Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

23
Seminar Ekonomi Industri dan Perdagangan DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PRODUK PERTANIAN INDONESIA Oleh Yermia Pehulisa Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan Bandung 2010

Transcript of Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

Page 1: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

Seminar Ekonomi Industri dan Perdagangan

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PRODUK PERTANIAN INDONESIA Oleh

Yermia Pehulisa

Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan Bandung 2010

Page 2: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

2

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS

TERHADAP PRODUK PERTANIAN INDONESIA

Yermia Pehulisa Universitas Katolik Parahyangan

Abstract

AFTA free trade policy in the period from January 1, 2003 will lead to more open market in Indonesia for agricultural commodities from ASEAN countries. This paper aims to determine whether the AFTA free trade can increase the export of Indonesian agricultural commodities which includes five main food commodities which include rice, maize, soybeans, sugar and cassava, which can create benefits for Indonesia, which is described by a surplus in trade balance. The research proves that by applying the free trade policy, it will affect the growth of exports and imports of Indonesian agricultural commodities. The rate of growth of Indonesian exports of agricultural commodities is growing faster than the growth rate of imports during the period of free trade policies implemented. With such high export growth rate, then Indonesia earns a profit, thus creating a surplus in trade balance which has an impact on the growth of the Indonesian economy at the macro level. The study also found that Indonesia is superior to commodity rice, corn and soybeans, while for sugar and cassava do not. The results also show that the value of the real exchange rate, GDP per capita of the ASEAN countries, the agricultural sector's contribution to GDP, and the implementation of free trade policies have considerable influence on net exports of Indonesian agriculture Keywords: Trade Liberalization, Agriculture, AFTA

Abstrak Kebijakan perdagangan bebas dalam AFTA yang berlaku sejak 1 Januari 2003 akan menyebabkan semakin terbukanya pasar Indonesia terhadap komoditas pertanian dari negara-negara ASEAN. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdagangan bebas dalam AFTA dapat meningkatkan ekspor komoditas pertanian Indonesia yang meliputi lima komoditas pangan utama yang mencakup padi, jagung, kedelai, gula dan ketela, sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan. Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas, maka akan berdampak terhadap pertumbuhan ekspor dan impor komoditas pertanian Indonesia. Laju pertumbuhan ekspor komoditas pertanian Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan impor selama periode kebijakan perdagangan bebas diberlakukan. Dengan begitu tingginya laju pertumbuhan ekspor, maka Indonesia memperoleh keuntungan, sehingga dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan yang berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia secara makro. Penelitian ini juga menemukan bahwa Indonesia unggul untuk komoditas padi, jagung dan kedelai, sedangkan untuk gula dan ketela tidak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kurs riil, GDP per kapita negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap net ekspor pertanian Indonesia. Keywords: Perdagangan Bebas, Pertanian, AFTA

Page 3: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

3

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia mengalami proses liberalisasi perdagangan yang ditandai dengan

mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang kini

peranannya telah digantikan oleh World Trade Organization (WTO). Perdagangan yang lebih

liberal tampaknya menjadi tujuan hampir sebagian besar negara di dunia, dengan harapan

liberalisasi dapat meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Liberalisasi perdagangan

salah satunya ditandai dengan penurunan atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan,

baik berupa tarif maupun non tarif. Hambatan perdagangan penting untuk dihapuskan karena

tanpa hambatan dapat mendorong arus pergerakan barang dan jasa (flow of goods and

services). Gencarnya proses liberalisasi perdagangan yang dilakukan tentunya berkaitan dengan

tujuan Indonesia untuk mendapatkan keuntungan (gains from trade) sehingga dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui surplus neraca perdagangan. Namun perlu diingat

bahwa proses liberalisasi perdagangan itu sendiri berhubungan erat dengan pembukaan akses

pasar produk ekspor Indonesia ke dunia. Begitu juga sebaiknya, terbukanya akses pasar dunia,

dalam arti bahwa pasar domestik Indonesia juga akan semakin terbuka bagi produk impor negara

lain.

Dalam perkembangan terakhir ini, banyak negara-negara di dunia termasuk Indonesia,

mencoba alternatif ke arah liberalisasi melalui kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area).

Kawasan perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia salah satunya adalah AFTA.

Perdagangan bebas dalam wadah AFTA yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2003

bagi enam negara anggota lama ASEAN, yaitu Indonesia, Brunai Darussalam, Filipina, Malaysia,

Singapura dan Thailand. Lambat atau cepat liberalisasi perdagangan akan menyebabkan pasar

disemua negara anggota ASEAN akan semakin terbuka, termasuk Indonesia.

Penulis merasa tertarik untuk meneliti dampak perdagangan bebas terhadap produk

pertanian Indonesia, yang meliputi padi, jagung, kedelai, gula dan ketela. Hal itu disebabkan oleh

adanya kecenderungan bahwa negara-negara anggota ASEAN memproduksi jenis produk

pertanian yang hampir sama, yang disebabkan oleh kondisi iklim dan kebudayaan yang hampir

sama, sehingga apakah dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas dapat

menguntungkan atau justru akan mendatangkan kerugian.

Page 4: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

4

Oleh karenanya penulis melakukan penelitian ini dengan judul “Dampak Perdagangan

Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia.”

1.2 Identifikasi Masalah Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara tanpa hambatan

akan memberikan keuntungan bagi negara tersebut melalui spesialisasi produksi komoditas yang

diunggulkan, dalam kasus ini adalah komoditi pertanian. Namun dalam kenyataan paling tidak

dari penelitian empiris, dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas tidak serta merta

menciptakan keuntungan bagi negara-negara tersebut. Banyak hasil-hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan bebas dapat menguntungkan tetapi juga dapat

merugikan.

Secara spesifik masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah

apakah perdagangan bebas dalam AFTA dapat meningkatkan ekspor komoditi pertanian,

sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada

neraca perdagangan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdagangan bebas dalam AFTA dapat

meningkatkan ekspor komoditi pertanian, sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi

Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan. Selain itu, penelitian ini

juga berguna untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para pejabat terkait untuk menerapkan

kebijakan yang sesuai dengan kondisi pertanian Indonesia saat ini, sehingga pertanian Indonesia

menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani di pedesaan.

1.4 Kerangka Pemikiran

Perdagangan antar negara tanpa disertai dengan adanya hambatan-hambatan dapat

menciptakan keuntungan bagi negara tersebut, yang digambarkan dengan surplus pada neraca

perdagangan. Dari dasar teori tersebut, maka tidaklah heran jika negara-negara di dunia ini, kini

mulai melaksanakan kebijakan liberalisasi. Namun dari beberapa penelitian empiris menunjukkan

bahwa respon pertanian terhadap perdagangan bebas dapat bervariasi diantara negara-negara

yang memberlakukan kebijakan liberalisasi.

Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada dampak kebijakan perdagangan

bebas terhadap produk pertanian Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah yang

diharapkan oleh pemerintah Indonesia dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas

Page 5: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

5

dapat meningkatkan keuntungan, yang digambarkan oleh kenaikkan ekspor pertanian Indonesia,

sehingga dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan atau justru akan mendatangkan

kerugian.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi net ekspor pertanian adalah kurs riil, GDP per

kapita negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia dan kebijakan

liberalisasi itu sendiri. Kurs merupakan faktor penting dalam perdagangan internasional, karena

kurs akan menentukan apakah komoditi pertanian Indonesia lebih kompetitif atau tidak, sehingga

dapat dijadikan tolok ukur apakah produk ekspor pertanian Indonesia akan menguntungkan atau

merugikan. Disaat rupiah terdepresiasi, maka ekspor akan lebih menguntungkan. Hal ini

dikarenakan, dengan terdepresiasinya rupiah terhadap dolar maka komoditi pertanian Indonesia

menjadi lebih murah di luar negeri. Sedangkan impor komoditi pertanian negara-negara ASEAN

akan menjadi mahal.

Selain kurs, besarnya GDP per kapita negara-negara ASEAN juga akan mempengaruhi

net ekspor pertanian Indonesia. Karena disaat GDP per kapita negara-negara ASEAN meningkat,

maka permintaan terhadap komoditi pertanian Indonesia akan meningkat. Hal ini tidak

mengherankan karena jika Indonesia memiliki spesialisasi dalam satu produk tertentu dan negara

mitra tidak memilikinya, maka akan sangat memungkinkan untuk terjadinya kegiatan

perdagangan. Hal itu sesuai dengan tujuan dibentuknya AFTA. Namun jika terjadi penurunan

terhadap GDP per kapita negara mitra, maka permintaan terhadap komoditi pertanian Indonesia

menjadi menurun. Karena tidak mungkin negara mitra dalam hal ini negara-negara ASEAN akan

membeli produk pertanian Indonesia, namun pendapatan negaranya sendiri mengalami

penurunan.

Kemudian besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia (SHGDP) juga

mempengaruhi net ekspor. Hal ini dikarenakan, dengan semakin tingginya kontribusi sektor

pertanian terhadap GDP Indonesia, maka net ekspor pertanian sebagai sebagai bagian dari

SHGDP akan meningkat juga.

Sedangkan faktor yang terakhir adalah kebijakan perdagangan bebas itu sendiri. Karena

dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas akan berdampak terhadap net ekspor

pertanian, baik secara positif yang artinya dapat mendatangkan keuntungan atau bahkan

sebaliknya. Pemerintah Indonesia tentu saja tidak sembarangan dalam memberlakukan

kebijakan perdagangan bebas. Karena pihak yang terkait yaitu Departemen Perindustrian dan

Perdagangan telah melakukan berbagai perhitungan dalam memberlakukan kebijkan

perdagangan bebas, sehingga tujuan dari diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas dapat

Page 6: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

6

menciptakan keuntungan yang digambarkan oleh surplus dalam neraca perdagangan, sehingga

dapat membangun perekonomian Indonesia yang tercermin dari naiknya GDP Indonesia.

1.4.1 Bagan Kerangka Pemikiran

1.5 Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri dari lima bab seperti yang akan diuraikan secara ringkas berikut ini:

Bab I : Pendahuluan

Bab pendahuluan merupakan uraian tentang latar belakang penulisan, tujuan, serta kerangka

pemikiran.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab tinjauan pustaka merupakan pembahasan mengenai berbagai literatur yang berkaitan

dengan topik penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari beberapa sub-bab, seperti konsep

dari perdagangan internasional, liberalisasi, AFTA dan tinjauan terhadap penelitian yang

dilakukan sebelumnya.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini dirinci mengenai langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam penelitian.

Secara garis besar bab ini terdiri dari empat sub-bab, yaitu: metode penelitian, model yang

diestimasi, data dan objek penelitian.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi mengenai hasil regresi dan disertai oleh pembahasan.

Bab V : Kesimpulan

Bab terakhir ini secara khusus menjelaskan hasil akhir dari penelitian ini.

Kurs

GDP per kapita ASEAN

Net Ekspor Pertanian Indonesia Kontribusi Pertanian

Terhadap GDP

Kebijakan Perdagangan

Bebas

Page 7: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

7

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai literatur yang berkaitan dengan topik

penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari beberapa sub-bab, antara lain konsep dari

perdagangan internasional, liberalisasi, AFTA dan tinjauan terhadap penelitian yang dilakukan

sebelumnya.

2.1 Perdagangan internasional

Berdasarkan teori perdagangan internasional, motivasi utama untuk melakukan

perdagangan internasional adalah mendapatkan keuntungan (gains from trade), meningkatkan

pendapatan dan menurunkan biaya (cost). Perdagangan internasional memberikan akses

terhadap barang yang lebih murah bagi para konsumen dan pemilik sumber daya (resources)

memperoleh peningkatan pendapatan karena menurunnya biaya produksi (Appleyard et. all,

2006).

Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada suatu negara berupa:

Sebagai sarana meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui proses pertukaran.

Dengan adanya spesialisasi dan pembagian kerja, suatu negara dapat mengekspor

komoditi yang diproduksi lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan

negara lain, yang jika diproduksi sendiri biayanya mahal.

Akibat adanya perluasan pasar produk dan pergeseran kegiatan, suatu negara mendapat

keuntungan berupa naiknya tingkat pendapatan nasional, yang pada gilirannya dapat

meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi.

Manfaat-manfaat tidak langsung lainnya seperti keinginan memproduksi barang dengan kualitas

yang lebih baik, terciptanya iklim persaingan yang sehat, sarana pemasukan modal asing,

meningkatkan teknologi dan sebagainya (Jhingan, 1994 dalam Mulyanto, 1999).

Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi terjadinya liberalisasi

salah satunya adalah teori factor endowments. Heckser-Ohlin mengemukakan bahwa suatu

negara melakukan perdagangan internasional karena adanya perbedaan endowment. Perbedaan

opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena

adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors)

masing-masing negara. Perbedaan tersebut menimbulkan terjadinya perdagangan internasional.

Page 8: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

8

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan murah dalam

memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya,

masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor

produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya (Salvatore, 2004).

2.2 Konsep Liberalisasi

Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan liberalisasi dengan

semakin terbukanya perekonomian suatu negara atau suatu negara sedang menjalankan

kebijakan liberalisasi bila kebijakan yang diterapkan tersebut menyebabkan perekonomian

semakin berorientasi ke luar (outward-oriented) dan juga openness. Maksud dari kebijakan

liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan

pergerakan ke arah yang lebih liberal atau terbuka. Kebijakan liberalisasi dapat tercapai melalui

beberapa cara seperti pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan atau

pemberlakuan subsidi ekspor (Santos-Paulino, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Krueger (1978) dan Bhagwati (1978) merupakan studi

terorganisir pertama untuk menformalkan klasifikasi dari kebijakan. Mereka mengartikan

kebijakan liberalisasi perdagangan sebagai kebijakan yang mengurangi tingkat anti-export bias

yang menitikberatkan terhadap pengurangan import licences premium (PR). Orientasi kebijakan

perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat struktur proteksi dan sistem insentif yang

diberlakukan.

Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua

kelompok yaitu kebijakan substitusi impor atau ekspansi ekspor. Substitusi impor sering dikaitkan

dengan kebijakan proteksi dan ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi. Pada

prakteknya, kebijakan proteksi dengan meningkatkan tarif misalnya sulit dilakukan. Suatu negara

yang berencana untuk memberlakukan hambatan perdagangan seperti tarif misalnya harus

mempertimbangkan efek timbal balik jika negara lain melakukan hal yang sama (Nenci dan

Pietrobelli, 2007).

Kebijakan dalam rangka liberalisasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang

dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara bilateral atau regional.

Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang

unilateral adalah kebijakan yang secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan

regional atau bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan

secara bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan baik

bilateral maupun regional.

Page 9: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

9

2.3 Konsep dan Definisi AFTA

Dalam perkembangannya banyak negara-negara melaksanakan kebijakan liberalisasi,

yang salah satunya digambarkan dengan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dan

Indonesia salah satunya, dimana Indonesia telah 18 tahun menjadi anggota kawasan

perdagangan bebas ASEAN (AFTA). AFTA merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara

ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya

saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi

dunia, serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu

Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA

ditargetkan merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu

kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional

ASEAN, dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang akan dicapai dalam

waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003. Skema Common

Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema

untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan

pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang

terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor

barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan

Thailand, sedangkan untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

2.3.1 Tujuan Didirikannya AFTA

Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk

ASEAN memiliki daya saing yang kuat di pasar global.

Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).

Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).

2.3.2 Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia

Manfaat :

Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan

penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam.

Pilihan konsumen atas jenis atau ragam produk yang tersedia di pasar domestik

semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu.

Page 10: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

10

Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan

pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.

Tantangan :

Pengusaha atau produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan

kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan

kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya, baik dalam

memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN

lainnya.

2.4 Penelitian Sebelumnya

Perdagangan antar negara tanpa disertai dengan adanya berbagai hambatan, baik dalam

bentuk tarif maupun non-tarif tentunya akan mendatangkan manfaat sekaligus keuntungan bagi

negara-negara melalui spesialisasi produksi dari komoditas yang diunggulkan. Namun dalam

kenyataannya apa yang diharapkan tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bukti-

bukti mengenai dampak perdagangan bebas terhadap pertanian di negara berkembang

menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perdagangan

bebas secara positif mempengaruhi pertanian.

Gingrich (2009) menemukan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan

bebas maka Kosta Rika akan mendapatkan keuntungan dimana laju pertumbuhan ekspor lebih

tinggi dibandingkan dengan impor, sehingga Kosta Rika akan mengalami surplus dalam neraca

perdagangan. Amin at al. (2002) menemukan bahwa reformasi pasar di Kamerun dapat

meningkatkan keuntungan pada sektor pertanian, sehingga dapat mendorong produksi pertanian.

Banyak perbaikan dalam insentif pertanian yang berasal dari devaluasi mata uang, sehingga

kamerun dapat menikmati keunggulan komparatif di sektor pertanian. Storm (2003) dengan

menggunakan model general equilibrium untuk mensimulasikan dampak perdagangan bebas

terhadap pertanian di India. Hasil dari penelitiannya menemukan bahwa tingginya harga

komoditas pertanian merangsang investasi dan meningkatkan output pertanian dan pendapatan

masyarakat desa, yang memang masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Seperti di Kamerun, banyak perbaikan dalam insentif harga pertanian di India sebagai hasil dari

devaluasi mata uang domestik. Blake et al. (2002) meneliti reformasi liberalisasi di Uganda dan

menemukan bahwa adanya perbaikan harga terhadap komoditas pertanian dan meningkatkan

keuntungan serta kesejahteraan mayarakat desa.

Page 11: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

11

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa perdagangan bebas cenderung memiliki dampak

negatif terhadap sektor pertanian di negara-negara berkembang. Jaramillo (1998) menunjukkan

bagaimana Kolombia dengan program perdagangan bebasnya menyebabkan pertumbuhan

impor yang begitu cepat, sedangkan ekspor komoditas pertanian menurun. Deiniger dan Olinto

(2000) menyimpulkan bahwa program perdagangan bebas Zambia di awal tahun 1990

mengakibatkan stagnasi di sektor pertanian, terutama disebabkan oleh kekakuan struktural

dalam ekonomi. Hossain dan Alauddin (2005) menemukan bahwa program liberalisasi di

Bangladesh pada tahun 1980 menyebabkan produksi dan pertumbuhan ekspor barang-barang

manufaktur, sehingga menurunkan produksi pertanian. Karunaratne (1998) menemukan hasil

yang sama untuk Thailand. Weeks (1999) menemukan bahwa kebijakan perdagangan bebas di

sektor pertanian menyebabkan penurunan pada neraca perdagangan di seluruh negara-negara

di kawasan Amerika Tengah.

Page 12: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

12

Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab ini akan dirinci mengenai langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam

penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari empat sub bab, yaitu: metode penelitian, model

yang diestimasi, data dan objek penelitian.

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi empiris dengan menggunakan metode kausalitas. Metode

kausalitas digunakan untuk mengetahui sebab-akibat. Analisis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis deskriptif dan anlisis kuantitatif.

3.1.1 Analisis Deskriptif dan Analisis Kuantitatif

Analisis deskriptif dilakukan untuk melengkapi analisis ekonometrik. Variabel-variabel

yang dianalisis secara deskriptif adalah variabel-variabel yang sifatnya kualitatif atau tidak dapat

diregresi karena keterbatasan data. Sedangkan variabel-variabel yang bersifat kuantitatif adalah

variabel yang dapat diregresi dan dijelaskan melalui analisis kuantitatif dengan menggunakan

model ekonometrik.

Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk time series, model ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kurs riil, pendapatan per kapita negara-negara

ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP dan pemberlakuan kebijakan perdagangan

bebas pada tahun 1990 sampai dengan 2008. Pengolahan data dari model ini dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak E-Views 5.0.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari

publikasi FAO yang meliputi data ekspor dan impor komoditi pertanian Indonesia, seperti padi,

jagung, kedelai, gula dan ketela dari tahun 1990-2008, kemudian data nilai kurs riil yang

diperoleh dari BI (Bank Indonesia). Selain itu data mengenai pendapatan per kapita negara-

negara ASEAN di dapat dari Buku Statistik ASEAN, dan data mengenai kontribusi sektor

pertanian terhadap GDP di dapat dari BPS (Badan Pusat Statistik).

Page 13: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

13

3.3 Model yang Diestimasi

Tujuan dari model ini adalah untuk melihat pengaruh nilai kurs riil, pendapatan per kapita

negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan kebijakan perdagangan

bebas terhadap net ekspor pertanian Indonesia pada tahun 1990-2008.

NX t = β0 + β1 KURS t + β2 GDPASEANt + β3 SHGDP t + β4 POL t + ε t

Dimana,

NXt = net ekspor pertanian, dimana ekspor – impor (US$) pada tahun t.

Sumber :FAO (2009).

KURSt = kurs riil, diukur dalam satuan mata uang lokal per US $ pada tahun t.

Sumber : Bank Indonesia (2008).

GDPASEANt = pendapatan per kapita negara-negara ASEAN pada tahun t.

Sumber : Statistik ASEAN (2008).

SHGDPt = kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia pada tahun t.

Sumber : BPS (2009).

POLt = variabel dummy, sama dengan 1 jika negara menganut kebijakan perdagangan

bebas pada tahun t.

Sumber : Hadi (2006)

εt = stochastic error pada tahun t

t = 1990 – 2008

3.4 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini ialah produk ekspor pertanian Indonesia yang meliputi lima

komoditas pangan utama, seperti padi, jagung, kedelai, gula dan ketela yang digambarkan oleh

Net Ekspor pertanian sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas.

Penelitian dilakukan dengan melihat beberapa variabel yang dijadikan indikator dalam melihat

dampak perdagangan bebas terhadap produk ekspor pertanian Indonesia, seperti nilai kurs riil

per 1 US$ (Kurst), pendapatan per kapita negara-negara ASEAN (GDPASEANt), besarnya

kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia (SHGDPt) dan kebijakan perdagangan

bebas (POLt).

Page 14: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

14

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Regresi

Penulis akan meneliti pengaruh nilai kurs riil, GDP per kapita negara-negara ASEAN,

kontribusi sektor pertanian terhadap GDP dan pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas

terhadap net ekspor pertanian Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode regresi

berganda dengan data time series pada tahun 1990-2008. Dengan menggunakan perangkat

lunak Eviews 5.0, diperoleh hasil sebagai berikut:

NX = 9.43 + 3.08 Kurs + 0.18 GDPASEAN + 0.32 SHGDP + 3.59 POL + εi

t- Stat = (8.09) (3.07) (1.92) (1.93) (4.22)

Prob = (0.00) (0.00) (0.04) (0.06) (0.00)

R 2 = 0.76

Adjusted R2 = 0.68

F-Stat = 13.45

DW-Stat = 1.899708

N = 19

4.1.1 Uji Asumsi Klasik (Multikolinearitas)

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam regresi adalah tidak adanya perfect

multicolinearity. Multikolinearitas dapat diartikan sebagai adanya hubungan linear yang sempurna

atau pasti diantara atau semua variabel yang menjelaskan (variabel independen) dari model

regresi. Dugaan multikolinearitas biasanya diketahui dari nilai R2 yang tinggi.

NX KURS GDP SHGDP POL

NX 1.000000 0.689147 0.765304 0.581575 0.565534

KURS 0.689147 1.000000 0.602465 0.456921 0.618179

GDP 0.765304 0.602465 1.000000 0.345421 0.536574

SHGDP 0.581575 0.456921 0.345421 1.000000 0.456251

POL 0.565534 0.618179 0.536574 0.456251 1.000000

Page 15: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

15

Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dalam persamaan hasil regresi, maka dapat

diketahui dari nilai r antar variabel independen yang digunakan. Bila nilai r antar variabel tersebut

<80%, maka tidak terdapat multikolinearitas. Dari nilai koefisien korelasi (r) diatas, nilai r antara

variabel bebas yang terdapat dalam model < 80%, itu artinya tidak terdapat multikolinearitas dari

persamaan regresi yang digunakan.

4.1.2 Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya korelasi gangguan diantara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Autokorelasi ini biasanya terjadi pada

regresi yang menggunakan data time series. Adanya autokorelasi ini menyebabkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Varians residual (error term) yang diperoleh lebih rendah dari semestinya sehingga akan

mengakibatkan R2 menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.

2. Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan uji t dan uji F menjadi tidak sah dan dapat

memberikan kesimpulan yang menyesatkan.

Deteksi autokorelasi dapat diketahui dengan melakukan uji stat yang disebut DW (Durbin-

Watson). DW dilakukan dengan melihat keberadaan nilai DW dari hasil perhitungan regresi

dengan DW dari tabel ( dt ). Nilai dt sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu du (batas tertinggi

nilai dt) dan dl (batas terendah nilai dt). Nilai du dianggap sebagai batas kritikal, jika du < dw < 4-

du, maka tidak terdapat autokorelasi dalam model.

Ho : Tidak ada autokorelasi

H1 : Ada autokorelasi

N : 19 dl : 0.859 4-du : 2.152

K : 4 du : 1.848

α : 5 % 4-dl : 3.141

0 dl = 0.859 du= 1.848 2 4-du = 2.152 4-dl = 3.141 4

DW = 1.89

Page 16: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

16

Dimana:

0 - dl : daerah tolak Ho (positif auto)

dl - du : daerah inconclussive (ragu-ragu)

du-4-du : daerah terima Ho

4-du-4-dl : daerah inconclussive (ragu-ragu)

4-dl-4 : tolak Ho (negative auto)

DW-Stat : 1.89 terdapat pada daerah terima Ho, du < DW < 4-du, artinya tidak terdapat

autokorelasi positif maupun negatif.

4.2 Pengujian Statistik

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui berapa persen perubahan

variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan. Angka koefisien

determinasi yang didapat adalah 0.76 %, hal ini berarti perubahan variabel terikat yaitu NX (Net

Export) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan, yaitu KURS, GDP ASEAN,

SHGDP dan POL sebesar 76 %. dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

4.2.1 Uji Statistik t

Untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikatnya, maka digunakanlah uji t. Apabila nilai t-stat > nilai t-tabel, maka Ho

tidak diterima dan sebaliknya apabila nilai t-stat < t-tabel maka Ho diterima.

Nilai t-stat dapat diketahui dari hasil regresi yang telah dilakukan, sedangkan t-tabel diperoleh

dengan menentukan tingkat signifikansi.

Hipotesis dari uji statistik t adalah:

Ho = pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah tidak signifikan.

H1 = pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah signifikan.

α = 5%

atau secara statistik dapat ditulis sebagai berikut :

Ho = β1 = 0

H1 = β1 ≠ 0

Page 17: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

17

t-stat variabel KURS = 3.07 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel KURS signifikan

mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.

t-stat variabel GDPASEAN = 1.92 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel GDPASEAN

signifikan mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.

t-stat variabel SHGDP = 1.93 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel SHGDP signifikan

mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.

t-stat variabel POL = 4.22 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel POL signifikan

mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.

4.2.2 Uji statistik F

Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara besama-sama berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikatnya digunakanlah uji F. Apabila nilai F stat > nilai F tabel, maka Ho tidak

diterima dan sebaliknya apabila nilai F stat < F tabel maka Ho diterima.

Nilai F-stat dapat diketahui dari hasil regresi yang dilakukan, sedangkan F-tabel diperoleh dengan

menentukan tingkat signifikansi dan degrees of Freedom (DF).

Hipotesis dari uji statistik F adalah:

Ho = variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen.

H1 = variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel dependen.

α = 5%

atau secara statistik dapat ditulis sebagai berikut :

Ho = β1 = β2 = β3 = 0

H1 = tidak semua koefisien secara simultan = 0

Dari hasil regresi terlihat bahwa nilai F-stat = 13.45 > F-tabel = 3.11 atau P-value = 0.00 < α =

0.05, maka tolak Ho atau variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat

secara signifikan pada α = 5%.

Page 18: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

18

4.3 Interpretasi Hasil Regresi

Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa semua variabel signifikan di tingkat 10 %.

Untuk variabel kontribusi sektor pertanian (SHGDPt) signifikan pada tingkat 10%. Variabel GDP

negara-negara ASEAN (GDPASEANt) signifikan pada tingkat 5%. Sedangkan untuk variabel

kebijakan perdagangan bebas (POLt) signifikan pada tingkat 1% dan variabel kurs (Kurst)

signifikan pada tingkat 1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel independen tersebut

masing-masing mempengaruhi Net Ekspor.

4.3.1 Variabel Kurs Riil

Variabel kurs riil berpengaruh signifikan terhadap besarnya net ekspor pertanian Indonesia

pada periode 1990 sampai dengan 2008 dengan arah positif. Arti koefisien regresi sebesar 3.08

adalah jika nilai kurs riil terhadap 1 US$ pada periode 1990 sampai dengan 2008 terdepresiasi,

ceteris paribus, maka net ekspor pertanian akan naik sebesar 3.08 juta US$.

Namun jika rupiah terapresiasi atau

menguat, maka hal itu akan menurunkan

ekspor pertanian. Hal itu dikarenakan dengan

terapresiasinya rupiah maka harga jual

komoditi pertanian Indonesia akan menjadi

lebih mahal di luar negeri, sedangkan untuk

impor komoditi pertanian akan menjadi lebih

murah. Logika yang dipakai dalam penelitian

ini adalah jika rupiah terdepresiasi ekspor

meningkat, sehingga akan menciptakan

surplus dalam neraca perdagangan.

4.3.2 Variabel GDP per Kapita Negara-Negara ASEAN

Sedangkan untuk pendapatan per kapita negara-negara ASEAN (GDPASEANt)

menunjukkan angka sebesar 0.18. Arti koefisien regresi sebesar 0.18 adalah jika pendapatan per

kapita negara-negara ASEAN pada periode 1990 sampai dengan 2008 meningkat sebesar 1 unit,

ceteris paribus, maka net ekspor pertanian Indonesia akan naik sebesar 0.18 juta US$. Arah

positif menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan per kapita negara-negara ASEAN akan

membuat neraca pertanian Indonesia mengalami kenaikkan.

Gambar 4.1 Perkembangan Kurs Riil

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08

KURST

Page 19: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

19

Angka dari hasil regresi sesuai dengan

apa yang penulis harapkan. Seperti yang

disebutkan di atas, jika GDP per kapita negara-

negara yang tergabung dalam ASEAN

meningkat, maka akan terdapat kecenderungan

peningkatan permintaan akan komoditi

pertanian Indonesia. Logika yang dipakai dalam

penelitian ini adalah kenaikkan GDP per kapita

ASEAN akan meningkatkan permintaan

komoditi pertanian Indonesia, sehingga ekspor

akan menjadi meningkat.

4.3.3 Variabel Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap GDP Indonesia

Koefisien variabel SHGDP menunjukkan angka sebesar 0.32 yang berarti dengan

meningkatnya SHGDP sebesar 1 unit, ceteris paribus, maka net ekspor pertanian Indonesia akan

naik sebesar 0.32 juta US$.

Hasil regresi menunjukkan angka sebesar

0.32 dengan arah positif. Arah positif

menunjukkan bahwa dengan adanya

peningkatan kontribusi sektor pertanian

terhadap GDP Indonesia akan membuat neraca

pertanian Indonesia mengalami kenaikkan. Hal

ini dikarenakan, dengan semakin tingginya

kontribusi sektor pertanian terhadap GDP,

maka net ekspor pertanian sebagai bagian dari

SHGDP akan meningkat juga.

Gambar 4.2 Perkembangan GDP ASEAN

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08

SHGDP

SHGDP

Gambar 4.3 Pertumbuhan SHGDP

40000

80000

120000

160000

200000

240000

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08

GDPASEAN

Page 20: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

20

4.3.4 Kebijakan Perdagangan Bebas

Sementara itu untuk koefisien Kebijakan Perdagangan Bebas (POLt) menunjukkan angka

sebesar 3.59, yang berarti bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas, ceteris

paribus, maka akan menaikkan net ekspor pertanian Indonesia sebesar 3.59 juta US$.

Kebijakan perdagangan bebas jelas akan

berdampak baik disisi ekspor maupuan impor.

Namun hal tersebut tidak menjadi masalah jika

ekspor lebih tinggi dibandingkan dengan impor,

tetapi akan menjadi masalah jika yang terjadi

adalah impor lebih besar dibandingkan dengan

ekspor.

Selama kurun waktu 19 tahun tingkat ekspor

komoditi pertanian Indonesia terus meningkat,

begitu juga dengan impor komoditi pertanian,

tetapi tingkat pertumbuhan ekspor masih jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan impor. Apalagi

disaat kebijakan perdagangan bebas dalam

wadah AFTA diberlakukan. Seperti yang terlihat

dalam gambar 4.4.

4.4 Pembahasan

Dari penjelasan di atas kita telah dapat mengetahui bahwa dengan diberlakukannya

kebijakan perdagangan bebas ternyata membawa dampak positif, yaitu dapat meningkatkan

ekspor produk pertanian Indonesia, sehingga net ekspor pertanian Indonesia selalu meningkat

sejak diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas AFTA pada tahun 2003.

Namun dari lima komoditas pangan utama tidak semuanya menjadi unggulan. Tabel dibawah ini

akan menunjukkan top ekspor komoditas pertanian Indonesia.

Gambar 4.4 Total Ekspor dan Impor

0.00E+00

4.00E+06

8.00E+06

1.20E+07

1.60E+07

2.00E+07

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08

X MSumber : FAO

Page 21: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

21

Top Export Indonesia

Commodity Ranking Padi 1

Jagung 2

Kedelai 3

Gula 5

Ketela 2

Untuk komoditas padi Indonesia menempati urutan pertama se-ASEAN, dari tahun 1990

sampai dengan 2008. Hal ini dikarenakan lahan yang dijadikan sawah merupakan lahan yang

terluas, hampir 47.800.000 ha, dan ini merupakan lahan yang terluas untuk kawasan ASEAN.

Selain padi, Indonesia juga unggul untuk komoditas jagung dan kedelai. Adapun yang menjadi

pangsa pasar utama produk pertanian Indonesia adalah Singapur, Malaysia, Thailand dan

Filipina. Sedangkan untuk ketela dan gula Indonesia ternyata kalah dari negara-negara mitra.

Untuk komoditas ketela Indonesia kalah dengan negara Thailand dan untuk komoditas gula

Indonesia masih kalah jauh dengan negara Filipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar. Karenanya

Indonesia sering kali mengimpor komoditas tersebut. Bahkan volume impor Indonesia untuk

komoditas gula masih sangat tinggi setiap tahunnya.

Berdasarkan fakta diatas, ada baiknya jika Indonesia menspesialisasikan produk

pertaniannya untuk komoditas padi, jagung dan kedelai. Apalagi permintaan akan komoditas

tersebut sangat tinggi, khususnya untuk kawasan ASEAN, sehingga Indonesia dapat

meningkatkan volume ekspornya setiap tahun. Sedangkan untuk komoditas gula dan ketela ada

baiknya jika Indonesia mengimpornya dari negara mitra, karena produktivitas Indonesia untuk

komoditas gula dan ketela masih rendah. Hal ini didasarkan oleh teori Heckser-Ohlin yang

mengemukakan bahwa suatu negara melakukan perdagangan internasional karena adanya

perbedaan endowment. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan

murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor

barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara

tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya.

Page 22: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

22

Bab V

Kesimpulan

Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas,

maka akan berdampak terhadap pertumbuhan ekspor dan impor komoditas pertanian Indonesia.

Laju pertumbuhan ekspor komoditi pertanian Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan

laju pertumbuhan impor selama periode kebijakan perdagangan bebas diberlakukan. Dengan

begitu tingginya laju pertumbuhan ekspor, maka Indonesia memperoleh keuntungan (gains from

trade), sehingga dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan yang berdampak

terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia secara makro. Temuan ini sesuai dengan

penelitian-penelitian sebelumnya bahwa perdagangan antar negara yang tanpa disertai dengan

hambatan perdagangan akan menciptakan keuntungan bagi negara tersebut. Selain itu penelitian

ini juga menemukan bahwa Indonesia unggul untuk komoditas padi, jagung, kedelai

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, namun untuk komoditas gula dan ketela

Indonesia masih kalah jauh, terutama gula. Dimana untuk komoditas gula Indonesia kalah dari

Filipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kurs riil, pendapatan per kapita negara-negara

ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan pemberlakuan kebijakan perdagangan

bebas memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap net ekspor pertanian Indonesia.

Page 23: Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia

23

Referensi Gingrich, Chris D., Garber Jason D.(2009) .Trade Liberalization’s Impact On Agriculture In Low

Income Coutries: A Comparison Of El Salvador And Costarica.

Hadi, Prajogo., Mardianto, Sudi. (2006). Analisis Komparansi Daya Saing Produk Ekspor

Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Hardono, Gatoet S., et al. (2004). Liberalisasi Perdagangan : Sisi Teori Dampak Empiris dan

Perpektif Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Hutabarat, Budiman., et al. (2007). Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia – Cina

dan Kerjasama AFTA dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian

Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta.

WWW.FAO.ORG (Visit : 21.30 p.m.)

WWW.ADB.ORG (Visit : 08.00 a.m.)

WWW.ASEAN.ORG (Visit : 20.30 p.m.)