bubur berbasis pati

109
 i PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI SINGKONG (  Manih ot esculenta Crantz) TERMODIFIKASI CAESAR LAINE ANGGI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Transcript of bubur berbasis pati

i

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) TERMODIFIKASI

CAESAR LAINE ANGGI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

ii

ABSTRACTCAESAR LAINE ANGGI. Development of Instant Porridge Product Based on Modified Starch of Cassava (Manihot esculenta Crantz). Under direction of RIMBAWAN. In Indonesia, cassava is the two largest foodstuff produced after rice. However, utilization of cassava for food with specific beneficial to health is still limited. Cassava starch can be technically modified to produce resistant starch. Resistant starch is a product of starch degradation that is not absorbed in the small intestine. Resistant starch has beneficial physiological effects to health. Resistant starch can be processed form carbohydrates of a food source such as cassava. Considering an enormous potential of cassava resistant starch, a research of making instant porridge form cassava resistant starch has been conducted. The objective of this research was to study the process of making instant porridge made from cassava starch modification by autoclaving-cooling cycle process. The instant porridge made consisted of five treatments, namely a control of porridge prepared from pure cassava starch, cassava modification starch prepared using one autoclaving-cooling cycle (one cycle) porridge, cassava modification starch prepared using three autoclaving-cooling cycle (three cycle) porridge, and cassava modification starch porridge formulated with added emulsion flour containing protein and fat from soy protein isolate, vegetable oil and eggwhite (formula porridge). Formula porridge is developed by addition 15 grams, 30 grams, and 50 grams emulsion flour in one portion of porridge. Using organoleptic test, this study showed that the best formulation was obtained by adding 15 grams emulsion flour. In one serving size, this product belongs to the class of high fiber foods and high energy foods. Key words : resistant starch, instant porridge, autoclaving-cooling cyling, high fiber.

iii

RINGKASANCAESAR LAINE ANGGI. Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) Termodifikasi. Dibimbing oleh Dr. RIMBAWAN. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pembuatan bubur instan dari bahan pati singkong termodifikasi. Tujuan khususnya adalah 1) Mempelajari modifikasi pati singkong dengan perlakuan autoclaving-cooling cycling; 2) Menyusun formula bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi; 3) Menganalisis karakteristik fisikokimia pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan;4) Menganalisis pengaruh modifikasi terhadap karakteristik kimiawi pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan; 5) Menganalisis kandungan gizi pati dan serat pangan pati termodifikasi serta bubur instan; 6) Menganalisis kandungan energi dan harga energi serta serat pangan bubur instan sebagai pangan fungsional.Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi masayarakat dan industri pangan, khususnya pmberian alternative produk pangan berbasis pati singkong resisten. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri dari 1) Pembuatan pati singkong termodifikasi; 2) Formulasi bubur instan; 3) Uji organoleptik bubur instan; 4) Analisis karateristik fisikokimia, kimiawi, dan kandungan gizi; 5) Analisis biaya pembuatan produk dan harga energi serta serat pangan pada bubur instan. Pembuatan pati singkong termodifikasi terdiri dari pati singkong tergelatinisasi dan pati singkong resisten dilakukan dengan metode autoclaving-cooling yang dimodifikasi. Proses modifikasi dilakukan dengan pengulangan siklus 1 kali dan 3 kali dengan waktu gelatinisasi masing-masing 30 menit dan 15 menit. Pati singkong termodifikasi digunakan untuk formulasi bubur instan. Formula bubur instan yang paling disukai dari uji organoleptik adalah formula bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 15 gram. Hasil analisis karakteristik fisikokimia pati dan bubur instan menunjukkan bahwa pola gelatinisasi pati singkong dan pati singkong resisten menunjukkan pola yang berbeda dikarenakan proses pengolahan autoclaving-cooling meningkatkan kekentalan atau viskositas pati singkong dan menurunkan suhu gelatinisasi pati. Pengamatan granula pati pada pati singkong termodifikasi menunjukkan bahwa sifat birefringence semakin tidak terlihat jelas akibat degradasi amilosa yang menyebabkan pembengkakan granula saat autoclavingcooling cycling. Derajat putih paling tinggi adalah pati singkong, sedangkan produknya adalah bubur pati singkong resisten 1 siklus. Densitas kamba yang tinggi pada pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) dan tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) menyebabkan rasa kenyang yang lebih tahan lama daripada kedua jenis pati dan tepung bubur instan lainnya. Derajat putih tertinggi adalah pati singkong. Pengaruh pengolahan autoclaving-cooling pada pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan pati singkong termodifikasi dilamati dari daya cerna patinya, kandungan amilosa, total pati, serta kandungan pati resisten yang terukur sebagai serat tak larut (insoluble dietary fiber). Kadar pati resisten yang tinggi berhubungan dengan daya cerna pati dan total pati yang rendah serta kandungan amilosa yang tinggi. Kadar pati resisten tertinggi adalah pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) 10.5% (bk), dengan total pati terendah 60.89% (bk) dan daya cerna pati terendah 74.62% (bk). Kandungan amilosa pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) juga tertinggi diantara 2 jenis pati yang lain,

iv

yaitu 26.14% (bk). Produk bubur instannya sama dengan pati yang menjadi bahan bakunya. Hasil analisis kandungan gizi pati berupa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat menunjukkan bahwa kadar air dan karbohidrat tertinggi adalah pati singkong (PS) 15.05% (bk) dan 98.63% (bk), sedangkan abu, kadar lemak, protein, pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) masing-masing sebesar 0.78% (bk), 2.15% (bk), dan 0.39% (bk). Kandungan gizi tepung bubur instan yang paling tinggi adalah karbohidrat mencapai 97.25% (bk) untuk tepung bubur pati singkong (BPS). Kadar lemak dan kadar protein yang paling tinggi adalah tepung bubur instan formula terpilih (F3) sebesar 2.34% (bk) dan 17.45% (bk). Serat pangan pati singkong termodifikasi tertinggi adalah pati singkong resisten 3 siklus sebesar tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) sebesar 9.1% (bk), sedangkan serat pangan tepung bubur instan pati singkong termodifikasinya adalah tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) sebesar 7.5% (bk). Serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber) lebih banyak terdapat pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan. Tingginya kadar serat pangan pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) dan bubur pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) menyebabkan kedua bahan pangan tersebut digolongkan sebagai pangan tinggi serat karena memenuhi 30% acuan label gizi serat pangan. Kandungan energi bubur instan berbasis pati singkong resisten berkisar antara 398 Kalori hingga 407 Kalori per 400 gram bubur. Bubur instan berbasis pati singkong resisten memenuhi 20% AKG sarapan dari kebutuhan AKG sehari sehingga cocok dikonsumsi sebagai sarapan sebagai pangan tinggi energi. Harga serat pangan dan energi yang lebih murah pada BRS 3 daripada pangan instan komersial lainnya menunjukkan bahwa bubur instan kontrol (BRS 3) layak dipasarkan sebagai pangan fungsional. Kata kunci : pati resisten, bubur instan, siklus pemanasan pendinginan, tinggi serat

v

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) TERMODIFIKASI

CAESAR LAINE ANGGI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

vi

Judul Skripsi Nama NIM

: Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi : Caesar Laine Anggi : I14070037

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Rimbawan NIP 19620406 198603 1 002

Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001

Tanggal Pengesahan :

vii

PRAKATAPuji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan segenap rahmat, karunia, dan segala keindahan hidup sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) Termodifikasi. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasul Alloh, Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan hidup kepada umatnya hingga akhir jaman. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Papah Ato Sunarto dan mamah Elvi Sulistiani atas semua kasih sayang, didikan dan semangat yang tiada hentinya yang mungkin sampai kapanpun takkan terbalas serta kesabaran dan pengertiannya selama ini. Adik Aprilla Alvie Herwanda atas semangat dan doa yang diberikan. 2. Bapak Dr. Rimbawan sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, saran, semangat, motivasi, dan nasihat serta pembelajaran hidup sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pemandu dan dosen penguji atas masukan, saran, dan perbaikan dalam penulisan karya tulis ini, 4. Ibu Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan. 5. Kementrian Pendidikan Nasional (DIKTI) atas dana hibah penelitian PKM 6. Bapak Mashudi, Bapak Nurwanto, Bapak Wahid, Bapak Iyas, Ibu Rubiyah, Ibu Ari, Ibu Titi, Ibu Nina, Ibu Rizki, Firdaus dan Yoghatama Cindya Zancer atas bantuan tekhnis dan kerjasama dalam penyelesaian tugas akhir. 7. Saudari Ima Karimah, teman terbaik selama perkuliahan dan penelitian atas kerjasamanya, doa, dukungan, saran, kritikan, dan kesabarannya. 8. Ryan Maydianza atas cintanya, semangat, doa, dukungan, masukan selama ini. Semoga kebersamaan kita berakhir indah. 9. Teman-teman tercinta Intan Deviana Safitri, Irla Nurlinda, GM 44 Chalimatus Syakdiyah, Ossiriadewi Maulanaputri, Putri Kusumawinahyu, Nonly Stevanie, Purnawati Hustina Rahman, Atika Primadala Amrin, Mutiara Uswah Hasanah Nadya Belatrix Paramitha, Stefani Pasanea, Novi Erliyani, Hanifah Dwiyani, Imas Septiyani, Nurlaely Fitriana, Imam

viii

Saloso yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan masukan serta pembelajaran hidup. 10. Rekan-rekan sejawat penelitian laboratorium Adiarti Nursasanti, Panji Azahari, Mahmud Aditya Rifki, Lina Agestika, Mia Srimiati dan Rahmi Khalida atas dukungan dan kerjasamanya. 11. Rekan-rekan satu bimbingan atas semangatnya Titien Dwi Arianti, Waldemar Sebastian, Fatma Silviana. 12. Dosen dan Staf GM yang telah memberikan didikan, ajaran, dukungan, dan bantuan selama 4 tahun masa studi. 13. Teman-teman Harmony 2 Kak Santi, Riska, Via, Ayu 1, Ayu 2, Ola, Arin, Rinrin. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, September 2011 Penulis

ix

RIWAYAT HIDUPPenulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, puteri pasangan Bapak Ato Sunarto dan Ibu Elvi Sulistiani. Penulis dilahirkan di Cilacap, 13 Oktober 1989. Pendidikan sekolah dasar penulis ditempuh pada tahun 1995 sampai 2001 di SDN Sidanegara 06 Cilacap, 2001 sampai 2004 di SMPN 1 Cilacap, dan pada tahun 2004 sampai 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Cilacap. Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Ilmu

Gizi,Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ektensi pada mata kuliah Metabolisme Zat Gizi. Tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Batulayang, Puncak Bogor, Jawa Barat dan pada Juni 2011 penulis telah melaksanankan Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, seperti IAAS

(International Association of Students in Agriculture and Related Sciences) sebagai bendahara umum periode 2009/2010, HIMAGIZI (Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi) sebagai staf Keprofesian Gizi 2009/2010, Emulsi (majalah pangan dan gizi) sebagai advertisements periode 2008/2009. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, baik yang diselenggarakan HIMAGIZI maupun FEMA. Penulis aktif sebagai Private Tutor dari Express IAAS pada tahun 2009. Penulis aktif mengikuti perlombaan Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) dan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Penulis pernah menjuarai lomba essay yang berjudul Vegetarian dan Pemanasan Global dan aktif sebagai Penulis pernah mengikuti symposium lingkungan di Universty Putra Malaysia, Serdang, Malaysia. Penulis juga menjadi Nasional Top 10 Finalis dalam kompetisi Indonesian Youth Bussines tentang proposal bisnis. Penulis mendapatkan dana hibah penelitian DIKTI melalui PKMP yang berjudul Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasi Pati Resisten Singkong dengan Indeks Glikemik Rendah untuk Penderita Diabetes Mellitus.

x

DAFTAR ISIHalaman DAFTAR TABEL............. xii DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR LAMPIRAN.. PENDAHULUAN.. Latar Belakang........ Tujuan....... Kegunaan......... TINJAUAN PUSTAKA. Singkong... Pati Singkong... Amilosa Pati.. Amilopektin Pati Gelatinisasi Pati Retrogradasi Pati.. Pati Resisten. Serat Pangan Daya Cerna Pati... Modifikasi Pati Secara Fisik Bubur Instan.. Pengeringan.. Drum dryer.... Sukralosa...... Emulsi. Telur. Isolat Protein Kedelai.... Minyak Kelapa Sawit. Uji Organoleptik METODE.... Waktu dan Tempat... Bahan dan Alat. Tahapan.... Pembuatan Pati Singkong Termodifikasi. Pembuatan Pati Singkong Tergelatinisasi.. Pembuatan Pati Resisten 1 Siklus.. Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus.. Formulasi Bubur Instan Uji Organoleptik Bubur Instan. Analisis Karakteristik Fisikokimia, Kimiawi, dan Kandungan Gizi, .. Pengolahan dan Analisis Data.. HASIL DAN PEMBAHASAN.. Modifikasi Pati Singkong. Formulasi Bubur Instan Karakteristik Organoleptik Bubur Instan.. Karakteristik Fisikokimia Pati dan Tepung Bubur Instan... xiii xv 1 1 2 3 4 4 5 6 7 7 8 8 9 10 11 12 12 13 14 14 15 15 16 16 18 18 18 19 20 20 21 21 22 26 27 27 29 29 31 32 43

xi

Pengaruh Pengolahan terhadap Karakteristik Kimiawi Pati dan Tepung Bubur Instan... Kandungan Gizi Pati.... Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan.. Kadar Serat Pangan. Kandungan Zat Gizi dan Energi Bubur Instan..... Perbandingan Harga Energi dan Serat Pangan Tepung Bubur Instan.. KESIMPULAN DAN SARAN.. Kesimpulan Saran.. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN....

51 59 62 65 69 70 72 72 73 74 79

xii

DAFTAR TABELHalaman 1 2 3 4 5 Kandungan gizi singkong Formulasi produk bubur instan dari pati singkong termodifikasi Formulasi tepung emulsi bubur instan... Presentase hedonik panelis terhadap bubur instan formula.. Presentase mutu hedonik panelis terhadap bubur instan formula.. 6 7 8 Sifat amilografi pati.... Perbandingan kadar total pati, amilosa, dan amilopektin... Kandungan gizi pati singkong, pati singkong resisten 1 siklus dan 3 siklus.. 9 10 11 Kandungan gizi tepung bubur instan.... Kandungan zat gizi dan energi bubur instan................................. Harga per kalori energi per gram dan harga per gram serat pangan pada pangan instan 5 25 26 42 43 44 53 59 62 69 70

xiii

DAFTAR GAMBARHalaman 1 2 3 4 5 Ubi Kayu.. Granula pati singkong.................. Diagram alir keseluruhan penelitian......................... Bagan proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi... Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 1 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi) Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi) Bagan proses formulasi bubur instan kontrol (Hendy 2007 yang dimodifikasi). Bagan proses formulasi bubur instanformula (Hendy 2007 yang dimodifikasi). Bubur pati singkong (BPS) (a); Bubur Pati Resisten 1 siklus (BRS 1) (b); Bubur Pati Resisten F1, F2, F3 (c), (d), (e). Grafik mutu hedonik bubur instan... Grafik hedonik warna bubur instan. Grafik mutu hedonik aroma bubur instan.. Grafik hedonik aroma bubur instan................ Grafik mutu hedonik rasa bubur instan.. Grafik hedonik rasa bubur instan. Grafik mutu hedonik tekstur bubur instan............................ Grafik hedonik tekstur bubur instan. Grafik hedonik keseluruhan bubur instan.. Granula pati singkong sebelum pemanasan 400 X.. Granula pati singkong resisten 1 siklus (RS 1) 400 X (a); Granula pati resisten singkong 3 siklus (RS 3) 200 X (b) 21 22 23 24 25 26 Grafik presentase derajat putih tepung bubur instan Grafik presentase densitas kamba pati.. Grafik presentase densitas kamba tepung bubur instan.. Grafik presentase amilosa pati dan tepung bubur instan........... Grafik presentase total pati pada pati dan tepung bubur instan. Grafik presentase kadar pati resisten pada pati dan tepung bubur instan.... 4 6 19 20 21

6

22

7

23

8

24

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 46 47 49 50 51 52 53 55

xiv

27

Grafik presentase daya cerna pati pada pati dan tepung bubur instan.... Grafik presentase kadar serat pangan pati.. Grafik presentase kadar serat pangan tepung bubur instan...

58 66 67

28 29

xv

DAFTAR LAMPIRANHalaman 1 2 3 4 Prosedur analisis karakteristik fisikokimia. Prosedur analisis karakteristik kimiawi. Prosedur analisis kandungan gizi.. Prosedur analisis kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC 1995).. 5 6 7 8 9 10 11 12 Lembar uji organoleptik... Hasil analisis karakteristik fisikokimia pati dan tepung bubur instan.... Hasil analisis karakteristik kimiawi pati dan tepung bubur instan. Hasil analisis kandungan gizi pati dan tepung bubur instan.. Hasil analisis kadar serat pangan pati dan tepung bubur instan.. Hasil sidik ragam karakteristik organoleptik bubur instan.. Perhitungan harga produk... Perbandingan harga energi dan serat pangan pada pangan instan... 80 80 83 85 86 88 88 89 89 89 92 94

1

PENDAHULUANLatar Belakang Salah satu pangan lokal yang potensinya cukup besar yaitu singkong. Singkong merupakan pangan sumber karbohidrat yang mudah ditanam sehingga mudah diperoleh. Di Indonesia, singkong merupakan produksi hasil pertanian pangan ke dua terbesar setelah padi sehingga singkong mempunyai potensi sebagai bahan baku yang penting bagi berbagai produk pangan dan industri. Produksi singkong di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 22 juta ton. Produksi singkong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga tingkat produktifitas singkong terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tahun 2008 produksi singkong nasional mencapai 21,75 juta ton dan meningkat menjadi 22,04 juta ton pada tahun 2009. Tingkat produktifitasnya juga terus meningkat dari 180,57 kuintal per hektare di tahun 2008 menjadi sekitar 189,86 kuintal per hektare tahun 2009 (BPS 2009). Pemanfaatan singkong banyak digunakan sebagai bahan baku makanan, terutama dalam bentuk snack seperti tiwul, getuk, keripik, singkong goreng, dan singkong rebus. Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan singkong oleh industri juga berkembang cepat, terdapat beberapa snack ringan berbahan dasar singkong beredar di masyarakat. Produk olahan singkong yang dikembangkan oleh industri lebih banyak digemari masyarakat. Melihat kenyataan tersebut maka sentuhan teknologi dalam pengolahan singkong yang dikembangkan oleh industri membuat nilai ekonomi singkong menjadi meningkat dibandingkan jika singkong hanya diolah sebagai makanan tradisional. Pemanfaatan singkong sebagai bahan baku makanan yang bermanfaat bagi kesehatan masih terbatas. Padahal, saat ini perhatian masyarakat terhadap kesehatan cukup besar, termasuk dalam hal pemilihan pangan. Pangan diharapkan dapat memberikan sifat fungsional, seperti menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, memperbaiki fungsi fisiologis, atau membantu penyembuhan penyakit. Kajian mengenai sifat fungsional pangan yang berkhasiat untuk kesehatan dan kebugaran semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Pati resisten (Resistant starch/RS) merupakan produk dari degradasi pati yang tidak dapat diserap pada usus halus manusia sehat. Oleh karena itu, pati resisten terfermentasi di usus besar seperti serat pangan. Pati resisten mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan

2

kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral (Sajilata et al. 2006). Hasil penelitian bahan pangan yang mengandung 16.8% pati resisten dan pati yang dapat dicerna menunjukkan kemampuan absorbsi kalsium dan besi di intestinal lebih meningkat daripada pati yang dapat dicerna. Produk makanan instan sangat digemari oleh masyarakat modern pada masa kini. Semakin meningkatnya aktivitas menyebabkan seseorang lebih memilih makanan dengan proses penyajian cepat. Potensi yang besar dari pati singkong resisten maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proses pembuatan bubur instan dari pati singkong resisten. Tujuan Tujuan Umum: Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi. Tujuan Khusus: Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari modifikasi pati singkong dengan perlakuan autoclavingcooling cycling. 2. Menyusun formula bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi. 3. Menganalisis karakteristik fisikokimia pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan. 4. Menganalisis pengaruh modifikasi terhadap karakteristik kimiawi pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan. 5. Menganalisis kandungan gizi pati dan serat pangan pati termodifikasi serta bubur instan. 6. Menganalisis kandungan energi dan harga energi serta serat pangan bubur instan sebagai pangan fungsional.

3

Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya pemberian alternatif produk pangan berbasis pati singkong resisten maupun industri pangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai ekonomi singkong yang banyak ditanam di wilayah Indonesia dan belum termanfaatkan dengan baik.

4

TINJAUAN PUSTAKASingkong Tanaman singkong termasuk tanaman tropis yang berasal dari Brazil (Amerika Selatan). Singkong memiliki peranan penting sebagai makanan pokok ke-3 setelah padi dan jagung di Indonesia. Peranan singkong menjadi semakin besar berkaitan dengan daya gunanya di bidang industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar, tidak terbatas pada industri dalam negeri, tetapi juga di negara lain sebagai komoditas ekspor andalan. Singkong merupakan tanaman multiguna yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, makanan ternak, dan sebagai bahan baku berbagai macam industri (Suprapti 2005). Berikut ini sistematika (taksonomi) tumbuhan tanaman singkong: kingdom divisio subdisivio kelas ordo famili genus species : Plantae : Spermathopyta : Angiospermae : Dicotyledone : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Manihot : Manihot esculenta Crantz sin dan Manihot utilisima

Gambar 1 Ubi Kayu Sumber: www.bps.co.id Singkong atau ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, yaitu ketela pohon, ubi jenderal, ubi inggris, telo pohung, kasape, bodin, telo jenderal (Jawa), sampeu, huwi dang deur, hui jenderal (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi perancis (Padang). Umbi singkong berbentuk akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung cadangan makanan (pati). Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna kecoklatan (kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputihan (basah); dan daging

5

berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda-beda. Tanaman yang dikembangkan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis atau varietas, dengan keunggulan masing-masing. Ada 7 jenis varietas unggul singkong yang digunakan untuk membuat tepung yaitu Adira I, Adira II, Malang I, Malang II, Basiorao, Bogor, dan Mangi (Suprapti 2005). Berikut ini Tabel 1 mengenai kandungan gizi pada umbi singkong: Tabel 1 Kandungan gizi Singkong Komponen Gizi Kadar per 100 g Energi 146 Kal Karbohidrat 34.7 g Protein 1.2 g Lemak 0.3 g Mineral 1.3 g Zat Besi 0.0007 mg Kalsium 0.003 mg Fosfor 0.004 mg Vitamin C 0.003 mg Vitamin B 0.006 mg Air 62.5 g Sumber: Suprapti (2005) Pati Singkong Kandungan pati dalam singkong (% bk) adalah 90 (Cui 2005). Menurut Wahyu (2008), singkong merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Umbi singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 8090% (bb) dengan pati sebagai komponen utamanya. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari banyaknya atom C dan percabangan rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 2004). Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Proses utama pembuatan pati dari ubi-ubian melalui ekstraksi terdiri dari perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna ubi. Disintergrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Cui 2005). Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

6

(Friedman 1950, Gliksman 1969 dikutip Odigboh 1983 dalam Chan 1983). Pati singkong memiliki granula berwarna putih dengan ukuran diameter yang bervariasi dari 4-35 m dan rata-rata 20 m. Gambar 2 menunjukkan granula pati singkong.

Gambar 2 Granula pati singkong Sumber: Hui 2006 dalam Wahyu 2008 Pati dicerna dalam tubuh manusia dengan bantuan enzim amilase. Enzim ini biasanya terdapat pada saliva (air liur) dan pankreas. Amilase akan menghidrolisis pati menjadi maltosa. Proses pencernaan pati oleh enzim amilase dipengaruhi oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, luas permukaan semakin besar sehingga pati lebih cepat dicerna daripada pati yang ukuran granulanya lebih besar (Tharanathan & Madandevama 2003). Amilosa Pati Pati merupakan polimer dari karbohidrat yaitu kompleks anhidroglukosa yang dihubungkan dengan rantai 1,4 -gikosidik. Amilosa yang dihidrolisis dengan asam akan menghasilkan D-glukosa. Amilosa pati mengandung 2002000 unit anhidroglukosa. Setiap monomer memiliki 1 atau 2 grup hidroksil kecuali ujung amilosa pati. Molekul anhidroglukosa terakhir mengandung 1 atau 3 gugus hidroksil yang disebut sebagai bukan pereduksi. Ujung lain dari anhidroglukosa mengandung 1 atau 2 gugus hidroksil (gugus aldehid) yang merupakan grup pereduksi dalam bentuk hemiasetal dalam (Furia 1990). Molekul amilosa memiliki sifat hidrophilik yang memiliki afinitas air yang tinggi. Sifat ini menyebabkan amilosa pati dapat semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Jika afinitas air menurun menyebabkan ukuran pati membesar maksimum dimana presipitasi terjadi pada konsentrasi yang rendah dan pembentukan gel pada konsentrasi yang lebih rendah. Bentuk gel secara 3 dimensi merupakan ikatan hidrogen yang saling terhubung. Hubungan antara

7

molekul amilosa tersebut disebut retrogradasi. Molekul amilosa yang tidak bercabang memiliki sifat kuat dan fleksibel (Furia 1990). Amilosa juga memiliki afinitas terhadap iodine yang memiliki karakteristik warna biru. Hal ini dapat memberikan estimasi secara kuantitatif kandungan amilosa pada pati. Amilosa memiliki sifat hidrofilik dan hidrophobik pada ujung yang lain. Sifat hidrofobik inilah yang menyebabkan pati tidak larut dalam air dingin, namun apabila dipanaskan pati akan larut dan tergelatinisasi (Furia 1990). Amilopektin Pati Amilopektin merupakan polimer pati selain amilosa yang memiliki struktur bercabang. Setiap cabang mengandung 15-25 anhidroglukosa yang saling terhubung dengan ikatan 1,4 dan 1,6 -glikosidik. Bagian cabang amilopektin pati dihubungkan dengan rantai karbon 1 dan berakhir di rantai karbon 6. Amilopektin merupakan polimer terbesar dari pati. Ukuran dan cabang amilopektin pati mempengaruhi mobilitas molekul dan cenderung menjadi kuat dengan adanya ikatan hidrogen yang dapat teretrogradasi sehingga amilopektin dalam cairan menjadi jelas dan stabil dengan gel resisten (Furia 1990). Molekul amilopektin yang bercabang menyebabkan molekul ini tidak sekuat dan sefleksibel amilosa pati. Amilopektin juga tidak menunjukkan warna biru bila ditetesi iodine. Stabilitas sol amilopektin merupakan faktor utama dalam penggunaan amilopektin termodifikasi (Furia 1990). Gelatinisasi Pati Pati dalam jaringan tanaman memiliki bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Jenis pati dapat dibedakan secara mikroskopis karena memiliki ukuran, bentuk, letak hilum, dan sifat birefringent yang unik (Winarno 2004). Granula pati memiliki sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah moikroskop terlihat kristal gelap terang, sifat inilah yang disebut birefringent. Gelatinisasi pati merupakan fenomena umum yang terjadi pada pati dan sering menjadi prinsip utama pada berbagai cara pengolahan pati. Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringent granula pati akibat penambahan air secara berlebih dan pemanasan pada waktu serta suhu tertentu sehingga granula membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible) (Belitz dan Grosch 1987). Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Menurut SNI (1992) dalam Widowati (2000) menyebutkan bahwa suhu gelatinisasi pati singkong adalah 84C dalam waktu sekitar 23 menit.

8

Retrogradasi Pati Amilosa yang dapat terdispersi oleh air panas akan memyebabkan peningkatan granula yang membengkak. Pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas, dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Molekul-molekul amilosa akan terus terdispersi selama pasta pati tetap dalam keadaan panas (Winarno 2004). Apabila pasta pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup untuk menyatukan kembali molekul-molekul amilosa sehingga molekul-molekul amilosa akan berikatan dengan cabang amilopektin di pinggir luar granula. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi. Sebagian besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa hari atau beberapa minggu akan membentuk endapan kristal di dasar wadahnya (Winarno 2004). Sebagian air pada pasta pati terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Apabila gel dipotong dengan pisau atau disimpan beberapa hari air tersebut akan keluar dari bahan. Proses keluarnya air dari gel pati disebut sineresis. Pati Resisten Pati resisten adalah pati yang tidak dapat dipecah oleh enzim manusia di usus halus. Pati resisten (Resistant starch atau RS) pati juga mengalami fermentasi oleh mikroflora pada dinding kolon, sehingga mikroflora menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid atau SCFA) (Englyst et al. 1992; Champ et al. 1999). Profil SCFA yang diperoleh dari RS lebih banyak mengandung butirat dan lebih sedikit mengandung asetat dibandingkan serat pangan konvensional. Asam butirat lebih banyak dimetabolisme oleh sel-sel kolon sebagai substrat sumber energi sel (Elmsthal 2002). Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, RS dapat berfungsi sebagai prebiotik. Pati resisten mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral (Sajilata et al. 2006). Penggantian 5,4% total karbohidrat dalam diet dengan pati resisten juga

9

mengindikasikan peningkatan oksidasi lipida setelah makan sehingga dapat menurunkan akumulasi lemak dalam jangka panjang (Higgins 2004). Pati resisten terdiri dari empat tipe. Tipe pertama (RS I) terdiri atas pati yang secara fisik terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks bahan pangan, misalnya pada sereal, biji, kacang-kacangan, dan pasta. Pati resisten tipe kedua (RS II) terdiri atas granula pati yang secara alami sangat resisten terhadap pencernaan oleh enzim -amilase, misalnya pati pada pisang dan kentang mentah. Pati resisten tipe ketiga (RS III) terdiri atas pati teretrogradasi yang terbentuk saat bahan pangan yang mengandung pati dimasak dan didinginkan. Pati resisten tipe keempat (RS IV) terdiri atas pati yang dimodifikasi secara kimia, dimana modifikasi tersebut mempengaruhi aktivitas amilolitik dari enzim-enzim pencernaan (Leu et al. 2003 dalam Satriawan 2010). Serat Pangan Menurut Winarno (2004) serat pangan atau dietary fiber merupakan bagian dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Sejumlah polisakarida bukan pati pada bahan pangan nabati disebut polisakarida non pati (non starch polysaccharides atau NSP) yang merupakan komponen utama serat pangan (Bender 2003). Beberapa contoh NSP antara lain selulosa, hemiselulosa dan inulin yang termasuk IDF. Pektin, gum, dan musil tanaman termasuk SDF. Selulosa merupakan polimer rantai lurus dari glukosa dengan ikatan rantai -(1-4) yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim amilase. Hemiselulosa merupakan polisakarida yang tersusun dari xilosa, galaktosa, glukosa, dan monosakarida lainnya yang terikat bersama-sama. Pektin merupakan polimer yang tersusun dari asam galakturonat dan monosakarida lain serta banyak ditemukan pada dinding sel tanaman. Gum adalah polimer dari galaktosa, asam glukoronat, dan monosakarida lainnya serta ditemukan dalam eksudat batang tanaman. Musil adalah polimer dari galaktosa, mannosa, dan monosakarida lain yang ditemukan dalam rumput laut (Wardlaw 1999). Komponen penting lainnya dalam serat pangan adalah lignin yang bukan termasuk karbohidrat tetapi merupakan polimer kompleks dari berbagai jenis alkohol aromatik (Bender 2003). Serat pangan dikelompokkan berdasarkan kemampuannya larut dalam air menjadi serat pangan larut (soluble dietary fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber atau IDF). Soluble Dietary Fiber diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut air hangat atau panas serta dapat

10

terendapkan oleh air yang tercampur dengan empat bagian etanol. Insoluble Dietary Fiber diartikan sebagai serat pangan tidak larut dalam air panas dan air dingin. Gabungan dari serat pangan tidak larut dan serat pangan tidak larut air disebut serat pangan total (total dietary fiber atauTDF). Pengertian serat kasar berbeda dengan serat pangan. Menurut Winarno (2004) serat kasar adalah bagian makan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam sulfat 1.25% dan natrium hidroksida 1.25%. Efek fisiologis dari serat pangan bagi tubuh terutama dalam saluran pencernaan berbeda-beda pada setiap komponennya. Serat menstimulasi aliran saliva dan meningkatkan volume makanan di dalam mulut. Saat melewati lambung serat larut air dan komponen kental serat menunda pengosongan isi lambung. Dalam usus halus, serat membentuk larutan yang kental sehingga menghambat daya cerna dan absorbsi karbohidrat dan lemak serta cenderung menghambat absorpsi glukosa dan memperkecil kadar kolesterol plasma darah. Fungsi serat larut berlawanan dengan serat tidak larut, komponen serat larut didegradasi oleh bakteri dalam kolon sehingga tidak mempengaruhi bobot feses dan tidak menimbulkan efek laksatif (Sardesai 2003). Serat pangan tidak larut dapat memperbesar volume feses dan mempercepat pengeliminasian sehingga mengurangi transit time dan mengurangi resiko pembentukan kanker colorectal. Respon fisiologis dari konsumsi serat pangan menjadi dasar para pakar menghubungkan diet kaya serat dengan penurunan resiko terhadap penyakit kronis noninfeksi pada saluran pencernaan seperti konstipasi, penyakit divertikular dan kanker kolon, gangguan sistem sirkulasi tubuh seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK), serta gangguan metabolisme seperti obesitas dan diabetes (Sardesai 2003). American Dietetic Association (ADA) merekomendasikan konsumsi serat konsumsi pangan bagi orang dewasa sekitar 20-35 gram per hari. Sebuah studi menunjukkan bahwa serat lebih dari 25 gram per hari dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung 36% dan konsumsi 29 gram serat per hari dapat menurunkan resiko serangan jantung sebesar 41% (Wardlaw 1999). Daya Cerna Pati Daya cerna adalah bagian dari pangan yang dikonsumsi dan tidak dikeluarkan menjadi feses. Daya cerna pati juga menggambarkan kemampuan suatu enzim pemecah pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih

11

kecil. Daya cerna pati membuat bahan baku sumber karbohidrat mempunyai daya cerna karbohidrat dan protein yang berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pangannya dan bukan hanya oleh rasio amilosa-amilopektin yang menyusun pati bahan dasarnya. Beberapa faktor yang dapat menurunkan daya cerna pati adalah penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada waktu pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistant starch yang terdapat dalam pati. Resistant starch merupakan fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus (Prangdimurti, Palupi,& Zakaria 2007). Pati atau sumber karbohidrat dihidrolisis oleh enzim -amilase pada suhu 37C dan pH 7.0 selama 30 menit menyerupai kondisi dalam tubuh. Maltosa hasil hidrolisis pati kemudian diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat sehingga dapat diukur pada 520 nm. Kadar maltosa diukur dengan menggunakan kurva standar maltosa murni. Semakin banyak maltosa yang dihasilkan menunjukkan semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis mengindikasikan daya cernanya tinggi. Daya cerna pati atau sumber karbohidrat dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (Prangdimurti, Palupi, & Zakaria 2007). Modifikasi Pati Secara Fisik Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan beberapa faktor yaitu suhu, tekanan, pemotongan, dan kadar air pada pati. Granula pati dapat diubah secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan. Apabila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Perlakuan modifikasi secara fisik antara lain: ekstruksi, parboiling, steamcooking, iradiasi microwave, pemanggangan, hydrothermal treatment dan autoclaving (Sajilata et al. 2006; Kaur et al. 2011). Sebagian besar metode modifikasi fisik yang telah disebutkan dapat meningkatkan kadar pati resisten (Sajilata et al. 2006). Metode steaming-cooking dan parboiling umumnya diaplikasikan pada beras. Metode ekstruksi merupakan metode yang paling popular digunakan untuk memodifiaksi karakteristik fungsional pati serealia. Prosesnya menggunakan temperatur yang tinggi, waktu yang singkat, dan gelatinisasi pati terjadi pada kandungan air rendah (Kaur et al. 2011).

12

Perlakuan fisik lainnya adalah metode autoclaving. Menurut Sajilata et al. (2006), perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving dapat meningkatkan produksi pati resisten hingga 9%. Metode autoclaving dilakukan dengan mensuspensikan pati dengan rasio penambahan air 1:3.5 atau 1:5, kemudian dipanaskan dengan pemanasan autoklaf pada suhu tinggi. Setelah diautoklaf, suspensi pati disimpan pada suhu rendah agar terjadi retrogradasi. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen. Peningkatan kadar pati resisten dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Perlakuan modifikasi ini disebut autoclaving-colling cycling treatment (Shin et al. 2002; Zabar et al. 2008). Bubur Instan Bubur instan yang lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari bahasa Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) dalam Hendy (2007) adalah pangan atau bahan pangan yang dilembutkan. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna. Bubur tidak hanya terbuat dari beras saja namun dapat pula dibuat dari kacang hijau dan beras merah. Bubur diolah dengan memasak bahan penyusun dengan air seperti bubur nasi, mencampurkan santan (bubur kacang hijau), maupun dengan mencapurkan susu (bubur susu). Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan (Perdana 2003). Pengeringan Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengeringan akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat didalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering (Pramono 1993 dalam Hendy 2007). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai

13

batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim

yang

dapat

menyebakan kebusukan terhambat dan terhenti agar bahan memiliki masa simpan yang lama (Taib et al.1998 dalam Hendy 2007). Handerson et al (1976) diacu dalam Hendy (2007) mengungkapkan bahwa proses pengeringan memberikan keuntungan antara lain masa simpan produk kering lebih lama, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil serta meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan dan transportasi. Pengeringan juga memiliki beberapa kerugian antara lain rusak atau berkurangnya vitamin-vitamin dan zat warna, hilangnya flavour yang mudah menguap dan menimbulkan bau gosong jika kondisi pengeringan tidak terkendali (Desroiser 1988 dalam Fernando 2008) Drum Dryer Pengering drum (drum dryer) digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk bubur atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain (Brennan 1974). Bahan yang dikeringkan disebar dalam bentuk lapisan tipis pada permukaan drum. Pengeringan berlangsung pada saat drum berputar. Proses pengeringan dapat dilakukan dalam udara terbuka (tekanan 1 atm) atau dalam keadaan hampa udara. Produk yang kering dilepaskan dengan menggunakan pisau pengikis pada saat perputaran drum telah mencapai 2/3-3/4 dari bahan pertama kali dimasukkan ke dalam permukaan drum. Produk kering tersebut kemudian digling menjadi bubuk yang halus (Desroiser 1988 dalam Fatmawati 2004). Secara umum alat pengering drum memiliki dua tipe yaitu drum tunggal dan drum ganda. Drum tunggal dilakukan dengan mencelupkan drum pada bubur atau larutan, sedangkan pada drum ganda didesain dengan dua drum yang puncaknya parallel dan bahan yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada arah antar dua drum (APV Crepaco 1992 diacu dalam Fatmawati 2004). Alat pengering drum ganda digunakan untuk mengeringkan bahan pangan, kimia, dan farmasi dengan berbagai variasi bobot jenis dan viskositas. Karakteristik bahan yang dapat dikeringkan dengan alat pengeringan drum ganda adalah berbentuk cairan atau pasta, tahan terhadap panas dan dipasarkan dalam bentuk bubuk yang mudah direhidrasi. Keuntungan penggunaan alat pengering drum adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Kelemahan alat

14

ini adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk bubur atau pasta dan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan 1974). Sukralosa Sukralosa merupakan jenis pemanis rendah kalori baru yang beredar di pasaran. Sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan daripada gula biasa (sukrosa) tanpa mengakibatkan dampak peningkatan kalori. Menurut FDA penggunaan sukralosa aman bagi manusia baik pada anak-anak maupun ibu hamil (American Diabetes Association 2008 dalam Kusumah 2008). Baru-baru ini Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menaikkan batas toleransi sukralosa dari 0-3.5 mg/kg berat badan menjadi 0-15 mg/kg berat badan. Penggunaan sukralosa secara luas telah diijinkan mulai tahun 1988. Hal ini dikarenakan sukralosa tidak dapat diserap dengan baik oleh tubuh dan dikeluarkan bersama urin (Washuttl et al.1973). Berdasarkan penelitian terhadap 100 orang, maka FDA (Food and Drud Administration) menyimpulkan bahwa penggunaan sukralosa tidak menyebabkan risiko neurologik, gangguan

reproduksi, maupun efek karsinogenik. Adapun keunggulan dari sukralosa adalah relatif stabil terhadap panas, sehingga tingkat kemanisan tidak banyak berubah (Brannen et al.1990). Emulsi Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0.01-50 m. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (Andarwulan & Adawiyah 1992). Kedua fase tersebut berupa minyak dan air, bila minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi maka emulsi yang terbentuk disebut tipe emulsi minyak dalam air (m/a) atau oil in water (o/w). Sebaliknya, bila fase air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi disebut tipe emulsi air dalam minyak (a/m) atau water in oil (w/o). Saat proses pembuatan emulsi, biasanya ditambahkan bahan ketiga atau campuran dua atau lebih bahan kimia untuk menstabilkan emulsi. Bahan tersebut tergolong ke dalam bahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabilizer). Penambahan bahan

15

pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan viskositas fase kontinyu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muchtadi 1999). Telur Menurut Gaman dan Sherrington (1992), selain meningkatkan nilai gizi masakan, telur juga mempunyai beberapa sifat fungsional yang bermanfaat, yakni: protein telur yang terkoagulasi bila dipanaskan dapat berperan sebagai agen pengental dan pengikat; kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai pengemulsi, serta sebagai pembusa, yakni apabila putih telur dikocok sehingga udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian. Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi yaitu kemampuan menangkap udara. Telur melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat putih telur. Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sempurna (Matz & Matz 1978). Isolat Protein Kedelai Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang sering diekstrak atau diisolasi proteinnya. Isolat protein merupakan hasil ekstraksi protein kedelai yang paling murni karena kadar protein minimumnya sebesar 95% berdasarkan presentase bobot kering. Isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung bubuk kedelai (Koswara 1995). Menurut Koswara (1995), isolat protein kedelai dibuat dari kedelai bebas lemak maupun biji kedelai utuh. Jika terbuat dari tepung kedelai, maka mulamula tepung harus dicampur dengan air (perbandingan tepung:air = 1:8), kemudian pH nya ditingkatkan menjadi 8.5-8.7 dan diaduk pada suhu 50-55C selama 30 menit, sehingga proteinnya terekstrak. Ekstraksi protein dari biji utuh dilakukan dengan perendaman 5-8 jam, diikuti pembuatan bubur kedelai (kedelai kupas kulit dihancurkan seperti pada pembuatan susu kedelai), lalu diencerkan hingga perbandingan kedelai:air = 1:8, setelah itu dilakukan pengaturan pH hingga 8.5-8.7 dan diaduk 30 menit. Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi

16

protein kedelai adalah pengendapan seluruh protein pada titik isoelektrik yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal. Kemampuan ekstraksi protein kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio pelarutan pH dan kekuatan ion dari medium pengekstrak (Koswara 1995). Berdasarkan segi zat gizi, isolat protein kedelai memiliki kekurangan asam amino bersulfur seperti metionin, sistein, dan treonin, tetapi kelebihan asam amino lisin yang merupakan asam amino pembatas dari protein pada serealia. Secara umum protein kedelai mengandung seluruh asam amino yang dibutuhkan manusia, namun hanya menjadi asam amino pembatas adalah metionin dan triptofan. Oleh karena itu, kedelai sangat cocok dikombinasikan dengan protein yang bersumber dari serealia. Isolat protein kedelai banyak digunakan sebagai emulsifier pada produk sosis, produk bakeri dan sup (Koswara 1995). Selain itu, isolat protein kedelai juga dapat berfungsi sebagai zat aditif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, dan flavour produk. Penggunaan isolat protein kedelai sangatlah luas, diantaranya dapat dipakai dalam pembuatan keju, susu, es krim, daging sintetik, roti dan biskuit (Koswara 1995). Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berupa senyawa tidak larut air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Trigliserida berupa ester dari trigliserol dan tiga molekul asam lemak. Senyawa non trigliserida dalam minyak kelapa sawit terdapat dalam jumlah kecil yaitu motilgliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbohidrat, protein dan getah (gum) serta zat warna. Pemakaian minyak nabati memberikan keuntungan bagi tubuh karena tidak mengandung kolesterol (Ketaren 1986). Uji Organoleptik Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif

menggunakan panca indera manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji

organoleptik atau disebut juga sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar.

17

Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan (Setyaningsih et al. 2010). Beberapa uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan adalah uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk pada uji hedonik, sedangkan uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik.

18

METODEWaktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Februari 2011 sampai dengan Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Seafast Center, IPB. Bahan dan Alat Bahan Bahan utama yang digunakan adalah singkong yang akan dibuat menjadi pati singkong komersial merk TUGU TANI. Bahan pelengkapnya adalah sukralosa, isolat protein kedelai, minyak nabati, putih telur, flavour essence melon, dan garam. Bahan untuk analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi dan kandungan gizi adalah larutan buffer natrium phosphate 0,08 mM (pH 6 dan pH 7), larutan iod, akuades, enzim termamyl, larutan iod (0.2 g iod dan 2 g KI dalam 100 ml), amilosa murni, enzim protease, enzim amiloglukosidase, termamyl, etanol 95%, etanol 78%, HCl, aseton, enzim -amilase, larutan DNS (asam dinitrosalisilat), HCl standar, NaOH, etanol, heksana, selenium mix, H2SO4,, asam borat, indikator iodin dan indikator metil merah biru dan maltose standar. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat untuk modifikasi pati singkong, analisis karakteristik fisikokimia, analisis karakteristik kimiawi dan kandungan gizi, serta alat untuk membuat bubur instan. Alat yang digunakan untuk modifikasi pati singkong adalah autoklaf, penangas, drum dryer, freezer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis karakteristik fisikokimia adalah Brabender Viscoamylograph OHG Duisburg Type 800121, mikroskop

terpolarisasi cahaya, Whiteness Meter Model C100, dan labu ukur. Alat-alat yang digunakan untuk analisis karakteristik kimiawi dan kandungan gizi adalah oven, cawan, tanur, spatula, gegep, termometer, spektrofotometer, pipet tetes, mikroskop, pengaduk, viskometer, tabung reaksi, timbangan analitik, labu Soxhlet, kertas saring Whatman, labu Kjedahl, desikator, erlemeyer, labu ukur, gelas kimia, penangas air, dan tabung reaksi bertutup. Alat yang digunakan untuk membuat bubur instan adalah drum dryer, autoklaf, mangkok dan sendok.

19

TahapanKegiatan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan penelitian keseluruhan disajikan pada Gambar 3.Pati Singkong

Pembuatan pati singkong termodfikasi

Pati singkong tergelatinisasi

Pati singkong resisten 1 siklus

Pati singkong resisten 3 siklus

Formulasi produk bubur instan

Formulasi produk bubur instan

Formulasi produk bubur instan

Penentuan proporsi bahan

Penentuan proporsi bahan dan tepung emulsi

Penentuan proporsi bahan

Bubur instan pati singkong tergelatinisasi

Bubur instan pati singkong resisten 1 siklus dan bubur instan 3 formula

Bubur instan pati singkong resisten 3 siklus

Uji organoleptik Uji organoleptik Analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi, dan kandungan gizi

Analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi, dan kandungan gizi,serta perhitungan biaya

Bubur instan formula terpilih dan bubur instan pati singkong resisten 1 siklus

Analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi, dan kandungan gizi,serta perhitungan biaya

Gambar 3 Diagram alir kegiatan keseluruhan penelitian

20

Pembuatan Pati Singkong Termodifikasi Pembuatan pati singkong termodifikasi terdiri dari pembuatan pati singkong tergelatinisasi dan pembuatan pati singkong resisten autoclavingcooling cycling dilakukan dengan 2 perlakuan berbeda. Pembuatan pati singkong tergelatinisasi berdasarkan proses instanisasi pati dari Winarno (2004) yang dimodifikasi. Proses modifikasinya adalah pati singkong yang tidak hanya digelatinisasi dan dikeringkan, tetapi digiling dan diayak. Proses modifikasi pati singkong resisten dalam penelitian ini adalah suhu cooling atau pendinginan dan waktu cooling yang dilakukan berbeda dari metode Lehnmann (2003). Suhu cooling dalam penelitian ini berkisar antara 4C hingga dan waktu cooling mencapai 72 jam, sedangkan pada metode Lehnmann (2003) suhu cooling mencapai 4C dalam waktu 24 jam. Modifikasi berupa pati singkong resisten 1 siklus dengan waktu gelatinisasi 30 menit dan pati singkong resisten 3 siklus dengan waktu gelatinisasi tiap siklusnya 15 menit. Pembuatan Pati Singkong Tergelatinisasi Pati singkong tergelatinisasi merupakan pati singkong yang telah melaui proses pematangan untuk instanisasi. Pati singkong telah melewati fase gelatinisasi melalui pemanasan suhu 80C. Hal ini dilakukan untuk membuat Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v) dan dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 80C. Pati dikeringkan dengan drum dryer T=80C, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Berikut ini Gambar 4 menunjukkan diagram alir proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi:Pati singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan 80C hingga homogen dan mengental

Dikeringkan dengan drum dryer T=80C

Digiling

Diayak 60 mesh Pati singkong tergelatinisasi

Gambar 4 Bagan proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi

21

Pembuatan Pati Resisten 1 Siklus Pati singkong resisten merupakan bentuk pati yang telah termodifikasi. Pembuatan pati termodifikasi menggunakan metode autoclaving-cooling. Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v) dan dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 80C. Selanjutnya, proses autoklaf selama 15 atau 30 menit dengan suhu 121C, didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Penyimpanan pada suhu 8C selama 24 jam dan dikeringkan dengan drum dryer T=80C, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Berikut ini Gambar 5 menunjukkan diagram alir proses pembuatan pati singkong termodifikasi 1 siklus: Pati singkongDisuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan 80C hingga homogen dan mengental

Diautoklaf 30 menit, suhu 121C

Didinginkan hingga suhu ruang

Disimpan pada suhu 8C, 72 jam

Dikeringkan dengan drum dryer T=80C

Digiling

Diayak 60 mesh

Pati singkong resisten 1 siklus

Gambar 5 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 1 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi) Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus Pati singkong yang disuspensikan dalam air 20% (b/v) kemudian dipanaskan pada suhu 80 C dan diaduk hingga homogen. Proses selanjutnya

22

adalah autoclaving selama 15 menit pada suhu 121C, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang, lalu diretrogradasi melalui pendinginan selama 24 jam pada suhu 4C. Proses pemanasan dengan autoklaf hingga pendinginan pada 4C diulangi sebanyak 2 kali. Setelah itu dikeringkan, digiling, dan diayak 60 mesh. Berikut ini Gambar 6 mengenai diagram alir proses pembuatan pati singkong termodifikasi 3 siklus: Pati singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan 80C hingga homogen dan mengental

Diautoklaf 30 menit, suhu 121C sebanyak 3 kali

Didinginkan hingga suhu ruang

Disimpan pada suhu 4C, 24 jam

Dikeringkan dengan drum dryer T=80C

Digiling

Diayak 60 mesh

Pati singkong resisten 3 siklus

Gambar 6 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi) Formulasi Bubur Instan Pembuatan bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi didapatkan dari hasil modifikasi penelitian Hendy (2007) pada skripsi yang berjudul Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) sebagai Pangan Pokok Alternatif. Proses modifikasi dalam pembuatan bubur instannya adalah bahan baku dan formulasinya. Bubur instan yang dibuat dalam penelitian

23

Hendy (2007) berasal dari singkong, sedangkan dalam penelitian ini adalah pati singkong termodifikasi. Proses penambahan bahan-bahan dalam formulasi Hendy (2007) juga berbeda dari penelitian ini. Proses pembuatan bubur instan kontrol negatif dab bubur instan kontrol poitif dapat dilihat pada Gambar 7.Pati singkong Pati singkong

Digelatinisasi pada suhu 80C Dikeringkan dengan drum dyer

Digelatinisasi pada suhu 80C

Diautoklaf sebanyak 1 kali dan didinginkan

Pati singkong tergelatinisasi

Dikeringkan dengan drum dyer

Ditambahkan sukralosa, garam, flavour essence

Pati resisten singkong 1 siklus

Dicampur dengan dry mixing

Ditambahkan sukralosa, garam, flavour essence

Tepung Bubur Pati Singkong (BPS) K-

Tepung Bubur Pati resisten singkong (BRS) K+

Ditambahkan air hangat dan dingin (2:1)dari total tepungnya

Ditambahkan air hangat dan dingin (2:1) dari total tepungnya

Bubur Pati Singkong (BPS) K-

Bubur Pati resisten singkong (BRS) K+

Gambar 7 Bagan proses formulasi bubur instan kontrol (Hendy 2007 yang dimodifikasi). Proses pembuatan bubur instan formula agak sedikit berbeda dari pembuatan bubur instan kontrol. Bubur instan formula ditambahkan tepung emulsi dengan taraf yang berbeda. Bahan baku dari bubur instan formula sama dengan bubur instan kontrol positif yaitu pati singkong resisten 1 siklus. Berikut Gambar 8 tentang proses pembuatan bubur instan formula.

24

Bubur Pati resisten singkong (BRS) K+

Ditambahkan Tepung emulsi 50 gram

Ditambahkan Tepung emulsi 30 gram

Ditambahkan Tepung emulsi 15 gram

Ditambahkan air hangat dan dingin (1:2) dari total tepungnya

Ditambahkan air hangat dan dingin (1:2) dari total tepungnya

Ditambahkan air hangat dan dingin (1:2) dari total tepungnya

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Gambar 8 Bagan proses pembuatan bubur instan formula (Hendy 2007 yang dimodifikasi) Pati singkong dan pati singkong resisten telah mengalami gelatinisasi dan proses pengeringan. Pati yang telah kering tersebut mampu menyerap air kembali dalam jumlah besar (Winarno 2002). Sifat inilah yang disebut sebagai instant starch. Flavour powder yang digunakan adalah essence melon dengan pertimbangan citra produk beraksen manis. Produk bubur instan beraksen manis dipilih karena umunya bubur instan yang biasa dikonsumsi masyarakat adalah beraksen manis. Namun, bubur instan beraksen asin juga banyak ditemukan sebagai pangan sumber energi untuk sarapan disertai dengan penambahan toping seperti bawang, ayam, dan kerupuk. Apabila bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi beraksen asin dengan penambahan toping tersebut justru akan mengurangi efek fisiologis dari pati singkong termodifikasi atau pati singkong resisten. Tepung emulsi ditambahkan untuk meningkatkan kandungan gizi (protein dan lemak) pada bubur instan. Penentuan jenis dan proporsi bahan dan tepung emulsi yang digunakan dilakukan dengan cara trial and error, sedangkan tingkat kemanisan sukralosa berdasarkan konversi kemanisan glukosa murni yang terdapat pada penelitian Kusumah (2007). Formulasi bahan dalam pembuatan bubur instan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

25

Tabel 2 Formulasi produk bubur instan dari pati singkong termodifikasiBahan Pati Singkong tergelatinisasi (g) Pati modifikasi singkong (g) Sukralosa (g) Garam (g) Flavour essence melon (g) Tepung emulsi (gr) Air Hangat Air Dingin (suhu ruang) Total Perlakuan BPS (K-) 50 0 0.09 0.4 0.4 0 101.8 50.9 203.6 BRS 1 (K+) 0 50 0.09 0.4 0.4 0 101.8 50.9 203.6 BRS 3 0 50 0.09 0.4 0.4 0 101.8 50.9 203.6 F1(3%) 0 50 0.09 0.4 0.4 50 201.8 100.9 403.6 F2(4%) 0 50 0.09 0.4 0.4 30 161.8 80.9 323.6 F3(5%) 0 50 0.09 0.4 0.4 15 131.8 65.9 263.6

Penamaan dari setiap bubur perlakuan (kontrol dan formula) didasarkan pada karakteristik bahan baku penyusunnya, yaitu pati singkong termodifikasi yang terdiri dari pati singkong tergelatinisasi dan pati singkong resisten. Bubur pati singkong tergelatinisasi (BPS) merupakan kontrol negatif dan bubur pati singkong resisten 1 siklus (BRS 1) merupakan kontrol positif. Bubur pati singkong resisten 1 siklus (BRS 1) dan bubur pati singkong tergelatinisasi (BPS) tidak ditambahkan tepung emulsi dalam proses pembuatannya. Bubur kontrol positif merupakan bubur instan dengan pati resisten singkong yang diharapkan dalam penelitian ini akan dibandingkan dengan bubur kontrol negatif yang tersusun dari pati singkong yang telah melalui proses instanisasi. Kedua jenis bubur tersusun dari 98% pati sebagai bahan penyusunnya. Kontrol positif dan kontrol negatif diberikan karena kedua bubur tersebut terdiri atas pati yang memiliki sifat atau karakteristik kimiawi yang berbeda. Formulasi bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) merupakan penelitian tambahan yang dilakukan untuk meningkatkan

karakteristik fisikokimia, kimia, dan kandungan gizi bubur instan. Proses pembuatan tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus dilakukan setelah uji organoleptik dan beberapa analisis fisikokimia, kimia, dan kandungan gizi pati dan tepung bubur instan pati singkong termodifikasi. Komposisi bahan penyusunnya sama dengan bubur instan kontrol positif atau bubur instan pati singkong resisten 1 siklus. Bubur instan formula yang terdiri dari 3 formula yaitu F1, F2, dan F3 yang ditambahkan tepung emulsi untuk meningkatkan kandungan gizi bubur instan. Kadar 3%, 4%, dan 5% dari setiap formula adalah kadar pati resisten yang terdapat dalam setiap bubur instan. Kadar pati resisten ditentukan berdasarkan hasil analisis kadar pati resisten dalam penelitian ini yaitu pati singkong (4.75%

26

bb) dan pati singkong resisten 1 siklus (6.73% bb). Pendugaan kadar pati resisten 3%,4%, dan 5% dari setiap formula dengan penambahan jumlah tepung emulsi yang berbeda ke setiap formula menggunakan analisis software Microsoft Excell 2007. Penentuan jumlah tepung emulsi untuk setiap formula (F1, F2, dan F3) masing-masing adalah 50 gram, 30 gram, dan 15 gram. Tabel 3 merupakan proporsi bahan penyusun tepung emulsi untuk tiap formula. Tabel 3 Formulasi tepung emulsi bubur instan Perlakuan F1 F2 F3 Isolat Protein Kedelai 31.3 15.6 9.4 4.7 Minyak Nabati 6.2 3.1 1.9 0.9 Putih Telur 62.5 31.3 18.7 9.4 TOTAL 100 50 30 15 Bahan-bahan penyusun tepung emulsi mempunyai peranannya masing-masing. Isolat protein kedelai digunakan untuk meningkatkan kadar protein bubur instan dan sebagai emulsifier, minyak nabati untuk meningkatkan kadar lemak bubur instan, serta putih telur mempunyai sifat stabilizier pada tepung emulsi. Presentase setiap bahan penyusun tepung emulsi ditentukan dengan cara penghitungan Microsoft Excell 2007 yaitu berdasarkan kandungan gizi USDA (2010) ketiga bahan tersebut dan berat pati singkong resisten 1 siklus yang terdapat dalam bubur instan formula. Uji Organoleptik Bubur Instan Uji organoleptik yang dilakukan pada pembuatan bubur instan berbasis pati singkong resisten adalah uji hedonik dan mutu hedonik. Uji hedonik panelis mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik mengenai kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998) biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Uji organoleptik dilakukan pada panel agak terlatih. Hal ini dikarenakan lebih mudah mendapatkan panel agak terlatih di Departemen Gizi Masyarakat. Panel agak terlatih dalam uji organoleptik penelitian ini adalah mahasiswa gizi masyarakat sebanyak 30 orang. Uji organoleptik dengan panel agak terlatih membutuhkan 15-25 orang (Setyaningsih et al. 2010). Penyajian dilakukan dengan menyajikan 5 gelas kecil yang berisi 5 formula bubur instan dan diberi kode dari tiga angka acak yang berbeda tiap gelasnya. Panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan produk dengan skala 1Bahan %

27

7, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) biasa, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka. Dalam uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sifat mutu produk meliputi warna dengan nilai (1) cokelat, (2) cokelat muda, (3) cokelat kekuningan, (4) kuning kecoklatan, (5) putih kekuningan, (6) putih gading, (7) putih susu. Aroma dengan nilai (1) sangat berbau langu, (2) berbau langu, (3) agak berbau langu, (4) tidak berbau, (5) agak harum, (6) harum, dan (7) sangat harum. Rasa dengan nilai (1) manis pahit sekali, (2) manis pahit, (3) agak manis pahit, (4) hambar, (5) agak manis, (6) manis, (7) manis sekali. Tekstur dengan nilai (1) sangat encer sekali, (2) encer sekali, (3) agak encer, (4) biasa, (5) agak kental, (6) kental sekali, dan (7) sangat kental sekali. Analisis Karakteristik Fisikokimia, Kimiawi dan Kandungan Gizi Tepung bubur instan formula terpilih dari hasil uji organoleptik dianalisis bersama tepung bubur instan kontrol negatif, kontrol positif, dan tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus. Tepung bubur instan dianalisis sifat fisikokimia, kandungan gizi serta dianalis pengaruh modifikasi pati terhadap karakteristik kimiawi (total pati, amilosa, amilopektin, kadar pati resisten, dan daya cerna pati in vitro). Analisis karakteristik fisikokimia pati dan tepung bubur instan adalah rendemen, pola gelatinisasi pati dengan menggunakan Brabender Viscoamylograph, pengamatan granula pati dengan menggunakan mikroskop terpolarisasi cahaya, derajat putih dengan menggunakan Whiteness meter Model C100, dan densitas kamba. Analisis kimiawi berupa kadar serat pangan (AOAC 1995), total pati (AOAC 1995), amilosa (Apriyantono et al. 1989), kadar pati resisten (Kim et al. 2003) dan daya cerna pati in vitro (Muchtadi et al. 1992). Analisis kandungan gizi meliputi kadar air (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 2006), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), karbohidrat by difference (Winarno 2004). Pengolahan dan Analisis Data Hasil uji organoleptik bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi meliputi mutu hedonik dan hedonik. Hasil mutu hedonik dan hedonik diolah dengan Microsoft Excel 2007 dengan cara menghitung presentase panelis berdasarkan kategori penilaian uji hedonik dan mutu hedonik untuk melihat bubur instan yang paling disukai panelis. Analisis dilanjutkan dengan sidik ragam one Way ANOVA dengan menggunakan software SPSS 16.0. Apabila hasil ANOVA

28

menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan keberadaan perbedaan antar perlakuan. Hasil sifat fisikokimia, sifat kimiawi, kandungan zat gizi, serat pangan, analisis biaya pembuatan produk, dan harga produk ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.

29

HASIL DAN PEMBAHASANModifikasi Pati Singkong Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan pati singkong termodifikasi yaitu pembuatan pati singkong tergelatinisasi dan pembuatan pati singkong resisten 1 siklus dan 3 siklus melalui proses autoclaving-cooling cycling. Pati singkong termodifikasi dibentuk dari pati singkong komersial merk TUGU TANI. Hal ini dikarenakan pati singkong komersial merk TUGU TANI memiliki kualitas tapioka yang baik dibandingkan tapioka merk lainnya. Pati singkong tergelatinisasi merupakan pati singkong yang dbuat melalui proses gelatinisasi dan pengeringan. Hal ini dilakukan untuk proses pematangan pati singkong dan pengeringan bertujuan untuk instanisasi pati singkong. Pati singkong tergelatinisasi yang telah dikeringkan akan tergelatinisasi kembali apabila pati tersebut digelatinisasi kembali (Winarno 2004). Pati singkong tergelatinisasi dibuat sebagai bahan baku bubur pati singkong tergelatinisasi (BPS). Pati singkong termodifikasi lainnya yang dibuat dalam penelitian ini adalah yaitu pati singkong resisten 1 siklus dan pati singkong resisten 3 siklus. Tahapan modifikasi pati sebagai dimulai dari pati singkong disuspensi dengan akuades (20% b/v) kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 80C dengan pengadukan konstan hingga homogen dan mengental. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suspensi homogen adalah 9 menit. Menurut SNI (1992) dalam Widowati (2000) menyebutkan bahwa suhu gelatinisasi pati singkong adalah 84C dalam waktu sekitar 23 menit. Berdasarkan pernyataan diatas waktu pemanasan pati singkong mencapai tahap gelatinisasi lebih rendah daripada SNI. Hal ini diduga disebabkan perbedaan botani singkong dan pengolahan saat proses gelatinisasi pati. Suspensi pati yang telah tergelatinisasi mengalami peningkatan

viskositas dan perubahan warna menjadi putih keruh. Hal ini menunjukkan telah terjadi tahap awal gelatinisasi. Selanjutnya pati digelatinisasi pada suhu tinggi yaitu suhu 121C selama 30 menit menggunakan autoklaf. Tujuan gelatinisasi adalah memecahkan granula pati melalui autoclaving sehingga amilosa terdegradasi. Pati yang telah digelatinisasi kemudian didinginkan hingga tercapai suhu ruang. Proses ini dilakukan agar panas dari pati berkurang. Perlakuan modifikasi ini disebut autoclaving-colling cycling treatment (Shin et al. 2002; Zabar et al. 2008).

30

Pati yang telah mencapai suhu ruang selanjutnya didinginkan atau cooling pada suhu 4C selama 24 jam sehingga terjadi retrogradasi. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi. Sebagian besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa hari atau beberapa minggu akan membentuk endapan kristal di dasar wadahnya (Winarno 2004). Namun, alat yang tersedia terbatas sehingga proses cooling hanya mencapai suhu 8C dan membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 72 jam agar proses retrogradasi sempurna. Pati singkong resisten yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan pati resisten tipe III. Pati resisten tipe III merupakan fraksi pati yang paling resisten karena amilosa teretrogradasi yang terbentuk selama pendinginan pati tergelatinisasi (Sajilata etal. 2006). Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen (Sajilata et al. 2006). Selama proses cooling setelah autoclaving, sebagian fragmen yang terlarut akan membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Perubahan struktur yang terjadi pada saat pendinginan disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-amilopektin dan

pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas sehingga resisten terhadap enzim pencernaan (Raja & Shindu 2000). Pati singkong yang digelatinisasi akan meningkat daya cernanya. Namun, pati singkong tergelatinisasi tersebut diretrogradasi maka daya cernanya akan menurun dan resisten terhadap enzim pencernaan. Retrogradasi pati membuat struktur amilopektin menjadi linear. Peningkatan kadar pati resisten dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Tahapan modifikasi pati singkong resisten 3 siklus sama dengan 1 siklus, tetapi tahap autoclaving dilakukan sebanyak 3 kali atau 2 kali pengulangan dan waktu gelatinisasi 15 menit tiap siklusnya. Perbedaan waktu gelatinisasi saat autoclaving pada pembuatan pati singkong resisten turut mempengaruhi pembentukan pati singkong resisten pada 2 perlakuan. Waktu autoclaving dengan waktu 15 menit menghasilkan pati singkong resisten lebih tinggi daripada autoclaving 30 menit. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2008), waktu pemanasan autoclaving 30 menit menghasilkan daya cerna pati yang lebih tinggi sehingga kandungan pati resistennya lebih rendah dibandingkan dengan waktu pemanasan autoclaving 15 menit.

31

Proses

cooling

mencapai

suhu

pendinginan

sebesar

4C

pada

permukaan pati sehingga pati teretrogradasi sempurna, sedangkan pada bagian bawah suhu pati hanya mencapai 7.8C. Proses pengeringan pati hasil autoclaving-cooling menggunakan drum dryer. Suhu drum dryer yang tinggi dapat menstimulir pati tergelatinisasi kembali. Rendemen merupakan persentase produk terhadap bahan baku. Pati singkong resisten 1 siklus dibuat dengan menggunakan pati singkong merk TUGU TANI menghasilkan rendemen sebesar 78%, sedangkan pati singkong resisten 3 siklus hanya menghasilkan rendemen 66%. Formulasi Bubur Instan Produk bubur yang dibuat adalah jenis pangan instan sehingga prinsip kematangan produk menjadi hal yang penting. Formula produk terdiri atas pati singkong tergelatinisasi, pati singkong resisten 1 siklus, sukralosa, garam, flavour essence melon, dan tepung emulsi. Pati singkong tergelatinisasi merupakan tapioka yang telah melewati fase gelatinisasi sehingga pati singkong tersebut telah matang dan dapat membentuk struktur bubur. Pati resisten merupakan pati modifikasi yang telah terlewati masa gelatinisasinya dan teretrogradasi sehingga memiliki struktur yang berbeda dari pati pada umumnya. Pati resisten tipe III yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat mempertahankan karakteristik organoleptik suatu makanan ketika makanan tersebut ditambahkan pati resisten tipe III (Lehnmann et al. 2002). Pati resisten tipe III relatif tahan panas dibandingkan pati resisten tipe lainnya. Penambahan tepung emulsi digunakan untuk meningkatkan kandungan gizi dan kekentalan bubur instan pati singkong termodifikasi. Isolat protein kedelai berfungsi sebagai emulsifier. Protein kedelai membantu pembentukan emulsi minyak dalam air. Emulsi yang terbentuk akan distabilkan oleh protein kedelai. Isolat protein kedelai juga dapat berfungsi sebagai zat aditif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, dan flavour produk (Koswara 1995). Minyak nabati ditambahkan untuk meningkatkan kadar lemak bubur instan. Minyak nabati dipilih karena tidak mengandung kolesterol (Ketaren 1986). Putih telur digunakan sebagai stabilizier. Putih telur mengandung protein akan terkoagulasi bila dipanaskan sehingga berperan sebagai agen pengental dan pengikat. Putih telur mengandung 87.8% air dalam 100 gram bahan sehingga membentuk sistem emulsi minyak dalam air yang baik pada tepung emulsi. Walaupun kuning telur mempunyai kemampuan emulsi yang lebih baik

32

dibandingkan putih telur, kuning telur akan memberikan penampakan yang buruk pada bubur instan. Kuning telur mengandung kolesterol yang tidak diharapkan pada bubur instan dalam penelitian ini. Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan agar bubur instan memiliki rasa dan penampakan yang menarik. Sukralosa dipilih sebagai pemanis karena sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan daripada gula biasa (sukrosa) tanpa mengakibatkan neurologik, peningkatan gangguan kalori. reproduksi, Sukralosa maupun tidak efek

menyebabkan

risiko

karsinogenik. Keunggulan lainnya adalah relatif stabil terhadap panas, sehingga tingkat kemanisan tidak banyak berubah (Branen et al. 1990). Flavour essence melon menyebabkan aroma pati singkong yang langu sedikit berkurang dan flavour buah dipilih karena bubur instan yang berbasis manis. Tepung emulsi merupakan campuran dari putih telur, minyak nabati, dan isolat protein kedelai yang dibuat menggunakan homogenizer dan spray dryer. Putih telur dan minyak nabati sebagai bahan pembentuk tepung emulsi dilarutkan dan diratakan dengan menggunakan homogenizer. Selanjutnya kedua bahan yang telah tercampur rata dikeringkan dengan menggunakan spray dryer. Spray dryer merupakan alat dengan pengering prinsip pengeringannya adalah dengan mengubah bentuk larutan menjadi bubuk pada pembuatan tepung emulsi. Isolat protein kedelai sebagai emulsifier ditambahkan pada bubuk putih telur dan minyak nabati dengan cara dry mixing. Penambahan air dalam penyajian bubur instan merupakan proses yang menentukan tekstur bubur instan pati modifikasi singkong. Air yang dituang terlebih dahulu adalah air dengan suhu kamar, dan baru kemudian air hangat dengan perbandingan bubur instan : air suhu kamar : air hangat (1:1:2). Karakteristik Organoleptik Bubur Instan Atribut makanan merupakan hal terpenting bagi konsumen, meliputi tekstur, citarasa, aroma, dan warna. Hal ini dapat menunjukkan kesukaan individu terhadap produk tertentu dan dapat mempengaruhi penerimaan (Fellow 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu uji sensorik produk yaitu uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis yang seluruhnya mahasiswa. Panelis tergolong ke dalam panelis agak terlatih yang didasarkan

33

pada keseringan menjadi panelis kegiatan uji organoleptik. Bubur yang dijadikan contoh untuk uji organoleptik seperti terlihat pada Gambar 9.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 9 Bubur pati singkong (BPS) (a); Bubur Pati Resisten 1 siklus (BRS 1) (b); Bubur Pati Resisten F1, F2, F3 (c), (d), (e) Bubur pati singkong resisten 3 siklus tidak diujikan dalam uji organoleptik disebabkan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus dilakukan setelah setelah uji organoleptik dan beberapa analisis fisikokimia, kimia, dan kandungan gizi pati dan tepung bubur instan pati termodifikasi. Hal ini dikarenakan pati singkong resisten 3 siklus merupakan penelitian tambahan yang dilakukan untuk meningkatkan karakteristik fisikokimia, kimia, dan kandungan gizi bubur instan. Warna Warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna juga merupakan salah satu indikator kematangan atau kerusakan suatu produk (Parker 2003). Grafik mutu hedonik warna bubur instan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan mutu hedonik yang terdapat dalam Gambar 10 warna bubur instan kontrol positif atau BRS (Bubur Pati Resisten 1 siklus) memperoleh skor 4 sampai 7 (kuning kecoklatan sampai putih susu) dengan skor terbanyak pada skala 6 (putih gading) sebesar 41.94%. Bubur instan kontrol negatif atau BPS (Bubur Pati Singkong) memperoleh skor 4 sampai 7 (kuning kecoklatan sampai putih susu) dengan skor terbanyak pada skala 5 (putih kekuningan) sebesar

34

38.71%. Bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 15 gram dengan kadar RS 5% atau F3 memperoleh skor 1 sampai 6 (cokelat sampai putih gading) dengan skor terbanyak 5 (putih kekuningan) sebesar 32.26%, bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 30 gram dengan kadar RS 4% atau F2 memperoleh skor 2 sampai 7 (cokelat muda sampai putih susu) dengan skor terbanyak 4 (kuning kecoklatan) sebesar 25.81%, dan bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 50 gram dengan kadar RS 3% atau F1 memperoleh skor 1 sampai 5 (cokelat sampai putih kekuningan) dengan skor terbanyak 2 (cokelat muda) sebesar 41.94%. Grafik mutu hedonik warna bubur instan terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik mutu hedonik warna bubur instan Hasil sidik ragam (Lampiran 10) mutu hedonik warna menunjukkan bahwa penambahan tepung emulsi berpengaruh sangat nyata (P0.05) terhadap kesukaan panelis pada rasa bubur instan. Aroma Aroma merupakan salah satu aspek penting dalam penilaian terhadap makanan. Bubur instan memiliki aroma singkong yang khas sehingga penambahan flavour essence melon dan tepung emulsi bertujuan untuk mengurangi aroma langu singkong pada bubur instan. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik aroma bubur instan menurut Gambar 12 didapatkan bubur instan kontrol positif atau BRS (Bubur Bubur Pati Resisten 1 siklus) memperoleh skor 2 sampai 7 (berbau langu sampai sangat harum)

dengan skor terbanyak pada skala 5 (agak harum) sebesar 41.94%. Bubur instan kontrol negatif atau BPS (Bubur Pati Singkong) memperoleh penilaian skor 2 sampai 7 (berbau langu sampai sangat harum) dengan skor terbanyak pada skala 5 (agak harum) sebesar 29.03%. Bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 15 gram dengan kadar RS 5% atau F3 memperoleh skor 1 sampai 6 (sangat berbau langu sampai sangat harum) dengan skor terbanyak 4 (tidak berbau) sebesar 45.16%, bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 30 gram dengan kadar RS 4% atau F2 memperoleh skor 1 sampai 6 (sangat berbau

36

langu sampai harum) dengan skor terbanyak 3 (agak berbau langu) sebesar 41.94%, dan bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 50 gram dengan kadar RS 3% atau F1 memperoleh skor 1 sampai 6 (sangat berbau langu sampai sangat harum) dengan skor terbanyak 2 (berbau langu) sebesar 32.26%. Grafik mutu hedonik aroma bubur instan terllihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Grafik mutu hedonik aroma bubur instan Hasil sidik ragam (Lampiran 10) mutu hedonik aroma bubur instan menunjukkan bahwa penambahan tepung emulsi berpengaruh sangat nyata (P0.05) terhadap penerimaan panelis. Hal ini menunjukkan penambahan tepung emulsi tidak mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma bubur instan. Rasa Atribut rasa terdiri dari rasa asin, manis, pahit, dan asam. Rasa disebabkan oleh formulasi yang digunakan dan tidak dipengaruhi oleh proses pengolahan (Fellow 2000). Bubur instan yang dihasilkan memiliki rasa dominan manis karena penambahan sukralosa sebagai pemanis yang memiliki kemanisan 600 kali dari sukrosa dan rendah kalori karena awal pembuatan bubur instan ini dikhususkan bagi penyandang diabetes mellitus. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik rasa bubur instan menurut Gambar 14 didapatkan bubur instan kontrol positif atau BRS (Bubur Bubur Pati Resisten 1 siklus) memperoleh skor 3 sampai 7 (agak manis pahit sampai manis sekali) dengan skor terbanyak pada skala 6 (manis) sebesar 48.39%. Bubur instan kontrol negatif atau BPS (Bubur Pati Singkong) memperoleh penilaian skor 2 sampai 7 (manis pahit sampai manis sekali) dengan skor terbanyak pada skala 6 (manis) sebesar 32.26%. Bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 15 gram dengan kadar RS 5% atau F3 memperoleh skor 1 sampai 7 (manis pahit sekali sampai manis sekali) dengan skor terbanyak 4 (hambar) sebesar 38.71%, bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 30 gram dengan kadar RS 4% atau F2 memperoleh skor 2 sampai 7 (manis pahit sampai manis sekali) dengan skor terbanyak 5 (agak manis) sebesar 38.71%, dan bubur instan dengan

38

penambahan tepung emulsi 50 gram dengan kadar RS 3% atau F1 memperoleh skor 1 sampai 7 (manis pahit sekali sampai manis sekali) dengan skor terbanyak 5 (agak manis) sebesar 29.03%. Grafik mutu hedonik rasa bubur instan terlihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik mutu hedonik rasa bubur instan Hasil sidik ragam (Lampiran 10) mutu hedonik rasa bubur instan menunjukkan bahwa penambahan tepung emulsi berpengaruh sangat nyata (P