Case Report Session Appendicitis
-
Upload
claudiavallerinetasman -
Category
Documents
-
view
103 -
download
6
description
Transcript of Case Report Session Appendicitis
CASE REPORT SESSION
APPENDICITIS
PRESEPTOR :
Andriana Purnama, dr., SpB-KBD
DISUSUN OLEH:
Adhitya Purnama Putra 1301-1211-0513
Claudia Vallerine 1301-1211-0531
Herdinda Erudite Rizkinya 1301-1211-0561
SUBBAGIAN BEDAH DIGESTIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2012
STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : Ny. M
Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Cisitu Indah, Dago, Bandung
Tanggal Masuk RS : 21 Desember 2012
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan bawah
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluhkan nyeri pada perut
kanan bawah. Keluhan nyeri terjadi tiba-tiba, dirasakan semakin lama semakin bertambah,
terus-menerus dan nyeri terlokalisasi pada perut kanan bawah. Awalnya, nyeri diperparah
saat aktivitas, namun sekarang nyeri tidak mereda dengan perubahan posisi dan dirasakan
semakin bertambah saat penderita batuk. Riwayat nyeri pada bagian ulu hati yang terjadi
beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah diakui. Keluhan hilang nafsu
makan dan panas badan diakui oleh penderita. Riwayat adanya mual tanpa disertai muntah
diakui oleh penderita. Keluhan BAB / BAK disangkal oleh penderita. Riwayat menstruasi
teratur setiap 1 bulan sekali.
Keluhan ini terjadi pertama kalinya. Riwayat berobat ke dokter umum diakui dan
diberikan obat (penderita tidak mengetahui nama obatnya) namun keluhan semakin
memberat. Karena keluhannya, penderita berobat ke Rumah Sakit Sariningsih dan dirujuk ke
RSHS.
III. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Kompos mentis
Keadaan umum : Sakit sedang
Status Gizi : Cukup
Tanda vital : Tensi : 120/70 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 90 x/menit Suhu : afebris
Kepala & Leher : anemis konjungtiva (-), ikterik sklera (-)
pupil bulat, isokor, diameter 0,3 cm, refleks cahaya +/+
KGB tidak teraba membesar
Thorax : Bentuk dan gerak dada simetris
Cor : Bunyi jantung S1, S2, murni reguler
Pulmo : VBS kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-, sonor
Abdomen : Inspeksi datar, lembut, jejas (-)
Auskultasi BU (+) normal
Palpasi DM (+), NT (+), NL (+) pada perut kanan bawah
Rovsing Sign (+) Psoas Sign (+)
Hepatosplenomegali (-) Massa (-)
Perkusi timpani pada seluruh area abdomen
Eksterimitas : dalam batas normal, CRT < 2 detik
RT : Nyeri tekan seluruh lumen, tonus spinchter ani normal, mukosa licin, ampulla tidak kolaps, massa (-)
ST : Feses (+), darah (-)
Status Neurologis : refleks fisiologis (+/+)
refleks patologis (-/-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanPT 14.1 9.9-13.9 detikINR 1.18 0.83-1.17APTT 30 16.3-36.3 detikHb 11.9 12-16 g/dLHt 33 35-47 %Leukosit 24.100 4.400-11.300 /mm3
Eritrosit 4.03 3.6-5.8 Juta/uLtrombosit 411.000 150.000-450.000 /mm3MCV 82.8 80-100 fLMCHMCHC
Widal
Kimia klinikAlbuminSGOTSGPTProtein totalUreumKreatininGDSNatriumKalium
29.535.7
Non reaktif
3.314147.3190.44
113134
3.8
26-3432-36
Non reaktif
3.4-4.8<350-35
6.6-8.715-500.5-0.9<140
135-1453.6-5.5
Pg%
g/dLU/L 37oCU/L 37oC
g/dLmg/dLmg/dLmg/dLmEq/LmEq/L
2. Rontgen Thorax
Kesan : - Kardiomegali tanpa bendungan paru
- Tidak tampak TB paru aktif
3. Urin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanTes Pack HCG
Makroskopis UrinWarna UrinKejernihan Urin
Kimia UrinBlood UrinBerat Jenis UrinpHNitritProteinGlukosaKetonUrobilinogenBilirubin
Mikroskopis UrinEritrositLeukositSel epitelBakteri
Negatif
KuningJernih
250/ul1.0255
Negatif75/+
Negatif150/++++
<1Negatif
Banyak34
Negatif
Kuning Jernih
Negatif1.003-1.0295-8
NegatifNegatifNegatifNegatif
<1Negatif
<1<6
Negatif
/uL
mg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dL
/lpb/lpb/lpk/lpk
KristalSilinder
NegatifNegatif
NegatifNegatif
/lpk/lpk
V. Diagnosis Kerja
Peritonitis lokal e.c Suspek Perforasi Appendicitis
VI. Tata Laksana
IVFD RL 20 gtt/menit
Observasi tanda dehidrasi
Rencana LE ( Laparotomi Eksplorasi) (puasa preoperasi)
Antibiotik (Ceftriaxone i.v, Metronidazole i.v)
VII. Laporan Operasi (10 Desember 2012)
Ditemukan pus kurang lebih 200cc di sekitar appendix
Ditemukan walling off omentum pada hepar lobus kanan bawah
Ditemukan rupture abses hepar pada lobus kanan bawah
Ditemukan jaringan nekrotik
Ditemukan appendix letak antecaecal panjang 10 cm, diameter 1 cm, hiperemis, oedematous,
fecalith 1/3 distal
VIII. Diagnosis Pasca Operasi
Peritonitis Difus e.c Ruptur Abses Hepar Lobus Kanan + Appendisitis Akut
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad bonam
APPENDICITIS
1. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada
pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada
kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh
karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3
Gambar 1. Appendix vermicularis4)
Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami
obliterasi pada orang dewasa. 1,3
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang
6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum,
ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix
mengalami peradangan. 1,2
Gambar 2. Variasi lokasi Appendix vermicularis1
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen
integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan
Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi
lainnya.2
2. INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari
satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
3. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7
Gambar 3. Appendicitis (dengan fecalith) 8
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol
tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya
pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di
dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin
meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia
jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke
dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda
karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat
timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi
karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih
tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui
dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon
memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2) Flora
normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada
orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan
Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai
variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)
Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Batang Gram (-)
Bacteroides fragilis
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Batang Gram (-)
Clostridium sp.
Coccus Gram (+)
Peptostreptococcus sp.
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah
mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus
dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau
penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis
perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien
tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal
dan transperitoneal masih kontroversi. 2,6)
Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan
serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada
pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan
kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk
timbul fecalith.
4. MANIFESTASI KLINIS
4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri
perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut.
Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri
yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix
berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya
yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis
menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 1,2,3,7,8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu
naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut
dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.12,13
Tabel 2. Gejala Appendicitis acuta 9)
Gejala* Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri 50
berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang
akut dan bukan radang akut.11
Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala Klinik ValueGejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2Nyeri lepas 1Febris 1
Lab Leukositosis 2Shift to the left 1
Total poin
10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada
perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya
bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu
selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan
tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya
telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala
letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13
4.2 Tanda Klinis
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena
pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan
mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10
Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.
Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)
Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)
Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5.1 Laboratorium2,3,6,7
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the
left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung
jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis
sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam
inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,
dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
5.2.Ultrasonografi1,2,6,7
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-
posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian
positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,
dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith,
dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang
akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh
karena tekanan.
Gambar 8.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)
5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak
spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih
dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai
adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak
spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan
tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
Gambar 9. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)
Gambar 10. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix (panah) dengan
appendicolith1)
Tabel 4. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)
USG CT Scan Appendix
Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis
Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis
Keuntungan AmanRelatif murahDapat menyingkirkan penyakit pelvis pada wanitaLebih baik pada anak-anak
Lebih akuratLebih baik dalam mengidentifikasi Appendix normal, phlegmon dan abscess
Kerugian Tergantung operatorSecara teknik tidak adekuat dalam menilai gasNyeri
MahalRadiasi ionisasiKontras
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang
terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,
dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian
7. TATALAKSANA
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy
Perawatan appendicitis tanpa operasi Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya
untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk
dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post operasi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan
anaerob
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
8. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2. 8th
edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.
New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way
LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at December 18th 2012 From:
http://www.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton
JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New
York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8 Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery
Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
2001: 1466-78
9 Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at December 18th 2012.
From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score
in acute Appendicitis. Retrieved at December 18th 2012. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf
Mengapa pasien ini didiagnosis Peritonitis lokal e.c Perforasi Appendicitis
Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan bawah
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluhkan nyeri pada perut kanan bawah. Keluhan nyeri terjadi tiba-tiba, dirasakan semakin lama semakin bertambah, terus-menerus dan nyeri terlokalisasi pada perut kanan bawah. Awalnya, nyeri diperparah saat aktivitas, namun sekarang nyeri tidak mereda dengan perubahan posisi dan dirasakan semakin bertambah saat penderita batuk. Riwayat nyeri pada bagian ulu hati yang terjadi beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah diakui. Keluhan hilang nafsu makan dan panas badan diakui oleh penderita. Riwayat adanya mual tanpa disertai muntah diakui oleh penderita. Keluhan BAB / BAK disangkal oleh penderita. Riwayat menstruasi teratur setiap 1 bulan sekali.
Pemeriksaan Fisik
Suhu : afebris (37,3oC)
Abdomen : Palpasi DM (+), NT (+), NL (+) pada perut kanan bawah
Rovsing Sign (+) Psoas Sign (+)
RT : Nyeri pada seluruh lumen, tonus spinchter ani kuat, mukosa licin, ampulla tidak kolaps
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Leukositosis (24.100/ml)
Alvarado Scale
Gejala Klinik ValueGejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2Nyeri lepas 1Febris 0
Lab Leukositosis 2Shift to the left 0
Total poin
8
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?
IVFD RL 20 gtt/menit
Observasi tanda dehidrasi
Rencana LE ( Laparotomi Eksplorasi) (puasa preoperasi)
Antibiotik (Ceftriaxone i.v, Metronidazole i.v)
Antibiotika preoperatif
Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi
post operasi.
Diberikan antibiotika spectrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
Bagaimana prognosis pada pasien ini?
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad bonam
Dengan diagnosis yang cepat dan akurat serta tindakan pembedahan tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.