DIFABEL

4
 KEMENTERI AN KAJIAN STRATEGI S BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA  201 4  EKSISTENSI DAN AKSESIBI LITAS DI FABE L DI PERGURUAN TINGGI    Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah ingin mencerdaskan kehidupan bangsa,  pencerdasan yang dimaksud adalah melalui proses pendidikan. Cita-cita tersebut semakin diperjelas lagi dalam UUD 1945 pasal 28C ayat (1)  bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia,  dan pasal 31 ayat (1)  juga sudah jelas  bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.  Selain itu juga semakin dipertegas di pasal 28I ayat (2) UUD 1945  bahwa setiap orang berhak bebas dari  perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut dengan sangat jelas menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk bisa mengakses pendidikan tanpa diperlakukan secara diskriminatif, artinya seorang anak yang berkelaianan pun atau difabel memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan seorang anak normal dalam mengakses pendidikan. Pendidikan tanpa diskriminasi juga sudah tertuang didalam UU No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menekankan kepada hak setiap warga negara untuk memperolah pendidikan sesuai dengan  jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, d an kemampuannya tanp a diskriminasi.  Selain itu UU No. 4 Tahun 1997 pasal 12 juga mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan umum menerima para difabel. Kewajiban itu disebut sebagai model inklusi yaitu model yang memberikan peluang  bagi terjadinya interaksi sosial difabel dan masyarakat yang secara fisik normal. Jumlah orang difabel di Indonesia dengan usia diatas 10 tahun adalah 16.718 orang 1 . Sumber lain dari Kementrian Sosial RI (2009) menyatakan bahwa jumlah total penduduk Indonesia yang difabel sebanyak 1.541.942 orang, dan tahun 2012 jumlahnya meningkat menjadi 3,84 juta. Dari jumlah itu, 438.900 difabel adalah anak-anak 2 . Dengan jumlah yang semakin meningkat pemerintah harus lebih sigap memperhatikan dan melindungi hak seorang difabel, karena selama ini ketidakadilan aksessibilitas difabel diruang publik masih menjadi persoalan 1  Sensus Penduduk BPS 2010 2  Pendataan Program Perlindungan Sosial BPS 2012

Transcript of DIFABEL

  • KEMENTERIAN KAJIAN STRATEGIS

    BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

    KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA

    2014

    EKSISTENSI DAN AKSESIBILITAS DIFABEL DI PERGURUAN TINGGI

    Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah ingin mencerdaskan kehidupan bangsa,

    pencerdasan yang dimaksud adalah melalui proses pendidikan. Cita-cita tersebut semakin

    diperjelas lagi dalam UUD 1945 pasal 28C ayat (1) bahwa setiap orang berhak

    mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan

    dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

    meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, dan pasal 31 ayat (1)

    juga sudah jelas bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Selain itu juga

    semakin dipertegas di pasal 28I ayat (2) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak bebas dari

    perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan

    terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut

    dengan sangat jelas menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan dan hak yang

    sama untuk bisa mengakses pendidikan tanpa diperlakukan secara diskriminatif, artinya seorang

    anak yang berkelaianan pun atau difabel memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan

    seorang anak normal dalam mengakses pendidikan.

    Pendidikan tanpa diskriminasi juga sudah tertuang didalam UU No. 4 Tahun 1997

    tentang penyandang cacat dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang

    menekankan kepada hak setiap warga negara untuk memperolah pendidikan sesuai dengan

    jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Selain itu UU No. 4

    Tahun 1997 pasal 12 juga mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan umum menerima para

    difabel. Kewajiban itu disebut sebagai model inklusi yaitu model yang memberikan peluang

    bagi terjadinya interaksi sosial difabel dan masyarakat yang secara fisik normal.

    Jumlah orang difabel di Indonesia dengan usia diatas 10 tahun adalah 16.718 orang1.

    Sumber lain dari Kementrian Sosial RI (2009) menyatakan bahwa jumlah total penduduk

    Indonesia yang difabel sebanyak 1.541.942 orang, dan tahun 2012 jumlahnya meningkat menjadi

    3,84 juta. Dari jumlah itu, 438.900 difabel adalah anak-anak2. Dengan jumlah yang semakin

    meningkat pemerintah harus lebih sigap memperhatikan dan melindungi hak seorang difabel,

    karena selama ini ketidakadilan aksessibilitas difabel diruang publik masih menjadi persoalan

    1 Sensus Penduduk BPS 2010

    2 Pendataan Program Perlindungan Sosial BPS 2012

  • utama yang dihadapi difabel meskipun Indonesia sudah memiliki seperangkat aturan hukum

    yang melindungi kaum difabel.

    Saat ini perlakuan berbeda dan diskriminatif kembali terasa untuk para difabel dibeberapa

    Universitas, termasuk di Universitas Gadjah Mada Sebagai Universitas Nasional dan Universitas

    Pancasila. Menurut pernyataan ketua UKM Difabel di UGM (Mukhanif), dari FGD yang

    dilakukan dengan pihak rektorat UGM terkait masalah seleksi masuk perguruan tinggi negeri

    yang sekarang dikenal SNMPTN (seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri) dan SBMPTN

    (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri) untuk difabel, mengatakan bahwa terjadi

    masalah kordinasi yang kurang baik antara pihak jurusan dengan pihak pimpinan UGM,

    pimpinan UGM menyatakan tidak begitu tahu apabila ada beberapa jurusan yang masih

    memberlakukan syarat-syarat tertentu yang jauh dari kategori wajar terutama untuk fakultas yang

    termasuk dalam lingkup sosial-humaniora untuk calon mahasiswa, seperti Fakultas Ekonomika

    dan Bisnis yang kebetulan pada saat FGD tidak hadir, ternyata tidak menerima difabel karena

    gengsi. Padahal tujuan pendidikan itu mencerdaskan pikiran (akal budi) supaya lebih berbudi

    luhur, bukan bertujuan mencari model yang memperhatikan kesempurnaan fisik seseorang.

    Pertanyaannya adalah siapa yang kurang paham hakikat pendidikan dan konstitusi yang

    mengatur tentang hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan yang sama?.

    Ketika disadari dan direfleksikan bersama bahwa pendidikan adalah untuk mendidik

    pikiran (aka budi) supaya menjadi manusia yang lebih bermartabat, maka yang ditekankan dalam

    konteks difabel adalah aksessibilitas non fisik yaitu pikiran (akal budi) bukan fisik dalam

    pendidikan. Berbicara masalah ini tidak arif rasanya apabila pemerintah yang disalahkan

    sepenuhnya, karena SNMPTN dan SBMPTN tidak mengatur tentang kebijakan untuk difabel,

    tetapi lebih pada pihak Universitas sendiri yaitu jurusan melalui dekan kemudian ke pimpinan

    Universitas yang menentukan syarat dan ketentuan tentang kriteria mahasiswa yang

    diperbolehkan masuk, dan dalam hal ini panitia SNMPTN juga meminta PTN untuk mengkaji

    kembali prihal aksessibilitas difabel.

    Catatan penting yang perlu diperhatikan bahwa UGM telah menandatangani deklarasi

    tentang pengembangan kampus inklusif (semua civitas diperlakukan adil dan tak ada

    diskriminatif). Jangan sampai sikap tersebut hanya menjadi catatan saja tetapi harus benar-benar

    dimasifkan dalam kultur akademis di UGM. Dengan begitu masyarakat Gadjah Mada akan

    semakin peduli dan sadar tentang bagaimana memperlakukan dan berinteraksi dengan difabel.

    Sudah ada buktinya bahwa seorang difabel bisa lebih sukses dari seorang yang normal seperti

    Habibie Afsyah, penyandang difabel yang sukses menjadi pengusaha dan motivator bergaji

    dolar, Habibie adalah seorang penyandang Muscular Dytrophy Tipe Becker3. Selain itu juga ada

    Stephen Hawking yang sudah tidak asing lagi bagi para ilmuwan dunia terutama di bidang

    kosmologi dan fisika, Ketika di Oxford,Stephen pertama kali sadar bahwa ada masalah dengan

    kesehatan fisiknya (seperti yang terjadi,yaitu jatuh saat berjalan,suaranya mulai menghilang),Dia

    3 dakwatuna.com/2014/03/11/47580/habibie-penyandang-difabel-sukses-bergaji-dolar

  • tidak begitu mempermasalahkan dan menyimpan hal tersebut untuk dirinya sendiri, ia menderita

    Amyotrophic Lateral Sclerosis. Penyakit Stephen Hawking tersebut membuatnya menjadi

    ilmuwan bersejarah hari ini. Sebelum didiagnosa terkena ALS, Stephen Hawking tidak begitu

    fokus pada studinya.Aku bosan pada hidupku sebelum sakit dan sepertinya tidak ada hal

    bermanfaat yang bisa dilakukan, katanya.Ketika sadar bahwa dia tidak akan hidup lama lagi

    untuk melanjutkan Ph.D, Hawking pun semakin menekuni bidangnya dan melakukan penelitian.

    Bermula dari penemuan seorang kosmologis muda Roger Primrose tentang hilangnya sebuah

    bintang dan penciptaan lubang hitam, Stephen Hawking menjadi tertarik dengan awal mula

    terbentuknya alam semesta dan manempatkannya pada sebuah karir yang membuatnya

    mengubah cara pikir dunia tentang lubang hitam dan alam semesta. Keadaan Hawking yang sulit

    itu juga menarik perhatian dan menginspirasi seorang pemrogram komputer asal California yang

    mengembangkan program bicara dengan hanya menggerakkan mata atau kepala.Penemuan ini

    memungkinkan Hawking memilih kata-kata di layar komputer yang kemudian melewati sebuah

    synthesizer pidato4.

    Jika UGM akan melakukan pengembangan kampus inklusif maka UGM harus mulai

    memberikan perhatian terhadap pembangunan fasilitas umum bagi para difabel sehingga dapat

    memudahkan seorang difabel dalam melakukan aktifitas kemahasiswaan. UGM harus berusaha

    memahami kebutuhan dan keinginan difabel untuk diperlakukan sama dengan menggunakan rasa

    dan suara hati dalam mengkaji kebijakan aksessibilitas bagi kaum difabel, sehingga bisa

    menghasilkan kebijakan yang arif berkemanusiaan. Selain itu dalam perumusan kebijakan terkait

    difabel, baik DIKTI maupun UGM harus melibatkan difabel agar tidak sentralistik dan diwarnai

    kepentingan pembuat kebijakan saja.

    Harapan kedepan UGM harus membentuk pusat pelayanan difabel supaya semua bisa

    dilayani dan terakomodasi, serta program sustainable yang dapat menyalurkan mahasiswa

    difabel kedalam dunia kerja, dan dalam hal ini kami juga mengajak kepada semua masyarakat

    UGM untuk menyadari dan merefleksikan bersama dengan berusaha memahami mereka yang

    berbeda butuh kepedulian dari kita bersama, dan jangan sampai kita menjadi tunarasa.

    Sleman , 25 April 2014

    KASTRAT BEM KM UGM 2014

    4tanpa-batas.com/kisah-inspiratif-stephen-hawking-seorang-difabel-yang-sukse-menjadi-ilmuan-di-bidang-

    kosmologi-dan-fisika