Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf ·...

95
i Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012 Disusun untuk memenuhi syarat Memperoleh gelar Sarjana Humaniora Program Studi Sejarah Oleh: Davit Yuliyanto NIM 164314003 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf ·...

Page 1: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

i

Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 – 2012

Disusun untuk memenuhi syarat

Memperoleh gelar Sarjana Humaniora

Program Studi Sejarah

Oleh:

Davit Yuliyanto

NIM 164314003

PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2020

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

vi

Motto

Anything is possible for those who believe

¬Mark 9:23, This is Anfied-Kopites 13/14

Zhil do kontsa, umer kak geroy

`The International 2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga, terutama kedua Orangtua

yang telah memberikan segalanya, serta mereka yang telah berusaha

tetap mengangkat tentang kebenaran sejarah bagi keadaan bangsa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

viii

ABSTRAK

Davit Yulianto, Dinamika dan Tradisi etnis Cina Benteng 1966-2012. Skripsi.

Yogyakarta: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

2020.

Skripsi berjudul Dinamika dan Tradisi etnis Cina Benteng 1966-2012

bertujuan untuk meneliti perubahan dan perbedaan kehidupan masyarakat etnis

Cina Benteng dari segi ekonomi, kehidupan sosial, dan tradisi budaya, sejak era

Orde Baru, awal Reformasi, hingga tahun 2012 di wilayah Tangerang. Penelitian

ini menjawab tiga pertanyaan. Pertama, Bagaimana keadaan masyarakat Cina

Benteng dengan adanya kebijakan Asimilasi Orde Baru. Kedua, Bagaimana

keadaan masyarakat Cina Benteng akhir Orde baru dan awal Reformasi. Terakhir,

Apa dampak hadirnya Reformasi bagi masyarakat Cina Benteng.

Penelitian ini disusun berdasarkan metode sejarah, yakni pengumpulan

sumber, kritik sumber, interpretasi dan penulisan atau historiografi. Sumber yang

digunakan adalah buku maupun jurnal yang membahas etnis Tionghoa dan

berkaitan dengan keadaan pada era Orde Baru sampai era Reformasi, serta Koran

yang membahas etnis Cina Benteng di era Reformasi, dan wawancara dengan

berbagai tokoh yang sesuai dengan penelitian ini. Teori Identitas yang dicetuskan

oleh Peter J Burke dan Jan E. Stets, merupakan teori yang terkandung dalam

penelitian ini.

Pada era Orde Baru, seluruh etnis Tionghoa termasuk Cina Benteng

diwajibkan untuk melakukan asimilasi dengan masyarkat setempat, hal itu

dikarnakan terdapat permasalahan status kewarganegaraan, serta stigma buruk

terhadap etnis Tionghoa yang berujung tindakan diskriminasi semenjak Indonesia

sebagai negara yang merdeka hingga era Orde Baru. Tetapi, kebijakan asimilasi era

Orde Baru malah berujung pada kultur genosida terhadap kehidupan etnis Tionghoa

termasuk etnis Cina Benteng. Beruntung, pada era Reformasi kebijakan asimilasi

era Orde Baru berhasil dicabut oleh B.J Habibie dan Abdurrahman Wahid, sehingga

keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis

Cina Benteng di Tangerang menjadi salah satu wisata Nasional dalam

penyelenggaraan setiap tahunnya.

Kata Kunci: Cina Benteng, Orde Baru, Rerformasi, Tradisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

ix

ABSTRACT

Davit Yulianto, Dinamika dan Tradisi etnis Cina Benteng 1966-2012. An

Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department of History, Faculty of Letters,

Sanata Dharma University. 2020.

An undergraduate thesis entitled Dinamika dan Tradisi etnis Cina

Benteng 1966-2012 is aimed to investigate the changes and the differences in the

life of Benteng Chinese community in terms of economy, social life, cultural

traditions, since the New Order era, the beginning of the Reformation era, until the

year of 2012, in Tangerang (Indonesia). This research answers three questions.

First, how is the condition of Benteng Chinese community after the imposition of

the Assimilation policy in the New Order Era. Second, how are the condition of

Benteng Chinese community at the end of the New Order era and the beginning of

the Reformation era. Third, what is the impact of the Reformation era for the

Benteng Chinese community.

This work is arranged based on historical methodology, which applies the

method of heuristic (collecting sources), source critics, interpretation, and

historiography (writing). The primary source used for this research is taken from

books or journals that discuss the condition of the Chinese people in the New Order

era until the Reformation era, also the newspaper that discusses Benteng Chinese

ethnic, and interviews with various figures that suitable for this research. This work

conceives the theory of Identity which is popularized by Peter J Burke and Jan E.

Stets.

In the New Order era, all Chinese ethnic, including Benteng Chinese, were

required to do assimilation with the local community, it was because there were

problems with the citizenship status, also a stigma against Chinese that led to

discrimination since Indonesia became independent until the New Order era.

However, the assimilation policy of the New Order era ended in racial-based

genocide on the lives of Chinese ethnic including Benteng Chinese. Luckily, in the

Reformation era, the New Order policies were successfully revoked by B.J Habibie

and Abdurahman Wahid, and improved the condition and tradition of the Benteng

Chinese, even the celebration of the Benteng Chinese tradition in Tangerang

became one of the National Tourism in agenda each year.

Keyword: Cina Benteng, New Order, Reformation, Traditon

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

x

KATA PENGANTAR

Ucapan Syukur dan terima kasih saya haturkan kepada;

1. Kedua Orangtua saya yang selalu dan menanyakan kabar selama merantau

dan memberikan semangat serta doa selama proses perjalanan kuliah, sejak

awal kuliah hingga tahap akhir penelitian ini.

2. Terima kasih kepada seluruh jajaran Dosen yang mengajar di Prodi Sejarah

mendiang Dr. Lucia Juningsih, mendiang Heribertus Hery Santosa,

M.Hum., Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno M.Hum., Dr. Hieronymus

Purwanta M.A., Dr. FX. Baskara Tulus Wardaya, S.J., Heri Setyawan, S.J.

S.S., M.A., Dr. Yerry Wirawan yang sekaligus sebagai dosen pembimbing

skripsi dan Heri Priyatmoko M.A. yang sekaligus menjadi dosen

pembimbing akademik.

3. Mas Doni dan Mba Ninik sebagai Sekretaris Fakultas Sastra yang

membantu saya mempermudah hal-hal yang berurusan dengan Universitas.

4. Teman – teman sejarah angkatan 2016, Jeni, Veren, Fatin, Elma, Dab Alvin

Uchiha, Udin, Bayu, Bang Bogar, Anggi, Azzam, Mima, Nia, Naldo, dan

Yasti Inces.

5. Darren sebagai teman berdiskusi selama mengerjakan skripsi ini, serta

teman sejarah angkatan 2016 yang berasal dari Tangerang.

6. Pondok Nasa, Chamim, Iqbal alias Abeng, Wildan, Kristo, Titto, Yoga, Mas

Awan, Mas Afdal, sebagai teman kost yang mengisi hari-hari saya selama

di Yogyakarta.

7. Teman-teman kepompong, Ratri, Icun, Marfel, Matias, Satria, Memed,

Kwenia, Revo, Langit, Elly, Zenzen less than three, mbah Novan, Diana.

Mengisi hari-hari saya via chat maupun di kampus selama empat tahun.

8. Seluruh teman-teman sejarah angkatan 2013-2018, Bang Kevin, Mas

Berang, Mas Bimo, Bang Hendy, Kak Rosma, Kak Edut, Laili, Nita,

Claudia, Aldy, Eko, Mas Irawan, Suryo, Jelita, Sondang, Itok, Teto, Adrian,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

xi

Alvin, Kevin, Bangkit, Novita, Ziadhine, Aye, Nita, Petrus, Coco, Biagi,

Leo. Serta teman-teman yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

9. Lucas Bagas Pangestu yang menemani saya selama mencari data dan arsip

di Perpustakaan Banten maupun Perpustakaan Kabupaten Tangerang.

Seluruh orang yang mendukung, saya haturkan terima kasih. Tanpa

kebaikan dan dukungan mereka saya tidak akan bisa menyelesaikan

penelitian ini. Saya sadar bahwa penelitian ini masih terdapat banyak

kekurangan. Saya harap semoga penelitian ini dapat mendorong penelitian-

penelitian lain yang berhubungan yang akan melengkapi maupun

menyanggah.

Yogyakarta, 16 Juni 2020

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................... v

Motto ...................................................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ vii

ABSTRAK ........................................................................................................... viii

ABSTRACT ........................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

BAB I ...................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ......................................................... 9

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10

1.5 Kajian Pustaka ............................................................................................. 11

1.6 Landasan Teori ............................................................................................ 14

1.7 Metode Penelitian ........................................................................................ 17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

xiii

1.8 Sistematika Penelitian ................................................................................. 18

BAB II ................................................................................................................... 18

2.1 Pemerintahan Indonesia 1966...................................................................... 19

2.2 Menjadi bagian Indonesia............................................................................ 23

BAB III.................................................................................................................. 39

3.1 Akhir Orde Baru .......................................................................................... 39

3.2 Reformasi Indonesia .................................................................................... 46

BAB IV ................................................................................................................. 55

4.I Keadaan dan Tradisi ..................................................................................... 55

BAB V ................................................................................................................... 75

5.I Kesimpulan .................................................................................................. 75

5.2 Saran ............................................................................................................ 77

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumah etnis Cina Benteng di wilayah Mekarsari Tangerang ........................... 7

Gambar 2. Surat penetapan pergantian nama etnis Tionghoa ke nama Indonesia ............ 25

Gambar 3. Foto Gus Dur dengan bayangan sisik naga di Klenteng Boen San Bio ........... 41

Gambar 4. Perayaan Peh Cun di Sungai Cisadane ........................................................... 58

Gambar 5. Pengemis dadakan yang berada di Klenteng Boen Tek Bio ............................ 60

Gambar 6. Etnis Tionghoa yang berdoa di Prasasti Djamban dan membawa sesembahan

......................................................................................................................................... 62

Gambar 7. Kerusuhan saat penggusuran di Tangerang 2010 ............................................ 67

Gambar 8. Gotong Toapekong pada tahun 2012 .............................................................. 71

Gambar 9. Jl. Kisamaun yang menjadi Kawasan Kuliner. ............................................... 73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

1

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang Masalah

Setelah terbebas dari belenggu penjajahan Belanda dan Jepang, hadirlah sebuah

babak baru bagi seluruh masyarakat Indonesia, yaitu membangun negara merdeka.

Etnis Tionghoa yang menjadi bagian dari Indonesia turut ikut andil dari

perkembangan dalam membangun negara ini. Namun dalam perjalanan sejarahnya,

Indonesia mengalami beragam persoalan yang berkaitan dengan Suku, Agama, Ras,

dan Antar-golongan (SARA).1 Persoalan SARA menimpa etnis Tionghoa yang

berada di Tangerang, seperti yang terjadi pada tahun 19462 saat agresi militer dan

pada tahun 1965-1967 ketika banyak etnis Tionghoa yang dijadikan tawanan akibat

peristiwa G30S 1965 yang dianggap merupakan bagian dari komunis.3

Pada era pemerintahan Orde Baru (1966-1998), merupakan momen banyak

kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah yang dikhususkan terhadap etnis

Tionghoa. Kebijakan ini didasarkan agar terjadi pembauran dengan masyarakat

setempat dapat terjadi dengan lebih efisien dalam meninggalkan tradisi dari negera

leluhurnya yaitu Tiongkok. Karena jika etnis Tionghoa di Indonesia menjalankan

1 Asgart. sofian munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 2.

2 Remco Raben, Anti-Chinese Violence in the Indonesian Revolution,

Amsterdam:Netherlands Institute for War Documentation, 2006. Hlm 6.

3 Asgart. sofian munawar, Op Cit, Hlm 12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

2

kegiataan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa dari negeri leluhurnya,

ditakutkan dapat menimbulkan pengaruh psikologis, mental, dan moril yang kurang

wajar terhadap warga negara Indonesia.4 Pendapat itu dikarenakan terdapat stigma5

etnis Tionghoa ada hubungannya dengan Partai Komunis Indonesia dan didukung

dengan Tiongkok sebagai salah satu negara yang menganut paham ideologi

komunis. Selain itu Pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengklaim

bahwa seluruh penduduk keturunan Tiongkok di seluruh dunia (China Overseas)

adalah warga negaranya, dikarnakan Negara Tiongkok menganut ius sanguinis,6

sedangkan negara Indonesia menganut asas Ius Soli.

Sehingga klaim etnis Tionghoa berhubungan dengan Komunis sangatlah

dikhawatirkan, agar dapat mengatasi permasalahan tersebut, sejumlah tokoh

Tionghoa mendirikan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan

Indonesia) pada tahun 1954 yang bertujuan memecahkan persoalan status

4 Siew-Min Sai dan Chang-Yau Hoon, Chinese Indonesians Reassessed,

Routledge, 2013, Hlm 212.

5 Stigma masyarakat Indonesia pada etnis Tionghoa faktanya juga sudah hadir dari

zaman Perang Jawa. Peperangan yang dipimpin oleh Diponegoro (1825-1830), salah satu

tokoh islam yang digelari pahlawan Indonesia juga tidak terlalu menyukai kehadiran etnis

Tionghoa. Sikap Diponegoro yang demikian itu berasal dari salah satu episode

peperangannya yang terjadi tepat sebelum kekalahannya yang menyedihkan di Gawok (di

luar Surakarta) pada 15 Oktober 1826. Diponegoro melarang para komandannya untuk

mengadakan hubungan akrab dengan orang-orang Tionghoa. Secara khusus, ia melarang

mereka mengambil penduduk sipil perempuan Tionghoa peranakan untuk dijadikan

gundik. Hal tersebut dikarenakan, menurut Diponegoro, persekutuan-persekutuan yang

demikian itu akan membawa malapetaka (sial) kepada mereka. Lihat, Peter Carey. Orang

Cina, Bandar Tol, Candu, dan Perang Jawa, perubahan persepsi tentang cina 1755-1825,

Depok: Komunitas Bambu, 1984. Hlm. 3-4.

6 Hal itu tertuang undang-undang pemerintah Manchu pada dinasti Qing pada

tahun 1909, Lihat, Shintia Astiagyna, “Perjanjian Dwikewarganegaraan:Kehidupan Etnis

Tionghoa di Glodok (1955-1969)”, Skripsi, Yogyakarta, Universitas Negri Yogyarkarta,

2012, Hlm 44.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

3

kewarganegaraan dan persoalan SARA yang terjadi pada masyarakat Tionghoa di

Indonesia. Baperki diketuai oleh Siauw Giok Tjhan (1914-1981), seorang politisi

Tionghoa senior saat itu. Baperki mengusulkan konsep Integrasi7 yang artinya

kebudayaan Tionghoa adalah salah satu bagian dari kebudayaan Indonesia.

Karenanaya dalam hal kewarganegaraan, semua orang Tionghoa adalah WNI

kecuali yang bersangkutan menolaknya, dan memilih tetap menjadi seorang Warga

Negara Tiongkok. Lawan dari Baperki adalah LPKB (Lembaga Pembinaan

Kesatuan Bangsa) yang didirikan pada tahun 1963. Berbalikan dengan Baperki,

LPKB berpendapat bahwa asimilasi8 adalah jalan penyelesaian masalah entis

Tionghoa di Indonesia. Maksud asimliasi di sini adalah agar masyarakat Tionghoa

melepaskan seluruh identitas budayanya di antaranya adalah mengganti nama

7 Mengutip, Hari Poerwanto, Asimilasi, Akulturasi, dan Integrasi Nasional,

Universitas Gadjah Mada:Jurnal Humaniora, Vol 11, no. 3 1999, Hlm 31. Menjelaskan

paham Integrasi lewat pemikiran tokoh Robert E Park yang mengatakan Integrasi adalah

proses di mana orang-orang dari beragam ras berasal dan warisan budaya yang berbeda,

menempati wilayah yang sama, dan mencapai budaya yang seimbang demi mencapatai

untuk mempertahankan eksistensi nasional.

8 Mengutip, Hari Poerwanto, Asimilasi, Akulturasi, dan Integrasi Nasional,

Universitas Gadjah Mada:Jurnal Humaniora, Vol 11, no. 3 1999, Hlm 31. Yang mengutip

Arnold M. Rose, asimilasi adalah tindakan mengadopsi budaya yang berasal dari kelompok

atau golongan lain, tetapi orang atau kelompok yang ingin mengadopsi budaya baru, tidak

lagi membawa atau memiliki karakterisitik yang mengidentifikasi dirinya dengan budaya

sebelumnya yang dijalankan dan tidak lagi memiliki loyalitas khusus terhadap budaya

sebelumnya, atau dalan kehidupannya terdapat proses yang mengarah pada adopsi budaya

baru. Selain pendapat dari Arnold M. Rose, Hari Poerwatno juga mengutip Lois wirth,

Terkhusus di Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai suku bangsa,

juga teradapat klasifikasi golongan minoritas seperti Tionghoa, India, dan Arab. Terdapat

kebijakan asimilasi yang diprakarsai oleh Lois Wirth didalam tulisanya The Problem of

Minorty Groups, Kebijakan yang bersifat asimilasionis lebih menekankan agar para

anggota minoritas di suatu negara bergabung kedalam masyarkat lebih luas dengan cara

melarang kebudayaan mereka dan mengharuskannya mengadopsi sistem nilai dan gaya

hidup kelompok mayoritas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

4

Tionghoa ke nama-nama yang tidak berbau Tionghoa9 dan kawin campur dengan

masyarakat non Tionghoa. Dengan demikian, golongan Tionghoa diharapkan tidak

lagi bereksistensi sebagai golongan terpisah dari golongan mayoritas. Dengan

begitu LPKB percaya akan lenyapnya diskriminasi rasial pada golongan

Tionghoa.10 Tentu, kelompok Baperki menentang keras konsep asimilasi LPKB

ini.11

Persoalan stigma yang menimpa masyarakat etnis Tionghoa semakin bertambah

berat seperti penulis singgung di atas yaitu setelah Peristiwa G30S/65, akibat

Peristiwa tersebut terjadi kerusuhan di Makasar, Medan, dan Jakarta pada tahun

1966-1967.12 Baperki sendiri menjadi organisasi terlarang karena dianggap

mendukung kelompok Kiri.

Pemerintahan Orde Baru yang menggantikan pemerintahan Sukarno

menerapkan politik asimilasi LPKB. Dalam kerangka tersebut Pemerintah Orde

Baru menerbitkan berbagai kebijakan asimilasi. Salah satu dari kebijakan yang

mereka keluarkan adalah Inpres No 14 tahun 1967,13 tentang Agama Kepercayaan

9 Pada 1966, terbitlah putusan pemerintah yang mengharuskan seluruh etnis

Tionghoa membuat nama baru, uniknya nama – nama baru tersebut masih mencerminkan

nama mereka. Contoh Kan Liang Lie menjadi (RamLi Sukanta) baca Stuart. W Grief,

WNI; Problematik Orang Indonesia asal Cina, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991. Hlm

xvii. Lihat juga https://ngopijakarta.com/tionghoa-marga-dan-nama-sebagai-identitas/2/

diakses 09 Maret 2020, pukul 14.07 WIB.

10 Siauw Giok Tjhan dan Oey Hay Djoen, Sumbangsih Siauw Giok Tjhan dan

Baperki, Hasta Mitra, 2000, Hlm 23.

11 Ibid., Hlm 35.

12 Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta Selatan:

Transmedia Pustaka, 2008. Hlm 978-979.

13Berisi tentang peraturan bagi etnis Tionghoa yang mengikat Agama,

Kepercayaan, dan Adat Istiadat pada negeri leluhurnya, yang dalam manifestasinya dapat

menimbulkan pengaruh psikologis, mental dan moril yang kurang wajar terhadap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

5

dan Adat Istiadat Cina. Peraturan ini melarang semua bentuk ekspresi keagamaan

dan adat Tionghoa dimuka umum.14 Pemerintah juga menerapkan penggunaan

istilah pribumi dan non pribumi dalam setiap bidang termasuk ekonomi.15 Berbagai

kebijakan asimilasi ini mendapat tentangan keras dengan menyebutnya sebagai

kultur genosida.16

Tentu dampak dari kebijakan yang diterbitkan oleh Orde Baru yang

ditunjukan kepada etnis Tionghoa, juga dirasakan oleh etnis Tionghoa di

Tangerang, padahal menurut Wahyu Wibisana dalam bukunya yang mengutip dari

Kitab Sunda Tina Layang Parahyangan, eksistensi etnis Tionghoa yang berada di

Tangerang sudah menetap di Indonesia sejak pada tahun 1407.17 Melihat

panjangnya usia keberadaan orang Tionghoa di Tangerang maka dapat disimpulkan

warganegara Indonesia sehingga merupakan hambatan terhadap proses asimilasi, perlu

diatur serta ditempatkan fungsinya pada proporsi yang wajar. Dalam aturan itu, Soeharto

menginstruksikan agar etnis Cina yang merayakan perayaan agama atau adat istiadat tidak

mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga saja, sampai

pada akhir kebijakan tersebut dicabut pada era kepemimpinan Abdurrahman Wahid.

Cahyo. N Agus, Salah Apakah Gus Dur, IRCiSoD, Yogyakarta, 2014. Hlm 135.

14 Dalam kebijakan tersebut seluruh upaya cara keagamaan dan adat istiadat

Tionghoa hanya boleh dilaksanakan dalam lingkungan keluarga dan ruangan tertutup, Lihat

Inpres No.14 tahun 1967 pasal 1 dan pasal 2.

15 Kebijakan inilah yang memunculkan lahirnya istilah politik alibaba dalam

bidang ekonomi, yaitu orang keturunan tionghoa yang dilarang menjalankan bisnis ekspor

impor kemudian menempatkan seseorang nama pribumi sebagai pelaku bisnis (meskipun

tidak melakukan apa-apa) agar bisa menjalankan bisnis ekspor impor tersebut. Lihat

MN.Ibad, Bapak Tionghoa Indonesia, Yogyakarta:LKiS, 2012, Hlm 70. Dalam catatan

kaki nomor 22.

16 Asgart. sofian munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 27.

17 Wibisana Wahyu, Cinbeng; Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan,

Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 52. Selain dari buku Wibisana, penulis juga

menemukan penggunaan sumber dari kitab Sunda Tina Layang Parahyangan di Majalah,

Suarababa, Exploring the roots of Peranakan, November 2018, Hlm 41 dan juga di

Museum Benteng Heritage, Tangerang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

6

pembauran dan pembaharuan dengan masyarakat setempat sudah dipastikan

terjadi.18 Pembaharuan dan pembauran etnis Cina Benteng dengan masyarakat

setempat terjadi terutama dengan etnis Sunda (Jawa Barat) dan Betawi (Jakarta).

Hal ini dapat dilihat dari modifikasi tradisi mereka, salah satunya dalam pernikahan

tradisional etnis Cina Benteng, pengantin pria mengenakan khas pakaian Cina

sementara pengantin perempuan mengenakan pakaian dari etnis Betawi. Musik

yang dimainkan di pesta pernikahan, yang disebut Gambang Kromong, berasal dari

perpaduan antrara Jawa, Tionghoa, dan Sunda. Segi bahasa dalam berkomunikasi

tidak lagi menggunakan bahasa Tionghoa, Mereka memiliki dialek atau

pengucapan yang merupakan gabungan dari bahasa Tionghoa, Indonesia, Betawi

dan Sunda. Tetapi mereka tetap memiliki karakteristik sendiri dalam tradisi

Tionghoa, seperti upacara pernikahan, pemakaman, merayakan hari besar etnis

Tionghoa pada umumnya, seperti Imlek - Tahun Baru Cina, Cap Go Meh, dan Peh

Cun yang menampilkan festival seperti lomba perahu yang berada di Sungai

Cisadane.19

Etnis Tionghoa bukanlah satu masyarakat etnis yang homogen. Anggapan yang

melihat masyarakat etnis Tionghoa sebagai kelompok orang kaya, sombong, putih,

dan eksklusif20 tidak terlihat pada masyarakat Cina Benteng. Etnis Cina Benteng

yang bermukim di wilayah Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang justru hidup

18 Sholahudin Al Ayubi, “Pembauran Dalam Masyarakat Majemuk di Banten”,

Jurnal IAIN Sultan Maulana Hassanuddin Banten, Volume 10, No. 2, Desember 2016,

Hlm, 316.

19, Billy Nathan Setiawan, “Cina Benteng: The Latest Generations And

Acculturation”, Jurnal Lingua Cultura, Volume 09, No. 1 Me 2015, Hlm 37.

20 Asgart. sofian munawar, Op Cit Hlm 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

7

dengan penuh kesederhanaan yang pada umumnya hampir sama dengan masyarakat

non Tionghoa setempat. Kesamaan tersebut juga terlihat dari segi mata

pencaharian, kondisi rumah, status sosial. Bahkan dapat dibilang etnis Cina

Benteng adalah salah satu etnis Tionghoa yang memiliki karakteristik yang sama

dengan masyarakat setempat.21 Karena mereka memang sudah berbaur dengan

masyarakat setempat, sehingga tidak ada pembatas yang memisahkan antar etnis

Cina Benteng dengan masyarakat non Tionghoa lainnya, bahkan warna kulit dari

etnis Cina Bentengpun juga sama dengan masyarakat setempat yang mayoritas

kulitnya berwarna coklat kehitaman.22

Gambar 1. Rumah etnis Cina Benteng di wilayah Mekarsari Tangerang

Sumber : http://abouttng.com/begini-kisah-asal-muasal-warga-china-benteng/

21 Euis Thresnawaty S , Sejarah Sosial-Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang, Jurnal,Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Patanjala Vol. 7 No. 1 Maret

2015, Hlm 49 – 64.

22 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang, 26 Januari 2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

8

Pemukiman Tionghoa di Tangerang disebut juga Benteng.23 Karenanya etnis

Tionghoa yang menetap di Tangerang disebut dengan panggilan Cina Benteng. Dari

nama ini kemudian disingkat, seperti yang disebutkan Wahyu Wibisana, yaitu

panggilan Cinbeng24 dan Sofian Asgart menyebutnya dengan panggilan Cibet.25

Namun dari berbagai informasi yang penulis dapat, sebagai penduduk dari Warga

Kota Tangerang, etnis Tionghoa di Tangerang lebih dikenal sebagai Cina Benteng

(Ciben).

Setelah runtuhnya era Orde Baru dan dilanjutkan era Reformasi, berbagai

kegiatan etnis Tionghoa dalam kegiatan keagamaan maupun tradisi dapat dilakukan

dengan lebih leluasa. Bahkan kegiatan tradisi etnis Cina Benteng di Tangerang

sudah dinikmati dan diterima oleh masyarakat setempat, yang setiap kali dirayakan,

menjadi salah satu destinasi wisata pilihan setiap tahunnya bagi daerah Kota

Tangerang. Maka pengakuan kehadiran kebudayaan etnis Cina Benteng, sesuai

dengan salah satu konsep Integrasi milik BAPERKI.26

23 Hal ini dikarnakan pada masa pemerintahan Belanda, di kota Tangerang tepatnya

berada di pinggir sungai Cisadane. Terdapat Benteng Belanda yang dibangun sebagai pos

pengamanan guna mencegah serangan yang datang dari Kesultanan Banten, Benteng

tersebut merupakan pos terdepan bagi pertahanan Belanda di pulau Jawa di bagian sisi

Barat. Lihat, Muhamad Arif, Model Kerukunan Sosial pada Masyarakat Multikultural

Cina Benteng, Jurnal, Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014. Hlm 58.

24 Wahyu Wibisana dalam tulisannya, Lihat Wibisana Wahyu. 2016. CINBENG,

Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan. Pustaka Klasik. Tangerang.

25 Asgart. sofian munawar. 2006. Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang:

potret pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006.

26 Sholahudin Al Ayubi, “Pembauran Dalam Masyarakat Majemuk di Banten”,

Jurnal, IAIN Sultan Maulana Hassanuddin Banten, Volume 10, No. 2, Desember 2016,

Hlm, 339. Baca juga Budi Sulistyo, Marsela Fitri Anisa, Pengembangan Sejarah dan

Budaya Kawasan Cina Benteng Kota Lama, Tangerang, Jurnal Planesa Volume 3, Nomor

2 November 2012, Hlm 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

9

Penelitian ini terfokus pada dampak yang terjadi terhadap kehidupan etnis

Tionghoa dengan hadirnya kebijakan asimilasi oleh pemerintah Orde Baru. Penulis

juga akan memperhatikan fakta yang terjadi sebaliknya seperti budaya tindakan

diskriminasi.

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Pembatasan periode diawali dari tahun 1966 hingga 2012. Periode ini

menggambarkan tentang perubahan dinamika dan tradisi etnis Cina Benteng

semenjak pelarangan hadir dimuka umum oleh kebijakan era Orde Baru hingga

pada akhirnya diperbolehkan atas dukungan Presiden ketiga Bacharuddin Jusuf

Habibie (1936-2019) dan Prsiden keempat K.H Abdurrahman Wahid (1940-2009)

disertai berbagai kebijakan yang mendukung kehadiran etnis Tionghoa di Indonesia

sebagai bagian Warga Negara Indonesia.

Sedangkan batasan wilayah penelitian ini adalah etnis Cina Benteng di Kota

Tangerang dan sekitarnya. Khususnya beberapa tempat yang sebagian besar

penduduknya merupakan etnis Cina Benteng seperti di daerah Neglasari, Pasar

Baru, Pasar Lama, Karawaci, Kampung Melayu, dan Teluk Naga yang merupakan

pusat tempat tinggal dan aktivitas etnis Cina Benteng.

Sehingga dari latarbelakang dan ruang lingkup penelitian tersebut

memunculkan tiga pertanyaan penelitian, yaitu;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

10

1. Bagaimana keadaan etnis Cina Benteng dengan adanya kebijakan Asimilasi

Orde Baru?

2. Bagaimana keadaan masyarakat Cina Benteng akhir Orde baru dan awal

Reformasi?

3. Apa dampak hadirnya Reformasi bagi etnis Cina Benteng?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara garis besar, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perubahan dan perkembangan kehidupan masyarakat etnis Cina Benteng dari segi

kultur, ekonomi, kehidupan sosial, dan tradisi budaya, pada era Orde Baru, awal

Reformasi, hingga tahun 2012 di wilayah Tangerang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memberi informasi

dan pemahaman bagaimana perubahan kehidupan etnis Cina Benteng dari segi

ekonomi, kehidupan sosial, dan tradisi budaya. Penelitian ini bermanfaat untuk

memberikan edukasi atau pengetahuan bagi seluruh masayarakat Indonesia secara

mendalam mengenai etnis Cina benteng yang selama ini terkenal sebagai etnis

Tionghoa yang terpinggirkan. Dengan begitu berharap penelitian ini dapat

melengkapi kajian sejarah etnis Tionghoa sebelumnya.

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah, menjelaskan bagaimana

pembauran secara sempurna antara etnis Tionghoa dengan masyarakat setempat.

Sehingga, secara langsung, meningkatkan toleransi dan memperluas informasi

kegiatan budaya Tionghoa kepada masyarakat umum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

11

1.5 Kajian Pustaka

Telah banyak penelitian yang membahas tentang keadaan etnis Tionghoa di

Indonesia di masa pemerintahan Orde Baru serta saat berakhirnya Orde Baru serta

di awal era Reformasi ketika kebebasan mulai dapat dirasakan oleh etnis Tionghoa.

Singkatnya skripsi ini ditulis sebagai usaha untuk melengkapi kajian tentang

kehidupan etnis Cina Benteng, dengan sudut pandang tentang keadaan mereka

semenjak era Orde Baru sampai era Reformasi.

Ada beberapa kajian yang membahas tentang Cina Benteng sebagai salah

satu etnis Tionghoa di Indonesia yang sarat akan sejarah pada jaman transisi Orde

Baru menuju Reformasi. Pertama, buku karya Wahyu Wibisana, yang berjudul

Cinbeng: Eksistensi Peranakan Tionghoa Tangerang, Penerbit Pustaka Klasik,

Kota Tangerang, 2016. Buku ini membahas bagaimana perkembangan Etnis “Cina

Benteng” telah ada sejak 300 tahun lebih dengan interaksi sosial serta adaptasi

dengan keadaan masyarakat setempat. Dari penulisan tersebut tidak hanya dibahas

bagaimana Etnis Tionghoa yang ada di Kota Tangerang berkembang, tetapi juga

tentang permasalahan yang ada antara lain pembantaian oleh kolonial Belanda pada

tahun 1740 dan kerusuhan penggusuran 2010.

Buku ini membahas kehadiran etnis Cina Benteng di Tangerang dengan

pembahasan secara umum tradisi etnis Tionghoa. Dalam buku tersebut tidak

dijelaskan secara terperinci bagaimana dampak dari keadaan tradisi etnis Cina

Benteng terhadap hadirnya berbagai kebijakan era Orde Baru pada era Reformasi

kasus masyarakat Cina Benteng. Padahal perubahan dari era Orde Baru menuju era

Reformasi terlihat sangat berbeda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

12

Buku selanjutnya adalah karya MN. Ibad dan Akhmad Fikri Af berjudul

Bapak Tionghoa Indonesia, LKIS, Yogyakarta, 2012. Buku ini membahas

bagaimana peran K.H Abdurrahman Wahid yang memiliki pandangan universal

dan pluralisme, yang dinilai sebagai payung semua bangsa dan salah satunya bagi

etnis Tionghoa melalui Keputusan Presiden No.6 tahun 2000. Serta menjelaskan

asal muasal tokoh-tokoh islam yang ternyata juga ada garis keturunan Tionghoa,

termasuk dirinya sebagai seorang kiyai haji dan tokoh panutan di Indonesia.

Sayangnya dalam tulisan ini, tidak dibahas bagaiamana keadaan sebelum

etnis Tionghoa dalam kehidupan sosial di era Orde Baru. Buku ini hanya

menjelaskan secara singkat tentang era Orde Baru dengan sistem pemerintahan

yang bersifat otoriter.

Buku selanjutnya yang membahas mengenai Cina Benteng adalah, karya

Sholahudin Al Ayubi dan Ade Fakih Kurniawan Cina Benteng Antara Pluralitas,

Kesukubangsaan, dan Kepercayaan, FUD Press, Serang, 2009. Buku ini

menjelaskan secara terperinci mengenai keadaan etnis Cina Benteng. Termasuk

bagian kebijakan pemerintah terhadap kehadiran etnis Tionghoa baik pada era

pemerintahan Belanda maupun pada era Orde Baru dengan membahas pembauran

etnis Tiongho dalam hal ini penggunaan bahasa. Meskipun buku ini membahas

pembauran etnis Tionghoa dengan masyarakat setempat, sayangnya pembahasan

perkembangan tradisi pada era Reformasi masih sangat sedikit. Padahal perayaan

Peh Cun sebagai salah satu tradisi etnis Cina Benteng sudah masuk sebagai dari

destinasi wisata dan tempat terjadinya pembauran dengan masyarakat setempat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

13

Buku selanjutnya yang membahas mengenai etnis Tionghoa di Banten

adalah buku karya dari H.S. Suhaendi, dkk, Etnis Cina di Banten, LP2M IAIN

SMH, Banten, 2015. Buku ini membahas mengenai kehadiran etnis Tionghoa di

Banten dan kehidupan sosial, budaya seperti acara pernikahan, dan kepercayaan

orang Cina Benteng. Buku ini juga membahas adanya beberapa kebijakan era Orde

Baru dengan menjelaskan tentang masing-masing kebijakan tersebut.

Kekurangan dalam buku ini adalah tidak membahas secara terperinci apa

saja dampak dari masing-masing kebijakan yang diputuskan oleh era Orde Baru.

Hal tersebut sangat disayangkan mengingat kebijakan yang diterbitkan era Orde

Baru merupakan peraturan yang menutup kehidupan etnis Tionghoa dengan hanya

mengizinkan kegiatan perekonomian dibawah kontrol pemerintah dan kepercayaan

saja diharapkan agar bisa memilih agama diluar kepercayaan yang bersal dari

leluhur.

Karya penelitian lainya yang membahas mengenai kehidupan sosial etnis

Cina Benteng adalah artikel jurnal yang berjudul, Sofian Munawar Asgart,

Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret pembauran di tingkat lokal,

Kementrian riset dan teknologi, 2006. Penelitian ini membahas mengenai keadaan

etnis Tionghoa seperti pembantaian 1740, kemiskinan etnis Cina Benteng,

permasalahan SBKRI yang diterbitkan pada era Orde Baru, keadaan reformasi yang

mencemaskan seperti kejanggalan pada saat mengurus catatan sipil. Selain itu pada

jurnal ini juga dibahas tentang warisan era kolonial yang selalu memihak etnis

Tionghoa, sehingga berdampak pada tahun 1946 dengan terjadinya kerusuhan di

Tangerang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

14

Namun pembahasan mengenai etnis Cina Benteng dalam perayaan

tradisinya tidak dibahas secara maksimal. Jurnal ini membahas Festival Cisadane

sebagai pembauran secara luas antara etnis Tionghoa dengan masyarakat di

Tangerang. Namun pembahasanya mengenai tradisi dari etnis Cina Benteng hanya

digambarkan secara umum saja.

1.6 Landasan Teori

Teori Identitas merupakan teori yang mendasarkan bagaimana sebuah

kumpulan etnis atau kelompok yang bertempat tinggal di suatu lingkungan,

bagaimana mereka mengenyam pendidikan, mencari ekonomi bagi keluarga,

berkeluarga dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dengan kultur yang

terdapat di diri mereka masing-masing.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan mengenai situasi masyarakat etnis

Cina Benteng adalah Identitas Sosial oleh Peter J. Burke dan Jan E. Stets. Pada

tulisan yang berjudul “Identity Theory”, kedua tokoh ini mengatakan bahwa Teori

Identitas berusaha menjelaskan secara spesifik, makna yang dimiliki individu atas

berbagi identitas atau tradisi yang melekat dikehidupan mereka, diakui serta

dijalankan, dan bagaimana identitas atau tradisi ini bisa berhubungan dengan

masyarakat lainya, serta mempengaruhi, perilaku, pikiran, perasaan atau emosi

mereka, dan bagaimana identitas atau tradisi tersebut mengikat ke masyarakat yang

lebih luas.27

27 Peter J Burke dan Jan E. Stets, Identity Theory, New York:Oxford University

Press, 2009, Hlm 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

15

Dalam buku yang dituliskan oleh Peter J. Burke dan Jan E. Stets

menjelaskan bagaimana masyarakat merespon dalam mempertahankan dan

memverifikasi kehadiran meraka agar dapat dianggap oleh masyarakat luas.28

Landasan teori ini digunakan untuk melihat identitas dari masyarakat etnis Cina

Benteng di Tangerang. Mereka memiliki perbedaan dengan masyarakat asli

Tangerang yang mayoritas beretnis Sunda dan Jawa. Etnis “Cina Benteng”

memiliki identitas tersendiri dalam ruang lingkup sosial masyarakat yang luas,

terkhususnya Kota Tangerang yang diapit oleh dua etnis mayoritas lain, yaitu Jawa

dan Sunda. Di sini etnis Cina Benteng juga menunjukan ciri khas mereka sebagai

masyarakat di Kota Tangerang.

Pada masyarakat Indonesia masih terdapat berbagai macam tradisi yang

masih dilaksanakan dengan baik maupun yang sudah hilang, misalnya tradisi tolak

bala, upacara perkawinan, lebaran dan masih banyak tradisi-tradisi yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu. Tradisi-tradisi tersebut mengandung nilai-nilai budaya dan

moral yang memiliki tujuan baik untuk menciptakan masyarakat yang berakhlak

baik dan berperadaban.

Tradisi adalah nama yang diberikan kepada ciri-ciri budaya yang harus

diteruskan, dipikirkan, dilestarikan, agar tidak hilang.29 Hal yang sama juga

diungkapkan oleh Badudu, yang menyatakan bahwa tradisi adalah adat kebiasaan

28 Ibid., Hlm 5.

29 Nelson Graburn, What is Tradition?. University of California Berkeley: Museum

Antropology, Artikel, May, 2008, Hlm 6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

16

yang dilakukan secara turun temurun dan masih dilaksanakan pada masyarakat

yang ada.30

Salah satu dari sekian banyak tradisi tersebut adalah tradisi Imlek. Tradisi

Imlek ini adalah kegiatan yang dilakukan etnis Tionghoa diseluruh belahan Dunia

dalam merayakan Tahun Baru atau sin tjia. Seperti acara tahun baru pada umumnya,

keramaian menjelang tahun baru Imlek sangatlah terasa, ornamen dan pernak-

pernik khas mulai menghiasi pusat-pusat keramaian. Imlek sebagai sebuah tradisi

“Tahun Baru” yang dimakanai dengan memulai segalanya dari awal dengan

resolusi yang baru untuk tahun yang akan dijalani. Tradisi Imlek sebagai identitas

budaya Tionghoa disokong oleh ajaran Khonghucu (Konfusius). Dalam salah satu

ajaran Khonghucu terdapat istilah “Zhi Ren” yang artinya mengerti orang lain. Jika

dikaitkan dengan kemajemukan di Indonesia, nilai-nilai tersebut berkaitan dengan

sikap saling menghormati perbedaan seperti semboyan Bhineka Tunggal Ika.31

Dalam kegiatanya Imlek, masyarakat Tionghoa memohon rahmat kepada

para leluhur dan berdoa kepada Tuhan serta para dewa dengan rasa hormat. Teori

Identitas ini menggambarkan bagaimana Imlek merupakan salah satu identitas dari

etnis Tionghoa dan tidak akan pernah lepas. Tradisi yang juga dapat dirayakan

dengan masyarakat sekitar.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tema Sejarah Sosial Model

Sistematis yang menelusuri dari perubahan sosial yang terjadi dari keadaan dan

30 J.S. Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing, Jakarta: Kompas, 2003, Hlm

349.

31 Thoriq Tri Prabowo, Imlek dan Kebinekaan, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

Artikel, Januari, 2017.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

17

tradisi atas kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintahan Orde Baru dan era

Reformasi sehingga dapat menganalisa perubahan yang terjadi yang difokuskan

dalam dinamika dan tradisi etnis Cina Benteng.32

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan kaidah metode sejarah yakni dengan memilih

topik, heuristic (pengumpulan sumber), kritik sumber, interprestasi sumber, dan

historiografi atau penulisan sejarah.33 Penyajian data berdasarkan hasil dari

penelitian lapangan, beberapa studi pustaka dan arsip untuk menggali lebih jauh

proses perubahan sosial dan budaya masyarakat yang didasari oleh sumber-sumber

yang ada.

Untuk mendapatkan sumber tersebut, peneliti langsung mencari sesuai topik

yang dicari, seperti membahas keadaan Tangerang semasa kolonial hingga

merdeka. Untuk mendapatkan sumber tersebut, penulis berkunjung ke

Perpustakaan Kabupaten Tangerang, Perpustakaan Kota Tangerang, dan juga

Perpustakaan Provinsi Banten. Untuk sumber dari etnis Cina Benteng serta tokoh

Bacharduddin Jusuf Habibie dan Abdurrahman Wahid penulis mendapatkannya

dari Perpustakaan Nasional, Museum Cina Benteng dan Perpustakaan Sanata

Dharma.

Penulis juga mengumpulkan sumber lisan dengan melakukan wawancara

tokoh etnis “Cina Benteng” yaitu pengurus Klenteng Boen Tek Bio dan Klenteng

32 Kuntowijoyo, Metodeologi Sejarah, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2003,

Hlm 57.

33 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yayasan bentang Budaya : Yogyakarta,

1995, Hlm 89.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

18

Boen San Bio, serta pemilik museum Benteng Heritage. Untuk menambahkan

pemahaman wawasan sejarah, wawancara juga dilakukan terhadap ahli Sejarah

yang kebetulan juga memahami etnis Cina Benteng dan Kota Tangerang.

Sedangkan informasi tentang Abdurrahman Wahid, penulis melakukan wawancara

dengan pengurus dari Komunitas Gusdurian Tangerang dan Yogyakarta serta warga

Cina Benteng.

1.8 Sistematika Penelitian

Penulisan hasil penelitian ini disusun dalam sistematika penulisan sebagai

berikut:

Bab I yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori,

tunjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II membahas pergantian Orde Lama menjadi Orde Baru, pada bab ini

akan memuat berbagai kebijakan yang muncul dalam rentang tahun 1966-1988

yang berdampak bagi etnis Cina Benteng.

Bab III, membahas bagaimana keadaan pada akhir era Orde Baru serta

masa transisi menuju era Reformasi

Bab IV berisi pembahasan dampak perubahan sosial budaya dari

masyarakat etnis Cina Benteng dalam pengakuan dan penerimaan etnis mereka di

era Reformasi.

Bab V akan menguraikan kesimpulan dari pembahasan pada bab – bab

sebelumn

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

19

BAB II

PERATURAN DEMI PERSATUAN

2.1 Pemerintahan Indonesia 1966

Sebelum mengulas minoritas etnis Tionghoa di Indonesia, paling awal kita

harus memahami dan mengingat bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa dengan

kumpulan masyarakat yang majemuk dan memiliki semboyan Bhinneka Tunggal

Ika, yaitu sebuah negara yang terdiri atas masyarakat dengan beragamnya suku

bangsa, yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari negara tersebut.1

Kebijakan-kebijakan dan undang-undang terkait etnis Tionghoa di

Indonesia, sudah hadir sejak era penjajahan Belanda sampai Indonesia pada era

Orde Baru. Sebagai contoh, pada era kolonial di tahun 1854, Belanda menyusun

tiga kelompok etnik sosial yang memiliki peraturan berbeda satu sama lainnya,

yaitu: bangsa Eropa, bangsa Timur Jauh (atau bangsa Asia yang terdiri dari

masyarakat Arab, Tionghoa dan India), dan bangsa Pribumi.2 Hal ini menyebabkan

timbulnya batasan-batasan yang memisahkan masyarakat Tionghoa dengan

masyarakat lainnya di tanah jajahan.

Pada masa Orde Baru, perlakuan diskriminatif terhadap golongan etnis

Tionghoa terjadi secara masif melalui berbagai kebijakan. Meskipun secara resmi

1 Sholahudin Al Ayubi dan Ade Fakih Kurniawan, Cina Benteng Antara Pluralitas,

Kesukubangsaan, dan Kepercayaan, Serang: FUD Press, 2009, Hlm 52.

2 Gouwgioksong. “The Marriage Laws of Indonesia with Special Reference to

Mixed Marriages”. Dalam The Rabel Journal of Comparative and International Private

Law, 28. Jahrg., H. 4 (1964), Hlm 712, catatan no. 7.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

20

pemerintah Orde Baru menyebutkan tujuan kebijakan tersebut dengan asas

pembaharuan dan pembauran masyarakat. Pada kenyataannya, proses pembaharuan

dan pembauran yang diimplementasikan oleh pemerintah tidak menuju hidup

kerukunan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, khususnya yang berkaitan

dengan etnis Tionghoa. Kenyataan yang terjadi berbeda dari yang diharapkan.

Selama pemerintahan Orde Baru, politik yang diterapkan kepada etnis Tionghoa

justru menimbulkan kekerasan seperti yang terjadi pada akhir kekuasaan Soeharto

di tahun 1998.3

Pemerintahan Orde Baru berdiri secara resmi pada 22 Februari 1967 saat

Soeharto menjadi presiden sesuai TAP MPRS No. XXXIII tahun 1967, yang

mencabut kekuasaan Presiden Sukarno.4 Dalam pemerintahannya, Soeharto

menyatakan secara jelas bahwa warga negara Indonesia keturunan Tionghoa harus

segera berintegrasi dan berasimilasi dengan masyarakat Indonesia asli (Dwipayana

dan Hadimaja 1989:279). Dalam praktik tersebut Leo Suryadinata berpendapat

sebagai berikut;

Seringkali Asmilasi berjalan dengan kabur dan bertentangan dan bahkan dalam

beberapa kebijakan Soeharto cenderung anti asimilasi karena kepentingan

politis. Sebagai contoh toleransi terhadap agama minoritas dan pembedaan

antara pribumi dan non pribumi justru cenderung memisahkan, dan bukannya

mempersatukan etnis Tionghoa dan orang Indonesia asli. Dengan kata lain,

etnis Tionghoa tetap terpisah dari komunitas “tuan rumah”5

3 Mely. G Tan, Golongan etnis Tionghoa di Indonesia, suatu masalah pembinaan

kesatuan bangsa, Jakarta: Gramedia, 1979. Hlm 206.

4 Pengangkatan ini berdasarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikeluarkan

oleh Sukarno untuk Soeharto. Dengan Surat Perintah tersebut, Soeharto mendapat mandat

dari Sukarno untuk mengamankan keadaan revolusi yang harus dilaporkan kepada

Presiden. Namun prakteknya Soeharto menerapkan politik keamanan melampaui isi surat

perintah tersebut.

5 Leo Suryadinata, “Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia”, Jakarta:

Kompas, 2010. Hlm 218.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

21

Meskipun orang Tionghoa sudah menerapkan pembauran dengan

masyarakat setempat secara alamiah, Soeharto menyebutkan bahwa manifestasi

agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa dari negeri leluhurnya dapat

menimbulkan pengaruh psikologis, mental, dan moril yang kurang wajar terhadap

warga negara Indonesia.6

Etnis Tionghoa peranakan yang menjadi bagian dari Lembaga Pembinaan

Kesatuan Bangsa (LPKB) salah satunya Ong Tjong Hay, rupanya benar-benar ingin

menjadi “orang Indonesia sejati”, sesuai dengan gambaran pemerintahan Soeharto.

Maka, LPKB menegaskan perlunya penggantian nama bagi warga keturunan

Tionghoa yang masih ingin tinggal dan hidup di Indonesia. Langkah ini dilakukan

Ong Tjong Hay yang kemudian berganti nama menjadi Kristoforus Sindhunatha.

Tokoh Tionghoa ini merupakan pemimpin LPKB, yang dibentuk melalui

Keputusan Presiden tanggal 18 Juli 1963 pada era kepemimpinan Sukarno.7

Sindhunatha mengaku bahwa dia yang mengusulkan kepada Presiden Soeharto agar

seluruh tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, dan agama etnis Tionghoa dilarang di

bumi Indonesia.8 Di periode sebelumnya Sindhunatha sebenarnya sudah

6 Siew-Min Sai dan Chang-Yau Hoon, Chinese Indonesians Reassessed,

Routledge, 2013, Hlm 212

7 Ong Tjong Hay, lahir di Jakarta pada 20 Maret 1933, merupakan mahasiswa

FHUI yang aktif di kegiatan PMKRI. Dia lulus kuliah pada tahun 1961 dan di tahun yang

sama aktif di Angkatan Laut. Pada tahun 1963 dia menjadi ketua LPKB.Pada masa Orde

Baru, dia menjadi ketua Bakom PKB (Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa)

sejak tahun 1977. Dia meninggal pada tahun 2005 dan dimakamkan di Taman Makam

Pahlawan. Lihat Leo Suryadinata, Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches.

Singapore: ISEAS, 2015, hlm. 256-7.

8 Mengutip dari, Benny G Setiono,. Ibid. Hlm 1008, Ini merupakan pengakuan

Sindhunatha dalam diskusi di kantor majalah GAMMA pada September 1999. Lihat juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

22

menawarkan gagasan tersebut kepada Presiden Sukarno namun ditolak. Penolakan

tersebut karena Sukarno membangun hubungan diplomatik dengan Beijing

(Peking) tahun 1956, Sikap Soekarno didasarkan pada pikiran bahwa konflik antara

Tionghoa dan non-Tionghoa akan melemahkan posisinya di dalam negeri. Maka

mulai saat itu, Sukarno merangkul etnis Tionghoa dan gagasan dari LPKB tidak

diakomidir oleh Sukarno selama dirinya masih berkuasa.9

Bagi Sindhunatha, permasalahan Tionghoa di Indonesia memang rumit.

Sebelum Perang Dunia II, berkaitan dengan identitas politik, identitas bangsa,

masyarakat Tionghoa perantauan terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, mereka

yang ingin memelihara ikatan politik dan budaya, Kedua, mereka yang hanya

memelihara ikatan budaya, dan bukan politik, Ketiga, mereka yang memutus ikatan

budaya maupun politik.10 Menurut Sindhunatha meninggalkan seluruh lapisan

Tiongkok adalah pilihan yang terbaik untuk seluruh etnis Tionghoa di Indonesia.

Hingga akhirnya berbagai undang-undang dan kebijakan asimilasi

dikeluarkan oleh pemerintahan Soeharto yang bertujuan pembauran etnis

Tionghoa. Penerapan kebijakan ini berdampak besar kepada kalangan masyarkat

Cina Benteng.

https://tirto.id/intrik-politik-soeharto-yang-melarang-dan-membelokkan-makna-imlek-

cENG ,diakses pada tanggal 19 Februari 2020 pada pukul 10.55 Wib.

9 Leo Suryadinata, “Chinese Politics In Post-Suharto’s Indonesia. Beyond the ethic

Approach?”, Jurnal, Asian Survey, Vol. 41, No. 3, May/June, 2001, hlm.505.

10 Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa 1900-2002, Jakarta: LP3ES,

2005. Hlm 15.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

23

2.2 Menjadi bagian Indonesia

Setiap masyarakat suku bangsa secara turun temurun menempati wilayah

yang tentu terdapat sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satunya

adalah etnis Cina Benteng yang menetap di daerah pinggiran utara Kabupaten

Tangerang maupun Kota Tangerang. Mereka memanfaatkan daerah tempat tinggal

mereka semaksimal mungkin untuk memenuhi kehidupan.

Selama Orde Baru berjaya banyak etnis Tionghoa mengalami

diskriminasi.11 Tetapi menurut Sindhunatha, Soeharto masih bersikap baik karena

mengizinkan etnis Tionghoa merayakan berbagai tradisi di lingkungan keluarga dan

di dalam ruangan tertutup (Indoor) seperti rumah mereka masing-masing, meski

sebenarnya usulannya adalah melarang secara total.

Akhir tahun 1966 merupakan awal dari lahirnya keputusan yang mengatur

warga etnis Tionghoa yang berada di Indonesia. Keputusan Presidium Kabinet

No.127/U/Kep/1966, 26 Desember 1966 ini ditandatangani oleh Soeharto.

Peraturan ini berbicara mengenai himbauan pergantian nama untuk warga Negara

Indonesia keturunan Tionghoa untuk membantu pembauran lebih cepat.

Himbauan ini tidaklah wajib namun diikuti oleh banyak masyarakat

Tionghoa untuk menghindari kesulitan lebih lanjut. Mereka khawatir keturunan

mereka mengalami kesulitan birokratis jika melawan kebijakan pembauran yang

ditetapkan pemerintah.12 Anak-anak keturunan etnis Tionghoa yang masih duduk

11 Daud Ade Nurcahyo, “Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa”, Skripsi,

Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2016, Hlm 1.

12 H.S. Suhaendi, dkk. “Etnis Cina di Banten”, Banten: LP2M IAIN SMH, 2015.

Hlm 74.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

24

di bangku sekolah dasarpun juga tak luput untuk mengganti nama agar selamat dari

ancaman.13

Di Tangerang, masyarakat Cina Benteng juga mengganti namanya

meskipun dalam kehidupan sehari-hari mereka tetap memakai nama panggilan

Tionghoa.14 Nama Indonesia mereka gunakan untuk mengurus kepentingan yang

berurusan dengan pemerintah.15

Dalam salah satu dokumen penetapan pergantian nama, atas nama Sian

Lioe, memperlihatkan dengan jelas bahwa etnis Tionghoa masih dianggap

“keturunan asing” di Indonesia:

“Menimbang, bahwa untuk lebih dapat menyesuaikan diri serta mempercepat

proses asimilasi antara warga Negara Indonesia turunan asing dengan warga

Negara Indonesia asli, demikian juga sudah sepantasnya untuk dapat segera

menghilangkan segala ingatan terhadap negara leluhur pemohon”.16

13 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang, 26 Januari 2020.

14 Terutama karena etnis Cina Benteng yang berada di Kabupaten Tangerang, jauh

dari pusat pemerintah (daerah kampung Melayu, Sewan).

15 Stuart. W Grief, WNI; Problematik Orang Indonesia asal Cina, Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1991. Hlm xvii.

16 Kebijakan ini didasarkan akibat klaim sepihak dari Pemerintah RRT yang

menganggap bahwa warga Tiongkok di luar negeri dan keturunannya merupakan warga

RRT.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

25

Gambar 2. Surat penetapan pergantian nama etnis Tionghoa ke nama Indonesia

Sumber : https://ngopijakarta.com/tionghoa-marga-dan-nama-sebagai-identitas/2/

Saat itu umumnya Masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia adalah

Tionghoa Peranakan yang tidak semuanya pernah ke RRT. Untuk menghindari hal-

hal yang tidak diinginkan, serta untuk mentaati anjuran tersebut dan tidak pula

menghilangkan identitas leluhur melalui marga yang disandang. Maka cara

mengindonesiakan marga adalah dengan mencarikan nama-nama yang bunyinya

mirip dengan marga yang dipakai. Sebagai contoh: marga Tan (Chen)

menggunakan nama Tanusudibyo, Tanujaya, Tanuwijaya, Tanusubrata, Tanudirjo.

Marga Lim/Liem (Lin) menggunakan nama Salim, Halim, Liman. Marga Oey

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

26

(Huang) dibaca Ui atau Wi menggunakan nama Wijaya, Wibowo, Winata, Winarto.

Marga Zhang (Thio/Theo/Tio) menggunakan nama Setio, Sutiono, Sulistio dan

masih banyak marga lainnya yang sudah diindonesiakan.17 Steven Wijaya, Kenny

Lim, dan Udaya Halim merupakan nama-nama yang penulis temui dari etnis Cina

Benteng. Faktanya, meskipun mereka mengganti nama Tionghoa mereka dengan

nama Indonesia, masyarakat setempat tetap memanggil mereka dengan panggilan

penghormatan pada yang dituakan khas Tionghoa yaitu Engkoh atau Enci.

Mengganti nama Tionghoa menjadi Indonesia sebenarnya bukanlah sesuatu

yang sengaja dilakukan peranakan Tionghoa untuk mendapatkan pekerjaan atau

membaur agar terkesan sebagai “pribumi asli” Indonesia. Bukan pula demi menjadi

pasukan mata-mata negara asal Tiongkok. Tetapi karena sikap diskriminasi yang

dilakukan oleh pemerintah setempat maupun masyarakat, karena sering dihubung-

hubungkan sebagai mata-mata dari PKI, setelah terjadinya Tragedi G30S.

Dalam bukunya, Setiono mengungkapkan bahwa pasca Tragedi G30S,

tepatnya pada tahun 1967, intensitas kerusuhan anti Tionghoa makin menjadi-jadi.

Penjarahan, perusakan, dan pembakaran rumah-rumah, toko-toko, sekolah-sekolah

dan mobil-mobil milik etnis Tionghoa terjadi di mana-mana. Ditambah tindakan

represif penguasa militer meningkatkan trauma berkepanjangan dan menjadi salah

satu sebab etnis Tionghoa selama 32 tahun enggan memasuki ranah politik dan

memusatkan perhatian kegiatan di bidang ekonomi.18

17https://ngopijakarta.com/tionghoa-marga-dan-nama-sebagai-identitas/2/ ,diakses

09 Maret 2020, pukul 14.07 WIB.

18 Benny G Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta Selatan: Transmedia

Pustaka, 2008. Hlm 976.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

27

Saat itu terjadi kerusuhan berupa penjarahan, perusakan, dan pembakaran

rumah-rumah, toko-toko, sekolah-sekolah dan mobil-mobil milik etnis Tionghoa.

Kedubes Tiongkok tidak luput dari sasaran penyerbuan organisasi-organisasi massa

(ormas) dengan dukungan tentara yang anti komunis. Ormas dan tentara yang

dipelopori Angkatan Darat menuding etnis Tionghoa sebagai aktor intelektual atas

pembantaian para jenderal dan perwira militer Indonesia yang anti komunis.19

Kerusuhan diawali di Makasar dengan sasaran Konsulat Cina yang berada

di kota tersebut. Kerusuhan berlanjut di Jakarta dan Medan atas sejumlah fasilitas

milik pemerintah Tiongkok. Puncak serangan terjadi pada hari Minggu 1 Oktober

1967. Bertepatan dengan Hari Nasional RRT, ribuan demonstran dari berbagai

kesatuan ormas menggunakan sebuah truk untuk mendobrak pintu gerbang

Kedutaan Besar RRT dan menyerbu kedalam bangunan. Mereka menjarah barang-

barang yang terdapat di dalam kedutaan dan membakar mobil-mobil, perabotan

serta alat-alat kantor.

Terjadi perkelahian antara para demonstran dan staf kedutaan. Beberapa

orang staf kedutaan menderita luka-luka karena terjangan peluru dan terpaksa

menginap di rumah sakit militer. Demikian juga beberapa orang demonstran

menderita luka-luka, bahkan salah seorang demonstran kemudian meninggal dunia.

Bendera RRT diturunkan dan diganti dengan bendera merah putih. Gedung

19 Wawancara Vivanews dengan Setiono G. Benny dikediamannya Bekasi, 2008.

Lihat juga https://www.viva.co.id/arsip/1302-kedutaan-rrc-dan-orang-tionghoa-jadi-

sasaran ,diakses pada 17 Maret 2020, 11.02 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

28

kedutaan kemudian diserahkan kepada pihak militer yang segera menutup pintu

gerbangnya.20

Hadirnya stigma PKI kepada etnis Tionghoa juga dialami etnis Cina

Benteng di Tangerang. Hampir seluruh etnis Cina Benteng yang menjalankan

pendidikan dicap PKI.21 Di saat yang sama, Tangerang memiliki penjara khusus

untuk menampung tahanan PKI yang merupakan penjara bekas peninggalan

Belanda. Pihak militer juga merampas tanah di sekitar tahanan milik keluarga

Tionghoa yang dituduh bagian komunis. Tanah tersebut digunakan memperluas

penjara tersebut. 22

Pada bulan Desember 1967, Soeharto mengeluarkan dua kebijakan yang

ditunjukan kepada etnis Tionghoa. Pertama adalah Keppres 240/1967 tentang

kebijakan pokok menyangkut WNI keturunan Asing tertanggal 6 Desember 1967.23

Selain mengatur perubahan nama bagi etis Tionghoa (pasal 5), penulis ingin

memfokuskan pada pasal 6 dari Keppres tersebut tentang upaya pemerintah

melakukan pembauran etnis Tionghoa dengan masyarakat setempat agar memiliki

kedudukan di dalam hukum pemerintahan yang setara, sehingga hak dan

kewajibannya juga sama. Pada pasal 6, tertulis;

20 Benny G Setiono, Op Cit, Hlm. 978-979.

21 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang, 26 Januari 2020.

22http://ypkp1965.org/blog/2019/09/05/napak-tilas-penjara-tapol-orba-di-

tangerang/ ,diakes 02-04-2020, pukul 12.28 WIB.

23 Stuart. W Grief, WNI; Problematik Orang Indonesia asal Cina, Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1991. Hlm xx.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

29

“Warga Negara Indonesia keturunan asing diberi kesempatan yang sama dengan

Warga Negara Indonesia asli dalam mengerahkan daya dan dananya disegala

bidang untuk mempercepat pembangunan serta meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan bangsa dan Negara”.

Artinya pemerintah Orde Baru menginginkan pembauran antar sesama

masyarakat yang tinggal di Indonesia terjadi dalam berbagai hal, seperti dalam

bidang-bidang politik, ekonomi, dan sosial.

Aspek politik dan sosial mengingatkan pada kesimpulan Onghokham yang

menyebutkan bahwa label orang Tionghoa sebagai “manusia ekonomi”,

sesungguhnya adalah bentukan zaman. Sejak masa kolonial, orang Tionghoa

mengalami peminggiran hak-hak bernegara dan berpolitik. Di era Orde Baru,

masyarakat Tionghoa hanya berpeluang bergerak di sektor ekonomi, dan jika anda

sudah memiliki ekonomi yang tinggi, urusan dengan pemerintahan akan lebih

mudah.24

Terutama di Tangerang, toko-toko kecil milik etnis Cina Benteng

mendukung kehidupan perekonomian bisa dibilang sangatlah berkembang dengan

hadirnya di wilayah petak Sembilan, atau pasar lama hingga berkembang, serta

yang memang dihuni oleh Cina Benteng serta rencana pembangunan industri di

Tangerang yang diharapkan menopang Jakarta.

Namun dalam praktiknya, Keppres 240/1967 pasal 6, kenyataannya justru

bertentangan dari tujuannya.25 Hal ini adalah salah satu alasan utama yang

24 Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina; Sejarah Etnis

Cina di Indonesia, Depok:Komunitas Bambu, 2008, Hlm 44.

25 Leo Suryadinata, Pribumi Indonesians, The Chinese Minority and China, Kuala

Lumpur: Heinemann Educational Books, 1978, Hlm 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

30

menjelaskan kegagalan undang-undang tersebut mencapai pembauran menyeluruh.

Contoh paling jelas adalah keputusan dari Seminar angkatan darat untuk jenderal-

jenderal pada tahun 1966 bahwa adanya “penutupan” akses etnis Tionghoa.26

Keputusan ini menyebabkan pembatasan tidak hanya dalam bidang politik, tetapi

juga dalam bidang ekonomi bagi masyarakat keturunan Tionghoa.27 Menurut

Udaya Halim, selain dalam bidang ekonomi dan budaya, bagi etnis Tionghoa yang

berkarir di pemerintahan maupun militer juga dibatasi:

“Karna dalam 32 tahun, bukan hanya budaya saja yang ditahan. Bahkan untuk

jabatan, kalau ada orang Tionghoa atau Cina yang menjabat sebagai Mayor atau

Copral di TNI, yas udah mentok di sana saja mereka tidak akan bisa nambah”28

Untuk menghindari kesulitan birokrasi dan untuk pengamanan, pengusaha

etnis Tionghoa seringkali berkolaborasi dengan elit pejabat Indonesia atau militer.

Kolaborasi tidak resmi yang sangat umum pada waktu itu adalah pengusaha etnis

Tionghoa mengelola usaha sedangkan elit pejabat Indonesia memberikan lisensi,

konsensi monopoli, dan keamanan bagi usaha etnis Tionghoa. Keduanya sangat

diuntungkan atas kerja sama itu sehingga istilah “cukongisme” merebak.29 Keadaan

inilah yang sebenarnya para elit pemerintah inginkan. Dengan menggunakan

kekuasaan, perekonomian bagi bangsa dan negara terus berjalan sesuai Rencana

26 Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, Jakarta:Pustaka LP3ES, 1991,

Hlm 92.

27 Al Ayubi dan Ade Fakih Kurniawan, Cina Benteng Antara Pluralitas,

Kesukubangsaan, dan Kepercayaan, Serang: FUD Press, 2009, Hlm 83.

28 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang, 26 Januari 2020.

29 Cukongisme berasal dari istilah Hokkian yang artinya majkian, Lihat

I Wibowo, Retropeksi dan Rekontektualisasi Masalah Cina, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1999, Hlm 59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

31

Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), dan dalam waktu bersamaan elit

pemerintahan juga mendapatkan keuntungan.

Kebijakan kedua yang diumumkan oleh pemerintahan Soeharto pada bulan

Desember 1967 adalah Instruksi Presiden No. 14/1967 tentang Agama,

Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina 9 Desember. Dalam Intruksi tersebut,

ditetapkan bahwa seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa

hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.30

Instruksi Presiden ini bertujuan melikuidasi kebudayaan Tionghoa termasuk

kepercayaan, tradisi, adat istiadat, dan agamanya untuk mencapai asimilasi total

yang dicita-citakan LPKB.31

Pelarangan ini menimbulkan keraguan pada WNI keturunan Tionghoa

untuk berpegang pada agama tradisional mereka. Karena secara tersirat

menggambarkan adanya stigma pemerintah maupun masyarakat setempat yang

menganggap agama Konghucu identik dengan komunisme. Dengan dikeluarkannya

Inpres No.14/1967 seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa

termasuk Imlek, Capgomeh, Pehcun dan sebagainya dilarang dirayakan secara

terbuka. Demikian juga tarian-tarian barongsai (tarian singa) dan Liong (tarian

naga) dilarang dipertunjukan dimuka umum.32

30 Keadaan tersebut bahkan masih terasa hingga saat ini, jika menuju pemukiman

yang ditinggali mayoritas oleh etnis Tionghoa, memang pada faktanya pada saat imlek

tidak dirayakan terbuka atau istilahnya “welcome house”. Justru pagar-pagar rumah-rumah

tertutup dan masing – masing keluarga memang merayakan Imlek hanya didalam rumah.

31 Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta Selatan:

Transmedia Pustaka, 2008. Hlm 1008.

32 Ibid,.Hlm 1008.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

32

Menurut Hermanto (50 tahun) pengurus Klenteng Boen Tek Bio,

sebenarnya pada perayaan Imlek jika masyarakat Cina Benteng ingin berdoa di

Klenteng, mereka tetap bisa melakukannya. Masyarakat Cina Benteng di

Tangerang tetap bisa datang untuk berdoa kepada para leluhur dan dewa di masing-

masing Klenteng, karena menurut perjanjian antara pemerintah setempat dan

masyarakat Cina Benteng, untuk urusan agama tetap boleh dilanjutkan.33

Dalam urusan hak catatan sipil, masyarakat etnis Tionghoa yang menganut

kepercayaan Konghucu juga dihadapkan pada permasalahan sulitnya mendapatkan

pengakuan saat menikah maupun saat mendapatkan KTP. Karenanya dalam

pencatatan KTP, umat Konghucu diwajibkan untuk memilih salah satu dari 5 agama

yang ada. Tanpa status agama, masyarakat Tionghoa kesulitan mendapatkan hak-

haknya sebagai warga negara. Kondisi tersebut membuat mayoritas etnis Cina

Benteng di Tangerang memilih memeluk agama Kristen Pantekosta dan agama

Buddha Tridharma.34 Ada juga yang memeluk agama Islam karena pernikahan

dengan masyarakat setempat, dengan memeluk agama yang resmi, pemerintah

mengharapkan dapat mempererat kekerabatan mereka dengan sanak suadara

33 Wawancara dengan bapak Hermanto (50) pengurus Klenteng Boen Tek Bio, 25

Januari 2020.

34 Dengan memeluk agama Kristen, Etnis Tionghoa juga melakukan pemilihan

nama yang terdengar barat seperti Alfons, Theodorus. Nama tersebut dirasa tidak terlalu

mencolok, karena masyarakat setempat terbiasa dengan mendengar nama Barat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

33

maupun masyarakat setempat serta dapat membuat kehidupan ke arah yang lebih

baik.35

Pada tahun kedua sebagai Presiden, Soeharto mengumumkan Peraturan

Menteri Perumahan No.455.2-360/1968. Peraturan ini melarang penggunaan lahan

untuk mendidirkan, memperluas, atau memperbarui Klenteng.36 Melihat berbagai

fungsinya, klenteng merupakan pusat kegiatan masyarakat etnis Tionghoa dalam

beribadah. Akan tetapi pemerintahan Orde Baru melakukan berbagai perubahan.

Istilah klenteng yang menunjukan tempat ibadah etnis Tionghoa tidak lagi

digunakan dan digantikan menjadi Vihara (tempat ibadah umat Buddha), serta

memunculkan tempat ibadah bagi 3 aliran kepercayaan, yaitu Buddha, Taoisme,

dan Konfusianisme atau biasa disebut kepercayaan Tridharma. Tujuanya adalah

menghilangkan agama tradisional etnis Tionghoa beserta tempat ibadahnya.

Bahkan patung-patung dewa yang berada di Klenteng dirubah atau ditambahkan

dengan patung-patung dari agama Budha.37

Masyarakat Tionghoa dalam keyakinannya masih tetap bisa menghargai

leluhur, tapi secara terbuka mereka tidak bisa melakukan kegiatan ritual. Nama dari

Klentengpun juga turut diubah menjadi nama Vihara, seperti Klenteng Boen San

35 Muhammad Reza Zaini, “Perjalanan Menjadi Cina Benteng: Studi Identitas

Etnis di Desa Situgadung”, Jurnal sosiologi masyarakat, Vol. 19, No. 1, Januari 2014, Hlm.

115.

36 https://majalah.tempo.co/read/laporan-khusus/95469/setelah-enam-belas-abad

diakes pada tanggal 2 Februari 2020 Pukul 14.54 Wib.

37 Asgart. Sofian Munawar, Komunitas Cina Banteng (cibet) di Tangerang: Potret

Pembauran di Tingkat Lokal. Kementerian Riset dan Teknologi, 2006, Hlm 21.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

34

Bio diubah menjadi Vihara Nimmala dan Klenteng Boen Tek Bio menjadi Vihara

Padamuttara.38

Setelah berbagai kebijakan pembatasan, Soeharto kemudian fokus kepada

pembangunan Indonesia. Setidaknya terdapat 9 pabrik baru yang dibangun di

Tangerang pada tahun 1976.39

Namun pada tahun 1978, Orde Baru menerbitkan peraturan bagi etnis

Tionghoa yang dilandaskan pada kewarganegaraan antara Tiongkok atau Indonesia.

Jika seorang Tionghoa memilih kewarganegaraan Indonesia, dia diwajibkan

memiliki dan menunjukan melalui Surat Bukti Kewarganegaraan Republik

Indonesia (SBKRI). SBKRI diatur dalam peraturan Menteri Kehakiman No

J.B.3/4/12 tahun 1978. Kebijakan ini diterapkan karena pertimbangan klaim

Republik Rakyat Tiongkok bahwa seluruh penduduk keturunan Tiongkok di

seluruh dunia (China Overseas) adalah warga negaranya.40 Padahal ditilik dari

sejarah, seharusnya etnis Cina Benteng tak diwajibkan untuk memiliki SBKRI

mengingat mereka dipercaya sudah menetap di Tangerang sejak tahun 1407, yang

dapat dilihat dari kitab sejarah Sunda ‘Tina Layang Parahyang’.41

Banyaknya kalangan masyarakat yang berasal dari ekonomi rendah serta

tidak berpendidikan, menyebabkan adanya beberapa anggota masyarakat Cina

38 Wibisana Wahyu, Cinbeng; Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan,

Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 168.

39 Team Dokumentasi Presiden RI, Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23

Maret 1978, Jakarta:PT. Citra Kharisma Bunda, 2003, hlm 383

40 Wibisana Wahyu, Op. Cit,. Hlm 172.

41 Ibid., Hlm 52.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

35

Benteng tidak mampu memenuhi persyaratan untuk mendapatkan SBKRI.

Akibatnya mereka kehilangan status kewarganegaraan (State Less). Selain SBKRI,

terdapat beberapa kelompok masyarakat etnis Cina Benteng yang juga tidak bisa

memiliki Kartu Tanda Pendududk (KTP), Akta Kelahiran, Akta Perkawinan karena

berasal dari golongan ekonomi yang rendah. Hal tersebut berdampak pada

ketakutan mereka untuk keluar daerah saat mencari pekerjaan karena khawatir

adanya razia.42 Sehingga etnis Cina Benteng lebih memilih untuk melanjutkan

pekerjaan yang sudah dilakukan sejak nenek moyang mereka, yaitu bertani atau

melaut, bagi mereka yang tidak memiliki lahan garapan biasanya menjadi tukang

becak, kuli panggul di pasar, pengepul barang bekas, atau calo karna tidak adanya

pilihan lain.43

Pada akhir tahun 1985 Soeharto meresmikan Bandara Internasional

Seokarno-Hatta yang menjadi salah satu bandara terbesar di Indonesia.

Pembangunan yang dimulai sejak 1975 membawa kisah pilu bagi para etnis Cina

Benteng. Menurut pengakuan Untung (53 tahun), daerah yang merupakan rawa

tersebut disiasati oleh pemerintahan dengan menimbun tanah yang diambil dari

wilayah yang sekarang dinamai Periuk pada saat pembangunan Terminal 1 (1975)

dan Terminal 2 (1985).

42 Ibid., Hlm 173. 43 Ibid, Hlm 163-164.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

36

Dulu emang ngambilnya dari sono (periuk), makanya dinamaiin periuk, soalnya

kaya ada jogangan, kaya nama tempat masak nasi. Makanyakan kalau sekarang

hujan dikit, sana kan pasti banjir terus masuk berita. Orang dulu bangun Bandara

ngerukinnya dari daerah sana44

Sedangkan untuk mereka yang tinggal di daerah Neglasari dan Rawa

Burung harus tergusur dari lokasi bercocok tanam dan tempat tinggal mereka pada

saat itu. Tidak sedikit masyarakat mendapatkan perlakuan buruk dari oknum

pemerintahan.

Kami yang menentang kerap mendapat intimidasi dan perlakuan kurang

menyenangkan dari oknum tertentu. Kami dipaksa setuju dengan pembangunan

bandara, walau dalam hati kami menolak45

Bahkan dalam pembangunan terminal 2 yang diawal pada tahun 1985,

Pemerintahan Soeharto menerbitkan kebijakan Kepres No.64 1986, tentang

Pengendalian Penggunaan Tanah dan Ruang di Sekitar Bandara Udara

Internasional Jakarta Soekarno – Hatta. Isi dari keputusan tersebut mengatur

tentang luas tanah dan ruangan dari sekitar Bandara Soekarno-Hatta yang luas.

Sayangnya datanya tidak bisa ditemukan penulis. Kebijakan tersebut pada akhirnya

dicabut oleh Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010.

Pasca penggusuran masyarakat sekitar Bandara Soekarno-Hatta,

pemasungan terhadap kelompok etnis Tionghoa kemudian dilanjutkan dengan

instruksi Surat Edaran Menteri Penerangan Nomor 02/SE/Ditjen/PPG/K/1988

44 Wawancara dengan Untung (53), warga taman Cibodas, Periuk, Tangerang, 19

Januari 2020.

45 Mengutip wawancara yang ditulis di buku Wibisana Wahyu, CINBENG;

Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan, Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 168.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

37

tentang Surat edaran Ini melarang penerbitan dan percetakan tulisan atau iklan

beraksasra Tionghoa di depan umum pada tahun 198846, kebijakan ini tentu

dilaksanakan dengan tujuan untuk menghapus warisan dari leluhur-leluhur yang

ada.

Menurut Leo Suryadinata, kebijakan ini diterbitkan dikarnakan adanya rasa takut,

jika para masyarakat Tionghoa di Indonesia melakukan sebuah pemberontakan lagi

dengan rencana yang disusun dengan bahasa Tionghoa yang tidak dipahami oleh

semua orang.47

Kebijakan ini sangat berdampak pada pemahaman berbahasa Tionghoa bagi

etnis Cina Benteng yang tidak dapat mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari,

sehingga membuat mereka sudah tidak dapat lagi berbahasa Tionghoa. Logat

mereka bahkan sangat Sunda pinggiran bercampur Betawi.48 Menurut pengakuan

Udaya Halim dirinya pun juga tidak bisa berbahasa Mandarin, dan malah lebih

sering berbahasa Indonesia berlogat sunda campuran betawi. Setiap kali dirinya

menuju Tiongkok dan ditanyakan tentang kewarganegaraannya oleh masyarakat

Tiongkok, dirinya mengaku berasal dari Korea.49

“Kalo Cina Benteng, itu sebenernya yang khas itu mereka tuh udah ga bisa bahasa

Cina. Bisanya bahasa Sunda bahasa Indonesia, kalo orang Ciben bisa bahasa Cina,

itu bukan Ciben aslilah.”50

46 https://majalah.tempo.co/read/laporan-khusus/95469/setelah-enam-belas-abad

diunduh pada tanggal 2 Februari 2020 Pukul 14.54 Wib.

47 Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, Jakarta: PT. Grafiti Press, 1982,

Hlm 564.

48 H.S. Suhaendi, dkk. “Etnis Cina di Banten”, LP2M IAIN SMH, Banten, 2015.

Hlm 78-79.

49 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang, 26 Januari 2020.

50 Wawancara dengan Daniel, Sewan, 7 Januari 2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

38

Kebijakan pembauran yang diterbitkan oleh Orde Baru bertujuan agar bisa

terjadinya pembauran dengan cepat dari etnis Tionghoa dengan masyarakat

setempat. Namun kenyataannya hal ini malah menghentikan kegiatan mereka

sebagai bagian Warga Negara Indonesia, seperti kegiatan beribadah, merayakan

hari raya, dan menggunakan bahasa yang semuanya berasal dari tanah leluhur.

Dampak lainnya adalah pelarangan sekolah-sekolah menengah Tionghoa. Karena

tidak adanya ijin dari pemerintah sehingga etnis Tionghoa harus bersekolah di

sekolah-sekolah nasional yang didirikan pemerintah. Hal ini tentu melanggar

konstitusi tentang kebebasan sebagai warga Negara.51

51 I Wibowo dan Thung Ju Lan, Setelah Air Mata Kering, Masyarakt Tionghoa

pasca-persitiwa Mei 1998, Jakarta:Kompas, 2010, Hlm 34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

39

BAB III

AWAL KETERBUKAAN

3.1 Akhir Orde Baru

Memasuki tahun 1989 pemerintah Orde Baru sudah tidak menerbitkan

berbagai kebijakan yang mengatur etnis Tionghoa. Tetapi praktik dari berbagai

kebijakan diskriminasi yang telah di bahas di bab sebelumnya tetap berjalan setiap

tahun, dan etnis Cina Benteng sudah mulai membiasakan dengan kebijakan

diskriminasi teresebut karna sudah terbiasa hidup berdampingan dan berinteraksi

dengan baik dengan masyarakat setempat, karna mereka juga menjunjung tinggi

pepatah lama Tiongkok, yang berbunyai “kalau minum air jangan lupa

sumbernya”.1

Memasuki awal tahun 1993, tepatnya 23 Januari, adalah hari raya Imlek

bagi etnis Tionghoa diseluruh Indonesia. Klenteng Boen San Bio2, salah satu

klenteng di Tangerang juga menyambut perayaan tersebut yang pada tahun-tahun

sebelumnya hanya pengurus dan beberapa warga sekitar yang dapat berdoa di

1 Wibisana Wahyu, Cinbeng: Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan,

Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 142. 2 Klenteng Boen San Bio terletak di Jalan. Ks. Tubun No 4, Pasar baru, Tangerang,

dibangun pada tahun 1689, 5 tahun setelah Klenteng Boen Tek Bio dibangun, Boen San

Bio dibangun oleh seorang pedagang yang berasal dari negri Tiongkok bernama Lin Tau

Koen, Klenteng Boen San Bio mengalami beberapa renovasi terutama terjadi kebakaran

pada 1998. Tidak hanya umat klenteng yang bersembayang di tempat ini, tetapi banyak

umat muslim sering datang untuk berziarah dikarnakan adanya tempat petilasan seorang

tokoh penyebar islam di Jawa Barat, Raden Surya Kencana beserta rombongannya,

awalnya petilasan berada di bagian depan, tetapi karena adanya pelebaran jalan petilasan

dipindakan menuju bagian dalam. Lihat, Rini intama, Sejarah dan Budaya Tangerang

dalam puisi, Kidung Cisadane, Jakarta: Kosa kata kita, 2016, Hlm 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

40

klenteng. Tetapi pada hari itu Abdurrahman Wahid datang untuk bersilahturahmi.3

Pak bebeng (67 tahun) pengurus Klenteng Boen San Bio menyambut Gus Dur

dengan mengitari klenteng. Momen tersebut diabadikan oleh fotografer, yang pada

hasil fotonya terdapat sebuah bayangan dari sisik Liong berwarna oranye mengitari

Gus Dur. Arfan (29 tahun) Koordinator Gusdurian Tangerang menjelaskan arti

gambar tersebut dengan perspektif yang dipercayai etnis Cina Benteng:

Kita tahu Naga itu Hewan suci bagi orang Tionghoa, karena bisa hidup di tiga alam

air, udara, sama darat. Pas ada naga di foto Gus Dur, pengurus dan umat Boen San

Bio paham bahwa Gus Dur bukan sembarang tokoh karena dilindungin sama

hewan suci.4

Menurut pengakuan Pak Bebeng, pada hari tersebut keadaan klenteng

sangat ramai dengan rombongan Gus Dur dan beberapa masyarakat Cina Benteng

setempat atau umat muslim yang ingin melihat kehadiran Gus Dur. Kedatangan Gus

Dur sebagai tokoh besar agama Islam dinilai sebagai tanda toleransi terhadap

kepercayaan etnis Tionghoa yang pada saat itu masih dilarang.5

3 Selanjutnya penulis akan memanggil K.H. Abdurrahman Wahid dengan Gus Dur,

Gus merupakan panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai yang berarti mas

atau abang. 4 Wawancara dengan Arfan (29), Koordinator Gus Durian tangerang, 26 januari

2020, Klenteng Boen San Bio, Tangerang. 5 Pada tahun 1993, Gus Dur adalah salah satu tokoh muslim yang dihormati,

menjabat sebagai ketua Nadlathul Ulama. Abdurrahman adalah salah satu tokoh yang

mengecam dan mengawasi pemerintahan Orde Baru yang dianggap merusak Nasionalisme

bangsa, Lihat. Anom Whani Wicaksana, Gus Dur: Jejak Bijak Sang Guru Bangsa,

Yogyakarta: C-Klick Media, 2018, Hlm 58.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

41

Gambar 3. Foto Gus Dur dengan bayangan sisik naga di Klenteng Boen San Bio

Sumber: Dokumen penulis Januari 2020

Mendekati akhir abad ke-20, tekanan pada etnis Tionghoa sudah sedikit

berkurang. Hal ini terlihat pada kebijakan Keppres No. 56/1996 yang dikeluarkan

pada 28 juli 1996. Melalui Keppres tersebut, Soeharto mengumumkan tidak

diberlakukannya lagi Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).

Karenanya seorang anak atau istri yang belum berusia 18 tahun tidak perlu

membuat SBKRI tapi mengikuti kewarganegaraan ayah atau suaminya.

Penghapusan tersebut setidaknya memiliki makna bahwa etnis Tionghoa

dipermudah statusnya sebagai Warga Negara Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

42

Minimnya penerbitan peraturan baru di periode ini bukan berarti etnis

Tionghoa terbebas dari belenggu peraturan yang telah dibahas di bab sebelumnya.

Semua kebijakan asimilasi tersebut dikeluarkan dengan tujuan pembauran etnis

Tionghoa. Kebijakan yang membatasi ruang gerak bagi etnis Tionghoa untuk

berperan di masyarakat dan hanya sektor ekonomi yang dibiarkan terbuka,

bukanlah hal yang diharapkan. Belum lagi kehidupan di dalam bayang-bayang

pemerintah dan militer.6 Dengan demikian, kondisi ini secara tidak langsung malah

menambah kekuatan ekonomi etnis Tionghoa termasuk Cina Benteng terutama

yang berada di Pasar Baru dan Pasar Lama Kota Tangerang. Mereka rata-rata

bekerja sebagai pedagang kebutuhan pokok, sedangkan masyarakat non Tionghoa

biasanya berjualan sayur yang didapat dari daerah Neglasari dan sekitarnya.7

Sejak tahun 1966-1988, pemerintahan Soeharto telah menerbitkan berbagai

kebijakan asimilasi terhadap etnis Tionghoa demi terjadinya pembauran dengan

masyarakat setempat. Namun sejatinya justru yang terjadi adalah kultural genosida

seperti telah dijabarkan dibab sebelumnya. Kondisi ini dikarenakan kebijakan yang

diterbitkan tidak hanya terbatas status kewarganegaraan dan kebebasan ekspresi

ritualitas agama saja. Lebih jauh, terjadi juga peristiwa penutupan sekolah

Tionghoa, larangan memakai aksara atau bahasa Tionghoa, pelarangan

6 Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta: Kompas,

2010. Hlm 221. 7 Neglasari adalah daerah etnis Cina Benteng yang perekenomiannya lebih sulit

ketimbang Pasar Lama atau Pasar Baru lihat Wibisana Wahyu, Op. Cit., Hlm 164.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

43

menggunakan nama Tionghoa, dan penghapusan mata pelajaran agama Kong Hu

Cu di sekolah.8

Kerusuhan 13 Mei-21 Mei 1998 merupakan klimaks atas krisis ekonomi di

Indonesia, dengan terjadi banyaknya korupsi serta kegagalan pemerintah dalam

politik di Indonesia. Kondisi itu memicu gerakan protes dari mahasiswa dan

masyarakat, terutama di kota Jakarta dan sekitarnya sebagai pusat pemerintahan.

Pada tanggal 13 Mei 1998 merupakan awal dari kerusuhan, penjarahan,

pembakaran, pengerusakan dan tindakan kekerasan yang kebanyakan diderita etnis

Tionghoa, kekerasan tersebut antara lain berupa pemerkosaan kepada kaum

perempuan Tionghoa. Penyebabnya diduga rasa iri atas ketimpangan ekonomi etnis

Tionghoa yang sangat berbeda serta stigma bahwa pemerintah lebih membantu

etnis Tionghoa.

Kerusuhan tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga kawasan toko maupun

pembelanjaan di kota Tangerang menjadi sasaran amuk massa. Sebut saja

Supermall Karawaci, pusat perbelanjaan yang baru saja dibangun pada tahun 1992

dan menjadi tempat perdagangan terbesar di Tangerang, ludes karena penjarahan

massa. Lebih parahnya lagi, terjadi pembakaran di dalam pusat perbelanjaan

tersebut yang merenggut banyak korban jiwa. Pasca kejadian pembakaran dan

kerusuhan, perekonomian di Tangerang sangat memprihatinkan.9

8 Asgart. sofian munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 27. 9https://www.bacatangerang.com/potret-kerusuhan-98-di-tangerang-hingga-

upaya-penindasan-etnis-tionghoa/ di akses 02-04-2020 pukul 16.30 WIB

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

44

Di lokasi lain seperti contohnya jalan Kisamaun nampak aman

dibandingkan jalan di Tangerang yang penuh akan kerusuhan, seperti daerah Pasar

Baru, Karawaci dan Gatot Subroto.10 Hal ini dikarenakan jalan Kisamaun dijaga

oleh aparat pemerintahan yang dekat dengan wilayah pusat Pemerintahan

Tangerang dan perbelanjaan kebutuhan pokok. Untuk menghindari kerusuhan di

lokasi tersebut, para pemilik toko menyiasati tokonya dengan menuliskan “Milik

Pribumi dan Pro Reformasi”. Tulisan ini sendiri untuk menunjukkan kepada massa

bahwa pemilik toko bukanlah etnis Tionghoa dan agar tokonya tak diserbu.

Walaupun sebenarnya sebagian toko dimiliki oleh orang Tionghoa.

Cara ini kemudian diperkuat dengan penjagaan oleh akamsi (Anak

Kampung Sini).11 Strategi untuk mengurangi adanya penjarahan dan kekerasan,

juga dilakukan oleh Nia (22), salah satu etnis Cina Benteng yang bersama kedua

orang tuanya menyewa beberapa preman untuk melindungi rumah serta sanak

keluarganya yang tinggal di tempat yang sama di daerah Karawaci.12

Sedangkan untuk daerah pedalaman seperti Kedung Wetan, Neglasari

keadaannya cenderung aman. Kondisi ini disebabkan oleh warga Tionghoa dan

pribumi sudah bersatu padu. Mereka merasa senasib sepenanggungan, yaitu sama-

sama menderita karena kesulitan ekonomi dan sesama muslim. Persamaan juga

10 Wawancara dengan Suparman, 58, Warga Kampung Gebang, 23 Januari 2020 11 https://www.bacatangerang.com/potret-kerusuhan-98-di-tangerang-hingga-

upaya-penindasan-etnis-tionghoa/ di akes 02-04-2020 pukul 16.30 WIB 12 Nathania Nirvana (22) yang menceritakan bagaimana keadaan keluarganya pada

kerusuhan Mei 1998. Dirinya diceritakan oleh kedua orang tuanya dan pamanya, tentang

kekejaman pada saat itu. Beruntung tidak ada korban Jiwa, Wawancara, 19 Januari 2020,

Tangerang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

45

dirasakan di bidang budaya, perkawinan dan aktivitas sosial lainnya. Oleh

karenanya pada saat terjadi kerusuhan Mei 1998, di daerah pedalaman komunitas

Cina Benteng tidak terjadi konflik kerusuhan etnis yang berbeda dengan daerah

kota.13

Peristiwa Mei 1998 membawa dampak yang signifikan bukan saja terhadap

orang Tionghoa di Indonesia akan tetapi juga terhadap pembangunan Bangsa.

Sesudah kerusuhan, banyak etnis Tionghoa Indonesia yang melarikan diri ke luar

negeri. Menurut angka versi Pemerintah Indonesia, sekitar 80 ribu warga etnis

Tionghoa Peranakan meninggalkan Indonesia. Mereka berasal dari kalangan

menengah atas, sehingga secara finansial mampu pergi ke luar negeri.14 Mereka

menuju Australia, Singapura, Malaysia, dan negara-negara tetangga lainya.

Sebaliknya mereka yang tidak cukup memiliki kemampuan finansial terpaksa tetap

tinggal di Indonesia dengan cara bertahan secara semaksimal mungkin agar tidak

dijadikan sasaran kerusuhan.

Meskipun sebagian etnis Tionghoa Peranakan meninggalkan Indonesia,

mereka akan kembali ketika keadaan Indonesia sudah normal. Udaya Halim sebagai

salah satu bagian dari kelompok intelektual Tionghoa yang mengungsi ke luar

negeri yang mengatakan akan kembali ke Indonesia.15 Karena mereka percaya

bahwa suatu saat Indonesia akan menjadi bangsa dan negara yang benar-benar

13 Asgart. Sofian Munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 39. 14 Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta: Kompas,

2010. Hlm 236. 15 Pada Saat kerusuhan Mei 1998, Udaya Halim pergi menuju Australia dan

menetap di sana. Hingga saat ini, dirinya masih menyempatkan untuk pulang pergi dari

Indonesia-Australia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

46

menerima kemajemukan. Selain itu mereka juga merasa bahwa Indonesia adalah

rumah mereka tempat mereka lahir (prinsip ius soli).16

Pada 21 Mei 1998, setelah lebih dari 32 tahun berkuasa, Soeharto

mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia. Wakil Presidennya saat itu, B.J.

Habibie menggantikan kepemimpinannya. Saat itu Habibie tidak terlalu dihormati.

Sebelumnya ada ketakutan dari para pemimpin dalam negeri dan internasional,

bahwa dia akan terikat pada kepentingan militer dan kroni bisnis Suharto. Sehingga

memberikan kekawatiran bahwa Habibie dapat mengubah perekonomian Indonesia

menjadi lebih buruk dengan uang bantuan yang didapat dari IMF.17 Kenyataannya

justru B.J Habibie berhasil membuat rupiah menguat dari angka Rp.16.650 pada

bulan Mei 1998 menjadi Rp.8.000 pada awal Mei 1999.18

3.2 Reformasi Indonesia

Berakhirnya era Orde Baru merupakan awal bagi Indonesia untuk menatap

masa yang lebih baik. Era Reformasi memberikan harapan bagi etnis Tionghoa agar

penghapusan peraturan di Indonesia yang bersikap diskriminatif dapat dihapus dan

mencapai kebebasan sebagai bagian warga Negara Indonesia. Setelah 4 bulan

menjabat (16 September 1998), Habibie mengakui keberadaan etnis Tionghoa

melalui kebijakan Instruksi Presiden No.26/1998 tentang menghentikan

penggunaan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan serta

16 Wawancara dengan Udaya Halim, 26 Januari 2020, Tangerang. 17 Amy Freedman, “Political Institutions and Ethnic Chinese Identity in Indonesia”,

Jurnal¸ Asian Ethnicity, Volume 4, Number 3, October 2003. Hlm 439.

18 Lepi T Tarmidi, Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan

Saran, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret, 1999, Hlm 3. Lihat juga

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/krisis-keuangan-

asia/item246? Diakses pada tanggal 05 Juni 2020, Pukul 12.59 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

47

penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, atau pelaksanaan kegiatan

penyelengaraan pemerintahan.

Meskipun dirinya sempat dianggap sebagai permasalahan karena menjadi

bagian Orde Baru, Habibie kembali mengejutkan banyak orang dengan membuat

perubahan sistem politik, melalui Tap MPR No. XIV/MPR/1998 yang disahkan 13

November 1998. Habibie membawa Indonesia menuju kebebasan politik yang lebih

besar. Habibie menyatakan bahwa dia tidak akan mencoba untuk menyelesaikan

masa jabatan Soeharto (sampai 2001) tetapi akan mengajukan pemilihan parlemen

dengan langsung, bebas, jujur, dan rahasia, yang diadakan di tahun 1999.19

Hal ini disambut baik oleh etnis Tionghoa karena dengan kebijakan tersebut,

dapat mendukung kehadiran partai politik dan Organisasi yang hadir sebelum

maupun setelah keputusan tersebut dikeluarkan. Seperti PARPINDO (10 juni 1998)

, Partai Bhineka Tunggal Ika (PBI, 11 Juni 1998), Perhimpunan Indonesia Tionghoa

(INTI, 5 Februari 1999), Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI, 28

September 1998).20 Dengan ini, harapan agar suara mereka dapat didengar oleh

Pemerintahan lebih praktis untuk memperjuangkan penghapusan/pencabutan

produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi.21

Ruang gerak etnis Tionghoa lebih terbuka dan tidak seburuk pada saat

zaman Soeharto. Pada tanggal 5 Mei 1999, Habibie kembali mendukung kehadiran

etnis Tionghoa di Indonesia melalui Instruksi Presiden no.4/1999 yang menegaskan

19 Amy Freedman, Op. Cit., Hlm 440. 20 I Wibowo dan Thung Ju Lan, Setelah Air Mata Kering, Masyarakt Tionghoa

pasca-persitiwa Mei 1998, Jakarta:Kompas, 2010, Hlm 39. 21 Ibid,. Hlm 34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

48

pelaksanaan Keppres no.56/1996 tentang tidak berlakunya SBKRI, Keppres

tersebut dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan lancar dikarenakan

kurangnya sosialisasi dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah. Begitu

juga Instruksi Presiden no.26/1998 tentang menghapus penggunaan istilah pribumi

dan non pribumi. Sayangnya dalam perjalanannya, penghapusan SBKRI tetap tidak

berjalan sesuai dengan apa yang pemerintahan Habibie harapkan. Dalam

kenyataannya masih banyak penyalahgunaan wewenang oleh pemerintahan

setempat dengan memaksa etnis Cina Benteng menunjukan SBKRI dalam

pengurusan surat-surat resmi sebagai WNI.22

Bagian kedua dari Instruksi Presiden no.4/1999 ini adalah peninjauan ulang

perizinan mempelajari bahasa Tionghoa. Keputusan ini disambut baik oleh seluruh

etnis Tionghoa, dengan kembali beredarnya surat kabar serta pengajaran bahasa

Tionghoa. Kondisi ini juga dimanfaatkan dengan baik oleh tokoh-tokoh etnis

Tionghoa untuk menulis tentang peran etnis Tionghoa yang berjasa kepada

Indonesia sebelum era Orde Baru, seperti tokoh militer sepanjang perang

kemerdekaan (John Lie), tokoh Baperki (Siauw Giok Tjhan), ahli budaya Jawa yang

diakui keraton Surakarta (Go Tik Swan).23. Penulisan biografi tokoh-tokoh tersebut

menunjukkan bahwa sebenarnya golongan Tionghoa adalah salah satu etnis yang

ikut andil dalam pembangunan bangsa.24

22 Asgart. sofian munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 25. 23 Siauw Tiong Djin, Siauw Giok Tjhan, Jakarta:Hasta Mitra, 1999; M. Nursam,

Biografi Laksamana Muda John Lie, Jakarta:yayasan nabil, 2008; Rustopo, Jawa Sejati:

Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro, Yogyakarta: Ombak, 2008. 24 I Wibowo dan Thung Ju Lan, Setelah Air Mata Kering, Masyarakat Tionghoa

pasca-persitiwa Mei 1998, Jakarta:Kompas, 2010, Hlm 31.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

49

Dengan hadirnya berbagai partai menyertai pergantian dari era Orde Baru

menuju era Reformasi. Pemilu pertama setelah reformasi diadakan pada tanggal 7

Juni 1999 sesuai peraturan Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilihan

Umum. Penyelenggaraan pemilu ini dianggap paling demokratis bila dibandingkan

dengan pemilu-pemilu sebelumnya.25 Sayangnya tidak ada perwakilan partai

Tionghoa untuk DPRD diwilayah Banten. Dari 48 partai peserta, hanya 13 partai

politik yang memperoleh kursi di DPRD Banten. Dari 13 partai, 9 di antaranya

adalah partai berbasis muslim, sedangkan 4 di antaranya adalah Golkar, PDI-P,

PAN, PDI.26 Dengan ini tidak ada perwakilan dari etnis Cina Benteng dari wilayah

Tangerang di DPRD Banten.

Setelah berhasil mengadakan pemilihan umum yang demokrasi untuk

pertama kalinya serta hadir sebagai tokoh yang membuka kebebasan bagi etnis dan

kelompok minoritas di Indonesia, kiprah Bacharudin Jusuf Habibie sebagai

Presiden ke-3 hanya bertahan 517 hari.27 Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak

pidato pertangung jawaban Presiden Habibie yang dilakukan pada 14 Oktober,

25 Indarja, Perkembangan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Di Indonesia,

Masalah - Masalah Hukum, Jurnal, Jilid 47 No. 1, Januari 2018, Hlm 67. 26 Syamsuddin Haris, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai,

Jakarta:Gramedia Pustaka, 2005, Hlm 118. 27 Habibie terkenal atas kejeniusan dirinya, namun Habibie tidak luput dari rasa

kemanusiaan dan keadilan. Kebijakan atas kebebasan dan keadailan bagi suatu kelompok

atau golongan masyarkat, tidak saja dilakukan Habibie terhadap golongan etnis Tionghoa,

Pada tanggal 30 Agustus 1999, Timor-timur akhirnya dapat melakukan Referendum antara

memilih menjadi bagian Indonesia atau memisahkan diri dengan mandiri. Hasilnya 78,5%

suara memilih untuk merdeka. Pada tanggal 20 Oktober 1999, Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia. Dengan

keputusan MPR Indonesia yang mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan

Indonesia, Timor Timur secara resmi berpisah dari Indonesia, Lihat Ardli Johan Kusuma,

Pengaruh Norma HAM Terhadap Proses Kemerdekaa Timor Leste dari Indonesia, Jurnal

Ilmu Pemerintahan, 7 (1), April, 2017, Hlm 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

50

dikarenakan dianggap tidak becus sebagai Presiden Indonesia dalam memimpin

negeri ini terutama pada kasus pengadilan Soeharto dan lepasnya Timor-timur dari

Indonesia.28

Pada Sidang Umum MPR yang diadakan 20 Oktober 1999, K.H.

Abdurrahman Wahid secara demokratis terpilih sebagai Presiden RI keempat

dengan perolehan suara 373, unggul atas megawati dengan perolehan suara 313.29

Ada beberapa hal yang menjadi kekuatan dan latar belakang kemenangan dan

pencalonan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Gus Dur dikenal sebagai

seorang yang toleran dengan sangat memperhatikan bangsa Indonesia yang

majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama. Oleh karena itu dirinya diyakini

sebagai sosok yang dapat diterima oleh semua golongan. Khususnya dalam hal

toleransi keberagaman, Gus Dur tahu benar bahwa ancaman paling berbahaya

terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah berupa konflik agama dan

etnis.30

Komitmen K.H. Abdurrahman memperjuangkan pluralisme melewati

banyak ujian. Jauh sebelum dirinya menjabat sebagai Presiden, pada tahun 1995-

1997 terjadi kerusuhan SARA di Jawa Timur dan Jawa Barat. Gereja dan beberapa

toko milik orang Tionghoa dibakar dan dihancurkan. Kerusuhan ini tujuannya

untuk mendiskreditkan K.H. Abdurrahman bahwa visi Islam toleran yang

28 Lihat, https://majalah.tempo.co/read/97121/pertanggungjawaban-habibie-

diterima-tapi , diakses 21-04-2020, pukul 22.51 WIB. 29 M.Hamid, Gus Gerr, Bapak Pluralisme & Guru Bangsa, Yogyakarta:Pustaka

Marwa, 2010, Hlm 53. 30 Tuk Setyohadi, Sejarah perjalanan bangsa Indonesia dari masa ke masa,

Jakarta: CV Rajawali, 2002, Hlm 189

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

51

diusungnya telah gagal. Merespon kekerasan yang terjadi saat itu (1997-1998),

K.H. Abdurrahman mengerahkan para pemuda NU di setiap daerah untuk

mencegah teror lebih lanjut dengan melakukan patrol keamanan di Gereja dan toko

Tionghoa.31

Saat menjabat sebagai Presiden, tindakan pertama Gus Dur untuk

menyatukan persatuan terutama bagi etnis Tionghoa adalah dengan menunjuk Kwik

Kian Gie sebagai Menteri Koordinator Keuangan dan Industri. Kwik Kian Gie

adalah seorang Tionghoa kelahiran Jawa Tengah tahun 1935 yang juga menjadi ahli

ekonomi dari PDI-P. Pilihan Gus Dur ini sangat menggemparkan, karena jabatan

ini adalah posisi kabinet tertinggi yang pernah diperoleh etnis Tionghoa dalam

sejarah Republik Indonesia, meskipun penunjukkan Kwik mewakili PDI-P dan

bukan komunitas Tionghoa. Etnis Tionghoa lainnya yang diangkat dalam posisi

tinggi kenegaraan adalah Sofjan Wanandi (Liem Bian Khoon) seorang Tionghoa

kelahiran Sumatera Barat tahun 1941, mantan rekan dekat Soeharto yang menjadi

lawan politik pada hari-hari terakhir rezim Orde Baru. Sofjan Wanandi diangkat

sebagai ketua Komite Ekonomi Nasional. Wanandi mewakili pengusaha sementara

Kwik mewakili nasionalis Indonesia. Meskipun pada akhirnya karir Kwik Kian Gie

sebagai Menteri Koordinator Keuangan dan Industri hanya bertahan kurang lebih 1

tahun, yang kemudian digantikan oleh Rizal Ramli.32

Gus Dur menyatakan bahwa etnis Tionghoa adalah warga Negara Indonesia

dan bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia sebagaimana mereka sudah hadir

31 Rumadi, Damai Bersama Gusdur, Jakarta:Kompas, 2010. Hlm 69-70. 32 Leo Suryadinata, “Chinese Politics In Post-Suharto’s Indonesia. Beyond the

ethic Approach?”, Jurnal, Asian Survey, Vol. 41, No. 3, May/June, 2001, hlm.521

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

52

di negeri ini lebih dari 500 tahun lamanya. Gus Dur juga menerima budaya etnis

Tionghoa termasuk agama dan kepercayaan mereka.33

Dalam konsep kewarganegaraan, semua warga negara Indonesia sama di

mata hukum, tetapi dalam praktiknya warga negara Indonesia dari kelompok atau

kategori tertentu lebih diutamakan haknya dibanding warga negara dari kelompok

lainya. Inilah yang terjadi sebelum maupun selama pemerintah Orde Baru berkuasa

terhadap etnis Tionghoa, ada pembatasan didalam kuota perguruan tinggi, selain

itu, mereka juga dibatasi dalam menjalankan kegiatan kebudayaan dan keagamaan,

dan kegiatan lainya yang telah dibahas di bab sebelumnya. Baru setelah masa pasca-

Soeharto, beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif

dicabut.

Gus Dur kemudian menghapus peraturan Orde Baru, seperti Inpres

no.14/1967 melalui Keppres No 6/2000 pada tanggal 12 Juli 2000. Gus Dur

memberikan kebebasan bagi etnis Tionghoa untuk merayakan kegiatan beragama,

serta berbudaya. Maka tidak heran bila Gus Dur dianugerahi gelar Bapak Tionghoa

Indonesia. Keputusan politik Gus Dur tersebut juga membuka ruang dan inisiatif

pembauran dengan mencabut berbagai peraturan yang diskriminatif dalam bidang

kewarganegaraan, catatan sipil, dan anti diskriminatif.34

33 Ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden, ia mencabut peraturan No 14/1967

yang membatasi praktik adat istiadat dan agama Tionghoa pada tingkat pribadi. Dirinya

juga merayakan tahun baru Cina secara terbuka dengan masyarakat Tionghoa yang

disponsori oleh Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin). Lihat Leo

Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta: Kompas, 2010. Hlm

231. 34 Tidak hanya itu, berbagai ekspresi kebudayaan dan tradisi, tidak saja dalam

konteks Tionghoa yang dapat diselenggarakan secara merdeka. Salah satunya adalah

perayaan budaya “Seren Tahun”34 yang diperingati masyarakat Karuhun Sunda di Cigugur,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

53

Salah satu contoh kebebasan mempraktekan kebudayaan, adalah kebebasan

mempertunjukan atraksi Liong-Barongsai dan sebagianya di muka umum.35

Kemudian pencabutan pelarangan barang-barang cetakan dalam berbahasa

Tionghoa. Karenanya, berbagai koran dan majalah berbahasa Tionghoa

bermunculan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan media televisi

Indonesia Metro TV, setiap Senin - Jumat pukul 10.00 WIB menyediakan acara

dengan nama Metro Xin Wen dengan bahasa pengantar Tionghoa. Acara ini

disiarkan sampai keberbagai negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.36 Di

tingkat lokal, paska pengakuan tersebut Vihara Padamuttara kembali menggunakan

nama Klenteng Boen Tek Bio, sedangkan untuk Vihara Nimmala namanya tetap

digunakan dan dijadikan satu dengan Klenteng Boen San Bio.

Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan banyak sumbasih bagi Indonesia.

Yang terbesar adalah perjuangan Gus Dur yang gigih dalam mengusung pluralisme.

Sebelum meninggal, Gus Dur berpesan: “Saya ingin di kuburan saya ada tulisan:

Di sinilah dikubur seorang pluralis”.37

Semasa menjabat sebagai Presiden, Gus Dur mengusahakan solusi damai

lewat perundingan dibandingkan operasi militer dalam mengatasi gerakan

pemisahan diri seperti di Irian Jaya dan Aceh. Bagi Gus Dur, solusi bagi daerah-

daerah tersebut bukanlah referendum mengenai kemerdekaan, melainkan suatu

Kuningan, akhirnya juga dapat terselenggara setelah berdasawarsa mengalami pelarangan.

Lihat, Cahyo. N Agus, Salah Apakah Gus Dur, IRCiSoD, Yogyakarta, 2014. Hlm 136. 35 Benny G Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta Selatan: Transmedia

Pustaka, 2008. Hlm 1091. 36 https://www.metrotvnews.com/program/metro-xinwen di akes pada tanggal 19-

02-2020 pukul 12. 06 Wib 37 Rumadi, Damai Bersama Gusdur, Jakarta: Kompas, 2010. Hlm 69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

54

bentuk otonomi daerah yang membuat pemerintahan daerah dapat menentukan

kebijakan-kebijakan tertentu sesuai kebutuhan daerah.38

Sesudah pengakuan agama Konghucu di Indonesia, pada 19 Januari 2001,

Menteri Agama RI mengeluarkan keputusan No.13/2001 yang menetapkan Imlek

sebagai hari libur fakultatif, meskipun belum ditetapkan sebagai hari libur nasional

seperti hari-hari raya agama-agama lainya di Indonesia.39

Perjuangan Gus Dur juga tak selalu mulus tanpa hambatan, Meskipun

menilai Gus Dur sebagai tokoh kontroversial, mantan ketua MPR (1999-2004)

Amien Rais sangat setuju apabila Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional

sebagai tokoh pluralisme. Dia berpendapat, Gus Dur merupakan tokoh yang

diterima segenap bangsa Indonesia. “Saat menjadi Presiden Gus Dur melakukan

desakralisasi kekuasaan dengan menjadikan Istana sebagai rumah rakyat, tidak ada

lagi keangkeran kekuasaan”, kata Amien Rais.40

Sejak pemerintahan Habibie dan Gus Dur, kegiatan perkumpulan Tionghoa,

kegamaan, perayaan budaya kembali semarak. Etnis Tionghoa pun tak lagi takut

untuk menampilkan jati dirinya. Tak heran menjelang perayaan keagamaan

Konghucu itu suasana di kota-kota yang memiliki warga mayoritas orang-orang

Tionghoa semarak dengan hiasan-hiasan yang didominasi warna merah. Tidak

ketinggalan pusat-pusat perbelanjaan melakukan hal serupa. Bahkan media

elektronik pun tak mau kalah dengan menayangkan hal-hal yang berbau Imlek.

38 Barton Greg, Biografi Gus Dur: the authorized biography of Abdurrahman

Wahid, LKiS, Yogyakarta, 2003, Hlm 385. 39 MN.Ibad, Bapak Tionghoa Indonesia, Yogyakarta:LKiS, 2012, Hlm 89. 40 Rumadi, Op Cit, Hlm 73.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

55

BAB IV

AKHIRNYA DIAKUI

4.I Keadaan dan Tradisi

Menurut Wahyu Wibisana, dalam bukunya yang berjudul Cinbeng

Eksistenti Peranakan Tionghoa Tangerang yang mengutip dari Kitab Sunda Tina

Layang Parahyangan, kedatangan pertamanya etnis Cina Benteng terjadi pada

tahun 1407 di Teluk Naga.1 Karenanya pembauran dan pembaharuan dengan

masyarakat setempat menjadi suatu yang lumrah. Meskipun pada

perkembangannya terdapat banyak tantangan seperti kebijakan diskriminasi dari

pemerintahan dan beberapa kerusuhan yang terjadi seperti tahun 1946 dan 1998,

faktanya pembauran tetap berjalan. Apalagi setelah diterbitkanya Kepres No.

6/2000 yang membebaskan kegiatan beragama, serta berbudaya etnis Tionghoa.

Kini masyarakat luas lebih terbuka kepada budaya Tionghoa sehingga pembauran

antara masyarakat setempat dan etnis Cina Benteng lebih terasa.2

Segala kegiatan etnis Tionghoa sudah kembali dijalankan semenjak era Gus

Dur. Salah satu tradisi dari etnis Cina Benteng yang paling bisa dirasakan

1 Wibisana Wahyu, CINBENG; Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan,

Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 52. Selain dari buku Wibisana, penulis juga

menemukan penggunaan sumber dari kitab Sunda Tina Layang Parahyangan di Majalah,

Suarababa, Exploring the roots of Peranakan, November 2018, Hlm 41 dan juga di

Museum Benteng Heritage, Tangerang.

2 Sholahudin Al Ayubi, “Pembauran Dalam Masyarakat Majemuk di Banten”,

Jurnal, IAIN Sultan Maulana Hassanuddin Banten, Volume 10, No. 2, Desember 2016,

Hlm, 339.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

56

kehadirannya di era Reformasi adalah perayaan Peh Cun.3 Perayaan ini merupakan

agenda rutin setiap tahun yang dilaksanakan setiap bulan ke-5 menurut kalender

Tionghoa atau di pertengahan tahun antara bulan Mei, Juni atau Juli kalender

masehi. Sejak diselenggarakannya kembali pada tahun 2000, meskipun perayaan

Peh Cun adalah perayaan tradisi etnis Tionghoa, perayaan ini terbuka bagi

masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam kegiatannya seperti mendirikan telur

saat tengah hari, memakan bacang, perlombaan balap perahu naga dan juga

menangkap bebek. Dengan ramainya masyarakat yang mengikuti kegiatan tersebut,

pemerintahan kota Tangerang berinisiatif mendukung kegiatan Peh Cun untuk

masuk ke dalam rangkaian acara yang digelar oleh pemerintah kota yaitu Festival

Cisadane.4 Karenanya setiap kali Festival Cisadane akan diselenggarakan,

pembukaannnya adalah ritual tradisi Peh Cun yang diselenggarakan Sungai

Cisdane, pinggiran jalan Kali Pasir.

Dalam perayaan Festival Cisadane, bukan hanya perayaan Peh Cun saja,

tetapi juga diisi dengan berbagai penampilan kebudayaan lainya seperti tarian

cokek yang diiringi dengan musik gambang kromong dan berbagai budaya dari luar

3 Perayaan Peh Cun atau Festival perahu naga di Tangerang sudah sangat terkenal,

bahkan Liliis Suryani pun menyanyikan lagu yang berjudul Nonton Peh Cun di Kali

Tangerang yang dirilis pada tahun 1970. Lihat, Majalah, Suarababa, Exploring the roots

of Peranakan, November 2018, Hlm 50.

4 Terdapat filosofi dalam pelepasan bebek-bebek dalam perayaan Peh Cun,

diharapkan dapat membuat hidup orang yang melepasnya dapat lebih berkah, karna selain

membuang ‘kesialan’, dengan melepaskan bebek bisa memberikan keuntungan bagi yang

berhasil mendapatkannya. Baca, Makalah non Seminar, Rahmat Kahfi, Festival Pe’Cun

Dalam Komunitas Cina Benteng Tangerang, Depok, Universitas Indonesia, 2014, Hlm 11-

13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

57

Tangerang.5 Tentu saja kegiatan tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat

Tangerang maupun luar Tangerang seperti dikatakan oleh Wahidin Halim sebagai

Wali Kota Tangerang periode 2003-2008 dan 2008-2013.

Kita ingin menampilkan bahwa perayaan di sungai itu bisa sangat unik seperti

dalam Festival Cisadane ini. Festival ini akan kita gelar terus setiap tahun,

Masyarakat Kota Tangerang terdiri dari berbagai macam budaya. Seperti Jawa,

Sunda, Padang, Batak, Tionghoa dan masih banyak lagi. Jadi Festival ini untuk

mengapresiasi berbagai budaya masyarakat di Kota Tangerang supaya semua

orang mengetahuinya.6

Selain memberikan hiburan bagi masyarakat kota Tangerang yang hadir

pada perayaan tersebut, Festival Cisadane tentu juga ada manfaat lainya. Selain

memelihara budaya leluhur, di acara ini juga mendukung pembauran budaya baik

dari etnis Tionghoa, etnis Jawa, maupun etnis Betawi dan etnis lainya. Kegiatan ini

berhasil menambahkan penghasilan dari sisi ekonomi bagi masyarakat setempat

yang berprofesi sebagai pedagang karena dapat menjajakan dagangannya di

sepanjang pinggiran Sungai Cisadane dan Pasar Lama.7 Selain itu Pemerintah kota

Tangerang juga mendukung dengan menghadirkan stand pameran dari berbagai

5 Tari Cokek adalah sebuah tari yang lahir dari perpaduan antara Betawi dan

Tionghoa, tarian cokek berfungsi untuk tarian hiburan yang ditampilkan ketika ada acara-

acara besar, seperti pernikahan dan menyambut tamu atau pembukaan suatu acara, Lihat

Makalah, Clarissa Amelinda, Eksistentsi Tari Cokek Sebagai Hasil Akulturasi Budaya

Tionghoa Dengan Budaya Betawi, Depok, Universitasi Indonesia, 2014, Hlm 3.

6 Baca, http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/7325/Festival-Cisadane-

Dibuka-Harap-Tarik-Wisatawan-Internasional , diakses pada tanggal 04 Mei 2020, Pukul

22.08 WIB.

7 Rahmat Kahfi, Festival Pe’Cun Dalam Komunitas Cina Benteng Tangerang,

Makalah non Seminar, Depok, Universitas Indonesia, 2014, Hlm 14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

58

lembaga pemerintahan, pendidikan, unit kegiatan masyarakat, dengan berjualan

produk yang berasal dari Tangerang.8

Gambar 4. Perayaan Peh Cun di Sungai Cisadane

Sumber : http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/2783/Festival-Cisadane-

Ke-13-Digelar-Sepekan

Selain kegiatan Peh Cun, masyarakat Tionghoa juga kembali dapat merayakan

Imlek sebagai tahun baru Tionghoa yang diselenggarakan dengan ramai. Pada

peringatan Imlek yang ke-8 tahun 2007, Presiden ke-4 Susilo Bambang Yudhoyono

menyatakan pidato tentang keberagaman Indonesia.

Tidak boleh lagi ada perlakuan yang tidak adil di negeri ini. Tidak boleh ada saling

curiga diantara anak bangsa. Marilah kita bangun dan masuki era baru kehidupan

berbangsa dan bernegara yang penuh harmoni dengan semangat dan keikhlasan

yang tinggi.9

8http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/7325/Festival-Cisadane-Dibuka-

Harap-Tarik-Wisatawan-Internasional, diakses pada tanggal 04 Mei 2020, Pukul 22.14

WIB.

9 Baca, https://setneg.go.id/baca/index/presiden_pada_perayaan_imlek_2558,di

akses pada 28-04-2020, Pukul 21.19 Wib.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

59

Dukungan dari pemerintah tersebut sangat disambut baik bagi masyarakat etnis

Tionghoa untuk kembali berkumpul bersama dan beribadah di Klenteng di masing-

masing daerah, termasuk seluruh klenteng di daerah Tangerang. Situasi ini juga

dimanfaatkan oleh pengemis dadakan yang mendatangi Klenteng Boen Tek Bio

maupun Klenteng Boen San Bio hal ini disebabkan oleh penggambaran etnis

Tionghoa sebagai orang kaya dan eksklusif.10 Masyarakat yang berasal dari

golongan rendah memanfaatkan situasi tersebut agar mendapatkan angpao yang

hampir dilakukan setiap tahunya dengan intesitas yang semakin melonjak.

Menanggapi hal tersebut Hermanto sebagai pengurus klenteng Boen Tek Bio

mengatakan;

Udah biasa kaya begitu, dari tahun ketahun selalu ada. Biasanya datangnya itu

sebelum hari ini (imlek) sampai besok, trus mereka tidur di pinggiran toko. Kalau

daerahnya beda-beda ya, ada yang mauk, pamulang, atau ya sekitaran-sekitaran

sini juga ada.11

10 Asgart. sofian munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 2.

11 Wawancara dengan Hermanto (50), Tangerang, 26 Januari 2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

60

Gambar 5. Pengemis dadakan yang berada di Klenteng Boen Tek Bio

Sumber: Dokumen penulis, Januari 2020

Hadirnya Imlek juga dimanfaatkan beberapa pasar swalayan untuk menarik

perhatian masyarakat. Biasanya jika suasana mendekati Imlek atau saat hari raya

Imlek, pusat perbelanjaan yang berada di Tangerang selalu mengadakan acara

Barongsai atau kembang api, serta mengadakan diskon yang menarik pengunjung.12

Mungkin dulu agak tertutup eksklusif dan hanya untuk Tionghoa aja, dan hari ini

kita bersyukurkan artinya Imlek juga ada diskon ada kasih angpao. Makanya kan

kalau sekarang ke mall kan rame, diskon-diskon trus kan juga ada barongsai juga

apalagi kalau hari libur begini kan orang-orang pada keliling, trus kalau lihat

barongsai kan juga jadinya lumayan lah buat hiburan. Jadi bentuk silahturahmi

antar lintas iman dan lintas golongan karna jadi tau gitu, owh budayanya etnis

Tionghoa tuh begini.13

12 Baca, https://travel.tempo.co/read/378786/ada-naga-80-meter-di-summarecon-

mal-serpong , diakses pada tanggal 11 Mei 2020, 13.50 WIB

13 Wawancara dengan Arfan(29), Tangerang, 26 Januari 2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

61

Perihal kerukunan antara etnis Cina Benteng dengan masyarakat setempat

juga terjadi disekitaran prasasti Djamban, seperti diungkapkan oleh Kong Lim Edi

(61 tahun).14 Setiap kali perayaan Imlek dapat dilihat banyak masyarakat setempat

datang menghampiri prasasti Djamban untuk menunggu etnis Cina Benteng yang

berdoa serta memberikan persembahan saat mereka selesai berdoa.

Biasanya yang berdoa kesini tuh punya harapan, nah harapannya tuh dibantu

dengan bawa sesembahan, misalnya mereka doa untuk perusahaan biar jalan

berjalan dengan lancar, itu sesembahannya belut, karna kan belut tuh licin. Trus

kalau mau panjang umur itu kura-kura, tahan lama. Kalau mau usahanya dikenal

banyak orang sampai keluar-keluar daerah itu burung, karna mereka kesana

kemari.15

14 Prasasti tangga djamban dibuat pada tahun 1873, Prasasti ini terletak persis di

pinggir Sungai Cisadane, Prasasti ini dibuat untuk menghormati 81 orang Tionghoa, yang

berperan dalam pengumpulan uang sebesar 18.156 ton (ringgit belanda). Uang itu

digunakan untuk membuat 30 jalan, perahu, dan lainya di Tangerang. Oleh karena itu,

masyarakat Cina Benteng turut berperan dalam pembangunan khususnya di Tangerang.

Lihat, Roddasih Ekaputri Juliana, “Fungsi dan Makna Museum Benteng Heritage dalam

Pelestarian Budaya Cina di Kota Tangerang”, Skripsi, Sumatra, Universitas Sumatra Utara,

2017, Hlm 7.

15 Wawancara dengan Kong Lim Edi, Penjaga Prasasti Djamban, Tangeang, 25

Januari 2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

62

Gambar 6. Etnis Tionghoa yang berdoa di Prasasti Djamban dan membawa

sesembahan

Sumber: Dokumen penulis, Januari 2020

Kegiatan berdoa di Prasasti Djamban tidak hanya dilakukan oleh etnis Cina

Benteng saja, tetapi juga mereka yang datang dari luar daerah. Mereka memiliki

kepercayaan bahwa dengan berdoa di sini harapan mereka dapat terwujud. Disaat

yang bersamaan, mereka melepaskan hewan seperti ikan lele, ikan emas maupun

belut di Sungai Cisadane. Banyak masyarakat setempat memanfaatkan situasi

tersebut dengan, menangkap hewan-hewan yang dilepaskan di Sungai. Bagi Kong

Lim Edi, kegiatan ini merupakan hal yang sudah biasa terjadi setiap tahun dan dapat

membantu satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan antar sesama dengan

mengikhlaskannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

63

Selain Klenteng Boen Tek Bio, Klenteng Boen San Bio juga memberikan

contoh pembauran. Contohnya saat Klenteng Boen San Bio (biasa disebut Vihara

Nimmala) memberi nama salah satu ruangannya dengan nama Ruang Embah Raden

Surya Kencana Mangkubumi. Tokoh yang merupakan bangsawan Banten di masa

lalu ini dipercaya merupakan pendukung pendirian klenteng Boen San Bio

sehingga tempat ibadah ini dapat dibangun meskipun berada di tengah-tengah

perkampungan warga pribumi yang beragama Islam. Ruang tersebut disediakan

secara khusus sebagai tempat persinggahan Raden Surya Kencana ketika melawat

di Tangerang. Karenanya warga setempat yang beragama Islam biasa datang untuk

melakukan petilasan di Klenteng Boen San Bio16 Selain itu, luasnya lahan kosong

Klenteng Boen San Bio juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk

mengadakan kegiatan seperti puskesmas ataupun senam sehat yang juga diadakan

oleh pengurus klenteng.

Pada era kini masyarakat luas lebih terbuka kepada budaya Tionghoa. Kita

bisa melihat pusat-pusat perbelanjaan yang penuh dengan dekorasi Imlek,

pertunjukan barongsai, dan ramainya pemberitaan media massa. Kondisi ini hanya

bisa terjadi setelah turunnya rezim Orde Baru.17 Pengalaman etnis Tionghoa semasa

Orde Baru adalah salah satu hal yang tidak bisa dilupakan etnis Tionghoa, termasuk

Cina Benteng.

16 Asgart. sofian munawar, Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat lokal. Kementrian riset dan teknologi, 2006, Hlm 36.

17 Sholahudin Al Ayubi, “Pembauran Dalam Masyarakat Majemuk di Banten”,

Jurnal, IAIN Sultan Maulana Hassanuddin Banten, Volume 10, No. 2, Desember 2016,

Hlm, 340.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

64

Semasa Orde Baru, saya untuk ambil passport saja harus baca Pancasila sama

petugasnya, atau dipanggil ex-PKI, tapi bully-bully itu, buat saya tidak menaruh

sakit hati sama sekali. Saya tahu ada yang salah sama ini (negara,pemerintah)

makanya saya riset semua untuk menemukan titik terang untuk etnis Tionghoa dan

bisa diketahui oleh masyarakat luas18

Situasi itulah yang menjadi alasan Udaya Halim membangun Museum Cina

Benteng yang dimulai sejak 2009. Pembangunan ini dimulai dengan memilih salah

satu bangunan tua berasitektur tradisional tionghoa bersejarah dan terletak di

tengah-tengah Pasar Lama, tepatnya di jalan Cilame No.20.19 Tempat ini juga

dikenal sebagai Zero Point kota Tangerang. Bangunan tersebut diyakini memiliki

nilai historis yang tinggi berkaitan dengan etnis Tionghoa. Di dalam bangunan

ditemukan adanya relief perjalanan jenderal Kwan Seng Tek.20 Udaya Halim

berharap dengan dibangunnya museum tersebut, etnis Tionghoa termasuk Cina

Benteng dan masyarakat setempat dapat merasakan sebagai bagian dari bangsa

Indonesia.

18 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang 26 Januari 2020.

19 Pecinan pasar lama, salah satu pusat sejarah kota tangerang yang masih

menampakan sisa-sisa masa lampau adalah kawasan ini. Letaknya tidak jauh dari Sungai

Cisadane, Pasar Lama Tangerang merupakan pasar tradisional tertua yang pernah ada dan

merupakan cikal bakal Kota Tangerang. Memasuki kawasan pasar lama, nuansa

keberadaan etnis tionghoa sangat terasa. Mulai dari bangunan rumah penduduk yang

beberapa masih mempertahankan bentuk aslinya, sampai pada makanan yang dijual

disepanjang jalan. Sebagai tempat bernaung etnis Tionghoa, di kawasan ini terdapat

Klenteng Boen Tek Bio, juga museum heritage yang juga merupakan sumber sejarah etnis

Tionghoa di Tangerang. Baca, Rini intama, Sejarah dan Budaya Tangerang dalam puisi,

Kidung Cisadane, Jakarta: Kosa kata kita, 2016, Hlm 12

20 Udaya Halim, Benteng Heritage, Tangerang: MBH, Hlm 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

65

Dengan didirikannya museum ini, saya ingin mengimplementasikan bahwa

yang hanya bisa mempersatukan itu adalah kebangsaaan. Dengan hal itu,

setiap orang akan merasakan ini home. Serta, memberikan ruang untuk

orang Tionghoa supaya mereka merasakan this is my home.21

Selain bisa membaca atau melihat berbagai peninggalan etnis Tionghoa

Indonesia, Museum Benteng memiliki kegiatan Heritage Walk. Kegiatan ini

merupakan ajakan bagi mereka yang ingin mengenal sejarah Pasar lama sebagai

cikal bakal kota Tangerang, sejarah kehadiran Cina Benteng di Tangerang dan

peran etnis Tionghoa di Indonesia. Kegiatan ini tentu saja tidak dilakukan secara

eksklusif bagi etnis Tionghoa saja, tetapi bagi seluruh masyarakat mana saja yang

memang tertarik terhadap perkembangan etnis Tionghoa di Indonesia terutama

Cina Benteng, Pasar Lama, serta Kota Tangerang. Kegiatan ini bisa diikuti yang

berasal dari berbagai lapisan seperti pemerhati budaya, guru, mahasiswa atau

masyarakat umum.22 Gambaran keterbukaan ini diungkapkan oleh Ratna Lestrari,

pemudi berasal dari Depok, Jawa Barat yang mengikuti kegiatan Heritage Walk

bekerja sama dengan Komunitas Historia Indonesia (KHI).

Sebenernya aku suka sama sejarah juga, ikut ini juga karna KHI karena dulu sering,

terus ngeliat ada postingan soal acara temanya Cina Benteng. Gapernah denger

sebelumnya jadinya pengen ikutan aja.23

21Lihat,

https://yogyakarta.kompas.com/read/2016/02/05/143400627/Jelang.Imlek.Yuk.Berkunjun

g.ke.Museum.Benteng.Heritage , diakses 02 Mei 2020, Pukul 23.56 WIB

22 Wawanca dengan Utami, Humas Benteng Heritage, 26 januari 2020.

23 Wawancara dengan Ratna Lestari(20) , dalam kegiatan yang diselenggarakan

oleh Komunitas Historia Indonesia “Jejak sejarah Cina Benteng”, 26 Januari 2020

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

66

Meskipun sudah memasuki era Reformasi dan sudah mendapatkan

pengakuan dari pemerintahan Indonesia, situasi tersebut tidak berarti memberikan

jaminan etnis Tionghoa untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dan aman.

Faktanya pada tahun 2010 terjadi penggusuran terhadap 350 kepala keluarga yang

mayoritasnya adalah etnis Cina Benteng di bantaran kali Cisadane, Kecamatan

Neglasari, Kota Tangerang.24 Mengenai hal tersebut Udaya Halim memberikan

pendapat:

Hal itu sangat menyakitkan bagi saya ketika pejabat setempat mengatakan kalian

sudah tinggal disini turun temurun masih mau ganti keuntungan padahal mereka

itu bagian sejarah awal hadirnya Ciben disini, padahal kalau dilihat wajahnya

sudah tidak cina lagi, yang mereka butuhkan hanya tempat tinggal, mereka jadi

kuli pasar, tukang becak, wajah-wajah nya sudah kusam hitam, karena memang

sudah menjadi satu bagian dengan warga setempat.25

Penggusuran yang dilakukan oleh pemerintahan Kota Tangerang dilakukan

dengan alasan masyarakat Cina Benteng melanggar Perda No 18 tahun 2000

tentang Keindahan, Ketertiban, dan Keamanan (K3). Kebijakan ini digunakan oleh

pemerintahan Kota Tangerang karena akan dilakukannya pelebaran sungai

Cisadane.26 Beruntung penggusuran tersebut ditunda karena instruksi langsung dari

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kami menganggapi serius ada imbauan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,

agar penggusuran rumah penduduk di bantaran kali ditunda sementara27

24 Wibisana Wahyu, Op Cit, Hlm 168.

25 Wawancara dengan Udaya Halim, Tangerang, 26 Januari 2020.

26 Wibisana Wahyu, Op Cit. Hlm 169.

27 Tanggapan dari Wahidin Halim setelah penggusuran tersebut harus dihentikan

Baca,https://nasional.kompas.com/read/2010/05/14/18222691/Walikota.Hentikan.Penggu

suran.Neglasari-3 , diakses pada tanggal 03 Mei 2020, Pukul 22.18 WIB..

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

67

Bahkan kasus penggusuran tersebut juga mendapat perhatian Dewan

Perwakilan Rakyat yang memberikan surat panggilan kepada Wali Kota Tangerang

Wahidin Halim untuk melakukan konfrontasi dengan pihak warga Cina Benteng. 28

Tujuan DPR adalah mencegah agar tidak adanya kejadian yang tidak diinginkan,

Rencana penggusuran pada 27 april 2010, harus dihentikan karna kekhawatiran

kasus kerusuhan Tanjung Priok akan terulang di Tangerang.29

Gambar 7. Kerusuhan saat penggusuran di Tangerang 2010

Sumber : https://metro.tempo.co/read/240203/warga-cina-benteng-masih-

bertahan

28 Komisi II (Dalam Negeri, Sekretariat Negara, Pemilu) dan Komisi III (Hukum,

HAM, dan keamanan)

29 Kata wakil ketua komisi III Fahri Hamsyah, Baca,

https://nasional.kompas.com/read/2010/04/21/13281616/DPR.Hentikan.Pembongkaran.C

ina.Benteng. Di akses pada tanggal 03 Mei, pukul 22.30 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

68

Dengan himbauan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR,

akhirnya penggusuran tersebut ditunda, meskipun beberapa bangunan seperti

pabrik kecap yang menjadi tempat mencari nafkah sudah tergusur.30

Pada saat penggusuran tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

mengeluarkan Keppres No.12/2010 di bulan Juni 2010 tentang mencabut

Keputusan Presiden No.64/1986 yang mengatur Pengendalian Penggunaan Tanah

dan Ruang Udara di Sekitar Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta.31

Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, secara tidak langsung pemerintah

mendukung kehadiran masyarakat setempat.

Meskipun penggusuran telah ditunda, kondisi ini tetap membuat masyarakat

setempat khawatir. Tepat pada perayaan Imlek 6 Februari 2011, etnis Cina Benteng

di kawasan Neglasari merayakan dengan menggelar aksi 1000 lilin dengan harapan

ada titik temu dan keadilan dari rencana penggusuran tersebut.32

Selain terjadi penggusuran etnis Cina Benteng, pesatnya perkembangan

kawasan industri di daerah Tangerang dan sekitarnya lambat laun berimbas kepada

tempat tinggal kelompok Cina Benteng. Jika dulu pada masa Orde Baru mereka

digilas oleh penguasa, pada era Reformasi mereka kembali digilas oleh para

30 Wibisana Wahyu, CINBENG; Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan,

Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 170.

31 Keppres No.64 1986 sudah dibahas di Bab 2.

32 Baca, http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/4249/a , diakses pada

tanggal 04 Mei 2020, Pukul 00.33 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

69

pengusaha atau pemilik modal.33 Hal tersebut dapat dilihat dalam perkembangan

daerah Neglasari dengan hadirnya Bandara Soekarno-Hatta, kawasan yang

sebelumnya adalah tempat tinggal dan lahan pertanian, kini telah berubah menjadi

kawasan perumahan, tempat kantor perwakilan dari berbagai maskapai Bandara

Soekarno-Hatta.34

Bandara Soekarno Hatta menjadi salah satu dari sembilan bandara tersibuk

di dunia pada periode tahun 2011-2012.35 Tapi hal tersebut tidak berarti bagi

masyarakat Neglasarai, dikarenakan tetap tingginya tingkat kemiskinan.36

Menanggapi kondisi kemiskinan di daerah Neglasari, Wali Kota Tangerang,

Wahidin Halim merasa kehadiran Bandara tersebut belum memberikan dampak

besar bagi masyarakat sekitar karena faktanya belum berhasil membebaskan warga

setempat dari jurang kemiskinan:

Saya secara pribadi melihat, belum banyak yang dilakukan BSH (Bandara

Soekarno Hatta) untuk warga saya yang ada di Neglasari dan Benda,

pemberdayaan ekonominya yang kurang, Jangan sampai, keberadaan BSH ini

tidak punya nilai ekonomis bagi warga Kota Tangerang, dan juga warga sekitar

bandara.37

33 Wibisana Wahyu, CINBENG; Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan,

Tangerang:Pustaka Klasik, 2006, Hlm 170.

34 http://www.bumn.go.id/angkasapura2/berita/303 diakses 20 Mei 2020, Pukul

15.34 WIB.

35 https://bandarasoekarnohatta.com/bandara-soekarno-hatta-cengkareng , diakses

10 Mei 2020, Pukul 00.05 WIB.

36 https://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/5978/DPRD-Tuding-AP-II-

Tak-Perhatikan-Warga-Sekitar-Bandara diakses 20 Mei 2020, Pukul 15.47 WIB.

37 https://economy.okezone.com/read/2012/02/29/452/584933/bandara-soekarno-

hatta-belum-bernilai-ekonomis , diakses 10 Mei 2020, Pukul 00.07 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

70

Pada tanggal 25 Agustus 2011 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala

Serang (BP3S) menetapkan cagar budaya yang berada di blok kota lama Tangerang

yang usianya sudah lebih dari 50 tahun, diantaranya: Klenteng Boen Tek Bio,

Rumah Arsitektur Cina (Museum Benteng Heritage), Masjid Jami dan Makam Kali

Pasir. Ini merupakan sebuah tanda pengakuan dari pemerintahan Banten terhadap

bangunan yang memiliki ciri etnis Tionghoa,38 selain itu pembangunan dari Masjid

Jami dan Makam Kali Pasir sendiri merupakan pemberian dari etnis Tionghoa yang

beragama muslim sebagai dukungan bagi masyarakat setempat yang beragama

muslim. Hal tersebutlah yang membuat letak ibadah dari dari Masjid Jami dan

Makam Kali Pasir tidak terlalu jauh dari letak Klenteng Boen Tek Bio.39

Setelah penetapan Klenteng Boen Tek Bio sebagai cagar budaya kota

Tangerang, tepat satu tahun kemudian yaitu pada tanggal 6 Oktober 2012, Klenteng

Boen Tek Bio mengadakan tradisi yang telah berlangsung lebih dari seratus tahun.40

Tradisi ini dikenal dengan nama Gotong Toapekong, yaitu tradisi perarakan dengan

membawa patung dewa-dewa keluar dari klenteng. Kegiatan ini diadakan setiap 12

38 Andhi Seto Prasetyo, Titin Fatimah, Rita Padawangi, PERKEMBANGAN KOTA

LAMA TANGERANG DAN POTENSINYA SEBAGAI DESTINASI WISATA PUSAKA,

Jurnal, Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan, Vol.7 No.1, Oktober 2017, Hlm 19

39 Wawancara dengan Asep Kambali, Tangerang, 26 Januari 2020.

40 Perayaan Gotong Toa Pekong pertama kali dilakukan pada tahun 1844, pada

tahun tersebut Klenteng Boen Tek Bio melakukan pemugaran untuk pertama kalinya.

Untuk mempermudah renovasi Klenteng Boen Tek Bio sejumlah patung dewa-dewi seperti

Kwan Im dipindahkan menuju Klenteng Boen San Bio. Seteleh renovasi selesai, patung

dewa-dewi dipindahkan dari Klenteng Boen San Bio ke Boen Tek Bio dengan dilakukan

sebuah prosesi acara perarakan yang sekarang dikenal dengan gotong Toapekong. Perayaan

ini bertepatan dengan tahun Naga, sehingga perayaan Gotong Toa Pekong dilaksanakan

setiap 12 tahun kali, Baca Wibisana Wahyu, Cinbeng; Eksistensi Peranakan Tionghoa

Peranakan, Tangerang:Pustaka Klasik, 2006. Hlm 124

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

71

tahun sekali yaitu bertepatan dengan tahun Shio Naga. Menurut kepercayaan

Tionghoa, Gotong Toapekong sendiri merupakan tradisi etnis Cina Benteng yang

mengarak patung Kha Lam Ya, patung Kwan Seng Tek Kun, dan terakhir patung

Ema Kwa Im.41 Upacara ini memiliki makna agar Tangerang terhindar dari

bencana.42

Gambar 8. Gotong Toapekong pada tahun 2012

Sumber: https://m.merdeka.com/foto/peristiwa/99241/20121006131613-dua-

naga-berjalan-di-arak-arakan-taopekong-001-mudasirdjoko-poerwanto.html

41 Wahidin Halim, Ziarah Budaya Kota Tangerang; Menuju Masyarakat

Berperadaban Akhlakul Karimah, Jakarta: Pendulum, 2005, Hlm 21

42 Gotong Toapekong tidak hanya diselenggarakan di Klenteng Boen Tek Bio saja,

tetapi juga dirayakan oleh berbagai Klenteng lain, seperti di Klenteng Tek Hay Kiong,

Tegal, Jawa Tengah dan Klenteng Toa Sai Bio, Jakarta. Tetapi ada perbedaan dari perayaan

Gotong Toa Pekong yang dirayakan di Klenteng Boen Tek Bio dengan Klenteng Tek Hay

Kiong dan Klenteng Toa Sai Bio. Jika Klenteng Klenteng Toa Sai Bio dam Klenteng Tek

Hay Kiong dirayakan setiap tahun di hari Cap Gomeh, Gotong Toa Pekong di Klenteng

Boen Tek Bio hanya dirayakan setiap 12 tahun sekali. Lihat,

https://nasional.kompas.com/read/2010/03/02/1539073/Gotong.Toa.Pekong..Wisata.Buda

ya.di.Pecinan dan https://www.negeripesona.com/2015/06/kirab-gotong-toa-pe-kong-

perayaan-cap.html , diakses pada tanggal 20-05-2020, Pukul 22.05 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

72

Pada upacara Gotong Toapekong, tidak hanya budaya Tionghoa seperti

tarian Liong yang dilakukan oleh 20 orang atau tarian barongsai pada saat

perarakannya, tetapi lebih meriah dengan merangkul semua elemen masyarakat

sekaligus memberikan berkat. Seperti misalnya pada acara tersebut juga

menampilkan beberapa pertunjukan budaya yang berasal dari masyarakat setempat

dan etnis Jawa seperti penampilan tarian cokek yang diiringi musik Gambang

Kromong, tarian Barong, dan tarian Reog Ponorogo.43 Pertunjukan ini menandakan

pembauran sempurna antara etnis Tionghoa dan tidak ada sebuah batas pemisah

dengan masyarakat setempat meskipun perayaan tersebut adalah acara khusus dari

etnis Tionghoa. Pada acara besar ini juga dihadiri oleh para tamu undangan seperti

tokoh masyarakat kota Tangerang, perwakilan dari seluruh klenteng di Indonesia

dan para pejabat negara seperti menteri pariwisata ekonomi kreatif dan menteri

BUMN.44

Selain itu, berkembangnya wilayah Tangerang yang bisa dilihat di daerah

Pasar Lama terutama di jalan Kisamaun. Jika siang hari lokasi ini menjadi tempat

bisnis dari berbagai keperluan harian seperti barang elektronik, perbankan,

kebutuhan rumah tangga. Pada malam hari lokasi ini menjadi salah satu pusat

kuliner yang cukup ramai dikunjungi masyarakat Kota Tangerang dan sekitarnya.

Pada malam hari, kawasan ini didirikan warung dan tenda yang menyajikan sajian

43 Lihat, Majalah, Suarababa, Exploring the roots of Peranakan, November 2018,

Hlm 79-80.

44 Lihat, http://www.kemenparekraf.go.id/index.php/post/arak-arakan-gotong-

toapekong-di-kota-tangerang , di akses 02 Mei 2020, Pukul 20.23 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

73

yang berlabel Halal maupun non Halal yang hampir berasal dari seluruh daerah di

Indonesia maupun luar negeri. Dengan memanfaatkan suasana kota lama yang

sebagian masih berasitektur Tionghoa serta akses yang mudah, kondisi tersebutlah

yang merupakan cikal bakal festival Culinary Night di kota Tangerang.45

Gambar 9. Jl. Kisamaun yang menjadi Kawasan Kuliner.

Sumber:

https://www.kompasiana.com/sipanji/54f94064a3331176038b492a/pasar-lama-

culinary-night-tujuan-wisata-baru-kota-tangerang

Setelah memasuki era Reformasi, etnis Cina Benteng telah berhasil

berintegrasi dengan masyarakat setempat dengan harmonis dan tanpa adanya

paksaan. Keadaan tersebut sesuai dengan cita-cita dari BAPERKI yang berpendapat

45 Budi Sulistyo, Marsela Fitri Anisa, Pengembangan Sejarah dan Budaya

Kawasan Cina Benteng Kota Lama, Tangerang, Jurnal, Planesa Volume 3, Nomor 2

November, 2012, Hlm 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

74

bahwa etnis Tionghoa harus segera berintegrasi dengan masyarakat setempat dalam

membangun Indonesia.46

Meskipun sempat terjadi penggusuran dan berakibat pada kerusuhan,

percampuran budaya yang telah terjadi diharapkan tetap berjalan dengan lancar dan

terus menerus dijaga, seperti halnya Festival Cisadane yang selalu diselenggarakan

dari tahun ke tahun dengan menampilkan semua budaya yang berada di wilayah

Tangerang seperti Sunda, Jawa, Betawi, terutama tradisi Tionghoa sebagai cikal

bakal dari Festival ini, bahkan dengan penuhnya keberagaman di festival tersebut,

membuat berhasilnya masuk menjadi 100 Calender of Event Wonderful Indonesia,

karena tidak hanya menarik perhatian masyarakat setempat atau luar daerah tetapi

berhasil menarik perhatian Warga Negara Asing, seperti negara Malaysia dan

Singapura. Hal tersebut menjadi suatu kebanggaan bagi Wali Kota Tangerang Arief

R Wismansyah.47

46 Siauw Giok Tjhan dan Oey Hay Djoen, Sumbangsih Siauw Giok Tjhan dan

Baperki, Hasta Mitra, 2000, Hlm 23.

47 https://dispar.bantenprov.go.id/Destinasi/topic/10 , di akses pada tanggal 01 Mei

2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

75

BAB V

KESIMPULAN

5.I Kesimpulan

Pada era Orde Baru, etnis Tionghoa diwajibkan untuk segera berbaur

dengan masyarakat setempat dan meninggalkan berbagai kegiatan

ketionghoaannya. Untuk mempermudah hal tersebut, pemerintah Orde Baru

mengeluarkan berbagai kebijakan yang melarang atau mengurangi aktifitas etnis

Tionghoa yang masih ada hubungannya dengan negara asalnya. Seperti

kepercayaan yang harus diganti, pelarangan penggunaan bahasa leluhur dan diganti

menjadi bahasa Indonesia, pembatasan kegiatan tradisi leluhur, dan bahkan nama

yang masih menggunakan nama Tionghoa juga harus diganti dengan nama yang

lebih terdengar familiar oleh masyarakat maupun pemerintah. Hal itu bertujuan agar

pembauran dengan masyarakat setempat dapat terjadi lebih efisienn.

Tentu, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto

terhadap etnis Tionghoa sangat bertentangan dengan hak kebebasan sebagai bagian

dari Warga Negara Indonesia, namun pemerintah Orde Baru beralasan, kebijakan

tersebut diterbitkan demi melancarkan agar adanya pembauran dari etnis Tionghoa

dengan masyarakat setempat bisa terjadi lebih efisien. Sayangnya kebijakan

tersebut malah berdampak terhadap permasalahan kehidupan mereka sebagai

bagian masyarakat Indonesia serta terjadinya kultur genosida. Namun, penderitaan

etnis Tionghoa tidak hanya terhenti dari lahirnya dari kebijakan saja, lebih dari itu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

76

penderitaan tersebut juga ditambah dengan kerusuhan pada tahun 1998 yang

bersamaan dengan berakhirnya era Orde Baru dan awal dari era Reformasi, dalam

kerusuhan tersebut, banyak yang menjadi korban termasuk golongan etnis

Tionghoa yang dinilai, ikut andil dalam merugikan keadaan negara dari sisi

ekonomi.

Awal dari era Reformasi menjadi pintu pembuka kebebasan bagi etnis

Tionghoa dalam menjalankan kegiatan sebagai anggota masyarakat Indonesia,

seperti menjadi bagian dari dinamika politik, kegiatan keagamaan maupun tradisi,

dan hal tersebut tidak bisa di lepaskan atas jasa Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie

dan Presiden K.H Abdurrahman Wahid. Kedua tokoh inilah yang melepaskan

belenggu kebijakan diskiriminasi era Orde Baru terhadap etnis Tionghoa, sehingga

keadaan dan kegiatan dari etnis Tionghoa bisa berjalan dengan lebih leluasa dan

berdampingan dengan masyarakat luas.

Melihat sesuai dengan fakta yang terjadi, suasana kegiatan dari tradisi

masyarakat Cina Benteng di Tangerang, terasa berbeda dibandingkan dengan era

Orde Baru. Kegiatan dari tradisi etnis Tionghoa di era Reformasi, sudah dianggap

menjadi bagian dari masyarakat Kota Tangerang. Meski begitu, penidasan juga

sempat terjadi pada era ini, yaitu peristiwa penggusuran hunian etnis Cina Benteng

dipinggiran Kali Cisadane, Kecamatan Neglasari pada tahun 2010 yang bahkan

menarik perhatian kalangan DPR dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Terlepas dari peristiwa penggusuran tersebut, kegiatan dari tradisi etnis

Cina Benteng memang lebih terbuka ketimbang pada era Orde Baru yang tertutup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

77

dan lebih kaku, sehingga tak heran jika perayaan tradisi Cina Benteng dirayakan

dengan sangat meriah seperti perayaan Imlek, Peh Cun, dan Gotong Toa Pekong

yang dirayakan 12 tahun sekali, dan tentu perayaan ini terbuka bagi masyarakat

luas, serta tidak eksklusif bagi etnis Tionghoa saja. Sehingga fakta pembauran dan

pembaharuan antar etnis Tionghoa dengan etnis lainya seperti Jawa, Sunda,

maupun Betawi yang merupakan mayoritas di Tangerang, bisa terjadi dengan lebih

baik dan tanpa adanya paksaan seperti apa yang terjadi di era Orde baru seperti apa

yang BAPERKI harapkan dengan semangat Integrasi. Bahkan perayaan Festival

Cisadane yang merupakan perayaan tahunan Kota Tangerang, merupakan perayaan

yang cikal bakalnya berasal dari perayaan Peh Cun, dan perayaan ini dirayakan

hingga tahun 2019, bahkan lebih meriah karna dihadiri berbagai kalangan sampai

turis luar negeri, hal tersebut merupakan fakta, bagaimana tradisi etnis Cina

Benteng sudah diterima oleh masyarakat luas di era Reformasi ini.

Harapannya, keadaan dimana saling terbukanya antar masing – masing etnis

dan golongan, terus dijaga dari tahun ke tahun. Sehingga nilai positif dan saling

menghomati antara satu sama lain bisa lebih terasa.

5.2 Saran

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Orde Baru demi terwujudnya asimilasi

total antara etnis Tionghoa dengan masyarakat setempat, tidak hanya terjadi di

wilayah Tangerang saja, namun diyakini terjadi juga di wilayah kota – kota lainya.

Sayangnya penelitian mengenai bagaimana perubahan keadaan dan tradisi

etnis Tionghoa di setiap daerah, dari era Orde Baru hingga era Reformasi masih

sedikit, sehingga penelitian ini diharapkan memicu penelitian-penelitian lain

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

78

tentang keadaan dan tradisi etnis Tionghoa dari era Orde Baru hingga era Reformasi

dari seluruh daerah, terutama daerah yang dihuni oleh banyaknya etnis Tionghoa.

Dengan mengangkat permasalahan dengan sudut pandang yang sama,

diharapkan dapat menunjukan apa saja dampak yang diberikan oleh pemerintah

kepada kelompok masyarakat tertentu dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan,

sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk kebijakan yang selanjutnya. Di samping

itu, penelitian ini juga diharapkan dapat membantu memenuhi berbagai fakta yang

terjadi tentang bagaimana perkembangan etnis Tionghoa, terkhususnya di wilayah

Tangerang, Banten.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

79

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agus N Cahyo, Salah Apakah Gus Dur, IRCiSoD, Yogyakarta, 2014.

Burke, Peter J dan Stets, Jan E, Identity Theory. Oxford University Press. New

York. 2009

Carey, Peter. Orang Cina, Bandar Tol, Candu, dan Perang Jawa, perubahan

persepsi tentang cina 1755-182. Komunitas Bambu. Depok. 1984.

Greg, Barton, Biografi Gus Dur: the authorized biography of Abdurrahman Wahid,

LKiS, Yogyakarta, 2003.

Grief ,Stuart. W, WNI; Problematik Orang Indonesia asal Cina, Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1991.

Wibowo, I., Retropeksi dan Rekontektualisasi Masalah Cina, Jakarta:Gramedia

Pustaka Utama, 1999.

Wibowo, I., dan Lan, Thung Ju, Setelah Air Mata Kering, Masyarakt Tionghoa

pasca-peristiwa Mei 1998, Jakarta:Kompas, 2010.

H.S, Suhaendi., dkk. “Etnis Cina di Banten”, LP2M IAIN SMH, Banten, 2015

J.S. Badudu. Kamus Kata-Kata Serapan Asing. Jakarta: Kompas. 2003.

Kuntowijoyo, Metodeologi Sejarah, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2003.

Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta: Kompas,

2010.

--------------------, Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches.

Singapore: ISEAS, 2015

--------------------, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa 1900-2002, Jakarta: LP3ES,

2005.

---------------------, Pribumi Indonesians, The Chinese Minority and China, Kuala

Lumpur: Heinemann Educational Books, 1978

---------------------, Negara dan Etnis Tionghoa, Jakarta:Pustaka LP3ES, 1991

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

80

----------------------, Dilema Minoritas Tionghoa, Jakarta: PT. Grafiti Press, 1982

M. Hamid. Gus Ger, Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa. Galang Press.

Yogyakarta. 2010.

MN Ibad dan Fikri Af. Akhmad. Bapak Tionghoa Indonesia. LKIS. Yogyakarta.

2012

Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina; Sejarah Etnis Cina

di Indonesia, Depok:Komunitas Bambu, 2008.

Rini Intama, Sejarah dan Budaya Tangerang dalam puisi, Kidung Cisadane,

Jakarta: Kosa kata kita, 2016.

Rumadi, Damai Bersama Gusdur, Jakarta:Kompas, 2010.

Setiono G. Benny, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Transmedia Pustaka, Jakarta

Selatan, 2008.

Soerjono Soekanto. Sosiologi: Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta. 1969.

Sholahudin Al Ayubi dan Ade Fakih Kurniawan, Cina Benteng Antara Pluralitas,

Kesukubangsaan, dan Kepercayaan, Serang: FUD Press, 2009.

Syamsuddin Haris, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai, Jakarta:Gramedia

Pustaka, 2005.

Tan, Mely G. Golongan Etnis Tionghoa Di Indonesia; suatu masalah pembinaan

kesatuan bangsa. Gramedia. 1979.

Team Dokumentasi Presiden RI, Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23

Maret 1978, Jakarta:PT. Citra Kharisma Bunda, 2003.

Tjhan, Siauw Giok dan Djoen , Oey Hay, Sumbangsih Siauw Giok Tjhan dan

Baperki, Hasta Mitra, 2000.

Tuk Setyohadi, Sejarah perjalanan bangsa Indonesia dari masa ke masa, Jakarta:

CV Rajawali, 2002.

Wahidin Halim, Ziarah Budaya Kota Tangerang; Menuju Masyarakat

Berperadaban Akhlakul Karimah, Jakarta: Pendulum, 2005.

Wahyu Wibisana .CINBENG, Eksistensi Peranakan Tionghoa Peranakan. Pustaka

Klasik. Tangerang. 2016

Wicaksana, Anom Whani, Gus Dur: Jejak Bijak Sang Guru Bangsa, Yogyakarta:

C-Klick Media, 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

81

Jurnal, Artikel, Majalah

Ardli Johan Kusuma, “Pengaruh Norma HAM Terhadap Proses Kemerdekaa Timor

Leste dari Indonesia”, Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7 (1), April, 2017.

Budi Sulistyo, Marsela Fitri Anisa, “Pengembangan Sejarah dan Budaya Kawasan

Cina Benteng Kota Lama, Tangerang”, Jurnal Planesa Volume 3, No. 2,

November, 2012.

Billy Nathan Setiawan, “Cina Benteng: The Latest Generations And Acculturation”

Jurnal Lingua Cultura, Volume 09, No. 1, Mei, 2015.

Euis Thresnawaty S, “Sejarah Sosial-Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Patanjala Vol. 7,

No. 1, Maret, 2015.

Freedman, Amy, “Political Institutions and Ethnic Chinese Identity in Indonesia”,

Asian Ethnicity, Volume 4, No 3, October 2003.

Gouwgioksong. “The Marriage Laws of Indonesia with Special Reference to Mixed

Marriages”. The Rabel Journal of Comparative and International Private

Law, 28. Jahrg, 1964.

Graburn, Nelson, “What is Tradition?”. University of California Berkeley:Museum

Antropology, May, 2008.

Hari Poerwanto, “Asimilasi, Akulturasi, dan Integrasi Nasional”, Universitas

Gadjah Mada:Jurnal Humaniora, Vol 11, No. 3, 1999.

Indarja, “Perkembangan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Di Indonesia”,

Masalah - Masalah Hukum, Jilid 47 No. 1, Januari 2018.

Leo Suryadinata , “Chinese Politics In Post-Suharto’s Indonesia. Beyond the ethic

Approach?”, Asian Survey, Vol. 41, No. 3, May/June, 2001.

Lepi T Tarmidi, “Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan

Saran”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret, 1999.

Muhamad Arif, “Model Kerukunan Sosial pada Masyarakat Multikultural Cina

Benteng”, Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1, Mei, 2014.

Muhammad Reza Zaini, “Perjalanan Menjadi Cina Benteng: Studi Identitas Etnis

di Desa Situgadung”, jurnal sosiologi masyarakat, Vol. 19, No. 1, Januari,

2014.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

82

Thoriq Tri Prabowo, “Imlek dan Kebinekaan”, Artikel Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga, Januari, 2017.

Prasetyo, Andhi Seto, Titin Fatimah, Rita Padawangi, “Perkembangan Kota Lama

Tangerang dan Potensinya Sebagai Destinasi Wisata”, Jurnal Arsitektur,

Bangunan, & Lingkungan, Vol.7 No.1, Oktober 2017.

Raben, Remco, “Anti-Chinese Violence in the Indonesian Revolution”,

Amsterdam:Netherlands Institute for War Documentation, 2006.

Sai, Siew-Min dan Hoon, Chang-Yau, “Chinese Indonesians Reassessed”,

Routledge, 2013

Sholahuddi Al-Ayubi, “Cina Benteng:Pembauran Dalam Masyarakat Majemuk di

Banten”. Jurnal. IAIN Sultan Maulana Hassanuddin Banten”. KALAM,

Volume 10, No. 2, Desember 2016.

Suarababa, 2018. Exploring the roots of PERANAKAN.

Penelitian, Skripsi, Makalah

Sofian Munawar Asgart, “Komunitas cina banteng (cibet) di tangerang: potret

pembauran di tingkat local”, Riset Penelitian, Kementrian Riset dan

Teknologi, 2006.

Clarissa Amelinda, “Eksistentsi Tari Cokek Sebagai Hasil Akulturasi Budaya

Tionghoa Dengan Budaya Betawi”, Makalah Seminar, Depok,

Universitasi Indonesia, 2014.

Daud Ade Nurcahyo, “Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa”, Skripsi,

Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2016.

Rahmat Kahfi, “Festival Pe’Cun Dalam Komunitas Cina Benteng Tangerang”,

Depok, Makalah Seminar, Universitas Indonesia, 2014.

Roddasih Ekaputri Juliana, “Fungsi dan Makna Museum Benteng Heritage dalam

Pelestarian Budaya Cina di Kota Tangerang”, Skripsi, Sumatra,

Universitas Sumatra Utara, 2017.

Shintia Astiagyna, “Perjanjian Dwikewarganegaraan:Kehidupan Etnis Tionghoa di

Glodok (1955-1969)”, Skripsi, Yogyakarta, Universitas Negri Yogyakarta,

2012.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

83

Web

https://tirto.id/13-hari-pembantaian-orang-cina-di-jakarta-cx2Y Diakses pada

tanggal 18 September 2019 pukul 10.26 WIB.

https://www.kompasiana.com/hariadideutsch/550e069e813311be2cbc614b/apa-

itu-imlek-hasil-observasi?page=all Diakses pada tanggal 24 September 19

pukul 13.18 WIB

https://majalah.tempo.co/read/laporan-khusus/95469/setelah-enam-belas-abad

diakes pada tanggal 2 Februari 2020 Pukul 14.54 Wib.

https://web.archive.org/web/20150704215956/http://www.library.ohiou.edu/indop

ubs/1998/05/31/0029.html Diakses pada tanggal 10 Februari 2020 pada

pukul 10.33 WIB

http://edition.cnn.com/WORLD/asiapcf/9805/16/indonesia.update/ Diakses pada

tanggal 10 Februari 2020 pada pukul 10.44 WIB

https://web.archive.org/web/20100904160043/http://www.thejakartaglobe.com/na

tional/still-no-answers-or-peace-for-many-rape-victims/374845 Diakses

pada tanggal 10 Februari 2020 pada pukul 11.02 WIB

https://www.metrotvnews.com/program/metro-xinwen di akes pada tanggal 19

Februari 2020 pukul 12. 06 Wib

https://ngopijakarta.com/tionghoa-marga-dan-nama-sebagai-identitas/2/ diakses 09

Maret 2020, pukul 14.07 WIB.

https://www.viva.co.id/arsip/1302-kedutaan-rrc-dan-orang-tionghoa-jadi-sasaran

,diakses pada 17 Maret 2020, 11.02 WIB.

http://ypkp1965.org/blog/2019/09/05/napak-tilas-penjara-tapol-orba-di-tangerang/

,diakes 02 April 2020, pukul 12.28 WIB.

https://www.bacatangerang.com/potret-kerusuhan-98-di-tangerang-hingga-upaya-

penindasan-etnis-tionghoa/ di akes 02 April 2020 pukul 16.30 WIB

https://majalah.tempo.co/read/97121/pertanggungjawaban-habibie-diterima-tapi ,

diakses 21 April 2020, pukul 22.51 WIB.

https://setneg.go.id/baca/index/presiden_pada_perayaan_imlek_2558 ,di akses

pada 28 April 2020, Pukul 21.19 Wib.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

84

http://www.kemenparekraf.go.id/index.php/post/arak-arakan-gotong-toapekong-

di-kota-tangerang , di akses 02 Mei 2020, Pukul 20.23 WIB.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2016/02/05/143400627/Jelang.Imlek.Yuk.Be

rkunjung.ke.Museum.Benteng.Heritage , diakses 02 Mei 2020, Pukul 23.56

WIB

https://nasional.kompas.com/read/2010/05/14/18222691/Walikota.Hentikan.Peng

gusuran.Neglasari-3 , diakses pada tanggal 03 Mei 2020, Pukul 22.18 WIB

https://nasional.kompas.com/read/2010/04/21/13281616/DPR.Hentikan.Pembong

karan.Cina.Benteng. Di akses pada tanggal 03 Mei, pukul 22.30 WIB.

http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/4249/a , diakses pada tanggal 04

Mei 2020, Pukul 00.33 WIB.

http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/7325/Festival-Cisadane-Dibuka-

Harap-Tarik-Wisatawan-Internasional , diakses pada tanggal 04 Mei 2020,

Pukul 22.08 WIB.

http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/7325/Festival-Cisadane-Dibuka-

Harap-Tarik-Wisatawan-Internasional , diakses pada tanggal 04 Mei 2020,

Pukul 22.14 WIB.

https://bandarasoekarnohatta.com/bandara-soekarno-hatta-cengkareng , diakses 10

Mei 2020, Pukul 00.05 WIB.

https://economy.okezone.com/read/2012/02/29/452/584933/bandara-soekarno-

hatta-belum-bernilai-ekonomis , diakses 10 Mei 2020, Pukul 00.07 WIB.

https://travel.tempo.co/read/378786/ada-naga-80-meter-di-summarecon-mal-

serpong , diakses pada tanggal 11 Mei 2020, 13.50 WIB

http://www.bumn.go.id/angkasapura2/berita/303 diakses 20 Mei 2020, Pukul 15.34

WIB.

https://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/5978/DPRD-Tuding-AP-II-Tak-

Perhatikan-Warga-Sekitar-Bandara diakses 20 Mei 2020, Pukul 15.47 WIB.

https://nasional.kompas.com/read/2010/03/02/1539073/Gotong.Toa.Pekong..Wisa

ta.Budaya.di.Pecinan diakses pada tanggal 20 Mei 2020, Pukul 22.05 WIB

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: Dinamika dan Tradisi Etnis Cina Benteng 1966 2012repository.usd.ac.id/37632/2/164314003_full.pdf · keadaan dan tradisi etnis Cina Benteng membaik, bahkan perayaan tradisi etnis Cina

85

https://www.negeripesona.com/2015/06/kirab-gotong-toa-pe-kong-perayaan-

cap.html diakses pada tanggal 20 Mei 2020, Pukul 22.05 WIB

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/krisis-keuangan-

asia/item246 Diakses pada tanggal 05 Juni 2020, Pukul 12.59 WIB.

http://abouttng.com/begini-kisah-asal-muasal-warga-china-benteng/ Diakses pada

tanggal 30 Juni 2020, Pukul 15.35 WIB.

Narasumber

No Nama Usia Pekerjaan Alamat

1. Udaya halim 57 Ketua Museum

Benteng

jalan Cilame

No.20

2. Asep Kambali 40 Sejarawan jalan Cilame

No.20

3. Nathania Nirvana 22 Mahasiswa Jl. Raya

Merdeka

4. Hermanto 50 Pengurus Klenteng Jl. Bakti No

14, Sukasari

5. Untung 53 - Jl.Teratai

Raya.

6. Daniel 29 Karyawanswasta Kampung

Melayu

7. Arfan 29 Ketua Gusdurian

Tangerang

Jalan. Ks.

Tubun No 4,

Pasar baru

8. Suparman 58 - Jl. H Aning,

Periuk

9. Ratna Lestari 20 Peserta KHI Jl. Kisamaun

10. Kong Lim Edi 61 Penjaga Prasasti

Djamban

Jl. Kali Pasir

11. Pak Bebeng 67 Pengurus Klenteng Jalan. Ks.

Tubun No 4,

Pasar baru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI