BALITBANG DIKDASMEN DIKTI PLSP KEBUDAYAAN … … · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN...
Transcript of BALITBANG DIKDASMEN DIKTI PLSP KEBUDAYAAN … … · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIBERNETIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
SMAN 4 KENDARI
OlehDR. FAHINU, M.Pd
Abstract
The learning process in high school emphasizes more on ‘doing’ aspect, and less on ‘thinking’ aspect. The basic understanding in learning is just rote learning, not reasoning and thinking skill. Consequently, the students’ critical thinking ability is not well-developed. An alternative of mathematics learning model that could enhance students’ critical thinking is cybernetic learning model is based on constructivism. Problem form: Does applying of cybernetics learning model more effective improve students critical thinking ability when compared to conventional learning model?This research is a posttest control design experiment. The population is mathematics education student, and the sample is 64 students who enrolled in class Xst SMAN 4 Kendari, 2011/2012 cademic year. Based on the result, it is found that Students treated by cybernetic learning model significantly better in critical thinking ability compared to students treated by conventional learning model.Key Word: critical thinking, cybernetic, learning model
PENDAHULUAN
Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran
adalah memilih dan menentukan materi, strategi, dan media pembelajaran yang
tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Hal
ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, sumber
belajar hanya dituliskan secara garis besar yang harus disusun lagi oleh guru
dalam bentuk bahan ajar. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok
tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap dan sesuai tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai (Moore, 2005:115). Selanjutnya, bagaimana cara
memanfaatkan/menerapkan bahan ajar tersebut.
Kenyataan di lapangan, guru-guru matematika di SMA belum bisa memilih
strategi, dan media pembelajaran yang tepat dalam rangka membantu siswa untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Penekanan pembelajaran guru masih
didominasi oleh keterampilan manipulatif, konsep tidak divisualisasikan secara
konkrit dan sistem evaluasinya juga masih menekankan pada keterampilan
berhitung saja. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap
konsep-konsep matematika dan akan berimplikasi terjadinya kesulitan siswa
dalam menyelesaikan soal matematika yang bersifat konseptual. Kesulitan ini,
menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa kurang berkembang.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa penerapan model pembelajaran sibernetik lebih efektif
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa dibandingkan dengan
model pembelajaran konvensional di kelas X SMA Negeri 4 Kendari?
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan model pembelajaran
sibernetik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dikelas X
SMA Negeri 4 Kendari.
Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) memberikan
informasi kepada guru matematika SMA dalam rangka meningkatkan
profesionalisme keguruan. 2) memberikan informasi kepada penentu kebijakan
pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Kendari.
Kemampuan Berpikir Kritis Matematik
Berpikir kritis adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti
induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran. Menurut Ennis dalam Fahroyin
(2009) berpikir kritis merupakan cara berpikir reflektif yang masuk akal atau
berdasarkan nalar untuk menentukan apa yang akan dikerjakan dan diyakini.
Kemampuan berpikir kritis merupakan proses kognitif untuk memperoleh
pengetahuan. Kemampuan berpikir kritis juga merupakan aktivitas berpikir
tingkat tinggi seperti kemampuan melakukan analisis dan evaluasi bukti,
identifikasi pertanyaan, kesimpulan logis, memahami implikasi argumen. Mc
Murarry dalam Fahroyin (2009) menyampaikan bahwa berpikir kritis merupakan
kegiatan yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah, guru diharapkan
mampu merealisasikan pembelajaran yang mengaktifkan dan mengembangkan
2
kemampuan berpikir kritis pada siswa. Schaferman dalam Hartono (2007)
menyatakan bahwa perencanaan pembelajaran MIPA oleh guru untuk
pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa adalah keharusan.. Oleh karena
itu, agar siswa memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi harus dilatih
keterampilan kritis, kreatif, pemecahan masalah, dan membuat keputusan.
Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Garrison, Anderson, dan Archer,
yaitu (1) Trigger event, (2) Exploration (eksplorasi), (3) Integration (integrasi),
dan (4) Resolution (mengulangi penyelesaian).
Model Pembelajaran Sibernetik
Model pembelajaran sibernetik menurut Sukamto (1993) adalah
suatu pembelajaran yang memadukan suatu keterampilan dengan penampilan
praktek, umpan balik, latihan, sampai dengan dikuasainya keterampilan itu.
Langkah-langkah model pembelajaran sibernetik menurut Simunza (2000) adalah
sebagai berikut.
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk
mengeksplorasi konsep metematika dengan menggunakan teknologi.
2) Guru menyajikan informasi melalui Lembar Kerja Siswa (Design Problem).
3) Guru mengorganisasikan siswa kedalam kelompok yang heterogen, masing-
masing kelompok terdiri atas 2-3 orang siswa (Cooperative Group Work).
4) Guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS.
5) Guru membimbing siswa melakukan manipulasi matematis dengan
menggunakan software derive 6.0 (Technology Used Appropriately, Hand
On-Activity and Concrite Result).
6) Guru mengarahkan siswa mengkonstruksi pengetahuan konseptual
matematika (Verbal Expression).
7) Guru mengarahkan siswa untuk menelaah kembali masalah secara teliti
(Revisit The Problem).
3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012
pada bulan Juli-september 2009 di Kelas X SMA Negeri 4 Kendari. Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan disain sebagai berikut.
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Post tes
Eksperimen X1 Y1
Kontrol X2 Y2
Keterangan:
X1 = pembelajaran sibernetik teori-praktek
X2 = pembelajaran konvensional
Y1 = hasil tes kemampuan berpikir kritis setelah perlakuan di kelas eksperimen.
Y2 = hasil tes kemampuan berpikir kritis setelah perlakuan di kelas konvensional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 4
Kendari tahun ajaran 2011/2012 yang tersebar dalam 9 kelas paralel yakni kelas
X-1 sampai kelas X-9. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan teknik
purposive random sampling dengan mengambil dua kelas yang mempunyai
kemampuan yang relatif sama yaitu kelas X-1 dan kelas X-2.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi untuk
mengumpulkan data atau informasi hasil pelaksanaan pembelajaran. Tes
kemampuan berpikir kritis terdiri atas 6 item dengan tingkat reliabilitas 0,84.
Pengumpulan data kemampuan berpikir kritis matematik siswa dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes essai yang berjumlah 6 butir
soal, yang dilaksanakan pada akhir kegiatan proses pembelajaran sibernetik teori-
praktek (kelas eksperimen) dan pembelajaran matematika secara konvensional
(kelas kontrol). Sedangkan data tentang pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas
siswa selama proses tersebut diperoleh melalui instrumen lembar observasi dan
pasca-observasi siswa dan guru.
4
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan dua teknik
statistik, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.
1) Statistik deskriptif yang meliputi data kemampuan berpikir kritis matematik
siswa dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan sampel dalam bentuk
persentase, rata-rata, standar deviasi, range, varians, median, modus, nilai
maksimum, dan nilai minimum. Untuk hasil pengamatan pengelolaan
pembelajaran dan aktivitas siswa digambarkan dalam bentuk persentase.
2) Statistik inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian, yang
dilakukan dengan tahapan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa kemampuan berpikir kritis
matematik siswa pada kelas eksperimen memiliki karakteristik statistik yaitu nilai
rata-rata 62,91; standar deviasi 16,72; nilai minimum 34; nilai maksimum 92;
median 63; dan modus 67. Secara grafik, sebaran data kemampuan berpikir kritis
pada kelas eksperimen ini, dapat diamati pada tampilan grafik histogram berikut.
Grafik 1. Sebaran Data Hasil Post- Test Kelas Eksperimen
5
Frek
uens
i
10
8
6
4
2
0100.0080.0060.0040.00
Mean =62.91Std. Dev. =16.717
N =32
__
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa kemampuan
berpikir kritis matematik siswa pada kelas kontrol memiliki karakteristik statistik
yaitu nilai rata-rata 46,31; standar deviasi 13,78; nilai minimum 28; nilai
maksimum 81; median 45; dan modus 53. Secara grafik, sebaran data kemampuan
berpikir kritis matematik siswa pada kelas kontrol dapat diamati pada tampilan
grafik histogram berikut.
Grafik 2. Sebaran Data Post – Tes Kelas Kontrol
6
80.0060.0040.0020.00
Frek
uens
i
8
6
4
2
0
Mean =46.31Std. Dev. =13.783
N =32
Berdasarkan hasil uji prasyarat, diperoleh bahwa data penelitian ini adalah
normal dan homogen. Oleh karena itu, untuk menguji hipotesis penelitian
menggunakan uji-t indenpenden. Hasil pengujian diperoleh bahwa nilai thitung =
4,33 dan nilai ttabel = 1,670. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel sehingga H0
ditolak. Hal ini berarti bahwa pembelajaran sibernetik teori-praktek lebih efektif
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa dari pada
pembelajaran konvensional pada pokok bahasan persamaan kuadrat.
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian data sebelumnya, maka diperoleh hasil bahwa
pembelajaran sibernetik teori-praktek lebih efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematik siswa bila dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional di SMA Negeri 4 Kendari. Hasil temuan ini juga
7
mengindikasikan bahwa pembelajaran sibernetik teori–praktek berpengaruh
terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran sibernetik teori-praktek pada pokok
bahasan persamaan kuadrat, pada pertemuan pertama terlihat bahwa kesiapan
siswa untuk mengikuti pembelajaran baik secara fisik maupun psikis belum begitu
baik. Dibuktikan dengan masih ada beberapa siswa yang masuk terlambat dan
sibuk dengan aktifitas otak-atik komputer didepannya (bermain internet ataupun
bermain game). Disamping itu, pembelajaran ini juga baru bagi mereka
menggunakan komputer (derive), karena tidak seperti biasa yang selalu di ruang
kelas. Namun secara umum, meskipun ini merupakan hal baru, antusiasme siswa
lumayan besar. Terlihat dengan banyaknya siswa yang memperhatikan ketika
guru menjelaskan tata cara menggunakan program derive, dan aktif bertanya
tentang hal-hal yang tidak mereka ketahui. Dari sisi guru, berdasarkan hasil
wawancara langsung sebagai pelaksana pembelajaran di kelas, diperoleh
informasi bahwa pada pertemuan pertama tersebut guru merasa puas karena
secara umum terlihat semua siswa termotivasi untuk belajar. Meskipun demikian,
guru masih melihat adanya beberapa siswa yang pusing dalam kelompok karena
tidak tahu ingin berbuat apa. Selain itu, berdasarkan wawancara juga terungkap
bahwa yang menjadi kesulitan siswa adalah mengoperasikan matematika
menggunakan derive. Disamping itu guru juga kesulitan karena ruang
laboratorium terlalu besar sehingga ketika guru menjelaskan masih ada beberapa
kelompok yang tidak memperhatikan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan
guru dan siswa, pada pertemuan selanjutnya, guru akan melakukan pembelajaran
8
dalam kelas sebagai tahap penanaman konsep, setelah itu dilaksanakan dalam
laboraorium komputer.
Secara garis besar, pertemuan pertama merupakan tahap pembelajaran
guru dan siswa terhadap pembelajaran sibernetik teori - praktek dan perintah-
perintah (tools) matematika yang terdapat dalam program derive.
Pada pertemuan kedua, siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran
sibernetik teori - praktek . Siswa secara berkelompok sudah mampu secara
mandiri dalam melaksanakan langkah-langkah kegiatan dalam LKS. Selain itu,
siswa sudah banyak yang mengetahui cara menggunakan derive terbukti dengan
berkurangnya jumlah siswa yang bertanya dibandingkan dengan pertemuan
pertama. Siswa juga aktif berkomunikasi dengan teman antar kelompoknya dan
bahkan ke kelompok lain sekedar memastikan langkah kegiatan pengerjaan
mereka. Namun kesulitan lain yang ditemui adalah masih adanya beberapa siswa
yang belum bisa menggunakan komputer.
Dari sisi guru, pada wawancara pasca pertemuan kedua, terdapat beberapa
ketidakpuasan dan kesulitan selama pembelajaran, diantaranya adalah waktu yang
diprogramkan untuk menyelesaikan materi pembelajaran tidak dapat dipenuhi dan
ruang laboratorium terlalu luas sehingga susah dalam mengontrol suara dan siswa.
Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan tersebut, pada pertemuan berikutnya
pembelajaran dilakukan dalam ruangan kelas dengan menggunakan laptop 10
buah dan rencana pembelajaran akan direvisi agar waktu lebih efisien.
Pada pertemuan ketiga, dalam proses belajar mengajar siswa sudah lebih
responsive dan mandiri. Pembelajaran berlangsung maksimal sesuai dengan
9
langkah-langkah kegiatan pembelajaran. Interaksi antarsiswa juga semakin baik,
serta keberanian untuk mengemukakan pendapat semakin kuat diantara beberapa
siswa. Meskipun masih ada juga siswa yang memiliki kemampuan ICT
(Information, Comunication and Technology) dibawah rata-rata. Adapun yang
menjadi kesulitan guru pada pertemuan ketiga adalah jumlah laptop yang
diperkirakan ternyata tidak mencukupi, sehingga satu kelompok terdapat 4 orang
siswa. Olehnya itu, pada pertemuan berikutnya laptop akan ditambah dan rencana
pembelajaran akan direvisi karena penggunaan waktu yang berlebih.
Pada pertemuan keempat, suasana pembelajaran berlangsung lebih baik
lagi. Selain karena guru yang semakin baik dalam menjelaskan materi dan
mengaitkannya dengan derive, juga disebabkan oleh karena LKS telah dimiliki
oleh siswa, maka setiap penanaman konsep selesai tanpa diperintahkan oleh guru,
sebagian siswa langsung mengujinya dengan derive. Hal ini menunjukkan adanya
sikap yang semakin positif dalam diri siswa terhadap matematika. Namun tetap
saja masih ada siswa yang memiliki kemampuan ICT masih kurang. Oleh karena
itu, guru berinisiatif untuk membimbing secara individu terhadap siswa tersebut.
Pada pertemuan kelima, aktifitas siswa dalam pembelajaran menjadi
semakin baik. Siswa antusias dalam memberikan tanggapa-tanggapan terhadap
masalah yang diberikan oleh guru ataupun berdasarkan
pendapat-pendapat/jawaban yang berasal dari teman kelompok lain. Selain itu,
siswa semakin tertarik untuk mengeksplorasi konsep-konsep matematika
menggunakan derive. Dari sisi guru, kegiatan pembelajaran sibernetik teori -
praktek semakin menarik minat guru untuk mencoba menerapkan dan
10
mengembangkannya pada konsep/materi lain. Begitupun pada pertemuan keenam,
segala aspek yang diamati telah terpenuhi secara baik dan berjalan sesuai rencana,
dengan melihat semangat dari para siswa termasuk guru, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran sibernetik teori - praktek telah memberikan
ruang kepada guru dan siswa untuk menyenangi matematika yang bersifat abstrak.
Kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang belajar melalui
pembelajaran sibernetik teori - praktek lebih baik daripada yang belajar melalui
pembelajaran konvensional disebabkan karena pembelajaran ini mendorong
perkembangan aktual dan perkembangan potensial siswa. Melalui pertanyaan-
pertanyaan yang dimuat dalam lembar kegiatan siswa (LKS) mendorong
perkembangan aktual siswa. Sedangkan melalui interaksi antar siswa mendorong
perkembangan potensial siswa.
Siswa yang belajar melalui pembelajaran sibernetik teori - praktek
melakukan pengamatan, mengklasifikasi, membuat analogi, menganalisis, dan
membuat kesimpulan (generalisasi) untuk menemukan konsep, prosedur dan
prinsip matematika. Melalui aktivitas mental seperti itu, kemampuan berpikir non-
prosedural siswa mendapat kesempatan diberdayakan. Oleh karena itu
pembelajaran sibernetik teori - praktek mengkondisikan siswa melakukan proses
berpikir kritis. Dengan melakukan proses berpikir untuk menemukan konsep,
pemahaman pada konsep yang diperoleh siswa lebih bermakna.
Terjadinya proses berpikir kritis dalam menemukan konsep, prosedur dan
prinsip matematika sangat bergantung pada pertanyaan-pertanyaan yang disajikan
dalam lembar kerja siswa (LKS). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus
11
mendorong siswa melakukan proses menganalisis, menemukan analogi, dan
mengevaluasi.
Hambatan dalam pembelajaran sibernetik teori – praktek, selain karena
merupakan sesuatu hal yang baru, juga pada kemampuan siswa yang bervariasi.
Dengan demikian tingkat kesulitan yang dihadapi siswa beragam pula dalam
menemukan sebuah konsep matematik. Karena kesulitan yang dihadapi siswa
beragam, maka untuk mengefektifkan proses pembelajaran perlu adanya kerja
sama antar siswa dalam kelompok kecil. Dalam kelompok kecil ini siswa
berinteraksi secara kooperatif untuk menemukan konsep, prosedur dan prinsip
matematika. Selanjutnya mereka berinteraksi dalam kelompok besar, yaitu diskusi
antar kelompok.
Dalam mengkonstruksi konsep, siswa mendapat bantuan dari guru.
Bantuan yang diberikan guru (intervensi guru) berbentuk pertanyaan-pertanyaan
yang lebih sederhana dan yang lebih mengarahkan siswa untuk mengkonstruksi
konsep. Bentuk bantuan tersebut sebagai lanjutan dari pengajuan pertanyaan-
pertanyaan yang telah dituangkan melalui lembar kerja siswa (LKS).
Berhasil atau tidaknya siswa menemukan konsep, prosedur, dan prinsip
matematika bergantung pula pada bentuk pertanyaan- pertanyaan yang disajikan
dalam lembar aktivitas siswa maupun yang secara lisan pada saat siswa bekerja
sama dalam kelompoknya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus terjangkau
oleh pikiran siswa. Hal tersebut agar tidak membuat siswa gagal dalam
menemukan konsep. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak merasa frustasi yang
dapat mengakibatkan mereka kehilangan semangat dan percaya diri dalam
12
menemukan konsep. Dengan demikian, pada akhirnya bahwa secara umum
pembelajaran sibernetik teori-praktek potensial dalam memberikan pengaruh
positif terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
dikemukakan kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa di SMA Negeri 4 Kendari yang
diajar menggunakan pembelajaran sibernetik teori-praktek memiliki nilai
rata-rata 62,91; standar deviasi 16,72; nilai minimum 34; dan nilai maksimum
92; median 63; dan modus 67.
2. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa di SMA Negeri 4 Kendari yang
diajar menggunakan pembelajaran konvensional memiliki nilai rata-rata
46,31; standar deviasi 13,78; nilai minimum 28; dan nilai maksimum 81;
median 45; dan modus 53.
3. Penerapan pembelajaran sibernetik teori - praktek lebih efektif meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematik siswa dibandingkan dengan
menggunakan pembelajaran konvensional di kelas X SMA Negeri 4 Kendari.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat disarankan
hal-hal sebagai berikut:
13
1. Bagi pihak sekolah hendaknya memberdayakan pengelolaan laboratorium
komputer agar menciptakan sumber daya manusia yang menguasai teknologi
komputer dan berdaya saing.
2. Bagi guru yang bidang studi matematika sebaiknya menerapkan dan
mengembangkan pembelajaran sibernetik teori-praktek pada materi-materi
matematika yang lainnya, dalam upaya membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir kritis.
3. Bagi peneliti, perlu mengembangkan dan memperluas penelitian tentang
pembelajaran sibernetik teori-praktek pada materi-materi matematika yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afgani, Muh. Win. 2008. Proposal Tesis: Pengembangan Materi Program Linear pada Media Komputer Berbasis Website untuk Memotivasi Siswa Belajar Mandiri Di Sekolah Menengah Atas. Palembang : Universitas Sriwijaya
Akhirni, A. 2007. Pengembangan Website Sebagai Media Pembelajaran Pada Pokok Bahasan Limit Fungsi Dan Turunan Di Kelas XI SMA Negeri 1 Indralaya. Skripsi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya, Indralaya. Sumatera Selatan, Indonesia.
Anwar, L. 1990. Kepemimpinan dalam Proses Belajar Mengajar. Angkasa:
Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
14
Arsyad, A. 2003. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Brookfield, S. D. 1987. Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey-Bass
Budiana. 2003. Penggunaan Komputer Dalam Pembelajaran Remedial Matematika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
Bullen, M. 1997. A Case Study of Participation and Critical Thinking in a University Level Course Delivered by Computer Conferencing. Tersedia: http://www2. cstudies . ubc.ca/~bullen/Diss/thesis.doc
Dick, W and Carey, L. 1978. The Systematic Design of Instruction. Scott, Foresman and Company, United States of America.
Dubinsky, Ed. 2001. A Theory of Learning in College Mathematics Course. Tersedia: (http://www.mathstore.ac.uk/newsletter/may2001/pdf/learning.pdf).(Akses internet Nopember 2004).
Ermiyanti. 2007. Pengembangan Media Pembelajaran Menggunakan Perangkat Lunak Bantu Animasi Pada Pokok Bahasan Trigonometri Di Kelas X SMA Negeri 19 Palembang. Skripsi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia.
Fahroyin, Muhamad. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis. (http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html).(diakses tanggal 24 Juni 2009).
Furner, Yahya, and Duffy. 2008. 20 Ways To Teach Mathematics : Strategies to Reach All Students. (http://www.teachingstrategiesbyjen.com/documents/ Math.pdf ).(diakses tanggal 24 Februari 2009).
Garrison. D. R., Anderson, T. & Archer, W. 2001. Critical Thinking and Computer Conferencing: A Model and Tool to Assess Cognitive Presence. Tersedia: http:// communitiesofinquiry.com/documents/CogPresFinal. pdf.
Hamalik, O. 1983. Pendekatan Baru Strategis Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Sinar Baru: Bandung.
Hartono, A B. 2007. Menyertakan Lingkungan & Memanfaatkan Multimedia Agar Minat & Prestasi Belajar Matematika Meningkat. (http://p4matematika.com /web/index.php).( diakses tanggal 24 Juni 2009).
15
Heinich, R. et al. 1986. Instructional Media and The New Technologies of Instruction. Macmillan Publishing : New York.
Hudoyo, Herman. 1998.Belajar Mengajar. Departemen P dan K Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Jakarta.
Ibrahim, M. & Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. University Press Marianty A.: Surabaya.
Ismail, 2000. Model-Model Pembelajaran. Depdiknas: Jakarta.
Kadir, A., 2000. Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD (tesis). PPS-UNJ: Jakarta.
Kersaint, G. 2007. Toward Technology Integration in Mathematics Education : A Technology-Integration Course Planning Assignment. University of South Florida.(www.citejournal.org/articles/v7i4mathematics1.pdf.(diakses tanggal 29 Juni 2009).
Kurniati, T. (2001). Pembelajaran pendekatan keterampilan proses saians untuk meningkatakan kemampuan berpikir kritis siswa. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Launch Pad. 2001 Thinking Skill. Westminster Institute of Education. Oxford Brookes University. Oxford press : London.
Engstrom, L. 2003. Teacher’s Role when using the Computer in Mathematics Education . (akses internet 2 Juli 2009).
Malone, J.A, dan Taylor, P.C.S. 1993. Constructivist Interpretation of Teaching and Learning Mathematics. Perth, Australia: Curtin University of Technology.
Moore, K D. 2005. Effective Instructional Strategies From Theory to Practice. Sage Publication, Inc. Thousand Oaks, London, New Delhi.
Nasution, Andi. 1995. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
Norris, S.P. & Ennis, R. 1989. Evaluating Critical Thinking (dalam R.J. Schwartz & D. N. Perkins (Eds), The Practitioners' Guide to Teaching Thinking Series. Pacific Grove, California: Midwest Publications.
Pangaribuan, T .1997. Kamus Populer Lengkap. CV Pustaka Setia: Bandung
Rafik, A. 2007. Pendesainan Materi Pembelajaran Matematika Menggunakan Windows Movie Maker Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
16
Lengkung Di Kelas IX SMP Xaverius 1 Palembang. Skripsi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia.
Reisser , R A dan Dempsey, J V. 2002. Trends and Issues in Instructional Design and Technology. Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, New Jersey.
Riana, F. 2007. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode e-learning. (http://media.diknas.go.id/media/document/4372.pdf).(diakses tanggal 29 Juni 2009).
Ruseffendi, H.E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika. Tarsito : Bandung
Rustini, Intang. 2005. Keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Squaredalam kegiatan praktikum materi penceramaran air. Skripsi Sarjana Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung (tidak diterbitkan).
Simunza, G. 2000. The Fifth Rule: Experiential Mathematics. http://p4matematika.com /experiental-mathematics.pdf.(diakses tanggal 4 nopember 2004)
Said, A. 2004. Efektifitas Computer Assisted Instructional (CAI) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri.Jurnal DepartemenPendidikanNasional.(http://www.depdiknas.go.id/jurnal/58/j58_04.pdf .(diakses tanggal 2 Juli 2009).
Suciati. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Unversitas Terbuka : Jakarta
Sugiyono, Dr.,Prof. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta : Bandung.
Suharto, B. 1997. Pendekatan dan Teknik dalam Proses Belajar Mengajar. Tarsito: Bandung.
Sukamto,T., Wardani, I.G.A.K., dan Winataputra, U.S. 1993. Prinsip Belajar dan Pembelajaran. Ditjen Dikti :Jakarta
Sukardi dan Maramis. 1989. Penilaian Keberhasilan Belajar. Airlangga: Surabaya
Suparyono.2008.Pengertian Pembelajaran. (http://ayonganteng.blogspot.com /2008/ 01/ pengertianpembelajaran.html) .(diakses tanggal 24 juni 2009).
17
Soetomo. 1993. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Penerbit Usaha Nasional : Surabaya.
Usman, M. Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya: Bandung.
18