Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11,...

33
Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne pada Tanaman Wortel dari Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan Detection and Identification of Meloidogyne Species on Carrot from Malino Highland, Gowa, South Sulawesi Hishar Mirsam, Supramana*, Gede Suastika Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 ABSTRAK Meloidogyne spp. merupakan salah satu penyebab penurunan produksi wortel di Indonesia. Nematoda ini telah dilaporkan menjadi penyebab penyakit umbi bercabang di beberapa sentra produksi wortel di Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi karakter morfologi dan molekuler spesies Meloidogyne pada tanaman wortel asal Dataran Tinggi Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Identifikasi morfologi dilakukan dengan pengamatan karakter pola perineal nematoda betina. Identifikasi molekuler dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) untuk mengamplifikasi DNA ribosom menggunakan primer spesifik spesies (Rjav/Fjav untuk M. javanica, Rar/Far untuk M. arenaria dan Rinc/Finc untuk M. incognita) dan primer multipleks (JMV1/ JMVhapla/JMV2 untuk M. hapla, M. chitwoodi, dan M. fallax). Dua spesies Meloidogyne, yaitu M. incognita dan M. arenaria ditemukan berasosiasi dengan kejadian penyakit umbi bercabang. PCR menggunakan primer spesifik berhasil mengamplifikasi pita DNA M. incognita dan M. arenaria dengan ukuran berturut-turut ± 999 pb dan ± 420 pb, sedangkan PCR dengan primer multipleks tidak berhasil mengamplifikasi pita DNA. Analisis sikuen nukleotida menunjukkan isolat M. incognita asal Malino memiliki kekerabatan yang dekat dengan isolat asal Bangka-Indonesia, Cina (isolat JS2), dan Malaysia (isolat JIK4, FIK4, JIT19, dan FIT19) dengan nilai homologi berkisar 99.2–100.0%. Sikuen nukleotida M. arenaria asal Malino-Indonesia telah didaftarkan pada GenBank dengan nomor aksesi KP234264 dan menjadi data pertama yang tersedia di GenBank. Kata kunci: Meloidogyne arenaria, M. incognita, umbi bercabang ABSTRACT Meloidogyne spp. was reported as the cause of branched tuber disease on several carrot production areas in Java, Indonesia and may potentially cause yield loss. This research aimed to use morphological and molecular characters to detect and identify Meloidogyne species on carrot from Malino Highland, Sub-district of Tinggimoncong, District of Gowa, South Sulawesi. Morphological identification was done based on character of the female perineal pattern. Molecular identification was based on amplification of r-DNA by polymerase chain reaction technique using species specific primers (Fjav/ Rjav for M. javanica, Far/Rar for M. arenaria, and Finc/Rinc for M. incognita) and multiplex primer (JMV1/JMVhapla/JMV2 for M. hapla, M. chitwoodi, and M. fallax).Two of Meloidogyne species, i.e. M. incognita and M. arenaria were detected associated with the incidence of carrot branched tuber. The specific primers amplified two DNA bands, i.e. ± 999 bp of M. incognita and ± 420 bp of M. arenaria, while multiplex primer was failed to amplify DNA bands. Nucleotide sequence analysis showed M. incognita isolate of Malino was closely related to M. incognita isolate from Bangka-Indonesia, China *Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680 Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected] 1

Transcript of Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11,...

Page 1: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

Volume 11, Nomor 1, Februari 2015Halaman 1–8

DOI: 10.14692/jfi.11.1.1ISSN: 0215-7950

Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne pada Tanaman Wortel dari Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan

Detection and Identification of Meloidogyne Species on Carrot from Malino Highland, Gowa, South Sulawesi

Hishar Mirsam, Supramana*, Gede SuastikaInstitut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Meloidogyne spp. merupakan salah satu penyebab penurunan produksi wortel di Indonesia. Nematoda ini telah dilaporkan menjadi penyebab penyakit umbi bercabang di beberapa sentra produksi wortel di Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi karakter morfologi dan molekuler spesies Meloidogyne pada tanaman wortel asal Dataran Tinggi Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Identifikasi morfologi dilakukan dengan pengamatan karakter pola perineal nematoda betina. Identifikasi molekuler dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) untuk mengamplifikasi DNA ribosom menggunakan primer spesifik spesies (Rjav/Fjav untuk M. javanica, Rar/Far untuk M. arenaria dan Rinc/Finc untuk M. incognita) dan primer multipleks (JMV1/JMVhapla/JMV2 untuk M. hapla, M. chitwoodi, dan M. fallax). Dua spesies Meloidogyne, yaitu M. incognita dan M. arenaria ditemukan berasosiasi dengan kejadian penyakit umbi bercabang. PCR menggunakan primer spesifik berhasil mengamplifikasi pita DNA M. incognita dan M. arenaria dengan ukuran berturut-turut ± 999 pb dan ± 420 pb, sedangkan PCR dengan primer multipleks tidak berhasil mengamplifikasi pita DNA. Analisis sikuen nukleotida menunjukkan isolat M. incognita asal Malino memiliki kekerabatan yang dekat dengan isolat asal Bangka-Indonesia, Cina (isolat JS2), dan Malaysia (isolat JIK4, FIK4, JIT19, dan FIT19) dengan nilai homologi berkisar 99.2–100.0%. Sikuen nukleotida M. arenaria asal Malino-Indonesia telah didaftarkan pada GenBank dengan nomor aksesi KP234264 dan menjadi data pertama yang tersedia di GenBank.

Kata kunci: Meloidogyne arenaria, M. incognita, umbi bercabang

ABSTRACT

Meloidogyne spp. was reported as the cause of branched tuber disease on several carrot production areas in Java, Indonesia and may potentially cause yield loss. This research aimed to use morphological and molecular characters to detect and identify Meloidogyne species on carrot from Malino Highland, Sub-district of Tinggimoncong, District of Gowa, South Sulawesi. Morphological identification was done based on character of the female perineal pattern. Molecular identification was based on amplification of r-DNA by polymerase chain reaction technique using species specific primers (Fjav/Rjav for M. javanica, Far/Rar for M. arenaria, and Finc/Rinc for M. incognita) and multiplex primer (JMV1/JMVhapla/JMV2 for M. hapla, M. chitwoodi, and M. fallax).Two of Meloidogyne species, i.e. M. incognita and M. arenaria were detected associated with the incidence of carrot branched tuber. The specific primers amplified two DNA bands, i.e. ± 999 bp of M. incognita and ± 420 bp of M. arenaria, while multiplex primer was failed to amplify DNA bands. Nucleotide sequence analysis showed M. incognita isolate of Malino was closely related to M. incognita isolate from Bangka-Indonesia, China

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

1

Page 2: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

(isolate JS2), and Malaysia (isolates JIK4, FIK4, JIT19, and FIT19) with homology of 99.2–100.0%. The nucleotide sequences of M. arenaria from Malino was submitted to GenBank with accession number KP234264, which was the first nucleotide sequence data in GenBank.

Key words: branched tuber, Meloidogyne arenaria, M. incognita

PENDAHULUAN

Kabupaten Gowa merupakan salah satu sentra produksi wortel terbesar di Sulawesi Selatan, dengan rata-rata luas panen 163 hadan produksi berkisar antara 9489 ton dan 15 637 ton (BPS Gowa 2013). Salah satu kendala produksi wortel di Indonesia termasuk yang dihadapi petani-petani di Kabupaten Gowa ialah penyakit umbi ber-cabang yang disebabkan oleh nematoda puru akar, Meloidogyne spp. Beberapa penelitian terdahulu berhasil mengidentifikasi 4 spesies Meloidogyne yang menginfeksi tanaman wortel di beberapa sentra produksi wortel di Pulau Jawa, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria (Hikmia et al. 2012; Taher et al. 2012; Halimah et al. 2013).Gejala malformasi umbi berupa puru, umbi bercabang, dan lesio ditemukan pada umbi wortel di daerah Malino. Penyebab umbi bercabang pada tanaman wortel di Dataran Tinggi Malino di Kabupaten Gowa sampai saat ini belum diketahui. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi penyebab penyakit umbi bercabang di Dataran Tinggi Malino.

Nematoda puru akar secara morfologi sangat mirip satu dengan yang lain sehingga sulit diidentifikasi sampai tingkat spesies. Selain itu, beberapa spesies nematoda puru akar sering ditemukan bersamaan pada akar tanaman yang sama. Identifikasi pola perineal atau pola sidik pantat nematoda puru akar betina merupakan salah satu teknik identifikasi morfologi nematoda yang diperkenalkan oleh Eisenback et al. (1981). Selain identifikasi pola perineal, identifikasi dengan pendekatan biologi molekul diyakini lebih cepat dan lebih akurat dibandingkan dengan identifikasi karakter morfologi dan pola perineal (Esbenshade dan Tirantaphyllou 1990). Salah satu teknik molekuler yang dilakukan ialah

dengan mengamplifikasi bagian DNA ribosom pada daerah internal transcribed spacers (ITS) melalui teknik polymerase chain reaction (PCR) (Zijltra et al. 2000).

Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi spesies Meloidogyne pada tanaman wortel asal Dataran Tinggi Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan berdasarkan karakter pola perineal dan molekuler.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan sampel berupa umbi bergejala dan tanah terinfestasi Meloidogyne spp. dilakukan di Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yaitu di dusun Buluballea, Lembanna, dan Kampung Baru. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1750 m di atas permukaan laut.

Perbanyakan Meloidogyne spp.Meloidogyne spp. diperbanyak pada

tanaman tomat yang ditanam pada medium tanah yang berasal dari pertanaman wortel di daerah Malino. Setelah tanaman tomat berumur4–5 minggu, akar dicuci dengan air mengalir, selanjutnya dilakukan pemotongan puru akar dan akar rambut berpuru. Puru akar yang diperoleh digunakan untuk pengamatan jaringan dan ekstraksi DNA.

Pengamatan Keberadaan Meloidogyne spp. di dalam Jaringan

Puru akar direndam dalam kloroks 5% selama 10 menit dan dibilas dengan air hingga tak berbau. Puru akar kemudian direndam dalam acid fuchsin dan dipanaskan hingga mendidih. Akar rambut berpuru dibilas dengan air, kemudian direndam dalam campuran 20 mL gliserin dan 2 tetes HCl lalu dipanaskan sampai berwarna merah pudar. Puru akar diletakkan pada gelas preparat cekung, kemudian diamati

2

Page 3: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

stadium nematoda yang ada menggunakan mikroskop stereo (Olympus tipe B202). Hal ini dilakukan untuk mengamati stadium nematoda yang berada di dalam akar.

Pembuatan Preparat NematodaPreparat nematoda dibuat untuk pengamatan

pola perineal sebagai dasar identifikasi secara morfologi. Akar dengan gejala puru dicuci untuk membersihkan tanah yang menempel. Puru dipisahkan dari akar, kemudian direndam selama kurang lebih 24 jam. Setelah puru melunak, nematoda betina dicongkel perlahan dari puru dan dipindahkan ke dalam cawan sirakus yang telah berisi asam cuka. Asam cuka berguna untuk menghilangkan lemak yang berada dalam tubuh nematoda betina. Setelah itu, nematoda betina dipindahkan ke gelas objek. Bagian anterior dipotong dengan pisau khusus, kemudian bagian posterior ditekan agar sisa kotoran dan lemak dalam tubuh nematoda keluar. Potongan direndam dalam laktofenol 0.03% dan dibiarkan sebentar. Bagian posterior disayat dan jaringan di dalam dibuang secara hati-hati, kemudian dipindahkan ke gelas objek lain dengan ditetesi laktofenol dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat diamati menggunakan mikroskop kompon. Identifikasi dilakukan mengikuti panduan Eisenback et al. (1981) serta Shurtleff dan Averre (2005).

Identifikasi Menggunakan Teknik Polymerase Chain Reaction

Ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA mengikuti metode Zijlstra et al. (2000). Nematoda betina sebanyak 10–20 ekor dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 mL. Sebanyak 150 μL bufer ekstrak (200 mM Tris HCl pH 8.0, 25 mM EDTA pH 8.0, dan 0.5% SDS) ditambahkan ke dalam tabung dan nematoda digerus sampai halus dengan cornical grinder steril. Sebanyak 150 μL larutan kloroform:isoamilakohol (24:1) ditambahkan dan dicampurkan hingga homogen dengan divorteks selama 3 menit. Suspensi yang terbentuk disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 11 000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi diambil dan dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru.

Sodium asetat 3M (pH 5.2) ditambahkan ke dalam supernatan dengan perbandingan 1:10 dan dicampur hingga homogen. Isopropanol sebanyak 2/3 volume supernatan ditambahkan ke dalam tabung dan dicampur hingga homogen. Tabung diinkubasi pada suhu -20 °Cselama semalam. Suspensi kemudian di-sentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm selama 15 menit. Cairan dalam tabung dibuang dan pelet (endapan DNA) yang terbentuk dicuci dengan etanol 80% sebanyak 150 mL, kemudian disentrifugasi pada kecepatan12 000 rpm selama 15 menit. Cairan alkohol yang digunakan untuk mencuci pelet dibuang dan endapan DNA dikeringkan. Bufer Tris EDTA ditambahkan pada tabung mikro sebanyak 30–100 μL sesuai dengan ketebalan endapan DNA.

Amplifikasi DNA Nematoda. Amplifikasi DNA menggunakan mesin thermo cycle PCR. Primer yang digunakan merupakan primer spesifik spesies untuk M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria, dan primer multipleks untuk M. hapla, M. chitwoodi, dan M. fallax (Tabel 1). Setiap reaksi yang menggunakan primer spesifik spesies terdiri atas 12.5 μL 2x Go Taq®Green Master mix (Promega), 1 μL primer Forward 10 μM, 1 μL primer Reverse 10 μM, 2 μL templet DNA, dan 8.5 μL air bebas nuklease sehingga volume menjadi 25 μL. Reaksi yang menggunakan primer multipleks spesies terdiri atas 12.5 μL 2x Go Taq®Green Master mix (Promega),1 μL primer forward JMV1 10 μM, 1 μL primer reverse JMV2 10 μM, 1 μL primer reverse JMV hapla 10 μM, 2 μL templet DNA, dan 7.5 μL air bebas nuklease sehingga volume menjadi 25 μL.

Program amplifikasi DNA disesuaikan dengan primer yang digunakan dan spesies yang akan dideteksi. Amplifikasi DNA melalui 4 tahapan, yaitu denaturasi, aneling, ekstensi, dan ekstensi akhir (Tabel 2).

Analisis Sikuen Nukleotida. Produk amplifikasi dikirim ke First Base (Malaysia) untuk disikuen. Hasil sikuen dianalisis menggunakan program basic local alignment search tool (BLAST) dengan program optimasi untuk mendapatkan urutan basa DNA

3

Page 4: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

yang terdapat dalam situs National Center for Biotechnology Information (NCBI). Hasil sikuen nukleotida yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan penyejajaran ber-ganda ClustalW pada perangkat lunak Bioedit Sequence Alignment Editor versi 7.1.3. Hubungan kekerabatan antarisolat dikonstruksi menggunakan perangkat lunak Molecular Evolutionary Genetic Analysis Softwareversi 6.06 (MEGA6) dengan bootstrap 1000 kali ulangan.

HASIL

Perkembangan Meloidogyne spp. di dalam Akar

Meloidogyne spp. memperlihatkan stadium perkembangan mulai dari telur, juvenil 1, 2, 3, dan 4, sampai dewasa. Telur berada di permukaan jaringan akar tanaman sampai stadium juvenil 2. Juvenil 1 berada dalam

cangkang telur sampai mengalami pergantian kulit pertama menjadi juvenil 2. Juvenil 2 aktif bergerak mencari jaringan akar tanaman untuk melakukan penetrasi. Setelah berhasil masuk, nematoda mengalami pergantian kulit kedua dan ketiga bertuurut-turut menjadi juvenil 3 dan 4 di dalam jaringan tanaman. Meloidogyne betina dewasa akan menetap pada jaringan akar tanaman yang terinfeksi (Gambar 1) dan menyebabkan pembesaran sel akar.

Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal

Spesies Meloidogyne yang berhasil diidentifikasi, yaitu M. incognita dan M. arenaria. Pola perineal M. incognita sangat khas berupa lengkungan dorsal yang tinggi dan menyempit, sedangkan pada bagian paling luarnya sedikit melebar dan agak mendatar, pola steriasinya terlihat kasar dan bergelombang, serta tidak memiliki garis

4

Tabel 1 Pasangan primer yang digunakan untuk identifikasi spesies Meloidogyne spp. dengan teknik polymerase chain reaction

Spesies Meloidogyne

Kode primer Sikuen 5’-3’ Target

DNA (pb)Sumber rujukan

M. incognita Finc GTGAGGATTCAGTCTCCCAG ± 999 Zijlstra et al. (2000)Rinc ACGAGGAACATACTTCTCCGTCC

M. arenaria Far TCGGCGATAGAGGTAAATGAC ± 420 Zijlstra et al. (2000)Rar TCGGCGATAGACACTACAACT

M. javanica Fjav GGTGCGCGATTGAACTGAGC ± 720 Zijlstra et al. (2000)Rjav CAGGCCCTTCAGTGGAACTATAC

M. hapla, M. chitwoodi, M. fallax

JMV1JMVhaplaJMV2

GGATGGCGTGCTTTCAACAAAAATCCCCTCGAAAAATCCACCTTTCCCCTTATGATGTTTACCC

± 440± 540± 670

Wishart et al. (2002)

Tabel 2 Program amplifikasi target DNA untuk masing-masing spesies Meloidogyne dengan teknik polymerase chain reaction

aSuhu penyimpanan hasil amplifikasi 4 °C setelah tahap polimerisasi akhir.bAmplifikasi dilakukan sebanyak 35 kali, 35 kali, 30 kali, dan 45 kali berturut-turut untuk M. incognita, M. arenaria, M. javanica, dan (M hapla, M. chitwoodi, M. fallax).

Tahap amplifikasia,bSuhu (°C); waktu (detik)

M. incognita M. arenaria M. javanica M. hapla, M. chitwoodi, M. fallax

Pradenaturasi 95;120 94;240 94;240 94;240Denaturasi 94; 30 94; 30 94; 30 94; 30Aneling 57; 45 55; 45 55; 45 50; 30Ekstensi 72;120 72; 60 72; 60 72; 90Ekstensi akhir 72;600 72;420 72;420 72;420

Page 5: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

5

Gambar 2 Pola perineal Meloidogyne betina asal Malino, Sulawesi Selatan (pembesaran 40×). a, M. incognita; b, M. arenaria

a b

lateral (Gambar 2a). Pola perineal M. arenaria sangat bervariasi, ditandai dengan lengkungan tepi yang rendah dan bulat dengan striae yang halus hingga bergelombang (Gambar 2b).

Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan ITS r-DNA

Pita DNA berukuran ± 999 pb dan ± 420 pb berhasil diamplifikasi menggunakan pasangan primer berturut-turut Finc/Rinc dan Far/Far, sedangkan penggunaan primer Fjav/Rjav dan multipleks (JMV1/JMVhapla/JMV2) tidak berhasil mengamplifikasi DNA (Gambar 3). Sikuen nukleotida fragmen DNA hasil

amplifikasi memiliki homologi tertinggi dengan M. incognita (Tabel 3).

Analisis filogenetika memperlihatkan M. incognita asal Malino berada satu kelompok dengan isolat M. incognita asal Bangka-Indonesia, Cina (isolat JS2), dan Malaysia (isolat JIK4, FIK4, JIT19, dan FIT19) dengan nilai koefisien jarak genetik 0.000 untuk isolat Bangka dan JS2, 0.0023 untuk isolat JIK4 dan FIK4, dan 0.005 untuk isolat JIT19 dan FIT 19 (Gambar 4). Analisis filogenetika M. arenaria belum dapat terkonfirmasi karena sikuen nukleotida M. arenaria asal Malino dengan menggunakan primer Far/Mar yang didesain

Gambar 1 Siklus hidup Meloidogyne spp. dalam jaringan akar. a, massa telur; b, juvenil 1; c, juvenil 2; d, juvenil 3 dan 4; dan e, nematoda betina dewasa. Gambar 1b, pembesaran 100×; Gambar 1a,1c,1d,1e, pembesaran 40×.

d e

a b c

Page 6: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

a

999 pb

M 1 2 3

420 pb

M 1 2 3

bGambar 3 Hasil amplifikasi DNA Meloidogyne spp. asal Malino, Sulawesi Selatan pada 1% gel agarosa. M, penanda DNA 100 pb; a, M. incognita; b, M. arenaria; Sampel berasal dari. 1, Buluballea; 2, Lembanna; dan 3, Kampung Baru.

6

Tabel 3 Homologi sikuen nukleotida spesies Meloidogyne spp. asal Malino, Sulawesi Selatan (nomor aksesi KP234265) dengan isolat-isolat yang ada pada GenBank

aMatriks identitas sikuen diperoleh dengan perangkat lunak Bioedit 7.1.3.bIsolat koleksi Laboratorium Nematologi Tumbuhan IPB dan belum didaftarkan di GenBank.

Spesies Isolat Asal No. aksesi GenBank Homologi (%)a

M. incognita Bangka Indonesia b 100.0M. incognita JS2 Cina JN005841 100.0M. incognita JIK4 Malaysia KF041337 99.5M. incognita FIK4 Malaysia KF041330 99.5M. incognita JIT19 Malaysia KF041339 99.2M. incognita FIT19 Malaysia KF041332 99.2

oleh Zijlstra et al. (2000) belum tersedia pada GenBank. Sikuen penelitian asal Malino-Indonesia telah didaftarkan pada GenBank dengan nomor aksesi KP234265 untuk M. incognita dan KP234264 untuk M. arenaria.

PEMBAHASAN

Dua spesies Meloidogyne spp., yaitu M. incognita dan M. arenaria, berhasil diidentifikasi berdasarkan pola perineal dan sikuen nukleotidanya. Kedua spesies tersebut mengindikasikan bahwa pertanaman wortel di Dataran Tinggi Malino sudah terinfestasi oleh Meloidogyne spp. M. incognita dan M. arenaria merupakan spesies Meloidogyne yang bersifat kosmopolit dan telah dilaporkan di seluruh dunia. Di Indonesia, kedua spesies ini dilaporkan telah menginfestasi pertanaman wortel di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. (Hikmia et al. 2012; Taher et al. 2012; Halimah et al. 2013).

Taylor et al. (1982) menyatakan bahwa ter-dapat hubungan antara iklim dan karakteristik tanah terhadap distribusi Meloidogyne spp.Suhu optimum untuk perkembangan M. incognita dan M. arenaria ialah 15–25 °C. Keberadaan spesies Meloidogyne spp. di Malino terkait erat dengan kondisi iklim. Suhu udara tahunan rata-rata berkisar 17–20 °C dengan rata-rata suhu maksimum 18–20 °C terjadi pada bulan Juli/Agustus, dan rata-rata suhu minimum 15–17 °C terjadi pada bulan Desember/Januari.

Infeksi Meloidogyne spp. pada umbi wortel di Malino menyebabkan malformasi dengan 4 tipe gejala, yaitu umbi bercabang, agak bulat dan bercabang, pendek dan membulat, serta umbi pecah. Selain itu, juga ditemukan lesio gelap pada umbi, tetapi tidak terdapat puru. Wesemael dan Moens (2008) menjelaskan bahwa gejala yang disebabkan oleh Meloidogyne spp. bervariasi sesuai dengan jenis tanaman inang, kepadatan

Page 7: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

populasi nematoda, dan kondisi lingkungan. Finley (1981) mengungkapkan bahwa infeksi Meloidogyne spp. pada umbi terkadang sulit untuk dideteksi karena tidak menimbulkan puru pada permukaan umbi. Oleh karena itu, metode molekuler menggunakan primer spesifik spesies dapat membantu untuk mendeteksi infeksi Meloidogyne spp.

Analisis sikuen nukleotida menunjukkan hubungan kekerabatan yang dekat antara M. incognita asal Malino dengan M. incognita asal Bangka, Cina, dan Malaysia. Diduga Meloidogyne spp. tersebar ke Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan melalu aktivitas impor benih wortel dari Cina. Badan Pusat Statistik (BPS 2013) mencatat Cina menjadi negara pengekspor sayuran dan buah-buahan terbesar ke Indonesia khususnya pada Februari 2013. Salah satu jenis sayuran yang paling banyak diimpor adalah wortel.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Gowa. 2013. Gowa dalam Angka 2013. Makassar (ID): BPS Kabupaten Gowa.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri, Impor. Jakarta (ID): BPS Indonesia.

Eisenback JD, Hirschmann H, Sasser JN, Triantaphyllou AC. 1981. A Guide to The Four Most Common Species of Root-Knot Nematodes (Meloidogyne

spp.) with A Pictorial Key. Nort Carolina (US): Department of Plant Pathology and Genetic Nort Caroline University and The United States Agency for International Development.

Esbenshade PR, Triantaphyllou AC. 1990. Isozyme phenotypes for the identification of Meloidogyne species. J Nematol. 22(1):10–15.

Finley AM. 1981. Histopathology of Meloidogyne chitwoodi (Golden et al.) on russet burbank potato. J Nematol. 13(4):486–491.

Halimah, Supramana, Suastika G. 2013. Identifikasi spesies Meloidogyne pada wortel berdasarkan sikuen nukleotida. J Fitopatol Indones. 9(1):1–6. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.9.1.1.

Hikmia Z, Supramana, Suastika G. 2012. Identifikasi spesies Meloidogyne spp. penyebab umbi bercabang pada tanaman wortel di Jawa Timur. J Fitopatol Indones. 8(3):73–78. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.8.3.73.

Shurtleff MC, Averre CW. 2005. Diagnosing Plant Disease Caused by Nematodes. St. Paul, Minnesota (US): APS Press.

Taher M, Supramana, Suastika G. 2012. Identifikasi Meloidogyne penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel di Dataran Tinggi Dieng. J Fitopatol Indones. 8(1):16–21. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.8.1.16.

7

Gambar 4 Pohon filogenetika spesies Meloidogyne incognita yang menginfeksi pertanaman wortel di dataran tinggi Malino, Sulawesi Selatan dengan analisis UPGMA menggunakan program Bioedit 7.1.3. dan MEGA 6.06. Skala di bawah gambar adalah skala nilai koefisien jarak genetik yang menggambarkan jumlah rata-rata perubahan nukleotida di antara isolat. *Sampel penelitian; **Isolat koleksi Laboratorium Nematologi Tumbuhan IPB.

Isolat Bangka (Indonesia**)

Isolat JIK4 (Malaysia)Isolat Malino (Indonesia*)Isolat JS2 (Cina)

Isolat FITI9 (Malaysia)Isolat JITI9 (Malaysia)Isolat FIK4 (Malaysia)

0.004 0.003 0.0000.0010.002

Page 8: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Taylor AL, Sasser JN, Nelson LA. 1982. Relationship of climate and soil characteristics to geographical distribution of Meloidogyne species in agricultural soil. Nort Carolina (US): Department of Plant Pathology, Nort Carolina University and the United Agency for International Development.

Wesemael L, Moens M. 2008. Quality demage on carrot (Daucus carota L.) caused by the root-knot nematode Meloidogyne chitwoodi. J Nematol. 10(1):261–270. DOI: http://dx.doi.org/10.1163/156854108783476368.

Zijlstra C, Dorine TH, Donkers-Venne M, Fargette M. 2000. Identification of Meloidogyne incognita, M. javanica, and M. arenaria using sequnce characterised amplified region (SCAR) based PCR assay. Nematology. 2(8):847–853. DOI: http://dx.doi.org/10.1163/156854100750112798.

8

Page 9: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

Volume 11, Nomor 1, Februari 2015Halaman 9–13

DOI: 10.14692/jfi.13.1.9ISSN: 0215-7950

Penapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi

Screening for Antagonistic Fungi Indigenous to Ginger Rhizosphere and Evaluation of Their Inhibitory Effect on the Growth

of Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi

Nurbailis*, Winarto, Afriani PankoUniversitas Andalas, Padang 25163

ABSTRAK

Penyakit busuk rimpang jahe yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi tergolong sulit dikendalikan karena bersifat tular tanah dan dapat membentuk klamidospora sebagai struktur bertahan. Tujuan penelitian ialah mendapatkan isolat cendawan antagonis yang berasal dari rizosfer jahe yang berpotensi menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. zingiberi. Cendawan pada rizosfer jahe diisolasi dan diuji daya antagonisnya menggunakan metode biakan ganda. Cendawan yang mampu menghambat F. oxysporum f. sp. zingiberii diidentifikasi. Sebanyak 11 isolat cendawan berhasil diisolasi dari rizosfer tanaman jahe, dan 9 isolat di antaranya berpotensi menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. zingiberii. Aktivitas antibiosis ditunjukkan oleh 9 isolat cendawan, yaitu AB4, GC1, BB1, AB1, AB2, K12, GC3, K11, GC2, dan isolat AB2, BB1, serta K11 menunjukkan kemampuan kompetisi. Berdasarkan pengamatan morfologi konidium diketahui bahwa cendawan antagonis tersebut terdiri atas Penicillium spp. (4 isolat), Trichoderma spp. (3 isolat), and Aspergillus spp. (2 isolat).

Kata kunci: Aspergillus, busuk rimpang, Penicillium, Trichoderma

ABSTRACT

Ginger rot disease caused by Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi is difficult to control because the pathogen is soil borne and is able to form clamidospore as resting structure. The aim of this study was to obtain indigenous antagonistic fungi from ginger rhizosphere which is potential for suppressing the growth of F. oxysporum f. sp. zingiberi. Fungi isolated from ginger rhizosphere were subjected for antagonism assay using dual culture method. Fungi isolates showed capability to inhibit F. oxysporum f. sp. zingiberii were then identified based on morphology characters. Eleven isolates were successfully isolated, but only 9 isolates showed the potentials of suppressing the growth of F. oxysporum f. sp. zingiberi. All 9 isolates i.e. AB4, GC1, BB1, AB1, AB2, K12, GC3, K11 and GC2 had antibiosis activity, and 3 isolates among them i.e. AB2, BB1 and K11 showed competition mechanism. Based on morphology characters the isolates were identified as Penicillium spp. (4 isolates), Trichoderma spp. (3 isolates), and Aspergillus spp. (2 isolates).

Key words: Aspergillus, ginger rot, Penicillium, Trichoderma

*Alamat penulis korespondensi: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang, Kampus Limau Manis, Padang 25163 Tel: 0751-7059087, Faks: 0751-72702, Surel: [email protected]

9

Page 10: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Nurbailis et al.

PENDAHULUAN

Penyakit busuk rimpang yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi merupakan salah satu penyakit penting pada jahe. Penyakit ini sudah tersebar pada semua daerah penanaman jahe di Indonesia. Djiwanti (2012) melaporkan bahwa tingkat serangan penyakit busuk rimpang pada jahe di Magelang mencapai 67%.

Beberapa usaha pengendalian penyakit busuk rimpang pada jahe yang telah dilakukan selama ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, alternatif pe-ngendalian yang lebih efektif dan ramah lingkungan yaitu dengan menerapkan pe-ngendalian hayati diperlukan. Keberhasilan pemanfaatan mikroorganisme yang bersifat antagonis untuk pengendalian berbagai patogen tanaman telah banyak dilaporkan (Sudantha et al. 2011; Alwanthani dan Perveen 2012).

Beberapa cendawan antagonis seperti Aspergillus niger, Penicillium citrinun, Penicillium sp. dan Trichoderma harzianum dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. lycopersici penyebab penyakit layu pada tanaman tomat (Alwanthani dan Perveen 2012). Sudantha et al. (2011) melaporkan bahwa cendawan antagonis Trichoderma spp. efektif menghambat pertumbuhan cendawan patogen F. oxysporum f. sp. cubenses secara in vitro dengan mekanisme kompetisi, mikoparasit dan antibiosis. Russel et al. (2004) dan Dimitrios et al. (2012) menyatakan Aspergillus spp. menghasilkan mikotoksin yang berguna untuk menghambat pertumbuhan patogen

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan isolat cendawan antagonis indigenos rizosfer jahe yang berpotensi menekan pertumbuhan F. oxysporum f. sp. zingiberi penyebab penyakit busuk rimpang jahe.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan Sampel TanahSampel tanah diambil dari beberapa daerah

penanaman jahe yang terserang penyakit busuk rimpang di Kabupaten Solok, Provinsi

Sumatera Barat. Penetapan lokasi pengambilan sampel di lapangan ditentukan dengan metode acak bertingkat. Pertama dipilih 2 kecamatan, selanjutnya pada tiap kecamatan dipilih 2 nagari, dan masing-masing nagari diambil 1 hamparan pertanaman jahe. Sampel tanah diambil dari daerah perakaran dan permukaan rimpang tanaman pada rumpun tanaman jahe yang sehat di daerah yang terserang penyakit busuk rimpang. Sampel tanah pada masing-masing hamparan diambil dari 5 titik yang ditentukan secara acak dengan pola diagonal.

Isolasi Cendawan Antagonis Isolasi cendawan antagonis dilakukan

dengan metode pengenceran berseri. Sampel tanah diambil sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam 100 mL akuades steril dalam tabung erlenmeyer kemudian dihomogenkan selama 30 menit. Suspensi tanah yang diperoleh diencerkan sampai 10-3 dan 10-4, kemudian disebar pada medium potato dextrose agar (PDA), selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar selama 3–5 hari. Tiap koloni cendawan yang tumbuh diisolasi pada medium PDA dan selanjutnya dibuat biakan murni dengan teknik spora tunggal.

Persiapan Isolat F. oxysporum f. sp. zingiberiCendawan patogen diisolasi dari tanaman

jahe yang bergejala busuk rimpang meng-gunakan metode moist chamber. Rimpang jahe yang terinfeksi dibersihkan kemudian dipotong dengan ukuran ± 1 cm dengan membawa bagian tanaman sakit dan sehat. Potongan rimpang ini disterilkan permukaannya dengan alkohol 70%, selanjutnya bagian tanaman dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah dilapisi 3 lembar kertas saring yang telah dilembapkan, kemudian diinkubasi selama 48 jam. Miselium yang tumbuh, diisolasi ke medium PDA. F. oxysporum f. sp. zingiberi diisolasi dengan teknik spora tunggal untuk mendapatkan biakan murni. Identifikasi dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi cendawan secara makroskopi dan mikroskopi didasarkan pada kunci identifikasi Leslie dan Summerell (2006).

10

Page 11: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Nurbailis et al.

Uji Daya AntagonisPengujian daya antagonis cendawan hasil

isolasi terhadap F. oxysporum f. sp. zingiberi dilakukan dengan metode biakan ganda. Metode ini digunakan untuk mengamati kemampuan isolat cendawan antagonis indigenos dalam menekan pertumbuhan F. oxysporum f. sp. zingiberi. Metode ini dilakukan dengan cara menumbuhkan potongan biakan cendawan antagonis dan F. oxysporum f. sp. zingiberi dalam satu cawan petri yang telah berisi PDA dengan jarak 4 cm antara kedua potongan.

Pengujian daya antagonis disusun menggunakan rancangan acak lengkap, dengan perlakuan berupa isolat cendawan yang diisolasi dari rizosfer jahe (11 isolat) dan masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji Duncan pada taraf 5%.

Pengamatan dilakukan terhadap kemampu-an penghambatan dan antibiosis. Kemampuan penghambatan cendawan antagonis diukur sejak hari ke-2 setelah isolasi sampai koloni kedua cendawan bertemu. Persentase peng-hambatan dihitung menggunakan rumus dari Fokkema dan Skidmore (1976):

P, kemampuan penghambatan oleh cendawan antagonis; r1, jari-jari koloni F. oxysporum yang menjauhi cendawan antagonis; r2, jari-jari koloni F. oxysporum yang mendekati cendawan antagonis.

Pengamatan mekanisme antibiosis di-dasarkan terhadap lebar daerah yang tidak ditumbuhi oleh cendawan (zona bening), yaitu dengan mengukur lebar bagian bening yang terbentuk di antara koloni kedua cendawan tersebut.

Identifikasi Isolat Cendawan Identifikasi dilakukan terhadap isolat

cendawan yang berpotensi menekan per-tumbuhan F. oxysporum dengan melakukan pengamatan makroskopi dan mikroskopi. Pengamatan makroskopi dilakukan secara visual terhadap warna koloni, bentuk dan arah pertumbuhan koloni. Pengamatan mikroskopi

meliputi bentuk konidium, warna konidium, dan ciri-ciri spesifik dari masing-masing cendawan antagonis tersebut. Identifikasi didasarkan pada kunci identifikasi dari Barnet dan Hunter (1972), Kulwan et al. (1991), dan Watanabe (2002).

HASIL

Sebanyak 11 isolat cendawan yang beragam berhasil diisolasi dari rizosfer tanaman jahe. Uji antagonisme terhadap F. oxysporum f. sp. zingiberi menunjukkan bahwa isolat yang mampu menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. zingiberri hanya isolat AB2, BB1, dan KI1, sedangkan zona bening terbentuk pada perlakuan dengan isolat AB4, GC1, BB1, AB1, AB2, K12, GC3, K11 dan GC2 (Gambar 1).

Kemampuan penghambatan isolat AB2, BB1, dan KI1 terhadap F.oxysporum f. sp. zingiberi tidak berbeda nyata. Lebar zona bening yang terbentuk berbeda nyata antarisolat (Tabel 1).

Berdasarkan pengamatan morfologi konidium diketahui bahwa isolat cendawan antagonis yang berasal dari rizosfer tanaman jahe terdiri atas Trichoderma spp. (3 isolat), Penicillium spp. (4 isolat), dan Aspergillus spp. (2 isolat) (Tabel 1).

PEMBAHASAN

Sebelas isolat cendawan yang diisolasi dari rizosfer tanaman jahe menunjukkan keragaman cendawan yang berasal dari rizosfer tanaman jahe. Mekanisme antagonisme dari cendawan antagonis dapat berupa pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan cendawan patogen atau kemampuannya menghasilkan sesuatu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Sudantha et al. (2011) melaporkan bahwa penghambatan pertumbuhan cendawan patogen F. oxysporum f. sp. cubenses oleh cendawan saprob Trichoderma spp. disebabkan oleh kemampuan cendawan antagonis berkompetisi dengan cendawan patogen, mampu menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan

11

P = × 100%, denganr1 – r2

r1

Page 12: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Nurbailis et al.

patogen dan bersifat mikoparasit terhadap cendawan patogen sehingga pertumbuhan cendawan F. oxysporum f. sp. cubense menjadi terhambat.

Dari hasil identifikasi diketahui bahwa 3 isolat cendawan yang berasal dari rizosfer tanaman jahe yang mampu berkompetisi dengan F. oxysporum termasuk ke dalam genus

Isolat cendawan antagonis Rata-rata lebar zona bening(mm)

Kemampuan penghambatan (%)Kode Genus

AB4 Penicillium spp. 7.3 a TMGC1 Aspergillus spp. 7.0 a TMBB1 Trichoderma spp. 6.8 ab 35.5 aAB1 Penicillium spp. 6.5 ab TMAB2 Trichoderma spp. 6.0 ab 43.3 aKI2 Penicillium spp. 6.0 ab TMGC3 Penicillium spp. 5.0 b TMKI1 Trichoderma spp. 2.3 c 46.3 aGC2 Aspergillus spp. 2.0 c TM

Tabel 1 Lebar zona bening dan kemampuan penghambatan isolat cendawan indigenos rizosfer jahe terhadap F. oxysporum f. sp. zingiberi

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. TM, tidak ada penghambatan

12

Gambar 1 Pengujian antagonisme isolat-isolat cendawan indigenos rizosfer jahe terhadap F. oxysporum f. sp. zingiberi. a, cendawan F. oxysporum f. sp. zingiberi; b, isolat cendawan antagonis: A, isolat AB1; B, isolat AB2; C, isolat AB3; D, isolat AB4; E, isolat BB1; F, isolat BB2; G, isolat GC1; H, isolat GC2; I, isolat GC3; J, isolat GC1 dan; K, isolat GC2.

A B C D

E F G H

I J K

Page 13: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Nurbailis et al.

Trichoderma. Cendawan Trichoderma tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan F. oxysporum f. sp. zingiberi. Salah satu mekanisme Trichoderma spp. menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum f. sp. cubenses in vitro adalah kompetisi (Sudantha et al. 2011). Taj dan Kumar (2013) melaporkan bahwa T. viride merupakan spesies yang terbaik menekan pertumbuhan F. oxysporum f. sp. zingiberi dengan persentase penghambatan 88%.

Zona bening yang terbentuk antara dua koloni cendawan disebabkan oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh koloni cendawan antagonis sehingga cendawan patogen tidak dapat tumbuh men-dekati cendawan antagonis. Srinon et al (2006) melaporkan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh T. hamatum WS01 dan Penicillium sp. WO1 berupa enzim selulase yang dapat menghambat pembentukan spora F. oxysporum f. sp. cucumeris dan F. oxysporum f. sp. licopersicy dengan mekanisme antibiosis. Dimitrios et al. (2012) menyatakan bahwa cendawan Aspergillus spp. menghasil zat antibiotik aflatoksin dan ochratoksin.

DAFTAR PUSTAKA

Alwanthani HA, Perveen K. 2012. Biological control of fusarium wilt of tomato by antagonistic fungi and cyanobacteria. Afr J Biotech. 11(5):1100–1105.

Barnet HL, Hunter BB. 1972. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. Third Edition. Minneapolis (US): Publishing Company.

Dimitrios I, Tsitsigiannis, Dimakopoulou M, Antaniou PP, Tjamos EC. 2012. Biological control strategies of mycotoxigenic fungi and associated mycotoxin in Mediteterranean basin crop. Phytopathol Mediterran. 51(1):158–174.

Djiwanti SR. 2012. Penyakit busuk rimpang menghambat usaha peningkatan produksi jahe di indonesia. Agroinovasi. No. 3472.

Fokkema, Skidmore AM. 1976. Interaction in relation to biological control of plant pathogens. Di dalam: Dickison CH.

Preece TF, editor. Microbiology of Aerial Plant surfaces. New York (US): Academic Pr. hlm 507–527.

Kulwan SJT, Frisvad UT, Mathur SB. 1991. An Illustrated Manual on Identification of Some Seed Borne Aspergilli, Fusaria, Penicillia and Their Mycotoxins. Denmark (DK): Danish Government Institute of Seed Pathology for Developing Contries.

Leslie JF, Summerell BA. 2006. The Fusarium Laboratory Manual. Iowa (US): Blackwell. DOI: http://dx.doi.org/10.1002/9780470278376.

Russel R, Paterson M, Vanancio A, Lima N, 2004. Solution to penicillium taxonomy crucial to mycotoxin research and health. Res Microbiol. 155:507–513. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.resmic.2004.04.001.

Srinon W, Chuncheen K, Jirattiwarutkul K, Soytong K, Kanotmedhakul S. 2006. Efficasies of antagonistic fungi againts fusarium wilt disease of cucumber and tomato and the assay of its enzyme activity. J Agric Tech. 2(2):191–201.

Sudantha IM, Kusnarta IGM, Sudana IN. 2011. Uji antagonisme beberapa jenis cendawan saprofit terhadap cendawan Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit layu pada tanaman pisang serta potensinya sebagai agens pengurai serasah. Agroteksos. 21(2–3):106–109.

Taj A, Kumar VBS. 2013. Sensitivity of Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi causing ginger yellow against antagonist and fungicide. J Environ Ecol. 31(2A):663–666.

Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi. Morphologies of Culture Fungi and Key to Spesies. Ed ke-2. New York (US): CRC Press. DOI: http://dx.doi.org/10.1201/9781420040821.

13

Page 14: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

Volume 11, Nomor 1, Februari 2015Halaman 14–22

DOI: 10.14692/jfi.13.1.14ISSN: 0215-7950

Eksplorasi Fusarium Nonpatogen untuk Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal pada Bawang Merah

Exploration of Nonpathogenic Fusarium for the Control of Basal Rot Disease on Shallot

Umi Sallamatul Isniah, Widodo*Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Fusarium oxysporum f. sp. cepae sebagai penyebab penyakit busuk pangkal merupakan salah satu kendala dalam produksi bawang. Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan adanya potensi F. oxysporum nonpatogen dalam pengendalian penyakit ini. Penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi dan menguji isolat F. oxysporum nonpatogen dari lahan produksi bawang merah dalam mengendalikan penyakit tersebut. Sebanyak 18 dari 21 isolat hasil koleksi tidak menyebabkan gejala penyakit bahkan memacu pertumbuhan bawang merah ketika diinokulasikan ke umbi lapis bawang merah. Dari 18 isolat terpilih tersebut diperoleh 3 isolat F. oxysporum nonpatogen yang paling efektif dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal, yaitu isolat P13a, T14a, dan P21a dengan tingkat efikasi berkisar antara 61.2% dan 83.3%. Tingkat efikasi tersebut lebih tinggi daripada perlakuan pembanding yang menggunakan fungisida berbahan aktif benomil.

Kata kunci: pemacu pertumbuhan, pengendalian hayati, penyakit moler

ABSTRACT

Fusarium oxysporum f. sp. cepae causing basal rot disease is one of an important constrains in shallot productions. Result from several studies showed that non-pathogenic F. oxysporum was very potential to control fusarium basal rot in shallot. This study was conducted to explore non-pathogenic isolates of F. oxysporum from shallot fields which might be effective for controlling basal rot disease. Eighteen out of 21 isolates did not cause any disease symptom, they even promoted shallot growth when inoculated onto bulbs. Three out of 18 selected isolates, i.e. P13a, T14a, and P21a were the most effective isolates in controlling the disease in two consecutive experiments with level of efficacy ranges from 61.2% to 83.3%. This level of efficacy was higher than those of fungicide (benomyl) treatment.

Key words: biological control, growth promoting, twisting disease

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Jalan Kamper, Bogor 16680 Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium cepa var.agregatum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama untuk keperluan bumbu masak. Pada tahun 2013, meskipun secara nasional produksi

bawang merah sudah berlebih (Rusono et al. 2013), namun produktivitasnya masih rendah (10.22 ton ha-1) dibandingkan dengan potensinya yang masih mungkin dicapai hingga 20 ton ha-1 (BPS 2014). Secara umum bawang merah cocok ditanam di dataran rendah dan beberapa ada yang dibudidayakan

14

Page 15: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

di dataran tinggi. Penyakit busuk pangkal yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae merupakan salah satu pembatas produksi bawang merah dan bawang bombai (Havey 1999). Gejala yang tampak adalah daun mengering dan meliuk (twisting) dimulai dari atas karena umbinya membusuk. Selain pada pertanaman, penyakit ini juga dapat terjadi pada umbi lapis hasil panen dalam penyimpanan (Widodo et al. 2008). Penyakit ini dilaporkan di Sri Lanka pertama kali antara tahun 1992 dan 1993 dengan gejala utama daun meliuk (Kuruppu 1999), di Indonesia dikenal sebagai “penyakit moler”.

Penyakit busuk pangkal yang disebabkan oleh F. oxysporum f. sp. cepae juga menjadi kendala dalam produksi bawang putih (A. sativum). Gejala yang ditunjukkan hampir sama, yaitu pengeringan dan pengeritingan daun dimulai dari ujung serta pembusukan umbi atau perakaran (Choiruddin 2010). Inang utama F. oxysporum f. sp. cepae ialah bawang bombai (A. sativum var. cepae), namun dapat juga sangat merugikan pada bawang merah, bawang putih, dan bawang daun (Havey 1999).

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium yang umum dianjurkan ialah perlakuan tanah secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas tahan. Rotasi dengan tanaman bukan inang selama 4 tahun atau lebih dapat mengurangi peluang terjadinya infeksi oleh patogen tersebut (Havey 1999). Beberapa varietas resisten sudah diketahui menjadi salah satu alternatif dalam pengendalian penyakit ini di Iran (Esfahani et al. 2012). Secara kimiawi, penggunaan garam natrium fluorida dan natrium metabisulfit dapat menekan perkembangan patogen melalui perlakuan medium tanam (Türkkan dan Erper 2014).

Metode alternatif untuk pengendalian penyakit ini di antaranya ialah pemanfaatan mikrob antagonis Trichoderma harzianum (Santoso et al. 2007; Coskuntuna dan Ozer 2008), cendawan mikoriza arbuskular (Rosyida dan Vita 2008), dan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens (Santoso et al. 2007). Selain cendawan antagonis yang pernah dilaporkan seperti di atas, cendawan

F. oxysporum nonpatogen dilaporkan mampu menekan penyakit busuk pangkal pada bawang bombai (Widodo 2000) dan penyakit layu fusarium pada tanaman lainnya (da Silva dan Bettiol 2005; Abeysinghe 2006; Dhingra et al. 2006). Penelitian ini bertujuan menyeleksi F. oxysporum nonpatogen dari lahan produksi bawang merah yang dapat mengendalikan penyakit busuk pangkal pada bawang merah.

BAHAN DAN METODE

Isolasi Fusarium Fusarium diisolasi dari umbi bawang

merah yang diambil dari pertanaman bawang merah yang berasal dari Kecamatan Gending, Pajarakan, dan Mayangan di Kabupaten Probolinggo. Umbi bawang merah disterilkan permukaannya menggunakan alkohol 70%, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 1 cm x 1cm x 1 cm dan diletakkan pada medium selektif untuk Fusarium, yaitu medium pentachloronitrobenzene agar (PCNBA). Isolat yang tumbuh pada medium tersebut dimurnikan dan diremajakan pada medium potato dextrose agar (PDA).

Selain dari umbi, isolasi Fusarium juga diambil dari tanah dengan metode pengenceran. Sebanyak 10 g tanah disuspensikan dengan 100 mL air steril kemudian disentrifugasi pada kecepatan 120 rpm selama 20 menit. Setelah itu, pengenceran dilakukan untuk memperoleh suspensi 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. Sebanyak 1 mL suspensi dari setiap pengenceran dituang ke medium PCNBA. Koloni yang tumbuh dimurnikan dan diremajakan pada medium PDA.

Uji Penapisan AwalUji penapisan awal dilakukan untuk

menentukan patogenisitas Fusarium sp. yang diperoleh. Uji ini dilakukan dengan perlakuan perendaman bibit bawang dalam suspensi massa konidium Fusarium selama 30 menit. Sebanyak 21 isolat Fusarium pada medium PDA berumur 1 minggu dikerok pada bagian permukaannya, kemudian koloni Fusarium tersebut diencerkan dengan air steril untuk mendapatkan konsentrasi konidium 106 mL-1.

15

Page 16: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

Bibit yang telah direndam tersebut kemudian ditanam dalam pot plastik berdiameter 12 cm dengan medium tanam yang dibeli di toko pertanian, merupakan campuran tanah, pupuk kandang, dan humus (1:1:1).

Pengamatan pengaruh perlakuan isolat Fusarium dilakukan terhadap tingkat per-kecambahan umbi, jumlah dan tinggi daun bawang merah. Jika hasilnya lebih baik atau sama dengan kontrol (perlakuan air steril saja) dan tidak menimbulkan gejala penyakit maka diasumsikan isolat tersebut merupakan F. oxysporum nonpatogen (Widodo 2000).

Selama pengujian, tanaman bawang merah disiram setiap pagi. Pengamatan dilakukan sampai umur 60 hari setelah tanam (HST) terhadap pertumbuhan tanaman, gejala yang muncul, dan bobot kering umbi per rumpun tanaman. Dari hasil penapisan awal ini dipilih beberapa isolat F. oxysporum nonpatogen terbaik dan 1 isolat F. oxysporum f. sp. cepae paling virulen yang menunjukkan masa inkubasi tercepat sebagai patogen uji.

Uji Isolat Terpilih terhadap Pertumbuhan Tanaman selain Bawang

Tanaman mentimun dipilih sebagai tanaman uji untuk penapisan 6 isolat terpilih yang mewakili daerah asal isolat pada percobaan sebelumnya. Pertimbangan penggunaan tanaman ini ialah karena pertumbuhannya yang relatif cepat dan lebih sensitif reaksinya terhadap inokulasi mikrob (Eliza et al. 2007). Dari hasil seleksi ini dipilih 4 isolat F. oxysporum nonpatogen yang menunjukkan efek pertumbuhan terbaik pada tanaman mentimun untuk diuji kemampuan penekanannya terhadap F. oxysporum f. sp. cepae dalam percobaan berikutnya.

Uji ini dilakukan menggunakan 6 isolat F. oxysporum nonpatogen terbaik dan 1 isolat patogen F. oxysporum f. sp. cepae. Tujuannya ialah menguji bahwa F. oxysporum nonpatogen yang diperoleh juga tidak patogen terhadap tanaman lainnya dan membuktikan bahwa Fusarium yang patogen akan menghambat pertumbuhan tanaman bukan inangnya.

Benih mentimun varietas Venus diperoleh dari toko pertanian. Benih direndam selama

satu malam dalam suspensi konidium cendawan dari 6 isolat F. oxysporum nonpatogen terpilih dan 1 isolat F. oxysporum f. sp. cepae dengan konsentrasi seperti pada percobaan sebelumnya. Sebagai kontrol, benih hanya direndam dalam air steril. Benih yang sudah diberi perlakuan ditanam dalam baki persemaian yang berisi medium seperti pada percobaan penapisan awal.

Penyiapan Klamidospora F. oxysporum f. sp. cepae sebagai Inokulum

Isolat F. oxysporum f. sp. cepae yang didapat dari hasil penapisan awal diremajakan dalam medium potato dextrose broth (PDB) dan digoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 7 hari. Miselium dan spora yang terbentuk disaring dengan 4 lapis kertas saring Whatman No 1. Pelet yang tertinggal dihancurkan dengan blender dan disuspensikan ke dalam 200 mL air steril, kemudian dicampur dengan 1 kg tanah steril (sterilisasi dilakukan 2 kali secara berurutan menggunakan autoklaf). Setelah itu, tanah yang telah dicampur dengan F. oxysporum f. sp. cepae diinkubasi selama 4 minggu untuk mendapatkan klamidospora.

Kerapatan populasi klamidospora dihitungmenggunakan metode pengenceran pada medium agar-agar PCNB. Tanah yang me-ngandung klamidospora disimpan dalam ruangan pada suhu ± 17 °C dan digunakan sebagai sumber inokulum patogen pada uji lanjut.

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f. sp. cepae

Bibit bawang merah sehat yang diperoleh dari petani diletakkan di atas kertas tisu yang telah disiram 50 mL suspensi konidium, masing-masing isolat F. oxysporum nonpatogen dengan konsentrasi 103 mL-1. Bibit bawang diletakkan sedemikian rupa sehingga bagian batangnya yang berupa piringan (basal plate) bersentuhan dengan kertas tisu yang sudah dibasahi dengan suspensi konidium F. oxysporum nonpatogen dan dibiarkan selama 12 jam. Sebagai perlakuan pembanding digunakan fungisida berbahan aktif benomil dengan konsentrasi 2 g L-1 yang diaplikasikan

16

Page 17: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

seperti pada perlakuan F. oxysporum nonpatogen, sedangkan perlakuan air steril menjadi perlakuan kontrol.

Bibit yang telah diberi perlakuan tersebut ditanam pada pot plastik berdiameter 12 cm yang berisi medium tanam yang telah dicampur dengan klamidospora F. oxysporum f. sp. cepae dengan konsentrasi 103 klamidospora per gram medium tanam. Isolat F. oxysporum nonpatogen yang digunakan dalam percobaan ini ialah isolat T14a, M11a, P13a, dan P21a.

Selama pengujian tanaman bawang merah disiram setiap pagi, dipupuk NPK (15:15:15) sebanyak 2 kali, yaitu pada saat 2 dan 4 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis 1g pot-1. Peubah yang diamati ialah jumlah daun, tinggi tanaman, hasil panen, dan insidensi penyakit yang disebabkan oleh F. oxysporum f. sp. cepae. Uji keefektifan ini dilakukan dalam dua kali percobaan secara berurutan.

Identifikasi Spesies FusariumIdentifikasi secara morfologi sampai

tingkat spesies terhadap Fusarium, baik yang patogen maupun nonpatogen, dilakukan dengan menggunakan buku kunci Summerell et al. (2003), serta Leslie dan Summerell (2006).

Rancangan Percobaan dan Analisis DataPenelitian disusun dalam rancangan acak

lengkap dengan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 10 pot tanaman. Peubah yang diamati ialah jumlah daun, tinggi tanaman, hasil panen, dan insidensi penyakit. Data yang

diperoleh dianalis menggunakan analisis sidik ragam dengan program SAS 9.1.3 pada taraf nyata 95%. Jika hasil analisis menunjukkan beda nyata maka akan dilakukan uji Duncan pada taraf nyata 95%.

HASIL

Fusarium dan Patogenisitasnya Sebanyak 21 isolat Fusarium berhasil

diisolasi, baik dari umbi maupun tanah yang diambil di lahan pertanaman dan diuji patogenisitasnya. Isolat yang menyebabkan peubah pertumbuhan, terutama tinggi tanaman, sama atau lebih baik dibandingkan dengan kontrol diasumsikan sebagai isolat yang nonpatogen, sementara yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrol diasumsikan sebagai isolat patogen. Sebanyak 21 isolat yang diuji diperoleh 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala kematian tanaman (Gambar 1) dan menurunkan secara nyata tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol, yaitu isolat G21y, P11z dan P13y (Tabel 1). Isolat ini selanjutnya dikategorikan sebagai Fusarium yang patogen dan ber-dasarkan pada gejala yang ditimbulkan serta identifikasi morfologi isolat tersebut adalah F. oxysporum f. sp. cepae. Isolat lainnya tidak menimbulkan gejala kematian dan tinggi tanamannya tidak berbeda atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Dari 18 isolat yang nonpatogen ini ditentukan 7 isolat yang tidak menunjukkan gejala penyakit berupa pembusukan, gejala meliuk, maupun

17

Bob

ot k

erin

g um

bi p

er ru

mpu

n (g

)

T12a

T13c

T14a

T32b

T22a

T43c

T42b

T43b

T33c

T32a

M11

aM

12a

Kon

trol

P21a

P13y

P13a

P11z

G31

bG

21y

G21

aM

12c

65

4

3

2

1

0

T32b

Isolat

Gambar 1 Bobot kering umbi hasil panen dalam uji patogenisitas isolat Fusarium.

Page 18: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

18

Tabel 1 Perlakuan beberapa isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan tanaman selama 4 minggu

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.

Isolat Tinggi tanaman (cm) Rata-rata jumlah daun KeteranganT12a 28.8 abcd 12.4 bc NonpatogenT13b 33.6 abc 15.5 abc NonpatogenT13c 36.6 a 14.9 abc NonpatogenT14a 35.5 abc 16.7 abc NonpatogenT22a 37.0 a 14.0 abc NonpatogenT32a 30.9 abc 12.7 bc NonpatogenT32b 32.2 abc 13.4 abc NonpatogenT33c 33.9 abc 15.8 abc NonpatogenT42b 34.4 abc 16.3 abc NonpatogenT43b 28.3 abcd 12.3 bc NonpatogenT43c 25.9 cd 10.6 c NonpatogenM11a 33.5 abc 14.9 abc NonpatogenM12a 35.7 abc 16.3 abc NonpatogenM12c 36.3 ab 15.3 abc NonpatogenG21a 26.2 bcd 12.7 bc NonpatogenG21y 5.1 e 2.3 d PatogenG31b 38.5 a 18.2 ab NonpatogenP11z 21.1 d 11.1 c PatogenP13a 34.9 abc 19.6 a NonpatogenP13y 5.4 e 2.9 d PatogenP21a 30.6 abc 14.2 abc NonpatogenKontrol 31.6 abc 12.9 abc -

kekerdilan tanaman, serta tinggi tanamannya berbeda lebih baik (≥ 3cm) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Selanjutnya isolat tersebut diuji lanjut.

Isolat yang diduga patogen menyebabkan jumlah daun lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol, kecuali isolat T43c (Tabel 1). Isolat yang diduga sebagai patogen juga menunjukkan hasil bobot kering umbi yang lebih rendah atau tidak jauh berbeda dengan kontrol. Namun satu isolat, yaitu P21a, yang diduga nonpatogen berdasarkan pada pertumbuhan vegetatif, ternyata bobot umbi keringnya lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1).

Fusarium pada Bibit MentimunIdentifikasi Fusarium spp. secara morfologi

hanya dapat dilakukan sampai tingkat spesies, sedangkan untuk tingkat forma spesiales (f. sp.) harus dilakukan dengan menginokulasikannya pada mentimun. Mentimun digunakan dalam uji ini karena tanaman ini sensitif terhadap inokulasi F. oxysporum forma spesiales lainnya selain forma spesiales F. oxysporum patogen

yang menyerang pada tanaman mentimun (Eliza et al. 2007). Hasil uji 6 isolat terpilih yang bersifat nonpatogen, yaitu T14 a, T42b, M11a, G31b, P13a, dan P21a, pada tanaman mentimun secara umum menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik atau tidak terlalu berbeda dengan kontrol, sementara tanaman yang diinokulasi dengan F. oxysporum f. sp. cepae sedikit lebih tertekan dibandingkan dengan kontrol meskipun bobot keringnya tidak berbeda (Tabel 2).

Keefektifan F. oxysporum Nonpatogen dalam Mengendalikan F. oxysporum f. sp. cepae

Pada berbagai uji sebelumnya baik pada tanaman bawang merah maupun mentimun dipilih 4 isolat Fusarium, yaitu M11a, P13a, P21a dan T14a, untuk uji keefektifannya dalam pengendalian penyakit busuk pangkal bawang merah. Dalam 2 kali percobaan, terdapat 3 isolat yang secara konsisten mampu menekan perkembangan penyakit busuk batang bawang merah seperti perlakuan dengan fungisida benomil. Isolat tersebut ialah Fusarium T14a, P13a, dan P21a (Gambar 2). Bahkan

Page 19: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

19

Gambar 2 Perkembangan penyakit busuk pangkal bawang merah dengan perlakuan berbagai isolat Fusarium nonpatogen; , kontrol; , P21a; , M11a; , T14a; , P13a;

, benomil; MST, minggu setelah tanam.

Umur tanaman (MST)

Insi

dens

i pen

yaki

t (%

)

70

60

50

40

30

20

10

01 2 43

Percobaan I50454035302520151050

1 2 43Umur tanaman (MST)

Insi

dens

i pen

yaki

t (%

)

Percobaan II

Perlakuan Rata-rata tinggi tanaman (cm)*

Bobot kering tanaman (g tanaman-1)

Kontrol 11.9 ab 1.2M11a 12.5 ab 1.4P21a 12.1 ab 1.4G31b 12.9 a 1.2P13a 12.6 ab 1.3T14a 12.2 ab 1.5T42b 13.3 a 1.3F. oxysporum f. sp. cepae 10.9 b 1.2

Tabel 2 Perlakuan Fusarium oxysporum nonpatogen terpilih dan F. oxysporum f. sp. cepae berpengaruh pada pertumbuhan tanaman mentimun

P21a, G31b, P13a, T14a, dan T42b merupakan F. oxysporum nonpatogen. *Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.

pada percobaan ke-2, 3 isolat tersebut lebih baik kemampuannya dibandingkan dengan fungisida benomil. Dari 2 kali percobaan isolat yang diujikan memiliki efikasi berkisar antara 11.1% dan 83.3%, dan 3 isolat ini menunjukkan konsistensi efikasi di atas 50% pada pengamatan 4 minggu setelah tanam (Tabel 3). Kecuali isolat M11a, semua isolat yang diuji mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman pada percobaan pertama dan 2 isolat di antaranya, yaitu T14a dan P13a, berbeda nyata dengan kontrol, sementara pada percobaan ke-2 semua isolat tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (Tabel 4).

Pada ke-2 percobaan yang dilakukan, selain isolat M11a, semua isolat secara umum menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata. Dari semua isolat yang diuji,

secara umum isolat P13a, P21a, dan T14a secara konsisten meningkatkan hasil bobot umbi kering (Tabel 5).

PEMBAHASAN

Di alam mikroorganisme banyak yang bermanfaat, salah satunya ialah genus Fusarium. Genus ini lebih banyak yang bermanfaat dibandingkan dengan yang merugikan (patogen). Pengendalian hayati yang terjadi secara alami, salah satunya ialah karena adanya peranan Fusarium nonpatogen (Larkin et al. 1996; Dhingra et al 2006; Nel et al. 2006). Beberapa di antara spesies Fusarium nonpatogen tersebut hidup dalam jaringan tanaman (endofit), seperti F. solani (Kavroulakis et al. 2007). Beberapa isolat Fusarium nonpatogen juga diperoleh dari

Page 20: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

20

dalam jaringan umbi bawang merah. Pada penelitian ini, meskipun dari penapisan awal sebagian besar isolat Fusarium yang diperoleh bersifat nonpatogen, namun dalam seleksi lanjut hanya diperoleh 3 isolat yang secara konsisten dapat mengendalikan penyakit pada bawang merah yang disebabkan oleh F. oxysporum cepae. Secara umum isolat tersebut dapat mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan serta produksi bawang merah. Beberapa spesies Fusarium yang bersifat nonpatogen, seperti F. equiseti, selain dapat

mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh Fusarium patogen juga diketahui dapat memacu pertumbuhan tanaman (Horinouchi et al. 2011). Salah satu mekanisme pemacu pertumbuhan oleh Fusarium nonpatogen yang mungkin terjadi ialah karena adanya simbosis dengan konsorsium bakteri yang hidup di dalam tanah (Minerdi et al. 2011).

Terkait dengan pengaruhnya terhadap produksi umbi bawang merah dalam penelitian pertama meskipun perlakuan dengan Fusarium nonpatogen masih mampu menekan penyakit,

Perlakuan Percobaan I Percobaan IIInsidensi penyakit

(%)Efikasi

(%)Insidensi penyakit

(%)Efikasi

(%)Kontrol 60.0 a 0.0 43.3 a 0.0P21a 23.3 b 61.1 10.0 c 76.9M11a 53.3 a 11.1 36.7 ab 15.4T14a 16.7 b 72.2 10.0 c 76.9P13a 10.0 b 83.3 17.8 bc 59.0Fungisida Benomil 23.3 b 61.1 30.0 abc 30.8

Tabel 3 Efikasi beberapa isolat Fusarium oxysporum nonpatogen terhadap penyakit busuk pangkal bawang merah pada umur 4 minggu setelah tanam

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda.

PerlakuanPercobaan I Percobaan II

Rata-rata tinggi tanaman (cm)

Rata-rata jumlah daun

Rata-rata tinggi tanaman (cm)

Rata-rata jumlah daun

Kontrol 13.4 bc 10.8 bc 31.9 a 19.7 aP21a 18.7 ab 15.0 ab 34.4 a 23.1 aM11a 8.7 c 5.6 c 29.7 a 17.0 aT14a 22.4 a 18.8 a 32.7 a 20.1 aP13a 24.4 a 19.8 a 30.2 a 17.7 aBenomil 22.7 a 17.3 ab 32.7 a 20.3 a

Tabel 4 Isolat Fusarium oxysporum nonpatogen pada pertumbuhan vegetatif bawang merah selama 4 minggu setelah tanam

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda.

PerlakuanPercobaan I Percobaan II

Bobot kering umbi(g rumpun-1)

Bobot kering umbi(g rumpun-1)

Kontrol 0.48 ab 4.25 aP21a 0.72 a 6.40 aM11a 0.10 b 3.50 bT14a 0.79 a 4.67 aP13a 0.75 a 4.54 aBenomil 0.77 a 4.65 a

Tabel 5 Isolat F. oxysporum nonpatogen terhadap bobot kering umbi bawang merah

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda.

Page 21: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

tetapi produksi secara keseluruhan jauh lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang sama pada percobaan ke-2. Hal ini disebabkan bibit yang digunakan dalam penelitian pertama sudah terlalu lama disimpan sehingga daya tumbuhnya sudah berkurang.

Beberapa isolat yang diseleksi dalam penelitian ini, yaitu P13a, P21a, dan T14a, diidentifikasi secara morfologi sebagai F. oxysporum. Ketiganya mampu menekan penyakit busuk pangkal fusarium pada bawang merah dengan efikasi di atas 50% dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan fungisida berbahan aktif benomil. Kemampuan isolat F. equiseti yang nonpatogen juga telah ditunjukkan mampu menekan keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman tomat dengan efikasi 66.7–88.6% (Horinouchi et al. 2011). F. oxysporum nonpatogen isolat CAV 255 dan CAV 241 telah dibuktikan mampu menekan insidensi penyakit layu fusarium pada pisang dengan tingkat efikasi 87.4% dan 75.0% (Nel et al. 2006). Dengan demikian, penggunaan isolat F. oxysporum nonpatogen tersebut dapat menjadi alternatif pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan, khususnya yang disebabkan oleh F. oxysporum patogen.

DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe S. 2006. Biological control of Fusarium oxysporum f. sp. radices-lycopersici, the causal agent of root and stem rot of Cucumis sativus by non-pathogenic Fusarium oxysporum. Ruhuna J Sci. 1:24–31.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah 2009–2013. (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=61 [diunduh 29 Okt 2014].

Choiruddin M R. 2010. Virulensi dan keanekaragaman genetika Fusarium oxysporum f. sp. cepae penyebab busuk pangkal pada bawang putih [skripsi] Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Coskuntuna A, Ozer N. 2008. Biological control of onion basal rot disease using Trichoderma harzianum and induction of antifungal compounds in onion set following seed treatment. Crop Prot. 27:330–336. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.cropro.2007.06.002.

da Silva JC, Bettiol W. 2005. Potential of non-pathogenic Fusarium oxysporum isolates for control of Fusarium wilt of tomato. Fitopatol Bras. 30:409–412. DOI: http://dx.doi.org/10.1590/S0100-41582005000400012.

Dhingra OD, Coelho-Netto RA, Rodrigues FA, Silva Jr GJ, Maia CB. 2006. Selection of endemic nonpathogenic endophytic Fusarium oxysporum from bean roots and rhizosphere competent Xuorescent Pseudomonas species to suppress Fusarium-yellow of beans. Biol Control. 39:75–86. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.biocontrol.2006.04.006.

Eliza, Munif A, Djatnika I, Widodo. 2007. Karakter fisiologis dan peranan antibiosis bakteri perakaran Gramninae terhadap Fusarium dan pemacu pertumbuhan tanaman pisang. J Hort. 17(2):150–160.

Esfahani MN, Hossaini M, AShrafi N. 2012. Screening of Iranian onion seed sets genotypes for resistance to Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Intl J Farm Alli Sci. 1(1):9–15.

Havey MJ. 1999. Fusarium basal plate rot. Di dalam: Schwartz HF, Mohan SK, editor. Compendium of Onion and Garlic Diseases. St Paul-Minnesota (US): APS Pr. hlm 10–11.

Horinouchi H, Watanabe H, Taguchi Y, Muslim A, Hyakumachi M. 2011. Biological control of Fusarium wilt of tomato with Fusarium equiseti GF191 in both rockwool and soil systems. Bio Control. 56:915–923. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s10526-011-9369-3.

Kavroulakis N, Ntougias S, Zervakis GI, Ehaliotis C, Harampalidis K, Papadopoulou KK. 2007. Role of ethylene in the protection of tomato plants against

21

Page 22: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Isniah dan Widodo

soil-borne fungal pathogens conferred by an endophytic Fusarium solani strain. J Exp Bot. 58(14):3853–3864. DOI: http://dx.doi.org/10.1093/jxb/erm230.

Kuruppu PU. 1999. First report of Fusarium oxysporum causing a leaf twisting disease on Allium cepa var. ascalonicum in Sri Lanka. Plant Dis. 83(7):695. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS.1999.83.7.695C.

Larkin RP, Hopkins DL, Martin FN. 1996. Suppression of fusarium wilt of water melon by nonpathogenic Fusarium oxysporum and other microorganisms. Phytopathology. 86:812–819. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/Phyto-86-812.

Leslie JF, Summerell BA. 2006. The Fusarium Laboratory Manual. Iowa (US): Blackwell Publishing Ltd. DOI: http://dx.doi.org/10.1002/9780470278376.

Minerdi D, Bossi S, Maffei ME, Gullino ML, Garibaldi A. 2011. Fusarium oxysporum and its bacterial consortium promote lettuce growth and expansion A5 gene expression through microbial volatile organic compound (MVOC) emission. FEMS Microbiol Ecol. 76:342–351. DOI:http://dx.doi.org/10.1111/j.1574-6941.2011.01051.x.

Nel B, Steinberg C, Labuschagne N, Viljoen A. 2006. The potential of nonpathogenic Fusarium oxysporum and other biological control microorganisms for suppressing fusarium wilt of banana. Plant Pathol. 55:2177–223. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-3059.2006.01344.x.

Rosyida, Taufika V. 2008. Pengendalian penyakit moler bawang merah dengan inokulasi jamur mikoriza arbuskula di

lahan pasir pantai [tesis] Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Rusono N, Suanri A, Candradijaya A, Muharam A, Martino I, Tejaningsih, Hadi PU, Susilowati SH, Maulana M. 2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015–2019. Jakarta (ID): Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas.

Santoso SE, Soesanto L, Haryanto TAD. 2007. Penekanan hayati penyakit moler pada bawang merah dengan Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii, dan Pseudomonas fluorescens P60. J HPT Trop. 7(1):53–61.

Summerell BA, Salleh B, Leslie JF. 2003. Autilitarian approach to Fusarium identification. Plant Dis. 87(2):117–128. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS.2003.87.2.129.

Türkkan M, Erper I. 2014. Evaluation of antifungal activity of sodium salts against onion basal rot caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Plant Protect Sci. 50(1):19–25.

Widodo. 2000. Studies on the biological control of fusarium basal rot of onion caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae [disertasi]. Sapporo (JP): Hokkaido Univ.

Widodo, N Kondo, K Kobayashi, A Ogoshi. 2008. Vegetative compatibility groups within Fusarium oxysporum f. sp. cepae in Hokkaido Japan. Microbiol Indones. 21(1):39–43. DOI: http://dx.doi.org/10.5454/mi.2.1.8.

22

Page 23: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

Fusarium Nonpatogen sebagai Agens Hayati Penyakit Rebah Kecambah pada Tanaman Terung

Nonpathogenic Fusarium as Biocontrol Agent for Damping-Off Disease of Eggplant

Ahmad Muslim*Universitas Sriwijaya, Ogan Ilir 30662

ABSTRAK

Rhizoctonia solani merupakan patogen tular tanah yang sangat penting yang dapat menyebabkan rebah kecambah, busuk batang, dan busuk akar. Penelitian ini bertujuan menentukan kemampuan isolat Fusarium nonpatogen yang diaplikasikan pada awal pembibitan dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan R. solani pada tanaman terung. Perlakuan Fusarium nonpatogen memberikan pengaruh nyata dan sangat efektif dalam menghambat keparahan penyakit rebah kecambah dengan persentase penekanan keparahan penyakit berkisar antara 59.02 dan 96.72%. Perlakuan Fusarium nonpatogen pada pembibitan juga mampu meningkatkan tinggi bibit dan bobot basah berturut-turut berkisar 40.00–60.98%, dan 21.80–66.53%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fusarium nonpatogen merupakan agens pengendalian biologi yang potensial untuk menanggulangi penyakit rebah kecambah yang disebabkan R. solani.

Kata kunci : keparahan penyakit, patogen tular tanah, pengendalian biologi

ABSTRACT

Rhizoctonia solani is an important soil borne pathogen causing damping-off, stem and root rot disease. The pathogen has a wide range of hosts including eggplant. This experiment was conducted to determine the ability of nonpathogenic isolates of Fusarium against rhizoctonia damping-off caused by R. solani in eggplant by seedling treatment. The result showed that treatment with nonpathogenic Fusarium significantly inhibited damping-off disease development. Nonpathogenic Fusarium effectively reduced disease severity, ranged from 59.02–96.72%. Treatment with nonpathogenic Fusarium was also able to increase plant height and fresh weight of eggplant seedling ranged from 40.00–60.98% and 21.80–66.53%, respectively. This results indicated that nonpathogenic Fusarium could be applied as potential biocontrol agent for damping-off disease caused by R. solani.

Key words : biological control, disease severity, soil borne pathogen

Volume 11, Nomor 1, Februari 2015Halaman 23–28

DOI: 10.14692/jfi.13.1.23ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya,Jalan Raya Palembang-Prabumulih, KM 32, Indralaya, Ogan Ilir, 30662. Tel: 0711-580663, Faks:0711-580059. Surel: [email protected]

PENDAHULUAN

Tanaman terung (Solanum melongena L.) merupakan tanaman sayuran yang sangat penting yang tumbuh dan dibudidayakan di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun

subtropis. Cina merupakan negara penghasil terung tertinggi di Asia, diikuti oleh India, Mesir, Turki, Jepang dan Italia (Daunay dan Janick 2007). Produksi terung di Indonesia tahun 2012 sebesar 518 827 ton dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 545 646 ton (BPS 2014).

23

Page 24: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Muslim

Rhizoctonia solani merupakan penyakit tular tanah yang sangat penting dan mem-punyai kisaran inang yang luas mulai dari famili Papilionaceae, Solanaceae, Cruciferae, Cucurbitaceae, dan berbagai jenis tanaman sayuran lainnya. Patogen ini dapat menyebabkan berbagai macam gejala, mulai dari rebah kecambah, busuk batang, busuk akar, busuk hipokotil, hawar daun, sampai kanker akar (Chin et al. 1996). Sejauh ini pengendalian penyakit rebah kecambah biasa dilakukan petani dengan penyemprotan pestisida, sementara efek residu penggunaan pestisida di tanaman, tanah, dan air menjadi isu kesehatan dan lingkungan yang sangat penting. Lu (2011) melaporkan bahwa tanaman terung yang diproduksi oleh masyarakat di Filipina mengandung residu pestisida cypermethrin and chlorpyrifos yang mengkhawatirkan. Pengendalian biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme antagonis merupakan alternatif pengendalian yang paling tepat untuk mendukung pengendalian penyakit terpadu dan berkelanjutan.

Fusarium nonpatogen merupakan agens hayati yang potensial untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman tomat dan semangka, serta layu verticillium pada tanaman terung (Yamaguchi et al. 1992; Larkin et al. 1996). Pemanfaatan Fusarium nonpatogen untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah pada tanaman terung belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian bertujuan menentukan kemampuan isolat Fusarium nonpatogen untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani melalui aplikasi di pembibitan.

BAHAN DAN METODE

Inokulum Fusarium dan R. solani Inokulum Fusarium yang digunakan

dalam penelitian ini, diisolasi dari tanah rizosfer lahan rawa lebak di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan yang sudah diuji kemampuannya sebagai cendawan pemacu pertumbuhan tanaman dan sudah dievaluasi tidak menimbulkan penyakit pada tanaman (Muslim et al. 2006). Isolat R. solani diisolasi

dari akar tanaman cabai yang ditanam di lahan rawa lebak yang menunjukkan gejala penyakit rebah kecambah. Masing-masing cendawan Fusarium dan R. solani disiapkan dalam bentuk inokulum menggunakan substrat campuran 40 g dedak, 30 g bungkil jagung, dan 10 g merang padi.

Masing-masing isolat ditumbuhkan pada medium agar-agar dekstrosa kentang (ADK) selama 3 hari pada suhu ruangan. Sebanyak 5–7 potongan miselium (5 mm) dari masing-masing biakan dipotong dari ujung pertumbuhan hifa, selanjutnya diletakkan ke dalam erlenmeyer yang sudah berisi medium biakan yang terdiri atas campuran dedak, jagung, merang padi basah (dicampur air suling dengan perbandingan 1:0.8 b/v campuran dedak, jagung, dan merang padi kering:air suling) yang sudah disterilkan dengan autoklaf di dalam erlemneyer (500 mL). Masing-masing biakan diinkubasi selama 10–14 hari pada suhu ruangan. Biakan digoyang setiap hari supaya kolonisasi cendawan pada subsrat merata, kemudian substrat yang terkolonisasi oleh masing-masing cendawan dikeringanginkan selama 7 hari dan disimpan pada suhu 4 °C sebelum digunakan (Muslim et al. 2003).

Uji Kemampuan Fusarium Nonpatogen dalam Menekan Penyakit Rebah Kecambah

Medium tanam yang digunakan ialah tanah yang telah dibersihkan dan diayak sehingga didapatkan butiran-butiran tanah halus, dicampur pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 2: 1: 1. Perlakuan bibit tanaman terung dengan Fusarium dilakukan dengan cara mensterilkan benih terung menggunakan alkohol 70%, kemudian ditumbuhkan dalam pot kecil dengan diameter 2.7 cm dan tinggi 3 cm yang telah diisi dengan campuran tanah, pasir dan pupuk kandang yang telah diinokulasi Fusarium nonpatogen dengan konsentrasi 2% (b/b). Benih terung dibiarkan tumbuh selama 10 hari, selanjutnya tanaman beserta tanahnya dipindahkan ke pot yang berukuran lebih besar dengan diameter 7 cm dan tinggi 5 cm berisi medium tanaman yang telah diinfestasi R. solani dengan konsentrasi 1% (b/b). Gejala

24

Page 25: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Muslim

rebah kecambah diamati setelah bibit berumur 21 hari setelah semai.

Penelitian dilakukan di rumah kaca dan tanaman dipelihara dengan menyiram 2 kali sehari pada saat pagi dan sore hari. Peubah yang diamati adalah keparahan penyakit, tinggi dan bobot basah bibit.

Persentase keparahan penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut:

I, intensitas keparahan penyakit; n, jumlah bibit dari setiap kategori; Z, harga numerik dari nilai kategori tertinggi; N, jumlah benih yang disemai; v, harga numerik dari setiap nilai kategori (0–5) dengan 0, tidak ada penyakit; 1, lesio muncul pada leher akar sepanjang 1 mm; 2, lesio cokelat sampai cokelat gelap sepanjang 2–10 mm mengelilingi akar; 3, lesio cokelat gelap sepanjang 10–25 mm dengan miselium mengoloni koleoptil; 4, >25 mm area akar menjadi hitam dan busuk pada koleoptil; 5, bibit busuk secara menyeluruh atau bibit mati.

Nilai persentase penekanan terhadap keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus:

K, nilai pada perlakuan kontrol; P, nilai pada perlakuan Fusarium nonpatogen

Tinggi tanaman dan bobot basah diamati setelah bibit berumur 21 hari setelah semai. Nilai persentase peningkatan tinggi tanaman dan bobot basah, dihitung berdasarkan rumus:

K, nilai pada kontrol; P, nilai pada perlakuan Fusarium nonpatogen.

Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 16 perlakuan, yang terdiri atas kontrol (tanaman diinokulasi tanpa perlakuan) dan 15 perlakuan isolat Fusarium nonpatogen (isolat F3, F5, F6, F8, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F19, F20, dan F21). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali dan masing-masing ulangan sebanyak 5 bibit.

Data yang diperoleh dianalisis meng-gunakan analysis of variance pada taraf uji 5%. Jika perlakuan berbeda nyata maka

antarperlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Jujur. Analisis dilakukan menggunakan R Statistical Software (vesion 2.11.1; R Foundation for Statistical Computing Vienna).

HASIL

Keparahan PenyakitPerlakuan Fusarium nonpatogen yang

diaplikasikan selama 10 hari saat penyemaian benih memberikan pengaruh nyata dalam menghambat keparahan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani. Sebagian besar isolat Fusarium nonpatogen yang diuji, kecuali isolat F3, F5, F6, F20, F21 menyebabkan keparahan penyakit yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 1). Isolat-isolat Fusarium nonpatogen yang diuji mampu menekan serangan rebah kecambah dengan persentase penekanan yang bervariasi. Persentase ke-parahan penyakit pada perlakuan Fusarium nonpatogen (1.78–22.22%) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (54.22%). Persentase penekanan keparahan penyakit perlakuan Fusarium nonpatogen berkisar 59.02–96.72%. Sebagian besar isolat Fusarium nonpatogen yang diuji, yaitu isolat F8, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16,F17, dan F13 sangat efektif menekan ke-parahan penyakit rebah kecambah dengan persentase penekanan >81.9%, sementara 5 isolat lainnya, yaitu F3, F5, F6, F20, dan F21 menekan serangan rebah kecambah < 68.85% (Tabel 1).

Tinggi dan Bobot Basah BibitPerlakuan Fusarium nonpatogen pada

pembibitan juga memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi bibit, tetapi tidak berpengaruh nyata pada bobot basah bibit. Perlakuan Fusarium nonpatogen isolat F16, F17, dan F19 berbeda nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol sementara isolat lain tidak. Perlakuan Fusarium nonpatogen meningkat-kan tinggi bibit berkisar 40.00–60.98%, dengan peningkatan tinggi bibit yang terbesar diperoleh melalui perlakuan isolat F19 (Tabel 2).

25

I = ∑ (n × v)Z × N × 100%, dengan

K – P × 100%, denganKPersentase penekanan =

P – K × 100%, denganPPersentase peningkatan =

Page 26: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Muslim

Isolat Fusarium nonpatogen

Keparahan penyakit

(%)

Penghambatan (%)

Kontrol 54.22 a*F3 17.33 ab 68.04F5 16.89 ab 68.85F6 18.22 ab 66.39F8 2.66 b 95.09F10 7.55 b 86.08F11 5.77 b 89.35F12 7.55 b 86.07F13 7.11 b 86.89F14 9.78 b 81.97F15 4.88 b 90.99F16 8.89 b 83.61F17 1.78 b 96.72F19 9.33 b 82.79F20 22.22 ab 59.02F21 17.78 ab 67.21

Tabel 1 Perlakuan Fusarium nonpatogen terhadap keparahan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani

* Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Data dianalisis setelah ditransformasi arc sin

Isolat Fusarium nonpatogen

Tinggi Tanaman (cm)

Peningkatan (%)

Kontrol 1.19 b*F3 2.37 ab 50.14F5 2.36 ab 49.50F6 2.39 ab 50.35F8 1.98 ab 40.00F10 2.07 ab 42.51F11 2.11 ab 43.69F12 2.16 ab 44.99F13 2.26 ab 47.42F14 2.21 ab 46.07F15 2.16 ab 44.99F16 2.63 a 54.75F17 2.61 a 54.46F19 3.05 a 60.98F20 2.36 ab 49.50F21 2.24 ab 46.95

Tabel 2 Perlakuan Fusarium nonpatogen terhadap peningkatan tinggi bibit yang diinokulasi Rhizoctonia solani

* Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Data dianalisis setelah ditransformasi arc sin

Isolat Fusarium nonpatogen

Bobot basah(g/tanaman)

Peningkatan (%)

Kontrol 0.55F3 1.30 57.69F5 1.30 57.80F6 1.13 51.33F8 1.64 66.53F10 1.06 48.28F11 0.89 38.20F12 0.73 25.00F13 1.15 52.03F14 1.09 49.69F15 1.22 54.79F16 1.63 66.33F17 1.54 64.36F19 1.44 61.72F20 0.70 21.80F21 1.08 48.92

Tabel 3 Perlakuan Fusarium nonpatogen terhadap peningkatan bobot basah bibit yang diinokulasi Rhizoctonia solani

26

Perlakuan Fusarium nonpatogen tidak menyebabkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peningkatan bobot basah bibit. Persentase peningkatan bobot basah bibit berkisar 21.80–66.53%, dengan 4 isolat meningkatkan bobot basah di atas 61% yaitu isolat F19 (61.72%), F17 (64.32%), F16 (66.33%), dan F8 (66.63%) (Tabel 3).

PEMBAHASAN

Pemanfaatan agens hayati untuk menekan infeksi patogen tular tanah seperti R solani telah dilakukan menggunakan cendawan nonpatogen atau hipovirulen (Sneh 1996; Villajuan-Abgona et al. 1996). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, perlakuan Fusarium nonpatogen pada masa pembibitan tanaman terung sangat efektif menekan serangan rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani. Beberapa penelitian terdahulu, membuktikan bahwa Fusarium nonpatogen sangat efektif dalam menekan serangan layu fusarium pada ubi rambat (Ogawa dan Komada 1984), layu fusarium pada tanaman tomat (Yamaguchi

Page 27: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Muslim

et al. 1992), layu fusarium pada semangka (Larkin et al. 1996), dan layu fusarium pada tanaman bayam (Katsube dan Akasaka 1997).

Kemampuan penekanan Fusarium nonpatogen pada penelitian ini, kemungkinan berhubungan dengan mekanisme induksi resistensi yang disebabkan oleh Fusarium nonpatogen. Fuchs et al. (1997) melaporkan bahwa, F. oxysporum nonpatogen strain Fo47 sangat efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman tomat dengan mekanisme induksi resistensi. Inokulasi F. oxysporum Fo47 meningkatkan aktivitas kitinase, b-1,3-glukanase, dan b-1,4-glukosidase. Penelitian lain yang dilakukan oleh Bolwerk et al. (2005) menunjukkan bahwa, efektivitas pengendalian biologi F. axysporum Fo47 terhadap penyakit busuk kaki dan akar pada tanaman tomat yang disebabkan oleh F. oxysporum f. sp. radicis-lycopersici melalui mekanisme kompetisi tempat infeksi dan makanan pada permukaan akar dan induksi resisten secara sistemik. Mandeel (2007) menambahkan bahwa efektivitas kompetisi tempat infeksi dan makanan di permukaan akar oleh F. oxysporum (C14) terhadap F. oxysporum f. sp. cucumerinum pada tanaman mentimun sangat tergantung pada kepadatan inokulum isolat Fusarium nonpatogen tersebut. Mandeel (2006) menambahkan bahwa peningkatan efektivitas Fusarium nonpatogen dalam menekan F. oxysporum f. sp. cucumerinum sangat tergantung pada kecepatan perkecambahan spora, respons terhadap eksudat akar, penetrasi akar dan transportasi pasif di batang.

Perlakuan Fusarium nonpatogen pada penelitian ini, disamping sangat efektif menekan keparahan penyakit, juga mampu meningkatkan tinggi bibit dan bobot basah. Muslim et al. (2003) melaporkan bahwa agens pengendali biologi lain yang bersifat nonpatogen ialah Rhizoctonia dua inti nonpatogen yang mempunyai kemampuan yang mirip dengan Fusarium nonpatogen yang diuji pada penelitian ini. Dilaporkan bahwa Rhizoctonia dua inti nonpatogen disamping sangat efektif menekan penyakit layu fusarium

pada tomat, juga mampu meningkatkan bobot basah tanaman tomat.

Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Fusarium nonpatogen sangat potensial untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani. Diharapkan Fusarium nonpatogen dapat mendukung pengendalian penyakit secara terpadu yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Suwandi atas bantuannya dalam analisis data hasil penelitian ini dan kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian ini dengan nomor kontrak: 026/SP2H/PP/DP2M/III/2007.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2014. Hortikultura, Statistic Indonesia. www.google.com/?gws_rd=ssl#q=produksi+terung+di+indonesia [diakses 2 Des 2014]

Bolwerk A, Lagopodi AL, Lugtenberg BJJ, Bloemberg GV. 2005. Visualization of interactions between a pathogenic and a beneficial Fusarium strains during biocontrol of tomato foot and root rot. Mol Plant Microb Interac. 18:710–721. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/MPMI-18-0710.

Chin CT, Ting FH, Yih CC. 1996. Vegetable disease incited by Rhizoctonia spp., Di dalam: Sneh B, Jabaji-Hare S, Neate SDijst G, editor. Rhizoctonia Species: Taxonomy, Molecular Biology, Ecology, Pathology and Disease Control. Netherlands (NL):Kluwer. hlm. 369–377.

Daunay MC, Janick J. 2007. History and iconography of eggplants. Chronida Hort. 47(3):16–22.

Fuchs J-G, Moenne-Loccoz Y, Defago G. 1997. Nonpathogenic Fusarium oxysporum

27

Page 28: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Muslim

strain Fo47 induces resistance to Fusarium wilt in tomato. Plant Dis. 81:492–496. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS.1997.81.5.492.

Katsube K, Akasaka Y. 1997. Control of fusarium wilt of spinach by transplanting seedlings pretreated with non-pathogenic Fusarium oxysporum. Ann Phytopathol Soc Jpn. 63:389–394 (in Japanese with English summary). DOI: http://dx.doi.org/10.3186/jjphytopath.63.389.

Larkin RP, Hopkins DL, Martin FN. 1996. Suppression of fusarium wilt of watermelon by nonpathogenic Fusarium oxysporum and other microorganisms recovered from a disease-suppressive soil. Phytopathology. 86:812–819. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/Phyto-86-812.

Lu JL. 2011. Insecticide residues in eggplant fruits, soil, and water in the largest eggplant-producing area in the Philippines. Water Air Soil Pollut. 220:413–422. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s11270-011-0778-9.

Mandeel QA. 2006. Influence of plant root exudates, germ tube orientation and passiveconidia transport on biological control of fusarium wilt by strains of nonpathogenic Fusarium oxysporum. Mycopathologia.161(3):173–182. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s11046-005-0211-2.

Mandeel QA. 2007. Modeling competition for infection sites on roots by nonpathogenic strains of Fusarium oxysporum. Mycopathologia. 163: 9–20. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s11046-006-0080-3.

Muslim A, Horinouchi H, Hyakumachi M.

2003. Biological control of fusarium wilt of tomato with hypovirulent binucleate Rhizoctonia in greenhouse conditions. Mycoscience. 44:77–84. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/S10267-002-0084-X.

Muslim A, Suwandi, Hamidson H. 2006. Evaluasi cendawan rizosper asal lahan rawa lebak sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Agria. 2:26–33.

Ogawa K, Komada H. 1984. Biological control of fusarium wilt of sweet potato by non-pathogenic Fusarium oxysporum. Ann. Phytopath Soc Jpn. 50:1–9. DOI: http://dx.doi.org/10.3186/jjphytopath.50.1.

Sneh B. 1996. Non pathogenic isolates of Rhizoctonia spp. (np-R) and their role in biological control. Di dalam: Sneh B, Jabaji-Hare S, Neate S, and Dijst G editor. Rhizoctonia species: Taxonomy, Ecology, Pathology and Disease Control. Netherlands (NL): Kluwer. hlm. 473–483.

Villajuan-Abgona R, Katsuno N, Kageyama K, Hyakumachi M. 1996. Isolation and identification of hypovirulent Rhizoctonia spp. from soil. Plant Pathol. 45:896–904. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-3059.1996.tb02900.x.

Yamaguchi K, Sano T, Arita M, Takahashi M. 1992. Biocontrol of fusarium wilt of tomato and verticillium wilt of eggplant by non-pathogenic Fusarium oxysporum MT0062. Ann Phytopathol Soc Jpn. 58:188–194. DOI: http://dx.doi.org/10.3186/jjphytopath.58.188.

28

Page 29: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

Volume 11, Nomor 1, Februari 2015Halaman 29–35

DOI: 10.14692/jfi.11.1.29ISSN: 0215-7950

TEMUAN PENYAKIT BARU

Penyakit Mosaik pada Koro Pedang

Mosaic Disease on Jack Bean

Tri Asmira Damayanti*Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Gejala mosaik khas infeksi virus ditemukan pada pertanaman koro pedang di Dramaga Bogor baru-baru ini. Gejala mosaik terlihat jelas pada daun muda berupa warna hijau muda dan tua, beberapa tanaman menunjukkan gejala penebalan tulang daun. Pada daun yang lebih tua gejala tidak terlihat jelas. Deteksi serologi menggunakan antiserum Bean common mosaic virus (BCMV) memberikan reaksi positif, namun deteksi dengan teknik reverse transcription polymerase chain reaction menggunakan primer spesifik gen protein selubung BCMV strain black eye (BlC) tidak memberikan hasil positif. Fragmen DNA berhasil teramplifikasi ketika digunakan primer universal gen protein selubung (CP) Potyvirus dan degenerate primer gen cylindrical inclusion (CI) Potyvirus. Analisis DNA menunjukkan homologi tertinggi (86.4–91.5%) dengan isolat-isolat BCMV asal beberapa tanaman dari negara lain berdasarkan sikuen sebagian gen protein selubung, sedangkan berdasarkan sikuen sebagian gen CI memiliki homologi tertinggi (87.3%) dengan BCMV-RU1-P. Temuan ini merupakan laporan pertama infeksi BCMV pada koro pedang di Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Kata kunci: Bean common mosaic virus, cylindrical inclusion, Potyvirus, protein selubung

ABSTRACT

Recently, a mosaic disease was observed on jack bean cultivation in Dramaga, Bogor,West Java. The symptom on infected plants, i.e. combination of pale and dark green area was more obvious on young leaves. Vein banding, leaf malformation, and growth inhibition was also observed in infected plants. The symptom was not very obvious in older leaves. Serological detection gave positive reaction to Bean common mosaic virus (BCMV) antiserum, but reaction was negative when detected using specific primer to coat protein (CP) of BCMV strain black eye by reverse transcription polymerase chain reaction. DNA fragments were successfully amplified by RT-PCR using universal primer of CP gene and degenerated primer for cylindrical inclusion gen (CI) of Potyvirus. DNA analysis showed the highest homology (86.4–91.5%) to several isolates of BCMV-infecting different crops from several countries based on partial sequence of CP, whereas based on partial sequence of CI the highest homology (87.3%) was to BCMV-RU1-P. This is the first report of BCMV infection on jack bean in Bogor, West Java, Indonesia.

Key words: Bean common mosaic virus, coat protein, cylindrical inclusion, Potyvirus

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Jalan Kamper, Bogor 16680 Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

29

Page 30: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Damayanti

Koro pedang (Canavalia ensiformis) merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang prospektif dibudidayakan secara luas. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dan Tengah. Koro pedang memiliki kandungan nutrisi yang setara dengan kedelai, sehingga dapat dijadikan alternatif bahan pembuat tempe (Litbang Deptan 2014).

Sekitar April 2014 ditemukan infeksi virus dengan gejala mosaik di pertanaman koro pedang di kebun percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Gejala berupa campuran warna daun hijau muda dan tua dengan batas yang jelas (Gambar 1a). Selain mosaik, juga terlihat gejala penebalan tulang daun (vein banding), malformasi daun dan pertumbuhan tanaman terhambat. Gejala mosaik lebih jelas terlihat pada daun pucuk dibandingkan dengan daun yang lebih tua. Insidensi penyakit di pertanamaan ialah sekitar 20% pada saat pengamatan dilakukan. Deteksi serologi dan deteksi asam nukleat dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dilakukan untuk mengetahui identitas virus penyebab penyakit mosaik tersebut.

Deteksi serologi dilakukan terhadap tanaman bergejala dengan menggunakan antiserum spesifik Bean common mosaic virus (BCMV) dengan metode ELISA tidak langsung (Indirect ELISA) yang dilakukan sesuai dengan protokol pembuat antiserum (Agdia). RT-PCR diawali dengan tahap ekstraksi RNA total dari tanaman bergejala menggunakan GeneJET Plant RNA Purification Mini Kit dengan protokol sesuai yang direkomendasikan oleh pembuatnya (Thermo Scientific). Tahap sintesis cDNA dilakukan dengan komposisi pereaksi terdiri atas 3 µL RNA total, 10 mM primer d(T) 1 µL,10 mM dNTP 0.5 µL, dan 1.5 µL air bebas nuklease, dicampur hingga homogen, kemudian dipanaskan pada suhu 65 °C selama 5 menit, dan langsung didinginkan di dalam es. Setelah dingin, ditambahkan 2 µL 5x bufer transkripsi balik, 1 µL 0.1 M DTT, 0.5 µL enzim M-MuLV Revertaid (200 UL-1) (Thermo Scientific), 0.5 µL RNase inhibitor Ribolock (40 UL-1) (Thermo Scientific), dan

diinkubasi pada suhu 42 °C selama 60 menit. Amplifikasi cDNA menggunakan 3 pasang primer secara terpisah, yaitu primer spesifik gen protein selubung (CP) BCMV galur black eye cowpea (BlC), primer universal gen CP Potyvirus (MJ1/MJ2), dan primer degenarate gen cylindrical inclusion (CI) Potyvirus (CiFor dan CiRev) dengan program amplifikasi berturut-turut mengikuti Anggraini dan Hidayat (2014), Marie-Jeanne et al. (2000), dan Ha et al. (2008). Fragmen DNA hasil amplifikasi diseparasi pada 1% gel agarosa yang dilarutkan dalam 0.5x bufer TBE dan mengandung 1% peqgreen. Elektroforesis menggunakan 0.5x bufer TBE selama 45 menitpada tegangan 50 volt. Visualisasi DNA dilakukan dibawah UV transiluminator dan didokumentasi dengan kamera digital.

Perunutan DNA produk RT-PCR di-lakukan dengan mengirim sampel ke First Base, Malaysia. Analisis homologi sikuen nukleotida gen CP dan CI dilakukan menggunakan software ClustalW BioEdit yang dikalkulasi dengan pilihan “sequence identity matrix”. Pohon filogenetika dibuat dengan software MEGA v6.06 dengan metode neighbor-Joining dan Kimura-2 parameter model untuk estimasi jarak. Nilai bootstrap yang digunakan sebanyak 1000 kali.

Semua sampel tanaman bergejala menunjukkan reaksi positif terhadap antiserum BCMV (Tabel 1), namun RT-PCR menggunakan primer spesifik gen CP BCMV-BlC menunjukkan hasil negatif (data tidak ditampilkan). Fragmen DNA berhasil diamplifikasi dengan primer universal gen CP Potyvirus dan primer degenerate gen CI Potyvirus dengan amplikon berturut-turut berukuran 327 pb dan 700 pb (Gambar 1b). Hasil deteksi ini menunjukkan bahwa penyebab mosaik koro pedang ialah virus dari genus Potyvirus dan bukan BCMV strain BlC walaupun menurut Morales dan Bos (1988) koro pedang merupakan salah satu inang BCMV.

Virus yang pernah dilaporkan menginfeksi koro pedang antara lain ialah Canavalia mosaic potyvirus di Nigeria (Taiwo, 2003), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CaBMV)

32

Page 31: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Damayanti

(CPC 2007), dan Tobacco mosaic virus (TMV) di Venezuela (Marys et al. 2004), Canavalia maritima mosaic potyvirus (CnMMV) dan Sword bean distortion mosaic potyvirus (SBDMV) (ICTVd 2006; Plant Virus Online 1996). Ada hubungan serologi antara SBDMV dengan BCMV, bean yellow mosaic virus (BYMV), peanut mottle virus (PeMV), soybean mosaic virus (SMV) dan watermelon mosaic virus 2 (WMV 2) (Plant Virus Online 1996). CaBMV juga dilaporkan menginfeksi secara alami C. rosea (beach bean) di Brazil (Kitajima et al. 2008).

Analisis sikuen nukleotida sebagian gen CP menunjukkan homologi 86.4–91.5% dengan beberapa isolat BCMV, yaitu isolat MS1, PV0915, CD013, HB, CT, RU1-P, NL1, PStV-JX14, dan PStV (Tabel 2). Homologi dengan SMV dan BYMV berturut-turut 80.4% dan 66.8%, keduanya merupakan anggota

Potyvirus. Dalam analisis ini keduanya digunakan sebagai pembanding selain BCMV.

Identitas spesies dalam genus Potyvirus dapat lebih spesifik ditentukan berdasarkan homologi nukleotida gen CI (Ha et al. 2008). Homologi tertinggi sebagian gen CI BCMV isolat koro pedang (BCMV-KP) adalah terhadap BCMV-RU1-P (87.3%) dan terendah terhadap BYMV (63.9%) (Tabel 2). Lebih lanjut, analisis filogenetika mendukung hubungan kekerabatan BCMV-KP dengan BCMV-RU1-P yang ditunjukkan dengan nilai bootstrap 99% (Gambar 2).

Hasil deteksi dengan antiserum dan identifikasi gen CP dan CI menunjukkan bahwa penyebab mosaik pada tanaman koro pedang di Bogor adalah BCMV. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mempelajari lebih lengkap karakter virus.

Sampel Rerata Nilai Absorbansi ELISA (NAE)* ReaksiBufer 0.061 -Tanaman sehat (Kontrol negatif) 0.070 -Kacang panjang terinfeksi BCMV (Kontrol positif) 1.973 +

Koro pedang 1 2.242 +Koro pedang 2 2.076 +Koro pedang 3 1.977 +Koro pedang 4 0.815 +

Tabel 1 Hasil deteksi serologi daun koro pedang bergejala mosaik menggunakan antiserum Bean common mosaic virus (BCMV)

*Hasil ELISA dinyatakan positif jika NAE ≥ 0.122

33

a

Gambar 1 a, Gejala mosaik pada daun koro pedang; b, Amplifikasi DNA menggunakan primer universal gen CP dan primer degenerate gen CI Potyvirus. M, penanda DNA 100 pb (Thermo Scientific).

b

700 pb

327 pb

M CP CI M

Page 32: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Damayanti

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini S, Hidayat SH. 2014. Sensitivitas metode serologi dan polymerase chain reaction untuk mendeteksi Bean common mosaic potyvirus pada kacang panjang. J Fitopatol Indones. 10(1): 17–22. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.10.1.17.

[CPC] Crop Protection Compendium. 2007. Cowpea aphid-borne mosaic virus

(CaBMV). United Kingdom (UK): CABI.Ha C, Coombs S, Revill PA, Harding RM, Vu

M, Dale JL. 2008. Design and application of two novel degenerate primer pairs for the detection and complete genomic characterization of Potyviruses. Arch Virol. 53(1):25–36. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s00705-007-1053-7.

ICTVd. 2006. Canavalia maritima mosaic (?) Potyvirus (CnMMV). www.ICTVdb.bio-

Isolat virus Nomor aksesi GenBank

Asal tanaman inang

Homologi gen CP (%)

Homologi gen CI (%)

BCMV-RU1-P KF919300.1 Tidak diketahui 91.2 87.3BCMV-CD013 KM051430.1 Kedelai 91.5 82.6BCMV-NL1 KM023744.1 Buncis 91.2 81.5BCMV-PV0915 HG792064.1 Buncis 91.5 81.4

BC -CT KM076650.1 Cudrania tricuspidata 91.5 81.2

BCMV -HB KC478389.1 Hyacinth bean 90.9 81.1

BCMV -MS1 EU761198.1 Macroptilium atropurpureum 90.3 80.5

BCMV-PStV-JX14 KJ807813.1 Kedelai 86.7 80.5PStV U05771.1 Tidak diketahui 86.4 80.5SMV* NC_002634.1 Kedelai 80.4 74.3BYMV* NC_003493.1 Tidak diketahui 66.8 63.9

Tabel 2 Analisis homologi nukleotida sebagian gen protein selubung (CP) dan gen cylindrical inclusion (CI) Bean common mosaic virus (BCMV) isolat koro pedang

* Sebagai pembanding di luar grup. SMV, Soybean mosaic virus; dan BYMV, Bean yellow mosaic virus.

34

Gambar 2 Analisis filogenetika BCMV isolat Koro Pedang (BCMV_KP) terhadap isolat lainnya. Pohon filogenetika dibuat dengan software MEGA v6.06 berdasarkan ClustalW alignment sikuen BCMV_KP dan isolat lainnya. Nilai bootstrap yang digunakan 1000 kali. Garis pada bagian kiri bawah 0.05 menunjukkan nucleotide change per site. SMV dan BYMV digunakan sebagai pembanding diluar grup.

0.05

9985

81

64100

98BCMV_MS1

BCMV_NL1

BYMVSMV

BCMV_RU1-P

BCMV_KP

PStVBCMV_PStV

BCMV_HB

BCMV_CD013BCMV_CT

BCMV_PV0915

99

100100

Page 33: Deteksi dan Identifikasi Spesies Meloidogyne Wortel dari Dataran … · 2019. 5. 13. · Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 1–8 DOI: 10.14692/jfi.11.1.1 ISSN: 0215-7950 Deteksi

J Fitopatol Indones Damayanti

mirror.cn/ICTVdB/00.057.0.81.013.htm [diunggah 25 Nov 2014]

Kitajima EW, de Alcantara, Madureira PM, Zerbini PA, Rejende JAM, Zerbini FM. 2008. A mosaic of beach bean (Canavalia rosea) caused by an isolate of Cowpea aphid-borne mosaic virus (CABMV) in Brazil. Arch Virol. 153(4):743–747. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s00705-008-0052-7.

Litbang Deptan. 2014. Koro pedang (Canavalia ensiformis) mampu dampingi kedelai. www.pascapanen.litbang.deptan.go.id/index.php/en/berita/257 [diunggah 25 November 2014]

Marie-Jeanne V, Ioos R, Peyre J, Alliot B, Signoret P. 2000. Differentiation of Poaceae Potyviruses by reverse transcription-polymerase chain reaction and restriction analysis. J Phytopathol. 148:141–151. DOI: http://dx.doi.org/10.1046/j.1439-0434.2000.00473.x.

Marys E, Ortega E, Carballo O. 2004. Natural Infection of Canavalia ensiformis with

Tobacco mosaic virus in Venezuela. Plant Dis. 88(6):681.3. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS.2004.88.6.681C .

Morales FJ, Bos L. 1988. Bean common mosaic virus. www.dpvweb.net/dp v/showdpv.php?dpvno+337#host [diunggah 25 Nov 2014].

Plant Virus Online. 1996. Swordbean distortion mosaic potyvirus (SBDMV). www.pvo.bio-mirror.cn/descr136.htm [diunggah 25 Nov 2014]

Taiwo MA. 2003. Viruses infecting legumes in Nigeria: case history. Di dalam: Jacqueline d’A Hughes, Babajide O. Odu, Editor, Plant Virology in sub-Saharan Africa. Oyo State (NG): IITA. hlm 365–380.

35