FTM DM klsA kelp 6A.doc

32
MAKALAH DIABETES MELITUS FARMAKOTERAPI DAN TERMINOLOGI MEDIK Disusun Oleh : Anisa Nur Endah H 1061411007 Dalu Kurnia Yuliarti 1061421011 Erni Wahyuni 1061421073 Hotmaria Perangin Angin 1061411043 Vicky Fernando 1061421053 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI” SEMARANG

Transcript of FTM DM klsA kelp 6A.doc

MAKALAHDIABETES MELITUSFARMAKOTERAPI DAN TERMINOLOGI MEDIK

Disusun Oleh :Anisa Nur Endah H

1061411007Dalu Kurnia Yuliarti

1061421011Erni Wahyuni

1061421073

Hotmaria Perangin Angin

1061411043Vicky Fernando

1061421053PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI

SEMARANG

2015

BAB I

PENDAHULUANPenyakit degeneratif merupakan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh. Perubahan fungsi fisiologis yang terjadi meliputi penurunan kemampuan sistem saraf, yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa dan penciuman. Penurunan fungsi tersebut juga berdampak pada penurunan sistem pencernaan, sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem kardiovaskular, hingga penurunan kemampuan muskuloskeletal. Adapun beberapa jenis penyakit degeneratif antara lain yaitu Diabetes melitus (Smeltzer & Bare, 2002).Diabetes melitus adalah suatu gangguan tubuh berupa kenaikan kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Keadaan ini seringkali disertai dengan gejala-gejala kehausan yang sangat, selalu ingin kencing, penurunan berat badan dan dapat mengalami koma sampai kematian bila tidak segera diobati. Namun lebih sering para penderita diabetes ini tidak disertai dengan gejala yang berat, bahkan pada beberapa orang justru tidak terlihat gejalanya sama sekali. Kadar gula dalam darah yang tinggi dan abnormalitas biokimiawi lainnya ini sebagai akibat dari berkurangnya produksi atau sensitivitas insulin, suatu hormon yang berperan untuk mengatur metabolisme glukosa, lemak dan asam amino. Dalam jangka panjang, keadaan ini dapat mengakibatkan resiko ganguan lebih lanjut pada retina, ginjal dan kerusakan saraf perifer (Hasdianah, 2012 : 2-3).Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,52,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2006).BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kumpulan genjala yang ditandai oleh adanya kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang disebabkan oleh kekurangan hormon pengaturan kadar gula darah (insulin), baik secara mutlak, yaitu memang kadarnya berkurang atau dapat juga jumlah insulinnya sendiri mencukupi tetapi kerja insulin yang kurang baik dalam mengatur kadar gula darah agar menjadi selalu normal seperti pada orang normal yang tidak menyandang diabetes melitus (Waspadji, 2005:5).2.2 PatofisiologiDiabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, protein yang dihasilkan dari kerusakan sekresi insulin karena disfungsi pankreas, ataupun sensitivitas dari kerja insulin karena terjadinya disfungsi insulin absolut yaitu sel -pankreas masih mampu memproduksi insulin namun insulin tidak dapat aktif.

Patogenesis

Karbohidrat yang masuk dalam makanan diubah menjadi glukosa dan glukosa beredar ke seluruh pembuluh darah untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat jumlah glukosa dalam pembuluh darah naik sampai titik puncak, pankreas mengeluarkan insulin. Insulin membawa glukosa ke dalam sel-sel yang membutuhkan, sehingga jumlahnya dalam pembuluh darah menjadi berkurang. Bila insulin kurang atau tidak ada, maka glukosa dalam darah akan tetap tinggi dan mengganggu sistem metabolisme. Pada kondisi ini bila konsumsi glukosa berlebih maka akan memperparah kondisi diabetes mellitus yang terjadi.Etiologi

Penyebab diabetes mellitus dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :

a. Faktor reaksi autoimun yang dapat menyebabkan DM tipe I.

b. Faktor genetik

c. Faktor lingkungan (kurangnya olah raga dan pola makan yang rendah serat) (Depkes RI, 2005)

d. Penyebab lain adalah menurunnya kepekaan reseptor insulin (resistensi insulin) yang diakibatkan oleh makan terlalu banyak dan kegemukan (overweight), gangguan jantung, dan obat-obatan (Tjay, 2007: 738).Tanda dan GejalaDiabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005).2.3 Manifestasi KlinikDM tipe 1 Penderita DM tipe I biasanya memiliki tubuh yang kurus dan cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis (DKA) karena insulin sangat kurang disertai peningkatan hormone glucagon. Sejumlah 20-40% pasien mengalami DKA setelah beberapa hari mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan bobot badan.

DM tipe 2 Pasien dengan DM tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM selama bertahun-tahun, umumnya muncul neuropati.

Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia, dan polidipsia sedangkan penurunan bobot badan secara signifikan jarang terjadi (Yulinah dkk., 2008 : 27).

2.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

Tabel 2. Perbedaan DM tipe 1 dan DM tipe II berdasarkan Pharmacotherapy A Pathophsyologic Approach 7th edition (DiPiro, 2008)2.5 DiagnosisDiagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Kriteria Penegakan Diagnosis DM (Soegondo dkk., 2006)

Tabel 4. Kriteria Diagnosis DM (Purnamasari, 2009)

Pada kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200 mg/dL.Untuk menegakkan diagnosis DM Tipe 1, perlu dilakukan konfirmasi dengan hasil uji toleransi glukosa oral. Kurva toleransi glukosa penderita DM Tipe 1 menunjukkan pola yang berbeda dengan orang normal sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar 1.

Gambar 1. Kurva Toleransi Glukosa Normal dan pada Penderita DM Tipe 1. Garis Titik-titik Menunjukkan Kisaran Kadar Glukosa Darah Normal (Depkes RI, 2005).2.6 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Tatalaksana Terapi

Tujuan Terapi

Tujuan penatalaksanaan diabetes adalah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes mellitus, yang secara spesifik ditujukan untuk:

a. Meningkatkan kualitas hidup pasien

b. Menjaga agar kadar glukosa plasma dalam keadaan kisaran normal tanpa menyebabkan hipoglikemia. Kontrol yang baik dari glukosa plasma membantu melindungi terhadap komplikasi jangka panjang dari diabetes.

c. Menghindarkan gejala DMd. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Sasaran Terapi

Sasaran terapi yang paling utama pada diabetes mellitus adalah upaya pengendalian atau mengendalikan kadar glukosa darah dengan menjaga kadar dalam kisaran normal.Strategi Terapi

a. Memberikan terapi insulinb. Merangsang peningkatan sekresi insulinc. Meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulind. Menghambat absorbsi glukosa dalam darah dan mengendalikan terjadinya hiperglikemiaTatalaksana TerapiPenatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:

Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.The American Diabetes Association (ADA), 2004 merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.Algoritma terapi menurut DiPiro et al. Menyatakan bahwa pasien dengan kadar gula darah sewaktu 260 mg/dL disarankan menggunakan insulin dalam terapinya, dapat juga menggunakan kombinasi OHO untuk mencapai target terapi (Gula darah sewaktu 180

> 140

140-160< 90

90-105

90-95

> 105

< 90

< 90

(Priyanto, 2009 :184)

h. Hematokrit 42% (normal : 41-51%) pasien tidak anemia.i. Leukosit 9,0 x103 cells/l masuk dalam rentang normal : 3,9-10,7x103 cells/l. j. Trombosit 421 x103/l berada pada kisaran normal 150-450x 103/l.k. Pemeriksaan elektrolit serum pasien Na 132 mEq/L tidak berada pada rentang normal (136-145 mEq/L) tetapi masih dapat dikategorikan normal karena selisihnya tidak terlalu signifikan; kadar K+, Cl- dan bikarbonat normal.l. Pemeriksaan urinalisis +1 protein yang menggambarkan urin mengandung 15-30 mg/dL protein pada single spesimen atau 200-500 mg/24jam ( proteinuria m. Nilai ClCr pasien berdasarkan perhitungan rumus Jelliffe :Clcr = [98 - (0,8 x (umur-20))] / SrCr

= [98 - (0,8 x (67-20))] / 2,3

= 26,26 mL/menit

Insufisiensi ginjalStadiumKategoriKliren Kreatinin (ml/mnt)

1Normal>100-125

2Hilangnya fungsi ginjal>75-100

3Insufisiensi ginjal>25-75

4Gagal ginjal kronik>5-25

5Gagal ginjal terminal 1,5 mg/dL. Sehingga obat yang digunakan yaitu glibenklamid dan insulin long acting dengan dosis awal 6-10 IU satu kali sehari pada malam hari dan dapat ditingkatkan dosisnya jika target GDP yang diinginkan yaitu 110 mg/dL belum tercapai.c. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Sebaiknya ditanyakan terlebih dahulu apakah pasien telah mengkonsumsi obat hipertensi tertentu. Jika belum sebaiknya apoteker menyarankan ke dokter untuk menambahkan penggunaan obat hipertensi terutama obat golongan ACE inhibitor atau golongan ARB (efek nefroprotektor) mengingat pasien juga mengalami insufisiensi ginjal. Obat golongan ACE inhibitor dan ARB dapat digunakan sebagai antiproteinuric dan renoprotektif yang baik (Sunaryanto, 2010).d. Terapi retinopati diabetes nonproliferatif sebaiknya mengendalikan faktor resiko seperti menjaga keadaan kadar gula darah, kadar lipid, tekanan darah pada rentang normal.

e. Pengobatan neuropati digunakan obat golongan TCA yaitu amitriptilan 25-150 mg/hari

3.2.2 Parameter-parameter penting untuk memonitor kondisi pasien Kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan Kadar HbA1C Parameter-parameter lain yang muncul akibat pengendalian KGD yang buruk yaitu tekanan darah, kadar elektrolit, kadar kreatinin, urinalisis protein, profil lipid, sensitivitas saraf perifer.

3.2.3 Evaluasi Terapi Obat Metformin dapat menyebabkan asidosis laktat dan kontraindikasi pada pasien lansia pria dengan serum kreatinin > 1,5 mg/dL, sehingga obat yang digunakan yaitu glibenklamid (sulfonylurea). Penggunaan insulin long acting dengan dosis awal 6-10 IU satu kali sehari pada malam hari dan dapat ditingkatkan dosisnya jika target GDP yang diinginkan yaitu 110 mg/dL belum tercapai.3.2.4 Potensi penyakit atau kondisi yang mungkin dialami pasien Otitis media akut (infeksi oleh bakteri atau virus)

Nefropati diabetik (kadar BUN, kreatinin yang tinggi dan proteinuria)

Neuropati (pemeriksaaan kepekaaan : pergelangan kaki tidak memberikan refleks yang wajar) Pada pasien DM dapat terjadi penurunan fungsi imun yang mengakibatkan lebih mudah terjadinya infeksi. Pada penderita DM terjadi komplikasi pada semua tingkat sel, salah satunya terjadi angiopati dan penurunanan fungsi endotel yang mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi lambat. Retinopati (tidak adekuatnya pasokan darah, penyumbatan pembuluh darah, dan gangguan jalur poliol). Penyakit Jantung Koroner Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.3.2.5 KIE1. Terapi Obat

Glibenklamid 2,5 mg (dapat ditingkatkan hingga 5 mg) diminum dua kali sehari setelah makan. Dosis insulin 6-10 IU (dapat ditingkatkan hingga diperoleh GDP 110 mg/dL) satu kali sehari pada malam hari secara subkutan. Parasetamol 500 mg digunakan jika merasa nyeri. Antibiotika amoksisilin 40 mg/kgBB per hari dalam 3 dosis terbagi. Dosis amitriptilin adalah 25-150 mg satu kali sehari secara per oral.2. Diet : untuk mengatur jumlah asupan makanan Mengatur pola makan yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan pasien (sebaiknya konsultasi terlebih dahulu kepada ahli nutrisi) Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk mencegah retensi Na+3. Olahraga ringan.4. Pemberian pengetahuan mengenai DM kepada keluarga, meliputi :

penanganan apabila terjadi hipoglikemi (keringat dingin, gemetar, lemas, lapar) yaitu minum teh manis atau makan permen. cek gula darah secara teratur. cek tekanan darah secara teratur.DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2004. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Volume 34, Suplemen 1. USA : American Diabetes AssociationDepartemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUIDepkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : DEPKES RIDipiro, Joseph T., Robert .L., Talbert, Gary C., Yee, Gary. R., Matzke, B.G., Wells, Posey, L.M. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7th Ed., New York: McGraw-HillHaeria. 2009. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalsanaa Diabetes Melitus. Jurnal Kesehatan (19-25) Vol. II, No. 4 Tahun 2009. Makasar.Hasdianah, H.R. 2012. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa Dan Anak Anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nusa Medika.Lauralee, S. 2011. Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta : EGC.

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2006. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia. Jakarta: Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran Universitas Indonesia.

Priyanto. 2009. Farmakologi Dasar. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi (Leskonfi). Jakarta Barat.Purnamasari, E., Poerwantoro, B. 2009. Diabetes Millitus Dengan Penyakit Kronis. Majalah Kesehatan Pharrma Medika. Vol 3 (1) : 276-281Smeltzer, S. C., & Bare B. G., 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Soegondo, S., 2006, Diagnosis dan Klasifikasi DM Terkini, dalam Soegondo S., Soewondo, P., Subekti, I. (Ed), Penatalaksanaan DM Terpadu, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Sukandar, E Y. Andrajati, R. Sigit, J. I. Adnyana, I. K. Setiadi, A. A. P. Kusnandar. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI PenerbitanSunaryanto, A. 2010. Penatalaksanaan Penderita dengan Diabetik Nefropathy. Bali: Fakultas Kedokteran UDAYANA.Terry, George R & Rue, Leslie W. Rue. 2011. Dasar-dasar Manajemen. (Terje: G.A. Ticoalu). Jakarta: Bumi Askara.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampinya Edisi VI. Jakarta: PT Elex Media KomputindoWaspadji, Sarwono. 2005. Pertanyaan Pasien dan Jawabannya Tentang Diabetes. Jakarta : Balai Penerbit Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.