Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil ... · ABSTRACT NOVITA SARI. The effect of...
-
Upload
nguyenkhuong -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil ... · ABSTRACT NOVITA SARI. The effect of...
EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA
ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA
JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS
NOVITA SARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT
NOVITA SARI. The effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of
immunohistochemical antioxidant superoxide dismutase (SOD) in the kidney of
diabetes mellitus rat. Under the supervision of DRH. TUTIK WRESDIYATI,
Ph.D
The aim of this research is to evaluate the effect of virgin coconut oil
(VCO) on the profile of copper zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in the
kidney tissue of rats. A total of 25 male white rats (Rattus novergicus), Sprague
Dawley were used for this study. They were divided into 5 groups ; (1) negative
control group (K-), (2) positive control/diabetic rats group which was orally
treated with aquadest (K+), (3) diabetic rats treated with VCO A (VA), (4)
diabetic rats treated with VCO B (VB), (5) diabetic rats treated with coconut oil
(MG). Diabetic condition was achieved by alloxan injection (IP, 110 mg/kgBW).
The dose of aquadest, VCO, and coconut oil was 5ml/rat/day. The treatment were
done for 28 days. The kidney were obtained at the end of treatment and then
processed using paraffin embedding standard methods. The tissue were then
stained with Hematoxillin-Eosin and immunohistochemical technique for Cu,Zn-
SOD. The kidney tissues of diabetic rats group treated with VCO showed better
morphological feature and higher content of Cu,Zn-SOD compared to that of
diabetic rats group treated with aquades only or coconut oil. The treatment of
VCO A gave better effect on the profile of antioxidant Cu,Zn-SOD compared to
VCO B.
Key words : Virgin coconut oil, diabetes mellitus, superoxide dismutase (SOD),
kidney, rat
RINGKASAN
NOVITA SARI. Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil
Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal
Tikus Diabetes Mellitus. Dibimbing oleh drh. TUTIK WRESDIYATI, Ph.D.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian virgin coconut
oil (VCO) terhadap profil antioksidan copper zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-
SOD) pada jaringan ginjal tikus yang menderita diabetes mellitus. Sebanyak 25
ekor tikus putih jantan (Rattus norvergicus) galur Sprague Dawley telah
digunakan dalam penelitian ini. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan; (1)
kontrol negatif (K-), (2) kontrol positif/tikus diabetes yang dicekok aquadest (K+),
(3) tikus diabetes yang dicekok VCO A (VA), (4) tikus diabetes yang dicekok
VCO B (VB), (5) tikus diabetes yang dicekok minyak goreng (MG). Kondisi
diabetes didapat dengan cara injeksi aloksan (IP) dengan dosis 110 mg/kgBB.
Dosis aquadest, VCO, dan minyak goreng yang diberikan 5ml/ekor/hari.
Perlakuan dilakukan selama 28 hari. Jaringan ginjal disampling di akhir perlakuan
lalu diproses dengan metode standar embedding parafin. Potongan jaringan
diwarnai dengan Hematoxillin-Eosin (HE) dan immunohistokimia terhadap
Cu,Zn-SOD. Jaringan ginjal tikus pada kelompok diabetes mellitus yang diberi
VCO menunjukan gambaran morfologi yang lebih baik dan kandungan Cu,Zn-
SOD yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tikus diabetes mellitus yang
hanya diberi aquades atau minyak goreng. Pemberian VCO A menunjukkan efek
pada profil antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih baik dibandingkan VCO B.
Kata kunci : Virgin coconut oil, diabetes mellitus, superoksida dismutase (SOD),
ginjal, tikus putih
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA
ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA
JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS
NOVITA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap
Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide
Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal Tikus Diabetes
Mellitus
Nama Mahasiswa : NOVITA SARI
Nomor Pokok : B04104191
Telah diperiksa dan disetujui :
Pembimbing Pertama
drh. Tutik Wresdiyati, Ph. D NIP. 131878930
Mengetahui, Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131669942
Tanggal Pengesahaan:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 03 November 1985
dari ayah Drs.M Nizam Syamsi dan ibu Iriana M Rifaie. Penulis merupakan putri
kelima dari lima bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar Lampung dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi Anggota Divisi
Hewan Kecil Himpunan Minat Profesi (Himpro) HKSA 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya serta kekuatan yang telah diberikan pada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. drh Tutik Wrediyati, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing,
mengarahkan, dan memberi saran pada penulis hingga terselesaikannya
proposal penelitian ini.
2. Dr. drh. Muhammad Agil, Msc, Agr selaku dosen Pembimbing Akademik
atas bimbingan dan nasehatnya selama ini.
3. Bapak Dadang Supriatna atas kerjasama, bantuan dan masukannya selama
penelitian ini.
4. Ibu Nisa, Yusphi, dan Sussi serta seluruh staf dan pegawai Bagian
Histologi FKH-IPB yang telah banyak membantu selama penelitian ini.
5. Yang tercinta dan penulis sayangi Ayahanda, Ibunda, Kakak-kakak
penulis atas doa, perhatian, kasih sayang, semangat dan dorongannya.
6. QQ terima kasih atas doa, cinta, semangat, perhatian dan kasih sayangnya
7. Amilia dan Serina sebagai rekan sepenelitian atas perjuangan,
kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.
8. Teman-teman Asteroidea’41 atas kebersamaannya selama 4 tahun
9. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan yang telah turut
membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu
juga dengan tulisan yang penulis tulis ini. Semoga apa yang ada dalam tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua
Bogor, November 2008
Novita Sari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .…………………………………………............ viii
DAFTAR TABEL .…………………………………………............ x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………............. xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………............. xii
PENDAHULUAN ……………………………………............. 1
Latar Belakang ……………………………………............. 1
Tujuan Penelitian …………………………………............. 2
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………............. 3
A. Organ Ginjal …………………………................. 3
B. Diabetes Mellitus (DM) ……………..................................... 3
C. Virgin Coconut Oil (VCO) …………………………............. 4
D. Aloksan …………………………………............. 5
E. Radikal Bebas …………………………………............. 6
F. Superoksida Dismutase (SOD) .……………………............ 7
BAHAN dan METODE ……………………………………............. 9
A. Waktu dan Tempat ...……………………………................ 9
B. Bahan dan Alat ...……………………………................ 9
C. Metode Penelitian ..……………………………................ 9
Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus ……………............. 10
Pengambilan Sampel (Sampling) dan Fiksasi ….............. 10
Dehidrasi …...……………………………….............. 11
Penjernihan (Clearing) ………………………............. 11
Infiltrasi Parafin ……………………………............. 11
Penanaman Jaringan (Embedding) ……………............. 11
Pembuatan Blok Jaringan ……………………............ 12
Penyayatan (Sectioning) ……………………............ 12
Pewarnaan …………………………………… 13
Penutupan (Mounting) …………………………… 14
Pemotretan (Microphotography) …………………… 14
Pengamatan dan Analisa Data ……………………… 15
HASIL ……………………………………................ .. ... 16
Morfologi Ginjal .. ... ... ... ... ... .... .... ... ... .. .. .... ... ... ... .. 16
Profil Cu,Zn-SOD .. ... ... ... ... ... .... .... ... ... .. .. .... ... ... ... .. 17
PEMBAHASAN ...…………………………………............. ... .. .. 23
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………........... 27
Kesimpulan .……………………………………............. ... .. .. 27
Saran ..……………………………………............. ... .. .. 27
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 28
LAMPIRAN .……………………………………............. ... .. .. 31
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal
Tikus ............................................................................................ 19
2. Rata-rata jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkatan kandungan
Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus ......................................... 20
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin ......................... 17
2. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan dengan pewarnaan imunohistokimia ............................ 18
3. Diagram persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif
dan negatif terhadap Cu,Zn-SOD ................................................ 21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Proses preparasi jaringan ................................................................. 32
2. Prosedur pewarnaan Hematoksilin-Eosin ......................................
33
3. Prosedur pewarnaan Cu,Zn-SOD secara imunohistokimia ............. 34
4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Kuat
(+++) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD ........................................ 36
5. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Sedang
(++) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD ........................................... 37
6. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Lemah
(+) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD ............................................. 38
7. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Negatif (-)
terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD .................................................. 39
PENDAHULUAN
Latar belakang
Diabetes mellitus (DM), atau yang lebih dikenal dengan penyakit kencing
manis, merupakan istilah bagi penderita gangguan dalam sekresi insulin. Ada tiga
tipe penyebab terjadinya diabetes, yang pertama yaitu kurangnya jumlah sekresi
hormon insulin, sehingga tidak mampu mengambil glukosa dari sirkulasi darah
dan tidak mampu mengontrol kadar glukosa darah sehingga kadar glukosa darah
tetap tinggi dan terbuang melalui urin. Penyebab kedua adalah resistensi insulin,
jumlah insulin cukup tetapi insulin tersebut tidak sensitif lagi sehingga tidak
mampu bekerja secara optimal dan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel yang
mengakibatkan penggunaan glukosa sebagai energi terhambat dan menyebabkan
kekurangan energi pada sel. Hal seperti itu kemudian akan menimbulkan respon
tubuh untuk mencari energi dari sumber lain seperti glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Penyebab ketiga adalah akibat kombinasi dari kedua penyebab
tersebut (Mc.Clung et al. 2004)
Proses tubuh untuk mencari alternatif lain sebagai suplai energi seperti
glikogenolisis dan glukoneogenesis akan menghasilkan produk sampingan yaitu
radikal bebas (Maritim et al. 2003). Kondisi stres oksidatif merupakan efek
negatif yang terjadi jika jumlah radikal bebas melebihi kemampuan detoksifikasi
oleh sistem pertahanan antioksidan tubuh. Keadaan ini dapat mempengaruhi
proses-proses fisiologis maupun biokimia tubuh, yang mengakibatkan terjadinya
gangguan metabolisme fungsi sel dan dapat berakhir pada kematian sel (Halliwel
dan Gutteridge 1999 ).
Antioksidan adalah suatu substansi yang merupakan penangkal radikal
bebas (Oberley 1997). Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat
dibedakan atas antioksidan endogen yang terdiri atas enzim-enzim seperti
superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase serta
antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti askorbat,
tokoferol, karoten, dan berbagai bahan alami lain yang dapat mendetoksikasi
radikal bebas (Nayak 2001). Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan
endogen yang amat berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion
superoxide menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen (Mates et al. 1999).
Pada ginjal tikus enzim Cu,Zn-SOD telah dilokalisasi secara immunositokimia di
inti dan sitoplasma sel epitel tubuli proksimalis, ruang ekstraseluler dan kapiler
glomerulus (Wresdiyati dan Makita 1997).
Virgin coconut oil (VCO) merupakan produk olahan kelapa yang dikenal
secara empiris oleh masyarakat sebagai obat, dapat mengobati berbagai macam
penyakit karena bermanfaat sebagai antibakteria dan antioksidan, sehingga produk
olahan kelapa ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
minyak goreng kelapa. Wresdiyati et al. (2003) telah melaporkan bahwa kondisi
diabetes dapat mengakibatkan penurunan antioksidan-superoksida dismutase
(SOD) dalam jaringan hati Macaca fascicularis akibat peningkatan radikal bebas
dalam tubuh. Maka dari itu perlu dilakukan kajian ilmiah mengenai pengaruh
kandungan yang dimiliki oleh VCO dalam memperbaiki kelainan antioksidan-
superoksida dismutase pada jaringan ginjal tikus diabetes mellitus.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mempelajari pengaruh pemberian virgin coconut oil (VCO) terhadap
perubahan gambaran umum jaringan ginjal tikus diabetes mellitus.
2. Mempelajari pengaruh pemberian virgin coconut oil (VCO) terhadap
profil antioksidan-intraselular Cu,Zn-SOD tikus diabetes mellitus.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Organ Ginjal
Fungsi dasar dari ginjal adalah untuk mengatur volume dan komposisi dari
cairan tubuh melalui proses penyeimbangan dan pengeleminasian. Ginjal
mengeleminasi limbah metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh seperti urea,
asam urea, dan kreatinin dan juga bahan-bahan yang berlebihan dalam tubuh
seperti air, elektrolit, gula, dan bahan lain. Disamping menjaga keseimbangan
cairan tubuh dan pembuangan limbah, ginjal mengatur tekanan darah dan
transportasi kalsium dan dapat bertindak sebagai organ sekresi dengan
menghasilkan renin, prostaglandin, erithropoietin, dan bahan lain ke sirkulasi
darah (Samuelson 2007) .
Secara anatomis ginjal terletak berpasangan di dalam rongga perut secara
retroperitoneal dengan jaringan lemak perineal di sekitarnya, berwarna coklat,
dibungkus oleh kapsula yang normalnya dapat bergerak bebas pada permukaan
ginjal. Pada umumnya ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan hillus
renalis (tempat masuknya pembuluh darah dan keluarnya ureter). (Maronpot et al.
1999).
Ginjal memiliki variasi bentuk dan ukuran. Ginjal diselubungi jaringan
kapsul yang terbentuk dari serabut kolagen dan sedikit otot halus. Sayatan
longitudinal dari ginjal menunjukan daerah parenkimatosa yang terbagi menjadi
bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar yang berwarna merah gelap yaitu
cortex sedangkan bagian dalam yang berwarna lebih terang yaitu medulla. Unit
fungsional ginjal (nefron) terdiri dari glomerulus, bagian konvulsi dan rekti dari
tubulus proksimalis, desenden dan asenden jerat henle, straight segment, macula
densa, dan bagian konvulsi dari tubulus distalis (Maronpot et al. 1999)
B. Diabetes mellitus (DM)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat gangguan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik berhubungan dengan
kerusakan, disfungsi dan gangguan berbagai organ khususnya mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah. (Sanusi 2004). Gejala umum yang sering
dialami oleh penderita adalah poliuria, polidipsi, dan poliphagi.
Secara umum diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua macam tipe,
yaitu tipe I Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe I (Juvenile Onset
Diabetes) merupakan penyakit autoimun yang dipegaruhi oleh faktor keturunan,
penderita DM tipe ini sangat tergantung pada pasokan insulin dari luar. Diabetes
mellitus tipe II ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi maupun kerja
insulin. Pada awalnya terdapat resistensi dari sel target terhadap kerja insulin di
mana terjadi kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor yang responsif terhadap insulin
pada membran (Larsson dan Ahren 1999).
Pada kondisi diabetes melitus tubuh tidak mampu memetabolisme glukosa
sebagai sumber energi, sehingga tubuh mencari alternatif lain sebagai penyuplai
energi. Tubuh akan melakukan pemecahan lipid melalui jalur β oksidasi untuk
mendapatkan energi. Pada kondisi normal pemecahan lipid melalui jalur β
oksidasi terjadi di mitokondria, namun pada kondisi diabetes melitus lipid β
oksidasi meningkat dan lebih tinggi di peroksisom dibandingkan pada
mitokondria. Dalam proses tersebut akan dihasilkan produk sampingan yaitu
radikal bebas (Orelana et al. 1992). Jika proses ini berlangsung terus-menerus
maka radikal bebas yang dihasilkan semakin banyak dan akan menyerang
makromolekul. Makromolekul sel akan mengalami kerusakan dan secara perlahan
akan menyebabkan kematian pada sel. Antioksidan dibutuhkan untuk mengatasi
kondisi tersebut, sebagai akibatnya pada kondisi diabetes tubuh mengalami
penurunan antioksidan intraselular (Larsson dan Ahren 1999).
C. Virgin Coconut Oil (VCO)
Virgin coconut oil adalah produk olahan kelapa yang aman dikonsumsi
oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Mutu VCO ditentukan
dari kandungan asam lemak rantai medium (medium chain fatty acid/MCFA) dan
asam laurat (C12:0). Kandungan MCFA dan kadar asam laurat dipengaruhi oleh
varietas kelapa, tinggi tempat tumbuh, teknologi proses VCO (Novarianto 2007).
VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 51%), sebuah lemak
jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut
Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Di dalam tubuh manusia asam laurat akan
diubah menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang bersifat
antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa (Fife 2004). MCFA mudah diserap ke
dalam sel kemudian ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme meningkat.
Dengan peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien membentuk
sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat (Inggita et al. 2006).
VCO juga berfungsi sebagai antioksidan yang kuat, karena VCO memiliki
kandungan vitamin E dan polifenol. Tinggi rendahnya kandungan Vitamin E dan
polifenol dalam VCO sangat ditentukan oleh kualitas bahan bakunya (kelapa) dan
proses produksi yang digunakan. Secara umum, proses produksi yang menerapkan
penggunaan panas dapat menurunkan kadar Vitamin E dan polifenol sekitar 25%.
Bahkan dapat hilang sama sekali dengan pemanasan yang berlebihan (Subroto
2006).
Efek pertama VCO dalam membantu pencegahan komplikasi diabetes
melitus adalah membantu pengeluaran hormon insulin pada penderita diabetes.
Pada kondisi apapun, VCO mudah diabsorbsi. Setelah masuk tubuh, VCO yang
mengandung asam laurat dan asam kaprat ternyata mempunyai efek yang sangat
potensial dalam merangsang terjadinya sekresi insulin oleh sel-sel Langerhans
pankreas (Garfinkel et al. 1992)
D. Aloksan
Aloksan berbentuk kristal, berwarna putih, dan sangat mudah larut dalam
air. Dalam bentuk larutan, apabila terjadi kontak dengan kulit, aloksan akan
berubah menjadi warna merah. Aloksan merupakan diabetogenic agent yang
sudah digunakan sejak tahun 1943. Injeksi aloksan sering digunakan peneliti
untuk mendapatkan kondisi diabetes. Efek diabetogenik dari zat ini dilaporkan
oleh Dunn, Sheehan, dan McLethie (1943) dalam Szkudelski (2001) yang
memberikan zat ini pada kelinci dan menunjukan adanya nekrosa spesifik pada
pulau Langerhans.
Aloksan memiliki afinitas yang tinggi terhadap gugus SH- sehingga
glutathione, sistein, dan kelompok sulfhidril yang berikatan dengan protein
(termasuk enzim yang memiliki gugus SH-) berpeluang untuk terkena efeknya.
Salah satu enzim yang mengandung gugus SH- adalah glukokinase yang berperan
penting dalam sekresi insulin oleh induksi glukosa. Aloksan menyebabkan
glukokinase tidak aktif sehingga sekresi insulin terganggu (Szkudelski 2001).
E. Radikal bebas
Radikal bebas sangat diperlukan bagi kelangsungan beberapa proses
fisiologis dalam tubuh, terutama untuk transportasi elektron. Namun, radikal
bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh karena dapat merusak
makromolekul dalam sel seperti karbohidrat, protein, DNA dan sebagainya.
Kerusakan makromolekul selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sel. Dalam
upaya penstabilan diri atau pemulihan keganjilan elektronnya, elektron pada
radikal bebas tersebut secara cepat ditransfer atau menarik elektron makromolekul
biologis sekitarnya seperti asam lemak tak jenuh, protein, polisakarida, asam
nukleat dan asam deoksiribonukleat. Makromolekul yang teroksidasi akan
terdegradasi dan jika makromolekul tersebut merupakan bagian dari sel atau
organelnya maka akan berakibat pada kerusakan sel (Halliwel dan Gutteridge
1999).
Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) maupun luar
tubuh (eksogenus). Menurut Hwang et al. (2005) yang termasuk kedalam radikal
bebas endogenus adalah superoksida (O-), hidroksil (OH-), hidrogen peroksida
(H2O2) dan peroksinitrit yang merupakan implikasi dari disfungsi endothelial.
Sedangkan yang merupakan radikal bebas eksogenus adalah radiasi, asap rokok,
kabut asap, emisi kendaraan, NO2 dan NO.
Radikal bebas yang banyak dipelajari dan dikenal bersifat toksik bagi sel
hidup adalah radikal bebas oksigen (superoksida) dan derivatnya (radikal
hidroksil). Superoksida bersifat oksidan atau reduktan, dapat bereaksi dengan
berbagai substrat biologik dalam jarak yang relatif jauh dari tempat asalnya.
Radikal hidroksil merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan hampir
semua substrat biologik, bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Efek radikal bebas
ini hanya berlangsung di daerah yang dekat dengan tempat terbentuknya dan
dalam fisiologik yang normal tidak ditemukan dalam kadar yang besar. Radikal
bebas lain yang dapat ditemukan sebagai derivat oksigen adalah hidrogen
peroksida. Radikal ini tidak sebahaya radikal superoksidase dan terbentuk akibat
penambahan satu elektron pada radikal superoksidase. Derivat oksigen ini bersifat
oksidan kuat tetapi beraksi lambat dengan substrat organik (Gitawati 1995).
Peningkatan radikal bebas akan menimbulkan stress oksidatif sehingga
kejadian ini akan menyebabkan terjadinya penurunan antioksidan (Larson dan
Ahren 1999). Wresdiyati et al. (2003) telah melaporkan bahwa kondisi diabetes
dapat mengakibatkan penurunan antioksidan-superoksida dismutase (SOD) dalam
jaringan hati Macaca fascicularis akibat peningkatan radikal bebas dalam tubuh.
Kondisi stres oksidatif merupakan efek negatif yang terjadi jika jumlah
radikal bebas melebihi kemampuan detoksifikasi oleh sistem pertahanan
antioksidan tubuh dan dapat diinduksi oleh berbagai faktor seperti kurangnya
antioksidan dan lebihnya produksi radikal bebas dalam tubuh. Keadaan ini dapat
mempengaruhi proses-proses fisiologis maupun biokimia tubuh yang terganggu
sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme dan kematian sel
sehingga mempercepat penuaan dan dapat menimbulkan penyakit seperti kanker,
diabetes mellitus, dan lainnya (Halliwel dan Gutteridge 1999).
Menurut Freisleben (2001) beberapa biomolekul yang dapat diserang
radikal bebas adalah DNA/RNA, protein dan lipid (membran) dan lain-lain. Bila
perubahan DNA tidak terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki. Namun, proses
perbaikan DNA ini justru sering menimbulkan mutasi, dan mutasi tersebut dapat
menimbulkan kanker (Aruoma 1998).
F. Superoksida dismutase (SOD)
Antioksidan adalah suatu substansi yang memiliiki mekanisme pertahanan
terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas (Oberley 1997).
Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat dibedakan atas antioksidan
endogen yang terdiri atas enzim-enzim seperti superoksida dismutase, katalase
dan glutation peroksidase serta antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan
makanan seperti askorbat, tokoferol, karoten, dan berbagai bahan alami lain dapat
mendetoksikasi radikal bebas (Nayak 2001).
Antioksidan yang berperan dalam memerangi radikal superoksida adalah
SOD (Gitawati 1995). Sedangkan, enzim antioksidan yang berperan untuk
melindungi tubuh dari radikal hidrogen peroksida adalah katalase dan glutathion
peroksidase dan enzim antioksidan yang berperan dalam pertahanan terhadap
radikal hidroksil adalah glutathion peroksidase (Mates et al. 1999)
Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang amat
berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen
peroksida dan molekul oksigen (Mates et al. 1999). Mann dan Keilin pada 1939
mengisolasi protein yang berwarna biru yang mengandung Cu dari eritrosit sapi.
Namun protein ini tidak terlihat memiliki aktivitas enzim. Kemudian pada tahun
1968 McCord dan Fridovich mengamati bahwa protein tersebut memperlihatkan
aktifitas katalitik dismutasi radikal superoksida : 2 O2¯ + 2 H+ → O2 + H2O2
(Asikin 2001). Mettaloenzymes, disebut juga superoksida dismutase, SOD
menyediakan sistem pertahanan melawan O2¯ dan dapat ditemukan hampir
disemua makhluk hidup (Fridovich 1986).
SOD menurut logam yang dikandungnya dapat dikelompokan menjadi 3
yaitu :
(i) Mn-SOD (Manganese-SOD), terdapat dalam mitokondria dan
beberapa prokariot mempunyai 4 sub unit dengan berat molekul 80
kDa
(ii) Cu, Zn-SOD (Copper, Zinc-SOD), tersusun atas dua sub unit identik
yang dihubungkan oleh ion kovalen, masung-masing mengandung satu
ion Cu2+ dan satu ion Zn 2+ terdapat di inti dan sitoplasma sel.
(iii) Fe-SOD (Iron-SOD), enzim ketiga dari superoksida dismutase yang
mempunyai berat molekul 23 kD ini menurut Mates et al. (1999)
adalah extracelular-SOD (EC-SOD).
Enzim Cu,Zn-SOD juga terdapat pada beberapa jaringan yang mempunyai
fungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk
beberapa metabolisme oksigen (Fridovich 1975). Pada ginjal tikus enzim Cu,Zn-
SOD telah dilokalisasi secara immunohistokimia di inti dan sitoplasma sel epitel
tubuli proksimalis, ruang ekstraseluler dan kapiler glomerulus (Wresdiyati dan
Makita 1997).
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Animal Laboratory Seafast Center IPB dan
di Laboratorium Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Dari bulan Juli 2007 sampai Juli 2008
B. Bahan dan alat
Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur
Sprague dawley sebanyak 25 ekor dengan berat tubuh 150 – 200 gram, minyak
kelapa murni (VCO) dengan dua metode pembuatan yang berbeda yaitu VCO
tanpa pemanasan (VCO A) dan VCO dengan pemanasan terkendali (VCO B),
minyak goreng kelapa, aquadest, aloksan, larutan dehidrasi (alkohol 70%, 80%,
90%, 95%, dan absolut), larutan clearing (xylol), hematoksilin, eosin, antibodi
monoklonal Cu,Zn-SOD, PBS, diaminobenzidine, serum normal, H2O2, metanol,
distiled water (DW), antibodi sekunder terkonjugasi, parafin, object glass, cover
glass, dan bahan entelan (perekat).
C. Metode penelitian
Tikus percobaan diadaptasikan selama 6 hari dengan tujuan
menghilangkan terjadinya stres akibat perjalanan dan perpindahan ke lingkungan
baru. Ke-25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu :
1. Kelompok K (-) atau kontrol negatif, tikus pada kelompok ini tidak disuntik
dengan aloksan.
2. Kelompok K (+) atau kontrol positif, tikus pada kelompok ini disuntik dengan
aloksan dan dicekok aquadest (5 ml).
3. Kelompok VCO A, tikus pada kelompok ini disuntik dengan aloksan dan
dicekok VCO A (5 ml).
4. Kelompok VCO B, tikus pada kelompok ini disuntik dengan aloksan dan
dicekok VCO B (5ml).
5. Kelompok minyak goreng (MG), tikus pada kelompok ini disuntik dengan
aloksan dan dicekok minyak goreng (5ml).
Setiap kelompok diberi perlakuan selama 28 hari. Kadar glukosa darah
diukur menggunakan glukometer sehari sebelum dan dua hari sesudah
penginduksian aloksan, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran rutin kadar
glukosa darah setiap empat hari. Pengambilan sampel (sampling) terhadap organ
ginjal dilakukan diakhir perlakuan, lalu difiksasi, dehidrasi, penjernihan
(clearing), infiltrasi parafin, penanaman jaringan (embedding), penyayatan
(sectioning), pewarnaan (staining) HE dan imunohistokimia Cu,Zn-SOD,
perlekatan sediaan (mounting), dan pembuatan fotomikograf.
Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus
Untuk membuat tikus diabetes mellitus tipe 1 dilakukan penginduksian
alloxan sehingga tikus mengalami keadaan hiperglikemia. Tikus yang telah
diadaptasikan selama 6 hari dipuasakan selama semalam. Sebelum diinduksi
alloxan berat badan tikus ditimbang untuk menghitung dosis alloxan dengan dosis
110 mg/Kg berat badan. Tikus diinjeksi aloksan secara intraperitoneal. Dua hari
setelah diinduksi glukosa darah tikus diukur dengan menggunakan glukometer.
Pengukuran glukosa darah memerlukan darah tikus yang didapatkan dari
penusukan pembuluh darah pada ekor tikus bagian ujung. Tikus dengan kadar
glukosa darah di atas 200 mg/dL dinyatakan menderita diabetes.
Pengambilan Sampel (Sampling) dan Fiksasi
Pengambilan sampel ginjal dilakukan setelah tikus diberi perlakuan selama
28 hari. Larutan bouin yang terdiri dari larutan asam pikrat jenuh, formalin (37%
- 40%), dan asam asetat glasial disiapkan terlebih dahulu dengan perbandingan 15
: 5 : 1. Tikus dimatikan dengan cara cervicalis dislocasio lalu abdomen tikus
dibedah dan organ ginjal diambil dengan sangat hati-hati untuk menghindari
kerusakan jaringan. Sampel ginjal langsung direndam dengan larutan Bouin yang
telah diberi label dan catatan waktu masuknya sampel ke dalam larutan. Organ
ginjal difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam kemudian larutan Bouin
diganti dengan alkohol 70% (stopping point).
Dehidrasi
Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan dengan
menggunakan seri alkohol bertingkat yaitu alkohol 70%, alkohol 80% , alkohol
90% , alkohol 95% (masing-masing 24 jam), alkohol absolut I (100%), alkohol
absolut II, alkohol absolut III (masing-masing 1 jam)
Penjernihan (Clearing)
Penjernihan bertujuan menggantikan tempat etanol dalam jaringan dan
reagen yang dipergunakan adalah xylol. Sediaan/jaringan dipindahkan dari
alkohol absolut III ke larutan penjernih (xylol), pemaparan dilakukan dalam xylol
I (1 jam), xylol II (1 jam), xylol III (suhu kamar 30 menit), xylol IV (inkubator 30
menit).
Infiltrasi parafin
Infiltrasi parafin bertujuan untuk menggantikan kedudukan dehidran
dalam jaringan dan bahan penjernih dengan parafin jaringan dimasukan dalam
parafin I, parafin II, parafin III (masing-masing 1 jam)
Penanaman jaringan (Embedding)
Bahan dan alat yang digunakan dalam proses ini adalah inkubator,
embedding tissue console, pinset, parafin cair, gliserin, blok kayu, pinset, pemanas
bunsen, tutup pagoda, spatula, dan kertas film (untuk label).
Tahap pertama tutup pagoda diolesi gliserin dan tetap dalam kondisi
hangat (pengerjaan dilakukan di atas hot plate bersuhu 67ºC), kemudian
menggunakan embedding tissue console parafin cair dituangkan ke dalam tutup
pagoda perlahan-lahan. Jaringan secara hati-hati diletakkan ke dalam parafin
dengan menggunakan pinset. Kemudian letaknya diatur sesuai dengan posisinya
terhadap jaringan yang lain untuk mempermudah proses pemotongan, kemudian
parafin ditambahkan lagi sampai permukaan cembung. Pada setiap sampel
dituliskan nama sampelnya menggunakan pinsil di atas kertas film.
Setelah jaringan ditanam tutup pagoda dipindahkan dari keadaan hangat ke
bagian dingin (cold plate) untuk beberapa saat agar membeku lalu dipindahkan ke
dalam air sampai parafin membeku sempurna dan jika parafin telah membeku
sempurna, parafin dikeluarkan dari pagoda dengan cara mengungkit salah satu sisi
pagoda dengan pisau. Potongan parafin yang membungkus jaringan ditrimming
sampai membentuk kotak lalu ditempelkan pada balok kayu yang telah
disediakan.
Pembuatan blok jaringan
Pisau dipanaskan di atas pemanas bunsen dan parafin di sekitar sampel
dirapikan dengan cara dipotong. Kayu tempat penempelan sampel diletakkan
pada alas agar statis. Pemotongan parafin diletakkan di atas blok kayu. Kemudian
pisau dipanaskan dan diletakan di atas parafin sampai cair. Sampel diletakkan di
atas pisau panas dan secara perlahan diletakan di kayu yang telah dialasi parafin
cair. Sampel telah siap untuk dipotong, blok parafin bisa disimpan dalam lemari
es sebelum dipotong menggunakan mikrotom.
Penyayatan (Sectioning)
Blok parafin dipasang pada mikrotom dan diatur agar posisinya sejajar
dengan posisi pisau. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 5µm. Pada awal
pemotongan dilakukan trimming karena jaringan yang terpotong masih belum
sempurna. Setelah didapatkan hasil sayatan yang terbaik, hasilnya diambil
dengan kertas yang basah pada bagian ujung lalu diapungkan di atas air dingin.
Jika hasil potongan membentuk pita maka jaringan dipisahkan dengan jarum satu
persatu. Potongan jaringan yang telah terpisah ditempatkan pada air hangat
dengan suhu 37ºC untuk menghilangkan kerutan lalu ditempatkan pada gelas
objek. Sediaan pada gelas objek lalu dilihat di bawah mikroskop untuk melihat
kesempurnaannya jika belum maka dicari potongan lain. Gelas objek dengan
sediaan jaringan sempurna diberi label sesuai dengan perlakuan dan dikeringkan.
Sediaan disimpan pada inkubator dengan suhu 37ºC selama semalam lalu siap
untuk diwarnai dengan pewarnaan HE. Untuk pewarnaan imunohistokimia gelas
objek dilem dulu dengan neofren. Sebelum pengeleman, gelas objek disterilkan
dahulu dengan ultrasonic cleaner menggunakan larutan alkohol 70% (20 menit),
kemudian secara berurutan dipindahkan ke dalam distiled water 1 (DW1), DW2,
dan DW3 (masing-masing selama 20 menit). Setiap pergantian, DW yang telah
dipakai harus diganti dengan yang baru kemudian gelas objek yang telah steril
disimpan dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama semalam lalu dilem dengan
neofren.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) (Kiernan, 1990)
Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi yang bertujuan
menghilangkan parafin pada jaringan. Proses penarikan parafin dengan seri xylol
III (3 menit), xylol II (3 menit), xylol I (5 menit). Langkah selanjutnya adalah
rehidrasi menggunakan alkohol untuk mengembalikan kandungan air jaringan,
prosesnya dilakukan dengan mencelupkan sediaan dalam serial larutan alkohol 95
%, alkohol 90 %, alkohol 80 % (masing-masing 3 menit), alkohol 70 % (5 menit),
air keran (10 menit) dan aquadest (10 menit).
Jaringan lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama
12 detik untuk mewarnai inti sel. Sediaan kembali diletakkan dalam air keran
selama 5 menit selanjutnya aquadest 5 menit. Dilanjutkan dengan pewarnaan
eosin selama 4 menit untuk mewarnai sitoplasma jaringan. Sediaan dibilas
kembali dengan aqudest selama 5 menit.
Tahap berikutnya adalah dehidrasi. Sediaan dicelup-celupkan sebanyak 2-
3 kali secara berurutan ke dalam larutan alkohol 70 %, 80 %, 90 %, 95%, dan
alkohol absolut I, selanjutnya alkohol absolut II (1 menit) dan alkohol absolute III
(1 menit). Proses terakhir adalah penjernihan (clearing) dengan memindahkan
jaringan dari alkohol absolut III ke xylol I (1 menit), xylol II (1 menit) dan xylol
III (3 menit)
Pewarnaan Immunohistokimia (Wresdiyati et al., 2002)
Proses pewarnaan immunohistokimia diawali deparafinisasi dan rehidrasi
seperti pada pewarnaan HE. Selanjutnya dilakukan penghilangan aktivitas enzim
peroksidase endogen dalam gelap (0,3 ml H2O2 dalam methanol 30 ml) dalam
suhu ruang dicelup selama 15 menit. Sediaan dicuci dengan distiled water (DW)
sebanyak dua kali masing-masing 10 menit kemudian dicuci dengan phosphate
buffer saline (PBS) sebanyak dua kali masing-masing 10 menit.
Sediaan ditetesi normal serum, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 60 menit
dan dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit
selanjutnya diinkubasi dalam antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD (Sigma S2147)
sebanyak 70 µl per sediaan pada suhu 4ºC selama 2 malam. Sediaan dicuci lagi
dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit. Berikutnya
diinkubasi dalam antibodi sekunder menggunakan DEPS ( Dako Envision
Peroksidase System) sebanyak 70µl per sediaan pada suhu 37ºC selama 60 menit.
Sediaan dicuci lagi dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit.
Sediaan divisualisasi dengan DAB kit selama 25 menit ditutup dalam
ruang gelap, lalu dimasukkan dalam DW sebagai stopping point kemudian
counterstain dengan Hematoksilin. Terakhir dilakukan dehidrasi, clearing, dan
mounting.
Penutupan (Mounting)
Penutupan sediaan dilakukan setelah proses selesai dengan menggunakan
entelan sebagai perekat. Sediaan yang telah diclearing diletakkan di atas kertas
tissue dan pada sisi yang ada jaringannya dibiarkan basah. Bahan entelan
diteteskan secukupnya di atas sediaan dan dengan pinset diletakkan cover glass
secara hati-hati untuk menghindari gelembung udara. Dibiarkan sampai kering.
Pemotretan (microphotography)
Bagian sediaan yang akan difoto dicari dengan menggunakan mikroskop
cahaya kemudian ditandai. Sediaan yang telah ditandai siap untuk difoto.
Pemotretan dilakukan dengan mikroskop foto (Nikon E 600). Pengamatan sediaan
dengan menggunakan lensa okuler mikroskop, sesuai perbesaran dan
diafragmanya. Setelah dicek menggunakan lensa okuler, kamera diatur lagi
fokusnya. Bila kondisi sudah optimum sediaan siap difoto. Pada saat pemotretan
dilakukan juga pencatatan mengenai jenis sediaan, perbesaran, antigen-antibodi
serta data-data lain mengenai film, mikroskop, kamera dan sebagainya. Setiap
sediaan difoto sebanyak 5 kali/lapang pandang. Untuk pemuatan skala mikrograf
juga dilakukan pemotretan skala mikrometer.
Pengamatan dan Analisa data
Pengamatan dilakukan terhadap jaringan ginjal yang telah diwarnai
dengan HE menggunakan mikroskop cahaya (Olympus CH-20) dan
didokumentasikan dengan mikroskop foto (Nikon E600). Pengamatan dilakukan
terhadap morfologi umum dari masing-masing perlakuan. Hasil pewarnaan
immunohistokimia diamati terhadap kandungan Cu,Zn SOD (warna coklat) pada
sel-sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan dari masing-masing
perlakuan. Pengamatan dilakukan secara kualitatif, kuantitatif, dan persentase.
Pengamatan secara kualitatif dilakukan pada seluruh bagian ginjal yaitu
pada glomerulus, inti dan sitoplasma sel tubuli ginjal. Pengamatan secara
kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel tubuli renalis yang
bereaksi pada berbagai tingkatan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus yang
diamati. Untuk melihat perbedaan reaksi tersebut penghitungan dibagi menjadi
tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu warna untuk untuk
reaksi negatif. Reaksi positif terdiri dari positif kuat yang ditunjukan dengan
warna coklat tua (+++), positif sedang yang ditunjukan dengan warna coklat muda
(++), dan positif lemah yang ditunjukan dengan warna coklat campur biru (+). Sel
yang bereaksi negatif berarti tidak memiliki kandungan Cu,Zn-SOD dan
ditunjukkan dengan warna biru (-). Penghitungan dilakukan pada lima lapang
pandang pada setiap preparat yang kemudian dirata-ratakan. Kandungan Cu,Zn-
SOD juga dilihat dari persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif
dan negatif terhadap Cu,Zn-SOD dari masing-masing perlakuan.
Hasil pengamatan terhadap kandungan Cu,Zn-SOD secara kuantitatif (per
lapang pandang) kemudian dianalisis dengan analisa sidik ragam (ANOVA) dan
uji lanjutan –Duncan.
HASIL
Morfologi ginjal
Morfologi jaringan ginjal tikus diamati dan dibandingkan dengan
menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin). Hematoksilin merupakan zat
warna yang bersifat basa dan berfungsi untuk mewarnai inti sel yang bersifat asam
sedangkan eosin adalah zat warna yang bersifat asam dan berfungsi untuk
mewarnai sitoplasma sel yang bersifat basa (Banks, 1993).
Jaringan ginjal pada kelompok K+ dan MG menunjukkan beberapa sel
tubuli renalis mengalami degenerasi hingga nekrosa. Beberapa sel tubuli
mengalami hipertropi dan membran sel berwarna lebih pucat dan terdapat
vakuola. Peradangan juga dialami pada jaringan yang ditandai dengan
ditemukannya sel-sel radang di bagian interstitial sel.
Jaringan ginjal pada kelompok VA dan VB juga menunjukkan adanya sel
tubuli renalis yang mengalami degenerasi hingga nekrosa tapi jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan pada kelompok K+ dan MG. Gambaran morfologi jaringan
ginjal kelompok K- menunjukan sel-sel yang mengalami degenerasi hingga
nekrosa masih dalam batas yang normal karena kelompok ini tidak diinduksi
dengan aloksan.
Profil antioksidan Cu,Zn-SOD
Untuk mengetahui kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal dilakukan
pewarnaan immunohistokimia. Jaringan akan bereaksi positif jika ada kandungan
Cu,Zn-SOD dengan memperlihatkan warna coklat sedangkan reaksi negatif
ditunjukan dengan warna biru pada inti sel dan sitoplasma.
Hasil pengamatan Cu,Zn-SOD disajikan secara kualitatif, kuantitatif, dan
persentase jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-
SOD. Secara kualitatif pengamatan dilakukan dengan membandingkan intensitas
warna yang diberikan oleh inti dan sitoplasma sedangkan pengamatan kuantitatif
dilakukan dengan cara menghitung jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai
tingkat kandungan Cu,Zn-SOD. Penghitungan persentase didasarkan pada jumlah
berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD berbanding jumlah keseluruhan inti sel
tubuli renalis pada tiap kelompok.
Gambar 1. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus perlakuan K- : kontrol negatif ; K+ :
kontrol positif (perlakuan diabetes); VA : VCO A (tanpa pemanasan) + perlakuan diabetes; VB : VCO B (pemanasan bertahap) + perlakuan diabetes; MG : minyak goreng + perlakuan diabetes; g : glomerulus ; tp : tubulus proksimalis ; td : tubulus distalis. Pewarnaan HE skala 50 µm
Gambar 2. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus perlakuan K-: kontrol negatif ; K+: kontrol
positif (perlakuan diabetes); VA: VCO A (tanpa pemanasan) + perlakuan diabetes; VB: VCO B (pemanasan bertahap) + perlakuan diabetes; MG: minyak goreng + perlakuan diabetes; g : glomerulus ; tp : tubulus proksimalis ; td : tubulus distalis. Pewarnaan imunohistokimia skala 50 µm.
a) Pengamatan kualitatif
Secara kualitatif kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan tikus diamati
dengan melihat perbedaan intensitas warna coklat dan biru pada inti dan
sitoplasma sel tubuli renalis. Keberadaan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan
ginjal dilakukan dengan pemberian nilai (+) pada jaringan kelompok yang
diamati. Kelompok dengan nilai (+) terbanyak berarti memiliki kandungan Cu,Zn-
SOD yang paling tinggi. Pengamatan secara kualitatif ini dilakukan pada jaringan
ginjal bagian glomerulus, tubuli distalis, dan tubuli proksimalis. Perbedaan
kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD
kelompok Glomerulus T.distalis T.proksimalis
K- ++ ++++ ++++
K+ +/- + +/-
VA ++ ++++ ++
VB ++ +++ ++
MG +/- + +/-
Keterangan : (+) adanya kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan, (/) : Kandungan Cu,Zn-SOD berada diantara dua nilai.
Hasil pengamatan secara kualitatif menunjukan bahwa kandungan Cu,Zn-
SOD pada jaringan ginjal kelompok K+ dan kelompok MG lebih redah
dibandingkan kelompok K-. Kelompok perlakuan VA dan VB menunjukan
kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok K+ dan MG. Kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan VA
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K+ dan MG, terlihat pada sel tubuli
distalis dan sel tubuli proksimalis. Kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok
perlakuan VB terlihat juga, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K+ dan
MG tapi sedikit lebih rendah dibandingkan pada kelompok VA.
b) Pengamatan kuantitatif
Pengamatan secara kuantitatif terhadap enzim Cu,Zn-SOD dapat dilihat
dari hasil perhitungan dan analisa statistik terhadap rata-rata jumlah inti sel tubuli
renalis yang bereaksi terhadap berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD. Hasil
penghitungan jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan
Cu,Zn-SOD tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkatan kandungan
Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus perlakuan perlapang pandang pada pembesaran 20x
Jumlah inti sel tubuli renalis
Kelompok +++ ++ + -
K- 54.13 ± 12.67c 56.07 ± 14.46d 21.00 ± 4.68b 18.80 ± 6.12a
K+ 12.67 ± 7.72a 25.20 ± 12.78b 22.47 ± 5.53b 97.60 ± 6.78b
VA 42.13 ± 6.50b 35.73 ± 11.06c 16.47 ± 3.68a 21.73 ± 5.05a
VB 37.20 ± 11.97b 28.87 ± 7.06bc 21.13 ± 3.36b 31.67 ±12.85a
MG 15.87 ± 6.49a 12.40 ± 7.05a 33.67 ± 6.23c 89.33 ±34.88b
Keterangan : (+++) = positif kuat; (++) = positif sedang; (+) = positif lemah; (-) = negatif. Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada (p<0.05).
Hasil uji statistik terhadap jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi pada
berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD menunjukkan kandungan antioksidan
Cu,Zn-SOD pada kelompok K- paling tinggi dibandingkan dengan kelompok
perlakuan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi positif
kuat (+++) dan positif sedang (++) paling tinggi secara nyata (p<0.05).
Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok K+ lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok perlakuan K-, VA dan VB. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat (+++) lebih rendah secara nyata
(p<0.05) dibandingkan dengan kelompok K-, VA dan VB. Rendahnya kandungan
Cu,Zn-SOD ini juga terlihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif (-) lebih
tinggi secara nyata (p<0.05) pada kelompok K+ dibandingkan dengan kelompok
K-, VA dan VB.
Pada kelompok VA dan VB kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok K+. Hal ini terlihat pada jumlah inti sel
yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok VA dan VB lebih tinggi secara
nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok K+. Tingginya kandungan Cu,Zn-
SOD ini juga terlihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif (-) lebih sedikit
secara nyata (p<0.05) pada kelompok VA dibandingkan dengan kelompok K+.
Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok MG lebih sedikit
dibandingkan dengan kelompok VA dan VB. Hal ini terlihat pada jumlah inti sel
yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok MG lebih redah secara nyata
(p<0.05) dibandingkan dengan kelompok VA dan VB. Rendahnya kandungan
Cu,Zn-SOD ini juga terlihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif (-) pada
kelompok MG lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok
VA dan VB.
c) Penghitungan persentase
Profil kandungan Cu,Zn-SOD juga terlihat dari hasil perhitungan
persentase jumlah inti sel tubuli renalis tikus perlakuan yang bereaksi positif dan
negatif terhadap Cu,Zn-SOD (Gambar 3).
0102030405060708090
100
K- K+ VA VB MG
KELOMPOK
% J
UM
LAH
(+)(-)
Gambar 3. Persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif (+) dan negatif
(-) terhadap Cu,Zn-SOD.
Hasil perhitungan persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif dan negatif
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dapat terlihat kandungan Cu,Zn-
SOD pada kelompok K- paling tinggi dibandingkan kelompok perlakuan lain.
Tingginya kandungan Cu,Zn-SOD ini dapat terlihat dari persentase jumlah inti sel
yang bereaksi positif lebih tinggi (87.5%) dibanding perlakuan lain. Tingginya
kandungan Cu,Zn-SOD ini juga dapat terlihat dari jumlah inti sel yang bereaksi
negatif lebih rendah (12.53%) dibanding perlakuan lain.
Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan K+ dan
MG lebih rendah dibandingkan dengan dengan kelompok K-, VA dan VB.
Rendahnya kandungan Cu,Zn-SOD ini dapat terlihat dari persentase jumlah
jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih tinggi pada kelompok K+ dan MG
(61,8% dan 59.1%) dibanding dengan kelompok K-, VA, dan VB yaitu sebesar
12.5%, 18.72%, dan 26.64%. Rendahnya antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok
K+ dan MG juga dapat terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi
positif lebih rendah pada kelompok K+ dan MG yaitu sebesar 38.2% dan 40.95%
dibanding dengan kelompok K-, VA, dan VB yaitu sebesar 87.5%, 81,28%, dan
73.36%.
Kandungan antioksidan Cu,Zn_SOD pada kelompok VA lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok VB. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah
inti sel yang bereaksi positif lebih tinggi pada kelompok VA yaitu sebesar 81.28%
dibanding kelompok VB yaitu 73.36%. Tingginya antioksidan Cu,Zn-SOD pada
kelompok VA juga dapat terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi
negatif lebih rendah pada kelompok VA yaitu sebesar 18.72% dibanding
kelompok VB yaitu 26.64%.
PEMBAHASAN
Pada kondisi diabetes mellitus tubuh tidak mampu memetabolisme
glukosa karena terjadi gangguan sekresi insulin yang dapat disebabkan oleh 3 hal,
yaitu jumlah sekresi hormon insulin berkurang, resistensi insulin, atau kombinasi
keduanya (Mc.Clung et al. 2004). Proses tubuh untuk mencari alternatif lain
sebagai suplai energi seperti glikogenolisis dan glukoneogenesis akan
menghasilkan produk sampingan yaitu radikal bebas (Maritim et al. 2003).
Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang amat
berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoxide menjadi hidrogen
peroksida dan molekul oksigen (Mates et al. 1999). Enzim Cu,Zn-SOD juga
terdapat pada beberapa jaringan yang mempunyai fungsi sebagai bagian dari
mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk beberapa metabolisme
oksigen (Fridovich 1975). Dari penelitian ini tinggi dan rendahnya antioksidan
intraselular Cu,Zn-SOD dapat terlihat jelas pada tiap kelompok perlakuan.
Jumlah sel-sel tubuli renalis kelompok perlakuan K- yang mengalami
degenerasi hingga nekrosa paling sedikit dan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
paling tinggi dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan
kelompok perlakuan K- tidak diinduksi aloksan sehingga tidak timbul kondisi
diabetes.
Sel-sel tubuli renalis tikus pada kelompok K+ yang diinduksi aloksan dan
hanya dicekok aquadest dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) terlihat
mengalami beberapa perubahan patologis. Perubahan yang terjadi berupa
degenerasi sel hingga nekrosa dan disertai peradangan menyebar pada sel tubuli
renalis, sedangkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok ini paling
rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain.
Pada kondisi diabetes, tubuh akan mencari alternatif lain sebagai suplai
energi. Proses alternatif tersebut akan menghasilkan produk sampingan yaitu
radikal bebas. Bila proses ini berlangsung terus menerus radikal bebas yang
terbentuk akan semakin banyak dan akan menyerang makromolekul.
Makromolekul pembentuk sel akan mengalami kerusakan dan secara perlahan
akan menyebabkan kematian pada sel. Antioksidan dibutuhkan untuk mengatasi
kondisi tersebut, sebagai akibatnya pada kondisi diabetes tubuh mengalami
penurunan antioksidan intraselular (Larsson dan Ahren 1999). Penurunan
antioksidan Cu,Zn-SOD terlihat pada kelompok positif diabetes pada penelitian
ini.
Tingginya radikal bebas pada kondisi diabetes mellitus akan menyerang
biomakromolekul yang merupakan komponen dinding sel dan secara perlahan
mengakibatkan penurunan fungsi sel. Sel akan mengalami kerusakan berupa
degenerasi hingga terjadi nekrosa. Banyaknya sel yang mengalami degenerasi
hingga nekrosa pada kondisi diabetes mellitus dapat terlihat pada kelompok
kontrol positif pada penelitian ini.
Kelompok MG yang mendapat perlakuan cekok minyak goreng dan
induksi aloksan secara histopatologi terlihat mengalami degenerasi hingga
nekrosa yang menyebar pada sel-sel tubuli renalis. Hasil pewarnaan
imunohistokimia juga menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih
rendah dibanding kelompok VA dan VB. Seperti yang telah dibahas sebelumnya
pada kondisi diabetes tubuh harus mencari alternatif suplai energi seperti
pemecahan lipid. Pemecahan lipid akan menghasilkan radikal bebas, sehingga
jumlah radikal bebas dalam tubuh bertambah banyak dan berakibat pada
kerusakan sel. Jumlah radikal bebas yang tinggi pada kondisi diabetes akan
bertambah dengan perlakuan cekok minyak goreng yang mengandung asam
lemak rantai panjang sehingga menyebabkan pemecahan lipid dan hasil
sampingannya yaitu radikal bebas bertambah banyak. Hal ini mengakibatkan
penyerangan radikal bebas terhadap biomakromolekul sel lebih tinggi dan terjadi
kerusakan berupa degenerasi hingga nekrosa sel yang lebih parah. Tingginya
radikal bebas ini juga menyebabkan kerja antioksidan bertambah berat karena
antioksidan yang menangkap radikal bebas lebih banyak sehingga sisa antioksidan
terutama Cu,Zn-SOD yang dipertahankan pada kelompok MG lebih rendah
dibanding kelompok perlakuan VA dan VB.
Kelompok perlakuan VA dan VB yang mendapat cekok VCO menunjukan
beberapa sel tubuli ginjal mengalami degenerasi hingga nekrosa yang lebih
sedikit dibandingkan kelompok K+ dan MG. Tingginya antioksidan Cu,Zn-SOD
juga terlihat pada kelompok perlakuan VA dan VB dibandingkan kelompok K+
dan MG .
VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 51%), sebuah asam
lemak dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut
Medium Chain Fatty Acid (MCFA). MCFA mudah diserap ke dalam sel kemudian
ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme meningkat. Dengan peningkatan
metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien membentuk sel-sel baru serta
mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat (Inggita et al. 2006). Telah dilaporkan
oleh Garfinkel et al. (1992) bahwa VCO yang mengandung asam laurat dan asam
kaprat ternyata mempunyai efek yang sangat potensial dalam merangsang
terjadinya sekresi insulin oleh sel-sel Langerhans pankreas. VCO juga
mengandung vitamin E alami polifenol. Kandungan ini juga dapat membantu
memerangi radikal bebas pada kondisi diabetes.
Kembalinya sekresi insulin oleh sel-sel beta pulau Langerhans
menyebabkan tubuh kembali dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi,
sehingga tubuh mengurangi proses pencarian sumber energi alternatif. Radikal
bebas yang merupakan produk sampingan dari proses ini pun berkurang. Kondisi
ini menyebabkan sel yang mengalami degenerasi lebih rendah. Dengan
berkurangnya radikal bebas dan dengan adanya bantuan antioksidan eksogen dari
VCO maka kerja dari antioksidan endogen menjadi lebih ringan karena
antioksidan yang menangkap radikal bebas lebih sedikit sehingga kandungan
antioksidan tubuh terutama Cu,Zn-SOD yang dapat dipertahankan lebih banyak
dibanding kelompok K+ dan MG.
Berdasarkan hasil pengamatan kualitatif, perhitungan kuantitatif serta
persentase jumlah inti sel tubuli renalis, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada
jaringan ginjal kelompok perlakuan VA lebih tinggi dari kelompok perlakuan VB
(Tabel 2 dan Gambar 3). Kelompok perlakuan VA diberi cekok VCO yang
diproduksi tanpa panas sedangkan VB diberi cekok VCO yang diproduksi dengan
panas terkendali. Menurut Subroto (2006) proses produksi yang menerapkan
penggunaan panas dapat menurunkan kadar Vitamin E dan polifenol sekitar 25%.
Bahkan dapat hilang sama sekali dengan pemanasan yang berlebihan. Hal ini
menyebabkan kandungan polifenol dan vitamin E yang dikandung VA lebih
tinggi sehingga membantu kerja antioksidan endogen melawan radikal bebas dan
menyebabkan jumlah radikal bebas berkurang. Rendahnya jumlah radikal bebas
akan memperingan kerja antioksidan endogen. Kerja antioksidan endogen
menjadi lebih ringan karena antioksidan yang menangkap radikal bebas lebih
sedikit sehingga sisa antioksidan yang dapat dipertahankan lebih banyak. Oleh
karena itu antioksidan terutama Cu,Zn-SOD pada VA lebih tinggi dibanding VB
Rendahnya kandungan antioksidan intraselular Cu,Zn-SOD terlihat lebih
nyata pada tubuli proksimalis dibandingkan dengan tubuli distalis (Tabel 1). Hal
ini disebabkan karena organel peroksisom ditemukan paling banyak pada tubuli
proksimalis (Hinton dan Prince 1993). Pada kondisi diabetes mellitus pemecahan
lipid melalui jalur β oksidasi pada peroksisom meningkat dan lebih tinggi
dibanding pada mitokondria. Dalam proses tersebut akan dihasilkan produk
sampingan yaitu radikal bebas (Orelana et al. 1992). Jika proses ini berlangsung
terus-menerus maka radikal bebas yang dihasilkan semakin tinggi. Radikal bebas
juga lebih banyak terbentuk di sel tubuli proksimalis dibandingkan dengan di sel
tubuli distalis, sehingga kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada sel tubuli
proksimalis lebih rendah dibandingkan pada sel tubuli distalis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada kondisi diabetes mellitus kandungan Cu,Zn-SOD menurun.
2. Pemberian virgin coconut oil (VCO) meningkatkan kandungan Cu,Zn-
SOD pada ginjal tikus diabetes mellitus.
3. Virgin coconut oil (VCO) yang dibuat tanpa pemanasan lebih efektif
dibandingkan virgin coconut oil (VCO) yang dibuat dengan pemanasan.
Saran
Masyarakat disarankan untuk mengkonsumsi VCO dengan dosis tertentu
sebagai terapi diabetes mellitus secara teratur dan mengatur pola makan sehari-
hari.
DAFTAR PUSTAKA
Aruoma O I. 1998. Free radicals, oxidative stess and antioxidants in human health
and disease. J. AOCS 75(2) 199-212 Asikin N. 2001. Antioksidan Endogen dan Penilaian Status Antioksidan. Makalah
Dalam Kursus Penyegaran Pelatihan 2001 Radikal bebas dan Antioksidan: Dasar, Aplikasi dan Pemanfaatan bahan Alam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp1-6
Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology 3th ed. USA: Mosby. Pp.6 Fife B. 2004. The Coconut Oil Miracle. New York: Piccadilly Books. Pp.67-68 Freisleben HJF. 2001. Free Radical and ROS (Reactive Oxigen Species) in
Biological. Jakarta: FKUI. Pp.1-7 Fridovich I. 1975. Superoxide dismutase. Ann. Rev. Biochem. 44: 147-159 Fridovich I. 1986. Superoxide Dismutase. In: Meister A (ed), Advances
Enzymology. New York: Jhon Wiley and Sons. Pp. 61-97 Garfinkel M, S Lee, SC Opara, OE Akwari. 1992. Insulinotropic potency of lauric
acid, a metabolic rationale for medium fatty acid (MCF) in TPN formulation. J. Surg 52(4) : 328-333
Gitawati R. 1995. Radikal bebas sifat dan peranan dalam menimbulkan kerusakan
atau kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran. 102 : 33-36 Halliwel B, JMC Gutterige. 1999. Free Radical in Biology and Medicine 3th
Edition. Oxford: Unversity press. Pp 107-113, 561-562 Hinton RH, SC Prince. 1993. Peroxisomes: Biology and Importance in
Toxicology and Medicine. Gibson GG, Brian L, Editor. London: CRC press. Pp 487-490
Hwang J, DJ Kleinhenz, B Lassegue, KK Grindling, S Dikalov, CM Hart. 2005.
Peroxisome proliferator-activated receptor-γ ligands regulate endothelial membrane superoxide production. Am J Phisiol Cell.288:C899-C905
Inggita K, S Andarini, Aswin, AAG Anom. 2006. The different effects between
palm oil And virgin coconut oil administration on improving lipid profile (cholesterol) of rats with atherogenic diet. J.Ked.Brawijaya 22(3):113-120
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods, Theory and Practice.
England: Pergamon Press. Pp.90-101
Larsson H, Ahren B. 1999. Insulin resistant subject lack islets adaptation to short-term dexamethasone-induced reduction in insulin sensitivity. Diabetalogia 42 : 936-943
Maritim AC, Sanders RA, JB Watkins. 2003. Diabetes, oxidative stress, and
antioxidants. Biochem & Molekular Toxicology 17(1): 24-38 Maronpot RR, Boorman GA, Gaul BW. 1999. Pathology of The Mouse. USA:
Cache River Press. Pp208-234 Mates JM, Gomez CP, Castro IND. 1999. Anti oxidant enzymes and human
diseases. Clinical Biochemistry 32:595-599 Mc.Clung JP, Roneker CA, Mu W, Lisk JD, Langlais P, Liu F, and Lei XG .
2004. Development of insulin resistance and obesity in mice overexpressing celluler glutathion peroxidase. Proc Natl Acad Sci USA : 101 (24) : 8852-8857
Nayak DU. 2001. Antioxidant vitamin and enzymatic and synthetic oxygen-
derived free radical scevengers in the prevention and treatment of cardiovascular disease. Heart Disease-Pubmed 3(1):28-45.
Novarianto H. 2007. Kandungan asam laurat pada berbagai varietas kelapa sebagai bahan baku VCO. J.P.T.Inds 13(1):27-32
Oberley. 1998. Role of antioxidant enzymes and reactive oxygen species in cancer and aging. Mech. Aging Dev 99 : 91-181
Orellana M, O Fuentes, H Rosenbuth, M Lara, E Valdes. 1992. Modulation of rat liver peroxisomal and microsomal fatty acid oxidation by starfation. Federation of European Biochem. Societies 30(2): 193-196
Samuelson DA. 2007. Text Book of Veterinary Histology. China: Saunders. Pp.371-396
Sanusi H. 2004. Diabetes mellitus dan tuberkulosis paru. Med.Nusantara 25 :1-5 Subroto A. 2006. Antibakteri dan antioksidan di minyak perawan. Trubus. Pp.36-
37 (April 2006) Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cell
of rat pancreas. Physiol. Res 50: 536-546 Wresdiyati T, Makita T. 1997. Immunocytochemical localization of Cu,Zn-SOD
in renal tubules and glomerulus of rat kidney. Molec. Biol. Cell.8:343a
Wresdiyati T, Mamba K, IKM Adnyane, Aisyah US. 2002. The effect of stress condition on the intracellular antioxidant copper,zinc-superoxide dismutase (SOD) in the rat kidney : an immunohistochemical study. Hayati. 9(3):85-88
Wresdiyati T, RPA Lelana IKM Adnyane, K Noor. 2003. Immunohistochemical
study of superoxide dismutase in the liver of alloxan diabetes mellitus macaques. Hayati : 61-65a
Lampiran 1. Proses preparasi jaringan
Ginjal
Difiksasi dalam Bouin
Stopping point alkohol 70%
Dehidrasi dalam alkohol bertingkat
Clearing dengan xylol
Embedding dalam parafin
Pemotongan dengan mikrotom
Lampiran 2. Prosedur Pewarnaan HE
Sediaan
Deparafinisasi – rehidrasi (xylol III – I, absolut
III-I, dan alkohol 95%-70%) @ 3 menit
Air keran (5-10 menit)
Aquadest (10 menit)
Hematoxylin (12 detik)
Air kran (5 menit)
Aquadest (5 menit)
Eosin (4 menit)
Aquadest (5 menit)
Dehidrasi dan clearing (alkohol 70%-95%, absolut
I-III, dan xylol I-III) 3-5 menit
Mounting
Lampiran 3. Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia
Deparafinisasi – Rehidrasi (@ 3 menit)
Distiled Water (10 menit)
Hidrogen peroksida dalam metanol, suasana gelap (15 menit)
Distiled Water (2 x @ 5 menit)
PBS (2 x @ 5 menit)
Normal serum 10% dalam PBS 70µl/preparat (37˚C selama 60 menit.)
PBS 3 x @ 5 menit
Antibodi Cu,Zn-SOD (1:200) 70µl/preparat (4ºC, 2 malam)
PBS 3 x, @ 10 menit
Dako Envision Peroxidase System 70µl/preparat dalam gelap
(37˚C selama 60 menit)
PBS 3 x, @ 5 menit
DAB kit 70µl/preparat dalam gelap (20 menit) cek mikroskop
Cuci dengan dionized water
Counterstain dengan Hematosilin (12 detik)
Distiled Water (8 menit)
Dehidrasi, Clearing, Mounting
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Kuat
(+++) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD
Kelompok Positif Kuat (+++)
K-
K+
VA
VB
MG
54.13 ± 12.67c
12.67 ± 7.72a
42.13 ± 6.50b
37.20 ± 11.97b
15.87 ± 6.49a
Sumber Keragaman JK db KT F hitung Sig.
PERLAKUAN 18793.067 4 4698.267 52.462 .000
Galat 6268.933 70 89.556
Total 25062.000 74 Perlakuan Subset untuk alpha = .05 a b c
K+ 12.67
MG 15.87
VB 37.20
VA 42.13
K- 54.13
Keterangan : K- : Kontrol negatif K+ : Kontrol positif VA : VCO A (VCO proses tanpa panas) VB : VCO B (VCO proses panas terkendali) MG : Minyak goreng
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif
Sedang (++) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD
Kelompok Positif Sedang (++)
K-
K+
VA
VB
MG
56.07 ± 14.46d
25.20 ± 12.78b
35.73 ± 11.06c
28.87 ± 7.06bc
12.40 ± 7.05a
Sumber Keragaman JK db KT F hitung Sig.
PERLAKUAN 15491.387 4 3872.847 32.578 .000
Galat 8321.600 70 118.880 Total 23812.987 74
Perlakuan Subset untuk alpha = .05 a b c d MG 12.40 K+ 25.20 VB 28.87 28.87 VA 35.73 K- 56.07
Keterangan : K- : Kontrol negatif K+ : Kontrol positif VA : VCO A (VCO proses tanpa panas) VB : VCO B (VCO proses panas terkendali) MG : Minyak goreng
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Lemah
(+) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD
Kelompok Positif Lemah (+)
K-
K+
VA
VB
MG
21.00 ± 4.68b
22.47 ± 5.53b
16.47 ± 3.68a
21.13 ± 3.36b
33.67 ± 6.23c
Sumber Keragaman JK db KT F hitung Sig.
PERLAKUAN 2463.253 4 615.813 26.535 .000
Galat 1624.533 70 23.208 Total 4087.787 74
Perlakuan Subset untuk alpha = .05 a b c VA 16.47 K+ 21.00 VB 21.13 K- 22.47 MG 33.67
Keterangan : K- : Kontrol negatif K+ : Kontrol positif VA : VCO A (VCO proses tanpa panas) VB : VCO B (VCO proses panas terkendali) MG : Minyak goreng
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan
terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Negatif (-)
terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD
Kelompok Negatif (-)
K-
K+
VA
VB
MG
18.80 ± 6.12a
97.60 ± 6.78b
21.73 ± 5.05a
31.67 ±12.85a
89.33 ±34.88b
JK db KT F hitung Sig. PERLAKUAN 88571.147 4 22142.787 64.135 .000
Galat 24167.600 70 345.251 Total 112738.747 74
Perlakuan Subset untuk alpha = .05 a b K- 18.80 VA 21.73 VB 31.67 MG 89.33
K+ 97.60
Keterangan : K- : Kontrol negatif K+ : Kontrol positif VA : VCO A (VCO proses tanpa panas) VB : VCO B (VCO proses panas terkendali) MG : Minyak goreng