DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali...

10
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 48 DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR PULAU TERHADAP KESEJAHTERAAN PETERNAK DAN POPULASI SAPI DI PROVINSI BALI Sukanata, I.W., Suciani, I G.N. Kayana, I W. Budiartha Faculty of Animal Husbandry, Udayana University E-mail: [email protected] ABSTRACT The government of Bali impose trade quota policy that restricts the beef cattle trade from Bali to outside, in order to avoid its population decline. Recently, the quota was reduced 27% from 75,000 head (in 2008). This policy surely impact the welfare of 240,845 families that involved in the beef cattle farm in Bali. The main aims of this study are to analyze: (1) the impact of trade quota decline on farmer’s welfare, (2) the factors that determine beef cattle production and population in Bali. Beef cattle economic phenomenon was formulated as an econometric model, and 2SLS Method was used to estimate the parameter. Simulation procedure was employed to answer the first aim. This study used time series data of 1980-2007. The study results showed that the beef cattle population in Bali was influenced (P<0.01) by supply and production. The beef cattle production was influenced by cow population (P<0.05), credit (P<0.15), and price of concentrate feed (P<0.01). The beef cattle price in Bali was influenced by the beef cattle price in outside (P<0.01), but it was not responsive. However, the beef cattle price in outside didn’t influence the beef cattle supply from Bali to the outside. The decreased of trade quota increased the bali cattle population 1.42%, but reduced the farmer’s welfare Rp. 1.56 billion in Bali. In the long term, the decrease of farmer’s welfare reduce the farmer’s want to take care bali cattle, so that the population increased will not sustainable. This condition surely inhibit bali cattle conservation program. However, if the increased of trade quota was followed by production development policy, the bali cattle population and farmer’s welfare in Bali could be improved together about 5.14% and Rp. 21.99 billion respectively. Keywords: beef cattle, trade quota policy, farmer’s welfare, population, production. PENDAHULUAN Provinsi Bali merupakan salah satu sentra produksi sapi potong nasional khususnya sapi bali. Peternakan sapi di daerah ini melibatkan rumah tangga petani yang cukup banyak yaitu 240,845 rumah tangga (Ditjen peternakan, 2006). Sapi potong yang dihasilkan di daerah ini sebagian besar (68%) diperdagangkan ke luar Bali terutama ke Jakarta. Selisih harga yang menarik merupakan salah satu faktor yeng mendorong perdagangan sapi potong dari Bali ke luar tumbuh pesat. Untuk menghindari penurunan populasi akibat tingginya perdagangan tersebut maka sejak tahun 1970-an pemerintah Daerah Bali menetapkan kebijakan kuota, yang membatasi jumlah sapi yang boleh diperdagangkan ke luar. Besarnya kuota yang ditetapkan tersebut cenderung menurun sejak dua tahun terakhir. Pada periode tahun 2007 dan 2008 Pemerintah Bali menetapkan kuota perdagangan sapi ke luar sebanyak 75,000 ekor/tahun, namun tahun 2009 diturunkan menjadi 55,000 ekor/tahun. Menurut Tweeten (1992) dan Krugman (2003), pemberlakuan kebijakan penurunan kuota perdagangan terhadap suatu produk pada suatu daerah produsen, disamping dapat menurunkan jumlah produk yang dapat dipasarkan ke daerah konsumen juga dapat menurunkan harga produk tersebut di daerah itu sehingga dapat menurunkan kesejahteraan produsen di daerah tersebut. Dalam jangka panjang, penurunan kesejahteraan tersebut dapat menurunkan minat produsen untuk berproduksi. Jika hal ini terjadi pada peternakan sapi di Bali maka kebijakan penurunan kuota perdagangan sapi dari Bali ke luar dapat menurunkan minat peternak untuk memelihara sapi sehingga hal ini akan menghambat program pelestarian dan pengembangan sapi bali di daerah itu. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa besar dampak penurunan kuota perdagangan sapi dari Bali ke luar terhadap populasi, produksi, dan kesejahteraan peternak sebagai produsen sapi di Bali. Di samping itu penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi populasi dan produksi sapi di Bali. Hasil penelitian ini sangat penting untuk menentukan kebijakan yang lebih tepat sehingga populasi dan kesejahteraan peternak dapat ditingkatkan secara bersama-sama dan berkelanjutan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode ekonometrika yang terdiri dari beberapa tahapan yang bersifat iteratif antara lain spesifikasi model, identifikasi model, estimasi, evaluasi, dan aplikasi model (Sinaga, 2006). Berbagai peubah yang berkaitan dengan fenomena ekonomi sapi potong di Bali diformulasikan sebagai model ekonometrika, yaitu model persamaan simultan. Sebelum melakukan estimasi, dilakukan identifikasi model, yaitu untuk menentukan apakah model tersebut dapat diestimasi secara statistika atau tidak (Koutsoyiannis, 1977). Estimasi parameter model dilakukan dengan metode Two Stage Least Squares

Transcript of DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali...

Page 1: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 48

DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR PULAU TERHADAP KESEJAHTERAAN PETERNAK DAN POPULASI SAPI DI PROVINSI BALI

Sukanata, I.W., Suciani, I G.N. Kayana, I W. BudiarthaFaculty of Animal Husbandry, Udayana University

E-mail: [email protected]

The government of Bali impose trade quota policy that restricts the beef cattle trade from Bali to outside, in order to avoid its population decline. Recently, the quota was reduced 27% from 75,000 head (in 2008). This policy surely impact the welfare of 240,845 families that involved in the beef cattle farm in Bali. The main aims of this study are to analyze: (1) the impact of trade quota decline on farmer’s welfare, (2) the factors that determine beef cattle production and population in Bali. Beef cattle economic phenomenon was formulated as an econometric model, and 2SLS Method was used to estimate the parameter. Simulation procedure was employed to answer the fi rst aim. This study used time series data of 1980-2007.

The study results showed that the beef cattle population in Bali was infl uenced (P<0.01) by supply and production. The beef cattle production was infl uenced by cow population (P<0.05), credit (P<0.15), and price of concentrate feed (P<0.01). The beef cattle price in Bali was infl uenced by the beef cattle price in outside (P<0.01), but it was not responsive. However, the beef cattle price in outside didn’t infl uence the beef cattle supply from Bali to the outside. The decreased of trade quota increased the bali cattle population 1.42%, but reduced the farmer’s welfare Rp. 1.56 billion in Bali. In the long term, the decrease of farmer’s welfare reduce the farmer’s want to take care bali cattle, so that the population increased will not sustainable. This condition surely inhibit bali cattle conservation program. However, if the increased of trade quota was followed by production development policy, the bali cattle population and farmer’s welfare in Bali could be improved together about 5.14% and Rp. 21.99 billion respectively.

Keywords: beef cattle, trade quota policy, farmer’s welfare, population, production.

PENDAHULUAN

Provinsi Bali merupakan salah satu sentra produksi sapi potong nasional khususnya sapi bali. Peternakan sapi di daerah ini melibatkan rumah tangga petani yang cukup banyak yaitu 240,845 rumah tangga (Ditjen peternakan, 2006). Sapi potong yang dihasilkan di daerah ini sebagian besar (68%) diperdagangkan ke luar Bali terutama ke Jakarta. Selisih harga yang menarik merupakan salah satu faktor yeng mendorong perdagangan sapi potong dari Bali ke luar tumbuh

pesat. Untuk menghindari penurunan populasi akibat tingginya perdagangan tersebut maka sejak tahun 1970-an pemerintah Daerah Bali menetapkan kebijakan kuota, yang membatasi jumlah sapi yang boleh diperdagangkan ke luar. Besarnya kuota yang ditetapkan tersebut cenderung menurun sejak dua tahun terakhir. Pada periode tahun 2007 dan 2008 Pemerintah Bali menetapkan kuota perdagangan sapi ke luar sebanyak 75,000 ekor/tahun, namun tahun 2009 diturunkan menjadi 55,000 ekor/tahun.

Menurut Tweeten (1992) dan Krugman (2003), pemberlakuan kebijakan penurunan kuota perdagangan terhadap suatu produk pada suatu daerah produsen, disamping dapat menurunkan jumlah produk yang dapat dipasarkan ke daerah konsumen juga dapat menurunkan harga produk tersebut di daerah itu sehingga dapat menurunkan kesejahteraan produsen di daerah tersebut. Dalam jangka panjang, penurunan kesejahteraan tersebut dapat menurunkan minat produsen untuk berproduksi. Jika hal ini terjadi pada peternakan sapi di Bali maka kebijakan penurunan kuota perdagangan sapi dari Bali ke luar dapat menurunkan minat peternak untuk memelihara sapi sehingga hal ini akan menghambat program pelestarian dan pengembangan sapi bali di daerah itu. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa besar dampak penurunan kuota perdagangan sapi dari Bali ke luar terhadap populasi, produksi, dan kesejahteraan peternak sebagai produsen sapi di Bali. Di samping itu penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi populasi dan produksi sapi di Bali. Hasil penelitian ini sangat penting untuk menentukan kebijakan yang lebih tepat sehingga populasi dan kesejahteraan peternak dapat ditingkatkan secara bersama-sama dan berkelanjutan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode ekonometrika yang terdiri dari beberapa tahapan yang bersifat iteratif antara lain spesifi kasi model, identifi kasi model, estimasi, evaluasi, dan aplikasi model (Sinaga, 2006). Berbagai peubah yang berkaitan dengan fenomena ekonomi sapi potong di Bali diformulasikan sebagai model ekonometrika, yaitu model persamaan simultan. Sebelum melakukan estimasi, dilakukan identifi kasi model, yaitu untuk menentukan apakah model tersebut dapat diestimasi secara statistika atau tidak (Koutsoyiannis, 1977). Estimasi parameter model dilakukan dengan metode Two Stage Least Squares

Page 2: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 49

(2SLS), dengan bantuan program komputer Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu dari tahun 1980 sampai 2007. Data tersebut bersumber dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Peternakan Provinsi Bali dan DKI Jakarta, Ditjen Peternakan, serta BPS Provinsi Bali. Evaluasi model dilakukan dengan tiga kriteria, yaitu: kriteria ekonomi, kriteria statistika, dan kriteria ekonometrika. Untuk menguji apakah peubah-peubah exogen pada masing-masing persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen, digunakan uji statistik F. Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah exogen secara individual berpengaruh nyata atau

tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan, digunakan uji statistik t dengan batasan taraf nyata 15 persen. Ada tidaknya masalah autokorelasi yang serius ditentukan dari nilai ”Durbin Watson” dan ”Durbin-h” (Gujarati, 1995). Respon peubah endogen terhadap perubahan peubah penjelasnya pada masing-masing persamaan ditentukan berdasarkan nilai elastisitasnya (Gujarati, 1995). Untuk melihat apakah nilai prediksi yang dihasilkan model dapat mengikuti nilai aktualnya dengan baik maka dilakukan validasi model, dengan beberapa kriteria statistik antara lain: ME, MPE, RMSPE, dan nilai statistik U-Theil’s (Sitepu & Sinaga, 2006).

Setelah melalui respesifi kasi yang berulang-ulang maka dapat diformulasikan model ekonomi sapi potong di Provinsi Bali yang terdiri atas 8 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas, antara lain :

1. Produksi sapi di Bali QSPBt = a0 + a1POPSt + a2RRKSBt + a3HRDAKt + a4RTIBt-1 + a5PSBIt + a6LLPBt-1 + E1.............................. 1

a1, a2, a4, a5, a6 > 0 ; a3 < 02. Populasi Sapi di Bali

POPSt = b0 + b1QSPBt + b2TSSPBt + b3POPSt -1 + E2............................................................................................................................ 2

b1 > 0 ; b2 < 0 ; 0 < b3 < 1

3. Total Penawaran Sapi Potong di Bali

TSSPBt = c0 + c1HRSPBt + c2QSPBt + c3TSSPBt-1 + E3 ....................................................................................................................... 3

c1, c2 > 0 ; 0 < c3 < 1

4. Penawaran Sapi Potong dari Bali ke Jakarta

XSPJt = c0 + c1HRSJt + c2TSSPBt + c3XSPJt-1 + E4................................................................................................................................... 4

d1, d2 > 0 ; 0 < d3 < 1

5. Penawaran Sapi untuk Dipotong di Bali

POTBt = TSSPBt - XSPJt ....................................................................................................................................................................................................... 5

6. Harga Riil Sapi Potong di Bali

HRSPBt = e0 + e1HRSPJt + e2XSPJt-1 + e3HRDSBt + E5............................................................................................................... 6

e1, e2, e3 > 0

7. Harga Riil Daging Sapi di Bali

HRDSBt = f0 + f1TDDBt + f2HRSPBt + E6......................................................................................................................................................... 7

f1, f2 > 0 ..

8. Total Permintaan Daging Sapi di Bali

TDDBt = DDSBt + DDLBt.................................................................................................................................................................................................. 8

9. Permintaan Daging Sapi oleh Pasar di Bali

DDSBt = g0 + g1HRDSBt + g2HRDKBt + g3HRDBBt + g4INCMt + g5TRENt +

g6DDSBt-1 + E7.................................................................................................................................................................................................. 9

g2, g4 > 0 ; g1, g3, g5 < 0 ; 0 < g6 < 1

10. Produksi Daging Sapi di Bali

QDSBt = h0 + h1POTBt + h2HRSPBt + h3HRDSBt-1 + h4QDSB t-1 + E8 ........................................................ 10

h1, h3 > 0 ; h2 < 0 ; 0 < h4 < 1

Page 3: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 50

dimana :

QSPBt = produksi sapi di Bali pada tahun t (ekor)

POPSt = populasi sapi di Bali pada tahun t (ekor)

RRKSBt = realisasi kredit untuk pengembangan ternak sapi di Bali tahun t (Rp)

HDAKt = harga riil pakan konsentrat pada tahun t (Rp/kg)

PSBIt = populasi sapi induk betina di Bali pada tahun t (ekor)

LLPBt = luas lahan pertanian di Bali pada tahun t (Hektar)

Ei = peubah pengganggu ke-i, (i = 1,2,3,.....n)

TSSPBt = total penawaran sapi potong di Bali pada tahun t (ekor)

HRSPBt = harga riil sapi potong di Bali pada tahun t (Rp/kg)

XSPJt = penawaran sapi potong dari Bali ke luar pada tahun t (ekor)

HRSPJt = harga riil sapi potong di luar Bali pada tahun t (Rp/kg)

POTBt = penawaran sapi potong untuk dipotong di Bali pada tahun t (ekor)

HRDSBt = harga riil daging sapi di Bali pada tahun t (Rp/kg)

TDDBt = total permintaan daging sapi oleh pasar di Bali pada tahun t (kg)

TDDBt = total permintaan daging sapi di Bali pada tahun t (kg)

DDSBt = permintaan daging sapi oleh pasar di Bali pada tahun t (kg)

DDLBt = permintaan daging sapi di Bali oleh pasar di luar Bali pada tahun t (kg)

HRDKBt = harga riil daging kambing di Bali pada tahun t (Rp/ekor)

HRDBBt = harga riil daging babi di Bali pada tahun t (Rp/kg)

INCMt = pendapatan per kapita penduduk Bali pada tahun t (Rp juta)

TRENt = tren waktu (1,...,27)

QDSBt = produksi daging sapi di Bali pada tahun t (kg)

Xt-1 = peubah bedakala X

Page 4: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 51

Selanjutnya model tersebut diaplikasikan untuk menganalisis dampak kebijakan kuota perdagangan sapi potong yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali. Dampak tersebut dianalisis dengan melakukan simulasi kebijakan yang menggunakan beberapa skenario seperti yang disajikan pada Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model yang diformulasikan dalam penelitian ini dapat dinyatakan cukup baik, karena telah memenuhi kriteria ekonomi (tanda dan besaran parameter dugaan peubah-peubah penjelas yang sesuai dengan teori ekonomi), kriteria statistik (akurat), dan kriteria ekonometrik (tidak ada masalah autokorelasi yang serius). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa terdapat saling keterkaitan antara populasi, produksi, penawaran, harga sapi potong di Bali serta harga di Jakarta (Tabel 2).

Produksi sapi di Bali dipengaruhi secara nyata oleh populasi sapi betina induk, harga pakan konsentrat dan realisasi kredit. Produksi sapi di Bali cukup responsif terhadap perubahan populasi sapi betina induk dengan nilai elastisitas hampir mencapai 1.

Perubahan surplus yang dialami peternak sapi di Bali sebagai akibat dari adanya suatu kebijakan dapat digunakan untuk mengukur perubahan tingkat kesejahteraan mereka (Ellis, 1992). Mengacu pada hal tersebut dan (Sinaga, 1989), perubahan surplus peternak sapi di Propinsi Bali akibat adanya perubahan kebijakan kuota ditentukan dengan cara berikut :

∆SP = TSSPBd* BB(HRSPBs – HRSPBd) + ½*BB(TSSPBs – TSSPBd)(HRSPBs – HSBd) ..................................... 11

dimana :

∆SP = Perubahan surplus peternak sapi potong di Bali (Rp)

Subskrip d = Menyatakan nilai dasar

Subskrip s = Menyatakan nilai simulasi kebijakan

BB = Rata-rata berat badan (kg).

Tabel 1. Simulasi Kebijakan

Populasi dan teknologi IB memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi namun kurang nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pertumbuhan populasi maupun realisasi IB selama ini masih rendah sehingga belum mampu meningkatkan meningkatkan produksi secara nyata. Penurunan luas lahan pertanian telah menurunkan produksi sapi di Bali namun tidak nyata. Pola pemeliharaan yang lebih intensif dapat menekan dampak penurunan luas lahan tersebut. Masih rendahnya realisasi IB menyebabkan peubah tersebut kurang memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan produksi.

Populasi Sapi di Bali secara nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh produksi sapi di Bali, total penawaran sapi potong di Bali dan lag populasi sapi di Bali. Berdasarkan nilai elastisitasnya (>1), dalam

Perubahan Skenario

1 2 3

a. Penurunan kuota 25% √

b. Peningkatan Kuota 10% √ √

c. Peningkatan Realisasi Kredit 20% √

d. Pencegahan Pemotongan Sapi Betina Produktif 2% √

Page 5: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 52

jangka panjang populasi sapi di Bali sangat responsif terhadap produksi, dan total penawaran sapi potong di Bali (jumlah sapi yang ditawarkan oleh peternak di Bali baik untuk memenuhi konsumsi lokal maupun yang dikirim keluar). Total penawaran dan produksi memberikan pengaruh yang berlawanan terhadap populasi, sehingga total penawaran harus seimbang dengan produksi untuk mencegah penurunan populasi. Total penawaran yang lebih besar daripada produksi akan menurunkan populasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengendalian produksi dan penawaran sangat penting dilakukan untuk mencegah penurunan populasi.

Total penawaran sapi potong di Bali dipengaruhi secara nyata oleh harganya sendiri (P<0.10) dan produksi sapi di Bali (P<0.01). Peningkatan harga sapi di Bali akan mendorong peternak untuk menjual sapinya dalam jumlah yang lebih banyak, dan sebaliknya. Disamping itu, semakin tinggi jumlah sapi yang dihasilkan peternak (diproduksi), akan semakin tinggi pula jumlah sapi

Persamaan/PeubahNilai

Parameter Esti masi

R2 Pr > F Pr > I t I DW Dh

1Produksi Sapi di Bali 0.75 <.0001 2.15

POPSt 0.061655 0.6827

RRKSBt 0.071319 0.1468

HRDAKt -289,341 0.0019

RTIBt-1 0.426368 0.2345

PSBIt 0.533326 0.0393

LLPBt-1 0.503562 0.6577

2Populasi Sapi di Bali 0.99 <.0001 2.19 -0.5

QSPBt 0.998931 <.0001

TSSPBt -1.00142 <.0001

POPSt-1 0.999955 <.0001

3Total Penawaran Sapi potong di Bali 0.72 <.0001 1.9 0.37

HRSPBt 1.862.228 0.058

QSPBt 0.344729 0.0093

TSSPBt-1 0.232164 0.1411

4Penawaran Sapi dari Bali ke luar 0.81 <.0001 2.05 -0.16

HRSPJt 0.796428 0.399

TSSPBt 0.596284 0.0008

XSPJt-1 0.584961 <.0001

5Harga riil sapi di Bali 0.91 <.0001 1.86

HRSPJt 0.255137 0.0097

XSPJt-1 0.080781 <.0001

yang dapat ditawarkan oleh peternak, dan sebaliknya. Namun demikian peternak lebih mempertimbangkan faktor produksi dibandingkan harga dalam menjual ternaknya.

Penawaran sapi potong dari Bali ke luar secara nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh total penawaran sapi potong di Bali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah sapi yang ditawarkan oleh peternak, maka semakin banyak pula jumlah sapi yang dapat diperdagangkan ke luar oleh para pedagang antar pulau (semasih kuota yang diberikan belum terpenuhi). Penawaran sapi potong dari Bali ke luar sangat responsif terhadap perubahan total penawaran sapi potong di Bali (dengan nilai elastisitas 1.2 dalam jangka pendek dan 2.8 dalam jangka panjang). Peningkatan total penawaran sapi potong di Bali sebesar 10% akan meningkatkan penawaran sapi potong dari Bali ke luar lebih dari 12% dalam jangka pendek dan lebih dari 28% dalam jangka panjang. Harga sapi potong di luar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

Tabel 2. Hasil Pendugaan Parameter dan Uji Statistik Model

Page 6: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 53

HRDSBt 0.254996 <.0001

6Harga riil Daging Sapi di Bali 0.74 <.0001 2.18

TDDBt 0.000335 0.0108

HRSPBt 1.879281 <.0001

7Pmt D. sapi oleh Pasar Bali 0.87 <.0001 2.06 -0.26

HRDSBt -410.279 0.0427

HRDKBt 1.936283 0.5773

HRDBBt -42.6629 0.8655

INCMt 3,694,906 0.0085

TRENt -654,516 0.0162

DDSBt-1 0.904697 <.0001

8Produksi Daging Sapi di Bali 0.84 <.0001 2.11 -0.38

POTBt 40.06374 0.5047

HRSPBt -715.959 0.013

HRDSBt-1 177.0566 0.1114

QDSBt-1 0.844901 <.0001

penawaran sapi potong dari Bali ke daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa penawaran sapi potong dari Bali ke luar berada dalam kondisi terkonstrain oleh kuota sehingga variabel harga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penawaran ke luar. Hal ini didukung oleh (Krugman, 2003), yang menyatakan bahwa setelah mencapai jumlah kuota yang ditentukan, berapapun peningkatan harga di negara importir tidak akan menambah penawaran ke negara tersebut.

Harga sapi potong di Bali dipengaruhi secara nyata (P<)0.01) oleh harga sapi potong di luar Bali, lag penawaran sapi potong dari Bali ke luar, dan harga daging sapi di daerah itu. Peningkatan harga di luar secara nyata mampu meningkatkan harga sapi di Bali.

Hal ini terjadi karena daerah luar merupakan konsumen terbesar bagi sapi potong yang dihasilkan di Bali, dan Bali merupakan “small country” dalam perdagangan sapi potong tersebut. Namun demikian harga sapi di Bali kurang responsif terhadap harga di luar. Peningkatan harga di luar sebesar 1% hanya mampu meningkatkan harga sapi di Bali 0.37%. Hal ini mengindikasikan bahwa pemasaran sapi potong di Bali belum efi sien, sehingga peningkatan harga tersebut lebih banyak dinikmati oleh para pedagang. Peningkatan penawaran sapi potong dari Bali ke luar

pada tahun tertentu akan meningkatkan harga sapi potong di Bali pada tahun berikutnya. Peningkatan penawaran sapi ke luar pada tahun tertentu akan menyebabkan sapi di Bali akan menjadi semakin langka sehingga akan mendorong peningkatan harganya di daerah itu pada tahun berikutnya. Peningkatan harga daging sapi di Bali juga akan meningkatkan harga sapi potong di Bali. Jika harga daging meningkat maka permintaan sapi oleh para pemotong (jagal) akan meningkat, sehingga harga sapi potong akan meningkat pula, dan sebaliknya.

Harga daging sapi di Bali dipengaruhi secara nyata (P<0.01) oleh total permintaannya (permintaan daging sapi oleh pasar di Bali dan pasar di luar Bali) dan harga riil sapi potong di Bali. Peningkatan permintaan daging sapi oleh pasar di Bali maupun pasar di luar Bali akan mendorong peningkatan harga daging sapi di Bali, dan sebaliknya. Sapi potong merupakan bahan baku dalam memproduksi daging. Dengan demikian, maka peningkatan harga sapi potong juga akan memicu kenaikan harga daging sapi di pasar.

Permintaan daging sapi oleh pasar di Bali dipengaruhi secara nyata oleh harganya sendiri (P<0.05), dan pendapatan per kapita masyarakat di daerah ini (P<0.01). Dalam jangka panjang, permintaan

Page 7: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 54

daging sapi oleh pasar di Bali responsif terhadap perubahan harga daging sapi di Bali. Peningkatan harga daging sapi di Bali sebesar 1% akan menurunkan permintaan daging sapi oleh pasar di Bali lebih dari 9%. Hal ini menunjukkan bahwa daging sapi bukan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Bali. Jika harga daging sapi meningkat maka konsumen akan mencari jenis daging lain sebagai substitusinya. Permintaan tersebut juga responsif terhadap perubahan pendapatan masyarakat Bali, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1% akan meningkatkan permintaan daging sapi oleh pasar di Bali lebih dari 1.3% dalam jangka pendek dan lebih dari 14% dalam jangka panjang. Artinya, daging sapi masih merupakan barang mewah bagi masyarakat di Bali. Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Rusastra (1987), Sudaryanto, Sayuti dan Soedjana (1995), dan Ilham (1998), yang menyatakan bahwa daging sapi merupakan barang mewah bagi masyarakat Indonesia.

Produksi daging sapi di Bali dipengaruhi secara nyata oleh harga riil sapi potong di Bali (P<0.05) maupun lag harga daging sapi di Bali (P<0.15). Produksi responsif terhadap perubahan kedua peubah tersebut dalam jangka panjang. Peningkatan harga sapi potong sebesar 1% akan menurunkan produksi daging sapi di Bali lebih dari 3.5%. Sedangkan peningkatan lag harga daging sapi sebesar 1% akan meningkatkan produksi sekitar 2.3%. Angka tersebut menunjukkan bahwa produksi daging sapi lebih responsif terhadap harga sapi potong dibandingkan dengan harganya sendiri. Penawaran sapi untuk dipotong di Bali memberikan pengaruh yang positif namun tidak nyata terhadap produksi daging.

Kebijakan kuota (jatah) perdagangan sapi potong dari Bali ke luar merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Bali yang langsung membatasi jumlah

sapi yang boleh diperdagangkan dari Bali ke luar dalam rangka untuk mencegah penurunan populasi. Namun demikian keterbatasan dalam data sering menimbulkan kesulitan dalam menentukan kuota yang tepat sehingga dapat merugikan bagi peternak yang selanjutnya dapat berpengaruh negatif bagi populasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ketika pemerintah menurunkan kuota perdagangan sapi dari Bali ke luar sebesar 27% dari 75,000 ekor (th 2008) menjadi 55,000 ekor (th 2009), peternak kesulitan menjual sapi disamping harganya yang juga turun. Hal ini terjadi karena menurunnya permintaan pedagang antar pulau akibat adanya penurunan kuota padahal permintaan pasar di luar sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kuota yang ditetapkan pada tahun 2009 jauh dibawah jumlah stok sapi potong yang dapat diperdagangkan sebenarnya. Turunnya harga tersebut akan menurunkan pendapatan (kesejahteraan peternak dalam arti ekonomi). Dalam jangka panjang hal ini akan menurunkan gairah mereka untuk memelihara sapi yang selanjutnya tentu akan berpengaruh negatif terhadap populasi sapi di Bali.

Tabel 3 menunjukkan dampak kebijakan kuota perdagangan maupun kombinasinya dengan beberapa kebijakan lainnya terhadap kesejahteraan peternak, populasi, dan produksi sapi di Bali. Kebijakan penurunan kuota perdagangan sapi potong dari Bali ke luar sebesar 27% (Skenario 1), menurunkan kesejahteraan peternak sapi di daerah tersebut lebih dari Rp 1.5 Milyar. Dalam jangka panjang, penurunan kesejahteraan peternak tersebut akan menurunkan gairah mereka untuk memelihara sapi, sehingga peningkatan populasi dan produksi yang dicapai (masing-masing sebesar 1.42% dan 0.42%) hanya akan bersifat sementara (tidak akan berkelanjutan). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kuota yang ditujukan untuk meningkatkan populasi dan produksi justru akan berdampak sebaliknya dimasa yang akan datang.

Skenario Simulasi Kebijakan

Perubahan

Kesejahteraan Peternak di Bali (Rp)

Populasi Sapi di Bali (%)

Produksi sapi di Bali (%)

1 Penurunan Kuota Pengeluaran Sapi Potong dari Bali ke Jakarta 27% -1,560,114,656 1.42 0.42

2 Peningkatan Kuota 10% 576,757,480 -0.52 -0.16

3 Peningkatan kuota 10% + PSBI naik 2% + Kredit naik 20% 21,993,016,722 5.14 6.05

Tabel 3. Hasil Simulasi Kebijakan.

Page 8: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 55

Peningkatan kuota dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Dengan memberikan kuota yang lebih banyak, peternak mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk memperoleh harga yang lebih tinggi. Namun demikian kebijakan peningkatan kuota tanpa dibarengi dengan upaya-upaya perbaikan produksi juga tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan peternak secara berkelanjutan. Peningkatan kuota sebesar 10% (Skenario 2) memang dapat meningkatkan kesejahteraan peternak sekitar Rp. 0.5 Milyar, namun hal ini telah menurunkan populasi dan produksi masing-masing sebesar 0.52% dan 0.16%. Penurunan populasi tersebut dalam jangka panjang tentu juga akan mengurangi jumlah sapi yang dapat dihasilkan/diproduksi peternak pada masa yang akan datang, sehingga akan mengurangi pendapatan mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan peternak yang diperoleh tersebut juga hanya akan bersifat sementara saja. Dengan demikian perlu dipikirkan kebijakan yang dapat meredam dampak negatif peningkatan kuota terhadap populasi dan produksi.

Skenario 3 menunjukkan bahwa peningkatan kuota sebesar 10% yang diikuti dengan upaya-upaya perbaikan produksi (peningkatan populasi sapi induk betina 2%, dan peningkatan realisasi kredit untuk pengembangan peternakan sapi 20%), mampu meningkatkan kesejahteraan peternak hampir mencapai Rp. 22 Milyar, yang juga dibarengi dengan peningkatan populasi dan produksi masing-masing sebesar 5.14% dan 6.05%. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan perbaikan produksi mampu meredam dampak penurunan populasi yang ditimbulkan dari peningkatan kuota. Dengan demikian maka untuk meningkatkan kesejahteraan peternak dan populasi sapi secara bersama-sama dan berkelanjutan maka peningkatan kuota harus dibarengi dengan upaya-upaya peningkatan produksi seperti peningkatan populasi induk betina dan realisasi kredit untuk pengembangan peternakan sapi. Peningkatan populasi induk betina dapat dilakukan melalui pencegahan pemotongan/penyelundupan sapi betina produktif, penerapan aturan yang melarang pemotongan sapi betina produktif, serta meningkatkan gairah peternak untuk memelihara sapi induk betina (misalnya melalui pemberian insentif bagi peternak yang mau memelihara induk). Peningkatan realisasi kredit untuk pengembangan peternakan sapi dengan

bunga yang layak juga sangat mendukung kegiatan produksi. Upaya-upaya penyalahgunaan kredit untuk tujuan lain dengan berkedok untuk pengembangan ternak sapi harus dicegah dan dilakukan penindakan secara tegas. Disamping itu, jika peternak mendapat harga yang lebih baik, maka secara otomatis mereka akan berternak secara lebih baik, sehingga produksi dan populasi juga akan meningkat.

Fakta menunjukkan bahwa kuota yang ditetapkan pemerintah cenderung underestimate. Hal ini selain dapat mempengaruhi harga juga dapat juga dapat mendorong penyelundupan sapi potong keluar. Sistem kuota juga dapat memicu terjadinya praktek jual beli kuota. Penyelundupan dan praktek jual beli kuota dapat meningkatkan biaya pemasaran yang pada akhirnya dibebankan kepada peternak dengan menekan harga sapi. Kuota yang tidak tepat dalam hal ini underestimate juga akan akan memberi peluang masuknya sapi/daging impor yang lebih besar, padahal peternak lokal kesulitan menjual sapinya, akibat berkurangnya/tidak adanya pengiriman ke luar. Masuknya impor tersebut tentu akan berpengaruh negatif terhadap harga, karena umumnya sapi impor jauh lebih murah dibanding sapi lokal. Hal ini tentu akan semakin berpengaruh negatif terhadap kondisi peternak lokal. Bagi pemerintah, kuota yang underestimate tersebut akan mengurangi pemasukan pemerintah (PAD). Disamping itu penurunan kesejahteraan peternak yang notabene merupakan peternak rakyat merupakan indikasi kegagalan pemerintah untuk mensejahteraan rakyatnya. Di satu sisi peternak dipacu untuk meningkatkan produksi, namun disisi lain pemerintah justru membuat kebijakan yang merugikan peternak.

Berdasarkan uraian di atas maka kebijakan kuota dapat ditinjau kembali untuk dihapus, karena pertama, secara teknis sulit ditentukan berapa jumlahnya yang tepat. Kesalahan dalam penentuan jumlah (underestimate) justru akan sangat merugikan terutama bagi peternak dan berdampak negatif pada populasi. Kedua, peran kebijakan kuota dalam mencegah pengurasan populasi sebenarnya telah dapat digantikan oleh Perda No. 2 Th 2003. Menurut peraturan ini, sapi yang dapat diperdagangkan dari Bali ke luar hanyalah sapi jantan dengan berat minimal 375. Peraturan ini akan memberikan kesempatan pemasaran secara lebih luas sehingga akan memberikan harga yang lebih menguntungkan kepada peternak. Asalkan pedagang

Page 9: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 56

antar pulau dapat memenuhi ketentuan tersebut maka ia dapat diberikan ijin untuk memperdagangkan sapi tersebut ke luar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Populasi sapi di Bali dipengaruhi secara nyata (P<0.01) oleh dan responsif terhadap total penawaran dan produksi sapi di Bali. Total penawaran sapi potong di Bali di pengaruhi secara nyata oleh harga sapi di Bali (P<0.10) dan produksi (P<0.01) sapi di Bali. Produksi sapi di Bali secara nyata dipengaruhi oleh populasi sapi betina induk (P<0.05), harga konsentrat (P<0.01), dan realisasi kredit (P<0.15). Produksi tersebut tampaknya paling responsif terhadap perubahan populasi sapi betina induk dibandingkan terhadap perubahan peubah lainnya.

Harga sapi potong di Bali dipengaruhi secara nyata (P<0.01) oleh harga sapi potong di luar, penawaran sapi potong dari Bali ke luar, dan harga daging sapi di Bali, namun kurang responsif terhadap perubahan ketiga peubah tersebut. Penawaran sapi potong dari Bali ke Jakarta dipengaruhi secara nyata (P<0.01) oleh dan responsif terhadap total penawaran sapi potong di Bali. Harga sapi potong di luar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penawaran sapi potong dari Bali ke daerah itu.

Kebijakan penurunan kuota perdagangan sapi potong dari Bali ke luar sebesar 27% yang telah dilakukan oleh pemerintah, mampu meningkatkan populasi sapi di Bali sebesar 1.42%, namun kebijakan tersebut telah menurunkan kesejahteraan peternak sapi di daerah tersebut lebih dari Rp 1.5 Milyar. Dalam jangka panjang, penurunan kesejahteraan peternak akan menurunkan gairah mereka untuk beternak sapi, sehingga peningkatan populasi yang dicapai tersebut tidak akan berkelanjutan. Peningkatan kuota sebesar 10% yang diikuti dengan upaya-upaya perbaikan produksi (peningkatan populasi sapi induk betina 2%, dan peningkatan realisasi kredit untuk pengembangan peternakan sapi 20%), mampu meningkatkan kesejahteraan peternak hampir mencapai Rp. 22 Milyar, yang juga dibarengi dengan peningkatan populasi sebesar 5.14%.

Peningkatan kesejahteraan peternak sapi sangat penting diperhatikan dalam rangka peningkatan

populasi dan produksi, sehingga hasil yang diperoleh akan berkelanjutan. Peningkatan kuota harus dibarengi dengan upaya-upaya peningkatan produksi seperti peningkatan populasi induk betina dan realisasi kredit untuk pengembangan peternakan sapi, sehingga kesejahteraan peternak dan populasi sapi dapat ditingkatkan secara bersama-sama dan berkelanjutan. Peningkatan populasi induk betina dapat dilakukan melalui pencegahan pemotongan /penyelundupan sapi betina produktif, penerapan aturan yang melarang pemotongan sapi betina produktif, serta meningkatkan gairah peternak untuk memelihara sapi induk betina (misalnya melalui pemberian insentif bagi peternak yang mau memelihara induk). Peningkatan realisasi kredit untuk peternakan sapi dengan bunga yang layak juga sangat mendukung produksi. Upaya-upaya penyalahgunaan kredit untuk tujuan lain dengan berkedok untuk pengembangan sapi harus dicegah dan ditindak secara tegas.

Penentuan kuota harus dilakukan secara cermat agar tidak merugikan peternak, sehingga harus didukung oleh data-data pendukung yang akurat. Kuota perdagangan sapi antar pulau dapat dipertimbangkan untuk dihapus mengingat kuota secara teknis sulit ditentukan dengan catatan Peraturam Daerah Bali No 2 th 2003 diterapkan secara ketat sebagai kebijakan alternatif dalam mengendalikan penawaran.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami sangat menyadari bahwa penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan, arahan, dorongan dan doa berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: Bapak Rektor Universitas Udayana, Bapak Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana beserta staf, Bapak Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bapak Direktur Jenderal Peternakan dan staf, Bapak Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali dan staf, Bapak Kepala Dinas Peternakan Provinsi DKI Jakarta dan staf, Bapak Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali beserta staf, Bapak Prof. Dr. Ir. I Ketut Saka, M.Agr.S., Bapak Ketut Sugita (UD Maria), Bapak Komang Mahendra Wistawan (UD Maha Wisesa), Bapak Mangku Pasek (UD Merta Sujati) dan Bapak Nyoman Suatra (UD Widya Sejahtera), dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, kami juga sampaikan

Page 10: DAMPAK PENERAPAN KUOTA PERDAGANGAN SAPI ANTAR … · yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penawaran dan populasi sapi serta kesejahteraan peternak sapi di Provinsi Bali.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 57

terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Peternakan Provinsi Bali. 1983-2009. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali. Dinas Peternakan Provinsi Bali, Denpasar.

BPS. 1983-1993. Statistical Year Book of Bali. Kantor Statistik Provinsi Bali, Denpasar.

____. 1994-2007. Bali dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Bali, Denpasar.

Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Wye Studies in Agricultural and Rural Development. Cambridge University Press, Cambridge.

Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition. Mc Graw-Hill Inc, New York.

Ilham, N. 1998. Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia; Suatu Analisis Simulasi. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London.

Krugman, P.R. dan M. Obsfeld. 2003. International Economics: Theory and Policy. Sixth Edition. Pearson Education Inc., Boston.

Mudikdjo, K. & Muladno. 1999. Pembangunan Industri Sapi Potong pada Era Pasca Krisis. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Rusastra, I.W. 1987. Prakiraan Produksi dan Kebutuhan Produk Pangan Ternak di Indonesia. Forum Agro Ekonomi, 5(1 dan 2) : 15-21.

Sitepu, R.K. dan B.M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sinaga, B.M. 2006. Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Agribisnis: Konsep, Model dan Metode. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood Products Industry: A policy Simulation Analysis. Phd Disertation. University of the Philippines, Los Banos.

Sudaryanto, T., R. Sayuti dan T.D. Soedjana. 1995. Pendugaan Parameter Permintaan Hasil Ternak di Beberapa Propinsi Sumatra dan Kalimantan. Jurnal Penelitian Peternakan Indonesia, 2(2) : 22-35.

Tweeeten, L. 1992. Agriculture Trade: Principles and Policies. Westview Press, Inc., Colorado.