Nonalcoholic chronic pancreatitis with pancreatic calcification ...
Efficacy and Safety of the Farnesoid X Receptor Agonist Obeticholic Acid in Patients With Type 2...
-
Upload
shesilia-agnesti -
Category
Documents
-
view
29 -
download
12
Transcript of Efficacy and Safety of the Farnesoid X Receptor Agonist Obeticholic Acid in Patients With Type 2...
JURNAL
Efficacy and Safety of the Farnesoid X Receptor Agonist Obeticholic Acid in Patients
With Type 2 Diabetes and Nonalcoholic Fatty Liver Disease
Pembimbing :
dr. Eny Ambarwati, Sp.PD
Disusun Oleh :
Shesilia Agnesti : 111 0221 131
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RS. RIDWAN MEUREKSA
JAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
JURNAL
Efficacy and Safety of the Farnesoid X Receptor Agonist Obeticholic Acid in Patients
With Type 2 Diabetes and Nonalcoholic Fatty Liver Disease
Disusun Oleh :
Shesilia Agnesti : 111 0221 131
Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti program pendididkan profesi dokter Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RS. Ridwan Meureksa
Jakarta
Telah diperiksa, disetujui dan disahkan
Hari :
Tanggal: November 2013
Pembimbing
dr. Eny Ambarwati, Sp.PD
Efficacy and Safety of the Farnesoid X Receptor Agonist Obeticholic Acid
in Patients With Type 2 Diabetes and Nonalcoholic Fatty Liver Disease
Keberhasilan dan Keamanan dari Reseptor Farnesoid X Agonis Asam Obetikolik pada Pasien dengan
Diabetes Tipe II dan Penyakit Fatty Liver Nonalkoholik
SUNDER MUDALIAR,1 ROBERT R. HENRY,1 ARUN J. SANYAL,2 LINDA MORROW,3 HANNS–ULRICH MARSCHALL,4 MARK KIPNES,5
LUCIANO ADORINI,6 CATHI I. SCIACCA,7 PAUL CLOPTON,1 ERIN CASTELLOE,7 PAUL DILLON,8 MARK PRUZANSKI,6 and DAVID
SHAPIRO7
Latar Belakang dan Tujuan:
Asam Obetikolok (OCA; asam 6 α- ethyl – chenodeoxycholic) adalah derivat semisintetik
dari asam empedu Chenodeoxycholik primer manusia merupakam agonis alami dari reseptor
Farnesoid X yaitu reseptor hormon nuchlear yang meregulasi metabolisme glukosa dan lipid.
Model percobaan pada binatang, OCA menurunkan resistensi insulin dan seatosis hepatik.
Metode :
Kami melakukan penelitian ganda tersamar, plasebo terkontrol, studi berkonsep bukti untuk
mengevaluasi efek dari OCA dalam halnya sensitivitas insulin pada pasien dengan penyakit
Fatty Liver nonalkoholik dan Diabetes Melitus Tipe 2. Pasien secara acak dibagi menjadi
grup yang diberi plasebo (n = 23), 25 mg OCA (n=20), atau 50 mg OCA (n = 21) sekali
sehari selama 6 minggu. Sebuah clamp insulin hiperinsulinemik-euglikemik 2 tahap
digunakan untuk mengukur sensitivitas insulin sebelum dan sesudah masa pengobatan 6
minggu. Kami juga mengukur kadar enzim hati, analit lipid, faktor pertumbuhan fibroblas 19,
7a-hidroksi-4cholesten-3-one (sebuah prekusor BA), asam empedu endogen dan tanda
fibrosis hati.
Hasil :
Ketika pasien diberikan infus insulin dosis rendah, sensitivitas insulin meningkat sebanyak
28% dari baseline pada kelompok perlakuan dengan 25 mg OCA ( p = 0,019) dan 20,1% dari
baseline pada kelompok perlakuan dengan pemberian 50 mg OCA ( p = 0,060). Sensitivitas
insulin meningkat sebesar 24,5% (P = 0,011) pada kelompok OCA gabungan, sedangkan
sensitivitas insulin turun sebesar 5,5% pada grup plasebo. Pola serupa diamati pada pasien
yang diberikan infus insulin dosis tinggi. Kelompok OCA mengalami penurunan yang
signifikan terhadap kadar ɣ-glutamyl-transferase dan alanin aminotransferase dan dosis
terkait penurunan berat badan. Kelompok OCA tersebut juga mengalami peningkatan kadar
serum kolesterol LDL dan faktor pertumbuhan fibroblas 19. Hal tersebut dikaitkan dengan
penurunan kadar dari 7α-hydroxy-4-cholesten-3-one dan asam empedu endogen yang
menunjukkan aktivasi reseptor farnesoid x. Penanda fibrosis hati menurun secara signifikan
pada kelompok yang diobati dengan 25 mg OCA. Efek samping yang dialami seruoa pada
tiap kelompok kontrol.
Kesimpulan :
Pada uji coba fase 2 ini pemberian OCA 25 mg atau 50 mg selama 6 minggu dapat ditoleransi
dengan baik, meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi marker inflamasi hati dan
fibrosis pada pasien dengan DM tipe 2 dan penyakit fatty liver nonalkoholik. Penelitian
jangka panjang dan besar memperoleh jaminan. Clinical Trials Gov, nomer : NCT00501592.
Kata Kunci : Uji coba klinis; Sindrom metabolik; Terapi; Obesitas
Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit fatty liver nonalkoholik (NAFLD) merupakan
komponen dari sindrom metabolik, sebuah lingkaran yang saling terkait termasuk didalamnya
resistensi insulin, dislipidemia, hipertensi dan obesitas viseral. Prevalensi dari Diabetes
Melitus tipe 2 meningkat dalam skala dunia dan diperkirakan hampir mendekati 8% dari
populasi ditahun 2030. NAFLD saat ini merupakan penyakit hati kronik yang paling sering
yaitu mengenai hampir 20-40% dari populasi dan kira-kira hampir 30% dari pasien dengan
NAFLD akan berkembang menjadi nonalkoholik steatohepatitis (NASH) DM tipe 2 dan
NAFLD merupakan masalah kesehatan utama yang dihubungan dengan obesitas epidemik
dalam skala dunia.
Resistensi insulin memainkan peran penting dalam patogenesis DM tipe 2 dan NAFLD
dari yang diperkirakan sebagai faktor kunci didalam inisiasi dan kelangsungan NASH.
Meskipun beberapa obat sudah tersedia untuk meningkatkan resistensi insulin pada pasien
diabetes namun tidak ada satupun yang disetujui untuk NAFLD atau NASH. Sebagai yang
berperan dalam resistensi insulin didalam patogenesis NASH, sensitizer insulin seperti
thiazolidinediones telah diuji secara luas, menunjukkan penurunan inflamasi hati yang
signifikan dan steatosis. Namun memiliki keberhasilan sedang dalam pengendalian fibrosis
hati pada pasien dengan NASH. Apalagi senyawa ini berhubungan dengan peningkatan yang
signifikan dalam berat badan dan kekhawatiran yang timbul mengenai keamanan
kardiovaskular dari rosiglitazone. Meskipun pioglitazone menunjukkan peningkatan
mortalitas dengan berbagai penyebab, termasuk outcome kardiovaskular sebagai tambahan,
terapi jangka panjang ( ≥ 5 th) dengan thiazolidinediones pada pasien dengan DM tipe 2 yang
mungkin berhubungan dengan peningkatan resiko dari kanker kandung kemih.
Asam empedu (Bas), secara klasik dikenal sebagai senyawa seperti detergen yang
terlibat dalam absorbsi lipid dan homeostasis kolesterol yang baru-baru ini menunjukkan
modulasi beberapa jalur metabolik dalam meregulasi glukosa, lipid dan homeostasis energi
dengan menargetkan reseptor farnesoid x (FXR) dan reseptor protein G-berpasangan TGRS.
Sebagai tambahan, FxR dan TGRS memediasi anti inflamasi dan antifibrotik. Menjadikan
mereka sebagai target yang menjanjikan untuk mengobati berbagai penyakit hati dan
metabolik. FxR merupakan bagian superfamili dari reseptor nuclear yang utamanya di
ekspresikan dihati, saluran cerna, ginjal dan juga jaringan adiposa. FxR secara luas
meregulasi beranekaragam gen target yang secara kkritis terlibat dalam mengontrol sintesis
BA dan transport metabolisme lipid dan homeostasis glukosa. FxR mengendalikan
metabolisme glukosa melalui regulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis pada hati
sebagaimana meregulasi sensitivitas insulin perifer pada otot lurik dan jaringan adiposa, efek
yang diperkirakan secara potensial menguntungkan dari agonis FxR ada pada pasien dengan
diabetes dan NAFLD. BA juga memperlihatkan dapat menginduksi sekresi insulin dengan
cara memperfusi pulau-pulau pankreas via mekanisme aktivasi FxR yang pada akhirnya,
terapi dengan agonis sintesis FxR GW4064 menurunkan resistensi insulin pada tikus ob/ob
dan db/db dimana hal ini mengindikasikan bahwa aktivasi dari FxR mempromosikan
sensitivitas insulin.
Mekanisme induksi BA memprakarsai sensitivitas insulin dengan cara memproduksi
FxR termediasi oleh faktor pertumbuhan fibroblas 19 (FGF), dimana pelepasan enterokine
oleh enterosit ileal yang mengaktivasi reseptor kognasi FGFR4 pada hati untuk menekan
ekspresi CYP7A1/CYP8B1 yang menyebabkan penurunan produksi BA. Terapi dengan
FGF19 meningkatkan dislipidemia, steatosis hepatik, hiperinsulinemia, hiperleptinemia dan
sensitivitas insulin sementara itu juga menurunkan berat badan dan adiposa pada mencit yang
telah diberi makan diet tinggi lemak dan mencit ob/ob. Sebagai tambahan , terapi dengan
FGF19 menurunkan trigliserida hepatik dan kadar asam lemak bebas yang dikenal sebagai
serum Alanin Amino Transferase (ALT) pada mencit dengan defisit FxR, memperbaiki
disregulasi lipogenesis hepatik yang disebabkan oleh hilangnya pengiriman siyal oleh FxR.
Terapi dengan menggunakan FGF19 juga mengembalikan kehilangan glikogen pada binatang
percobaan yang mengalami defisit insulin diabetik dengan cara mengaktivasi jalur endokrin
insulin-independen.
Asam obetikolik (OCA; INT-747), 6α-ethyl merupakan derivat dari asam
chenodeoksikolik sebuah agonis FxR selektif kelas pertama dengan antikolestatik dan
mengandung komponen hepatoprotektif. OCA menunjukkan 100 kali lebih hebat daripada
aktivitas agonis FxR dibandingkan dengan asam chenodeoksikolik, sebuah agonis FxR alami
pada manusia. OCA tidak mengaktivasi reseptor nuclear lain dan aktivitasnya menunjukkan
hanya dapat dimediasi oleh FxR. Penelitian preklinik luas menunjukkan bahwa OCA
meningkatkan sensitivitas insulin dan meregulasi hemeostasis glukosa, memodulasi
metabolisme lipid dan mengerahkan efek anti inflamasi dan antifibrotik pada hati, ginjal, dan
usus, organ-organ utama yang menghasilkan FxR.
Mengingat bukti praklinis meningkat untuk potensi terapi agonis FXR dalam regulasi
metabolisme glukosa dan lipid, OCAwas diuji dalam studi bukti-ofconcept pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe 2 dan NAFLD dan dilaporkan di sini. Untuk pengetahuan kita,
OCA adalah yang pertama yang dirancang khusus FXR agonis untuk memasuki fase 2 uji
klinis. Penelitian ini plasebo-terkontrol dievaluasi 2 dosis OCA, 25 dan 50 mg, diberikan
sekali sehari selama 6 minggu. Teknik penjepit hyperinsulinemic-euglycemic, dianggap
sebagai metode standar emas untuk menilai sensitivitas insulin, itu digunakan untuk
menentukan laju infus glukosa (GIR), titik akhir primer penelitian. Beberapa titik akhir
sekunder juga dinilai, termasuk tingkat enzim hati (karena kadar aminotransferase terkait
dengan risiko kematian allcause) 33 dan efek agonistik FXR pada FGF19, 7ahydroxy-4-
cholesten-3-one (C4), dan tingkat BA endogen .
Pasien dan Metode
Pasien
Pasien dengan DM tipe 2 dan NAFLD dilibatkan dalam penelitian ini. Diagnosis DM
tipe 2 berdasarkan kriteria standar Asosiasi Diabetes Amerika penyebab penyakit hati lain
dieksklusikan (termasuk riwayat atau kehadiran virus hepatitis B, virus hepatitis C, sirosis
bilier primer, kolangitis sklerosis primer) NAFLD ditegakkan oleh saru atau lebih dari
kriteria berikut : kadar ALT ≥ 47 u/L untuk perempuan dan ≥ 56 u/L untuk pasien laki-laki,
kadar Aspartat aminotransferase (AST) ≥ 47 u/L untuk perempuan dan ≥ 60 u/L untuk pasien
laki-laki, pembesaran hati ( terlihat dari USG atau teknik pencitraan yang lain), dan
penemuan histologi diagnostik pada biopsi terakhir (dalam 5 tahun terakhir). Kriteria eksklusi
adalah peningkatan plasma AST yang tinggi ( > 155 u/L pada perempuan dan > 200 u/L pada
pasien laki-laki) atau kadar ALT ( > 155 u/L pada perempuan dan > 185 u/L pada pasien laki-
laki), kadar bilirubin meningkat dua kali lipat daripada rentang normal, penggunaan obat-
obatan antidiabet kecuali metformin atau sulfonilurea, riwayat atau adanya kecanduan
alkohol (didefinisikan sebagai konsumsi lebih dari 210 ml alkohol/minggu) atau kecanduan
substansi lain dalam 2 tahun terakhir, dan penyakit jantung atau ginjal yang signifikan.
Inform consent tertulis didapatkan dari semua pasien yang telah disetujui oleh institusi lokal
setelah penjelasan menyeluruh. Semua penulis memiliki akses untuk meneliti data dan
meninjau hingga menyetujui manuskrip akhir.
Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian multisenter, ganda tersamar, terandomisasi,
plasebo-terkontrol, dosis multipel, penelitian grup paralel tereksplorasi untuk mengevaluasi
keamanan dan keberhasilan dari OCA pada homeostasis glukosan dan lipid sebagaimana
kadar serum BA dan penanda dari inflamasi hepatik dan fibrosis. Pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi secara acak ditugaskan untuk menerima 25 mg OCA , 50 mg OCA
atau plasebo yang sesuai secara oral satu kali sehari selama 6 minggu. Pasokan plasebo dan
OCA disediakan oleh Pharmaceuticais, inc. Pasien yang memenuhi syarat diberi nomer
sebanyak 3 digit secara acak. Nomer ini di cetak pada kit obat pasien sesuai dengan jadwal
pengacakan nomer induk. Kit pasien secara acak dikemas dalam 6 blok, setiap blok 6 kit.
Termasuk 2 kit pasien untuk tiap dosis kelompol ( plasebo, 25 mg OCA dan 50 mg OCA).
Pasien dipuasakan sepanjang malam dan menjalani prosedur clamp 2 tahaphiperinsulinemik-
euglikemik yang dilakukan baik sebelum dan sesudah dosis terakhir perlakuan dalam
penelitian. Pasien dapat berhenti mengikuti penelitian ini jika pada diri mereka terjadi
peningkatan kadar ALT atau AST yang signifikan ( ≥ 3 kali nilai pada preperlakuan) atau
peningkatan kadar bilirubin ≥ 2 kali nilai preperlakuan rata-rata.
Keluaran Primer
Pasien menerima infus IV konstan primer dari insulin manusia reguler (Humulin, U
100; Eli Lilly, Indianapolis, IN) selama prosedur clamp 2 tahap euglikemik seperti yang telah
digambarkan sebelumnya. Pada tahap pertama rata-rata dosis infus insulin submaximal
rendah digunakan ( 60 mU x m2 area permukaan tubuh/min) selama 180 menit. Pada tahap
kedua rata-rata insulin dosis tinggi ( 120 mU x m2 area permukaan tubuh/min) digunakan
sebagai tambahan selama 120 menit untuk secara maksimal menekan produksi glukosa
endogen dan secara maksimal menstimulasi uptake glukosa perifer selama periode clamp,
penggunaan glukosa darah di ambil setiap 5-10 menit dan rata-rata infus glukosa disesuaikan
untuk menjaga target euglikemia (kurang lebih 95 mg/dL) disisi lain alat biostator (Life
Science Instruments, Elkhart, IN) digunakan.
Keluaran Sekunder
Konsentrasi serum FGF19 diuraikan menggunakan Solid-Phase Quantikine FGF19
immunoassay (R&D Systems, Minneapolis, MN). Kadar serum C4 ditentukan dengan
menggunakan high- performance liquid chromatography yang telah dijelaskan sebelumnya.
Semua analit diperiksa pada pasien yang berpuasa. Penanda dari fibrosis hati diperiksa
dengan menggunakan iQur Ltd (London,England) menggunakan Enhanced Liver Fibrosis
(ELF) tes (Siemens Healthcare Diagnosis inc, Tarrytown, NY). Tes ELF mengkombinasikan
Alogaritma, pengukuran dari pemeriksaan asam hialuronat, prokolagen III amino terminal
peptide, dan inhibitor metalloproteinase 1 jaringan untuk menghasilkan skor ELF yang secara
kuat berkorelasi dengan tingkat fibrosis hati dan / atau sirosis. Caspase-cleaved kreatin-18
diukur menggunakan M30-apoptosense enzyme-linked immunosorbent assay (Peviva AB,
Stockholm, Swiss).
Analisis Statistik
Keberhasilan akhir primer, perubahan pada GIR dari predose baseline ke post
perlakuan dibandingkan antara plasebo dengan kelompok perlakuan OCA secara terpisah
untuk baik dosis rendah dan dosis tinggi periode infus insulin menggunakan T test untuk
sampel independen. Memberikan ukuran sampel kecil dari penelitian proof-of-concept ini,
analisis statistik yang digunakan untuk kombinasi dua dosis OCA. FGF19, C4 dan kadar BA
endogen disimpulkan menggunakan statistik deskriptif. Penanda ELF (skor dan komponen
individual) dianalisis menggunakan T test untuk sampel independen. Variabel keamanan
disimpulkan dengan menggunakan statistik deskriptif. Kruskal-Wallis tes sebuah analisis
nonparametrik dengan variasi menggunakan Wilcoxin skor digunakan untuk menilai
perbedaan secara keseluruhan diantara kelompok perlakuan dengan mempertimbangkan
perubahan absolut dari analit penting. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan
menggunakan tes 2-side Wilcoxon-Mann-Whitney. Nilai 2-Tailed P < 0,05 dianggap secara
statistik signifikan.
Hasil
Penelitian Terhadap Pasien
Sebanyak 64 pasien terdaftar pada 4 pusat di Amerika Serikat yaitu Veteran
Administration San Diego Healthcare System di San Diego, California ( n = 22), Diabetes
and Glandular Disease Clinic di San Antonio, Texas (n=7), Virginia Commonwelth
University School of medicine in Richmond, Virginia ( n = 4), dan Profil Institute For
Clinical Reasearch in Chola Vista, California (n = 31). 23 pasien secara acak diberi plasebo,
20 diantaranya secara acak diberi perlakuan dengan OCA 25 mg dan 21 diantaranya secara
acak diberi perlakuan dengan OCA 50 mg. Karakteristik demografik dan baseline
ditunjukkan pada tabel 1 dan disposisi pasien diringkas dalam gambar tambahan 1. Tiga
kelompok dicocokan dengan sebaran demografi , parameter klinis dan laboratorium dan
kriteria inklusidiagnosis NAFLD (Tabel 1). Kebanyakan pasien yang terdaftar menyelesaikan
penelitian ini ( 56/64 : 88% ) ; 8 dari pasien tidak melanjutkan. Alasan yang paling sering
dilaporkan adalah pelanggaran protokol ( 94/64 : 6 %); 2 pasien ( masing-masing di
kelompok plasebo dan OCA 50 mg) terjadi peningkatan kadar ALT dan AST secara
signifikan ( ≥ 3 kali dari nilai preperlakuan rata-rata) ; 2 pasien sisanya yang tidak
melanjutkan keduanya ada pada kelompok OCA 50 mg; satu akibat penarikan consent
sedangkan yang lainnya akibat hilangnya pemantauan (gambar tambahan 1). Sebanyak 14
pasien dieksklusikan dari analisis GIR karena kalkulasi yang salah dari GIR pada situs
tunggal, dimana menghasilkan penurunan dosis yang secara signifikan pada infus insulin
selama prosedur clamp berlangsung.
Primary Outcome
Evaluasi dari Keberhasilan
Hasil dari GIR rerata infus insulin dosis rendah dan dosis tinggi ditunjukkan pada tabel
2 yang menunjukkan adanya perubahan absolut dari rerata presentase pada hari ke 43 versus
hari ke 0.
Pada rerata infus insulin dosis rendah, perubahan presentase rearata pada GIR
menunjukkan peningkatan sebanyak 28% ( ± 40,2%) dan 20,1% ( ± 32,6%) untuk kelompok
OCA 25 mg dan 50 mg dibandingkan dengan penurunan sebanyak 5,5 % ( ± 35,9%) pada
kelompok plasebo ( P = 0,019 dan P = 0,060 masing-masing). Untuk kedua kelompok
kombinasi OCA, GIR meningkat sebesar 24,5% dibandingkan dengan plasebo ( P = 0,011).
Pola serupa diobservasi pada rerata infus insulin dosis tinggi.
Pada rerata infus insulin dosis rendah, perubahan rerata absolut pada GIR meningkat
sebesar 0,69 mg ∙ kg -1 ∙ min -1 dan 0,24 mg ∙ kg -1 ∙ min -1 untuk 25 mg kelompok OCA 50 mg
dibandingkan dengan penurunan 0,51 mg ∙ kg -1 ∙ min -1 pada pasien yang menerima plasebo (
P = 0,040 dan P = 0,278 masing-masing ). Kelompok perlakuan OCA kombinasi
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada GIR ( P = 0,048) dibandingkan dengan
plasebo. Pola serupa diamati pada rerata infus dosis tinggi.
Kejadian Efek Samping
Sebanyak 14 pasien (61%) yang menerima plasebo, 9 pasien (45%) diberi perlakuan
dengan OCA 25 mg, dan 16 pasien (76%) yang diberi perlakuan dengan OCA 50 mg
setidaknya mengalami satu efek samping (tabel 3). Insidensi dari seluruh efek samping terjadi
pada > 1 pasien dilaporkan pada tabel tambahan 1. Empat efek samping yang berat terjadi
pada dua pasien, satu di kelompok plasebo dan yang lainnya pada kelompok OCA 50 mg
yang mengalami peningkatan kadar ALT atau AST dan sesuai dengan kriteria mandat
protokol maka dihentikan. Kejadian efek samping ini dianggap oleh penyidik mungkin terkait
dengan perlakuan selama penelitian; satu diselesaikan oada akhir penelitian ( 50 mg OCA ),
dan yang lainnya ( plasebo ) hilang dari pemantauan. Satu pasien (5%) yang diberi perlakuan
dengan OCA 25 mg dan 8 pasien ( 38% ) diberi perlakuan dengan OCA 50 mg mengalami
setidaknya satu efek samping yang dipertimbangkan oleh penyidik sebagai kemungkinan
berkaitan dengan perlakuan dibandingkan dengan 6 pasien ( 26% ) yang menerima plasebo.
Aes yang terjadi pada > 1 pasien/ kelompok mengalami diare ( 2 pasien pada kelompok
plasebo) dan konstipasi ( 4 pasien pada kelompok OCA 50 mg ).
Secondary Outcome
Analit enzim hati dan lipid.
Penurunan nilai ALT yang signifikan kira-kira diamati pada 25% kejadian setelah
pemberian OCA 25 mg sama hal nya dengan penurunan kadar ɣ-glutamiltransferase yang
diperkirakan sebesar 50% baik terhadap kedua dosis OCA ( tabel 4 ). Nilai alkalin fosfatase
meningkat ringan pada kedua kelompok perlakuan OCA dibandingkan dengan plasebo ( P <
0,01) tetapi masih dalam batas normal; nilai AST secara klinis tetap stabil.
Kadar trigliserida menurun setelah diberikan perlakuan dengan kedua dosis OCA
( tabel 4 ), secara signifikan terlihat pada kelompok OCA 50 mg ( P = 0,02 ). Peningkatan
sedang namun tidak signifikan terhadap kadar kolesterol total dan peningkatan sedang pada
kadar LDL terlihat setelah pemberian perlakuan terhadap kedua dosis OCA. Kadar kolesterol
HDL tidak berubah pada kelompok OCA 25 mg dan meskipun sedikit namun secara
signifikan menurun pada kelompok OCA 50 mg.
FGF19, C4, asam empedu endogen dan berat badan. Kadar FGF19 plasma yang
bergantung dosis meningkat dibandingkan dengan baseline setelah diberi perlakuan dengan
OCA 25 mg ( 92 ± 13 menuju 177 ± 23 ng/L; P = 0,006) dan lebih nyata setelah pemberian
terapi dengan OCA 50 mg ( 79 ± 10 menuju 255 ± 42 ng/L; P < 0,0001), dimana tidak
terlihatadanya perubahan pada kelompok placebo ( 84 ± 13 menuju 91 ± 11 ng/L) (gambar
1A). Peningkatan kadar FGF19 secara paralel terdapat penurunan secara signifikan pada C4
( gambar 1B) dan serum endogen total Bas (gambar 1C) pada kedua kelompok dosis
dibandingan dengan placebo.
Rata-rata berat badan awal adalah serupa diseluruh kelompok perlakuan (104-109 kg;
tabel 1). Penurunan berat badan terkait dosis diamati pada akhir periode perlakuan 6 minggu,
dengan kelompok OCA 50 mg kehilangan berat badan kira-kira sebesar dua kali dari jumlah
berat ( 1,9% ± 2,2%; P = 0,008) dibandingkan dengan kelompok OCA 25 mg ( 1,0% ± 1,6%;
P = 0,096). Kehilangan berat badan secara signifikan ketika kedua dosis dikombinasikan
dengan perbandingan kelompok plasebo ( P = 0,011) (gambar 1D).
Kadar serum penanda fibrosis hati dan keratin-18.
Skor baseline ELF serupa dibandingkan dengan kelompok perlakuan dan
mengindikasikan 81% dari pasien memiliki fibrosis hari ringan hingga sedang atau sedang
sementara itu tidak ada evidens dari sirosis ( tabel 5 ). Meskipun ada variabilitas yang cukup
besar dalam hasil, peningkatan kecil dalam skor rata-rata ELF diamati pada kelompok
plasebo dan pada dasarnya tidak ada perubahan yang terlihat dalam kelompok OCA 50 mg.
Bagaimanapun, ada penurunan sedang namun signifikan terhadap skor rerata ELF pada
kelompok OCA 25 mg dibandingkan dengan plasebo ( P = 0,004). Pada kelompok ini, semua
komponen parameter ELF ( asam hialuronat, procokagen III amino peptida terminal, dan
inhibitor jaringan metalloproteinase 1) menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan
dengan placebo ( tabel 5).
Karena fragmen kadar serum caspase-cleaved kreatin-18 memprediksikan NASH
secara histologik dan tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan NAFLD yang telah
terbukti dengan biopsi, kadar serum caspase-cleaved kreatin-18 ditetapkan pada baseline dan
pada hari ke 43 terdapat pada sejumlah kecil pasien ( n = 5-7 ). Tidak ada perbedaan
signifikan yang diamati antara baseline dan nilai akhir perlakuan pada kelompok manapun
( data tidak ditunjukan ). Dapat dibayangkan bahwa kurangnya efek yang signifikan dapat
disebakan oleh sejumlah kecil pasien yang diuji atau 6 minggu tidaklah cukup lama untuk
meberi perlakuan sehingga dapat melihat efek yang di induksi oleh OCA pada kadar caspase-
cleaved kreatin-18.
Diskusi
Penetilian proof-of-concept dua tahap pada pasien diabetes dan NAFLD, perlakuan
dengan OCA selama 6 minggu meningkatkan sensitivitas insulin meskipun kecil namun
sangat berarti untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar serum FGF19,
beberapa diikuti dengan penurunan C4 dan kadar BA endogen, agonis FXR suportif. Akhir
primer dai penelitian ini adalah sensitisasai insulin ditentukan oleh perubahan post perlakuan
versis pre perlakuan pada GIR selama periode infus insulin dosis rendah dan dosis tinggi,
yang dicapai dengan peningkatan yang signifikan pada dosis 35 mg sama halnya dengan
kedua dosis kombinasi OCA dan pada kedua kadar dosis infus insulin. Peningkatan GIR
selama kedua fase dari clamp hiperinsulinemia 2 tahap telah dikonfirmasi terhadap efek
menguntungkan OCA baik pada hepatik dan sensitivitas insulin perifer. Perlakuan dengan
OCA juga menginduksi penurunan secara signifikan pada kadar ɣ-glutamyltransferase,
sebuah penanda dari penyakit fatty liver yang berhubungan dengan prediabetes dan diabetes
pada populasi umum , dan diketahui sebagai faktor resiko untuk berkembangnya diabetes
pada pasien denga NAFLD.
Oleh karena ini merupakan fase pertama dari dua penelitian OCA, kami percaya adalah
lebih baik untuk menguji lebih dari satu dosis obat. Meskipun dosis 10-mg/kg atau 30-mg/kg
dibutuhkan untuk penelitian preklinik sehingga dapat menunjukkan efek farmakologi OCA,
hasil dari kebanyakan parameter yang dievaluasi menunjukan bahwa dosis OCA 25 mg dan
50 mg mungkin terletak pada bagian datar dari kurva dosis-respons untuk OCA.
Menunjukkan tidak ada peningkatan tambahan terllihat pada kebanyakan parameter klinis
pada dosis 50 mg dengan terkecuali kadar FGF19 dan berat badan. Bagaimanapun, ketika
mengambil kadar glukosa puasa, hemoglobin glikosilasi dan pengukuran GIR pada baseline
dapan menunjukkan bahwa pasien perlakuan dengan OCA 50 mg memiliki diabetes yang
kurang berat dan ini juga dapat membantu menjelaskan respon yang dilemahakn pada
kelompok ini.
Lebih penting lagi, pada penelitian ini, OCA diinduksi peningkatan dosis terkait
ditandai dengan kadar plasma FGF19, produk transkripsional FXR responsif primer. Perlu
dicatat bahwa FGF19 tidak di up regulasi oleh asam ursodeoksikolik, sebuah BA dengan
tidak ada aktivitas agonis FXR yang digunakan untuk mengobati sirosis bilier primer dan
juga telah diuji pada pasien dengan NASH pada rentang dosis hingga 30 mg ∙ kg -1 ∙ day-1,
dengan hasil yang kurang jelas pada beberapa penelitian. Dengan demikian, induksi ditandai
dengan produksi FGF19 oleh perlakuan dengan OCA, dengan konsekuensi penurunan kadar
dari prekusor BA C4 dan BAs endogen, menegaskan aktivitas agonis FXR dari OCA pada
pasien dan mendukung penjelasan mekanisme baru untuk peningkatan OCA terkait yang
diamati terhadp sensitivitas insulin dan penurunan berat badan. Kami percaya ini adalah
pertama kalinya bahwa obat apapun telah terbukti meningkatkan tingkat FGF19 pada pasien
dengan diabetes dan / atau NAFLD.
Modulasi homeostasis usus oleh OCA dapat meluas melampaui induksi FGF19.
Aktivasi FXR oleh OCA telah terbukti pada model praklinis untuk menjaga integritas dari
penghalang epitel usus in vivo, kemungkinan melalui efek anti inflamasi dengan
meningkatkan tight junction. Menariknya, OCA juga meningkatkan ekspresi kolonik dari
katelisidin, sebuah antibiotik alami dengan komponen mikrobiosidal, menunjukkan
kappasitasnya untuk memodulasi mikrobiota usus. Mikrobiota usus telah menunjukkan
pengaruhnya terhadap ukuran dan komposisi dari pool asam empedu melalui sistem
enterohepatik via mekanisme FXR-dependen. Menariknya, OCA dapat meningkatkan FGF15
usus dan menekan ekspresi CYP7A1 pada mencit bebas kuman, menunjukan kapasitasnya
untuk membalikan keadaan penurunan signaling FxR dan lebih lanjut mendukung potensi
cross talk antara OCA dan mikrobiota usus.
Aktivasi dari FxR menurunkan kolesterol HDL plasma dengan meningkatkan transport
kolesterol berkebalikan dan menurunkan absorbsi kolesterol intestinal. Sejalan dengan
observasi ini, perlakuan atas defisit-Ldr hiperlipidemik atau mencit defisit-Apoe dengan
menggunakan agonis FxR menghasilkan penurunan lesi artherosclerosis. Menariknya asam
chenodeoxycholic, sumber derivat BA untuk meregenerasi OCA, diberikan pada pasien untuk
melarutkan batu empedu sehingga menurunkan kadar triglycerid dan meningkatkan kadar
kolesterol LDL. Penemuan ini tercermin dalam penelitian kami dimana menunjukan
penurunan triglyceride dan kadar kolesterol HDL setelah perlakuan dengan menggunakan
OCA, diiringi dengan nilai peningkatan kolesterol LDL. Evaluasi kompherensif dari
modulasi profil lipid dengan menggunakan OCA saat ini sedang berjalan.
Tes ELF telah divalidasi sebagai derivat skoring algoritma dari pengukuran pada tiga
orang individu untuk menilai biomarker fibrosis hati noninvasif, meskipun validasi penanda
ELF merupakan titik akhir untuk mengevaluasi keberhasilan terapi ini terbatas. Kami tidak
terlalu berharap dengan pemberian OCA selama 6 minggu akan menyembuhkan fibrosis
tetapi kami tertarik untuk mengevaluasi derajat fibrosis pada baseline berdasarkan penelitian
berdasarkan proof-of-concept. Memang skor ELF baseline mengindikasikan bahwa 81% dari
pasien memiliki fibrosis hati derajat ringan sampai sedang sementara tidak ada satupun yang
memiliki bukti adanya sirosis. Secara mengejutkan, skor ELF menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada kelompok yang diterapi dengan menggunakan OCA 25 mg
dibandingkan dengan placebo. Dengan tambahan semua dari ketiga komponen ELF
mengalami penurunan yang signifikan, menunjukkan hasil yang relevan secara biologis. Data
yang tidak diharapkan ini konsisten dengan efek menguntungkan potensial dari OCA pada
fibrosis hati meskiun memiliki masa penelitian jangka pendek selama 6 minggu dan dapat
dijelaskan dengan pengamatan terhadap aktivasi FxR pada sel stellate yang mempromosikan
penyembuhan dari fibrosis hati. Efek OCA pada fibrosis hati akan dibutuhkan untuk diteliti
lebih besar dan dengan jangka waktu lebih panjang mengingat perkembangan yang relatif
lambat dan variabel fibrosis.
OCA menunjukkan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dalam populasi. Hanya
konstipasi ringan yang terlihat lebih sering terjadi pada pasien yang tiberi perlakuan dengan
OCA 50 mg (bukan 25 mg) dibandingkan dengan plasebo. Dengan catatan, pruritus pada
pasien noncholestatik ini tidak lebih umum dari pasien yang diberi perlakuan dengan OCA
dibandingkan dengan pasien yang menerima plasebo. Dengan perkecualian dari kehilangan
berat badan, 25 mg menunjukkan setidaknya efektive pada dosis 50mg untuk evaluasi titik
akhir menunjukkan bahwa dosis yang lebih rendah harus dievaluasi dalam studi di masa
depan.
Penelitian saat ini memiliki bebeapa keterbatasan termasuk jumlah pasien yang relatif
sedikit dan durasi yang pendek dalam penelitian ini. Selain itu, sejumlah pasien harus
dikeluarkan dari analisis keberhasilan karena kesalahan dosis insulin dalam penelitian dengan
menggunakan clamp, tetapi pasien ini digantikan oleh orang lain. Sebagai konsekuensi, jyran
dari keamanan database lebih besar dibandingkan dengan rencana awal dan data yang
diperoleh memenuhi tujuan penelitian.
Kesimpulannya, aktivasi FxR dengan menggunakan OCA menyebabkan peningkatan
sensitivitas insulin pada pasien dengan NAFLD yang memilik DM tipe 2. Ini berhubungan
dengan FxR-termediasi, peningakan produksi FGF19 yang bergantung dosis, memberikan
penjelasan yang masuk akal tidak hanya untuk meningkatkan sensitivitas insulin, tetapi juga
untuk menurunkan berat badan, serta untuk mengurangi tingkat C4 dan produksi BA
endogen. Secara keseluruhan penelitian proof-of-concept ini menunjukkan peningkatan
sensitivitas insulin berdasarkan pada sebagian mekanisme aksi dari FXR-yang menginduksi
FGF19-depende, menunjukkan relevansi klinis jalur ini dan mendukung potensi OCA untuk
mengobati hati dan penyakit metabolik.
Berdasarkan dari keberhasilan dan keamanan menunjukkan hasil yang menjanjikan dan
bukti preklinik yang memberikan efek potensial menguntungak pada pasien yang diberi OCA
dengan NAFLD/NASH, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease of
the National Institutes of Health telah dipilih untuk melakukan penelitian OCA fase klinik IIb
pada pasien dengan NASH. Perlakuan FxR ligand NASH pada penelitian ini adalah double-
blind, plasebo-terkontrol dan penelitian multisenter yang akan mengevaluasi apakah terapi
dengan OCA 25 mg sehari selama 72 minggu dibandingkan dengan peningkatan tingkat
keparahan NASH dengan plasebo ditentukan dengan skor sentral histologi hati. FLINT telah
melibatkan sebanyak 280 pasien pada 8 pusat di Amerika Serikat dibandingkan dengan
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease-sponsor NASH Clinical
Research Network. Titik akhir dari penelitian ini adalah minggu ke 72 ditentukan dengan
biopsi hati dan dengan adanya penurunan skor dari aktivitas NAFLD pada sedikitnya 2 poin
tanpa ada perburukan fibrosis hati.
Materi tambahan
Catatan : untuk mengkases materi tambahan yang berhubungan dengan artikel ini, kunjungi
versi online Gastroenterology pada : www.gastrojournal.org dan pada
http://dx.doi.org/10.1053/j.gastro.2013.05.042