Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

46

Transcript of Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Page 1: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...
Page 2: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

1

Pendidikan untuk Semua

Keaksaraan bagi Kehidupan

Ringkasan

ED.2005/PI/01

Page 3: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

3

Peningkatan Keaksaraan Demi Harapanyang Lebih Baik untuk Indonesia

Fasli JalalNina Sardjunani

A. Pendahuluan

ecara esensial, Kerangka Kerja Dakkar untukAksi menyatakan ulang tentang “mencapaipeningkatan 50 persen keaksaraan orangdewasa, terutama wanita, pada tahun 2015”.Sejak angka keaksaraan Indonesia mencapai

sekitar 89.51 persen pada tahun 2002, target diubahmenjadi “mencapai pengurangan 50 persen buta aksaraorang dewasa berumur 15 tahun ke atas pada tahun2015”. Itu berarti bahwa target pada tahun 2015 adalah5.0 persen angka buta aksara. Akan tetapi, pemerintahbaru meminta dengan tegas untuk mengurangi angka butaaksara orang dewasa dari 10.12 persen tahun 2003menjadi 5.0 persen tahun 2009. Pemerintah percayabahwa keaksaraan memainkan peranan yang esensialdalam meningkatkan kehidupan perekonomian individuyang aman dan kesehatannya bagus serta memperkayamasyarakat dengan pembangunan modal manusia,pengembangan identitas budaya dan toleransi, sertamempromosikan partisipasi warga negara.

Peningkatan angka keaksaraan orang dewasa adalahsebuah jalan untuk meningkatkan kualitas sumber dayamanusia Indonesia dimana secara internasional dapatdiukur dari human development index (HDI). WalaupunHDI Indonesia telah meningkat dari 0,619 pada tahun1990 menjadi 0,692 pada tahun 2002, namun itu masihmasih rendah jika dibandingkan dengan pencapaiannegara lain (Gambar 1). Dengan peningkatan angkakeaksaraan orang dewasa menjadi 95 persen padatahun 2009, HDI Indonesia akan meningkat secarasignifikan. Tahun 2002 angka keaksaraan orang dewasaIndonesia tersisa 87.9 persen dimana ini lebih rendahdibandingkan Thailand, Malaysia, Philipina, dan Vietnam.

Untuk mempercepat pencapaian target negara,President Indonesia secara resmi meluncurkan“PERGERAKAN KEAKSARAAN” pada tanggal 2Desember, 2004 untuk mempromosikan pentingnyakeaksaraan dan memperoleh komitmen kuat dariseluruh pelaku kebijakan termasuk pemerintahsetempat, parlemen pusat, tingkat daerah dan provinsi,organisasi-organisasi masyarakat, tokoh masyarakat,dan tokoh agama. Pencapaian 5 persen buta aksarapada tahun 2009 membutuhkan pengurangan angkabuta aksara secara signifikan darii sekitar 15.4 jutaorang tahun 2003 menjadi 8.23 juta orang pada tahun2009. Oleh karena itu seluruh pelaku kebijakan perlubekerjasama untuk memastikan target tersebuttercapai.

S

Gambar 1. Trend HDI diantara Negara-negara, 1990 - 2002

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

Singapore Japan Philippine Thailand Malaysia China Indonesia Viet Nam India

1990 1995 2001 2002

Sumber : Laporan Pembangunan Manusia, 2004

Page 4: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

4

Maka, program keaksaraan menjadi salah satu prioritaspengembangan pendidikan dan secara jelas telah disebutkandalam Rencana Pengembangan Jangka Menengah Nasional(2004-2009). Lagipula hal ini juga ada dalam Rencana StrategisPengurangan Kemiskinan bahwa program keaksaraanmerupakan hal yang penting untuk mengurangi kemiskinan.

Dalam konteks Indonesia, keaksaraan didefinisikan sebagaikemampuan untuk membaca dan menulis kalimat sederhanadalam bahasa latin atau bahasa lain serta melakukanperhitungan sederhana.

Untuk mengevaluasi pelaksanaan pendidikan keaksaraan,digunakan sebuah indikator keaksaraan. Indikator ini adalahrasio individu berumur 15 tahun ke atas yang melek aksaradibandingkan dengan total populasi orang dewasa (berumur15 tahun ke atas).

Indikator lain yang digunakan adalah angka buta aksara,merujuk rasio orang yang buta aksara diantara total populasipada kelompok umur tertentu. Angka buta aksara dapat dihitungdengan pengurangan angka melek aksara (dari 100 persen).

Pencapaian keaksaraan dievaluasi setiap tahun melaluiSurvey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukanoleh Badan Pusat Statistik (BPS). SUSENAS dirancang untukmemberikan data mengenai sumberdaya manusia terutamayang terkait dengan karakteristik sosial ekonomi. Tahun 2003survey meliputii 229.120 kepala rumah tangga di Indonesia1).

B. Pentingnya Keaksaraan dalamPeningkatan Kualitas Hidup

Data 2002 yang terbentang diantara provinsi-provinsitersebut mengungkapkan bahwa tingkat keaksaraanberkorelasi positif dengan status ekonomi masyarakat yangdiukur dengan daya beli (Gambar 2).

Tabel 1. Human Development Index diantara Negara-negara, 2002

Sumber : Laporan Pembangunan Manusia, 2004

Life Adult Literacy Rate Purchasing Country Expectancy (15 years and above) Power Parity HDI

(years) (%) (US$)

Singapore 78,0 92,5 87,0 24.040 0,902Japan 81,5 99,0 84,0 26.940 0,938Philippine 69,8 92,6 81,0 4.170 0,753Thailand 69,1 92,6 73,0 7.010 0,768Malaysia 73,0 88,7 70,0 9.120 0,793China 70,9 90,9 68,0 4.580 0,745Indonesia 66,6 87,9 65,0 3.230 0,692Vietnam 69,0 90,3 64,0 2.300 0,691India 63,7 61,3 55,0 2.670 0,595

Combined GrossEnrollment Rate from

Primary to HigherEducation (%)

Jumlah orang melek aksara berumur 15 th ke atas= –———————————————————— x 100%

Total populasi berumur 15 tahun ke atas

Populasi AngkaKeaksaraanBerumur 15 Tahun ke atas

Jumlah orang buta aksara berumur 15 th ke atas= –———————————————————— x 100%

Total populasi berumur 15 tahun ke atas

Angka PopulasiButa AksaraBerumur 15 Tahun ke atas

1) Survey memberikan tidak hanya data nasional tetapi juga data per provinsi.Untuk data inti, survey bahkan memberikan data pada tingkat daerah. Surveydilakukan secara reguler pada bulan Januari – Maret, sehingga data tersebut dapatdigunakan untuk mengamati trend bertahun-tahun. Data dari survey dapat jugadikategorikan dengan pedesaan dan perkotaan, seks, kelompok umur, dan kelompokpengeluaran keluarga. Hal ini memungkinkan bagi negara untuk mengamati selisihtingkat keaksaraan diantara kelompok tersebut.

Yogyakarta

NAD

Maluku

Bali

NTB

NTT

Papua

Jakarta

Jawa Timur

550

560

570

580

590

600

610

620

70 75 80 85 90 95 100

Angka Melek Aksara (%)

Pengeluaranper

kapita

(000 Rp) Yogyakarta

NAD

Maluku

Bali

NTB

NTT

Papua

Jakarta

Jawa Timur

550

560

570

580

590

600

610

620

70 75 80 85 90 95 100

Literacy Rate (%)

Purchasing power parity (000

Rp)Yogyakarta

NAD

Maluku

Bali

NTB

NTT

Papua

Jakarta

Jawa Timur

550

560

570

580

590

600

610

620

70 75 80 85 90 95 100

Angka Melek Aksara (%)

Pengeluaranper

kapita

(000 Rp) Yogyakarta

NAD

Maluku

Bali

NTB

NTT

Papua

Jakarta

Jawa Timur

550

560

570

580

590

600

610

620

70 75 80 85 90 95 100

Literacy Rate (%)

Purc

hasin

g po

wer

par

ity

(00

0 R

p)

Disamping itu, meningkatkan angka keaksaraan diantaraorang dewasa memiliki dampak yang signifikan juga padapeningkatan harapan hidup (Gambar 3).

Gambar 2. Korelasi Positif antara Angka Keaksaraan OrangDewasa dengan Daya Beli

Sumber : Laporan Pembangunan Manusia, 2003

50

55

60

65

70

75

70 75 80 85 90 95 100

Life

Exp

ecta

ncy

(Y

ears

)

Adult Literacy Rate (%)

C. Peningkatan Keaksaraan dari Waktu keWaktu

Untuk menjelaskan peningkatan pelaksanaan pendidikankeaksaraan setelah tahun 2002, kita dapat merujuk padaangka melek aksara pada populasi berumur 10 tahun ke atasdalam total populasi kelompok umur tersebut. Data dapatdigunakan untuk mengilustrasikan bahwa peningkatan angkakeaksaraan adalah terkait dengan program persekolahan,seperti Instruksi Presiden tentang Program Sekolah Dasaryang dimulai tahun 1974 dan Program Pendidikan WajibBelajar yang dimulai tahun 1984.

Pengurangan angka buta aksara diantara populasi berumur10 tahun ke atas dapat dilihat lebih terperinci pada Gambar4. Durasinya dapat dibagi menjadi tiga periode, yakni 1971-1980, 1980-1990 dan 1990-2003, dapat dilihat bahwa angka

Gambar 3. Korelasi Positif antara Angka Keaksaraan Orang Dewasadengan Harapan Hidup

Page 5: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

5

keaksaraan telah meningkat secara signifikan pada tahun1971-1980 dan 1980-1990. Peningkatan kiranya terkaitdengan pelaksanaan Instruksi Presiden untuk ProgramSekolah Dasar, yang dimulai tahun 1973/74— pada saatpemerintah memberikan fasilitas pendidikan dan infrastrukturberskala besar, dimana diikuti dengan Program PendidikanWajib Belajar 6 Tahun pada tahun 1984. Pada tahun 1968,angka partisipasi sekolah dasar hanya 41.4 persen. Akantetapi, tahun 1973/74 (akhir dari Rencana Pembangunan LimaTahun pertama), ada peningkatan menjadi 66.6 persen, dantahun 1978/79 (akhir dari Rencana Pembangunan Lima Tahunkedua), sejalan dengan pelaksanaan program BantuanPresiden untuk Sekolah Dasar, angka tersebut meningkat79.3 persen.

dilaksanakan pada kelompok belajar, untuk memberantasbuta aksara di daerah terpencil. Kelompok lain yang bertahanadalah mereka yang tidak menyadari pentingnya pendidikansebagai pintu masuk kompetensi dasar untuk memperolehnilai tambah dalam kehidupan sehari-hari, termasukpeningkatan produktivitas. Sampai tahun 2003 terdapat 14.7juta penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang tidakpernah atau belum bersekolah. Walaupun jumlah ini masihjauh lebih rendah dibandingkan data tahun 1990 (21.9 juta),angka tersebut masih sangat tinggi jika mempertimbangkanbahwa mereka potensial untuk menjadi buta aksara.

D. Situasi Sekarang

Data SUSENAS mengungkapkan adanya peningkatan angkakeaksaraan di Indonesia. Angka keaksaraan nasional padapopulasi umur 15-24 tahun ke atas telah meningkat dari 96.2persen tahun 1990 menjadi 98.7 persen tahun 2002. Akantetapi, angka keaksaraan pada populasi umur 15-24 tahunmenjadi stagnan tahun 1998. Stagnasi ini terkait dengan telahtingginya angka keaksaraan pada kelompok umur ini. Butaaksara yang tersisa diasumsikan adalah orang cacat ataubertempat tinggal di daerah terpencil dimana layananpendidikan tidak tersedia. Angka keaksaraan pada kelompokpemuda meningkat sejalan dengan peningkatan perananmereka dalam pendidikan dasar dan proporsi para pelajaryang telah menyelesaikan kelas 5 di sekolah negeri/sekolahIslam. Proporsi pelajar kelas 1 yang selanjutnyamenyelesaikan pendidikan sampai kelas 5 meningkat dari 74.7persen tahun 1991 menjadi 82.2 persen tahun 2002.

0

10

20

30

40

50

60

1971 1980 1990 1993 1995 1998 2000 2003

Male Female Male + Female

Mempertimbangkan bahwa keterampilan membaca danmenulis sebagian besar dibutuhkan anak-anak di SekolahDasar, jelas nyata bahwa peningkatan angka partisipasiSekolah Dasar adalah sebuah peranan yang penting dalammemperoleh keaksaraan penduduk yang berumur 10 tahunke atas. Fakta ini telah dibuktikan dengan penguranganangka buta aksara secara dramatis pada pemuda yangberumur 10-14 tahun (Gambar 5). Gambar tersebutmenunjukkan bahwa angka buta aksara berkurang secarasignifikan sampai pada akhir tahun 1980, ketika angkapartisipasi Sekolah Dasar mencapai hampir 100 persen.Ditambahkan, perbedaan angka keaksaraan antara laki-lakidan peempuan juga terus menurun, dimana alasannnyaterkait dengan peningkatan jumlah partisipasi perempuanpada pendidikan, terutama di Sekolah Dasar.

Berdasarkan informasi di atas, diasumsikan bahwalambannya penurunan angka buta aksara sejak tahun 1990terkait dengan keberadaan kelompok yang menentangpendidikan di dalam masyarakat. Kelompok yang bertahantersebut setengah umur dan yang lebih tua (45 tahun keatas), penyandang cacat, dan penduduk yang tinggal didaerah terpencil. Sulit untuk memberikan layananpendidikan kepada mereka. Kesulitan muncul dari faktorinternal, seperti kurangnya motivasi dan kemampuan untukbelajar, dan faktor eksternal seperti tidak efisiennyapendidikan formal dan nonformal maupun terbatasnyalayanan pendidikan keaksaraan. Kesulitan dalammemberikan pendidikan keaksaraan, dimana biasanya ini

Gambar 4. Angka Buta Aksara diantara Populasi Berumur 10 Tahunke atas, 1971 - 2003

05

10152025303540

1961 1971 1980 1990 1994

Female Male

Gambar 5. Angka Buta Aksara pada Populasi Umur 10-14 tahun, 1961 - 1994

Tabel 2. Angka dan persentase populasi Umur 10 tahun ke atasyang tidak pernah atau belum bersekolah

Population 10 years and above

1971 80.507.076 32.515.992 40,391980 104.352.570 31.341.974 30,031990 135.039.581 21.952.791 16,262000 159.032.694 15.362.558 9,662003 172.978.229 14.703.149 8,50

Year Total population Never/not yet

attended school %

Page 6: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

6

Lebih lanjut, data keaksaraan yang diperoleh dari tahun1995, 1998, and 2002 dari SUSENAS yang telah dirinciberdasarkan kelompok pengeluaran keluarga dan tempattinggal mengungkapkan bahwa meskipun angka keaksaraan tiapkelompok tersebut telah meningkat, tetapi pertentangan masihnyata antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antara laki-lakidan perempuan, dan antara yang kaya dengan yang miskin.

a. Pertentangan antara Perkotaan dan PedesaanGambar 6 menunjukkan bahwa angka keaksaraan dalam

wilayah perkotaan umumnya lebih tinggi daripada diperkotaan. Meskipun demikian, angka keaksaraan pendudukperkotaan dan pedesaan telah meningkat secara simultan daritahun 1995 sampai 2002. Tahun 1995, angka keaksaraanpopulasi berumur 15-24 tahun di wilayah perkotaanmeningkat 96.5 persen dalam kelompok termiskin dan 99.3persen di kelompok terkaya, sementara di wilayah pedesaanmencapai 93.0 persen di kelompok termiskin dan 99.3persen di kelompok terkaya. Melalui berbagai upaya, tahun2002 angka populasi keaksaraan pada kelompok umur ini didaerah perkotaan telah mencapai 97.9 persen di kelompoktermiskin dan 99.6 persen di kelompok terkaya, sementara diwilayah pedesaan telah meningkat 96.3 persen di kelompok

termiskin dan 98.8 persen di kelompok terkaya.Jika rentang umur ini diperluas pada umur 15 tahun ke atas,dapat dilihat bahwa populasi angka keaksaraan menjadi lebihrendah. Ini menyiratkan bahwa permasalahan buta aksara diIndonesia juga berlaku pada kelompok populasi orangdewasa. Tingkat populasi nasional pada kelompok umur 15tahun ke atas telah meningkat dari 84.2 persen tahun 1995menjadi 89.51 persen tahun 2002. Meskipun demikian masihtampak jelas selisih angka keaksaraan diantara kelompokpopulasi tersebut. Status ekonomi populasi, dihitungberdasarkan pengeluaran keluarga, jenis kelamin, dan tempattinggal, mempengaruhi angka populasi keaksaraan.

Gambar 7 mengungkapkan bahwa angka keaksaraan padapopulasi perkotaan umumnya lebih tinggi daripada angkakeaksaraan di pedesaan di seluruh kelompok pendapatan.Meskipun demikian, angka populasi keaksaraan di daerahperkotaan maupun di pedesaan telah mengalami kenaikansecara simultan selama tahun 1995 s/d 2002. Jika tahun 1995angka keaksaraan pada kelompok populasi termiskin yangberumur 15 tahun ke atas di daerah perkotaan adalah 78.8persen dan kelompok terkaya 95.0 persen, maka pada tahun2002 angka keaksaraan telah meningkat menjadi 83.7 persenuntuk kelompok termiskin dan 97.2 persen untuk kelompokterkaya.

Gambar 5. Trend Angka Keaksaraan pada Populasi Umur 15-24 Tahun, 1990–2003

Sumber: SUSENAS

Gambar di atas dapat juga digunakan untukmengungkapkan angka populasi keaksaraan sebelum krisisekonomi (1995), selama krisis (1998), dan setelah krisis(2002). Dapat disimpulkan secara singkat bahwa angkapopulasi keaksaraan selama 3 tahun tersebut bahwa krisisekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir tahun 1997tidak memberikan dampak negatif pada angka populasikeaksaraan. Meskipun demikian, jika secara khusus ditinjaudari populasi kelompok termiskin, dapat diketahui bahwaangka keaksaraan pada populasi kelompok termiskin umur15 tahun ke atas di daerah perkotaan telah berkurang dari84.5 persen tahun 1998 menjadi 83.7 persen tahun 2002 dandari 98.1 persen tahun 1998 menjadi 97.9 persen tahun2002 pada kelompok umur 15-24 tahun. Ini terasadisebabkan oleh urbanisasi populasi kelompok buta aksarayang miskin dari desa ke kota untuk mendapatkanpenghidupan yang lebih baik.

Gambar 7. Angka Keaksaraan pada Populasi Umur 15 Tahun keatas Berdasarkan Tempat Tinggal, 1995-2002

0102030405060708090

100

1995 1998 2002 1995 1998 2002

Urban Rural

perc

ent

Quintile 1 Quintile 2 Quintile 3 Quintile 4 Quintile 5

Sumber: SUSENAS 1995, 1998, 2002

Gambar 6. Angka Keaksaraan pada Populasi Umur 15 Tahun ke atasBerdasarkan Tempat Tinggal, 1995-2002

0102030405060708090

100

1995 1998 2002 1995 1998 2002

Urban Rural

perc

ent

Quintile 1 Quintile 2 Quintile 3 Quintile 4 Quintile 5

Sumber: SUSENAS 1995, 1998, 2002

Page 7: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

7

b. Selisih antara Laki-laki dan PerempuanSelisih tingkat keaksaraan antara laki-laki dan perempuan

masih ada. Tahun 1995, ketika angka keaksaraan padapopulasi laki-laki termiskin (quintile-1) hanya 80 persen, angkakeaksaraan pada laki-laki terkaya (quintile-5) telah tercapai96.2 persen. Angka keaksaraan seluruh kelompok telahmeningkat secara konsisten dari waktu ke waktu, sehinggapada tahun 2002, kelompok termiskin telah mencapai 86.6persen, sementara kelompok terkaya meningkat menjadi 97.9persen. Pada saat yang sama, angka keaksaraan bagi populasiperempuan (semua kelompok) juga telah meningkat secarasungguh-sungguh. Sementara angka keaksaraan padakelompok termiskin meningkat dari 64.2 persen menjadi 75.7persen, kelompok terkaya dari 90.4 persen menjadi 93.5persen. Namun demikian, pada perbandingan gender munculbahwa angka keaksaraan perempuan masih lebih rendahdaripada laki-laki. Wanita pada kelompok termiskin jugamemiliki angka keaksaraan terendah (Gambar 8).

Tingkat keaksaraan laki-laki umur 15-24 tahun agak lebihtinggi daripada perempuan, dengan kesamaan gender indekskeaksaraan 97.9 persen tahun 1992 dan meningkat padadekade terakhir menjadi 99.7 persen tahun 2003. Jikakelompok populasi yang lebih tua (15 tahun ke atas)

dimasukkan, maka terdapat rentang keaksaraan yang lebarantara laki-laki dan perempuan, yang mengindikasikan bahwabuta aksara perempuan lebih besar daripada laki-laki padakelompok ini (Gambar 9).

Tingkat keaksaraan populasi perempuan telah meningkatsecara signifikan selama bertahun-tahun pada seluruh quintilekemiskinan. Jika kita membandingkan angka keaksaraanpopulasi laki-laki umur 15-24 tahun dengan perempuan padakelompok umur yang sama, kita dapat melihat angkakeaksaraan mereka tidak berbeda secara signifikan (Gambar10). Akan tetapi, diukur dengan pendapatan mereka,terungkap bahwa angka populasi keaksaraan perempuanumur 15-24 masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Inimenunjukkan bahwa data yang diperoleh tahun 2002, dimanamenunjukkan 99.3 persen angka keaksaraan pada populasiperempuan jatuh pada kelompok berpendapatan tertinggi dan96.3 persen angka populasi keaksaraan perempuan jatuh padakelompok berpendapatan terendah. Akan tetapi, ketikamemasukkan semua yang berumur 15 tahun ke atas, rentangperkotaan dengan pedesaan pada indeks kesamaan gendermelebar menjadi 94.5 persen pada wilayah perkotaan dan89.1 persen pada wilayah pedesaan (Gambar 11).

Gambar 11. Rasio keaksaraan perempuan dan laki-laki umur 15 tahun keatas dengan quintile kemiskinan dan wilayah perkotaan/pedesaan, 2002

0

20

40

60

80

100

1995 1998 2002 1995 1998 2002

Male Female

Source: Susenas

%

Quintile-1 Quintile-2 Quintile-3 Quintile-4 Quintile-5

Sumber: SUSENAS 1995, 1998, 2002

Gambar 8. Angka keaksaraan laki-laki dan perempuan umur 15-24tahun dengan tingkat kemiskinan

0

20

40

60

80

100

120

1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

%

15-24 years > 15 years

Sumber: SUSENAS 1991 - 2003

Gambar 9. Rasio Keaksaraan Laki-laki dan Perempuan

0

20

40

60

80

100

Rural Urban

Source: Susenas

%

Quintile-1 Quintile-2 Quintile-3 Quintile-4 Quintile-5

0

20

40

60

80

100

Rural Urban

Source: Susenas

%

Quintile-1 Quintile-2 Quintile-3 Quintile-4 Quintile-5

Gambar 10. Rasio keaksaraan perempuan dan laki-laki umur 15-24 tahunpada quintile kemiskinan dan wilayah perkotaan/pedesaan, 2002

Page 8: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

8

c. Selisih diantara Provinsi-provinsiPada tahun 2003, besarnya keaksaraan diantara provinsi-

provinsi di Indonesia bervariasi (Gambar). Sementara di DKIJakarta hanya terdapat 0.27 persen laki-laki yang buta aksaraberumur 15-24 tahun, angka buta aksara pada kelompok yangsama di Papua tinggi yakni 11,03 persen. Selisih angka butaaksara pada kelompok umur 15 tahun diantara 2 provinsitersebut lebih tinggi, yakni 0.9 persen di DKI Jakarta dan 20.3persen di Papua.

Pada saat yang sama, selisih keaksaraan perempuan sangattinggi antara 0.2 persen di DKI Jakarta dan 20.3 persen diPapua pada kelompok umur 15-24 tahun dan antara 2.27persen dan 31.1 persen pada kelompok umur 15 tahun keatas pada provinsi yang sama. Terkait dengan kondisi yangberbeda, jumlah perhatian dan program yang diberikan,tentunya berbeda. Oleh karena itu, naiknya angka keaksaraanIndonesia tidak hanya terkait dengan pendidikan formal tetapijuga pendidikan nonformal khususnya yang menempatkanpopulasi orang dewasa.

E. Upaya-upaya untuk Mengurangi ButaAksara

Untuk memperoleh 95 persen angka keaksaraan padapopulasi umur 15 tahun ke atas pada tahun 2009, kebijakandan strategi yang jelas penting untuk diformulasikan. Itumeliputi pendidikan nonformal yang memberikan programkeaksaraan fungsional kepada orang dewasa tetapi jugapendidikan nonformal khususnya pada persekolahan formaluntuk memastikan bahwa seluruh pelajar memperolehkeaksaraan yang stabil dan didukung dengan promosi perilakubelajar.

1. KebijakanTanpa melewatkan berbagai kecenderungan populasi,

sebuah kebijakan dibuat untuk memenuhi target. Kebijakanmeliputi perolehan 95 % angka keaksaraan tahun 2009 yangberarti (1) perluasan akses pendidikan dan peningkatanpelaksanaan pendidikan keaksaraan untuk penduduk umur 15tahun ke atas. Apalagi, pelaksanaan pendidikan dasar untukkelompok usia sekolah akan ditingkatkan; dan (2) penyediaanakses yang sama untuk pendidikan dasar bagi seluruh orangdewasa melalui layanan pendidikan yang sama dan relevandengan kebutuhan mereka.

2. StrategiKebijakan didukung oleh lima strategi utama; (1)

peningkatan pelaksanaan pendidikan dasar pada kelompokusia sekolah, (2) pengurangan populasi buta aksara, (3)memberikan komunikasi, pendidikan dan informasi, (4)merubah sistem manajemen dan informasi, dan (5)meningkatkan kapasitas pengelola pendidikan, apakah ditingkat pusat, provinsi atau kabupaten/kota.Sebuah strategi untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikandasar pada kelompok usia sekolah adalah krusial untukmenghindari munculnya kelompok buta aksara baru. Oleh

karena itu, populasi buta aksara tidak akan terus meningkat.Program yang dilaksanakan meliputi pendidikan formal dannonformal. Strategi ini tercantum lebih rinci dalam RencanaAksi Nasional untuk Pendidikan Dasar.Rencana Aksi Nasional untuk Pendidikan Keaksaraanmenekankan pada perluasan akses dan peningkatanpelaksanaan pendidikan keaksaraan untuk orang dewasa.

a. Pengurangan Populasi Buta AksaraPengurangan populasi buta aksara dapat ditempuh dengandua jalan:

1) Perluasan akses untuk pendidikan keaksaraan melalui:- Penyediaan program keaksaraan fungsional dengan

target spesifik, misalnya kelompok umur, wilayah, jeniskelamin, atau pendapatan.

- Penentuan kebijakan nasional; seperti, programkeaksaraan fungsional dapat menjadi sebuah kebijakanafirmatif untuk membasmi kemiskinan.

2) Peningkatan pelaksanaan pendidikan keaksaraan untukmeningkatkan efisiensi dan efektivitas program, meliputimempertahankan kompetensi keaksaraan orang yang telahmemperoleh pendidikan keaksaraan. Hal ini akandiselesaikan dengan:- Memformulasi program keaksaraan fungsional yang

inovatif dan spesifik dengan penekanan pada aspek tiapkelompok umur, karena memberikan sebuah nilaitambahan yang signifikan. Untuk kelompok usiaproduktif, program keaksaraan fungsional seharusnyaterkait dengan peningkatan produktivitas; oleh karenaitu, buta aksara akan lebih menarik dalam suatuprogram gabungan. Contohnya mengenai topikfungsional tentang anak, khususnya yang terkait denganprogram pendidikan anak usia dini.

- Untuk usia yang lebih tua, layanan pendidikankeaksaraan seharusnya diberikan yang terkait dengankebutuhan dan minat mereka. Proses pembelajarandapat dibagi menjadi beberapa langkah; contohnya,langkah pertama, menulis pelajaran denganmenggunakan bahasa setempat (bahasa yang digunakandalam komunikasi sehari-hari); langkah keduaselanjutnya dapat memasukkan pengenalan BahasaIndonesia yang terkait dengan pendidikan fungsional.Dengan lengkah-langkah ini, diharapkan orang dapatbelajar lebih mudah dan bisa menerapkan pengetahuanmereka dalam kehidupan sehari-hari.

- Memformulasi program pendukung untukmempertahankan kompetensi keaksaraan pelajar, dapatdilakukan dengan mengembangkan misalnya sudut-sudut membaca/taman Bacaan.

b. Pemberikan Komunikasi, Pendidikan dan InformasiPentingnya kompetensi keaksaraan seharusnya dapatdisebarkan ke seluruh kelompok masyarakat termasuktanggungjawab untuk pendidikan itu sendiri. Bagian daripengembangan kerjasama yang berkelanjutan dengan berbagai

Page 9: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

9

pihak adalah penting untuk meningkatkan pelaksanaanpendidikan keaksaraan. Aktivitas utama termasuk dalamstrategi berikut ini:- Mempromosikan pentingnya kompetensi keaksaraan

untuk masyarakat umum dan seluruh pelaku kebijakanyang terlibat.

- Meningkatkan kerjasama antara sektor, masyarakat,pendidikan tinggi dan lembaga internasional, termasukLSM. Kerjasama lintas sektoral akan dibutuhkan dalammerancang program keaksaraan fungsional; karena itu,layanan yang diberikan akan relevan dengan perbaikanproduktivitas tenaga kerja di sektor terkait.

c. Merubah Sistem Manajemen InformasiUntuk memastikan bahwa program pendidikan keaksaraanberhasil, sistem manejemen informasi seharusnya diperkuatdengan meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi.

Aktivitas meliputi:- Pencatatan berbagai layanan pendidikan keaksaraan yang

diberikan oleh pemerintah dan publik- Penempatan layanan pendidikan keaksaraan dan pemetaan

populasi buta aksara untuk memfasilitasi formulasi targetprogram.

d. Meningkatkan KapasitasKapasitas pengelola pendidikan, khususnya yang terlibatdalam pengurangan populasi buta aksara (apakah di tingkatpusat, provinsi, atau kabupaten/kota) seharusnya ditingkatkansehingga mereka memiliki kompetensi yang cukup untukmerencanakan dan mengorganisir program pendidikankeaksaraan.

e. Pelaksanaan KebijakanBerbagai studi seharusnya dilaksanakan untuk meningkatkanpelaksanaan pendidikan keaksaraan dalam rangka pemenuhankebutuhan setempat.

3. AktivitasAktivitas seharusnya diselenggarakan sampai dengan tahun2015 meliputi:

a. Pemberantasan Buta Aksara1) Pelaksanaan program keaksaraan fungsional. Komponen

yang seharusnya diberikan setiap tahun meliputi:- materi pembelajaran untuk pelajar- manajemen kelompok- insentif tutor

2) Pelatihan- merancang pedoman pelathan dan pedoman lain yang

relevan;- pelatihan untuk Master Trainer;- perekrutan tutor.

3) Publikasi dan PengenalanDengan mempertimbangkan bahwa peningkatan HDI

(Human Development Index) saling berhubungan,pemberantasan buta aksara seharusnya didukung olehseluruh pelaku kebijakan. Karena itu, penting untukmeningkatkan kesadaran masyarakat tentang isupengembangan sumberdaya manusia. Publikasi danpengenalan telah dilakukan secara berkelanjutan melaluimedia.

4. Bantuan kelompok belajarDalam rangka mencapai target pemberantasan butaaksara, penting untuk memberikan sebuah pedoman bagitiap kelompok belajar. Melalui aktivitas keterampilanfungsional para pelajar diharapkan dapat memeliharakompetensi mereka dan secepatnya meningkatkan standarkehidupan mereka. Aktvitas tersebut berorientasi padaorganisasi dan diarahkan pada berkembangnya kelompokkerja. Aktivitas dimaksudkan untuk membantu kelompokbelajar memelihara kompetensi keaksaraan mereka.

5. Pengembangan materi pembelajaranTerkait dengan perbedaan lokasi (misalnya desa dengankota), jenis kelamin dan fungsi materi pembelajaran, makahal yang krusial untuk mengembangkan materipembelajaran yang relevan dengan kebutuhan pelajar,kondisi dan karakteristik. Konsekuensinya, materipembelajaran yang telah digunakan seharusnya direvisi dandikembangkan sesuai dengan minat dan kebutuhanmaupun menguasai kecakapan dasar.

6. Monitoring dan evaluasiBerfungsinya sebagai kontrol, monitoring dan evaluasitelah dilakukan secara berkelanjutan dalam langkahperencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Dari waktu kewaktu, monitoring dan evaluasi seharusnya dilaksanakanuntuk menemukan kondisi pelajar, fasilitas pembelajaran,proses dan isi. Monitoring dan evaluasi seharusnyadilakukan secara reguler, karena memfasilitasi pemecahanmasalah dan meningkatkan program.

b. Mempertahankan kompetensi keaksaraanUntuk mempertahankan kompetensi pelajar keaksaraan,sudut membaca (TBM) dan pusat-pusat belajar di tiap lokasipembelajaran seharusnya ditingkatkan, juga kualitas dankuantitasnya. Sudut membaca akan dibangun di wilayahdimana program keaksaraan fungsional (KF) berlangsung,sementara wilayah di mana sudut belajar telah tersedia, yangharus dilakukan berikut ini:

1. Penyediaan materi bacaan yang relevan dengan kebutuhanpelajar

Penyediaan materi bacaan yang relevan dimaksudkanuntuk meningkatkan kompetensi keaksaraan pelajar danketerampilan fungsional. Penyediaan dan pengembanganmateri bacaan seharusnya dikumpulkan sesuai dengantopik yang akan dipelajari maupun keterampilan yangdiperoleh lebih lanjut.

Pembaharuan materi bacaan, termasuk penukaran

Page 10: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

10

buku, artikel dan sudut bacaan lain, dimaksudkan untuk melengkapi danmeningkatkan materi bacaan. Materi bacaan mungkin diberikan olehpenyumbang. Karenanya, koleksi buku dalam Taman Bacaan akan selaludiperbaharui, dimana, ini akan memotivasi pelajar untuk menggunakanTBM tersebut.

Taman bacaan seharusnya dikelola secara profesional sebagaimanafungsinya untuk mendidik. Taman Bacaan seharusnya dibangun sebagaisebuah lembaga pendidikan yang memberikan berbagai pendidikan danaktivitas rekreasi.

2. Pelatihan pengelola TBMSejak pengelola TBM bertanggung jawabuntuk mengelola dan menjaga TBM sertamemenuhi permintaan bacaan publik,seharusnya mereka menerima pelatihanyang akan memotivasi mereka untukmengelola TBM. Mereka diharapkan dapatmembangunkan minat orang untukmembaca. Diharapkan secepatnya budayamembaca akan tercipta.

3. Pelaksanaan kebijakan dan programBerbagai studi dibutuhkan untukmemperolah sebuah gambar yangkomprehensif mengenai progam keaksaraanfungsional pada langkah pembelajaran abadi/pembelajaran berkelanjutan. Studi tersebutdimasukkan untuk mengukur kesuksesanpelaksanaan program, mencatat kekuatan,kelemahan, tantangan dan upaya yang harusdilakukan untuk meningkatkan danmengembangkan program lebih lanjut.Karenanya, program yang dilaksanakan akanbermanfaat bagi pelajar dan membantumereka untuk meningkatkan standarkehidupan mereka.

4. Monitoring dan evaluasiMonitoring dan evaluasi seharusnyadilakukan secara reguler, karenamemfasilitasi pemecahan masalah. Aktivitasyang mendukung monitoring dan evaluasimeliputi:- Menemukan kompetensi pelajar dan

keterampilan fungsional pada langkahabadi/berkelanjutan.

- Mendukung langsung sistem personilyang berkelanjutan (PB, SKB, supervisor,tutor).

Page 11: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

11

Tren pendorong yang menunjukkanpencapaian/keberhasilan yang patutdipertimbangkan di negaraberpendapatan rendah:

Penerimaan murid SD meningkat tajambaik di Sub Sahara Afrika dan Asia Barat danSelatan dengan murid sekitar 20 juta muridbaru di setiap wilayah.

Secara global, 47 negara telah mencapaiPDU (diluar 163 dengan ketersediaan data).

Proyeksi menunjukkan bahwa 20 negaratambahan (diluar 90 dengan data terkait)berada di jalur pencapaian PDU di tahun2015, 44 negara mengalami kemajuan yangbagus tapi sepertinya tidak bisa mencapaitujuan di tahun 2015.

Penerimaan murid SD perempuan jugameningkat dengan pesat, khususnya dibeberapa negara berpendapatan rendah diSub Sahara Afrika dan Asia Barat dan Selatan.

Ukuran mutu pendidikan dan gendermeningkat dan dapat dilihat di rencanapendidikan nasional

Anggaran pendidikan juga meningkatsebagai bagian dari pendapatan nasional disekitar 70 negara (diluar 110 denganketersediaan data).

Bantuan untuk pendidikan dasar berlipatganda antara tahun 1993 dan 2003 dan dapatmeningkat sampai US$ 3.3 juta per tahun ditahun 2010, menyertai pertemuan G8

Inisiatif Jalur Percepatan (Fast TrackInitiative) muncul sebagai kunci mekanismekoordinasi bagi lembaga donor.

Pendidikan untuk Semua Keaksaraan Bagi Kehidupan

Laporan SekilasKemajuan menuju Pendidikan Untuk Semua (PUS=Education For All/PUS)Kemajuan yang stabil telah diupayakan sejak tahun1998, khususnya menuju Pendidikan Dasar

Tantangan terbesar PendidikanUntuk Semua menyisakan:

PDU tidak menjamin: Sekitar 100 juta anak belum bersekolah

di SD, 55% diantaranya perempuan. 23 negara beresiko tidak mencapai

PDU di tahun 2015 karena RasioPenerimaan Murninya menurun. SPP SD, penghalang utama aksesnya,

masih dipungut di 89 negara (diluar 103negara yang disurvei). Angka kesuburan yang tinggi, HIV/

AIDS dan konflik bersenjata yangberlangsung menimbulkan tekanan padasistem pendidikan di wilayah dengantantangan PUS yang paling besar.

Target Paritas Gender tahun 2005terhambat di 94 negara di luar 149negara dengan ketersediaan data: 86 negara beresiko tidak mencapai

paritas gender bahkan di tahun 2015. 76 negara dari 180 negara tidak

mencapai paritas gender pada tingkatdasar dan disparitas hampir selalumerugikan perempuan. 115 negara (diluar dari 172 negara

dengan ketersediaan data) masih memilikidisparitas di tingkat menengah denganjumlah laki-laki hampir setengahnya,kontras dengan di tingkat dasar.

Mutu yang terlalu rendah Penerimaan di Pendidikan Usia Dini

dan program pendidikan berjalan statis. Kurang dari 2/3 murid SD bersekolah

sampai kelas akhir di 41 negara (diluardari 133 negara dengan data). Di banyak negara, jumlah guru SD

meningkat 20 % setahun untukmengurangi rasio murid/guru menjadi40:1 dan mencapai PDU di tahun 2015. Banyak guru SD kurang layak

kualifikasinya.

Keaksaraan mendapat sedikitperhatian 771 juta orang usia 15 ke atas hidup

tanpa keterampilan keaksaraan dasar. Pemerintah dan lembaga donor tidak

cukup memberikan prioritas dankeuangan bagi program keaksaraandewasa dan pemuda.

Bantuan bagi pendidikan dasarmasih belum memadai Dengan US$ 4.7 juta di tahun 2003,

bantuan bilateral untuk pendidikan —60 % diantaranya masih diberikan untukpasca pendidikan menengah— telahmeningkat sejak tahun 1990 tetapi tetapmasih di bawah tahun 1990 sebesarUS$ 5.7 juta. Jumlah total bantuan untuk pendidikan

dasar hanya 2.6 % dari BantuanPembangunan Resmi, dalam kategori ini,bagian untuk keaksaraan dewasasangatlah kecil. Sementara bantuan untuk pendidikan

dasar kemungkinan meningkatsehubungan dengan bantuankeseluruhan, bagiannya akan berlipatganda dengan taksiran US$ 7 jutasetahun untuk mencapai PDU danparitas gender. Volume bantuan bilateral yang tidak

sesuai porsinya diberikan ke negaraberpendapatan menengah yangpenerimaan SD-nya relatif tinggi. Pada pertengahan 2005, inisiatif jalur

percepatan hanya dijanjikan sebesarUS$ 298 juta.

Page 12: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

12

KeaksaraanKeaksaraan adalah:· Hak yang masih diabaikan di hampir 1/5 populasi dewasa

di dunia.· Penting untuk mencapai setiap tujuan PUS.· Fenomena masyarakat dan individu, dengan perhatian pada

kedua dimensi tersebut.· Penting bagi partisipasi dan pengembangan ekonomi,

sosial, dan politik, khususnya dalam masyarakat terpelajar.· Kunci untuk meningkatkan kemampuan manusia dengan

manfaat yang luas cakupannya, termasuk berpikir kritis,perbaikan kesehatan, keluarga berencana, pencegahanHIV/AIDS, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan, dankewarganegaraan aktif.

Tantangan keaksaraan memiliki dimensi relatif danmutlak, khususnya yang mempengaruhi perempuan,miskin dan kelompok yang termarginalkan dan lebihbesar daripada ukuran konvensional yangmenunjukkan:

Dalam jumlah yang mutlak, mereka yang tuna keterampilankhususnya berada di Sub Sahara Afrika, Asia Barat danSelatan dan Timur dan Pasifik. Prospek pertemuan tujuantahun 2015 sangat tergantung pada kemajuan di 12 negaradi mana 75 % tuna keterampilan keaksaraan tersebutberdomisili.Dalam waktu yang relatif, wilayah dengan angka keaksaraanpaling rendah adalah Sub Sahara Afrika, Asia Barat danSelatan dan negara Arab, dengan angka sekitar 60 %,walaupun ada kenaikan lebih dari 10 % sejak tahun 1990.Buta huruf dihubungkan dengan kemiskinan ekstrim yangsignifikan.Perempuan kurang melek huruf dari laki-laki, di seluruhdunia, hanya 88 perempuan dewasa yang melek huruf padasetiap 100 laki-laki dewasa, dengan jumlah yang lebih kecilditemui di negara yang berpendapatan rendah sepertiBanglades (62 dari 100 laki-laki) dan Pakistan (57 dari 100laki-laki).132 dari 177 juta orang tuna keterampilan keaksaraanberusia 15-24 tahun, walaupun dalam angka keaksaraankelompok ini ada peningkatan dari 75 % di tahun 1970menjadi 85 %.Pengujian langsung keaksaraan mengingatkan bahwatantangan global lebih besar daripada yang konvensional,berdasarkan penilaian tidak langsung, akan menunjukkandan hal tersebut mempengaruhi negara maju danberkembang.

Tantangan Keaksaraan dapat dipenuhi hanya jika:Pemimpin politik pada tingkat tertinggi berkomitmen untukmelaksanakannya.Negara-negara mengambil kebijakan keaksaraan secarategas untuk: Memperbesar mutu pendidikan dasar dan menengah-bawah. Meningkatkan program keaksaraan pemuda dan dewasa. Mengembangkan lingkungan yang kaya aksara.

Peningkatan Program Keaksaraan bagi pemuda dandewasa membutuhkan:· Tanggungjawab pemerintah secara aktif bagi kebijakan

keaksaraan pemuda dan dewasa dan membiayai sebagaibagian dari perencanaan sektor pendidikan.

· Kerangka kerja yang jelas untuk mengkoordinasi ketentuanpublik dan swasta dan masyarakat sipil tentang programkeaksaraan.

· Peningkatan alokasi bantuan dan anggaran. Programkeaksaraan menerima hanya 1 % anggaran pendidikan dibanyak negara. Tambahan sebesar US$ 2.5 juta setahunsampai 2015 mungkin dibutuhkan untuk membuatkemajuan yang berarti bagi tujuan keaksaraan dasar.

· Mendasarkan program pada kesepahaman atas kebutuhanpeserta didik, khususnya kesukaan berbahasa mereka danmemotivasi menghadiri kelas dan berkonsultasi dengankomunitas lokal.

· Kurikulum dibuat berdasarkan kebutuhan-kebutuhandengan tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan jelasdan ketentuan akan bahan pembelajaran yang memadai.

· Honor, status profesi dan kesempatan pelatihan bagipendidik keaksaraan.

· Kebijakan bahasa yang tepat, karena banyak negaramenghadapi tantangan keaksaraan dengan banyakperbedaan. Penggunaan bahasa ibu secara pedagogis baiktapi harus diberikan kesempatan untuk belajar bahasaresmi dan wilayah.

Mengembangkan lingkungan keaksaraan danmasyarakat melek huruf memerlukan perhatianberkesinambungan terhadap:· Kebijakan bahasa· Kebijakan Penerbitan Buku· Kebijakan Media· Akses Informasi· Kebijakan untuk memperoleh bahan bacaan ke rumah-

rumah dan sekolah.

Pemerolehan, peningkatan dan penggunaan keterampilankeaksaraan terjadi pada semua tingkat pendidikan dalamkonteks formal dan non formal. Pencapaian setiap tujuanPUS tergantung kuat pada kebijakan yang membimbingmasyarakat melek huruf dan menetapkan standar keaksaraanyang tinggi, dan landasan untuk pembelajaran lebih lanjut.

Page 13: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

13

Pendahuluanada saat 164 negara mengadopsi 6 tujuanPendidikan Untuk Semua (PUS), di tahun 2000,negara tersebut mendukung visi holistik pendidikanyang melingkupi pembelajaran pada tahun-tahunpertama kehidupan sampai dewasa. Dalam

penerapannya, pencapaian Pendidikan Dasar Universal (PDU)yang bermutu baik dan paritas gender, dua dari TujuanPembangunan Milenium PBB telah mendominasi perhatian.Begitu Dekade Keaksaraan PBB diungkapkan, LaporanPemantauan Global PUS 2006 bertujuan memperkuat tujuankeaksaraan yang terabaikan – landasan yang tidak hanya untukmencapai PUS, tapi lebih luas lagi, untuk meraih tujuan untukmengentaskan kemiskinan.

Keaksaraan adalah landasan pembelajaran. Sementara itu,bersekolah adalah jalur utama untuk memperoleh kemampuanmembaca, menulis dan berhitung. Fokus utama pendidikanformal untuk anak mengabaikan kenyataan sebenarnya sebagaiberikut: pertama, banyak murid DO tanpa perolehanketerampilan keaksaraan minimum, kedua, 1/5 populasi dewasadi dunia – 771 juta dewasa – hidup tanpa alat pembelajarandasar untuk mengambil keputusan yang tepat danberpartisipasi penuh dalam pembangunan masyarakat mereka.Perempuan membentuk mayoritas terbesar yang rentan dananak-anak perempuan mereka berkesempatan tidak mendapatmanfaat dari pendidikan. Menanggulangi tantangan keaksaraanglobal adalah kewajiban moral dan pembangunan yangdipentingkan oleh globalisasi yang nantinya akan meningkatkankebutuhan keaksaraan dalam berbagai bahasa.

Sehubungan dengan Laporan Mandat Pemantauan secara luas,Bagian I dari ringkasan ini menilai kemajuan secarakeseluruhan, termasuk mutu pendidikan dasar dan paritasgender, menggarisbawahi strategi nasional untuk mempercepat

Tujuan PUS Dakar:

1. Meningkatkan dan memajukan pendidikan usia dini khususnya bagi anakyang rentan dan kurang beruntung.

2. Memastikan di tahun 2015 semua anak, khususnya perempuan, anak yangberada dalam keadaan sulit dan mereka yang berasal dari etnis minoritasmemiliki akses dan menyelesaikan WAJAR yang bebas biaya dan bermutu baik.

3. Memastikan kebutuhan belajar semua pemuda dan dewasa dipenuhi melaluiakses ke program keterampilan hidup dan pembelajaran yang tepat.

4. Mencapai kemajuan 50 % di tingkat keaksaraan dewasa di tahun 2015,khususnya bagi perempuan dan akses setara pada pendidikan dasar danberkesinambungan untuk semua dewasa.

5. Menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah di tahun2005 dan meraih kesetaraan gender di tahun 2015, dengan fokusmemastikan akses penuh dan setara dan pencapaian pendidikan dasar bagiperempuan.

6. Meningkatkan semua aspek mutu pendidikan dan menjamin semuanya baiksehingga hasil pembelajaran yang dapat dikenali dan diukur dapat dicapaioleh semua, khususnya dalam keaksaraan, keangkaan dan keterampilanhidup yang penting.

Tujuan Pembangunan Milenium berkaitan dengan Pendidikan● Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar Universal.

Target 3. Memastikan di tahun 2015, anak-anak dimana saja, anak perempuandan laki-laki sama saja kelak mampu menyelesaikan pendidikan/ menamatkansekolahnya.● Tujuan 3. Meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.

Target 4. Menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah,pada tahun 2005 dan pada semua tingkat pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.

Dasawarsa Keaksaraan PBB 2003 - 2012

Hasil yang diharapkan:● Progres yang signifikan atas tujuan Dakar 2015 (3,

4 dan 5) secara khusus, kenaikan yang dapatdikenali dalam jumlah mutlak mereka yang melekaksara diantara perempuan (diiringi olehpenurunan disparitas gender); di kantong luar dinegeri yang dianggap angka keaksaraannya tinggidan di negara yang kebutuhannya banyak (SubSahara Afrika, Asia Selatan dan negara E-9).

● Pencapaian tingkat penguasaan pembelajaranmembaca, menulis, berhitung dan berpikir kritis,nilai kewarganegaraan positif dan keterampilanhidup lainnya oleh semua peserta didik, termasukanak sekolah.

● Lingkungan melek Aksara yang dinamis, khususnyadi sekolah dan masyarakat dengan kelompokprioritas, sehingga keaksaraan akanberkesinambungan dan ditingkatkan di luarDekade Keaksaraan.

● Peningkatan mutu kehidupan (pengentasankemiskinan, peningkatan pendapatan, perbaikankesehatan, peningkatan partisipasi, kesadarankewarganegaraan dan kepekaan gender) diantaramereka yang berpartisipasi dalam berbagaiprogram pendidikan di bawah PUS.

kemajuan 10 tahun sampai tahun 2015. Bagian II menetapkan dan membuat contohkasus-kasus keaksaraan, menelusuri kemunculannya sebagai HAM yang memberi manfaatamat besar terhadap individu dan masyarakat. Bagian III menggambarkan peta tantangankeaksaraan secara terinci, memberi penekanan pada wilayah, kelompok dan negara yangrentan. Bab tersebut juga mencatat urutan transisi masyarakat yang menyebarluaskankeaksaraan : 150 tahun yang lalu, hanya 10 % populasi dewasa di dunia melek huruf,dibandingkan dengan 80 % sekarang. Bagaimana hal tesebut bisa dicapai dan pelajaranapa yang diberikan untuk berpindah ke keaksaraan universal, hal yang penting dimasyarakat terpelajar sekarang ini ?

Untuk mendorong gagasan ini, Bagian IV memerlukan 3 pendekatan kebijakanpendorong keaksaraan, meliputi keberhasilan PDU, peningkatan program pembelajaranpemuda dan dewasa dan pembangunan dan pengayaan lingkungan melek huruf. Bab 4juga membicarakan fitur penting dari kebijakan yang tepat dan peranan pemerintahdalam meningkatkan program keaksaraan dewasa. Bab V menilai komitmeninternasional terhadap pendidikan dasar, termasuk keaksaraan, dengan mempertim-bangkan pengharapan sekitar janji di tahun 2005 untuk meningkatkan bantuan sangatbesar untuk 5 tahun ke depan. Edisi ke 4 Laporan Pemantauan Global PUS ini didasarkanatas riset ekstensif, makalah penugasan tersedia di Website (www.efareport.unesco.org)dan konsultasi – secara langsung dengan ahli-ahli keaksaraan di seluruh dunia.

P

Page 14: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

14

etiap tahun, Laporan Pemantauan Global tentangkemajuan jalur menuju 6 tujuan disepakati 164negara di forum Pendidikan Dunia di Dakar tahun2000. Pada tahun itu, laporan tersebut memuatdata dari tahun ajaran 2002/2003 yang mengulas

perubahan sejak tahun 1998 dan memproyeksikan negara apayang mungkin mencapai tujuan PDU, paritas gender dipendidikan dasar dan menengah dan kemajuan sebesar 50 %pada tingkat keaksaraan dewasa dengan tahun target 2015.Meskipun proyeksi ini tidak sepenuhnya merefleksikandampak perubahan politik terkini, proyeksi tersebutmerupakan alat pemantauan yang berguna.

Pada semua negara anggota, kemajuan selama 5 tahunstabil tapi tidaklah cukup jika tujuan PUS akan dicapai atauhasilnya lebih dekat daripada yang ada sekarang. Semua buktimengarah ke kebutuhan berkesinambungan akan kebijakanintensif yang berfokus pada Sub Sahara Afrika, Asia Selatandan Barat dan Negara Arab bersama-sama dengan negaramaju di wilayah lain. Strategi nasional yang berpusat padagender, guru, kesehatan dan kelompok yang paling tidakberuntung/tertinggal sangat penting untuk mempercepatlangkah perubahan.

Indeks Pembangunan PUS :4 tujuan, 123 negara.

Pendidikan untuk Indeks Pembangunan Untuk Semua (IPUS =The Education For All Development Index/IPUS) yang memuatringkasan ukuran situasi negara dibandingkan PUSdiperkenalkan di tahun 2003. Ada 4 tujuan: PDU, keaksaraandewasa, gender dan mutu pendidikan. Data tersebut dibakukansecara tidak lengkap untuk memungkinkan pencantumanPendidikan Usia Dini (tujuan 1) dan keterampilan hidup (tujuan3). Seperti tujuan IPUS memiliki indikator kuasa (proxy), :jumlah rasio Penerimaan Murni untuk PDU, angka keaksaraanrata-rata orang usia 15 ke atas untuk keaksaraan dewasa, PUSIndeks khusus gender untuk gender dan persentase murid yangmencapai kelas 5 (angka kebertahanan) untuk mutu pendidikan.Angka IPUS berkisar antara 0 dan 1 dengan 1 mewakilipencapaian PUS. Indeks untuk tahun 2002 telah dihitung untuk123 negara dengan ketersediaan data dalam 4 komponen.Hasil menunjukkan bahwa :■ 46 negara (lebih dari 1/3 nya tersedia datanya) memiliki

IPUS diatas 0,95 dan yang dapat dipertimbangkan memilikiPUS atau mendekati. Negara tersebut kebanyakan

■ Kemajuan yang stabil tapi tidak mencukupi dari tahun 1998 sampai 2002/2003.■ Kemajuan yang sangat cepat dijumpai di negara yang indikatornya rendah.

■ Akses ke SD masih terhambat.■ SPP di tingkat dasar masih merupakan penghalang utama bagi kemajuan

hampir di 90 negara.■ Pencapaian pembelajaran yang rendah tersebar luas.

■ Jumlah murid sekolah menengah meningkat 4 kali lebih cepatdari jumlah murid SD sejak tahun 1998.

■ Di tahun 2005 tujuan paritas gender terhambat, 886 negaraberesiko tidak mencapai paritas gender bahkan di tahun 2015.

■ HIV/AIDS mengancam keberhasilan PUS di Afrika■ Dibutuhkan banyak guru baru.

■ Campur tangan nutrisi dan kesehatan sekolah berbiaya rendahmeningkatkan pembelajaran dan membutuhkan lebih banyak perhatian.

■ Belanja publik untuk pendidikan meningkat sebagai bagian daripendapatan nasional di 2/3 negara antara tahun 1998 dan 2002.

S

Bagian I. Pendidikan Untuk Semua –Kemajuan dan Harapan

Page 15: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

15

berlokasi di Amerika Utara dan Eropa dimana pendidikandiwajibkan selama beberapa dekade.

■ 49 negara, di semua wilayah, memiliki nilai IPUS antara0,80 – 0,94. Mutu hanyalah sekedar isu khususnya diAmerika Latin dan negara Karibia. Di negara Arab, angkaaksara dewasa yang rendah menjatuhkan IPUS.

■ 28 negara memiliki nilai IPUS dibawah 0,80. Lebih darisetengahnya adalah negara di Sub Sahara Afrika. Di negaraini, semua 4 komponen IPUS berada pada tingkat yangrendah. Negara tersebut mungkin tidak akan mencapaiPUS di tahun 2015 tanpa usaha peningkatan yangdramatis, termasuk dukungan internasional meskipun adaperubahan yang sangat cepat dan mendorong diantarabanyak negara dengan indikator rendah (lihat tabel 1.1).

Perubahan IPUS antara tahun 1998 dan 2002 berjalanmoderat. Rata-rata, negara – negara tersebut menaikkanangka indeksnya 1.2 % dan peringkat negara tersebut stabil.Kemajuan yang signifikan (lebih dari 10 %) terjadi diKamboja, Ethopia dan Mozambik. Negara yang memiliki IPUSrendah mencatat penurunan tajam (5 % sampai 11%)termasuk Chad, Guyana, Trinidad dan Tobago dan PapuaNugini. Pada lebih dari ¾ dari 58 negara yang 4 kuasa IPUSnya tersedia baik tahun 1998 dan 2002, paling tidak 1indikator pindah ke arah lain yang berlawanan.

Caption

Sumber : Lihat Bab 2 dalam Laporan lengkap PUS

Tabel 1.1 Distribusi Negara berdasarkan Nilai IPUS dan Wilayah, 2002

Posisimenengah : Mendekati PUS: PUS tercapai:

Jauh dari PUS: IPUS antara IPUS antara IPUS antaradibawah 0.80 0.80 dan 0.94 0.95 dan 0.97 0.98 dan 1.00

Sub-sahara Afrika 16 7 1

Negara Arab 5 10 1

Asia Tengah 2 1 2

Asia Timur dan Pasifik 3 7 2 1

Asia Selatan dan Barat 3 1

Amerika Latin/Karibia 1 20 4 1

Amerika Utara/Eropa Barat 1 9 8

Eropa Timur dan Tengah 1 12 4

Total 28 49 30 16

Page 16: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

16

Pendidikan Usia Dini = Prioritas KebijakanPublik yang rendah

Pendidikan Usia Dini (PUD = Early Childhood Care andEducation/ECCE), tema spesial bagi laporan tahun 2007,terdiri atas serangkaian program yang bertujuan padapengembangan sosial, emosi, kognitif dan fisik anak-anaksebelum memasuki SD. Pemantauan komponen pengasuhananak PUD itu sulit karena datanya jarang. Angka-angka yangterkini terpusat pada tingkat partisipasi di program pra SD.Banyak negara masih mengganggap PUD sebuah domain bagiinisiatif swasta daripada kebijakan publik. Kemajuan dibatasiantara 1998 dan 2002 dengan pengharapan yang sIPUSkittermasuk India, dimana Rasio Penerimaan Kotornya (RPK=Gross Enrollment Ratio/GER) meningkat dari 19,5 % sampai34 %. Pendidikan pra SD berkembang baik di Amerika Utaradan Eropa, sama seperti di beberapa negara Amerika Latindan Karibia dan Asia Timur dan Pasifik. Kontras tajam yaituSub Sahara Afrika (RPK tengah dibawah 10 %), Negara Arab(hampir 18 %), Asia Tengah (29 %) dan Asia Selatan danBarat (32 %). Disparitas gender di pra dasar kurang bergaungdaripada tingkat pendidikan lainnya dan cenderung berpihakpada perempuan kecuali di negara Arab.

Hambatan terbesar dalam mencapai PUS adalah jumlah negara yangdilanda konflik, bencana alam (seperti Tsunami di Samudera Hindia,Desember 2004) dan ketidakstabilan ekonomi. Pada tahun 2003 , ada36 konflik bersenjata- kebanyakanperang saudara- di 29 negara, hampirsemua yang berpendapatan rendahdan 90 % korbannya adalah wargasipil. Konflik dan akibatnyamenimbulkan kerusakan fisik tetapijuga menyebabkan trauma danketakutan di antara orang tua dananak-anak. Banyak orang yangmenyingkir dari tempat tinggalnya danpengungsi yang melintasi batas jugahasil dari konflik senjata yangpanjang.Kajian terbaru meliputi penampunganpengungsi di 23 negara pelindungmenemukan angka DO yang tinggiselama tahun ajaran berlangsung.

Konflik kekerasan yang kronis di bagian Republik DemokratKongo , Burundi, somalia dan Sudan Selatan mengurangi akses kependidikan . 95 % ruang kelas di Timor Leste rusak akibat

kekerasan yang menyertaikemerdekaan. Di Kolombia, 83 gurudibunuh I tahun 2003. Menjagasekolah agar tetap berjalan lancarselama konflik dan keadaan gentinglainnya memberikan secercahstabilitas , normalitas, dan harapanakan masa depan. Dalam beberapakonteks, masyarakat mengatursekolah yang carut marut setelahdipindah selama konflik. Tugaslembaga dan NGO internasional yangtelah membuahkan keberhasilandalam mendistribusikan bahanpendidikan dan mengembangkanpendidikan guru merupakan hal yangpenting sekali dalam hal ini.

Box 1.1 Korban konflik dan bencana alam

Gambar: Seorang murid di antarareruntuhan sekolahnya di Galle, Srilankaakibat Tsunami, Desember 2004.

Mutu Pendidikan Dasar Universal:Tindakan yang lebih berani dibutuhkanpada akses, biaya dan guru.

Kemajuan menuju PDU melambat sejak Dakar, rasiopenerimaan murni dunia meningkat hanya 1 % angkamenjadi 83,6% di tahun 1998 ke 84,6 % di tahun 2002.Tetapi di Sub Sahara Afrika, Asia Barat dan Selatan danNegara Arab, rasio penerimaan meningkat dengan cepatdan kesenjangan gender perlahan tertutup. Tapi, adabanyak negara masih menggabungkan rasio penerimaanyang rendah dengan kapasitas mengakomodasi semuamurid yang tidak mencukupi, maka diperlukan upayakebijakan berkesinambungan untuk memperluas sistem danmeningkatkan mutunya.

Akses ke SD Tetap Menjadi Isu. Angka penyerapanmengukur akses ke kelas 1 SD. Angka Penyerapan Kotor(APK = Gross Intake Rate/GIR) diatas 100 % adalahaturan daripada suatu pengharapan, artinya banyak anaklebih muda atau lebih tua dari usia masuk resmi untukditerima di SD. APK juga mencerminkan hambatan ataspenerimaan tepat waktunya, seperti biaya tinggi ataukurangnya sekolah, 40 % negara Sub Sahara Afrikamemiliki APK dibawah 95 % yang artinya akses ke SDtidaklah lebih dari sebuah isu, khususnya bagi anakpedesaan yang miskin dan khususnya perempuan. Tandaposistif adalah beberapa dari negara dengan angkapenyerapan terendah mencatat peningkatan sebesar 30 %atau lebih antara 1998 dan 2002 (Guinea, Nigeria,Senegal, republik Tanzania dan Yaman).

Di negara Sub Sahara Afrika, Asia Baratdan Selatan dan Negara Arab, rasiopenerimaan meningkat sangat cepat dankesenjangan gender perlahan tertutup.

Page 17: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

17

Total penerimaan Partisipasi di SD tersendat-sendat.Total 671 juta anak diterima di SD tahun 2002, meningkatdari 655 juta di tahun 1998. Penerimaan meningkat sangatsignifikan khususnya di Sub Sahara Afrika dan Asia Barat danSelatan; masing-masing menerima hampir 20 juta anaktambahan. Tapi kesuburan tinggi memperburuk tantanganmemasukkan anak-anak ke sekolah ; di Sub Sahara Afrika,populasi usia sekolah kemungkinan meningkat menjadi 32juta (32 %) selama 1 dekade ke depan.

Epidemik HIV/AIDS, penyakit lain dan konflik politikmenyebabkan 1/10 anak-anak menjadi yatim piatu di tahun2010, hal tersebut memerlukan campur tangan khusus (Box1.1. dan 1.2). Asia Barat dan Selatan dan Negara Arabmungkin menyaksikan 20 % kenaikan populasi sekolahnyaselama beberapa periode smapai 2015. Sebaliknya,penurunan tajam diperkirakan di Asia Timur dan Pasifik(mencerminkan Angka Kelahiran menurun di Cina), di EropaTengah dan Timur (17 %) dan Asia Tengah (23 %).

Dalam menilai kemajuan, diperintahkan untuk melihat baikRasio Penerimaan Kotor dan Murni – RPK dan RPM – (tabel1.2) yang pertama adalah ukuran kapasitas penerimaan sistemsekolah secara keseluruhan dalam istilah kuantitatif secaramurni. Yang kedua, mengatur keadaan dimana anak dalamkelompok usia resmi untuk tingkat sekolah yangkhusus(misal, Dasar) diterima. RPM tidak mempertimbangkananak yang diterima diluar kelompok usia resmi akibatpenerimaan awal atau terlambat atau mengulang kelas. Adaketidakcocokan antara RPK dan RPM di banyak negaramenunjukkkan bahwa anak yang diterima tidak mengalamikemajuan pada langkah yang teratur (umum) melalui kelas-kelas dan menyiratkan sumber daya tersebut dapat digunakanlebih efisien. Ketidakcocokan ini dijumpai di banyak negaraSub Sahara Afrika seperti India dan Nepal. Beberapa negaradikelompokkan berdasarkan RPK nya dibawah 100 % danRPM nya 50 % ke bawah. (misal, Burkina, Faso, Djibouti,Eritrea, Ethopia, Mali dan Nigeria).

Sekitar 2/3 negara dari data yang ada tercatat adakenaikan RPM antara tahun 1998 dan 2002. Banyak negaradengan RPM di bawah 80 % di tahun 1998 mengalamikemajuan pesat (> 20 %) misal, 7 negara Sub Sahara Afrikaplus Maroko dan Yaman. Dalam beberapa kasus, (termasukGuinea, Lesotho dan Republik Tanzania), pemerintahmenghapuskan SPP. Di negara lain termasuk Nigeria danBenin, mengadopsi ukuran tertarget untuk memungkinkanpartisipasi anak perempuan di wilayah pedesaan.

Pembebasan SPP menjadi penghalang utama kemajuanmenuju PDU. Walaupun ada pengakuan upaya yangmeningkat akibat penghapusan SPP pada tingkat dasar, 89dari 103 negara masih memberlakukan SPP, beberapa sah danbeberapa lagi tidak sah. Bahkan jika SPP dihapuskan, biayatetap tinggi, termasuk untuk pendaftaran, uang seragam,ongkos jalan dan bahan pembelajaran. Membuat sekolah lebihterjangkau dengan memindahkan biaya-biaya tersebut dandengan memberikan ongkos jalan yang murah atau gratis danmakan siang, menjadi suatu insentif bagi orang tua untukmengirim anak mereka – khususnya anak perempuan kesekolah.

Murid Luar sekolah SD terkonsentrasi di 2 wilayah.Meskipun penerimaan meningkat, sekitar 100 juta anak usiaSD tidak terdaftar di SD tahun 2002.1 Dan 55 % di antaranyaanak perempuan, dari 58 % di tahun 1998. Sub Sahara Afrikadan Asia Barat dan Selatan bertanggung jawab atas 70 %

Tabel 1.2 Penerimaan pendidikan dasar berdasarkan wilayah, 1998 dan 2002

1 Jumlah anak pendidikan luar sekolah sulit dihitung secara akurat.Angka 100 juta tmencakup semua anak usia SD yang tidak diterima di SD.,yaitu mereka yang tidak bersekolah dan mereka yang tingkat sekolahnya di luartingkat dasar. Data badan statistik Unesco menunjukkan bahwa 0.8% anak usiaSD diterima di pra pendidikan dasar dan 2.3% di sekolah menengah. Dengantidak mempertimbangkan mereka yang diterima di sekolah menengah akanmengurangi angka gobal menjadi 8.5 juta.

Sumber : Lihat Bab 2 dalam Laporan lengkap PUS

Total Perimaan RPK RPM

1998 2002 Perb 1998 2002 Perb 1998 2002 Perb

(000) (000) (000) % % % angka % % % angka %

Dunia 655.343 671.359 16.015 2 101 104 3,1 83,6 84,6 1,0

Negara maju 569.072 589.291 20.219 4 100 104 3,6 82,0 83,2 1,2Negara berkembang 70.399 67.880 -2.519 -4 102 101 -1,5 96,6 95,6 -0,9Negara transisi 15.872 14.187 -1.685 -11 101 106 5,1 85,4 89,1 3,7

Sub-sahara Afrika 81.319 100.670 19.351 24 80 91 11,2 56,2 63,5 7,3Negara Arab 34.725 37.737 2.411 7 90 94 4,1 78,1 82,6 4,5Asia Tengah 6.891 6.396 -495 -7 99 102 2,7 88,9 89,9 1,0Asia Timur dan Pasifik 217.317 207.054 -10.263 -5 112 111 -0,6 95,7 92,1 -3,7Asia Selatan dan Asia Barat 158.096 175.527 17.431 11 95 102 7,4 78,6 82,5 3,9Amerika Latin/Karibia 78.656 69.498 -9.158 -12 121 119 -2,0 94,4 96,4 2,0Amerika Utara/Eropa Barat 52.856 51.945 -911 -2 103 101 -1,8 96,3 95,3 -1,0Eropa Timur dan Tengah 25.484 23.133 -2.351 -9 97 99 2,1 87,2 89,0 1,7

Page 18: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

18

dari total global. 19 negara masing-masing menjadi rumahbagi lebih dari 1 juta anak luar sekolah SD. 10 diantaranya diSub Sahara Afrika yang negara berpopulasi relatif rendah,seperti Burkina Faso, Mali dan Nigeria menghadapi tantanganyang berat.

Tidak semua anak bersekolah sampai kelas terakhirSD. Beberapa indikator memuat informasi mutu sekolah danpencapaian murid2. Meski kebijakan peningkatan bervariasi,pengulangan kelas adalah satu indikator, sebagai rata-rata,kurang dari 3 % murid mengulang kelas di SD tahun 2002.Akan tetapi, angka diatas 15 % di lebih dari setengah negaraSub Sahara Afrika, seperti di Brazil, Guatemala, Laos,Mauritania, Maroko dan Nepal. Inisiatif untuk mengurangipengulangan sedang dilaksanakan di beberapa negara (sepertiBurkina Faso, Mali dan Nigeria).

Memastikan bahwa anak-anak tetap bersekolah sampaimenamatkan pendidikan SDnya adalah tantangan yangberarti. Di kira-kira 1/3 negara yang ada datanya, kurang dari2/3 murid diterima di SD sampai kelas terakhir. Masalah diSub Sahara Afrika cukup akut, tapi di Bangladesh, Kamboja,India, Nepal dan beberapa negara Amerika Latin dan Karibiajuga genting. Lebih lanjut, di banyak negara, tidak semua anakmenamatkan sekolahnya. Tingkat rendah penamatan SD diberbagai negara dapat mencerminkan kebijakan seleksi yang

Gambar : Seorang petugas lapangan dari Mobilisasi KomunitasTotoal Botswana melakukan kunjungan ke rumah seorang nenek yangmerawat anak yatim piatu akibat HIV/AIDS

kuat yang sedang diaplikasikan karena keterbatasan sediaantempat di pendidikan menengah-bawah. Untuk meningkatkanmutu pendidikan dan memperluas akses ke pendidikanmenengah maka kondisi tersebut harus dicapai sepenuhnya.

Kebutuhan akan guru terlatih yang banyak dan lebihbaik. Kekurangan guru dan masalah pelatihan adalah prioritasutama negara yang masih perlu meningkatkan cakupan sistemSDnya. Meskipun jumlah murid per guru menurun antaratahun 1998 dan 2002 di lebih 2/3 dari 143 negara dengandata, ada beberapa pengecualian. Di Sub Sahara Afrika,Perbandingan Murid dengan Guru (PMG= Pupil TeachersRatios/PTR) melebihi 40:1 dan sebanyak 70:1 di beberapanegara (misal, Chad, Congo dan Mozambik). PMG jugameningkat di beberapa negara yang menghapus ataumengurangi SPP (misalnya, Republik Tanzania).

Proyeksi kebutuhan jumlah guru dibuat untukmeningkatkan RPK sampai dengan 100 % pada tahun 2015dengan target PTR 40:1 untuk menjamin mutu. Di beberapanegara Afrika Barat (seperti Burkina Faso, Mali dan Nigeria)jumlah guru akan bertambah dramatis, sebesar 20 %pertahun. Kenaikan dalam jumlah mutlak akan membesar ;20.000 guru tambahan di Kamerun dan 167.000 diBangladesh. Angka tersebut memiliki konsekuensi yang jelasterhadap anggaran gaji dan pelatihan. Data baru memastikanbahwa sebagian besar guru SD kurang memiliki kualifikasiyang memadai, hanya 1/4 dari sekitar 100 negara dengan2 Untuk diskusi ekstensif mengenai mutu pendidikan, lihat Laporan 2005.

Pandemik HIV/AIDS membuat banyak anak menjadi yatimpiatu (kehilangan salah satu atau ke dua orangtuanya).Negara yang terkena khususnya Afrika Selatan dan Timur,dimana 31% sampai 77% anak yatim piatu yang orangtuanya meninggal akibat HIV/AIDS dibandingkan 4%sampai 39% negara Afrika Selatan. Kalau sekolah tidakmenawarkan dukungan khusus pada anak anak tersebut,mereka beresiko tidak menuntaskan pendidikannya,khususnya di Afrika. Dalam skenario kasus yang terbaik,Zambia, Republik Tanzania dan Kenya akan kehilangan 600guru akibat HIV/AIDS di tahun 2005. Di Mozambik,ketiadaan guru yang terkait HIV/AIDS mungkin bernilaiUS$ 3.3 juta di tahun 2005 ditambah US$ 0.3 juta untukpelatihan guru tambahan. Pendidikan memiliki dampakpandemik yang didokumentasikan

Kajian pada 32 negara menemukan bahwa perempuanmelek huruf 4 kali lebih tahu cara menghindari HIV/AIDSdaripada seorang buta huruf. Di Zambia , angka infeksiHIV hampir turun setengahnya di antara perempuan yangberpendidikan tetapi penurunannya kecil pada perempuanyang tidak bersekolah formal. Sekolah dapat berperan aktifdalam menanggulangi sebaran penyakit denganmenyedialkan informasi dan konseling yang terpercaya danmenetapkan suatu ukuran untuk memperpanjangpendidikan anak perempuan.

Box 1.2 HIV/AIDS: Korban pada sistem pendidikan

Page 19: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

19

ketersediaan data di tahun 2002 memiliki semua atau hampirsemua guru SD yang menempuh pelatihan pedagogis. Padabeberapa kasus, (seperti di Nigeria), proporsi guru bermutumenurun sebagai akibat dari memperkerjakan guru sukarelauntuk menanggulangi kebutuhan guru SD yang meningkat.Beberapa negara menurunkan jumlah tahun sekolah yangharus ditempuh untuk menjadi guru dan memperkenalkanprogram pelatihan pra - pelayanan yang dipercepat ; diMozambik, pengukuran tertentu menaikkan proporsi guruterlatih dari 33 % menjadi 60 %. Rwanda meningkatkanproporsi guru terlatih dari 49 % menjadi 80 % tanpamenurunkan standar masuk. Di wilayah yang ditandai denganpenerimaan rendah (Amerika Selatan dan Barat dan SubSahara Afrika), jumlah guru lelaki terus melebihi guruperempuan pada tingkat dasar dan menengah. Di wilayah ini,upaya untuk menarik perempuan ke profesi dapatmempengaruhi keberhasilan pembelajaran perempuan3.

Pendidikan Menengah dan Tersier:Peningkatan Penerimaan yang cepat

Jumlah murid sekolah menengah secara global meningkat dari430 juta di tahun 1998, kira-kira 500 juta di tahun 2002,empat kali lebih banyak dari jumlah murid SD. RPK sekolahmenengah secra global melompat dari 60 % ke 65 %. NegaraOECD telah hampir mencapai pendidikan menengah secarauniversal. RPK sekolah menengah tinggi juga ditemukan diEropa Tengah dan Timur, Asia Tengah dan Amerika Latindan Karibia. Tingkat partisipasi rendah dijumpai di negaraArab (dimana rata-rata 65 % per wilayah). Asia Timur danPasifik (71 %), Asia Barat dan Selatan (50 %) dan Sub SaharaAfrika (28 %). Tetapi, rasio untuk sekolah menengah di SubSahara Afrika meningkat 15 % lebih di setengah negara danangka itu dua kali lebih cepat di Uganda.

Jumlah murid di sekolah tersier terus meningkat dengancepat dari yang diperkirakan, 90 juta di tahun 1998 menjadi121 juta di tahun 2002. Angka pertumbuhan di negara sedangberkembang, rata-rata dua kali lebih banyak dari negaraberkembang yang diteliti.

Pencapaian Belajar hanyalah Kepedulian Yang tidak efektif.Data yang baru diterbitkan mengenai hasil pembelajaranmemberitahukan bahwa tingkat pencapaian/keberhasilan dinegara Sub Sahara Afrika menurun baru-baru ini. Trends inMathemetic and Study Science ( Kajian Ilmu Pengetahuan danMatematika Internasional) pada tahun 2003 menemukan bahwabanyak murid yang disurvei di Bostwana, Chile, Ghana, Maroko,Filipina, Arab Saudi dan Afrika Selatan tidak mencapai nilaibatasan terendah dalam pelajaran Matematika.

Hasil program untuk untuk penilaian murid internasional(PISA = Program For International Student Assessment)mengungkapkan bahwa lebih dari 40 % dari anak usia 15tahun di negara berpendapatan menengah (seperti Brazil,Indonesia, Meksiko dan Tunisia) memiliki nilai tingkat 1 kebawah pada pelajaran Matematika, IPA dan membaca. Pada 8

dari 26 negara dan wilayah berpendapatan tinggi dalampenelitian, 20 % atau lebih murid usia 15 tahun berada padatingkat 1 atau di bawah pada pelajaran membaca. DalamMatematika, kategori peraih rendah sebesar 1/4 sampaidengan 1/3 lebih di Yunani, Italia, Portugal dan AmerikaSerikat. Penelitian juga menunjukkan anak perempuan lebihbaik daripada anak laki-laki di negara dimana mereka punyaakses setara dengan sistem sekolah, berapapun tingkatpendapatan negara tersebut.

Campur tangan nutrisi dan kesehatan sekolahmeningkatkan pembelajaran. Laporan tahun 2005menganalisis faktor kunci yang berdampak positif padapencapaian murid, dari guru yang bermutu , kurikulum yangrelevan, dan bahan pembelajaran yang tepat sampai tupembelajaran yang cukup dan strategi pedagogis yang dapatmendorong interaksi. Lingkungan pembelajaran yang aman danmenyenangkan sama kritisnya. Ada bukti kuat bahwa nutrisidan kesehatan yang baik adalah syarat pembelajaran yangefektif. Kekurangan zat besi disebabkan oleh malaria, dancacing tambang menimpa 50 % anak di negara berkembang daninfeksi helminth menimpa sekitar 25 % sampai 35 % darisemua anak. Campur tangan biaya rendah membuat kemajuanutama pada kerugian bagi manusia dan pendidikan tersebut ,meningkatkan IQ sebesar 4 angka menjadi 6 angka dankehadiran sebesar 10 %, sama seperti pencapaian sekolahsecara keseluruhan. Pemberian obat cacing dan vitaminpelengkap seperti vitamin A, iodin dan besi dapat mengurangiangka DO dan akibatnya ada tambahan 2,5 tahun murid belajardi SD dan berdampak besar pada pembelajaran.

Kesenjangan Gender yang perlahan-lahanMenutup

Baik agenda PUS dan Tujuan Pembangunan Milenium/MDGbertanggung jawab atas pencapaian paritas penerimaan anaklaki-laki dan perempuan pada tingkat dasar dan menenngah ditahun 2005 dan kesetaraan gender pada semua tingkatanpendidikan di tahun 2015. Total ada 104 dari 180 negarayang datanya ada di tahun 2002 mencapai paritas genderdalam penerimaan tingkat dasar. Disparitas gender terbesaryang mempersulit anak perempuan terkonsentrasi di negaaaArab, Asia Selatan dan Barat dan Sub Sahara Afrika.Kemajuan yang sangat cepat dicapai di beberapa negaramiskin dengan rasio penerimaan yang rendah, yaituAfganistan, Benin, Chad, Ethopia, Gambia, Guinea, India,Maroko, Nepal, Yaman. Meskipun demikian, bahkan sebelumdata tahun 2005 tersedia, jelaslah bahwa tujuan 2005 telahterhambat di lebih dari 70 negara.

Pada tingkat dasar, disparitas gender berasal dari akses kesekolah yang tidak setara. Paritas pada tingkat ini belumdicapai di 40 % dari 159 negara dengan data yang tersedia.

Adanya campur tangan kesehatan sekolahberbiaya rendah yang dapat mengurangi angkaDO dan meningkatkan Pencapaian Sekolah

3 Untuk diskusi mendalam tentang isu pendidikan dan gender, lihat Laporan 2003/2004

Page 20: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

20

Pada kebanyakan kasus, anak perempuanlah yang mengalamidiskriminasi. Tapi perubahan penting yang terjadi pada negaraSub Sahara Afrika yang mencatat kemajuan pesat antaratahun 1998 dan 2002. Asia Barat dan Selatan menampilkangambaran yang bermacam-macam : Pakistan adalah salah satunegara yang memiliki kesenjangan akses ke sekolah yangpaling besar, dengan indeks paritas gender4 sebesar 0,73.Sementara di India dan Nepal, anak laki-laki dan perempuansama banyaknya mendaftar di kelas 1.

Pada tingkat menengah, hanya 57 dari 172 negara mencapaiparitas gender di tahun 2002. Disparitas pada tingkat inidapat menguntungkan anak perempuan atau anak laki-laki. Di56 dari 115 negara ; anak perempuan lebih banyak diterimadaripada anak laki-laki. Ketika akses tidak dibatasi olehkendala sumber daya, lebih banyak anak perempuan ikutserta, khususnya di tingkat menengah atas dan mereka bisamelakukannya dengan baik. Disparitas yang menguntungkananak laki-laki itu luas dan ditemukan hampir di negaraberpenghasilan rendah sedangkan yang menguntungkanperempuan sempit dan diamati di negara-negara yang tingkatGNP per kapitanya berbeda, dari Lesotho sampai Denmark.Diantara 79 negara yang tidak mungkin mencapai paritasgender di pendidikan menengah di tahun 2015, 42 negaramemiliki rasio penerimaan laki-laki yang rendah daripadaperempuan. Hal ini membutuhkan perhatian kebijakan danmenjelaskan mengapa beberapa negara maju (termasukDenmark, Finlandia, Selandia Baru dan Inggris) beresiko tidakmencapai paritas gender pada tingkat menengah di tahun2015. Masalah rasio laki-laki lebih rendah daripadaperempuan juga merupakan hal yang biasa terjadi di negaraberkembang dengan pendapatan menengah, khususnya diAmerika Latin dan Karibia.

Paritas gender merupakan pengecualian pada pendidikantersier, ditemukan di 4 dari 142 negara dengan data tersediauntuk tahun 2002. Perluasan pada tingkat ini sejak tahun1998 menguntungkan perempuan dan disparitas yangmenguntungkan perempuan lebih sering muncul daripada dipendidikan menengah. Disparitas gender yangmenguntungkan laki-laki dijumpai di banyak negara SubSahara Afrika dan Asia Selatan dan Barat, di beberapa negaraArab dan sedikit negara Asia Tengah.

Strategi terpadu berpusat segera pada tindakan dalamsekolah dalam komunitas dan pada tingkat masyarakat yanglebih luas memiliki dampak di negara dimana anak perempuanpunya akses terbatas ke sekolah atau DO lebih awal. Laporan

tahun 2003/2004 memuat kasus paritas gender secara terincidan cara-cara untuk meningkatkannya yang telah terbukti dandidokumentasikan.

Guru perempuan, bebas SPP, sekolah dekat rumah dengansanitasi dasar dan toilet terpisah, perlindungan ataskekerasan seksual dan dukungan masyarakat bagi pendidikananak perempuan adalah unsur penting, strategi menujukesetaraan gender. Pastikan bahwa guru, kurikulum danbahan pembelajaran tidak memperkuat stereotip, akan tetapimenciptakan panutan positif bagi anak perempuan yang dapatmempengaruhi pencapaian lebih mendalam. Beasiswabertarget bagi pendidikan menengah mendorong anakperempuan untuk melanjutkan sekolahnya. Strategi Nigeriauntuk menghapus bias gender di sekolah memadukan 8(delapan) dimensi bervariasi sebagai tindakan lokal untukmeningkatkan penerimaan anak perempuan di pedesaansampai pelatihan berbasis gender bagi para guru danpenghargaan bagi anak perempuan yang mencapai nilaiterbaik pada mata pelajaran IPA.

Secara lebih luas, kebijakan politik harus menyukseskaninisiatif yang berpusat pada rasio penerimaan itu sendiri, danjuga meningkatkan kesempatan setara di masyarakat danpasaran kerja. Tujuan ini mengetahui bahwa kesetaraangender – tidak hanya konsep angka paritas – adalah tujuanyang harus diusahakan di banyak negara.

Prospek untuk Mencapai PDU dan Paritas GenderKemajuan menuju PDU ditentukan oleh total RPM tingkatdasar dari 163 negara yamg datanya tersedia di tahun 2002,47 diantaranya mencapai PDU. Proyeksi tersebut dapatbejalan pada 90 dari sisa 116 negara , berdasarkan tren yangdiamati antara tahun 1990 dan 20005. Proyeksi tersebutmenunjukkan :■ Hanya 20 negara tambahan yang mungkin mencapai PDU

di tahun 2015 di luar 47 negara yang telah mencapainyadi tahun 2002.

■ 44 negara, banyak yang mulai dari tingkat penerimaan yangrendah – mungkin tidak mencapai PDU. Misalnya, RPMBurkina Faso meningkat pesat dari 26 % menjadi 36 %antara tahun 1990 dan 2002, meskipun sangat rendah, RPMBangladesh meningkat dari 78 % di tahun 1990 menjadi 88% di tahun 1998 tapi kemudian diam di tempat.

■ 20 negara beresiko tidak mencapai tujuan karena turunnyaRPM. Banyak negara transisi Eropa Tengah dan Timur danAsia Tengah yang sistem sekolahnya harus pulih daripecahan negara Uni Soviet.

■ 3 negara beresiko tidak mencapai PDU tahun 2015 :Ajerbaijan, Papua Nugini dan Arab Saudi memiliki RPMdibawah 80 % dan mengalami penurunan.

Prospek negara untuk mencapai paritas gender dinilaiberdasarkan dari tren tahun 1990 sampai 2002 dalam RPKberdasarkan jenis kelamin pada pendidikan dasar danmenengah. Proyeksi ini dibuat baik untuk tahun 2005 dan2015 untuk 149 negara. (tabel 1.4)

Pada tingkat dasar, disparitas genderberasal dari akses ke sekolah yangtidak setara pada kebanyakan kasus,anak perempuanlah yang mengalamidiskriminasi

4 Perbandingan nilai indikator perempuan-lelaki yang diberikan. GPI antara 0.97 dan1.03 menunjukkan paritas antara dua jenis kelamin.

5 Negara yang telah mencapai PDU tidak tercantum di analisis prospektif ini

Page 21: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

21

Tabel 1.3. Prospek untuk mencapai PDU di tahun 2015Ja

rak

dari

RPM

100

% d

i tah

un 2

002

Jauh dari tujuan Menuju tujuan

Perubahan lebih dari periode tahun 1992 sampai 2002

Posisi dekatatau menengah

Posisi menengahatau jauh

Kuadran IBeresiko tidak mencapai tujuan

20 negara

Albania, bahrain, British Virgin Islands, CzechRepublic, Equatorial Guinea, Georgia, Kuwait,

Kyrgyzstan, Maldives, Malaysia, Netherlands Antilles,Palestinian A.T, Paraguay, Romania, Slovenia, South

Africa, TFYR Macedonia, Uruguay, Vietnam

Kuadran IIBerkesempatan tinggi meraih tujuan

20 negara

Algeria, Belarus, Bolivia, Bulgaria, Cambodia,Colombia, Cuba, Guatemala, Indonesia, Ireland,

Jamaica, Jordan, Lesotho, Lithuania, Malta, Mauritius,Marocco, Nicaragua, Vanuatu, Venezuela

Kuadran IVBeresiko serius tidak mencapai tujuan

3 negara

Azerbaijan, Papua New Guinea, Saudi Arabia

Kuadran IIIBerkesempatan kecil mencapai tujuan

44 negaraBangladesh, Benin, Botswana, Burkina Faso, Burundi, Chad, Chile,

Costa Rica, Cote d’Ivoire, Croatia, Djibouti, Egypt, El Savador,Eritrea, Ethiopia, Gambia, Ghana, Guinea, Iran (Ist. Rep.), Kenya, LaoPDR, Latvia, Lebanon, Macao (China), Madagascar, Mali, Mauritania,Mongolia, Mozambique, Myanmar, Namibia, Niger, Oman, Republicof Moldova, Saint Vincent and the Greanadies, Senegal, Swaziland,

Thailand, Trinidad and Tobago, United Arab Emirates,U.R. of Tanzania, Yemen, Zambia, Zimbabwe

Tabel 1.4. Prospek negara akan pencapaian paritas gender pada pendidikan dasar dan menengah di tahun 2005 dan 2015

Keterangan: Negara yang ditulis dengan tinta biru disparitas penerimaan yang merugikan anak lelaki yang diamati di pendidikan menengah

Paritas gender pada pendidikan menengah

Tercapai di tahun 2002Mungkin

tercapai ditahun 2005

Mungkintercapai ditahun 2015

Beresiko tidak mencapai tujuan di tahun 2015

Jumlahnegara

Tercapai ditahun 2002

Mungkin tercapaidi tahun 2005

Mungkin tercapaidi tahun 2015

Beresiko tidakmencapai tujuandi tahun 2015

Par

itas

gen

der

pada

pen

didi

kan

dasa

r

Jumlah Negara 54 6 10 79 149

3 4 24 31

1 1 7 9

1 1 2 5 9

49 4 4 43 100

Albania,Anguilla, Armenia, Australia,Azerbaijan, Bahamas, Barbados, Belarus,Bulgaria, Canada, Chile, China, Croatia,Cyprus, Czech Republik, Ecuador,France, Georgia, Germany, Greece,Hungary, Indonesia, Israel, Italy, Jamaica,Japan, Jordan, Kazakhstan, Kyrgyztan,Latvia, Lithuania, Malta, Mauritius,Netherlands, Norway, Oman, Republickof Korea, Republic of Moldova,Romania, Russian Federation, Serbia andMontenegro, Sychelles, Slovakia,Slovenia, TFYR Macedonia, Ukraine,United Arab Emirates, United States,Uzbekistan

Asutria,Bolivia,Guyana,Kenya

Switzerland,Argentina,Balize,Botswana

Gambia, Mauritania, Myanmar, Peru,Poland, Rwanda, Uganda, Zimbabwe,Bahrein, Bangladesh, Belgium, BruneiDarussalam, Colombia, Costa RIca,Denmark, Dominican Republic, Finland,Iceland, Ireland, Kuwait, Lesotho,Luxembourg, Malaysia, Maldives, Mexico,Mongolia, Namibia, Netherlands Antilles,New Zealand, Nicaragua, PalestinianAutonomous Territories, Philippines,Qatar, Saint Lucia, Saint Vincent and theGrenadines, Samoa, Spain, Suriname,TOnga, Trinidad and Tobago, UnitedKingdom, Vanuatu, Venezuela

Estonia

Cuba

El Savador, Swaziland, Paraguay

Islamic Re-public of Iran

Ghana,Saudi Arabia

Egypt

India, Syrian Arab Republic, Lebanon,Panama, Tunisia

Nepal, Senegal, Tajikistan, Togo, Zambia,Brazil, Portugal

Cameroon,Macao(China),SouthAfrica,Vietnam

Benin, Burkina Faso, Burundi, Cambodia,Chad, Comoros, Cote d’Ivoire, Djibouti,Eritrea, Ethiopia, Guatemala, Lao PDR,Malawi, Mali, Marocco, Mozambique,Niger, Papua New Guinea, Sudan,Turkey, Yemen, Algeria, Aruba, BristishVirgin Islands

Page 22: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

22

Tiga kategori besar yang muncul :■ 49 negara mencapai paritas gender baik dalam penerimaan

dasar maupun menengah. Semua wilayah PUSdirepresentasikan dan banyak negara Asia seperti Cinadan Indonesia termasuk kategori ini. 6 negara lainnyamungkin mencapai kedua tujuan di tahun 2005 dan 8lainnya di tahun 2015.

■ 43 negara mencapai paritas gender di pendidikan dasar(dan 12 lagi mungkin mencapainya di tahun 2005 atau2015) tapi mungkin tidak akan mencapainya di pendidikanmenengah sesuai waktu yang ditentukan. Di banyak negaraini, disparitas gender menguntungkan perempuan. Akantetapi, ada negara seperti Indonesia, dimana penerimaanperempuan meningkat pesat pada tingkat dasar, tapi angkatransisi perempuannya ke sekolah menengah rendah.

■ 24 negara tidak mungkin mencapai paritas pada keduatingkat di tahun 2015. Pada negara tersebut, disparitasmenguntungkan anak lelaki dan sistem sekolah tertinggalpada tingkat pendidikan dasar dan menengah6.

Maka, dari 100 negara yang belum mencapai paritas genderbaik paik pada pendidikan dasar atau menengah atau padakedua tingkat di tahun 2002, hanya 6 yang mungkin mencapaikeduanya di tahun 2005, 8 negara lagi di tahun 2015,sementara itu 86 negara beresiko tidak mencapai paritasgender di tahun 2015, 10 tahun setelah target 2005 (7 negara

pada pendidikan dasar, 55 negara pada pendidikan menengahdan 24 negara pada keduanya).

Perencanaan dan Pembiayaan Nasionaluntuk meraih PUS

Percepatan langkah perubahan untuk memenuhi tujuan PUSdalam waktu 10 tahun membutuhkan perhatian penting danberkesinambungan akan perencanaan dan strategi yangmembicarakan akses mutu dan alokasi sumber daya domestikyang memadai. Keadaan negara yang mengatasi tujuan PUStercermin dalam Pembiayaan Publik dan Perencanaan. Kajianrancangan pendidikan nasional terkini dari 32 negaramenunjukkan bahwa negara di Asia Selatan dan Sub SaharaAfrika menempati prioritas pencapaian UPE. Dimana angkapenerimaan relatif tinggi, untuk menjangkau kelompok targetyang sangat tidak beruntung, maka penekanan yang kuatharus diberikan. Ke 32 negara tesebut memiliki strategiuntuk meningkatkan mutu (contohnya pelatihan guru yanglebih baik). Tapi hanya 18 yang menggalakkan akses bagiperempuan dan anak perempuan secara terinci.Ada 25negara yang menaruh perhatian pada keaksaraan. Hanya 7negara yang memiliki rencana yang mengikutsrtakan 6 tujuanPUS, 8 negara lainnya memberikan perhatian eksplisit palingtidak pada 5 dari 6 tujuan tersebut.

Kajian juga menunjukkan bahwa tingkat pembiayaan secarakeseluruhan mungkin tidak sesuai dengan tujuan pendidikan

6 Ada 7 negara yang mencapai paritas gender pada tingkat menengah atau mungkinmencapainya di tahun 2015 tanpa kemungkinan mencapainya pada tingkat dasar.

Page 23: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

23

Mon

golia

Azer

baija

nRe

gion

al M

edia

nTa

jikis

tan

Geor

gia

Gambar 1.1 Belanja publik terkini pada pendidikan sebagai persentase GNP, 2002

Publ

ic...

............................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................................................................................................................................14

12

10

8

6

4

2

0

AsiaTengah

Amerika Utaradan Eropa Barat

Eropa Tengahdan Eropa Timur...

Amerika Latindan Karibia

Asia Selatandan Asia Barat

Asia Timurdan Pasifik

ArabSaudi

Sub-SaharaAfrika

Leso

tho

Cape

Ver

deNa

mib

iaRe

gion

al M

edia

nEq

uat.

Guin

eaZa

mbi

aGu

inea

Yem

enTu

nisi

aM

aroc

coOm

anLe

rban

on

Vanu

atu

Pala

uM

arsh

all I

sRe

gion

al M

edia

nCa

mbo

dia

Indo

nesi

aM

yanm

ar

St. V

ince

nt/ G

rena

d.Gu

yana

Cuba

Regi

onal

Med

ian

Urug

uay

Dom

inic

an R

ep.

Ecua

dor

Denm

ark

Icel

and

Isra

elRe

gion

al M

edia

nGe

rman

yM

alta

Spai

n

Bela

rus

Esto

nia

Lith

uani

aRe

gion

al M

edia

nRo

man

iaTF

YR M

aced

onia

Serb

ia/ M

onte

negr

o

Bhut

anIr

an. I

sl. R

ep.

Regi

onal

Med

ianBa

ngla

desh

Paki

stan

nasional yang ambisius dari negara tersebut. Bagi 30 negarayang datanya tersedia, 10 negara membelanjakan di bawah 3% GDP nya untuk pendidikan, 14 negara antara 3 % dan 5 %dan 6 negara antara 5 % dan 9 %. Perbandingan makalah tiapnegara dipersiapkan untuk sesi 2001 dan 2004 padaKonferensi Pendidikan Internasional memperhatikan hampirsemua negara menaruh perhatian konsisten pada PDU danmutu pendidikan dan perhatian akan gender dan isupencantuman dan HIV/AIDS.

Meskipun tingkat pembiayaan yang tepat tesebuttergantung pada banyak faktor, ada tingkat minimum bawahdimana belanja pemerintah tidak boleh menurunkan tanpaadanya konsekuensi serius akan mutu. Pendidikan publikmenghabiskan relatif pendapatan nasional menunjukkanbahwa median (ukuran letak tengah) wilayah tertinggi ada diAmerika Utara dan Eropa Barat dan Asia Timur dan Pasifik.Di 9 negara termasuk Indonesia dan Pakistan, kurang dari 2% GNP nya. Angka tersebut melampaui 6 % di sekitar ¼negara yang datanya tersedia. Pembelanjaan publik padapendidikan sebagai bagian pendapatan nasional meningkatnatara tahun 1998 dan 2002 di sekitar 2/3 negara dengandata, pada beberapa kasus berlipat ganda (contohnyaKamerun, Malaysia dan Madagaskar). Bahkan anggarannasional untuk pendidikan, yang merupakan indikasiperingkatnya di antara kategori belanja lainnya, berkisarantara 10 % dan 30 %. Lebih dari setengah negara Sub SaharaAfrika dengan data yang ada menghabiskan lebih dari 15 %anggaran pemerintah untuk pendidikan. Negara dengananggaran ¼ total belanja pemerintah atau lebih adalahBostwana, Guinea, Meksiko, Maroko, Thailand dan Yaman(gambar 1.1).

Tingkat belanja nasional yang lebih tinggi tidak menjaminpenerapan dan mutu yang bagus. Efisiensi dalam hubungandengan bagaimana sumber daya yang dimanfaatkan dalam

sistem pendidikan memerlukan perhatian lebih besar.Sumber daya kementrian pendidikan pusat tidak selalumenjangkau sekolah : kajian menunjukkan hanya 16 % darisumber daya tidak digaji tiba di sekolah yang ditunjuk diSenegal dan hanya 40 % di Zambia. Menggandengstakeholder pendidikan terpercaya kinerjanya dapatmembantu mengurangi kebocoran. Contohnya Uganda,meluncurkan survei penelusuran belanja publik di tahun1996, dan mempublikasikannya secara luas jumlah danayang dikirim ke sekolah tiap bulan. Evaluasi kampanyemenunjukkan kemajuan antara tahun 1995 – 2001 dalamjumlah perkapita uang yang sampai ke sekolah. Pemerataanadalah dimensi lain untuk dipertimbangkan pada setiapanalisis belanja publik , sering kali, belanja publik tidakdidistribusikan merata antara kelompok pendapatan atausecara geografis. Di Mozambik, sebagai contoh, ibu kotaadalah rumah bagi 6 % populasi tapi menerima hampir 1/3dari belanja pendidikan publik. Strategi yangmengikutsertakan anak-anak dan dewasa dalam keadaanapapun, sangatlah penting dalam mencapai kemajuanmenuju PUS.

Pendidikan publikmenghabiskan relatifpendapatan nasional antara1998 dan 2002

Sumber : Lihat Bab 3 dalam Laporan lengkap PUS

Page 24: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

24

ujuan ke-4 kerangka kerja Dakar untuk Aksimenyebutkan negara-negara berupaya mencapailevel 50% peningkatan melek aksara untuk orangdewasa tahun 2015, khususnya bagi perempuan danmemberikan akses yang adil pada pendidikan dasar

dan pendidikan berkelanjutan untuk seluruh orang dewasa.Meskipun 3 tujuan tidak secara eksplisit menyebutkankeaksaraan, janji untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanpembelajaran seluruh pemuda dan orang dewasa melalui aksesyang adil bagi program kecakapan hidup dan pembelajaran yangsesuai juga menyatakan secara tidak langsung tentang kebutuhandasar keaksaraan. Secara garis besar, ada suatu pemahamantentang bagaimana keaksaraan tersebut telah berkembang, danmemantapkan bahwa keaksaraan adalah sebuah hak dan kuncimenuju hak yang lain, serta memberikan suatu bukti tentangmulti personal, manfaat sosial dan ekonomi. Keaksaraan itusendiri, tidak menjamin satu pun hak lain, maupun manfaatlainnya. Itu semua tergantung pada pelaksanaan peraturan-peraturan terkait di negara-negara tertentu.

Perkembangan Definisi MerefleksikanMelebarnya Dimensi Keaksaraan

Keaksaraan telah diinterpretasikan dan didefinisikan dalambanyak jalan. Hal ini telah berkembang sekian lama, dipengaruhioleh penelitian akademik, agenda kebijakan internasional dan

prioritas nasional. Sebuah hubungan fundamental melaluipemahaman: keaksaraan melambangkan kecakapan membacadan menulis. Dalam matematika secara umum dipahami sebagaisebuah pelengkap untuk atau komponen keaksaraan.Pengakuan mengenai keterbatasan keterampilan secaraeksklusif berbasis pada tinjauan keaksaraan, para peneliti padapertengahan abad 20 memfokuskan pada penggunaan danaplikasi keterampilan. Tahun 1960 dan 1970, pengertian/gagasan “Keaksaraan Fungsional” lebih dipengaruhi penekannyaterkait dengan keaksaraan, produktivitas, dan seluruhpengembangan sosial ekonomi.

Persfektif tentang keaksaraan baru-baru ini jugamenunjukkan bagaimana keaksaraan tersebut digunakan danditerapkan dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda.Banyak pendidik memandang keaksaraan sebagai sebuahproses aktif pembelajaran yang melibatkan kepedulian sosialdan refleksi kritis, yang dapat memberdayakan individu-individu dan kelompok untuk meningkatkan suatu perubahansosial. Pekerjaan pendidik Paulo Freire dari Brasil yangmengintegrasikan gagasan pembelajaran aktif terutama dalamsetting sosial budaya. Sebagaimana yang ia tulis: “Setiap katadalam bacaan didahului oleh bacaan dunia”.

Keaksaraan telah diperluas menjadi sebuah metamorfosa bagibanyak jenis keterampilan. Beberapa cendikiawan menyarankankonsep multi keaksaraan yang terkait dengan teknologi,kesehatan, informasi, media, visual, ilmu pengetahuan dankonteks-konteks lain, adalah lebih sesuai untuk kehidupan di

Bagian II.Mengapa Persoalan Keaksaraan

■ Keaksaraan adalah sebuah hak dan kunci ke hak lain.

■ Terdapat banyak pemahaman dan definisi-definisi mengenai keaksaraan, yangdinyatakan dalam kecakapan (misal membaca, menulis dan berhitung), terapan(pemanfaatan keaksaraan) dan transformasi (perseorangan, sosial dan politis).

■ Keaksaraan dipandang sebagai suatu kesinambungankecakapan dan melebihi sebuah dikotomi sederhana antaramelek aksara dan buta aksara.

■ Keaksaraan tidak hanya tentang individu-individu, tetapijuga tentang masyarakat dan umat manusia.

■ Persoalan keaksaraan secara luas merupakan maksuddan tujuan pengembangan individual.

■ Kerangka hukum harus mengakui hak untuk melek aksara.

■ Investasi program keaksaraan untuk orang dewasa maupundalam persekolahan bermakna bagi perekonomian.

T

Page 25: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

25

abad 21. Penekanan tidak hanya pada membaca dan menulis,tetapi juga keterampilan dan praktek yang relevan dengandinamika perubahan kehidupan masyarakat.

Sejak tahun 1950, organisasi internasional-terutama UNESCO-telah memainkan peranan yang mempengaruhi pengembangankebijakan keaksaraan, dengan munculnya pemahaman yangkonseptual. Setelah PD II, UNESCO telah mendukung perluasankeaksaraan orang dewasa sebagai bagian dari usaha bersama untukmemajukan pendidikan dasar. Survei global pertama tentangkeaksaraan orang dewasa, meliputi lebih dari 60 negara, dan telahdipublikasikan tahun 1957, pada saat pengambil kebijakan telahmempertimbangkan bagaimana pendidikan dan keaksaraan dapatlebih baik memberikan kemungkinan individu-individu untukberpartisipasi dan memanfaatkan sebuah modernisasi ekonomi.Publikasi ini dan lainnya memberikan kontribusi pada standardefinisi keaksaraan, di mana hal ini telah diadopsi oleh konferensiUNESCO tahun 1958.

Selama tahun 1960 dan 1970, kebijakan masyarakatinternasional menekankan pada peran keaksaraan dalampertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, khususnyadi negara-negara mandiri. Refleksi munculnya pemahaman ini,

pada konferensi UNESCO tahun 1978 yang mengadopsisebuah definisi Keaksaraan Fungsional yang masih digunakansampai saat ini: “Seseorang yang keaksaraannya fungsionaladalah yang dapat menggunakan keaksaraan dalam seluruhaktivitasnya berfungsi yang secara efektif bagi kelompoknyadan masyarakat, juga memberikan kemungkinan baginyauntuk menggunakannya dalam membaca, menulis danberhitung bagi perkembangan dirinya sendiri maupunmasyarakat. Sementara itu teori Freire tentang“conscientization” dimana keaksaraan sebagai penjelmaankepedulian sosial dan refleksi kritis, dan sebagai sebuahfaktor integral dalam perubahan sosial, memperolehpopularitas di negara-negara sedang berkembang dandipengaruhi oleh pernyatan-pernyataan politis.

Setelah tahun 1980 dan 1990, definisi keaksaraandiperluas untuk mengakomodasi tantangan globalisasi,termasuk dampak teknologi baru dan media informasi sertapengetahuan ekonomi. Di negara-negara dengan angkakeaksaraan yang tinggi, penilaian tentang rentangketerampilan keaksaraan orang dewasa dalam keterlibatanpasar kerja dan umat manusia berbasis pengetahuan.Perhatian lebih besar adalah juga diberikan kepada bahasaatau bahasa dimana keaksaraan dipelajari dan dipraktekkan.

Refleksi dari perhatian ini, Deklarasi Dunia tentangPendidikan Untuk Semua, yang diadopsi di Jomtien, Thailand,tahun 1990 menempatkan keaksaraan dalam konteks lebihlebar untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar bagisetiap anak, pemuda dan orang dewasa, menyatakan:“Kebutuhan-kebutuhan ini terdiri dari alat pembelajaran yangesensial (seperti melek aksara, ungkapan lisan, kemampuan

Seseorang yang melek aksara adalah orang yangdapat memahami membaca dan menulissebuah pernyataan sederhana tentangkehidupannya setiap hari. Definisi ini menjadipetunjuk untuk pengukuran melek aksaradalam sensus Nasional.

Page 26: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

26

dalam matematika, dan pemecahanmasalah) dan isi pembelajaran dasar(seperti pengetahuan, keterampilan. nilai,dan perilaku) yang dibutuhkan olehmanusia agar dapat bertahan hidup,mengembangkan kemampuan merekasepenuhnya, untuk hidup dan bekerjadengan bermartabat, berpartisipasisepenuhnya dalam pembangunan,meningkatkan kualitas kehidupan mereka,membuat suatu keputusan, danmelanjutkan pembelajaran.

Kerangka Kerja Dakkar untuk Aksi danresolusi General Assembly tahun 2002tentang Dekade Melek Aksara PBB 2003-2012, diakui bahwa melek aksara adalahjantung pembelajaran sepanjang hayat.Sebagaimana resolusi tersebut meletakkan:‘Keaksaraan adalah krusial untuk diperoleh,oleh setiap anak, pemuda, dan orangdewasa, kecakapan hidup yang esensialyang memungkinkan mereka untuk menghadapi tantangan hidup,dan menghadirkan sebuah langkah esensial dalam pendidikan dasar,dimana ini harus ada atau sangat dibutuhkan bagi partisipasi efektifmasyarakat dan perekonomian di abad 21’. Masyarakatinternasional (lebih lanjut digarisbawahi dalam resolusi dimensisosial keaksaraan), mengenali bahwa “Keaksaraan adalah jantungpendidikan dasar untuk semua dan menciptakan lingkungan danmasyarakat terpelajar adalah hal yang esensial untuk mencapaitujuan pembasmian kemiskinan, mengurangi angka kematian anak,menahan laju pertumbuhan populasi, mencapai persamaan genderdan memastikan pembangunan yang berkelanjutan, kedamaian dandemokrasi.

Hak untuk Melek Aksara

Hak untuk melek aksara secara implisit adalah hak pendidikanyang diperkenalkan oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusiapada tahun 1948. Konvensi dan deklarasi internasional lain telahmenyatakan ulang tentang hak ini. Tahun 1960 Konvesi melawanDiskriminasi dalam Pendidikan khususnya isu penjegalan tentangsiapa yang tidak menyelesaikan atau yang tidak dapat bersekolahdi Sekolah Dasar. Tahun 1979 Konvensi tentang PenghapusanSeluruh Bentuk Diskriminasi Melawan Wanita dan tahun 1989Konvensi mengenai Hak Anak Mengenali Keaksaraan, Pendidikanadalah sebuah hak. Keduanya berisi acuan eksplisit untukmempromosikan keaksaraan. Kunci deklarasi internasional jugasebagai tonggak politis. Tahun 1975 Deklarasi Persepolismenggambarkan keaksaraan sebagai ‘fondasi hak asasi’,pernyataan ini diulangi pada Deklarasi Hamburg tahun 1997.

Beberapa instrumen berfokus pada bahasa untuk memperolehmelek aksara. Garis besar dari Perjanjian Internasional tahun 1996tentang Hak-hak Sipil dan Politis adalah hak kaum minoritas untukmenggunakan bahasa mereka sendiri. Tahun 1989, Konvensi ILOtentang masyarakat suku dan orang pribumi menyatakan bahwadimanapun bisa dilaksanakan, anak-anak diajar untuk membaca danmenulis dalam bahasa asli mereka dan seharusnya diambil

pengukuran yang cukup untukmemastikan bahwa mereka memilikikesempatan untuk memperolehkelancaran dalam bahasa yang resmi.

Banyak dokumen yangmempertimbangkan penafsirankeaksaraan diperluas, diluarketerampilan membaca dan menulis,sebagai contoh, akses untukpengetahuan teknis dan ilmiah, informasiUU, kultur dan media.

Terakhir, pentingnya, keaksaraantelah diperkenalkan sebagai sebuahmekanisme untuk mengejar hak asasimanusia yang lain. Deklarasi Vienatahun 1993 menyebutkan, negara untukmembasmi buta aksara, penghubungsuatu usaha mendapatkan rasa hormatyang lebih besar dan perlindungan hakasasi manusia dan kebebasan pribadi.

Manfaat Keaksaraan: Manusia, Sosial, Kultur,Politik, Ekonomi

Keaksaraan menganugerahkan suatu manfaat yang luas padaindividu, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Menyediakan sebuahtanggung jawab berbasis bukti tentang hal ini tidaklah secaralangsung. Umumnya penelitian tidak memisahkan manfaatkeaksaraan yang terkandung didalamnya dari sekedar datang kesekolah atau berpartisipasi dalam program keaksaraan orangdewasa. Belakangan terdapat beberapa penilaian yang kaku dalamkaitannya dengan pencapaian kognitif dan efek untuk selamanya.Manfaat seperti kepedulian politik, pemberdayaan dan refleksikritis, lebih dari itu, pada hakekatnya sulit untuk diukur.

Dengan protes penegakan hukum dalam pemikiran, sebuahspektrum tentang manfaat yang dihubungkan dengan keaksaraandapat dikenali. Pertama adalah manfaat bagi manusia, sangatterikat pada penghargaan individu itu sendiri, kepercayaan danpemberdayaan pribadi. Seperti manfaatnya membawa suatu rasayang lebih besar bagi aksi individu dan kolektif. Pelajar diNamibia, contohnya, berbicara tentang kepercayaan diri danmengharapkan tidak akan ditipu sebagai alasan mengapa tertarikmengikuti kelas keaksaraan. Berkaitan dengan keterikatan warganegara apakah dalam perserikatan, aktivitas masyarakat ataupolitik contohnya – telah ditemukan korelasi dengan partisipasiorang dewasa pada program keaksaraan. Di El Salvador, wanitaterpelajar di daerah pedesaan lebih siap dituntut bersuara dalampertemuan-pertemuan masyarakat. Di Nepal, wanita yangterdaftar dalam program keaksaraan mengungkapkan

Manfaat keaksaraan bagi manusia adalahsangat terikat pada penghargaan individuitu sendiri, kepercayaan danpemberdayaan pribadi

Page 27: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

27

pengetahuan yang lebih besar dalam politik lokal dan lebihtertarik menjalankannya di kantor. Program keaksaraanjuga dapat membawa dampak perdamaian dan rekonsiliasikonflik. Di Kolombia, sebuah proyek keaksaraan LSMmendorong beberapa dari 900 orang dewasa yangbermigrasi ke Medellin dari daerah pedesaan karena konflikbersenjata, untuk membuat suatu karangan berdasarkanpada pengalaman mereka, dan membantu merekamengatasi trauma.

Manfaat kultur, lebih sulit mengidentifikasinya secara jelas.Program keaksaraan dapat memberi tantangan perilaku padarefleksi kritis pengembangan keterampilan, sebuah tandapendekatan Freirean. Akses wanita untuk membaca danmenulis dapat menghasilkan perilaku dan norma baru. DiPakistan, sebagai contoh, studi pada dua masyarakatpedesaan menemukan bahwa wanita yang lebih mudamenciptakan waktu pribadi untuk membaca dan menulis,dan, dalam proses, mempertanyakan nilai-nilai tertentu danperanannya. Program keaksaraan memperkaya keragamankultur dalam bahasa minoritas, meningkatkan kemampuanorang-orang untuk melibatkannya kedalam kultur merekasendiri, sebagaimana yang telah diamati dalam program dariMalaysia ke Selandia Baru dimana pelajar mengembangkancerita berdasarkan dongengan pribumi.

Peningkatan keaksaraan membawa potensi yang besarpada manfaat sosial. Penelitian di beberapa negara,termasuk Bolivia, Nepal dan Nikaragua, menunjukkan bahwawanita yang berpartisipasi dalam program keaksaraanmemiliki pengetahuan yang lebih besar tentang kesehatandan perencanaan keluarga, dan lebih mungkin mengadopsitindakan pencegahan pada kesehatan seperti imunisasi ataumencari tindakan medis bagi mereka sendiri dan anak-anakmereka. Korelasi antara pendidikan dan rendahnya fertilitastelah mapan, meskipun penelitian kecil telah dilakukanmengenai dampaknya kepada program pendidikankeaksaraan bagi orang dewasa tentang perilaku reproduktif.Orang tua terdidik – apakah melalui pendidikan formal atauprogram orang dewasa – lebih mungkin mengirim anak-anakmereka ke sekolah dan membantu pekerjaan sekolahnya.

Umumnya program keaksaraan menargetkan wanita,dimana keterbatasan isu kesamaan gender dapatditempatkan secara langsung. Partisipasi programkeaksaraan orang dewasa memungkinkan wanitamemperoleh akses dan menantang daerah pria, contohnya

dengan belajar bahasa resmi atau mengelola keuanganrumah tangga. Melalui program keaksaraan, pesertajuga cenderung memperoleh suara yang lebih besar dirumah tangga karena mereka berpengalaman berbicaradi kelas sebelumnya. Meskipun penghalang sosialmungkin mencegah wanita dari menikmati persamaanyang nyata, terdapat banyak contoh mengenai programkeaksaraan yang membawa isu gender di levelmasyarakat, seperti kampanye di India melawankonsumsi alkohol proa dan menggunakan tindakanhukum bagi penyalahgunaan.

Kembalinya perekonomian pada pendidikan telahdipelajari secara ekstensif, khususnya pada peningkatanpendapatan individu dan pertumbuhan ekonomi.Sementara itu jumlah tahun persekolahan yang tersisamerupakan variabel yang paling sering digunakan, baru-baru ini studi juga melihat penilaian keterampilankognitif, jenis keaksaraan dan skor tes dalam matematika.Mereka menemukan bahwa tingkat keaksaraan memilikisebuah dampak positif pada pendapatan diluar daritahun-tahun yang dihabiskan di sekolah. Studi mengenaidampak ekonomi pada program keaksaraan orangdewasa lebih jarang dilakukan.

Beberapa studi telah berusaha melepaskan dampakpertumbuhan keaksaraan dari pendidikan. Penggunaandata dari Survey Keaksaraan Orang DewasaInternasional, sebuah studi menyimpulkan bahwaperbedaan tingkat rata-rata keterampilan diantaranegara OECD dimana terdapat 55% perbedaanpertumbuhan ekonomi pada tahun 1960-1994, yangmenyiratkan bahwa ada peningkatan level keterampilandapat menghasilkan kembalinya perekonomian yangbesar. Sebuah studi tentang 44 negara Afrikamenemukan bahwa keaksaraan merupakan salah satuvariabel yang berefek positif pada pertumbuhan GDPper kapita, sementara sebuah survey pada sebagianbesar 33 negara Islam sedang berkembangmenyimpulkan bahwa tingkat keaksaraan orang dewasadan pendaftaran sekolah, keduanya memiliki dampakpositif pada pertumbuhan ekonomi. Studi lainmenyarankan bahwa angka keaksaraan minimal 40%merupakan prasyarat untuk mendukung pertumbuhanekonomi secara cepat.

Bagaimana mengembalikan investasi dalampendidikan dasar orang dewasa dibandingkan denganinvestasi di sekolah formal? Fakta bahwa keaksaraantelah menjadi salah satu dari bagian yang lebih diabaikandalam tujuan EFA, berangkat dari sebuah asumsi bahwabiaya pendidikan dasar lebih efektif daripada programpemuda dan orang dewasa. Namun bukti tentangjarangnya investasi yang kembali dalam programkeaksaraan orang dewasa, secara umum dapatdiperbandingkan dengan investasi pendidikan dasar.Contohnya, sebuah kajian mengenai proyek keaksaraandi Bangladesh, Ghana dan Senegal mengestimasi bahwabiaya untuk menyukseskan pelajar orang dewasa antara13% dan 33% dari biaya 4 tahun di Sekolah Dasar.

Wanita yang berpartisipasi dalamprogram keaksaraan memilikipengetahuan yang lebih baiktentang kesehatan danperencanaan keluarga, dan lebihmungkin mengadopsi tindakanpencegahan pada kesehatan

Page 28: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

28

Bagian III. Keaksaraandari dulu sampai sekarang

melaporkan tingkat melek aksara anggota keluarganya; 3)pendidikan yang diperoleh, jumlah tahun-tahun persekolahanyang diselesaikan untuk membedakan antara melek aksaradengan buta aksara. Tiap metode ini memiliki keterbatasan dankecenderungan yang serius untuk memastikan apakahseseorang itu melek aksara atau buta aksara.

Sejak tahun 1980, perhatian tentang statistik melek aksaramemperoleh momentum. Bagaimana kredibilitas danperbandingan data? Pengukuran tidak berdasarkan pada teslangsung yang cenderung menggambarkan ketidakakuratantingkat melek aksara seseorang dan kemudian menghasilkanjumlah total angka keaksaraan yang tidak akurat pula.Estimasi yang didasarkan pada tahun-tahun persekolahan yangmenumbuhkan peningkatan permasalahan adalah bukti dariakumulasi tentang kualitas pendidikan.

Lebih fundamental lagi, tidak seluruh negara menggunakandefinisi yang sama untuk mengklasifikasikan seseorang itumelek aksara, tidak juga memiliki definisi yang sama tentangpopulasi orang dewasa. Walaupun demikian, definisi yangdikumpulkan oleh Institut UNESCO untuk Statistik dari 105negara menunjukkan besarnya pemikiran bahwa melek aksaraadalah kemampuan membaca dan/atau menulis pernyataansederhana dalam bahasa nasional atau bahasa asli.

ecara signifikan, pengurangan seluruh bentuk butaaksara dan kemungkinan orang muda dan lansiamemperkaya keterampilan keaksaraan merekadan mempraktekkannya adalah tantangan inti yangmuncul dari tujuan keaksaraan EFA. Untuk

menempatkan hal itu, pengambil kebijakan membutuhkansuatu seni pengetahuan tentang dimana keaksaraan tersebutlebih atau kurang tercapai, bagaimana hal itu (dan bisa lebihbaik) diukur dan dimonitor, dan mengapa kelompok tertentusukses memperoleh keterampilan melek aksara sedangkelompok yang lain tidak.

Bagaimana Keaksaraan Diukur SecaraKonvensional

Angka keaksaraan orang dewasa diproses dengan hati-hati.Baru-baru ini, penilaian melek aksara digunakan dalam lintasperbandingan nasional yang didasarkan pada angka resmisensus nasional. Pada prakteknya, para ahli menetapkan tingkatmelek aksara seseorang dengan salah satu dari tiga metode: 1)deklarasi diri sendiri, di mana responden melaporkan tingkatmelek aksaranya pada kuesioner sensus; 2) penilaian orangketiga, yang melibatkan orang lain-seperti kepala keluarga,

■ 18% dari seluruh orang dewasa di dunia tidak memiliki keterampilan keaksaraan.■ Jumlah terbesar buta aksara terkonsentrasi di Asia Barat dan Selatan,wilayah Sahara Afrika, dan Asia Timur serta Pasifik.

■ Rata-rata angka keaksaraan terendah ditemukan di wilayahSahara Afrika, Asia Barat dan Selatan, serta negara-negara Arab.

■ Hanya 88 orang wanita dewasa yang melek aksara dari100 orang pria dewasa.

■ Kemajuan keaksaraan ditandai pada masyarakat yangberumur 15 s/d 24 tahun.

■ Tersisa penduduk asli dan penyandang cacat.■ Pemikiran kembali tentang statistik keaksaraan: ukurankonvensional meremehkan skala tantangan keaksaraan.

■ Afrika dan Asia Selatan tidak berada pada jalur yang tepatuntuk mencapai tujuan keaksaraan 2015.

■ Bagaimana masyarakat membuat suatu transisi menuju perluasan keaksaraan yangmeluas: peran sentral persekolahan dan dampak kampanye keaksaraan.

S

Page 29: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

29

Sebagaimana perbedaan definisi, maka begitu juga tentangketepatan waktu: dimana umumnya sensus dilaksanakansetiap sepuluh tahun di negara-negara, tetapi tidak semuanegara melaksanakan itu. Sensus didasarkan pada statistikmelek aksara dapat kadaluarsa sebanyak dua dekade. Lebihlagi, dalam beberapa konteks, bahasa dimana keterampilanmelek aksara yang diukur menyentuh hal yang sensitif, danseringkali menjadi isu-isu yang kontroversial.

Pemetaan Tantangan Keaksaraan

Sesuai dengan data konvensional yang diperoleh dandilaporkan oleh negara-negara pada periode 2000-2004,terdapat 771 juta orang dewasa yang buta aksara di seluruhdunia, 18% dari populasi orang dewasa. Sejak 1990, jumlahbuta aksara menurun sebesar 100 juta, dengan sebagian besarpengurangan di Cina (94 juta). Tabel 3.1

Tabel 3.1: Estimasi rata-rata buta aksara dan melek aksara orang dewasa per wilayah, 1990 dan 2000-2004

Catatan :Sumber : .............

Perubahan dari tahun 1990 ke tahun 2000-2004

Jumlah Jumlah melek aksara Angka Rata-ratabuta aksara (%) buta aksara melek aksara

1990 2000-2004 1990 2000-2004 (000) (%) (persentase)

Dunia 871.750 771.129 75,4 81,9 -100.621 -12 6,4

Negara sedang Berkembang 855.127 759.199 67,0 76,4 -95.928 -11 9,4Negara Telah Berkembang 14.864 10.498 98,0 98,7 -4.365 -29 0,7Negara dalam masa transisi 1.759 1.431 99,2 99,4 -328 -19 0,2

Wilayah Sahara Afrika 128.980 140.544 49,9 59,7 11.564 9 9,8Negara Arab 63.023 65.128 50,0 62,7 2.105 3 12,6Asia Tengah 572 404 98,7 99,2 -168 -29 0,5Asia Timur dan Pasifik 232.255 129.922 81,8 91,4 -102.333 -44 9,6Asia Selatan dan Barat 382.353 381.116 47,5 58,6 -1.237 -0.3 11,2Amerika Latin dan Karibia 41.742 37.901 85,0 89,7 -3.841 -9 4,7Eropa Tengah dan Timur 11.500 8.374 96,2 97,4 -3.126 -27 1,2Amerika Utara dan Eropa Barat 11.326 7.740 97,9 98,7 -3.585 -32 0,8

Page 30: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n . P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

30

Mayoritas dari 771 juta orang dewasa yang kurangketerampilan minimal melek aksara tinggal di tiga wilayah:Asia Selatan dan Barat, Asia Timur dan Pasifik, dan wilayahSahara Afrika. Meskipun Asia Timur dan Pasifik memilikitingkat ratarata melek aksara tertinggi diantara negara sedangberkembang, 91%, berarti populasi yang buta aksara sebanyak17%. Populasi buta aksara tinggal di wilayah Sahara Afrika,Asia Selatan dan Barat serta Negara Arab meningkat sejaktahun 1970, sebagian karena relatif tingginya angkapertumbuhan populasi; angka kelompok melek aksara padawilayah tersebut sekitar 60%.

Tiga per empat penduduk dunia yang buta aksara tinggal didua belas negara, dimana delapan negara tersebut masukkedalam kelompok E9 – 9 negara berpopulasi tinggi.Kemajuan pencapaian Deklarasi Dakar dapat di lihat padaGambar 3.1.

Di Bangladesh, Ethiopia, Maroko dan Pakistan, angkaabsolut buta aksara meningkat antara tahun 1990 dan2000-2004 walaupun ada peningkatan pada rata-rataangka melek aksara orang dewasa, namun inimenunjukkan kemajuan tersebut tidak mencukupi atasdampak pertumbuhan angka populasi.

Angka keaksaraan orang dewasa di dunia – jumlahorang yang melek aksara ditampilkan sebagai sebuahpersentase total populasi orang dewasa – telah meningkatdari 56% tahun 1950 sampai 70% tahun 1980, 75% tahun1990 dan 82% tahun 2000-2004. dengan kecenderunganakhir-akhir ini, angka melek aksara orang dewasaseharusnya mencapai sekitar 86% pada tahun 2015.

Rata-rata, angka keaksaraan dunia meningkat lebihcepat pada tahun 1970 daripada dekade sesudahnya.Sementara angka melek aksara orang dewasa telahmeningkat di seluruh wilayah, dan relatif rendah di AsiaSelatan dan Asia Barat, wilayah Sahara Afrika dan negara-negara Arab. Ada suatu perbedaan pertimbangan antaranegara di kawasan tersebut. Asia Selatan dan Asia Baratmemiliki angka melek aksara terendah di kawasantersebut (59%), terutama di Banglades (41%) dan Pakistan(49%). Negara Burkina Faso, Nigeria dan Mali memilikiangka melek aksara terendah di dunia (di bawah 20%).(Tabel 3.2).

Di wilayah Sahara Afrika, Asia Selatan dan Asia Barat,dan negara-negara Arab, angka melek aksara telahmeningkat lebih dari 10% antara tahun 1990 dan 2000.Beberapa negara dengan angka melek aksara antara 50%dan 65% termasuk Algeria, Burundi, Republik DemokratikKongo, Nigeria dan Oman, telah ada suatu kemajuantetapi masih ditemukan kesulitan untuk mencapai tujuankeaksaraan EFA pada tahun 2015.

Wanita terus-menerus menjadi mayoritas buta aksaradi dunia, yakni sebanyak 64% dan belum berubah sejaktahun 1990. Pada tingkat global, hanya 88 wanita dewasayang melek aksara di setiap 100 orang pria dewasa.Wilayah yang indeksnya relatif sama adalah Asia Selatandan Asia Barat (0.66), negara-negara Arab (0.69), danwilayah Sahara Afrika (0.76). Di Asia Timur dan Pasifik,

Gambar 3.1. Distribusi populasi buta aksara orang dewasa secaraglobal, 2000-2004

Tabel 3.2. Tantangan Keaksaraan: Banyaknya Buta Aksara,Rendahnya Angka Melek Aksara Orang Dewasa, 2000-2004

* Gambar.....

Page 31: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n . P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

31

Korelasi yang Kuat antara Buta Aksara danKemiskinan

Dalam banyak kejadian, di mana angka kemiskinan lebih tinggi,mana angka melek aksara cenderung lebih rendah. Hal ini terjadi dinegara-negara tertentu. Kecenderungan buta aksara berlaku padanegara yang memiliki pendapatan rendah di mana kemiskinan yangmenjengkelkan sudah tersebar luas.

Di Banglades, Ethiopia, Ghana, India, Mozambiq, dan Nepal,contohnya ada 78% atau lebih, penduduk yang hidup denganpendapatan di bawah US$ 2 per hari, angka melek aksara orangdewasa di bawah 63% dan jumlah buta aksara orang dewasamelebihi 5 juta orang di tiap negara tersebut.

Kaitan antara kemiskinan dan buta aksara juga dapat dipelajaridi tingkat rumah tangga di mana bukti dari 30 negara sedangberkembang menunjukkan bahwa melek aksara berkorelasi dengankesejahteraan. Di tujuh wilayah Sahara Afrika dengan angka butaaksara rendah, rentang melek aksara antara rumah tangga yangpaling miskin dan paling sejahtera lebih dari 40%, dan rentang inilebih besar terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Meskipunterjadi di negara yang angkanya di atas 90%, perbedaan melekaksara juga terjadi di rumah tangga yang sejahtera.

Angka melek aksara cenderung lebih rendah di wilayahpedesaan daripada di perkotaan. Di negara dimana angka melekaksara secara komparatif rendah, ada suatu perbedaan yang luarbiasa: 44% pedesaan vs 72% perkotaan di Pakistan, dan 24%pedesaan vs 83% perkotaan di Ethiopia. Tambahan, perbedaantelah ditemukan di wilayah pedesaan dan perkotaan. Populasipastoralist dan pengembara yang jumlahnya sepuluh jutaan didaratan Afrika, di Timur Tengah dan bagian-bagian Asia, cenderungmemiliki angka melek aksara yang lebih rendah daripada populasiperkotaan lain. Di wilayah perkotaan Afar Ethiopia, contohnya,tahun 1999 seluruh angka melek aksara orang dewasa adalah 25%tetapi angka wilayah pastoralist adalah 8%. Di wilayah perkotaan,sebagaimana studi dari Cina dan ilustrasi Mesir, migran dariwilayah pedesaan tidak beruntung dibandingkan dengan yang lahirdi perkotaan.

Kelompok Tersisihkan

Untuk sosial kompleks, alasan kultur atau politis, kelompok populasitertentu menemukan mereka sendiri cenderung tersisihkan darimasyarakat, seringkali ada peristiwa kurangnya akses ke pendidikanformal dan program keaksaraan. Pengetahuan tentang keaksaraanmereka terbatas, dan kelompok tersebut seringkali dihilangkan darisensus atau penilaian berbasis rumah tangga, tetapi angka keaksaraancenderung lebih rendah pada kelompok ini, termasuk:■ Penduduk asli; Diperkirakan ada 300-400 juta penduduk asli di

dunia dan berbicara sekitar 4000-5000 bahasa dan hidup lebihdi 70 negara. Bukti yang tersedia menyarankan bahwa adaperbedaan yang signifikan antara populasi penduduk pribumidan pendatang. Akses yang terbatas ke sekolah formal adalahfaktor yang jelas. Angka keaksaraan nasional di Ekuador,contohnya, adalah 91% (sensus tahun 2001), tetapi 72% adalahpenduduk asli. Di Vietnam, angka nasional 87% melawan 4%dari beberapa kelompok penduduk asli. Kelompok minoritasDalit Nepal memiliki angka keaksaraan yang secara signifikan

Gambar 3.2 Trend Global dan Regional Kesamaan Genderpada Angka Keaksaraan Orang Dewasa dari Tahun 1970sampai 2000-2004

Gambar 3.3: Angka Melek Aksara Pemuda dan Orang Dewasa diNegara-negara Terpilih, 2000-2004

dan Amerika Latin serta Karibia, GPI berada di atastingkat rata-rata global 0.88. Seluruh wilayah lain telahmencapai kesamaan gender dalam keaksaraan orangdewasa (Gambar 3.2).

Kemajuan pada melek aksara masyarakat secarakhusus ditandai pada kelompok umur 15-24 orang, dimana akses diperluas untuk persekolahan formal yangtelah membantu menaikkan angka melek aksara dari 75%menjadi 88% antara tahun 1970 dan 2000-2004; angkakorespondensi bagi negara-negara sedang berkembangadalah 66% dan 85%. Yang menarik, perbedaan melekaksara antara wanita muda dalam kelompok umur 15-24tahun, mengalami peningkatan jumlah pada sejumlahnegara, sebuah trend yang terjadi di Amerika Latin danKaribia di Afrika Timur dan Selatan dan negara-negarayang memiliki angka melek aksara tinggi. Akan tetapi, diseluruh dunia, lebih dari 132 juta orang muda masihtidak mampu membaca dan menulis meskipun di tingkatminimum (Gambar 3.3).

Sumber : Lihat.......

Sumber : Lihat.......

Page 32: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

32

lebih rendah daripada populasi lain. Roma, di Eropa Tengahmemiliki keterampilan melek aksara yang lebih lemahdaripada mayoritas populasi. Angka melek aksara wanitapribumi cenderung lebih rendah.

■ Orang cacat: lebih dari 600 juta orang (sekilas 10% daripopulasi dunia), 2/3 dari mereka tinggal di negara yangberpendapatan rendah. Diduga 35% anak-anak yang di luarsekolah adalah anak cacat, yang berarti lebih sedikit 2%daripada anak yang tidak cacat dan terdaftar, serta lebih90% anak cacat di Afrika adalah anak yang tidak pernahdatang ke sekolah. Meskipun di Kanada dan Australia lebihdari 40% anak cacat telah menyelesaikan pendidikan dasar.Data terbatas menyarankan bahwa angka melek aksaralebih besar pada gender yang berbeda di orang cacat.

■ Migran: migrasi, baik di dalam negeri maupun internasionaltelah tumbuh secara dramatis, pada dekade-dekade ini. Itumenimbulkan suatu permintaan keterampilan keaksaraandiantara mereka sendiri maupun anggota keluarga lainnya.Para migran internal seringkali menghadapi kesulitan saatberpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Seorangmigran yang melek aksara dari sebuah komunitas pedesaanmungkin menjadi ‘buta aksara’ di daerah perkotaan yangmenggunakan bahasa tulisan berbeda dan lebihmengembangkan sistem komunikasi.

Proyeksi bagi Keaksaraan Orang Dewasa

Susunan kata dari tujuan keaksaraan adalah suatu problema,berbicara keras, 50% peningkatan tingkat melek aksaraorang dewasa adalah tidak mungkin terjadi pada negarayang telah memiliki angka melek aksara di atas 67%.Kemudian laporan menginterpretasi tujuan 4 menyiratkanpengurangan 50% angka buta aksara, ini konsisten dengankata-kata pada Konferensi Jomtien tahun 1990 yangmemprakarsai pergerakan EFA. Analisis berikutnya, negarayang angka keaksaraan di atas 97% dipertimbangkan sebagainegara yang telah mencapai keaksaraan universal. Tidak adanegara-negara Arab, Asia Selatan dan Barat, atau wilayahSahara Afrika yang mendekati angka tersebut. (Tabel 3.3).

Ada perbedaan antara negara yang memiliki kemajuanrelatif rendah dengan yang bergerak cepat menujukeaksaraan tinggi. Proyeksi dapat dilaksanakan di 92 negaratermasuk 19 negara yang memiliki tingkat keaksaraan diatas 97% (hampir seluruhnya terjadi di Eropa dan AsiaTengah). Hasil dari 73 negara yang tersisa menunjukkan:■ 23 negara berada pada kesempatan tinggi untuk

memenuhi tujuan 4, sebagaimana mereka telahmeningkatkan angka melek aksara relatif cepat.

■ 20 negara, kebanyakan di Amerika Latin dan Karibia,beresiko tidak dapat memenuhi tujuan tersebut,walaupun angka melek aksara mereka sudah cukuptinggi.

■ 30 negara beresiko tidak dapat mencapai tujuan tersebutpada tahun 2015 karena angka melek aksara merekasangat rendah dan peningkatannya terlalu lamban.Umumnya ini terjadi di negara Afrika, tetapi India,Nepal, Pakistan dan beberapa negara Amerika Latin jugatermasuk kedalam 30 negara tersebut.

Migrasi, di dalam negeri maupuninternasional menghasilkanpermintaan keterampilan keaksaraandiantara para migran itu sendiri dananggota keluarga lainnya.

Tabel 3.3: Prospek Negara untuk Mencapai Target Keaksaraan Orang Dewasa Tahun 2015

Ting

kat

Buta

Aks

ara

rata

-rat

a ta

hun

2000

-200

4

Jauh dari tujuan Menuju tujuan

Perubahan antara 1990 dan 2000-2004

Buat aksaratinggi(antara 80% dan97%)

Buat aksaraRendah(dibawah 80%)

Kuadran IBeresiko tidak mencapai tujuan

20 negara

Brazil, Colombia, Dominican Republic, Equador,Honduras, Malaysia, Mauritus, Myanmar, Namibia,

Panama, Peru, Philipines, Qatar, Saint Lucia, SriLanka, Suriname, Swaziland, Syirian Arab Republic,

Turkey, Vietnam

Kuadran IIBerkesempatan tinggi meraih tujuan

23 negara

Bahrain, Bolivia, Bosnia and Herzogovina, BruneiDarussalam, Chile, China, Cyprus, Equatorial Guinea,Greece, Israel, Jordan, Mcao (China), Maldives, Mexico,Palestinia Autonomous Territories, Paraguay, Republicof Moldova, Saudi Arabia, Serbia and Montenegro,Singapore, Thailand, TFYR Macedonia, Venezuela

Kuadran IVBeresiko serius tidak mencapai tujuan

30 negara

Algeria, Angola, Belize, Benin, Burundi, Cambodia,Central African Republic, Chad, Cote d’Ivoire,

Democratic Republik of Congo, El Savador,Guatemala, India, Kenya, Lao PDR, Madagascar,

Mauritania, Nepal, Nicaragua, Niger, Pakistan, PapuaNew Guinea, Rwanda, Senegal, Sierra Leone, Sudan,

Togo, Tunisia, U.R. of Tanzania, Zambia

Kuadran IIIBerkesempatan kecil mencapai tujuan

Page 33: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n . P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

33

Ukuran Langsung Keaksaraan: SebuahGambar yang Lebih Akurat

Statistik menyajikan bahwa sejauh ini hampir secara eksklusifdidasarkan pada penilaian tidak langsung mengenai keaksaraanyang digambarkan ‘Bagaimana keaksaraan diukur secarakonvensional’ (hal. 18). Metode alternatif pengukuranmemberikan sebuah nuansa dan gambar yang lebih akurat.Semuanya menyertakan penilaian langsung dan tes keterampilanmelek aksara dan memahami bahwa keaksaraan adalah sebuahfenomena multidimensi berbagai ragam bidang keterampilan.

Penilaian langsung menunjukkan bahwa metode evaluasikonvensional seringkali terlalu menekankan pada tingkatmelek aksara. Di Maroko, 45% sampel responden dilaporkantelah melek aksara, tetapi hanya 33% yang dapatmendemonstrasikan kompetensi dasar melek aksara. Polayang sama juga ditemukan di Bangladesh, Ethiopia, Nikaragua,dan negara Tanzania. Wanita Ethiopia yang mengikuti satutahun persekolahan, 59% dari mereka dinyatakan melekaksara melalui penilaian rumah tangga, namun hanya 27% sajayang melewati sebuah tes sederhana untuk membaca.Penilaian langsung keaksaraan menunjukkan bahwa awalkependidikan adalah dimana angka keaksaraan nasionaltercapai 90% dengan sangat bervariasi, berkisar dari 4 s/d 9tahun persekolahan, dan dalam banyak kasus merefleksikankualitas pendidikan yang diberikan. Faktanya, awalpersekolahan untuk keaksaraan yang lebih meluas menjadilebih tinggi daripada asumsi sebelumnya, meskipun kualitasvariabelnya sulit untuk dinilai.

Pada survey keaksaraan orang dewasa internasional yangdilaksanakan di beberapa negara dari 20 negara yang telahberkembang, dilakukan dengan 3 tahap (1994, 1996, dan1998) di mana skala ini belum pernah terjadi sebelumnya.Diukur kecakapan prosa, dokumen dan kuantitas melekaksara, serta mengumpulkan informasi mengenai latarbelakang sosial ekonomi. Tes tersebut dapat mengukur,contohnya, kemampuan untuk memahami sebuah instruksimanusia atau sebuah cerita baru, memberikan informasi padalamaran kerja, dan menghitung jumlah pinjaman. Surveymengkategorikan individu ke dalam 5 tingkat melek aksarapada skala 0 s/d 500, apakah ‘melek aksara’ atau ‘buta aksara’.Temuan menunjukkan bahwa proporsi yang signifikan padapopulasi orang dewasa relatif lemah pada melek aksara danketerampilan dalam matematika (Gambar 3.4).

Beberapa negara berkembang sedang merancang surveykeaksaraan untuk memberikan pengetahuan yang lebih akurattentang keaksaraan. Survey keaksaraan orang dewasa di Cinamelaporkan tingkat keterampilan berbagai populasi padapekerja di perkotaan. Wilayah terpilih adalah dimana paramigran dan wanita melawan diskriminasi pada pasar kerja danmengindentifikasi rute untuk meningkatkan peluang belajarsepanjang hayat. Di Brasil, 4 survey telah dilaksanakan sejaktahun 2001 untuk mengukur tingkat keaksaraan orang dewasayang berdasarkan tes keterampilan dengan tujuan untukmelahirkan komitmen publik yang kuat pada keaksaraan.Bostwana telah melaksanakan 2 survey keaksaraan nasional

yang menjadi tonggak untuk memberikan data dasar yang dapatdipercaya pada pengambil keputusan. Institut UNESCO untukStatistik sedang merancang sebuah proyek penilaian langsungkeaksaraan, Program Penilaian dan Monitoring Keaksaraan(Literacy Assessment and Monitoring Program/LAMP), bertujuanuntuk menginformasikan pemberian kebijakan yang dapatdipercaya, estimasi perbandingan Keaksaraan Fungsional, danketerampilan dalam matematika. Proyek percontohan LAMPdilaksanakan di beberapa negara berkembang. LAMPdimaksudkan untuk mengganti penilaian tidak langsungkeaksaraan dalam sensus dan survey rumah tangga.

Umumnya kritik penilaian alternatif berskala besarmemperhatikan biaya yang tinggi dan terbatasnya ‘rasamemiliki’ oleh instansi setempat dan nasional. Waktu yangdiperlukan untuk melaksanakan penilaian tidak selalumengijinkan pemerintah dan pengambil keputusan untukmerespon kebutuhan keaksaraan dengan kebijakan yang tepatwaktu. Jelasnya, meskipun demikian krusial untukmemperbaiki pengukuran keaksaraan, khususnya padapenguatan penilaian langsung pada keterampilan dan praktekkeaksaraan, serta memperkaya kapasitas teknis yang terkait.Baru-baru ini dikembangkan modul-modul keaksaraan dimanadapat disertakan kedalam survey rumah tangga yangdilaksanakan di negara-negara berkembang, ini akan menjadialat yang berharga, lebih – dan lebih reguler – penilaianlangsung dibutuhkan untuk mengizinkan negaramenginformasikan keputusan kebijakan, tetapi itu pun harusrelatif sederhana, cepat, dan tidak mahal.

Gambar 3.4. Distribusi Tingkat Kecakapan Prosa Keaksaraan Orang Dewasa, 1994 – 1998

Penilaian Langsung CenderungMenunjukkan bahwa Metode EvaluasiKonvensional Seringkali TerlaluMenekankan pada Tingkat Keaksaraan

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

Pros

enta

se p

emba

gian

Tin

gkat

an-P

rosa

Kea

ksar

aan

Keterangan : ...

Page 34: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

34

Transisi Menuju Perluasan Keaksaraan,Bagaimana Hal Itu Terjadi?

Angka keaksaraan orang dewasa yang diukur secarakonvensional, telah naik dengan mantap pada dekade ini. Saatini, lebih dari 80% populasi global berumur di atas 15 tahun,dilaporkan memiliki minimal keterampilan membaca danmenulis. Ini merefleksikan transformasi sosial yang belumpernah terjadi sebelumnya sejak abad ke 19, ketika hanyasekitar 10% saja orang dewasa di seluruh dunia yang dapatmembaca atau menulis. Peningkatan dramatis pada angkamelek aksara orang dewasa terjadi lima kali di seluruh dunia,dari sekitar 1,2 milyar orang pada tahun 1850 menjadi lebih6,4 milyar orang pada saat ini.

Apa yang mengantarkan transformasi ini? Meluasnyapersekolahan formal, kampanye keaksaraan yang terorganisirdan kebijakan yang mendukung kesempatan pembelajaran orangdewasa, telah memainkan peranan berpengaruh dalammemperluas akses keaksaraan. Konteks sosial lebih besar adalahberkekuatan sama: motivasi untuk menjadi melek aksara terkaiterat dengan kualitas lingkungan keaksaraan yang ditemukan dirumah, tempat bekerja dan masyarakat. Kebijakan bahasa jugamenentukan timbulnya perluasan keaksaraan.

Sekolah adalah Faktor Kunci

Perluasan persekolahan formal adalah faktor terpentingtunggal dalam membawa meluasnya keaksaraan di seluruhdunia pada 2 abad terakhir dan khususnya pada 50 tahunterakhir. Itu berdampak pada periode historis dan geografi.Sekolah telah, dan selanjutnya menjadi tempat dimanaumumnya orang membutuhkan keterampilan intikeaksaraannya.

Negara-negara Nordik dan Jerman, sebagaimana diSkotlandia dan banyak koloni Amerika Utara, ReformasiProtestan telah mendukung orang tua pada abad ke 17 untukmengajar anak-anak mereka membaca dan menulis. Pada abadke 18, masyarakat di Eropa Utara telah membangun sekolah-sekolah lokal dengan kurikulum religius, sistem wajibpersekolahan massa yang telah dibangun di Eropa, sedikitbanyak lebih terlambat di Timur daripada di Barat. Negara

Bagian Nascent meluluskan UU tentang wajib hadir.Sebagaimana persekolahan formal meluas dan pendaftaranmeningkat, angka keaksaraan orang dewasa juga mulaimeningkat.

Negara-negara di Amerika Selatan dan Tengah telahmeluluskan UU tentang wajib hadir di abad ke 19 dan 20,tetapi seringkali tidak memperkuat UU tersebut. Di Asia,Afrika dan dunia Arab, berbagai bentuk pendidikan formaltelah dibangun sebelumnya untuk melakukan kontak denganBarat. Orientasi terutama pada pengajaran agama dan budayatradisional, mereka telah bertransformasi, berasimilasi, ataumenghapus diri sebagai misionaris dan otoritas kolonialmemperkenalkan model sekolah Eropa. Sebagian Asia, denganrejim modernisasi mengadopsi model Eropa untuk kontekslokal (misalnya di Jepang dan Korea pada akhir abad ke 19).Tentunya karakteristik kontak ini menyarankan suatu catatanuntuk memprakarsai sebuah proses perluasan akses bagipersekolahan formal. Terdapat bukti yang meyakinkan bahwaantara tahun 1880 dan 1940, pengembangan dan perluasansistem persekolahan formal memberikan konstribusi padapeningkatan level melek aksara orang dewasa.

Kampanye Keaksaraan Massa dan ProgramNasional untuk MempromosikanPembelajaran Orang Dewasa

Banyak negara telah mengorganisir massa, melakukankampanye bertahun-tahun untuk mempromosikan keaksaraan,yang seringkali berlatar belakang pada pembangunan bangsa,transformasi bermasyarakat dan kadang-kadang dekolonisasi.Sosialis/ pemerintah komunis khususnya aktif berkampanye;kampanye Uni Soviet pada akhir tahun 1919 s/d 1939, contohawalnya, 80% penduduk telah melek aksara, dibandingkandengan 30% sebelumnya. Cina dan Vietnam telahmengorganisir serangkaian kampanye dari tahun 1940 s/d 1980yang relatif efektif dalam meraih segmen besar pada populasiorang dewasa yang buta aksara. Angka melek aksara orangdewasa di negara Tanzania hampir 2 kali lipat dari estimasi33% tahun 1967, menjadi 61% pata tahun 1975, yang sejalandengan meluasnya pendidikan dasar. Kampanye melibatkanperekrutan instruktur keaksaraan, pendistribusian lebih dari 1juta pasang kacamata dan pencetakan buku dan dokumendalam jumlah yang sangat besar. Kampanye keaksaraan nasionaldari tahun 1979 s/d 1983 telah membangun 450.000 pusatkeaksaraan dan meraih lebih dari 22 juta orang, dan lebih dari20 juta orang yang lulus tes pemula melek aksara. Negara nonsosialis yang melaksanakan kampanye massa termasukThailand, di mana kesuksesan pertama dari beberapakampanye keaksaraan tersebut terjadi pada tahun 1942 s/d1945, dan Brasil, telah melaksanakan beberapa kampanyeberskala besar pada abad ke 20 sejalan dengan perluasansistem pendidikan publik yang berkelanjutan.

Kampanye pendek juga layak. Seringkali kampanye inidiprakarsai oleh rejim baru di negara dengan sebuah bahasamayoritas, kadang-kadang menghasilkan pengurangan butaaksara secara signifikan, yang dibakar oleh perhatian sosial,

Ekspansi Persekolahan Formal adalahFaktor Tunggal Terpenting dalamMembawa Perluasan Keaksaraan diSeluruh Dunia pada 2 Abad Terakhir.

7 A.........

Page 35: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

35

membuat lebih dari 700.000 orang menjadi melek aksaradalam setahun. Angka melek aksara meningkat dari 76%menjadi 96%. Di Vietnam, ada kenaikan dari 75% menjadi86% sebagai hasil dari kampanye tahun 1976-1977, diNikaragua meningkat dari 50% menjadi 77% pada tahun1979-1980. Banyak kampanye pendek menindaklanjutiinisiatif untuk memberikan kesempatan pembelajaran yangberkelanjutan pada orang dewasa.

Dalam konteks lain, pemerintah telah memperluas akseskesempatan pembelajaran orang dewasa, untuk melengkapiUPE yang berkesinambungan. Program-program seperti ituseringkali merupakan bentuk bagian dari kebijakanpemerintah yang lebih luas untuk menempatkan berbagaisasaran pembangunan. Proyek pada skala yang lebih kecildaripada kampanye massa telah seringkali meniadakan targetsegmen populasi orang dewasa. Contohnya, beberapa negaraAfrika telah melaksanakan program keaksaraan dalam bahasalokal untuk meraih peserta pembelajaran yang lebih baik. DiPeru, beberapa LSM telah mengadopsi sebuah sistempendidikan keaksaraan yang mulai dengan bahasa daerahQuechua dan beranjak bergerak ke bahasa Spanyol.

Perluasan keaksaraan tidak pernah bisa dipertimbangkansebagai penyebab kemenangan. Kemunduran ekonomi dankrisis politik dapat memimpin suatu stagnasi persekolahandan keaksaraan meskipun terjadi di negara dengan indikatorpendidikan tinggi (boks 3.1). Konflik bersenjata yangberkepanjangan dapat juga memberi konsekuensi yangdramatis bagi sistem pendidikan (boks 1.1).

Tambahan, tetap ada orang buta aksara dalam kelompokmasyarakat yang melek aksara. Survey internasionalmengungkapkan bahwa meskipun di negara yang telahberkembang dimana umumnya orang dewasa melek aksara(misal di negara bagian Nordik), sekitar 10% memilikitingkat keterampilan hampir tidak di atas ambang minimaladalah terkait dengan faktor seperti kemiskinan, status

Box 1.3 Stagnasi Keaksaraandi Negara Transisi

Sebelum negara Uni Soviet pecah tahun 1991, tingkatkeaksaraan tinggi berlaku di Trans Kaukasus dan Asia Tengah.Kemerosotan industri membawa pula pada kemerosotankesehatan dan pendidikan, serta meningkatkan kemiskinan danperekonomian yang tidak merata. Pada beberapa wilayah,konflik etnis dan militer memperburuk krisis. Undang-Undangbaru yang disokong menggunakan bahasa nasional Rusia, tetapipembicara bahasa nasional menjadi ‘buta aksara secarafungsional’, bahasa mereka seringkali berkurang khususnya padaterminologi, sistem teknis, penterjemahan dan materipendidikan, mempercepat penggantian spektrum wilayahekonomi dan sosial Rusia. Hal yang sama terjadi di Mongoliadimana terjadi krisis ekonomi pada awal 1990 ketika transisirencana ekonomi dimulai. Pendidikan umum menurun tajamdan banyak anak dari pedesaan meninggalkan sekolah untukmembantu keluarga menjaga ternak mereka. Tahun 2000, angkamelek aksara pemuda (umur 15 s/d 19 tahun) lebih rendah daripada orang Mongolia yang lebih tua. Pemerintah memprakarsaibeberapa program, menggunakan pembelajaran terbuka danjarak jauh, untuk meraih para pelajar pedesaan yang lebih luas.

sosial ekonomi yang rendah, tidak sehat dan cacat. Orangdewasa yang menggunakan bahasa ibu yang berbeda denganbahasa instruksi juga cenderung memiliki tingkat melekaksara yang lebih rendah. Hilangnya kesempatan untukmendapatkan keterampilan keaksaraan yangberkesinambungan selama masa kanak-kanak dan masaremaja dapat tercampur pada masa dewasa, khususnyadengan keterbatasan kesempatan kerja.

Page 36: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

36

Bagian IV. Kebijakan dan pra menghadapi tantangan

aporan ini menunjukkan bahwa jika negara-negara seriusdengan komitmen mereka untuk memberantas buta huruf,maka mereka tidak perlu takut dengan kenyatan bahwahampir 800 juta orang tidak dapat mendapatkan hak merekaterhadap keaksaraan. Data dari hasil survey menunjukkan

bahwa kemungkinan jumlah tersebut bisa lebih tinggi lagi. Banyak orangyang masih memiliki kekrampilan membaca yang lemah setelah merekabertahun-tahun di sekolah, atau mereka kehilangan ketrampilanmembaca seiring dengan perjalanan waktu. Bahkan di negara maju pun,masih terdapata beberapa kelompok yang kurang beruntung dengantingkat pendidikan yang masih rendah. Di negara-negara maju danberkembang, arus globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan danekonomi membuat permintaan terhadap ketrampilan baru bagikeaksaraan. Selain target kuantitatif yang menjadi tujuan keaksaraandari Pendidikan Untuk Semua (Education For All—EFA) yang terpusatkepada ketrampilan individu, pemahaman yang luas tentang keaksaraanmemberikan implikasi terhadap tujuan yang lebih luas, yaitumenciptakan masyarakat yang melek huruf.

Keaksaran tidak hanya memiliki satu tujuan; karena ia menjadiprioritas utama dari keseluruhan usaha yang dilakukan oleh EFA. Karenaitu laporan ini mengajak tiga bentuk strategi yang terdiri dari (a) sekolahyang bermutu bagi anak-anak, (b) program pemberantasan buta hurufyang bermutu bagi pemuda dan dewasa, dan (c) pengembanganlingkungan yang kondusif dan bermanfaat bagi keaksaraan. Pendekatan inimencakup dimensi individu dan social yang lebih luas bagi programkeaksaraan. Untuk negara-negara miskin, investasi yang terus menerusuntuk menciptakan pendidikan dasar yang bermutu adalah sangatmendesak. Namun hanya sekedar menunggu Pendidikan Dasar Universal(Universal PrimaryEducation—UPE) tidak cukup. Program keaksaraan bagi

■ Perubahan bermula dari adanya komitmen politik yang kuat. Pemerintah harus memiliki kebijakan yangeksplisit tentang keaksaraan yang difokuskan kepada sekolah-sekolah, program keaksaraan bagi orangdewasa dan lingkungan yang melek aksara.

■ Kepemimpinan pemerintah yang kuat dan terkoordinir mutlak diperlukan untukmengintegrasikan para menteri dan sektor terkait, serta disesuaikan dengan penerapan lokaldan kepemilikan masyarakat.

■ Kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat sipil sangatpenting untuk menempatkan keaksaraan dalam semua program kegiatan.

■ Program keaksaraan untuk orang dewasa harus memahami bagaimana orang menggunakanketrampilan keaksaraan, serta merespon terhadap prioritas kebutuhan peserta didik.

■ Adalah wajib untuk bersikap professional, membiayai dan berinvestasi bagi pendidik keaksaraan.■ Kebijakan bahasa, termasuk kebijakan tentang multi bahasa, sangat krusial.

■ Bahan-bahan cetakan memiliki pengaruh yang positif dalam pencapaian tujuan keaksaraan.■ Strategi keuangan negara, termasuk pengeluaran untuk sekolah tingkat tinggi sangat diperlukan.

L

Page 37: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

37

ktik yang baik keaksaraan

pemuda dan orang dewasa harus ditingkatkan. Bahasa, buku, mediadan kebijakan informasi yang tepat diperlukan untuk mengembangkanlingkungan dimana keaksaraan dapat ditingkatkan dan dikembangkan.

Strategi

Komitmen politik yang kuat dan terus menerus terhadap tiga bentukstrategi untuk memberantas buta huruf merupakan langkah permulaanuntuk meningkatkan kemajuan. Laporan ini mengajak seluruhpemerintah untuk secara ekplisit mengembangkan kebijakan tentangkeaksaraan untuk semua tiga jenis dasar-dasar kegiatan pemberantasanbuta huruf yang telah disebutkan di atas. Laporan ini juga mengajaksupaya pemerintah secara tegas memasukkan program keaksaraandalam rencana pengembangan pendidikan dan strategi untukmengentaskan kemiskinan. Setelah itu, institusi, sumber daya manusia,dan keuangan dapat disediakan.

Kebijakan yang ekplisit menunjukkan adanya komitmen politik. Halini sangat diperlukan bagi program keaksaraan untuk pemuda danorang dewasa di luar sistem sekolah formal, tanpa menghiraukanmotivasi peserta didik dan minimnya kedatangan/kehadiran mereka keprogram keaksaraan yang dikarenakan tidak adanya dukungan daripublik. Sekiranya hasil yang signifikan telah dapat dicapai, keduapemimpin nasional dan daerah telah memberikan penekanan terhadappentingnya keaksaraan bagi pengembangan dan pembangunan negara.Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa komitmen politik,antusiasme, dan perhatian terhadap bahasa pengajaran memainkanperanan yang sangat penting dalam melaksanakan kampanyepemberantasan buta huruf. Demikian juga kebijakan publik yang lebihluas dan kemitraan yang terkoordinir dengan baik merupakan kunciutama dalam mencapai kesuksesanprogram kampanye tersebut.Apapun bentuk kegiatan rutin yang dilaksanakan pemerintah,peningkatan mutu keaksaraan harus menjadi prioritas utama sebabkegiatan ini tidak cukup ditangani dengan biasa-biasa saja. Padakenyataannya, relative sedikit pemerintah yang memiliki kebijakannasional tentang keaksaraan yang bersifat koheren dan jangka panjangyang meliputi perhatian terhadap pengelolaan, desain dan penyampaianprogram, sumber daya manusia dan keuangan, dan peningkatanlingkungan dimana setiap individu didorong untuk melek aksara danmeningkatkan ketrampilan mereka.

Kepemimpinan yang kuat. Menteri pendidikan memilikitanggungjawab yang sangat besar terhadap kebijakan keaksaraan:mereka memiliki otoritas untuk mengintegrasikan keaksaraan kedalam strategi pendidikan, mempromosikan konsep belajarsepanjang hayat, mengkoordinir program bagi masyarakat luas dankemitraan, dan membuat peraturan system akreditasi. Padapraktiknya, tanggungjawab terhadap keaksaraan sering dilakukanbersama oleh beberapa menteri.

Botswana, Eritrea, Namibia dan Thailand adalah diantara negara-negara yang menteri pendidikannya telah membuat dengan baikprogram pendidikan non-formal untuk orang dewasa melalui keigatankeaksaraan. Burkina Faso dan Maroko telah membuat strukturpemerintahan terpisah untuk keaksaraan dan pendidikan non-formaluntuk mengkoordinir kebijakan dengan lebih baik. Di banyak negara,struktur manajemen bersifat desentralisasi dengan tujuan untukmengkoordinir pengelola kegiatan keaksaraan baik yang dikelola olehpemerintah maupun pihak swasta (masyarakat). Sementara itu dinegara-negara lain, agen independent nasional, mengatur danmengawasi kegiatan keaksaraan bagi orang dewasa. Oleh karena itubimbingan dan koordinasi pada tingkat pusat harus disinergikandengan pelaksanaan di daerah dan keterlibatan masyarakat.

Memulai kampanye keaksaraan, program nasional dan kemitraanyang luas merupakan sesuatu yang komplek: struktur manajemen padatingkat lokal, regional dan nasional perlu dibentuk, materi-meteriperlu dikembangkan, coordinator dan fasilitator perlu direkrut dandilatih. Kampanye Keaksaraan Menyeluruh (Total Literacy Campaign)di India yang diperkenalkan pada tahun 1992 adalah salah satu contohprogam yang berhasil secara nasional. Program tersebutmemobilisasi sumber-sumber komunitas dan menciptakan pusat-pusatbelajar yang menawarkan progam pendidikan berkelanjutan. Sampaibulan Maret 2003, 98 juta orang dewasa telah menjadi melek aksaramelalui kegiatan tersebut. Di sebagian besar negara, kegiatankeaksaraan masih kecil dan diselenggarakan oleh LSM, termasuklembaga-lembaga keagamaan. Mereka menghadapi tantangan-tantanganyang serupa dengan kegiatan yang sudah besar dalam hal pendanaan,staf, materi, dan dukungan dari masyarakat. Meningkatkan mutukegiatan pada tingkat lokal sangat sulit. Di Ghana misalnya, kegiatanpelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan LSM tidakmampu membayar uang transportasi dan makan.

Kemitraan sangat vital. Kemitraan ini sangat variatif, melibatkankelompok keagamaan, pengusaha, lembaga-lembaga swasta,universitas, media dan pemerintah setempat. Namun, kemitraantersebut sering mendapat ancaman yang berupa fregmentasi ataukompetisi. Di Uganda misalnya, ketika pemerintah telah memberikandorongan terhadap pluralisme dalam keaksaraan, banyak inisiatifyang muncul tetapi tidak ada titikk temu antara satu denganlainnya dan jangkauannya cenderung terbatas. Model “faire-faire’ diSinegal yang dikelola oleh sebuah agen bertujuan untuk memberikankemitraan terhadap program keaksaraan yang diselenggarakan olehLSM dan pengusaha-pengusaha kecil. Meskipun menghadapi masalahmutu yang sangat serius, pendekatan ini telah berkembang di negara-negara Afrika Barat. Di Brazil, Program Keaksaraan sangatbergantung kepada kemitraan yang baik dengan pemerintah daerahdan LSM yang berpengalaman dalam bidang keaksaraan. Sementaraitu di negara-negara Asia, pusat-pusat bembelajaran masyarakatmemadukan pendidikan dengan kegiatan pengembangan masyarakat

Ketrampilan individumenjadi tujuanutamaPendidikanUntuk Semua

Page 38: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

38

yang pada akhirnya mampu menciptakan kemitraan yang baikantara pemerintah dan masyarakat. Beberapa hal yang sangatesensial untuk mencapai efektifitas kegiatan keaksaraan adalahdengan menjadikan progam keaksaraan sebagai kegiatan bagisetiap individu, penjelasan tentang peranan dan tanggungjawabagen-agen, dan menciptakan mekanisme koordinasi nasional dikalangan penyelenggara program.

Beberapa Hambatan dan kendala pelaksanaanprogram keaksaraan untuk pemuda dan orangdewasa.

Pengetahuan dan keinginan peserta didik harus disinergikandengan program pembelajaran bagi orang dewasa karena iamerupakan tahap permulaan bagi mereka—sebuah aksioma yangdilaksanakan secara serentak. Apapun tujuannya, semua programpembelajaran bagi orang dewasa perlu memperhatikankurikulum, pedagogi, jadwal kegiatan belajar, latihan dan statuspendidik keaksaraan, teknologi pembelajaran, bahasa pengantar,dan lingkungan pendidikan dimana setiap individu dapatmenerapkan ketrampilan keaksaraan mereka. Berikut inibeberapa dimensi praktik yang baik tentang keaksaraan:

1. Kurikulum dan pedagogi: relevansi, bahan ajar dan partisipasiKurikulum yang lerevan akan menghasilkan hasil yang baik. Olehkarena itu sebuah kurikulum harus menghargai danmengembangkan permintaan peserta didik serta keadaan merekayang beragam. Sensitivitas terhadap latar belakang budaya pesertadidik, bahasa ibu dan pengalaman hidup mereka menjadi syaratpenting. Pemahaman tentang kemampuan orang laki-laki danperempuan untuk menggunakan ketrampilan keaksaraan merekadalam berbagai bentuk dapat memberikan gambaran yang sangatberharga bagi pembentukan program keaksaraan. Sebuah studiyang baru dilaksanakan di Ghana menunjukkan bahwa diantaraketrampilan keaksaraan baru yang dimiliki peserta didik adalahmembantu anak-anak dengan tugas rumah mereka, menyampaikan

resep kesehatan secara betul, komunikasi dengan kantor-kantorpemerintahan, menulis surat, membaca teks-teks agama, danmembuka buku tabungan.

Untuk merespon terhadap kebutuhan yang beragam danmotivasi tersebut, maka tujuan yang jelas, tepat dan realistis harusdapat menjawab pertanyaan mengapa suatu kurikulum dirancang.Kemudian berlanjut kepada pertanyaan ‘apa’ –tujuan pembelajaranyang spesifik yang memberikan pernyatan yang jelas tentang niatpeserta didik yang diungkapkan dalam bentuk ketrampilan,permohonan mereka serta keterlibatan mereka dalam kegiatansocial. Kurikulum harus mempertimbangkan keseimbangan antarakonteks tempatan/lokal dan peluang yang lebih luas. Kesalahanyang sering terjadi adalah memasukkan pelatihan untuk kegiatanyang mendatangkan penghasilan secara cepat ke dalam progampendidikan keaksaraan serta pemberdayaan instruktur yang tidakmemiliki kualifikasi untuk kegiatan tersebut.

Biasanya pengajaran keaksaraan selalu terkendala karenakekurangan bahan ajar. Hasil penelitian di Sinegal menunjukkanbahwa kelas-kelas keaksaraan dilaksanakan secara lisan karenakekurangan bahan ajar. Buku-buku keaksaraan untuk orangdewasa diwarnai dengan isi dan desain yang kurang baik.Bahan-bahan ajar tersebut juga cenderung mengandunggambar-gambar dan tema yang kurang memperhatikan aspekkeseimbangan. Dalam kasus bahan ajar utama misalnya,cenderung memberikan perhatian kepada peranan perempuandalam rumah tangga dan tidak memperhatikan partisipasimereka dalam hal pertanian atau perdagangan.

Metode partisipatori yang berpusat kepada anak didikmerupakan metode yang penting bagi orang dewasa. Menurutpandangan pedagogi supaya proses belajar mengajar dapatberjalan dengan baik, aspirasi orang-orang yang terabaikanharus didengar dan dan mereka harus dilibatkan dalam prosesbelajar. Namun demikian, aturan dan norma yang berlaku,tetap berpegang pada prinsip formal (resmi) yang menekankankepada penguasaan membaca, menulis dan berhitung(calistung) dalam waktu tertentu.

Page 39: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

39

2. Penyelenggaraan kelompok belajarKarena peserta didik dewasa bersifat sukarela, tuntutan keluarga,musim pertanian dan situasi-situasi lainnya dapat mempengaruhikehadiran mereka ke kelas keaksaraan. Untuk mengurangi masalahini, program keaksaraan harus memiliki jadwal belajar yang pantas,lokasi yang cocok, dan peka terhadap umur dan isu-isu gender,misalnya, untuk mengikuti kelas keaksaraan, seorang istri harusmendapat izin dari suaminya. Strategi di Uganda untuk mengadakanpelatihan bagi 40,000 instruktur keaksaraan, minimal separuh darimereka adalah perempuan. Hal ini sebagai reaksi terhadap situasidimana 70% dari orang dewasa yang buta huruf adalah perempuan,sementara sebagian besar instruktur keaksaraan adalah laki-laki. DiBurkina Faso, disediakan pusat penjagaan anak untuk memfasilitasisupaya ibu-ibu dapat mengikuti kelas keaksaraan dengan seksama.Sementara itu di India, Program Mahila Samakhya di Uttar Pradeshdan Program Pengembangan Wanita di Rajasthan menyelenggarakanperkemahan keaksaraan sehingga para wanita dapat terbebas dariurusan rumah tangga ketika mereka mengikuti kelas keaksaraan.

Kebanyakan progam keaksaraan menyelenggarakan programbelajar rata-rata 300 sampai 400 jam selama dua tahun. Survey yangdilaksanakan oleh ActionAid and the Global Campaign for Education (GCE)menunjukkan bahwa untuk mencapai keaksaraan yang berterusan,diperlukan sekitar 600 jam, dengan jumlah tatap muka sebanyak duakali dalam seminggu, masing-masing tatap muka selama dua sampai tigajam. Keterbatasan dana dan ketergantungan terhadap sumbangan dariluar menjadi hambatan tersendiri sehingga program keaksaraan tidakdapat berjalan dengan lancar.

Perpustakaan merupakan tempat yang ideal untuk menawarkanprogram keaksaraan bagi keluarga karena ia menyediakan bahan-bahanajar bagi semua umur dan tingkatan. Meskipun kekurangan sumber-sumber bacaan, perpustakaan dan pusat belajar masyarakat dapatmenyediakan tempat untuk kelas dan bahan bacaan. Di Bostwana,dibentuk kamar bacaan kampung sebagai upaya untuk memperluaslayanan perpustakaan bagi para tamatan program keaksaraan.

3. Pengajar keaksaraan: meningkatkan status merekaInstruktur memiliki peranan yang sangat vital dalam menentukankeberhasilan program keaksaraan. Namun demikian mereka dibayarrendah, kurang mendapat keselamatan kerja, sedikit peluang untukpelatihan, dan jarang mendapat manfaat dari dukungan professionalyang berlangsung. Banyak diantara mereka yang tidak memilikipengalaman mengajar. Kalau program pengembangan professionalbagi para instruktur keaksaraan dan pelatih tidak ditangani secaraserius, maka sulit untuk mewujudkan masyarakat yang melek huruf.Karena itu masalah kebijakan dan praktik keaksaraan ini harusmendapat perhatian khusus dari pemerintah. Ia tidak dapat dianggapsebagai suatu program yang dicangkokkan atau ditambahkan bagitusaja, sekiranya sumber-sumber yang ada memungkinkan.

Pelatihan untuk pendidik keaksaraan, dimana ia berada, selaludilaksanakan dalam bahasa nasional sementara tugas merekadilaksanakan dengan menggunakan bahasa daerah/lokal. Pelatihantentang mengajarkan berhitung sangat jarang dan masih belummencukupi. Sebagian besar pelatihan-pelatihan diselenggarakan dalamwaktu satu sampai dua minggu, tanpa ada penilaian dan biasanya tidaada pengakuan/akreditasi. Di Uganda misalnya, pendidik dalamprogram keaksaraan fungsional untuk orang dewasa, hanyamenerima beberapa hari pelatihan dengan sangat sedikit supervise/

pengawasan. Pelatihan untuk pelatih (TOT) bagi pendidik keaksaraan orangdewasa juga diabaikan; biasanya cenderung terlalu formal/resmi, tanpamemperhatikan aspek praktik. Program pelatihan formal bagi pendidikankeaksaraan selalu berjalan selama satu sampai tiga tahun. Di Afrika Selatandan bagian dari Amerika Latin, pelatihan-pelatihan tersebut disampaikanmelalui lembaga-lembaga atau progam belajar jarah jauh dan telahmembawa kepada pengakuan/akreditasi. Kegiatan seruga juga mulai berjalandi Asia. Kontribusi mereka dalam meningkatkan profesionalisme bagipendidik keaksaraan sangat besar, akan tetapi memerlukan waktu yangsangat lama untuk percepatan dalam meningkatkan program keaksaraan.

Terdapat inovasi pelatihan yang menarik. Negara Mozambiquemenawarkan kesempatan kepada pendidik keaksaraan dengan Tingkatan 7untuk meningkatkan pendidikan formal mereka dan pada akhirnya merekadiperdayakan sebagai guru penuh untuk program keaksaraan. Di Brazil adakursus tertentu yang memberikan certifikasi sebagai guru spesialis untukpendidikan remaja dan orang dewasa. Beberapa program pelatihanmencakup persyaratan untuk dukungan yang berlangsung setelahpelatihan. Dari 60 program yang diteliti dalam laporan ini, lebih dari satupertiga program yang menawarkan kegiatan lanjutan.

Berlaku secara umum di dunia, kondisi kerja para tenaga pendidik untukkeaksaraan orang dewasa sangat parah, terutama lagi jika dibandingkandengan kondisi para guru pendidikan formal. Kondisi seperti ini sering kalimemiliki dampak yang sangat serius bagi mutu program keaksaraan. Surveyyang dilakukan oleh GCE/ActionAid terhadap 67 program keaksaraan diseluruh dunia menunjukkan bahwa setengah dari tenaga pendidik keaksaraandibayar dengan honorarium, sedangkan 25% menerima upah minimumnasional, dan 20% lagi tidak dibayar. Sebagian besar program keaksaraanmembayar antara ¼ dan ½ dari gaji pokok guru sekolah dasar. Menurutpendapat para responden penelitian ini, bayaran yang lebih baik, pelatihanbagi tenaga pendidik keaksaraan dan bahan bacaan yang lebih banyak,merupakan bagian yang sangat esensial untuk program keaksaraan.

4. Teknologi pembelajaran baru: mengenali kekuranganBelajar jarak jauh dan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) dapatmemberikan kesempatan bagi program pembelajaran keaksaraan formal dannon-formal untuk orang dewasa, meskipun akses terhadap teknologi semacamitu tidak seimbang dalam banyak konteks. Negara Cina, India dan Mexico telahmelaksanakan pendidikan dasar bagi orang dewasa dengan menggunakan radiodan siaran TV. Pengajaran melalui program interaktif radio tempatan danradio masyarakat dapat meningkatkan pertukaran antara peserta didik danpenyelenggara program, khususnya bagi komunitas yang terpencar-pencaratau komunitas yang pindah-pindah, seperti para pengembara. Negara AfrikaSelatan melakukan percobaan dengan menggunakan program computer untukmengajarkan keaksaraan. Namun hal seperti ini bukan suatu pilihan yang dapatdijangkau bagi masyarakat dengan tingkat keaksaraan yang sangat rendah.Program ‘Yo, si puedo’ di Kuba yang menggunakan radio dan video untukmeningkatkan proses belajar mengajar, telah diadopsi di beberapa NegaraAmerika Latin dan Selandia Baru.

Tenaga Pendidik keaksaraan dibayar murah,kurang mendapat keselamatan kerja,kesempatan pelatihan yang sedikit, danjarang mendapat manfaat dari dukunganprofesional yang sedang berlangsung.

Page 40: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

40

Melihat beberapa keterbatasan sebagaimana diuraikan diatas, teknologi komunikasi dan informasi serta programbelajar jarak jauh memiliki potensi yang lebih banyakuntuk meningkatkan mutu para pendidik keaksaraandibandingkan dengan hanya melaksanakan program tanpamenggunakan teknologi tersebut.

Meskipun TV tidak dapat diakses oleh banyak orang diberbagai belahan dunia, ia dapat menjangkau pemirsa yangbanyak di berbagai Negara. Oleh karena itu potensi TVsebagai media untuk mempromosikan program keaksaraanperlu dipertimbangkan.

5. Mengembangkan kebijakan multi bahasaAda hubungan yang signifikan antara bahasa dan keaksaraan.Mayoritas Negara yang menghadapi tantangan keaksaraanyang sangat menonjol, beragam dalam hal liguistik. Bahasa apayang harus diajarkan di sekolah dan bagaimana programpendidikan untuk orang dewasa harus dilaksanakan?Bagaimana keduanya (sekolah dan program keaksaraan)mengintegrasikan multi bahasa untuk meningkatkan prospekkeaksaraan untuk semua pihak? Keputusan tentang bahasa iniharus menyeimbangkan antara aspek politik dan sensitivitasetnis, efektifitas pedagogi, biaya dan minat peserta didik.

Keputusan tentang bahasa resmi dan pemilihan bahasayang diajarkan di sekolah dan program belajar untuk orangdewasa merupakan isu yang sensitive. Penggunaan bahasaakan mempengaruhi cara dan pola belajar peserta didik.Ketrampilan yang beragam diperlukan untuk menguasai tatabahasa. Misalnya perbedaan antara alpebet dan tulisan/hurufgambar).Bentuk bahasa percakapan dan bahasa tulisan jugamemiliki perbedaan jelas. Sebagai contoh, bahasa Arabmodern yang standar, digunakan sebagai bahasa resmi diberbagai Negara, namun Negara-negara tersebut memilikiperbedaan yang menyolok dalam penggunaan bahasapercakapan. Oleh karena itu, kurangnya pengertian antarabahasa percakapan dan bahasa tulisan dapat menimbulkanmasalah bagi peserta didik.

Penggunakan bahasa ibu dalam pendidikan anak usia dini,secara luas, telah diakui sebagai cara yang positif bagiperkembangan kognitif anak. Belajar membaca dan menulisdengan menggunakan bahasa ibu memudahkan peserta didikuntuk belajar dengan menggunakan bahasa lain. Perbedaanbahasa bukan merupakan kendala atau hambatan untukmenguasai keaksaraan: di Papua New Guinea yang memilikilebih dari 800 bahasa, murid-murid sekolah dasar memulaipendidikan mereka dengan menggunakan bahasa ibu,kemudian secara bertahap menggunakan bahasa Inggris.

Penggunaan bahasa daerah dalam kegiatan belajar bagiorang dewasa dari sudut pedagogi adalah baik. Hal inikarena dapat mendorong mobilitas masyarakat danperkembangan social, serta memberikan dukungan politik.Namun, hanya dengan menggunakan bahasa daerah sajasebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar,dapat menjadi kendala bagi masyarakat untuk berpartisipasisecara lebih luas dalam aspek social, ekonomi, dan politik disuatu Negara. Para peserta didik dari orang dewasa seringmenyampaikan permintaan untuk mengikuti kegiatan

keaksaraan dalam bahasa daerah dan/ bahasa nasional. DiNegara Republik Tanzania,program keaksaraan dalambahasa Swahili, lebih popular dibandingkan dengan programkeaksaraan dalam bahasa daerah.

Menyeimbangkan faktor-faktor tersebut bukanlah suatutugas yang mudah. Ciri-ciri utama kebijakan tentang multibahasa yang inklusif harus didasarkan pada:■ Kajian tentang liguistik dan kondisi sosio-linguistik,

termasuk sikap masyarakat terhadap bahasa yang merekagunakan dan bahasa resmi/naisonal.

■ Konsultasi dengan masyarakat setempat sebagai inputbelajar dan konsultasi kepada pengelola progampendidikan bagi orang dewasa.

■ Bahan ajar yang dihasilkan dan ditulis dengan bahasadaerah.

■ Penambahan bahasa kedua (dan ketiga) yangmempertimbangkan kompetensi dan bahasa pesertadidik.

Biaya tambahan untuk melatih para guru danmengembangkan bahan ajar dalam multi bahasa harusdiperhatikan sehingga tidak terjadi pemborosan dalampengajaran bahasa yang tidak dipahami oleh peserta didik.

6. Lingkungan yang melek aksara: belajar darilingkunganBahan-bahan cetak dan visual di dalam rumah, tetangga,sekolah dan tempat kerja serta masyarakat, mendorongindividu untuk menjadi melek aksara serta mengintegrasikanketrampilan keaksaraan dengan kehidupan sehari-harimereka. Penelitian komparatif tentang prestasi pendidikandan kemampuan keaksaraan menunjukkan bahwa kuantitasdan penggunaan sumber keaksaraan merupakan perkara yangpenting. Penelitian yang baru dilaksanakan di tiga puluh limaNegara menunjukkan adanya hubungan yang positif antarapengenalan terhadap kegiatan keaksaraan di rumah danprestasi membaca di Tingkat 4. Survey internasional tentangpembelajaran bagi orang dewasa menunjukkan bahwa adahubungan yang signifikan antara kebiasaan membaca buku dansurat kabar, kunjungan ke perpustakaan dan menonton TVdengan kemampuan keaksaraan di dua puluh negara OECD.

Sementara hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungankeaksaraan sekolah dan rumah memiliki kontribusi yangsangat signifikan terhadap kemampuan berbahasa, trenyatamasih banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan dankekurangan bahan bacaan. Menurut Konsorsium PengawasanKualitas Pendidikan di Afrika Selatan, ada 70% anak didik yangmemiliki buku kurang dari sepuluh buah di rumah mereka.Hampir di semua Negara, hanya 20% sampai 40% sekolahyang memiliki perpustakaan. Banyak murid kelas 6 yangmelaporkan bahwa di dalam kelas mereka tidak ada bukusama sekali. Bagi masyarakat pedesaan di Asia, Amerika Latin,dan Afrika, sirkulasi surat kabar, buku dan majalah sangatterbatas.

Kebijakan tentang penerbitan buku, media dan aksesterhadap informasi mempengaruhi lingkungan keaksaraandan sangat berhubungan erat dengan pembentukanmasyarakat yang melek aksara. Banyak Negara yang

Page 41: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

41

mempergunakan potensi bahan cetak dan media penyiaran untukmempromosikan keaksaraan. Hanya sedikit yang telahmengembangkan penerbitan khusus dengan dengan sasaran individuyang memiliki ketrampilan keaksaraan minimal serta bertujuan untukmemperluas keaksaraan dalam bahasa daerah. Negara lain telahmenggunakan radio dan TV untuk menyelenggarakan progrankeaksaraan serta untuk membentuk kelompok pendengar untukmemaksimalkan pengaruh dari media penyiaran.

Membiayai keaksaraan: Biaya pengembanganMasyarakat di Negara-negara miskin memiliki kemampuan yang sangatterbatas untuk membiayai kegiatan pendidikan. Usaha pengembangankeaksaraan untuk orang dewasa memerlukan beberapa persyaratan.Pertama, strategi keuangan nasional yang terkoordinir dengan baik.Alokasi anggaran untuk keaksaraan harus bertambah, belum termasukdana investasi untuk meningkatkan mutu sekolah. Investasi dalamlingkungan keaksaraan yang lebih luas untuk mendorong produksi bahan-bahan ajar yang sesuai bagi pembaca pemula juga penting. Kedua,mekanisme harus dikembangkan untuk memobilisasi sumber-sumberlokal, untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun dalam masyarakatyang terhalang untuk mengikuti kegiatan keaksaraan hanya karenaketerbatasan dana. Ketiga, pemerintah dan LSM nasional dapatmembentuk kemitraan dengan pihak swasta, agen donor dan LSMinternasional.

Meskipun data-data yang akurat tentang pendanaan untukkegiatan keaksaraan bagi pemuda dan dewasa sangat jarang, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa di Negara berkembang, danauntuk keaksaraan sangat sedikit, baik dalam jumlah maupun prioritasyang diberikan untuk keaksaraan. Di banyak Negara, programkeaksaraan hanya mendapat 1% dari total anggaran pendidikan. Sulituntuk menghitung keseluruhan biaya sebab pemerintah menyebarkananggaran ke semua kementrian dan progam keaksaraan kemungkinandiselenggarakan oleh LSM, karyawan dan pihak donatur.

Membicarakan masalah pendanaan jangka panjang harus dimulaidari penilaian beberapa parameter pembiayaan pokok untukprogram keaksaraan yang bemutu tinggi. Parameter ini meliputi biayapermulaan, pelatihan, pengembangan dan pencetakan bahan ajar, gajipara pengajar keaksaraan, dan biaya operasional. Semua ini sulituntuk distandarisasikan. Sampel dari 29 program keaksaraan, biayarata-rata setiap anak didik adalah US$ 47 di bagian Afrika Sahara,US$ 30 di Asia dan US$ 61 di Amerika Latin. Biaya rata-rata yangsetiap anak didik yang berhasil menyelesaikan program keaksaraan ditiga tempat tersebut adalah US$ 68, US$ 32 dan US$ 83. Programpengentasan kemiskinan dan keaksaraan di Sinegal, biaya untuk setiappeserta didik dewasa adalah US$ 50, setara dengan biaya sekolahsatu tahun di sekolah dasar.

Pembuat kebijakan perlu membuat dasar-dasar kebijakan untukmeningkatkan program keaksaraan nasional. Pertimbangan utamaadalah gaji dan biaya pelatihan bagi pendidik keaksaraan. Sekedarbergantung kepada para relawan bukan penyelesaian yang bersifatjangka panjang. Kajian oleh GCE/ActionAid merekomendasikanbahwa pendidik keaksaraan harus dibayar sekurang-kurangnyaseimbang dengan gaji minimal guru sekolah dasar, untuk semua jamkerja. Standar normative seperti ini menimbulkan permasalahan yangrumit, karena pemerintah telah mendapat tekanan untuk membayargaji guru sekolah dasar pada kadar yang lumayan. Waktu minimaluntuk pelatihan juga diperlukan: kajian yang dilakukan GCE/

ActionAid juga merekomendasikan bahwa fasilitator harus menerimasekurang-kurangnya empat belas hari untuk pelatihan awal dan pelatihanpada tahap regular. Biaya yang diperlukan untuk semua kegiatan inimerupakan investasi yang sangat besar dan mesti dipenuhi dipenuhi bukansaja oleh pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta dan penyandang dana.Biaya ketiga yang penting adalah biaya untuk memproduksi bahan-bahanajar yang beragam bentuknya sesuai dengan pendekatan pedagogi yangdipakai. Selain itu, kesiapan pemerintah atau pihak swasta untukberinvestasi menerbitkan majalah secara gratis atau bersubsidi, bahan-bahan bacaan yang menggunakan bahasa daerah atau bahasa nasional sertaperpustakaan keliling, perlu dipertimbangkan. Hal-hal lain yang perludipertimbangkan dalam progam keaksaraan meliputi sistem manajemen,pengawasan dan evaluasi. Tiga hal ini biasanya sangat jarang diperhatikandalam progam keaksaraan.

Pada tahap permulaan, tugas yang luas akibat dari besarnya biayatambahan yang perlu diadakan, sekiranya kemajuan yang besar ingindicapai, yaitu kemajuan yang sesuai tujuan keaksaraan Dakar, telahditekankan dalam laporan ini. Menurut laporan ini, diperlukan US$ 26milyar sampai tahun 2015 untuk memungkinkan lebih dari 550 juta orang(hampir separuhnya di Asia Selatan dan Barat) menyelesaikan progamkeaksaraan dalam jangka 400 jam. Tantangan keuangan yang paling besaradalah di Asia Selatan dan Barat, sementara biaya yang relative tinggi adalahdi negara-negara Arab. Tugas ini menawarkan kerangka kerja untukmendorong perdebatan kebijakan di beberapa Negara, dimana asumsi bisaberagam sesuai dengan konteksnya. 7 Data dan kesimpulan yang terkaitharus dibaca dengan hati-hati, sebab data-data tersebut terbatas danterdapat banyak asumsi dasar yang dibuat. Rentangan estimasi cukup luas—antara US$10 milyar dan US$ 50 milyar untuk sepuluh tahun ke depan.Karena kegiatan ini menghitung biaya dari 2002, sekurang-kurangnyadiperlukan US$ 2.5 milyar per tahun, sebagai tingkatan yang tinggi untukNegara-negara dan masyarakat internasional.

Sebagian besar pemerintah perlu bertindak lebih aktif dalam penelitian,pendanaan, perluasan dan koordinasi kebijakan keaksaraan serta praktiknyadi sekolah-sekolah, program keaksaraan untuk pemuda dan orang dewasaserta lingkungan pendidikan dalam pengertian yang lebih luas. Standarnormative (benchmark) yang dikembangkan oleh GCE dan ActionAiddapat mendorong perdebatan dalam keaksaraan. Standar normativetersebut meliputi perhatian terhadap pemerintah, evaluasi, pendidik,pedagogi, dan keuangan sebagaimana telah diuraikan di atas. Apapunpendekatan yang dipilih, komitmen politik merupakan pra kondisi wajibdiadakan untuk memenuhi cita-cita dan tujuan yang telah dibuat di masing-masing negara. Pada suatu saat nanti, pelaksanaan progam keaksaraan akanbergantung kepada kapasitas, keuangan yang cukup dan dukunganinternasional, sebagaimana akan dibicarakan pada bab selanjutnya.

Diperlukan US$ 26 milyar sampai tahun2015 untuk memungkinkan lebih dari 550juta orang menyelesaikan programkeaksaraan dalam jangka waktu 400 jam

7 A.........

Page 42: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

42

Bagian V.Komitmen Internasional

■ Dana bantuan bilateral meningkat, namun porsi untukbidang pendidikan berkurang

■ Dana bantuan untuk pendidikan dasar meningkat, namundana yang dibutuhkan meningkat dua kali lipat.

■ Pendidikan tinggi masih menerima dua kali lipat dari danabantuan bilateral untuk pendidikan dasar

■ Donor memberikan perhatian yang keciluntuk melek huruf

■ Negara-negara termiskin tidak serta mertamenerima dana bantuan pendidikan

■ Terabaikan kebutuhannya, Asia Selatan dan Baratditempatkan pada prioritas yang rendah oleh lembaga donor

■ Dalam jangka panjang perencanaan penyaluran bantuan dapatmembantu para pemerintah dalam membiayai pendidikan

■ Inisiatif Jalur Cepat (Fast Track Initiative) didukung kuat secara politiknamun lambat dalam mobilisasi sumber daya

■ Dibutuhkan debat tentang cara pengkoordinasian bantuan teknis dibidang pendidikan

Page 43: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

43

eberapa pertemuan tingkat tinggi di tahun 2005meningkatkan ekspektasi bahwa komunitas internasionalakan meningkatkan dorongan untuk mengurangikemiskinan secara tajam dan mencapai Tujuan-tujuanPembangunan Millennium (Millenium Development

Goals) pada tahun 2015. Sinyal tersebut ditandai dengan terobosan-terobosan signifikan yang sedang dilakukan. Negara-negara G8sepakat untuk menghapus hutang beberapa negara termiskin didunia. Para donor telah berkomitmen untuk meningkatkan danabantuan secara keseluruhan hingga lebih dari 50% pada tahun 2010.Pendidikan semestinya diuntungkan oleh perkembangan ini, namunpemberian dana saja tidak cukup bahkan untuk mencapai sedikit daritujuan-tujuan EFA di negara-negara termiskin di dunia.

Tren naik yang lambat

Bantuan Pembangunan Pemerintah (Official DevelopmentAssistant-ODA) bahkan meningkat sebesar 4% dari 2002 hingga2003, dan perkiraan awal mengindikasikan peningkatan 5% lebihbesar pada tahun 2004. ODA mencapai level tertinggi sepanjangsejarah, namun bila dilihat sebagai bagian dari agregat pendapatannasional negara donor (0.25%) jumlah tersebut masih jauh dibawah rata-rata periode sebelumnya hingga akhir tahun 1990an(0.33%) dan target Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu 0.7%. Secarakeseluruhan, negara terbelakang menerima sepertiga dari totalODA. Dengan beberapa pengecualian, negara-negara ini memilikiindicator EFA yang terburuk.

Dana bantuan bilateral untuk pendidikan meningkat hinggaUS$4.65 milyar pada tahun 2003, peningkatan 31% dari tahun2000 yang rendahnya sebesar US$3.55 milyar, namun tetap jauhdi bawah besarnya bantuan pada tahun 1990an sebesar US$5.7milyar (semua pada dasar harga konstan tahun 2002). Alokasipada tahun 2003 merepresentasikan 7.4% dari total dana bantuanbilateral, menurun dari 8.8% pada tahun sebelumnya danmerupakan jumlah terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Danabantuan bilateral untuk pendidikan meningkat hampir tiga kalilipat antara tahun 1998 dan 2003 namun jumlahnya tetap kurangdari 2% ODA bilateral. (Gambar 5.1 dan Tabel 5.1)

Lembaga donor multilateral yang utama menetapkan sejumlahUS$15.9 milyar rata-rata per tahun antara tahun 1999 dan 2003,dengan penerimaan bidang pendidikan sebesar 9.3%. Pendidikandasar menerima sekitar 60% dari jumlah tersebut. Bank Duniaadalah lembaga donor multilateral yang paling penting untukpendidikan (US$543 juta per tahun sejak tahun 1999 hingga 2003,setara dengan lebih dari 40% total komitmen multilateral). KomisiEropa adalah lembaga donor yang semakin penting untuk sector inidengan US$347 juta per tahun selama periode tersebut.Mengkombinasikan dana bantuan bilateral dan multilateral, totalbantuan bagi pendidikan dasar mencapai jumlah US$2.1 milyar padatahun 2003, hanya 2.6% dari dana bantuan keseluruhan.

Penghapusan hutang mencapai US$5.9 milyar yang tercakupdalam jumlah total peningkatan dana bantuan bilateral sebesarUS$ 16.6 milyar antara 2001 dan 2003. Untuk mendapatkanpenghapusan hutang permanen, negara-negara harus selalumenunjukkan bahwa mereka memiliki tujuan dan kebijakan yangdirancang untuk mencapai tujuan pendidikan dasar, di antarareformasi sosial lainnya. Contohnya adalah penghapusan uang

sekolah, penyediaan tenaga pengajar, dan penyediaan bukuteks. Beberapa negara pengutang besar yang miskin telahmeningkatkan pengeluaran pemerintah untuk pengentasankemiskinan dan mengindikasikan bahwa mereka akanmemanfaatkan 40% dari penghapusan hutang untuk sektorpendidikan. Dengan pendekatan yang berbeda, beberapapemerintah negara Amerika Latin melakukan tukar hutang(debt swaps) untuk langsung membiayai program-programpendidikan. Argentina bernegosiasi dengan Spanyol mengenaitransfer dana sebesar US$100juta sebagai penggantipembayaran hutang, untuk membantu 215.000 pelajar dibeberapa bagian termiskin di negara tersebut menyelesaikanpendidikan menengah pertama.

Bagi banyak donor, pendidikan dasarbukanlah prioritas

Pendidikan dasar masih belum menjadi perhatian utama dalamaliran dana bantuan bilateral, meskipun belakangan meningkat.Rata-rata, negara-negara mengalokasikan 9.7% dari danabantuan bilateral untuk pendidikan, berkisar dari 2.8% (AmerikaSerikat) hingga 35.7%(New Zealand). Secara keseluruhan,sekitar 60% dari komitmen bilateral untuk pendidikan masihdiperuntukkan bagi pendidikan tinggi. Porsi pendidikan dasardalam total dana untuk pendidikan rata-rata 28.3% dengan porsiyang berkisar dari 1.4% (Italia) hingga 66.6% (Denmark), 67.4%(Amerika Serikat), 78.4% (Belanda), dan 88.6% (Inggris).

BGambar 5.1: Komitmen dana bantuan bilateral untuk

Pendidikan Dasar, 1993-2003

0.04

0.27

0.54 0.56

0.47

0.42

0.58

0.78

0.89

1.09

1.16

1.5

1.2

0.9

0.6

0.3

0.0

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.01993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Dakar

Dakar

Kons

tan

harg

a ta

hun

2002

dala

m U

S$ m

ilyar

Pros

enta

se d

ari

tota

l ODA

Bila

tera

l

Sumber: Lihat Bab $ dalam Laporan EFA lengkap

Catatan: Porsi dana multilateral dan pendidikan dasar dihitung menggunakan ‘total ODA dikurangi dukungan budgetumum (general budget support)’ dikurangi ‘pendidikan, level tidak dispesifikasi.Sumber: Lihat Bab 4 dalam Laporan EFA lengkap

Tabel 1.1 Distribusi Negara berdasarkan Nilai IPUS dan Wilayah, 2002

Pendidikan Pendidikan Pendidikan PendidikanDasar Dasar

Donor bilateral(Negara-negara DAC) 4.22 0.91 4.65 1.16

Donor-donormultilateral utama 1.31 0.59 1.66 0.94

Total ODA 5.53 1.50 6.31 2.10

Page 44: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n . P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

44

Gambar 5.2 dan 5.3 mengindikasikan prioritas yang relatifuntuk pendidikan dan pendidikan dasar sebagai bagian dari totaldana bantuan bilateral untuk dua level tersebut dari negara-negara anggota Komite Bantuan Pembangunan OECD (OECD’sDevelopment Assistance Committee). Sejak 1999 hingga 2003,Perancis, Jepang, dan Jerman menetapkan hampir 60% total danabantuan bilateralnya untuk pendidikan, sementara AmerikaSerikat, Belanda, Perancis, dan Inggris menetapkan 62% daridana bantuan bilateralnya untuk pendidikan dasar. HanyaDenmark, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat yangmengalokasikan rata-rata lebih dari 60% dana bantuanpendidikan mereka untuk pendidikan dasar antara tahun 1999-2003. Beberapa donor besar, seperti Perancis, merestrukturisasiprogram bantuan untuk meningkatkan pencapaian TujuanPembangunan Milenium dan menempatkan sumber daya lebihbesar untuk pendidikan dasar.

Distribusi regional dari dana bantuan bilateralmerefleksikan faktor sejarah dan politik sebagaimanakebijakan dana bantuan pada umumnya. Negara-negaradengan Indeks Pembangunan Pendidikan (EducationDevelopment Index) tidak serta merta menjadi prioritas.Volume yang tidak proporsional dari dana bantuan bilateralmengalir ke negara-negara dengan pendapatan menengahdengan indikator-indikator sosial yang relatif baik, termasukdidalamnya pendaftaran siswa sekolah dasar. Sembilan negaramengalokasikan lebih dari 40% dana mereka ke sub-SaharaAfrika. Australia, New Zealand, dan Jepang memprioritaskanAsia Timur dan Pasifik. Secara mencolok, hanya Norwegia,Swiss, dan Inggris yang memberikan lebih dari 20% danabantuan mereka kepada Asia Selatan dan Barat., kawasanyang menghadapi tantangan terbesar EFA berdasarkan jumlahmanusia,; enambelas negara donor mengalokasikan kurangdari 10% dana bantuan pendidikannya untuk kawasan ini.

Melek huruf: satu alat untuk mencapaitujuan lainnya

Melek huruf bukanlah agenda yang penting bagi kebanyakanlembaga internasional, meskipun dorongan yang kuat untukmencapai UPE tetap dilakukan. Beberapa donor bilateral danbank-bank pembangunan mengkaitkan secara eksplisit tingkatmelek huruf dalam kebijakan dana bantuan mereka.Kebanyakan mengkaitkannya sebagai alat untuk mencapaitujuan lainnya. Melek huruf dalam perjuangan memberantaskemiskinan mendapatkan perhatian (misalnya dari KomisiEropa, Norwegia, dan New Zealand). Kebanyakan lembagamendorong EFA tanpa kaitan yang eksplisit dengan melekhuruf, meskipun beberapa memandangnya sebagai tujuanyang mendasar dari pembelajaran yang baik (misalnya Kanada,Komisi Eropa, dan Inggris) atau sebagai keterampilan inti daripendidikan dasar (misalnya Swedia dan Amerika serikat).Jepang menekankan pentingnya melek huruf dalammeningkatkan proyek pembangunan.

Bagaimana pernyataan-pernyataan ini diterjemahkan dalamalokasi dana bukanlah hal yang mudah dilakukan. Datamengenai dana untuk program melek huruf bagi orangdewasa cenderung dimasukkan pada kategori keterampilandasar bagi pemuda dan dewasa dalam database OECD-DAC.Sangat sedikit lembaga yang mengeluarkan data mengenaimelek huruf, dan jarang sekali yang memiliki data akurat.

Terdapat kasus yang kuat untuk diangkat dalam dialoginternasional baru mengenai melek huruf, termasuk posisinyadalam kebijakan lembaga dan dalam diskusi-diskusi bilateraldan multilateral dengan para pemerintah.

Meningkatkan potensi dana bantuan

Meskipun pembiayaan pendidikan merupakan kewajibanutama dari pemerintahan nasional, negara-negara termiskin didunia masih membutuhkan dana bantuan jangka panjang yangterencana untuk dimasukkan dalam reformasi kebijakan yangesensial. Dana bantuan semacam ini secara khusus menjadikrusial untuk memenuhi biaya yang dibutuhkan-gaji, buku

Catatan: ’Lainnya’ adalah Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Yunani, Italia, Irlandia,New Zealand, Portugal, Swedia, Dan Swiss. Kontribusi negara-negara ini masing-masing kurang dari 2% dari total dana bantuan bilateral untuk pendidikan. Dataperbandingan tidak tersedia untuk Luxemburg.Sumber: Lihat Bab 4 dalam Laporan Efa lengkap.

Gambar 5.2: Kontribusi individual dari negara-negara DACdalam total dana bantuan untuk pendidikan, 1999-2003

Lainnya

SpanyolAustralia

Norwegia

Kanada

Inggris

Amerika Serikat

Jerman

Belanda

Jepang

Perancis23.7%

Gambar 5.3: Kontribusi individual negara-negara DAC kepada totaldana bantuan bilateral untulk pendidikan dasar, 1999-2003

Catatan: ’Lainnya’ adalah Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Italia, NewZealand, Portugal, dan Swiss. Negara-negara ini masing-masingberkontribusi kurang dari 2% kepada total dana bantuan bilateral untukpendidikan dasar. Dara perbandingan tidak tersedia untuk Luxemburg,Yunani, dan Italia.Sumber: Lihat Bab 4 dalam Laporan EFA lengkap.

Amerika Serikat

LainnyaSpanyol

Spanyol

SwediaAustralia

Norwegia

Kanada

Jepang

Jerman

Inggris Perancis

Belanda

Page 45: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

45

teks, materi pengajaran, pengeluaran administrasi harian – dinegara-negara yang pendapatannya tidak cukup untukmembiayai upaya-upaya untuk mencapai EFA. Dana bantuandapat mendukung pemerintah-pemerintah dalam menutupibiaya penghapusan uang sekolah-langkah esensial untukmencapai UPE. Hal ini dapat mendorong alokasi budget yanglebih adil bagi pendidikan dasar dan membiayaipengembangan professional bagi guru, yang banyakdibutuhkan bila EFA ingin diwujudkan pada tahun 2015.Argumen bahwa dana bantuan harus ditunda di negara yangtidak mampu menangani penyaluran dana tambahan tidakmenguntungkan upaya-upaya pendidikan. Pendekatan yanglebih konstruktif adalah dengan memastikan bahwa danabantuan tersebut dapat membangkitkan kapasitas negaradalam melakukan reformasi pendidikan yang dibutuhkan.

Agar efektif, dana bantuan harus dikoordinasikan denganlebih baik, sebagaimana telah dijelaskan dalam Laporansebelumnya. Langkah positif yang lebih jauh telah dilakukanpada tahun 2005 ketika lebih dari 100 negara mensahkanDeklarasi Paris tentang Efektifitas Dana Bantuan (the ParisDeclaration on Aid Effectiveness). Dirancang untukmereformasi cara-cara penyaluran dan pengaturan danabantuan, deklarasi tersebut menekankan dibutuhkannyakesesuaian yang lebih baik dengan strategi pembangunannasional untuk mengharmonisasi kegiatan donor danmeletakkan fokus yang lebih kuat untuk mencapai hasil.Dalam bidang pendidikan, upaya untuk menyediakan danabantuan yang lebih banyak dan lebih baik direfleksikan olehInisiatif Jalur Cepat (Fast Track Initiative-FTI), termasukkolaborasinya dengan DAC. Meskipun FTI merupakancontoh penting dari harmonisasi donor, namun perannyabelum mampu memobilisasi sumber daya secara signifikanbagi EFA (Kotak 5.1)

Donor mencoba pendekatan-pendekatan lain agar danabantuan mereka lebih efektif: kemitraan tersembunyi adalahsalah satunya. Relatif baru dalam pendidikan, hal ini terjadiketika sebuah negara mendapatkan dana melalui lembagabilateral lainnya. Hal ini mengurangi beban dari prosedurdana bantuan dan tidak menimbulkan biaya staf (staff cost)bagi mitra yang tersembunyi. Di Malawi, misalnya, Belandamemberikan dana melalui Departemen PembangunanInternasional (Department of International Development)dalam United Kingdom untuk mendukung rencana di sektorpendidikan negara tersebut. Kanada, Perancis, Norwegia,dan Swedia mengeksplorasi kemitraan yang serupa dibeberapa negara-negara sub-Sahara Afrika.

Investasi dalam keterampilan

Bantuan teknis adalah bagian vital dalam dana bantuan.Bantuan ini membantu memperkuat pengetahuan danketerampilan dari mereka yang bertanggung jawab dalammengatur reformasi sektor pendidikan. Hal tersebut dapatdiaplikasikan dalam bentuk seperti pelatihan guru,pengembangan kurikulum dan buku teks, manajemen sekolah,dan desentralisasi penyediaan pendidikan. Meskipunseperempat dari dana bantuan pendidikan bagi negara-negaraAfrika disalurkan untuk membangun kapasitas (capacitybuilding), perkembangan kerja sama teknis tidaklah kuat.Upaya untuk mengharmonisasi dana bantuan harus secarasistematis mencakup perhatian terhadap bantuan teknis dankerja sama, khususnya pada level negara, dimanapertumbuhan sumber keahlian berkelanjutan. Studi terbaru

Box 1.4 Inisiatif Jalur Cepat : pengesahanyang kuat, komitmen pendanaan yang rendah

Dimulai pada tahun 2002 untuk mengakselerasikan perkembanganuntuk penyelesaian masalah pendidikan dasar secara universal padatahun 2015, Inisiatif Jalur Cepat adalah kemitraan global antaranegara berkembang dengan negara maju. Ini merupakan responlangsung terhadap kesepakatan Dakar di mana ‘tidak ada negara yangberkomitmen serius untuk pendidikan untuk semua akan gagal dalammencapai tujuanini karena kekurangan sumber daya’. FTI dibuat atasdasar akuntabilitas timbal balik. Peran donor adalah untukmeningkatkan dukungan yang dapat diprediksi, mengkoordinasikandukungan atas satu rencana pendidikan dan mengharmonisasiprosedur. Negara partner sepakat untuk mengembangkan programpendidikan yang baik melaluikonsultasi yang terbuka,mendemonstrasikan hasil dari indikator kunci keberhasilan danmenerapkan kepemimpinan dalam mengimplementasikan program. FTIsaat ini terbuka untuk semua negara-negara dengan pendapatanrendah. Pada pertengahan 2005, tigabelas negara disahkan programpendidikannya dan menerima dukungan dari FTI. Pada tahun 2005,Proyek Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (United NationsMillenium Project), Komisi Negara Inggris untuk Afrika (UnitedKingdom’s Commission for Africa), dan pertemuan tingkat tinggi G8:Komunike Gleneagles memberikan dukungan kuat terhadap inisiatif ini.

Meskipun FTI telah muncul sebagai mekanisme koordinasi kuncibagi sekitar tigapuluh agen bilateral dan multilateral yang bekerja dibidang pendidikan, hal tersebut tidak menghasilkan peningkatan danayang signifikan. Enam donor memberikan komitmen total sebesarUS$292 juta untuk Dana Katalistik FTI (FTI Catalytik Fund) untuk2003-2007. Dana tersebut diberikan untuk menyediakan dukunganjangka pendek untuk membantu kesenjangan finansial negara-negarayang memiliki terlalu sedikit donor. Hanya sebesar US$7,5juta telahdiberikan, di luar komitmen untuk 2003-2005. Dana PengambanganProgram Pendidikan (The Education Programme DevelopmentFund), ditujukan untuk negara-negara yang tidak memiliki rencanapendidikan, telah mencairkan US$6juta. Level yang biasa saja disektor pembiayaan ini menyebabkan sangat terbatasnya perjuanganmengatasi defisit dana EFA.

Volume yang tidak proporsional daridana bantuan bilateral mengalir kenegara-negara dengan pendapatanmenengah dengan indikator-indikator sosial yang relatif baik,termasuk didalamnya pendaftaransiswa sekolah dasar.

Page 46: Education for all: literacy for life; EFA global monitoring report, 2006 ...

Ring

kasa

n. P

endi

dika

n un

tuk

Sem

ua K

eaks

araa

n ba

gi K

ehid

upan

2

00

6

46

melalui pooling menunjukkan bahwa dana bantuan teknistetap masih terlalu sedikit. Sejumlah dana harusdialokasikan untuk memperkuat landasan pengetahuandan membagi pengalaman di antara negara-negara denganmasalah-masalah yang serupa. Debat internasional yanglebih kuat dibutuhkan untuk membahas tentang bagaimanamemperbaiki koordinasi bantuan teknis dalam pendidikan.

Penutup

Hanya sepuluh tahun tersisa untuk mencapai tujuan-tujuanEFA. Perubahan positif telah terjadi sejak Dakar menujuUPE dan kesetaraan jender dalam level sekolah dasar,terutama di negara-negara termiskin. Pembiayaan publikuntuk pendidikan sebagai bagian dari GNP meningkat dikebanyakan negara-negara dan dana bantuan untukpendidikan dasar meningkat, meskipun barumerepresentasikan 2.6% dari total dana bantuan.

Meskipun begitu, kebutuhan tetaplah sangat besar disemua level pendidikan, formal dan non-formal. Melekhuruf, sebagaimana Laporan ini berargumen, harusmenjadi prioritas politik yang merupakan jalan pintasmenuju Pendidikan untuk Semua (Education for All).Bilaperhitungan langsung digunakan untuk menghitungketerampilan melek huruf, jumlah orang dewasa tanpaketerampilan atau lemah akan meningkat jauh melampauiangka perkiraan saat ini yaitu 771 juta orang denganperhitungan konvensional. Situasi ini menunjukkanpelanggaran yang parah terhadap hak dan semua aspekdalam pembangunan.

Dekade Melek Huruf Perserikatan Bangsa-Bangsa (theUnited Nations Literacy Decade) adalah panggilan untukmeletakkan melek huruf-khususnya melek huruf bagiorang dewasa- dalam agenda semua orang. Hal ini mulaimenjadi kenyataan, namun masih sangat jauh dari menjadiuniversal. Dalam tahun-tahun belakangan ini, beberapanegara-diantaranya Brazil, Burkina Faso, Indonesia,Maroko, Mozambique, Nikaragua, Ruanda, Senegal, danVenezuela-telah setia meningkatkan perhatiannya untukmelek huruf bagi orang dewasa, selain mereka,Bangladesh, Cina, dan India, telah mencapai hasil yangmengesankan sebagaimana terlihat dari hasil upayanyapada tahun 1990an.

Komitmen politik untuk agenda yang terfokus padahak-hak meingkatkan kualitas hidup setiap warga negaramerupakan titik awal untuk menyusun kebijakan nasionalyang eksplisit dalam meningkatkan melek huruf di semualevel pendidikan, dengan penekanan khusus pada anak-anak, pemuda, dan orang dewasa yang paling tidakberuntung. Kebijakan semacam ini harus dilandaskan olehvisi masyarakat melek huruf yang dinamis sehinggamenyemangati individu untuk memiliki keterampilanmelek huruf dan memanfaatkanya kemudian.

Tujuan kesetaraan jender 2005 gagal terwujud, namunsekarang adalah saatnya untuk menciptakan peningkatanserta menguatkan komitmen untuk itu dan tujuan-tujuanEFA dengan memberikan perhatian khusus terhadap isu-

isu yang berkaitan dengan akses (menghapus uangsekolah), kualitas (pelatihan yang lebih baik bagi tenagapengajar), dan lingkungan belajar (sekolah yang aman,buku untuk pelajar, inisiatif untuk kesehatan sekolah, danpengadaptasian proram-program dewasa untuk memenuhikebutuhan para pelajar dewasa). Koneksi yang sangatkuat antara pendidikan oleh orang tua dengan sekolahanak lebih jauh lagi memperkuat penerapan melek hurufbagi orang dewasa sebagai prioritas di negara berkembangdan maju.

Agar komitmen-komitmen tersebut dapat terpenuhi,pendanaan publik bagi pendidikan dasar harus dilanjutkanuntuk meningkatkan dan mengalokasikan efisiensi yanglebih besar, dengan perhatian khusus untuk keadilan.Melek huruf biasanya menerima hanya 1% dari budgetpendidikan nasional, porsi yang harus ditingkatkan bilatujuan-tujuan melek huruf Dakar ingin dicapai, bilapemerintah-pemerintah ingin memenuhi kewajibankebijakan public dan finansial, dan agar para pendidikuntuk melek huruf dapat manjadi profesional danberpenghasilan cukup.

Donor haruslah menghormati kesepakatan mereka diDakar. Bila diasumsikan porsi pendanaan untukpendidikan dasar tetap konstan, peningkatan aliran danabantuan secara keseluruhan untuk pendidikan dasar yangdisepakati dalam pertemuan tingkat tinggi G8 hanya akanmencapai US$3.3 milyar per tahun pada tahun 2010. Inimasih sangat jauh dari $US7milyar per tahun yangdiestimasikan sebagai angka yang dibutuhkan untukmencapai UPE dan kesetaraan jender saja, tanpaperuntukan bagi melek huruf dewasa atau ICCE.Peningkatan dana bantuan untuk pendidikan dasar sebesardua kali lipat dari yang telah diantisipasi sekarang dapatmengantarkan komunitas internasional lebih dekat dalammencapai komitmen-komitmennya dan mencapai tujuan-tujuan EFA untuk tahun 2015. Hal yang vital untukmemperkuat kasus ini untuk EFA dalam menindaklanjutihasil yang telah dicapai dan keputusan negara-negara G8dan hasil dari Pertemuan tingkat tinggi PerserikatanBangsa-Bangsa bulan September 2005. Dana bantuan iniharus mengalir ke negara-negara dengan pendidikan dasaryang paling suram dan dengan koordinasi yang lebih baiksehingga perbedaannya dapat terlihat. Peningkatandukungan untuk mengurangi separuh jumlah manusia yanghidup dalam kemiskinan ekstrim dalam dekade selanjutnyaharus diterjemahkan dalam komitmen-komitmen jangkapanjang yang dapat menunjukkan peran penting daripendidikan-dengan melek huruf sebagai intinya-memainkan perbaikan kehidupan individu, komunitas, danbangsa mereka.