Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
-
Upload
nasiatul-salim -
Category
Healthcare
-
view
182 -
download
2
Transcript of Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
1
BAB 19. PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA
BERSUMBER DAYA RENDAH
KEBUTUHAN AKAN PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA BERSUMBER DAYA
RENDAH
Jurang Pemisah dalam Hasil-Hasil Kesehatan Global
Terdapat jurang besar dalam hasil-hasil perkembangan kesehatan pada
populasi negara berpenghasilan tinggi jika dibandingkan dengan yang
berpenghasilan rendah dan menengah atau negara-negara bersumber daya rendah.
Indikator yang paling jelas terlihat dari disparitas ini adalah perbedaan angka
harapan hidup yang begitu besar di negara-negara tersebut. Harapan hidup berkisar
pada lebih dari 75 tahun di negara berpendapatan tinggi dan kurang dari 50 tahun di
negara berpendapatan rendah (Central Intelligence Agency [CIA], tanpa tanggal).
Walaupun cukup tampak hubungan antara angka harapan hidup dan tingkat
ekonomi suatu negara, keterkaitan ini tidak selalu benar.
Korelasi serupa juga terlihat antara harapan hidup dan pengeluaran per
kapita pada kesehatan, yang dapat menyebabkan penyimpulan keliru bahwa cara
utama menutup jurang tersebut adalah melalui pengenalan sumber-sumber baru.
Meski demikian, variasi dalam hasil kesehatan terkini dan tingkat perbedaan dari
peningkatan negara-negara tersebut dapat dijumpai dengan tingkat sumber daya
yang sama. Pengamatan ini mengemukakan bahwa faktor-faktor lain seperti
kebijakan, fungsionalitas sistem kesehatan, prioritas program kesehatan dan beban
dari berbagai penyakit juga menjadi penentu hasil yang utama. Contoh bagus
mengenai variasi tingkat peningkatan hasil yang tidak terikat dengan pengeluaran
kesehatan dapat dijumpai di Asia, dengan tingkat mortalitas bayi yang lebih baik
terdapat di negara-negara bersumber daya rendah seperti Bangladesh daripada di
Kamboja atau negara-negara Asia tengah yang memiliki sumber serupa. Kita dapat
mempelajari cara meningkatkan sistem kesehatan dengan menganalisis negara-
negara tersebut; faktor-faktor yang dianalisis harus meliputi minimal penekanan dari
2
masing-masing negara pada perawatan primer dan kuratif, tingkat akses populasi
kepada perawatan, kader kesehatan yang fokus kepada pengembangan, inovasi-
inovasi yang diperkenalkan, dan pendekatan yang digunakan.
Beban dan jenis penyakit lain penyebarannya di negara-negara miskin dan
makmur. Negara-negara berpendapatan rendah memikul beban penyakit menular.
Penyakit-penyakit tidak menular, penyakit-penyakit kronis dan kanker merupakan
determinan utama urusan kesehatan di negara-negara berpendapatan tinggi, namun
karena penyakit-penyakit tersebut lebih lazim pada populasi berumur, di negara-
negara berpenghasilan rendah mereka tidak terlalu diperhatikan dan kejadiannya
lebih rendah daripada penyakit menular dan masalah kesehatan anak.
Menurut kami, terdapat pendekatan umum untuk meningkatkan sistem
kesehatan—mengoptimalkan pengelolaan dan penyampaian perawatan—yang
dapat digunakan di tatanan kesehatan manapun, baik makmur maupun miskin.
Peningkatan mutu telah berhasil digunakan di tatanan penghasilan tinggi (Ayers dkk.,
2005) dan di beberapa sistem kesehatan kota-swasta yang mencari untung di
negara-negara berpendapatan rendah (Gupta dkk., 2009). Meski demikian, upaya
memperkenalkan konsep-konsep ini dan melatih para pegawai metode dan
perangkat peningkatan mutu di negara-negara berrpendapatan rendah untuk saat ini
masih terbatas (Berwick, 2004; Smits dkk, 2002).
Pendekatan untuk Menutup Jurang Hasil Kesehatan
Millenium Development Goal
Jurang penghasilan antara negara-negara berpendapatan rendah, menengah
dan tinggi telah cukup menarik perhatian di milenium baru. Pada September 2000,
PBB melalui Millenium Declaration mengumumkan target-target terikat waktu
dengan tenggat tahun 2015, dikenal dengan Millenium Development Goals (MDG –
Sasaran Pengembangan Milenium) (PBB, 2010). Tiga dari MDG secara khusus
menarget peningkatan kesehatan: mengatasi kematian maternal dan meningkatkan
3
kesehatan reproduksi, mengurangi mortalitas anak hingga dua pertiga, dan
menghentikan epidemi HIV, malaria dan TB.
Peresmian Program Peningkatan Kesehatan Internasional
Sejak Millenium Declaration, bantuan telah bertambah semakin banyak untuk
negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dari organisasi-organisasi
multilateral dan bilateral, seperti WHO (2011), President’s Emergency Response for
AIDS Relief (PEPFAR), Roll Back Malaria Partnership (2011), Stop TB Partnership
(2011), dan global Initiative for Vaccines and Immunizations (GAVI) (2009). Ada pula
program Bangladesh Rural Advancement Commitee (BRAC) di Bangladesh (2011)
yang efektif meningkatkan daya tahan anak melalui serangkaian program termasuk
manajemen efektif terhadap diare (Chowdhury dan Cash, 1996).
Pencapaian
Penyusunan tujuan-tujuan terikat waktu dan pemasukan pokok pendanaan
telah mendatangkan kesuksesan. Pengobatan-pengobatan yang ditargetkan untuk
meningkatkan proses dan hasil pada penyakit-penyakit tertentu dengan dukungan
dari donor dan di luar NGO (nongovermental organizations/organisasi-organisasi
non-pemerintah) telah lebih berhasil mencapai peningkatan pada tingkat populasi.
Dekade terakhir telah menemui terobosan melawan penyakit-penyakit tertentu,
namun pada saat yang sama, terdapat kemunduran pada manajemen TB dengan
semakin kuatnya serangan TB di Afrika bagian selatan (Singh dkk., 2007).
Hal-Hal yang Masih Kurang
Kemajuan dalam meningkatkan hasil kesehatan masih rendah dan terbatas
meskipun terdapat banyak macam tindakan. Setiap MDG yang berkaitan dengan
kesehatan mengandung ilmu berbasis fakta. Jika diterapkan melalui program yang
efektif, maka setiap negara akan mencapai target-target MDG. Lambatnya
4
perkembangan ini karena epidemi HIV mengakibatkan beberapa negara di Afrika
selatan mengalami peningkatan mortalitas maternal 10 tahun terakhir. Masalah
utamanya adalah kami belum memiliki sistem penerapan ilmu medis yang
seharusnya dapat menyelamatkan jutaan nyawa (Barker dkk., 2011). Jarak antara
mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan yang sedang dilakukan ini disebut
“celah tahu-laku (knowing-doing gap)” (Pfeffer dan Sutton, 2000). Upaya serupa oleh
UNICEF yang memperkenalkan “seikat” target pengobatan kesehatan anak di distrik-
distrik kesehatan di Afrika Barat pun tidak memperlihatkan manfaat di distrik-distrik
yang dulunya tidak memperoleh pengobatan tersebut (Bryce, 2010).
Berdasarkan penelitian, ternyata peningkatan yang efektif dan dapat
dipertahankan memerlukan pendekatan yang diarahkan untuk memperkuat sistem
kesehatan. Model yang paling banyak dipakai adalah dari WHO tahun 2007
berdasarkan “enam pilar” sistem kesehatan, meliputi pelayanan kesehatan,
informasi, tenaga kerja, komoditi, pembiayaan dan kepemimpinan (WHO, 2007).
Meningkatkan hasil tidak sekadar menambah pelatihan. Seluruh aspek sistem
kesehatan—penyampaian layanan kesehatan yang ditingkatkan, pengumpulan data
dan ketersediaan informasi untuk pengambilan keputusan yang tepat, ketersediaan
secara tepat waktu untuk komoditi yang tepat, pemenuhan sumber keuangan dan
daya manusia dan kebijakan dan kepemimpinan yang tepat—harus diperkuat.
Janji Metode Peningkatan Mutu untuk Memperkuat Sistem Kesehatan
WHO telah menyatakan arti penting pendekatan peningkatan mutu untuk
membantu beberapa negara mencapai MDG melalui makalahnya, “Apabila
mayoritas penghalang MDG yang berhubungan dengan kesehatan dapat dipandang
berhubungan dengan mutu, maka pendekatan peningkatan mutu dapat
menghancurkan beberapa di antaranya” (Spies, 2006). Tantangan yang dihadapi
negara-negara bersumber daya rendah dalam menerapkan program peningkatan
mutu menurut makalah tersebut:
Penggunaan pendekatan peningkatan mutu yang tidak sesuai dengan
kenyataan di negara yang bersangkutan
5
Kurangnya visi menyeluruh sehingga menghambat peningkatan proyek-
proyek pemandu
Kesulitan membangun dasar bukti bagi dampak program peningkatan mutu
karena memerlukan pendekatan khusus kepada konteks
Adaptasi model yang telah berhasil diimplementasikan di negara-negara kaya
perlu dilakukan bagi negara-negara berpendapatan rendah dengan
mempertimbangkan konteks, hambatan dan penekanan tertentu. Untuk itu,
dibutuhkan beberapa elemen:
Mengusahakan kemitraan
Belajar dari masa lalu demi masa depan yang lebih baik
Menyeimbangkan cita-cita jangka pendek dan jangka panjang
Kepemilikan lokal atas proses-proses dan isinya
Konsultasi dan partisipasi secara tulus
Fokus yang strategis, bukan tindakan taktis yang mengandung maksud
tertentu
Bergerak dengan kesadaran lebih untuk mengubah perilaku
Memberi perhatian kepada pengelolaan, dukungan, dan evaluasi
berkesinambungan
PRINSIP-PRINSIP DAN MODEL-MODEL PENINGKATAN MUTU
Prinsip Peningkatan Mutu
Pokok dari metode peningkatan mutu adalah segala pekerjaan dilaksanakan
melalui proses, termasuk sistem kesehatan. Hammer dan Champy (1993)
menjelaskan proses sebagai “Sekumpulan aktivitas yang mengambil satu masukan
atau lebih dan mengeluarkan hasil yang bernilai bagi pihak lain,” yang meliputi tiga
aspek:
6
Suatu proses terdiri atas serangkaian kegiatan yang semuanya berdampak
pada kualitas proses tersebut. Diperlukan pandangan sistemis.
Hasil semua proses ada pemakainya. Dalam konteks kesehatan, penyedia
layanan seperti dokter, perawat atau komunitas petugas kesehatan, atau
penerima layanan seperti pasien dapat berlaku sebagai pemakai/pelanggan.
Tujuan dari suatu proses adalah menambah nilai bagi pemakai. Peningkatan
mutu mengupayakan pengembangan nilai dari proses kepada para
konsumennya.
Inti Peningkatan Mutu: Siklus PDSA
Siklus PDSA merupakan kerangka yang dapat dipakai di berbagai negara dan
konteks serta dapat diterapkan oleh para praktisi dari latar belakang dan tingkat
pendidikan yang berlainan. Tujuan siklus PDSA adalah memastikan bahwa gagasan
perubahan telah diuji dan dievaluasi dalam skala kecil sebelum disebarkan. Metode
PDSA digunakan dalam pembelajaran berorientasi pada tindakan di barisan depan
dan merupakan wadah penerimaan penting dari strategi-strategi top-down, ketika
perubahan direncanakan oleh pimpinan sistem dan para petugas pelayanan
kesehatan diharapkan melaksanakannya dengan panduan tertentu.
Pendekatan PDSA terbukti efektif mengikat para praktisi dalam pelaksanaan
CQI, baik di negara-negara industri berpendapatan tinggi maupun bersumber daya
rendah.
Model-Model Peningkatan Mutu
Model untuk Peningkatan
Di bawah kepemimpinan Institute for Healthcare Improvement (IHI),
beberapa organisasi dan negara telah menggunakan suatu versi siklus PDSA yang
disebut Model for Improvement (Model untuk Peningkatan) untuk mengubah
pelayanan kesehatan di proyek-proyek lokal, regional dan nasional di negara-negara
7
berkembang. Model tersebut berpusat di sekitar aplikasi siklus PDSA. Model ini
mempunyai dua komponen, yakni “pemeriksaan (inquiry)” dan “aktivitas”.
Komponen pemeriksaan mempertanyakan tiga hal: sasaran upaya peningkatan
mutu, ukuran-ukuran yang diperlukan untuk memastikan peningkatan sistem, dan
gagasan-gagasan untuk mewujudkan peningkatan. Komponen aktivitas
menggunakan siklus PDSA untuk menguji gagasan-gagasan yang dihasilkan selama
pemeriksaan.
Lean
Pada pelayanan medis, paradigma peningkatan mutu lean (Liker, 2003)
berdasar pada keyakinan bahwa peningkatan sistem pelayanan kesehatan
melibatkan pengurangan limbah sistem. Limbah adalah semua kegiatan yang tidak
menambah nilai. Tujuh kategori limbah menurut pendekatan lean:
Overproduksi—menggunakan sumber daya lebih banyak daripada yang
dibutuhkan
Transportasi yang tak perlu—misalnya memindahkan pasien ke klinik lain,
padahal dapat dikunjungi di tempat yang sama
Gerakan yang tak perlu—misalnya dokter atau perawat harus pergi ke
tempat jauh untuk memperoleh persediaan atau obat-obatan
Inventaris yang tak efisien—penyediaan barang-barang yang tidak banyak
digunakan
Kesalahan-kesalahan
Terlalu banyak proses—misalnya pemrosesan laporan atau permintaan obat-
obatan dan persediaan dengan prosedur yang terlalu bertele-tele
Terlalu banyak menunggu—contoh, antrian panjang untuk menemui dokter,
mengambil obat atau persediaan
Sistem lean meningkatkan aliran, mengurangi waktu tunggu, menghemat
biaya dan meminimalkan kesalahan.
8
Six Sigma
Fokus Six Sigma adalah mengeliminasi defek dan mengurangi variabilitas.
Defek adalah hasil yang tidak memenuhi persyaratan pemakainya. Prinsip Six Sigma
yaitu variabilitas proses menimbulkan defek dan dengan menguranginya, kualitas
keluaran secara keseluruhan dapat ditingkatkan.
Pendekatan Lean dan Six Sigma menjadi sangat populer di negara-negara
berpendapatan tinggi. Namun, penerapan model-model ini hingga sekarang masih
terbatas di negara-negara bersumber daya rendah. Metode Six Sigma telah
digunakan di negara-negara berkembang seperti India dan Afrika Selatan, tetapi
sejauh ini hanya di sistem-sistem publik atau pelayanan swasta yang relatif
bersumber daya baik untuk melatih pegawai dan menjalankan proyek-proyek
semacam ini (Shukla,dkk., 2008; Vanker dkk., 2010; Wharton School, 2010).
MENGIMPLEMENTASIKAN PENINGKATAN MUTU: FAKTOR-FAKTOR TANTANGAN
DAN KEBERHASILAN
Tantangan terhadap Peningkatan Mutu di Tatanan Bersumber Daya Rendah
Implementasi program peningkatan mutu di negara-negara bersumber daya
rendah melibatkan perubahan pada proses-proses organisasi dan cara-cara
pelaksanaan. Perubahan sulit dilakukan di sistem manapun. Sistem-sistem tertentu
dirancang untuk berkembang secara lambat, membangun lapisan-lapisan dari
kegiatan dan norma-norma sebelumnya. Alasan umum penolakan terhadap
perubahan (Phyllida dkk., 2004) meliputi:
Ketidakpastian mengenai kebutuhan akan strategi baru
9
Ketidakpastian konsekuensi strategi baru untuk karier individual atau
persyaratan ukuran, struktur dan kualifikasi pegawai perusahaan kelak
Takut mempelajari ilmu-ilmu atau cara-cara baru dalam bekerja
Tidak bersedia menerima perubahan dari sumber-sumber luar
Sedikit partisipasi dalam perencanaan aktivitas perubahan
Ketidakpuasan komunikasi
Takut pada perubahan atau takut gagal, berdasarkan upaya-upaya
sebelumnya
Faktor-faktor ini muncul di semua sistem, diperparah pada berbagai konteks
kendala sumber. Sistem kesehatan di negara-negara bersumber daya rendah
menghadapi kendala aksesibilitas keuangan, aksesibilitas fisik, kecakapan pegawai
yang tidak memenuhi, staf bermotivasi rendah, manajemen perencanaan lemah, dan
kurangnya tindakan intersektoral dan kemitraan (Schneider, 2006).
Faktor-Faktor Keberhasilan Implementasi Peningkatan Mutu
Faktor 1: Membuat Cita-Cita Peningkatan yang Jelas
Kesepakatan harus ada di semua tingkat sistem bahwa masalah yang
dihadapi merupakan persoalan bersama agar tercipta kondisi untuk perubahan.
Tujuan upaya peningkatan dapat berupa menutup celah kinerja atau meningkatkan
hasil yang bermanfaat bagi semua partisipan. Dalam konteks negara berpendapatan
rendah dan menengah, sasarannya bisa jadi mengarah pada persoalan yang
mengancam nyawa di negara tersebut, atau memperbaiki celah dalam pelayanan.
Jika sistem kesehatan secara keseluruhan tidak bekerja dengan baik, mungkin ada
beberapa proses dan masalah organisasional yang harus diarahkan untuk mendirikan
sistem kesehatan yang koheren, dapat dipertahankan dan efektif. Misalnya,
persoalan motivasi pegawai rendah, kurangnya sistem informasi, limbah dan lain-
lain.
10
Faktor 2: Mendorong Partisipan dari Semua Penyelenggara
Penyelenggara (stakeholder) kegiatan peningkatan tidak hanya petugas klinik
dan rumah sakit, tetapi juga para anggota komunitas yang menerima jasa pelayanan
kesehatan. World Bank Participation Sourcebook (2006) mengemukakan beberapa
pendekatan agar mencakup partisipasi dari pihak-pihak yang pada umumnya tidak
termasuk:
Membangun kapasitas anggota komunitas untuk mengungkapkan perhatian
mereka
Memerintahkan partisipasi melalui perancangan
Mengorganisasi kegiatan-kegiatan terpisah bagi kelompok-kelompok lemah
Menggunakan teknik tingkat kekuatan yang eksplisit agar semua pihak dapat
memperoleh kesempatan untuk berbicara
Menggunakan wakil terpercaya untuk mewakili pihak miskin
Menyediakan insentif untuk pihak miskin agar turut serta
Mengambil tindakan cepat dan mendemonstrasikan hasil-hasilnya
Memahami peran-peran, konteks dan tekanan kesehatan
Sistem kesehatan di negara-negara berpenghasilan tinggi maupun rendah
tidak dirancang untuk memasukkan pasien atau anggota komunitas dalam upaya
peningkatan. Di banyak negara yang lebih rendah, keputusan sering ditentukan oleh
pemerintah negara bagian kemudian disalurkan ke distrik di bawahnya, sehingga
celah menjadi semakin besar.
Faktor 3: Menentukan Ukuran-Ukuran yang Relevan
Ukuran-ukuran harus relevan secara langsung dengan tujuan upaya
peningkatan tidak hanya untuk memberikan analisis spesifik yang dibutuhkan
proyek, tetapi juga untuk mendorong partisipasi dan keterikatan penyelenggara.
Selain itu, karena pelaporan syarat-syarat kepada pemerintah atau donor
11
internasional sering fokus kepada ukuran-ukuran hasil kesehatan, ukuran-ukuran
tersebut adalah yang biasanya dikumpulkan, atau yang membutuhkan sumber-
sumber atau pelatihan. Meski demikian, bagi komunitas yang menggunakan sistem
kesehatan, pengukuran proses bersifat penting karena ukuran-ukuran ini sering
berhubungan langsung dengan pengalaman pengguna dengan sistem tersebut.
Faktor 4: Mengikutkan Para Partisipan dalam Pengumpulan Data
Mengumpulkan data yang tepat untuk analisis merupakan tantangan bagi
negara-negara dengan kendala pendidikan, ekonomi, teknologi, kultural, atau
geografis. Bahkan data yang harus dikumpulkan secara rutin guna kelangsungan
pengawasan dan pemantauan kesehatan sering kali tidak lengkap dan tidak akurat.
Mengevaluasi keberhasilan upaya peningkatan mutu tidak cukup hanya dilakukan
satu kali. Setidaknya, pengukuran sebelum dan setelah harus dilakukan untuk
menilai terjadinya peningkatan. Setelah peningkatan tercapai pun, pemantauan
harus terus dilakukan untuk memastikan bahwa kinerja sistem tidak menurun.
Mengomunikasikan penggunaan data secara jelas, mengembangkan instrumen yang
konkret dan nyata dan menyederhanakan pencatatan dan penyesuaian tugas akan
menambah pemenuhan data dan meningkatkan keakuratan data.
Faktor 5: Membuat Gagasan Perubahan secara Kolaboratif
Penggalian ide meliputi analisis data untuk mengenali dan memprioritaskan
titik-titik kegagalan, defek, atau limbah yang akan diarahkan oleh usaha peningkatan.
“Tujuh perangkat dasar” (Bab 3) cocok bagi petugas barisan depan atau anggota
komunitas yang dapat menggunakan perangkat tersebut dengan sedikit pelatihan
statistika. Tantangannya di lapangan adalah menggunakan perangkat secara tepat
agar memperoleh solusi berdasarkan data, namun juga memastikan bahwa
perangkat tersebut tidak menghalangi diskusi, keterlibatan dan partisipasi.
Penggalian gagasan berdasarkan analisis pun harus menjadi bagian dari proses
partisipasi dan banyak alat yang telah digunakan dalam proyek peningkatan mutu
12
seperti penjelajahan ide dan multivoting. Dua macam gagasan yang timbul dari
penggalian ide:
1. Gagasan perubahan yang dapat diuji dan segera diperbaiki dalam skala kecil.
Ide-ide seperti ini biasanya fokus pada pengurangan limbah, penyederhanaan
proses, dan eliminasi kegagalan dan kesalahan.
2. Ide perubahan yang memerlukan tindakan lebih rumit, misalnya perancangan
kembali proses-proses, mempekerjakan pegawai baru, program pelatihan
berskala besar, program kesadaran tingkat komunitas, dan perancangan
ulang ruang fasilitas internal atau eksternal.
Faktor 6: Menciptakan Jaringan Pembelajaran: Mempercepat Perubahan dan
Meningkatkan Ketahanan Perubahan
IHI (2003) telah sukses mencanangkan pendekatan bernama Breakthrough
Series (BTS) Collaborative untuk mempercepat perubahan melalui sebuah struktur,
melaksanakan dalam waktu yang sangat terbatas, yang membuktikan bahwa proses
perubahan ini efisien dan meningkatkan kemungkinan untuk mempertahankan
perubahan. Sistem dapat ditingkatkan secara menyeluruh dengan BTS. Desain BTS
menggabungkan wakil-wakil dari sistem kesehatan. Di negara berpendapatan
rendah, wakil-wakil tersebut termasuk berbagai penyelenggaran dalam distrik
kesehatan, seperti manajer distrik dan wakil dari klinik-klinik perawatan primer
rumah sakit. Tim dapat mengembangkan tujuan bersama menyangkut proses-proses
pelayanan dan hasilnya melalui mekanisme BTS. Para peserta juga dapat berbagi
praktik-praktik sukses serta mencari ide dengan peserta lain untuk menghadapi
tantangan berikutnya.
MEMACU: MENYEBARKAN PENINGKATAN SECARA CEPAT DALAM SISTEM
KESEHATAN
Rogers (1995) menggambarkan lima karakteristik perubahan yang dapat
disebarkan dengan cepat:
13
1. Manfaat relatif—Seberapa bagus inovasi yang muncul untuk memenuhi
kebutuhan komunitas yang melaksanakan perubahan?
2. Kompatibilitas—Seberapa dekat kesesuaian gagasan perubahan dengan
kultur dan lingkungan yang ada?
3. Kesederhanaan—Seberapa sederhana dan mudah dipahami perubahan itu?
4. Percobaan—Apakah perubahan dapat dipasangkan dan diuji dalam
lingkungan baru yang menerima penyebarannya?
5. Observabilitas—seberapa transparan inovasi dan hasil-hasilnya dari sudut
pandang pelaku potensial?
Di negara-negara berpendapatan tinggi, karakteristik ini telah disatukan
dalam kampanye-kampanye cepat. Di negara-negara berpendapatan rendah dan
menengah, tampaknya diperlukan desain yang lebih teliti dan penjadwalan bertahap
agar dapat memacu perubahan.
BEBERAPA CONTOH—IMPLEMENTASI PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA
BERSUMBER DAYA RENDAH
Pengendalian malaria di Ghana telah berhasil menerapkan teknik PDSA dan
perangkat CQI pada tingkat lokal. Perangkat tersebut antara lain teknik
sampling survei, diagram Pareto, diagram tulang ikan dan teknik
pengendalian proses statistik.
Program CQI (Project Five Alive!) tahun 2008 di wilayah utara Ghana oleh IHI
dan National Catholic Health Service (NCHS) untuk mempercepat upaya
Ghana health Service guna mengurangi morbiditas dan mortalitas anak-anak
berusia di bawah 5 tahun.
Di Rusia, tim dari University Research Company menggunakan tim
peningkatan dan merancang ulang upaya-upaya peningkat proses dan
hasilnya untuk jangkauan luas proses-proses dan hasil kesehatan maternal
dan anak. Model yang digunakan untuk peningkatan adalah BTS terkait
14
beberapa tempat—klinik dan rumah sakit—dalam sistem umum pengukuran,
pengujian dan pembelajaran.
Di Afrika Selatan, Model for Improvement dan BTS Collaborative digunakan
dengan rancangan pemacu peningkatan untuk menambah akses populasi
seluruh distrik ke pengobatan antiretroviral HIV (Barker dkk., 2007) dan
mengurangi transmisi HIV dari ibu ke anak (Doherty dkk., 2009; Youngleson
dkk., 2010). Metode tersebut kini digunakan oleh pemerintah Afrika Selatan
untuk merancang ulang dan meningkatkan pelayanan HIV di negara itu.
Max healthcare, sebuah rumah sakit swasta yang mencari keuntungan di
India, menggunakan Six Sigma untuk mengurangi jumlah infeksi aliran darah
akibat kateter hingga 66%
Sebuah rumah sakit tersier di Blantyre, Malawi merancang ulang tatanan fisik
dan meningkatkan arus pasien dengan menambahkan departemen darurat.
Klinik pasien rawat jalan untuk anak-anak berusia di bawah 5 tahun dapat
mengurangi tingkat mortalitas pasien rawat inap dari 10-18% hingga 6-7%
(Molyneux dkk., 2006).
MENDOKUMENTASIKAN DAMPAK CQI DI NEGARA-NEGARA BERSUMBER DAYA
RENDAH
Walaupun terdapat banyak contoh penggunaan pendekatan untuk
meningkatkan kualitas di negara-negara bersumber daya rendah, publikasi contoh-
contoh peningkatan mutu yang digunakan di tatanan terkendala sumber daya
ternyata masih kurang. Hal ini sepertinya akan berubah ketika metode peningkatan
mutu semakin digunakan di sistem kesehatan di negara-negara berpendapatan tinggi
(Berwick dkk., 2006) dan metode semakin disokong oleh banyak organisasi dan
negara yang berpengaruh bagi peningkatan sistem kesehatan di negara-negara
berpendapatan rendah (Berwick, 2004). Salah satu alasan ketiadaan materi-materi
yang dipublikasikan adalah kesulitan dalam mengaitkan peningkatan sistem
kesehatan secara sistemik dengan metode-metode peningkatan mutu yang
15
digunakan. Persoalan-persoalan desain dan pelaporan dapat menjadi faktor dalam
tatanan sumber daya rendah dan juga di negara-negara berpendapatan tinggi.
Namun, karena banyak perubahan peningkatan mutu yang muncul di proses-proses
penyampaian pelayanan, evaluasi efek perubahan tersebut pada tingkat operasional
mungkin dapat dilakukan. Jika rencana peningkatan mutu organisasi menyangkut
proyek-proyek besar, sarat sumber dan strategis, maka diperlukan rancangan
evaluasi yang kuat.
KESIMPULAN
Perbedaan besar dalam hasil kesehatan terus muncul di antara negara-
negara berpendapatan tinggi dan rendah-hingga-menengah. Perbedaan ini dapat
diatasi dengan aplikasi sistemis metode-metode peningkatan mutu untuk
menambah kinerja sistem kesehatan dalam kendala-kendala yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan yang dijelaskan dapat memberikan peningkatan lokal dan
populasi untuk mengakses layanan dan kualitas perawatan. Langkah selanjutnya
adalah memasang metode-metode ini ke konteks sumber dan kultur lokal negara-
negara berpendapatan rendah dan menengah, untuk memastikan bahwa kapasitas
perancangan dan pelaksanaan program-program peningkatan mutu dikembangkan
di kalangan petugas kesehatan, manajer dan pimpinan dalam pemerintahan dan
mitra-mitra NGO di negara-negara tersebut.
Sumber : William A.Sollecito dan Julie K.Johson. Chapter 19 Buku Implementing
Continuous Quality Improvement in Health care edisi ke empat (2011).