DIREKTORAT PENGAWASAN SUMBER DAYA PERIKANAN · PDF file1 Disampaikan Dalam Seminar Nasional...
Transcript of DIREKTORAT PENGAWASAN SUMBER DAYA PERIKANAN · PDF file1 Disampaikan Dalam Seminar Nasional...
1
Disampaikan Dalam Seminar Nasional Hukum Laut Di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya Tanggal 22 September 2014
DIREKTORAT PENGAWASAN SUMBER DAYA PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices
including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region
2
2
Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices
including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region
3
Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan yang
- Dilakukana oleh orang atau KIA pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara, tanpa izin dari negara tersebut dan/atau bertentangan dg. peraturan per-UU-an yang berlaku;
- bertentangan dg. peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;
- dilakukan oleh kapal perikanan yang mengibarkan bendera suatu negara yg. menjadi anggota RFMOs, tetapi beroperasi tidak sesuai dg. ketentuan pelestarian dan pengelolaan [CMM] yang diterapkan oleh organisasi tsb. atau ketentuan hukum internasional yg. berlaku.
Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan yang
- tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang berwenang;
- tidak sesuai dengan peraturan per-UU-an nasional;
- dilakukan di area yang menjadi kompetensi RFMOs, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut.
Unregulated fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan yang
- pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut, dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung-jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan SDI sesuai hukum internasional;
- pada area yang menjadi kewenangan RFMOs, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.
3
Indonesian Exclusive Economic Zones
Territorial Waters
DJ PSDKP & POLAIR DJ PSDKP & TNI-AL
Dikoordinasikan oleh BAKORKAMLA
X
v
x
x
Perairan Teritorial
DJ PSDKP- RFMOs
X x
Zona Ekonomi Eksklusif Laut Lepas
KII Skala Kecil [± 95%]
KII > 5 %
KIA
KIA Berbendera Indonesia/KII Berbendera Ganda/KII tetapi sejatinya KIA
Perairan Kepulauan
v
v x v
PETA KERAWANAN PELANGGARAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
Tingkat Pelanggaran
4
ASAL KAPAL PERIKANAN
KIA berbendera Indonesia beroperasi secara ilegal, di WPP-
NRI dan/atau di Laut Lepas
Pemalsuan Dokumen (dua kapal perikanan dengan nama dan
nomorlambung yang sama)
5
KIA dengan nama Indonesia beroperasi secara ilegal di WPP-NRI dan/atau Laut Lepas
... lanjutan
1. Reviu dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan
2. Penguatan unit-unit pelaksana teknis pengawasan
3. Penguatan kapasitas pengawas perikanan dan PPNS perikanan
4. Kerjasama Regional:
a. Menjadi anggota Organisasi Pengelo-laan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Organizations/ RFMOs): IOTC, CCSBT, WCPFC, IATTC
b. Membentuk Regional Plan of Action (RPOA)* to promote responsible fishing practices including combating IUU fishing
5. Berpartisipasi aktif dalam fora-fora Perikanan Regional dan International (ASEAN-SEAFDEC, APEC, CTI-CFF, IORC, FAO, dll.)
6. Menerapkan ketentuan-ketentuan konservasi dan pengelolaan perikanan [EC regulation, PSMA, dll.]
1. Mengimplementasikan MCS secara konsisten: VMS*, Observer, Logbook, Port Inspection
2. Melaksanakan pemeriksaan kapal perikan-an: before fishing, while fishing, during landing, and post landing
3. Membangun infrastruktur pengawasan 4. Mendorong pengembangan Integrated
Surveillance Systems, termasuk menggalang pertukaran data dan informasi antar instansi terkait
5. Memfasilitasi dan membina kelompok masayarat pengawas [POKMASWAS]
6. Operasi gabungan pengawasan di laut dengan institusi-institusi terkait
7. Coordinated patrol, Data Exchange dengan beberapa negara tetangga
8. Bersama-sama MA membangun 10 (sepuluh) Pengadilan Perikanan
6
UU no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana diubah dengan UU no. 45 tahun 2009:
- Pasal 66 ayat (1): Pengawasan perikanan dilakukan oleh Pengawas Perikanan;
- Pasal 66 ayat (2): Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan per-UU-an di bidang perikanan
- Pasal 66 A ayat (1): Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 merupakan PNS yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
- Pasal 66 B tentang lokus pelaksanaan tugas Pengawas Perikanan
- Pasal 66 C tentang kewenangan Pengawas Perikanan
- Psal 69 tentang Kapal Pengawas Perikanan
UNCLOS, 1982: Negara pantai (coastal states) mengelola SD perikanan di perairan jurisdiksinya dan mendukung pengelolaan SD perikanan di laut lepas
FAO, Code of Conduct for Responsible Fisheries [CCRF], 1995: semua Negara mendukung perikanan yang bertanggung-jawab dengan melaksanakan Monitoring, Control, and Surveillance [MCS].
FAO, International Plan of Action (IPOA) to Prevent, Deter, and Eliminate IUU Fishing, 2001: semua Negara mendukung pem-berantasan IUU fishing dengan MCS, mulai dari keberangkatan, selama melakukan penangkapan ikan, saat kembali ke pelabuhan, ketika melakukan pendaratan hasil tangkapan, sampai ke tujuan akhir.
FAO, Compliance Agreement, 1993: negara bendera [flag states] mendukung pengelolaan SD perikanan di laut lepas dengan MCS.
FAO, Fish Stocks Agreement, 1995: Negara pantai mendukung pengelolaan SD perikanan bermigrasi jauh (highly migratory) dan bermigrasi menengah (straddling migratory) dengan sistem MCS.
FAO, Port State Measures, 2005: Negara pela-buhan harus menolak pendaratan tangkapan ikan hasil IUU fishing di pelabuhannya. Negara pelabuhan mengimplementasikan MCS untuk menunjukkan hasil tangkapan ikan yang didaratkan di pelabuhannya bukan merupakan hasil kegiatan IUU fishing.
FAO, Global Record on Fishing Vessels and Refrigerated Supply and Transport Vessels: Sertifikasi Hasil Tangkapan (catch certification).
7
KETAATAN PELAKU USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN TERHADAP KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
KETAATAN PENANGKAPAN IKAN
KETAATAN PEMBUDIDAYAAN
IKAN
KETAATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL
PERIKANAN
KETAATAN PENGELOLAAN
WP3K
KETAATAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA
KELAUTAN BEFORE fishing
WHILE fishing
DURING landing
POST landing
Ketaatan kapal perikanan thd. ketentuan SIPI/SIKPI, SPKP, API/ABPI, ABK dalam rangka penerbitan surat laik operasi [SLO], sebagai dasar penerbit-an SPB oleh Syahbandar
Ketaatan kapal perikanan thd. ketentuan SIPI/SIKPI di laut, SPKP, kesesuaian fishing ground, API/ABPI, transhipment
• Ketaatan kapal [HPK] saat kedatangan: kesesuaian jenis ikan, API/ ABPI]
• Verifiikasi SHTI
Ketaatan UPI thd. Ketentu-an perijinan
UPI
IMPORTASI ikan
ZAT-ZAT berbahaya [formalin, dll.]
Ketaatan pelaksanaan im-portasi ikan dengan ketentuan perijinan
Pemeriksaan penggunaan formalin dan bahan berbahaya lainnya
• Pengawasan ketaat-an pengelolaan kawasan konservasi
• Pengawasan perdagangan spesies ikan yang dilarang [CITES]
• Pengawasan pen- cemaran wilayah pesisir dan laut
• Ketaatan Survey dan Pengangkatan BMKT
• Ketaatan peredaran garam Impor
• Ketaatan pemanfa-atan SD Kelautan lainnya
PERENCANAAN WP3K
PEMANFAATAN WP3K
• Pengawasan kese-suaian pemanfaatan WP3K dengan doku-men perencanaan
PEMANFAATAN sumber daya kelautan
Penambangan di pesisir dan laut
Pengawasan kegi-atan penambangan • Pasir laut • Pasir besi
• Ketaatan usaha budidaya thd. Ketentuan perijinan
LOKASI budidaya
PENGANGKUTAN ikan hasil budidaya
• Pemeriksaan SIKPI • Pemeriksaan jenis
dan jumlah ikan di pelabuhan entry dan exit
• Operasi kapal pengangkut ikan
INPUT budidaya
• Ketaatan kapal perikanan thd. Ketentuan kemitraan dengan UPI
• Pengawasan peredar-an pakan ikan dan OIKB
IKU KKP
PEMANTAUAN OPERASIONAL PENGAWASAN
PENANGANAN PELANGGARAN
PENGAWASAN SD PERIKANAN
PENGAWASAN SD KELAUTAN
OPERASI KAPAL PENGAWAS
PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA
PENGAWASAN
BAKORKAMLA, TNI-AL, POLAIR
PENEGAKAN HUKUM
PENUNTUTAN. PENERAPAN
SANKSI HUKUM
DJ PT: SIPI/SIKPI
DJ PB: IJIN BUDIDAYA IKAN
DJ P2HP:IJIN IMPORTASI IKAN
KEMENDAG: IZIN IMPORTASI GARAM
DJ KP3K: IJIN SURVEY DAN
PENGANGKAT-AN BMKT DJ KP3K: DOKUMEN
PERENCANAAN PWP3K
DJ PSDKP
BKIPM : SURAT PELEPASAN
& IJIN DISTRIBUSI
TERTIB PELAKSANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
14
KEJAGUNG & MA
14
UPT PENGAWASAN SDKP
8
1. Menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan dari kegiatan ilegal dan kegiatan yang merusak SD ikan dan lingkungannya EKOLOGI/LINGKUNGAN
2. Menjaga keberlanjutan matapencaharian masyarakat dari persaingan yang tidak seimbang SOSIAL
3. Mendukung peningkatan ekonomi nasional dari sektor kelautan dan perikanan EKONOMI
15
Mewujudkan TERTIB HUKUM pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan/pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, dalam rangka:
MCS [ K E P M E N n o . K E P. 5 0 / M E N / 2 0 1 2 t e n t a n g N P O A 2 0 1 2 - 2 0 1 6 ]
MONITORING SURVEILLANCE CONTROL
KKP (BALITBANG KP) KOMNAS
KAJISKAN
• KKP (DJ PT)
• KEMHUB (DJ
HUBLA)
•TNI AL •POLAIR •KKP(DJ PSDKP) •Bakorkamla •MA •KEJAGUNG
Data bio-fisik perikanan dan lingkungannya
• KKP(DJ KP3K) • INSTANSI
TERKAIT LAINNYA
Perlindungan, Konservasi, dan Rehabilitasi
Perizinan
Pemantauan VMS dan Penegakan Hukum
Penanganan Pelanggaran
SLO SKAT
Pengaturan Pengelolaan
Data sosial ekonomi
Data
Statistik
Kebijakan Pemanfaatan KKP (MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
VMS, SIGHTING
OBSERVER, LOG BOOK, PORT INSPECTION
S
T
O
C
K
A
S
S
E
S
S
M
E
N
T
16
9
Faktor Eksternal
Faktor Masyarakat
Tujuan Masyarakat dan Sikap
Lobby Politik
Kepatuhan atau Ketidak-
patuhan
Kendala Lingkungan
Hukum Internasio-
nal atau Kesepakat-an-kesepa-
katan
Kendala Pembia-
yaan
Input (Data)
Analisis
Saran
Pengam-bilan
Keputusan
Rencana Penge-lolaan
Implementasi
Informasi
Biologi
Informasi Ekonomi
Informasi Sosial
Informasi Pengelolaan Perikanan
Petugas Pengelolaan
Perikanan
Industri Perikanan
dan Masyarakat
Komite Pertimbangan
Perikanan
Rencana Pengelolaan Perikanan
Ketentuan-ketentuan
Pengelolaan Masyarakat
Pemantauan, Pengendalian,
dan Pengawasan
Peraturan Perun-dang-
undangan
Sistem Pengelolaan Perikanan
Pemerintah Industri
MENTERI PERIKANAN
PENGELOLAAN PERIKANAN DI TANAH AIR
A (DJ PT, BALITBANG KP)
B (DJ PT, DINAS KP)
C (DJ PSDKP)
• Data dari Logbook • Data dari
Observer • Data dari Riset • Statistik
• Penentuan alokasi ijin • Aturan pengelolaan
(ukuran jaring, mata jaring, musim penangkapan, dll.)
• Aturan lainnya (penda-ratan, dll.)
Penegakan Hukum
M, C dan S Analisa
Evaluasi
1. Jika A lemah, B akan lemah dan C menjadi kurang bermanfaat
2. Jika A kuat, B harusnya kuat dan C memberikan manfaat
3. Jika A kuat, B kuat dan C lemah, mendorong A dan B akan menjadi lemah
Sumber : Martosubroto (2012)
10
“M” pengumpulan, pengaturan dan analisis penangkapan ikan dan kegiatan yang terkait lainnya, termasuk namun tidak terbatas pada – hasil tangkapan, komposisi spesies, usaha penangkapan, hasil sampingan dari penangkapan ikan (by catch), hasil tangkapan yang dibuang (discards), wilayah operasi penangkapan ikan
“M”
Catch Kondisi oceanografi bagi sumber daya
ikan
Kondisi SD Ikan Fishing Efforts
Siapa?
Jumlah ikan ditangkap?
Fishing ground ?
Komposisi Species Yang Ditangkap?
Bagaimana?
Berapa lama?
Jumlah, type, jenis, ukuran kapal?
Jumlah dan type alat penangkapan ikan?
Biomasa species yang ditargetkan untuk ditangkap ?
Komposisi biomasa species tersebut ?
Status ekologi species yang ditargetkan untuk ditangkap?
Kecenderungan suhu, salinitas, arus dll. di lokasi penangkapan,
habitat, area pemijahan dan
pengasuhan dari species
“C” pembentukan aturan yang terdiri dari spesifikasi syarat dan ketentuan dimana sumber daya dapat ditangkap
INPUT Control (input control terkait dengan effort control)
Pembatasan jumlah kapal penangkap ikan
Pembatasan kapasitas kapal penangkap ikan
Pembatasan periode penang-kapan ikan
Pembatasan kapasitas tenaga mesin kapal penangkap ikan
Jumlah Total Usaha Penang-kapan yang diperbolehkan /Total Allowable Effort (TAE)
dll.
Pengendalian TEKNIS (Pengaturan Operasional)
Peraturan Alat Penangkap Ikan
Aturan pencegahan penangkapan ikan selama musim pemijahan
Pembentukan kawasan perlindungan pada lokasi pemijahan
dll
Pengendalian Output (terkait pembatasan apa
yang ditangkap)
Total Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan - Total Allowable Catch (TAC)
Kuota Individu yang dapat dipindahkan (IQ/ITQ)
dll.
11
“S” Pengecekan dan supervisi terhadap kegiatan penangkapan ikan serta kegiatan yang terkait dengannya dan memastikan bahwa aturan nasional, syarat dan kondisi serta aturan pengelolaan diobservasi. SULIT untuk mengendalikan kegiatan perikanan tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang tepat
BEFORE Fishing WHILE Fishing DURING Landing POST Landing
Pelaporan Hasil
Tangkapan
Logbook
Sistem Sampling: Pemeriksaan ikan yang didaratkan, diidentifikasi, dan ditimbang
Output control in place Invoice dari pembeli/pedagang
Laporan pembelian dari pabrik atau pembeli hasil tangkapan
Laporan hasil tangkapan dapat
dimanipulasi, namun informasi
penjualan menunjukkan jumlah hasil tangkapan
sebenarnya
Kapal Perikanan
Alat Penangkapan Ikan [ukuran mata jaring, type, jumlah]
Nepayan (fishing master, crews)
Dokumen Perijinan
Fishing ground
Observer Transshipment at sea
Transshipment
Metode (pair trawling, blast fishing, etc)
Effort control
3.3 Role in fisheries management Experience in these initiatives to date has
demonstrated a need for one agency to assume, or
be assigned, the lead for MCS activities to prevent
the confusion, duplication and associated
inefficiencies and extra costs of multi-agency
authorities. As fisheries have the greatest risk with
respect to mismanagement of renewable marine
resources and their habitat, it may be a
consideration that fisheries departments be
delegated this lead role in MCS matters.
3.3 Peran dalam pengelolaan perikanan Sampai saat ini, pengalaman dari inisiatif-inisiatif tersebut telah
menunjukkan suatu kebutuhan akan satu badan yang
diasumsikan, atau ditugaskan sebagai otoritas yang memimpin
pelaksanaan kegiatan-kegiatan MCS, untuk mencegah kerancuan,
duplikasi dan hal-hal lain yang menyebabkan inefisiensi dan
menyebabkan biaya ekstra dari banyaknya otoritas yang
menangani. Karena perikanan me-miliki risiko terbesar terkait
dengan kesalahkelolaan sumber daya laut dan habitatnya, kiranya
dapat dipertimbangkan agar departemen perikananlah yang
ditugaskan untuk berperan memimpin pelaksanaan MCS.
4.2.2 Roles and responsibilities ... Experience has noted however, that too many
priorities can result in the acquisition of capital
equipment which does not meet any function
appropriately, consequently, it is suggested that for
fisheries MCS activities, coordination be with other
ministries with fisheries-related interests, such as
coastal zone management and the marine
environment. There is also a very real requirement
to recognize that the ministry, or department, with
a considerable stake and interest in conservation
and sustainable use of ocean resources and their
habitat, is fisheries.
4.2.2 Peran dan tanggungjawab ... Pengalaman mencatat bahwa terlalu banyaknya prioritas dapat
menyebabkan akuisisi modal untuk peralatan tidak dapat
mencapai fungsinya secara memadai. Oleh karena-nya,
disarankan agar untuk kegiatan MCS perikanan, koordi-nasi
dengan berbagai kementerian yang memiliki kepenting-an
dengan perikanan, seperti pengelolaan wilayah pesisir dan
lingkungan laut. Terdapat juga kebutuhan riil untuk mengenali
bahwa kementerian, atau departemen, dengan suatu
kepentingan konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut dan
habitatnya secara lestari yang dapat dipertimbangkan, adalah
perikanan.
12
23
ILLEGAL FISHING
KIA
KII
di WPP-NRI
di WPP-NRI
di wilayah RFMOs
di Laut Lepas
Pemantauan menggunakan radar satelit. (belum dimiliki)
Pengamatan langsung di laut oleh Kapal Pengawas
Data radar dari instansi lain (belum dapat diperoleh)
Informasi dari POKMASWAS
Penghentian Pemeriksaan Ad Hoc Verifikasi Penyidikan Pemberkasan P-21
Di Darat, sebelum KII beroperasi: dokumen perizinan, aktivasi VMS, alat penangkapan ikan/alat bantu penangkapan ikan (API/ABPI) , dan komposisi ABK
Di Laut, saat KII beroperasi: Tracking VMS dan Pemeriksaan di laut (oleh Kapal Pengawas), dan informasi dari POKMASWAS
Di Darat, saat KII mendaratkan hasil tangkapan, melalui BA hasil pemeriksaan kapal (HPK) dan BA Verifikasi Hasil Tangkapan Ikan, untuk mendukung proses SHTI,
Di Darat, mengawasi distribusi hasil tangkapan, untuk memastikan pasokan bahan baku bagi UPI
Di Darat, sebelum KII beroperasi: dokumen perizinan, aktivasi VMS, alat tangkap, ABK
Di Laut, saat KII beroperasi: Tracking VMS, dan Informasi pelanggaran oleh KII dari RFMOs atau dari negara lain
Di Darat, saat KII mendaratkan hasil tangkapan, melalui BA hasil pemeriksaan kapal (HPK) dan BA Verifikasi Hasil Tangkapan Ikan, untuk mendukung proses SHTI.
Di Darat, mengawasi distribusi hasil tangkapan, untuk memastikan pasokan bahan baku bagi UPI
Kapal Perikanan Pelaku IUU Fishing
Remarks: - KII = Kapal Perikanan Indonesia -KIA = Kapal Perikanan Asing - *) per- 31 Juli 2014
TAHUN DIPERIKSA
[unit] DI AD HOC [unit]
KII KIA KII+ KIA 2005 344 91 24 115 2006 1.447 83 49 132 2007 2.207 95 88 183 2008 2.178 119 124 243 2009 3.961 78 125 203 2010 2.253 24 159 183 2011 3.348 30 76 106 2012 4.326 42 70 112 2013 3.871 24 44 68
2014* 1.153 14 9 23 JUMLAH 25.088 600 768 1.368
13
Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices
including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region
25
LATAR BELAKANG
Merupakan instrumen penanggulangan IUU fishing dengan menitikberatkan pada tindakan negara Pelabuhan (Port State);
Port State Measure (PSM) Agreement merupakan hasil FAO Conference 2009 yang ditanda-tangani oleh 23 Negara, termasuk Indonesia salah satunya;
Sampai saat ini terdapat 11 (sebelas) Negara yang telah meratifikasi dokumen ini, Indonesia sendiri saat ini sedang dalam proses untuk melakukan ratifikasi.
26
14
TINDAKAN PORT STATE DALAM PSM
PENOLAKAN UNTUK :
MEMASUKI PELABUHAN
MENGGUNAKAN PELABUHAN
MENERIMA PELAYANAN KEPELABUHANAN
INSPEKSI SECARA PENUH (FULLY INSPECTED);
TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM LAINNYA;
27
NEGARA YANG MERATIFIKASI
Ratifying Body Date of Ratification
Mozambique August 19, 2014
New Zealand February 21, 2014
Gabon November 15, 2013
Oman August 1, 2013
Seychelles June 19, 2013
Uruguay February 28, 2013
Chile August 28, 2012
Norway July 20, 2011
European Union July 7, 2011
Sri Lanka January 20, 2011
Myanmar November 22, 2010
DI ASIA TENGGARA BARU MYANMAR YANG TELAH MERATIFIKASI PSM AGREEMENT
15
KESIAPAN INDONESIA MERATIFIKASI PORT STATE MEASURE
29
DOKUMEN RATIFIKASI (DRAFT PERPRES)
DESIGNATED PORT
CAPACITY BUILDING BAGI PENGAWAS PERIKANAN & SYAHBANDAR PERIKANAN
30
DESIGNATED PORT
PPS. NIZAM ZAHMAN - JAKARTA
PPN. AMBON
PPS. PALABUHANRATU
PPS. BUNGUS - PADANG
PPS. BITUNG
16
LESSON LEARNED PSM
31
PADA TANGGAL 19 APRIL 2014 : MELALUI RPOA, INDONESIA MENERIMA NOTIFIKASI DARI AUSTRALIA FISHERIES MANAGEMENT AUTHORITY (AFMA) TERKAIT : FV. THUNDER (EX.WUHAN, EX KUKO)
KAPAL TERSEBUT MASUK DALAM IUU VESSEL LIST PADA COMMISSION FOR THE CONSEVATION OF ANTARTIC MARINE LIVING RESOURCES (CCAMLR)
PANTAUAN TERAKHIR BERADA DI 07⁰59’ LS - 093⁰38’ BT DENGAN KECEPATAN 12 KNOT DAN HALUAN 015⁰.
PANTAUAN TERAKHIR BERADA DI 07⁰59’ LS - 093⁰38’ BT DENGAN KECEPATAN 12 KNOT DAN HALUAN 015⁰.
FV. THUNDER DIPERKIRAKAN MENUJU INDONESIA
MV THUNDER
32
INFORMASI TERSEBUT DISAMPAIKAN KEPADA UPT/SATKER/POS PSDKP
TERKAIT
17
20 APRIL 2014
33
FV. THUNDER SANDAR DI PELABUHAN UMUM BENOA-BALI DILAKUKAN FULLY INSPECTED SESUAI PROSEDUR PSM
INSPEKSI FV. THUNDER
34
1. Data Kapal F/ V Thunder
Nama Kapal : F/V THUNDER
Kebangsaan Kapal : Nigeria
Nama Panggilan : 5 N T V
Tempat Pembuatan : Lagos
MMSI : 657603000
IMO : 6905408
GT : 1.175
NT : 388
P x L x D : 61,27 x 10,20 x 4,50 Meter
Crew List : 04 Orang Chili, 06 Orang Spanyol, 01 Orang Portugis, dan 28 Orang
Indonesia
Muatan Kapal : 205.683 Kgs (Ikan Beku)
Jurnal Penangkapan : 22 November 2012 – 19 April 2013
18
INSPEKSI FV. THUNDER
35
TINDAK LANJUT
Pada 22 April 2013 dilakukan koordinasi bersama antara Pengawas Perikanan dengan Bea dan Cukai, Administrator Pelabuhan Benoa, serta dihadiri Cindy Bravor (Manager International Engagement Foreign Compliance Operations), KP3 Benoa dan TNI AL Denpasar.
Pertemuan tersebut memutuskan bahwa F/V Thunder tidak diberikan ijin untuk bongkar hasil tangkapan serta sesegera mungkin meninggalkan Pelabuhan Benoa.
Administrator Pelabuhan Benoa menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut dengan menerbitkan SPB (Surat Persetujuan Berlayar) tertanggal 22 April 2013 pukul 12.00 Wita, dan kapal F/V Thunder meninggalkan Pelabuhan Benoa sekitar pukul 14.00 Wita.
36
19