CR Dr Juspeni B21 HIV

64
CASE REPORT B21 DENGAN SPACE OCCUPAYING LESIONS (SOL) DAN KANDIDIASIS ORAL Oleh: Bangkit Hasrusah 07180110 Indah Prambono 1118011056 Kgs. Mahendra Effendy 1118011067 Roseane Maria V. 1118011116 0

description

asd

Transcript of CR Dr Juspeni B21 HIV

Page 1: CR Dr Juspeni B21 HIV

CASE REPORT

B21 DENGAN SPACE OCCUPAYING LESIONS (SOL)

DAN KANDIDIASIS ORAL

Oleh:

Bangkit Hasrusah 07180110

Indah Prambono 1118011056

Kgs. Mahendra Effendy 1118011067

Roseane Maria V. 1118011116

Preceptor:

dr. Juspeni Kartika, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

0

Page 2: CR Dr Juspeni B21 HIV

MEI 2015

I. STATUS PASIEN

A. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama lengkap : Tn. AY

Umur : 32 Tahun

Status perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan : Pekarya

Alamat : Tanjung Karang Timur

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

MRS : 13 Mei 2015

No. MR : 00.41.31.55

B. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa dan Alloanamnesa

Tanggal : 18 Mei 2015 Pukul : 14.00 WIB

Keluhan Utama

Sakit kepala sejak ± 1 bulan SMRS

Keluhan Tambahan

Lemas pada bagian lengan dan kaki sebelah kiri sejak ± 1 bulan SMRS.

Tidak dapat BAB sejak ± 4 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 bulan SMRS yang lalu, pasien mengeluhkan badan lemas terus-menerus.

Lemas juga dirasakan terutama pada lengan dan kaki kiri.

1

Page 3: CR Dr Juspeni B21 HIV

Sebelumnya pasien mengeluhkan demam dan setelah diberikan paracetamol

keluhan tidak dirasakan lagi. Pasien juga pernah mengalami kejang-kejang dan

koma selama 2 hari 2 malam. Pasien dipasang infus namun bengkak saat

dipasang. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal, terdapat riwayat

penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal. Kemih

(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit

Pembuluh Darah(-) Demam Rematik

Akut(-) Ulkus Ventrikuli (-) CRF

(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Kecelakaan(-) TB-MDR (-) Batu Empedu

Riwayat Keluarga

HubunganUmur(th)

JenisKelamin

Keadaan kesehatanPenyebabMeninggal

Kakek - ♂ Meninggal Tidak tahuNenek - ♀ Meninggal Tidak tahuAyah 60 ♂ SehatIbu 58 th ♀ Sehat

Adakah Kerabat yang Menderita

Penyakit Ya Tidak HubunganAlergi √Asma √Tuberkulosa √Artritis √Rematisme √Hipertensi √Jantung √Ginjal √Lambung √

2

Page 4: CR Dr Juspeni B21 HIV

C. ANAMNESIS SISTEM

Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan.

Kulit

(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis

(+) Lain-lain (Tato)

Kepala

(-) Trauma (+) Sakit kepala(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus

Mata

(-) Nyeri (-) Radang keringat malam(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan

Telinga

(-) Nyeri (-) Tinitus(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran

(-) Kehilangan pendengaran

Hidung

(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman(-) Sekret (-) Pilek(-) Epistaksis

Mulut

(-) Bibir (√) Lidah(-) Gusi (-) Gangguan pengecap(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan

(+) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher

(-) Benjolan (-) Nyeri leher

3

Page 5: CR Dr Juspeni B21 HIV

Jantung / Paru-Paru

(-) Nyeri dada (-) Sesak nafas(-) Berdebar (-) Batuk darah(-) Ortopnoe (-) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)

(-) Rasa kembung (-) Perut membesar(-) Mual (-) Wasir(-) Muntah (-) Mencret(-) Muntah darah (-) Tinja berdarah(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul(-) Nyeri perut, kolik (-) Tinja berwarna ter/hitam

(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin

(-) Disuria (-) Kencing nanah(-) Stranguri (-) Kolik(-) Poliuria (-) Oliguria(-) Polakisuria (-) Anuria(-) Hematuria (-) Retensi urin(-) Kencing batu (-) Kencing menetes(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat

Katamenis

(-) Leukore (-) Perdarahan( ) Lain-lain ( )

Haid

(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche(-) Teratur (-) Nyeri (-) Gejala klimakterium(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause

Saraf dan Otot

(-) Anestesi (-) Sukar menggigit(-) Parestesi (-) Ataksia(+) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi(+) Kejang (+) Pingsan(-) Afasia (-) Kedutan (tick)(-) Amnesis (+) Pusing (Vertigo)(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)

4

Page 6: CR Dr Juspeni B21 HIV

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

Berat Badan

Berat badan rata-rata (kg) : 56 kg

Berat badan sekarang (kg) : 50 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)

Tetap ( )

Turun (√)

Naik ( )

Riwayat Hidup

Tempat lahir : (√) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin

Ditolong oleh : ( ) Dokter (√) Bidan ( ) Dukun

( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi (pasien tidak ingat)

( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio

( )Tetanus

Riwayat Makanan

Frekwensi /hari : ± 2 x sehari

Jumlah /hari : ± 2 piring sehari, tetapi tidak habis 1 porsi

Variasi /hari : Tidak bervariasi

Nafsu makan : Kurang

Pendidikan

( ) SD ( ) SLTP (√) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi

( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

5

Page 7: CR Dr Juspeni B21 HIV

Kesulitan

Keuangan : Ada

Pekerjaan : Ada

Keluarga : Ada

Lain-lain : -

D. PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

- Tinggi badan : 173 cm

- Berat Badan : 50 kg

- Keadaan gizi : Kurang

- Kesadaran : Compos mentis

- Sianosis : -

- Edema umum : -

- Habitus : Astenikus

- Cara berjalan : Tidak normal

- Mobilitas : Pasif

- Umur taksiran pemeriksa : 32 tahun

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar.

Kulit

- Warna : Sawo matang

- Jaringan parut : Pada ekstremitas dan abdomen

- Pertumbuhan rambut : Normal

- Suhu Raba : Normal

- Keringat : -

- Lapisan lemak : Kurang

- Efloresensi : +

- Pigmentasi : -

6

Page 8: CR Dr Juspeni B21 HIV

- Pembuluh darah : Normal

- Lembab/ Kering : Lembab

- Turgor : Normal

- Ikterus : -

- Edema : -

Kelenjar Getah Bening

- Submandibula : Tidak teraba pembesaran

- Supra klavikula : Tidak teraba pembesaran

- Lipat paha : Tidak teraba pembesaran

- Leher : Tidak teraba pembesaran

- Ketiak : Tidak teraba pembesaran

Kepala

- Ekspresi wajah : Normal, wajar

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

- Simetris muka : Simetris

Mata

- Exopthalmus : -

- Kelopak : Normal

- Konjungtiva : Normal

- Sklera : Normal

- Lapang penglihatan : Luas

- Deviatio konjungtiva : -

- Enopthalmus : -

- Lensa : Jernih

- Visus : 6/6

- Gerak mata : Normal segala arah

- Tekanan bola mata : N/ palpasi

- Nistagmus : -

7

Page 9: CR Dr Juspeni B21 HIV

Leher

- Tekanan JVP : Tidak meningkat

- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Dada

- Bentuk : Simetris, datar

- Pembuluh darah : Normal

- Buah dada : Normal

Paru-Paru

Depan BelakangInspeksi Hemithoraks simetris kiri dan

kananHemithoraks simetris kiri dan kanan

Palpasi Kiri Fremitus vokal teraba getaran suara. Fremitus taktil terasa pergerakan dinding thorax.

Kanan Fremitus vokal teraba getaran suara. Fremitus taktil terasa pergerakan dinding thorax.

Fremitus vokal teraba getaran suara. Fremitus taktil terasa pergerakan dinding thorax.

Fremitus vokal teraba getaran suara. Fremitus taktil terasa pergerakan dinding thorax.

Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang paru.

Kanan Sonor pada seluruh lapang paru

Sonor pada seluruh lapang paru.

Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi KiriVesikuler (+), Ronkhi (-), Wheezing(-)

KananVesikuler (+), Ronkhi (-), Wheezing(-)

Wheezing (-), Ronkhi (-).

Wheezing (-), Ronkhi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pulsasi di ICS VI midclavicula kiri

Perkusi : Batas jantung kanan : Parastrernal ICS lV

Batas jantung kiri : Midclavicula ICS V

8

Page 10: CR Dr Juspeni B21 HIV

Batas atas : Para sternal ICS ll

Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah

Arteri temporalis, karotis, brakhialis, radialis, femoralis poplitea, tibialis posterior

teraba.

Abdomen

Inspeksi : Simetris,Datar

Palpasi : Dinding perut : Nyeri tekan (-)

Hati : Tidak teraba

Limpa : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-)

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen

Nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus + normal

Refleks dinding perut : Normal

Anggota Gerak

Lengan

Kanan KiriOtot

Tonus Massa

NormotonusEutrofi

HipotonusEutrofi

Sendi Normal NormalGerakan Aktif PasifKekuatan 5 0

Tungkai dan Kaki

- Luka : Ada

- Varises : Tidak

- Otot(tonus, massa) : Normotonus pada kanan, hipotonus pada kiri, eutrofi

- Sendi : Normal

9

Page 11: CR Dr Juspeni B21 HIV

- Gerakan : Aktif pada kanan, pasif pada kiri

- Kekuatan : 5 pada kanan, 0 pada kiri

- Edema : -/-

Refleks

Kanan KiriBisep N (Refleks lengan bawah) -Trisep N (Kontraksi trisep) -Patela N -Achiles N (Plantar fleksi ) -Kremester - -Refleks kulit N NRefleks patologis Tidak ada Tidak ada

E. LABORATORIUM

Hematologi

Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM

Pemeriksaan Hasil Normal SatuanHemoglobin 11,4 Lk:14-18

Pr:12-16Gr%

LED - Lk: 0-10Pr: 0-20

mm/jam

Leukosit 5.270 Lk:4500-10.700Pr: 4500-10.700

Ul

Hitung jenisBasofilEosinofilBatangSegmenLimfositMonosit

011253286

o-11-32-650-7020-402-8

%%%%%%

Eritrosit - Lk:4,6-6,2Pr:4,2-6,4

Ul

Hematokrit 34 Lk:40-54Pr:38-47

%

Trombosit 337.000 Lk/pr:159-400000

ul

10

Page 12: CR Dr Juspeni B21 HIV

Imunologi dan Serologi

Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM

Pemeriksaan Hasil NormalHbsAg - -CD4 21c/Ul 410-1.590c/Ul

Kimia darah

Tanggal 15 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM

Pemeriksaan Hasil Normal SatuanSGOT 34 < 37 U/LSGPT 33 < 41 U/LUreum 22 13-43 Mg/dlKreatinin 0,6 0,72-1,18 Mg/dl

Kimia Darah

Tanggal 18 Mei 2015 dari Ruang Nuri RSAM

Pemeriksaan Hasil Normal SatuanNatrium 134 135-145 mmol/LKalium 3,9 3,5-5,0 mmol/LKalsium 7,9 8,6-10 mmol/LKlorida 101 96-106 mmol/L

F. RINGKASAN

Pasien datang dengan keluhan sakit kepala, lemas pada bagian lengan dan kaki

sebelah kiri sejak ± 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan tidak dapat BAB

sejak ± 4 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam dan setelah

diberikan paracetamol keluhan tidak dirasakan lagi. Pasien juga pernah

mengalami kejang-kejang dan koma selama 2 hari 2 malam. Pasien dipasang infus

namun bengkak saat dipasang. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal,

terdapat penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik. Pasien telah

melakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, tes HbsAg, CD4, tes

fungsi hati dan fungsi ginjal dan uji elektrolit.

11

Page 13: CR Dr Juspeni B21 HIV

Riwayat demam (+)

Riwayat merokok (+)

Riwayat penggunaan Obat-obatan terlarang (+)

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 108 x/menit

Suhu : 35,9 °C

Pernapasan : 20 x/ menit

Kepala : Normochepal, konjunctiva palpebra normal, sklera

anikterik, lidah terdapat leukoplakia.

Toraks : Inspeksi : hemitoraks simetris, ictus kordis (-),

retraksi (-)

Palpasi : fremitus taktil normal

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)

Abdomen : Inspeksi : Datar, lemas, bekas luka (+)

Palpasi : Dinding perut : lemas, nyeri tekan (-)

Hati: tidak teraba

Limpa:tidak teraba

Ginjal : ballotement (-)

Perkusi : Timpani.

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin 11,4 gr/dl, leukosit

5.270/Ul, basofil 0, eosinofil 11, batang 2, segmen 53, imfosit 28, monosit 6,

hematokrit 34%, trombosit 337.000/Ul. Pada pemeriksaan imunologi dan serologi

didapatkan hasil HbsAg – dan CD4 21c/Ul. Pada pemeriksaan kimia darah

didapatkan SGOT 34 U/L, SGPT 33 U/L, Ureum 22 mg/dl, Kreatinin 0,6 mg/dl,

natrium 134 mmol/L, kalium 3,9 mmol/L, kalsium 7,9 mmol/L dan klorida

101mmol/L.

12

Page 14: CR Dr Juspeni B21 HIV

G. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

1. Diagnosis

B21 dengan Space Occupaying Lesions (SOL) dan kandidiasis oral.

2. Dasar Diagnosa

- Sakit kepala

- Lemas pada bagian lengan dan kaki sebelah kiri

- Pernah mengalami kejang-kejang dan koma

- Riwayat demam (+)

- Riwayat merokok (+)

- Riwayat penggunaan Obat-obatan terlarang (+)

- Berat badan menurun

- Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan:

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 108 x/menit

Suhu : 35,9 °C

Pernapasan : 20 x/ menit

Kepala : Normochepal, konjunctiva palpebra normal, sklera

anikterik, lidah terdapat leukoplakia.

Toraks : Inspeksi : hemitoraks simetris, ictus kordis (-),

retraksi (-)

Palpasi : fremitus taktil normal

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)

Abdomen : Inspeksi : Datar, lemas, bekas luka (+)

Palpasi : Dinding perut : lemas, nyeri tekan (-)

Hati: tidak teraba

Limpa:tidak teraba

Ginjal : ballotement (-)

Perkusi : Timpani.

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

13

Page 15: CR Dr Juspeni B21 HIV

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin 11,4 gr/dl, leukosit

5.270/Ul, basofil 0, eosinofil 11, batang 2, segmen 53, imfosit 28, monosit 6,

hematokrit 34%, trombosit 337.000/Ul.

Pada pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan hasil HbsAg – dan CD4

21c/Ul.

Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 34 U/L, SGPT 33 U/L, Ureum

22 mg/dl, Kreatinin 0,6 mg/dl, natrium 134 mmol/L, kalium 3,9 mmol/L, kalsium

7,9 mmol/L dan klorida 101mmol/L.

H. DIAGNOSA DIFFERENTIAL

- AIDS

I. DASAR DIAGNOSA DIFFERENSIAL

Dasar DD didapatkan dari ananmenis berupa:

- Badan terasa lemas

- Nafsu makan berkurang

- Penurunan berat badan

Dari pemeriksaan fisik berupa status gizi yang kurang, oral trush (+). Pada

pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan hasil CD4 21c/Ul.

J. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

1. Pemeriksaan VCT antibodi

K. RENCANA PENGELOLAAN

1. Medikamentosa

- IVFD RL XX gtt /menit

- Paracetamol 3x500 mg

- Nistatin drops 4x1cc

14

Page 16: CR Dr Juspeni B21 HIV

- Kotrimoxazol 2x120 mg

- Neurodex 2x1

- Zidovudine+Lamivudine

- Nevirapine

L. PENCEGAHAN

Primer :

- Jaga pola makan

- Menjaga kebersihan diri

- Istirahat

Sekunder

- Minum obat sesuai aturan

Tersier

- Menjaga imunitas tubuh

- Minum air dengan cukup

M. PROGNOSIS

Qua at vitam : Dubia ad malam

Qua at fungtionam : Dubia ad malam

Qua at Sonation : Dubia ad malam

15

Page 17: CR Dr Juspeni B21 HIV

Lembar follow up

Tanggal Keluhan Pemeriksaan tatalaksana Pemeriksaan penunjang

13 Mei 2015

Pasien datang dengan keluhan lemas,mual (-) sakit kepala (+), BAB (+), BAK (+)

Ku : TSSSens : CmTd : 120/80Nadi: 60/menitRr: 20/.menitT: 36,4

Rl XXgtt/menitParacetamol 3x1 Neurodex 3x1

-

15 Mei 2015

Keluhan lemas (+) , mual (-) sakit kepala (+) .pasien mengeluhkan kaki dan tangan sebelah kiri lemas sudah semalam . BAK normal BAB (-) sejak 3 hari yang lalu . pasien memiliki riwayat kejang-kejang dan koma selama 2hari 2 malam. Pasien dipasang. Pasien di pasang infus namun bengkak saat dipasang.

Ku : TSSSens : CmTd : 110/70Nadi: 48x/menitRr: 18x/menitT: 35

RL ; D5 XX stt/menitParacetamol 3x500mgNystatin drops 4x1ccKotrimoxazol 2x2Ranitidine 2x1 tabNeurodex 2x1 tab

Hb : 11,4 gr/dl, HT : 34%, leukosit : 5270/UL , hitung jenis : basophil 0, eosinophil 11, batang 2, segmen 53, limposit 28, monosit 6, trombosit 337.000/UL , Hbsag : (-), SGOT 34, SGPT 33, ureum 22, Creatinin 0.60 , pemeriksaan CD4 : 21c/ul

18 Mei 2015

BAB cair 4x/hari, perut terasa sakit dan panas. Sariawan di lidah

Ku : TSRSens : CmTd : 100/70Nadi: 68/menitRr: 16/menitT: 36,3

Rl XXgtt/menitRanitidin amp/ 12 jamNew diatab 3x1Cotrimoksazol 2x2Dexanta syr 3x1Ceftriaxon vial 2gr/12 jam

Na : 134, kalium : 3,9 , ca : 7,9 , clorida : 101

16

Page 18: CR Dr Juspeni B21 HIV

II. PENDAHULUAN

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency

Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul

karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau

infeksi virus-virus lain yang dapat menurunkan system kekebalan tubuh. Virus

penyebabnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang

memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan

menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.

Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan

virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, khususnya di

Indonesia. Jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut

Laporan Surveilans Kemenkes RI, dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni

2011 terdapat 2.352 kasus HIV/AIDS baru dengan total pengidap 26.483 orang.

Mayoritas kasus HIV/AIDS adalah dari golongan dewasa muda, yaitu dari

golongan umur 20-29 tahun, dengan jumlah 46,4 persen dari total penderita. Bali

menempati urutan kedua prevalensi AIDS di Indonesia dengan angka 48,29 per

100.000 penduduk.

Secara umum, penanganan HIV/AIDS dibagi menjadi empat kategori, yaitu

vaksin, inhibitor entri makromolekular HIV, obat antiretroviral dan terapi berbasis

asam nukleat. Akan tetapi, HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat

yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit

dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang

tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan

yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal

terjadinya AIDS.

Page 19: CR Dr Juspeni B21 HIV

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah

kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi

rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun

penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,

namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.2

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya umumnya

ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran

mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,

seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.

Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),

transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama

kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan

cairan-cairan tubuh tersebut.

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan kasus

baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana

terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada

15 tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi

laju peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999

terdapat 352 kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka

16.110 kasus.

HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae,

subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus RNA dengan

berat molekul 9,7 kb (kilobases). Jenis virus RNA dalam proses replikasinya

harus membuat sebuah salinan DNA dari RNA yang ada di dalam virus. Gen

DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti halnya

18

Page 20: CR Dr Juspeni B21 HIV

virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel pejantan. HIV

merupakan virus yang memiliki selubung virus (envelope), mengandung dua

kopi genomik RNA virus yang terdapat di dalam inti. Di dalam inti virus juga

terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA, yang

diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse transcriptase,

integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri

atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus.

Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase. Fase

tersebut adalah fase infeksi akut (Sindroma Retroviral Akut), fase infeksi

laten, dan fase infeksi kronis.

Pada fase infeksi akut (Sindroma Retroviral Akut), keadaan ini disebut juga

infeksi primer HIV. Sindroma akut yang terkait dengan infeksi primer HIV

ini ditandai oleh proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion)

dalam jumlah yang besar. Virus yang dihasilkan dapat terdeteksi dalam darah

dalam waktu sekitar tiga minggu setelah terjadinya infeksi. Pada periode ini

protein virus dan virus yang infeksius dapat dideteksi dalam plasma dan juga

cairan serebrospinal, jumlah virion di dalam plasma dapat mencapai 106

hingga 107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus dalam

jumlah yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan

gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain: demam,

limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang

timbul sekitar 3–6 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan

terjadi penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 2–8 minggu

pertama infeksi primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena

mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500

sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah enam minggu

terinfeksi HIV.

Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respons imun spesifik tubuh

terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T memberikan perlawanan

19

Page 21: CR Dr Juspeni B21 HIV

yang kuat terhadap virus sehingga sebagian besar virus hilang dari sirkulasi

sistemik. Sesudah terjadi peningkatan respons imun seluler, akan terjadi

peningkatan antibodi sebagai respons imun humoral. Selama periode

terjadinya respons imun yang kuat, lebih dari 10 milyar HIV baru dihasilkan

tiap harinya, namun dengan cepat virus-virus tersebut dihancurkan oleh

sistem imun tubuh dan hanya memiliki waktu paruh sekitar 5–6 jam.

Meskipun di dalam darah dapat dideteksi partikel virus hingga 108 per ml

darah, akan tetapi jumlah partikel virus yang infeksius hanya didapatkan

dalam jumlah yang lebih sedikit, hal ini menunjukkan bahwa sejumlah besar

virus telah berhasil dihancurkan.

Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat

dikendalikan, jumlah virus dalam darah menurun dan perjalanan infeksi mulai

memasuki fase laten. Namun demikian sebagian virus masih menetap di

dalam tubuh, meskipun jarang ditemukan di dalam plasma, virus terutama

terakumulasi di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik

folikuler, dan masih terus mengadakan replikasi. Sehingga penurunan limfosit

T-CD4 terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase

ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3.

Jumlah virus, setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase infeksi

primer, akan mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai suatu "set

point" selama fase laten. Set point ini dapat memprediksi onset waktu

terjadinya penyakit AIDS. Dengan jumlah virus kurang dari 1000 kopi/ml

darah, penyakit AIDS kemungkinan akan terjadi dengan periode laten lebih

dari 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari 200 kopi/ml, infeksi

HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Sebagian besar pasien dengan

jumlah virus lebih dari 100.000 kopi/ml, mengalami penurunan jumlah

limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan mengalami perkembangan menjadi

penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Sejumlah pasien

yang belum mendapatkan terapi memiliki jumlah virus antara 10.000 hingga

100.000 kopi/ml pada fase infeksi laten. Pada fase ini pasien umumnya belum

menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar

20

Page 22: CR Dr Juspeni B21 HIV

8–10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah terinfeksi HIV.

Selama berlangsungnya fase fase infeksi kronis, di dalam kelenjar limfa terus

terjadi replikasi virus yang diikuti dengan kerusakan dan kematian sel

dendritik folikuler serta sel limfosit T-CD4 yang menjadi target utama dari

virus HIV oleh karena banyaknya jumlah virus. Fungsi kelenjar limfa sebagai

perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke dalam

darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di

dalam sirkulasi sistemik. respons imun tidak mampu mengatasi jumlah virion

yang sangat besar. Jumlah sel limfosit T-CD4 menurun hingga dibawah 200

sel/mm3, jumlah virus meningkat dengan cepat sedangkan respons imun

semakin tertekan sehingga pasien semakin rentan terhadap berbagai macam

infeksi sekunder yang dapat disebabkan oleh virus, jamur, protozoa atau

bakteri. Perjalanan infeksi semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS.

Setelah terjadi AIDS pasien jarang bertahan hidup lebih dari dua tahun tanpa

intervensi terapi. Infeksi sekunder yang sering menyertai antara lain:

pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis,

toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi virus

sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea,

kandidiasis bronkhus atau paru serta infeksi jamur jenis lain misalnya

histoplasmosis dan koksidiodomikosis. Kadangkadang juga ditemukan

beberapa jenis kanker yaitu, kanker kelenjar getah bening dan kanker

sarkoma Kaposi's.

Selain tiga fase tersebut di atas, pada perjalanan infeksi HIV terdapat periode

masa jendela atau "window period" yaitu, periode saat pemeriksaan tes

antibodi terhadap HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus

sudah ada dalam darah pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah yang

banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan

laboratorium oleh karena kadarnya belum memadai. Periode ini dapat

berlangsung selama enam bulan sebelum terjadi serokonversi yang positif,

meskipun antibodi terhadap HIV dapat mulai terdeteksi 3–6 minggu hingga

21

Page 23: CR Dr Juspeni B21 HIV

12 minggu setelah infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan

karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial

menularkan HIV kepada orang lain.

B. Penegakkan Diagnosis HIV

Anamnesis

Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap ODHA

saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk

menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik

dan laboratorium, memastikan pasien memahami tentang infeksi HIV, dan

untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Dari Anamnesis, perlu digali

faktor resiko HIV AIDS, Berikut ini mencantumkan, daftar tilik riwayat

penyakit pasien dengan tersangka ODHA.

Tabel 1. Faktor risiko infeksi HIV

- Penjaja seks laki-laki atau perempuan

- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)

- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan transgender (waria)

- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)

- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah

- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

22

Page 24: CR Dr Juspeni B21 HIV

Tabel 2. Daftar riwayat pasien HIV

Pemeriksaan fisik

Daftar pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV dapat

dilihat pada tabel berikut.

23

Page 25: CR Dr Juspeni B21 HIV

Tabel 3. Daftar pemeriksaan fisik pasien dengan HIV

Pemeriksaan penunjang

Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan pemeriksaan

laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan

pemeriksaan antibodi terhadap HIV, deteksi virus atau komponen virus HIV

(umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni melalui pemeriksaan

24

Page 26: CR Dr Juspeni B21 HIV

PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit Sedangkan

untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat

infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 seperti

dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada ODHA

Tes antibodi terhadap HIV (AI);Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);HIV RNA plasma (viral load) (AI);Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan (AIII);Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII);

Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan

biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks

yang tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat

ditawarkan pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami

tuberkulosis aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV.

Hasil pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling

pasca tes juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan

dengan memenuhi 3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan

counselling (konseling), dan hanya dilakukan dengan informed consent.

Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang memiliki

sensitivitas tinggi (> 99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil

yang reaktif, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan

konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV. Uji konfirmasi yang

sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes

positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi, penerima vaksin HIV, dan

kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu

HIV positif belum tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV

yang berasal dari darah ibu. IgG ini dapat bertahan selama 18 bulan sehingga

25

Page 27: CR Dr Juspeni B21 HIV

pada kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18 bulan.

Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah

dengan tes konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia, pemeriksaan WB masih relatif mahal sehingga tidak

mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan strategi pemeriksaan

dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan

pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang

digunakan adalah tiga kali positif pemeriksaan penyaring dengan

menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama missal hasil tes pertama

reaktif, tes kedua reaktif, dan yang ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes

pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut

sebagai indeterminate dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat

pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila orang tersebut tanpa riwayat

pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan

dilaporkan sebagai non-reaktif.

Tabel 5. Alogaritma pemeriksaan HIV

Penilaian Klinis

26

Page 28: CR Dr Juspeni B21 HIV

Penilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan

meliputi penentuan stadium klinis infeksi HIV, mengidentifikasi penyakit

yang berhubungan dengan HIV di masa lalu, mengidentifikasi penyakit yang

terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan, mengidentifikasi

kebutuhan terapi ARV dan infeksi oportunistik, serta mengidentifikasi

pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pemilihan

terapi.

Stadium Klinis

WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I

(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan

stadium IV (sakit berat atau AIDS). Bersama dengan hasil pemeriksaan

jumlah sel T CD4, stadium klinis ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk

memulai terapi profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah

terapi ARV.

AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa

saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada

stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi

Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan

mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.

Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi,

memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa

minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit

ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak

sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas.

Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan

secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan

didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis,

27

Page 29: CR Dr Juspeni B21 HIV

gejala PMS akan berakibat fatal.

Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan

spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada

stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang

lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru

timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum

diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan

pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah

AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan

perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan

oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.

Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu:

a.       Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000

Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3

bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia,

anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala

syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif),

gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit

tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas

merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung

kira-kira 1-2 minggu.

b.      Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml

Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian,

umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja,

meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam

tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe

menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal

yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita.

28

Page 30: CR Dr Juspeni B21 HIV

Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai

petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada

tingkat 500/ml.

c. Infeksi Kronis Simtomatik

Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV.

Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini,

tergantung pada tingkat imunitas pemderita.

1)      Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500

Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan

misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks.

Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa.

Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-

fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga

yang disebut AIDS-Related (ARC).

2)      Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200

Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering

mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase

ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi

untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam

kehilangan kekebalannya.

Sindrom klinis stadium simptomatik yang utama:

• Limfadenopati Generalisata yang menetap

• Gejala konstutional: Demam yang menetap > 1 bulan,

penurunan BB involunter > 10% dari nilai basal, dan diare >1

bulan tanpa penyebab jelas.

• Kelainan neurologis: Ensefalopati HIV, limfoma SSP primer,

meningitis aseptik, mielopati, neuropati perifer, miopati.

29

Page 31: CR Dr Juspeni B21 HIV

• Penyakit infeksiosa sekunder: pneumonia, Candida albicans,

M. Tuberculosis, Cryptococcus neoformans, Toxxoplasma

gondii, Virus Herpes simpleks

• Neoplasma Sekunder: Sarkoma Kaposi (kulit dan viseral),

neoplasma limfoid

• Kelainan lain: Sindrom spesifik organ sebagai manifestasi

prmer penderita TB atau komplikasi

Untuk memastikan apakah seseorang kemasukan virus HIV, ia harus

memeriksakan darahnya dengan tes khusus dan berkonsultasi dengan dokter.

Jika dia positif mengidap AIDS, maka akan timbul gejala-gejala yang disebut

degnan ARC (AIDS Relative Complex) Adapun gejala-gejala yang biasa

nampak pada penderita AIDS adalah:

a.  Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala

mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang

lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang

lama.

1.       Gejala Mayor

Penurunan berat badan lebih dari 10%

Diare kronik lebih dari satu bulan

Demam lebih dari satu bulan

2.      Gejala Minor

Batuk lebih dari satu bulan

Dermatitis preuritik umum

Herpes zoster recurrens

Kandidias orofaring

Limfadenopati generalisata

Herpes simplek diseminata yang kronik progresif

b.  Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor

dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi

yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang

30

Page 32: CR Dr Juspeni B21 HIV

lama atau etiologi lain.

1.      Gejala Mayor

  Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal

  Diare kronik lebih dari 1 bulan

  Demam lebih dari1 bulan

2.     Gejala minor

  Limfadenopati generalisata

  Kandidiasis oro-faring

  Infeksi umum yang berulang

  Batuk parsisten

  Dermatitis

Penilaian Imunologi

Tes hitung jumlah sel T CD4 merupakan cara yang terpercaya dalam

menilai status imunitas ODHA dan memudahkan kita untuk mengambil

keputusan dalam memberikan pengobatan ARV. Tes CD4 ini juga

digunakan sebagai pemantau respon terapi ARV. Namun yang penting

diingat bahwa meski tes CD4 dianjurkan, bilamana tidak tersedia, hal ini

tidak boleh menjadi penghalang atau menunda pemberian terapi ARV. CD4

juga digunakan sebagai pemantau respon terapi ARV. Pemeriksaan jumlah

limfosit total (Total Lymphocyte Count – TLC) dapat digunakan sebagai

indikator fungsi imunitas jika tes CD4 tidak tersedia namun TLC tidak

dianjurkan untuk menilai respon terapi ARV atau sebagai dasar menentukan

kegagalan terapi ARV.

Tabel 6. Stadium klinis HIV

Stadium 1 AsimptomatikTidak ada penurunan berat badanTidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit ringan

31

Page 33: CR Dr Juspeni B21 HIV

Penurunan BB 5-10%ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitisHerpes zoster dalam 5 tahun terakhirLuka di sekitar bibir (keilitis angularis)Ulkus mulut berulangRuam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)Dermatitis seboroikInfeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedangPenurunan berat badan > 10%Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan Kandidosis oral atau vaginalOral hairy leukoplakiaTB Paru dalam 1 tahun terakhirInfeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)TB limfadenopatiGingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akutAnemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis (<50.000/ml)

Stadium 4 Sakit berat (AIDS)Sindroma wasting HIVPneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulangHerpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.Kandidosis esophagealTB Extraparu*Sarkoma kaposiRetinitis CMV*Abses otak Toksoplasmosis*Encefalopati HIVMeningitis Kriptokokus*Infeksi mikobakteria non-TB meluas

C. Penatalaksanaan HIV

Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4

(dan penentuan stadium klinis. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai

terapi ARV pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dewasa.

32

Page 34: CR Dr Juspeni B21 HIV

Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan

atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Paduan ARV Lini Pertama yang Dianjurkan

Pemerintah menetapkan paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV

berdasarkan pada 5 aspek yaitu:

• Efektivitas

• Efek samping / toksisitas

• Interaksi obat

• Kepatuhan

• Harga obat

Prinsip dalam pemberian ARV adalah

1. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan

berada dalam dosis terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin

efektivitas penggunaan obat.

33

Page 35: CR Dr Juspeni B21 HIV

2. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan

akses pelayanan ARV .

3. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan

manajemen logistik yang baik

Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah:

2NRTI + 1 NNRTI

Efek Samping Terapi ARV

Obat Efek Samping Substitusi

Zidovudin Supressi sum sum tulang

Anemia makrositi atau

neutropenia

Intoleransi gastrointertinal,

sakit kepala, insomnia,

asthenia

Pigmentasi kulit dan kuku

Asidosis laktat dengan

steatosis hepatic

Jika digunakan pada terapi

lini pertama, TDF (atau

d4T jika tidka ada pilihan

lain)

Jika digunakan pada terapi

lini kedua, d4T

Stavudin Pancreatitis, neuropati

perifer, asidosis laktat denga

steatosis hepatitis (jarang),

lipotrofi

AZT dan TDF

Lamivudin Toksisitas renda

Asidosis laktat dengan

_

34

Page 36: CR Dr Juspeni B21 HIV

steatoses hepatitis (jarang)

Abacavir Reaksi hipersensitivitas

(dapat fatal),

Demam, ruam kelelahan,

mul muntah, tidak napsu

makan

Gangguan pernapasan (sakit

tenggorok, batuk)

Asidosis laktat dengan

steatosis hepatitis (jarang)

AZT atau TDF

Tenofovir Asthenia, sakit kepala,

diare, mual muntah, sering

buang angin, insufisiensi

ginjal, sindroma fanconi

Osteomalasia

Penurunan densittas tulang

Hepatitis eksaserbasi akut

berat pada pasein HIV

dengan koinfeksi

Hepatitis B yang

menghentikan TDF

Jika digunakan pada lini

pertama AZR (atau d4t jika

tiada pilihan)

Jika digunakan pada lini

kedua,

Secara pendekatan

kesehatan masyarakat,

makan tidak ada pilihan

lain jika pasien telah gagal

AZT/d4t pada terapi lini

pertama,

Jika kemungkinan

dipertimbangkan merujik

ke tingkat perawatan yang

lebih tinggi dimana terapi

individual tersedia.

Emtricitabine Ditoleransi dengan baik -

Nevarapin Reaksi hipersensitivitas

Sindroma steven-johnson

Ruam

Toksisitas hepar

Hiperlipidemia

EFV

Bpi jika tidak toleransi

terhadap kedua NNRTI

Tiga NNRTI jika tidak ada

pilihan lain.

35

Page 37: CR Dr Juspeni B21 HIV

Ritonavir Hiperlipidemia Jika digunakan pada lini

kedua.

Lopinavir Intoleransi gastrointertinal,

mual, pancreatitis,

hiperglikemial, pemindahan

lemak dan abnormalitas

lipid

Jika digunakna pada lini

kedua.

Efavirenz Reaksi hipersensitivitas

sindroma steven-johnson

Ruam

Toksisitas hepar

Toksisitas sisterm saraf

pusat yang berat dan

persisten (depresi dan

pusing)

Hiperlipidemia

Ginekomastia (pada laki-

laki)

Kemungkinan efek

teratogenik (pada kehamilan

trimester pertama atau

wanita yang tidak

mengganggu kontrasepsi

yang adekuat)

NVP

Bpi jika tidak toleran

terhadap kedia NRTI

Tiga NRTI jika tidak ada

pilihan lain.

36

Page 38: CR Dr Juspeni B21 HIV

IV. ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat

Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan sakit kepala, lemas pada

bagian lengan dan kaki sebelah kiri sejak ± 1 bulan SMRS. Terjadi penurunan

berat badan selama ±1,5 bulan. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam yang

hilang timbul dan setelah diberikan paracetamol keluhan tidak dirasakan lagi.

Terdapat riwayat penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik dan

tattoo pada lengan tangan pasien. dari riwayat diatas dapat disimpulkan pasien

dengan diagnosa susp. HIV.

a. Pasien didiagnosis dengan HIV. Diagnosis ini ditegakkan sementara

karena dari anamnesis nya didapatkan penurunan berat badan dan demam

yang hilang timbul. pasien juga memiliki riwayat penggunaan obat-obatan

terlarang dan terdapat tattoo pada lengan tangan pasien .

Faktor risiko infeksi HIV

- Penjaja seks laki-laki atau perempuan

- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)

- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan transgender (waria)

- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)

- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah

- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

37

Page 39: CR Dr Juspeni B21 HIV

Pada tanggal 13 mei 2015 pasien diberikan tatalaksana dengan

Rl XXgtt/menit

Paracetamol 3x1

Neurodex 3x1

Pemberian Paracetamol

Diindikasikan untuk mengurangi rasa nyeri sakit kepala, sakit gigi, nyeri

otot, menurunkan demam yang menyertai flu/influenza.

Efek samping paracetamol yaitu reaksi hipersensitifitas, perdarahan

saluran cerna.dalam jangka panjang mengakibatkan Gangguan fungsi hati.

Pemberian neurodex

Indikasi untuk kekurangan vit B1, B6 dan B12

Fungsi vit B1 adalah sebagai fungsi untuk mengatur dan menjaga

keseimbangan air didalam proses pencernaan dalam tubuh. akibat

kekurangan vitamin B1 yaitu neuritis, beri-beri, nafsu makan menurun,

gangguan metabolisme karbohidrat menurun.

Akibat kekurangan vit B6 adalah gangguan pada pembentukan sel-sel

darah merah, anemia, sembelit dan dermatitis. Sedangkan akibat

kekurangan vit B12 yaitu kekurangan zat besi dalam darah mengakibatkan

anemia.

Pada tanggal 15 mei 2015, pemberian obat Paracetamol 3x500mg,

Nystatin drops 4x1cc, Kotrimoxazol 2x2, Ranitidine 2x1 tab, Neurodex

2x1 tab

Pemberian cotrimoksazol harian untuk orang dewasa adalah 960 mg, 2

kali sehari. Cotrimoxazole adalah antibiotik yang merupakan kombinasi

Sulfamethoxazole dan Trimethoprim dengan perbandingan 5:1. Kombinasi

tersebut mempunyai aktivitas bakterisid yang besar karena menghambat

pada dua tahap sintesis asam nukleat dan protein yang sangat esensial

untuk mikroorganisme. Cotrimoxazole mempunyai spektrum aktivitas luas

dan efektif terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif, misalnya

38

Page 40: CR Dr Juspeni B21 HIV

Streptococci, Staphylococci, Pneumococci, Neisseria, Bordetella.

Klebsiella, Shigella dan Vibrio cholerae. Cotrimoxazole juga efektif

terhadap bakteri yang resisten terhadap antibakteri lain seperti H.

influenzae, E. coli. P. mirabilis, P. vulgaris dan berbagai strain

Staphylococcus.

Indikasi

- Infeksi saluran kemih dan kelamin yang disebabkan oleh E. coli.

Klebsiella sp, Enterobacter sp, Morganella morganii, Proteus

mirabilis, Proteus vulgaris.

- Otitis media akut yang disebabkan Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae.

- Infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bronchitis kronis yang

disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae.

- Enteritis yang disebabkan Shigella flexneri, Shigella sonnei.

- Pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii.

- Diare yang disebabkan oleh E. coli.

Efek samping

- Efek samping jarang terjadi pada umumnya ringan, seperti reaksi

hipersensitif/alergi, ruam kulit, sakit kepala dan gangguan pencernaan

misalnya mual, muntah dan diare.

- Leukopenia, trombositopenia, agranulositosis, anemia aplastik,

diskrasia darah.

- Walaupun sifatnya jarang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas yang

fatal pada kulit atau darah seperti sindrom Steven Johnson, toxic

epidermal, necrosis fulminant, hepatic necrosis dan diskrasia darah

lainnya.

Ranitidin merupakan menghambat reseptor H2 secara selektif dan

reversibel. Perangsangan H2 akan merangsang sekresi cairan lambung

sehingga cairan lambung akan di hambat. Ranitidin di metabolisme di

39

Page 41: CR Dr Juspeni B21 HIV

ginjal dan sekresikan dalam jumlah besar kedalam urin.

Efek samping dari ranitidin minimal dan umumnya berhubungan dengan

penghambatan terhadap reseptor H2. Beberapa efek lainnya berupa pusing,

nyeri kepala, malaise, mialgia, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus,

kehilangan libido dan impoten

Pemberian obat nystatin adalah obat anti jamur dengan spectrum yang luas

dan dapat digunakan secara topical. Pengobatan nystatin dalam bentuk

cair biasanya digunakan untuk jamur yang berada di mulut.

Tatalaksana pada os ini sudah cukup tepat, karena pemberian paracetamol

keluhan sakit kepala berkurang. pemberian nystatin sudah tepat karena

pada pasien mengalami kandidiasis oral, dan ada sariawan juga pada lidah

pasien. pemberian obat nystatin sebagai spectrum luas obat anti jamur.

b. Dari hasil pemeriksaan CT-scan kepala didapatkan massa di lobus

parietalis dextra dengan herniasi subfalcine. maka dapat didiagnosa adanya

SOL (space occupying lesion) dengan gejala nyeri kepala yang bertambah

berat dengan perubahan posisi dan aktivitas fisik. Riwayat kejang yang

berulang pada pasien merupakan gejala adanya massa pada otak dan lemah

pada tangan dan kaki sebelah kiri (hemiparase). Dan telah dikonsulkan

dengan spesialis bedah saraf dan rencana untuk di rujuk ke RS di Jakarta

dan dilakukan pemeriksaan VCT untuk terapi ARV.

40

Page 42: CR Dr Juspeni B21 HIV

DAFTAR PUSTAKA

Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI 2006

Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. “Panduan Tatalaksana Klinis

Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja” edisi ke-2, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan 2007

Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional

pelayanan kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.

Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids.

2009 Current Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48 th ed. Hal.

1176-1205

Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib

AA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV

infection in infants and children in Indonesia: current challenges in

management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

2009

Zeth AHM, Asdie AH, Mukti AG, Mansoden J. Perilaku dan Risiko

Penyakit HIV-AIDS di Masyarakat Papua Studi Pengembangan Model

Lokal Kebijakan HIV-AIDS. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.

2010; 13(4): 206-19.

41