Eksistensi Permainan Tradisional Di Kabupaten Sidoarjo_Munari

54
EKSISTENSI PERMAINAN TRADISIONAL DI KABUPATEN SIDOARJO Munari Kustanto Bappeda Kabupaten Sidoarjo Email : [email protected] ABSTRACT The study is to take inventory of traditional games in Kabupaten Sidoarjo and to see the problems faced in the preservation of traditional games. Using qualitative diskriptif approach, this study do the inventory related existence of traditional games that will be done on 18 sub-districts in Kabupaten Sidoarjo through the questionnaire. Next interviews were conducted to local cultural and community figures or community the elders who was an informant to investigate the problems faced by in an effort to the preservation of the traditional game. At least found 21 type of traditional games in Kabupaten Sidoarjo that still exist. Several problems faced in preserving traditional games in Kabupaten Sidoarjo is the lack of activity featuring traditional games, the limited space to play, television programs, education curriculum, and the role of parents. So far the community and the government yet show real role in order to preserve traditional games in Kabupaten Sidoarjo. Keywords : existence, traditional games ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melakukan inventarisir terhadap permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo serta melihat permasalahan yang dihadapi dalam pelestarian permainan tradisional tersebut. Menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, penelitian ini melakukan inventarisasi terkait eksistensi permainan tradisional akan dilakukan terhadap 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo melalui kuesioner. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada budayawan lokal dan tokoh-tokoh masyarakat atau para sesepuh masyarakat yang menjadi informan guna mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam upaya pelestarian permainan tradisional tersebut. Setidaknya ditemukan 21 jenis permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang masih eksis. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo adalah minimnya kegiatan yang menampilkan permainan tradisional, keterbatasan ruang untuk bermain,

description

Mengidentifikasi permainan tradisional yang masih eksis di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian dilakukan pada tahun 2013

Transcript of Eksistensi Permainan Tradisional Di Kabupaten Sidoarjo_Munari

EKSISTENSI PERMAINAN TRADISIONAL DI KABUPATEN SIDOARJOMunari KustantoBappeda Kabupaten SidoarjoEmail : [email protected]

ABSTRACTThe study is to take inventory of traditional games in Kabupaten Sidoarjo and to see the problems faced in the preservation of traditional games. Using qualitative diskriptif approach, this study do the inventory related existence of traditional games that will be done on 18 sub-districts in Kabupaten Sidoarjo through the questionnaire. Next interviews were conducted to local cultural and community figures or community the elders who was an informant to investigate the problems faced by in an effort to the preservation of the traditional game. At least found 21 type of traditional games in Kabupaten Sidoarjo that still exist. Several problems faced in preserving traditional games in Kabupaten Sidoarjo is the lack of activity featuring traditional games, the limited space to play, television programs, education curriculum, and the role of parents. So far the community and the government yet show real role in order to preserve traditional games in Kabupaten Sidoarjo.Keywords : existence, traditional games

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk melakukan inventarisir terhadap permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo serta melihat permasalahan yang dihadapi dalam pelestarian permainan tradisional tersebut. Menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, penelitian ini melakukan inventarisasi terkait eksistensi permainan tradisional akan dilakukan terhadap 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo melalui kuesioner. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada budayawan lokal dan tokoh-tokoh masyarakat atau para sesepuh masyarakat yang menjadi informan guna mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam upaya pelestarian permainan tradisional tersebut. Setidaknya ditemukan 21 jenis permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang masih eksis. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo adalah minimnya kegiatan yang menampilkan permainan tradisional, keterbatasan ruang untuk bermain, program televisi, kurikulum pendidikan, dan peran orangtua. Sejauh ini masyarakat dan pemerintah belum memperlihatkan peran yang nyata dalam usaha melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo.

Kata kunci : eksistensi, permainan tradisional

PENDAHULUANLatar BelakangNaluri untuk bermain tetap melekat sejak anak-anak sampai dengan orang tua. Bagi anak-anak, bermain menjadi kebutuhan mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan berjalannya waktu dan teknologi yang makin berkembang, permainan modern semakin menunjukkan hegemoninya atas permainan tradisional, terlebih mereka yang tinggal di perkotaan. Penelitian Perubahan Permainan Anak Dari Tradisional Ke Modern yang dilakukan oleh Muhammad Ziad Ananta1 menemukan bahwa anak-anak banyak yang memilih permainan modern, walaupun masih ada permainan tradisional yang masih eksis tetapi hanya dimainkan oleh segelintir anak saja. Hal ini dikarenakan makin canggihnya teknologi dan kehausan anak dalam memperoleh pengetahuan dan tantangan baru yang didapat dari permainan modern. Apabila kedua permainan tersebut dibandingkan, maka permainan tradisional ternyata tidak kalah dengan permainan modern. Permainan tradisional memiliki nilai-nilai budaya yang telah menjadi sarana berkehidupan bermasyarakat secara turun-temurun. Hal inilah yang belum tentu dapat ditemukan dari permainan modern. Selain tidak memiliki nilai-nilai yang terkait dengan pembentukan karakater anak, permainan modern juga memiliki dampak negatif. Peneliti Mainan dan Permainan Tradisional, Mohamad Zaini Alif2 mengatakan terdapat sejumlah efek negatif yang ditimbulkan dari permainan modern. Paling tidak efek tersebut muncul pada kondisi kesehatan dan psikologis pemain permainan modern itu. Menyadari keunggulan permainan tradisional dalam membentuk karakter anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 16 19 November 2012 menggelar Festival Permainan Tradisional Anak 2012 di Yogyakarta.3 Kegiatan ini merupakan terobosan yang dilakukan pemerintah untuk mengangkat kembali eksistensi permainan tradisional. Sebelumnya di Kota Batam pada 9 14 Juli 2012 diadakan Kongres Anak Indonesia XI tahun 2012.4 Dalam kongres tersebut dirumuskan delapan butir tuntutan dari anak Indonesia kepada pemerintah. Salah satunya adalah memohon kepada pemerintah untuk membangkitkan kembali permainan tradisional dan edukasi serta mengawasi secara ketat pengaksesan game online dan siaran media elektronik yang tidak layak untuk anak.Sebagai salah satu penyangga Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo tentunya tidak dapat lepas dari pengaruh modernisasi yang terjadi di Kota Metropolitan, termasuk juga dalam hal permainan. Hal ini dapat dilihat dari semakin menjamurnya permainan modern baik berupa rental playstation sampai dengan warnet untuk game online. Rental playstation dan warnet untuk game online sudah merambah hingga ke pelosok daerah. Kondisi ini ternyata sudah menjadi tren di tanah air, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Warnet Indonesia (APWI) banyak warnet di kota-kota besar gulung tikar namun di daerah atau kota-kota kecil justru makin tumbuh.5Jika pada beberapa dasawarsa sebelumnya masih banyak ditemui anak-anak yang memainkan permainan tradisional seperti bentengan, gobak sodor, dakon, gasing, petak umpet, dan sejenisnya. Sekarang ini anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan TV dan komputer untuk memainkan permainan modern. Hal ini nampak dari rental playstation dan warnet yang seringkali dipenuhi oleh anak-anak. Kalaupun ada anak-anak yang masih setia dengan permainan tradisional itupun hanya dalam hitungan jari. Apabila kondisi tersebut tidak mendapat perhatian serius baik dari orangtua, masyarakat, dan terlebih lagi pemerintah, maka tidak mustahil jika dalam beberapa tahun ke depan anak cucu kita tidak mengenal lagi apa yang disebut dengan permainan tradisional.Perlu dilakukan suatu usaha untuk melestarikan permainan tradisional yang dimulai dengan melakukan inventarisasi terhadap permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Sejauh ini belum ada penelitian yang berusaha untuk menginventarisir permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Permasalahan yang dihadapi juga perlu diketahui sehingga dapat dirumuskan rekomendasi yang komprehensif dan aplikatif guna melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo.

PermasalahanBerdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :a. Permainan tradisional apa saja yang ada di Kabupaten Sidoarjo ?b. Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo ?TujuanPenelitian ini bertujuan untuk :a. Melakukan inventarisir terhadap permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo;b. Melakukan inventarisir terhadap permasalah yang dihadapi dalam pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo.Ruang LingkupRuang lingkup dari penelitian ini adalah permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo, baik yang pernah ada maupun yang masih bertahan dimainkan sampai saat ini termasuk permasalahan yang dihadapi dalam melestarikannya.Tinjauan PustakaPermainan menurut Hans Daeng6 merupakan bagian mutlak dari kehidupan anak dan menjadi bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Huizinga berupaya mendefinisikan bermain berdasarkan ciri atau sifat yang dimiliki yaitu : (a) suatu kegiatan sukarela yang ada di luar kehidupan biasa; (b) sepenuhnya memukau (menyita perhatian); (c) tidak produktif; (d) berlangsung dalam suatu ruang dan waktu tertentu; (e) diatur oleh aturan-aturan; (f) ada hubungan-hubungan antar kelompok yang menutupi dirinya dengan kerahasiaan dan ketertutupan.7 Pendefinisian tersebut menyiratkan bahwa pada dasarnya setiap kegiatan manusia mengandung unsur bermain. Sedangkan Astuti,8 mengartikan permainan sebagai aktivitas manusia dalam berbagai bentuk sebagai cermin kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan baru secara menyenangkan. Anak akan berinteraksi secara fisik dengan lingkungan ketika bermain, semua panca inderanya tentunya akan aktif sehingga anak dapat belajar banyak hal dari bermain.Permainan tradisional merupakan salah satu folklore yang berupa permainan anak-anak, beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun, serta banyak mempunyai variasi. Permainan tradisional biasanya disebarkan dari mulut ke mulut sehingga kadangkala mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Danandjaja9 menjelaskan bahwa permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan.Jarahnitra10 menyatakan bahwa permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolahraga yang sekaligus menjadi sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, ketrampilan, kesopanan, serta ketangkasan. Sedangkan menurut Atik Soepandi dkk8, yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat, sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Dengan demikian permainan tradisional adalah segala perbuatan (baik mempergunakan alat atau tidak) yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa permainan tradisional adalah salah satu wujud atau bentuk kebudayaan. Sejumlah ilmuwan sosial dan budaya juga sepakat mengatakan bahwa permainan tradisional merupakan unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, sebab permainan ini dapat memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan anak.Beragamnya kebudayaan yang berkembang di masyarakat tentunya juga memberi dampak terhadap beragamnya permainan tradisional yang berkembang di masyarakat. Permainan tradisional berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu antara lain :8a. Permainan yang bersifat rekreatifb. Permainan yang bersifat kompetitifc. Permainan yang bersifat edukatifBerdasarkan pola permainannya, Dharmamulya7 membagi permainan tradisional ke dalam tiga kategori yaitu :a. Bermain dan bernyanyi, dan atau berdialogb. Bermain dan olah pikirc. Bermain dan adu ketangkasanPenganut strukturalis konflik telah menyadari dan menemukan sejumlah bukti bahwa kegiatan pembangunan dan modernisasi ternyata bukan saja mendorong terjadinya peningkatan industrialisasi dan laju pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong terjadinya perubahan sosial secara dramatis dan masif di berbagai komunitas. Studi yang dilakukan oleh Suyanto dan Jalal pada tahun 2001 menemukan sejumlah pergeseran yang terjadi di masyarakat akibat proses modernisasi. Pertama, modernisasi, proses komersialisasi dan pergeseran pola hubungan masyarakat yang makin kontraktual bukan saja menyebabkan unsur-unsur budaya lokal mengalami entropi kebudayaan, tetapi bahkan seringkali hanya tinggal menjadi hiasan sosial (paraphernalia) yang sudah tidak fungsional lagi dengan cara pikir dan tingkah laku walaupun masih menentukan bagaimana seseorang atau kelompok memperlihatkan diri. Kedua, di tingkat komunitas, proses memudarnya adat-istiadat dan kebiasaan setempat selain disebabkan oleh terjadinya proses infiltrasi dan invansi penduduk dalam suatu daerah acapkali juga didukung oleh perkembangan industrialisasi dan pengaruh media massa yang menawarkan berbagai jenis gaya hidup yang makin global. Ketiga, kendati teracam mengalami erosi, tetapi tidak sedikit unsur-unsur budaya lokal yang tetap eksis dan bahkan makin melembaga di lingkungan masyarakat. Eksistensi adat atau kebiasaan yang masih bertahan hingga kini umumnya terkait dengan adanya fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat secara luas.10MetodeBerdasarkan rumusan masalah yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini, maka jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini tidak melakukan uji statistik terhadap persoalan yang dirumuskan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, baik dalam teknik pengumpulan data maupun analisis data.Proses pencarian data dilakukan secara bertahap, di mana tahap pertama adalah melakukan identifikasi secara umum eksistensi permainan tradisional melalui pihak kecamatan dan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sidoarjo. Inventarisasi data terkait eksistensi permainan tradisional akan dilakukan terhadap 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Tahap kedua adalah melakukan konfirmasi ke lapangan kepada budayawan lokal dan tokoh-tokoh masyarakat atau para sesepuh masyarakat di tingkat lokal sebagai informan. Konfirmasi ke lapangan ini bukan sekedar untuk memperkuat temuan permainan tradisional yang masih eksis tetapi juga mengetahui permasalahan yang dihadapai dalam upaya pelestariannya. HASIL DAN PEMBAHASANHasilBerdasarkan jawaban dari kuesioner yang telah di kirim ke seluruh kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, maka diperoleh data terkait dengan permainan tradisional yang teridentifikasi di masing-masing kecamatan sebagai berikut :Tabel 1Identifikasi Permainan Tradisional di Kabupaten SidoarjoNoSumber DataIdentifikasi Permainan Tradisional

1Kecamatan TarikSepak Tekong, Angkle, Bedil-bedilan, Dakocan, Pres / Pot-potan, Kekean / Gasing, Dakon, Layang-layang, Jumpritan, Pal-palan, Pitik-pitikan / Ndog-ndogan, Das-dasan

2Kecamatan KrembungGobak Sodor, Layangan, Yoyo, Gasing, Petak Umpet, Pasaran, Kompenian (Bedi-bedian), Angkle, Patel Lele, Egrang, Jor-joran / Petak Umpet, Bentengan, Balap Karung, Nekeran, Mercon Bumbung, Kasti, Jago-jagoan Rumput, Hompimpah, Balon Jarak, Setipan

3Kecamatan PorongGobak Sodor, Jumpritan, Loncatan, Jentikan / Patil Lele, Betengan, Kekean, Bekelan, Dakon, Nekeran, Bawaan, Yoyo, Jumput, Dodol-dodolan, Angklek / Angkle

4Kecamatan JabonKekean, Karetan, Kitiran, Layangan, Dakon, Patil Lele, Domino, Skak, Halma, Karambol, Gobak Sodor

5Kecamatan TulanganDhakon, Patil Lele, Gobak Sodor, Layang-layang, Petak Umpet, Kasti, Kelereng, Bawaan, Angkle, Bekelan, Yoyo

6Kecamatan WonoayuPetak Umpet, Yoyo, Layangan, Balap Karung, Bentengan, Pasaran, Dhakon, Gobak Sodor, Patil Lele, Lompat Tali, Gangsingan, Nekeran

7Kecamatan SukodonoLayangan, Yoyo

8Kecamatan SidoarjoSepak Bola, Sepedaan, Petak Umpet, Benteng-Bentengan, Bulutangkis, Lompat Tali, Pasaran

9Kecamatan BuduranDakon, Layangan, Loncatan / Karetan, Gobak Sodor, Kelereng, Bentengan, Patil Lele, Kopral, Bendan / Engklek, Pasaran, Egrang, Gasing

10Kecamatan SedatiPetak Umpet, Layangan, Bentengan, Balap Karung, Ski Lumpur, Gobak Sodor, Patil Lele, Engkle, Perang-perangan, Kopral, Bekel, Dakon, Gendiran / Genderan

11Kecamatan WaruPetak Umpet, Betengan, Yoyo, Gobak Sodor, Jamuran, Lompat Tali, Dakon, Patel Lele, Engklek, Kelereng, Egrang, Layangan, Gatheng, Bekelan

12Kecamatan TamanPetak Umpet, Yoyo, Layangan, Balap Karung, Bentengan, Pasaran, Dhakon

13Kecamatan KrianBetengan, Petak Umpet, Dhakon, Panteg, Tabak Sorok, Tabak Kopral, Kelereng, Gasing / Kekean / Tajon, Genuk-genukan, Layang-layang, Patil Lele, Balap Karung, Panjat Pinang, Jamuran, Yoyo, Egrang, Gobak Sodor, Pasaran, Dakocan

14Kecamatan BalongbendoPetak Umpet, Jamuran, Gobak Sodor, Patil Lele, Dakon, Bentengan, Lompat Tali

15Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan PariwisataGobak Sodor, Dagongan, Terompang Panjang, Egrang

Sumber : Data DiolahSelain menggunakan kuesioner, pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan beberapa orang narasumber terkait dengan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Adapun hasil dari wawancara mendalam dengan narasumber adalah sebagai berikut :a. Narasumber INarasumber I merupakan Kepala Seksi Keolahragaan di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sidoarjo. Sebelumnya perlu diketahui bahwa permainan tradisional berada di bawah Bidang Keolahragaan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sidoarjo karena menjadi bagian dari olahraga tradisional. Sebagai olahraga tradisional, ternyata tidak semua permainan tradisional mendapat perhatian dari Seksi Keolahragaan di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sidoarjo. Sejak tahun 2011 hanya ada empat macam olahraga tradisional yang mendapat alokasi anggaran dari APBD Kabupaten Sidoarjo yaitu Egrang, Terompah Panjang, Gobak Sodor, dan Dagongan....dari mulai sejak tahun 2011 sampai sekarang masih ada itu yang pertama egrang yaegrang, kemudian terompah panjang, iya...terompah panjang, kemudian gobak sodor, ya istilahnya wong Jawa biasanya gobak sodor gitu, iya...satu lagi dagongan...iya. Dan ini aaa...mengacu pada kegiatan skala Nasional mas...jadi ada Kabupaten, Provinisi, dan Nasional...Keempat permainan tersebut menjadi fokus karena terdapat egenda rutin tahunan di tingkat Provinsi Jawa Timur dan juga Nasional. Narasumber sendiri menyadari masih banyak permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang dapat digali, di samping keempat permainan tersebut. Walaupun demikian sampai saat ini pihaknya belum memiliki data terkait permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Argumentasi yang disampaikan narasumber adalah karena pihaknya hanya fokus menangani keempat permainan tersebut.Belum...artinya kalo gambaran kegiatan yang lain mungkin masih bisa kita gali ya...aaa...seperti patil lele itu kan ada juga, terus apa itu petak umpet itu...itu kan...ya...itu mungkin bisa kita gali kembali. Tapi sementara...Propinsi tidak tau kok hanya memilih empat itu, karena itu kita juga memakai dasar kegiatan yang kita pilih ya itu...inggih. Gasing itu ya...mungkin masih ada...itu yang kita harus anu lagi

Narasumber melihat Kabupaten Sidoarjo memiliki banyak generasi muda, mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA. Mereka ini merupakan salah potensi yang perlu digandeng guna melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Sayangnya berdasarkan pengamatan narasumber, sampai dengan saat ini event-event yang melibatkan generasi muda di Kabupaten Sidoarjo masih kurang.Iyakarena jujur mas, untuk event-event yang menggerakkan anak-anak itu mungkin sangat kurang, sangat kurang ya tho. Anak-anak kita kan buanyak lho, olahraga prestasi ya gitu-gitu ya, anak-anak yang di klub aja yang ini ya yang aktif ya, tapi kalo tradisional kan bisainggih..Pemerintah menurut narasumber memiliki peranan yang sangat penting bagi usaha pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Kenyataan ini tidak lepas dari sikap masyarakat sendiri yang memiliki kecenderungan menunggu, mereka akan bereaksi ketika ada tindakan nyata dari pemerintah.Ee sepanjang kita tidak ada action saya kira tidak ada respon apapun mas dari masyarakat, kalo saya lho ya. Sepanjang kita diem, mereka, maka masyarakat juga akan tidak tahu kan, apa ini gitu kan ya. Itu kita bicara masalah anu ya, respon dari mungkin masyarakat yang dibilang anak-anak ya. Kalo orang tua mungkin tahulah ini olahraga apa gitu tahu, cuman kan karena sudah usia kan tidak terlalu ini. Tapi sepanjang kita ada niat untuk menggugah kembali, mengajak mereka berpartisipasi ya saya yakin respon juga bagus......kalo menurut saya bagaimana pemerintah aa bisa mengitik-itik warga dengan kegiatan itu saya yakin respon mesti ada...Pendapat narasumber ini bukannya tanpa alasan, sebab pada tahun 2012 pernah digelar lomba terompah panjang di depan Masjid Agung. Kegiatan yang dibuka oleh Bupati Sidoarjo ini mendapat sambutan yang luar dari masyarakat. Lomba yang diadakan selepas sidang paripurna ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat tetapi juga pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.b. Narasumber IINarasumber II merupakan salah pemerhati budaya di Kabupaten Sidoarjo. Menurutnya, permainan modern dianggap lebih banyak memberikan efek negatif bagi anak-anak. Walaupun demikian, kenyataannya malah permainan tradisional dari waktu ke waktu semakin sepi peminat. Walaupun belum semua, tetapi beberapa permainan tradisional sudah mengindikasikan punah. Banyak hal menurut narasumber yang menyebabkan permainan tradisional semakin terdesak keberadaannya. Salah satu yang menjadi sorotan narasumber adalah makin terbatasnya ruang bermain bagi anak-anak. Rumah-rumah penduduk yang semakin banyak dan saling berhimpitan mengakibatkan anak-anak kekurangan tempat bermain. ...contohnya ya rumahnya berhimpit-himpitan tidak memungkinkan anak-anak untuk bermain, bermain gobak sodor, bermain apa, baru mainan sepak bola aja sudah di urak-urak sama tetangganya kan gitu lho. Kalo jaman dulu kan padhang bulan itu ya, bulan purnama kan pada main di pelataran rumah, itu kan rame, bisa nyanyi-nyanyi bisa main macam-macam, macam-macamKondisi yang demikian ini menurut narasumber tidak dapat dilepaskan dari tuntutan jaman yang memaksa menggunakan ruang terbuka menjadi tempat tinggal. Akibatnya anak-anak semakin kesulitan mencari tempat untuk bermain, terlebih untuk permainan tradisional yang membutuhkan ruang cukup luas untuk bermain.Kondisi ini menurut narasumber semakin diperparah oleh penerapan kurikulum yang mengurangi waktu anak untuk bermain. Menurutnya kenyataan ini tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup materialistis yang berkembang di masyarakat. Gaya hidup ini menuntut masyarakat untuk semakin kompetitif dibidang akademik agar bisa bersaing di pasar kerja. Guna memenangkan persaingan tersebut maka mau tidak mau anak-anak dituntut oleh orangtuanya untuk memiliki prestasi akademik yang bagus.Kalo masyarakat sekarang karena ya sambung-sambungannya dengan pemerintah, sambungannya dengan pasar kerja. Hidup yang materialistis, dia itu, apa itu mencecar anaknya, saya ini kan cucu saya mau gak mau, les les les. Waktu bermain tidak ada, di samping ruang yang disediakan itu juga sekarang tidak ada. Mau bermain di masjid, dimarahi, di jalanan, dimarahi, sekarang anak-anak itu tidak ada tempat bermain.....Jadi memang digiring untuk materialistis, kowe kudu bijimu 9, 9 punjul ben melbu SMP 1, ya jadi manusia materialistis lagiNarasumber memfokuskan pandangan tersebut terutama bagi anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar, apalagi sekolah-sekolah yang menerapkan konsep fullday school.Dalam pandangannya, anak-anak pada usia tersebut seharusnya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain. Akan tetapi dengan penerapan kurikulum yang ada sekarang, anak-anak malah dipaksa untuk terus belajar guna mengejar nilai. Sekolah Dasar juga diyakini oleh narasumber sebagai dasar dari pembentukan karakter seorang anak, sehingga pelestarian permainan tradisional hendaknya fokus pada jenjang ini....Terutama di SD, SD itu kan masih basic ya, masih membentuk karakter, itu permainan-permainan olahraga yang mempunyai nilai-nilai seperti yang saya katakan tadi hendaknya masih dikembangkanTelevisi juga dianggap oleh narasumber memberikan sumbangsih terhadap kondisi permainan tradisional yang semakin tenggelam. Segala sesuatu yang ditampilkan di televisi seringkali menjadi tren di masyarakat, termasuk permainan modern. Banyak iklan permainan modern ditampilkan di televisi setiap hari, hal ini secara perlahan tapi pasti mempengaruhi pandangan masyarakat tentang citra modern. Letak Kabupaten Sidoarjo yang bersebelahan dengan Kota Surabaya dianggap oleh narasumber sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap konsep modern. Ditambah lagi cukup banyak penduduk Kabupaten Sidoarjo yang bekerja di Kota Surabaya atau sebaliknya. Kondisi yang demikian inilah tentunya dapat mempengaruhi konsep modern masyarakat Sidoarjo.Dijelaskan pula oleh narasumber bahwa kehidupan masyarakat Sidoarjo ternyata terdapat pemisahan antara penduduk lokal dengan para pendatang. Penduduk lokal sudah merasa nyaman dengan kondisi yang ada sekarang sehingga tidak mempunyai kepedulian terhadap pelestarian permainan tradisional. Sementara para pendatang yang sebagian besar merupakan pekerja sudah sangat disibukkan dengan pekerjaannya, akibatnya mereka tidak memiliki waktu untuk turun berperan serta dalam upaya pelestarian permainan tradisional.Dalam upaya pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo, peran dari budayawan di Kabupaten Sidoarjo tenyata juga belum terlihat sama sekali. Narasumber menuturkan bahwa budayawan di Kabupaten Sidoarjo hanya melestarikan kebudayaan yang secara langsung membawa dampak terhadap kehidupannya....sementara budayawan yang sampeyan katakan itu kalo menurut saya masih mencari nama untuk dirinya sendiri. Jadi kalo pas saya nari atau anu ya, dalam rangka saya untuk hidup saya sendiri gitu lhoApabila dibandingkan dengan budayawan yang ada di Yogyakarta, narasumber menuturkan bahwa budayawan di Kabupaten Sidoarjo sangat berbeda. Menurut narasumber budayawan di Yogyakarta melakukan upaya pelestarian kebudayaan termasuk di dalamnya permainan tradisional lebih karena dorongan kecintaan dan panggilan jiwa.Pemerintah menurut narasumber merupakan ujung tombak bagi berbagai upaya pelestarian tradisi di dalam masyarakat, termasuk juga permainan tradisional. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan memperbanyak jumlah event yang berkaitan dengan permasalahan tradisi. ...pesan saya...pemerintah dalam hal ini sebagai agen terdepan dan punya biaya, hendaknya mempelopori. Membuat banyak event yang ada kaitannya dengan masalah tradisional, syukur-syukur kapan-kapan suatu saat bisa, bisa masyarakat meniru, dan itulah identitas orang Jawa Timur, khususnya orang Sidoarjo......pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah atau kecamatan harus mensponsori, mensponsori dan kalau memang ini ini diperintahkan, gali, di daerahmu ada permainan dan tradisi apa, setiap event apa minimal setahun sekali tampilkan. Misal mengambil 17 Agustus, permainannya pure permainan tradisional...Sekolah juga harus digandeng dalam upaya melestarikan permainan tradisional, sebab melalui sekolah inilah pelestarian permainan tradisional dapat lebih efisien dilakukan. Beberapa dasawarsa yang lalu, permainan tradisional diajarkan di sekolah-sekolah (terutama Sekolah Dasar). Anak-anak yang mendapatkan pengetahuan tentang permainan tradisional di sekolah tentunya akan mempraktekannya di lingkungan tempat tinggalnya, sehingga keberadaan permainan tradisional tersebut tetap terjaga....Terus diberi ruang, termasuk mungkin nanti bisa lewat sekolahan, sekolahan itu diwajibkan olahraganya ada permainan tradisional. Kasti itu digalakkan sekolahan, dulu wajib. Atau olahragakasti iku yo olahraga...c. Narasumber IIIInformasi yang diperoleh dari narasumber III adalah adanya kecenderungan anak-anak mengalami kejenuhan terhadap permainan modern yang ada, dalam hal ini adalah Play Station. Gini mas, kalo saya dilimo itu saya sendiri saya lihat ada yang main PSan tapi ternyata ya jenuh lho mas, sekarang ndak ada. Sebetulnya kan berkurang, gak ada yang istilah ada yang bikin PS, ternyata ya hilang, jenuh anak-anak itu...Kondisi ini telah diprediksi oleh narasumber, ketika kemuculan persewaan Play Station beberapa tahun silam sempat membuat khawatir para orangtua, namun narasumber berhasil menyakinkan para orangtua bahwa keberadaan persewaan Play Station tersebut akan mengalami titik jenuh seperti sekarang ini.Menurut penjelasan narasumber, anak-anak tersebut sebenarnya merindukan permainan-permainan tradisional yang pernah ada. Kenyataan ini diperoleh dari pembicaraan narasumber dengan anak-anak yang sering bermain di depan rumahnya. Narasumber yang dikenal memiliki kedekatan dengan anak-anak ini sangat menyayangkan kondisi permainan tradisional yang semakin ditinggalkan.Jika masyarakat tidak memiliki kepedulian untuk melestarikan permainan tradisional, dapat dipastikan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan mengalami kepunahan. Perkembangan tata ruang dan infrastruktur menurut narasumber turut memberikan andil. Dijelaskan bahwa ketika masa kecilnya dulu, rumah-rumah warga masih memiliki halaman yang cukup luas untuk bermain, sedangkan rumah-rumah pada saat ini sebaliknya, bahkan tidak jarang berhimpitan dengan jalan....kalau dulu kalau saya waktu kecil dulu kan halaman rumah itu kan panjang-panjang tho, kalo sekarang kan mepet jalan semua. Kalo dulu kan rata-rata semua itu paling ndak 15 meter, iya 15 meter, 10 meter punya halaman. Sekarang kan depannya sudah bukan...Iya, ya itu memang kalo sekarang itu mungkin ya tempat gak seperti dulu mas, jaman dulu enak wa, halaman dulu itu sama luasnya lah...Tidak adanya ruang untuk bermain inilah yang menjadikan permainan tradisional ditinggalkan oleh anak-anak, terlebih permainan tradisional yang membutuhkan ruang yang luas untuk memainkannya.Selanjutnya kehidupan yang makin materialistis menyebabkan masyarakat harus berkerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Para orangtua menjadi sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga seringkali tidak memiliki waktu untuk memberikan informasi permainan tradisional yang ada.Ya mungkin itu mas, ya mungkin apa, di samping yang itu kan banyak kerja, jadi gak menularkan ke anak-anak, dan lagi kan sekarang sudah permainan habis seperti itu, iya, itu. Walaupun sekali waktu masih bermain anak-anak itu, masih bermain, masih kalo bermain, paling ndak itu ya karet itu mas......Coba kalo seperti seperti dulu orangtua saya, dibikinkan layangan, dibikinkan, dicarikan itu, kekean. Dulu kan orangtua yang itu, dulu. Seperti orangtua saya dulu, kan gitu. Sekarang kan he he enggak, he he he...Dengan demikian orangtua sebenarnya memiliki peran yang sangat krusial dalam pelestarian permainan tradisional. Kalaupun dewasa ini para orangtua masih bermain dengan anak-anaknya, itupun tidak semua permainan tradisional yang pernah dimainkan oleh orangtuanya dulu. Permainan tradisional yang dimainkan biasanya disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang. Keterbatasan waktu orangtua untuk memberikan informasi permainan tradisional kepada anak-anaknya ternyata tidak membuat mereka acuh dengan kondisi permainan tradisional saat ini. Narasumber juga menyoroti penerapan kurikulum pembelajaran dewasa ini yang juga diindikasikan memberikan dampak bagi kemunduran permainan tradisional. Kurikulum yang ada sekarang dianggap narasumber sangat membenani anak, di mana waktu mereka untuk bermain menjadi tersita oleh banyaknya tugas dan kegiatan akademik lainnya....lha disamping sekarang itu kan studi mas, anak-anak itu terlalu kasihan. Pagi sekolah, sore ngaji, kasihan. Kalo menurut saya itu kasihan. Kalo anak saya sendiri sudah...iya itu kasihan. Waktu luang bermain itu kurang, kalo menurut saya. Jadi waktu untuk itu, tapi kalo gak di seperti itu ya, sekarang ya kondisinya ya, pengaruhnya ya lebih itu lagi...Anak-anak ternyata tidak hanya disibukkan dengan urusan akademik saja, tidak jarang mereka harus juga menghabiskan waktu setelah sekolah dengan mengikuti kegiatan lain. Mengaji dan mengikuti berbagai macam les dewasa ini sudah menjadi jadwal tetap bagi anak-anak.Pada era yang semakin kompetitif tentunya semua orangtua akan berusaha menjadikan anak-anaknya memiliki kemampuan untuk dapat berkompetisi. Hanya saja yang disayangkan oleh narasumber adalah jangan sampai tradisi yang sudah ada menjadi dilupakan, termasuk permainan tradisional. Dikhawatirkan jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut maka generasi yang akan datang tidak dapat menikmati permainan tradisional....jadi, jadi anak-anak di bawah kita akhirnya gak, gak, gak bisa menikmati permainan itu...Memperhatikan kondisi permainan tradisional dewasa ini yang semakin tenggelam di tengah maraknya permainan modern, narasumber memiliki pendapat sendiri. Menurutnya semua pihak harus bertanggungjawab atas kondisi permainan tradisional ini, baik itu masyarakat, budayawan, maupun pemerintah. Mereka selama ini tidak memiliki kepedulian terhadap permainan tradisional, bahkan cenderung meremehkan.Waduh yang bertanggung jawab itu, sebetulnya kita semua mas. Soalnya apa, ee istilahnya kalo meremehkan, kan sekarang itu meremehkan...Ya kita-kita semua itu kan meremehkan...Di samping adanya kecenderungan meremehkan tradisi (termasuk juga permainan tradisional) ternyata narasumber menganggap ada faktor lain yang makin memperburuk kondisi tersebut, yaitu kekompakan. Sampai dengan saat ini narasumber menangkap kesan bahwa antara masyarakat dan pemerintah cenderung berjalan sendiri-sendiri....sebetulnya kalo semuanya itu kompak mas, istilahnya ya tadi ya seperti kebersihan tadi, ya mushola lewat RT, RW bisa berjalan bagus mas. Jadi walaupun permainan seperti ini, wow mungkin kan sangat mendukung tokoh-tokoh agama, tokoh agama. Cumaknya sekarang itu, terus terang aja rasa kebersamaan itu kan menurun, menurun, semua orang menurun...Walaupun permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo kondisinya semakin tidak diminati oleh masyarakat, tetapi narasumber memiliki optimisme jika permainan tradisional tersebut dapat dilestarikan. Salah satu cara yang sangat efektif menurut narasumber adalah melestarikannya melalui sekolah-sekolah. Sekolah diharapkan kembali memainkan perannya pada masa lalu, di mana sekolah menjadi tempat transformasi permainan tradisional. Sekolah-sekolah juga perlu memperbanyak event berupa lomba-lomba yang mempertandingkan permainan tradisional....ya kalo bisa di dikoordinir lewat sekolahan, paling cepat, terutama di sekolahan, egrang, kan seneng pak. Besok bawa egrang, bikin egrang, orangtuanya kan minimal bikinkan. Dilombakan di sekolahan, di lapangan kan rame. Lha dulu itu kan ada, kan jek termasuk permainan di sekolahan seperti aa seperti apa yaiya egrang ada, masih saya dulu masih waktu SD dulu masih. Insya Allah berjalan mas...Harapannya ketika anak-anak mendapatkan informasi tentang permainan tradisional, mereka akan mencoba untuk bermain di rumah sehingga secara tidak langsung telah terjadi pelestarian permainan tradisional.d. Narasumber IVNarasumber IV ini merupakan tokoh masyarakat sekaligus mantan pendidik di Kecamatan Krian dan memiliki pengetahuan yang cukup mendalam terkait permainan tradisional. Hal ini terlihat ketika narasumber menyebutkan macam-macam permainan tradisional yang diketahui beserta cara memainkannya....Coba saya baca yang saya ketahui ya, kasti, obag sodor, dakon, main kelereng, dut-dutan, layangSelain permainan di atas, narasumber juga menyebutkan beberapa permainan tradisional lain yang pernah dimainkan. Permainan tersebut antara lain kopral, patil lele atau jentik, uluk-ulukan, perang-perangan atau jat-jatan, dong-dongan atau jumpritan, kurung-kurungan, sentilan dari karet, loncat karet, dan gender-genderan....kopral itu pakeee apa ini ee genteng, itu lho genteng, pecahan genteng. (tumpuk meniko pak ?) inggih, woten ingkang dipun tumpuk, wonten ingkang nganggepun garis. Ya kalo garis ngeten nggih (sambil mempraktikkan), lajeng..apa bannya itu di..letakkan gitu di anu berdiri (berdiri) iya. Lha kira-kira jaraknya itu sampe lima itu, ini ada nuju pada garis (sambil mempraktikkan). Kemudian bol, ini ada gaco iya, di lempar ke situ, kalo pas garis berarti dut, dut mati, tapi kalo kena ini yang dituju ini kena, itu dapat nilai. Lha kalo jatuh di sini gak mati, belakang situ gak mati. Tapi nujunya nanti begini (sambil mempratekkan) nah he he hekalo temannya gak bisa, temannya anu, nanti mewakili. Kan tempatnya di sini, nuwun sewu, lah itu di anu sini. Temannya yang bisa tadi mewakili teman yang gak bisa, lha setelah itu dipasang lagi, dari sini trus diletakkan di.. sini, tujuh lah. Setelah itu dari sini kembali lagi, dipasang lagi, angkle...ini he he he lha ini baru dapat nilai, itu namanya kopral, bukan kopral Jono ha ha ha...Di sela-sela menjelaskan suatu permainan tradisional, narasumber tidak segan-segan untuk memperagakan langsung cara bermainnya. Narasumber bahkan telah mempersiapkan salah satu alat permainan tradisional yaitu patil lele ketika tim penelitian berkunjung ke rumahnya.Informasi mengenai permainan tradisional beserta cara memainkannya diperoleh dari para orang tua dulu. Hal ini tidak terlepas dari permainan tradisional itu sendiri yang merupakan peninggalan turun temurun dari nenek moyang.Itu dari nenek moyang dulu, dari dulu dulu sudah ada seperti itu, kita itu hanya tinggal, tinggal meneruskan sebenarnya...Diceritakan pula bahwa permainan tersebut seringkali dimainkan secara bersama-sama pada waktu terang bulan. Jamuran merupakan permainan yang menjadi favorit anak-anak ketika terang bulan. Narasumber kemudian menyanyikan sebuah lagu yang biasanya dipakai ketika bermain jamuran.Melihat keberadaan permainan tradisional yang semakin memprihatinkan, narasumber merasa sangat prihatin. Dijelaskan pula oleh narasumber bahwa tanda-tanda kepunahan beberapa permainan tradisional telah nampak terlihat. Sekarang ini di lingkungan tempat tinggalnya sudah tidak lagi ditemui anak-anak yang memainkan permainan tradisional. Kelereng dan layang-layang menjadi permainan tradisional yang masih dimainkan sampai sekarang, hanya saja musiman.Orangtua, menurut narasumber mempunyai peran yang penting dalam upaya pelestarian permainan tradisional. Segala sesuatu yang dialami oleh anak dan dapat membentuk karakternya sangat tergantung oleh bagaimana orangtua mendidiknya, terutama ibu.Punah ya, nah itu makannya, jadi ter, ya tergantung anulah tergantung orangtua, semua itu tergantung orangtua. Kalo orangtua itu trampil, termasuk yang utama ibu, ibu itu yang paling utama megang peranan mendidik anak itu...Narasumber kemudian memberikan contoh tentang dirinya yang selalu memberikan informasi mengenai permainan tradisional kepada anak dan cucunya.Iya, anak saya, cucu-cucu saya begitu, dulu mbah itu begini, begini, atau main ini. Kopral itu gini, jadi dengan cucu-cucu itu, ini di dalam ini, ya itu, di depan itu, kayak main kelereng itu, kan ituHanya saja narasumber tidak dapat memastikan jika keluarga lain di lingkungan tempat tinggalnya juga melakukan tindakan yang sama. Apabila para orangtua memiliki kemauan untuk setidaknya memberitahukan permainan tradisional yang ada, maka keberadaannya akan tetap lestari....kalo orang tua sendiri tidak menanamkan ngene iki, memberitahukan setidak-tidaknya dulu itu pernah ada permainan ini, ini, ini, paling gak dicontoni lah, kalo gak dicontoni yo gak ngerti arek, iyo tha he he he...gak ngerti semua anak itu harus diberi contoh, kalo gak dicontoni gak bisa, gak diperagakan...Sekolah menurut narasumber juga memegang peranan penting dalam usaha pelestarian permainan tradisional. Narasumber memberikan penjelasan mengenai peran yang dijalankan oleh sekolah pada masa lalu, di mana permainan tradisional menjadi hal yang wajib diajarkan di sekolah.Sebenarnya gini sebenarnya, kalo memang disekolah itu di ajarkan lagi, dulu kan di sekolahan itu mesti di ajarkan ituIya, itu termasuk ekstrakulikuler kanAnak-anak yang memperoleh informasi tentang permainan tradisional tersebut kemudian akan mempraktekkannya di rumah bersama teman atau saudaranya.Iya dulu itu (jadi dulu itu diajarkan, karena seringnya diajarkan, akhirnya anak-anak itu bisa memahami) memahami (dengan adanya memahami itu, maka di rumah bisa dipermainkan) bisa dipermainkan dengan saudara-saudaranya dengan teman-temannya...Permasalahan permainan tradisional ini menurut narasumber memang terlihat sepele, tetapi jika tidak ada pembinaan terutama dari sekolah, maka cepat atau lambat pasti akan punah. Sekarang ini kondisinya sangat berbeda, sekolah lebih fokus pada penyelesaian kurikulum akademik saja. Hal ini berbanding lurus dengan kecenderungan kehidupan masyarakat yang semakin materialistis. Akibatnya peserta didik mau tidak mau juga dituntut untuk dapat bertahan....Sekarang ini apa sih, buanyak tuntutan-tuntutan pelajaran sampe-sampe mengejar kurikulernya itu, kurikulumnya itu, sampe anu...sekarang itu serba materi, intinya di sana jika memang, memang dituntut seperti itu sekarang...Menurut narasumber, dengan keadaan yang demikian ini maka pemerintah dan pendidik dituntut perannya lebih aktif dalam melestarikan permainan tradisional. Apabila hal ini tidak segera mendapat perhatian yang serius, maka ketakutan narasumber akan kepunahan permainan tradisional akan menjadi kenyataan.Permainan tradisional akan segera mengikuti jejak bahasa Jawa yang telah terlebih dahulu diambang kepunahan. Anak-anak sekarang sudah sangat jarang menjadi penutur bahasa Jawa, bahkan narasumber menyakini mereka sudah tidak mengenal lagi aksara Jawa....boso jowo ae lho gak dianakno, gak, boso jowo ket sekarang itu gak ada lho......sekarang lho honocoroko itu kan sudah gak ada, ya kan, iyo huruf jowo, honocoroko dotosowolo...Narasumber menjelaskan bahwa kenyataan seperti inilah yang mengakibatkan masyarakat Jawa kehilangan jati diri atau kehilangan identitas. Laju kepunahan permainan tradisional menurut narasumber semakin dipercepat oleh masuknya budaya barat melalui televisi. Masyarakat dengan serta merta kemudian meniru budaya tersebut. Keadaan ini membawa dampak yang sangat luar biasa bagi masyarakat, bukan hanya dari segi pemikiran dan gaya hidup tetapi juga dalam hal permainan.Ya memang budaya barat sudah masuk ini, dan lagi niru di TV-TV kan begitu kan. Ikuti budaya barat, budaya hi, pokoke itu lah...Narasumber kembali lagi mengingatkan peran penting orangtua dalam hal menyikapi masuknya kebudayaan barat tersebut. Orangtua harus dapat memainkan perannya dalam menanamkan nilai-nilai luhur budaya tradisional, termasuk di dalamnya permainan tradisional. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa anak paling banyak menghabiskan waktu di rumah. Sekolah memang juga memiliki peranan yang tidak sedikit, tetapi waktu anak berada di sekolah tidak sebanyak di rumah. Pada kesempatan itulah para orangtua seharusnya dapat berperan nyata dalam pelestarian nilai-nilai tradisional....yang pegang peranan itu orang tua, kuncinya di situ. Kalo di sekolah itu berapa jam sih, paling, paling banter 5 jam, lha nggih, tapi kalo dirumah, 24 jam itu diambillah untuk sekolah 5 jam, paling lama kan di rumah, lha ini lah kesempatan orang tua. Tapi sekarang orang tua banyak yang kerja dua-duanya, inggih, kadang-kadang diserahkan orang lain, pembantu kan begitu, lha ini..... jadi jangan sampe anak ini hilang jatidirinya, harus ditanamkan...Ironisnya, sebagaimana dikemukakan narasumber, pada saat ini makin banyak orangtua yang menyerahkan pola asuh anaknya kepada orang lain, salah satunya pembantu rumah tangga. Kesibukan mencari nafkah selalu menjadi alasan para orangtua melakukan hal tersebut, terlebih jika kedua orangtuanya sama-sama bekerja. Narasumber berharap para orangtua memberi perhatian yang cukup kepada anak-anaknya, termasuk melestarikan kebudayaan tradisional agar anak tetap memiliki jati diri.Menyikapi kondisi permainan tradisional dewasa ini, narasumber mengemukakan bahwa budayawan dan pemerintahlah yang harus bertanggungjawab. Sebagai bagian dari suatu budaya, maka sudah pasti budayawan mempunyai tanggung jawab untuk melestarikannya. Pemerintah selaku pembuat kebijakan harus pula memikul tanggung jawab terhadap kondisi permainan tradisional yang semakin ditinggalkan.Termasuk ini tanggung jawab budayawan itu pak ya, penting, juga termasuk yang di atas tadi, seperti pak, jenengan dawuhaken kolo wau, pemerintah daerah juga harus menggalakkan seperti itu, walaupun tidak dimasukkan kurikulum tapi pelajaran lokal lah, setidak-tidaknya pelajaran lokal di selipkan di situ. Itu saja diselipkan kalo gak masuk kurikulum, tapi diselipkan, termasuk ekstrakulikuler itu, sehingga tidak akan punah...Narasumber menyarankan agar pemerintah membuat suatu kebijakan agar permainan tradisional dapat kembali menjadi bagian dari pelajaran di sekolah. Melalui kebijakan tersebut diharapkan permainan tradisional dapat berdiri sejajar dengan permainan modern yang ada sekarang.Dikemukakan pula oleh narasumber, bahwa selama ini belum terlihat adanya usaha baik itu dari budayawan maupun pemerintah guna melestarikan permainan tradisional. Sepengetahuan narasumber baru penelitian inilah yang memberi perhatian terhadap pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo.Pemahaman guru di sekolah-sekolah terhadap permainan tradisional juga mendapat sorotan dari narasumber. Dalam pengamatan narasumber, guru-guru selama ini belum memperlihatkan usaha yang signifikan dalam usaha untuk melestarikan permainan tradisional.Selama ini saya belum mendengar gitu lho ya, selama, terus terang selama ini saya belum mendengar. Jadi kalo di sekolah-sekolahan itu kok pemahaman guru itu kok gak ada yang anu gitu lho ya, dari kebudayaan kok gak ada itu gitu. Lha inilah kesempatan penjenengan untuk menggali ini nanti di, apa, disampaikan pada anu, iya pendidikan, kebudayaan, iya, sampaikan itu. Iki lho ada begini, dulu itu ada begini-begini, sekarang bagaimana untuk melestarikannya, enaknya bagaimana? PembahasanSetelah disampaikan data-data yang diperoleh di lapangan baik dari kuesioner maupun hasil wawancara dengan narasumber, maka selanjutnya akan dilakukan pembahasan terhadap beberapa hal antara lain :

Permainan Tradisional di Kabupaten SidoarjoBerdasarkan data yang didapat, paling tidak ditemukan sebanyak 36 jenis permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Data jenis permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang berhasil ditemukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 2Permainan Tradisional di Kabupaten SidoarjoNoNama Permainan TradisionalNoNama Permainan Tradisional

1Angkle / Engkle / Angklek21Kasti

2Balap Karung22Kitiran

3Balon Jarak23Kompenian / Bedil-bedilan

4Bawaan24Kopral / Tabak Kopral

5Bekelan25Layangan

6Bendan / Engklek26Mercon Bumbung

7Betengan / Benteng-bentengan / Pal-palan27Nekeran / Genderan / Gendiran

8Das-dasan28Panjat Pinang

9Dagongan29Pasaran / Dodol-dodolan

10Dakocan30Patil Lele

11Dhakon31Setipan

12Egrang32Sepak Tekong

13Gasingan / Gasing / Kekean / Tajon33Ski Lumpur

14Gatheng 34Terompang / Terompah Panjang

15Genuk-genukan35Uluk-ulukan

16Hompimpah36Yoyo

17Jago-jagoan Rumput

18Jamuran

19Jor-joran / Petak Umpet / Jumpritan

20Karetan / Loncatan

Sumber : Data DiolahApabila dilihat dari sifat permainannya, maka pada umumnya permainan tradisional tersebut bersifat rekreatif. Berdasarkan pola permainannya, sebagian besar permainan tradisional yang ditemukan di Kabupaten Sidoarjo memiliki pola bermain dan adu ketangkasan. Tabel di bawah ini akan memperlihatkan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo dilihat dari sifat dan pola permainannya.Tabel 3Permainan Tradisional di Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan Sifat dan Pola PermainanNoNama PermainanSifat PermainanPola Permainan

1Angkle / Engkle / AngklekKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

2Balap KarungKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

3Balon JarakRekreatifBermain dan Olah Pikir

4BawaanEdukatifBermain dan Adu Ketangkasan

5BekelanRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

6Bendan / EngklekRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

7Betengan / Benteng-bentengan / Pal-palanKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

8Das-dasanKompetitifBermain dan Olah Pikir

9DagonganKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

10DakocanRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

11DhakonEdukatifBermain dan Olah Pikir

12EgrangKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

13Gasingan / Gasing / Kekean / TajonRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

14Gatheng RekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

15Genuk-genukanRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

16HompimpahRekreatifBermain dan Olah Pikir

17Jago-jagoan RumputRekreatifBermain dan Olah Pikir

18JamuranRekreatifBermain dan Bernyanyi / Berdialog

19Jor-joran / Petak Umpet / JumpritanRekreatifBermain dan Olah Pikir

20Karetan / LoncatanKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

21KastiKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

22KitiranRekreatifBermain dan Bernyanyi / Berdialog

23Kompenian / Bedil-bedilanRekreatifBermain dan Olah Pikir

24Kopral / Tabak KopralRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

25LayanganRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

26Mercon BumbungRekreatifBermain dan Olah Pikir

27Nekeran / Genderan / GendiranRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

28Panjat PinangKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

29Pasaran / Dodol-dodolanEdukatifBermain dan Bernyanyi / Berdialog

30Patil LeleKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

31SetipanRekreatifBermain dan Olah Pikir

32Sepak TekongRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

33Ski LumpurRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

34Terompang / Terompah PanjangKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

35Uluk-ulukanKompetitifBermain dan Adu Ketangkasan

36YoyoRekreatifBermain dan Adu Ketangkasan

Sumber : Data DiolahBerdasarkan tabel 3 di atas terlihat bahwa dari 36 permainan tradisional yang ditemukan di Kabupaten Sidoarjo, sebanyak 21 permainan tersebut bersifat rekreatif, artinya permainan tersebut dilakukan sekedar untuk mengisi waktu luang. Selanjutnya sebanyak 12 permainan tradisional tersebut bersifat kompetitif, sedangkan permainan tradisional yang bersifat edukatif sebanyak tiga permainan saja yaitu Bawaan, Dhakon, dan Pasaran atau Dodol-dodolan. Berdasarkan pola permainannya, sebanyak 24 permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo memiliki pola bermain dan adu ketangkasan. Sebanyak sembilan permainan tradisional memiliki pola bermain dan olah pikir, sedangkan permainan tradisional dengan pola bermain dan bernyanyi atau berdialog hanya tiga permainan yaitu Jamuran, Kitiran, dan Pasaran atau Dodol-dodolan.Dari 36 jenis permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo ternyata tidak semuanya masih eksis. Terdapat beberapa permainan yang saat ini sudah mulai ditinggalkan anak-anak. Beberapa permainan yang keberadaannya masih dapat ditemui sampai sekarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 4Permainan Tradisional di Kabupaten Sidoarjo Yang Masih EksisNoNama Permainan

1Angkle / Engkle / Angklek

2Balap Karung

3Balon Jarak

4Bekelan

5Betengan / Benteng-bentengan / Pal-palan

6Dagongan

7Dhakon

8Egrang

9Hompimpah

10Jago-jagoan Rumput

11Jor-joran / Petak Umpet / Jumpritan

12Kompenian / Bedil-bedilan

13Layangan

14Mercon Bumbung

15Nekeran / Genderan / Gendiran

16Panjat Pinang

17Pasaran / Dodol-dodolan

18Setipan

19Ski Lumpur

20Terompang Panjang / Terompah Panjang

21Yoyo

Sumber : Data DiolahBerdasarkan tabel 4 di atas terlihat bahwa di Kabupaten Sidoarjo terdapat 21 permainan tradisional yang keberadaannya masih ada sampai sekarang. Meskipun demikian tidak setiap saat permainan tradisional tersebut dimainkan oleh anak-anak di Kabupaten Sidoarjo. Pada umumnya permainan tradisional tersebut dimainkan pada acara dan musim-musim tertentu. Sebagai contoh jika musim layangan maka dapat ditemui anak-anak yang sedang bermain layang-layang. Permainan lain kadangkala dimainkan ketika ada acara tertentu, seperti panjat pinang yang seringkali dimainkan untuk memeriahkan peringatan hari kemerdekaan. Sedangkan sisanya sebanyak 15 permainan tradisional sudah tidak dapat ditemui lagi keberadaannya. Data permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo yang pernah ada dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5Permainan Tradisional di Kabupaten Sidoarjo Yang Pernah AdaNoNama Permainan

1Bawaan

2Bendan / Engklek

3Das-dasan

4Dakocan

5Gasingan / Gasing / Kekean / Tajon

6Gatheng

7Genuk-genukan

8Jamuran

9Karetan / Loncatan

10Kasti

11Kitiran

12Kopral / Tabak Kopral

13Patil Lele

14Sepak Tekong

15Uluk-ulukan

Sumber : Data DiolahPermainan-permainan inilah yang hendaknya menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk dilestarikan. Langkah tersebut perlu segera diambil mengingat banyak nilai maupun manfaat yang dapat dipetik anak-anak dari permainan tradisional.Permasalahan Dalam Pelestarian Permainan Tradisional di Kabupaten SidoarjoUsaha untuk melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan komitmen dari semua pihak, baik Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, budayawan maupun masyarakat Sidoarjo guna melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini tidak terlepas dari munculnya beberapa permasalahan yang harus dihadapi guna mewujudkan harapan tersebut. Berdasarkan wawancara dengan narasumber, beberapa permasalahan yang harus segera diselesaikan jika menginginkan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo tetap lestari antara lain : Minimnya Kegiatan Yang Menampilkan Permainan TradisionalKegiatan reguler yang menampilkan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo masih sangat jarang. Sebagian kecil permainan tradisional memang telah dipertandingkan pada acara 17 Agustus, tetapi jika dibandingan dengan jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo yang mayoritas adalah generasi muda maka kegiatan tersebut masih belum sebanding. Kenyataan ini sebagaimana diungkapkan oleh narasumber I.Iyakarena jujur mas, untuk event-event yang menggerakkan anak-anak itu mungkin sangat kurang, sangat kurang ya tho. Anak-anak kita kan buanyak lho, olahraga prestasi ya gitu-gitu ya, anak-anak yang di klub aja yang ini ya yang aktif ya, tapi kalo tradisional kan bisainggih..Semakin banyak event yang menampilkan permainan tradisional maka dapat menjadi salah satu media sosialisasi sekaligus promosi kepada anak-anak yang belum mengenal permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui instansi terkait, dalam hal ini Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sidoarjo beserta Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo bertanggungjawab atas penyelenggaraan event tersebut. Pendapat senada juga disampaikan oleh narasumber II sebagai berikut :...pesan saya...pemerintah dalam hal ini sebagai agen terdepan dan punya biaya, hendaknya mempelopori. Membuat banyak event yang ada kaitannya dengan masalah tradisional, syukur-syukur kapan-kapan suatu saat bisa, bisa masyarakat meniru, dan itulah identitas orang Jawa Timur, khususnya orang Sidoarjo......pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah atau kecamatan harus mensponsori, mensponsori dan kalau memang ini ini diperintahkan, gali, di daerahmu ada permainan dan tradisi apa, setiap event apa minimal setahun sekali tampilkan. Misal mengambil 17 Agustus, permainannya pure permainan tradisional...Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga dapat membuat himbauan kepada setiap Kecamatan agar menggali permainan tradisional yang ada di daerahnya. Selain itu juga perlu mengadakan event yang secara rutin mempertandingkan permainan tradisional.Memperhatikan uraian di atas, maka minimnya kegiatan yang menampilan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo menjadi permasalah serius yang harus segera diselesaikan. Apabila permasalahan ini masih belum terpecahkan maka usaha untuk melestarikan permainan tradisional akan cenderung jalan di tempat. Keterbatasan anggaran selama ini seakan menjadi pembenar atas minimnya kegiatan yang melibatkan permainan tradisional. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui instansi terkait dituntut untuk segera membuat suatu terobosan guna memperbanyak kegiatan tanpa membebani APBD. Cukup banyak sumber pendanaan yang dapat dipergunakan untuk tujuan tersebut, baik itu menggandeng sponsor maupun melalui mekanisme CSR. Diperlukan komitmen dan inovasi dari para pemangku kepentingan untuk dapat mengakses sumber pembiayaan tersebut dalam usaha melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Keterbatasan Ruang Untuk BermainLaju pembangunan di Kabupaten Sidoarjo yang cepat secara tidak langsung memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi terjadinya alih fungsi lahan. Kondisi yang demikian ini juga memberikan pengaruh terhadap keberlangsung permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Pesatnya laju pertumbuhan penduduk juga memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap penggunaan lahan, terlebih penggunaan lahan untuk tempat tinggal. Pada masa sekarang ini efisiensi penggunaan lahan menjadi salah satu ciri menonjol dari perumahan yang semakin marak di Kabupaten Sidoarjo. Kenyataan ini sebagaimana dikemukakan oleh narasumber II, bahwa posisi rumah pada saat ini yang berhimpitan membuat anak-anak kesulitan untuk bermain. ...contohnya ya rumahnya berhimpit-himpitan tidak memungkinkan anak-anak untuk bermain, bermain gobak sodor, bermain apa, baru mainan sepak bola aja sudah di urak-urak sama tetangganya kan gitu lho. Kalo jaman dulu kan padhang bulan itu ya, bulan purnama kan pada main di pelataran rumah, itu kan rame, bisa nyanyi-nyanyi bisa main macam-macam, macam-macamTidak adanya ruang untuk bermain, terutama permainan tradisional yang membutuhkan ruang cukup luas menjadikan anak-anak meninggalkannya. Narasumber III juga membenarkan kondisi tersebut. Selain letak rumah yang berhimpitan, halaman rumah yang semakin menyempit juga dianggap narasumber memberikan pengaruh bagi eksistensi permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo....kalau dulu kalau saya waktu kecil dulu kan halaman rumah itu kan panjang-panjang tho, kalo sekarang kan mepet jalan semua. Kalo dulu kan rata-rata semua itu paling ndak 15 meter, iya 15 meter, 10 meter punya halaman. Sekarang kan depannya sudah bukan...Terbatasnya ruang untuk bermain dengan demikian menjadi permasalah berikutnya yang harus segera ditemukan jalan keluarnya. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo harus segera merumuskan suatu solusi untuk menyediakan ruang bermain yang memadai bagi anak-anak. Sebagaimana diketahui Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah memproklamirkan dirinya sebagai Kabupaten Layak Anak. Solusi terkait ruang bermain untuk anak tersebut selain akan membantu upaya pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo juga dapat menunjang program Kabupaten Layak Anak. Program TelevisiKehadiran stasiun televisi baru tentunya menawarkan berbagai macam program acara unggulan yang tidak jarang berkaitan dengan kebudayaan asing. Pintu masuk bagi kebudayaan asing ke Indonesia dengan demikian makin terbuka lebar. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh narasumber IV bahwa kebudayaan asing masuk melalui televisi.Ya memang budaya barat sudah masuk ini, dan lagi, niru di TV-TV kan begitu kan. Ikuti budaya barat, budaya hi, pokoke itu lah...Masyarakat Kabupaten Sidoarjo sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya, biasanya akan cenderung menerima secara masif setiap kebudayaan asing yang masuk. Reaksi seperti ini tentunya membawa kerugian bagi kebudayaan asli Indonesia, di mana masyarakat akan cenderung memandang remeh kebudayaan sendiri karena dianggap sudah kuno. Kebudayaan asing yang baru masuk oleh masyarakat ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, generasi muda pada umumnya, karena dianggap lebih modern. Mereka tidak terlebih dahulu melakukan evaluasi terhadap kebudayaan asing yang baru masuk. Permainan tradisional sebagai bagian dari kebudayaan asli dengan demikian juga dianggap sebagai bagian dari masa lalu dan ketinggalan jaman.Kehadiran stasiun televisi baru yang sebagian besar merupakan perusahaan swasta, secara signifikan memberikan dampak terhadap eksistensi dunia pariwara di televisi. Hampir semua produk yang beredar di masyarakat memiliki iklan di televisi, termasuk juga permainan modern. Iklan permainan modern di televisi ternyata cukup efektif menggeser keberadaan permainan tradisional di Indonesia, termasuk juga di Kabupaten Sidoarjo. Kebudayaan baru yang disokong oleh televisi tentunya dapat menjadi tren di masyarakat. Apabila sesuatu telah menjadi tren di masyarakat, maka semua orang akan berusaha mengikutinya termasuk juga anak-anak. Demikian pula yang terjadi dengan permainan modern di Indonesia. Anak-anak menjadi sangat bersemangat ketika menceritakan berbagai ragam permainan modern yang ditawarkan melalui televisi.Terlihat dengan sangat jelas pengaruh besar televisi dalam mendorong masuknya kebudayaan baru di Indonesia yang secara langsung menggeser keberadaan kebudayaan asli, termasuk permainan tradisional. Diperlukan kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa Indonesia guna mengatasi permasalahan ini. Harapannya setiap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia harus diterima secara aktif, di mana perlu dilakukan seleksi terhadap setiap kebudayaan asing yang masuk. Apabila unsur-unsur dari kebudayaan asing yang masuk dianggap baik maka dapat diserap, tetapi jika unsur tersebut dianggap tidak baik maka akan dibuang.Pemerintah perlu mendorong pihak televisi memberikan porsi yang berimbang antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan asing. Melalui langkah ini upaya pelestarian kebudayaan Indonesia termasuk permainan tradisional dapat berjalan efektif. Kurikulum PendidikanSalah satu permasalahan yang akan dihadapi terkait dengan usaha pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo adalah kurikulum pendidikan. Sebagian besar narasumber mengungkapkan bahwa kurikulum yang ada sekarang lebih banyak membebani anak dengan pekerjaan rumah dan tugas akademik lainnya. Keadaan seperti ini membuat anak-anak tidak memiliki waktu yang cukup untuk bermain. Narasumber II menjelaskan fenomena tersebut sebagai akibat dari kehidupan masyarakat yang semakin materialistis. Kalo masyarakat sekarang karena ya sambung-sambungannya dengan pemerintah, sambungannya dengan pasar kerja. Hidup yang materialistis, dia itu, apa itu mencecar anaknya, saya ini kan cucu saya mau gak mau, les les les. Waktu bermain tidak ada...Mau bermain di masjid, dimarahi, di jalanan, dimarahi, sekarang anak-anak itu tidak ada tempat bermain.....Jadi memang digiring untuk materialistis, kowe kudu bijimu 9, 9 punjul ben melbu SMP 1, ya jadi manusia materialistis lagiAgar dapat bersaing dalam kehidupan yang materialistis, pada orangtua memforsir anak-anaknya untuk memiliki keunggulan di bidang akademik. Hampir setiap hari mereka menghabiskan waktunya dengan kegiatan akademik, sehingga waktu untuk bermain dengan teman sepermainannya menjadi berkurang bahkan ada yang tidak memiliki waktu bermain.Pendidikan yang hanya berfokus pada pencapaian kurikulum mendapat perhatian serius dari narasumber IV. Sebagai mantan pendidik, berfokusnya pendidikan saat ini pada pencapaian kurikulum selain menghilangkan esensi dari belajar juga mengurangi waktu anak-anak untuk bermain. Mereka akan dituntut untuk belajar banyak pengetahuan akademik tanpa melihat kebutuhan anak untuk bermain....Sekarang ini apa sih, buanyak tuntutan-tuntutan pelajaran sampe-sampe mengejar kurikulernya itu, kurikulumnya itu, sampe anu...Narasumber III juga memberikan penekanan mengenai berkurangnya waktu bermain anak-anak karena kurikulum yang diterapkan pemerintah sekarang ini. Kurikulum tersebut menyita hampir keseluruhan waktu anak untuk bermain. Keadaan ini tentunya akan semakin memberatkan seorang anak ketika pada waktu senggang harus melaksanakan kegiatan lain, baik terkait dengan akademik maupun tidak. ...lha disamping sekarang itu kan studi mas, anak-anak itu terlalu kasihan. Pagi sekolah, sore ngaji, kasihan. Kalo menurut saya itu kasihan. Kalo anak saya sendiri sudah...iya itu kasihan. Waktu luang bermain itu kurang, kalo menurut saya. Jadi waktu untuk itu, tapi kalo gak di seperti itu ya, sekarang ya kondisinya ya, pengaruhnya ya lebih itu lagi...Walaupun demikian, narasumber sangat menyadari bahwa apa yang terjadi dengan anak-anak sekarang merupakan tuntutan yang harus dipenuhi jika ingin dapat bersaing dengan yang lain. Kurikulum pendidikan yang sangat membebani dan mengurangi waktu bermain anak-anak perlu mendapat pemecahan dengan segera jika menginginkan pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo dapat berjalan. Terbatasnya waktu bermain yang dimiliki anak-anak sekarang mengakibatkan mereka tidak dapat memainkan permainan tradisional. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan evaluasi terhadap penerapan kurikulum pendidikan di Kabupaten Sidoarjo selama ini. Lebih baik lagi jika kemudian Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga merumuskan kebijakan yang dapat melestarikan permainan tradisional, melalui muatan lokal.Sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Sidoarjo, terutama jenjang pendidikan Sekolah Dasar sedianya dapat didorong untuk kembali menghidupkan permainan tradisional di sekolah masing-masing. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui instansi terkait dengan demikian perlu meningkatkan perannya dalam berkoordinasi dengan sekolah-sekolah tersebut. Melibatkan sekolah-sekolah dalam menghidupkan kembali permainan tradisional tentunya akan menjadi upaya pelestarian permainan tersebut menjadi lebih efektif dan efisien. Peran OrangtuaSebagai salah satu bentuk kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun, maka pelestarian permainan tradisional tidak dapat melepaskan dirinya dari peran para orangtua. Anak-anak tentunya tidak akan memiliki pengetahuan terkait permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo selama para orangtua tidak mentransformasi pengetahuan tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh narasumber IV.Punah ya, nah itu makannya, jadi ter, ya tergantung anulah tergantung orangtua, semua itu tergantung orangtua. Kalo orangtua itu trampil, termasuk yang utama ibu, ibu itu yang paling utama megang peranan mendidik anak itu......kalo orang tua sendiri tidak menanamkan ngene iki, memberitahukan setidak-tidaknya dulu itu pernah ada permainan ini, ini, ini, paling gak dicontoni lah, kalo gak dicontoni yo gak ngerti arek, iyo tha he he he...gak ngerti semua anak itu harus diberi contoh, kalo gak dicontoni gak bisa, gak diperagakan...Kenyataan yang terjadi dewasa ini adalah para orangtua semakin sibuk dengan pekerjaannya masing-masing guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Mereka tidak segan-segan menyerahkan pengasuhan anaknya kepada pembantu rumah tangga....Tapi sekarang orang tua banyak yang kerja dua-duanya, inggih, kadang-kadang diserahkan orang lain, pembantu kan begitu, lha ini..... jadi jangan sampe anak ini hilang jatidirinya, harus ditanamkan...Kesibukan inilah yang menyebabkan para orangtua tidak dapat menjalankan perannya sebagai pewaris kebudayaan, karena telah menyerahkannya kepada pembantu rumah tangga. Walaupun tidak semua, tetapi sebagian besar pembantu rumah tangga hanya berfokus pada menjaga anak tanpa memperdulikan transformasi kebudayaan.Fenomena tersebut di atas sejalan dengan pernyataan yang disampaikan narasumber II terkait dengan tidak ajarkannya permainan tradisional kepada anak-anak. Ya mungkin itu mas, ya mungkin apa, di samping yang itu kan banyak kerja, jadi gak menularkan ke anak-anak, dan lagi kan sekarang sudah permainan habis seperti itu, iya, itu. Walaupun sekali waktu masih bermain anak-anak itu, masih bermain, masih kalo bermain, paling ndak itu ya karet itu mas......Coba kalo seperti seperti dulu orangtua saya, dibikinkan layangan, dibikinkan, dicarikan itu, kekean. Dulu kan orangtua yang itu, dulu. Seperti orangtua saya dulu, kan gitu. Sekarang kan he he enggak, he he he...Bahkan tidak jarang karena kesibukan orangtua yang sangat tinggi membuatnya tidak memiliki waktu untuk bermain dengan anak-anaknya.Memperhatikan uraian di atas maka masih belum maksimalnya peran orangtua dalam melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo menjadi permasalah yang juga penting untuk dicari jalan keluarnya. Diperlukan kesadaran dari para orangtua untuk dapat menyediakan waktu untuk dapat bermain dengan anak-anaknya. Pada saat bermain inilah para orangtua dapat mentransformasikan pengetahuan mereka tentang permainan tradisional kepada anak-anaknya.

KESIMPULANBerdasarkan data yang didapat, paling tidak ditemukan sebanyak 36 jenis permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo. Apabila dilihat dari sifat permainannya, maka pada umumnya permainan tradisional tersebut bersifat rekreatif. Berdasarkan pola permainannya, sebagian besar permainan tradisional yang ditemukan di Kabupaten Sidoarjo memiliki pola bermain dan adu ketangkasan. Berdasarkan jenis kelamin pemain dan tempat permainan tradisional tersebut dimainkan, sebagian besar permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo dimainkan baik oleh laki-laki dan perempuan (campuran). Terkait dengan tempat bermain, sebagian besar permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo tersebut dimainkan di luar ruangan. Dari 36 jenis permainan tradisional yang ada di Kabupaten Sidoarjo ternyata tidak semuanya masih eksis. Sampai saat ini di Kabupaten Sidoarjo terdapat 21 permainan tradisional yang keberadaannya masih ada, sedangkan sisanya sebanyak 15 permainan tradisional sudah tidak dapat ditemui lagi keberadaannya.Usaha untuk melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Hal ini tidak terlepas dari munculnya beberapa permasalahan yang harus dihadapi guna mewujudkan harapan tersebut antara lain : Minimnya kegiatan yang menampilan permainan tradisionalMinimnya kegiatan yang menampilan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo menjadi permasalah serius yang harus segera diselesaikan. Keterbatasan anggaran selama ini seakan menjadi pembenar atas minimnya kegiatan yang melibatkan permainan tradisional. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui instansi terkait dituntut untuk segera membuat suatu terobosan guna memperbanyak kegiatan tanpa membebani APBD; Keterbatasan ruang untuk bermain.Tidak adanya ruang untuk bermain, terutama permainan tradisional yang membutuhkan ruang cukup luas menjadikan anak-anak meninggalkannya. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo harus segera merumuskan suatu solusi untuk menyediakan ruang bermain yang memadai bagi anak-anak; Program televisiTerlihat dengan sangat jelas pengaruh besar televisi dalam mendorong masuknya kebudayaan baru di Indonesia yang secara langsung menggeser keberadaan kebudayaan asli, termasuk permainan tradisional. Diperlukan kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa Indonesia guna mengatasi permasalahan ini. Harapannya setiap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia harus diterima secara aktif; Kurikulum pendidikanKurikulum pendidikan yang sangat membebani dan mengurangi waktu bermain anak-anak perlu mendapat pemecahan dengan segera jika menginginkan pelestarian permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo dapat berjalan. Peran orangtuaMasih belum optimalnya peran orangtua dalam melestarikan permainan tradisional di Kabupaten Sidoarjo menjadi permasalah yang juga penting untuk dicari jalan keluarnya. Diperlukan kesadaran dari para orangtua untuk dapat menyediakan waktu untuk dapat bermain dengan anak-anaknya. Pada saat bermain inilah para orangtua dapat mentransformasikan pengetahuan mereka tentang permainan tradisional kepada anak-anaknya.

DAFTAR PUSTAKA1Ananta, Muhammad Ziad. 2011. Perubahan Permainan Anak Dari Tradisional ke Modern (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Permainan Anak dari Tradisional ke Modern di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Medan: Universitas Sumatera Utara.2__________, 2013. Permainan Modern Berpotensi Buruk Bagi Anak. (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/12/05/06/m3li2i-permainan-moderen-berpotensi-buruk-bagi-anak. diakses 30 Januari 2013).3__________, 2013. Kemendikbud Gelar Festival Permainan Anak 2012 (http://oase.kompas.com/read/2012/11/17/06590871/Kemendikbud.Gelar.Festival.Permainan.Anak.2012. diakses 29 Januari 2013).4__________, 2013. Ini 8 Tuntutan Anak Indonesia Kepada Pemerintah; (http://nasional.kompas.com/read/2012/07/23/14115698/Ini.8.Tuntutan.Anak.Indonesia.kepada.Pemerintah. diakses 30 Januari 2013).5__________, 2013. Pasar Warnet Masih Terbuka Lebar (http://www.neraca.co.id/2012/06/12/pasar-warnet-masih-terbuka-lebar/ diakses 13 Februari 2013).6Daeng, Hans. J. 2000. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan : Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.7Dharmamulya, Sukirman. dkk. 2005. Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta: Kepel Press.8Astuti, M. 2000. Peningkatan Sosialisasi Anak Melalui Pelatihan Permainan Tradisional. Skripsi, Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.9Danandjaja, James. 1987. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.10Suyanto, Bagong dan Mochamad Jalal. 2002. Budaya dan Pembangunan, Revitalisasi Lembaga Adat, Adat-Istiadat, dan Kebiasan Lokal Masyarakat Jawa Timur. Surabaya: Lutfansah.