Eunike - BLOK 26we

45
Masalah Kurang Gizi dalam Masyarakat EUNIKE 102010203 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Pendahuluan Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (dibawah usia 5 tahun) merupakan kelompok umur paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah. 1 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah penyakit yang sering diderita oleh balita,frekuensi terserang penyakit, jumlah anggota keluarga, pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, pola asuh balita, dan asupan makanan. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. 1 Gizi Buruk merupakan suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi 1

description

rt

Transcript of Eunike - BLOK 26we

Masalah Kurang Gizi dalam Masyarakat

EUNIKE

102010203

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Pendahuluan

Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (dibawah usia 5 tahun) merupakan kelompok umur paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah.1

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah penyakit yang sering diderita oleh balita,frekuensi terserang penyakit, jumlah anggota keluarga, pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, pola asuh balita, dan asupan makanan. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.1

Gizi Buruk merupakan suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.1

Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi, dan anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah gizi bukan hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat.

Alamat Korespondensi : Universitas Kristen Krida Wacana Fakultas Kedokteran (Kampus II) Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat ; Website : www.ukrida.ac.id ; NIM : 102010203; Email : [email protected]

Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus dilakukan secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan ekonomi dengan fokus pada kelompok miskin. Perhatikan gambar 1.

(Kasus gizi pada balita, ibu hamil, dan ibu menyusuiPUSKESMASPosyanduRujukan Surveilans giziPromosi KesehatanPeran serta masyarakatProgram KIAProgram Gizi)

Gambar 1. Mind Map Skenario 9

Masalah Gizi di Indonesia

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi atau malnutrisi, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro.2

Masalah gizi makro, terutama Masalah kurang energi dan protein (KEP), telah mendominasi perhatian para pakar masalah gizi selama puluhan tahun. Pada tahun 1980-an data dari lapangan di banyak negara menunjukkan bahwa masalah gizi utama bukan kurang protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau kombinasi kurang energi dan protein. Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk KEP.2

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro, terutama untuk kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Meskipun berdasarkan hasil survei nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol 2 SD

Gambar 2. Alur Pemeriksaan Anak Gizi buruk (sumber: Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk)

Gambar 3. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/ Puskesmas Perawatan (sumber: Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk)

Gizi buruk sendiri bisa di klasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, berikut penjelasan lebih lanjut:7

1. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan, (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.

2. Kwashiorkor, penampilannya seperti anak gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Gejala yang tampak adalah:

a. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam.

c. Wajah membulat dan sembab.

d. Pandangan mata anak sayu.

e. Pembesaran hati sehingga mudah teraba dan terasa kenyal, permukaan licin dan pinggir tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.

3. Marasmus-kwashiorkor, gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energy untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi.

Faktor Penyebab Masalah Gizi

Ada dua faktor penyebab terjadinya gizi buruk, yaitu:2

1. Penyebab langsung

a. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang.

Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berakibat terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Faktor sosial: yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan sekedarnya atau asal kenyang padahal miskin gizi.

b. Sering sakit menjadi penyebab terpenting kekurangan gizi, apalagi di negara-negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti TBC masih sangat tinggi.

Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apapun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.

2. Penyebab tidak langsung

a. Ketersediaan pangan rumah tangga

Tidak tersedianya makanan secara adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang-kadang bencana alam, perang maupun kebijakan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar yaitu pangan pun sering tidak bisa terpenuhi. Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Inipun menjadi penyebab munculnya penyakit kurang gizi.

b. Pola pengasuhan anak

Berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizinya buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.

c. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan/ adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak-anak daging, telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapatkan asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup. Perhatikan gambar 3.

Gambar 3. Penyebab kurang gizi (sumber: Surveilans Gizi)

Puskesmas8,9

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Indonesia mulai dikembangkan sejak dicanangkannya Pembangunan Jangka Panjang (PJP) yang pertama tahun 1971. Didahului dengan beberapa proyek rintisan Puskesmas di beberapa provinsi. Pemerintah mengembangkan Puskesmas dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang sebagian besar masih tinggal di pedesaan. Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah kerjanya. Program yang diselenggarakan oleh Puskesmas merupakan program pokok (public health essential) yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah untuk melindungi penduduknya, termasuk mengembangkan program khusus untuk penduduk miskin.

Azas Puskesmas:

1. Azas pertanggung-jawaban wilayah

Puskesmas harus bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Artinya bila terjadi masalah kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas-lah yang harus bertanggung jawab untuk mengatasinya. Sebagai contoh bila disalah satu desa di wilayah kerjanya ada kasus demam berdarah, Puskesmas harus segera melakukan berbagai tindakan agar kasus tersebut tidak menyebar ke tempat lain. Untuk dapat memantau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas harus proaktif ke lapangan mengadakan pemantauan, pembinaan binaan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

2. Azas peran serta masyarakat

Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas harus memandang masyarakat sebagai subyek pembangunan kesehatan, sehingga Puskesmas bukan hanya bekerja untuk mereka tetapi bekerja bersama masyarakat. Oleh karena itu, Puskesmas harus bekerjasama dengan masyarakat mulai dari tahap identifikasi masalah, menggali sumberdaya setempat, merumuskan dan merencanakan kegiatan penanggulangannya, melaksanakan program kesehatan tersebut dan mengevaluasinya. Untuk ini perlu difasilitasi pembentukan wadah masyarakat yang peduli kesehatan seperti Badan Peduli Kesehatan Masyarakat (BPKM) atau Badan Penyantun Puskesmas (BPP). BPKM/BPP merupakan mitra yang kerja yang kontruktif bagi Puskesmas dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Disamping itu berbagai elemen masyarakat juga diajak kerjasama dalam menumbuh-kembangkan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat), misalnya:

a. Ibu-ibu anggota PKK (Pemberdayaan & Kesejahteraan Keluarga) atau organisasi wanita lainnya untuk menumbuh-kembangkan posyandu (pos pelayanan terpadu) dan polindes (pondok bersalin desa).

b. Organisasi remaja untuk mengembangkan SBH (Saka Bakti Husada) di lingkungan pramuka, Santri Husada dan poskestren (pos kesehatan pesantren) di lingkungan pondok pesantren.

c. Kelompok pekerja untuk menumbuh-kembangkan Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja).

d. Kelompok lanjut usia (lansia) untuk menumbuh-kembangkan posbindu lansia (pos pembinaan terpadu lansia).

3. Azas keterpaduan

Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, bermitra dengan BPKM/BPP dan organisasi masyarakat lainnya, berkoordinasi dengan lintas sektor, agar terjadi perpaduan kegiatan di lapangan, sehingga lebih berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu cara memadukan berbagai kegiatan adalah dengan memfokuskan berbagai kegiatan untuk menyehatkan masyarakat. Dari masalah kesehatan setempat akan diketahui intervensi apa saja yang perlu dan program apa yang lebih dulu masuk dan program apa yang belakangan dilaksanakan.

4. Azas rujukan

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang bila tidak mampu mengatasi masalah kerena berbagai keterbatasan, bisa melakukan rujukan secara vertikal ke tingkat yang lebih tinggi, atau secara horisontal ke Puskesmas lainnya. Sebaliknya Puskesmas juga bisa menerima rujukan dari kasus secara vertikal dari tingkat yang lebih tinggi (rumah sakit) terhadap kasus yang sudah ditangani dan perlu pemeriksaan berkala yang sederhana dan dapat dilakukan di Puskesmas.

Fungsi Puskesmas di era desentralisasi adalah menggerakkan pembangungan berwawasan kesehatan, memberdayakan masyarakat dan keluarga, dan memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat mutlat perlu, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator keberhasilan misi pelayanan kesehatan masyarakat adalah IPMS (Indikator Potensi Masyarakat Sehat) terdiri dari cakupan dan kualitas program tersebut diatas. IPMS minimal mencakup seluruh indikator cakupan program pokok dan kualitas layanan kesehatan, lihat tabel 2.

Tabel 2. Program Pokok Puskesmas

Program pokok

Kegiatan

Indikator

Promosi Kesehatan

Promosi hidup bersih dan sehat (PHBS)

Perbaikan kesehatan

Kesehatan lingkungan

Penyehatan pemukiman

Perbaikan lingkungan

KIA

ANC

MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)

KB

Imunisasi

K4

Cakupan MTBS

Cakupan KB

Cakupan imunisasi

Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)

Diare, ISPA, Malaria, TB

Kesembuhan

Pengobatan

Medik dasar

Lab sederhana

UGD

Jumlah kasus

Cakupan pelayanan

Jumlah pemeriksaan

Gizi

Distribusi Vit.A/ Fe/ Yod

PSG (penilaian status gizi)

Promosi gizi

Cakupan pemberian Vit.A, Fe, dan Yodium

% kurang gizi/gizi buruk

Kualitas pelayanan kesehatan

Jaga mutu, provider, konsumen

Tingkat kepatuhan, kepuasan pasien

Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan Puskesmas bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan berkesinambungan. Misi ini berkaitan erat dengan program yang dilaksanakan Puskesmas. Pada era desentralisasi ini, program Puskesmas dibedakan menjadi program kesehatan dasar dan program kesehatan pengembangan.

Program kesehatan dasar adalah program minimal yang harus dilaksanakan oleh tiap Puskesmas yang dikemas dalam basic six, yaitu :

1. Promosi Kesehatan (Promkes)

a. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

b. Sosialisasi Program Kesehatan

c. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

2. Kesehatan Lingkungan (Kesling)

3. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana (KB)

4. Perbaikan Gizi

5. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)

6. Pengobatan

Sesuai dengan skenario mengenai masalah gizi masyarakat, maka program pokok puskesmas yang akan dibahas adalah program KIA dan gizi masyarakat. Tujuan umum puskesmas dalam program kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah menunrukan kematian (mortality) dan kejadian sakit (morbidity) di kalangan ibu, dengan cara menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui. Selain itu meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat diegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Perhatikan gambar 4.

Gambar 4. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun (sumber: http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html)

Yang menjadi sasaran program KIA adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak sampai dengan umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini sasaran primer program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan. Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan melalui dua cara: pendekatan langsung, perkiraan (estimasi) dan pendekatan tidak langsung. Pendataan langsung dilakukan oleh staf Puskesmas, baik dengan metode survei maupun menggunakan kader sebagai informan. Cara estimasi ditetapkan berdasarkan hasil perkalian angka standar. Angka ini ditetapkan dalam bentuk persentase oleh Depkes Pusat, berdasarkan proporsi kelompok penduduk dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah.

Menghitung penduduk sasaran KIA secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menghitung jumlah PUS (pasangan usia subur) berdasarkan catatan PLKB (petugas lapangan keluarga berencana) yang melakukan survei PUS setiap tahun di wilayah kerjanya. Dari jumlah PUS ini akan diketahui berapa yang menjadi akseptor KB dan berapa yang tidak memakainya karena ingin hamil atau sedang hamil. Yang hamil dijadikan penduduk sasaran KIA dan yang belum hamil karena menghadapi masalah infertilitas juga perlu dilayani dengan menyediakan pelayanan kesehatan yang berbeda. Dari ibu hamil akan ada bayi lahir, baik lahir mati, BBLR, dan lahir dengan berat badan normal, dan ditolong oleh tenaga terlatih atau bukan. Jumlah bayi yang lahir hidup secara kumulatif akan menjadi sasaran Posyandu untuk diimunisasi dan ditimbang secara rutin berat badannya sampai umur lima tahun. Ibu-ibunya akan menjadi sasaran pelayanan konseling pascapersalinan.

Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Kegiatan integratif adalah kegiatan program lain yang dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program lain tersebut juga menjadi sasaran program KIA. Kegiatan pokok pada program KIA adalah:

1. Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC).

2. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi dengan program gizi.

3. Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena kekurangan protein dan kalori dan memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium). Integrasi program PKM (konseling) dan gizi.

4. Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur.

5. Merujuk ibu-ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan.

6. Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas.

7. Mengadakan latihan untuk dukun bersalin dan kader kesehatan Posyandu.

Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah Indonesia terutama di wiliyah pemukiman kumuh di daerah perkotaan. Wilayah yang sering dilanda musim kering, yaitu NTB dan NTT. Tujuan dari program gizi di Puskesmas adalah untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui usaha pemantauan status gizi kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi (ibu hamil dan balita), pemberian makanan tambahan (PMT) baik yang bersifat penyuluhan maupun pemulihan. Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak dibawah usia lima tahun. Selain itu penduduk yang tinggal di daerah rawan pangan perlu mendapat perhatian Puskesmas.

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas dalam program gizi ini adalah sebagai berikut:

1. Menimbang berat badan balita untuk memantau pertumbuhan anak. dilakukan secara rutin setiap bulan, baik di Puskesmas maupun di pos timbang/posyandu. Indicator keberhasilan pemantauan status gizi balita digunakan SKDN yang ditulis di buku KMS (kartu menuju sehat).

S= jumlah semua balita; K= anak yang mempunyai KMS; D= balita yang datang teratur ke tempat penimbangan; N= balita yang datang teratur dan BB naik.

2. Pemeriksaan HB dan BB pada ibu hamil secara rutin. Kunjungan ibu hamil ke Puskesmas untuk ANC dilakukan minimal 4 kali sepanjang kehamilannya.

3. Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita yang kurang gizi. PMT penyuluhan dilakukan melalui demonstrasi pemilihan bahan makanan yang bergizi dan cara memasaknya. PMT pemulihan dilakukan memalui pemberian makanan yang sifatnya suplementasi (vitamin A, sulfas ferrosus, susu, dan sebagainya).

4. Memberikan penyuluhan gizi kepada masyarakat. Kegiatan gizi diintegrasikan ke dalam program KIA baik di gedung Puskesmas maupun di Posyandu.

5. Pembagian vitamin A untuk bayi 2x setahun, suplemen tablet besi untuk ibu hamil yang datang ke Puskesmas untuk ANC dan pemberian obat cacing untuk anak yang kurang gizi karena gangguan parasit cacing.

Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan salah satu parameter penting untuk menilai tumbuh kembang balita. Perhatikan gambar 5.

Gambar 5. Kartu Menuju Sehat (sumber: http://tumbuhsehat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=156&Itemid=77%5B;%5B'%5Du)

Dari gambar tersebut dapat dilihat di bagian samping terdapat identitas dan nama posyandu tempat kontrol. Di bagian berikutnya terdapat grafik umur terhadap berat badan. Di bagian dalam KMS terdapat grafik untuk anak berumur 0-24 bulan, dan di bagian luarnya terdapat grafik untuk umur 24-60 bulan. Di bawah grafik terdapat pula berbagai ilustrasi tentang proses tumbuh kembang anak yang normal.10

Grafik pertumbuhan yang optimal adalah apabila dari pencatatan setiap bulan diperoleh berat badan yang terus meningkat dan tetap berada dalam zona hijau. Zona kuning menandakan orang tua harus waspada dengan pertumbuhan balitanya. Zona kuning yang di bawah menunjukkan berat badan anak kurang dari berat badan rata-rata anak seusianya. Sedangkan zona kuning yang di atas menunjukkan berat badan anak lebih dari berat badan rata-rata anak seusianya. Berat anak yang terlalu rendah sampai memotong garis merah (BGM = bawah garis merah) harus dikonsultasikan ke petugas kesehatan. Demikian pula dengan anak yang berat badannya tidak naik dalam kurun waktu 2 bulan. Berat badan yang melampaui zona kuning atas juga tidak baik karena hal ini dapat menunjukkan anak mengalami obesitas atau mengindikasikan gangguan kecepatan pertumbuhan.10

Salah satu penanggulangan yang dapat dilakukan oleh Puskesmas dalam menangani gizi buruk pada balita adalah pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan. PMT pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. Sasaran prioritas dari PMT pemulihan ini adalah balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin. Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut:11

1. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan Gizi/ Puskesmas Perawatan atau Rumah Sakit.

2. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T).

3. Balita kurus.

4. Balita Bawah Garis Merah (BGM).

Balita dengan kriteria tersebut di atas, perlu dikonfirmasi kepada Tenaga Pelaksana Gizi atau petugas Puskesmas, guna menentukan sasaran penerima PMT pemulihan.

Prinsip dasar dari PMT pemulihan adalah:10

1. PMT pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal dan tidak diberikan dalam bentuk uang.

2. PMT pemulihan hanya sebagai tambahan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-hari, bukan sebagai pengganti makanan utama.

3. PMT pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran.

4. PMT pemulihan merupakan kegiatan di luar gedung puskesmas dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lintas program dan sektor terkait lainnya.

5. PMT pemulihan dibiayai dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Selain itu PMT pemulihan dapat dibiayai dari bantuan lainnya seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah daerah.

Persyaratan jenis dan bentuk makanan yang diberikan adalah:10

1. Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau makanan lokal. Jika bahan makanan lokal terbatas, dapat digunakan makanan pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan memperhatikan kemasan, label dan masa kadaluarsa untuk keamanan pangan.

2. Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran.

3. PMT Pemulihan merupakan tambahan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita dari makanan keluarga.

4. Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber protein hewani maupun nabati (misalnya telur/ikan/daging/ayam, kacang-kacangan atau penukar) serta sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan setempat.

5. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-turut.

6. Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan/makanan lokal ada 2 jenis yaitu berupa: a. MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan)

b. Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan berupa makanan keluarga.

7. Bentuk makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada balita dapat disesuaikan dengan pola makanan sebagaimana tabel 3.

Tabel 3. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita

Usia (bulan)

ASI

Bentuk makanan

Makanan Lumat

Makanan Lembik

Makanan Keluarga

0-6*

6-8

9-11

12-23

24-59

Ket: 6* = 5 bulan 29 hari

Posyandu8,12,13

Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun, balai kelurahan, RW dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di posyandu adalah KIA, KB, P2M (imunisasi dan penanggulangan diare), dan Gizi (penimbangan balita). Sasaran penduduk yandu adalah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur (PUS), dan balita.

Program yandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-IMR), angka kelahiran (Birth Rate-BR), dan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate-MMR). Turunnya IMR, BR, dam MMR di suatu wilayan merupakan standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu di wilayah tersebut. Keberhasilan ini dipantau setiap lima tahun melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes atau Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas).

Tujuan dari Posyandu antara lain adalah menurunkan angka kematian bayi, ibu melahirkan dan nifas, membudayakan NKBS (Norma Keluarga kecil Bahagia dan Sejahtera), meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera, dan berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga, dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.

Pelaksanaan layanan Posyandu dilakukan dengan sistem 5 meja, yaitu:

1. Meja I : pendaftaran

2. Menja II : penimbangan

3. Meja III : pengisian KMS

4. Meja IV : penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

5. Meja V : pelayanan kesehatan, berupa imunisasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, pembagian pil KB atau kondom, pengobatan ringan, dan konsultasi KB.

Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas KB).

Kegiatan yang dilakukan dalam Posyandu, antara lain:

1. Jenis Pelayanan Minimal Kepada Anak

a. Penimbangan untuk memantau pertumbuhan anak, perhatian harus diberikan khusus terhadap anak yang selama ini 3 kali tidak melakukan penimbangan, pertumbuhannya tidak cukup baik sesuai umurnya dan anak yang pertumbuhannya berada di bawah garis merah KMS.

b. Pemberian makanan pendamping ASI dan Vitamin A.

c. Pemberian PMT untuk anak yang tidak cukup pertumbuhannya (kurang dari 200 gram/ bulan) dan anak yang berat badannya berada di bawah garis merah KMS.

d. Memantau atau melakukan pelayanan imunisasi dan tanda-tanda lumpuh layu.

e. Memantau kejadian ISPA dan diare, serta melakukan rujukan bila perlu.

2. Pelayanan Tambahan yang Diberikan

a. Pelayanan bumil dan menyusui.

b. Program Pengembangan Anak Dini Usia (PADU) yang diintegenerasikan dengan program Bina Keluarga Balita (BKB) dan kelompok bermain lainnya.

c. Program dana sehat atau JPKM dan sejenisnya, seperti tabulin, tabunus dan sebagainya.

d. Program penyuluhan dan penyakit endemis setempat.

e. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman.

f. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).

g. Program diversifikasi pertanian tanaman pangan.

h. Program sarana air minum dan jamban keluarga (SAMIJAGA) dan perbaikan lingkungan pemukiman.

i. pemanfaatan pekarangan.

j. Kegiatan ekonomis produktif, seperti usaha simpan pinjam dan lain-lain.

k. Dan kegiatan lainnya seperti: TPA, pengajian, taman bermain.

Dengan adanya Posyandu yang sasaran utamanya bayi dan balita, sangat tepat untuk meningkatkan gizi balita. Peningkatan gizi balita di Posyandu yang dilakukan oleh kader berupa memberikan penyuluhan tentang ASI, status gizi balita, MPASI, Imunisasi, Vitamin A, stimulasi tumbuh kembang anak, diare pada balita.

Bila terdapat perburukan selama pengamatan dan perawatan status gizi, maka perlu dilakukan rujukan, sebagai berikut:1

1. Gizi buruk tanpa komplikasi dengan rawat jalan, rujukan dilakukan apabila:

a. Anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta,

b. Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak dengan edema),

c. Timbul edema baru.

2. Gizi buruk dengan komplikasi dengan rawat inap, rujukan dilakukan apabila:

a. Rujukan ke rumah sakit dilakukan bila terdapat tanda kegawatan/kesakitan yang tidak dapat diatasi dan memerlukan penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis anak.

b. Anak gizi buruk pasca perawatan di PPG (Pusat Pemulihan Gizi), dikirim ke Puskesmas/Puskesmas Pembantu/Posyandu terdekat dengan rumah pasien untuk dilakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan serta penyakit penyerta (contoh: TB-paru) secara rutin.

Promosi Kesehatan dan Pencegahan Gizi Buruk

Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan promosi kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengendalikan determinan kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam upaya promosi kesehatan.14

Promosi kesehatan merupakan proses komprehensif sosial dan politik, bukan hanya mencakup upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan individual, tetapi juga upaya yang bertujuan mengubah masyarakat, lingkungan, dan kondisi ekonomi, agar dampak negatif terhadap kesehatan individu dan masyarakat dapat dikurangi.14

Promosi kesehatan mempunyai 3 strategi dasar, yaitu:14

1. Advokasi kesehatan, untuk menciptakan kondisi ideal untuk sehat. Merupakan perpaduan antara aksi individu dan sosial yang dirancang untuk mendapatkan komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan sosial, dan dukungan sistem untuk tujuan kesehatan atau program kesehatan.

2. Pemberdayaan masyarakat, untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Merupakan proses yang mengantarkan masyarakat dalam mendapatkan kemampuan mengendalikan keputusan dan tindakannya dalam kesehatan.

3. Mediator bagi berbagai kepentingan dalam masyarakat di bidang kesehatan. Merupakan proses rekonsiliasi berbagai kepentingan (personal, sosial, ekonomi) dari individu dan komunitas, dan berbagai sektor (publik dan pribadi) dalam peningkatan dan perlindungan kesehatan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Kesehatan 2005-2009 menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20%. Guna mempercepat pencapaian sasaran tersebut, di dalam Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009 telah ditetapkan 4 strategi utama, yaitu 1) menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; 2) meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas; 3) meningkatkan sistem surveilans, monitoring, dan informasi kesehatan; 4) meningkatkan pembiayaan kesehatan. Selanjutnya dari empat strategi utama tersebut telah ditetapkan 17 sasaran prioritas, satu diantaranya adalah seluruh keluarga menjadi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), sebagai komponen Desa Siaga.15

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicerminkan minimal dengan:15

1. Menimbang berat badan secara teratur.

2. Memeberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia enam bulan (ASI eksklusif).

3. Makan beraneka ragam.

4. Menggunakan garam beryodium.

5. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.

Untuk mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati. Aspek ini berada disemua tingkatan mencakup 1) tingkat keluarga; 2) tingkat masyarakat; 3) tingkat pelayanan kesehatan; 4) tingkat pemerintah.15

Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk penyiapannya.15

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50% anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul Vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Sementara itu perilaku gizi lain yang belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar 28% rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam.15

Masalah lain yang menghambat penerapan perilaku KADARZI adalah adanya kepercayaan, adat kebiasaan dan mitos negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga yang mempunyai anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan yang justru sangat bermanfaat bagi asupan gizi.

Pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan preventif dan promotif sangat diperlukan dalam mewujudkan KADARZI. Namun demikian saat ini pelayanan kesehatan masih banyak menitikberatkan pada upaya kuratif dan rehabilitatif. Di lapangan saat ini kegiatan dan ketersediaan media promosi masih sangat terbatas.15

Strategi dasar KADARZI adalah pemberdayaan keluarga dan masyarakat, Bina Suasana dan Advokasi yang didukung kemitraan. Demikian strategi-strategi tersebut:15

1. Gerakan Pemberdayaan Masyarakat, adalah proses pemberian informasi KADARZI secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran di berbagai tatanan, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku sadar gizi. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah individu, keluarga dan kelompok masyarakat.

2. Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau melakukan perilaku KADARZI. Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi apabila lingkungan sosial dimana dia berada (keluarga di rumah, orang-orang menjadi panutan, idolanya, majelis agama, dan lain-lain) memiliki opini yang positif terhadap perilaku sadar gizi. Bina suasana perlu dilakukan karena akan mendukung proses pemberdayaaan masyarakat khususnya dalam upaya mengajak para individu dan keluarga dalam penerapan perilaku sadar gizi.

3. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan penerapan KADARZI. Kebijakan publik di sini dapat mencakup peraturan perundangan di tingkat nasional maupun kebijakan di daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa dan lain sebagainya.

4. Kemitraan, gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI adalah suatu kerja sama yang formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai peningkatan KADARZI. Kemitraan KADARZI berlandaskan pada 3 prinsip dasar yaitu: Kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan antarmitra.

Kegiatan gerakan pemberdayaan masyarakat dalam promosi KADARZI di kabupaten/kota salah satunya adalah fasilitasi pelaksanaan kegiatan promosi di komunitas, dengan cara sebagai berikut:15

1. Pengembangan kelompok-kelompok komunitas

Tujuan dari rangkaian kegiatan ini adalah untuk bersama-sama mitra mengidentifikasi dan mengembangkan kapasitas kelompokkelompok di komunitas, mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Identifikasi kelompok-kelompok komunitas di wilayah sasaran, yang dimaksud dengan kelompok-kelompok komunitas dapat mencakup:

Kelompok dalam bidang kesehatan seperti Posyandu.

Kelompok dalam bidang keagamaan seperti majelis taqlim, Pengajian, Yasinan, Kelompok Jemaat Gereja, kelompok komunitas berbasis keagamaan dari penganut agama lain termasuk Hindu, Budha.

Kelompok usaha seperti kelompok tani, peternak, pengairan/irigasi

Kelompok bidang ekonomi seperti kelompok simpan pinjam, arisan dan lain-lain.

b. Membentuk atau bila sudah ada, mengembangkan kelompok yang beranggota wakil kelompok-kelompok yang ada.

c. Pertemuan untuk menyamakan persepsi.

d. Lokakarya untuk pengembangan kapasitas dengan topik, mencakup:

Mengidentifikasi masalah gizi

Mengenal KADARZI

Memfasilitasi diskusi warga untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian Promosi KADARZI

Mengelola kegiatan edu-taintment di tingkat komunitas

Selain dengan program KADARZI, intervensi yang terkait dengan praktek-praktek pemberian makanan pada anak dan gizi ibu merupakan kunci untuk menangani gizi kurang pada anak-anak. Intervensi ini merupakan paket Intervensi Gizi Efektif (IGE), yang memberikan sebuah rangkaian layanan sejak pra-kehamilan sampai usia dua tahun yang mencakup 1000 hari kehidupan. Konseling gizi bagi para perempuan hamil dan ibu untuk mempromosikan praktek-praktek yang baik merupakan bagian penting dari paket terpadu ini. Berikut ini yang seharusnya dimasukkan dalam paket Intervensi Gizi Efektif:16

1. Konseling gizibagi ibu hamil dan ibu anak-anak muda

2. Praktek pemberian makan bayi dan anak yang tepat: inisiasi pemberian ASI dalam jam pertama kelahiran, pemberian ASI eksklusif kepada bayi usia kurang dari enam bulan, dan pengenalan makanan pendamping ASI sesuai dengan praktek-praktek yang direkomendasikan pada usia 6 bulan, dilanjutkan dengan pemberian ASIsampai usia minimal dua tahun.

3. Gizi mikro bagi perempuan hamil dan bagi anak yang meliputi:

a. Besi dan asam folat atau suplementasi gizi mikro ganda bagi perempuan hamil,

b. Garam beryodium yang memadai bagi semuarumah tangga,

c. Suplementasi Vitamin A bagi anak-anak usia 6-59bulan,

d. Suplementasi seng untuk diare pada anak-anak diatas usia 6 bulan,

e. Perilaku kebersihan yang baik dalam kehamilan, masa bayi and usia dini,

f. Pemberantasan penyakit cacingan bagi ibu dan anak-anak usia 1-5 tahun,

g. Pengobatan anak yang sangat kurus, dengan menggunakan makanan terapetik siap pakai,

h. Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kekurangan energi dan protein bagi ibu hamil kurang makan,

i. Pemberian suplementasi kalsium pada ibu hamil.

Gizi Seimbang

Pemahaman gizi seimbang digunakan mulai tahun 1994 melalui pedoman umum gizi seimbang (PUGS), yang sebelumnya dikenal dengan slogan 4 sehat 5 sempurna. Ilmu gizi dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Clinical nutrition, yaitu gizi yang berkaitan dengan kesehatan perorangan, lebih menitik beratkan pada kuratif (pengobatan) daripada preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan), 2) Public health nutrition, yaitu gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat dan lebih ditekankan pada preventif dan promotif.

Yang dimaksud dengan gizi seimbang adalah pola makan yang seimbang antar zat gizi yang diperoleh dari aneka ragam makanan dalam memenuhi kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat, cerdas, dan produktif. Dan yang dimaksud dengan seimbang adalah keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi, antara kelompok pangan sumber tenaga, sumber pembangun (lauk-pauk) dan sumber zat pengatur (sayuran dan buah), serta keseimbangan antar waktu makan (pagi, siang, dan malam).17

Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, atau menyusui. Sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi, yang dikenal dengan istilah Tri Guna Makanan, yaitu:17

1. Sumber zat tenaga (padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan)

2. Sumber zat pengatur (sayuran dan buah)

3. Sumber zat pembangun (kacang-kacangan, makanan hewani, dan hasil olahannya),

sedangkan makanan yang dibatasi jumlah penggunaannya adalah gula dan garam. Lihat pada gambar 6.

Gambar 6. Piramida Pedoman Umum Gizi Seimbang (sumber: Nutrition for health, fitness and sport)

Keunggulan dari model piramida gizi ini adalah selain ditujukan untuk kelompok rawan (gizi kurang) dalam meningkatkan status gizi, juga ditujukan bagi mereka yang kelebihan gizi (obesitas) agar tercapai hidup yang lebih sehat.18

Angka kecukupan gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Data AKG ini selanjutnya dapat dipergunakan untuk:19

1. Menentukan kecukupan makanan,

2. Merencanakan bantuan makanan dalam rangka program kesejahteraan rakyat,

3. Mengevaluasi tingkat kecukupan penyediaan pangan untuk kelompok tertentu,

4. Menilai tingkat konsumsi individu maupun masyarakat,

5. Menilai status gizi masyarakat,

6. Merencanakan fortifikasi makanan,

7. Merencanakan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) di bidang gizi termasuk penyusunan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang),

8. Merencanakan kecukupan gizi institusi,

9. Membuat label gizi pada kemasan produk makanan industri. Pehatikan tabel 4.

Tabel 4. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 Bagi Orang Indonesia (sumber: http://gizi.depkes.go.id/download/AKG2004.pdf)

Pada balita kebutuhan gizi yang dibutuhkan berbeda dari orang dewasa, mereka butuh lebih banyak lemak dan sedikit serat, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan makanan untuk balita:20

1. Gula dan garam, batasi penggunaan gula dan garam pada menu bayi. Walaupun sudah berusia di atas 1 tahun, batasi penggunaannya. Konsumsi garam untuk balita tidak lebih dari 1/6 jumlah maksimum orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram. Cermati makanan balita, karena makanan orang dewasa belum tentu cocok untuknya. Kadang makanan orang dewasa terlalu banyak garam atau gula, atau bahkan mengandung bahan pengawet atau pewarna buatan.

2. Porsi makan anak juga berbeda dengan orang dewasa. Mereka membutuhkan makanan sumber energi yang lengkap gizi dalam jumlah lebih kecil namun sering.

3. Kebutuhan energi dan nutrisi. Bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat, protein, lemak serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari. Atur agar semua sumber gizi tersebut ada dalam menu sehari.

4. Susu pertumbuhan. Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting dikonsumsi balita. Sedikitnya balita butuh 350 ml/12 oz per hari.

Kegiatan Surveilans Gizi21

Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi dari surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan program jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan kebijakan.

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu:

a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI Eksklusif.

b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas.

2. Pengolahan data dan penyajian informasi

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk penyajian informasi lainnya.

3. Diseminasi informasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.

Alur pelaporan dan umpan balik serta koordinasi surveilans gizi adalah sebagai berikut:

1. Laporan kegiatan surveilans dilaporkan secara berjenjang sesuai sumber data (bisa mulai dari Posyandu atau dari Puskesmas).

2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi berkoordinasi dengan Rumah Sakit (RS)2 Pusat/Provinsi/Kabupaten/ Kota tentang data terkait, seperti data kasus gizi buruk yang mendapat perawatan.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengirimkan rekapitulasi laporan dari Puskesmas (Kecamatan) dan dari RS Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Gizi, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI, sesuai dengan frekuensi pelaporan.

4. Umpan balik hasil kegiatan surveilans disampaikan secara berjenjang dari Pusat ke Provinsi setiap 3 bulan atau setiap saat bila terjadi perubahan kinerja, dari Provinsi ke Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten/Kota ke Kecamatan (Puskesmas) serta Desa/Kelurahan (Posyandu) sesuai dengan frekuensi pelaporan pada setiap bulan berikutnya. Perhatikan gambar 7.

Gambar 7. Alur Pelaporan dan Umpan Balik Serta Koordinasi (sumber: Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi)

Kesimpulan

Pemerataan gizi di Indonesia belum cukup baik, masih banyak masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan gizinya, sehingga banyak terjadi kasus kurang gizi bahkan sampai kepada gizi buruk . Kasus ini terjadi terutama pada kelompok yang rentan seperti balita, ibu hamil dan menyusui. Untuk mengatasi hal ini, Puskesmas sebagai tempat pelayanan strata pertama memiliki program wajib mengenai perbaikan gizi masyarakat. Namun hal ini tidak cukup, para pelayan kesehatan harus bekerja lebih aktif lagi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, yaitu dengan cara promosi kesehatan dan penyuluhan. Hal ini guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan merubah perilaku masyarakat agar lebih baik lagi sehingga angka kurang gizi dan gizi buruk menurun.

Usaha pemerintah dan pelayan kesehatan akan sia-sia bila tidak ada kepedulian dan peran serta dari masyarakat sendiri, salah satu peran serta masyarakat adalah terlaksananya Posyandu, yang terdiri dari kader-kader yang merupakan kelompok masyarakat yang mau berlatih dan membantu di bidang kesehatan.

Usaha perbaikan gizi harus terus dilaksanakan, terutama pada balita karena gizi cukup pada balita akan mengoptimalkan tumbuh kembangnya sehingga akan menjadi anak-anak bangsa yang cerdas.

Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Pedoman pelayanan anak gizi buruk. Jakarta: Bakti Husada, 2011.h. 1-29.

2. Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC, 2005.h.120-150.

3. Maulana H.D.J. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC, 2007.h.50-60.

4. Budiarto. Pengantar epidemiologi. Jakarta: EGC, 2002.h.20-25.

5. Nasry Noor, Nur M.PH. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.h.125-30.

6. Departemen Kesehatan RI. Bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan, 2011.h.1-3.

7. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC, 2009.h.267-70, 284-5.

8. Muninjaya AA. Manajemen kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2004.h.128-9, 144-6, 148-9, 169-71.

9. Balai Pelatihan Kesehatan. Pedoman praktis pelaksanaan kerja di Puskesmas. Magelang: Podorejo Offset, 2000.h.151-5,161-8.

10. Kementerian Kesehatan RI. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.h.20-3.

11. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.Paduan penyelenggaraan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang (bantuan operasional). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.h.1-8.

12. Pengertian Posyandu-kms. Edisi Mei 2013. Diunduh dari http://posyandu.org/posyandu/1342-pengertian-posyandu-kms.html, 28 Juni 2013.

13. Suparmanto SAS. Petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan posyandu. Departemen Kesehatan RI, 2009; Jakarta: h.30-2, 44-5, 61-2.

14. Ghazali L. Perilaku dan promosi kesehatan. Edisi 2004. Diunduh dari http://medicine.uii.ac.id/upload/klinik/elearning/ikm/perilaku-dan-promosi-kesehatan-fkuii-lg.pdf, 1 Juli 2013.

15. Departemen Kesehatan Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Pedoman strategi KIE keluarga sadar gizi (KADARZI).Edisi 2007. Diunduh dari http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/strategi-KIE-Kadarzi.pdf, 1 Juli 2013.

16. UNICEF Indonesia. Gizi ibu dan anak. Edisi Oktober 2012. Diunduh dari http://www.unicef.org/indonesia/id/A6_-_B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf, 1 Juli 2013.

17. Universitas Indonesia. Pengertian gizi seimbang dan menyusun menu. Edisi 27 April 2009. Diunduh dari www.repository.ui.ac.id, 1 Juli 2013.

18. Khomsan A, Anwar F. Sehat itu mudah. Jakarta: PT Mizan Publika; 2008.h.10, 13-14.

19. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman umum gizi seimbang. Edisi November 2000. Diunduh dari www.gizi.net, 1 Juli 2013.

20. Pritasari. Makanan dan gizi balita. Edisi 2010. Diunduh dari http://www.nutriclub.co.id/my_toddler/article/a_balanced_diet_for_toddlers, 1 Juli 2013.

21. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk pelaksanaan surveilans gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.h.7-18.

20