Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan ...
Transcript of Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan ...
ARTIKEL
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran
Perempuan Indonesia
Ayu Kusumastuti1, Lynn Thiesmeyer2
This article attempt to describe sociological dimensions of Indonesia female migrant
workers working in the domestic sector. Indonesia is the largest sending country of
female migrant worker in the world. The large ammount of female workers sent to
overseas has related with the condidtion in the rural area considered less able to fulfill
the people needs. With the sociological analysis, this article tries to explain with the
micro framework through individual relative deprivation analysis. In the messo
framework, it will be explained by interactional social change in the female migrant
workers family. In the end, this article also completes the analysis with macro analysis
that emphasizes on the work of social value, social norm, trust and network in migration
system.
Keynote: female migrant worker, deprivation, social change, social system
1
© Ayu Kusumastuti, 2020
Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya, Vol. 4, No. 1, 2020. Hal.77-102.
Cara mengutip artikel ini, mengacu gaya selikung American Sociological Association (ASA):
Kusumastuti, Ayu.2020.” Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan
Indonesia” Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya 4(1): 77-102.
DOI: 10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2020.004.1.06
Ayu Kusumastuti, Email: [email protected] 2 LynnThiesmeyer, Email: [email protected]
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 78
PENDAHULUAN
Migration is not a one direct process, its colossal process that has been happening in all
direction for thousands of years. Begitulah ungkapan yang dicetuskan oleh Mohsin
Hamid. Dalam bukunya berjudul Discontent and Its Civilizations: Dispatches from
Lahore, New York, and London, Ia menyebutkan bahwa migrasi adalah proses yang
terkait satu sama lain dimana seseorang akan menemukan dan menegosiasikan banyak
perbedaan kelas, nilai dan identitas nasional. Hal ini diartikan bahwa migrasi adalah
proses yang melibatkan banyak hal dalam segi kehidupan manusia. Migrasi juga sebagai
sebuah aktivitas manusia yang telah dilakukan sejak dahulu kala.
Hal ini juga berlaku pada tenaga kerja wanita Indonesia. Tenaga kerja wanita indonesia
yang lebih lanjut dikenal dengan Buruh Migran Peremuan (BMI) adalah seseorang yang
pergi ke suatu daerah baru dan menemukan berbagai macam perbedaan nilai dan aturan
dari negara asal dan mereka harus mampu beradaptasi. Hal tersebut tidak lain dilakukan
tidak hanya untuk mengatasi rasa kekurangan yang mereka alami di negara asal. Dimana
perasaan kekurangan tersebut dapat bersifat relatif (deprivasi relatif).
Jumlah tenaga kerja wanita Indonesia di sektor domestik yang semakin banyak dari tahun
ke tahun. Tercatat pada tahun 2016 pekerja di sektor domestik sejumlah 40.937 dan di
tahun 2017 sejumlah 80.989. Hal ini mengindikasikan ada kenaikan jumlah yang cukup
signifikan sejumlah 40.052 (BNP2TKI 2017). Kenaikan jumlah pekerja domestik bukan
tanpa sebab. Banyaknya permintaan dari negara penerima juga turut andil semakin banyak
pekerja migran indonesia berdatangan. Selain itu, ada motivasi dari pekerja migran itu
sendiri untuk meningkatkan status sosial dan ekonomi di daerah asalnya.
Selain itu, negara juga memberikan banyak fasilitas untuk program pengiriman tenaga
kerja di luar negeri, seperti program Government to Govenrment (G to G), program
Private to private (P to P), dan TKI Re Entri (yang ingin bekerja kembali di luar negeri).
Fasilitas pemberangkatan pekerja migran tidak hanya diinisiasi oleh pemerintah, swasta
juga memiliki andil. Dengan program Private to Private (P to P), TKI UKPS (Untuk
Kepentingan Perusahaan Sendiri) dan TKI Pelaut juga memberikan pendampingan bagi
migran Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dengan syarat-syarat tertentu yang
diberlakukan. Dalam penelitian mengenai proses migrasi ini, selain faktor-faktor yang
79 Kusumastuti
menyebabkan terjadinya migrasi internasional warga negara Indonesia ke luar negeri,
perlu juga ditelaah dampak yang terjadi pada daerah asal.
Beberapa teori migrasi yang terdahulu telah banyak menjelaskan mengenai alasan
terjadinya migrasi internasional. Dalam disiplin ekonomi terkenal dengan konsep “micro
economic of human migration” yang diusung oleh Larry Sjaastad (1969) dalam (Liang
2007). Dalam konsep ini dijelaskan jika migrasi terjadi karena seorang individu adalah
makhluk yang rasional, dapat menghitung untung dan rugi dalam tindakannya. Sehingga
keputusan bermigrasi individu adalah keputusan yang paling rasional yang dilakukan
seseorang. Konsep kedua yaitu “macro-economic of human migration” dimana proses
migrasi terjadi karena perbedaan upah dari 2 wilayah. Wilayah mereferensikan lingkup
yang makro. Dimana arus migrasi yang terjadi adalah pekerja dari wilayah dengan upah
sedikit menuju wilayah dengan upah yang besar.
Teori lain yang berbicara mengenai bagaimana terjadinya migrasi adalah Revenstein
(1885) dalam (Liang 2007). Dalah teori tersebut Ravenstain menjelaskan berbagai prinsip
tentang migrasi yaitu migrasi terkiat dengan jarak, adanya migrasi bertahap, adanya
migran tidak tetap/sementara, adanya daerah penyerapan (daerah tujuan) dan daerah
penyebaran (daerah asal), dimungkinkan terjadinya arus balik migrasi, penduduk
perkotaan cenderung tidak melakukan migrasi dibanding penduduk perdesaan serta mulai
ada kecenderungan perempuan juga melakukan migrasi.
Teori lain diambil dari Zelinsky (1771) dalam (Liang 2007) menyatakan mengenai
hubungan antara migrasi dengan teknologi. Dalam teori ini dijelaskan dengan semakin
maju teknologi transportasi maka pola migrasi berubah menj adi migrasi yang bersifat
komuter (dari daerah suburban menuju daerah urban). Dalam pemikiran selanjutnya dia
menjelaskan mengenai Transisi Mobilitas. Transisi ini mengacu pada perubahan-
perubahan dalam mobilisasi penduduk yang mengindikasikan perkembangan masyarakat.
Tahap pertama menunjukkan mobilitas masyarakat rendah dimana hal tersebut
dikarenakan teknologi transposrtasi yang belum berkembang sehingga disebut masyarakat
tradisional pra modern. Tahap kedua mobilitas mayarakat banyak dilakukan dari desa ke
kota, menunjukkan kota mulai mengalami perkembangan dan variasi pekerjaan yang
menarik minat orang desa (masyarakat transisi awal). Tahap ketiga adalah tahap mobilitas
masyarakat dari kota ke kota dan migrasi sirkuler. Disini teknologi transportasi
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 80
masyarakat mulai maju (masyarakat transisi akhir). Pada tahap keempat adalah tahap
dimana mobilitas geografis masyarakat mulai menurun ditandai dengan adanya
banyaknya konsentrasi masyarakat kota besar dan kota kecil (suburban).
Pata datap mobilitas terahir mobilitas seseorang hanya dalam wilayah kota, hal ini
ditunjukkan dengan transportasi yang maju diiringi dengan perkembangan teknologi
informasi yang pesat. Teori selanjutnya yang membincang tentang migrasi dikemukan
oleh Rogers (1986) dalam (Liang 2007). Dia menyatakan bahwa dalam migrasi terdapat
3 fase: Yang pertama, fase usia sebelum bekerja. Fase ini menyebabkan potensi migrasi
kecil. Yang kedua, fase usia produktif. Fase ini individu berpotensi untuk bermigrasi dan
yang terakhir, fase pasca usia produktif. Dimana individu mulai memasuki masa tua dan
potensi migrasi berkurang.
Teori selanjutnya dalam menjelaskan migrasi yaitu push and pull factor atau teori dorong
dan tarik migrasi oleh Everets Lee. Teori ini menjelaskan bahwa migrasi terjadi karena
ada daya dorong dari daerah asal dan daya tarik dari daerah tujuan. Hal ini diperjelas juga
dengan pernyataan Lee bahwa seseorang yang melakukan migrasi dipengaruhi 4 hal yaitu:
daerah asal, daerah tujuan, rintangan antara daerah asal dan tujuan serta hambatan
personal.
Artikel ini berusaha untuk menjelaskan migrasi tenaga kerja Indonesia dalam sektor
domestik melalui pendekatan sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
interaksi sosial individu dalam masyarakat. Dengan menjelaskan aspek sosiologi, maka
akan terlihat bagaimana interaksi sosial individu dalam dunia sosialnya yang terjadi dalam
proses migrasi ini. Proses analisa dalam sosiologi dalam tulisan ini akan dibagi menjadi 3
yaitu: analisa mikro, messo dan makro. Analisa mikro bekerja pada ranah individu. Disini,
penulis berusaha mengidentifikasi kondisi kebutuhan indvidu serta motivasi individu
dalam proses migrasi. Kebutuhan dan motivasi ini terbentuk dengan mempertimbangkan
kondisi sosialnya.
81 Kusumastuti
Yang kedua adalah analisa meso. Analisa ini berada pada level tengah yaitu antara mikro
dan makro. Dalam analisa ini akan ditelaah bagaimana relasi yang terbangun pada level
keluarga yang ditunggalkan. Yang terakhir mengenai analisa makro. Analisa ini melihat
proses migrasi yang berimplikasi pada bekerjanya sebuah sistem nilai, norma dan jaringan
dalam proses migrasi.
Analisa-analisa di atas tentunya sudah banyak yang membahas, namun pada penulisan ini
pembahasan akan diarahkan pada kajian yang integratif antara unit yang paling kecil yaitu,
mikro dilanjutkan messo dan makro dalam perspektif sosiologi. Tentunya tulisan ini akan
bermanfaat untuk menjelaskan proses migrasi para pekerja domestik dari Indonesia,
dimulai dari awal terjadinya migrasi, proses migrasi yang terjadi hingga dampak akhir dari
migrasi. Penjelasan secara komprehensif ini diharapkan mampu menjadi titik tolak dalam
memahami kompleksitas migrasi buruh migran perempuan yang berasal dari Indonesia.
KERANGKA TEORITIS
Hasil penelitian mengenai buruh migran perempuan indonesia sudah banyak dilakukan.
Menurut penelitian Muryanti (2000) menyatakan bahwa banyaknya migran pergi mencari
pekerjaan ke luar negeri adalah karena kondisi pertanian yang mengalami involusi
(Kemandekan perkembangan) pertanian dan masyarakat menunjukkan perilaku ekonomi
subsisten. Dengan kondisi demikian, sulit sekali untuk menaikkan produktivitas pertanian.
Di sisi lain, perempuan perdesaan mengalami ketidakpastian penghasilan di sektor
pertanian. Selain itu keluarga juga berpengaruh dalam keputusan migrasi internasional
(Hugo, 1995).
Keluarga mengembangkan strategi adaptasi untuk menghindari kemiskinan dengan
memberikan dukungan pada anggota keluarga untuk bermigrasi untuk mendapatkan
pendapatan. Faktor lain adalah upah. Faktor mendorong banyak tenaga kerja perempuan
Indonesia ke luar negeri, dalam hal ini Arab Saudi adalah upah yang tinggi, mengatasi
ekonomi dan meningkatkan kapasitas diri (Fanany & Fanany, 2017). Wanita perdesaan di
indonesia dikategorikan sebagai seseorang yang memiliki skill terbatas, penghasilan
rendah, dan diharuskan memenuhi peran domestik, namun dengan kategori tersebut,
mereka tetap bisa memenuhi segala kebutuhan ekonomi keluarga melalui migrasi (Silvey,
2006).
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 82
Migrasi juga membawa efek bagi daerah pengirim, daerah penerima maupun migran itu
sendiri. Dampak migrasi bagi daerah pengirim adalah remitansi yang dikirim kepada
keluarga. Migran perempuan umumnya memiliki penghasilan lebih sedikit. Namun, dia
mengirim remitansi lebih besar dari migran laki-laki (Rahman & Fee, 2009). Keberadaan
pembantu asing pada keluarga di Singapura juga membawa dampak yang bervariasi dari
yang negatif hingga positif atau bahkan ambivalensi. Keberadaan pembantu asing secara
langsung dapat meringankan beban kerja ibu-ibu yang bekerja untuk menyelesaikan
urusan rumah dan mengasuh anak sedangkan dampak negatif terlihat pada anak yang
diasuh. Mereka bisa jadi menunjukkan sifat yang manja dan mendapatkan transfer nilai-
niai dari pembantu asing mereka yang tidak sesuai dengan nilai yang selama ini diyakini
oleh majikannya (Maid Mentality). (Yeoh, Huang, & Gonzalez III, 1999).
Pekerja migran domestik dikategorikan sebagai kelompok marginal di kawasan urban
Singapura. Dalam keseharian, mereka juga terkena isu ras dan pengalami proses segregasi
sosial.
Namun mereka memiliki strategi untuk dapat tetap berkontestasi di ruang publik dengan
sikap bebas mereka seperti cara berpakaian, berbicara dan berperilaku (Yeoh & Huang,
1998). Pekerja domestik adalah terminologi untuk menjelaskan beberapa pekerjaan yang
berkaitan dengan rumah tangga seperti mengurus anak, mengurus orang tua dan
mengerjakan pekerjaan rumah: seperti mencuci piring, membersihkan rumah, memotong
rumput dan lain sebagainya.
Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal atas pekerja yang cukup murah untuk
pekerjaan domestik. Beberapa negara tujuan bagi pekerja domestik Indonesia ini adalah:
Taiwan, Hongkong (China), Singapura, Malaysia dan Saudi Arabia. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Republik Indonesia per Desember 2018 diketahui bahwa profesi sebagai
pekerja domestik dan caregiver masih mendominasi jumlahnya yaitu secara berturut-turut
yaitu sebesar 75.311 dan 51.386. Berikut disajikan data mengenai penempatan Pekerja
Migran Indonesia berdasarkan jabatan Periode 2016, 2017 dan 2018:
83 Kusumastuti
Tabel 1 Penempatan Pekerja Migran Indonesia Berdasarkan Jabatan Periode 2016,
2017 Dan 2018
No. Jabatan Jumlah/dalam orang
1. Domestic Worker 75.311
2. Caregiver 51.386
3. Operator 36.005
4. Plantation Worker 25.108
5. Worker 26.668
6. Technician Hydrolic 14.126
7. Crene Operator 5.379
8. House keeping 1.471
9. Construction Worker 2.038
10. Fisherman 2.620
11. Cleaning Service 1.440
12. Operator EPC1 2.358
13. Waiter 1.215
14. Spa Teraphist 1.522
15. Manufacturing Worker 1.145
16. Gardener 843
17. Farmer 532
18. Cleaner 277
19. Nursing Home 890
20. Farming 1.828
21. Others 11.930
TOTAL 264.092
Sumber: BNP2TKI, Januari 2019
Tabel diatas memperlihatkan bahwa posisi pekerjaan yang banyak ditempati pekerja
Indonesia adalah pekerja domestik sebesar 75.311 orang diikuti caregiver sebanyak
51.386 serta posisi ketiga ditempati oleh pekerjaan plantation worker. Dari data ini
mengindikasikan masih banyak posisi sebagai domestic worker sebagai posisi pekerja
Indonesia. DI satu sisi, pekerjaan di luar negeri yang membuka untuk posisi tersebut
terbuka lebar sehingga tenaga kerja Indonesia dapat terserap di sektor tersebut. Di satu sisi
ini menjadi permasalahan bagi tenaga kerja Indonesia dimana memperlihatkan kualitas
pekerja Indonesia yang kapasitasnya masih rendah sehingga hanya dapat bekerja di sektor
domestik.
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 84
Migrasi internasional adalah salah satu migrasi yang dipilih oleh pekerja domestik ini.
Permintaan dari negara tujuan juga turut mendukung proses migrasi ini. Pada negara
tersebut, memang banyak dibutuhkan pekerja domestik untuk mengurus anak dimana
kedua orang tua sibuk bekerja. Hal ini akhirnya menjadi peluang juga bagi pekerja
domestik Indonesia, yang utamanya dari pedesaan, untuk mengadu nasib di luar negeri.
Dengan banyaknya gaji yang diperoleh dimana gaji tersebut tidak bisa didapatkan dalam
negeri di sektor pertanian, pekerja domestik semakin termotivasi untuk bekerja.
Dalam menjelaskan migrasi internasional paling tidak ada 3 paradigma yang bisa
gunakan, yaitu neoclassical macro economic theory, neoclassical micro economic theory,
dan the new economic of migration (Massey et al. 1993). Neoclasical macro theory adalah
teori yang menjelaskan tentang proses migrasi internasional yang terjadi karena terdapat
sumber daya manusia yang melimpah pada negara berkembang dan sumber daya manusia
yang mulai sedikit di negara maju. Hal tersebut yang menyebabkan ada aliran tenaga kerja
dari negara berkembang ke negara maju. Aliran tersebut juga mempertimbagkan
perbedaan upah 2 negara. Umumya aliran tenaga kerja tersebut adalah sumber daya
manusia yang low skill dari negara berkembang menuju ke negara maju. Neoclassiocal
micro economic theory menekankan pada individu yang memiliki pertimbangan rasional
dalam memutuskan migrasi. Individu dipandang sebagai makhluk rasional yang dapat
mempertimbangkan untung dan rugi (Cost and benefit) atas tindakannya dengan
memaksimalkan sesuatu yang lebih menguntungkan.
Migrasi internasional terjadi ketika individu mempunya motivasi dna pertimbangan yang
menguntungkan dirinya ketika dia memutuskan untuk bermigrasi. New economic of
migration menekankan pada keputusan dalam bermigrasi bukan merupakan keputusan
individu melainkan sebuah keputusan kelompok, yang mempertimbanhkan keluarga atau
rumah tangga. Sehingga dalam pendangan ini, migrasi internasional dipandang sebagai
sebuah keputusan yang bersifat kolektif.
85 Kusumastuti
Tabel 2 Paradigma dalam Migrasi
No. Paradigma
Micro-economic
theory of
human migration
Neoclassical
macro-economic
New Economic of
Migration
1. Unit analisa Individu (mikro) Negara (makro) Kelompok (meso)
2. Motivasi migrasi Ekonomi Ekonomi Ekonomi dan non
ekonomi
3. Ide utama pemikiran Individu adalah
makluk rasional
yang dapat
memberikan
kalkuasi untung-
rugi dalam
memutuskan
untuk bermigrasi
Migrasi
disebabkan oleh
perbedaan upah
antara 2 wilayah
Keputusan
bermigrasi individu
adalah keputusan
yang dipengaruji
oleh
keluarga/kelompok
Sumber: Olahan Peneliti
Beberapa dimensi-dimensi sosiologi dalam fenomena migrasi adalah melihat pada migrasi
yang bersifat permanen yaitu terdapat unsur kolektivitas, pengambilan keputusan migrasi
berdasarkan suatu nilai, perubahan sosial pada sistem interaksional yang melibatkan aktor
yang bermigrasi, daerah pengirim dan daerah penerima, migrasi sosial sebagai proses
adaptif untuk mempertahankan keseimbangan struktur sosial di daerah asalnya dan
migrasi sebagai respon untuk mengatasi deprivasi relatif yang dialami sekelompok
orang/komunitas (Mangalam and Schwartzweller 1970).
Proses analisa dalam sosiologi dalam tulisan ini akan dibagi menjadi 3 yaitu: analisa
mikro, messo dan makro. Analisa mikro bekerja pada ranah individu. Disini, penulis
berusaha mengidentifikasi kondisi kebutuhan indvidu serta motivasi individu dalam
proses migrasi. Individu melalukan migrasi karena ada perasaan yang relatif kurang pada
daerah asalnya. Kondisi kekurangan (deprivasi) ini terjadi relatif, artinya bisa jadi
seseorang dapat merasa kurang pada sektor tertentu sedangkan seseorang yang lain tidak.
Deprivasi menurut Kurien & Sen (1983) adalah sebuah analisa megenai kemiskinan yang
memfokuskan pada keadaan kekurangan atau perampasan seserorang terhadap seuatu
dalam hidupnya. Dalam situasi ini setidaknya ada 2 hal dalam memahami deprivasi yaitu
yaitu perasaan kekurangan dan keadaan kekurangan. Perasaan kekurangan adalah kondisi
secara objektif dimana seseorang memiliki sedikit atribut yang diinginkan seperti
Paradigma
Klasifikas
i
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 86
pekerjaan, pendapatan atau kekuasaan daripada orang lain. Sedangkan perasaan
kekuarangan adalah sebuah situais dimana seseorang secara subyektif merasa kurang
dibandingkan orang lain.
Kondisi kekurangan ini tidak dapat berdiri sendiri pada perasaan kekurangan. Seseorang
akan merasa memiliki kekurangan relatif ketika kondisi di luarnya berada lebih dari
dirinya. Kondisi inilah yang disebut kelompok referensi, yang menjadi dasar legitimasi
untuk sebuah standar kehidupan. Jika situasi ini muncul ditambah perasaan deprivasi
muncul maka situasi deprivasi relatif akan tercipta. Itulah yang menjadi titik analisa untuk
memberikan penjelasan pada level individu mengenai motivasi untuk menjadi seorang
buruh migran perempuan.
Yang kedua adalah analisa meso. Analisa ini berada pada level tengah yaitu antara mikro
dan makro. Analisa ini melihat proses migrasi yang berimplikasi pada pranata lain yang
terdekat dari individu yaitu keluarga. Perubahan sosial dalam tata nilai keluarga adalah
titik tekan pada tulisan ini. Perubahan sosial dalam lingkup keluarga adalah implikasi dari
migrasi buruh migran perempuan. Dalam perubahan sosial, mekanisme perubahan dapat
dijelaskan melalui model interaksional. Model ini menjelaskan bahwa perubahan sosial
dapat mengakibatkan berubahnya interaksi (Lauer, 1993). Interaksi ini dapat
dikategorikan menjadi 2 baik interaksi yang asosiatif yaitu munculnya kerjasama ataupun
interaksi yang disosiatif atau konflik dan kompetisi. Perubahan sosial dalam perspespektif
interaksi disosiatif dapat menyebabkan konflik. Menurut Dahrendorf konflik dapat
menyebabkan berubahnya nilai dan struktur dalam masyarakat. Sebagai mana Dahredorf
menjelaskan bahwa konflik sosial bersumber dari hubungan kekuasaanya yang berlaku
dalam sebuah sistem sosial.
Perubahan melalui konflik sosial akan mengakibatkan perubahan dalam hubungan sosial.
Seperti yang dinyatakan oleh Coser (1998) bahwa konflik sosial dapat terjadi pada
hubungan keluarga seperti pasangan suami instri. Coser (1998) menyatakan bahwa
intensitas konflik berkorelasi dengan hubungan yang sangat dekat pada seseorang dengan
orang lain. Hal ini diartikan bahwa seseorang yang memiliki interaksi yang kuat dengan
orang lain cenderung juga memiliki intensitas yang tinggi terhadap konflik. George
Homans dalam Coser (1998) juga menjelaskan bahwa hubungan sosial yang mendekati
hubungan yang mengarah pada kelompok primer, dimana kelompok ini dikarakteristikan
87 Kusumastuti
kelompok yang memiliki kekerabatan yang kuat dengan Sifat yang sangat dekat dan intim,
akan cenderung memiliki rasa afeksi tinggi satu sama lain.
Namun secara bersamaan, sikap afeksi tersebut dapat menghasilkan amarah atau
kebencian satu sama lain sehingga hal tersebut yang memicu konflik. Kesempatan untuk
berkonflik semakin besar karena kelompok primer saling berinteraksi dengan intens.
Yang terakhir mengenai analisa makro. Analisa makro menekankan pada kumpulan-
kumpulan interaksi yang terbangun seiring dengan proses migran buruh migran
perempuan. Dalam analisa ini akan ditelaah bagaimana relasi antara individu dengan
individu lain juga dapat menjadi dasar analisa dalam menjelaskan migrasi tenaga kerja
wanita domestik Indonesia. Relasi sosial tersebut disebut kerjasama dalam melancarakan
proses migrasi. Dalam sosiologi, kita mengenai istilah modal sosial. Modal sosial menurut
Putnam adalah sebuah jaringan sosial, norma-norma dan kepercayaan pada terbentuk
sebuah kelompok untuk dapat bertindak bersama-sama mencapai tujuan bersama.
Analisa Putnam banyak menekankan pada sebuah negara yang berinteraksi dengan warga
negaranya, namun demikian teori ini mampu untuk menjelaskan bagimana modal sosial
mampu sebagai sarana untuk dapat menurunkan kemiskinan (Pelling and High 2005).
Analisa ini menjadi titik telaah untuk menggambarkan sebuah fenomena migrasi yang
mengandalkan jaringan, norma dan kepercayaan diantara pelaku migran untuk
mengurangi resiko dalam bermigrasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis
penelitian yang membutuhkan data kualitatif yang dapat berupa makna yang dimediasi
melalui bahasa dan tindakan (Dey, 1993). Dalam hal ini, peneliti menggali data berupa
perkataan seseorang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur
pada sejumlah informan yang telah ditentukan sebelumnya. Peneliti menentukan
karakteristik informan terlebih dahulu (purposive sampling) untuk memilih informan yang
sesuai. Adapun kriteria tersebut adalah:
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 88
1. Merupakan pelaku langsung dari migrasi buruh migran perempuan. Dalam hal
ini buruh yang sudah purna menjadi informan yang dipilih karena infoman
tersebut memiliki pengetahuan ketika menjadi migran dan setelahnya untuk
mengkombinasikan data secara menyeluruh.
2. Merupakan keluarga inti atau keluarga extended yang mengetahui bagaimana
proses migrasi yang dilakukan migran.
3. Merupakan perangkat desa yang mengetahui kondisi wilayahnya termasuk
kondisi warga yang banyak pergi ke luar negeri untuk bekerja. Informan ini juga
berfungsi untuk triangulasi data.
Terdapat 9 informan yang diperoleh dengan 5 merupakan manta migran, 3 orang
merupakan keluarga migran dan 1 orang dari perwakilan pemerintah desa. Analisa data
yang digunakan dalam peneltian ini adalah analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif
yang dilakukan adalah analisa sirkular yang melibatkan aktivitas describing
(mendeskripsikan), classifying (mengklasifikasi) dan connecting (menghubungkan) (Dey
1993).
Dalam penelitian ini penulis melakukan penggalian data primer melalui wawancara pada
9 informan. Hasil wawancara kemudian ditranskripsi dan mulai di analisa. Tahapan
analisa adalah sebagai berikut: 1) Proses mengklasifikasi. Peneliti melakukan pemilikahan
data dari hasil wawancara yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, peneliti
melakukan menambilan data berkaitan dengan fakta sosiologis secara mikro, meso dan
makro pada fenomena migrasi buruh perempuan. 2) Proses mendeskripsikan. Yang
peneliti lakukan adalah menguraikan fakta-fakta yang disampaikan responden yang terkait
femena sosiologi pada ranah individu, keluarga dan sistem sosial dan 3) Proses
menghubungankan. Peneliti melakukan uoaya intepretasi dan didukung oleh bantuan
literatur yang relevan untuk menjelaskan dimensi sosiologi buruh migran perempuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Wanita Desa Sukowilangun banyak yang bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri
dikarenakan situasi daerah asal. Himpitan kemiskinan, banyaknya kebutuhan ekonomi
yang harus dipenuhi dan sempitnya lapangan pekerjaan di sektor pertanian membuat
wanita-wanita di desa melakukan adaptasi.
89 Kusumastuti
Tahun 1980, dimana dimulai pengiriman pekerja migran perempuan di berbagai negara.
Diawali dengan 3 pekerja migran ke Arab Saudi. Beberapa tahun kemudian mereka
mampu memberikan kiriman kepada keluarga di desa dan membangun rumah mereka.
Lambat laun kesejateraan ekonomi mereka semakin membaik. Hal ini kemudian yang
menjadi motivasi warga lain untuk melakukan hal yang sama.
Di tahun ini, beberapa negara yang banyak dituju adalah Hongkong, dilanjut Taiwan dan
Singapura. Keberadaan jasa pengerah TKI sangat berkontribusi dalam pengiriman pekerja
migran perempuan. Jasa pengerah TKI banyak ditemukan di perdesaan. Jasa pengerah ini
memiliki agen lapangan yang melakukan sosialisasi, promosi dan merekrut calon pekerja
migran. Kehadiran mereka dapat dikatakan sebagai jaringan sosial calon migran untuk
mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Negara Indonesia sendiri memiliki badan yang
sceara khusus menangani buruh migran dimulai dari proses perekrutan, pelatihan,
penempatan, perlindungan hingga pemulangan. Dalam proses rekruitmen ini, lembaga
pemerintahan akan dibantu PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta). Lembaga ini adalah lembaga yang berbadan hukum yang telah memiliki izin
resmi dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan tenaga kerja di
luar negeri. Peran PPTKIS adalah melakukan seleksi dan rekruitmen bersama dengan
dinas ketenagakerjaan, dilakukan pelatihan ketrampilan, mengurus dokumen
keberangkatan, mengantarkan ke bandara/pelabuhan, dan menginformasikan pada
pengguna jasa menegani kedatangan pekerja.
Dalam paradigma migrasi, pola ini menunjukkan ekonomi migrasi baru. Ekonomi migrasi
baru menekankan pada kelompok untuk menilai sebuah fenomena migrasi. Banyaknya
masyarakat menjadi buruh migran perempuan karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Masyarakat melihat adanya sebuah kesuksesan yang diraih ketika seseorang memutuskan
bekerja di luar ini. Pada akhirnya, hal ini menjadi motivasi bagi orang lain untuk
melakukan hal sama.
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 90
New economic of migration menekankan bahawa motivasi untuk melakukan migrasi
dipengaruji oleh kelompok. Selain lingkungan sekitar, keluarga juga turut berpengaruh.
Dengan kondisi keluarga yang serba kurang, membuat calon migran sangat termotivasi
untuk mendapatkan keuntungan sebamnyak-banyaknya. Di sisi lain, desa asal juga
memfasilitasi dengan adanya agem perekrekut yang dengan mudah untuk membantu
dalam proses pendaftaran dan pemberangkatan. Lingkungan diluar individulah yang
membuat motivasi untuk bermigrasi semakin kuat.
Analisa sosiologi dalam studi migrasi bervariasi. Jenis analisa tersebut dapat dimulai dari
level individu (mikro), jaringan sosial (messo) dan hubungan antara negara (makro).
Migrasi terpaksa (force migraton) dianalisis secara sosiologis dengan melihat aspek agensi
dan jejaring sosial memainkan peran penting serta peran negara dalam keamanan migrasi
(Castles, 2003). Analisa sosiologi dalam perpindahan penduduk dari desa ke kota dlihat
sebagai alternatif untuk mendapatkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan pertanian
dan pemenuhan kepuasan individu bagi masyarakat Swaziland (Rosen-Prinz & Prinz,
1978).
Reactive migran adalah pola yang dikembangkan ketika individu bereaksi terhadap situasi
krisis yang disebabkan oleh perang, kelaparan, keruntuhan ekonomi dan bencana lainnya.
Analisa sosiologi dalam fenomena migrasi ini menekankan pada kondisi strukturasi
dimana faktor ekonomi, politik, sosial, lingkungan dan biopsikologis berpengaruh pada
perilaku individu dan sebaliknya memperlihatkan penstrukturan hubungan sosial antara
migran dan non migran lintas ruang dan waktu (Richmond, 1993). Dalam makalah ini,
akan dikaji analisa sosiogi dalam lingkup mikro, yaitu mengenai perasaan dan motivasi
individu bagi pelaku migrasi.
Pada level messo analisa diarahkan untuk menggali tentang perubahan sosial pada pranata
keluarga. Pada level makro, analisa pada artikel ini diarahkan pada terbentumnya sistem
migrasi yang melibatkan relasi dari berbagai pihak. Keluarga sebagai unit terkecil dari
sistem sosial memiliki oleh masyarakat memiliki peran penting dalam proses sosial
individu. Proses sosial tersebut meliputi proses sosialiasi serta pembentukan individu.
Menemukenali perubahan sosial pada level keluarga bermanfaat untuk seorang peneliti
untuk dapat mengidentifikasi perubahan sosial dalam level keluarga dan secara luas dapat
mengidentifikasi dampak yang paling terasa bagi daerah asal atas proses migrasi yang
91 Kusumastuti
dilakukan salah satu anggota kaluarga. Selain itu, dengan menjelaskan terbentuknya
relasi-relasi baru bagi seorang buruh migran perempuan, akan semakin menggambarkan
sistem migrasi yang selama ini telah berlangsung.
DEPRIVASI RELATIF
Penduduk Desa Sukowilangun mengalami himpitan kemiskinan ketika mata pencaharian
mereka hanya tergantung pada sektor pertanian. Masyarakat banyak bergerak pada sektor
komoditas padi, tebu dan singkong. Dari hasil pertanian tersebut umumnya mereka
menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari.
Sehingga keluarga menerapkan kesederhanaan dalam pola konsumsi dan kepemilikan
fasilitas untuk hidup sehari-hari yang terbatas. Sesuai dengan penuturan informan sebagai
perwakilan pemerintah desa:
“....tahun 1978an sebagian besar masyarakat Sukowilangun dihimpit oleh situasi sulit, terbatas..
keterbatasan yang mereka alami tidak saja pada sektor domestik (keluarga) melainkan
keterbatasan pendidikan dan fasilitas mendorong kegiatan ekonomi seperti motor...”
Beberapa fasilitas yang dalam kondisi minimum untuk mereka akses tidak hanya pada
pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari namun juga akses terhadap pendidikan,
kesehatan dan beberapa fasilitas lainnya seperti kendaraan bermotor untuk menunjukan
kegiatan ekonomi. Hal tersebut yang mendorong warga Sukowilangun melakukan migrasi
internasional, untuk mencari pendapatan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Sesuai
pernyataan Informan yang merupaklan purna buruh migran perempuan:
“...dapat mencukupi kebutuhan hidup, bahkan dapat mengangkat perekonomian keluarga...”
Kebutuhan yang ingin dipenuhi warga desa tersebut adalah kebutuhan yang dapat bersifat
relatif. Artinya kebutuhan tersebut (pendidikan, kesehatan, kendaraan bermotor) bisa jadi
sangat dibutuhkan warga sukowilangun, namun bisa jadi kebutuhan tersebut sebetulnya
juga tidak terlalu diperlukan oleh warga yang lain (bersifat relatif). Hal inilah yang disebut
deprivasi relarif/kekurangan relatif. Deprivasi merujuk pada situasi sosial yang gagal
memenuhi kebutuhan minumum seseorang.
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 92
Untuk itu seseorang bermigrasi untuk memenuhi kebutuhannya (Mangalam and
Schwartzweller 1970). Namun tidak semua kondisi deprivasi ini menjadi stimulus untuk
seseorang melakukan migrasi. Dalam masyarakat Desa Sukowilangun, deprivasi relatif
terlihat pada kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, kesempatan
untuk memperoleh pendapatan lebih besar dan kesulitan dalam aksesibilitas pendidikan,
dan kepemilikan harta/benda berharga. Migrasi adalah tindakan subjektif (Mangalam and
Schwartzweller 1970).
Kesiapan seseorang bermigrasi sangat dipengaruhi juga oleh karakter dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh individu. Namun tidak dipungkiri selain kondisi internal, kondisi eksternal
juga mempena.
Deprivasi menurut Kurien & Sen (1983) adalah sebuah kondisi yang kuramg dari individu.
Setidaknya ada 2 hal yang menyebakan situasi ini terjadi yaitu adanya perasaan
kekurangan (internal individu) dan kondisi kekurangan (eksternal Individu). Pada wilayah
Desa Sukowilangun, diketahui bahwa wilatyah tersebut kurang bisa memenuhi kebutuhan
warganya, di sisi lain mulai banyak warga yang meraih kesuksesan melalui bekerja
sebagai buruh migran. Pada diri individu juga muncul perasaan kekurangan pada hal-hal
tertntu seperti ekonomi dan kepemilikan harta dan rumah. Hal tersebut yang menjadi daya
motivasi untuk calon buruh migran perempuan pergi ke luar negeri untuk bekerja sebagai
migran di sektor domestik. Berikut dijelaskan dalm bagan:
Bagan 1 Analisa Mikro Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia
Sumber: Analisa Peneliti
Calon Buruh
Migran Peremuan
Perasaan
Kekurangan
Kondisi
Kekurangan
Deprivasi Relatif
93 Kusumastuti
KONFLIK DAN DISINTEGRASI KELUARGA
Implikasi dari migrasi internasional oleh perempuan perdesaan terlihat pada keluarga yang
ditinggalkan. Keluarga yang ditinggalkan umumnya adalah suami, anak-anak, ibu dan
ayah mereka dan extended family. Analisa dampak dari migrasi adalah salah satu analisa
dalam sosiologi migrasi. Migrasi sebagai sebuah fenomena sosial menghasilkan
perubahan dalam sistem interaksional (Mangalam and Schwartzweller 1970). Dalam
makalah ini, diidentifikasi terdapat proses perubahan dalam sistem keluarga yang
ditinggalkan akibat migrasi internasional. Perubahan keluarga tersebut adalah akibat
hilangnya peran ibu dan istri dalam keluarga dan mengakibatkan perceraian dan
perselingkuhan. Implikasi ini menunjukkan terdapat model perubahan interaksional dalan
proses migrasi buruh migran perempuan. Model ini menjelaskan bahwa perubahan sosial
dapat mengakibatkan berubahnya interaksi (Lauer, 1993). Terjadi interaksi yang disosiatif
ketika seorang ibu pergi bekerja di luar negeri. Interkasi disosiatif ini mengarahkan pada
sebuah konflik antara suami dan istri. Beberapa kasus yang berkaitan dengan keluarga
dirangkum dalam kasus berikut ini:
Tabel 3 Kasus Koflik Dalam Keluarga
Kasus 1 Suami yang ditinggalkan mencurigai istrinya selingkuh dengan
majikannya dan mengajukan cerai dengan syarat istri harus
menggantikan uang sebesar 30 juta.
Kasus 2 Remitansi yang diikirim oleh istrinya dibuat pihak suami untuk berjudi
dan sabung ayam
Kasus 3 Suami menikah lagi dengan wanita lain di Indonesia
Kasus 4 Istri yang kerja di luar negeri minta diceraikan
Sumber: Analisa Peneliti
Anggota masyarakat berinteraksi memproduksi sistem/struktur sosial. Struktur sosial
yang muncul seperti perceraian dan perselingkungan dari keluarga migran adalah hasil
dari proses interaksi individu-individu di dalamnya.
Dalam kepentingan analisa, struktur sosial atau sebuah organisasi sosial yang muncul
dapat dilihat dari 3 hal yaitu sistem budaya, sistem sosial dan sistem personal (Mangalam
and Schwartzweller 1970)
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 94
Budaya patriarkis menjadi faktor penyebab perceraian dan perselingkungan pada keluarga
yang ditinggalkan. Budaya ini merujuk pada laki-laki sebagai pengambil keputusan utama
dalam rumah tangga. Ketika suami mengajukan cerai, maka istri cenderung untuk
menyetujui. Hal ini menjadi penyebab terjadinya kasus disintegrasi keluarga pada pekerja
migran. Faktor sosial juga menjadi faktor kuat terjadinya perceraian dan perselingkungan.
Sesuai dengan pernyataan keluarga buruh migran perempuan yang menyatakan:
“...Gugat Cerai dadakan dilakukan oleh Suami TKW dan meminta uang Ganti sebesar 70 juta,
alasannya ia tidak menerima uang remitan dari istrinya dan selalu mengeluarkan uang untuk
kebutuhan anak...”
Sistem sosial juga berimplikasi pada perubahan pada lingkup keluaga. Dalam masyarakat
desa, muncul konsep keluarga ideal adalah keluarga dengan ayah ibu dan anak yang
tinggal dalam satu atap. Hal tersebut adalah sistem sosial keluaga bagi mereka. Ketika
sang istri meninggalkan rumah untuk bekerja dalam waktu yang lama, maka seorang
suami beradaptasi dengan mencari pengganti orang lain untuk mengganti peran dan tugas
istri di rumah. Dalam pembagian kerja dalam keluarga yang ideal dalam perspektfi
fungsional struktural diketahui bahwa suami sebagai kepala rumah tangga adalah
seseorang yang berperan sebagai pencari nafkah utama, sedangkan seorang istri bekerja
dalam ranah domestik dan merawat anak di rumah.
Namun, ketika banyak buruh migran menggantikan peran seorang suami sebagai pencari
nafkah utama, hal ini menyebabkan keguncangan sistem sosial dalam keluarga. Sistem
sosial yang lama tidak lagi berlaku. Kini, perempuan juga memiliki kuasa atas
pendapatnnya dan sangat berperan dalam ekonomi rumah tangga.
Konflik pada keluarga buruh migran, juga diakumulasi melaui sistem personal. Sistem
personal inilah yang juga menyumbang konflik dalam rumah tangga. Sistem personal ini
adalah sistem ketika manusia berpresepsi. Proses manusia dalam melakukan persepsi
dalam dunia sosialnya seringkali menimbukan konflik. Seperti yang dinyatakan Coser
(1998), konflik dapat terjadi pasangan suami istri akibat hubungan yang mereka yang
sangat dekat. Seorang ibu yang pergi keluar negeri dapat menimbulkan masalah misalnya
dalam pengasuhan anak ataupun tentang penyalahgunaan pengiriman remitansi (Kiriman
uang atau barang hasil bekerja id luar negeri untuk keluarga di negagara asal).
Permasalahan tersebut dapat menjadi pemicu konflik ditambkan dnegan perbedaan
95 Kusumastuti
persepsi yang muncul, sehingga cenderung istri tidak lagi percaya dengan suami dan
berakhir perceraian. Di sisi lain, sang suami juga mencurigai hal buruk tentang istrinya
yang bekerja luar negeri. Kecurigaan tersebut adalah hasil individu berpresepsi. Ketika
persepsi itu tidak sesuai demgan kondisi maka potensi konflik juga cenderung hadir.
Bagan 2 Analisa Meso Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia
Sumber: Analisa Peneliti
Konflik sering terjadi pada pasangan suami istri atau keluarga dimana sang istri pergi
bekerja ke luar negeri sebagai buruh migran. Keluarga adalah sebuah kelompok primer
yang memiliki kohesi sosial yang sangat kuat. Namun disisi lain dengan kohesi yang kuat
tersebut potensi untuk saling konflik juga snagat tinggi. Sesuai dengan pernyataan George
Homans dalam Coser (1998) yang menyebutkan bahwa kelompok primer, dimana
kelompok ini dikarakteristikan kelompok yang memiliki kekerabatan yang kuat dengan
Sifat yang sangat dekat dan intim, akan cenderung memiliki rasa afeksi tinggi satu sama
lain. Namun secara bersamaan, sikap afeksi tersebut dapat menghasilkan amarah atau
kebencian satu sama lain sehingga hal tersebut yang memicu konflik.
BEKERJANYA SISTEM NILAI, NORMA, KEPERCAYAAN DARI JARINGAN
Unsur kolektivitas dalam kajian sosiologi migrasi banyak diperhitungkan meskipun tidak
secara eksplisit (Mangalam and Schwartzweller 1970). Kolektivitas ini adalah bagian dari
migran yang memutuskan untuk bermigrasii. Hal ini juga di merujuk pada seorang migran
dalam pengambilan keputusan dan proses bermigrasi tidak lepas dari nilai-nilai kolektif
(nilai-nilai bersama) yang dia miliki sebelumnya.
Buruh Migran
Perempuan Indonesia
Keluarga
(Konflik dan
Diintegrasi Keluarga)
Sistem Budaya
Sistem Personal
Sistem Sosial Dampak
Patriarki
Konsep Keluarga
Ideal
Persepsi dan ikatan
kelompok primer
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 96
Dalam proses migrasi internasional, calon migran mengembangkan unsur kolektivitas,
yaitu nilai yang merupakan bagian dari diri migran. Selain itu terdapat norma bersama
yang dimiliki masyarakat adalah nilai untuk meniru/mereplikasi perilaku orang yang
sukses. Masyarakat desa memiliki motivasi yang tinggi menjadi pekerja migran setelah
mengetahui pendahulunya mampu merenovasi rumah, membeli tahan dan memiliki asset
untuk sisimpan atau ditabung. Tahun 1998 adalah tahun dimana mulai ramai warga
memutuskan untuk menjadi tenaga kerja di luar negeri. Hal inilah yang menurut Putnam
dinamakan norma. Norma adalah aturan yang dapat tertulis maupun tidak yang disepakati
oleh sebuah kelompok.
Nilai bersama dari daerah asal yang dikembangkan adalah nilai untuk memperbaiki
ekonomi menjadi lebih baik. Masyarakat percaya bahwa memperbaiki ekonomi adalah hal
penting. Memperbaiki ekonomi tidak hanya menambah pendapatan tetapi juga
berinvestasi. Investasi yang dilakukan bisa dengan membuka usaha di sektor pertanian.
Hal ini sesuai dengan penuturan informan sebagai pemerintah desa:
“Perkembangan perekonomian keluarga TKW/I cukup pesat, terutama diukur dari kepemilikan
rumah, fasilitas keluarga, motor, dan tanah. Alasan utama mereka membeli lahan atau tanah, ialah
membangun rumah dan membuka usaha dalam sektor pertanian. Sehingga uang yang dikirimkan
tidak langsung habis, bisa berkembang dan dikelola menjadi tambahan pendapatan...”
Keluarga pada masyarakat desa Sukowilangun percaya bahwa mengirim anggota keluarga
untuk bekerja di luar negeri akan menambah pendapatan dan memperbaiki ekonomi.
Dalam masyarakat desa juga berkembang asumsi jika mereka yang sukses adalah mereka
yang dapat membangun rumah dengan baik dan hal tersebut dapat dilakukan dengan
menjadi pekerja domestik di luar negeri. Pemilihan bekerja di sektor domestik
dikarenakan level pendidikan mereka yang cenderung rendah. Para migran ini termauk
pada migran reactive, dimana mereka melakukan migrasi dikarenakan bereksi terhadap
situasi krisis, yaitu kebutuhan ekonomi. Sesuai dengan pernyataan salah satu informan
yang merupakan mantan buruh migran perempuan:
“...adik saya pun mengikuti jejak langkah saya, yaitu dengan sama-sama menjadi TKI. Tidak
berhenti sampai disitu, disaat saya memutuskan untuk berhenti menjadi TKI, sekarang ini juga
menjadi TKI....”
97 Kusumastuti
Unsur kolektivitas yang dimiliki seorang migran Desa Sukowilangun adalah nilai saling
membantu dan bekerjasama. Nilai tersebut yang kemudian muncul sebagai modal
sosial/relasi sosial. Dalam proses migrasi, seorang migran cenderung akan
mengembangkan relasi sosialnya. Hal ini bertujuan agar calon migran dapat mudah
beradaptasi dengan kondisi daerah tujuan. Calon migran akan mencari pengetahuan
sebanyak-banyaknya dan berinteraksi dengan orang-orang yang berelasi dengan proses
migrasi internasionalnya.
Masyarakat Desa Sukowilangun, dalam proses bermigrasi akan banyak berelasi dengan
petugas lapangan dari dibantu PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta) dan informasi dari mereka yang sudah terlebih dahulu menjadi pekerja migran
internasional. Dari proses tersebut, migran mengembangan jaringan sosialnya melalui
modal sosial.
Terdapat beberapa proses dalam migrasi tenaga kerja yang mempekerjakan modal sosial:
Pertama, proses pendaftaran: seorang migran akan mencari informasi pada migran
sebelumnya yang telah melakukan migrasi; Kedua, proses rekruitmen dan pelatihan:
seorang migran membangun jaringan sosial dengan PPTKIS (Pelaksana Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta) atau perusahaan swasta pengerah migram yang memiliki
lisensi atau perijinan resmi dari pemerintah negara Indonesia; dan Ketiga, proses
pemberangkatan: migran membangun jaringan sosial dengan agen perekrut dan migran
yang telah ada di negara tujuan serta Keempat, proses penempatan: migran akan
mengembangkan relasi sosial dengan migran sebelumnya, teman sesama migrant,
kedutaan negara Indonesia dan teman lain yang ditemui di negara tujuan. Pada
perjalanannya, mereka cenderung akan membangun modal sosial bonding, jaringan atau
relasi yang kuat antar sesama migran dan dikembangkan kepercayaan dan norma antar
sesama.
Pengambilan keputusan salam bermigrasi tidak hanya keputusan individu semata.
Pengambilan keputusan bermigrasi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan lingkungan
sekitar. Keputusan bermigrasi pada akhirnya bukanlah keputusan individu melainkan
keputusan keluarga. Keluarga dan lingkungan sekitar menjadi faktor yang paling kuat
yang mempengaruhi keputusan bermigrasi individu.
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 98
Hal ini sesuai dengan paradigna New Economic of Migration dimana keputusan dalam
bermigrasi bukan merupakan keputusan individu melainkan sebuah keputusan kelompok.
Modal sosial digunakan untuk mencari informasi di daerah tujuan dan hal tersebut sebagai
salah satu cara dalam proses adaptasi. Modal sosial berfungsi untuk menemukenali situasi
kerja yang sedikit banyak akan bergantung pada agen pengerah migran. Dikarenakan
migran hanya lulus sekolah dasar dan memiliki kemampuan yang rendah, migran
cenderung untuk ditempatkan pada kerja domestik dan keputusan dimana dia bekerja telah
dtentkan oleh agen swasta pengerah migran. Modal sosial yang dibangun oleh sesama
migran atau migran sebelumnya dapat mengatasi resiko migrasi, dengan demikian migran
akan lebih aman dalam melakukan migrasi. Di daerah tujuan, migran memiliki komunitas
sesama buruh migran untuk saling berinteraksi dan berdiskusi tentang masalah-masalah
yang mungkin dihadapi dan komunitas tersebut dapat membantu permasalahan tersebit.
Setelah pulang ke daerah asal, modal sosial berupa jaringan masih digunakan bagi purna
migran. Jaringan sosial tersebut digunaknan untuk membentuk kelompok ex migran yang
memiliki fungsi untuk forum komunikasi untuk memperolah pekerjaan di Indonesia dan
untuk sarana pertukaran ide jika akan membangun bisnis baru. Sesuai dengan pernyataan
purna buruh migra perempuan:
“... selepas jadi TKW saya buka warung...”
Kepercayaan (trust) juga muncul seiring dengan terjalinnya relasi antara migran dengan
berbagai pihak seperti pada sesama migran, migran sebelumnya, agen perekrut negara
asal, kedutaan negara asal dan pemberi kerja atau majikan.
Pada hubungan dengan agen perekrut, migran tidak masalah harus menanggung resiko
penghasilannya dipotong oleh agen perekrut sebagai wujud kepercayaan untuk berani
mengambil resiko dipotong namun kemudian penghasilan yang lain pada akhirnya juga
diberikan, Sesaui pernyataan infroman selaku pemerintah desa yang menyatakan bahwa:
99 Kusumastuti
“...TKW dari warga Dusun Kampung Baru Desa Sukowilangun yang diberangkatkan ke Arab
Saudi, mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji sebesar di bawa sepuluh juta
rupiah. Namun masih dipotong oleh PT bersangkutan sebesar (50%), dikarenakan potongan biaya
pemberangkatan dan pelatihan yang diberikan sebelumnya.”
Kepercayaan yang dibangun antara sesama migran adalah rasa peduli satu sama lain.
Selama di masa pelatihan, sesama migran akan mengembangkan tali pertemenan dan
perasaan senasib. Trust juga muncul antara calon migran dengan migran yang telah ada di
daerah tujuan. Kepercayaan tersebut muncul dengan rasa membantu bagi migran di daerah
tujuan yang telah sebelumnya bekerja dengan cara membagikan informasi terkait keadaan
bekerja di sana. Trust dapat didefinisikan sebagai sebuah derajat relasi antara kelompok
yang dalam menimbulkan kohesi sosial yang kuat (Narayan and Pritchett 1999). Sama
halnya denga calon migran yang memiliki ikatan kuat dengan sesama dengan migran
sebelumnya.
Bagan 3 Analisa Makro Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia
Sumber: Analisa Peneliti
Trust juga akan muncul seiring sejalan dengan berinteraksinya calon migran dengan agen
perekrut. Buruh migran memiliki kepercayaan pada agen untuk dapat membantu bekerja
di luar negeri. Dan agen perekrut menanamkan kepercayaan untuk calon migran mampu
bekerja dengan baik di negara tujuan. Ketika sudah sampai pada negra asal, buruh migran
juga mengembangkan jaringan atau relasi dengan perwakilan Indonesia sendiri melalui
atase ketenagakerjaan pada kedutaan besar. Atase ini memiliki peran dlaam peningkatan
perlindungan pekerja migran Indonesia. Selain, itu, secara bersamaam pula calon migran
telah menanamkan kepercayaan pada majikan yang akan memperkejakannya. Calon
Buruh Migran
Perempuan
Indonesia
Sistem Nilai
Sistem Norma
Sistem Jaringan
Sistem Kepercayaan
Sesama Migran
Migran Sebelumnya
Agen Perekrut Negara Asal
Kedutaan Negara Asal
(Atase ketengakerjaan)
Pemberi kerja/Majikan
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 100
migran percaya jika pemberi kerja akan dapat mempekerjaka dengan baikm demikian
sebaliknya.
KESIMPULAN
Analisa sosiologi dalam studi migrasi bervariasi. Jenis analisa tersebut dapat dimulai dari
level individu (mikro), keluarga (messo) ataupun lingkup yang lebih luas lagi yaitu sistem
nilai dan norma masyarakat (makro). Dalam tulisan ini, analisa sosiologi dalam fenomena
pekerja migran internasional di sektor domestik menekankan pada mikro, meso dan
makro:
Pertama, pada analisa mikro diketahui bahwa penyebab buruh migran peremouna
Indonesia bermigrasi t dikarenakan muncul relatif deprivation. Deprivasi merujuk pada
perasaan kekurangan dan kondisi kekurangan karena situasi sosial gagal memenuhi
kebutuhan minumum seseorang.
Kedua, pada analisa meso diketahui bahwa migrasi buruh migran perempuan
meninggalkan dampak pada keluarga yaitu pontensi konflik dan dimungkinkan terjadi
disintegrasi keluarga. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan interaksional akibat
berubahnya sistem budaya, sistem sosial dan sistem personal. Pada sistem budaya tejadi
perubahan pandangan mengenai perempuan. Perempuan dapat terbebas darikungkungan
budaya patriarki yang mengisolasi kerja mereka. Yang kedua terjadi perubahan sisem
dalma keluarga yaitu pencari nafkah utama tidak hanya laki-laki dan ketiga, ketika terjadi
perubahan pada sistem personal, dimana sudah terdapat perbedaan perspekti pada
pasnagan suami istri. Hal-hal tersebut yang menyebabkan konflik dan disintegrasi pada
keluarga.
Ketiga pada analisa meso, terdapat sebuah nilai, norma, jaringan dan kepercayaan yang
diaktifkan oleh migran ketika melakukan proses migrasi dalam migras buruh migran
perempuan. Terdapat sebuah sistem yang dikembangkan oleh buruh migran kepada
sesama buruh migran, dngan teman migran yang sudah ada di negara asal, agen perekrut,
unsur kedutaan dan majikan/pemberi kerja. Hal ini dilakukan untuk membentuk sebuah
norma, nilaim jaringan dan kepercayaan dalam berjalananya sistem migrasi buruh migran
perempuan.
101 Kusumastuti
DAFTAR PUSTAKA
BNP2TKI, Puslitfo. 2017. Data Penempatan Dan Perlindungan TKI.
Dey, Ian. 1993. Qualitative Data Analysis. London & Newyork: Routledge Taylor & Francis
Group. Retrieved
(http://www.drapuig.info/files/Qualitative_data_analysis.pdf%5Cnpapers3://publicati
on/uuid/937FD943-91A6-425E-AC6A-A8F027D521C2).
Kurien, C. T. and Amartya Sen. 1983. Poverty and Famines: An Essay on Entitlement and
Deprivation.
Liang, Zai. 2007. “The Sociology of Migration.” Pp. 487–95 in 21 century sociology A
Reference Book, edited by C. D. Bryant and D. L. Peck. California: Sage Publication.
Inc.
Mangalam, J. J. and Harry K. Schwartzweller. 1970. “Some Theoretical Guidelines Toward a
Sociology of Migration.” Internation Migration Reveiw 4(2):5–21.
Massey, Douglas S. et al. 1993. “Theories of International A Review Migration: And
Appraisal.” Population and Development Review 19(3):431–66. Retrieved
(http://www.jstor.org/pss/2938462).
Narayan, Deepa and Lant Pritchett. 1999. “Cents and Sociability: Household Income and
Social Capital in Rural Tanzania.” World Bank 47(4):871–97.
Pelling, Mark and Chris High. 2005. “Understanding Adaptation: What Can Social Capital
Offer Assessments of Adaptive Capacity?” Global Environmental Change 15(4):308–
19. Retrieved March 25, 2014
(http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0959378005000154).
Castles, S. (2003). Towards a sociology of forced migration and social transformation.
sociology, 37(1), 13-34.
Coser, L. A. (1998). The functions of social conflict (Vol. 9). Routledge.
Fanany, I., & Fanany, R. (2017). Indonesian Maids in the Arab World: Hopes, Dreams, and
Disillusionment. In The Politics of Women and Migration in the Global South (pp. 49-
69). Palgrave Pivot, London.
Hugo, G. (1995). International labor migration and the family: Some observations from
indonesia. Asian and Pacific Migration Journal: APMJ, 4(2-3), 273-301. Retrieved
from https://search.proquest.com/docview/77076077?accountid=46437
Mangalam, J. J., & Schwartzweller, H. K. (1970). Some Theoretical Guidelines Toward a
Sociology of Migration. Internation Migration Reveiw, 4(2), 5–21.
Massey, D. S., Arango, J., Hugo, G., Kouaouci, A., Pellegrino, A., & Taylor, J. E. (1993).
Theories of International A Review Migration : and Appraisal. Population English
Edition, 19(3), 431–466. https://doi.org/10.2307/2938462
Dimensi-Dimensi Sosiologis Migrasi Buruh Migran Perempuan Indonesia 102
Muryanti (2000). Social Security di Desa sebagai penopang pekerjaan Buruh Migran
Perempuan Studi di Desa Tempuran Duwur, Wonosobo, Jawa Tengah. Jurnal Akatiga
Vol 15 No 2, 14-32
Rahman, M. M., & Fee, L. K. (2009). Gender and the remittance process: Indonesian domestic
workers in Hong Kong, Singapore and Malaysia. Asian Population Studies, 5(2), 103-
125.
Richmond, A. H. (1993). Reactive migration: Sociological perspectives on refugee
movements. Journal of Refugee Studies, 6(1), 7-24.
Rosen-Prinz, B. D., & Prinz, F. A. (1978). Migrant labour and rural homesteads; an
investigation into the sociological dimensions of the migrant labour system in
Swaziland (No. 991786803402676). International Labour Organization.
Silvey, R. (2006). Consuming the transnational family: Indonesian migrant domestic workers
to Saudi Arabia. Global networks, 6(1), 23-40.
Yeoh, B. S., & Huang, S. (1998). Negotiating public space: Strategies and styles of migrant
female domestic workers in Singapore. Urban studies, 35(3), 583-602.
Yeoh, B. S., Huang, S., & Gonzalez III, J. (1999). Migrant female domestic workers: debating
the economic, social and political impacts in Singapore. International Migration
Review, 114-136.