BAB VI ( Sepsis Neonatorum )

download BAB VI ( Sepsis Neonatorum )

of 10

description

sepsis

Transcript of BAB VI ( Sepsis Neonatorum )

BAB VI

BERBAGI INFORMASI6.1. Penggolongan infeksi berdasarkan berat dan ringannya ( infeksi mayor dan infeksi minor )Penyakit infeksi pada neonatus beradasarkan berat dan ringannya ( mayor infection dan minor infection ) dapat dibedakan menjadi :1. Infeksi berat ( mayor infection ) :

a) Sepsis neonatorum

b) Meningitis pada neonatus

c) Aspirasi pneumonia

d) Osteitis akut

e) Diare

f) Tetanus neonatorum

g) Septikemia

2. Infeksi ringan ( minor infection )

a) Oftalmia neonatorum

b) Infeksi umbilicus

c) Monialisis

d) Stomatitis

( Brook, 2002 )

Beberapa contoh infeksi berat dan ringan pada bayi :

Infeksi Berat

1. Sifilis kongenital

Sifilis merupakan penyebab dari 1/3 kasus lahir mati. Sifilis sekarang memiliki peran yang kecil tetapi presisten dalam kematian janin. Spiroketa mudah menembus placenta dan dapat menyebabkan infeksi congenital karna adanya imuno- inkompetensi relative sebelum 18 minggu, janin biasanya tidak memperlihatklan gejala kllinis jika terinfeksi sebelum kurun ini. frekunsi sifilis congenital bervariasi sesuai stadim damn durasi infeksi pada ibu.. insidensi tertinggi adalah pada neonatus yang lahir dari ibu dengan sifilis dini ( primer, sekunder, atau laten dini insidensi terendak pada penyakit laten lanjut ) penting di ketahui bahwa stadim sifilis pada ibu dapat menyebabkan infeksi pada janin. Infeksi sifilis congenital di bagi menjadi stadium dini yang bermanisvestasi pada masa neonatus, dan penyakit stadim lanjut yang bermanivestasi pada remaja.

2. Sepsis neonatorum

Gejala sespis pada neonantus telah diterangkan pada diagnosis infeksi perinatal. Dengan menemukan gejala tersebut, apalagi dari anamnesis diketahui terdapat kemungkinan adanya infeksi antenatal atau infeksi maka tindakan yang dilakukan ialah :

1. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu biakan darah dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan laboratorium rutin.

Biakan darah 2 uji resistensi.

3. Fungsi lumbal dan biakan cairan serebrospinalis dan uji resistensi.

4. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.

Infeksi Ringan

1. Pemfigu neonatorum

Biasanya pemfigus neonatorum berupa impetigo bullosa. Infeksi ini disebabkan oleh stafilokokkus. Mula-mula pemfigus timbul sebagai gelembung yang jernih, kemudian berisi nanah dan dikelilingi daerah yang kemerahan.

Gelembung-gelembung ini dapat terjadi berlipat ganda dan menyebabkan gejala-gejala umum yang berat. Kadang-kadang kulit terkelupas dan menjadi dermatitis eksfoliativa (Ritters disease).

2. Oftalmia neonatorum Blenorea atau konjungtivitis gonoroika disebabkan oleh infeksi gonokokkus (Neisseria gonorrboeae) pada konjungtiva pada waktu bayi melewati jalan-lahir. Selain itu, penyakit dapat ditularkan melaluin tangan perawat yang di kotori dengan kuman ini.

Konjuntiva mula-mula hiperemik terhadap edama palpebra, bulu mata lekat karena nanah. Penyakit ini dapat bersifat bilateral. Pada tingkat selanjutnya penyakit dapat menyerang kornea dan dapat menyebabkan buta.

Penderita harus diasingkan dan sebagai pengobatan lokal dapat diberi salep mata yang mengandung Neomisin Basistrasin, Kloramfenikol, atau Penisillin. Kadang-kadangperlu diberi antibiotik sebagai pengobatan umum

3. Infeksi pusat

Ujung pusat seringkali kena infeksi staphylococcus aureus. Tempat itu mengeluarkan nanah dan sekitarnya meraqh serta ada edama. Pada keadaan yang berat, infeksi dapat menjalar ke hepar melalui legamentum falsiformedan menyebabkan abses yang berlipat ganda.pada keadaan menahundapat terjadi granuloma pada umbilikus.

Sebagai pengobatan lokal diberi salep yang mengandung neomisin dan Basitrasin. Selain itu dapet juga dipake salep Gentaminisin. Kalu terdapat granuloma, dapat diolesi dengan larutan nitras argenti3%.

(Mansjoer, Arief,2009).6.2. Gejala infeksi pada Sepsis Neonatorum Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.

Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal :

Infeksi antenatal :

Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B.

Cntohnya : toksoplasmosis, malaria,sifilis dan TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Infeksi intranatal :

Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida. Infeksi pascanatal :

Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri Gram negatif.

Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:

1.Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau minum,suhu tidak stabil demam/hipotermia

2.Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung

3.Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis.

4.Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi.

5.Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang.

6.Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain

7.Gejala pada kulit : Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam.

( Titut S, 2000 )6.3. Fototerapi dan terapi pada Sepsis Neonatus Terapi sinar/ fototerapi :

Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar biru-hijau dengan panjang gelombang 425-490 nm untung mengubah bilirubun yang terkonjungasi menjadi isomer yang kurang berbahaya.

Indikasi di lakukannya terapi sinar :

1.Menurunkan kadar bilirubin direk pada bayi dengan hiperbilirubinemia/ ikterus non fisiologis.

2.Keadaan yang mempengaruhi terapi sinar : masa gestasi, berat lahir, umur bayi, dan faktor resiko (hipoksia, asidosis, sepsis, kelainan hemolisis).

Kontra indikasi di lakukannya fototerapi :

1.Hiperbilirubin direk / konjugasi.

2.Phofiria kongenital.Alat :

Unit terapi sinarLampu dapat berupa :

a. Tabung fluoresens penghasil sinar blue-green spectrum (430-490 nm) dengan kekuatan 30 uW/cm2.

b. Lampu halogen.

c. Sistem fiberoptic.

d. Lampu gallium nitrid.

e. Pelindung mata.

f. Pelindung lampu.

g. Kotak penghambat atau inkubator.

h. Kain atau tirai putih.

i. Pengukur suhu tubuh dan ruangan.

Gambar : Unit fototerapi

Gambar : Inkubator dengan bayi pemberian fototerapi.

Persiapan yang harus di lakukan sebelum pemberian fototerapi :

1.Hangatkan ruangan dengan suhu di bawa lampu 28-30 C.

2.Nyalakan alat dan periksa apakah seluruh lampu flourence menyala dengan baik.

3.Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator, letakkan kain putih mengelilingi area sekeliling alat, untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

4.Bila berat bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di boks bayi. Bayi yang lebih kecil di leteakkan dalam inkubator.

5.Tutup mata bayi dengsn penutup, pastikan penutup mata tidak menutupi lubang hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi penutup.

Gambar : Pemberian fototerapi pada bayi dengan penutup mata.

Tata cara pemberian terapi sinar :

1.Letakkan bayi di bawah lampu terapi dengan jarak 45-50 cm.

2.Letakkan bayi sedekat mengkin dengan lampu terapi (sesuai petunjuk atau manual dari pabrik pembuat alat).

3.Ubah posisi bayi tiap 3 jam.

4.Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya.

5.Pantau suhu tubuh bayi dan suhu ruangan tiap 3 jam.

6.Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam(pada bayi dengan kadar bilirubin yang cepat meningkat, bayi kurang bulan atau bayi sakit). Lakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar di hentikan.

7.Hentikan terapi sinar jika kadar bilirubin turun di bawah batas untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar.

Komplikasi akibat pemberian fototerapi :

1.Kerusakan retina mata.

2.Kelainan kulit (hiperpigmentasi,ruam,eritema, luka bakar).

3.Dehidrasi.

4.Diare.

5.Hipertermi.

6.Bronze baby syndrome.

Gambar : Bronze baby syndrome.

Yang harus di perhatikan dalam peberian fototerapi pada bayi :1.Bila kadar bilirubin tidak menurun atau cendrung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

2.Kebutuhan cairan meningkan selama pemberian terapi sinar.

3.Biasanya fases bayi menjadi cair dan berwarna kuning (keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus).

4.Bayi di pindahkan dari alat terapi sinar jika akan melakukan tindakan yang tidak dapat di lakukan di bawah terapi sinar.

5.Bila bayi mendapatkan terapi oksigen, matikan lampu untuk memeriksa sianosis central.

6.Warna kulit tidak dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi di berikan terapi sinar dan 24 jam setelah di hentikan.( Kosim. M. S., 2008 )

6.4. Pemeriksaan Penunjang pada Sepsis Neonatus Sepsis Neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama bulan pertama kehidupan. (Nelson, 2004).

Untuk diagnosis sepsis neonatorum atau menyusun kriteria sepsis neonatorum berdasarkan dari anamnesis, gambaran/gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang. Menurut Buku Ajar Neonatologi IDAI ( Kosim. M. S., 2008 ) Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah :

1.Tes Darah rutin

Hasil Pemeriksaan pada sepsis neonatorum :

Leukositosis ( > 34000x109/L )

Leukopenia ( < 5000 x 109/L )

Neutrofil imatur/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 (20%)

Trombositopenia < 100000 x 109/L

LED meningkat

2.Tes Kultur Darah

Kultur darah adalah satu prosedur yang paling penting untuk mendeteksi infeksi sistemik dan mendapatkan diagnosis definitif dibutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah atau situs lokal infeksi yang disebabkan oleh bakteri. sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Dapat digunakan untuk mengetahui organisme penyebab.

Cara nya :

1)Pengambilan sampel darah 1- 3 ml darah.

2)Di inkubasi selama 5 hari dalam suhu 25 oC.

3)Apabila hasil kultur menunjukkan positif,hasil kultur dikeluarkan dan dilakukan proses lebih lanjut untuk pengisolasian.Koloni kuman yang tumbuh diidentifikasi sampai level spesies.3.C-Reactive Protein (CRP)

Salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil. Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, konsentrasi CRP dapat meningkat sampai 100 kali. Sehingga diperlukan suatu pemeriksaan yang dapat mengukur kadar CRP.

CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti IL-6,Interleukin 1 (IL-1), dan Tumor Necroting Factor (TNF-). Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkan viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan meningkat.

Salah satu cara yg digunakan adalah High sensitivity C-Reactive Protein ( hs-CRP) adalah pengukuran konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai < 0,2 0,3 mg/L. Dalam penelitian ini memakai metode imunoturbidimetri menggunakan reagen Cardiac C-Reactive Protein (latex) High Sensitive-Roche.

Sampel yang berisi CRP (sebagai antigen) ditambah dengan R1 ( buffer ) kemudian ditambah R2 ( latex antibodi anti CRP ) dan dimulai reaksi dimana antibodi anti CRP yang berikatan dengan mikropartikel latex akan bereaksi dengan antigen dalam sampel untuk membentuk kompleks Ag-Ab. Presipitasi dari kompleks Ag-Ab ini diukur secara turbidimetrik.( Kosim. M. S., 2008 )6.5 Komplikasi Pasien dengan Sepsis Neonatorum Komplikasi sepsis neonatorum antara lain ialah meningitis, neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular, hipoglikemia, asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial dan pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Selain itu ada komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental dan komplikasi kematian.Mekanisme terjadinya gangguan Sepsis :

( Zaenal A, 2005 )