dan
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
175
Perguruan Tinggi yang total berjumlah 47 responden. Menurut Notoatmodjo (2010)
seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Dimana pendidikan merupakan dasar utama untuk keberhasilan dalam pengobatan
sesesorang (Sutanegoro dalam Gultom, 2012).
2. Keluarga
Dari gambaran hasil penelitian berdasarkan pendidikan terakhir, dari 80
responden menunjukan pendidikan responden yaitu 12 orang (15%) tidak sekolah,
14 orang (17,5%) pendidikannya SD, 3 orang (3,8%) pendidikannya SMP, 36 orang
(45%) berpendidikan SMA, dan 15 orang (18,8%) mengenyam hingga ke
perguruan tinggi. Pada penelitian ini didominasi oleh responden dengan pendidikan
SMA, hal ini berdasarkan kondisi yang ditemukan oleh peneliti di lapangan ketika
melakukan penelitian dengan kunjungan rumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian oleh Nugraheni (2016) dimana sebagian besar tingkat pendidikan
responden yaitu SMA karena lokasi penelitian yang memudahkan responden untuk
mengakses fasilitas pendidikan. Menurut Gloria (2013) sebagian besar responden
dengan usia > 40 tahun memiliki tingkat pendidikan SMA. Pendidikan terakhir
responden sudah tergolong dalam pendidikan menengah, dikarenakan lokasi
penelitian berada di wilayah perkotaan yang mudah untuk mengakses berbagai
fasilitas pendidikan.
Lama menderita
Penelitian yang telah dilakukan berdasarkan karakteristik responden,
diperoleh gambaran yang menderita DM < 4 tahun sebanyak 25 orang (31,3%), dan
yang menderita DM > 4 tahun sebanyak 55 orang (68,8%). Dimana mayoritas
responden menderita DM Tipe 2 yaitu > 4 tahun. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2012) bahwa penderita DM Tipe 2
sebagian besar menderita lebih dari 4 tahun dan penelitian oleh Febty (2014) yaitu
rata-rata menderita selama 5 tahun. Waspadji (2009) mengatakan bahwa semakin
lama pasien menderita DM dengan kondisi hiperglikemi, maka semakin tinggi
kemungkinan terjadinya komplikasi kronik. Penelitian tidak sejalan dengan teori
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa mayoritas responden menderita > 4
tahun namun peneliti tidak menemukan responden dengan komplikasi kronik,
sehingga lamanya seseorang menderita DM belum tentu mengalami komplikasi
dikarenakan gaya hidup yang baik dan teratur.
Sumber informasi
1. Pasien
Diperoleh dari hasil penelitian bahwa sebanyak 51 orang (63,8%)
memperoleh sumber informasi dari petugas kesehatan, 4 orang (5%) dari temannya,
4 orang (5%) dari keluarga, tidak ada yang memperoleh informasi dari surat kabar,
buku, majalah, dan radio (0%), 2 orang (2,5%) dari televisi, 2 orang (2,5%) dari
internet, sementara 17 orang (21,3%) tidak memperoleh informasi. Mayoritas dari
penelitian ini yaitu responden memperoleh informasi dari petugas kesehatan
mengenai Manajemen DM Tipe 2. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Susanti dan Tri (2013) dimana sebagian besar respondennya
sering mendapat paparan informasi. Peneltian ini juga didukung oleh teori
Notoatmodjo (2010) yang mengatakan bahwa pengetahuan seseorang salah satunya
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
176
dipengaruhi oleh sumber informasi yang didapatkan. Sebagai sarana komunikasi
atau informasi, sumber informasi mempunyai pengaruh besar terhadap
penegetahuan karena semakin banyak informasi yang diperoleh, semakin luas pula
penegetahuan seseorang.
2. Keluarga
Berdasakan hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 23 orang (28,7%)
telah memperoleh informasi dari petugas kesehatan, 2 orang (2,5%) dari teman, 8
orang (10%) dari keluarga, surat kabar, majalah, dan radio tidak ada (0%), informasi
dari buku hanya 1 orang (1,3%), dari TV 4 orang (5%), dari internet hanya 1 orang
(1,3%), serta sebanyak 41 orang (51,2%) tidak mendapat informasi. Hasil
penellitian ini didominasi oleh responden yang belum pernah mendapat informasi
mengenai Manajemen DM Tipe 2, hal ini karena biasanya hanya penderita DM
yang mendapat penyuluhan kesehatan sementara keluarga tidak diikut sertakan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni
(2016) dimana responden dalam penelitiannya sebagian besar tidak mendapat
informasi mengenai DM. Informasi mengenai masalah kesehatan dan program
pelayanan kesehatan masyarakat masih rendah. Paparan informasi dapat berkaitan
dengan letak demografi responden, dimana responden yang berada di desa lebih
sulit untuk memperoleh dan mengakses informasi yang berkaitan dengan
kesehatannya (Depkes, 2015).
Pembahasan hasil penelitian berdasarkan gambaran pengetahuan pasien dan
keluarga tentang Manajemen DM Tipe 2
Edukasi
Hasil penelitian berdasarkan pengetahuan pasien tentang edukasi DM
yaitu 52 orang (65%) berpengetahuan baik, 17 orang (21,3%) berpengetahuan
cukup, dan 11 orang (13,8%) berpengetahuan kurang. Berdasarkan pengetahuan
manajemen DM , diperoleh gambaran keluarga tentang edukasi DM yaitu 54 orang
(67,5%) baik, 20 orang (25%) berpengetahuan cukup, dan 6 orang (7,5%)
berpengetahuan kurang. Dari hasil penelitian tersebut sebagian besar responden
baik pasien maupun keluarga pengetahuan Manajemen DM tentang edukasinya
dinilai baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Febty (2014) yaitu responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar 50,0%,
responden dengan pengetahuan cukup sebesar 43,1%, dan yang memiliki
pengetahuan kurang yaitu sebanyak 6,9%. Sementara mendapat hasil yang berbeda
dengan penelitian oleh Gultom (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar
responden pengetahuan edukasinya rendah yaitu sebesar 47%.
Edukasi dalam manajemen DM sangat penting, dimana tujuan utama
edukasi adalah memberikan pengetahuan kepada pasien maupun keluarga tentang
perubahan perilaku hidup sehat dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melaksanakan perawatan mandiri. Hal ini memerlukan
penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi (Perkeni, 2015).
Manfaat edukasi sendiri yaitu agar hidup lebih lama dan berkualitas, komplikasi
yang minimal, beban keuangan yang berkurang dan hidup mandiri (Soegondo,
2009). Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,
pentingnya penegendalian penyakit, olahraga dan diet teratur, serta intervensi obat.
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
177
Ditinjau dari karakteristik responden (pasien) menurut umur pasien, dapat
diketahui bahwa responden yang dalam katagori baik mayoritas dalam rentang usia
56-65 tahun yang berjumlah 17 orang (21,3%). Berdasarkan karakteristik umur
keluarga, dapat diketahui bahwa responden yang dalam katagori baik mayoritas
dalam rentang usia 36-45 tahun yang berjumlah 24 orang (30%). Tingkat
pengetahuan yang bervariasi salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik umur,
persepsi, motivasi oleh individu tersebut. Pada penelitian Nuryani (2012)
mengatakan umur merupakan salah satu sifat karakteristik dari seseorang yang
mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risiko serta sifat
resistensi. Pada hasil penelitian didapatkan kelompok umur yang memiliki
pengetahuan baik yaitu rentang 56-65 tahun pada pasien, dan rentang usia 36-45
tahun pada keluarga. Hal ini terjadi karena semakin tua umur semakin matang
perkembangan mentalnya dan berpengaruh pada pengetahuan yang diperolehnya.
Akan tetapi, menjelang lansia kemampuan mengingat dan menerima sesuatu
pengetahuan akan berkurang.
Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden (pasien)
yang memiliki pengetahuan baik yaitu SMA yang berjumlah 16 orang (20%).
Sedangkan karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan keluarga, mayoritas
responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu SMA yang berjumlah 29 orang
(36,3%). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Nuryani (2012)
yang mendapat nilai pengetahuan meningkat seiring dengan tingkat pendidikan.
Tingkat Pendidikan merupakan indikator bahwa seseorang telah menempuh
pendidikan formal dibidang tertentu, semakin tinggi Pendidikan seseorang,
semakin baik pengetahuannya Wawan dan Dewi (2010).
Menurut karakteristik lama menderita DM, diketahui bahwa sebagian besar
responden yang berpengetahuan baik yaitu menderita selama > 4 tahun yang
berjumlah 36 orang (45%). Lamanya seseorang menderita mempengaruhi
seseorang dalam melakukan manajemen DM dibandingkan dengan seseorang yang
baru menderita. Dimana seseorang yang telah lama menderita DM mempunyai
pengalaman yang lebih banyak Ermawati (2011). Hal ini disebabkan karena
pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
sebagaimana yang dinyatakan Notoatmodjo (2010). Pada hasil penelitian bahwa
mayoritas responden yang berpengetahuan baik adalah responden dengan lama
menderita selama > 4 tahun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa seseorang
yang lebih lama menderita penyakit DM akan mempunyai pengetahuan dan sikap
yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang baru menderita
DM.
Berdasarkan karakteristik sumber informasi diketahui bahwa responden
(pasien) yang dalam katagori baik mayoritas mendapat informasi dari petugas
kesehatan yaitu sebanyak 36 orang (45%). Menurut karakteristik sumber informasi
diketahui bahwa responden (keluarga) yang dalam katagori baik mayoritas tidak
mendapat informasi yaitu sebanyak 21 orang (26,5%). Wawan dan Dewi (2010)
mengatakan adanya informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan baru dan semakin banyak mendapatkan informasi maka
pengetahuan akan semakin luas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Susanti dan Tri (2013) dimana sebagian besar respondennya sering
mendapat paparan informasi sehingga pengetahuannya terhadap pencegahan
penyakit DM termasuk dalam katagori baik. Akan tetapi terdapat juga perbedaan
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
178
antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Tri yakni;
dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa anggota keluarga pasien yang tidak
mendapatkan informasi mengenai manajemen diri DM dari tenaga medis ternyata
sudah memiliki pengetahuan dasar mengenai edukasi manajemen DM, sehingga
mayoritas berada dalam katagori baik.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas penderita
DM dan keluarga memiliki pengelolaan manajemen DM (edukasi) yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II didapatkan
pengetahuan edukasi tertinggi yaitu pada butir pernyataan nomor 8 baik oleh pasien
maupun keluarga mengenai pengetahuan tentang pemeriksaan kadar gula berkala
atau teratur. Sedangkan butir pernyataan terendah yaitu butir nomor 9 oleh pasien
tentang penggunaan kaos kaki dan butir nomor 5 oleh keluarga yaitu bahwa diabetes
tidak mengakibatkan gangguan pendengaran.
Diet
Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan pasien tentang diet DM
menunjukan bahwa 67 orang (83,8%) memiliki pengetahuan baik tentang diet,
berpengetahuan cukup tidak ada (0%), dan berpengetahuan kurang yaitu 13 orang
(16,3%). Sementara gambaran pengetahuan keluarga tentang diet DM menunjukan
bahwa 58 orang (72,5%) memiliki pengetahuan baik tentang diet, berpengetahuan
cukup tidak ada (0%), dan berpengetahuan kurang yaitu 22 orang (27,5%). Jadi,
pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden yaitu pasien
dan keluarga keduanya memiliki pengetahuan baik tentang diet DM. penelitian ini
mendapat hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sonyo (2016)
dan Nugraheni (2016) yang menyatakan bahwa sebagian respondennya memiliki
pengetahuan kurang tentang diet DM.
Diet DM sangat dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
agar dalam batas normal, mencapi kadar serum lipid yang optimal, dan menangani
komplikasi akut serta meningkatkan kesehatan secara keseluruhan (Sukardji, 2009).
Prinsip anjuran asupan makanan pada penderita DM tidak jauh berbeda dengan
masyarakat pada umumnya, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang DM perlu
diberikan penekanan menegnai pentingnya keteraturan waktu makan, jenis dan
jumlah kandungan kalori, terutama untuk penderita DM yang mengkonsumsi obat
yang meningkatkan sekresi insulin. Adapun standar yang dianjurkan adalah
makanan yang mengandung komposisi karbohidrat, protein, lemak, natrium, dan
serat yang sesuai kecukupan gizi (Perkeni, 2015).
Ditinjau berdasarkan karakteristik umur pasien, dapat diketahui bahwa
responden yang dalam katagori baik mayoritas dalam rentang usia > 65 tahun yang
berjumlah 21 orang (26,3%). Berdasarkan karakteristik umur keluarga dapat
diketahui bahwa responden yang dalam katagori baik mayoritas dalam rentang usia
36-45 tahun yang berjumlah 26 orang (32,5%). Hasil penelitian ini berdasarkan
karakteristik umur responden mendapat hasil yang sama dengan penelitian oleh
Nasihah dan Sifia (2013) yang menyatakan bahwa semakin cukup umur seseorang
maka tingkat pengetahuan dan kematangan dalam berfikir akan semakin baik.
Penelitian ini juga didukung oleh teori Wawan dan Dewi (2010) yang mengatakan
bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
179
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Penyampaian informasi yang baik yaitu
pada masa kedewasaan karena masa kedewasaan merupakan masa dimana terjadi
perkembangan intelegensia, kematangan mental, kepribadian, pola pikir dan
perilaku sosial. Sehingga dari informasi yang didapat akan membentuk sebuah
pengetahuan dan sikap dilihat dari respons setelah informasi diterima. Hal ini tidak
mendapat hasil yang sama dengan penelitian Nugraheni (2016) yang menyatakan
bahwa pada usia dewasa madya yaitu rentang 30-60 tahun mulai terjadi penurunan
fungsi dan cara berfikir seseorang.
Dilihat berdasarkan karakteristik jenis kelamin pasien, diketahui bahwa
mayoritas responden dalam katagori baik yaitu perempuan yang berjumlah 36
orang (45%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin keluarga, diketahui bahwa
mayoritas responden dalam katagori baik yaitu laki-laki yang berjumlah 31 orang
(38,8%). Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin pasien mendapat hasil yang
sama dengan penelitian oleh Kristianto, Anton, Anthony, Caroline, Astari, Farha,
dan Budi (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan perempuan tentang
masalah kesehatan mayoritas baik, hal ini berkaitan dengan kesadaran perempuan
akan pentingnya masalah kesehatan. Penelitian ini mendapat hasil yang berbeda
dengan penlitian yang dilakukan oleh Senuk, Wenny, dan Franly (2013) dimana
71% pengetahuan responden perempuan dalam katagori kurang baik.
Karakteristik menurut tingkat pendidikan pasien, mayoritas responden yang
memiliki pengetahuan baik yaitu responden yang tidak sekolah dimana berjumlah
24 orang (30%). Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan terakhir keluarga,
mayoritas responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu tingkat pendidikan
SMA dimana berjumlah 28 orang (35%). Juwaningtyas (2014) menyatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mendorong keingintahuannya
dalam suatu penyakit sehingga dapat mengambil tindakan secepatnya. Penelitian
yag dilakukan Sutrisno (2011) mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah pula dalam menerima informasi
yang pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki. Dari hasil
penelitian pada keluarga didapatkan mayoritas yang berpengetahuan kurang justru
yang berpendidikan menengah dan perguruan tinggi. Pengetahuan responden
kurang terutama mengenai cara memasak makanan untuk menurunkan kadar gula
darah. Pendidikan responden tergolong menengah bahkan tinggi, tetapi
pengetahuannya dalam katagori kurang, dikarenakan masih ada faktor lain yang
mempengaruhi pengetahuan tersebut.
Ditinjau menurut karakteristik lama menderita DM, diketahui bahwa
sebagian besar responden yang berpengetahuan baik yaitu menderita selama > 4
tahun yang berjumlah 45 orang (56,3%). Pasien yang terkena diabetes dalam kurun
waktu lebih lama akan lebih sering terpapar dengan fasilitas kesehatan dan tenaga
kesehatan yang memberikan intruksi terkait manajemen DM dan menjadi waspada
terhadap komplikasi dan tidak terkontrolnya kadar gula darah (Abebaw dkk, 2016).
Penelitian yang dilakukan Phitri dan Widyaningsih (2013) menyatakan bahwa
seseorang yang sudah lama menderita DM akan mempunyai pengetahuan dan
pengalaman sehingga mampu merespon terhadap penyakitnya dengan rajin
melakukan penatalaksanaan.
Berdasarkan karakteristik sumber informasi yang diperoleh pasien,
diketahui bahwa responden yang dalam katagori baik mayoritas mendapat
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
180
informasi dari petugas kesehatan yaitu sebanyak 44 orang (55%). Menurut
karakteristik sumber informasi diketahui bahwa keluarga yang dalam katagori baik
mayoritas tidak mendapat informasi yaitu sebanyak 27 orang (33,8%). Hasil
penelitian terhadap keluarga memiliki hasil yang sama dengan Lestari (2012)
dimana mayoritas responden dalam penelitiannya kurang dalam mendapat paparan
informasi kesehatan. Rasajati, Bambang, dan Dina (2015) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa paparan informasi sangat sangat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, semakin sering seseorang mendapat paparan informasi maka semakin
baik pengetahuannya. Penelitian oleh Rasajati dkk ini sejalan dengan hasil pada
penelitian terhadap pasien , dimana sebagian besar responden yang berpengetahuan
baik telah medapat paparan informasi dari petugas kesehatan.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa mayoritas penderita DM
dan keluarga memiliki pengelolaan manajemen DM (diet) yang baik. Pengetahuan
responden baik pada konsep umum diet pasien DM, karena responden tahu jika
pasien DM harus menghindari konsumsi rokok dan alkohol. Sedangkan sedangkan
minoritas responden yang memiliki pengetahuan kurang dikarenakan
ketidaktahuannya mengenai cara memasak makanan untuk menurunkan kadar gula
darah.
Latihan fisik
Berdasarkan gambaran pengetahuan tentang latihan fisik yaitu sebanyak 62
orang (77,5%) memiliki pengetahuan baik, (0%) berpengetahuan cukup, dan 18
orang (22,5%) memiliki pengetahuan kurang terhadap latihan fisik. Hasil dari
distribusi frekuensi berdasarkan gambaran pengetahuan keluarga tentang latihan
fisik yaitu sebanyak 72 orang (90%) memiliki pengetahuan baik, (0%)
berpengetahuan cukup, dan 8 orang (10%) memiliki pengetahuan kurang terhadap
latihan fisik. Hal tersebut menandakan pada penelitian ini sebagian besar responden
memiliki pengetahuan baik mengenai latihan fisik. Hasil penelitian ini mendapat
hasil yang berbeda dengan penelitian oleh Warsito (2016) dan Gultom (2012)
dimana mayoritas respondennya memiliki pengetahuan cukup tentang latihan fisik.
Latihan fisik dianjurkan untuk dilakukan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam
seminggu selama kurang lebih 30 menit (Soegondo, 2009). Latihan jasmani ini
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta dan maksimal
denyut nadi 220x/menit. Latihan jasmani yang aman adalah jalan kaki biasa selama
30 menit, olahraga sedang berjalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat
misalnya jogging. Olahraga aman seperti misalnya berjalan, bersepeda, berenang,
dan senam. Prinsip latihan jasmani pada pasien penderita DM adalah frekwensi,
intensitas, durasi, dan jenis latihan.
Berdasarkan karakteristik umur pada pasien, dapat diketahui bahwa
responden yang dalam katagori baik mayoritas dalam rentang usia > 65 tahun yang
berjumlah 20 orang (25%). Hasil penelitian ini berdasarkan karakteristik umur
responden mendapat hasil yang sama dengan penelitian oleh Nasihah dan Sifia
(2013) yang menyatakan bahwa semakin cukup umur seseorang maka tingkat
pengetahuan dan kematangan dalam berfikir akan semakin baik. Penelitian ini juga
didukung oleh teori Wawan dan Dewi (2010) yang mengatakan bahwa semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Penyampaian informasi yang baik yaitu pada masa
kedewasaan karena masa kedewasaan merupakan masa dimana terjadi
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
181
perkembangan intelegensia, kematangan mental, kepribadian, pola pikir dan
perilaku sosial. Sehingga dari informasi yang didapat akan membentuk sebuah
pengetahuan dan sikap dilihat dari respons setelah informasi diterima. Hal ini tidak
mendapat hasil yang sama dengan penelitian Nugraheni (2016) yang menyatakan
bahwa pada usia dewasa madya yaitu rentang 30-60 tahun mulai terjadi penurunan
fungsi dan cara berfikir seseorang. Berdasarkan karakteristik umur keluarga, dapat
diketahui bahwa responden yang dalam katagori baik mayoritas dalam rentang usia
36-45 tahun yang berjumlah 30 orang (37,5%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Warsito (2016) bahwa pada usia dewasa madya
memiliki pengetahuan yang baik mengenai latihan fisik. Hal ini terjadi karena
semakin tua umur semakin matang perkembangan mentalnya dan berpengaruh pada
pengetahuan yang diperolehnya. Akan tetapi, menjelang lansia kemampuan
mengingat dan menerima sesuatu pengetahuan akan berkurang.
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin pasien, diketahui bahwa mayoritas
responden dalam katagori baik yaitu perempuan yang berjumlah 32 orang (40%).
Dalam penelitian Kristianto (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan
perempuan tentang masalah kesehatan mayoritas baik. Hal ini mendapat hasil yang
berbeda dengan penelitian Irawan (2010) yang mengatakan bahwa pengetahuan
masyarakat di negara berkembang terutama perempuan lebih rendah berkaitan
dengan hambatan dalam mengakses informasi. Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin keluarga, diketahui bahwa mayoritas responden dalam katagori baik yaitu
laki-laki yang berjumlah 38 orang (47,5%). Hal ini dikarenakan laki-laki dianggap
lebih gampang dalam mengakses sumber informasi termasuk informasi mengenai
kesehatan itu sendiri.
Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden yang
memiliki pengetahuan baik yaitu responden yang tidak sekolah dimana berjumlah
20 orang (25%). Rendahnya tingkat pendidikan dari pengamatan peneliti, tidak
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden. Karena tidak hanya faktor
Pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan, namun juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor lainnya. Menurut Wawan dan Dewi (2010) bahwa pengetahuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur, Pendidikan, pekerjaan, dan
informasi yang diperoleh responden. Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir keluarga, mayoritas responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu
responden dengan tingkat pendidikan SMA dimana berjumlah 33 orang (41,3%).
Juwaningtyas (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin mendorong keingintahuannya dalam suatu penyakit sehingga dapat
mengambil tindakan secepatnya. Penelitian yag dilakukan Sutrisno (2011)
mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
akan semakin mudah pula dalam menerima informasi yang pada akhirnya makin
banyak pengetahuan yang mereka miliki.
Menurut karakteristik lama menderita DM, diketahui bahwa sebagian besar
responden yang berpengetahuan baik yaitu menderita selama > 4 tahun yang
berjumlah 43 orang (53,8%). Pasien yang terkena diabetes dalam kurun waktu lebih
lama akan lebih sering terpapar dengan falitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang
memberikan intruksi terkait manajemen DM dan menjadi waspada terhadap
komplikasi dan tidak terkontrolnya kadar gula darah (Abebaw dkk, 2016).
Penelitian yang dilakukan Phitri dan Widyaningsih (2013) menyatakan bahwa
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
182
seseorang yan sudah lama menderita DM akan mempunyai pengetahuan dan
pengalaman sehingga mampu merespon terhadap penyakitnya dengan rajin
melakukan penatalaksanaan. Seseorang yang lama menderita DM dapat
mempelajari perilaku berdasarkan pengalaman yang diperolehnya selama
menjalani penyakit tersebut sehingga responden dapat memahami tentang hal-hal
terbaik yang perlu dilakukannya tentang latihan fisik untuk penyakit DM.
Ditinjau berdasarkan karakteristik sumber informasi diketahui bahwa
responden yang dalam katagori baik mayoritas mendapat informasi dari petugas
kesehatan yaitu sebanyak 40 orang (50%). Menurut karakteristik sumber informasi
keluarga diketahui bahwa responden yang dalam katagori baik mayoritas tidak
mendapat informasi yaitu sebanyak 34 orang (42,5%). Hasil Penelitian terhadap
pasien diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan Paulus (2012) yang
menyatakan bahwa sebagian besar respondennya yang memiliki pengetahuan baik
telah mendapat informasi dari tim kesehatan. Berdasarkan teori Notoatmodjo
(2010) yang menyatakan bahwa sumber informasi mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang, dimana seseorang yang
mempunyai sumber informasi lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas. Berbeda halnya dengan hasil penelitian terhadap keluarga, dimana
sebagian besar responden yang berpengetahuan baik tidak mendapat informasi
dikarenakan saat penyuluhan keluarga tidak dilibatkan/diikut sertakan dalam
pemberian informasi tersebut. Akan tetapi pengetahuan baik tersebut ditunjang dari
latar belakang pendidikan responden yang mayoritas berpendidikan menengah dan
perguruan tinggi.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa mayoritas penderita DM
dan keluarga memiliki pengelolaan manajemen DM (latihan fisik) yang baik.
Pengetahuan responden baik karena responden tahu jika olahraga rutin sangat bagus
untuk membantu mengontrol kadar gula darah. Sedangkan sedangkan minoritas
responden yang memiliki pengetahuan kurang dikarenakan ketidaktahuannya jika
olahraga yang baik adalah kurang lebih 30 menit.
Pengobatan
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa sebanyak 31 orang (38,8%)
berpengetaahuan baik tentang pengobatan DM, berpengetahuan cukup tidak ada
(0%), dan sebanyak 49 orang (61,3%) berpengetahuan kurang tentang pengobatan
DM. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi Manajemen DM tentang pengobatan
DM, didapatkan hasil bahwa sebanyak 37 orang (46,3%) berpengetahuan baik
tentang pengobatan DM, berpengetahuan cukup tidak ada (0%), dan sebanyak 43
orang (53,8%) berpengetahuan kurang tentang pengobatan DM. Berdasarkan hasil
tersebut didapatkan sebagian besar responden berpengetahuan kurang tentang
pengobatan DM. Penelitian ini mendapat hasil yang sama dengan Gultom (2012)
yang menyatakan sebagian besar respondennya memiliki pengetahuan rendah
tentang obat-obatan DM.
Terapi obat diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Obat yang diberikan yaitu terapi obat hipoglikemik oral
(OHO) atau dengan injeksi insulin yang dapat membantu penurunan gula dalam
darah pada penderita diabetes. Pemberian terapi insulin dimulai apabila obat-obatan
penurun gula oral dan pengelolaan gaya hidup tidak optimal. Pemberian insulin
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
183
dengan memperhatikan inisiasi atau peningkatan dosis insulin untuk melihat hasil
tanggapannya. Insulin merupakan satu opsi yang tersedia untuk membantu
manajemen diabetes mereka dan diperlukan cara memelihara kendali gula darah,
khusunya dalam jangka lebih panjang.
Berdasarkan karakteristik umur pasien, dapat diketahui bahwa responden
dalam katagori kurang didominasi oleh responden berusia antara > 65 tahun yaitu
berjumlah 20 orang (25%). Berdasarkan karakteristik umur keluarga dapat
diketahui bahwa responden dalam katagori kurang didominasi oleh responden
berusia antara 46-55 tahun yaitu 15 orang (18,8%). Penelitian ini sesuai dengan
teori yang dinyatakan oleh Julianan et al (2010) tentang hubungan usia dengan
pengetahuan yang menyatakan semakin muda usia individu maka kemampuan
mengingat akan semakin tinggi terutama kemampuan untuk mengingat informasi
yang diterima.
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin pasien diketahui bahwa mayoritas
responden dalam katagori kurang didominasi oleh responden yang berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 29 orang (36,3%). Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin pada keluarga, diketahui bahwa mayoritas responden dalam katagori
kurang didominasi oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak
22 orang (27,5%). Hal ini mendapat hasil yang sama dengan penelitian Ifada (2010)
yang mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di negara berkembang terutama
perempuan lebih rendah berkaitan dengan hambatan dalam mengakses informasi,
seperti kondisi masyarakat yang belum produktif, cara berproduksi dan pola
perekonomian yang dijalankan masih tradisional, system dan pola kerja yang telah
ada masih bersifat tradisi/turun-temurun, perekonomian dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dan pencaharian masyarakat di sektor pertanian. Hal ini berbeda
dengan penelitian oleh Arisma (2018) dimana skor responden perempuan lebih
tinggi disbanding laki-laki yaitu 64%, dimana dalam penelitiannya 90% wanita
bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga media informasi seperti banyak
menonton televisi dan aktivitasnya dalam bidang sosial lebih banyak sehingga
proses diskusi dan pertukaran informasi dan pikiran lebih banyak daripada laki-laki.
Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan pasien, mayoritas responden
yang memiliki pengetahuan kurang didominasi oleh responden yang tidak sekolah
yaitu sebanyak 21 orang (26,3%). Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir keluarga, mayoritas responden yang memiliki penegtahuan kurang
didominasi oleh responden yang tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 19 orang
(23,8%). Pada penelitian terhadap pasien, mayoritas responden yang tidak sekolah
memiliki pegetahuan dalam katagori kurang. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
Arisma (2018) yaitu responden dengan pendidikan rendah sehingga
pengetahuannya masuk dalam katagori kurang. Menurut Hary (dalam Hanifah,
2010) bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Sementara, penelitian
terhadap keluarga menunjukan responden dengan tingkat pendidikan SMA
mayoritas masuk dalam katagori kurang, berarti hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Legumen (2013) yang menyatakan orang yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi biasanya akan memiliki pengetahuan tentang kesehatan.
Sehingga dalam penelitian ini memiliki pendidikan tinggi, belum tentu pula
memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan, karena disamping pendidikan juga
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
184
terdapat faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan tersebut seperti pernah atau
tidaknya terpapar informasi mengenai kesehatan itu sendiri
Menurut karakteristik lama menderita DM, diketahui bahwa sebagian besar
responden yang berpengetahuan kurang didominasi oleh responden yang menderita
DM > 4 tahun yakni sebanyak 38 orang (47,5%). Lamanya seseorang menderita
mempengaruhi seseorang dalam melakukan manajemen DM dibandingkan dengan
seseorang yang baru menderita. Dimana seseorang yang telah lama menderita DM
mempunyai pengalaman yang lebih banyak Ermawati (2011). Namun, hal ini justru
berbanding terbalik dengan hasil dalam penelitian ini, dimana mayoritas responden
yang menderita > 4 tahun adalah responden yang memiliki pengetahuan kurang.
Berdasarkan karakteristik sumber informasi yang diperoleh pasien diketahui
bahwa responden yang dalam katagori kurang didominasi responden yang
memperoleh informasi dari petugas kesehatan yaitu sebanyak 31 orang (38,8%).
Menurut karakteristik sumber informasi yang diperoleh keluarga diketahui bahwa
responden yang dalam katagori kurang didominasi responden yang tidak
memperoleh informasi yaitu sebanyak 27 orang (38,8%). Hasil penelitian pada
pasien yang telah mendapat informasi namun mayoritas berpengetahuan kurang.
Hasil ini tidak memiliki kesesuaian dengan teori Notoatmodjo (2010) yang
menyatakan seseorang yang mempunyai informasi lebih banyak akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas. Menurut peneliti hal ini karena informasi yang
diberikan belum begitu dapat dipahami oleh responden karena berdasarkan hasil
penelitian yaitu mayoritas responden tidak sekolah. Sesuai teori teori Wawan dan
Dewi (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang tingkat
memahami, menerima, dan mengelola informasi menjadi semakin baik. Sementara
penelitian terhadap keluarga yang mayoritas memang tidak mendapat informasi,
sehingga pengetahuannya juga dalam katagori kurang dan telah sesuai teori yang
disebutkan Notoatmodjo di atas.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa mayoritas penderita DM
dan keluarga memiliki pengelolaan manajemen DM (pengobatan) dalam katagori
kurang. Pengetahuan responden mayoritas dalam katagori kurang karena responden
tidak mengetahui bahwa dalam menjaga kadar gula darah pada batas normal, obat
tidak lebih penting daripada diet dan olahraga. Karena menurut responden hanya
ketika mengkonsumsi obat saja gula darah akan terkendali.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Distribusi gambaran pengetahuan pasien dan keluarga tentang edukasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II tahun 2018 menunjukan bahwa mayoritas
memiliki pengetahuan baik yaitu pasien 52 orang (65%) dan keluarga 54 orang
(67,5%).
2. Distribusi gambaran pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet di Wilayah
Kerja Puskesmas Tabanan II tahun 2018 menunjukan bahwa sebagian besar
responden yaitu pasien dan keluarga keduanya memiliki pengetahuan baik
dimana pasien 67 orang (83,8%), keluarga 58 orang (72,5%).
3. Distribusi gambaran pengetahuan pasien dan keluarga tentang latihan fisik di
Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II tahun 2018 menunjukan bahwa sebagian
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
185
responden memiliki pengetahuan baik yaitu pada pasien sebanyak 62 orang
(77,5%), pada keluarga yaitu sebanyak 72 orang (90%).
4. Distribusi gambaran pengetahuan pasien dan keluarga tentang pengobatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II tahun 2018 menunjukan bahwa mayoritas
responden dimana pasien maupun keluarga memiliki pengetahuan kurang yakni
pada pasien sebanyak 49 orang (61,3%) dan keluarga sebanyak 43 orang
(53,8%).
Saran
1. Tempat penelitian
Hasil penelitian menunjukan pada gambaran pengetahuan pasien dan keluarga
tentang pengobatan DM masih dalam katagori kurang salah satunya karena faktor
kurangnya sumber informasi. Dari pihak Puskesmas Tabanan II diharapkan dapat
mengubah mindset pasien maupun keluarganya bahwa pelaksanaan diet dan
olahraga lebih penting daripada penggunaan obat untuk menjaga keseimbangan
kadar gula darah pasien. Keluarga ikut dilibatkan sebagai pengawas dalam
pelaksanaan Manajemen DM Tipe 2, untuk itu keluarga juga membutuhkan
informasi yang adekuat mengenai Manajemen DM Tipe 2. Untuk pelaksanaannya
dapat dilakukan pada saat jadwal penyuluhan dengan menekankan pada pentingnya
diet dan olahraga, ini juga dapat dilakukan pada saat pasien melakukan kunjungan
ke puskesmas.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan butir
kuesioner pada variable diet, latihan fisik, dan pengobatan yang berkaitan dengan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang Manajemen DM Tipe 2, sehingga dapat
mencakup secara detail semua aspek yang menyangkut variabel tersebut.
3. Bagi pasien
Diharapkan dapat mencari lebih banyak informasi serta mengimplementasikan
tentang Manajemen DM Tipe 2 dengan tepat dan benar sesuai petunjuk dari petugas
kesehatan yang didapatkan ketika konseling.
4. Bagi keluarga pasien
Keluarga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dengan lebih aktif
mencari informasi tentang Manajemen DM Tipe 2.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, dkk. 2014. Perbedaan Kejadian Disfungsi Seksual Pada Wanita Dengan
Diabetes Melitus dan Tanpa Diabetes Melitus. Skripsi. Banjarmasin :
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Anggraini. 2016. Pengaruh Program Edukasi Dengan Media Audio Visual dan
Tertulis Terhadap Perilaku Pencegahan Diabetes Melitus dan Kualitas
Hidup Pada Warga Padukuhan Kasihan. Skripsi. Yogyakarta : Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Ardita, F. T. 2014. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tentang Manajemen
Insulin Pada Penderita DM di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
186
Skripsi. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Arisma, B. J. N. 2018. Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Risiko
Penyakit Diabetes Melitus di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang.
Skripsi. Malang : Universitas Negeri Malang
Dinas Kesehatan Propinsi Bali. 2011. Profil Kesehatan Propinsi Bali Tahun 2011.
Bali : Dinas Kesehatan Propinsi Bali
Dinas Kesehatan Propinsi Bali. 2012. Profil Kesehatan Propinsi Bali Tahun 2012.
Bali : Dinas Kesehatan Propinsi Bali
Dinas Kesehatan Propinsi Bali. 2016. Profil Kesehatan Propinsi Bali Tahun 2016.
Bali : Dinas Kesehatan Propinsi Bali
Eka. 2016. Gambaran Dukungan Keluarga Dengan Ditinjau Dari Empat Dimensi
Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2016. Skripsi. Padang:
Universitas Andalas
Ermawati, Z. 2011. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Tentang Pengelolaan
Penyakitnya Pada Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Uum Daerah
Panembahan Senopati Bantul. Skripsi. Yogyakarta : STIKES Aisyiyah
Yogyakarta
Febty, I. 2014. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Penatalaksanaan
DM Pada Pasien DM di Puskesmas Ciputat Timur. Skripsi. Jakarta :
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Gloria, dkk .2013. Analisa Hubungan Antara Umur dan Riwayat Keluarga
Menderita DM Dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 Pada Pasien Rawat
Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou
Manado. Srkipsi. Manado : Universitas Sam Ratulangi Manado
Gultom, Y.T. 2012. Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tentang
Manajemen Diabetes Melitus di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Subroto Jakarta Pusat. Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia
IDF. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes Federation
2013.http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf.
Diakses tanggal 21 Februari 2018.
IDF. 2015. Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation 2015.
https://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf. Diakses
pada tanggal 15 Februari 2018
Ifada, I. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pengetahuan Masyarakat
Mengenai Pelayanan Kesehatan Mata. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu.
Semarang : Universitas Diponegoro
Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Tesis.
Jakarta : Universitas Indonesia
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri
Kristianto, A., dkk.2012. Pengetahuan Sikap, dan Perilaku Perempuan Usia
Reproduksi Terhadap Asuhan Antenatal, dan Faktor-faktor yang
Berhubungan. Artikel Penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugraheni, A. A. 2016. Gambaran Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Diet
Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan 1 Bantul.
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 165-187 ISSN : 2615-7047
187
Skripsi. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah
Nuryani, S. 2012. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pengelolaan Penyakit
Diabetes Melitus Pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Parit H.
Husni II Pontianak Tahun 2011. Skripsi. Pontianak : Universitas
Tanjungpura
Paulus. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Faktor Risiko Diabetes Melitus
pada Mahasiswa Fakultas Eknomi Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta :
Universitas Indonesia
Perkeni. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2015. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Rasajati, Q., Bambang, B., Dina, N. A. N. 2015. Faktor-Faktor yang berhubungan
dengan Kepatuhan Pengobatan pada Penderita Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kedungmindu Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Health. Semarang : Universita Negeri Semarang
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sonyo, S.H. 2016. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Pengaturan Makan
Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal. 02. Skripsi.
Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sumangkut S, Supit W, Onibala F. 2013. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian
Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli BLU.RSUP. Prof. Dr. R. D.
Kandaou Manado. E-journal Keperawatan (e-Kp). 1(1) : 1-6.
Susanti, M., dan Sulistyarini, T. 2013. Dukungan Keluarga Meningkatkan
Kepatuhan Diet Pasien DM di Ruang Rawat Inap RS Baptis Kediri. Jurnal
STIKES. 1(1) : 1-10.
Sutrisno, R. O. 2012. Studi Penggunaan Antidiabetes pada Pasien Diabtes Melitus
Tipe 2 dengan Penyakit Jantung Koroner. Skripsi. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang
Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 1134 hlm.
Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang-Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Ulfa, M. 2015. Gambaran Pengetahuan Anggota Keluarga Berisiko Tentang
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Pisagan.
Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Warsito. 2016. Gambaran Pengetahuan tentang Senam Diabtes Melitus pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Karangpandan Karanganyar.
Skripsi. Surakarta : STIKES Kusuma Husada Surakarta
Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan
Perilaku Manusia.. Yogyakarta : Nuha Medika.