Chapter II Fasilitas

download Chapter II Fasilitas

of 24

Transcript of Chapter II Fasilitas

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    1/24

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. 

    Pengembangan Wilayah Kota

    Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

    ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata

    sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang matrealistis atau dapat pula

    diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan

    non alami dengan gejala pemusatan penduduk daerah belakangnya. Beberapa

    aspek kehidupan di kota antara lain aspek sosial sebagai pusat pendidikan, pusat

    kegiatan ekonomi , dan pusat pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu

    memiliki tingkat atau rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut

    sejarah perkembangannya kota itu berasal dari tempat-tempat pemukiman

    sederhana.

    Kota juga memiliki banyak ikon yang memungkinkan terjadinya

     perubahan dan perkembangan, sehingga kita dapat menemukan pola yang pasti

    untuk menentukan perencanaan pembangunan yang lebih terarah. Sehingga sudah

    semestinya jika perbedaan-perbedaan yang penting antara satu kota dengan kota

    lainnya akan menarik perhatian untuk dikaji lebih jauh. Misalnya ada perbedaan

    mengenai penulisan tema kota diharapkan akan memperkaya pengetahuan dan

    wawasan kita tentang keadaan kota yang dikaji itu secara lebih kompleks.

    Di dalam pembangunan ekonomi, perencanaan wilayah sangat perlu untuk

    menetapkan suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai

    kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga

    8

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    2/24

    kebutuhan fasilitasnya pun berbeda. Pada dasarnya untuk melihat apakah daerah

    itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan

    yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Menurut

    Robinson Tarigan (2005:158-159) fasilitas perkotaan atau fungsi perkotaan antara

    lain adalah sebagai berikut :

    1.  Pusat perdagangan, yang digunakan untuk melayani masyarakat kota itu

    sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggiran, melayani

     beberapa kota kecil (pusat kabupaten), melayani pusat provinsi dan pusat

     beberapa provinsi sekaligus

    2.  Pusat pelayanan jasa baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan

    3.  Tersedianya prasarana perkotaan, seperti sistem jalan kota yang baik,

     jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, pelayanan sampah,

    sistem drainase, taman kota, atau pasar

    4. 

    Pusat penyediaan fasilitas sosial atau seperti prasarana pendidikan

    (universitas, akademi, SLTP, SD), prasarana kesehatan, tempat ibadah,

     prasarana olahraga, prasarana sosial seperti gedung pertemuan, dan lain-

    lain

    5.  Pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan turut mempercepat tumbuhnya

    suatu kota karena banyak masyarakat yang perlu datang ke tempat itu

    untuk urusan pemerintahan

    6.  Pusat komunikasi dan transportasi

    7.  Lokasi pemukiman yang tertata

    Menurut Wibowo, dkk, (1999), pengembangan wilayah merupakan suatu

    usaha mengembangkan dan meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan

    9

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    3/24

    interaksi antarsistem ekonomi (economic system), manusia atau masyarakat

    lingkungan hidup dan sember daya alam. Kondisi ini dapat diterjemahkan dalam

     bentuk pengembangan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan

    keamanan yang seharusnya berada dalam konteks keseimbangan, kselerasan dan

    kesesuaian.

    Menurut Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya

    merupakan peningkatan nilai manfaat bagi masyarakat suatu wilayah tertentu,

    mampu menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan

    masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak

    sarana/prasana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha

    masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun

    kualitasnya.

    Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai azas/dasar

     berdasarkan tujuan penerapan masing-masing teori. Berbagai paradigma teori

     pengambangan wilayah dapat dirangkum sebagai berikut (Purboyo, 2001),

    1. 

    Teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local

     prosperity)

    2.  Teori yang menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam

    yang dinilai dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan

     produksi di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok

     penganut teori ini sering disebut sangat peduli dengan pembangunan

     berkelanjutan (sustainable development )

    3.  Teori yang memberi penekanan kepada kelembagaan dalam proses

     pengambilan keputusan di tingkat lokal, sehingga kajian teori ini

    10

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    4/24

    terfokus kepada good governance yang bisa bertanggungjawab dan

     berkinerja bagus

    4. 

    Teori yang perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang

    tinggal di suatu lokasi ( people prosperity)

    Menurut Misra (1977), pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar

    (tetraploid discipline) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi.

     Namun pendapat Misra mengenai pengembangan wilayah ini terlalu sederhana

    dimana aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi

    maupun teori lokasi. Oleh karena itu, menurut Budiharsono (2005),

     pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar, yaitu (1)

    aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek

    kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.

    Gambar 2.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono, 2005)

    Dari gambar diatas dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan

    terhadap pengembangan wilayah yaitu aspek biogeofisik melindungi kandungan

    sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan

     prasarana yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi

    Pengembangan

    Wilayah

    Aspek

    Kelembagaan

    Aspek

    Lokasi

    Aspek

    Lingkungan

    Aspek

    Biogeofisik

    Aspek

    Sosial

    Aspek

    Ekonomi

    11

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    5/24

    kegiatan ekonomi yang terjadi di sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya,

     polotik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia,

     budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi menunjukkan

    keterkaitan antar wilayah yang satu dengan yang lainnya yang berhubungan

    dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan

    meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input   apakah

    merusak atau tidak. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang

    ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak.

    Aspek pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat

    dari aspek ekonomi dan aspek lokasinya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat

    unsur pendapatan masyarakat sekitar dan didalam aspek lokasi terdapat unsur

    keterkaitan antara keberadaan lokasi kegiatan jasa pendidikan dengan wilayah

    sekitarnya.

    2.2. 

    Institusi Pendidikan Sebagai Bagian Ruang Kota

    Sebuah perguruan tinggi yang berdiri di suatu kota mempunyai pengaruh

    yang cukup signifikan terhadap kota secara fisik dan juga secara non fisik.

    Dampak kota secara non fisik adalah perekonomian khususnya harga perumahan,

    sosial (kelompok-kelompok perumahan permanen berganti fungsi menjadi

     pemondokan sementara), jumlah penduduk kelas menengah, budaya (selera yang

    seragam serta penyediaan layanan). Dampak secara fisik adalah alih fungsi

     bangunan (Allison, 2006).

    Dampak fisik dan non fisik tersebut mempunyai pengaruh yang cukup

    signifikan bagi kehidupan penduduk asli dari suatu kota perguruan tinggi.

    12

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    6/24

    Perguruan tinggi sering didefinisikan sebagai mesin pembangunan ekonomi.

    Perguruan tinggi merupakan suatu bisnis yang menguntungkan bagi pemerintah

    setempat. Dengan adanya perguruan tinggi, suatu kota dapat menarik minat siswa

    untuk datang dan pada akhirnya mendatangkan pendapatan bagi kota tersebut.

    Ada multiplier effect  dari perguruan tinggi terhadap kawasan sekitar, disamping

     peluang bisnis yang menguntungkan juga prestige yang didapatkan jika memiliki

    Pendidikan Tinggi yang prestige (Bromley, 2006).

    Adanya pendidikan tinggi juga mempengaruhi kota, dalam hal ini daya tarik

    kota sebagai kawasan perguruan tinngi. Hal ini akan mengakibatkan adanya

    migrasi yang masuk bukan saja melanjutkan studi tetapi juga mencari kesempatan

    dan peluang kerja. Selain itu juga akan memberi dampak terhadap pelayanan

    infrastruktur yang ada seperti jaringan air bersih, jalan dan drainase (Purcahyono,

    2002).

    Keberadaan perguruan tinggi memberi pengaruh pada kawasan sekitarnya

    khususnya kawasan yang berbatasan langsung dengan perguruan tinggi tersebut.

    Hal ini akan memberi dampak peningkatan kepadatan bangunan dan jumlah

     penduduk. Perubahan ini akan mempengaruhi pola penggunaan lahan dan fungsi

    rumah sebagai kegiatan sosial. Adanya alih fungsi rumah tinggal menjadi rumah

    dengan kegiatan ekonomi (sewa/kontrak kamar), perubahan/penambahan ruang

    dan bangunan guna menambah kapasitas (Riyanto, 2002).

    Menurut Krier dan Trancik (Zahnd, 2002) ruang perkotaan atau urban space 

    terdiri atas street /jalan dan square/ruang, sehingga keberadaan gedung-gedung

    dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang berbentuk massa bangunan dan

    koridor jalan akan turut memberi pengaruh pada kesan morfolois kota secara

    13

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    7/24

    keseluruhan. Secara lebih rinci deskripsi tentang ruang kota dapat dilihat dari sisi

    fisik morfologis, fungsi dan kepemilikan. Dari sisi fisik morfologis kota

    dipandang sebagai susunan dari street dan square. Secara fungsi, aktifitas yang

     berlangsung di ruang perkotaan adalag aktifitas sosial, aktifitas pergerakan dan

    aktifitas ekonomi. Dari segi kepemilikan, suatu ruang perkotaan dapat secara

     penuh dimiliki suatu publik, yangmana dalam hal ini adalah pemerintah daerah

    setempat.

    Dalam pandangan Zahnd, kota dapat dianalisis sebagai suatu produk fisik

    yang terdiri atas street  dan square dimana secara teoritis dapat dipahami sebagai

     berikut:

    a.  Teori Figure/Ground

    Teori ini dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara

     bentuk yang dibangun dan ruang terbuka.

    b. 

    Teori Linkage

    Teori ini dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap

    sebagai generator kota.

    c. 

    Teori Place

    Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-tempat

     perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya dan sosialisasinya.

    Dalam pandangannya, Zahnd (1999) menyimpulkan bahwa pola

     perkembangan dasar fisik kota dikenal dengan tiga istilah teknis yaitu :

    1.  Perkembangan Horizontal dimana cara perkembangannya mengarah

    keluar, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian dan kuantitas

    lahan terbangun (coverage) tetap sama. Perkembangan dengan cara ini

    14

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    8/24

    sering terjadi di pinggir kota dimana lahan masih lebih murah dan dekat

     jalan raya yang mengarah ke kota.

    2. 

    Perkembangan Vertikal dimana cara perkembangannya mengarah

    keatas, artinya daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun tetap

    sama sedangkan ketinggian bangunan bertambah. Perkembangan dengan

    cara ini sering terjadi di pusat kota dan di pusat-pusat perdagangan yang

    memiliki potensi ekonomi.

    3.  Perkembangan Interstisial dimana cara perkembangannya dilangsungkan

    kedalam, artinya daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap sama

    sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah.

    Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota dan antara

     pusat dan pinggir kota yang kawasannya sudah dibatasi dan hanya dapat

    dipadatkan.

    Gambar 2.2 Pola Perkembangan Dasar Dalam Kota (Zahnd,1999)

    Proses perkembangan fisik kota akan membentuk skala perkotaan yang akan

    menciptakan kesan terhadap konteks suatu kota. Skala perkotaan merupakan

     perbandingan hubungan antara lebar/panjang dan tinggi ruang pada suatu tempat

    dan McClusky dalam Zahnd (1999) memberikan suatu standar umum skala

    Perkembangan

    Interstisial

    Perkembangan

    Horizontal

    Perkembangan

    Vertikal

    15

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    9/24

     perkotaan yang dapat menciptakan 3 kategori kesan, yaitu kesan sempit, kesan

    netral atau harmonis dan kesan luas atau sunyi.

    Gambar 2.3 Standar Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas

    Place Secara Vertikal (Zahnd,1999)

    Ruang perkotaan merupakan tempat berkumpulnya sebagian besar

    masyarakat ketika berada di dalam bangunan (Madanipour,1996). Inti dari ruang

     perkotaan adalah kegiatan dan ruang pedesaan, oleh sebab itu perencanaan fisik

    kota merupakan suatu pemikiran sistematis mengenai penataan ruang sehubungan

    dengan adanya kegiatan manusia dan kebutuhannya. Kebutuhan ruang akan selalu

    meningkat sejalan dengan perkembangan aktivitas masyarakat pada suatu

    16

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    10/24

    wilayah, sedang keberadaan dan ketersediaan ruang bersifat bebas. Dalam

    menyeimbangkan kebutuhan (demand ) dan ketersedian (supply) lahan agar

    mendekati kondisi optimal, maka perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan ruang

    yang komprehensif melalui perpaduan pendekatan sektoral dan pendekatan

    regional.

    2.3.  Pola dan Struktur Ruang Perkotaan

    Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang

    didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia,

    maka ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses

    utama, yakni :

    a.  Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata

    ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of future actions”

    RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar

    interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan

    serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk

    hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan

    (development sustainability)

     b. 

    Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi

    rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri

    c.  Proses pengendalian  pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme

     perizinan dan  penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap

    sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

    17

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    11/24

    Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-

    tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang

    memiliki landasan hukum (legal instrument ) untuk mewujudkan tujuan

     pengembangan wilayah. Chapin (dalam Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2

    hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan

     perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan

     perekonomian serta pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem

    lingkungan.

    Rencana pola ruang merupakan elemen penting dalam rencana tata ruang

    wilayah kota, dimana didalamnya ditunjukkan alokasi ruang bagi berbagai

    kegiatan perkotaan. Rencana pola ruang ini dirumuskan sesuai dengan hasil

    analisis serta dengan mempertimbangkan arahan kebijakan dari stakeholders

    Kota.

    Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

     prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi

    masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (Pasal 1 UU No.

    27 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang). Perencanaan struktur ruang diarahkan

    untuk menentukan hirarki dan fungsi pusat-pusat permukiman serta sistem

     jaringan prasarana dan sarana, sehingga dapat menciptakan tingkat perkembangan

    fisik, ekonomi dan sosial yang diinginkan selama kurun waktu perencanaan. Suatu

    kota pada dasarnya terbentuk dari pusat-pusat kegiatan yang membentuk hirarki

    dan pola keterkaitan satu dengan lainnya. Karena itu rencana sistem pusat

    kegiatan dirumuskan dengan menentukan hirarki serta fungsi setiap pusat kegiatan

     berdasarkan pertimbangan tertentu.

    18

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    12/24

    Sesuai Permen PU No. 17/PRT/M/2009, rencana sistem pusat kegiatan

    dirumuskan dengan kriteria:

    a. 

    Memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang

     berbatasan

     b. 

    Jelas, realistis dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu

     perencanaan pada wilayah kabupaten bersangkutan

    c.  Penentuan pusat-pusat pelayanan di dalam struktur ruang kota harus

     berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang kota serta

    saling terkait menjadi satu kesatuan sistem

    Gambar 2.4 Diagram Sistem Pusat-Pusat Kegiatan

    2.4. 

    Tata Guna Lahan Perkotaan

    Perkembangan suatu kota oleh jaringan transportasi otomatis akan

    memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mencapai lokasi di pusat kota.

    Pusat kota akan semakin padat dengan bertambahnya manusia yang menempati

    lokasi tersebut. Dan ketika manusia sudah tidak memperoleh tempat lagi di pusat

    kota, maka mereka akan menempati lokasi-lokasi di dekat pusat kota agar tetap

    Gambar. 6.4.

    TEORI-TEORI POLA PERKEMBANGAN / PENGGUNAAN TANAH PERKOTAAN

    IV

    III

    II

    ILoop

    V

    Central Business District (CBD) 

    Zone in transition 

    Zone of workmens homes 

    Residential zone 

    Commuters zone 

    The Concentric Zone Theory

    of Metropolitan Growth

      1. Central Business District (CBD)

      2. Wholesale light manufacturing

      3. Low-class residential

      4. Medium-class residenti al

      5. High-class resident ial

      6. Heavy manufactu ring

      7. Outlying business district

      8. Residential sub-urban

      9. Industrial sub-urban

    10. Commuters zone

    Multiple Nuclei Theory

    of Urban Growth

      5

      4

    3

    3

    23

    6

    9 8

      1

    7

    10

    10

    1. Central Business District (CBD)

    2. Wholesale light manufacturing

    3. Low-class residential

    4. Medium-class residential

    5. High-class residential

    Sector Theory

    of Urban Growth

                 `

    3

    3

                I            I            I

      2

    2

     3

    3

    1

    4

    4

    53

    Gambar 3.1

    19

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    13/24

     bisa mencapai pusat kota dengan mudah. Selanjutnya perkembangan ini akan

    menimbulkan dampak dalam penggunaan lahannya. Lokasi di sepanjang tepi jalan

    merupakan lokasi yang strategis untuk melakukan aktivitas. Lokasi tersebut

    memiliki aksesibilitas yang tinggi karena mudah dijangkau. Dengan semakin

     banyaknya aktivitas di tempat tersebut, maka lahan yang jumlahnya terbatas akan

    diperebutkan agar manusia tetap bisa memperoleh keuntungan yang maksimal.

    Persaingan tersebut secara langsung akan menjadikan nilai lahan perkotaan

    menjadi meningkat. Nilai lahan adalah suatu penilaian atas lahan yang didasarkan

     pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan

     produktivitas dan strategi ekonominya (Drabkin dalam Yunus, 2000 : 89). Nilai

    lahan merupakan nilai ruang secara horizontal (distance decay principle from the

    center ) berdasarkan Urban Growth Model (Brotosunaryo, 2005 : 6).

    Teori mengenai nilai lahan sudah ada sejak abad 19. Tokoh yang pertama

    kali mencetuskan teori mengenai nilai lahan adalah David Ricardo (1821) dalam

     bukunya “Principle of Political Economy and Taxation”. Teori Ricardo merujuk

     pada sewa lahan (land rent ) yang dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah dan

    mengabaikan faktor lokasi dari pusat kota. Selanjutnya teori nilai lahan

    dikembangkan oleh Von Thunen (1826). Von Thunen menyatakan bahwa pola

     penggunaan lahan sangat ditentukan oleh biaya transportasi yang dikaitkan

    dengan jarak dan sifat barang dagangan khususnya hasil pertanian. Von Thunen

    mengkondisikan ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu : (1) isolated state; (2)

    uniform plain; (3) “transportation costs” berbanding lurus dengan jarak; dan (4)

    maximise profits (Yunus, 2002 : 90 - 91). Dari sinilah maka muncul istilah

    “ Location Rent”. Teori Von Thunen ini memiliki banyak kekurangan, yang antara

    20

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    14/24

    lain bahwa semua kota tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama

    (uniform plain). Sehingga kota akan memiliki pola penggunaan lahan yang

     berbeda-beda sesuai dengan karakteristik wilayahnya.

    Menurut Kurdinanto, (Cholis 1995, dalam Luky 1997) nilai tanah terbentuk

    oleh faktor - faktor yang mempunyai hubungan, pengaruh serta daya tarik yang

    kuat terhadapnya yang diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu :

    1.  Faktor - faktor terukur (tangible factors)

    Faktor terukur adalah faktor pembentuk harga tanah yang bisa diolah

    secara ilmiah menggunakan logika – logika akademik. Faktor ini

    kemunculannya terencana dan bentuk fisiknya ada di lapangan, misalnya

    aksesbilitas (jarak dan transportasi) dan jaringan infrastruktur (sarana dan

     prasarana kota seperti jalan, listrik, perkantoran dan perumahan).

    2.  Faktor - faktor tak terukur (intangible factors) 

    Faktor tak terukur adalah faktor pembentuk harga tanah yang muncul tiba

     – tiba/dengan sendirinya dan tidak bisa dikendalikan di lapangan. Oleh

    Wilcox (1983) dalam Luky (1997), faktor tak terukur ini dibagi menjadi

    tiga, yaitu :

    a.  Faktor adat kebiasaan (custom) dan pengaruh kelembagaan

    (institutional factors) 

     b.  Faktor estetika, kenikmatan dan kesenangan (esthetic amenity factors)

    seperti tipe tetangga dan kesenangan

    c.  Faktor spekulasi (speculation motives), seperti antisipasi perubahan

     penggunaan lahan, pertimbangan pada perubahan moneter

    21

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    15/24

    2.5. 

    Peran Institusi Pendidikan Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi

    Jasa pelayanan pendidikan skala regional merupakan pasar potensial bagi

    kegiatan sektor ekonomi lain yang terkait dengannya. Peningkatan jumlah

     populasi sebagai akibat migrasi karena pendidikan berarti peningkatan akan

     permintaan barang-barang kebutuhan. Menurut Pappas dan Hirschey (1995),

     permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang mampu dibeli oleh para

     pelanggan selama periode tertentu berdasarkan sekelompok kondisi tertentu.

    Dengan kata lain, permintaaan adalah jumlah total yang mampu dibeli oleh para

     pelanggan.

    Untuk kegiatan ekonomi lainnya yang berorientasi pasar fokus utamanya

    adalah pada permintaan pasar, tetapi semata-mata merupakan gabungan dari

     permintaan individu atau pribadi dan gagasan tentang hubungan permintaan pasar

    yang diperoleh dengan memahami sifat permintaan individual. Terdapat dua

    model dasar untuk permintaan individual yaitu, pertama, yang dikenal sebagai

    tokoh perilaku konsumen yang berkaitan dengan permintaan langsung untuk

     produk-produk konsumsi pribadi.

    Kedua, barang dan jasa yang diperoleh bukan karena nilai konsumsi

    langsung mereka melainkan karena merupakan masukan penting dalam

     pembuatan atau distribusi produk. Barang dan jasa yang diminta bukan untuk

    konsumsi pribadi akhir secara langsung tetapi untuk penggunaan mereka dalam

    menyediakan barang dan jasa lain.

    22

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    16/24

    2.6. 

    Sektor Kegiatan Pendidikan Dalam Pandangan Teori Lokasi

    Teori Ekonomi Wilayah mencakup didalamnya teori lokasi sebagai ilmu

    yang menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi atau dapat juga diartikan sebagai

    ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka serta

    hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau

    kegiatan lain (Tarigan, 2006). Dalam pandangan teori ekonomi wilayah, suatu

    institusi pendidikan dikategorikan sebagai salah satu aktivitas ekonomi sektor jasa

    yang memiliki kontribusi terhadap penyediaan tenaga kerja terdidik sebagai

     produknya dan juga sekaligus sebagai pasar potensial bagi kegiatan ekonomi

    lainnya apabila suatu institusi pendidikan memiliki jumlah populasi yang cukup

     besar.

    Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang turut mempengaruhi

    apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat

    aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat menudahan di dalam

    mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain disekitarnya

    (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak,

    kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung

    termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui

     jalur tersebut.

    Keberadaaan institusi pendidikan dilihat dari sisi permintaan dianggap

    sebagai suatu pasar. Lokasi penjualan sangat berpengaruh terhadap jumlah

    konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari pasar, konsumen makin

    enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjualan

    semakin mahal.

    23

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    17/24

    Institusi pendidikan adalah pasar, dengan keberadaannya maka wilayah

    sekitarnya merupakan lokasi produksi dimana mahasiswa datang ke “pasar” untuk

    memenuhi kebutuhannya seperti makan minum, tempat kos, fotocopy, warnet,

    wartel dan bahkan membeli segala kebutuhan kuliahnya. Untuk memenuhi

    kebutuhan mahasiswa, masyarakat membuka usaha di sekitar institusi pendidikan

    agar mahasiswa dapat lebih mudah mendapatkan segala kebutuhannya.

    Selain hal tersebut diatas, dalam pandangan teori basis ekonomi secara

    umum dan sederhana dijelaskan oleh Bendavid-Vall bahwa basis ekonomi daerah

    diartikan sebagai sektor atau sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya

    menyebabkan suatu daerah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang, atau sektor

    ekonomi yang pokok di suatu daerah yang dapat menghidupi daerah tersebut

     beserta masyarakatnya.

    Teori basis ekonomi (economic base theory) adalah suatu teori atau

     pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan

    daerah. Ide pokoknya adalah beberapa aktivitas ekonomi di dalam suatu daerah

    secara khusus merupakan aktivitas-aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti

     pertumbuhannya memimpin dan menentukan perkembangan daerah secara

    keseluruhan, sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang non-basis adalah secara

    sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan daerah

    tersebut menurut Hoover and Giarratni dalam Sirojuzilam (2006). Dengan

    demikian perekonomian daerah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas-

    aktivitas basis dan aktivitas-aktivitas non-basis.

    Inti dari teori basis ekonomi adalah proposisinya yang beranggapan bahwa

     pertumbuhan ekonomi daerah pada akhirnya tergantung kepada permintaan

    24

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    18/24

    (demand ) dari luar terhadap produk-produknya, Suatu daerah tumbuh dan

    menurun serta tingkat perkembangannya ditentukan oleh aktivitas basisnya

    sebagai pengekspor terhadap daerah-daerah lain. Produk-produk daerah yang

    diekspor ke daerah-daerah lain bisa berbentuk barang-barang dan jasa-jasa,

    termasuk tenaga kerja mengalir ke luar daerah, atau dalam bentuk bahan-bahan

    dagangan yang dibeli oleh orang-orang di luar daerah yang bersangkutan.

    Dari pembahasan diatas, maka terkait dengan penelitian yang sedang

    dilakukan menunjukkan bahwa keberadaan suatu institusi pendidikan yang

    memiliki skala pelayanan regional dapat menjadi sektor basis bagi pertumbuhan

    wilayah sekitarnya dimana produk yang dihasilkan adalah sumber daya manusia

    yang terdidik yang nantinya akan dikirim ke daerah lain. Dalam proses

    memproduksi sumber daya manusia terdidik tersebut membawa pengaruh kepada

    munculnya sektor kegiatan ekonomi ikutan sebagai pendukung dalam proses

     pendidikan pada suatu instansi pendidikan. Dengan adanya ketergantungan sektor

    kegiatan ikutan terhadap sektor basis juga menimbulkan multiplier effect  bagi

    sektor kegiatan ekonomi lainnya.

    Konsep multiplier didasarkan pada perputaran uang dan pendapatan dalam

    suatu sistem kota atau daerah. Uang akan mengalir dari suatu kota sebagai

     pengembalian dari penjualan dan pada waktu yang sama, uang mengalir ke luar

    kota, misalnya sebagai upah buruh dari luar daerah. Perputaran uang ini

     berhubungan dengan pembelian barang dan jasa dari daerah lain yang erat

    kaitannya dengan aktivitas sektor ekonomi tertentu. Efek multiplier tidak dengan

    sendirinya terjadi secara terus-menerus tanpa batas, tetapi semakin lama nilainya

    semakin kecil. Alasan ini ditunjukkan dengan adanya kebocoran dalam sistem

    25

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    19/24

    ekonomi regional. Adanya uang yang mengalir keluar masuk wilayah dengan

     bebas turut mempengaruhi besarnya kebocoran ini.

    Ada tiga efek multiplier yang dihasilkan dalam suatu sistem perekonomian

    yaitu pengaruh langsung (direct multiplier ), pengaruh tidak langsung (indirect

    multiplier ), dan total effect . Yang dimaksud dengan pengaruh langsung yaitu

     pengaruh yang ditimbulkan terhadap suatu sektor secara langsung yaitu pengaruh

    kenaikan permintaan terhadap sektor itu sendiri. Pengaruh tidak langsung yaitu

     pengaruh yang ditimbulkan terhadap sektor lain akibat kenaikan permintaan di

    suatu sektor. Jumlah dari pengaruh ini dinamakan pengaruh total (Herawati,

    1993).

    Kegiatan basis merupakan kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong

    dan menetukan pola pembangunan daerah secara keseluruhan, sedangkan kegiatan

    non-basis merupakan kegiatan yang perkembangannya diakibatkan oleh

     pembangunan daerah secara keseluruhan. Menurutnya teori ekonomi basis dapat

     berfungsi untuk melihat peranan suatu sektor di dalam efek tenaga kerja maupun

    efek pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sektor itu merupakan

    sektor basis atau bukan (Sirojuzilam, 2008). Disamping itu, ekonomi basis dapat

    digunakan untuk :

    1. 

    Mengindentifikasi kegiatan daerah yang bersifat ekspor

    2.  Meramal pertumbuhan yang mungkin terjadi dalam aktivitas basis

    3.  Mengevaluasi pengaruh kegiatan ekspor tambahan terhadap kegiatan

     bukan basis

    26

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    20/24

    2.7. 

    Pengertian Pendapatan, Usaha Kecil dan Mikro

    Menurut Maryatmo dan Susilo (1996), pendapatan merupakan jumlah

    seluruh uang yang diterima oleh keluarga atau seseorang selama jangka waktu

    tertentu dan biasanya dalam satu tahun. Pendapatan masyarakat dengan demikian

    adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima pada satu tahun tertentu baik itu

    dari hasil produksi pertanian maupun dari hasil produksi industri dan perdagangan

    serta sektor-sektor lainnya.

    Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan

    yang dilakukan. Jenis kegiatan yang mengikutsertakan modal atau keterampilan

    yang memiliki produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, pada akhirnya akan mampu

    memberikan pendapatan yang lebih besar (Kasasyono, 1988).

    Menurut Djojohadikusumo (1960), bila pendapatan ditinjau dari sudut

     penerimaan, maka yang termasuk pendapatan adalah (a) upah/gaji, (b) sewa

    rumah dan sewa tanah, (c) laba perusahaan, (d) bunga yang diterima dari

     pinjaman, saham, obligasi. Sedangkan menurut Todaro (1998), yang termasuk

    dala pendapatan adalah gaji, bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang,

    hadiah atau warisan.

    Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

    Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah defenisi dari Usaha Mikro adalah

    usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang

    memenuhi kriteria usaha mikro, yaitu

    a.  memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

    rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau

    27

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    21/24

     b.  memiliki hasi penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus

     juta rupiah)

    Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

    sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

    merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

    dikuasai atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari Usaha

    Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut:

    a.  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

    sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak

    termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau

     b.  memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta

    rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima

    ratus juta rupiah)

    Usaha mikro diartikan sebagai model usaha yang paling kecil, biasanya

    dilakukan di rumah (Wikipedia, 2008). Jika dikaitkan dengan jumlah pekerja,

    usaha mikro menurut defenisi Amerika dan Eropa sama yaitu jumlah pekerja

    dibawah 10 pekerja. Usaha mikro termasuk dalam kategori usaha kecil, sedangkan

    usaha kecil didefenisikan sebagai usaha dengan pekerja kecil. Defenisi kecil

     bervariasi menurut negara dan industri, namun biasanya dibawah 100 pekerja

    untuk Amerika dan dibawah 50 pekerja untuk Eropa. Contoh usaha kecil adalah

    toko kecil, salon, pedagang, ahli hukum, akuntan, restoran, penginapan,

    fotografer, dan lain sebagainya.

    28

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    22/24

    2.8. 

    Penelitian Sebelumnya

    Hariyani (2006), dengan judul Tesis “Pengaruh Kampus Terhadap Ruang

    Urban: Kasus Ruang Urban Pada Akses Masuk Kampus Universitas Gajah

     Mada”. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah keberadaan kampus UGM

     berpengaruh terhadap terbentuknya ruang urban oleh deretan bangunan yang

    mengapit akses-aksesnya, tetapi tidak menciptakan karakter enclosure. Rasio

    ruang yang terbentuk oleh lebar bangunan terhadap tinggi bangunan adalah 1,6 : 1

    hingga 2,5 : 1. Ruang urban yang terbentuk di sekitar kampus UGM memiliki

    grain halus karena pengguna ruang urban didominasi oleh mahasiswa yang

    memiliki keterbatasan pendapatan. Skala perkotaan yang terbentuk masih

    memiliki skala yang manusiawi dengan dibuktikan oleh lebar jarak antarbangunan

    dan tinggi bangunan yang rata-rata memiliki rasio 1,9 : 1 atau 23m : 12m.

    Suharyanto (2007), dengan judul Tesis “ Dampak Keberadaan IPB

    Terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya Terhadap

    Perekonomian Kabupaten Bogor ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    kontribusi keberadaan kampus IPB, khususnya kampus Darmaga dalam

    meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor sangat

    dirasakan. Oleh karena itu, pengembangan wilayah perlu dikelola secara terpadu

    dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan terutama masyarakat sekitar

    kampus, institusi IPB dan Pemerintah Kabupaten Bogor.

    John Ester Lase (2010), dengan judul Tesis “ Dampak Keberadaan Kampus

    Universitas Sumatera Utara Terhadap Pendapatan Usaha Kecil dan Warung

    Serta Pola Ruang Di Wilayah Sekitarnya”. Kesimpulan dari penelitian tersebut

    yaitu keberadaan kampus USU berdampak positif pada peningkatan pendapatan

    29

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    23/24

    usaha dan warung kecil disekitarnya dimana pendapatan rata-rata usaha yang ada

    kurang lebih Rp.714.666 per hari atau sekitar Rp. 260.853.090 per tahun.

    2.9. 

    Kerangka Pemikiran

    Berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar kampus (dalam

     penelitian ini dibatasi pada kegiatan jasa usaha kecil) bila ditinjau dari teori

     pendekatan pasar disebabkan karena letak lokasinya yang berada dalam daerah

     jangkauan pasar yaitu kampus UHN. Jangkauan pasar (range) adalah jarak yang

    diperlukan seseorang untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan. Lebih jauh lagi

    dari jarak standar yang ditentukan maka orang akan mencari wilayah lain yang

    lokasinya lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama.

    Menurut Hanafiah (1982), salah satu indikator yang dapat dipakai dalam

    mengidentifikasi perkembangan suatu wilayah adalah jumlah perusahaan kecil,

    usaha kecil dan warung lainnya sehingga keterkaitan penelitian ini adalah

    kegiatan sektor informal yang termasuk dalam kategori indikator tersebut diatas.

    Dampak fisik keberadaan kampus UHN dalam penelitian ini akan dianalisis

    secara deskriptif daripada pola tata ruang wilayah yang ada di sekitar kampus

    UHN. Salah satu pandangan dalam teori perancangan kota (urban design), bahwa

    kota dilihat sebagai produk. Selanjutnya kerangka berpikir dijelaskan dalam bagan

    alir kerangka pemikiran dibawah ini :

    30

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/18/2019 Chapter II Fasilitas

    24/24

     

    Gambar 2.5 Bagan Alir Kerangka Pemikiran

    KEBERADAAN KAMPUS UHN

    TUMBUHNYA AKTIVITAS EKONOMI

    MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS

    PENDAPATAN USAHA KECIL POLA TATA RUANG

    Uji Dua Sampel Berpasangan

    (Paired Sample T Test)

    Analisis Deskriptif

    Pendapatan pada masa aktif

     perkuliahan

    Pendapatan pada masa libur

    semester

    Dampak Keberadaan

    Kampus UHNTerhadap Wilayah

    Sekitarnya

    31