Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose ...
Transcript of Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose ...
JAUR, Vol. 4 (1) Oktober (2020) ISSN: 2599-0179 (Print) ISSN: 2599-0160 (Online)
JOURNAL OF ARCHITECUTRE AND URBANISM RESEARCH
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jaur
Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose
Architecture Bernard Tschumi
Coworking Space in Pekanbaru with the Implementation of Superimpose Architecture Bernard Tschumi
* Jenita Septia Ningrum1), Yohannes Firzal2) & Mira Dharma. S3)
1)Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Riau 2) 3) Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Diterima: Juli 2020; Disetujui: Oktober 2020; Dipublikasi: 31 Oktober 2020
*Corresponding author: [email protected]
Abstrak
Seiring dengan perkembangan informasi dan internet, bekerja dapat dilakukan dimana saja selain di kantor tanpa perlu melakukan tatap muka secara langsung. Coworking Space di Indonesia saat ini mulai hadir dan berkembang, dikenal sebagai pilihan tempat bekerja bersama bagi para pekerja yang memulai usaha mandiri (start up). Bersamaan dengan banyak munculnya potensi-potensi di bidang industri kreatif yang perlu diolah dan dikembangkan, pertumbuhan dan perkembangan aktifitas start-up di Kota Pekanbaru sudah sangat baik. Untuk mewadahi aktifitas para start-up di Kota Pekanbaru diperlukan perumusan perancangan coworking space yang merupakan suatu konsep kantor bersama bagi para startup untuk memulai bisnisnya. Metode Superimpose Architecture merupakan tema yang digunakan dalam perancangan coworking space di Pekanbaru, yang mana dalam penerapannya menyatukan dan menunpuk sistem points, lines, dan surface yang masing-masing berdiri sendiri. Perancangan Arsitektur yang akan dirancang sepenuhnya merupakan konseptual, konseptual disini menjadikan arsitektur lebih terbuka dan bebas untuk di interpretasikan fungsinya oleh pengguna maupun pengunjung. Maksud dari penelitian ini menciptakan suatu metode dalam mengatasi keterbatasan lahan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif dalam hal ini pengambilan data dari hasil survey, pengolahan data, analisa dan konsep dan perancangan. Kata Kunci : Coworking Space, Superimpose Architecture
Abstract
Along with the development of information and Internet, work can be done anywhere other than in the office without
the need to do face-to-head directly. Coworking Space in Indonesia is now starting to be present and growing, known
as a working choice together for workers who start their own business (start up). Along with many of the emergence of
potential in the field of creative industries that need to be processed and developed, the growth and development of
start-up activities in Pekanbaru city has been very good. To provide start-up activities in Pekanbaru City is required
formulation of coworking space which is a concept of joint office for startup to start its business. The Superimpose
Architecture method is a theme used in the planning of coworking space in Pekanbaru, in which the application
brings together and shows the respective points, lines, and surface systems. The Architectural design that will be fully
designed is conceptual, conceptual here makes the architecture more open and free to interpret the functions by both
users and visitors. The purpose of this research is to create a method to overcome land limitations. This research was
conducted using qualitative and quantitative methods, in this case data collection from survey results, data processing,
analysis and concepts and design.
Journal of Architecture and Urbanism Research, 4 (1) (2020) 48-56
49
Keywords: Difficult Air IX Koto Above, General Hospital, Green Architecture
How to Cite : N.Jenita Septia, Yohanes F,Mira D , (2020), Coworking Space di Peknbaru dengan Prinsip Superimpose Architecture Bernard Tschumi , JAUR, 48-56
Jenita S.N, Yohannes F, Mira Dharma, Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose Architecture
50
PENDAHULUAN
Indonesia mengalami kemajuan
ekonomi dari tahun ke tahun, hal tersebut
didukung salah satunya oleh industri
ekonomi kreatif yang telah memberikan
konstribusi sebesar 7,44% dan semakin
memiliki potensi berkembang di Indonesia.
Pada tahun 2016 disebutkan bahwa jumlah
penduduk dengan pekerjaan utama ekonomi
kreatif mengalami pertumbuhan sebesar
4,69% atau sekitar 16,91 juta jiwa setiap
tahunnya. Tercatat peningkatan Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dari
tahun 2015 sebesar Rp 852,56 triliun dan
mengalami peningkatan pada tahun 2016
sebesar Rp 922,59 triliun (Bekraf, 2017).
Industri ekonomi kreatif merupakan
industri yang memiliki potensi untuk
berkembang di dalam negeri. Potensi inilah
yang menyebabkan menjamurnya bisnis
start-up yang mulai bermunculan di
Indonesia. Bidang yang digarap memiliki
jenis yang beragam dimulai dari teknologi,
fashion, kerajinan hingga musik (Putriadita,
Sulistiowati, 2017).
Seiring dengan perkembangan
informasi dan internet, bekerja dapat
dilakukan dimana saja selain di kantor
tanpa perlu melakukan tatap muka secara
langsung. Berdasarkan data dari BPS
(dalam Rahma, 2019) pada tahun 2018
bekerja secara fleksibel di Indonesia mulai
berkembang, sebanyak 56,8% masyarakat
Indonesia bekerja di sektor informal. Hal ini
terbukti bahwa pertumbuhan lapangan
pekerjaan di sektor informal lebih banyak
diminati dibandingkan sektor formal.
Perkembangan sektor informal dapat
dipandang dari dua sisi, yaitu
perkembangan ekonomi digital dan
teknologi yang memacu tumbuhnya
wiraswasta secara online dan mandiri. Selain
itu, pertumbuhan sektor informal juga
dipengaruhi dari karakteristik kaum milenial
yang cenderung memilih jam kerja yang
fleksibel.
Tren bekerja fleksibel ini yang
membuat tempat seperti Coworking Space
mulai bermunculan dan berkembang.
Fasilitas yang disediakan Coworking Space
memberikan keleluasaan dalam bekerja
sehingga menarik dan diminati
(Widjaja,2019).
Pada saat ini kondisi kantor sewa
dapat dikatakan tidak efisien. Penyebab hal
ini adalah banyak kantor yang hanya
mengutamakan bentuk bangunan yang
besar, sehingga hanya berakhir dengan
memiliki luas hingga 4000 , tetapi hanya
diisi oleh 10 orang pekerja. Maka dari pada
itu Coworking Space hadir untuk
menciptakan efisiensi lahan yang digunakan
untuk bekerja secara fleksibel (DeGuzman
dan Tang, 2011).
Berdasarkan data diatas dan isu yang
berkembang bahwa kantor sewa saat ini
tidak efisien dengan biaya biaya sewa kantor
yang cukup mahal mengakibatkan coworking
space menjadi wadah yang tepat untuk
menanggapi hal tersebut. Perancangan
coworking space menyediakan fasilitas yang
mendukung kegiatan para pelaku industri
ekonomi kreatif yang semakin berkembang
di Pekanbaru.
Perancangan coworking space di
Pekanbaru ini menerapkan tema Superimpose
Architecture. Tema dianggap sebagai titik
berangkat yang selalu ada dalam setiap
pewujudan konsep desain. Tema harus
memiliki hubungan logis dengan objek
desain (kegiatan/tempat). Coworking space
merupakan konsep tempat kerja model baru
yang memiliki karakteristik bekerja secara
fleksibel. Superimpose menghadirkan
hubungan antara poin kegiatan, sirkulasi,
dan bidang yang menjadikan suatu ruang
coworking space yang kompleks sehingga
memungkinkan tema ini cocok untuk
Journal of Architecture and Urbanism Research, 4 (1) (2020) 48-56
51
diterapkan dalam perancangan coworking
space. Perancangan dapat dengan bebas
mengolah bentukan untuk mencapai
keunikan pada objek rancangan coworking
space.
Adapun permasalahan yang akan
dihadapi dalam perancangan Coworking
Space ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merumuskan kebutuhan dan
fungsi ruang yang efektif dengan kegiatan
yang akan diwadahi pada Coworking
Space di Pekanbaru?
2. Bagaimana merumuskan penerapan
Superimpose Architecture Bernard Tschumi
pada perancangan Coworking Space?
3. Bagaimana merumuskan konsep pada
perancangan Coworking Space di
Pekanbaru?
Coworking Space, dalam perkataan
Spinuzzi "working alone together" yang
memili arti, coworking adalah cara bekerja
secara mandiri tetapi di hadapan orang lain.
Intinya coworking dapat dilihat sebagai
contoh yang bisa mendorong kreativitas
individu maupun tim, menyiapkan ruang
untuk kolaborasi, berkegiatan, refleksi diri
dan bermain, hingga akhirnya
memungkinkan terjadinya pertemuan
kebetulan dan saling bertukar ilmu
pengetahuan (Spinuzzi, 2012).
Coworking space merupakan sebuah
ruang bekerja bersama para pekerja mandiri
seperti para freelancer, entrepreneur, program
lepas, maupun desainer web saling berbagi
dengan berbagai fasilitas yang disediakan
untuk memenuhi kebutuhan para
penggunanya, dan biaya operasional
cenderung lebih murah. Fasilititas yang
disediakan coworking space pada umumnya
seperti meja, ruang konferensi, dan koneksi
internet. Berbeda dengan kantor sewa non
fisik, coworking space lebih bersifat terbuka
sehingga para pengguna yang bekerja dapat
duduk bersebelahan dengan para pengguna
lainnya dari jenis perusahaan dan project
yang berbeda. Perbedaan ini dapat
menciptakan sebuah interaksi untuk
membuka jaringan kerja yang lebih luas
diantara sesama pengguna (Schuermann,
2014).
Tujuan coworking space bukan hanya
menyewakan ruang bekerja tetapi juga
sebagai sebuah networking space atau ruang
komunitas yang didalamnya terdapat
kegiatan untuk para entrepreneur. Pengguna
bisa mengembangkan jejaring mereka dan
menghasilkan ide-ide baru antara satu sama
lain (Uzzaman, 2015).
Superimpose Bernard Tschumi,
Superimposisi merupakan salah satu
gagasan Bernard Tschumi yang
membuktikan bahwa siapapun dapat
menyusun arsitektur yang kompleks tanpa
terikat/tunduk pada aturan hirarki, fungsi
dan order (Papadakis, 1988).
Superimposisi adalah metode dengan
konsep layering (tumpang tindih), yaitu
menggabungkan beberapa layer yang
berbeda satu sama lainnya kedalam satu
bidang datar. Prosesnya adalah dengan
menyatukan ketiga layer dasar
pembentukan geometri yaitu titik, garis, dan
bidang, sehingga mencapai suatu hal baru
(Tschumi, 1986).
Gambar 1. Tumpang Tindih Parc de la villate : Point, Lines ,Surves
METODE PENELITIAN
Proses perancangan Coworking Space
di Pekanbaru dimulai dari pengembangan
Jenita S.N, Yohannes F, Mira Dharma, Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose Architecture
52
ide awal, identifikasi masalah, perumusan
konsep dan penarapan tema Superimpose
Bernard Tschumi ke dalam bangunan. Pada
tahap strategi perancangan, data diperoleh
dari literatur dan studi banding, dan survei
lapangan.
Gambar 2. Bagan Alur Perancangan
PEMBAHASAN
Pemilihan lokasi tapak perancangan
coworking space yang direnanakan ditentukan
berdasarkan beberapa kriteria sebagai
berikut :
1. Kondisi lahan berupa tanah kosong dan
dengan bentuk lahan yang mudah
untuk diolah (Badan Standarisasi
Nasional, 2004, hal. 33).
2. Lokasi coworking space memiliki akses
yang dekat dan mudah ke jalan utama
untuk mempermudah pencapaian
menuju lokasi site. Aksesibilitas mudah
ke sarana transportasi umum, lokasi
permukiman, tempat makan, dan
ruang-ruang pertemuan lainnya.
3. Lokasi tapak dilengkapi dan dekat
dengan infrastruktur yang mendukung
aktivitas pada coworking space yang
meliputi jaringan transportasi,
telekomunikasi, internet, listrik, air
bersih, drainase dan sebagainya
(Purbowati, 2015).
4. Tapak terletak dijalan Soekarno-Hatta
dengan luas Ha, dengan kontur
tanah yang relative datar. Korfisien
dasar bangunan 50%.
Gambar 3. Lokasi Site
Gambar 4. Potensi Tapak
Potensi Tapak yaitu berwarna kuning
Berbatasan dengan area pemukiman, dan
berwana biru berada di area komersil
pertokoan, rumah sakit dan lainnya.
Kondisi fisik dan batasan tapak adalah
sebagai berikut Sebelah Utara berbatasan
dengan Jalan Dirgantara, Sebelah Selatan
berbatasan dengan RSIA Budhi Mulia ,
Sebelah Timur berbatasan dengan SMP Dwi
Sejahtera, Sebelah Barat berbatasan dengan
Jalan Soekarno-Hatta
Berdasarkan hasil analisa kebutuhan
ruang didapatkan besar kebutuhan ruang
berdasarkan zonasi ruang makro yaitu :
SITE
Journal of Architecture and Urbanism Research, 4 (1) (2020) 48-56
53
Gambar 5. Zonasi Ruang Makro
Tabel 1. Besar Kebutuhan Ruang
Jenis Ruang Luasan
Ruang Pengelola 361,14 m2
Pelayanan Umum 1.220,7 m2
Ruang Coworking Space 2.259,92 m2
Ruang Pendukung Coworking Space 1.620,53 m2
Ruang Auditorium dan Konferensi 1.704,1 m2
Besaran Ruang Day Care 467,35 m2
Besaran Ruang Service 69,16 m2
Besaran Ruang Outdoor 4466 m2
Total Keseluruhan 12.168,96 m2
Sumber : Analisis Pribadi, 2020
Berdasarkan data perhitungan dan
kebutuhan ruang yang diperlukan, jumlah
luas total bangunan sebesar 12.168,96
yang terdiri dari 7702,96 luas bangunan
dan 4466 luas ruang luar. Luas lahan
yang tersedia yaitu 13.000 atau 1.3 ha
dengan KDB sebesar 50% yaitu sebesar
6500 m2. Bangunan terdiri dari 3 lantai
sehingga luas perlantai 12.169 / 3 =
4.056,333 .
Pembagian zoning pada site secara
umum terdiri dari zona publik, zona semi-
publik, dan zona privat yang masing-masing
terdiri dari :
Tabel 2. Zona Privat
Sumber : Analisis Pribadi, 2020
Tabel 3. Zona Semi Privat
Sumber : Analisis Pribadi, 2020
Tabel 4. Zona Publik
Sumber : Analisis Pribadi, 2020
Jenita S.N, Yohannes F, Mira Dharma, Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose Architecture
54
Tabel 5. Zona Servis
Sumber : Analisis Pribadi, 2020
Penerapan Tema, dengan penerapan
metode superimposisi dalam desain
coworking space ini bertujuan untuk
mendesain konsep hubungan antara ruang
dan pergerakan pada setiap event/peristiwa
yang ada dengan menggunakan metode
tumpuk menumpuk antar layer point, lines,
dan surface untuk mendapatkan hubungan
antara concept (konsep), context (konteks),
dan content (program) dari ruang (space),
pergerakan (movement), dan peristiwa (event).
Pembentukan geometri dari tiga
sistem yang berbeda dan mendasari
geometri Euclidean yang dikenal dengan
points, lines, dan surface. Berikut penerapan
sistem penumpukan layer points, lines,
surface.
Pada layer point menggunakan sistem
koordinat point. Sistem point diwujudkan
melalui titik-titik aktivitas yang timbul
akibat orang yang bekerja pasti
membutuhkan tempat untuk saling
berinteraksi sebagai pelepas lelah yang di
wujudkan melalui suatu ruang yang disebut
dengan creative space. Penentuan titik point
mempertimbangkan bentuk site. Ruang ini
merupakan ruang pengikat pada bangunan
dengan interval 17m yaitu dengan
pembagian 3 point utama sebagai creative
space dengan sifat ruang publik dan 12 point
sekunder sebagai creative space dengan sifat
ruangan semi publik.
Gambar 6. Layer Point
Lines , Layer garis (Lines)
merupakan konfigurasi alur gerak pemakai.
Sistem lines diwujudkan menggunakan
sistem network, dimana setiap para
pengguna (coworkers) dapat mengakses
segala point dengan leluasa. Lines melintas
utara-barat dan sebagai koordinat tapak.
Gambar 7. Layer Lines
Surface (bidang) merupakan zona
aktivitas yang ada dalam coworking space.
Sistem surface dalam perancangan ini yaitu
pada perluasan ruang horizontal untuk zona
privat, semi privat, publik dan servis.
Gambar 8. Layer Surface
Journal of Architecture and Urbanism Research, 4 (1) (2020) 48-56
55
Hasil dari ketiga layer yaitu point, lines,
dan surface yang kemudian ditumpuk dan di
dapatkan gubahan massa sebagai berikut :
Gambar 9. Gubahan Massa Konsep yang digunakan pada
perancangan Coworking Space ini yaitu
Diamond. Dalam pengertiannya diamond
merupakan sebuah batu permata, batu intan
yang diasah dengan luar biasa. Latar
belakang pemilihan konsep yaitu diamond
diibaratkan sebagai sebuah pencapaian
tertinggi dalam proses bekerja. Konsep
diamond ini juga digunakan sebagai sebagai
salah satu metode pencarian bentuk dalam
perancangan Coworking Space di Pekanbaru,
ide konsep dasar perancangan dimaksudkan
untuk mempermudah proses perancangan
dan pemberian karakter pada bangunan.
Gambar 10. Sifat Diamond
Berdasarkan dengan metode
superimposisi yang diterapkan dalam
bangunan. Metode yang diterapkan
menyesuaikan dengan konsep yang dipilih,
yaitu diamond.
Penerapan konsep diamond pada
gubahan massa yang didapat melalui proses
superimpose 3 layer yaitu point, lines, dan
surface adalah sebagai berikut :
Gambar 11. Potensi Konsep
Setiap segmen pada penerapan tema
superimposisi dijadikan sebagai pola lantai
yang ditumpuk sehingga menghasilkan
massa yang kemudian disesuaikan kembali
dengan konsep Diamond.
Gambar 12. Superimposisi Layer pola lantai
Konsep Diamond dalam interior
diaplikasikan dengan bentuk garis yang
membentuk sudut lancip pada bagian
plafond, lantai, dan dinding yang
disesuaikan dengan fungsi ruang.
Gambar 13. Ruang Kerja Bersama
Pada konsep tapak diaplikasikan yaitu
letak bangunan yang berada pada bagian
tengah dari tapak, pengaplikasian taman,
zona service, dan sirkulasi pada sekitaran
bangunan. Pola lansekap berdasarkan
konsep diamond yaitu pengaplikasian garis
yang membentuk sudut lancip.
Gambar 14. Konsep Tapak
Jenita S.N, Yohannes F, Mira Dharma, Coworking Space di Pekanbaru dengan Penerapan Superimpose Architecture
56
Sirkulasi pada tapak disesuaikan
dengan konsep Diamond pada pola lansekap
dan tapak yang dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu pengunjung dan pengelola agar
nyaman, dan tidak terganggu satu sama
lain. Sedangkan pada interior, sirkulasi
disesuaikan dengan konsep diamond yaitu
pada titik utama zona kreatif yang didesain
dapat menjangkau segala fungsi dalam
bangunan.
Gambar 15. Konsep Sirkulasi
SIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari
perancangan coworking space di Pekanbaru
dengan penerapan prinsip superimpose
Bernard Tschumi, yaitu Fungsi dari
perancangan Coworking Space di Pekanbaru
ini adalah sebagai wadah atau penyedia
fasilitas bekerja bersama, berbagi
pengetahuan, maupun menjalin kolaborasi
bagi para pengguna yaitu freelancer, start-up,
entrepreneur dan lain sebagainya.
Pada perancangan Coworking Space
dipekanbaru menerapkan prinsip ataupun
metode Superimpose dari Arsitek Bernard
Tschumi, yang mana penerapan Superimpose
tersebut yaitu penerapan tumpang tindih
layer point, lines, dan surves pada fungsi
bangunan. Konsep yang penulis terapkan
dalam metode pencarian bentuk adalah
dengan penerapan karakter yang dimiliki
oleh sebuah Diamond (berlian).
DAFTAR PUSTAKA
Bekraf, B. E. (2017). Data Statistik dan Hasil Survei
Ekonomi Kreatis: Kerjasama Badan Ekonomi
Kreatif dan badan Pusat Statistik.
DeGuzman, Genevieve V, & Tang, Andrew I. 2011.
Working in the Unoffice. San Francisco: Night
Owls Press LCC.
Nuefert, Ernst. 1996. Data Arsitek Jilid I. Terjemahan
oleh Sunarto Tjahjadi. Jakarta: Erlangga.
Nuefert, Ernst. 1996. Data Arsitek Jilid II.
Terjemahan oleh Sunarto Tjahjadi. Jakarta:
Erlangga
Neufert, Ernst. 1996. Data Arsitek: Jilid 1 Edisi 33.
Erlangga, Jakarta
Papadakēs, A. (1988). Deconstruction in architecture
(Vol. 72). St. Martin's Press.
Pujantara, R. (2014). Tata Letak, Konfigurasi Dan
Interaksi Ruang Pada Rancangan Arsitektur
Dengan Konsep Superimposisi Dan Hibrid
Dalam Teori Fuction Follow Form. In Jurnal
Forum Bangunan (Vol. 12, No. 1).
Rahma, Ellyta. (2019, 17 Juni). Freelance, Tren Bekerja
Bebas di Indonesia. Diperoleh 9 Mei 2020, Dari
https://marketeers.com/freelance-tren-
bekerja-bebas-di-indonesia/
Schuermann, M. (2014). Coworking Space: A Potent
Business Model for Plug 'nPlay and Indie Workers.
(G. L. Edition, Trans.) berlin: epubli.
Spinuzzi, C. (2012). Working alone together: Coworking
as emergent collaborative activity. Journal of
business and technical communication, 26(4), 399-
441
Tschumi, B. (2005). Event-Cities: Concept vs. Context vs.
Content: No. 3
Uzzaman, a. (2015). Startup Pedia, Membangun Startup
Ala Silicon Valley. Yogyakarta: Bentang.
Widjaja, Angelica, Sherly de Yong, and Lucky
Basuki. "Perancangan Interior Co-working Space
dengan Fasilitas Day Care di Jakarta." Intra 7.2
(2019): 369-379
F.D Ching, Arsitektur bentuk, Ruang dan
Tatanan. Ciracas: Penerbit Erlanga, 2008.