ECONOMIC VALUATION OF FOREST LAND POTENTIAL FOR CONVERSION INTO KARIANGAU INDUSTRIAL AREA...
-
Upload
firdaus-albarqoni -
Category
Environment
-
view
204 -
download
2
Transcript of ECONOMIC VALUATION OF FOREST LAND POTENTIAL FOR CONVERSION INTO KARIANGAU INDUSTRIAL AREA...
VALUASI EKONOMI LAHAN HUTAN YANG BERPOTENSI UNTUK KONVERSI MENJADI KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU BALIKPAPAPAN
KALIMANTAN TIMUR
ECONOMIC VALUATION OF FOREST LAND POTENTIAL FOR CONVERSION INTO KARIANGAU INDUSTRIAL AREA BALIKPAPAPAN
EAST KALIMANTAN
Albarqoni, Firdaus dan Nindyantoro1)
1)Dosen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: Ir, MSP
Abstract
The economic value of forest products either directly value or indirect values
(environmental services) has value to current and future. Lack of knowledge and
understanding of the values of forest resources, forest resources management is not
optimal so that forests tend to be converted to other land. In this case forest resources
are converted to industrial are. Economic valuation of forest resources is an effort that
can be done to improve the understanding of the entire stakeholder and community of
tangible and intangible benefits of forests. Economic valuation of forest resources in the
study done by quantifying the economic benefits of the goods and services produced by
forests that have high economic value, and declared value in the value of money. Results
of this study demonstrate the total value of Kariangau forest area is 183 917 161 880
rupiah.
Key word: economic value, forest, conversion, industrial area
PENDAHULUAN
Sumberdaya hutan Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat
dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas
manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan dan manfaat tidak terukur
(intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain.
Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga
menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebih. Hal tersebut
disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai
manfaat sumberdaya hutan secara komperehensif. Untuk memahami manfaat dari
sumberdaya hutan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang
dihasilkan sumberdaya hutan ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan
nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia.
Kota Balikpapan sebagai salah satu kota terbesar di Propinsi Kalimantan Timur
mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi
dengan migas mencapai 6,7 persen, sementara pertumbuhan ekonomi tanpa migas
sebesar 9,0 persen. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan pertambangan, pengelolaan
industri minyak atau gas bumi serta pelayanan jasa yang menghasilkan barang industri
1
2
dan barang produksi. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
perdagangan dan usaha-usaha lain yang signifikam di Kota Balikpapan dengan
menimbulkan dampak berupa peningkatan jumlah penduduk. Selain itu Kota Balikpapan
menjadi titik transit dan transportasi jalur perhubungan udara dan laut berkaitan dengan
letak goegrafis yang berada di selat Makassar dan didukung oleh sarana dan prasarana
transportasi udara dan laut yang baik. Faktor-faktor tersebut di atas sangat
mempengaruhi terhadap fungsi utama Kota Balikpapan sebagai kota jasa yang akan
dikembangkan ke depan, baik dalam bentuk pemantapan terhadap fungsi yang sudah
ada maupun penempatan fungsi baru yang akan dikembangkan.
Kota Balikpapan berdasarkan RTRW Nasional tahun 2006 diarahkan sebagai
Pusat Pelayanan Orde I, yaitu pusat yang melayani seluruh wilayah Propinsi Kalimantan
Timur dan Wilayah Nasional/ internasional yang lebih luas. Pusat ini diwakili oleh kota
Balikpapan yang diarahkan sebagai kota utama di Propinsi Kalimantan Timur. Fungsi
utama Kota Balikpapan secara detail adalah sebagai pusat pelayanan orde I antara lain
sebagai pusat perdagangan dan jasa regional; pusat distribusi dan kolektor barang dan
jasa regional; pusat pelayanan jasa transportasi laut, udara, sungai dan darat; pusat
industri pengolahan; pusat pelayanan jasa pariwisata.
Berdasarkan RTRW Provinsi Kalimantan Timur tahun 2006, kawasan
Balikpapan, ditetapkan sebagai kawasan strategis dengan fungsi penggerak
pertumbuhan. Penetapan kota Balikpapan sebagai salah satu kawasan strategis
didasarkan pada potensi sumber daya alam yang dimiliki, seperti kehutanan,
pertambangan dan industri. Kawasan tersebut merupakan kawasan utama pertumbuhan
perekonomian wilayah yang secara geografis terletak dalam lintasan aliran perdagangan
regional dan internasional, yaitu Segitiga Pertumbuhan ASEAN. Kawasan tersebut dekat
dengan Negara Bagian Sabah-Malaysia dengan pusat pertumbuhan utamanya yaitu Kota
Tawao. Kota Balikpapan telah berkembang sebagai pusat koleksi dan distribusi utama
khususnya untuk komoditi ekspor sehingga merupakan lokasi terkonsentrasinya fasilitas
dan prasarana penting dan merupakan konsentrasi penduduk. Melalui
pengembangannya sebagai wilayah pembangunan ekonomi terpadu dapat membantu
mengurangi kesenjangan wilayah.
Secara umum kondisi tutupan lahan di Kota Balikpapan masih didominasi oleh
lahan tidak terbangun dengan luas 44.813, 21 ha (89,04%) dari luas wilayah Kota
Balikpapan. Sedangkan lahan terbangun mencapai luas 5.517,36 ha (10,96.%) dari luas
wilayah. Lahan tidak terbangun di Kota Balikpapan berupa hutan dengan luas 20.295,86
ha (40,33%), semak dan belukar seluas 12.226,31 HA (24,29%), ladang/kebun seluas
5.100, 29 ha (10,13%), sawah 103,93 ha, tambak 694,59 ha, perkebunan 316,93 ha,
ruang terbuka hijau berupa makam-makam, taman, lapangan seluas 393,46 ha. Lahan
tidak terbangun ini pada umumnya masih mendominasi Kota Balikpapan bagian utara,
3
barat dan timur, tepatnya di Kecamatan Balikpapan Barat, Utara dan Kecamatan
Balikpapan Timur.
Pembangunan Kawasan Industri Kariangau (KIK) direncanakan seluas 5.000
hektar yang berlokasi di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kalimantan
Timur. Tahap pengembangan pertama seluas 1.989,54 hektar sementara sisanya akan
dikembangkan kemudian. Dalam pengembangan daerah ini, pemerintah daerah
membagi dengan fungsi yang berbeda – beda seperti pelabuhan dengan luas 56,5
hektar, kawasan industri dengan luas 399.288 hektar dan sarana pendukung seluas
339.267 hektar.
Kawasan yang direncanakan untuk Kawasan Industri Kariangau (KIK) berlokasi
di daerah pesisir kota Balikpapan, karakteristik tersebut menjadi dasar prima
perencanaan kawasan tersebut yaitu mengembangkan kawasan perkotaan yang
kondusif terhadap keseimbangan lingkungan hidup pesisir dan sebagai pusat
pertumbuhan baru dengan basis kegiatan industri. Area tersebut sudah masuk beberapa
perusahaan, namun sebagian besar areanya masih berupa hutan belantara, alang –
alang, rumput liar dan sejenisnya sehingga masyarakat sekitar tidak mendapatkan
manfaatnya secara ekonomi karena mereka memanfaatkan lahan tersebut sebagai
perladangan berpindah. Dengan lokasi yang strategis dan didukung oleh pemberlakuan
Undang – Undang no. 32 dan 34 tahun 2004, pemerintah daerah bermaksud untuk
mengembangkan daerah tersebut menjadi kawasan industri dengan nama Kawasan
Industri Kariangau (KIK) untuk kesejahteraan rakyat.
Valuasi ekonomi sumber daya hutan merupakan suatu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan seluruh stakholder
terhadap manfaat tangible dan intangible hutan. Dengan adanya valuasi ekonomi,
diharapkan masyarakat akan lebih mengetahui informasi dan nilai manfaat hutan dari
sisi ekonomi dan ekologi, sehingga seluruh elemen masyarakat, stakeholder dan
pengambil kebijakan akan lebih menghargai keberadaan hutan dan selalu ingin
berperan aktif dalam upaya kelestarian lingkungan. Valuasi ekonomi sumber daya
hutan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkuantifikasikan secara ekonomi
manfaat barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan yang sekiranya memiliki nilai
ekonomi tinggi, dan menyatakan nilainya dalam nilai uang (money term). Hasil valuasi
selanjutnya juga dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan hutan di Kelurahan
Kariangau.
4
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat
Balikpapan Kalimantan Timur. Pengambilan data sekunder dan data primer dilaksanakan
pada bulan Oktober sampai November 2012.
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang
dibutuhkan dalam penelitian antara lain adalah jenis dan jumlah komoditas hasil hutan
yang diambil atau dimanfaatkan oleh masyarakat, identitas, responden (nama, usia,
pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan jumlah tanggungan keluarga), persepsi
masyarakat terhadap hutan, persepsi masyrakat terhadap perbaikan kualitas lingkungan
hutan, besarnya Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap manfaat keberadaan
dan besarnya WTP masyarakat atas manfaat warisan hutan. Data primer ini diperoleh
dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan pengisisan kuisioner terhadap
responden.
Data sekunder yang dibutuhkan meliputi kondisi geografis lokasi penelitian,
keadaan demografis, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Data sekunder ini
diperoleh dari kantor Pemerintah Kota Balikpapan, Kantor Kecamatan dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM).
Metode Pengambilan Contoh
Metode pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan random
sampling di mana responden dipilih dari populasi dengan cara memberikan kesempatan
yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Responden dalam penelitian ini
adalah warga Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan
Kalimantan Timur. Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dari 3.247
populasi. Pengambilam data dari responden bertujuan untuk memperoleh gambaran
mengenai seberapa besar nilai yang hilang antara lain berupa nilai ekonomi berbasis
pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan
pemanfataan atau penggunaan (non use value).
Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data
mengenai persepsi masyarakat yang diperoleh melalui wawancara akan dianalisis secara
kualitatif dan akan disajikan dalam bentuk uraian deskriptif, sedangkan data lainnya akan
dianalisis secara kuantitatif (Tabel 1).
5
Tabel 1. Bobot Nilai Jawaban Responden
No Jawaban Responden Skor
1 Sangat Baik 5
2 Baik 4
3 Cukup baik 3
4 Kurang Baik 2
5 Tidak Baik 1
Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden dalam
kuisoner adalah skala Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat
atau persepsi seseorang terhadap variabel penelitian yang telah dijabarkan dalam poin-
poin pernyataan. Skala Likert digunakan untuk mengukur suatu sikap dalam suatu
penelitian, biasanya sikap dalam skala Likert diekspresikan mulai dari yang paling
negatif, netral sampai ke yang paling positif (Sarwono, 2006).
Kesimpulan akan diperoleh dengen menentukan terlebih dahulu skala untuk
kriteria tidak baik sampai sangat baik, besarnya rentang skala akan diperoleh dengan
rumus (Simamora, 2002) berikut :
RS = (𝑚−𝑛)
𝑏
Keterangan :
RS : Rentang skala
m : Angka tertinggi dalam pengukuran (lima)
n : Angka terendah dalam pengukuran (satu)
b : Banyaknya kelas (kategori jawaban)
Tabel 2. Nilai Skor Rataan
Skor Rataan Penilaian Interpretasi Hasil Pelaksanaan
1,00 - 1,80 Tidak Baik Tidak Baik
1,81 - 2,60 Kurang Baik Kurang Baik
2,61 – 3,40 Cukup Baik Cukup Baik
3,41 – 4,20 Baik Baik
4,21 – 5,00 Sangat Baik Sangat Baik
Bobot nilai pada setiap jawaban responden akan dihitung untuk mendapatkan nilai
rataan.
METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini proses pengolahan data menggunakan bantuan komputer
dengan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab 15.
6
Analisis Deskriptif
Anaisis deskriptif digunakan ungtuk menggambarkan persepsi masyarakat
Kelurahan Kariangau. Persepsi masyarakat yang diinterpretasikan berupa persepsi
masyarakat terhadap keberadaan hutan serta pemahaman masyarakat terhadap manfaat
ekonomi dan ekologi hutan. Analisis deskriptif yang digunakan meliputi teknik analisis
untuk menghitung frekuensi dan mentabulasikan dalam bentuk diagram.
Metode Nilai Pasar
Metode ini digunakan untuk menhitung manfaat atau hasil hutan yang memiliki
harga pasar, dalam penelitian ini manfaat hasil hutan yang dihitung adalah nilai air.
Persamaan yang digunakan adalah:
𝑁𝐷𝑈 = 𝐴𝐻
AH = C x N x P
Keterangan:
NDU : Nilai ekonomi manfaat langsung (Rupiah/ha/tahun)
AH : Nilai air hutan (Rp/m3/tahun)
C : Konsumsi air per kapita per tahun (m3/tahun)
N : Jumlah populasi (jiwa)
P : Harga air (Rp/m3)
Analisis WTP
Regresi linear berganda digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel
independen (umur, pendapatan, pendidikan, dan persepsi masyarakat terhadap
keindahan) terhadap variabel dependen (WTP). Model regresi berganda untuk manfaat
keberadaan adalah sebagai berikut:
WTP Warisan = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + μi
Keterangan:
WTP : Keinginan membayar masyarakat atas manfaat keberadaan
β0 : Intersep
β0, β1,. βn : Koefisien regresi
X1 : Umur (tahun)
X2 : Jumlah tanggungan (orang)
X3 : Pendidikan (tahun)
X4 : Pendapatan (rupiah)
X5 : Persepsi responden terhadap keindahan
μi : Error (gangguan)
Sedangkan model regresi untuk manfaat warisan adalah:
7
WTP Warisan = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + μi
Keterangan :
WTP : Keinginan membayar masyarakat atas manfaat warisan
β0 : Intersep
β0, β1,. βn : Koefisien regresi
X1 : Umur (tahun)
X2 : Jumlah tanggungan (orang)
X3 : Pendidikan (tahun)
X4 : Pendapatan (rupiah)
X5 : Persepsi responden terhadap keindahan hutan
μi : Error (gangguan)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi Masyarakt Terhadap Kondisi Hutan
Analisis persepsi masyarakat mengenai keberadaan hutan saat ini dilakukan
dengan metode skala pengukuran yaitu rataan skor. Nilai rataan skor tersebut
menunjukan penilaian masyarakat terhadap keindahan, kenyamanan, kesejukan,
keberlanjutan ekosistem, kemananan, dan ketersediaan air. Batasan menggunakan
rumus batasan skala sebagai berikut : nilai 1,00-1,80 menunjukan penilaian tidak baik;
1,81-2,60 menunjukkan penilaian kurang baik; 2,61-3,40 menunjukkan penilaian cukup
baik; 3,41-4,20 menunjukkan penilaian baik dan 4,21-5,00 menunjukkan nilai sangat baik
(Tabel 3).
Tabel 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Kariangau
No Indikator Penilaian Rataan Skor Keterangan
1 Keindahan 4,05 Baik
2 Kenyamanan 3,80 Baik
3 Kesejukan 4,00 Baik
4 Keberlanjutan Ekosistem 3,45 Baik
5 Keamanan 2,98 Cukup Baik
6 Ketersediaan Air 3,40 Baik
Rataan Total 3,61 Baik
Sumber: Data Primer, Diolah (2012)
Nilai Air Hutan Kariangau
Hasil analisis data penggunaan air rumah tangga responden menunjukkan
bahwa besarnya konsumsi air per kapita per tahun adalah 51,71 m3 (Tabel 4).
Tabel 4. Nilai Air yang Dikonsumsi Masyarakat Kariangau
8
No Uraian Jumlah Nilai (Rp/Tahun)
1 Konsumsi air per kapita/tahun
(m3)
51,71
2 Harga air untuk masyarakat
(rupiah)
7.010
3 Populasi masyarakat (orang) 3.427
4 Total air yang dikonsumsi
masyarakat (m3)
177,210.17
5 Nilai air yang dimanfaatkan
(rupiah)
1.242.243.291,70
Sumber: Data Primer, Diolah (2012)
Berdasasarkan Tabel 4, harga air untuk masyarakat di Kelurahan Kariangau
sebesar Rp 7.010. Jumlah populasi penduduk sebanyak 3.427 jiwa maka jumlah air yang
digunakan seluruh masyarakat sebanyak 177,210.17m3
sehingga nilai manfaat air yang
digunakan sebanyak Rp 1.242.243.291,70/tahun.
Tabel 5. Nilai Air yang Dikonsumsi Perusahaan di Kelurahan Kariangau
No Uraian Jumlah Nilai
(Rp/Tahun)
1 Konusmsi air per
karyawan/tahun (m3)
1,08
2 Harga air (Rp/ m3) 7.010
3 Jumlah tenaga kerja (orang) 2.362
4 Total air yang dikonsumsi
karyawan (m3)
2,552.04
5 Nilai air yang dimanfaatkan 17,889,800.40
Sumber : Data Sekunder, Diolah (2012)
Di samping konsusmi air masyarakat, adanya Kawasan Industri Balikpapapn (KIK)
mengakibatkan adanya pertambahan penggunaan air. Kawasan Industri Kariangau (KIK)
dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 2.362 orang. Setiap karyawan diasumsikan
menggunakan air sebanyak 1,08 m3 per tahun. Jumlah air yang digunakan karyawan
sebanyak 2.552,00 m3 sehingga total nilai air adalah 17.889.800,40/tahun (Tabel 5).
Nilai Karbon
Manfaat tidak langsung yang dihitung dalam penelitian ini adalah manfaat hutan
dalam menyerap karbon dan nilai pilihan. Manfaat hutan dalam menyerap karbon
dihitung menggunakan metode nilai relatif, sedangkan nilai ekonomi hutan dalam
mencegah erosi dihitung berdasarkan biaya kerugian akibat adanya erosi. Nilai ekonomi
9
hutan rakyat dalam menyerap karbon dihitung berdasarkan penelitian Syarir Yusuf (2010)
satu hektar hutan sekunder dapat menyimpan 95 ton karbon dan satu hektar hutan
primer menyimpan 263 ton karbon dengan nilai karbon saat ini $10 ( $1 = Rp 9.650,00).
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut maka nilai serapan karbon hutan kariangau yang
hilang dapat dihitung sebagai berikut:
Hutan primer Kariangau = 3.010,46 x 263 x 10 x 9.650
= 176.932.169.070
Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai karbon hutan primer Kariangau
adalah Rp 176.932.169.070.
Nilai Pilihan
Manfaat pilihan hutan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan nilai manfaat
kenakeragaman hayati. Berdasarkan keanekargaman ilmiah hutan ini dibagi menjadi
hutan primer dan hutan sekunder. Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan primer
sebesar 3.11 US$/Ha/Tahun (www.dephut.go.id) dan nilai keanekargaman hayati hutan
sekunder sebesar 5.65 US$/Ha/Tahun (www.dephut.go.id). Apabila keadaan hutan
tersebut secara secara ekologis penting dan tetap terpelihara relatif alami maka nilai
ekonomi manfaat pilihan diperoleh dengan mengalikan nilai manfaat keanekaragaman
hayati per hektar per tahun dengan seluruh luasan hutan yang ada menggunakan nilai
kurs 1US$ = Rp 9.650 maka diperoleh nilai ekonomi manfaat pilihan hutan primer
Kariangau sebesar Rp 2.092.239.717,90.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Keberadaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP Keberadaan masyarakat Kelurahan
Kariangau dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga
lima valraiabel penjelas (independent) seperti variabel usia, jumlah tanggungan,
pendidikan, pendapatan serta persepsi masyarakat mengenai keindahan hutan.
Berdasarkan hasi regresi berganda tersebut diketahui nilai RSq(adj) sebesar 94.6
persen. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa keragaman nilai WTP responden dapat
dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 94.6 persen sedangkan sisanya sisanya
5.4 persen dijelaskan oleh variabel di luar model. Nilai Fhitung sebesar 138.81 dengan nilai
P sebesar 0.000 menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf (α) 5 persen
(Tabel 6).
10
Tabel 6. Hasil Regresi Berganda WTP Keberadaan
Predictor Coef SE Coef T P Keterangan
Constant -0.6342 0.7892 -0.80 0.427 Tidak Berpengaruh Nyata
Umur 0.02547 0.08618 0.30 0.769 Tidak Berpengaruh Nyata
Jumlah
tanggugan
0.01818 0.03956 0.46 0.649 Tidak Berpengaruh Nyata
Pendidikan 0.3498 0.1524 2.30 0.028 Berpengaruh Nyata
Pendapatan 0.64779 0.07800 8.30 0.000 Berpengaruh Nyata
Persepsi -0.05772 0.09473 -0.61 0.546 Tidak Berpengaruh nyata
RSq(adj) 94.6% - - - -
F-Stat 138.81 - - 0.000
DW 1.52188 - - - -
Sumber : Data Primer, Diolah (2012)
Model yang dihasilkan telah diuji multikoleniaritas, heteroskedestisitas dan
normalitasnya, berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa model tidak mengalami
pelanggaran asumsi OLS. Adapun model yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
LnWTP = - 0.634+0.0255LnX1+0.0182LnX2+0.350LnX3+0.648LnX4-0.0577 LnX5
Pada model diketahui bahwa variabel-variabel penjelas yang mempengaruhi WTP
responden Kelurahan Kariangau adalah variabel pendidikan dan pendapatan. Variabel
pendidikan memiliki nilai P sebesar 0.028 menunjukkan bahwa variabel pendidikan
berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai
0.350 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden sebesar satu tahun
maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar Rp 0,350. Hal tersebut
dikarenakan pendidikan yang tinggi akan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya
lingkungan.
Nilai P sebesar 0.000 pada variabel pendapatan menunjukan bahwa variabel ini
berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada
taraf (α) 5 persen. Sedangkan nilai koefisien pada variabel pendapatan bertanda positif
(+) dengan nilai sebesar 0.648 memiliki arti bahwa peningkatan pendapatan sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP responden sebesar Rp 0.648. Pendapatan yang tinggi
akan membuat responden memiliki dana lebih untuk membayar dalam pelestarian
lingkungan.
Memperikrakan Rataan WTP Keberadaan
Dugaan nilai rata-rata WTP keberadaan responden Kelurahan Kariangau
diperoleh berdasarkan rasio jumlah nilai WTP yang diberikan responden dengan jmlah
total reponden yang bersedia membayar (Tabel 7).
11
Tabel 7. Distribusi Nilai WTP Keberadaan Hutan Kariangau
No WTP (RP) Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
WTP X Jumlah
Responden (RP)
A B C A x B
1 5.000,00 7,00 17,00 35.000,00
2 10.000,00 18,00 45,00 180.000,00
3 15.000,00 3,00 7,00 45.000,00
4 20.000,00 3,00 8,00 60.000,00
5 25.000,00 9,00 23,00 225.000,00
Total 40,00 100,00 545.000,00
Sumber: Data Primer, Diolah (2012)
Berdasarkan data pada Tabel 7 diperoleh nilai rata-rata WTP keberadaan hutan
sebesar Rp 13.625. Nilia rataan WTP ini dikalikan dengan sseluruh populasi Kelurahan
Kariangau yaitu sebanyak 3.427 jiwa. Hasil dari perkalian antara rataan WTP dengan
jumlah populasi Kelurahan Kariangau merupakan nilai keberadaan hutan di Kelurahan
Kariangau yakni sebersar Rp 1.867.715.000.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan
faktor-faktor yang mempengaruhi WTP warisan masyarakat Kelurahan Kariangau
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima
valraiabel penjelas (independent) seperti variabel usia, jumlah tanggungan, pendidikan,
pendapatan serta persepsi masyarakat mengenai keindahan hutan (Tabel 8).
Tabel 8. Hasil Regresi Berganda WTP Warisan Hutan Kariangau
Predictor Coef SE Coef T P Keterangan
Constant 2.147 1.580 1.36 0.183 Tidak Berpengaruh Nyata
Umur 0.1517 0.1726 0.88 0.386 Tidak Berpengaruh Nyata
Jumlah tanggugan 0.02859 0.07921 0.36 0.720 Tidak Berpengaruh Nyata
Pendidikan 0.6943 0.3052 2.27 0.029 Berpengaruh Nyata
Pendapatan 0.3514 0.1562 2.25 0.031 Berpengaruh Nyata
Persepsi -0.0077 0.1897 -0.04 0.968 Tidak Berpengaruh nyata
RSq(adj) 75.2% - - - -
F-Stat 24.65 - - - -
DW 1.70370 - - - -
Sumber: Data Primer, Diolah (2012)
Model yang dihasilkan telah diuji multikoleniaritas, heteroskedestisitas dan
normalitasnya, berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa model tidak mengalami
pelanggaran asumsi OLS. Adapun model yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
LnWTP = 2.15+0.152LnX1+0.0286LnX2+0.694LnX3+0.351LnX4-0.008Lnx5
12
Pada model diketahui bahwa variabel-variabel penjelas yang mempengaruhi WTP
responden Kelurahan Kariangau adalah variabel pendidikan dan pendapatan. Variabel
pendidikan memiliki nilai P sebesar 0.029 menunjukkan bahwa variabel pendidikan
berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai
0.694 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden sebesar satu tahun
maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar Rp 0.694. Hal tersebut
dikarenakan pendidikan yang tinggi akan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya
lingkungan.
Nilai P sebesar 0.031 pada variabel pendapatan menunjukan bahwa variabel ini
berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada
taraf (α) 5 persen. Sedangkan nilai koefisien pada variabel pendapatan bertanda positif
(+) dengan nilai sebesar 0.351 memiliki arti bahwa peningkatan pendapatan sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP responden sebesar Rp 0.351. Pendapatan yang tinggi
akan membuat responden memiliki dana lebih untuk membayar dalam pelestarian
lingkungan.
Memperkirakan WTP Warisan
Berdasarkan data pada Tabel 9 diperoleh nilai rata-rata WTP warisan hutan
sebesar Rp 12.875. Nilai rataan WTP ini dikalikan dengan jumlah populasi di Kelurahan
Kariangau yaitu sebanyak 3.427 jiwa. Hasil dari perkalian antara rataan WTP dengan
jumlah populasi kelurahan kariangau merupakan nilai warisan hutan yakni sebesar
Rp 1.764.905.000.
Tabel 9. Distribusi Nilai WTP Warisan Hutan Kariangau
No WTP (RP) Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
WTP X Jumlah
Responden (RP)
A B C A x B
1 5.000,00 7,00 17,00 35.000,00
2 10.000,00 18,00 45,00 180.000,00
3 15.000,00 6,00 15,00 90.000,00
4 20.000,00 3,00 8,00 60.000,00
5 25.000,00 6,00 15,00 150.000,00
Total 40,00 100,00 515000,00
Sumber: Data Primer, Diolah (2012)
Nilai Ekonomi Kawasan Hutan
Berdasarkan Tabel 10 nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau yang hilang adalah
nilai air masyarakat, nilai air industri, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai
warisan. Total nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau adalah sebesar Rp 183.917.161.880.
13
Tabel 10. Nilai Ekonomi Lahan Hutan Kariangau
No Keterangan Nilai yang Hilang
1 Nilai air masyarakat 1.242.243.291,70
2 Nilai air industri 17.889.800,40
3 Nilai karbon 94.643.077.520,00
4 Nilai Pilihan 141.993.894,30
5 Nilai Keberadaan 1.867.715.000,00
6 Nilai Warisan 1.764.905.000,00
7 Total 183.917.161.880,00
Sumber: Data Primer, Diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 10 nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau yang hilang adalah
nilai air masyarakat, nilai air industri, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai
warisan. Total nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau adalah sebesar Rp 183.917.161.880.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari permasalahan dalam penelitian yang
telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Nilai langsung (tangible) berupa air dari kawasan konservasi yang dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah sebesar Rp. 1.260.133.092,10/tahun.
2. Nilai jasa lingkungan (intangible) hutan Kariangau adalah sebesar
Rp. 98.275.697.520/ tahun. Nilai jasa llingkungsn (intengile) terdiri dari :
a. Nilai Hutan Kariangau sebagai penyerap karbon adalah sebesar
Rp. 94.643.077.520.
b. Nilai pilihan Hutan Kariangau yang menunjukan bahwa nilai pemeliharaan hutan
Kariangau untuk kemungkinan dimanfaatkan di masa yang akan datang adalah
sebesar Rp. 141.993.894,43.
c. Nilai keberadaan yang menunjukkan pada nilai yang didasarkan pada
terpeliharanya hutan Kariangau tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan
hutan tersebut adalah sebesar Rp. 1.867.715.000
d. Nilai warisan yang menunjukan nilai yang diberikan generasi pada saat ini
terhadap hutan Kariangau agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan
datang adalah sebesar sebesar Rp. 1.764.905.000.
3. Nilai total yang dimiliki Hutan Kariangau adalah sebesar Rp 99,677,824,506.40.
14
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dijelaskan
sebelumnya, saran yang dapat disampaikan dalam valusai kawasan hutan Kariangau
adalah:
1. Pengelolaan kawasan konservasi secara ekonomi memberikan keuntungan yang
tinggi kepada masyarakat, namun nilai hasil hutan juga perlu diperhitungkan untuk
masa depan sehingga dapat terbentuk suatu keseimbangan.
2. Perlunya dilakukan sosialisasi nilai manfaat kawasan konservasi / kawasan lindung
pada masyarakat, pengambil kebijakan.
3. Perlu adanya kebijakan pemerintah (Kementrian Kehutanan) berupa penambahan
jumlah hutan kota dan ruang terbuka hijau yang kondusif dan dapat mendukung
terlaksananya program-program pengelolaan kawasan konservasi.
4. Melihat besarnya nilai hutan yang hilang serta dampak yang ditimbulkan terhadap
ekosistem sebaiknya proporsi luasan hutan Kariangau diperbesar.
5. Perlu adanya kompensasi kepada masyarakat berupa penambahan fasilitas umum
karena hilangnya jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan.
DAFTA PUSTAKA
Anonim. 2012. Persentase Nilai dan Jasa Hutan.
www,dephut.go.id/information/intaq/pkn/makalah/persentase_nilai_dan_jasa_hut
an.pdf. diakses pada 02 oktober 2012
Dijiono. 2002. Valuasi Ekonomi Menggunakan Metode Travel Cost Taman Wisata Hutan
di Taman Wan Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Makalah Pengantar Falsasah Saint
Program Pasca Sarjana Intiut Pertanian Bogor, Bogor
RTRW Balikpapan. 2006. BAPPEDA Balikpapan. Balikpapan. Kalimantan Timur
Sanim, B. 2006. Valuasi Ekonomi (Economic Valuation) dalam Pemanfaatan Sumber
Daya Alam (SDA), Bagi Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan [Bahan Kuliah;
PSL-713 Ekonomi Lingkungan dan Analisis Kebijakan-Tidak Dipublikasi].
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca
Sarjana IPB. Bogor.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Yusuf, S. 2010. Nilai Hasil Hutan yang Hilang Bila Terjadi Perubahan Fungsi Hutan
Lindung. Agritek Vol. 18. FPUB. Balikpapan.