DISERTASI PROGRAM SAFE MOTHERHOOD PROMOTERS (SMPs ...
Transcript of DISERTASI PROGRAM SAFE MOTHERHOOD PROMOTERS (SMPs ...
i
DISERTASI
PROGRAM SAFE MOTHERHOOD PROMOTERS (SMPs) BERBASIS MASYARAKAT DALAM UPAYA MENURUNKAN RISIKO KEMATIAN
IBU DI KABUPATEN JENEPONTO
COMMUNITY BASED OF SAFE MOTHERHOOD PROMOTERS (SMPs) PROGRAM IN EFFORT TO REDUCE MATERNAL
MORTALITY RISK IN JENEPONTO DISTRICT
YUSRIANI NOMOR POKOK : P0201313404
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2017
ii
PROGRAM SAFE MOTHERHOOD PROMOTERS (SMPs) BERBASIS
MASYARAKAT DALAM UPAYA MENURUNKAN RISIKO
KEMATIAN IBU DI KABUPATEN JENEPONTO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar doktor
Program Studi
Ilmu Kedokteran
Disusun dan diajukan oleh
YUSRIANI
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Yusriani
NIM : P0201313404
Program Studi : S3 Ilmu Kedokteran
Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang
lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Juli 2017
Yang menyatakan, Yusriani
v
DAFTAR TIM PENGUJI
Promotor : Prof. dr. H. Veni Hadju, M.Sc, Ph.D
Ko-Promotor : Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc
Ko-Promotor : Prof. dr. H. Muh. Tahir Abdullah, MSPH
Anggota : dr. Oedojo Soedirham, MPH, MA, Ph.D
Prof. Dr. Ridwan Amiruddin,SKM, M.Kes, M. Sc.PH
Ansariadi, SKM, M. Sc.PH, Ph.D
Dr. dr. H. Burhanuddin Bahar
Dr. Suriah, SKM, M.Kes
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
hasil penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doctor
pada sekolah pascasarjana program studi ilmu kedokteran Universitas
Hasanuddin dengan judul “Program Safe Motherhood Promoters (SMPs)
Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di
Kabupaten Jeneponto” merupakan syarat untuk menyelesaikan program.
Terima Kasih atas rahmat dan karunianya kepada Allah SWT, yang telah
memberikan kelancaran dan kesempatan kepada peneliti sehingga mampu
menjalani hidup dengan sebaik-baiknya dan selalu memberikan kesabaran
dalam menghadapi semuanya.
Sebuah karya sebenarnya sangat sulit dikatakan sebagai usaha satu
orang tanpa bantuan orang lain, begitu pula dengan hasil penelitian ini tidak
dapat terselesaikan tanpa dorongan dan sumbangsih pemikiran dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan penghormatan
dan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terimakasih yang
tulus kepada yang terhormat Bapak Prof. dr. H. Veni Hadju, M.Sc, Ph.D
selaku Promotor dan Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc dan Bapak Prof. Dr.
dr. H. Muhammad Tahir Abdullah, M.Sc, MSPH selaku ko Promotor. Beliau
bertiga dengan kepakaran masing-masing telah meluangkan waktu dan
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran, perhatian dan
vii
keikhlasan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan mulai dari pengembangan
topik penelitian, pelaksanaan hingga penulisan. Penulis benar-benar
merasakan melalui mereka bertiga telah membuka cakrawala dan mendorong
munculnya gagasan baru. Semoga amal ibadah beliau diterima dan mendapat
balasan dari Allah SWT. Aamiin.
Ucapan terimakasih dan penghaargaan yang tulus penulis
persembahkan untuk kedua orang tua Ibunda tercinta Hj. Simbara dan
ayahanda Drs. H. M. Jabir, M, serta mertua saya H. La Saga dan Hj.
Isanabong yang selalu mendukung dan mendoakan kesuksesan kami,
memberikan kasih sayang, nasehat dan dorongan semoga Allah SWT
membalasnya dengan rahmat, rahim, keberkahan yang berlimpah, dan juga
kebahagiaan hidup dunia akhirat.
Teristimewa dan lebih khusus penulis sampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada suami tercinta Letda Dahlan, DSL, S.Sos
dan putriku tersayang (Humaira Husnul Khatimah, Magfirah Ananda
Dahayu, & Azzahra Ananda Dahayu), saudara-saudaraku tercinta
Mahmuddin, Jumarni, S.Pdi, Muh.Arafah, SKM, Muh, Arief, SH atas segala
perhatian, pengertian, kesabaran, dukungan doa, semangat dan motivasi
serta cinta kasih yang tak ternilai.
Dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M. A selaku Rektor Unhas yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
di Universitas Hasanuddin.
viii
2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, M. Si selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Unhas yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
3. Prof. Dr. dr. H. Andi Asadul Islam, Sp. BS selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universittas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program Pascasarjana di
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4. Prof. dr. H. Mochammad Hatta, Ph. D, Sp. MK (K) selaku ketua Program
Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program
Pascasarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
5. Dewan Penguji Bapak dr. Oedojo Soedirham, MPH, MA, Ph.D, Bapak
Prof. Dr. Ridwan Amiruddin,SKM, M.Kes, M. ScPH, Bapak Ansariadi,
SKM, M. Sc.PH, Ph.D, Bapak Dr. dr. H. Burhanuddin Bahar, dan Ibu Dr.
Suriah, SKM, M.Kes atas saran dan masukan yang konstruktif untuk
kesempurnaan disertasi kami.
6. Seluruh staf pengajar S3 Ilmu Kedokteran dan S3 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bekal ilmu
kepada penulis.
7. Bapak Prof. Dr. H. Mokhtar Noor Jaya, SE, M.Si, selaku ketua Yayasan
Badan Wakaf UMI, Ibu Prof. Dr. Hj. Masrurah Mokhtar, MA, selaku
Rektor UMI, Bapak Dekan FKM UMI yang telah memberikan izin dan
kesempatan kepada kami untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.
ix
8. Seluruh rekan-rekan staf pengajar dan staf akademi FKM UMI Makassar
atas segala dukungan dan motivasinya selama menjalani pendidikan.
9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto beserta jajarannya, Kepala
Puskesmas Bululoe dan Puskesmas Bontomate‟ne, Kepala Kecamatan
Turatea beserta jajarannya yang telah memberikan izin untuk meneliti di
wilayah kerjanya.
10. Tim PASALAMA‟ yang telah membantu dan berpartisipasi dalam
pelaksanaan penelitian ini, semoga Allah SWT memberi balasan yang
setimpal.
11. Seluruh responden yang telah membantu dan berpartisipasi dalam
pelaksanaan penelitian ini, semoga Allah SWT memberi balasan yang
setimpal.
12. Kepala Desa Jombe, Ikha Purnamasari, SKM, tim kaju lare‟ novita, rahma
hasan, wiwi, miftahul jannah, tri januarti, tim cokelat Muh. Cenur, SKM,
Endang Surya, SKM, Mulidiah Puspitasari, SKM, Agri Wahyuni, SKM,
Pancatur Wulan, SKM, Nur Faaizah, SKM, si kembar (Rezkiana, SKM dan
Rezkiani, SKM), Asti, Satturia, Fatmah Silfani Lestaluhu, SKM, Fitriani
Jamal, SKM, Idhar Darlis, Saprianto, Soraya sebagai tim peneliti yang
telah membantu selama pelaksanaan penelitian
13. Rekan-rekan mahasiswa S3 Ilmu Kedokteran angkatan 2013 atas segala
kerjasama dan partisipasi yang diberikan serta dorongan moril, kritik, dan
saran yang bermanfaat.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan disertasi
ini.
x
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun. Semoga
disertasi ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan ilmu pengetahuan
kepada pembaca. Akhir kata semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Aamin
Makassar, Juni 2017
Penulis
xi
xii
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI ........................................................... iv
DAFTAR TIM PENGUJI ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... xi
ABSTRACT ........................................................................................................ xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xxii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 11
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................. 12
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................... 13
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................... 14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 16
2.1 Kematian Ibu ............................................................... 16
2.1.1 Batasan Kematian Ibu ................................................. 16
2.1.2 Epidemiologi Kematian Ibu .......................................... 17
2.1.3 Intervensi Untuk Mencegah Kematian Ibu ................... 22
2.1.4 Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu .................... 22
2.2 Konsep Safe Motherhood Berbasis Masyarakat ........... 30
2.2.1 Batasan, Tujuan dan Lingkup Upaya Safe Motherhood 30
2.2.2 Faktor Risiko Kematian Ibu .......................................... 30
2.2.3 Tanda Bahaya Kehamilan ............................................ 33
2.2.4 Pelayanan Selama Kehamilan (ANC) .......................... 34
2.2.5 Persalinan Bersih dan Aman ........................................ 36
2.2.6 Post Natal Care ............................................................ 37
2.3 Penelitian tentang Safe Motherhood Promoters
(SMPs) Berbasis Masyarakat Dalam Upaya
xiv
Menurunkan AKI ......................................................... 39
2.4 Partisipasi Masyarakat .................................................. 43
2.4.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat ............................... 43
2.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi ............. 44
2.4.3 Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat ......................... 45
2.4.4 Framework Partisipasi Masyarakat .............................. 45
2.5 Community Action Model (CAM).. ................................ 48
2.6 Teori Dalam Program Promosi Kesehatan .. ................ 51
2.7 Model PEN-3 .. ............................................................. 52
2.8 Model Perencanaan Program Promosi Kesehatan .. ... 58
2.9 Pendekatan Untuk Pengajaran dan Pelatihan
Safe Motherhood Promoters (SMPs).. ........................ 58
2.10 Model Konseling Kesehatan Ibu .................................. 60
2.11 Dasar Kerangka Teori Dalam Penelitian ..................... 63
2.12 Kerangka Konsep........................................................ 66
2.13 Hipotesis ..................................................................... 70
2.14 Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif .................. 70
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................... 79
3.1 Desain Penelitian ........................................................ 79
3.2 Pendekatan Penelitian ................................................. 80
3.3 Lokasi Penelitian ......................................................... 82
3.4 Populasi dan Sampel ................................................. 84
3.5 Pengumpulan Data .................................................... 88
3.6 Pengolahan Data ........................................................ 94
3.7 Analisis Data ............................................................... 96
3.8 Etika Penelitian ........................................................... 99
3.9 Alur Penelitian dan Kerangka Kerja ............................ 101
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 103
4.1 Pengantar ................................................................... 103
4.2 Hasil Penelitian Tahap I Identifikasi Masalah .............. 104
4.3 Hasil Penelitian Tahap II Diagnosis Masyarakat ......... 127
4.4 Tahap III Implementasi ................................................ 133
xv
4.4.1 Hasil Penelitian Tahapan Program Safe
Motherhood Promoters Berbasis Masyarakat ............ 133
4.4.2 Hasil Penelitian Komponen I Pelatihan Program
Safe Motherhood Promoters (SMPs) ......................... 136
4.4.3 Hasil Penelitian Komponen II Pelaksanaan Program
Safe Motherhood Promoters (SMPs) Berbasis
Masyarakat .................................................................. 139
4.5 Pembahasan .............................................................. 167
4.5.1 Pembahasan Tahap I Identifikasi Masalah ................ 167
4.5.2 Pembahasan Tahap II Diagnosis Masyarakat ............ 185
4.5.3 Pembahasan Tahap III Implementasi ......................... 201
4.5.3.1 Pembahasan Pembentukan Komite Program SMPs... 201
4.5.3.2 Pembahasan Komponen I Pelatihan Program
Safe Motherhood Promoters (SMPs) .......................... 202
4.5.3.3 Pembahasan Komponen II Implementasi Program
Safe Motherhood Promoters (SMPs) .......................... 214
4.6 Kelebihan Penelitian .................................................. 235
4.7 Keterbatasan Penelitian ............................................. 237
4.8 Implikasi Program SMPs ............................................ 237
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 239
5.1 Kesimpulan ................................................................. 239
5.2 Saran .......................................................................... 239
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 241
xvi
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Asal Desa Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 ................................................................................. 105
4.2 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Karakteristik Biologis Di
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 .................................................... 107
4.3 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 ...................................... 108
4.4 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Berat Badan Sebelum Hamil dan Status Gizi Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 ................................................................................. 109
4.5 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 ................................................................................. 110
4.6 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Sub Variabel Pengetahuan
Tentang Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 .................................................... 111
4.7 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Sikap Terhadap Upaya
Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 .. 112
4.8 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Sub Variabel Sikap
Terhadap Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 .................................................... 113
4.9 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Praktik Dalam Upaya
Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 .. 114
4.10 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Sub Variabel Praktik
Dalam Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di
xvii
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2015 .................................................... 115
4.11 Tahapan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs)
Berbasis Masyarakat di Wilayah Sampel Kabupaten Jeneponto ......................................................................... 134
4.12 Distribusi SMPs Berdasarkan Karakteristik Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bululoe Kabupaten Jeneponto Periode September Tahun 2016 ...................................... 137
4.13 Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Skill PASALAMA‟
Antara Sebelum dan Sesudah Pemberian Pelatihan Tentang Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Bululoe Tahun 2017 ............... 138
4.14 Distribusi Ibu Berdasarkan Karakteristik Di Kecamatan
Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................... 140
4.15 Distribusi Ibu Berdasarkan Karakteristik Tahapan Umur dan Kesehatan Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto 142
4.16 Distribusi Ibu Berdasarkan Karakteristik Biologis dan
Kesehatan Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto 143 4.17 Distribusi Ibu Berdasarkan Karakteristik Suami Di
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ...................... 144
4.18 Distribusi Ibu Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Sebelum Pelaksanaan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) di Kabupaten Jeneponto .................... 145
4.19 Distribusi Ibu Berdasarkan Sub Variabel Pengetahuan
Tentang Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ...................... 146
4.20 Distribusi Ibu Berdasarkan Sub Variabel Sikap Terhadap
Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................... 148
4.21 Distribusi Ibu Berdasarkan Sub Variabel Praktek Tentang
Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................... 149
4.22 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan
Praktek Sesudah Pelaksanaan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) di Kabupaten Jeneponto .................... 150
xviii
4.23 Distribusi Ibu Berdasarkan Sub Variabel Pengetahuan Tentang Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ...................... 151
4.24 Distribusi Ibu Berdasarkan Sub Variabel Sikap Terhadap
Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................... 153
4.25 Distribusi Ibu Berdasarkan Sub Variabel Praktek Tentang
Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................... 154
4.26 Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Antara
Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) di Kabupaten Jeneponto 155
4.27 Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Antara
Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Intervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bululoe tahun 2017 ............ 156
4.28 Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Antara
Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Kontrol Tahun 2017 ...................................................................... 157
4.29 Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktek
Sesudah Pelaksanaan Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Intervensi Tahun 2017............................ 158
4.30 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Sesudah
Pelaksanaan Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Kontrol Tahun 2017 ......................................... 160
4.31 Perubahan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Antara
Sebelum dan Sesudah Implementasi Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................................................... 161
4.32 Perubahan Sub Variabel Pengetahuan Antara Sebelum dan
Sesudah Implementasi Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................................................... 162
4.33 Perubahan Sub Variabel Sikap Antara Sebelum dan
Sesudah Implementasi Program Safe Motherhood
xix
Promoters (SMPs) Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................................................... 163
4.34 Perubahan Sub Variabel Praktek Antara Sebelum dan
Sesudah Implementasi Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto ......................................................................... 165
4.35 Distribusi Faktor Risiko Tinggi Terhadap Kematian Ibu Di
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto Tahun 2017 .. 166
xx
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Participation Viewed as a Spider Gram Sumber. Rifkin SB, et, al 1998 ........................................................................ 48
2.2 Community Action Model .................................................. 50 2.3 The PEN-3 Model ............................................................. 57 2.4 Model Konseling Kesehatan Ibu dan Anak (WHO, 2009) . 61 2.5 Modifikasi Community Action Model (CAM) by Tobacco
Free Project San Francisco Departemen Kesehatan Masyarakat (2009), Model PEN-3 by Airhihenbuwa (2007), Community Participation by Rifkin, SB, et al (1988) dan Model Counselling For Maternal and Newborn Health Care by WHO (2009) ................................................................ 65
2.6 Bagan Kerangka Konsep .................................................. 68 3.1 Connecting Data Kuantitatif dan Kualitatif ........................ 81 3.2 Desain Quasi Experiment dalam Penelitian Program Safe
Motherhood Promoters (SMPs) Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu ......................... 82
3.3 Alur Sampel Penelitian ..................................................... 88 3.4 Alur Penelitian Program Safe Motherhood Promoters
(SMPs) Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu.......................................................... 101
3.5 Kerangka Kerja Penelitian ................................................ 102
xxi
DAFTAR SINGKATAN
AKG : Angka Kecukupan Gizi AKI : Angka Kematian Ibu ANC : Antenatal Care KB : Keluarga Berencana LILA : Lingkar Lengan Atas MPS : Making Pregnancy Safer SDG‟S : Sustainable Development of Goal‟s SOP : Standar Operating System TT : Tetanus Toxoid WHO : World Health Organization PWS :Pemantauan Wilayah Setempat DKK : Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota AKI : Angka Kematian Ibu PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar PONEK : Pelayanan Obstetric Dan Neonatal Esensial Komprehensif AKB : Angka Kematian Bayi. BBLR : Berat Badan Lahir Rendah BOK :Bantuan Operasional Kesehatan. Depkes : Departemen Kesehatan IRT : Ibu Rumah Tangga Kemenkes : Kementrian Kesehatan MDGs : Millenium Development Goals Poskesdes : Pos Kesehatan Desa Polindes : Pondok Bersalin Desa PNS : Pegawai Negeri Sipil Pustu : Puskesmas Pembantu PHBS : Perilaku Hidup Sehat dan Bersih PKM : Puskesmas RI : Republik Indonesia Riskesdes : Riset Kesehatan Dasar SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Inodonesia SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga Indonesia SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas SD : Sekolah Dasar
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Sk Pembimbing
Lampiran 3 Master Tabel Penelitian
Lampiran 4 Hasil Output Spss
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Dari FKM Ke Gubernur Provinsi
Sulsel Prof. Cq Kepala BKPMD Sulsel
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian Dari Kantor BKPMD Ke Kesbang
(Kesehatan Bangsa) Jeneponto
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian Dari Kesbang (Kesehatan Bangsa)
Ke Kecamatan Turatea, Puskesmas Bululoe dan
Puskesmas Bontomate‟ne
Lampiran 8 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9 Dokumentasi
Lampiran 10 Riwayat Hidup Peneliti
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mortalitas sebagai komponen dalam demografi merupakan
komponen yang penting untuk diteliti karena memegang peranan penting
dalam kelangsungan hidup suatu kelompok masyarakat, apakah akan
berkembang, statis atau pun gagal untuk bertahan. Kesejahteraan ibu
yang dipengaruhi oleh komponen mortalitas terkait erat dengan proses
kehamilan, kelahiran, pasca kelahiran. Ketiga periode tersebut akan
menentukan kualitas sumber daya manusia yang akan datang.
Kematian maternal merupakan salah satu masalah kesehatan
global, dan umumnya terjadi terutama di negara-negara berkembang.
Kesepakatan global yang disebut dengan Millenium Development Goal
(MDGs) khususnya tujuan ke 5 bertujuan untuk menurunkan tiga per
empat Maternal Mortality Ratio (MMR) pada tahun 2015 – dengan dasar
pada tahun 1990 (WHO 2012). Beberapa negara telah berhasil mencapai
target MMR, dan beberapa negara lainya, termasuk Indonesia, walaupun
terjadi penurunan, target MDG 5 2015 tidak tercapai. Dibandingkan
dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, MMR di Indonesia lebih
tinggi dari Thailand, Myanmar, Malaysia, Philipina walaupun masih lebih
rendah daripada Camboja dan Laos (Unicef 2012).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) Tahun 2012 menunjukkan hasil yang sangat memprihatinkan
2
angka kematian ibu melahirkan mengalami peningkatan dari 228/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2007 mencapai 359 per 100 ribu kelahiran
hidup. Ini berarti dalam sejam, tiga hingga empat ibu di Indonesia
meninggal karena melahirkan. Sehari ada 72 hingga 96 kematian ibu
melahirkan, sebulan 2.160 hingga 5.760 dan setahun 25.000 hingga
34.560 ibu meninggal karena melahirkan. Lebih banyak dari kematian
akibat perang Vietnam yaitu sebanyak 20 ribuan orang.
Laporan dari WHO tentang sebab kematian maternal diperoleh
informasi bahwa sebab utama kematian ibu masih meliputi perdarahan,
eklampsia dan infeksi (Say L et al 2014). Tiga penyebab utama tersebut
berkontribusi sekitar 60% dari total kematian ibu. Pola yang sama juga
terjadi di Indonesia. Walaupun telah diketahui sebab utama kematian ibu,
namun masih jarang dilakukan analisis terhadap sebab kematian tersebut
untuk kurun waktu tertentu. Informasi ini penting karena jika ada
perubahan berarti perlu ada perubahan dalam intervensi penurunan MMR.
Hasil penelitian (Rajab 2009, Arulita 2011, Fang Ye 2012)
menemukan bahwa bagian lain dari kematian ibu adalah faktor
determinan sosial kesehatan antara lain kemiskinan dimana hal ini terkait
dengan pendapatan dan status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan
keluarga (suami/ibu hamil).
Berdasarkan hasil evaluasi (Thaddeus 1994, Okour 2012,
Yulaswati 2013) diperoleh informasi bahwa umumnya penyebab tingginya
angka kematian ibu adalah penanganan tiga terlambat yaitu terlambat
3
membawa ke fasilitas kesehatan, terlambat mendiagnosis atau merujuk
dan terlambat penanganan di fasilitas kesehatan. Penyebab utama tiga
terlambat ini antara lain karena permasalahan klinis dengan banyaknya
kasus seperti perdarahan (20,4%) eklampsi (16,2%) hipertensi (9,2%) dan
aborsi (4,1%). Penyebab lainnya karena fasilitas kesehatan ditunjukkan
pada kurang memadainya tempat persalinan (63,2%) dan tidak
tersedianya rumah tenaga medis dan non fasilitas kesehatan lainnya.
Selain itu, sulitnya akses wilayah sehingga kunjungan kehamilan,
pertolongan kehamilan, dan kunjungan nifas tidak berjalan, terutama di
daerah-daerah terisolir. Lalu permasalahan administrasi dan sumber daya
manusia seperti rendahnya kapasitas petugas kesehatan, kurangnya
pelatihan, kurangnya peralatan pendukung, gaji yang sering terlambat
atau dirapel enam bulan sekali, insentif yang tidak memadai, masalah
keamanan, dan lain sebagainya. Selain itu, penyebab non-kesehatan, se-
perti budaya seperti tidak mau diperiksa tenaga medis laki-laki, faktor
tetua adat seperti lebih percaya berobat ke dukun, tingkat pendidikan,
biaya, pengetahuan, tiadanya niat pemerintah daerah untuk mengatasi
masalah ini dan lain sebagainya memperburuk keadaan.
Determinan kematian ibu juga dipengaruhi oleh perilaku
pemanfaatan antenatal care dan persalinan oleh tenaga kesehatan. Di
Indonesia cakupan K1 mengalami penurunan dari 96,84% pada tahun
2012 menjadi 95,25% pada tahun 2013. Cakupan K4 juga mengalami
penurunan pada tahun 2013 menjadi 86,85% dari 90,18% pada tahun
4
sebelumnya. Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan
kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2013 belum dapat mencapai target
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun yang sama,
yakni sebesar 93%. Untuk Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Cakupan
secara nasional pada tahun 2013 adalah sebesar 90,88%, dimana angka
ini telah dapat memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun
2013 yakni sebesar 89%.
Maternal Mortality Rate (MMR) di Indonesia bervariasi antar
propinsi. Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2013 memiliki jumlah
penduduk 8 juta jiwa yang tersebar pada 21 kabupaten dan 3 kota dan
setiap tahunnya dilaporkan sebanyak 80–140 orang ibu hamil yang
meninggal karena kehamilan atau persalinan (Dinkes SulSel 2013). Hasil
penelitian (Ansariadi 2014) menunjukkan bahwa selama enam tahun
terakhir, angka kematian ibu berada di bawah 100 per 100.000 kelahiran
hidup. Walaupun terjadi kecenderungan untuk menurun, pada tahun 2012
terjadi kenaikan MMR dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya
dengan jumlah kematian ibu 160 orang atau 110,26 per 100.000
kelahiran hidup, terdiri dari kematian ibu hamil 45 orang (28,1%),
kematian ibu bersalin 60 orang (40%), kematian ibu nifas 55 orang (30%).
Pada tahun 2013 kembali terjadi penurunan yang cukup tajam
dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kematian 115 orang
atau 78.38 per 100.000 kelahiran hidup, terdiri dari kematian ibu hamil
5
15,65%, kematian ibu bersalin 51,30%, kematian ibu nifas 33,04%.
Trend Angka kematian ibu di Kabupaten Jeneponto mengalami
peningkatan dari tahun 2011 sebanyak 3 orang (46 per 100.000 KH)
menjadi 11 orang (170 per 100.000 KH) pada tahun 2012. Kemudian
terjadi penurunan pada tahun 2013 sebanyak 5 orang (82 per 100.000
KH), dan mengalami peningkatan yang cukup tajam pada Tahun 2014
yaitu sebanyak 13 orang kematian ibu. Tahun 2013 Cakupan K1 sebesar
97.6% meningkat menjadi 97.85% pada tahun 2014, dan Cakupan K4
mengalami penurunan dari 89.8% menjadi 84.69%, jika dilibandingkan
dengan target indikator cakupan K4 secara nasional masih berada
dibawah target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 95%. Persentase
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn) sangat
memprihatinkan yaitu tahun 2013 hanya mencapai 85.6% dan meningkat
menjadi 86.65%, selebihnya bersalin di dukun Jika dibandingkan dengan
target nasional Standar Pelayanan Minimal (SPM) 90% berarti belum
tercapai (Dinkes Kab Jeneponto 2014).
Tingginya persalinan yang ditolong oleh dukun, menjadi peringatan
penting akan risiko kematian ibu. Padahal, perawatan selama persalinan
dan kehamilan yang baik akan mengurangi kematian maternal 50 sampai
80%, perbaikan penanganan klinis akan mencegah kematian ibu sampai
36% dan perhatian serta perbaikan pada aspek sosial budaya dan peran
suami/anggota keluarga akan menekan kematian maternal sampai 64%
(Hasnah 2003).
6
Terjadinya peningkatan AKI yang cukup tinggi diluar dari perkiraan,
karena dalam enam tahun terakhir cukup banyak intervensi yang
diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia Misalnya penempatan
tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di
Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus,
“mobile team”, program safe motherhood, program Making Pregnancy
Safer (MPS), pembenahan fasilitas emergensi persalinan di Puskesmas
dan RS yaitu program Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar
(PONED) di puskesmas, Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial
Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit.
Intervensi lain meliputi program Gerakan Sayang Ibu (GSI),
Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera (GRKS), pemberdayaan
keluarga dan masyarakat (buku KIA dan P4K), Jamkesmas, Jamkesda,
sampai program untuk menjamin pembiayaan 2,5 juta ibu hamil yang
belum punya jaminan kesehatan melalui program Jaminan Persalinan
(Jampersal) yang di mulai pada tahun 2012, pemberian dana Bantuan
Opersional Kesehatan (BOK), perbaikan pelayanan kegawatdaruratan
obstetric, program gizi rutin melalui program suplementasi zat besi bagi
ibu hamil, penimbangan berat badan melalui pos pelayanan terpadu
(Posyandu), program Desa Siaga, Gerakan AKINO (Angka Kematian Ibu
Menuju Nol), Program Keluarga Harapan, Gerakan Keluarga Sadar Gizi,
dan Program Seribu Hari Pertama Kehidupan. Selain itu, upaya perbaikan
7
fasilitas dan alat kesehatan, penyediaan tenaga kesehatan, peningkatan
fasilitas rumah sakit dan puskesmas.
Pemerintah Indonesia juga menjalin kerja sama dengan
masyarakat internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk
mendukung upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
Kerja sama dengan berbagai development partners dalam bidang
kesehatan ibu dan anak (KIA) telah berlangsung lama, antara lain
kerjasama dengan Pemerintah Australia melalui program AIP MNH
(Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health) sejak
tahun 2008. Kerjasama dengan USAID melalui program MCHIP (Maternal
& Child Integrated Program), kerjasama dengan JICA yang telah
membuahkan hasil yang amat penting yaitu penerapan buku KIA di
seluruh Indonesia.
Pemerintah juga menggandeng GAVI (Global Alliance for Vaccine
& Immunization) untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan KIA melalui
berbagai kegiatan peningkatan partisipasi kader dan masyarakat,
memperkuat manajemen puskesmas di beberapa kabupaten di 5 provinsi
(Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua). Upaya kemitraan juga
dilakukan dengan badan-badan dunia PBB, seperti UNICEF dan WHO.
Terakhir Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan USAID (2012)
meluncurkan program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival)
di 6 provinsi terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat,
8
Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang menyumbangkan kurang lebih
50 persen dari kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Semua intervensi tersebut belum membuahkan hasil yang
maksimal, hal ini disebabkan kebijakan pemerintah selalu berorientasi
pada aspek layanan, medis dan hanya menyentuh aspek determinan
sosial dan ekonomi. Selain itu, disebabkan oleh kesungguhan pemerintah
belum optimal. Kebijakan pemerintah selalu merupakan kebijakan dari
program bersifat top-down, parsial, non-partisipatif dan short-cut. Belum
ada intervensi yang berbasis masyarakat yang dilakukan secara optimal
dan sungguh-sungguh serta langsung menyentuh aspek budaya
masyarakat. Sehingga diharapkan dapat menurunkan MMR. Perlu upaya
lebih keras agar penurunan AKI melebihi tren yang ada sekarang. Tidak
bisa lagi upaya itu dilakukan secara business as usual. Upaya-upaya
inovasi yang memiliki daya ungkit yang tinggi harus segera dikedepankan
dalam pembangunan kesehatan yakni melalui pemberdayaan masyarakat.
Strategi pembangunan kesehatan seperti yang tertuang dalam
Rencana Pengembangan Jangka Panjang Bidang Kesehatan tahun 2005-
2025 antara lain menyebutkan tentang pemberdayaan masyarakat. Peran
masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin penting. Masalah
kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan pemerintah.
Keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah
termasuk di dalamnya sosial dan budaya setempat.
9
Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
berperilaku sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara
mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta
dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan
berwawasan kesehatan. Untuk itu potensi yang dimiliki masyarakat perlu
digerakkan. Potensi tersebut antara lain adalah pengetahuan tradisional
yang berakar dari budaya lokal yang berkembang di masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat berbasis pada masyarakat dapat diartikan
bahwa pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya,
kebutuhan permasalahan serta potensi masyarakat (modal sosial)
(Depkes RI 2009).
Hasil penelitian (Ikhtiar 2014) di Kabupaten Gowa tentang
memetakan pola kematian ibu menunjukkan bahwa kebijakan kesehatan,
tiga keterlambatan, akses ke pelayanan kesehatan dan perilaku
penggunaan fasilitas kesehatan, tidak berpengaruh langsung terhadap
kematian ibu. Sementara komplikasi, determinan sosial kesehatan, status
kesehatan dan status reproduksi berpengaruh langsung terhadap
kematian ibu. Oleh karena itu dibutuhkan komunikasi cultural dan
komitmen cultural dalam bentuk keluarga siaga, lingkungan siaga dan
pelayanan kesehatan siaga 24 jam, serta pendekatan pelayanan
kesehatan yang berbasis cultural dan penyampaian informasi kesehatan
10
yang berbasis cultural untuk merubah mindset masyarakat yang sagat
kulturalistis.
Berdasarkan latar belakang ini, kegagalan intervensi yang berbasis
layanan yang telah dilakukan selama ini telah menyebabkan minat baru
dalam pendekatan berbasis masyarakat (community based) untuk
menangani kesehatan ibu. Dalam stuasi dimana sumber daya yang
sedikit, intervensi di tingkat masyarakat adalah cara yang berpotensi
efektif untuk mengatasi masalah pada akarnya, karena keputusan untuk
mencari dan akses pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosial budaya (Kleinman 1980, Elder 1999). Nurrachmawati,
dkk (2012) memaparkan bahwa metode penyuluhan kesehatan bisa
dilakukan melalui pendekatan aktor yang cukup berperan dalam komunitas
tersebut seperti tokoh adat, orang tua, dan kyai.
Intervensi berbasis masyarakat, jika dirancang dengan tepat,
secara efektif dapat mengatasi hambatan sosial-ekonomi dan budaya di
tingkat keluarga dan masyarakat dan dapat bekerja untuk meningkatkan
kesehatan perempuan sebelum, selama dan setelah kehamilan
(MotherCare Matters 2000, Murray 2000, Moore 2002). Pelatihan agen
perubahan yang umumnya dikenal sebagai volunteers masyarakat atau
peers (Rifkin 1987, Elder 1999, Moore 2002, Santarelli 2003). Merupakan
elemen penting dalam kebanyakan intervensi kesehatan berbasis
masyarakat. Tugas dan kegiatan mereka termasuk spesifik kegiatan
kesehatan ibu seperti tindak lanjut dari ibu hamil, menyediakan pendidikan
11
pada tanda-tanda bahaya, faktor risiko, dan rencana persiapan kelahiran,
konseling, untuk memfasilitasi rujukan dan advokasi untuk memengaruhi
atau menuntut pelayanan kebidanan yang lebih baik atau pelayanan
kesehatan (Lankester 2000, Kiwanuka 2003). Dalam kerjasama erat
dengan masyarakat, perwakilan masyarakat, dan providers pelayanan
kesehatan di Kabupaten Jeneponto, paket intervensi berbasis masyarakat
untuk Safe Motherhood ini akan dikembangkan dan dievaluasi.
Berdasarkan uraian di atas, merupakan suatu kondisi yang ideal
bila masyarakat dilatih menjadi “Safe Motherhood Promoters (SMPs)”
dalam upaya menurunkan risiko kematian ibu dengan tujuan agar
masyarakat dapat memengaruhi ibu dan keluarga tentang faktor risiko
kematian ibu hamil, tanda bahaya kehamilan dan pelayanan selama
kehamilan, perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman, serta post
natal care, sehingga dapat menekan angka kematian ibu.
1.2 Rumusan Masalah
Intervensi yang berbasis layanan yang telah dilakukan selama ini
dalam berbagai bentuk ternyata tidak mampu menekan angka kematian
ibu. Hampir seluruh program yang ada saat ini hanya menyentuh pada
aspek medis atau hal-hal yang terkait dengan aspek tersebut . Ada yang
luput untuk menjadi perhatian semua pihak bahwa ternyata aspek
budaya/kultur keluarga, tingkat pendidikan keluarga serta kesetaraan
gender memberi andil didalam mengakselerasi seluruh informasi yang
terkait dengan program penurunan kematian ibu.
12
Perlu upaya inovatif dengan pendekatan berbasis masyarakat
(community based) yang mempertimbangkan latar belakang karakteristik,
budaya dan kemampuan masyarakat. Sehingga penelitian ini dapat
dirumuskan masalah yaitu: “Bagaimana program Safe Motherhood
Promoters (SMPs) berbasis masyarakat dalam menurunkan risiko
kematian ibu meliputi meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek
terhadap faktor risiko kematian ibu hamil, tanda bahaya kehamilan dan
pelayanan selama kehamilan, perencanaan kehamilan dan persalinan
yang aman, serta post natal care sebagai upaya menurunkan AKI?.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pengetahuan, sikap, praktek/niat untuk bertindak, tingkat
kepercayaan/adat istiadat ibu terhadap faktor risiko kematian ibu
hamil, tanda bahaya kehamilan, pelayanan selama kehamilan,
perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman, serta post natal
care di Kabupaten Jeneponto?
2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah kematian
ibu di Kabupaten Jeneponto?
3. Bagaimana perubahan pengetahuan, sikap dan skill SMPs antara
sebelum dan sesudah pelatihan program Safe Motherhood Promoters
(SMPs) berbasis masyarakat dalam upaya menurunkan risiko
kematian ibu di Kabupaten Jeneponto?
4. Bagaimana perubahan PSP (Pengetahuan, Sikap, dan Praktek) ibu
antara sebelum dan sesudah implementasi program Safe Motherhood
13
Promoters (SMPs) berbasis masyarakat dalam upaya menurunkan
risiko kematian ibu di Kabupaten Jeneponto?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Menilai program Safe Motherhood Promoters (SMPs) berbasis
masyarakat dalam upaya menurunkan risiko kematian ibu di Kabupaten
Jeneponto.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Untuk menilai pengetahuan, sikap, praktek/niat untuk bertindak,
tingkat kepercayaan/adat istiadat ibu terhadap faktor risiko kematian
ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, pelayanan selama kehamilan,
perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman, serta post natal
care di Kabupaten Jeneponto.
b. Untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah
kematian ibu di Kabupaten Jeneponto.
c. Untuk menilai besar perubahan pengetahuan, sikap dan skill Safe
Motherhood Promoters (SMPs) berbasis masyarakat dalam upaya
menurunkan risiko kematian ibu antara sebelum dan setelah
pelatihan program Safe Motherhood Promoters (SMPs) berbasis
masyarakat.
d. Untuk menilai besar perubahan pengetahuan, sikap dan praktek
(PSP) ibu terhadap faktor risiko kematian ibu hamil, tanda bahaya
kehamilan, pelayanan selama kehamilan, perencanaan kehamilan
14
dan persalinan yang aman, serta post natal care antara sebelum
dan setelah intervensi program Safe Motherhood Promoters (SMPs)
berbasis masyarakat pada daerah perlakuan dan kontrol.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan bagi Direktorat Bina Kesehatan Ibu dan Anak
dan Dinas Kesehatan:
a. Kebijakan untuk memanfaatkan sumber daya masyarakat sebagai
suatu upaya yang strategis dalam membantu mensosialisasikan dan
menggerakkan masyarakat untuk menurunkan Angka Kematian Ibu.
b. Penyampaian pesan-pesan aspek kesehatan ibu oleh Safe
Motherhood Promoters (SMPs) merupakan salah satu bentuk upaya
dalam mendukung tindakan promotif.
c. Memperkuat dan mempertajam kemitraan antara bidan di desa dan
masyarakat dalam menurunkan Angka Kematian Ibu.
d. Hasil pemberdayaan masyarakat dalam bentuk SMPs dapat menjadi
investasi yang berarti dan akan berlanjut karena merupakan
penduduk setempat dan kecil kemungkinan untuk pindah atau
berhenti menjadi SMPs.
e. Produk Intervensi dapat berupa: buku saku dan CD tentang aspek
kesehatan ibu,.
f. Model pemberdayaan ini bisa dipakai dengan memodifikasi dan
15
menyesuaikannya untuk program lain yang berkaitan dengan
penyelamatan bayi baru lahir (seperti; Pengenalan tanda bahaya,
Pemberian makanan tambahan, KB, ASI eksklusif dll), mengingat
peranan Safe Motherhood Promoters (SMPs) sangat dekat dengan
masyarakat lokal.
1.5.2 Bagi Keilmuan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Untuk pengembangan keilmuan Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu Perilaku, antara lain:
a. Salah satu sarana untuk mempelajari dan mengetahui terjadinya
proses perubahan perilaku pada SMPs khususnya dalam hal
sosialisasi dan penggerakan masyarakat dalam menurunkan Angka
Kematian Ibu.
b. Upaya pemberdayaan masyarakat dan penggalian kearifan lokal, bisa
menjadi potensi untuk dikembangkan dalam pembahasan keilmuan
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
1.5.3 Bagi Masyarakat
a. Memberikan posisi dan peranan yang jelas pada SMPs yaitu
sebagai penyampai pesan-pesan aspek kesehatan ibu serta sebagai
motivator pada masyarakat khususnya pada ibu hamil dan melahirkan
b. Kelompok ibu, suami, keluarga dan masyarakat pada umumnya
menjadi lebih mudah dalam mengakses pesan aspek kesehatan
ibu melalui SMPs, karena SMPs memang tinggal di sekitar mereka
sementara jumlah tenaga kesehatan di desa masih relatif terbatas.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kematian Ibu
2.1.1 Batasan Kematian Ibu
Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of
The International Classification of Diseases (ICD – 10) adalah Kematian
seorang wanita yang terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari
setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan lama dan tempat
terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh atau dipicu oleh
kehamilannya atau penanganan kehamilannya, tetapi bukan karena
kecelakaan”. (Saifudin 1994, WHO 1999, WHO 2000).
Kematian–kematian yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan
tidak dimasukkan ke dalam kematian maternal. Meskipun demikian, dalam
praktiknya, perbedaan antara kematian yang terjadi karena kebetulan dan
kematian karena sebab tidak langsung sulit dilakukan. Untuk
memudahkan identifikasi kematian maternal pada keadaan–keadaan
dimana sebab–sebab yang dihubungkan dengan kematian tersebut tidak
adekuat, maka ICD – 10 memperkenalkan kategori baru yang disebut
pregnancy–related death (kematian yang dihubungkan dengan kehamilan)
yaitu kematian wanita selama hamil atau dalam 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari penyebab kematian. (WHO
1999, WHO 2000).
Kematian maternal dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
17
a. Kematian obstetri langsung (direct obstetric death) yaitu kematian
yang timbul sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas. (Saifudin 1994, Soemantri 1997, WHO 1999, Setyowati 2000,
WHO 2000, UNFPA 2003).
b. Kematian obstetri tidak langsung (indirect obstetric death) yaitu
kematian yang diakibatkan oleh penyakit yang sudah diderita
sebelum kehamilan atau persalinan atau penyakit yang timbul selama
kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab obstetri langsung,
akan tetapi diperburuk oleh pengaruh fisiologik akibat kehamilan,
sehingga keadaan penderita menjadi semakin buruk. (Saifudin 1994,
Soemantri. 1997, WHO 1999, Setyowati 2000, WHO 2000, UNFPA
2003).
2.1.2 Epidemiologi Kematian Ibu
Menurut WHO, setiap tahun kurang lebih terdapat 210 juta wanita
hamil di seluruh dunia. Lebih dari 20 juta wanita mengalami kesakitan
akibat dari kehamilannya, beberapa diantaranya bersifat menetap.
Kehidupan 8 juta wanita di seluruh dunia menjadi terancam dan setiap
tahun diperkirakan terdapat 529.000 wanita meninggal sebagai akibat
komplikasi yang timbul karena kehamilan dan persalinan, dimana
sebagian besar dari kematian ini sebenarnya dapat dicegah. (WHO 1999,
WHO 2000, UNFPA 2004).
Angka kematian maternal di seluruh dunia diperkirakan sebesar
400 per 100.000 KH dan 98% terjadi di negara–negara berkembang.
18
(WHO 1999, WHO 2000, UNFPA 2004). Kematian maternal ini hampir
95% terjadi di Afrika (251.000 kematian maternal) dan Asia (253.000
kematian maternal) dan hanya 4% (22.000 kematian maternal) terjadi di
Amerika Latin dan Karibia, serta kurang dari 1% (2500 kematian maternal)
terjadi di negara–negara yang lebih maju.2,6) Angka kematian maternal
tertinggi di Afrika (830 kematian maternal per 100.000 KH), diikuti oleh
Asia (330), Oceania (240), Amerika Latin dan Karibia (190) (WHO 2000).
Angka kematian ibu merupakan ukuran yang mencerminkan risiko
obstetrik yang dihadapi oleh seorang wanita setiap kali wanita tersebut
menjadi hamil. Risiko ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya
jumlah kehamilan yang dialami. 1) Tingginya angka kematian ibu di negara
berkembang sebagian besar berkaitan dengan masalah politik dan sosial,
khususnya masalah kemiskinan dan status wanita. 2) Sebagian besar
kematian ibu terjadi di rumah, yang jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan
(Cotello. 2004). Menurut data SKRT 2001, proporsi kematian ibu terhadap
kematian usia reproduksi (15–49 tahun) di pedesaan hampir tiga kali lebih
besar daripada di perkotaan (WHO 2000).
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih menjadi pekerjaan
rumah yang harus diselesaikan Indonesia hingga saat ini. Tercatat 228
kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup pada 2007 dan bahkan
menjadi 359 kematian ibu pada 2012. Kenyataan tersebut bertolak
belakang dengan keinginan pemerintah Indonesia sendiri, yang
menargetkan penurunan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
19
pada 2015 sebagai bagian dari upaya pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs). Lebih ironis, kondisi AKI saat ini tidak berbeda jauh
dengan kondisi 22 tahun lalu yang angkanya mencapai 390 kematian ibu.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
angka kematian ibu melahirkan mencapai 359 per 100 ribu kelahiran
hidup. Ini berarti dalam sejam, tiga hingga empat ibu di Indonesia
meninggal karena melahirkan. Sehari ada 72 hingga 96 kematian ibu
melahirkan, sebulan 2.160 hingga 5.760 dan setahun 25.000 hingga
34.560 ibu meninggal karena melahirkan. Lebih banyak dari kematian
akibat perang Vietnam yang sebanyak 20 ribuan orang.
Terkait program Millenium Development Goals (MDGs) 2015,
Indonesia menargetkan mampu menurunkan angka kematian ibu menjadi
102/100.000 kelahiran hidup, serta cakupan persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan menjadi 95% pada tahun 2015. Secara nasional
persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
meningkat dari 66,7 persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada
tahun 2009, angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada
tahun 2010 (RISKESDAS 2010).
Jumlah penduduk di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2013
adalah 8 juta jiwa yang tersebar pada 21 kabupaten dan 3 kota dan setiap
tahunnya dilaporkan sebanyak 80 – 140 orang ibu hamil yang meninggal
karena kehamilan atau persalinan (Dinkes SulSel 2013). Hasil penelitian
20
(Ansariadi 2014) menunjukkan bahwa selama enam tahun terakhir, angka
kematian ibu berada di bawah 100 per kelahiran hidup. Walaupun terjadi
kecenderungan untuk menurun, pada tahun 2012 terjadi kenaikan MMR
dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya dengan jumlah kematian ibu
160 orang atau 110,26 per 100.000 kelahiran hidup, terdiri dari kematian
ibu hamil 45 orang (28,1%), kematian ibu bersalin 60 orang (40%),
kematian ibu nifas 55 orang (30%), namun angka ini tidak melebihi angka
pada tahun 2008. Pada tahun 2013 kembali terjadi penurunan yang
cukup tajam dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kematian
115 orang atau 78.38 per 100.000 kelahiran hidup, terdiri dari kematian
ibu hamil 18 orang (15,65%), kematian ibu bersalin 59 orang (51,30%),
kematian ibu nifas 38 orang (33,04%).
Trend Angka kematian ibu di Kabupaten Jeneponto mengalami
peningkatan dari tahun 2011 sebanyak 3 orang (46 per 100.000 KH)
menjadi 11 orang (170 per 100.000 KH) pada tahun 2012. Kemudian
terjadi penurunan pada tahun 2013 sebanyak 5 orang (82 per 100.000
KH), dan mengalami peningkatan yang cukup tajam pada Tahun 2014
yaitu sebanyak 15 orang kematian ibu yang tersebar di beberapa wilayah
kerja puskesmas yaitu Puskesmas Tamalatea sebanyak 2 orang
disebabkan oleh perdarahan, puseksmas tompobulu sebanyak 2 orang
disebabkan oleh perdarahan dan hipertensi kehamilan, puskesmas
Bululoe dan Bontomate'ne masing-masing sebanyak 2 orang. Sedangkan
puskesmas Arungkeke, Bontoramba, Bangkala, Barana, Tino,
21
Bontosunggu Kota dan Tolo masing-masing sebanyak 1 orang (Dinkes
Kab Jeneponto 2014).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya
dengan negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia. (Wahdi
1999, Prual 2000, Burscher 2001, Waterstone 2001, Djaja 2003, Depkes
RI 2004). Selain perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian,
tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya
sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat
kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi kronis (Saifudin 2000).
Keadaan ibu pra–hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Penyebab tidak langsung kematian maternal ini antara lain adalah anemia,
kurang energi kronis (KEK) dan keadaan “4 terlalu” (terlalu muda/ tua,
terlalu sering dan terlalu banyak) (Saifudin 2000).
Sesungguhnya tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih
dari 80% kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang
efektif, semisal pemeriksaan kehamilan, pemberian gizi yang memadai
dan lain-lain. Karenanya upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat
kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan. Masalah yang dihadapi negara berkembang dalam
menurunkan AKI antara lain:
a. Informasi belum memadai
b. Strategi pelayanan kesehatan ibu yang belum efektif
c. Krisis dan keterbatasn kewenangan sektor kesehatan
22
2.1.3 Intervensi Untuk Mencegah Kematian Ibu
Intervensi untuk mencegah kematian ibu dilakukan terhadap ketiga
jenis determinan. Intervensi yang memberi dampak relative cepat
terhadap penurunan AKI adalah intervensi terhadap pelayanan kesehatan.
Intervensi yang ditujukan kepada determinan antara akan
memberikan efek pada jangka menengah, misalnya peningkatan gizi serta
pendidikan ibu.
Intervensi yang diarahkan kepada determinan konstektual akan
memberikan efek pada jangka panjang, misalnya melalui kegiatan
pemberdayaan wanita dan kemitraan pria wanita.
2.1.4 Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kematian
maternal. Pada tahun 1987, untuk pertama kalinya di tingkat internasional
diadakan Konferensi tentang Kematian Ibu di Nairobi, Kenya. Kemudian
pada tahun 1990 dilakukan World Summit for Children di New York,
Amerika Serikat, yang menghasilkan tujuh tujuan utama, diantaranya
adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi separuh pada
tahun 2000.
Tahun 1994 diadakan International Conference on Population and
Development (ICPD) di Kairo Mesir, yang menyatakan bahwa kebutuhan
kesehatan reproduksi pria dan wanita sangat vital dalam pembangunan
sosial dan pengembangan sumber daya manusia. Di dalamnya termasuk
pelayanan kesehatan ibu yang berupaya agar setiap ibu hamil dapat
23
melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat. Tahun 1995 di
Beijing, Cina diadakan Fourth World Conference on Women, kemudian
pada tahun 1997 di Colombo, Sri Lanka diselenggarakan Safe
Motherhood Technical Consultation, yang menekankan perlu
dipercepatnya penurunan angka kematian maternal pada tahun 2000.
Konferensi yang terakhir, yaitu The Millenium Summit in 2000,
dimana semua anggota PBB berkomitmen pada Millenium Development
Goals (MDGs) untuk menurunkan tiga perempat angka kematian maternal
pada tahun 2015 (Saifudin 2000, UNFPA 2003). Keinginan untuk
mencapai target untuk menurunkan angka kematian maternal menjadi tiga
perempat (75%) pada tahun 2015 dilakukan karena kesakitan maternal
memberikan kontribusi terbesar bagi kesakitan yang menimpa wanita,
terutama di negara–negara berkembang, dan karena intervensi yang
dibutuhkan tidak membutuhkan biaya besar (kurang lebih 3-230 dolar
untuk setiap kematian maternal) (Campbill 2001).
WHO pada tahun 1999 memprakarsai program Making Pregnancy
Safer (MPS), untuk mendukung negara anggota dalam usaha untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu akibat komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas. Depkes pada tahun 2000 telah
menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang upaya penurunan
angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini
difokuskan pada kegiatan untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan
24
biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan
"Making Pregnancy Safer (MPS)" melalui tiga pesan kunci.
Tiga pesan kunci MPS itu adalah:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,
b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat
c. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
MPS merupakan komponen dari prakarsa Safe Motherhood yang
dicanangkan pada tahun 1987 oleh WHO untuk menurunkan kematian
maternal. Pada dasarnya, MPS meminta perhatian pemerintah dan
masyarakat di setiap negara untuk menempatkan safe motherhood
sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan
internasional; menyusun acuan nasional dan standar pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal; mengembangkan sistem yang
menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun; memperbaiki akses
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi
legal; meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal
dan neonatal serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan
lingkungannya; memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal.
25
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan
sebagai empat pilar safe motherhood, yaitu : Keluarga berencana,
Pelayanan antenatal, Persalinan yang aman, dan Pelayanan obstetri
esensial. Kebijakan Departemen Kesehatan RI dalam upaya
mempercepat penurunan angka kematian maternal pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategis „empat pilar safe motherhood‟.
Mengingat kira–kira 90% kematian maternal terjadi di sekitar persalinan
dan kira–kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang
sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Depkes
untuk mempercepat penurunan angka kematian maternal adalah
mengupayakan agar: 1) setiap persalinan ditolong atau minimal
didampingi oleh bidan, dan 2) pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada
semua ibu hamil.
Beberapa bentuk intervensi yang berkaitan dengan program Safe
Motherhood dilaksanakan secara bersama–sama antara sektor kesehatan
dengan sektor terkait, antara lain melalui program Gerakan Sayang Ibu
(GSI) dan Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera (GRKS). (WHO
Kerjasama Depkes RI – FKM UI 1998).
GSI merupakan suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat,
bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup
perempuan, terutama mempercepat penurunan angka kematian maternal
karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka kematian bayi.
Dalam pelaksanaan operasionalnya, GSI melakukan promosi kegiatan
26
yang berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang
Ibu, untuk mencegah tiga jenis keterlambatan, yaitu :
a. Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan
mengambil keputusan untuk segera mencari pertolongan.
b. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan
pertolongan yang dibutuhkan.
Kegiatan yang berkaitan dengan kecamatan sayang ibu berusaha
untuk mencegah keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan
yang berkaitan dengan rumah sakit sayang ibu berusaha mencegah
keterlambatan ketiga.
GRKS merupakan kegiatan yang dirintis oleh BKKBN, yang pada
dasarnya merupakan upaya promotif untuk mendukung terciptanya
keluarga yang sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi. Di antara
masalah reproduksi yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu,
karena itu promosi yang dilakukan juga merupakan promosi untuk
kesejahteraan ibu. (WHO Kerjasama Depkes RI – FKM UI 1998).
Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan
kematian ibu. Mulai dari penempatan bidan di desa, pemberdayaan
keluarga dan masyarakat (buku KIA dan P4K), pembenahan fasilitas
emergensi persalinan di Puskesmas dan RS, sampai program untuk
menjamin pembiayaan 2,5 juta ibu hamil yang belum punya jaminan
kesehatan melalui program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program
27
memberikan pelayanan persalinan gratis di sarana pelayanan kesehatan
pemerintah, periksa kehamilan, pelayanan pada masa nifas baik untuk
pemasangan KB setelah bersalin dan pemberian pelayanan bagi bayi
baru lahir (Kementerian Kesehatan RI 2011).
Program lain yang sejalan dan sangat menunjang gerakan AKINO
(Angka Kematian Ibu Menuju Nol) adalah Pengembangan Desa Siaga
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/
Menkes/ SK/ VII/ 2006 tanggal 2 Agustus 2006 tentang pengembangan
Desa Siaga, dimana didalamnya terdapat bidan siaga. Bidan siaga yaitu
bidan desa yang oleh pemerintah/negara diberi kepercayaan yang lebih
dan mampu untuk membantu masyarakat dalam memberi konseling,
penyuluhan dan pelatihan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2006).
Dalam rangka menurunkan AKI di Indonesia, Kementerian
Kesehatan tahun 2001 ini menetapkan lima strategi operasional yaitu (1)
penguatan Puskesmas dan jaringannya; (2) penguatan manajemen
program dan sistem rujukannya; (3) meningkatkan peran serta
masyarakat; kerjasama dan kemitraan; (4) kegiatan akselerasi dan inovasi
tahun 2011; (5) penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir.
Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan masyarakat
internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung
upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama
dengan berbagai development partners dalam bidang kesehatan ibu dan
anak (KIA) telah berlangsung lama, antara lain kerjasama dengan
28
Pemerintah Australia melalui program AIP MNH (Australia Indonesia
Partnership for Maternal and Neonatal Health) sejak tahun 2008. Program
yang digulirkan di 14 Kabupaten di Provinsi NTT ini bertujuan menurunkan
angka kematian ibu dan bayi melalui Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak.
Kerjasama di bidang KIA juga dilakukan bersama-sama USAID
melalui program MCHIP (Maternal & Child Integrated Program) di 3
kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten dan Kab.Kutai Timur-
Kalimantan Timur). Sementara kerjasama dengan JICA telah
membuahkan hasil yaitu penerapan buku KIA di seluruh Indonesia.
Pemerintah juga menggandeng GAVI (Global Alliance for Vaccine
& Immunization) untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan KIA melalui
berbagai kegiatan peningkatan partisipasi kader dan masyarakat,
memperkuat manajemen puskesmas dan kabupaten/kota di beberapa
kabupaten di 5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua).
Upaya kemitraan juga dilakukan dengan badan-badan dunia PBB,
seperti UNICEF dan WHO. Dengan UNICEF, Kementerian Kesehatan
melakukan peningkatan pemberdayaan keluarga dan masyarakat terkait
kesehatan ibu dan anak dan peningkatan kualitas pelayanan anak melalui
manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Upaya ini dilakukan di beberapa
wilayah kerja UNICEF seperti Aceh, Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara,
Nusa Tenggara Timur (kerjasama dengan Child Fund). Sementara
bersama-sama WHO, Kementerian Kesehatan memfasilitasi peningkatan
29
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan
penyusunan standar pelayanan maupun capacity building.
Tepatnya tanggal 26 Januari 2012, Kementerian Kesehatan
bekerjasama dengan USAID meluncurkan program EMAS (Expanding
Maternal and Neonatal Survival) dalam rangka upaya percepatan
penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir. Program yang akan
dijalankan dalam kurun waktu 2012-2016 ini digulirkan di 6 provinsi terpilih
yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa
Tengah dan JawaTimur yang menyumbangkan kurang lebih 50 persen
dari kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dalam pelaksanaannya di
lapangan, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan JHPIEGO, serta
mitra lainnya seperti Save the Children, Research Triangle Internasional,
Muhammadiyah dan Rumah Sakit Budi Kemuliaan.
Perlu upaya lebih keras agar penurunan AKI dan AKB melebihi tren
yang ada sekarang. Tidak bisa lagi upaya itu dilakukan secara business
as usual. Upaya-upaya inovasi yang memiliki daya ungkit yang tinggi
harus segera dikedepankan.
Jalan terjal yang harus dilalui dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu tentunya akan terasa berat bilamana harus dilakukan sendiri
oleh Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah Pusat dan Daerah menjalin
kemitraan dengan para development partners untuk mengembangkan
upaya-upaya inovatif berdaya ungkit tinggi untuk melakukan percepatan
penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir.
30
2.2 Konsep Safe Motherhood Berbasis Masyarakat
2.2.1 Batasan, Tujuan dan Lingkup Upaya Safe Motherhood
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh
perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil
dan bersalin. Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk
menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinannya dapat dinilai
dengan sehat dan aman, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Tujuan upaya Safe Motherhood adalah untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas, disamping menurunkan
angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir. Upaya ini terutama
ditunjukan kepada Negara yang sedang berkembang. Karena 99%
kematian ibu di dunia terjadi dinegara-negara tersebut. Konsep Safe
Motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood, yaitu :
Keluarga berencana, Pelayanan antenatal, Persalinan yang aman, dan
Pelayanan obstetri esensial.
2.2.2 Faktor Risiko Kematian Ibu
Depkes RI membagi faktor yang mempengaruhi kematian maternal:
a. Faktor medik
1) Faktor empat terlalu, yaitu :
a) Usia ibu pada waktu hamil terlalu muda (kurang dari 20
tahun).
b) Usia ibu pada waktu hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun).
c) Jumlah anak terlalu banyak (lebih dari 4 orang)
31
d) Jarak antar kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)
2) Tinggi badan kurang dari 145cm
3) Lingkar lengan atas kurang dari 23.5cm
4) Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu buruk
5) Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan
penyebab langsung kematian maternal.
6) Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk derajat
kesehatan ibu selama hamil, antara lain kekurangan gizi dan
anemia, serta bekerja (fisik) berat selama kehamilan.
b. Faktor non medik
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu, dan menghambat
upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal adalah :
1) Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
2) Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko
tinggi.
3) Ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk.
4) Ketidakmampuan sebagian ibu hamil untuk membayar biaya
transport dan perawatan di rumah sakit.
c. Faktor pelayanan kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang belum mendukung upaya
penurunan kesakitan dan kematian maternal antara lain berkaitan
dengan cakupan pelayanan KIA, yaitu :
32
1) Belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan
kelompok berisiko.
2) Masih rendahnya (kurang lebih 30%) cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan.
3) Masih seringnya (70 – 80%) pertolongan persalinan yang dilakukan
di rumah, oleh dukun bayi yang tidak mengetahui tanda–tanda
bahaya.
(Maine 1992) mengemukakan peran determinan kematian ibu
sebagai keadaan/hal-hal yang melatar belakangi dan menjadi penyebab
langsung serta tidak langsung dari kematian ibu. Determinan kematian ibu
tersebut dikelompokkan dalam : determinan proksi, determinan antara dan
determinan konstektual.
a. Determinan proksi (Determinan Dekat)
Proses paling dekat terhadap kejadian kematian maternal adalah
kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas (Saifudin 1994, WHO Kerjasama Depkes RI – FKM UI 1998).
b. Determinan Antara
Determinan antara antara lain Status Kesehatan Ibu, Status
Reproduksi, Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan dan Perilaku
penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
c. Determinan Jauh (Kontekstual)
Meskipun determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi
kematian maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, keagamaan
33
dan faktor–faktor lain juga perlu dipertimbangkan dan disatukan dalam
pelaksanaan intervensi penanganan kematian maternal (Saifudin 1994).
Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam
keluarga dan masyarakat, yang meliputi tingkat pendidikan, dimana wanita
yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri
dan keluarganya, sedangkan wanita dengan tingkat pendidikan yang
rendah, menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang
dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya terutama dalam hal
kegawatdaruratan kehamilan dan persalinan. (Depkes RI 2004, Tim Kajian
AKI-AKA Depkes RI 2004).
2.2.3 Tanda Bahaya Kehamilan
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang
mengindikasikan adanya bahaya yang dapat terjadi selama kehamilan
atau periode antenatal, yang apabila tidak dilaporkan atau tidak
terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu. Tanda bahaya kehamilan
perlu diketahui oleh ibu hamil karena apabila tidak diketahui secara dini
dapat mengancam keselamatan ibu maupun janin yang dikandungnya.
Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan
deteksi dini ini perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA
maupun masyarakat (Agustini 2012).
Tanda-tanda Tanda Bahaya Kehamilan, yang diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Perdarahan Pervaginam
34
2. Sakit Kepala Yang Hebat
3. Masalah Penglihatan
4. Bengkak pada muka, kaki dan tangan
5. Nyeri Abdomen Yang Hebat
6. Gerakan janin tidak seperti biasa
7. Demam atau panas tinggi.
8. Muntah-muntah yang hebat
9. Keluar cairan banyak pervaginam secara tiba-tiba
10. Batuk lama dan menyebabkan kondisi tubuh ibu hamil melemah.
11. Jantung berdebar-debar tanpa sebab yang jelas
12. Gatal-gatal pada kemaluan dan keluar keputihan yang berlebihan
13. Ibu Hamil mengalami cedera atau trauma pada daerah perut, yang
disebabkan karena jatuh atau akibat kekerasan
14. Pipis yang sakit atau terasa seperti tebakar.
15. Sedikit pipis atau tidak pipis sama sekali.
2.2.4 Pelayanan Selama Kehamilan (ANC)
a. Pengertian Antenatal Care (ANC)
Perawatan Ante Natal (ANC) adalah pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada
ibu hamil dan perkembangan/pertumbuhan janin dalam kandungannya serta penanganan
ibu hamil dan bayinya saat dilahirkan dalam kondisi yang terbaik. ANC sangat
penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan, dan menjadi sa-
rana edukasi tentang kehamilan. Komponen penting pelayanan antenatal
meliputi:
35
1) Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular
seksual.
2) Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi,
edema, dan pre-eklampsia.
3) Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan
bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan.
b. Tujuan ANC:
Tujuan utama ANC adalah menurunakn/mencegah kesakitan dan
kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya adalah :
1) Memonitor kemajuan kehamilan guna memastikan kesehatan ibu &
perkembangan bayi yang normal.
2) Mengenali secara dini penyimpangan dari normal dan memberikan
penatalaksanaan yang diperlukan.
3) Membina hubungan saling percaya antara ibu dan bidan dalam rangka
mempersiapkan ibu dan keluarga secara fisik, emosional, dan logis
untuk menghadapi kelahiran serta kemungkinan adanya komplikasi.
4) Bidan memiliki peran penting dalam mencegah dan atau menangani
setiap kondisi yang mengancam jiwa ibu melalui beberapa intervensi
yang merupakan komponen penting dalam ANC.
c. Standard Asuhan Kehamilan
Standar dalam pelayanan antenatal terdiri dari 6 standar sebagai
berikut (Sugiono 2002):
a) Standar 1: Identifikasi ibu hamil
36
b) Standar 2: Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
c) Standar 3: Palpasi Abdominal
d) Standar 4: Pengelolaan anemia pada kehamilan
e) Standar 5: Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
f) Standar 6: Persiapan Persalinan
2.2.5 Persalinan Bersih dan Aman
Asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta
mencagah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran
paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani
komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Persalinan bersih dan aman
serta pencegahan komplikasi selama dan pasca persalinan terbukti
mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Persalinan yang bersih dan aman memiliki tujuan memastikan
setiap penolong kelahiran/persalinan mempunyai kemampuan,
ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang bersih dan
aman, serta memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi (WHO 2005).
Asuhan persalinan adalah perawatan yang diberikan kepada
seorang wanita selama masa persalinan. WHO merekomendasikan
petugas terampil di setiap persalinan untuk:
a. Memberikan kualitas layanan yang baik secara berkelanjutan dan
perawatan harus higienis, aman dan simpatik;
b. Mengenali dan mengelola komplikasi, termasuk langkah-langkah
menyelamatkan jiwa bagi ibu dan bayi; dan
37
c. Membantu ibu segera dan aman saat perawatan di tingkat yang lebih
tinggi diperlukan. (Annet, 2004)
Bagi ibu dan bayi, melahirkan bisa menjadi saat yang paling
berbahaya dalam hidup. Sebagian besar kematian dan cacat disebabkan
melahirkan dapat dihindari, karena solusi medis telah dikenal baik (WHO,
2005). Kehadiran petugas terampil untuk semua kelahiran dianggap
intervensi tunggal yang paling penting untuk memastikan keselamatan ibu,
karena mempercepat persalinan yang tepat waktu obstetrik darurat dan
perawatan bayi baru lahir ketika komplikasi yang mengancam jiwa muncul
(UNFPA, 2009). Perawatan profesional segera dan efektif selama dan
setelah persalinan dapat membuat perbedaan antara hidup dan mati bagi
ibu dan bayi mereka, seperti komplikasi adalah sesuatu yang tak terduga
secara luas dan mungkin dengan cepat menjadi ancaman jiwa. (WHO,
2005)
Persentase kelahiran yang dibantu oleh tenaga persalinan terlatih
adalah indikator kedua yang lebih berguna untuk mengukur kemajuan
menuju MDGs. Target global untuk persalinan oleh tenaga terlatih adalah
90 persen pada tahun 2015 dengan target minimal 60 persen untuk
negara-negara dengan MMRs tinggi (UNFPA, 2006).
2.2.6 Post Natal Care (PNC)
Pelayanan pada periode post natal (atau disebut postpartum, jika
mengacu pada ibu saja) didefinisikan oleh WHO sebagai periode dimulai
satu jam setelah melahirkan plasenta dan terus enam minggu (42 hari)
38
setelah kelahiran bayi (World Health Organization (WHO) 1998). Dengan
enam minggu setelah melahirkan, banyak perubahan kehamilan,
persalinan dan melahirkan telah diselesaikan dan tubuh telah kembali ke
kondisi tidak hamil. Periode postpartum adalah fase yang sangat istimewa
dalam kehidupan seorang wanita karena tubuhnya membutuhkan
penyembuhan dan pemulihan dari kehamilan dan persalinan. Perawatan
postpartum yang baik dan diet seimbang selama periode nifas sangat
penting bagi kesehatan wanita (Emery 2006).
Perawatan postnatal mengacu pada perawatan yang diberikan
kepada seorang wanita enam minggu setelah melahirkan. WHO
merekomendasikan perawatan postnatal terpadu yang meliputi:
a. Identifikasi dan pengelolaan masalah pada ibu dan bayi baru lahir
b. Konseling, informasi dan pelayanan keluarga berencana
c. Promosi kesehatan untuk bayi baru lahir dan ibu, termasuk imunisasi,
nasihat tentang menyusui, dan seks yang aman. (Annet 2004).
Perawatan postnatal adalah salah satu pelayanan kesehatan ibu
yang paling penting untuk tidak hanya pencegahan gangguan dan cacat,
tetapi juga pengurangan kematian ibu. Pemanfaatan perawatan postnatal
oleh perempuan mempengaruhi perempuan dan kehidupan anak-anak,
dalam hal mengurangi kehamilan berulang dan meningkatkan
penggunaan kontrasepsi yang efektif (Dhakal 2007).
Konsep safe motherhood berbasis masyarakat sangat penting
dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, tanpa peran serta
39
masyarakat, mustahil dapat menjamin tercapainya keselamatan ibu. Oleh
karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang meliputi:
1) Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan
pelayanan setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
2) Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun untuk
mengubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan.
3) Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
tentang komplikasi obstetri serta kapan dan dimana mencari
pertolongan.
2.3 Penelitian tentang Safe Motherhood Promoters (SMPs)
Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Menurunkan AKI
Penelitian (Mushi 2010) tentang Efektivitas promotor safe
motherhood (SMPs) berbasis masyarakat dalam meningkatkan
pemanfaatan pelayanan kebidanan menunjukkan bahwa persalinan
dengan petugas terampil meningkat secara signifikan dari 34,1% menjadi
51,4% (r <0,05). Kunjungan pelayanan ANC awal (4 sampai 16 minggu)
meningkat secara signifikan dari 18,7% pada awal menjadi 37,7% pada
tahun 2005 dan 56,9% (r <0,001) pada akhir penilaian. Setelah dua tahun
44 (88%) dari SMP yang masih aktif, 79% dari wanita hamil yang
dikunjungi. Kesimpulan Penelitian telah menunjukkan efektivitas intervensi
safe motherhood berbasis masyarakat dalam mempromosikan
pemanfaatan pelayanan kebidanan dan pemanfaatan petugas yang
terlatih saat persalinan. Peningkatan ini disebabkan oleh Kunjungan
40
rumah SMP dan kerjasama erat dengan struktur masyarakat yang ada
serta petugas pelayanan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan (Rosato 2008) tentang Implementasi
pelayanan perinatal berbasiskan masyarakat di daerah perdesaan
Pakistan, menunjukkan bahwa pendekatan intervensi perawatan neonatal
berbasis pemberdayaan masyarakat dapat memberikan dampak yang
signifikan terhadap perbaikan indikator derajat kesehatan neonatus.
Penelitian Turam, dkk (2011) tentang evaluasi intervensi
masyarakat untuk promosi keselamatan ibu di Eritrea. Intervensi bertujuan
untuk meningkatkan kesiapan persalinan, pengetahuan tanda bahaya
kehamilan, penggunaan pelayanan antenatal (ANC), dan persalinan di
fasilitas kesehatan. Metode-Relawan dari masyarakat pedesaan terpencil
di Northern Eritrea dilatih untuk melakukan sesi pendidikan partisipatif
pada keselamatan ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan
Perempuan mengenai tanda bahaya kehamilan meningkat secara
signifikan di daerah intervensi, tapi tidak di daerah kontrol. Ada
peningkatan yang signifikan dalam proporsi perempuan yang
direkomendasikan empat atau lebih kunjungan ANC selama kehamilan di
daerah intervensi (Dari 18% menjadi 80%, p <.001); sedangkan proporsi
ini tidak berubah secara signifikan pada daerah perbandingan (dari 53%
menjadi 47%, p = 0,194). Ada peningkatan yang lebih besar dalam
persalinan di fasilitas kesehatan di daerah intervensi. Sehingga
disimpulkan bahwa partisipasi yang dipimpin oleh relawan masyarakat
41
dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan mendorong penggunaan
layanan bersalin pada fasilitas kesehatan.
Penelitian (Htoo Htoo Kyaw Soe dan Somrongthong 2011) pada
kelompok etnis Pa-Oh Myanmar menunjukkan bahwa pengaruh
pendidikan kesehatan dan komunikasi secara signifikan meningkat
dengan pengenalan gambar dalam desain baru materi pendidikan
kesehatan. Ada perubahan positif pengetahuan, sikap, praktek dan niat
untuk melakukan perawatan kesehatan ibu selama kehamilan, persalinan
dan nifas termasuk inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif dan keluarga
berencana dari awal sampai 6 bulan intervensi.
Penelitian Lassi, Haider, Bhutta (2010) tentang review Paket
intervensi berbasis masyarakat untuk mengurangi morbiditas dan
kematian ibu dan bayi baru lahir dan meningkatkan hasil neonatal. Hasil
review tidak menunjukkan pengurangan apapun dalam kematian ibu.
Namun, penurunan yang signifikan pada morbiditas maternal, kematian
neonatal, lahir mati dan kematian perinatal sebagai konsekuensi dari
pelaksanaan paket perawatan intervensi berbasis masyarakat. Hal ini juga
meningkatkan rujukan ke fasilitas kesehatan terkait dengan komplikasi
kehamilan sebesar 40% dan meningkatkan tingkat menyusui dini sebesar
94%. Review memberikan bukti bahwa mengintegrasikan perawatan ibu
dan bayi baru lahir berbasis masyarakat melalui intervensi yang dapat
dikemas secara efektif untuk persalinan melalui berbagai tenaga
kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan kelompok.
42
Studi-studi ini sebagian besar dilakukan di negara-negara
berkembang (India, Bangladesh, Pakistan, Gambia, Nepal, Indonesia)
dengan satu studi tambahan di Yunani. Perempuan di daerah ditugaskan
untuk menerima paket intervensi berbasis masyarakat dengan petugas
kesehatan yang menerima pelatihan tambahan memiliki penurunan
penyakit dan komplikasi selama kehamilan dan kelahiran yang
berhubungan dengan lahir mati, perinatal dan kematian neonatal
menurun. Angka rujukan ke fasilitas kesehatan untuk kehamilan terkait
komplikasi, dan inisiasi menyusui dini juga meningkat.
(Jokhio 2005) dalam penelitiannya membuat dua kelompok,
yaitu kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi terdiri dari
565 orang dukun bayi yang dilatih kemudian diminta untuk melakukan
kunjungan ibu hamil minimal 3 kali (bulan 3,6,9) untuk memeriksa
adanya gangguan kehamilan. Pada daerah intervensi juga disediakan
tim konselor dari tenaga kesehatan. Sedangkan dukun bayi pada
kelompok kontrol tidak dilatih serta tidak ada tim konselor dari
tenaga kesehatan. Ditemukan jumlah kematian ibu pada kelompok
intervensi dibanding kelompok kontrol adalah 27 : 34 dengan mortality
rates 268 : 360 per 100.000 kelahiran hidup (OR 0,74; 95% CI 0,45-
1,23). P elatihan dukun bayi dan integrasinya kedalam sistem
pelayanan kesehatan formal cukup efektif menurunkan angka kematian
perinatal serta model pelatihan ini mendorong peningkatan derajat
kesehatan perinatal dan maternal di negara-negara berkembang.
43
Pelatihan di Guatemala menggunakan metode ceramah,
audiovisual aids, diskusi partisipasi, dan demonstrasi serta pemberian
bidan kit kemudian dukun bayi diberikan tugas rumah, pretest dan
postest serta kurikulum pelatihan yang berkaitan dengan manajemen
perawatan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir yang normal;
gizi, ASI eksklusif, KB, infeksi saluran reproduksi, dan STI maka peran
dukun bayi lebih ditekankan sebagai seorang figur bagi masyarakat.
Peran dukun bayi sebagai figur masyarakat yang menjadi agen perubahan
dan penyampai informasi maupun teknologi kesehatan, memfasilitasi
dan memberdayakan masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan
ibu, anak, dan keluarga. dukun bayi juga berperan sebagai jembatan
komunikasi antara masyarakat dengan pelayanan kesehatan.
Pelatihan ini juga menggali informasi dari dukun bayi agar diperoleh
kombinasi antara sistem kesehatan dengan praktek budaya yang
menguntungkan kesehatan.
(Kruske 2004) menyimpulkan kebijakan kesehatan ibu dan anak
sebaiknya tidak melihat dari satu sudut pandang kesehatan saja dan
mengabaikan faktor sosial budaya yang sebenarnya berkontribusi cukup
besar dalam keberhasilan upaya KIA.
2.4 Partisipasi Masyarakat
2.4.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam
perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat (Mikklesen 2003:64)
44
dalam (Htoo Htoo Kyaw Soe dan Somrongthong 2011). Selain itu,
partisipasi juga diartikan Mikkelsen sebagai keterlibatan masyarakat
dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan diri mereka
sendiri. Kemudian Adi menjelaskan lebih jauh mengenai partisipasi
bahwa masyarakat terlibat dalam program pemberdayaan dimulai dari
proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di dalam
masyarakat, pemilihan dan pengembalian keputusan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi
masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi
perubahan yang terjadi.
Melihat sisi lain dari partisipasi yaitu adanya kesediaan masyarakat
untuk membantu berhasilnya setiap program yang dijalankan sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan
sendiri sebagai suatu hal yang penting untuk diperhatikan (Mubyarto
dalam Ndraha, 1990:102).
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat
adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam upaya mencegah
kematian ibu, khususnya terhadap terhadap faktor risiko kematian ibu
hamil, tanda bahaya kehamilan dan pelayanan selama kehamilan,
perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman, serta post natal care.
2.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi
Faktor yang mempengaruhi partisipasi dibagi ke dalam dua bidang,
faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah
45
berasal dari pribadi seseorang antara lain Jenis kelamin, Tingkat
pendidikan, Tingkat penghasilan, Mata pencaharian/pekerjaan, Usia, Lama
tinggal, Kebutuhan Masyarakat, Pegetahuan dan Kebiasaan. Sedangkan
yang termasuk faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berasal dari
luar pribadi seseorang antara lain Pengahargaan, Dukungan struktur
masyarakat, Dukungan sarana, Penerimaan orang luar, Keberadaan
lembaga penyelenggara program, Kemampuan beroarganisasi
masyarakat, Kebermanfaatan program, dan Keluarga. Faktor internal
maupun eksternal dapat menjadi faktor pendukung dan penghambat.
2.4.3 Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat
Terkait dengan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap program pemberdayaan, terdapat bentuk-bentuk partisipasi yang
biasa diberikan Hamidjoyo (dalam Sastropoetro, 1986: 32) membedakan
bentuk partisipasi dalam lima bentuk yaitu partisipasi buah pikiran, tenaga,
keterampilan, materi dan harta benda dan partipasi sosial. Sementara
bentuk partisipasi menurut Daryono dalam (Sastropoetro. 1988:21):
a. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan/atau proses
perencanaan.
b. Partisipasi dalam pelaksanaan program
c. Partisipasi dalam proses monitoring dan evaluasi terhadap program.
2.4.4 Framework Partisipasi Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal di daerah yang
sama, berbagi nilai-nilai dasar yg sama, organisasi dan kepentingan dasar
46
yang sama. Partisipasi berarti hak dan tanggung jawab dari orang-orang
untuk membuat pilihan dan karena itu, secara eksplisit maupun implisit,
memiliki kekuasaan atas keputusan yang mempengaruhi kehidupan
mereka (Rifkin 1988).
Rifkin dan rekan mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai:
sebuah proses sosial dimana kelompok-kelompok tertentu dengan
kebutuhan bersama yang tinggal di wilayah geografis secara aktif
mengejar identifikasi kebutuhan mereka, mengambil keputusan dan
menetapkan mekanisme untuk memenuhi kebutuhan tersebut dalam.
Alasan untuk mengejar partisipasi masyarakat termasuk
mempromosikan perubahan perilaku kesehatan yang positif;
meningkatkan pelayanan persalinan; memobilisasi manusia, material dan
keuangan lainnya (termasuk dalam bentuk) sumber daya untuk layanan
kesehatan; dan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat. Partisipasi
masyarakat yang diprakarsai oleh aktor luar hanya akan efektif dan abadi
jika masyarakat setempat mencapai rasa kepemilikan (Jacobs 2003).
Partisipasi masyarakat diukur melalui kerangka kerja dan Rifkin
mengidentifikasi lima faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat.
Faktor-faktor ini (1) Penilaian Kebutuhan, (2) Kepemimpinan, (3)
Organisasi, (3) Mobilisasi Sumber Daya Dan (5) Manajemen (Rifkin 1987).
Penilaian kebutuhan adalah proses di mana anggota peneliti dan
masyarakat yang merencanakan program dapat menentukan apa
masalahnya mungkin ada di kelompok wanita usia reproduksi. Penilaian
47
profesional sendiri menempatkan indikator pada akhir spektrum yang
sempit. Bergerak menuju partisipasi yang lebih luas dengan tindakan yang
melibatkan anggota masyarakat dalam penelitian dan analisis kebutuhan.
Kepemimpinan mengacu kepada siapa mewakili kepemimpinan
yang ada dan bagaimana tindakan kepemimpinan pada berbagai
kepentingan kelompok masyarakat, terutama masyarakat miskin dan
bagaimana responsif pemimpin untuk berubah. Partisipasi sempit adalah
jika kepemimpinan hanya mewakili yang kecil dan minoritas orang kaya
dan terus bertindak dalam kepentingan mereka. Indikator bergerak ke
arah yang lebih luas, berakhir jika pemimpin mewakili berbagai
kepentingan yang ada di konstituennya.
Organisasi Program dengan organisasi masyarakat yang dibuat
oleh perencana akan melihat indikator di akhir kontinum sempit. Dimana
organisasi masyarakat seperti komite kesehatan desa dan tim
kepemimpinan desa bergabung membuat mekanisme untuk
memperkenalkan program kesehatan, tanda akan jatuh dekat akhir papan.
Mobilisasi sumber daya adalah simbol dari komitmen terhadap
program. Program safe motherhood promoters memiliki peran untuk
menentukan alokasi sesuai dengan sumber daya yang ada. Titik di akhir
spektrum sempit akan menjadi salah satu yang menunjukkan program
dengan komitmen kecil sumber asli (uang, tenaga, bahan) dan / atau
keputusan yang terbatas tentang bagaimana sumber daya lokal yang
48
dialokasikan. Fleksibilitas harus dilakukan dalam menentukan bagaimana
sumber daya tersebut dapat digunakan.
Manajemen mengacu tidak hanya manajemen organisasi yang
bertanggung jawab untuk program tetapi juga pengelolaan program itu
sendiri. Gambar 2.1 memperlihatkan framework partisipasi masyarakat
oleh (Rifkin 1987).
Gambar 2.1 Participation viewed as a Spider gram Sumber. Rifkin SB, et, al, 1988
2.5 Community Action Model (CAM)
Community Action Model (CAM) adalah sebuah pendekatan untuk
pengorganisasian masyarakat dikembangkan oleh Tobacco Free Project
San Francisco Departemen Kesehatan Masyarakat (Tobacco Free
Project). CAM (Gambar 2.2) sangat dipengaruhi oleh teori Paulo Freire
dan pendidikan populer. Ini fitur lima langkah proses yang dirancang untuk
membantu anggota masyarakat untuk lebih mengembangkan kapasitas
mereka untuk mengadvokasi keadilan sosial dengan menciptkan
49
perubahan dalam kebijakan sosial. Di bawah ini adalah ringkasan dari
lima langkah CAM, termasuk daftar kegiatan yang dapat dilakukan pada
setiap langkah. (Tim Berthold Jeni Miller Alma Avila-Esparza 2009).
Langkah 1: Identifikasi Masalah
Anggota masyarakat bersama-sama mengatasi masalah utama.
Mereka mengundang anggota lain dari komunitas mereka untuk
bergabung. Mereka membahas masalah atau kekhawatiran dan apa yang
ingin mereka rubah sebagai hasil dari bekerja bersama.
Langkah 2: Menilai Masalah / diagnosis Komunitas.
Diagnosis Komunitas adalah proses pengumpulan informasi untuk
lebih memahami sebab dan akibat dari suatu masalah atau masalah
masyarakat yang telah teridentifikasi, seperti kekerasan pistol, tunawisma,
atau kanker payudara. Proses ini membutuhkan waktu dan tidak bisa
terburu-buru. Hal ini penting untuk melihat secara mendalam akar
penyebab masalah, dan membahas serta menganalisa bersama-sama.
Langkah 3: Analisa Temuan
Masyarakat bertemu bersama untuk menganalisis informasi yang
mereka kumpulkan selama diagnosis masyarakat. Anggota masyarakat
akan belajar bagaimana membaca dan memahami berbagai jenis data,
termasuk data survei atau data epidemiologi dari depkes setempat.
Bersama masyarakat memutuskan apa informasi yang dikumpulkan
memberitahu mereka masalah yang dihadapi dan apa pertanyaan tetap.
50
Langkah 4: Identifikasi dan implementasi Aksi Advokasi
Anggota masyarakat mengidentifikasi dan mendiskusikan daftar
tindakan potensial untuk mengatasi masalah mereka. Tindakan ini akan
mencakup kebijakan yang mereka mungkin ingin ubah. Mereka akan
analisis tindakan potensial untuk melihat apakah mereka memenuhi tiga
kriteria CAM. Mereka bersama-sama akan menganalisis pilihan yang
mungkin mereka identifikasi dan memilih satu atau lebih tindakan yang
akan membantu mereka untuk membuat perubahan yang berarti dan
mempromosikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Langkah 5: Menjaga Tindakan dan Hasil
Langkah ini berfokus pada melanjutkan aktifitas secara rinci dalam
rencana aksi untuk memastikan upaya yang dicapai akan dipertahankan
dalam jangka panjang dan ditegakkan oleh badan yang sesuai.
Gambar 2.2 Community Action Model (CAM)
51
2.6 Teori Dalam Program Promosi Kesehatan
Teori-teori dasar dalam program promosi kesehatan fokus pada
tiga level pengaruh yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan
program-program promosi kesehatan, yaitu: intrapersonal (individu),
interpersonal, dan populasi (McLeroy, et. al, 1988; Glanz & Rimer, 2005).
Dengan memperhatikan tiga level pengaruh, praktisi dapat memperjelas
maksud dari inisiatif mereka dan menemukan teori yang tepat untuk
digunakan sebagai landasan teoritis program. (Allensworth 2010).
1. Teori Dasar: Level Intrapribadi
Teori kesehatan individu menyediakan kerangka kerja bagi
pendekatan (yaitu, metodologi) di kelas, dalam tatanan kelompok, dan
dalam pengembangan promosi kesehatan. Selain penataan intervensi,
teori membantu mengatasi faktor intrapersonal seperti pengetahuan,
sikap, kepercayaan, motivasi, konsep diri, dan keterampilan. Empat dari
teori kesehatan intrapersonal utama yang disorot yaitu: health belief
model, the theory of planned behavior, the theory of reasoned action, and
the transtheoretical model and stages of change.
2. Teori Dasar: Level Interpersonal
Tingkat kedua teori kesehatan berfokus pada individu dalam
lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial kita termasuk orang-orang yang
berinteraksi dengan kita dan menjalani hidup kita sehari-hari (misalnya,
anggota keluarga, rekan-pekerja, teman-teman, rekan, guru, pendeta,
profesional kesehatan). Teori mengakui bahwa kita dipengaruhi dan
52
mempengaruhi orang lain melalui pendapat pribadi, kepercayaan,
perilaku, saran, dan support, yang pada gilirannya mempengaruhi
kesehatan kita dan orang lain. Bagian ini membahas dua teori yang
mengeksplorasi efek timbal balik hubungan perilaku kesehatan yaitu: teori
social cognitive dan social network dan teori social support.
3. Teori Dasar: Tingkat Population
Program promosi kesehatan untuk tatanan populasi yang beragam,
bukan hanya kelompok individu tertentu yang berada di jantung bidang
promosi kesehatan. Teori pada tingkat populasi mengeksplorasi fungsi
sistem sosial dan bagaimana perubahan dan bagaimana memobilisasi
individu di tatanan yang berbeda. Mereka menawarkan strategi yang
bekerja di tatanan seperti sekolah, tempat kerja, organisasi pelayanan
kesehatan, dan masyarakat. Mewujudkan perspektif ekologi, teori-teori
pada tatanan tingkat individu, kelompok, dan populasi.
Kerangka konseptual pada tatanan tingkat populasi menawarkan
strategi untuk intervensi pada tingkat populasi, yaitu teori komunikasi,
difusi inovasi, dan mobilisasi masyarakat dapat digunakan untuk
mempengaruhi perilaku kesehatan.
2.7 Model PEN-3
PEN-3 Model dikembangkan oleh Airhihenbuwa (1995) dalam
(Luquis 2008) sebagai model konseptual untuk promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit di negara-negara Afrika, khususnya pendekatan
cultural HIV/AIDS, kemudian diadaptasi dan digunakan di Afrika Amerika.
53
PEN-3 Model menyediakan metode fungsional menangani budaya
dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan
kesehatan dan promosi. Meskipun model ini mengacu pada teori-teori dan
aplikasi dalam studi budaya, penggabungan model pendidikan kesehatan
yang ada, teori, dan kerangka kerja. Awalnya, PEN-3 Model termasuk tiga
dimensi keyakinan kesehatan dan perilaku: pendidikan kesehatan,
pendidkan diagnosis perilaku kesehatan, dan kesesuaian budaya perilaku
kesehatan. PEN-3 Model Direvisi, disajikan pada Gambar 2.3, terdiri dari
tiga domain utama yaitu identitas budaya, hubungan dan harapan, dan
pemberdayaan budaya dan tiga komponen dengan huruf awal PEN dalam
setiap domain (Airhihenbuwa & DeWitt Webster, 2004) dalam (Miguel A
Perez Raffy R Luquis 2008). Setelah pendidik kesehatan dan praktisi
mengidentifikasi masalah kesehatan, mereka bisa membingkai masalah
sosial budaya yang relevan ke dalam sembilan kategori.
Menurut Airhihenbuwa (2007) dalam (Luquis 2008), PEN-3 Model
menawarkan kesempatan untuk mempromosikan gagasan beberapa
kebenaran dengan menguji budaya dan perilaku dan mulai dengan
mengidentifikasi budaya positif yang memungkinkan kita untuk
mengujinya dan mengakui eksistensial, yang mewakili nilai-nilai yang
membuat budaya unik sebelum mengidentifikasi budaya negatif.
Domain Hubungan Dan Harapan menilai persepsi, enabler, dan
pengasuh perilaku dari sudut pandang budaya. Dimensi PEN -3 Model
telah berevolusi dari teori lain dan model, seperti model health believe
54
(Rosenstock, 1974) dan kerangka PRECEDE- PROCEED (Green &
Kreuter, 1999). Namun, model ini menempatkan budaya dalam inti
program pencegahan promosi kesehatan dan penyakit (Airhihenbuwa
1995, 2007). Di antara tiga komponen domain ini antara lain:
2.7.1 Persepsi terdiri dari pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan keyakinan
yang ada dalam konteks budaya dan yang memotivasi atau
menghambat individu atau kelompok merubah perilaku. (Garc és,
Scarinci, & Harrison, 2006; Luquis & Villanueva, 2006; Allison,
Duran, & Pe ñ a - Purcell, 2005).
2.7.2 Enabler adalah sumber daya, dukungan kelembagaan, dan faktor
sosial atau struktural yang dapat meningkatkan atau menghalangi
keputusan kesehatan preventif dan tindakan. Misalnya, peran
kebijakan pemerintah telah dicatat dalam insiden rendah atau
penurunan kasus HIV baru di beberapa negara Afrika
(Airhihenbuwa & Webster, 2004). Namun, ketidakpercayaan
penelitian dan perawatan medis telah menimbulkan perekrutan laki-
laki Afrika Amerika untuk skrining kanker prostat (Abernethy et al.,
2005). Demikian pula, Garc é s et al. (2006) telah menyarankan
bahwa kurangnya informasi, akses ke perawatan, dan obat-obatan
mencegah Latinas mencari pelayanan kesehatan.
2.7.3 Nurtures (Pengasuh) adalah keluarga, teman, dan anggota
masyarakat yang positif atau negatif mempengaruhi keyakinan
kesehatan, sikap, dan tindakan. Abernethy dan rekan (2005)
55
mengidentifikasi pendeta, pemimpin gereja, dan tokoh masyarakat
sebagai individu yang dapat mempromosikan skrining kanker
prostat pada pria Amerika Afrika. Praktek cultural merawat kerabat
yang sakit di rumah telah menjadi aspek penting dari perawatan
HIV/AIDS di Afrika (Airhihenbuwa & Webster, 2004).
Domain pemberdayaan budaya merupakan penegasan dari
kemungkinan pengaruh budaya yang positif, eksistensial, dan negatif
(Airhihenbuwa & Webster, 2004). Dimensi ini sangat penting dalam
pengembangan intervensi pendidikan kesehatan dan promosi yang sesuai
dengan budaya (Airhihenbuwa, 1995).
a. Pemberdayaan budaya positif Mempromosikan perilaku kesehatan:
misalnya, modalitas pengobatan tradisional untuk mengatasi masalah
kesehatan seperti infeksi menular seksual (Airhihenbuwa & Webster,
2004). Demikian pula, makan diet seimbang, olahraga, berdoa, dan
pergi ke gereja adalah aspek budaya dan perilaku positif yang
mendorong kalangan Latinas (Garc é s et al., 2006).
b. Aspek eksistensial budaya adalah keyakinan budaya, praktik, dan
perilaku yang alami untuk kelompok dan juga tidak memiliki efek yang
merugikan pada kesehatan. Keyakinan, practices, dan perilaku ini tidak
boleh ditargetkan untuk perubahan dan tidak boleh disalahkan atas
kegagalan program pendidikan kesehatan. Garc é s et al. (2006)
menggambarkan penggunaan praktik penyembuhan alternatif dan
komplementer, seperti pengobatan rumah, sebagai perilaku existential
56
antara Latinas. Pendidik kesehatan harus menyadari praktek ini dan
merangkul mereka, karena mereka dapat membantu untuk
menghasilkan pandangan holistik yang dapat menginformasikan
pengembangan program pendidikan kesehatan.
c. Aspek negatif didasarkan pada values, keyakinan, dan hubungan
yang diketahui berbahaya bagi perilaku kesehatan. Di antara aspek-
aspek negatif seperti tindakan sosial yang meletakkan dasar bagi
ketidaksetaraan seperti rasisme dan diferensial perumahan dan
pendidikan (Airhihenbuwa & Webster, 2004). Untuk menjadi pendidik
kesehatan yang berhasil harus mengembangkan program yang
meningkatkan perilaku positif yang terjadi secara alami sekaligus
mengurangi perilaku negatif dan menghormati yang eksistensial.
Akhirnya, Domain Identitas Budaya dalam PEN - 3 Model
berusaha menilai person, keluarga besar, dan lingkungan. Hal ini penting
untuk memahami identitas budaya, yang merupakan titik intervensi
masuk, tidak didefinisikan pada ras dan budaya saja, tetapi mengacu
pada banyak identitas yang dialami oleh laki-laki dan perempuan dalam
budaya yang berbeda (Airhihenbuwa & Webster, 2004). Setelah titik
intervensi masuk (komponen identitas budaya) telah diidentifikasi,
perubahan perilaku dapat diatasi dan dipromosikan. Hal ini penting untuk
menyadari bahwa mungkin ada beberapa titik masuk untuk mengatasi
konteks dan perilaku sosial (Airhihenbuwa & Webster, 2004). Untuk
mempromosikan perubahan yang diinginkan, individu dapat diberi
57
kesempatan untuk memperoleh informasi dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang baik sesuai
dengan perannya dalam keluarga dan masyarakat (Airhihenbuwa, 1995).
Dalam pendidikan kesehatan yang bersangkutan tidak hanya
dengan keluarga dekat, inti, tetapi juga dengan keluarga jauh. Keluarga
memainkan peran penting dalam kehidupan anggota dari berbagai
kelompok ras dan etnis. Misalnya, suami ibu, mengingat pengaruhnya
pada harapan dari pasangan di berbagai bidang seperti negosiasi seksual,
mungkin menjadi sumber perilaku tertentu yang perlu diubah
(Airhihenbuwa & Webster, 2004).
Pendidikan kesehatan berkomitmen untuk promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit di lingkungan dan masyarakat, keterlibatan anggota
masyarakat sangat penting dalam penyediaan intervensi sesuai dengan
budaya (Airhihenbuwa, 1995). Pendidik kesehatan harus
mengembangkan intervensi yang menargetkan baik individu dan keluarga
besar dan lingkungan, karena ini saling berhubungan.
Gambar 2.3
58
2.8 Model Perencanaan Program Promosi Kesehatan
Model perencanaan promosi kesehatan memiliki kesamaan
elemen, meskipun elemen mungkin memiliki label yang berbeda. Bahkan,
semua pendekatan melibatkan tiga langkah dasar:
a. Perencanaan program, termasuk melakukan penilaian kebutuhan
masalah kesehatan dan faktor-faktor yang terkait dan pengaruh,
memprioritaskan tindakan, memilih intervensi, dan membuat
keputusan untuk membuat dan mengembangkan program.
b. Pelaksanaan intervensi dan kegiatan program yang didasarkan pada
teori kesehatan, menghilangkan kesenjangan, dan berakar pada
penilaian kebutuhan.
c. Evaluasi program untuk menentukan apakah telah dilaksanakan
sesuai rencana dan apakah benar-benar telah mempengaruhi masalah
kesehatan atau faktor yang terkait (diidentifikasi dalam penilaian).
2.9 Pendekatan Untuk Pengajaran Dan Pelatihan
Safe Motherhood Promoters (SMPs)
Ada banyak pendekatan untuk memfasilitasi pelatihan. Untuk
penelitian ini, penulis menekankan tiga pendekatan yang digunakan dalam
kesehatan masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam proses belajar dan
mengajar yaitu: (Tim Berthold Jeni Miller Alma Avila-Esparza 2009).
2.9.1 Populer Education (Pendidikan Populer)
Paulo Freire dianggap sebagai salah satu pemikir paling penting di
dunia tentang pendidikan. Ia dikenal luas di bidang kesehatan masyarakat
59
sebagai teori kunci dan praktisi pendidikan populer. Pendekatan Freire 's
menyarankan bahwa pendidikan yang didukung masyarakat dalam
mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang penting dalam
kehidupan mereka, dan pemahaman yang lebih baik bagaimana masalah
tersebut terhubung ke isu-isu sosial yang lebih besar dan dinamika,
sehingga mereka dapat mengembangkan dan menerapkan tindakan untuk
mengubah dan memperbaiki keadaan mereka.
2.9.2 Participatory Learning (Pembelajaran Partisipatif)
Proses pembelajaran partisipatif adalah proses yang melibatkan
orang dalam semua aspek pengalaman belajar, yang menganggap bahwa
pelajar juga adalah guru. Cara lain untuk menggambarkan pembelajaran
partisipatif adalah pembelajaran interaktif atau berbagi pengetahuan.
Seperti pendidikan popular, pembelajaran partisipatif memandang peserta
didik sebagai lebih dari penerima informasi. Seorang pelajar partisipatif
terlibat dalam mengidentifikasi apa yang perlu dia diketahui, bagaimana
dia ingin mempelajari informasi baru, dan dalam semua kegiatan
pembelajaran. Peserta didik tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi
solusi untuk masalah.
2.9.3 Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) mendorong orang untuk
berpikir dengan cara yang kritis. Alih-alih hanya menghafal ide seseorang
"jawaban yang benar" untuk masalah, anggota tim bicara dan menantang
satu sama lain untuk mengembangkan solusi mereka sendiri. Dengan
60
model ini, tidak ada "jawaban yang benar", ada berbagai kemungkinan
jawaban yang mewakili pengalaman, ide, dan nilai-nilai kelompok. Salah
satu manfaat yang signifikan dari pendekatan ini adalah bahwa anggota
kelompok saling mengenal satu sama lain sebagai individu dan belajar
bagaimana bekerja sama sebagai sebuah tim. Hal ini menciptakan rasa
bermasyarakat, serta membangun hubungan di seluruh perbedaan kelas,
ras, bahasa, dan budaya.
2.10 Model Konseling Kesehatan Ibu
Model konseling kesehatan ibu terdiri atas proses konseling
(setengah lingkaran atas), tetapi untuk melakukan proses konseling, perlu
untuk memahami konteks konseling (lingkaran luar), prinsip-prinsip dan
keterampilan konseling (Bawah setengah lingkaran). Proses konseling
berlangsung dalam konteks konseling, karena hal ini akan memberikan
petunjuk tentang bagaimana bertindak, apa saja yang tepat, dan situasi,
budaya dan norma perempuan dalam keluarga. Ada beberapa prinsip
yang mendukung proses konseling. (WHO 2009).
Diagram ini akan digunakan pada awal setiap sesi konseling.
Model ini akan selalu memiliki 6 langkah kunci dari proses konseling yang
digariskan. Di bawah judul (Guiding Principles dan Keterampilan
Konseling) hanya titik-titik yang sedang difokuskan dalam Sesi akan
disorot dalam diagram. Ini akan membantu untuk melihat pada area mana
fokus konseling akan dilakukan.
61
Gambar 2.4 Model Konseling Kesehatan Ibu dan Anak (WHO, 2009)
2.10.1 Proses Konseling
Proses konseling terdiri atas 6 bagian antara lain:
a. Asses the situation/Menilai situasi: melibatkan wanita dalam diskusi
interaktif.
b. Define the Problem, need and information gaps. Tentukan masalah,
kebutuhan dan kesenjangan informasi.
c. Generate alternative solutions/ Menghasilkan alternatif solusi.
d. Prioritize Solution/ Prioritaskan solusi: dengan meninjau keuntungan
dan kerugian dari berbagai alternatif.
e. Develop a plan/ Mengembangkan rencana.
f. Review and Evaluate/ Review dan evaluasi.
62
2.10.2 Pedoman Prinsip -prinsip konseling kesehatan bagi ibu dan
bayi baru lahir
Ada sejumlah prinsip-prinsip yang mendasari enam langkah kunci
dalam proses konseling. Agar dapat secara efektif memanfaatkan enam
langkah ini, maka perlu memahami pondasi sebagai langkah-langkah
kunci dalam proses konseling. Jika mengikuti prinsip-prinsip ini, maka
akan membantu untuk menempatkan enam langkah dalam tindakan lebih
efektif. Selain itu, pemahaman tentang prinsip-prinsip ini diperlukan
sebelum dapat mulai memperkuat keterampilan konseling antara lain
Refleksi diri, Empati dan hormat, Mendorong interaksi, Membangun
pengetahuan dan keterampilan saat ini, Bersama memecahkan masalah,
dan Menyesuaikan dengan kebutuhan spesifik wanita.
2.10.3 Conseling Skill
Konseling skill terdiri atas 6 komponen yaitu: Komunikasi dua
arah, Membentuk Aliansi, Mendengarkan secara aktif, Mengajukan
pertanyaan, Memberikan informasi dan Fasilitasi.
2.10.4 Konteks Konseling
Istilah 'konteks konseling' tidak mengacu untuk lokasi fisik di
mana konseling terjadi (yang kita sebut lingkungan konseling) tetapi
berhubungan dengan faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, agama dan
politik dari tempat di mana konselor bekerja, dan masyarakat di mana
orang-orang yang akan dnasihati, hidup.
63
2.11 Dasar Kerangka Teori dalam Penelitian
Kerangka teori penelitian ini merujuk pada Model Community Action
Model (CAM) adalah sebuah pendekatan untuk pengorganisasian
masyarakat yang dikembangkan oleh Tobacco Free Project San
Francisco Departemen Kesehatan Masyarakat (2009). CAM sangat
dipengaruhi oleh teori Paulo Freire dan pendidikan populer. Berdasarkan
model CAM penelitian ini akan dilaksanakan dalam lima tahap yaitu:
tahap pertama adalah Train Participants (develop skills, increase
knowledge, build capacity), Choose area of focus dan Name the issue.
Tahap kedua adalah define, designe and do diagnosis komunitas.
Pada tahap diagnosis masyarakat menggunakan PEN-3 Model yang
dikembangkan oleh Airhihenbuwa (1995) sebagai model konseptual untuk
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. The PEN-3 Model
menyediakan metode fungsional menangani budaya dalam
pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan dan
promosi kesehatan. Awalnya, PEN -3 Model termasuk tiga dimensi
keyakinan kesehatan dan perilaku: pendidikan kesehatan, pendidkan
diagnosis perilaku kesehatan, dan kesesuaian budaya perilaku kesehatan.
PEN - 3 Model Direvisi, yang terdiri dari tiga domain utama dan dalam
setiap domain meliputi tiga komponen dengan huruf awal PEN antara
lain: culture identity (Person, Extendeed Family, Neighbourhood),
Relationships and Expectations (Perception, Enablers, Nurtures), dan
cultural empowerment (Positive, Extensial, Negative) (Airhihenbuwa &
64
Webster, 2004). Setelah pendidik kesehatan dan praktisi telah
mengidentifikasi masalah kesehatan, mereka bisa membingkai masalah
sosial budaya yang relevan ke dalam sembilan kategori PEN.
Pada tahap diagnosis masyarakat juga dilakukan penggalian
informasi tentang partisipasi masyarakat dengan menggunakan
framework Rifkin, 1988 bahwa untuk mengukur partisipasi masyarakat
dengan menggunakan indikator penilaian kebutuhan, leadership,
organisasi, mobilisasi sumber daya dan manajemen.
Tahap ketiga Select Action or Activity and Implement, dalam tahap
action SMPs menggunakan model konseling kesehatan yang
dikembangkan oleh WHO (2009) meliputi proses konseling (setengah
lingkaran atas), konteks konseling (lingkaran luar), prinsip dan
keterampilan konseling (Bawah setengah lingkaran). Proses konseling
berlangsung dalam konteks konseling. Model proses konseling
berlangsung dan mempengaruhi perilaku individu terkait innate individual
traits seperti umur, jenis kelamin, ras dan factor biologis. Tahap kelima
Maintain And Enforce Action or Activity, selanjutnya repeat process.
Secara skematis kerangka teori penelitian dapat dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
65
THE COMMUNITY ACTION MODEL (CAM)
Step 1
Identifikasi Masalah
Step 2
Menilai Masalah/
Mendiagnosis
Komunitas
Step 5
Memelihara Tindakan
dan Hasil (Evaluasi dan
Kesinambungan)
Step 3
Analisis Temuan
Step 4
Identifikasi dan
Menerapkan Aksi
MODEL PEN - 3
Cultural Empowerment:
Positive
Ekstensial
Negative
(Nilai, Keyakinan, Praktek/
Perilaku Alami)
Relationship & Expectation:Perceptions (Pengetahuan, Sikap)
Enablers (Sumber Daya, Akses,
Kebijakan)
Nurturers (Keluarga, Teman, Orang
Yang Berpengaruh)
Cultural Identity:Person (Bumil, Bulin, Bufas)
Extended Family
Neighborhood (Masyarakat)
MODEL
PARTISIPASI
MASYARAKAT
Need Assesment
Leadership
Organization
Source Mobilitation
Management
Kondisi Sosial Ekonomi dan
Norma Sosial Budaya Dalam
Konteks Konseling
MODEL KONSELING KIA
Prinsip Pedoman:Membangun Keterampilan dan
Pengetahuan
Sharing Pemecahan Masalah
Keterampilan Konseling:Membentuk Aliansi
Mendengarkan Aktif
Memberikan Informasi
Proses Konseling:Asses Situation
Define the problems, needs and
information gap
Generate alternatif
Prioritize Solutions
Develop a Plan
Review and Evaluate
RISIKO KEMATIAN
IBU
1. Faktor Risiko
Kematian Ibu
2. Tanda Bahaya
Kehamilan,
Persalinan dan
Nifas
3. Pelayanan
Selama
Kehamilan
4. Perencanaan
Kehamilan dan
Persalinan Yang
Aman
5. Post Natal Care
Angka Kematian Ibu
(AKI)
Gambar 2.5. Modifikasi Community Action Model (CAM) by Tobacco Free Project San Francisco Departemen Kesehatan Masyarakat (2009), Model PEN-3 by Airhihenbuwa (2007), Community Participation by Rifkin, SB, et al (1988) dan Model Counselling For Maternal and Newborn Health Care by WHO (2009)
66
2.12 Kerangka Konsep
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu: Tahap
pertama identifikasi masalah, tahap ini bertujuan untuk menemukan
masalah terkait pengetahuan, sikap, praktek, kepercayaan dan adat
istiadat masyarakat yang menjadi pendukung atau penghambat dalam
upaya menurunkan risiko kematian ibu dengan menggunakan Model
PEN-3 berdasarkan latar belakang budaya dan kemampuan masyarakat.
Tahap kedua Diagnosis komunitas, tahap ini merupakan
keberlanjutan dari hasil identifikasi masalah yang merupakan dasar untuk
melakukan diagnosis masyarakat terkait partisipasi masyarakat dalam
mengatasi masalah yang sudah terindentifikasi dan menemukan
alternative solusi untuk mengatasi masalah tersebut dengan
menggunakan framework partisipasi masyarakat.
Tahap ketiga adalah implementasi merupakan tahap aksi dari
alternative solusi dalam upaya menurunkan risiko kematian ibu berbasis
masayarakat yang telah di sepakati dari hasil diagnosis masyarakat.
Tahap implementasi terdiri dari 2 komponen yaitu pertama train Safe
Motherhood Promoters (SMPs), komponen ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan skill SMPs dalam melakukan
pendampingan dan promosi kesehatan kepada ibu terkait upaya
menurunkan risiko kematian. Kedua, implementasi program Safe
Motherhood Promoters (SMPs), komponen ini merupakan tahap
lanjutan dari hasil pelatihan SMPs yakni masyarakat yang sudah dilatih
67
menjadi SMPs akan melakukan peran, tugas dan tanggung jawabnya
sebagai SMPs. Hasil kinerja SMPs akan diukur melalui evaluasi terhadap
perubahan pengetahuan, sikap, dan praktek ibu antara sebelum dan
setelah intervensi program SMPs.
Mengacu pada kajian pendekatan dan teori yang telah disusun
dengan kerangka teori, maka kerangka konsep penelitian ini adalah
sebagai berikut:
68
1. Kepercayaan/adat istiadat
2. Pengetahuan Ibu
3. Sikap Ibu
4. Praktek/Niat bertindak Ibu
Faktor risiko kematian ibu
hamil
Tanda bahaya kehamilan
Pelayanan selama
kehamilan
Perencanaan kehamilan &
persalinan yang aman
Post natal care
Partisipasi
Masyarakat Dalam
Mencegah
Kematian Ibu
Penilaian
Kebutuhan
Kepemimpinan
Organisasi
Mobilisasi
Sumber Daya
Manajemen
Step 2
DIAGNOSIS
MASYARAKAT
Step 1
Identifikasi Masalah
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi
Step 3 IMPLEMENTASI
(Identifikasi dan Menerapkan Aksi)
Membentuk dan Membangun Komite Program SMPs
Pelatihan Safe Motherhood Promoters (SMPs)
Implementasi Program SMPs
Step 4 KeberlanjutanCakupan ANC (K1 dan K4)
Cakupan Persalinan Oleh Nakes
Cakupan PNC
Angka Kematian Ibu
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Praktek/Niat untuk
bertindak
Faktor risiko kematian ibu
Tanda bahaya kehamilan
Pelayanan Selama
Kehamilan
Perencanaan kehamilan
& persalinan yang aman
Post natal care
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Praktek
Faktor risiko kematian ibu
Tanda bahaya kehamilan
Pelayanan Selama
Kehamilan
Perencanaan kehamilan
& persalinan yang aman
Post natal care
Keterangan:
: Variabel Yang Diteliti : Variabel Yang Tidak Diteliti
69
Berikut adalah komponen keseluruhan penelitian antara lain:
a. Tahap 1 Identifikasi Masalah: Proses identifikasi masalah bertujuan
untuk menggali informasi tentang pengetahuan, sikap, praktek/niat ibu
terhadap faktor risiko kematian ibu, tanda bahaya kehamilan dan
pelayanan selama kehamilan, perencanaan kehamilan dan persalinan
yang aman, serta post natal care. Selain itu, akan menggali informasi
tentang tingkat kepercayaan/adat istiadat masyarakat Jeneponto terkait
dengan aspek kesehatan ibu.
b. Tahap 2 Diagnosis Masyarakat: Proses diagnosis masyarakat
bertujuan untuk menggali informasi tentang partisipasi masyarakat
dalam mencegah kematian ibu dengan mengadakan pertemuan
dengan masyarakat untuk menganalisis informasi yang telah
dikumpulkan selama tahap identifikasi masalah. Bersama masyarakat
akan dibahas tentang masalah yang dihadapi dan bersama-sama
mencari solusi/program untuk mengatasi masalah khususnya dalam
upaya menurunkan risiko kematian ibu yang berbasis masyarakat.
c. Tahap 3 Implementasi terdiri dari tiga komponen yaitu:
1 . Membentuk dan membangun komite program SMPs
2 . Intervensi terhadap Safe Motherhood Promoters (SMPs) dalam
bentuk pelatihan
3. Implementasi Program Safe Motherhood Promoters (SMPs)
berbasis masyarakat dalam upaya menurunkan risiko kematian
ibu. Sebelum pelaksanaan program terlebih dahulu dilakukan
70
pengukuran pre test PSP terhadap faktor risiko kematian ibu,
tanda bahaya kehamilan dan pelayanan selama kehamilan,
perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman, serta post
natal care dan setelah intervensi Program SMPs berbasis
masyarakat dilakukan pengukuran post test.
d. Tahap 4 Keberlanjutan program: adalah upaya memelihara agar
Program SMPs berbasis masyarakat tetap sustainable, sehingga
terjadi peningkatan cakupan K1 dan K4, cakupan persalinan oleh
nakes, cakupan PNC, dan pada akhirnya akan menurunkan angka
kematian ibu. Tahap ini merupakan variabel yang tidak diteliti.
2.13 Hipotesis
Berdasarkan model kerangka konsep maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1. Pelatihan Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) berbasis
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan skill SMPs
dalam upaya menurunkan risiko kematian ibu.
2. Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) berbasis masyarakat
dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek ibu terhadap
faktor risiko kematian, tanda bahaya kehamilan, pelayanan selama
kehamilan, perencanaan kehamilan dan persalinan aman, serta PNC.
2.14 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Adapun definisi operasional dari komponen penelitian yang
ada di kerangka konsep adalah sebagai berikut:
71
1. Tahap 1: Identifikasi Masalah Terhadap Pengetahuan, SIkap,
Praktek, dan Kepercayaan/Adat Istiadat dalam Upaya
Menurunkan Risiko Kematian Ibu
Defenisi Operasional:
Proses pengumpulan informasi tentang pengetahuan, sikap,
praktek/niat ibu terhadap faktor risiko kematian ibu, tanda bahaya
kehamilan, pelayanan selama kehamilan, perencanaan kehamilan
dan persalinan yang aman, post natal care. Serta informasi tentang
tingkat kepercayaan/adat istiadat masyarakat Jeneponto terkait
dengan aspek kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas.
Kriteria Objektif:
Terlaksana: Jika informasi tentang pengetahuan, sikap, praktek/niat
ibu terhadap faktor risiko kematian ibu, tanda bahaya kehamilan dan
ANC, perencanaan persalinan yang aman, PNC. Serta informasi
tentang tingkat kepercayaan/adat istiadat masyarakat terkait dengan
aspek kesehatan ibu telah teridentifikasi dan terkumpul lengkap.
Tidak terlaksana: Jika informasi tidak terkumpul dengan lengkap,
sehingga proses identifikasi masalah tidak tercapai.
a. Pengetahuan Tentang Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu
Defenisi Operasional:
Pengetahuan tentang upaya menurunkan risiko kematian ibu adalah
kemampuan ibu untuk menjawab faktor risiko kematian ibu, tanda
bahaya kehamilan, pelayanan selama kehamilan, perencanaan
72
kehamilan dan persalinan yang aman, serta post natal care.
Pengetahuan terdiri dari 32 pertanyaan dan skor 1 untuk jawaban
benar dan 0 untuk jawaban yang salah. Skor tertinggi 32 dan terendah
0. Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi dua kelompok.
Kriteria Objektif:
Cukup: Jika skor jawaban responden > 50%.
Kurang: Jika skor jawaban responden < 50%.
b. Sikap Terhadap Upaya Menurunkan Risiko Kematian Ibu
Defenisi Operasional:
Sikap terhadap upaya menurunkan risiko kematian ibu adalah
pendapat responden setuju atau tidak setuju dengan pernyataan
tentang faktor risiko kematian ibu, tanda bahaya kehamilan, ANC,
perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman, serta PNC.
Sikap diukur dalam 4 kategori sesuai dengan skala Likert (McDowel &
Newell, 1996). Bagian sikap terdiri dari 40 pertanyaan yang meliputi
kedua aspek negatif dan positif. Untuk pertanyaan positif, skor
diberikan 4 (sangat setuju), 3 (Setuju), 2 (Tidak Setuju), 1 (Sangat
Tidak setuju). Untuk pertanyaan negatif, skor diberikan 4 (Sangat
Tidak Setuju), 3 untuk tidak setuju, 2 untuk Setuju, 1 untuk Sangat
Setuju. Skor tertinggi adalah 160 dan skor terendah adalah 40.
Kriteria Objektif:
Positif: Jika skor pendapat responden > 62.5%.
Negatif: Jika skor jawaban responden <62.5%.
73
c. Praktek/niat untuk melakukan kunjungan awal ANC
Defenisi Operasional:
Praktek perempuan/niat untuk melakukan kunjungan antenatal awal
dalam tiga bulan pertama kehamilannya untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan umum ibu yang perlu diobati, meningkatkan
kesadaran terhadap faktor risiko kematian ibu hamil, tanda-tanda
bahaya selama kehamilan dan juga menangani kebutuhan khusus gizi
ibu hamil (UNFPA, 2006) (Council on children and families, 2009).
Kriteria Objektif:
Baik: Jika responden telah/berniat untuk melakukan kunjungan
antenatal awal dalam tiga bulan pertama kehamilannya.
Kurang Baik: Jika responden tidak/tidak berniat melakukan
kunjungan ANC awal pada tiga bulan pertama kehamilannya.
d. Praktek/Niat ANC minimal 3 kali selama kehamilan
Defenisi Operasional:
Praktek perempuan/niat untuk melakukan kunjungan antenatal
minimal 3 kali selama kehamilan yaitu minimal satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trim. kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.
Kriteria Objektif:
Baik: Jika responden telah/berniat untuk melakukan kunjungan
antenatal minimal 3 kali selama kehamilan yaitu minimal satu
kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua
dan 2 kali pada trimester ketiga.
74
Kurang Baik: Jika responden tidak/tidak berniat untuk melakukan
kunjungan antenatal minimal 3 kali selama kehamilan yaitu
minimal satu kali pada trimester pertama, satu kali pada
trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.
e. Praktek/niat untuk melakukan persalinan yang aman
Defenisi Operasional:
Praktek perempuan/niat untuk melakukan persalinan dibantu oleh
tenaga kesehatan terampil seperti bidan, dokter atau perawat yang
telah dididik dan dilatih untuk menguasai keterampilan-keterampilan
yang dibutuhkan untuk mengelola kehamilan normal (tanpa
komplikasi), persalinan dan periode postnatal (UNFPA, 2009).
Kriteria Objektif:
Baik: Jika responden telah/berniat bersalin dibantu oleh tenaga
kesehatan terampil seperti bidan, dokter atau perawat.
Kurang Baik: Jika responden tidak/tidak berniat untuk melakukan
persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan terampil seperti
bidan, dokter atau perawat.
f. Praktek/niat untuk melakukan post natal care
Defenisi Operasional:
Praktek perempuan / niat untuk melakukan perawatan post natal yaitu
pelayanan yang diberikan kepada ibu untuk jangka waktu enam
minggu dari waktu persalinan untuk memastikan kesehatan fisik dan
mental ibu dan dan bayi menjadi baik (WHO, 1998).
75
Kriteria Objektif:
Baik: Jika responden telah/berniat melakukan post natal care
untuk jangka waktu enam minggu dari waktu persalinan.
Kurang Baik: Jika responden tidak/ tidak berniat untuk melakukan
post natal care dalam enam minggu dari waktu persalinan.
g. Kepercayaan/Adat Istiadat
Defenisi Konsep:
Paham dan nilai serta adat istiadat ibu/masyarakat tentang
perawatan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas berdasarkan
keyakinan yang dimiliki, baik secara turun temurun maupun
pengalaman yang diperoleh yang bisa menghambat atau
mendukung upaya menurunkan risiko kematian ibu.
2. Tahap 2: Diagnosis masyarakat
Defenisi Operasional:
Proses pertemuan dengan masyarakat untuk memperoleh informasi
tentang partisipasi masyarakat dalam upaya menurunkan risiko
kematian ibu, dan untuk menganalisis data dan informasi hasil
identifikasi masalah terkait dengan kematian ibu. Kemudian mencari
solusi/program untuk mengatasi masalah khususnya dalam upaya
menurunkan risiko kematian ibu yang berbasis masyarakat.
Kriteria Objektif:
Terlaksana: Jika pertemuan dengan masayarakat dan pemimpin
masyarakat terlaksana dalam rangka untuk menganalisis data dan
76
informasi hasil identifikasi masalah terkait dengan upaya menurunkan
risiko kematian ibu.
Tidak terlaksana: Jika pertemuan dengan masayarakat dan
pemimpin masyarakat tidak terlaksana, sehingga tujuan untuk
analisis hasil identifikasi masalah masyarakat tidak tercapai.
Partisipasi masyarakat dalam mencegah kematian ibu
Defenisi Konsep:
Partisipasi masyarakat adalah perwakilan dari masyarakat yang
terlibat dalam sesi diskusi atau pertemuan sejak identifikasi masalah,
analisis masalah, prioritas kegiatan pencegahan kematian ibu,
pelaksanaan kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi program.
Rifkin dan rekan kerja mengidentifikasi lima dimensi yang
mempengaruhi partisipasi yang dapat dimasukkan ke dalam analytical
pentagram framework. Untuk setiap faktor, skala tingkatan lima poin
yang mengukur tingkat partisipasi yang disediakan, mulai dari minimal
(peringkat 1) ke maksimal (peringkat 5) dengan tiga tingkat di antara
dari terbatas (peringkat 2), adil (peringkat 3) dan terbuka (peringkat 4)
(Eyre R & Gauld R. 2003).
Penilaian kebutuhan
Penilaian kebutuhan adalah proses di mana masyarakat yang
merencanakan program dapat menentukan apa masalahnya yang
mungkin ada di kelompok wanita usia reproduktif. Peran masyarakat
dalam melakukan penilaian kebutuhan, merancang dan melakukan
77
survei, manfaat survei, dan potensi manfaat terlibat dalam
menganalisis hasil survey.
Kepemimpinan
Kepemimpinan mengacu kepada orang yang mewakil kepemimpinan
yang ada di masyarakat dan bagaimana tindakan atau sistem
kepemimpinan terhadap kepentingan berbagai kelompok masyarakat
khususnya dalam mencegah kematian ibu. Indikator bergerak ke arah
akhir yang lebih luas jika kepemimpinan mewakili berbagai kelompok
kepentingan dari semua mitra.
Organisasi
Program yang telah dibuat oleh organisasi masyarakat untuk
mencegah kematian ibu, misalnya komite kesehatan desa dan tim
kepemimpinan desa yang berfokus pada peningkatan pengetahuan
kesehatan ibu, peran LSM dan profesional kesehatan bekerja sama
dengan komite kesehatan desa dan peran kepemimpinan desa dalam
pengambilan keputusan, cara memperoleh sumber daya, dll. Indikator
untuk kegiatan ini ditempatkan di ujung kontinum.
Mobilisasi Sumber Daya
Mobilisasi sumber daya adalah simbol dari komitmen terhadap suatu
program, meliputi jenis kontribusi (buah pikiran, tenaga, keterampilan,
uang/materi/harta benda, bahan) yang memberikan manfaat dalam
mencegah kematian ibu, pihak yang berperan dalam pengambilan
78
keputusan penggunaan sumber daya, cara mempengaruhi dan
memobilisasi sumber daya masyarakat.
Manajemen
Manajemen mengacu pada pengelolaan program. Peran dan
tanggung jawab SMPs, Keputusan dan struktur manajemen didukung
oleh komite program SMPs menunjukkan range partisipasi yang luas.
3. Tahap 3: Implementasi
Defenisi Operasional:
Membentuk dan membangun komite Program SMPs, Mengadakan
pelatihan Program SMPs, dan implementasi Program SMPs
berbasis masyarakat.
Kriteria Objektif:
Terlaksana: Jika komite Program Safe Motherhood Promoters
(SMPs) terbentuk, pelatihan Program Safe Motherhood Promoters
(SMPs) berbasis masyarakat terlaksana, dan implementasi program
Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) berbasis masyarakat
tercapai.
Tidak terlaksana: Jika komite Program Safe Motherhood Promoters
(SMPs) tidak terbentuk, pelatihan Program Safe Motherhood
Promoters (SMPs) berbasis masyarakat tidak terlaksana, dan
implementasi Program Safe Motherhood Promoters (SMPs) berbasis
masyarakat tidak tercapai.