Breast Care Therapy
-
Upload
arga-gabriel -
Category
Documents
-
view
49 -
download
3
Transcript of Breast Care Therapy
R E F E R A T
BREAST CARE THERAPY
PADA LAKTASI
Agustinus William
(0110152)
Pembimbing :
dr. Rimonta F. Gunanegara, SpOG
KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG 2006
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................iDAFTAR GAMBAR...............................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN....................................................................................1BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1. Laktogenesis.......................................................................................32.2. Pembentukan Air Susu........................................................................4
2.2.1. Refleks Prolaktin...........................................................................42.2.2. Refleks Let Down..........................................................................5
2.3. Air Susu Ibu......................................................................................102.3.1. Kebaikan Air Susu Ibu................................................................102.3.2. Faktor-faktor Kekebalan Spesifik di dalam Air Susu Ibu...........122.3.3. Keuntungan ASI pada bayi prematur..........................................13
2.4. Anatomi dan Histologi Payudara .....................................................142.5. Persiapan Menyusui .........................................................................15
2.5.1. Pemeriksaan Payudara ...............................................................162.6. Teknik Menyusui .............................................................................202.7. Lama dan Frekuensi Menyusui ........................................................232.8. Pengeluaran ASI ..............................................................................242.9. Masalah-masalah yang sering terjadi pada waktu menyusui............26
2.9.1. Putting susu nyeri/lecet ..............................................................262.9.2. Payudara bengkak (Engorgement) .............................................282.9.3. Saluran Susu Tersumbat (Obstructive duct)...............................302.9.4. Mastitis........................................................................................312.9.5. Abses Payudara...........................................................................322.9.6. Kelainan anatomi pada puting susu (Inverted, Flat Nipple).......332.9.7. Kegagalan Menyusui .................................................................332.9.8. Ibu Bekerja .................................................................................362.9.9. Bayi yang lahir dengan seksio sesaria .......................................362.9.10. Bayi Kembar...............................................................................372.9.11. Ibu dengan Diet Tertentu............................................................37
2.10. Pemberian Obat-obat pada Ibu Menyusui.........................................382.11. Menyusui pada waktu Hamil............................................................39
BAB III RANGKUMAN......................................................................................41DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.: Refleks prolaktin.........................................................................................5Gambar 2.2.: Refleks let down..........................................................................................6Gambar 2.3.: Akibat kegagalan refleks let down..............................................................7Gambar 2.4.: Interaksi hormon-hormon dan faktor lainnya dalam proses menyusui...........................................................................................................................................8Gambar 2.5.: Pengaruh hisapan bayi terhadap kontinuitas produksi ASI........................9Gambar 2.6.: Anatomi dan histologi payudara...............................................................15Gambar 2.7.: Pemeriksaan kelenturan puting susu.........................................................18Gambar 2.8.: Gerakan Hoffman......................................................................................18Gambar 2.9.: Penggunaan modifikasi spuit injeksi........................................................19Gambar 2.10.: Cara meletakkan bayi dan memegang payudara.....................................21Gambar 2.11.: Berbagai macam posisi menyusui...........................................................22Gambar 2.12.: Penghisapan susu yang benar..................................................................23Gambar 2.13.: Payudara yang mengalami engorgement................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu karena hamil, melahirkan dan nifas (AKI) di Indonesia
masih tinggi, yaitu 334/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2000). Untuk menurunkan
AKI tidaklah mudah karena penurunan AKI tidak dapat dilakukan oleh satu
instansi saja seperti Departemen Kesehatan, tetapi harus dilakukan secara bersama
lintas sektor dan melibatkan masyarakat secara langsung sebagai pelaku dan
sekaligus sebagai sasaran. Kementerian Pemberdayaan Perempuan menerapkan
Gerakan Sayang Ibu (GSI), yang merupakan kegiatan bersama antara pemerintah
dan masyarakat. Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan salah satu upaya yang
telah dilaksanakan dan menjadi gerakan nasional sejak tahun 1996 , namun dalam
perkembangannya gerakan ini perlu ditingkatkan kembali baik kepedulian
maupun tanggung jawab masyarakat, LSM, swasta dan pemerintah1.
Gerakan Sayang Ibu adalah suatu gerakan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh masyarakat bekerjasama dengan
pemerintah terutama untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui
kegiatan yang mempunyai dampak terhadap percepatan penurunan angka
kematian ibu2.
Gerakan Sayang Ibu juga bertujuan menaikkan gizi dan menurunkan angka
kematian bayi, telah mampu menggerakkan masyarakat untuk aktif terlibat dalam
berbagai kegiatan GSI serta mampu menggali ide-ide baru dalam pelaksanaannya
dengan inisiatif masyarakat. Seiring dengan intervensi yang dilakukan
pemerintah, NGO, dan institusi lain, AKI diproyeksikan turun dari 334/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2000 menjadi 299/100.000 pada tahun 2004. Angka
kematian ibu memang bersinergi dengan usaha-usaha peningkatan status
perempuan, kesetaraan dan keseimbangan gender serta kesehatan reproduksi,
termasuk keluarga berencana3.
Air Susu Ibu diketahui sebagai nutrisi terbaik untuk neonatus dan bayi. Air
susu ibu memiliki properti bioaktif yang memfasilitasi transisi kehidupan dari
intrauterin ke ekstrauterin. Cairan dinamik ini mengandung berbagai nutrisi yang
berguna untuk masa perkembangan anak-anak selama periode kritis dari otak,
sistem imun, dan perkembangan saluran cerna. Walaupun seorang ibu tidak
menyadari bukti-bukti yang ada bahwa menyusui seorang bayi berpengaruh pada
kehidupan anak untuk jangka pendek dan jangka panjang, ia tentu mengetahui
kebiasaan dan kultur mengenai menyusui anak4. Keunggulan ASI perlu ditunjang
oleh cara pemberian yang benar, sehingga diperlukan usaha-usaha/ pengelolaan
yang benar, agar setiap ibu dapat menyusui sendiri bayinya5. Klinisi berperan
penting dalam menentukan keputusan ibu untuk menyusui anaknya dan dengan
sukses melakukannya4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laktogenesis
Laktogenesis adalah proses dimana glandula mammae memiliki kemampuan
untuk mensekresi susu. Laktogenesis meliputi seluruh proses yang diperlukan
untuk merubah glandula mammae dari bentuk awalnya pada awal kehamilan
hingga menjadi berubah total (fully differentiated) beberapa saat melahirkan.
Keadaan fully differentiated inilah yang dapat memberikan laktasi secara penuh.
Laktogenesis terdiri atas dua stadium4.
Stadium 1 timbul di masa pertengahan kehamilan. Terjadi proses dimana
glandula mammae menjadi kompeten untuk memproduksi susu. Selama stadium
ini, konsentrasi laktose, protein total, dan imunoglobin meningkat dalam cairan
glanduler yang disekresikan, sedangkan konsentrasi natrium dan klorida menurun.
Glandula mammae telah berdiferensiasi untuk mensekresi susu, seperti dibuktikan
pada wanita-wanita yang telah meneteskan kolostrum pada puting susu mereka
pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. Sekresi susu turut dipertahankan oleh
tingginya kadar estrogen dan progesteron4.
Stadium 2 dari laktogenesis muncul sekitar waktu persalinan (muncul 2-8 hari
setelah persalinan). Stadium ini digambarkan sebagai sekresi susu yang berulang.
Payudara dirasakan penuh dan hangat. Pada stadium ini terjadi peningkatan aliran
darah, ambilan glukosa dan oksigen, serta terjadi peningkatan konsentrasi sitrat
secara tajam. Peningkatan konsentrasi sitrat ini dianggap sebagai penanda
laktogenesis stadium 2. Progesteron berperan penting pada stadium ini. Pelepasan
plasenta (yang merupakan sumber progesteron selama kehamilan) akan memulai
sekresi susu, tetapi plasenta tidak akan menghambat bila sebelumnya telah terjadi
laktasi. Penelitian oleh Haslam dan Shymala menunjukkan bahwa noninhibisi ini
timbul karena reseptor progesteron telah hilang dalam jaringan laktasi mammae.
Sekresi insulin, growth hormone, kortisol dan hormon paratiroid meningkatkan
mobilisasi nutrisi dan mineral yang diperlukan untuk laktasi4.
2.2. Pembentukan air susu
Selama terjadi laktogenesis stadium 2, payudara mampu memproduksi air
susu. Untuk terus menjalankan sintesis dan sekresi ASI, sinyal hormonal harus
diterima glandula mammae secara kontinu. Tanda ini merupakan respon langsung
dari stimulasi puting dan areola mammae dan kemudian dihantarkan pada
susunan saraf pusat. Proses siklik sintesis dan sekresi susu inilah yang disebut
laktasi. Laktasi muncul dengan bantuan dua hormon, prolaktin dan oksitosin.
Meskipun mereka bekerja tanpa tergantung satu sama lain karena memiliki
reseptor seluler yang berbeda, namun dibutuhkan kombinasi keduanya untuk
menghasilkan laktasi yang baik4. Kedua hormon ini berperan dalam dua refleks
yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu
yaitu refleks prolaktin dan refleks let down6.
2.2.1. Refleks prolaktin
Hormon prolaktin memang memegang peranan untuk membuat kolostrum,
namun jumlah kolostrum terbatas, karena aktivitas prolaktin dihambat oleh
estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah partus,
berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka
estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah lagi dengan adanya isapan
bayi yang merangsang puting susu dan areola, akan merangsang ujung-ujung
saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini
dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis dan mesensefalon.
Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi
prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang
adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini
merangsang pertumbuhan duktus glandula mammae dan proliferasi sel-sel alveoli
glandula mammae yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada
ibu yang menyusui akan menjadi normal dalam tiga bulan setelah melahirkan
sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan
prolaktin walaupun ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung. Pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar
prolaktin akan menjadi normal pada minggu dua sampai tiga. Pada ibu yang
menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti stres atau
pengaruh psikis, anastesi, operasi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin,
dan obat-obatan transquilizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin,
fenotiazid. Sedangkan keadaan-keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin
adalah seperti gizi ibu yang jelek dan obat-obatan seperti ergot, L-dopamin,
bromokriptin, dan analog dopamin lainnya, yang merupakan inhibitor prolaktin6.
Gambar 2.1.: Refleks prolaktin
2.2.2. Refleks let down (milk ejection reflex)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan
yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise
posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Hisapan bayi menstimulasi
reseptor raba yang banyak terdapat disekitar papilla dan areola mammae. Sensasi
raba akan menghasilkan impuls yang mengaktifkan ganglia dorsalis melalui
nervus interkostalis 4-6. Impuls ini berjalan naik melalui medulla spinalis,
menghasilkan jalur aferen baik kepada nukleus paraventrikuler pada hipothalamus
dimana oksitosin dibentuk dan kelenjar pituitari. Rangsangan ini menyebabkan
pelepasan oksitosin dari kelenjar pituitari posterior, dimana oksitosin dibentuk.
Secara pulsatil melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang
dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ
tersebut. Pada mammae, oksitosin yang sampai pada alveoli akan diterima
reseptor sel mioepitelium mammae yang akan distimulasi untuk berkontraksi.
Oksitosin menyebabkan kontraksi sel mioepitelial sepanjang duktus-duktus
mammae. Otot-otot yang menyerupai otot polos ini akan berkontraksi memeras air
susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang
untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi4.
Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down antara lain: melihat bayi,
mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah stres, seperti
bingung, pikiran kacau, takut, cemas6.
Gambar 2.2.: refleks let down
Bila ada stres dari ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari
refleks let down. Ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin
(epinefrin) yang menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah alveoli,
sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ
mioepitelium. Akibat dari tidak sempurnanya refleks let down maka akan terjadi
penumpukan air susu di dalam alveolus yang secara klinis tampak payudara
membesar. Payudara yang besar dapat berakibat abses, gagal untuk menyusui dan
rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stres lagi bagi seorang ibu sehingga stres
akan bertambah6.
Karena refleks let down tidak sempurna maka bayi yang haus jadi tidak puas.
Ketidakpuasan ini dapat merupakan tambahan stres bagi ibunya. Bayi yang haus
dan tidak puas ini akan berusaha untuk mendapat air susu yang cukup dengan cara
menambah kuat isapannya sehingga tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka
pada puting susu dan luka-luka ini akan dirasakan sakitnya oleh ibunya yang juga
akan menambah stresnya tadi. Hal ini akan berakibat kegagalan dalam menyusui6.
Gambar 2.3.: Akibat kegagalan refleks let down
Menyusui oleh bayi misalnya bila kekuatan isapan yang kurang, frekuensi
isapan yang kurang dan singkatnya waktu menyusui ini berarti pelepasan
prolaktin dari hipofise berkurang, sehingga pembuatan air susu berkurang, karena
diperlukan kadar prolaktin yang cukup untuk mempertahankan pengeluaran air
susu mulai sejak minggu pertama kelahiran6.
Pengeluaran prolaktin dihambat oleh faktor-faktor yang menghambat
pengeluaran prolaktin yang belum jelas bahannya, namun beberapa bahan seperti
dopamin, serotonin, katekolamin, TSH, dihubungkan ada sangkut pautnya dengan
pengeluaran prolaktin6.
Pengeluaran oksitosin ternyata disamping dipengaruhi oleh hisapan bayi juga
oleh suatu reseptor yang terletak pada sistem duktus. Bila duktus melebar atau
menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang
berperan untuk memeras keluar air susu dari alveoli. Jadi peranan prolaktin dan
oksitosin mutlak perlu disamping faktor-faktor lain selama proses menyusui6.
Gambar 2.4.: Interaksi hormon-hormon dan faktor lainnya dalam proses menyusui
Biasanya diperlukan satu menit untuk merangsang refleks let down. Dalam 6-
8 minggu setelah menyusui barulah produksi ASI sesuai dengan permintaan bayi
sehari-hari. Sebelumnya payudara terasa penuh atau kosong. Semakin sering
menyusui akan memelihara persediaan air susu, yang akan bertambah atau
berkurang tergantung demand bayi. Perubahan persediaan ASI akan tampak
setelah 1-3 hari perubahan demand7.
Gambar 2.5.: Pengaruh hisapan bayi terhadap kontinuitas produksi ASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI antara lain8:
1. Perubahan sosial budaya
Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya
Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu
botol
Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya
2. Faktor psikologis: takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
3. Faktor fisik ibu
4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang
mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI
6. Penerangan yang salah yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu
kaleng.
2.3. Air Susu Ibu
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-
garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai
makanan utama bagi bayi. Komposisi ASI tidak pernah konstan dan berbeda dari
waktu ke waktu, karena dipengaruhi antara lain stadium laktasi, ras, keadaan
nutrisi8.
2.3.1. Kebaikan Air Susu Ibu
Bahwa ASI merupakan susu terbaik untuk bayi kita tidaklah perlu disangsikan
lagi. Disamping zat-zat yang terkandung didalamnya, pemberian ASI juga
mempunyai beberapa keuntungan yaitu8:
Steril, aman dari pencemaran kuman
Selalu tersedia dengan suhu yang optimal
Produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi, dan dapat digunakan
setiap saat
Mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau
membunuh kuman atau virus
Bahaya alergi tidak ada
Selain kebaikan ASI sendiri, menyusui juga mempunyai keuntungan lain yaitu8:
Dengan meyusui terjalin hubungan yang lebih erat antara bayi dan
ibunya karena secara alami dengan adanya kontak kulit, bayi merasa
aman. Hal ini sangat penting bagi perkembangan psikis dan emosi bayi
Dengan menyusui menyebabkan uterus berkontraksi sehingga
pengembalian uterus ke keadaan sebelum kehamilan lebih cepat.
Perdarahan lambat setelah melahirkan berkurang
Mengurangi kemungkinan menderita karsinoma mammae pada masa
mendatang
Dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan
(membantu keluarga berencana)
Hubungan antara menyusui dan KB ini telah dilaporkan bahwa dengan
menyusui akan terjadi amenore sampai 12-13 bulan, malahan amenore ini
menurut beberapa penyelidik dapat mencapai dua tahun. Adanya amenore ini
disebabkan adanya hormon prolaktin dan laktogenik kompleks dari kelenjar
hipofise yang akan menghambat ovulasi8.
UNICEF telah membuat pernyataan bahwa semua fasilitas yang memberikan
pelayanan pada ibu dan anak harus mendukung sepuluh langkah untuk menyusui
dengan sukses (Ten Steps to Successful Breastfeeding)9:
1. Membuat kebijakan tertulis mengenai menyusui yang secara rutin
dikomunikasikan dengan seluruh petugas kesehatan
2. Melatih semua petugas kesehatan agar terampil menjalankan kebijakan
tertulis mengenai menyusui
3. Memberi tahu semua wanita hamil mengenai keuntungan pemberian
ASI dan manajemen laktasi
4. Menolong ibu memulai menyusui dalam tiga puluh menit pertama
setelah melahirkan
5. Menunjukkan ibu bagaimana cara menyusui dan bagaimana
mempertahankan laktasi meskipun mereka terpisah dari bayinya
6. Tidak memberi makanan atau minuman pada bayi yang baru lahir selain
ASI, kecuali ada indikasi medis
7. Mempraktekkan rawat gabung. Ibu dan bayinya dapat terus bersama
selama dua puluh empat jam sehari
8. Memotivasi pemberian ASI tanpa dijadwal (on demand)
9. Tidak memberi dot, empeng atau semacamnya pada bayi yang masih
menyusui
10. Membantu berdirinya kelompok yang mendukung menyusui dengan
ASI dan merujuk ibu-ibu pada mereka, setelah keluar dari rumah sakit
2.3.2. Faktor-faktor Kekebalan Spesifik di dalam Air Susu Ibu
1. Sistem komplemen
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri atas 11 komponen-
komponen itu disebut: Clq, Clr, Cls, C2, C3, C4,C5, C6, C7, C8, C9. Telah
dibuktikan di dalam ASI terdapat ke 22 komponen dari sistem komplemen. Telah
dibuktikan bahwa di dalam ASI terdapat 11 komponen dari sistem komplemen,
meskipun beberapa di antara kadarnya sangat rendah10.
2. Khasiat seluler
Kolostrum ibu mengandung 0,5–10 x 106 pelbagai macam sel/ml, yang
terutama terdiri dari makrofag (sampai 90%), limfosit (1-15) dan sedikit leukosit
polimorfonuklear. Di dalam ASI yang matur kadar ini akan menurun, tetapi oleh
karena volume ASI lebih banyak dari kolostrum, maka jumlah absolut dari sel-sel
ini masih cukup tinggi10.
3. Imunoglobin
Dalam ASI IgA merupakan imunoglobin yang terpenting, tidak saja karena
konsentrasinya yang tinggi, juga karena aktivitas biologiknya. Dari kelas IgA ini,
sIgA yang paling dominan, 90% daripada seluruh kadar imunoglobin di dalam
kolostrum maupun ASI matur. Kadar ini selalu konstan selama masa laktasi10.
Berbagai penelitian in vitro membuktikan bahwa IgA tidak mempunyai sifat
bakterisid sekuat IgG atau IgM. Diduga bahwa fungsi utama daripada SigA ialah
mencegah melekatnya kuman-kuman patogen pada dinding mukosa usus halus.
Selain daripada itu, sIgA juga diduga bersifat bakteriostatik. Pendapat ini
diperkuat dengan dapat diisolasikannya berbagai kuman patogen seperti E. coli
patogen, Salmonella, Shigella di dalam feses bayi sehat dan masih menyusui.
Bagaimana khasiat sIgA dan imunoglobin lainnya terhadap kuman-kuman
komensal di dalam usus sampai sekarang masih belum jelas. Pada masa ini fungsi
imun usus neonatal menurun, sehingga daya tahan bayi ditingkatkan melalui
konsumsi ASI. Spesifisitas sIgA janin adalah sama dengan ibu, mengingat mereka
memiliki flora normal yang sama akibat hubungan dekat mereka4.
2.3.3. Keuntungan ASI pada bayi prematur
Bila dibandingkan dengan susu formula atau air susu sapi, ASI sangat mudah
diterima oleh bayi, seperti diketahui kolostrum mengandung protein yang lebih
tinggi dari air susu yang berikutnya, maka kolostrum ini dianggap penting untuk
pertumbuhan badan pada tahap permulaan dari bayi prematur. Disamping itu
kolostrum dapat mempercepat ekskresi bilirubin, dimana kelebihan bilirubin dapat
menimbulkan ikterus terutama pada bayi prematur11.
ASI mudah dicerna karena kadar lemak dan karbohidratnya rendah. Lemak ini
mudah dipecah di lambung dan sebagian besar dapat dipergunakan untuk energi.
Protein yang terdapat dalam ASI betul-betul bermanfaat untuk pertumbuhan otak
bayi. Demikian juga protein ini tidak mempengaruhi fungsi ginjal yang masih
belum matur. Dalam suatu penyelidikan didapatkan bahwa ASI yang melahirkan
bayi prematur mengandung kadar protein yang lebih tinggi dari ASI yang
melahirkan bayi matur. Demikian juga kadar kalsium, sodium dan klorida11.
ASI banyak mengandung sistin, sedangkan air susu sapi mengandung banyak
methionin dimana hepar bayi tidak sanggup merubah methionin menjadi sistin
secara efektif, apalagi pada bayi prematur. ASI mengandung banyak taurin dan
bayi prematur tak sanggup mensintesisnya secara efektif. Dilaporkan bahwa taurin
penting untuk pertumbuhan susunan saraf. Protein asing tidak terdapat pada ASI
hingga dapat dipergunakan pada bayi prematur11.
2.4. Anatomi dan Histologi Payudara
Payudara terletak diantara kosta II dan VI, mulai dari pinggir sternum sampai
linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di jaringan subkutan, tepatnya
diantara jaringan subkutan superfisial dan profundus, yang menutupi muskulus
pektoralis mayor, sebagian kecil serratus anterior dan oblikuus eksterna. Bentuk
dan ukuran payudara akan bervariasi menurut aktivitas fungsionilnya seperti pada
masa pre-pubertas, pubertas, adolesen, dewasa, menyusui dan multipara.
Pembesaran payudara terutama saat hamil dan menyusui disebabkan oleh
pertumbuhan stroma jaringan penyangga dan penimbunan jaringan lemak6.
Areola mammae mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan (yang
membuat bayi lebih mudah mencari daerah untuk dihisap) karena penimbunan
pigmen pada kulitnya. Pada daerah ini akan didapatkan kelenjar keringat, kelenjar
lemak Montgomery yang membentuk tuberkel dan akan membesar selama
kehamilan. Kelenjar Montgomery akan menghasilkan suatu bahan yang dapat
melicinkan areola selama laktasi. Puting susu atau papilla mammae terletak
setinggi interkosta IV, tetapi letak ini dapat bervariasi6.
Masing-masing payudara terdiri dari 15-25 lobus. Masing-masing lobus terdiri
dari 20-40 lobulus, selanjutnya masing-masing lobulus terdiri dari 10-100 alveoli
dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu (sistem duktus)
sehingga menyerupai suatu pohon. Pada pohon ini akan didapatkan saluran lurus
menuju papilla mammae yang disebut duktus laktiferus. Di daerah areola
mammae duktus ini melebar membentuk sinus laktiferus, tempat penampungan air
susu. Selanjutnya duktus laktiferus terus bercabang-cabang menjadi duktus dan
duktulus. Tiap-tiap duktulus yang pada perjalanan selanjutnya disusun oleh
sekelompok alveoli. Di dalam alveoli terdiri dari duktulus yang terbuka, sel-sel
kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang berfungsi memeras
air susu keluar dari alveoli6.
Gambar 2.6.: Anatomi dan histologi payudara
2.5. Persiapan menyusui
Ibu hamil sebaiknya mengikuti bimbingan persiapan menyusui, dengan
mengikuti berbagai penyuluhan tentang keunggulan ASI dan kerugian susu botol,
manfaat rawat gabung, perawatan bayi, gizi hamil dan menyusui keluarga
berencana dan lain-lain. Pelayanan lain yang dapat diberikan untuk mendukung
persiapan ibu untuk menyusui adalah terapi hormonal, pemeriksaan payudara,
pemeriksaan puting susu, senam hamil12.
Disamping itu perlu diberikan dukungan psikologis ibu untuk menghadapi
persalinan dan keyakinan dalam keberhasilan menyusui. Sikap ibu dipengaruhi
oleh berbagai faktor, antara lain adat/kebiasaan/kepercayaan menyusui di daerah
masing-masing pengalaman menyusui sebelumnya atau pengalaman menyusui
dalm keluarga/ kerabat, pengetahuan tentang manfaat ASI, kehamilan diinginkan
atau tidak. Dukungan dari dokter/ petugas kesehatan, teman atau kerabat dekat
yang dibutuhkan terutama pada ibu yang baru pertama kali hamil12.
Langkah-langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara
kejiwaan untuk menyusui adalah12:
Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses
dalam menyusui bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan
menyusui adalah proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil
menjalaninya, bila ada masalah, dokter/petugas kesehatan akan menolong
dengan senang hati
Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu botol/formula.
Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lain.
Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam
keluarga, ibu dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayinya,
sehingga perlu adanya pembagian dalam keluarga.
Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas
kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam
membantu ibu sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya
tentang masalah yang dihadapinya.
2.5.1. Pemeriksaan payudara
Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengetahui lebih dini adanya
kelainan, sehingga diharapkan dapat dikoreksi sebelum persalinan. Pemeriksaan
payudara dilaksanakan pada kunjungan pertama12.
1. Inspeksi payudara
a. Payudara: Ukuran dan bentuk, permukaan, warna kulit
Ukuran dan bentuk tidak mempengaruhi produksi ASI. Perhatikan
adakah warna kemerahan tanda radang atau penyakit kulit.
b. Areola mammae: Ukuran dan bentuk, permukaan, warna
Umumnya akan meluas secara merata selama kehamilan. Pigmentasi
yang meningkat selama kehamilan menyebabkan warna areola lebih
gelap.
c. Puting susu: Ukuran dan bentuk, permukaan, warna
Ukuran puting sangat bervariasi dan tidak mempunyai arti khusus.
Bentuk puting ada beberapa macam, pada bentuk puting terbenam
memerlukan perhatian khusus. Permukaan umumnya tidak beraturan.
Adaya luka dan sisik merupakan suatu kelainan.
2. Palpasi payudara
a. Konsistensi: dari waktu ke waktu berbeda karena pengaruh
hormonal
b. Massa: Merupakan tujuan utama palpasi. Setiap massa harus
dievaluasi dengan baik
c. Puting susu: Merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan untuk
mempersiapkan ibu untuk menyusui
Pemeriksaan puting susu
Untuk menunjang keberhasilan menyusui maka pada saat kehamilan puting
susu ibu perlu diperiksa dulu kelenturannya dengan cara12:
1. Sebelum diperiksa, periksa dulu bentuk puting susu
2. Dengan perlahan puting susu dan kalang payudara ditarik, untuk
membentuk “dot”. Bila puting susu mudah ditarik berarti lentur, bila
tertarik sedikit berarti kurang lentur, dan bila masuk ke dalam berarti
puting susu terbenam.
Gambar 2.7.: Pemeriksaan kelenturan puting susu
Jika pada pemeriksaan didapatkan kelenturan yang kurang baik atau puting
susu terbenam, maka tindakan pertama yang dilakukan adalah jangan
memberitahukan pada ibu bahwa hal ini adalah suatu abnormalitas atau kelainan,
tapi yakinkan ibu bahwa ia tetap dapat menyusui bayinya, karena hal tersebut
dapat dikoreksi12.
Puting susu terbenam dapat dikoreksi dengan gerakan Hoffman dan
penggunaan pompa puting. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan
gerakan Hoffman, yang dilakukan sehari dua kali12.
Gambar 2.8.: Gerakan Hoffman
Cara tersebut dapat diganti dengan menggunakan pompa puting susu yang
telah banyak dijual di Indonesia. Bila pompa puting susu tidak tersedia, dapat
dibuat dari modifikasi spuit injeksi 10 ml. Bagian ujung dekat jarum dipotong dan
kemudian pendorong dimasukkan dari arah potongan tersebut. Cara penggunaan
pompa puting susu yaitu dengan menempelkan ujung pompa (spuit injeksi) pada
payudara, sehingga puting berada di dalam pompa. Kemudian tarik perlahan
sehingga terasa ada tahanan dan dipertahankan selama 30 detik sampai 1 menit.
Bila terasa sakit, tarikan dikendurkan. Prosedur ini diulangi terus hingga beberapa
kali dalam sehari12.
Setelah persalinan pun bila ibu dengan puting susu terbenam yang belum
terkoreksi masih dapat tetap menyusui bayinya. Biarkan bayi menghisap dengan
kuat pada posisi menyusui yang benar, karena dengan demikian akan memacu
peregangan puting. Bila ASI terlalu penuh, maka sebaiknya dikeluarkan dulu
dengan tangan agar payudara tidak terlalu keras. Kemudian susukan bayi dengan
dibantu sedikit penekanan pada bagian kalang payudara dengan jari sehingga
membentuk “dot”12.
Gambar 2.9.: Penggunaan modifikasi spuit injeksi
2.6. Teknik Menyusui
Ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi
termasuk dalam menyusui. Orang yang dalam kehidupannya atau yang disegani,
seperti suami, keluarga/kerabat terdekat, atau kelompok ibu-ibu pendukung ASI
dan dokter/tenaga kesehatan12.
Ada berbagai macam posisi menyusui, yang biasa dilakukan adalah dengan
duduk. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui
bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola (football posistion),
dimana kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala
bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedak12.
Langkah-langkah menyusui yang benar12:
1. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada
puting dan di sekitar areola mammae. Cara ini mempunyai manfaat
sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/ payudara.
a. Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
b. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan
bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).
c. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di
depan.
d. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
e. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
f. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah,
jangan menekan puting susu atau areola mammaenya saja.
4. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan cara
menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dan puting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut bayi:
Gambar 2.10.: Cara meletakkan bayi dan memegang payudara
Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan
ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah kalang
payudara. Posisi yang salah, yaitu apabila bayi hanya menghisap pada puting susu
saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi12.
Gambar 2.11.: Berbagai macam posisi menyusui
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi
lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya
atau bayi enggan menyusu. Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik
yang benar, dapat dilihat12:
a. Bayi tampak tenang
b. Badan bayi menempel pada perut ibu
c. Mulut bayi terbuka lebar
d. Dagu menempel pada payudara ibu
e. Sebagian besar kalang payudara masuk ke dalam mulut bayi
f. Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan
g. Puting susu ibu tidak terasa nyeri
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i. Kepala tidak menengadah
Gambar 2.12.: Penghisapan susu yang benar
6. Melepas hisapan bayi: Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa
kosong, sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya. Cara melepas
hisapan bayi: jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut
mulut atau, dagu bayi ditekan ke bawah
7. Setelah menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
puting susu dan di sekitar kalang payudara; biarkan kering dengan
sendirinya
8. Menyendawakan bayi: Tujuannya adalah mengeluarkan udara dari
lambung supaya bayi tidak muntah setelah menyusui. Cara
menyendawakan bayi adalah: bayi digendong tegak dengan bersandar
pada bahu ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan, bayi tidur
tengkurap di pangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan
2.7. Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (kencing dan sebagainya) atau ibu sudah
merasa perlu menyusui bayinya. Bayinya yang sehat dapat mengosongkan satu
payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam
waktu dua jam. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak teratur,
dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian12.
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena hisapan bayi
sangat berpengaruh pada rangasangan produksi ASI selanjutnya. Dengan
menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah
yang mungkin timbul. Menyusui pada malam hari sangat berguna bagi ibu yang
bekerja, karena dengan sering disusukan pada malam hari akan memacu produksi
ASI, dan juga dapat mendukung keberhasilan menunda kehamilan12.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara, maka sebaiknya
setiap kali menyusui harus digunakan kedua payudara dan diusahakan sampai
payudara terasa kosong, agar produksi ASI tetap baik. Setiap menyusui dimulai
dengan payudara yang terakhir disusukan. Selama masa menyusui, sebaiknya ibu
menggunakan BH yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat12.
2.8. Pengeluaran ASI
Apabila ASI berlebihan sampai keluar memancar, maka sebelum menyusui
sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu, untuk menghindari bayi tersedak atau
enggan menyusui. Pengeluaran ASI juga dilakukan pada: ibu bekerja yang akan
meninggalkan ASI bagi bayinya di rumah, ASI yang merembes karena payudara
penuh, pada bayi yang mempunyai masalah menghisap (misal BBLR),
menghilangkan bendungan atau memacu produksi ASI saat ibu sakit dan tidak
dapat langsung menyusui bayinya12.
Pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara12:
Pengeluaran ASI dengan tangan.
Cara ini yang lazim digunakan karena tidak banyak membutuhkan saran dan lebih
mudah.
a. Tangan dicuci sampai bersih.
b. Siapkan cangkir/ gelas bertutup yang telah dicuci dengan air mendidih.
c. Payudara dikompres dengan kain handuk yang hangat dan dimasase
dengan kedua telapak tangan jari dari pangkal ke arah kalang payudara,
ulangi pemijatan ini pada sekitar payudara secara merata.
d. Dengan ibu jari di sekitar kalang payudara bagian atas dan jari telunjuk
pada sisi yang lain, lalu daerah kalang payudara ditekan ke arah dada.
e. Daerah kalang payudara diperas dengan ibu jari dan jari telunjuk, jangan
memijat/ menekan puting, karena dapat menyebabkan rasa nyeri/ lecet.
f. Ulangi tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, pada mulanya ASI tak keluar,
setelah beberapa kali maka ASI akan keluar.
g. Gerakan ini diulang pada sekitar kalang payudara pada semua sisi, agar
yakin bahwa ASI telah diperas dari semua segmen payudara
Pengeluaran dengan pompa
Bila payudara bengkak/ terbendung (engorgement) dan puting susu terasa
nyeri, maka akan lebih baik bila ASI benar-benar penuh, tetapi pada payudara
yang lunak akan lebih sukar. Ada dua macam pompa yang dapat digunakan adalah
pompa tangan.
Cara pengeluaran ASI dengan pompa payudara:
a. Tekan bola karet untuk mengeluarkan udara
b. Ujung leher tabung diletakkan pada payudara dengan puting susu tepat di
tengah, dan tabung benar-benar melekat kulit
c. Bola karet dilepas, sehingga puting susu dan kalang payudara tertarik ke
dalam
d. Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan keluar dan terkumpul
pada lekukan penampung pada sisi tabung
e. Setelah selesai dipakai atau akan dipakai, maka alat harus dicuci bersih
dengan menggunakan air mendidih. Bola karet sukar dibersihkan, oleh
karenanya bila memungkinkan lebih baik pengeluaran ASI dengan
menggunakan tangan.
Selalu tuliskan tanggal penyimpanan susu sebelum menyimpannya. Susu di
lemari es harus dihangatkan di aliran air hangat terlebih dulu, dan jangan
menggunakan microwave karena akan merusak nutrien-nutrien didalam susu13.
2.9. Masalah-masalah yang sering terjadi pada waktu menyusui
2.9.1. Puting susu nyeri/lecet
Sekitar 57% ibu menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada
putingnya14. Penyebab14, 15:
1. Kebanyakan puting nyeri/ lecet disebabkan oleh kesalahan dalam teknik
menyusui, yaitu bayi tidak menyusu sampai ke kalang payudara. Bila bayi
menyusu hanya pada puting susu, maka bayi akan mendapat ASI sedikit
karena gusi bayi tidak menekan pada daerah sinus laktiferus, sedangkan pada
ibunya akan terjadi nyeri/ kelecetan pada puting susu ibu.
2. Puting yang lecet juga dapat disebabkan oleh moniliasis pada mulut bayi yang
menular pada puting susu ibu
3. Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk
mencuci puting susu.
4. Keadaan ini juga dapat terjadi pada bayi dengan tali lidah (frenulum linguae)
yang pendek, sehingga menyebabkan bayi sulit menghisap sampai kalang
payudara dan hisapan hanya pada putingnya saja.
5. Rasa nyeri ini juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusu kurang
hati-hati.
6. Sumbatan pada duktus, akibat air susu yang masih tersisa pada mammae.
Penatalaksanaan14, 15:
1. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal/ yang lecetnya
lebih sedikit. Untuk menghindari tekanan lokal pada puting, maka posisi
menyusui harus sering dirubah. Untuk puting yang sakit dianjurkan
mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Disamping itu kita harus yakin
bahwa teknik menyusui bayi adalah benar, yaitu bayi harus menyusu sampai
ke kalang payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI
dikeluarkan dengan tangan/ pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas,
atau pipet
2. Setiap kali habis menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-
anginkan sebentar agar kering dengan sendirinya. Karena bekas ASI berfungsi
sebagai pelembut puting dan sekaligus sebagai anti infeksi
3. Jangan menggunakan sabun, alkohol atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan puting susu
4. Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa yang
telah dimasak terlebih dahulu
5. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak
sampai terlalu penuh dan bayi yang tidak begitu lapar akan menyusui tidak
terlalu rakus.
6. Periksalah apakah bayi tidak menderita moniliasis, yang dapat menyebabkan
lecet pada puting susu ibu. Kalau diketemukan gejala moniliasis, dapat
diberikan nistatin.
7. Untuk sumbatan duktus, dapat dikompres hangat, dimasase dan menyusui
lebih sering pada payudara yang sakit.
Dengan mengikuti petunjuk tersebut diatas, maka puting susu yang lecet
tersebut akan menyembuh setelah beberapa hari, dan tidak akan bertambah berat.
Akan tetapi bila lecetnya bertambah berat sehingga tidak mungkin menyusukan
lagi, dianjurkan agar ibu memeras ASI dengan tangan dan ASI-nya diberikan
dengan sendok atau pipet, sampai lecetnya menyembuh. Sementara puting yang
lecet dapat diberikan antibiotika topikal. Karena puting susu yang lecet/ luka akan
memudahkan terjadinya infeksi pada payudara (mastitis)14.
Pencegahan14:
Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol, krim, atau zat-zat
iritan lainnya.
Sebaiknya untuk mendapatkan puting dari hisapan bayi pada saat bayi
selesai menyusui, tidak dengan memaksa menarik puting, tetapi dengan
menekan dagu bayi atau dengan memasukkan jari kelingking yang bersih
ke mulut bayi.
Posisi menyusui harus benar, yaitu harus menyusu sampai ke kalang
payudara dan menggunakan kedua payudara.
2.9.2. Payudara Bengkak (Engorgement)
Penyebab14:
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusu dengan adekuat,
sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya
pembengkakan. Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat
setelah melahirkan, dan terjadi pada kurang dari 24 jam postpartum pada 15%
wanita, dan untuk hal ini penyebab lain dari demam harus disingkirkan. Stasis
pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan
intraduktal, yang akan mempengaruhi berbagai segmen payudara, sehingga
tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara yang terasa penuh,
tegang, serta nyeri. Kemudian diikuti penurunan produksi ASI dan penurunan
refleks let down. BH yang ketat juga bisa menyebabkan segmental engorgement,
demikian pula puting yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada
duktus.
Pembengkakan payudara, mastitis, abses payudara, dan gangguan laktasi
lainnya lebih sering terjadi pada primigravida16.
Gejala:
Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sukar disusu oleh
bayi, karena kalang payudara lebih menonjol, puting lebih datar dan sukar dihisap
oleh bayi. Kulit pada payudara nampak lebih mengkilat, ibu merasa demam dan
payudara terasa nyeri. Oleh karena itu sebelum disusukan pada bayi, ASI harus
diperas dengan tangan/pompa terlebih dahulu agar payudara lebih lunak, sehingga
bayi lebih mudah menyusu14.
Gambar 2.13.: Payudara yang mengalami engorgement
Penatalaksanaan15:
Secara singkatnya penatalaksanaan payudara bengkak adalah sebagai berikut:
1. Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui, atau
dapat menggunakan pompa setiap 2-3 jam.
2. Kompres dingin untuk mengurangi stasis pembuluh darah vena dan
mengurangi rasa nyeri, atau dengan kompres panas untuk melancarkan aliran
darah payudara. Bisa dilakukan selang-seling.
3. Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena untuk
melancarkan aliran ASI dan menurunkan tegangan payudara
Pencegahan14:
1. Apabila memungkinkan, susukan bayi segera setelah lahir.
2. Susukan bayi tanpa dijadwal.
3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI melebihi
kebutuhan bayi.
4. Melakukan perawatan payudara pasca natal secara teratur.
2.9.3. Saluran Susu Tersumbat (Obstructive duct)
Suatu keadaan dimana terjadi sumbatan pada satu atau lebih duktus lakfiferus.
Penyebab14, 17:
1. Tekanan jari ibu pada waktu menyusui.
2. Pemakaian BH yang terlalu ketat.
3. Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu yang terkumpul tidak segera
dikeluarkan sehingga merupakan sumbatan.
4. Posisi menyusui yang menetap
5. Posisi tidur tertentu (miring, terlungkup)
Gejala14:
- Pada wanita yang kurus, gejala berupa benjolan yang terlihat dengan jelas dan
lunak pada perabaan.
- Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan bengkak
yang terlokalisir.
Penatalaksanaan17:
Saluran susu yang tersumbat ini harus dirawat sehingga benar-benar sembuh,
untuk menghindari terjadinya radang payudara (mastitis).
- Teruskan menyusui
- Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat dilakukan masase serta
kompres panas saja atau kompres panas dan dingin secara bergantian.
- Ibu dianjurkan untuk mengeluarkan ASI dengan tangan atau dengan
pompa setiap kali setelah menyusui, bila payudara masih terasa penuh.
- Ubah-ubah posisi menyusui untuk melancarkan aliran ASI.
- Pastikan posisi bayi baik sewaktu menyusui, agar dapat menghisap seluruh
air susu.
- Pijat benjolan dengan lembut diantara dan sewaktu menyusui
Pencegahan14:
- Perawatan payudara pasca natal secara teratur, untuk menghindari terjadinya
stasis aliran ASI.
- Posisi menyusui yang diubah-ubah.
- Mengenakan BH yang menyangga, bukan yang menekan
2.9.4. Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara baik itu karena kongesti maupun infeksi,
biasanya muncul setelah satu minggu menyusui atau lebih14.
Penyebab14, 16:
1. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat.
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara
bengkak.
3. B.H. yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement. Kalau
tidak disusu dengan adekuat, bisa terjadi mastitis.
4. lbu yang dietnya buruk, kurang istirahat, anemi akan mudah terkena
infeksi. Bila infeksi seringkali dari bakteri S. Aureus, kadang Streptokokus
atau E. Coli.
Gejala14, 16:
Bengkak, nyeri seluruh payudara/ nyeri lokal
Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal
Payudara keras dan berbenjol-benjol
Panas badan dan sakit umum
Kadang terdapat adenopati pada aksila.
Penatalaksanaan14, 16:
1. Menyusui diteruskan. Pertama bayi disusukan pada payudara yang terkena
selama dan sesering mungkin, agar payudara kosong, kemudian pada
payudara yang normal.
2. Berilah kompres panas, bisa menggunakan shower hangat atau lap basah
panas pada payudara yang terkena.
3 . Ubahlah posisi menyusui dari waktu-kewaktu, yaitu dengan posisi tiduran,
duduk atau posisi memegang bola (foot ball position).
4. Pakailah baju/B.H. longgar.
5. Istirahat yang cukup, makanan yang bergizi.
6. Banyak minum sekitar 2 Iiter/ hari.
7. Dengan cara-cara seperti tersebut di atas biasanya peradangan akan
menghilang setelah 48 jam, jarang sekali yang menjadi abses. Tetapi bila
dengan cara-cara seperti tersebut di atas tidak ada perbaikan setelah 12 jam,
maka diberikan anfibiotika selama 5- 10 hari dan analgesik.
2.9.5. Abses Payudara
Merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena
meluasnya peradangan dalam payudara tersebut14.
Gejalanya adalah: ibu tampak lebih parah sakitnya, payudara lebih merah
mengkilap, benjolan lebih lunak karena berisi nanah. Sehingga perlu diinsisi
untuk mengeluarkan nanah tersebut. Pada abses payudara perlu diberikan
antibiotika dosis tinggi dan analgesik. Sementara bayinya hanya disusukan tanpa
dijadwal pada payudara yang sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang sakit
diperas sementara (tidak disusukan). Setelah sembuh, bayi bisa disusukan
kembali14.
2.9.6. Kelainan anatomi pada puting susu (Inverted, Flat Nipple)
Untuk diagnosis apakah puting ada kelainan apakah tidak, yaitu dengan cara
menjepit kalang payudara diantara ibu jari dan telunjuk di belakang puting susu
Kalau puting menonjol maka puting tersebut adalah normal, tetapi kalau puting
tidak menonjol itu berarti puting inversi/datar14.
Pada puting yang mengalami kelainan seperti tersebut di atas, apabila sudah
diketahui pada masa kehamilan, maka harus dilakukan masase dengan teknik
Hoffman secara teratur. Dengan masase diharapkan puting akan lebih protaksi.
Apabila sampai melahirkan puting masih inversi maka14:
1 . Bila hanya satu puting yang terkena, maka bayi pertama-tama disusukan
pada puting susu yang normal. Karena dengan menyusukan pada puting
yang normal maka sebagian kebutuhan bayi akan terpenuhi, sehingga bayi
akan mau mencoba menyusu pada puting yang terkena, di samping itu juga
mengurangi kemungkinan lecetnya puting.
2. Kompres dingin pada puting Yang terkena sebelum menyusui akan
menambah protaktilitas dari puting.
3 . Dengan teknik Hoffman dan menggunakan breast shield pada waktu tidak
menyusui akan menambah protaktilitas.
Bila dengan semua cara tersebut di atas tetap tidak dapat dikoreksi, maka ASI
dikeluarkan dengan tangan/pompa kemudian diberikan dengan sendok/pipet.
Karena tidak semua kelainan puting dapat dikoreksi14.
2.9.7. Kegagalan Menyusui
Apabila produksi ASI tidak sesuai dengan kebutuhan bayi, harus dicari sebab.
sebabnya mengapa produksi ASI tersebut menurun, yaitu14:
1. Makanan suplemen.
Bayi yang mendapat suplemen makanan lain selain ASI, misalnya susu
formula, air buah atau makanan tambahan lainnya, menyebabkan bayi akan
kenyang dan harus menunggu lebih lama untuk menyusu berikutnya. Sehingga
frekuensi menyusu akan menurun dan produksi ASI akan menurun juga.
Pemberian suplemen dengan menggunakan botol dot pada saat bayi masih
sedang belajar menyusu, juga dapat menyebabkan bayi bingung antara menyusu
pada puting ibu dan dot (nipple confuse), karena mekanisme mengisap yang
berbeda.
Berikut ini adalah tanda-tanda bayi bingung puting:
- Bayi mengisap puting seperti mengisap dot.
- Waktu menyusu, cara mengisapnya terputus-putus/ sebentar-sebentar.
- Bayi menolak menyusu pada ibu.
Untuk menghindari bingung puting tersebut, maka:
- lbu harus mengusahakan agar bayi hanya menyusu pada ibu, terutama pada
saat bayi masih belajar menyusu yaitu pada bulan pertama setelah lahir.
- Teknik menyusui harus benar.
- Menyusu lebih sering tanpa dijadwal.
- Perlu kesabaran dan ketelatenan dari ibu.
2. Penggunaan empongan (pacifier).
Beberapa bayi menemukan kesenangan dengan mengisap pada empongan,
sehingga menurunkan kesempatan untuk menyusu pada ibu. Akibatnya karena
lebih jarang disusu, maka produksi ASI akan menurun. Kejelekan lain dari
empongan adalah bayi sering diare/moniliasis akibat dari kebersihan yang kurang
dan sering terdapat gangguan pertumbuhan gigi.
3. Penggunaan nipple shield.
Nipple shield sebaiknya tidak digunakan pada waktu menyusui, karena
mempengaruhi rangsangan ke otak ibu yang timbul akibat dari rangsangan isapan
bayi langsung pada puting susu ibu, sehingga akan menurunkan refleks let down.
4. Jadwal makan yang ketat, akan mempengaruhi produksi ASI. Lebih baik
bayi disusui tanpa dijadwal.
5. Bayi tidur saja.
Ada beberapa bayi yang tidur saja hampir sepanjang hari dan hanya sebentar saja
menyusu, maka keadaan ini akan menurunkan produksi ASI. Pada kasus seperti
ini, lebih-lebih bila kenaikan berat badan tidak seberapa dan bayi jarang kencing,
maka ibu harus membangunkan anaknya dan menyusui tiap 2 jam sekali, sehingga
bayi akan belajar dengan sendirinya.
6. Kecemasan dan kelelahan ibu akan mempengaruhi refleks let down dan
menurunkan produksi ASI.
7. Merokok dan obat-obatan.
Ibu perokok berat produksi ASI-nya akan menurun. Demikian pula pil Keluarga
Berencana yang mengandung estrogen tinggi akan menurunkan produksi ASI.
8. Ibu yang sedikit minum, produksi ASI-nya juga akan berkurang.
Dianjurkan pada ibu-ibu yang menyusui untuk minum 6-8 gelas (2 liter) per hari
atau minum satu gelas air/air buah setiap kali setelah menyusui.
9. Diet ibu yang jelek, akan menurunkan produksi ASI.
Pada ibu-ibu yang menyusui tidak ada pantangan makan, makan buah segar,
daging, ikan, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan sangat dianjurkan. Makan
satu porsi (500 kalori) lebih banyak dari biasanya.
Bila tidak diketemukan semua faktor yang disebutkan diatas yang
menyebabkan penurunan ASI, beberapa langkah dibawah ini diharapkan dapat
meningkatkan produksi ASI14.
1. Susuilah bayi lebih sering tanpa dijadwal, paling sedikit 8 kali dalam 24 jam,
tiap-tiap payudara 10- 15 menit.
2. Tiap menyusui gunakan kedua payudara secara bergantian, ini berguna agar
bayi mendapat semua ASI yang tersedia dan untuk merangsang produksi ASI
sesering mungkin.
3. Bayi hanya menyusu pada ibu, tidak dianjurkan menggunakan botol dot/em-
pongan. Hal ini karena mekanisme menyusu pada puting dan pada botol dot
adalah berbeda.
Kalau dengan semua cara tersebut diatas tetap tidak berhasil, maka bayi dapat
diberi susu formula. Tetapi sebelumnya harus diberi ASI dulu, mungkin ASI akan
keluar lebih banyak kalau ibu lebih tenang14.
2.9.8. Ibu bekerja
Walaupun ibu bekerja sebaiknya terus menyusui bayinya. Dianjurkan untuk
mengikuti cara-cara di bawah ini untuk mencegah penurunan produksi ASI dan
penyapihan yang terlalu dini14:
1. Sebelum ibu berangkat bekerja bayi harus disusui. Selanjutnya ASI diperas
dan disimpan untuk diberikan pada bayi selama ibu bekerja, di samping
susu formula kalau masih diperlukan.
2. Bila mungkin, ibu pulang untuk menyusui pada tengah hari.
3. Bayi disusui lebih sering setelah ibu pulang kerja dan pada malam hari.
4. Tidak menggunakan susu formula pada hari libur.
5. Tidak mulai bekerja terlalu cepat setelah melahirkan, tunggu 1-2 bulan
untuk meyakinkan lancarnya produksi ASI dan masalah pada awal
menyusui telah teratasi. Kalau ibu ingin memberikan susu formula dengan
menggunakan botol, maka dapat dicoba setelah ibu yakin bahwa bayinya
telah mampu menyusu pada ibu dengan baik, untuk menghindari bayi
bingung puting.
2.9.9. Bayi yang lahir dengan seksio sesaria14
Bila pada seksio digunakan anestesi umum, bayi bisa mulai disusukan
setelah ibu sadar dengan bantuan tenaga perawat/bidan. Efek narkose pada bayi
yang diterimanya baik melalui plasenta ataupun melalui ASI dapat
mengakibatkan bayi lemah dan malas menyusu. Kalau ibu dan bayi keadaan
umumnya baik tanpa ada komplikasi, maka harus segera dilakukan rawat
gabung.
Adalah umum terjadi kenaikan suhu ringan setelah operasi, tetapi ini bukan
kontraindikasi untuk menyusui. Posisi memegang bola (football) lebih cocok
untuk ibu seksio oleh karena bayi tidak menekan bekas luka operasi. Atau
dengan posisi miring, dengan bayi berada di samping ibu.
2.9.10. Bayi Kembar
Dengan meningkatnya rangsangan untuk produksi ASI yang datang dari 2
bayi maka ASI selalu cukup untuk kedua bayi kembar tersebut. Tetapi kita
harus memperhatikan diet ibu harus mengandung kalori lebih tinggi, ekstra
minum, cukup protein dan vitamin, agar produksi ASI mencukupi kebutuhan
bayi dan status gizi ibu terpelihara14.
Bayi dapat disusui keduanya secara bersamaan pada kedua payudara ibu,
dengan 3 posisi secara bergantian tergantung posisi mana yang dianggap
nyaman oleh ibu. Tiga posisi yang dapat dilakukan pada kedua bayi secara
bersamaan adalah14:
1. Tiap bayi menyusu dengan posisi football.
2. Tiap bayi menyusu dengan posisi sejajar dengan tubuh ibu.
3. Kedua bayi menyusu saling menyilang di depan tubuh ibu.
Bagi ibu yang terpaksa menyusui bayinya secara bergantian, mulailah lebih
dahulu dengan menyusui bayi yang lebih kecil.
Bayi kembar sering tumbuh pada tingkatan yang berbeda, yang satu lebih
gemuk dari yang lain, tergantung frekuensi menyusu oleb masing-masing bayi.
2.9.11. Ibu dengan Diet tertentu14
a. lbu vegetarian.
Bila dalam diet ibu masih ada susu dan telor, maka tidak ada masalah dalam
laktasi. Tetapi bila ibu vegetarian murni dan sama sekali tidak mengonsumsi
protein hewani, maka ibu dan bayinya akan kekurangan vitamin B12. Untuk
memenuhi kebutuhan ini, maka pada diet ibu harus ditambahkan suplemen
vitamin B12 setiap harinya.
b. lbu diabetes melitus.
Ibu penderita diabetes melitus tetap dianjurkan untuk menyusui bayinya. Pada
keadaan seperti ini, harus diperhatikan:
- Kebutuhan insulinnya akan berkurang.
- Pada saat melahirkan dan beberapa hari setelahnya, kadar gula ibu sangat
bervariasi.
- Sering terjadi laktosuria yang dapat disangka glukosuria.
- Kemungkinan menderita mastitis atau abses payudara lebih besar.
2.10. Pemberian obat-obat pada ibu menyusui
Selalu menjadi pertanyaan, apakah obat yang diberikan pada bayi dapat
berakibat buruk pada bayi, Bila obat diberikan pada ibu menyusui, yang perlu
diketahui adalah14:
- Berapa banyak obat tersebut dikeluarkan melalui ASI.
- Berapa banyak obat tersebut yang diserap oleh bayi.
- Sejauh mana obat tersebut mempengaruhi laktasi.
Obat-obat pilihan pada wanita menyusui18:
Analgesik Asetaminofen, ibuprofen, ketoprofen, asam mefenamat
Antikoagulan Asenokumarol, heparin, warfarin
Antidepresan Sertralin, antidepresan trisiklik
Antiepilepsi Karbamazepin, fenitoin, asam valproat
Antihistamin Loratadin
Antimikroba Aminoglikosida, sefalosprin, makrolid, penisilin
Antagonis β-adrenergik Labetalol, propanolol
Obat endokrin Insulin, levotiroksin, propiltiourasil
Glukokortikoid Prednisolon dan prednison
Sedangkan obat-obat yang dilarang dikonsumsi selama masa laktasi antara lain:
Bromokriptin (menekan laktasi), obat kemoterapi, ergotamin (muntah, diare dan
kejang pada bayi), litium, metotreksat (menekan imun bayi) kokain (intoksikasi),
siklofosfamid (menekan sistem imun, karsinogenesis, neutropenia), siklosporin
(supresi imun), fenisidin (halusinogen), fenidion (memperpanjang PT dan PTT
bayi) dan obat-obat yang mengandung bahan radioaktif18, 19.
Konsumsi kafein harus dibatasi, maksimal 300 mg/hari (sekitar 1-3 gelas
kopi), karena dapat menyebabkan bayi menjadi sulit tidur dan timbul iritabilitas.
Tetapi biasanya wanita peminum kopi telah terbiasa mengurangi konsumsi kopi
mereka sejak kehamilan20.
Rekomendasi kontrasepsi hormonal bila digunakan oleh wania menyusui18:
Progestin oral mulai diberikan setelah 2-3 minggu melahirkan
Depot medroksiprogesteron asetat mulai diberikan setelah enam
minggu melahirkan
Implantasi hormonal dimasukkan setelah enam minggu postpartum
Kombinasi estrogen-progesteron dimulai setelah enam minggu
postpartum, dan hanya diberikan jika laktasi baik dan status gizi anak
terpantau dengan baik.
2.11. Menyusui pada Waktu Hamil14
Menyusui pada saat ibu sedang hamil bukan sebagai faktor risiko untuk
melahirkan bayi prematur atau mengganggu pertumbuhan janin intrauterin
asalkan ibu sehat, mendapat diet yang baik serta tidak terdapat kontraindikasi.
Penyapihan dapat dilakukan secara bertahap yaitu sampai usia kehamilan 5-6
bulan, karena setelah trimester kedua pertumbuhan janin sangat pesat. Seringkali
anak tidak mau menyusu dengan sendirinya kalau ibunya sedang hamil, hal ini
disebabkan adanya perubahan hormonal pada ibu hamil yang menyebabkan
menurunnya produksi ASI dan puting susu menjadi lebih lunak. Penyapihan juga
bisa datang dari ibunya, karena adanya perasaan yang kurang nyaman,
mual/muntah, atau kelelahan pada ibunya. Penyapihan yang mendadak hanya
dilakukan kalau terdapat fisiko untuk melahirkan prematur yaitu anamnesis
terdapat abortus/kelahiran prematur terdapat kehamilan kembar, adanya tanda-
tanda abortus/kelahiran prematur terdapat penurunan berat badan ibu/tidak
menunjukkan kenaikan berat badan setelah trimester pertama kehamilan dan pada
ibu dengan hiperemesis.
Diet harus diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan produksi ASI dan
kehamilannya, serta faktor kelelahan pada ibu. lbu hamil yang masih menyusui
harus cukup mendapat tambahan kalori, protein, vitamin-vitamin, banyak minum
dan istirahat yang cukup. Tambahan kalori disesuaikan dengan jumlah ASI yang
dikonsumsi anak, serta berpedoman pada kenaikan berat badan nomal yang
seharusnya dicapai oleh ibu hamil.
Berat badan anak yang masih menyusui tersebut harus dimonitor secara teratur,
terutama kalau umur anak di bawah satu tahun, karena adanya penurunan
produksi ASI pada waktu ibu sedang hamil. Oleh karena itu secara bertahap anak
diperkenalkan susu formula, sehingga pada waktu disapih anak sudah mau minum
susu formula tersebut, di samping makanan tambahan lain yang sesuai dengan
umur anak.
Ada kalanya anak masih menyusu sampai adiknya lahir (tandem breastfeeding).
Ini sering terjadi pada anak yang masih belum usia satu tahun tetapi ibunya sudah
hamil lagi, sehingga anak masih tergantung pada ibunya baik secara fisik maupun
emosional. Apabila anak yang lebih tua sukar disapih, maka anak disusui hanya
untuk memenuhi kebutuhan emosinya saja. Karena anak tersebut sudah dapat
makan makanan lain selain ASI, sedangkan adiknya harus diutamakan karena
sepenuhnya masih tergantung pada ASI terutama pada bulan-bulan pertama
setelah lahir. Pada kasus-kasus tersebut di atas, peran petugas kesehatan adalah:
- Memberikan penjelasan tentang baik buruknya menyusui pada waktu ibu
sedang hamil/menyusui kakak-adik sekaligus
- Menggali perasaan ibu tentang keputusannya untuk menyusui dengan cara
tersebut diatas, serta diskusikan emosi yang menyertainya.
BAB III
RANGKUMAN
Angka kematian bayi dan angka kejadian kurang gizi masih tinggi di
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya, salah
satunya melalui Gerakan Sayang Ibu. Melalui Gerakan Sayang Ibu, yang turut
mensukseskan strategi Ten Steps to Successful Breastfeeding, diharapkan ibu lebih
menyadari bahwa pemberian ASI merupakan makanan yang terbaik untuk
bayinya. Keunggulan ASI perlu ditunjang oleh cara pemberian yang benar,
sehingga diperlukan usaha-usaha/pengelolaan yang benar, agar setiap ibu dapat
menyusui sendiri bayinya.
Selain kandungan ASI adalah yang terbaik untuk bayi, pemberian ASI juga
baik untuk kesehatan ibu, membantu Keluarga Berencana, serta mempererat
hubungan ibu dan bayi. Untuk dapat menyusui dengan baik, ibu perlu
mempersiapkan diri terlebih dulu, dengan mengumpulkan informasi dan
mengikuti penyuluhan mengenai menyusui dan hal-hal yang berhubungan dengan
itu, memeriksa payudara, serta mendapat dukungan moril dari keluarga. Ibu perlu
mengetahui teknik menyusui dengan benar serta tandanya bila berhasil, lama dan
frekuensinya, cara mengeluarkan ASI bila tidak ingin langsung diberikan pada
bayi, masalah-masalah mengenai menyusui yang sering terjadi dan bagaimana
penanganannya, serta obat-obat mana yang aman dikonsumsi selama masa
menyusui. Perlu pula diingat bahwa meskipun dapat menjarangkan kehamilan,
menyusui bukanlah suatu metode kontrasepsi yang dapat diandalkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim KPP. Pedoman Gerakan Sayang Ibu. Diakses tanggal 17 September 2006 dari http://www.menegpp.go.id/menegpp.php?cat=detail&id=book&dat=24
2. T.NW-hp. Untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan, perlu komitmen nasional. 22 November 2005. diakses tanggal 17 September 2006 dari http://www.depkominfo.go.id/?action=view&pid=news_aceh&id=477
3. Sara. Pekerjaan rumah yang menumpuk. 21 Februari 2005. diakses tanggal 17 September 2006 dari http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=285
4. Wagner CL. Human milk and lactation. 7 Agustus 2004. diakses 10 September, 2006 dari http://www.emedicine.com/ped/topic2594.htm
5. Soetjiningsih, Peran Air Susu Ibu dalam pencegahan dan penatalaksanaan diare akut, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 64-76.
6. Kari IK, Anatomi payudara dan fisiologi laktasi, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 1-15.
7. Graham III PL, Breast milk, 16 November 2004, diakses 10 September 2006 dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002451.htm
8. Suraatmaja S, Aspek gizi Air Susu Ibu, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 16-28.
9. Anonymous, The puerperium, Dalam: Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology, Jones DL, penyunting. London: Mosby International Limited, 1999: 93-7.
10. Santosa H, Faktor-faktor kekebalan di dalam Air Susu Ibu, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 29-41.
11. Hamid Abdul, Prematuritas dan Air Susu Ibu, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 58-63.
12. Padmawati IA, Manajemen Laktasi, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 77-95.
13. Stuebe A, Breast milk, 15 Januari 2005. Diakses tanggal 10 September 2005 dari: http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/graphics/images/en/19741.jpg&imgrefurl=http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/000115.htm&h=320&w=400&sz=15&hl=id&start=3&tbnid=zzcoyBso3x4gyM:&tbnh=99&tbnw=124&prev=/images%3Fq%3Dbreast%2Bmilk%26svnum%3D10%26hl%3Did%26lr%3D
14. Soetjiningsih, Masalah-masalah yang sering terjadi pada menyusui, Dalam: ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, Soetjiningsih, penyunting. Jakarta: EGC, 1997: 105-24.
15. Thorpe M, Breastfeeding: breast care and diet. Diakses tanggal 10 September 2006 dari http://www.parentscanada.com/458/Breastfeeding:%20Breast%20Care%20&%20Diet.htm
16. Weinstein M, Lange: Current Obstetric and Gynecologic, Edisi ke-9, DeCherney AH, Nathan L, penyunting. New Delhi: McGraw Hill, 2003: 548-9.
17. Newman J, Blocked ducts and mastitis. Diakses tanggal 10 September 2006 http://www.parentingweb.com/lounge/newman/nm_ducts_mast.htm
18. Anonymous, The puerperium, Dalam: Williams Obstetrics, Edisi ke-22, Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III L, Wenstrom KD, Penyunting. New York: McGraw Hill, 2005: 699-704.
19. Newman J, Frequently Asked breastfeeding Questions. Diakses tanggal 10 September 2006 dari http://www.parentingweb.comlounge/newman/nm_stillbf.htm
20. Homeier BP, Breast and bottle feeding, Juli 2005. Diakses tanggal 10 September 2006 dari http://www.kidshealth.org/parent/growth/feeding/breast_bottle_feeding.html