ECO-BRIQUETTE DARI KOMPOSIT KULIT KOPI, LUMPUR IPAL PT ... · Ditaburkan natrium nitrat dan...

15
1 ECO-BRIQUETTE DARI KOMPOSIT KULIT KOPI, LUMPUR IPAL PT SIER, DAN SAMPAH PLASTIK LDPE ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE OF COFFEE HUSK, SLUDGE WWT PT SIER, AND LDPE PLASTIC WASTE Putri Eka Rizki Sudarsono, dan IDAA Warmadewanthi Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya e-mail : [email protected], [email protected] Abstrak Bahan organik yang berasal dari sampah pertanian, seperti kulit kopi, dapat dimanfaatkan sebagai sumber alternatif energi karena nilai kalornya cukup tinggi, yaitu 4.346,16 kal/g. Demikian pula sisa pengolahan limbah industri, seperti lumpur IPAL PT SIER. Tujuan dari penambahan plastik adalah untuk meningkatkan nilai kalor komposit briket dan mengurangi volume sampah plastik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh komposisi dan karakteristik eco-briquette yang paling baik. Variabel yang digunakan berupa metode dalam proses pembriketan dan komposisi briket. Hasil penelitian menunjukkan briket K1 (32% plastik LDPE, 48% lumpur karbonisasi dan 20% kulit kopi karbonisasi) memiliki nilai kalor 5.416,28 kal/g. Hasil uji emisi menunjukkan emisi eco-briquette K1 lebih rendah dari komposisi lain. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan eco-briquette briket K1 adalah Rp 3.226,45/kg. Kata Kunci : eco-briquette, kulit kopi, lumpur IPAL PT SIER, sampah plastik LDPE Abstract Organic matter from agricultural waste, such as coffee husk, can be used as a renewable energy because of its high energy content value, it is 4.346,16 kal/g. Organic matter from industrial activities, such as WWT sludge, can be used also. This study added plastic for increasing energy content and reducing amount of plastic waste. The aims of

Transcript of ECO-BRIQUETTE DARI KOMPOSIT KULIT KOPI, LUMPUR IPAL PT ... · Ditaburkan natrium nitrat dan...

1

ECO-BRIQUETTE DARI KOMPOSIT KULIT KOPI,

LUMPUR IPAL PT SIER, DAN SAMPAH PLASTIK LDPE

ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE OF COFFEE HUSK,

SLUDGE WWT PT SIER, AND LDPE PLASTIC WASTE

Putri Eka Rizki Sudarsono, dan IDAA Warmadewanthi

Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya

e-mail : [email protected], [email protected]

Abstrak

Bahan organik yang berasal dari sampah pertanian, seperti kulit kopi, dapat dimanfaatkan sebagai sumber alternatif

energi karena nilai kalornya cukup tinggi, yaitu 4.346,16 kal/g. Demikian pula sisa pengolahan limbah industri, seperti

lumpur IPAL PT SIER. Tujuan dari penambahan plastik adalah untuk meningkatkan nilai kalor komposit briket dan

mengurangi volume sampah plastik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh komposisi dan karakteristik

eco-briquette yang paling baik. Variabel yang digunakan berupa metode dalam proses pembriketan dan komposisi

briket. Hasil penelitian menunjukkan briket K1 (32% plastik LDPE, 48% lumpur karbonisasi dan 20% kulit kopi

karbonisasi) memiliki nilai kalor 5.416,28 kal/g. Hasil uji emisi menunjukkan emisi eco-briquette K1 lebih rendah dari

komposisi lain. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan eco-briquette briket K1 adalah Rp 3.226,45/kg.

Kata Kunci : eco-briquette, kulit kopi, lumpur IPAL PT SIER, sampah plastik LDPE

Abstract

Organic matter from agricultural waste, such as coffee husk, can be used as a renewable energy because of its high

energy content value, it is 4.346,16 kal/g. Organic matter from industrial activities, such as WWT sludge, can be used

also. This study added plastic for increasing energy content and reducing amount of plastic waste. The aims of

2

research are analyzing the influence of composition and characteristic from the best eco-briquette. Variables used for

this research were the method of briquetting process and briquette composition. This research shows K1 has high

energy content of 5.416,28 kal/g. The other result of research shows emission of eco-briquette K1 is lower than other

composition. Cost product needed for producing eco-briquette K1 is Rp 3.226,45/kg.

Key words : eco-briquette, coffee husk, sludge WWT PT SIER, and LDPE plastic waste

1. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan, seperti biomassa, yang cukup besar sekitar 50.000

MW. Namun jumlah tersebut berbanding terbalik dengan pemanfaatannya yang telah dilakukan

(Isroi dan Mahajoeno, 2005). Biomassa merupakan bahan organik yang berpotensi menjadi energi

alternatif, umumnya berasal dari hasil perkebunan, pertanian dan produk dari hutan (Syafi’i dalam

Husada, 2008). Bahan organik yang berasal dari sampah pertanian, seperti kulit kopi, dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu sumber alternatif energi. Antolin dalam Subroto (2007)

menyatakan bahwa kulit kopi memiliki nilai kalor yang tinggi, kadar air yang rendah, serta

kandungan sulfur yang cukup rendah.

Bahan organik yang berasal sisa pengolahan limbah industri, seperti lumpur dari IPAL PT

SIER, dapat diterapkan sebagai campuran dalam bahan baku pembuatan briket. Lumpur ini berasal

dari bak pengering lumpur, dimana sebagian besar merupakan biomassa yang mengandung bahan

organik hingga sebesar 66,71% (Windiarti, 1997). Penambahan plastik sebagai bahan baku briket

dirasa menjadi hal yang tepat. Selain dimaksudkan untuk reduksi volume sampah plastik yang

dibuang, penambahan plastik juga dilakukan untuk menaikkan nilai kalor briket. Plastik memiliki

nilai kalor yang tinggi melebihi nilai kalor batubara, yaitu 11.095,24 kal/g (EPIC, 2004).

3

Kopi

Kopi (Coffea sp.) adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili

Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh

dapat mencapai tinggi 12 m. Biji kopi terletak di dalam buah yang berwarna merah atau ungu,

dimana buah pada umumnya mengandung dua inti yang saling berhimpit. Di dalam kopi terdapat

beberapa lapisan yang menyusunnya, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Kulit Kopi

Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Areal

perkebunan kopi di Indonesia mencapai lebih dari 1,291 juta hektar dimana 96% diantaranya adalah

areal perkebunan kopi rakyat (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Melyani (2009 ) menyatakan

bahwa pada tahun 2009 produksi kopi Indonesia mencapai total 689 ribu ton. Produksi kopi robusta

mencapai 81% dari total produksi (sekitar 557 ribu ton) dan 19% untuk produksi kopi Arabika

(sekitar 131 ribu ton).

Kulit kopi selama ini tidak mengalami pemrosesan di pabrik karena yang digunakan hanya

biji kopi yang kemudian dijadikan bubuk kopi instan (Baon, 2005). Telah dilakukan usaha untuk

mengolah limbah kulit kopi untuk keperluan bahan bakar dalam bentuk padat, dimana

pemanfaatannya adalah sama seperti briket batubara (Anonim, 2009). Antolin dalam Subroto

Keterangan :

1. Inti biji

2. Biji (endosperm)

3. Silver skin (testa, epidermis)

4. Parchment (hull, endocarp)

5. Lapisan pektin

6. Kulit (mesocarp)

7. Kulit terluar (pericarp, exocarp)

Gambar 1 Bagian-Bagian Kopi

(Anonim, 2008a)

<URL:http://en.wikipedia.org/wi

ki/Coffea, diunduh pada 25

Januari 20089>

4

(2007) menyatakan bahwa pembakaran limbah kulit kopi menghasilkan kadar sulfur yang rendah.

Keringnya kandungan dari limbah kulit kopi akan menguntungkan karena dapat meningkatkan nilai

kalor. Saenger, et al. (2001) memperkuat hasil dengan menyatakan bahwa kulit parchment untuk

kopi jenis Arabica yang tumbuh di Kenya memiliki kadar air sebesar 10-11%. Kadar air yang tinggi

dapat merusak kandungan biji kopi dan menurunkan mutunya. SNI 01-2907-2008 tentang biji kopi

telah mensyaratkan batas kadar air dalam pengolahan adalah kopi sebesar 12,5%.

Lumpur IPAL PT SIER

PT SIER mengolah limbah yang berasal dari perkantoran, restoran, dan air limbah yang

berasal dari industri yang besar kecilnya kuantitas dan kualitas bervariasi tergantung dari besar

kecilnya industri dan pengawasan pada proses pada industri. Pengumpulan air limbah di kawasan

PT SIER dilakukan dengan mengalirkan air limbah di kawasan SIER, dimana air limbah

dikumpulkan dari berbagai industri melalui saluran air limbah menuju ke bangunan pengolahan air

limbah. Sejumlah perkantoran di kawasan SIER menghasilkan air limbah dengan debit bervariasi,

antara 5.000-7.500 m3 per hari. Selain debit, air limbah tersebut juga mempunyai karakteristik yang

bervariasi (Setiawan, 2004). Lumpur dari IPAL PT SIER selain berasal dari kegiatan industri juga

mengandung limbah domestik dan bahan organik. Lumpur yang berasal dari sludge drying bed

mengandung jumlah organik sebesar 66,707% (Windiarti dalam Putri, 2008).

2. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah teknik yang akan dilaksanakan selama

penelitian. Persiapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi persiapan alat dan bahan.

Langkah-langkah pembuatan briket meliputi beberapa tahapan seperti :

Dilakukan pengeringan lumpur dan kulit kopi menggunakan oven pada suhu 105o C.

5

Dilakukan metode karbonisasi dan non karbonisasi pada lumpur dan kulit kopi.

Dilakukan pengayakan terhadap lumpur dan kulit kopi dengan ayakan 20 mesh.

Dilakukan penimbangan plastik, lumpur, dan kulit kopi sesuai dengan variasi komposisi.

Dilakukan pencampuran flakes plastik, lumpur, dan kulit kopi sesuai dengan variasi komposisi.

Dilakukan pembuatan perekat untuk adonan briket. Digunakan perekat dari bahan tapioka (lem

kanji). Kebutuhan lem kanji disesuaikan dengan berat masing-masing briket yang akan dicetak.

Perbandingan antara tepung tapioka dengan air adalah 1:15.

Dilakukan pencetakan briket dengan menggunakan alat pencetak berbentuk silinder berukuran

diameter luar = 5 cm, diameter dalam = 1 cm dan tinggi = 5 cm.

Ditaburkan natrium nitrat dan bentonit di sekeliling briket yang telah dicetak. Dilakukan

pengeringan briket yang telah dicetak dengan menggunakan oven pada suhu 105o C.

Pengujian Mutu Produk Briket

Dalam penelitian ini briket yang telah dicetak akan diuji mutunya dengan parameter kadar air,

volatile solids, kadar abu, kuat tekan (compressive strength) dan nilai kalor. Dari hasil pengujian

tersebut akan diambil dua produk yang memiliki mutu terbaik. Kedua produk ini akan diuji emisi

pembakarannya dengan parameter CO, CO2, HC dan NOx. Selain pengujian yang telah disebutkan

di atas, dilakukan pula pengujian statistik terhadap hasil analisa yang didapat. Pengujian dilakukan

dengan metode korelasi antar parameter penting, seperti analisa proximate dan nilai kalor.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Kadar air dalam proses pembuatan briket turut mempengaruhi kualitas briket. Kadar air

yang tinggi akan menyebabkan briket berjamur sehingga tidak tahan lama dalam pengemasan dan

6

penyimpanan. Pengujian kadar air dilakukan dengan prinsip pemanasan bahan pada suhu 105°C

selama 24 jam. Hasil analisis terhadap kadar air sampel diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik Analisis Kadar Air Sampel

Pada Gambar 2, kadar air untuk sampel yang tidak dikarbonisasi menunjukkan trend yang

semakin meningkat. Hasil analisis kadar air ini meningkat secara signifikan seiring dengan

penurunan komposisi plastik yang digunakan. Kadar air tertinggi untuk sampel yang tidak

dikarbonisasi dimiliki oleh sampel NK4 (0,37%), yang memiliki komposisi 8% LDPE, 12% LNK

dan 80% KKNK. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sampel karbonisasi. Nilai yang

ditunjukkan untuk sampel karbonisasi lebih kecil dibandingkan sampel non karbonisasi. Proses

pengarangan memegang peranan yang penting dalam hal ini. Pada suhu di atas 100°C, air yang

terkandung dalam sampel akan menguap dan pada suhu yang lebih tinggi (150-200°C) sisa-sisa air

yang belum menguap akan keluar terbawa bersama gas (PDII-LPI dalam Lestari, 2005). Sampel K4

merupakan sampel karbonisasi yang memiliki kadar air paling tinggi (0,36%). Komposisi K4 adalah

8% LDPE, 12% LK dan 80% KKK. Kadar air berkaitan dengan nilai kalor karena kadar air yang

tinggi dapat menurunkan kalor dalam bahan (UNEP, 2006).

7

Volatile Solids

Volatile solids adalah jumlah bahan organik yang dapat didegradasi, dimana prinsip

pengukurannya dilakukan dengan pembakaran pada suhu 550ºC (Tchobanoglous, Theisen, Vigil,

1993). Hasil analisis kadar volatile solids untuk tiap sampel dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik Analisis Volatile Solids Sampel

Pada Gambar 3 diketahui bahwa untuk sampel yang tidak dikarbonisasi, nilai volatile solids

yang ditunjukkan cukup tinggi. Sampel non karbonisasi menunjukkan trend yang semakin

meningkat seiring dengan pertambahan komposisi kulit kopi yang digunakan. Kadar volatile solids

tertinggi untuk sampel yang tidak dikarbonisasi dimiliki oleh sampel NK4 yang terdiri dari 8%

LDPE, 12% LNK dan 80% KKNK. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh sampel kabonisasi.

Semakin banyak komposisi kulit kopi yang digunakan, semakin meningkat pula kadar volatile

solids yang digunakan. Kadar volatile solids tertinggi dimiliki oleh sampel K4 yang terdiri dari 8%

LDPE, 12% LK dan 80% KKK. Seperti yang telah diketahui, karbonisasi dapat menghilangkan

bahan volatile dalam sampel sehingga didapatkan karbon yang lebih murni. Saenger, et al. (2001)

dan Erol, Haykiri-achma, Kbayrak (2009) memperkuat hasil dengan menunjukkan bahwa analisis

volatile solids terhadap beberapa biomassa yang tidak dikarbonisasi menunjukkan hasil yang tinggi.

8

Nilai Kalor

Analisis nilai kalor dalam penelitian ini dilakukan dengan bomb calorimeter system dengan

tipe ASTM D-240. Hasil analisis untuk tiap sampel akan diberikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik Analisis Nilai Kalor Sampel

Mengacu pada Gambar 4, diketahui bahwa nilai kalor untuk sampel yang tidak dikarbonisasi

menunjukkan hasil yang menurun seiring dengan berkurangnya komposisi plastik yang digunakan.

Sampel NK1 merupakan sampel non karbonisasi yang memiliki nilai kalor terbesar, yaitu 4.615,21

kal/g. Penambahan plastik ke dalam bahan baku briket akan meningkatkan nilai kalornya karena

nilai kalor erat berhubungan dengan kadar C dalam bahan bakar (Suyitno, 2007).

Hasil analisis terhadap sampel karbonisasi menunjukkan hasil yang sama. Sampel K1

merupakan sampel karbonisasi yang memiliki nilai kalor tertinggi, yaitu 5.416,28 kal/g. Nilai kalor

untuk sampel karbonisasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel

non karbonisasi. Karbonisasi akan melepaskan zat terbang (volatil) dan menghasilkan produk

berbentuk cair, padat dan gas. Produk padat ini dinamakan arang (char) yang identik dengan karbon

(Husada, 2008). Hasil analisis untuk sampel uji menunjukkan bahwa nilai kalor sampel rata-rata

9

berada di atas nilai kalor yang disyaratkan pada nilai kalor biobatubara menurut PERMEN ESDM

no. 047 Tahun 2006 (sebesar 4.400 kal/g). Semua sampel kecuali sampel NK4 telah melebihi nilai

standard tersebut. Sampel NK merupakan sampel non karbonisasi dengan komposisi kulit kopi yang

terbesar (80%).

Kadar Abu

Kadar abu sering dikaitkan dengan adanya kehadiran zat pengotor dalam sampel. Zat pengotor

menyebabkan pembakaran sampel menjadi cepat menghasilkan abu dan menghasilkan emisi gas

buang yang lebih tinggi. Hasil analisis kadar abu untuk tiap sampel diberikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik Analisis Kadar Abu Sampel

Mengacu pada Gambar 5, tampak bahwa kadar abu baik untuk sampel yang dikarbonisasi

maupun tidak dikarbonisasi menunjukkan trend penurunan yang signifikan seiring dengan

penurunan komposisi lumpur yang digunakan. Sampel NK1 merupakan sampel non karbonisasi

yang memiliki kadar abu tertinggi, yaitu 26,66%. Sampel NK1 tersusun atas 32% LDPE, 48% LNK

dan 20% KKNK. Pada hasil analisis tersebut tampak bahwa tingginya kadar abu untuk keseluruhan

sampel non karbonisasi disebabkan oleh penggunaan lumpur. Sampel karbonisasi menunjukkan

hasil yang sama seperti sampel non karbonisasi. Sampel K4 adalah sampel karbonisasi yang

10

memiliki kadar abu tertinggi diantara semua sampel karbonisasi, yaitu 29,17%. Sampel K4 tersusun

atas 32% LDPE, 48% LK dan 20% KKK. Berdasarkan Gambar 5 tampak bahwa kadar abu yang

dihasilkan oleh sampel karbonisasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan

sampel yang tidak dikarbonisasi. Hal ini disebabkan adanya perlakuan karbonisasi pada sampel.

Selain dapat menghilangkan kandungan zat volatil dan meningkatkan kadar karbon terikat dalam

sampel, karbonisasi juga dapat meningkatkan kadar abu pada sampel.

Kuat Tekan

Analisis kuat tekan (compressive strength) dilakukan untuk mengetahui pada tekanan berapa

briket akan pecah karena berkaitan dengan proses penyimpanannya dan pengangkutan briket. Bila

kuat tekan briket rendah berarti kualitas dari briket tersebut kurang baik karena akan mudah pecah

terkena beban berat ataupun dalam pengangkutannya. Alat yang digunakan untuk analisis kuat

tekan adalah unconfined compression test machine yang mengacu pada ASTM D-2166-66. Hasil

analisis kuat tekan pada sampel briket dapat dilihat pada Gambar 6.

0.04

0.11

0.27

0.71

0.550.57

0.63 0.64

0.14

0.24

0.49

0.57

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

NK1

NK2

NK3

NK4

K1

K2

K3

K4

C1

C2

C3

C4

Grafik C ompres s ive S trength

Gambar 6 Grafik Analisis Kuat Tekan Sampel

11

Mengacu pada Gambar 6 tampak bahwa semakin bertambahnya komposisi kulit kopi, kuat

tekan yang dihasilkan semakin meningkat baik itu untuk sampel yang dikarbonisasi maupun tidak.

Sampel NK4 merupakan sampel yang memiliki kuat tekan terbesar diantara semua sampel, yaitu

0,71 kg/cm2. Sampel NK4 terdiri dari 8% LDPE, 12% LNK dan 80% KKNK. Penggunaan

pengempa jenis manual ini juga memberikan pengaruh karena besarnya pembebanan pada tiap

briket bergantung pada tenaga yang digunakan. Penggunaan plastik sebagai bahan baku dapat

mempengaruhi hasil analisis. Sampel NK1 yang memiliki komposisi plastik paling besar diantara

sampel non karbonisasi memiliki nilai kuat tekan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena

briket yang dihasilkan akan menjadi lebih rapuh. Hal yang sama juga terjadi pada sampel

karbonisasi. Namun, nilai kuat tekan pada sampel karbonisasi naik secara signifikan jika

dibandingkan dengan sampel non karbonisasi yang kenaikannya terjadi sangat signifikan. Hal ini

dapat disebabkan oleh adanya perlakuan karbonisasi terhadap lumpur dan kulit kopi yang

digunakan sebagai bahan baku. Sampel K4, yang tersusun atas 8% LDPE, 12% LK, dan 80% KKK,

merupakan sampel karbonisasi yang memiliki kuat tekan terbesar diantara sampel karbonisasi

(0,64%).

Uji Emisi

Uji emisi dilakukan untuk mengetahui kualitas emisi saat pembakaran briket. Karbon

monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (CxHy) merupakan

parameter yang akan dilihat tingkat emisinya dalam pengujian ini. Sampel yang digunakan dalam

uji emisi masing-masing diwakili oleh sampel briket NK1 untuk sampel non karbonisasi dan sampel

K1 untuk sampel yang dikarbonisasi. Hasil dari pengujian terhadap emisi briket ini akan

dibandingkan dengan standar emisi kompor dengan bahan bakar briket batubara dan kompor

dengan bahan bakar padat berbasis batubara (PERMEN ESDM No. 047, 2006). Pengujian

12

dilakukan pada furnace dan alat ukur emisi jenis Testo 350 M/XL digunakan dalam pengujian.

Hasil analisis emisi untuk sampel briket NK1 dan K1 diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisis Uji Emisi

Parameter

Hasil Uji Emisi Pembakaran

Briket (mg/Nm3)

Batas Maksimum

(mg/Nm3)

*)

NK1 K1

Karbon Dioksida (CO2) 632 428 -

Karbon Monoksida (CO) 756 624 726

Nitrogen Oksida, (NOx) 156 136 140

Hidrokarbon 21 11 -

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa emisi untuk tiap-tiap parameter menunjukkan

nilai yang tinggi, berbeda dengan hasil analisis emisi yang telah dilakukan Jannati dan Putri (2008).

Hal ini disebabkan digunakannya booth dalam pengujian. Booth bersifat tertutup namun masih

memungkinkan udara luar untuk masuk melalui lubang pada cerobong. Penelitian ini menggunakan

furnace sebagai alat pembakar. Furnace bersifat tertutup dan tidak ada suplai udara dari luar,

sehingga tidak terjadi pengenceran udara pada saat pembakaran. Mengacu pada tabel tersebut

diketahui bahwa parameter uji pada NK1 memiliki tingkat emisi yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan K1. Secara keseluruhan, parameter uji emisi pada briket K1 memiliki nilai

yang masih memenuhi standard yang berlaku. Hal ini disebabkan adanya proses karbonisasi.

Menurut Sumaryono, dkk. (1990) dalam Lestari (2005), karbonisasi dapat menghilangkan zat

volatil, meningkatkan kadar karbon dalam bahan sehingga dapat memperbaiki sifat pembakarannya.

13

Analisa Biaya

Mengacu pada hasil perhitungan diketahui bahwa terdapat kecenderungan semakin besar

nilai kalor yang dihasilkan, harga briket akan semakin mahal. Eco-briquette K1 memiliki harga

yang paling mahal di antara produk karbonisasi dan non karbonisasi yang dihasilkan. Hal ini

disebabkan adanya biaya pengarangan kulit kopi dan lumpur dalam pembuatannya. Namun, eco-

briquette K1 dapat mereduksi volume kulit kopi sebesar 186,52 g, 201, 42 g sampah plastik LDPE,

dan 764,73 g lumpur untuk 1 kg produknya.

4. KESIMPULAN

1. Eco-briquette K1 merupakan eco-briquette yang memiliki mutu terbaik diantara komposisi

briket yang lain. Eco-briquette K1 memiliki nilai kalor yang tertinggi diantara komposisi briket

yang lain. Nilai kalor pada K1 melebihi standard nilai kalor biobatubara, sebagaimana yang

telah dituangkan pada PERMEN ESDM No.47 Tahun 2006 (yaitu 4.400 kal/g).

2. Emisi yang dikeluarkan saat pembakaran eco-briquette K1 adalah 428 mg/Nm3 untuk CO2, 624

mg/Nm3

untuk CO, 136 mg/Nm3

untuk NOx, dan 11 mg/Nm3

untuk hidrokarbon. Emisi

pembakaran eco-briquette K1 ini masih memenuhi standard yang ditetapkan pada PERMEN

ESDM No. 47 Tahun 2006. Sementara, biaya yang diperlukan untuk pembuatan eco-briquette

K1 adalah sebesar Rp 3.226,45 per kg atau 0,60 rupiah per kilo kalorinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2008a). Coffea,

<URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Coffea, diunduh pada 25 Januari 2008>

Anonim (2008b). Coffe Bean,

14

<URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Coffe_bean, diunduh pada 25 Januari 2008>

Anonim (2009). Limbah Kopi Diolah Menjadi Bahan Bakar,

<URL:http://www.technologyindonesia.com/news.php?page_mode=detail&id=424.html,

diunduh pada 04 Februari 2009>

Baon, J. B., Sukasih, R., Nurkholis (2005). Laju Dekomposisi dan Kualitas Kompos Limbah

Padat Kopi : Pengaruh Aktivator dan Bahan Baku Kompos. Pelita Perkebunan.

Universitas Negeri Jember.

Badan Standardisasi Nasional (2008). Biji Kopi. SNI No. 01-2907-2008.

Direktorat Jenderal Perkebunan (2006). Statistik Perkebunan Indonesia 2003 – 2005 (Kopi).

Departemen Pertanian. Jakarta.

Environment and Plastic Industry Council (2004). A Review of The options for The Thermal

Treatment of Plastic. Canadian Plastics Industry Association (CPIA). Canada.

Husada, T. I. (2008). Arang Briket Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif. Artikel Ilmiah

Program Penelitian Inovasi Mahasiswa Propinsi Jawa Tengah.

Isroi, Mahajoeno, E. (2005). Energi Alternatif Pengganti BBM : Potensi Limbah Biomassa Sawit

Sebagai Energi Terbarukan, <URL:http://www.ipard.com/art_perkebun/apr11-

05_isr+edw.asp, diunduh pada 29 Januari 2009>

Jannati, S. L. (2008). Eco-briquette dari Komposit Sampah Plastik Low-density Polyethylene

dan Sampah Lignoselulosa. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan ITS.

Surabaya.

15

Lestari, B. I. (2005). Studi Pembuatan Briket Bioarang dari Sekam Padi dengan Proses

Karbonisasi Menggunakan Tungku Sederhana. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik

Lingkungan FTSP–ITS. Surabaya.

Melyani, V. (2009). Petani Kopi Indonesia Sulit Kalahkan Brasil,

<URL:http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/07/02/brk,20090702-184943,id.html,

diunduh pada 26 Desember 2009>

Permen ESDM. No. 047 Tahun 2006 (2006). Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket

Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Departemen ESDM. Jakarta.

Putri, Y. (2008). Pembuatan Briket dari Komposit Lumpur IPAL PT SIER dengan Sampah

Plastik HDPE dan LDPE Sebagai Alternatif Sumber Energi. Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya.

Saenger, M., Hartge, M. U., Werther, J., Ogada, T., Siagi, Z. (2001). Combustion of Coffe Husk.

Journal of Renewable Energy, 23, pp. 103–121.

Subroto (2007). Karakteristik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan Jerami. Media

Mesin, 8. Januari. Jurusan Teknik Mesin - Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Tchobanoglous, G., Theisen, H., Vigil, S. (1993). Integrated Solid Waste Management :

Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill International Edition.

Singapore.

United Nations Environment Programme (2006). Pedoman Efisiensi Energi Untuk Industri di

Asia.