FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

38
LONG CASE FISTULA ENTEROKUTAN LOW TYPE PEMBIMBING: dr. Fredy R. Damanik, SpB PENYUSUN: Lathiifa Herly Hendy 030.11.164 KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

description

FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Transcript of FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Page 1: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

LONG CASE

FISTULA ENTEROKUTAN LOW TYPE

PEMBIMBING:

dr. Fredy R. Damanik, SpB

PENYUSUN:

Lathiifa Herly Hendy

030.11.164

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

PERIODE 29 JULI 2015 – 12 SEPTEMBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BATAM

LEMBAR PENGESAHAN

HALAMAN PENGESAHAN

LONG CASE

FISTULA ENTEROKUTAN LOW TYPE

Oleh :

Lathiifa Herly Hendy

030.11.164

Telah dipresentasikan tanggal :

Tempat : RS Otorita Batam

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing/Penguji

dr. Fredy R. Damanik, SpB

2

Page 3: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

BAB I

STATUS BEDAH

Nama Mahasiswa : Lathiifa Herly Hendy Tanda Tangan :

NIM : 030.11.164

Dokter Pembimbing : dr. Fredy R. Damanik, SpB

IDENTITAS PASIEN

Nama : Burhanuddin Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 70 tahun Suku bangsa : Padang

Status perkawinan : Kawin Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang Pendidikan : SMA

Alamat : Tiban II blok CA no. 45 Tanggal Masuk RS : 27 Agustus 2015

A. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis dan Alloanamnesis

Tanggal : 29 Juli 2015

Pukul : 18.00 WIB

1. Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari luka bekas operasi hernia sejak 1

tahun SMRS.

3

Page 4: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari luka bekas operasi hernia di

pinggang kiri yang dilakukan 4 tahun yang lalu. Cairan yang keluar sedikit-sedikit dan

bergumpal seukuran biji jagung. Cairan berwarna hitam kecoklatan seperti tahi, dan

kadang berwarna kuning kehijauan seperti nanah. Cairan berbau busuk dan keluar

spontan tanpa adanya penekanan dari bekas luka. Luka bekas operasi dirasa pasien tidak

nyeri saat cairan keluar, luka hanya nyeri jika ditekan.

Luka bekas operasi hernia sering meradang sejak 1 tahun setelah operasi. Jika

sedang meradang, luka terlihat terbuka dengan sekitar luka berwarna kemerahan, terasa

hangat, bengkak, dan nyeri nyut-nyutan. Penjalaran nyeri (-), demam (-), keluar cairan

(-), mual (-), muntah (-), gangguan kentut (-), konstipasi (+). Tiap luka meradang pasien

mengobati lukanya ke dokter dan luka akan menutup kembali.

3. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi, kencing manis sejak 4 tahun yang lalu. Tidak dikontrol dan

tidak minum obat teratur.

4. Riwayat penyakit keluarga

Keluhan yang sama seperti pasien tidak ada.

5. Riwayat kebiasaan

Tidak merokok dan minum alkohol.

B. PEMERIKSAAN FISIK

28 Juli 2015

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

4

Page 5: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Tanda Vital : Tekanan darah 150/90 mmHg

: Nadi 70 x/menit, reguler

: Pernapasan 20 x/menit

: Suhu 36,7o C

Status Generalis

Kepala : Normosefali

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Normal, septum deviasi (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-)

Mulut : OH bagus, lidah tidak kotor

Leher : KGB dan tiroid tidak membesar

Jantung :

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial

midklavikularis kiri

Perkusi : Batas atas (ICS III linea parasternalis kiri dengan

suara redup), batas kiri (ICS V, 1 jari medial linea

midklavikula kiri dengan suara redup), batas kanan

(ICS IV linea sternalis kanan dengan suara redup)

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, gallop (-),

murmur (+)

Paru :

5

Page 6: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Inspeksi : Bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris

saat inspirasi dan ekspirasi. Tidak ada bagian yang

tertinggal

Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru,

ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Inspeksi : Lesi (+) pada regio iliaka sinistra, datar, simetris

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak teraba masa

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit

Ekstremitas :

Atas : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)

Genitalia : Tidak dinilai

Status Lokalis ( Regio Iliaka Sinistra)

Inspeksi : Luka terbuka (+), berukuraan 1 cm

x 1,5 cm sekret berwarna kuning

berbau (+)

Palpasi : Hangat, oedema (+), NT (+)

Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)

6

Page 7: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium, 25 Agustus 2015 di Poliklinik Bedah Umum RSOB

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit 7,67 4 - 11 103/mm3

Trombosit 265 150 – 450 106/mm3

Hb 11,4 11,0 – 16,5 g/dL

Ht 34,0 ↓ 35,0 – 50,0 %

LED 21 ↑ 20 mm/jam

Ureum 33,8 10 – 50 mg/dL

Kreatinin 1,2 0,7 – 1,2 mg/dL

Albumin 5,1 3,4 – 4,8g/dL

GDS 80 70 – 140 mg/dL

CT 8’ 4 – 10 ‘

BT 2’ 1 – 7 ‘

Pemeriksaan Urin Lengkap

Hasil dalam batas normal

Foto Rontgen Thoraks AP, 25 Agustus 2015 di Poliklinik Bedah Umum RSOB

Kesan : Pembesaran ventrikel kiri

7

Page 8: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

USG Abdomen, 25 Agustus 2015 di Poliklinik Bedah Umum RSOB

Kesan : - Massa pada bekas operasi ; sugestif abses disertai tractus sampai dinding abdomen

- Nefrolithiasis bilateral (batu kecil pada ginjal kiri kanan)

- Pembesaran kelenjar prostat

D. RESUME

Tn. B usia 70 tahun datang ke RSOB dengan keluhan keluar cairan dari luka bekas

operasi hernia di pinggang kiri sejak 1 tahun SMRS. Cairan keluar sedikit-sedikit, spontan,

bergumpal seukuran biji jagung, berwarna coklat kehitaman dan kadang kuning kehijauan,

dan berbau busuk. Luka bekas operasi sering meradang sejak 1 tahun setelah operasi hernia

dan sering konstipasi sejak operasi tersebut. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus sejak 4

tahun yang lalu. Tidak kontrol dan tidak minum obat teratur. Pada pemeriksaan fisik tanda

vital didapatkan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik status lokalis a/r iliaka sinistra, terlihat

luka terbuka berukuran 1x1,5 cm, sekret berbau (+), teraba hangat, oedema (+), NT (+). Pada

pemeriksaan laboratorium darah lengkap, didapatkan LED yang sedikit meningkat. Pada

pemeriksaan USG, terdapat kesan massa pada bekas operasi ; sugestif abses disertai tractus

sampai dinding abdomen.

E. DIAGNOSIS KERJA

Fistula enterokutan low type

DIAGNOSIS BANDING

Abses kronis dinding abdomen

F. PENATALAKSANAAN

Penanganan di Rawat Inap RSOB, 27 Juli 2015

Penjadwalan operasi

8

Page 9: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Konsul penyakit dalam

Kontrol jantung

Kontrol anestesi

EKG

Penanganan di Ruang Rawat Inap RSOB, 28 Juli 2015

Antibiotik pre-op Cefoperazone 1 gr

Puasa

Penanganan 29 Juli 2015

Operasi laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal anastomosis,

debridement luka

G. FOLLOW UP KOASS

29 Agustus 2015

S : nyeri di lokasi luka, muntah 4x warna hijau, kembung

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD 140/70 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 32x/menit, S : 37,2 o C

Status lokalis (abdomen)

Inspeksi : Datar, luka post-op belum bisa dinilai karena masih terpasang perban,

drain <100 cc berwarna kemerahan

Auskultasi : Bising usus (-)

9

Page 10: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Palpasi : Supel, nyeri tekan di regio kanan bawah

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketuk (-)

A : POD 1 laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Plasminex 3 x 250 mg

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Dulcolax 2 x 1 sup

- Observasi tanda vital

- Pemasangan NGT

- Puasa sampai POD 3

30 Agustus 2015

S : nyeri di lokasi luka

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD 140/80 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,7 o C

Status lokalis (abdomen)

Inspeksi : Datar, luka post-op belum bisa dinilai karena masih terpasang perban

Auskultasi : Bising usus (+) lemah

10

Page 11: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Perkusi : nyeri ketuk (-), timpani

NGT : <50 cc (hanya sebatas selang) berwarna hijau kekuningan

Drain : <100 cc berwarna kuning kemerahan

A : POD 2 laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Plasminex 3 x 250 mg

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Dulcolax 2 x 1 sup

- Observasi tanda vital

- Pemasangan NGT

- Puasa sampai POD 3

31 Agustus 2015

S : nyeri di lokasi luka

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD 150/90 mmHg, N : 72 x/menit, RR : 16x/menit, S : 36,5 o C

Status lokalis (abdomen)

11

Page 12: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Inspeksi : Datar, luka post-op :

- abdomen tengah kering

- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kemerahan

- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)

Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

NGT : sebatas selang, berwarna hijau kekuningan

A : POD 3 laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P :

Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Pantoprazole 2 x 40 mg

Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg

- Hiperil 1 x 5 mg

IVFD : Livamin 500cc/8jam

- Klem NGT, jika tidak kembung boleh aff NGT nanti siang

- Diet teh manis 8 x 15 cc

- GV luka kiri bawah (drain handscoon) dengan NaCl 500cc + gentamicin 2 mg 2x/hari

1 September 2015

12

Page 13: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

S : nyeri di lokasi luka

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD :140/80 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 18x/menit, S : 36,9 o C

Status lokalis (abdomen)

Inspeksi : Datar, luka post-op :

- abdomen tengah kering

- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning

kemerahan

- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)

Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

A : POD 4 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P :

Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Pantoprazole 2 x 40 mg

IVFD : Livamin 500cc/8jam

- Diet bubur sering

13

Page 14: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

2 September 2015

S : nyeri di perut bawah dan di luka operasi, gatal-gatal seluruh badan

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD :140/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C

Status lokalis (abdomen)

Inspeksi : Datar, luka post-op :

- abdomen tengah basah

- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning

kemerahan

- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)

Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

A : POD 5 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P :

Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Pantoprazole 2 x 40 mg

Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg

14

Page 15: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

- Hiperil 1 x 5 mg

IVFD : Livamin 500cc/8jam

3 September 2015

S : nyeri di perut bawah, gatal-gatal seluruh badan

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD :140/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C

Status lokalis (abdomen)

Inspeksi : Datar, luka post-op :

- abdomen tengah hiperemis (+), nyeri tekan (+), rembesan pus (+)

- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning

kemerahan

- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)

Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

A : POD 6 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P :

Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Metronidazole 3 x 500 mg

15

Page 16: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Pantoprazole 2 x 40 mg

- Ceterizine 2 x 1 gr

Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg

- Hiperil 1 x 5 mg

IVFD : Livamin 500cc/8jam

- Diet bubur

- GV 3x/hari dengan cairan aquadest + gentamisin 2 mg

- Mobilisasi

4 September 2015

S : -

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD :140/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C

Status lokalis (abdomen)

Inspeksi : Datar, luka post-op :

- abdomen tengah hiperemis, rembesan (-)

- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning

kemerahan

- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan cairan serous (+)

Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

16

Page 17: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

A : POD 7 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal

anastomosis, debridement luka

P :

Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Dexketoprofen 3 x 50 mg

- Pantoprazole 2 x 40 mg

- Ceterizine 2 x 1 gr

Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg

- Hiperil 1 x 5 mg

IVFD : Livamin 500cc/8jam

- Diet bubur + susu

- GV 3x/hari dengan cairan aquadest + gentamisin 2 mg

- Mobilisasi duduk

- Aff catether, bladder training

H. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

17

Page 18: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

18

Page 19: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Fistula adalah hubungan abnormal antara suatu saluran dan saluran lain (fistula interna),

atau antara suatu saluran dan dunia luar melalui kulit (fistula eksterna). Menurut penyebabnya

fistula dibagi menjadi fistula bawaan, seperti fistula omfalomesentrikus, dan fistula dapatan.

Fistula dapatan dapat disebabkan oleh radang, seperti fistula perianal pada morbus Crohn, cedera

terutama trauma tajam, keganasan pada usus, dan dapat iatrogenik akibat operasi.(1)

Ada beberapa fistula yang umum ditemukan, yaitu blind fistula, fistula inkomplit, fistula

komplit, dan fistula tapal kuda. Blind fistula merupakan fistula berbentuk tabung yang terbuka

pada salah satu sisi dan sisi lainnya tertutup. Jika fistula ini tidak diobati kan berubah menjadi

fistula komplit. Fistula inkomplit merupakan fistula yang hanya terbuka di eksternal, sedangkan

pada fistula komplit terdapat bukaan lengkap yaitu internal dan eksternal. Fistula tapal kuda

berbentuk U, memiliki dua bukaan eksternal dan internal, dan biasanya ditemukan pada fistel

ani. (2,3)

Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus Fistula (ECF) adalah adanya hubungan

abnormal yang terjadi antara dua permukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit,

baik usus besar dengan kulit maupun usus halus dengan kulit. (1,2)

19

Page 20: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Gambar 1. Fistula enterokutan

2.2 Epidemiologi

Fistula enterokutaneus dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada

saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi

dan ileum merupakan lokasi tersering, sementara sekitar 25% dari pasien ECF adalah pasien

dengan post trauma abdomen. Fistula Enterokutaneus (ECF) juga dapat terjadi spontan dalam

kaitannya dengan keganasan, radiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik serta infeksi.

Namun Fistula Enterokutaneus (ECF) yang terjadi spontan memiliki presentase yang kecil.

Empat puluh sembilan persen merupakan high output dan 51% low output. Sekitar 5-20% dari

fistula enterokutan mengakibatkan sepsis, gangguan nutrisi, dan ketidakseimbangan elektrolit.(4,5)

.

2.3 Etiologi dan Klasifikasi

Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi, fisiologi dan

etiologi, yaitu sebagai berikut: (1-3)

1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula internal

dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan antara dua viscera,

sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang menghubungkan antara viscera dengan kulit.

2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-output,

moderate-output dan low-output.

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal ke dunia luar,

dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan protein sehingga dapat

menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan dapat

menyebabkan malnutrisi pada pasien. Fistula dengan high-output apabila pengeluaran cairan

intestinal sebanyak > 500ml per hari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan low-

output sebanyak < 200 ml per hari.

20

Page 21: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

3. Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula yang

terjadi secara spontan dan akibat komplikasi post-operasi.

Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh fistula

enterokutaneous. Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama pada kanker dan

penyakit radang pada usus. Selain itu dapat juga disebabkan oleh radiasi, penyakit

divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskemi pada usus.

Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi post-operasi

(sebesar 75%) dan ileum merupakan organ paling sering terbentuknya fisula enterokutan.

Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous akibat post-operasi dapat disebabkan

oleh faktor pasien dan faktor teknik. Faktor pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis,

anemia, dan hypothermia. Sedangkan faktor teknik yaitu pada tindakan-tindakan preoperasi

maupun intraoperatif. Sebelum dilakukan operasi, harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan

nutrisi pasien karena kehilangan 10-15% berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL,

rendahnya kadar transferin dan total limfosit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula

enterokutaneous. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya

vaskularisasi pada daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan

membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat. Untuk mengurangi resiko timbulnya fistula,

keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran oksigen menjadi lebih

optimal. Selain itu pada saat operasi harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah

timbulnya infeksi dan abses yang dapat menimbulkan fistula.

2.4 Patofisiologi

Semua bentuk fistula berhubungan dengan eksposur jaringan nonintestinal. Flora bakteri

usus menyebabkan kontaminasi dan perkembangan akhir sepsis. Pembentukan fistula, fisura dan

abses terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus

berlanjut maka saluran abnormal yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga

terbentuklah fistel enterokutaneus. Lesi (ulkus) kontak terus-menerus satu sama lain dan

dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami penebalan dan

21

Page 22: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit. Efek lokal cairan usus dapat merusak atau

korosif terhadap jaringan nonintestinal, menyebabkan kerusakan, erosi, dan hilangnya organ

normal atau fungsi sistem organ. Fistula dapat diklasifikasikan sesuai dengan struktur anatomi

yang terlibat, etiologi proses penyakit yang mengarah ke pembentukannya, dan output

fisiologinya ( terutama untuk fistula enterocutaneous ). Klasifikasi anatomi menentukan situs

fistula asal, titik drainase, dan apakah fistula itu internal atau eksternal. Klasifikasi fisiologis

bergantung pada output fistula dalam jangka waktu 24 jam. Klasifikasi etiologi (misalnya,

keganasan, penyakit usus inflamasi, radiasi) mendefinisikan penyakit terkait yang mengarah ke

pengembangan fistula.

2.5 Manifestasi Klinis

Fistula enterokutan diawali dengan gangguan integritas dari dinding usus yang

menyebabkan bocornya isi usus ke rongga abdomen ataupun permukaan tubuh. Gejala awal

dimulai dari demam dan leukositosis pada hari ke 3 sampai 5 setelah operasi. Terdapat rasa tidak

nyaman (nyeri) pada abdomen akibat dari penyempitan lumen usus yang mempengaruhi

kemampuan usus untuk mentranspor produk dari pencernaan usus melalui lumen. Karena

peristaltik usus dirangsang oleh makanan, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk

menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan,

mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi.

Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu, pembentukan

ulkus di lapisan membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan menghasilkan iritasi

konstan ke kolon dari usus halus, bengkak, dan menyebabkan diare kronis. (6)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan infeksi pada luka. Diagnosis menjadi jelas jika

didapatkan drainase material usus pada luka di abdomen. Evaluasi bau, warna, konsistensi dan

volume cairan dapat membantu mengidentifikasi sumber kebocoran. Manifestasi lain adalah

didapatkannya abses intraabdomen pada pemeriksaan CT Scan. (6)

Manifestasi klinis pada fistula enterokutan spontan adalah demam, leukositosis, gejala

ileus, dan nyeri di daerah perut atau adanya peritonitis. Gejala ini tipikal didapatkan pada

penyakit peradangan usus. (6)

22

Page 23: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut: (6,-8)

a. Test methylen blue

Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula enterokutaneous dan

mengkonfimasi bahwa sumber fistula memang dari saluran pencernaan. Penilaian definitif

dari sumber fistula, rute, dan adanya penghalang atau abses sangat penting dalam

menentukan intervensi dan metode pemberian nutrisi yang tepat. Teknik ini kurang mampu

untuk mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.

b. USG

USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan penimbunan cairan

pada saluran fistula.

c. Fistulogram

Teknik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras disuntikkan melalui

pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan menggunakan teknik

pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu sumber fistula, jalur fistula, ada-tidaknya

kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di bagian distal, keadaan usus yang berdekatan

dengan fistula (striktur, inflamasi) dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.

d. Barium enema

Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus halus, dan

kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti penyakit divertikula,

penyakit Crohn's, dan neoplasma.

e. CT scan

CT scan abdomen menunjukkan anatomi saluran dan asal-usulnya serta adanya abses

intraabdominal atau patologi terkait

23

Page 24: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu

stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.

1. Stabilization

Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,

nutritional support, control of fistula drainage

a. Identification

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan fistula

enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien menunjukkan tanda-

tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka. Luka akan

terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat

mengalami malnutrisi yang disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam

waktu lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah. (5)

b. Resuscitation

Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi. Pada tahap ini,

pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi. Transfusi sel darah

merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dan pemberian infuse albumin

dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.(5)

c. Control of sepsis

Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan pemberian

obat antibiotik. (5)

d. Nutritional support

Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous merupakan komponen

kunci penatalaksanaan pada fase stabilization. Fistula enterokutaneous dapat menimbulkan

malnutrisi pada pasien karena intake nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan

banyaknya komponen usus kaya protein yang keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula 24

Page 25: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

enterokutaneous membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio

kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi

ini dilakukan melalui parenteral. Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti

vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat. Manfaat relative dari pemberian nutrisi secara

enteral dan parenteral masih diperdebatkan. Pemberian nutrisi secara enteral jika

memungkinkan dapat mempertahankan barrier usus sebagai imunologi dan hormonal fungsi

usus. Hal ini sering kali tidak efektif karena terjadi intoleransi makanan, ketidakmampuan

untuk mengakses saluran pencernaan atapun fistula high-output. (5)

e. Control of fistula drainage

Terdapat berbagai teknik yang digunakan untuk manajemen drainase fistula yaitu

simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction catheter. Selain itu, untuk

mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat cairan fistula, dapat diberikan karaya

powder, stomahesive atau glyserin. Beberapa penulis melaporkan keberh

Menggunakan Vacuum Assisted Closure (VAC) system untuk penatalaksanaan fistula

enterokutaneous. Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga

diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan

traktus biliaris. (3,5)

2. Investigation

Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula. Ada beberapa

cara yang dapat dilakukan yaitu: (3,5)

a. Test methylen blue

b. USG

c. Fistulogram

d. Barium enema

e. CT scan

25

Page 26: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

3. Decision

Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu pada pasien

dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis. Penutupan spontan dapat terjadi

pada sekitar 30% kasus. Fistula yang terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz

memiliki kemampuan yang rendah untuk diamenutup secara spontan. Hal ini berlaku juga

pada fistula dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus,

diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak

menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat direncanakan untuk

melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus

mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan nutrisi dengan memberikan nutrisi secara

adekuat, kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan teknik-teknik operasi yang akan

digunakan. (5)

4. Definitive therapy

Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula enterokutaneous yang

tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang tepat. Sebelumnya, pasien harus

dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas dari sepsis. (3,5)

Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru. Insisi secara transversal

pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan. Tujuan tindakan operasi selanjutnya

adalah membebaskan usus sampai rektum dari ligamentum Treiz. Kemudian melakukan

eksplorasi pada usus untuk menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah

kegagalan dalam melakukan anastomosis. (3,5)

Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada segmen tersebut

merupakan tindakan yang tepat. Pada kasus-kasus yang berat, dapat digunakan tehnik

exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal patches. Namun tindakan- tindakan

tersebut tidak menjamin hasil yang optimal. Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted,

end-to-end anastomosis menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan

kemungikan anastomosis yang aman.(3,5)

5. Healing

26

Page 27: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi harus terus

dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan penutupan dinding abdomen.

Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan

nitrogen, pemberian kalori dan protein yang adekuat untuk meningkatkan proses

penyembuhan dan penutupan luka. (5)

2.7 Komplikasi

Trias klasik untuk komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu

sepsis, malnutrisi, serta berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan

abses lokal, infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat

meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta elektrolit

sehingga dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh.

Pemberian nutrisi parenteral sangat diperlukan, karena dapat meningkatkan penutupan fistula

secara spontan. Pada pasien yang membutuhkan penutupan fistula dengan operasi, nutrisi

parenteral dapat meningkatkan status nutrisi sehingga dapat mempertahankan kontinuitas usus

dengan cara meningkatkan proses penyembuhan luka dan meningkatkan sistem imun. (5,6)

2.7 Prognosis

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%, lebih banyak

disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat menutup secara spontan.

Faktor-faktor yang dapat menghambat penutupan spontan fistula yaitu FRIEND (Foreign body

didalam traktus fistula, radiasi enteritis, Infeksi/inflamasi pada sumber fistula, Epithelisasi pada

traktus fistula, Neoplasma pada sumber fistula, Distal obstruction pada usus). Tindakan

pembedahan dapat menyebabkan lebih dari 50% morbiditas pada pasien dan 10% dapat kambuh

kembali. (7-9)

27

Page 28: FISTULA ENTEROKUTAN LONG CASE

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong W, R. Sjamsuhidaayat. Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 3. Jakarta: EGC. 2010,

752

2. Dorland W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. 2002, h. 84

3. Kozell K and Martin L.. Managing the Challenges of Enterocutaneous Fistula. 1999

vol. 1, number 1. 10-14

4. Timothy A Pritts, David R Fischer, et al. Postoperative enterocutaneous fistula. NCBI

Bookshelf. 2001

5. Evenson A. R et al. Current Management of Enterocutaneous Fistula. 2006. p. 455-

463

6. John L Cameron, Andrew M Cameron. Current: Surgical Therapy ed: 11. Elsevier

Saunders. 2014. P 142-145.

7. Thompson M.J and Epanomeritakis E. An Accountable Fistula Management

Treatment Plan. British Journal of Nursing, 2008, vol 17 No.7.

8. Edward E.W et al. Small Intestine. In : Charles F., Bronicardi et al. Swartz-Principle

of Surgery. McGraw-Hill. p. 1037-1038

9. Stein D. E. 2008. Intestinal Fistulas.

28