DISEKTOR INFORMAL PERUBAHAN KAPASITAS PENYERAPAN TENAGA …

20
sector trade has declined. Itwill be necessary to take account of this fact informula employment targets for the next Indonesian development plan REPEHTA VI. Pendahuluan Sebagian besar orang Indonesia bekerja pada sektor informal dan laju pertumbuhan perdagangan khususnya pada sektor informal ini sangat luar biasa. Karena setiap tahun sedemikian banyaknya tenaga muda yang ingin memasuki pasar kerja, para analis kebtjaksanaan telah mulai melihat apa yang dapat disebut kapasitas penyerapan tenaga kerja yang hampir ttdak terbatas pada sektor informal. Oleh sebab itu, Rencana Pembangunan Lima Tahun Indonesiake V telah menargetkan sektor informal sebagai titik berat us aha pembangunan. Untuk RepeUta VI, yang dimulai tahun 1994, rekomendasi kebijaksanaan yang lebih mendetail akan diperlukan guna meningkatkan efisiensi, meningkatkan penghasilan dan kapasitas penyerapan tenaga kerja pada sektor ini. Untuk memungkinkan perencana pembangun¬ an memformulasikan rekom kebijaksanaan, data pokok yang perlu dibuat. Walaupun se penelitian tentang sektor inform dilaksanakan selama dua d terakhir, data mengenai peru yang bergerak dalam sektor in masih kurang lengkap. Khu mengenai dampak ( i kebijaksanaan pemerintah ter serta berbagai upaya sektor untuk mendukung sektor inform belum dievaluasi secara cukup. Sektor informal adalah bagi apa yang disebut "ekonomi bay (Evers, 1992) karena sala karakteristik utamanya a kurangnya informasi te pengorganisasian sosial dan e sektor informal tersebut dan kur kelengkapan permodalan serta i ketenagakerj aannya. Sektor info Prof. Hans Dieter Evers, Ph.D. adalah staf peneliti tamu pada Pusat Pe Kependudukan Universitas Gadjah Mada dan staf pengajar pada University of B Jerman. 24

Transcript of DISEKTOR INFORMAL PERUBAHAN KAPASITAS PENYERAPAN TENAGA …

Populasi,4(l), 1993

PERUBAHAN KAPASITAS PENYERAPAN TENAGA KEÿJADISEKTOR INFORMAL

Hans-DieterEvers*

Abstract

Employment in the informal sector has risen sharply until about 1980, but hassince started to decline. This isalso true for employment intrade, which accounts forthe mayor part of informalsector employment. On the basis of data derived from asurvey on informalsector trade inCentralJava it isshown that the informalsector is

increasingly formalized. Consequently the labour absorption capacity of informalsector trade hasdeclined. Itwillbenecessaryto takeaccountof this fact informulatingemployment targets for the next Indonesiandevelopment planREPEHTA VI.

Pendahuluan

Sebagian besar orang Indonesiabekerja pada sektor informal dan lajupertumbuhan perdagangan khususnyapada sektor informal ini sangat luarbiasa. Karena setiap tahun sedemikianbanyaknya tenaga muda yang inginmemasuki pasar kerja, para analiskebtjaksanaan telah mulai melihat apayang dapat disebut kapasitaspenyerapan tenaga kerja yang hampirttdak terbatas pada sektor informal.

Oleh sebab itu, RencanaPembangunanLimaTahun IndonesiakeV telah menargetkan sektor informalsebagai titik berat usaha pembangunan.Untuk RepeUta VI, yang dimulai tahun1994, rekomendasi kebijaksanaan yanglebih mendetail akan diperlukan gunameningkatkan efisiensi, meningkatkanpenghasilan dan kapasitas penyerapantenaga kerja pada sektor ini. Untukmemungkinkan perencana pembangun¬

an memformulasikan rekomendasikebijaksanaan, data pokok yang handalperlu dibuat. Walaupun sejumlahpenelitian tentang sektor informal telahdilaksanakan selama dua dekadeterakhir, data mengenai perusahaanyang bergerak dalam sektor informalmasih kurang lengkap. Khususnyamengenai dampak (impact)kebijaksanaan pemerintah terdahuluserta berbagai upaya sektor swasta

untuk mendukungsektor informalyangbelum dievaluasi secara cukup.

Sektor informal adalah bagian dartapa yang disebut "ekonomi bayangan".(Evers, 1992) karena salah satu

karakteristik utamanya adalahkurangnya informasi tentangpengorganisasian sosial dan ekonomisektor informal tersebut dan kuranguyakelengkapan permodalan serta institusiketenagakerjaannya. Sektor informal ini

Prof. Hans Dieter Evers, Ph.D. adalah staf peneliti tamu pada Pusat PenelitianKependudukan Universitas GadjahMadadanstaf pengajarpada Universityof Bielefeld,

Jerman.

24

Populasi, 4(1), 1993

•menurut kebijakan konvensional-sebagian besar bebas dari pengawasanpemenntah. Dalam cara yang manakahdimungkinkan untuk merancangukuran-ukuran kebijaksanaan gunamembantu pekerja dan perusahaansektor informal tanpa mengurangiukuran sektor ekonomi yang tampakesensial bagi mata pencaharian lebihdari 45 juta orang?

Analisis kami berdasarkan -jika tidakberindikasi sebaliknya- data SensusKependudukan, wawancara secara luaskepada para pedagang, pengusaha, danpejabat pemerintah di beberapapropinsi dan juga hasil survai pada 331buah perusahaan dan 600 pekerja dibidang perdagangan sektor informal di

Jawa Tengah. Survai ini dilaksanakan

oleh Pusat Penelitian Kependudukan,Universitas Gadjah Mada padaSeptember-Oktober tahun 1992 (lihatEvers 1988, 1991, 1992 dan Evers andMehmet 1993).

Ketenagakerjaandi SektorPerdagangan Informal

Pertumbuhan Tenaga Kerja diBidang Perdagangan

Perdagangan merupakan sumberutamapertumbuhantenagakerjaselamaduadekadeyanglalu. Selamaperiodeiniketenagakerjaan dalam duniaperdagangan, restoran-restoran, serta

hotel-hotel meningkat sebesar 31persen pada tahun 1970-an danbertambah menjadi 41 persen daritahun 1980 sampai tahun 1990.

TABEL I.KETENAGAKERJAAN 1961-1990JUMLAH TENAGA KERJA (1,000)

Tahun Laki-laki Perempuan Total

1961 23.805 8.884 32.6891971 26.184 13.026 39.2101980 34.619 16.935 51.5531990 46.084 25.486 71.570

Sumber: Sensus Penduduk Indonesia tahun 1980 dan 1990.

TABEL 2.SEKTOR PERDAGANGAN (1,000)

Tahun Laki-laki Perempuan Total

1961 1.534 704 2.238

1971 2.402 1.902 4.304

1980 3.478 3.201 6.679

1990 5.461 5.079 10.540

Sumber: Sensus Penduduk Indonesia tahun 1980dan 1990.

i

Populasi, 4(1), 1993

Sumber: Sensus Penduduk Indonesia tahun 1980dan 1990.

TABEL4.PERDAGANGAN SEBAGAI PERSENTASETENAGA KERJA NONPERTANIAN

TABEL 3.

PERDAGANGAN SEBAGAI PERSENTASEJUMLAH TENAGA KERJA

Tahun Laki-laki Perempuan Total

1961 6,44 7,92 6,85

1971 9,17 14,60 10,98

1980 * 10,05 18,90 12,96

1990 11,85 19,93 14,68

Tahun Laki-laki Perempuan Total

1961 24,92 27,58 25,70

1971 27,32 41,37 32,14

1980 23,27 40,76 29,29

1990 23,98 39,69 29,53

TABEL 5.PERTUMBUHANTENAGA KERJA

PERDAGANGAN

1961- 1971 19,95 %

1971- 1980 31,48 %

1980 - 1990 38,83 %

Sumber: Sensus Penduduk IndonesiaTahun 1980 dan 1990.

Tenaga kerja di bidang perdaganganmasih terus naik dengan angka-angkanyata, baik pada sektor formal maupuninformal. Laju pertumbuhan tenagakerja perdagangan juga meningkatsampai 38,83 persen. Di sisi lain perludicatat bahwa tenaga kerja wanitasebagai bagian dari tenaga kerjanonpertanian menurun dan saat initelah mencapai angka 39,7 persen,penurunan dari 41,4 persenpada tahun1971. Adanya pergeseran nyata daritenaga kerja wanita ke tenaga kerja priadalam perdagangan mungkin

disebabkan oleh formalisasi sektorinformalyang akan dibahas berikut ini.

Perubahan-perubahan dalamKetenagakerjaan PerdaganganSektor Informal

Yang paling mengesankan adalahkapasitas penyerapan tenaga kerjapadasektor perdagangan informal.Diperkirakan bahwa pada tahun 1990sekitar 83,08 persen tenaga kerja sektorperdagangan termasuk sektor informal.Dalam survai sampel kami pada tahun1992 tentang sektor perdagangan diJawa Tengah, 72,9 persen orang yangbekerjadisektor inimasuk dalam sektorinformal, terutama tenaga kerja wanita.DiJawa Tengah, 81,6 persen pekerja disektor informal adalah wanita, danhanya 48,8 persen tenaga kerja wanitayang bekerja di sektor formal. Denganadanya pergeseran dari sektor formal kesektor informal, akses kaum wanita

26

Populasi, 4(1), 1993

untuk memasuki pasar kerja akanterbatas

Sebuah analisis yang lebih detailmengungkapkan beberapa masalahlebih lanjut. Pemanfaatan tenaga kerjadalam perdagangan sebagai bagiantenaga kerja nonpertanian telahmenurun. Walaupun tenaga kerjasektorinformal di bidang perdagangan masihkokoh dan terikat pada peningkatanangka secara nyata, laju pertumbuhantelah menurun dan proporsi tenagakerja sektor informal saat ini (1990)sangat rendah bila dibandingkan padatahun 1980.

Laju pertumbuhan tenaga kerjapadaperdagangansektor formal (157 persen)jauh melampaui laju pertumbuhansektor informal (47 persen).Perdagangan sektor formal telah danmungkin akan memiliki kapasitaspenyerapan tenaga kerja relatif lebihbesar seperti sektor informal.Khususnya upah tenaga kerja semakinnaik pada tingkat yang lebih cepat

daripada kegiatan wirausaha (selfemployment) (per tahun mencapai 17

persen, sangat kontras dengan kenaikanwirausaha yang hanya mencapai 4persen). Lebih kurang sepertiga darikeseluruhan majikan di Indonesiaadalah pedagangyang pada tahun 1980menempati proporsi rendah yaitu 18persen.

Tenaga kerja pada pe.Alagangansektor informal relarif tidak naik dantidakjugaturun. Kamiperkirakanbahwasekttar 12 persen dari keseluruhantenaga kerja Indonesia termasukkelompok perdagangan sektor informal(1980 dan 1990). Namun, dataSAKERNAS mcmperlihatkan penurunanrata-rata tenaga kerja perdagangansektor informal (-0,9 persen dari tahun1986sampai tahun 1990, lihat Rice 1992:31).

Ada beberapa perbedaan di dalamsektor perdagangan itu sendiri jumlahtenaga kerjaarÿgota keluargayangtidakmendapat upah, terutama kaum wanitayang telah Aieningkat tajam sampai 70persen. Mtmgkin hal ini disebabkanpenurunan umum kesempatan kerjabagiwanita pada sektor informal.

TABEL 6.

PEKERJAAN SEKTOR PERDAGANGAN MENURUT STATUS-PEKERJAAN, 1990

1990 Jumlahpekeijaan

Nonpertanian Persen Perdagangan Persen

Pengusaha 1046267 568775 33.39 189891 18.15Buruh, karyawan 24953385 19563698 7,51 1469334 5,89Sektor formal 25999652 20132473 8,24 1659225 6,38Berusaha sendiri 13812655 8195378 56,34 4617110 33,43Berusaha sendiri + 17338333 4685548 63,54 2977144 17,17Pekerja keluarga 14237735 2653476 48,10 1276221 8,96Tak terjawab 181596 155649 6,82 10615 5,85Sektor informal 45570319 15690051 56,60 8881090 19,49Jumlah 71569971 35822524 29,42 10540315 14,73

27

Populasi, 4(1), 1993

sasi cukup beranekaragam, dan tidaksemua gaya industrialisasi yangdimasukkan pada statlstik dapat dinilaisebagai modernisasi.

Kalau lata berangkat dari anggapanbahwa industrialisasi bisa terjadi, baikdiikuti modernisasimaupun tidak, perludipertanyakan industrialisasi yang manabersifat moderndan tradisional. Apakahkondisisektor industridisebuah daerahtertentu telah mencerminkan moderni¬sasi ekonomi setempat atau hanyamerupakan perpanjangan atau transferkondisi sektor pertanian ke sektorindustri. Keadaan ini'sangat tergantungpada proses produksi industrial danintegrasi industri dengan ekonomidaerah. Menurut Wield (1983: 8)*,proses produksi industrial padadasamya ditandai limaciri khas, jaitu:1. the possibility of utilizing

technologies with complexmachinery associated with a largescale ofproduction,

2. the utilization of a wide range ofraw materials often alreadyprocessed through the use ofcomplex technologies,

3. a relatively complex technicaldivision of labour within units ofproduction,

4. complex co-operation andco-ordination of specialized tasksinside the unit ofproduction,

5 a diverse rangeofskills within theworkforce

Lima ciri tersebut menggarisbawahiperbedaan antara cara produksitradisional yang masih sering berlakupada sektor industri berskala kecil(industri rumah tangga/kecil) depganbentuk produksi industrial/modern.Penerapan teknologi tinggi danpembagiankerjayangsemakin luas, baiksecara vertikal maupun horizontal,mensyaratkankualitas tenagakerja (atausumber daya manusia) yang sesuaidengan kebutuhan produksi gayaindustrial. Jika asumsi itudihipotesiskan, maka dapat dikatakan,bahwa dengan semakin tinggi tingkatindustrialisasi, sekaligus akan terjadidiferensiasi dalam masyarakat menurut

jenis pekerjaan, keterampilan/pendidikan , pendapatan, danekonomi akan berkembang . Selainitu, sektor industri modern menuntut

satu sistem jasa yang rinci, yangmenyediakan jaringan pelayanan yangdapat mendukung perkembanganindustri, haik dari segi pemasaran,transport, packing, dll, dan sektor-sektor ekonomi saling berinteraksi danterintegrasi.

Jika diperhatikan baik konsepketerkaitan maupun definisi Wield tadi;dapat diduga babwa perkembangan

* Dikutip menurut Haralambos (1990: 117).

** Menurut keterampilan, paling kurang angkatan tenaga kerja di sektor industri dapatdikelompokkan menjadi tiga, yaitu "pertama, golonganpekerjaberketerampilan tinggi(skilled), yang semakin tergabung baik ahli mesin maupun dengan pekerja kantor(white collar). Kedua, golongan pekerja semi terampil (semiskilled) ... (yang)berpengalaman kerja di bidang industri spesifik. Ketiga, golongan pekerja yang samasekali tidak terampil... ciri khasnya adalah sebagai pendatang baru ke dunla industri(baru bekerja, bekas buruh tani, (imigran) atau orang yang semi menganggur(Dahrendorf 1986:61).

**ÿ Tentang mobilitas sosial dan hubungan antarkelas dalam proses industrialisasi danurbanisasi diAmerika Latinbandingkan Roberts 1978:124.

36

Populasi, 4(1), 1993

sektor industripedesaan di kebanyakannegara berkembang, termasukIndonesia, masih bermuka banyak danterpisah-pisah. Dugaan itu sejalandengan pendapat yangdilontarkan oleh(Sutcliffe 1984: 128/129)* sebagaiberikut:

"Aformof industrializationhasbeen taking place in quite a

widespread manner. But inmany countries it is composedof different elements which arenot homageneous and do not

unambiguosly representeconomic modernization ...What seems to be happening isthat modern industry isgrowing at high and risingproductivity levels and at thesame time small-scale, moreprimitive industry survises at

low, possibly decliningproductivity levels, butprovidesa meagre livingfor a growingshareofthepeople. What maybeoccurringtherefor isaprocessofinternal polarisation, onewhich is more complex andextreme., andone which is very

different from what took placein the successfulindustrializationof thepastPendapat di atas tak jauh berbeda

dengan pendapat Boeke (1953)bahwa sektor industri di Indonesiamasih tetap cenderung ke arah industriyangbersifatmendua (dualisme). Sektor

***

industri yang bersifat mendua terdiridari dua bagian utama yang sangatminim keterkaitannya. Pertama, industrigaya modern (padat tekuologi - canggih)yang memenuhi ciri-ciri dari Wield, dankedua industri bersifat tradisional.Dalam bagian kedua itu, yang padaumumnya menyangkut industripedesaan berskala kecil, tingkatpembagian kerja, keterampilan parapekerja, dan diferensiasi dalam prosesproduksi masih sangat rendah.Selanjutnya, jumlah tenaga kerja yangdiserap dap unit perusahaan agali kecil,dan garis-garis pemisah antara tugas-tugas yang dikaitkan dengankelangsungan perusahaannya(produksi, pencarian bahan baku,pemasaran, dan administrasi) tidakbegitu tegas. Dari segi kualitas produkdan pemasaran bagian sektor industriitu dapat dinilai statis. Terbatas olehsikap manajemen yang tradisional,kekurangan pengetahuan tentangpeningkatan mutuproduk, sumber dayamanusia yang rendah, jaringanpemasaran yang sangat terbatas,kerendahan akses terhadap sistemperbankan, dll, bagian tradisional dariindustri mendua cenderung hidupdalam keadaan stagnan dan kurangterkait dengan segmen-segmen laindariekonomi daerah.

Sifat industri dalam ekonomipedesaan yang mendua dan lemahnyaintegrasi (terpisah-pisah) cenderungmengakibatkan gejala involusi. lnvolusi

Dikutip menurut Haralambos, M (1990:128).Untuk Indonesia, sebagai pengamat pertama, pada tahun 50-an Boeke (1953)mempergunakan istilah dualisme untuk menjelaskan gejala eksistensi dua bagiandalam satu ekonomi yang sangat berbeda dari segi dinamika. Selanjutnya C. Geertz(1976) mengembangkan konsep dualisme tersebut dengan menciptakan istilahbazartype danfirm type economy. Konsep kontemporeryang digunakan adalah pembagianekonomi menurut sektor formal dan sektor informal (Manning/Effendi 1985).

37

Populasi, 4(1), 1993

yang digambarkan Geerts* sebagaiperluasan atau pertumbuhan tanpa

perubahan, atau, 'changeless change','pertumbuhan ke dalam', 'tendensiintroversif, atau 'ekspansi horizontal'.Dengan kata lain, peningkatan jumlahperusahan dan pekerja yang terlibatdalam segmen-segmen ekonomi tidakdiikuti oleh perubahan struktural. Olehkarena itu, gejala penurunanproduktivitas yang dikemukakan Geertsuntuk bidang pertanian yang bersifatsubsisten juga dialami oleh sektorindustri tradisional yang terlibat dalamekonomi pasar.

Tujuan dan Metodologi

Dalam studi ini kami berangkat darianggapan bahwa ekonomi Indonesiakeseluruhannya dan ekonomi pedesaankhususnya belum bersifat terintegrasimelainkan cenderung terpecah-pecah.Ekonomi pedesaan belum dapat dinilaisebagai sistem tempat setiap unitmempunyai hubungan fungsionaldengan unit lain, baik vertikal maupunhorizontal. .Sebaliknya ekonomipedesaan mengalami masalahfragmentasi, sebagian besar darisegmen-segmen ekonomi berdiriterpisah dari segmen-segmen lainnya.

Bertolak dari hipotesis di atas, studiiniberusahamengkaji integrasiekonomipedesaan. Kajian dipusatkan padaketerkaitan dalam sektor danantarsektor pada tingkat lokal. Dalam

bahasan perhatian dipusatkan padaindustri sebagai sektor unggul {leadingsector). Dengan demikian, dalamanalisis yangditelaahadalahketerkaitandalam sektor industri sendiri danketerkaitan dengan sektor lainnya.Analisis ditekankan pada proses dandinamika keterkaitan serta berusahamemahami dampak keterkaitan padaperkembangan industri dan ekonomipedesaan.

Untuk menelaah pokok persoalanketerkaitan industri pedesaan,serangkaian survai dan studi lapangansecara intensif dilakukan didua daerah,yakni di Batur, Ceper, Klaten danSemanu, Semanu, Gunung Kidul.Penelitian dilakukan pada Januarisampai Maret 1993 Selama penelitianpara peneliti tinggal di desa danberusaha memahami sedekat mungkinpersoalan-persoalan yang akan diteliti.Memahami perilaku pelaku ekonomibukanlah hal yang mudah. Berbagaimacam unsur turut mewarnai danmemberikancorakpadapoladanprosesperkembangan segmen ekonomipedesaan. Untuk mengurangikeragamam unsur yang mempengaruhi,studi dipusatkan di dua desa yangdianggap dapat memberikan gambaranpedesaan Jawa. Pemilihan desadilakukan secara purposive. Baturdipilib karena dipandang dapatmencerminkan pedesaan dataranrendah yang relatif maju, baik sektor

Dengan konsep involusi pertanian, yang juga dapat disebutkan sebagai 'kemiskinanbersama', C. Geertz (1976) menyediakansalahsatupendekatanyangdapat menjelaskanproses pemiskinan yang tcrjadi di pedesaan Jawa. Menurut Geertz, kenaikan basilpertanian keseluruhannya tidak seimbang dengan kenaikan jumlah orang yangterlibat. Ketidakseimbanganantaradua faktor secara mutlakmengurangiproduktivitasparapekerja dengan mendorongpembagian rezeki kepada pembagian tingkat nafkahyang rendah bagi semuanya. Dengan kata lain, involusi mencerminkan 'pertumbuhanke dalam' dan peningkatan kemiskinan tempi bukanperkembanganyang berkualitas.

38

Populasi, 4(1), 1993

pertanian maupun industri. Semanudipilih karena dipandang dapatmencertninkan pedesaan dataran tinggiyang relatif kurang maju, baik sektorpertanian maupun industri.

Dalam peneiitian telah diusahakansedapat mungkin menghubungi danmewawancarai secara lengkappengusaha industri yang ada di duadesa. Namun, yang dapat diwawancaraisebanyak 100 pengusaha, diperkirakanseparo dari jumlah industri yang ada ditiap desa. Pemilihan respondendidasarkan padadaftar namapengusahayang ditunjuk oleh kepala desa. Tidakmungkin dilakukan pemilihanresponden secara acak sistematikkarena tidak tersedia cacatan daftarusaha di dua desa. Jumlah pengusahayang diwawancarai diusahakanproporsionaldengan jumlah usahayangada di dua desa.

Desa Peneiitian

Kondisi pedesaan Jawa bervariasi,baik dari segi, lokasi, latar belakangsejarah, perkembangan ekonomimaupun sosial. Oleh karena itu, untukmengkaji ekonomi desa perlumempertimbangkan unsur-unsur itu.

Dengan demikian, situasi tiap desapeneiitian menjadi penting ditelaah.Ulasan berikut memaparkan situasidaerah peneiitian.

Duadesayangdipilihsebagai daerahpeneiitian mempunyai perbedaan, baikdari segi lokasi, latar belakang sejarah,maupun perkembangan ekonomi dansosial. Sengajadiambildesadengan latarbelakang berbeda agar dapat diketahui

proses integrasi ekonomi sesuai dengantujuan peneiitian. Asumsi yang diajukandalam pengambilan daerah peneiitianyang berbeda adalah bahwa desadengan daerah belakang (hinterland)lebihmaju, integrasiekonomi lebihkuatdibandingkan dengan desa yang daerahbelakang relatif kurangmaju.

Batur adalah desa yang tergolongmaju di daerah dataran rendah padisawah Klaten. Hampir tidak berbedadengan daerah dataran rendahdiJawa,Batur dapat dialiri pengairan irigasisepanjang tahun. Tidak mengherankanbila pertanian padi dapat diusahakansecara mtensif sepanjang tahun. Usahapertanian bersifat monokultur (padi)diselingi dengan tanaman tebu.Tanaman tebu diusahakan berdasarkanpada kebutuhan perkebunan tebu yangada di daerah ini. Dalam beberapaaktivitas usaha pertanian di Batur telahmenerapkan teknologi maju. Dapatdikatakan bahwa Desa Batur didukungoleh daerah belakang pertanian relatifmaju.

BerbedadenganBatur,DesaSemanuterletak di daerab dataran tinggi(Pegunungan Sewu) Jawa bagianSelatan. Seperti halnya di kebanyakandataran tinggi di Jawa, usaha pertaniansangat tergantung pada air hujan. Olehkarena itu, tanaman padi hanyadiusahakan sekali setahun. Usahapertanian di daerah ini adalah tanaman

campuran dengan tanaman utama

tanaman pangan, seperti ubi kayu,jagung, kacang tanah, dan kedele.Teknologi yang digunakan dalamaktivitas pertanian masib didominasi

Temyata, sifat sektor ekonomi di Ceper, termasuk penggunaan mesin-mestn masihtetap rendah. Hanya jika dibandingkandengan keadaan di Semanu sektor industri diCeper dapat dinilai sebagai relatif maju.

39

Populasi, 4(1), 1993

teknologi tradisional. Ciri-ciriketerbelakangan daerah belakangSemanu masih cukup menonjol biladibandingkan dengan Desa Batur.

Perbedaan kondisi daerah belakangada kaitan dengan keadaankependudukandikeduadesa. Seperti dikebanyakan daerah dataran rendah diJawa, kepadatan penduduk Baturtergolong tinggi sekitar 2717 jiwa perkm .Angka ini sekitar 4 kali lipat angkakepadatan penduduk Semanu yanghanya 719 jiwa per km2*. Tingginyaangka kepadatan penduduk di Baturtampaknya berhubungan denganadanyaarus migrasimasukkedaerahini.Hal ini tercermin dari tingginya angkapertumbuhan penduduk Desa Batur,yaitu sekitar 1,18 persen per tahundalam periode 1980-1990. DaerahSemanu cenderung sebagai daerahpengirim migran. Migrasi keluarcenderung tinggi dari daerah Semanu.Tidak mengherankan bila pertumbuhanpenduduk Semanu sekitar 0,39 persenper tahun dalam periode 1980-1990.**

Besarnya arus migrasi masuk keBatur berkaitan dengan daya tariktersedianya peluang kerja diindustri-industri di daerah ini. Di Baturada heberapa industri skala besar,terutama industri cor logam, yang dapatmenyerap tenaga kerja Artinya, industridi Batur telah berkembang pada tingkat

yang lebih maju bila dibandingkandengan industri yang ada di Semanu.Agaknya kebutuhan pekerja yangbersedia dibayar murah tidak dapatdicukupi oleh angkatan kerja yangtersedia di Batur. Tingginya upahpekerja yang berasal dari daerahsekitarnya menyebabkan 'impor' tenagakerja yang murah dari daerah-daerahmiskin, terutama dari daerah Pacitan(Jatim), Purwodadi (Jateng), danGunung Kidul . Sebaliknya, besarnyaarus migrasi keluar dari Semanu selamalasan pertanian yang masih tradisionaljuga industri masih bersifat industrirumah tangga. Pada umumnya industridi Semanu mempekerjakan tenaga kerjakeluarga dan skala kecil. Industri diSemanu belum mampu menyerapangkatan kerja yang ada. Hal initercermin dari proporsi angkatan kerjayang bekerja di industri di Batur adalah25 untuk 100 orang angkatan kerjasedang di Semanu hanya 2.

Meskipun dari segi transportasi dankemudahan berhubungan dengandaerah luar di kedua desa penelitiantidak jauh berbeda, kegiatan ekonoiniBatur dapat dikatakan lebih maju biladibandingkan dengan Semanu. DiBaturperdagangan tampak lebih bidup. DiBatur warung-warung yang menjajakankebutuhan masyarakat tampak lebihbanyak bila dibandingkan dengan

* Kedapatan pendudukJawa pada tahun 1990 sekitar 813 jiwa per km2.** Meskipun dua daerah mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup berbeda

pertumbuhan tersebut baik di Ceper maupun di Semanu masih jauh di bawahpertumbuhan rata-rata untuk Indonesia keseluruhannya yang meneapai kurang-lebih2% untuk dekade lalu.

*** Halinimemangmenarik karena konsep 'faktor keunggulan komperatif temyata tidaklaku untuk tingkat intemasionalsaja tetapi juga dalam negeri. Perbedaan antara upahpekerja dari daerah miskin dan daerah lebih maju sekahgus mendorong persainganantara para pekerja yang melemahkan posisi tawar-menawar bagi mereka dalammenentukan upah.

40

Populasi,4(1), 1993

Semanu. Jasa pendukung kegiatanekonomi, seperti bank, usahatransportasi,danpasar tersediadi Batur.Di Semanu fasilitas itu tersedia di ibukota Kabupaten (Wonosari) yangjaraknya seldtar 15 km dari Semanu.

Hasil survai menunjukkan bahwaindustri di Batur didominasi cor logam,batu bata, genting dan tapel, danindustri pengolahan makanan (lihatTabel 1.). Pemasaran industri di Baturtidak hanya melayani kebutuhan lokal,regional, teupijuga nasional. IndustridiSemanu kebanyakan adalah industrikerajinanbambu,pengolahanmakanan,dan pande hesi.

Pada umumnya hasil industri dariSemanudipasarkanpadapasar lokaldanregional. Segi teknologi yang dipakai dikedua daerah sangat berbeda. DiSemanu teknologi industrimasihsangat

sederhana dan sebagian besar masih

TABJENIS INDUSTRIDI

dikerjakan dengan tangan dandikerjakan secara sambilan (part time).Di Batur mayoritas industrimenggunakan teknologi relatif majudibandingkan dengan industri diSemanu. Sebagaian besar pekerjaan-pekerjaan industri di Batur telahmenggunakan mesin dan mempunyaijam kerja teratur dan dikerjakan secarapenuh (full time). Apakah perbedaan-perbedaan ini menyebabkan adaperbedaan dalam proses integrasiekonomi? Apakah dampak integrasiekonomi pada perkembangan industri?

Keterkaitan dalam Sektor Industri

Di bagian pendahuluan telahdisebutkan bahwa untuk mengkajiintegrasiekonomi diusahakanmenelaahketerkaitan. Keterkaitan dapatmencerminkan interaksi dan salinghubungan dalam usaha sejenis atau

antarusaha. Secara teoretis dapat,1.

TUR DANSEMANU

Jenis industri Batur (%) Semanu (%)

Pengolahan makanan* 20 26

Anyaman-kerajinan dll** 5 57

Pande besi 2 15

Cor logam 29 -

Batubata,genting, tapel 29 2 !

Tekstil 15 -Jumlah % 100 100

N 100 100

Sumber: Data Survai Industri, 1993

* Termasuk industripengolahan makanan adalah pembuatan tempe, tahu, emping,rod, bakmi, karak, dan cripingpisang.

** Termasuk industri kerajinan adalah pembuatan sangkar burung, gamelan, besek,caping, kipas, pigura, mainan anak-anak dari kayu, dan kaleng.

41

Populasi, 4(1), 1993

diajukan anggapan bahwa semakintinggiketerkaitansemakin kuat integrasiekonomi. Integrasi ekonomi dapatmenunjangperkembangan aktivitas dapsektor. Dengan demikian, pembangun-an dapat berjalan secara menyeluruhdan koheren.

Kajian di dua desa penelitianmenyarankan bahwa keterkaitanvertikal, baik usaha sejenis maupunantarsektor masihrelatif lemah. Dari 100pengusaha kecil yang diwawancaraihanya ada 3 usahadi Batur dan 2 usahadi Semanu yang mempunyai hubungandengan perusahaan besar sejenis,terutama dalam bentuk 'bapak angkat.Hampir semuaindustriyangmempunyaihubungan vertikal melaporkan bahwakaitan dengan perusahaan besar yangberlokasi di kota sebanyak 4 dan hanyasatuyangberlokasididaerahpenelitian.Hubungan vertikal terutamaberhubungan dalam hal pemasaran danbantuan modal. Semua pengusahamerasa bahwa hubungan denganperusahaan besar mendatangkanmanfaat bagi usaha mereka karenaketerkaitan itu dapat meningkatkanproduksi dan melancarkan pemasaran.Namun, berhubungan denganperusahaan besar tidak mudahdilakukanwalaupun adaprogrambapakangkat dari pemerintah. Alasan utamakesulitan dalam menjalin kerja samaadalah hambatan kultural yaknikecurigaan-kecurigaan antar-

perusahaan. Seorang responden,misalnya, berpendapat bahwaperusahaan besar hanya memberikanpekerjaan (order) yang tidakmendatangkan keuntungan. Pekerjaanyang mendatangkan keuntunganbiasanya dikerjakan oleh bapak angkat.Kelemahan lain yang amat dirasakan

adalah perjanjian kerja sama tidaktertulis secara terinci sehinggamenyulitkan dalam pelaksanaan.Artinya, hak dan kewajiban perusahaanyangsalingbekerjasamamenjadikabur.Penjelasan seorang responden tentanghal itusebagai berikut.

"Sepertinya responden (perusaha-annya) mempunyai kewajiban untukmengerjakan pesanan order yangdiberi oleh perusahaan bapakangkat, walaupun tidakmenguntungkan".

Beberapa fakta di atas mengarahkanpada dua kesimpulan sementara

mengenai keterkaitan vertikal dalamkonteks program pemerintah yangdisebut programbapak angkat. Pertama,di dua desa penelitian program bapakangkat belum berjalan seperti yangdiharapkan. Kedua,sistem bapak angkatdalam banyak hal justru menciptakanketergantungan yang pada gilirannyamempengaruhi proses pertumbuhanindustri kecil. Kedua hal inilah yangmenyebabkan kaitan vertikal relatiflemah.

Tidak seperti diduga semulaketerkaitan antarperusahaan sejenisyang ukuran perusahaan relatif samaatau yang lebih kecil sangat lemah dikedua desa penelitian. Hal ini terjadikarena adanya persaingan. Persainganindustri sejenis mengarah padapersainganyang tidak sehat. Persaingancenderung saling meinatikan denganupaya-upaya saling menurunkan hargaatau merebut pelanggan dengancara-cara yang tidak sehat (salingmenjelekkan).MenurutAsya'ri (1993: 3)persaingan antarindustri dapat disebutsebagaikanibalisme. Kondisipersaingansemacam ini tampak cukup tajam diBatur, terutama padausaha industri cor

42

Populasi,4(1), 1993

logam dan kerajinan bambu (sangkarburung) di Semanu.

Kondisi persaingan ini sangatdimanfaatkan oleh pedagang atau

pemesan, terutama dalam prosespenentuan harga. Oleh karenaitu, tidakmengherankan bila harga produksi sulituntuk dinaikkan meskipun harga bahanbaku dan ongkos produksi mengalamikenaikan. Bahkan, ada beberapaindustri terpaksa berproduksiwalaupunharga jual tidak sesuai dengan biayaproduksi. Hal ini dilakukan agarpemesan atau pedagang tetap dapatmenjadi pelanggan dan perusahaantetap berproduksi. Iklim industrialseperti ini yang menyebabkan strukturindustri menjadi lemah dan sulitmengalami perkembangan dankemajuan. Meskipun ada variasimenurut jenis industri, di Batur yangmengatakan bahwa perusahaan tidakada kemajuan sebesar 69 persen dan 51persen di Semanu. Akibatnya, kaitandengan sekior yang lain juga lemah.

KeterkaitanAntarsektor

Telah disinggungdibagianterdahulubahwa industri di Batur relatif lebihmaju bila dibandingkan denganSemanu. Namun, tidak seperti didugasemula bahwa industri di Batur kurangmempunyai keterkaitan dengan sekiorpertanian,palingkurangtidak langsung.Hal ini tercermin dari sumber bahanbaku yang dipakai seperti dicantumkanpada Tabel 2. Industri di Batur yangmemanfaatkan bahan baku pertaniansekitar 16 persen sedang di Semanusekitar 45 persen. Hampir dapatdipastikan bahwa tipe industrimempengaruhiketerkaitan itu. DiBaturindustri yang dominan adalah industriyang tidak menggunakan bahan baku

pertanian, misalnya cor logam yangterutama mempergunakan besi bckas.Di Semanu industri yang berkembangadalah industri yang sebagian besarmenggunakanbahanbakupertanian. InimenyarankanbahwaindustridiSemanuyang kaitan dengan pertanian tampaklebih kuat bila dibandingkan denganindustri di Batur. Ini menyarankanbahwa keterkaitan ke belakang(backward linkages) dari sektorindustri ke sektor pertanian cenderunglebih kuat di Semanu, yang industrinyarelatif terbelakang.

Kaitan dengan sekior perdagangantampak menonjol di Batur sekitar 58persen dan di Semanu hanya sekitas 14persen (Tabel 3 ). Agaknya, perbedaandalam jangkauan pasar dapatmempengaruhi hubungan itu. Di Baturbanyak industri membutuhkan kerjasama dengan pedagang karenajangkauan pasar lebihluas (regionaldannasional). Pemasaran industri diSemanu masih terbatas pada pasar lokaldan regional (tetapi masih terbatas)sehingga pedagangyang terlibat denganaktivitas pemasaran industri sangatterbatas.

Di samping itu, kebanyakan industridi Batur membeli bahan mentah daripedagangyangberasal dari kota melaluipedagang perantara. Pada umumnyabesi-besibekasyangdibutuhkansebagaibahan mentah industri cor logamdidatangkan oleh pedagang perantaradari kota, sedang industri di Semanusebagian besar bahan mentahdidapatkan di pasar lokal yang tidakmembutuhkan pedagangperantara.

Cukup menarik bahwa sekitarseperempat pengusaha industri di duadesa penelitian mempunyai hubungandengan bank. Ini menunjukkan bahwa

43

Populasi, 4(1), 1993TABEL2.

ASAL BAHANBAKU INDUSTRIDIBATUR DANSEMANU

Asal bahanbaku Batur (%) Semanu (%)

Pertanian 16 45

Bukanpertanian 34 3

Kombinasi 50 52

Jumlah % 100 100

N 100 100

Sumber: Data Survai Industri, 1993

TABEL3.KERJA SAMA INDUSTRIDENGAN SEKTOR LAINDIBATUR DAN SEMANU

Sektor Batur (%) Semanu (%)

Perdagangan 57,9 13,6

Jasa; Bank 26,3 22,7

Koperasi 10,6 54,5

Badan pemerintali 5,2 4,5

Jumlah % 100 100

N 100 100

Sumber: Data Survai Industri, 1993

akses pada permodalan cukup baik.Beberapaorang respondenmengatakanbahwa mereka memanfaatkan jasa bankuntukmodal usaha.Ada juga respondenyang tidak memanfaatkan jasa bank,walaupun kesempatan itu ada.Kebanyakan yang tidak memanfaatkanbank beralasan tidak memiliki agunandan tidak sanggup mengangsur secara

tetap tiap bulan. Mengangsur tiap bulandipandang berat karena kondisi usahatidak menentu. Maksudnya, usahasangat tergantung pada pesanan daripedagangatau pemesan Ketidakpastiandalam berusaha menyebabkan merekatakut terikat dengan bank. Oleh karenaitu, tidak mengherankan bila beberapa

pengusaha mengatakan babwameskipun kesulitan modal adalahpenghalang utama dalam pengembang-an usaha, mereka tidak berusahameminjamdana dari bank. Kesulitan iniditambah dengan keterbatasan upayamemperluas pasar menyebabkanstruktur industri di dua desa itu sangat

lemah dan terpecah-pecah atau salingterpisah satu sama lain, akibatnyaperkembangan tersendat-sendat atau

mengalami proses involutif. Secarakuantitas tampak mengalamiperkembangan tetapi kualitas, baik darisegi produktivitas teknologi maupunkeluaran, tidak mengalami perkembang¬anyang berarti.

44

Populasi,4(1), 1993

Pembahasan di atas mengarahkanpadakesimpulanbahwakaitankedepan(forward linkages) yakni kaitan sektorindustri dengan sektor nonpertanianlebihkuat di Batur daripada di Semanu.Namun, kaitan ke depan ini masihterbatas pada kaitan distribusi,khususnya perdagangan. Kaitan dengansektor jasa masih relatif lemah.Lemahnyaketerkaitaninimemperlemahkeintegrasian ekonomi di kedua desapenelitian.

Koperasi dan Kerja Sama

Kerja sama perusahaan dengankoperasi tampaknyamasihterbatas. Dari100 perusahaan yang diwawancaraitercatat sebagai anggota koperasiperusahaan sejenis hanya sekitar 13persen di Batur dan 21 persen diSemanu. Kerja sama dengan koperasitampak lebih menonjol di Semanudaripada di Batur (lihat Tabel 3 )Agaknya, koperasi masih cukupberperan dalam memberikan bantuanpada pengusaha industridi Semanu.

Di Semanu koperasi memberibantuan modal dan pemasaran padapengusaha. Berbeda dengan di Batur,koperasi dipandang tidak memberikanbantuan yang cukup berarti bagipengusaha. Koperasi di Batur hanyacenderung mengutip uang iurananggota, tetapi kurang memperhatikanaspirasi dan kepentingan anggotanya.

Ini yang menyebabkan pengusaha,terutama industri cor logam engganbekerja sama dengan koperasi. Bahkansecara ekstrim beberapa respondenmemberikan keterangan bahwakoperasi industri logam hanyadigunakan/dimanfaatkanolehpenguruskoperasi yang juga menjalankan usahaindustri.

Perkembangan Industri

Melihat tahunmemulaiusahatampakbahwa industri di Batur cukup besaryang telah beroperasi di bawah tahun1950-an. Beberapa industri diusahakansecara turun-temurun, terutamaindustricor logam. Polayang sama tampak padaindustri kerajinan bambu dan pandebesi di Semanu. Di kedua desa,kebanyakan industri pengolahanmakanan mulai berusaha di atas

1970-an. Ini mengisyaratkan bahwaindustri yang berdiri belakangancenderung terkait dengan perubahanpola konsumsi masyarakat. Di sampingitu, pertumbuhan industri yangdisebabkanketerkaitankonsumsicukupmenonjol di kedua desa. Hal initercermin dari industri pengolahanmakanansekitar 75 persen di Batur dan80 persen di Semanu berdiri setelahtahun 1980-an. Tak dapat disangkalkenaikan penghasilan masyarakat dapatmerangsang pertumbuhan itu.Meskipun ada kesulitan untukmenyimpulkan bahwa kaitan konsumsitelah merangsang pertumbuhanindustri, khususnyaindustripengolahanmakanan, ada sedildt petunjukbahwadikedua desa kaitan konsumsi turut

mendorongpertumbuhan industri.Beberapaindustri, seperticor logam,

pande besi dan anyaman bambu,pembuatan genting/batu bata di keduadesa penelitian telah diusahakan cukuplama. Meskipun studi ini tidak dapatmerekam data perusahaan yang tidakberoperasi lagi, ada indikasi bahwajumlah industri di kedua daerahpenelitian mengalami peningkatanselama dua puluh tahun terakhir ini.Namun, peningkatanjumlah usahatidakdiikuti dengan perkembanganusaha. Di

45

Populasi, 4(1), 1993

kedua daerah penelitian sebagian bcsarperusahaan relatif tidak mengalamiperubahan. Hampir dua pertigapengusaha melaporkan bahwa tidakatau belum pernah berusahamengembangkan aktivitas kegiatanindustrimereka (Tabel4.).Alasan utama

yang diajukan tidak berusahamengembangkan usaha adalah sulitmencari pemasaran, penambahanmodal, dan banyak saingan. Banyaksaingan apakah inimenunjukkan bahwajumlah usaha bertambah atau ada aliranbarang sejenis dari luar desa masuk kepasaran atau kondisi pasar mengalamikelesuan?

Hal lain yang dapat dipakai sebagaiindikator tentang kurang adanyaperkembanganusahaadalah perubahanmesindanalat produksiyangdigunakan.Meskipun di Semanu pengusaha yangberupaya untuk menambah alatproduksi relatif rendah dibandingkandengandiBatur,dikeduadesalebihdariseparo pengusaha tidak pernahmenambah alat produksi (Tabel 5.).Selain itu, meskipun beberapapengusaha berupaya menyesuaikanproduk dengan permintaan pasar,teknologi pengolahan juga tidakmengalami perubaban yang berarti.

Sebagai contoh, teknologi dapurpeleburanbesidi perusahaancor logamtidak mengalamiperubahandanmerekatetap menggunakan cara-caratradisional. Demikian juga, teknologipembuatan pande besi masihmenggunakan cara-cara tradisional.Akibatnya, kualitas produk relatifrendah.Tidak tertutup kemungkinanhalini telah membatasi perluasanpemasaran yang pada gilirannyamenghambat perkembangan. Namun,mengapa usaha tetap dapat bertahan?Strategi apa yang diterapkan parapengusaha dalam mempertahankankelangsungan usaha?

Salah satu upaya yang diterapkandalam mempertahankan kelangsunganusaha adalah menekan upah buruhserendah mungkin. Tabel 6. memuat

upah rata-rata per hari menurut usaha.Rata-rata upah harian lebih tinggi diBatur daripada di Semanu. Demikianjuga upah borongan jauh lebih tinggi diBatur daripada di Semanu. Tetapi upahborongan tidak lazim dilakukan diSemanu. Di Batur pada umumnya upahborongan ditemui pada industri corlogam dan tekstil. Di industri eor logampekerjaan borongan, terutamadilakukan oleh tenaga setempat (tenaga

TABEL 4.PROPORSIPENGUSAHAYANG PERNAH MENGEMBANGKAN USAHAINDUSTRI

DIBATUR DAN SEMANU

Pernah mengembangkan Batur Semanu

Pernah 38 40

Tidak/Belum 62 60

Jumlah % 100 100

N 100 100

Sumber: Data Survai Industri, 1993-

46

Populasi, 4(1), 1993TABEL5.

PROPORSIPENGUSAHAYANG PERNAH MENAMBAHALAT PRODUKS1DIBATUR DAN SEMANU

Pernah menambah Batur (%) Semanu (%)

Pernah 49,3 21,4

Tidak 50,7 78,6

Jumlah % 100 100

N 69 66

Sumber: Data Survai Industri, 1995.

pengecor). Pekerjaan ini termasukpekerjaan terampil karena tidak setiaporang dapat melakukannya. TenagapengecordariDesaBaturbekerjasecaraberombongan dan dalam bekerjamereka pindah dari satu perusahaan keperusahaan yang lain. Pada musimbanyak pesanan tenaga pengecor inisangat dibutuhkan dan bahkan kadang-kadang kekurangan. Tidak mengheran-kan bila upah mereka relatif tinggi biladibandingkan dengan pekerja harian.

Bila rata-rata upah di Batur dan diSemanu dibandingkan dengan rata-rata

kebutuhanfisik minimumpekerja lajangternyata upah hanya dapat mencukupisekitar 80 persen rata-rata kebutuhanfisik minimum pada tahun 1990 diJawaTengah dan Yogyakarta. Di Batur rata-

rataupahper bulansekitar Rp 57.668,00sedang rata-rata kebutuhan fisikminimum pekerja lajang tahun 1990sebesar Rp 70.578,00. Di Semanu rata-

rataupahperbulansekitar Rp49.920,00sedang rata-rata kebutuhan fisikminimum pekerja lajang tahun 1990 diYogyakarta sebesar Rp 61.250,00.Dengan perhitungan rata-rata kebutuh¬an fisik minimum pekerja lajang sajatampak bahwa upah dikedua desa tidakmencukupi, apalagi dengan kebutuhan

fisik minimum keluarga dengan 2 atau 3anak. Dengan upah seperti itu tentunyakondisi kehidupan buruh banyak yangkurang memadai. Untuk mengatasikekurangan upahbanyak pekerjamasihberhubungan dengan daerah asal.Sebagian besar buruh tidak membawakeluarga ke tempat bekerja. Untukmenekan biaya hidup mereka tinggal ditempat kerja yang disediakan olehperusahaan dengan kondisi kurangmemadai. Ada juga yang bersama-samapekerja (2atau3 orang) menyewakamardi rumah-rumah penduduk denganfasilitas seadanya. Berbagai upayadilakukan pekerjauntuk menekan biayahidup agar upah dapat mencukupikebutuhan hidup di tempat kerja dandikirim ke desa. Di samping itu,pengusaha melakukan berbagai strategidan upaya dalam menekanupah buruh.Beberapa pengusaha mempekerjakananggota keluarga. Misalnya, usahakerajinan bambu, pembuatan tempe,pande besi banyak mempekerjakantenaga keluargatanpadiupah. Beberapapengusahamempekerjakan pekerjadaridaerah-daerah tergolongmiskindiJawa.Padaumumnyapekerjayangberasaldaridaerab-daerah itu bersedia dibayarmurah. Di Batur beberapa pengusaha

47

Populasi, 4(1), 1993

TABEL 6.RATA-RATA UPAH HARIAN PEKERJA MENURliTJENIS INDUSTRI

DIBATOR DANSEMANl!

Jenis industri Upah/Rp/hari Upahborongan/Rp/hari

Batur Semanu Batur Semanu

1. Pengolaban makanan 1917 1456 2214 -2. Anyaman/kerajinan - 2000 - 1325

3. Genting/tapel 2106 2000 4160 -4. Pandebesi - 2407 - -5. Cor logam 2318 - 7910 -6. Tekstil 2144 - 2009 -

Rata-rata 2218 1920 4888 1325

Sd 605 798 3736 -Sumber: Data Survai lndustri, 1993.

mempekerjakan pekerja yang berasaldari Gunung Kidul, Ponorogo, danPurwodadi. Kebanyakan pekerja asaldaerahitutergolongpekerjakasar (tidakterampil) karena sebagian besar adalahpetani gurem atau buruh tani. Padawaktu-waktu tertentu sebagian besarmasih bekerja di sektor pertanian. DiBatur pekerja yang masih melakukankegiatan pertanian sekitar 45 persensedang di Semanu sekitar 80 persen.Pada musim tanam dan panen banyakpekerja yang pulang ke desa untukterlibat dalam kegiatan pertanian. Jadi,dapat dikatakan babwa selainketerkaitankeruangandapat juga terjadiketerkaitan antara sektor industri danpertanian melalui kaitan ketenaga-kerjaan. Dalam hal mi sektor pertanianbertindak sebagai pemasok pekerja disektor industri. Proses ini dapat

membantu integrasi ekonomi. Namun,integrasi ini belum kuat karena strukturindustri masih lemah. Dalam kondisiindustri seperti itu sektor pertaniantampak memberikan sumbangan(berkorban) untuk industri.

Kesimpulan

Dalam penelitian ini kami telahmencoba membandingkan dua daerahpedesaan yang berbeda latar belakang-nya. Teruyata perbedaan konteksnyatidak menciptakan struktur sektorekonomi yang berbeda, baik dari segikondisisektor industrimaupundarisegiprospek perkembangannya. Hal inicukup menarik, apa lagi jika diingatkembali bahwa Kabupaten Klatensebagai pusat industrikecilseringdinilaisebagai contoh luar biasa yangmenunjuk ke masa depan ekonomi

48

PP KEPENDUDUKAN UGM

Populasi, 4(1), 1993

pedesaan Indonesia*. Secarakuantitatif,yaitu dari segi pertumbuhan jumlahperusahandantenagakerjayangterlibatdapat dikatakan bahwa Desa Batur(Kabupaten Klaten) dapat dikatakantelah mengalami industrialisasi. Akan

tetapi, industrialisasi, baik gaya Cepermaupun Semanu, belum mempunyaidampak pada modernisasi. Dilihatciri-ciri perkembangannya tampakmengalami involusi.

Ekonoim dua desa tersebut padaumumnyadansektor industrikhususnyabelum mencapai tingkat keterintegrasi-an yang berarti. Hubungan vertikalantaraperusahanindustrihampir belumada , baik dalam bentuk industri kecilberperan sebagai pemasok bahansetengahjadi bagiindustrisedang/besarmaupun dalam model 'bapak angkat', dimana perusahan besar menjadipelindung bagi perusahan kecil denganupaya mendorong perkembangannyaHal serupa dapat dikatakan terhadaphubungan antarsektor: dari seratus

perusahanyangditelitidiCeper baru 16persen mengambil bahan baku daripertanian atau menyediakan hasilproduksibagisektor primer. DiSemanufrekuensi interaksi antara sektor primerdan sekunder memang lebih tinggi (45persen), akan tetapi dalam kondisi dantaraf yang sangat sederhana. Ternyata,dalamproses industrialisasidiBaturdanSemanu kemajuan jarang dialami olehpara pengusaha yang bersangkutan: diCeper sekitar 69 persen pengusaha

"J

belum mengalami kemajuan, di Semanu51persen.

Dari uraian di atas dapatlahdisimpulkan bahwa kondisi sektorindustri di dua desa penelitian sangatlemah. Jumlah perusahaan dan tingkatpartisipasi angkatan kerja pada sektorindustri (terutama di Ceper dengansekitar 25 persen) belummencerminkanmodernisasi melainkan perlu dinilaisebagai perpanjangan kelemahan-kelemahan kondisi sektor pertanianyang telah mengalami involusi ke sektorindustri. Kerendahanpengetahuanparapengusaha tentang kualitas manajemenyang dituntut oleh ekonomi pasar,rendahnya mutu produk dan kualitastenaga kerja yang dibarengi denganmasalah akses terhadap modal darisistem perbankan dan lain-lainmenciptakansatuproses'industrialisasi'yang cenderung bersifat 'involutif,seperti yang dibicarakan oleh Geertz"pertumbuhan ke dalam". Ketidak-seimbangan antara peningkatan jumlahperusahaan (yang cenderung kurangbervariasidarisegi jenisproduk) denganjaringan pemasaran secara mutlakmenurunkan produktivitas, masalah inidapat dibuktikan terutama untukindustricor logamdi Ceper dansangkarburung di Semanu. Ketidakseimbangantersebut sekaligus melemahkan dayatawar-menawar bagiduakelompokyangbersangkutan; pertama bagi pengusahaterhadap pemesan/pengorder dalamproses penentuanbarga, dankeduabagi

Misalnya oleh mantan Menteri KLH Emil Salim. Dalam satu pidato yang disampaikanpada awal tahun 1990 beliau menegaskan bahwa "bila mau melihat masa depanIndonesia harus melihat ke Klaten".Hal ini mirip dengan data yang disedlakan Kantor Wilayah Departemen Perndustrian

Jawa Barat. DiJabar, dari jumlah keseluruhannya 171.532 unit industri keeilbaru 269telah memilikl keterkaitan dengan Industri berskala besar, jadi hanya sekitar 0.13persen.

49

Populasi, 4(1), 1993

kaum burub terbadap majikannya.Masaiah keketatan persaingan antara

perusahan semakin lama semakinmenciptakan d-ua gejala berikut;sebagian dari perusahaan akandidorongkepingir sampaibangkrut,dansekaligus pendapatan para pekerjacenderung jatuh ke bawah gariskemiskinan.

Implikasi kebijakan yang dapatdisarankan dari studi ini adalah perluada kebijakan yang dapat memperkuatstruktur industridi pedesaan. Salahsatu

cara yang dapat dilakukan adalahmemperkuat keterkaitan dan kerjasamaantarindustri dan antarsektor.Keintegrasian tampaknya tidak cukupkalau hanya mengandalkan padaprogram bapak angkat. Program bapakangkat perlu dikembangkan ke arahyang lebih merangsang perkembanganindustri kecil dengan memberikanbantuan pengembangan teknologi,perluasan pasar dan manajemen yangsesuai dengan ekonomi pasar. Programbapak angkat yang memberi bantuanmodal dan penyediaan bahan bakutampaknya akan menciptakanketergantungan yang pada gilirannyadapat menghambat perkembanganindustri. Di samping itu, kerja samaantarindustri melalui koperasi perluditinjau kembali. Sebab selama inikoperasi hanya menimbulkan konflikkepentingan dan persaingan antara

pengurus dan anggota. Dalam banyakkasus koperasi cenderung kurangmampu menyalurkan aspirasi dankepentingan anggota.

DAFTAR PUSTAKA

Asya'ri, M. 1993- "Koperasi industripedesaan: kasus koperasi industrilogam "Batur Jaya" perkembangandan permasalahannya", paperdisampaikan pada SeminarIndustrialisusidiPedesuanJawa,Yogyakarta, 15 Februari, PPK UGMbekerja sama dengan FESJakarta.

Boeke, J.H. 1953- Economics andeconomicpolicy ofdualsocieties.Haarlem.

Dahrendorf. 1986. Konflik dan konflikdalam masyarakat industri:sebuab analisa - kritik. Jakarta:Rajawali

Dunbam, David. 1991. Agriculturalgrowth and rural industry: somereflections on the rural growthlinkagedebate. Colombo: Instituteof Policies Study.

Geertz, C. 1976. lnvolusi pertanian;proses perubahan ekologi diIndonesia.Jakarta : Bhratara KaryaAksara.

Haggblade,S.,Hazell,P.,Brown,J. 1989."Farm-non farm linkages in ruralSub-Saharan Africa", WorldDevelopment,17 (8): 1173-1201

Haralambos, M. 1990, ed. Sociology.New Directions. Ormskirk:Lancashire.

Harriss, J. 1987. "Regional growthlinkages from agriculture",Journalof Development Studies, 23(2):275-289,January.

Manning, C. dan Tadjuddin N. Effendi,eds. 1985- Urbanisasi,pengangguran, dan sektorinformal di Kota. Jakarta:GramediauntukYayasan Obor danPusat Penelitian KependudukanUGM.

50

Populasi, 4(1), 1993

Mellor, J.W. 1976. The economics ofgrowth: a strategy for India andthe devoleping world. Ithaca:Cornell University Press

Ranis, G., Steward, F., Edna, A.R. 1989.:Linkages in development: aPhilippine case study. (Manila:Phillipine Institute forDevelopment Studies. WorkingPaper Series No. 89- 02).

Roberts, B. 1978. Cities ofpeasants; thepoliticaleconomy ofurbanizationin the Third World. London.

Sutcliffe, R.B. 1971. Industry andunderdevelopment. London.

tI

Thee KianWie. 1988. IndustrialisasidiIndonesia; analisis dan catatankritis.Jakarta.----------. 1992. Dialog kemitraan danketerkaitan usaha besar & kecildalam sektor industripengolahan.Jakarta: Gramedia

Field, D. 1983- "Industrial production:factories and workers", dalamThird world studies: making aliving:production andproducersin the thirdworld. Block 3

51