BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN …digilib.unila.ac.id/15806/2/bab 2.pdfBAB II KAJIAN...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN …digilib.unila.ac.id/15806/2/bab 2.pdfBAB II KAJIAN...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,
DAN HIPOTESIS
2.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Berbagai ahli mendefinisikan belajar sesuai aliran filsafat yang dianutnya, antara lain sebagai
berikut:
Ernes ER.Hilgard, mendefinisikan belajar sebagai berikut; learning is the process by which
an activity originates or is charged throught training procedures (wether in the laboratory or
in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to
training. Artinya (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan
cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah. (dalam Riyanto, 2002:5)
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto ( 2003:2). Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Belajar adalah bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Jerome Brunner dalam Trianto (2009:15) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu proses
aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada
pengalaman / pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dari pendapat diatas bahwa menurut
penulis belajar merupakan suatu cara seseorang untuk menambah pengetahuan baru yang
lebih baik dari sebelumnya.
Teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar bukanlah semata-mata mentransfer
pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses
dan menginterprestasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
dalam format baru. Proses pembangunan ini bisa dilihat melalui asimilasi atau akomodasi.
Trianto (2009:16). Menurut Witherington dalam M. Ngalim (2003:81) Belajar adalah suatu
perbuatan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru dari reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.” Hal ini juga
diperkuat oleh Dimyati (1994:208) Belajar merupakan suatu perubahan kepribadian, baik itu
berupa pisikis, ilmu pengetahuan maupun tingkah laku. Dari beberapa pendapat diatas maka
belajar merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sehingga dapat
membentuk sebuah kepribadian yang memiliki pengalaman yang baru dari sebuah proses
yang dialaminya.
Belajar berlangsung seumur hidup, namun disadari bahwa tidak semua belajar dilakukan
secara sadar Callahan (1993:198). Belajar dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan
dan santai serta belajar adalah merupakan kegiatan seumur hidup, seperti arti dari mahfudzod
bahwa belajar itu mulai dari buayan sampai liang lahat. Pemahaman yang maksimal dan
mendalam akan mempermudah proses pembelajaran yang dilakukan, sardiman, dkk (2004:2)
mengemukakan pengertian belajar sebagai berikut:
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung
seumur hidup, sejak masih bayi hingga liang lahatnanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang
telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku
tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Proses belajar bagi seorang individu dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja.
Belajar yang disengaja merupakan suatu kegiatan yang disadari dan dirancang serta bertujuan
untuk memperoleh pengalaman baru. Sedangkan proses belajar yang tidak sengaja
merupakan suatu interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya secara
kebetulan, dimana dalam interaksi tersebut individu memperoleh pengalaman baru.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses aktif
dalam memberi reaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu yang sedang
belajar, yang diarahkan kepada tujuan dengan melihat, mengamati, memahami sesuatu untuk
mendapatkan pengalaman baru. Proses belajar akan terkait dengan bagaimana mengubah
tingkah laku individu, baik tingkah laku yang dapat diamati antara lain kecenderungan
perilaku.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya
dapat dijelaskan Trianto (2009:17) menjelaskan sebagai berikut:
Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai interaksi berkelanjutan antara
pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran
hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya
(mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya). Dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan.
Dalam proses pembelajaran, setelah siswa melakukan kegiatan diharapkan diperoleh
perubahan tingkah laku atau perubahan perbuatan yang mengarah pada kebaikan atau
bertingkah laku positif. Selain itu, perubahan tersebut dapat berupa peningkatan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan pada siswa sehingga memiliki kepribadian yang utuh yang tercermin
pada kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Depdiknas (2004:10) mengemukakan, Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana
membelajarkan siswa dan bukan pada apa yang dipelajari. Oleh karena itu, untuk keefektifan
pembelajaran yang dilakukan guru harus benar-benar memperhatikan karakteristik siswa.
Proses pembelajaran tidak terlepas dari rancangan pembelajaran. Rancangan pembelajaran
hendaknya siterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Rancangan yang dibuat untuk
diterapkan dalam pembelajaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. “Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan riil karena
hal itu diperlukan untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar secara
maksimal.
2. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik karena difungsikan
sebagai mekanisme adaptif dalam proses membangun, sikap, dan kemampuan.
3. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan. Ketersediaan media dan
sumber belajar yang memungkinkan memperoleh pengalaman belajar secara konkrit,
luas dan mendalam adalah hal yang harus diupayakan oleh guru dan peduli terhadap
keberhasilannya.” Depdiknas (2004:11)
Guru musti dapat mengatur pembelajaran dengan baik karena guru adalah seorang
organisator. Tingkat interaksi belajar dan mengajar akan lebih baik tercipta jika jumlah siswa,
pengaturan dan perlakuan dalam pembelajaran proposional. Artinya semakin kecil jumlah
siswa didalam kelas akan semakin tinggi tingkat interaksi belajar mengajar. Begitu juga
sebaliknya semakin banyak didalam kelas akan semakin sulit guru melakukan interaksi.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Manusia yng terlibat dalam sistem pembelajaran adalah, guru, siswa tenaga
pendidik dan lainnya, material yang meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi dan
slide, film, dan lainnya, fasilitas terdiri dari perlengkapan yang ada di ruangan kelas, prosedur
meliputi jadwal, metode penyampaian informasi dan sebagainya.
Menurut Darsono (2000:24) secara umum pembelajaran adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih
baik”.
Miarso (2004:545) berpendapat bahwa pembelajaraan adalah suatu usaha yang disengaja,
bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap
pada diri orang lain. Sanjaya (2006:49) mengemukakan istilah pembelajaran terkait dengan
makna mengajar hal ini disebabkan karena pembelajaran pada hakikatnya merupakan
kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Dengan kata lain pembelajaran adalah
penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Dari pengertian-pengertian diatas, yang dimaksud dengan pembelajaran adalah usaha guru
untuk membelajarkan siswa, upaya menciptakan kondisi dengan sengaja, membentuk tingkah
laku, kesempatan, kebebasan kepada siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya sehingga
lebih mudah mengorganisir, mengenal, dan mempelajari apa yang sedang dipelajari dan perlu
dibuat suatu rancangan pembelajaran yang matang serta dipilih strategi yang tepat agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
2.2 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena
dalam proses kegiatan belajar akan membutuhkan hasil dan hasil itu akan menunjukan sebuah
prestasi belajar siswa. Untuk melihat berhasil atau tidaknya sebuah pembelajaran itu dilihat
dari kemampuan siswa dalam memahami sebuah pembelajaran yang diberikan kepadanya.
Prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh dari aktivitas pembelajaran yang
dilakukan. Menurut S. Nasution (1998:17) prestasi belajar adalah: kesempurnaan yang
dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna
apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan
prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga
kriteria tersebut. Selanjutnya Winkel (2004:553) mengatakan bahwa Prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Dalam proses pembelajaran agar seseorang berhasil dan memperoleh prestasi sesuai dengan
apa yang diharapkan, ada beberapa prinsip belajar yang akan membantu siswa dalam belajar.
Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan prasarat yang diperlukan untuk belajar .
2. Sesuai hakikat belajar.
3. Sesuai materi / bahan yang harus dipelajari.
4. Syarat keberhasilan belajar . Slameto ( 2003:27-28)
Dilihat dari prasayarat yang diperlukan untuk belajar bahwa siswa musti dapat partisipasi
dalam membangun minat belajar agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Belajar juga
memerlukan lingkungan yang membuat si anak untuk dapat berinteraksi dengan yang lain
serta berekspresi dalam mengembangkan kemampuannya. Hakikat belajar memiliki proses
yang terus menerus dan tahap demi tahap agar dapat menimbulkan respon yang diharapkan.
Dari materinya harus memiliki struktur, penyajian yang dapat dengan mudah dipahami.
Untuk syarat keberhasilan belajar memerlukan sarana yang cukup. Ada faktor-faktor yang
turut andil yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar dan hasil belajar adalah sebagai berikut, Faktor dari dalam, yaitu kondisi biologis dan
psikologis dan faktor dari luar, yaitu lingkungan dan instrumental. Slameto (2003:30).
Faktor-faktor yang telah dikemukakan diatas mempengaruhi juga akan sebuah keberhasilan
yang ingin dicapai oleh anak baik keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak cacat, kondisi
psikologis misalnya kecerdasaan, bakat, minat dan emosi, faktor lingkungan yang meliputi
lingkungan alam dan lingkungan sosial, faktor instrumental, yaitu faktor yang ada dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental
ini antara lain: kurikulum, program pengajaran, sarana dan fasilitas, guru/ tenaga pengajar.
prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap
anak pada priode tertentu. Dan dari sinilah akan terlihat peningkatan seorang anak dalam
menerima dan memahami materi yang diberikan oleh gurunya. Prestasi belajar siswa dapat
diketahui setelah diadakannya evaluasi, dari hasil evaluasi dapat memperlihatkan tentang
tinggi atau rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Sedangkan nilai prestasi belajar Al-
Qur’an dan Hadits yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan yang
diperoleh siswa dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran yang
ditunjukan dengan perolehan prestasi belajar pada aspek kognitif. Dalam meraih prestasi
belajar yang baik banyak sekali faktor yang mempengaruhi dan yang perlu diperhatikan
karena IQ bukanlah satu-satu penentu keberhasilan siswa dalam belajar.
2.3 Hakikat pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits.
Para ulama tafsir Al-Qur’an dalam berbagai kitab ‘ulumul qur’an, ditinjau dari segi bahasa
(lughowi atau etimologis) bahwa kata Al-Qur’an merupakan bentuk mashdar dari kata
qoro’a – yaqro’uu – qiroo’atan – wa qor’an – wa qur’aanan. Kata qoro’a berarti menghimpun
dan menyatukan. Fkmki (2011).
Al-Qur’an pada hakikatnya merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi
satu ayat, himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf Al Qur’an. Di
samping itu, mayoritas ulama mengatakan bahwa Al-Qur’an dengan akar kata qoro’a,
bermakna tilawah: membaca. Kedua makna ini bisa dipadukan menjadi satu, menjadi Al-
Qur’an itu merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca. Fkmki (2011).
Ditinjau dari segi bahasa bahwa bisa dilihat Al-Qur’an adalah mushaf yang memiliki arti
dasar dari kata qoro’a yang artinya membaca. Makna Al-Qur’an secara ishtilaahi adalah
Firman Allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa
ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi
berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan berpahala besar. Fkmki
(2011). Al-Qur’an adalah firman Allah SWT (QS 53:4), wahyu yang datang dari Allah Yang
Maha Mulia dan Maha Agung. Maka firman-Nya (Al-Qur’an ) pun menjadi mulia dan agung
juga, yang harus diperlakukan dengan layak, pantas, dimuliakan dan dihormati. Al-Qur’an
adalah mu’jizat. Manusia tak akan sanggup membuat yang senilai dengan Al-Qur’an , baik
satu mushaf maupun hanya satu ayat. Al-Qur’an itu diturunkan ke dalam hati Nabi SAW
melalui malaikat Jibril AS (QS 26:192). Hikmahnya kepada kita adalah hendaknya Al-Qur’an
masuk ke dalam hati kita. Perubahan perilaku manusia sangat ditentukan oleh hatinya. Jika
hati terisi dengan Al-Qur’an , maka Al-Qur’an akan mendorong kita untuk menerapkannya
dan memasyarakatkannya. Hal tersebut terjadi pada diri Rasululullah SAW, ketika Al-Qur’an
diturunkan kepada beliau. Ketika Aisyah ditanya tentang akhlak Nabi SAW, beliau
menjawab: Kaana khuluquhul qur’an; akhlak Nabi adalah Al-Qur’an . Al-Qur’an
disampaikan secara mutawatir. Al-Qur’an dihafalkan dan ditulis oleh banyak sahabat. Secara
turun temurun Al-Qur’an itu diajarkan kepada generasi berikutnya, dari orang banyak ke
orang banyak. Dengan cara seperti itu, keaslian Al-Qur’an terpelihara, sebagai wujud
jaminan Allah terhadap keabadian Al-Qur’an . (QS 15:9).
Membaca Al-Qur’an bernilai ibadah, berpahala besar di sisi Allah SWT. Nabi bersabda:
“Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, laam satu huruf,
miim satu huruf dan satu kebaikan nilainya 10 kali lipat” (Dan Hadits). Ali bin Abi Thalib
berkata: Aku dengar Rasulullah SAW bersabda: “Nanti akan terjadi fitnah (kekacauan,
bencana)” Bagaimana jalan keluar dari fitnah dan kekacauan itu Hai Rasulullah? Rasul
menjawab: “Kitab Allah, di dalamnya terdapat berita tentang orang-orang sebelum kamu, dan
berita umat sesudah kamu (yang akan datang), merupakan hukum diantaramu, demikian
tegas, barang siapa yang meninggalkan Al-Qur’an dengan sengaja Allah akan
membinasakannya, dan barang siapa yang mencari petunjuk pada selainnya Allah akan
menyesatkannya.
Al-Qur’an adalah tali Allah yang sangat kuat, cahaya Allah yang sangat jelas, peringatan
yang sangat bijak, jalan yang lurus, dengan Al-Qur’an hawa nafsu tidak akan melenceng,
dengannya lidah tidak akan bercampur dengan yang salah, pendapat manusia tidak akan
bercabang, dan ulama tidak akan merasa puas dan kenyang dengan Al-Qur’an , orang-orang
bertaqwa tidak akan bosan dengannya, Al-Qur’an tidak akan usang sekalipun banyak
diulang, keajaibannya tidak akan habis, ketika jin mendengarnya mereka berkomentar
‘Sungguh kami mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan, barang siapa yang mengetahui
ilmunya dia akan sampai dengan cepat ke tempat tujuan, barang siapa berbicara dengan
landasannya selalu benar, barang siapa berhukum dengannya hukumnya adil, barang siapa
yang mengamalkan Al-Qur’an dia akan mendapatkan pahala, barang siapa yang mengajak
kepada Al-Qur’an dia diberikan petunjuk ke jalan yang lurus” (HR Tirmidzi dari Ali r.a.)
Pengertian Hadits, Menurut bahasa kata dan Hadits memiliki arti, al jadid minal asyya
(sesuatu yang baru), lawan dari qodim, Qorib (yang dekat), Khabar (warta), yaitu sesuatu
yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan
benar atau salahnya. Dari makna inilah diambil perkataan dan Hadits Rasulullah saw.
Kangsaviking (2011).
Hadits adalah hudtsan, hidtsan dan adan Hadits. Jamak adan Hadits-jamak yang tidak
menuruti qiyas dan jamak yang syad-inilah yang dipakai jamak dan Hadits yang bermakna
khabar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, Hadits Rasul dikatakan adan Hadits al Rosul
bukan hudtsan al Rosul atau yang lainnya. KangsaViking (2011). Ada juga yang berpendapat
adan Hadits bukanlah jamak dari dan Hadits, melainkan merupakan isim jamaknya. Dalam
hal ini, Allah juga menggunakan kata dan Hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;
فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين.
maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka orang yang
benar” (QS. At Thur; 24). Hadits menurut istilah ahli, Hadits hampir sama (murodif) dengan
sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah
dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz dan Hadits secara
umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat
menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih
umum daripada dan Hadits. Kangsaviking (2011).
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah. Kitab Al-Qur’an adalah
sebagai penyempurna dari kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebelumnya. Dalam Al-
Qur’an terkandung petunjuk dan aturan berbagai aspek kehidupan manusia. Ayat-ayat
Makkiyyah misalnya banyak berbicara tentang persoalan tauhid, keimanan, kisah para nabi
dan Rasul terdahulu, dan lain sebagainya. Sementara ayat-ayat Madaniyyah banyak
menjelaskan tentang ibadah, muamalah, hudud, jihad, dan lain sebagainya. Secara umum
kandungan Al-Qur’an dapat dibagi kepada tiga hal pokok, yaitu prinsip-prinsip akidah,
seperti beriman kepada Allah Swt, rasul-rasulnya dan lain-lain, prinsip-prinsip ibadah, seperti
sholat, puasa dan lain-lain, prinsip-prinsip syariat, seperti hukum perkawinan, kewarisan dan
lain-lain. Namun meskipun demikian Al-Qur’an tidak bisa dipisahkan dengan Hadits, karena
syariat Islam tidak hanya Al-Qur’an tapi Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan ada ulama yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an dan Hadits berada dalam satu tingkatan dari sisi i’tibar dan
hujjah dalam penetapan hukum syari’at. Di sinilah pentingnya mengetahui fungsi dan
kedudukan dan Hadits terhadap Al-Qur’an . Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa
hubungan Hadits dengan al-Qur`an ada tiga, Hadits sesuai dengan Al-Qur`an dari berbagai
segi, sehingga datang Al Qur`an dan dan Hadits pada satu hukum menunjukkan ada dan
banyaknya dalil (semakin menguatkan), Hadits sebagai penjelas maksud Al-Qur`an dan
penafsirnya, menentukan satu hukum wajib atau haran pada sesuatu yang Al-Qur`an
diamkan.” (Al-Mukmin, 2011).
Ruang Lingkup Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits MTS/MA Dalam mata pelajaran Al-
Qur’an dan Hadits ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai
berikut, Menjelaskan tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, Mufrodat, Terjemah, Tafsir
Tajwid. Superbbm (2011). Mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits musti memperhatikan
tuliasan dan harakatnya, cara mengartikan setiap katanya, bisa memberikan pengertian yang
baik dan mudah dipahami. Masalah dasar-dasar ilmu Al-Qur’an dan Hadits, adalah
pengertian Al-Qur’an, pengertian Hadits, sunnah, khabar, atsar dan Hadits qudsi, bukti
keotentikan Al-Qur’an, Isi pokok ajaran Al-Qur’an, fungsi Al-Qur’an, fungsi dan Hadits
terhadap Al-Qur’an. Superbbm (2011). Pendapat ini mengatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an
dan Hadits yang diambil sebagai bahan materi atau bahan untuk belajar siswa itu telah
disesuaikan dengan tingkat pendidikan baik di MTs maupun MA. Dan untuk mempelajari
mufrodat biasanya tidak disebutkan semuanya melainkan hanya beberapa mufrodat saja yang
dianggap sukar bagi siswa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan para peserta didik dalam hal
pemahaman. Dalam terjemahan dapat membantu siswa dalam memahami ayat Al-Qur’an
dan Hadits yang berkaitan dengan mata pelajaran karena menghafal terjemah biasanya lebih
mudah daripada teks aslinya, dan menghafalkan saja tidak cukup harus dengan memahami
atau menjelaskan, karena dengan menjelaskan materi akan lebih kuat tersimpan dalam
ingatan siswa dan sulit terlupakan. Dari ini siswa juga musti mempelajari ilmu tajwid yang
tujuannya adalah memelihara bacaan Al-Qur’an dari kesalahan dan perubahan serta
memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu
kifayah, sedang membaca Al-Qur’an dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya
Fardlu ‘Ain. Tafsir atau penjelasan Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat yang paling baik
di dunia ini adalah umat yang mempunyai dua sifat utama, yaitu mengajak kepada kebaikan
dan mencegah kepada kemunkaran dan senantiasa beriman kepada Allah SWT.
Tema-tema yang ditinjau dari perspektif Al-Qur’an dan Hadits adalah, manusia dan tugasnya
sebagai khalifah di bumi, keikhlasan dalam beribadah, nikmat Allah dan cara mensyukurinya,
berkompetisi dalam kebaikan, amar ma‘ruf nahi munkar, ujian dan cobaan manusia, tanggung
jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat, berlaku adil dan jujur, toleransi dan etika
pergaulan, makanan yang halal dan baik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Superbbm (2011).
Tema-tema yang dipilih untuk pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits sangatlah baik karena itu
banyak mengajarkan kepada kita manusia untuk tidak berlaku semaunya dalam menjalani
kehidupan ini, supaya ada sebuah keseimbangan di dunia dan akhirat. Mata pelajaran Al-
Qur’an dan Hadits bertujuan untuk meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an
dan Hadits, membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan, meningkatkan
pemahaman dan pengamalan isi kandungan Al-Qur’an dan Hadits yang dilandasi oleh dasar-
dasar keilmuan tentang Al-Qur’an dan Hadits. Superbbm (2011).
2.4 Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran sebagai proses menurut Sagala (2005:136) adalah pengembangan
pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk
menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan
perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang
dianut dalam kurikulum yang digunakan.
Desain Pembelajaran menurut Reigeluth dalam Dewi Salma Prawidilaga (2008:15) adalah
kisi-kisi dari penerapan tiori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar
seseorang. Desain pembelajaran berarti merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil
belajar dengan menggunakan pendekatan sistem pembelajaran. Pendekatan sistem dalam
pembelajaran lebih produktif untuk semua tujuan pembelajaran di mana setiap komponen
bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen seperti instruktur,
peserta didik, materi, kegiatan pembelajaran, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan
belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil pembelajaran pebelajar
yang dikehendaki. Desain sistem pembelajaran meliputi untuk perencanaan, pengembangan,
implementasi, dan evaluasi Pembelajaran.
Desain pembelajaran dikenal beberapa model, yang dikemukakan oleh para ahli. Secara
umum, menurut Supriyatna (2009; 9) model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke
dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model
prosedural dan model melingkar.
Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro
(kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model
ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk
menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran,
multimedia pembelajaran, atau modul. Berikut ini adalah tahapan-tahapan dari model
ASSURE : Analize Learner (menganalisa peserta didik), State Objectives (merumuskan
tujuan pembelajaran), Select Methods, Media, Material (memilih metode, media, dan bahan
ajar), Utilize Media and Materials (memanfaatkan media dan bahan ajar), Require learner
participation (mengembangkan peran serta peserta didik), Evaluate and revise ( menilai dan
memperbaiki. Dewi Salma Prawiradilaga (2008:48). Contoh modelnya adalah model
Hannafin and Peck. Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain
pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti
desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, contohnya adalah model ADDIE. Selain itu
ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari
model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah
model Kemp.
Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa
keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga,
kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada,
ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan
dan diperbaiki.
Pada penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan model desain pembelajaran Walter
Dick & Lou Carey, karena berbagai alasan yaitu: desain ini memiliki fokus pada awal proses
pembelajaran dengan lebih dulu menetapkan kompetensi yang siswa harus tahu atau mampu
lakukan pada waktu berakhirnya program pembelajaran, desain ini memiliki keterikatan yang
runtut antar komponen-komponennya, dimana terdapat hubungan antara siasat pembelajaran
dan hasil belajar yang diinginkan, Desain ini merupakan proses yang sifatnya empirik dan
dapat di lakukan secara berulang-ulang, karena pembelajaran tidak dirancang untuk satu kali
kegiatan saja, namun di sesuaikan dengan kebutuhan siswa. Model Dick and Carey ini
termasuk ke dalam model procedural,adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran, melaksanakan analisi pembelajaran,
mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, merumuskan tujuan
performansi, mengembangkan butir–butir tes acuan patokan, mengembangkan strategi
pembelajaran, mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, mendesain dan
melaksanakan evaluasi formatif, merevisi bahan pembelajaran, mendesain dan melaksanakan
evaluasi sumatif. Dick and Carey (1996:12)
Perhatikan tahapan-tahapan model Dick & Carey pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Model Dick and Carey
Model Dick and Carey yang terdiri dari 10 langkah ini pada tiap-tiap langkahnya sangat jelas
maksud dan tujuannya, sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk
mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey
menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan
yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas,
namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan
sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada
kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick
and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar pada awal proses
pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang
berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, adanya pertautan antara tiap komponen
khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, menerangkan
langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
2.5 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995:73) merupakan strategi pembelajaran yang
mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong aktif menemukan
sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses. Belajar dalam kelompok kecil yang
kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas menurut Lie(2003:41) merupakan
ciri-ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa
dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akdemis,
kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang
berkemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok berkemampuan akademis kurang.
Menurut Trianto (2009:56) Pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan khusus agar
siswa dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar
yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan.
Menurut Lungdren dalam Trianto (2007:47) unsur-unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif adalah Para siswa harus memilik persepsi sama, memiliki tanggung jawab dalam
kelompoknya, harus berpandangan memiliki tujuan yang sama, membagi tugas, evaluasi atau
penghargaan, kepemimpinan bekerja sama selama belajar,.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Arends (2008:5) menyatakan pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Siswa bekerja
dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar. 2. Kelompok dibentuk
dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, 3. Bila memungkinkan
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam dan 4.
Penghargaan lebih berorentasi kepada kelompok dari pada individu.
Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson dalam Trianto (2009: 57)
menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memksimalkan belajar siswa
untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif ada suatu
pembelajaran dimana siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan
kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan
masalah.
2.5.1 Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw, pembelajaran
kooperatif tie Jigsaw adalah suatu tipe yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya. Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai model pembelajaran kooperatif.
Tipe ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan atau berbicara.
Tipe ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Tipe ini
dapat pula digunakan pada beberapa mata pelajaran seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, matematika, agama dan bahasa. Dalam tipe ini guru memperhatikan latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan diri agar bahan pelajaran
menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan siswa lain dalam suasana
kooperatif dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran yang berkelompok yang memiliki anggotanya 4-6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan
bagian materi pelajaran yang harus di pelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada
anggota kelompok yang lain. Trianto ( 2007: 56 )
Dalam Trianto (2009:72) juga menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini
terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Dimana kelompok asal adalah kelompok induk
siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan asal dan latar belakang keluarga yang
heterogen. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli, yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang bertugas untuk
mendalami dan memahami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan
dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan anggota kelompok asal. Hubungan antara
kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut :
Kelompok ahli
+ =
x @
+ =
x @
+ =
x @
Kelompok asal
Ilustrasi kelompok Jigsaw. Arends ( 2008:14)
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilakukan dengan langkah-langkah pokok
sebagai berikut; (1) Pembagian Tugas, (2) Pemberian lembar ahli, (3) Mengadakan diskusi,
(4) Mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini diatur secara
instruksional sebagai berikut menurut Slavin dalam Trianto (2009:73) yaitu :
Siswa dibagi atas beberapa kelompok,Materi pembelajaran diberikan kepada siswa telah
dibagi menjadi beberapa sub bab, setiap anggota kelompok membaca materi yang telah
ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya, anggota kelompok yang telah
mempelajari materi yang sama maka bertemu untuk diskusi, setiap anggota kelompok ahli
setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajari teman-temannya, pada pertemuan dan
diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
Setelah kuis dilakukan, maka dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor
kelompok. Skor individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok
berdasarkan rentang skor yang diperoleh pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir.
Kelemahan dan keunggulan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw secara umum adalah sama
dengan kelemahan dan keunggulan pembelajaran kooperatif lainnya. Keunggulan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan tapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada orang lain. Namun demikian pembelajaran tipe ini
memiliki keterbatasan..
+ =
x @
x x
x x
@ @
@ @
= =
= =
+ +
+ +
Target yang diharapkan dicapai dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe
Jigsaw dalam pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits kelas VIII MTs Negeri Baturaja adalah
sebagai berikut.
Pertama, siswa diharapkan dapat memperoleh kemudahan dalam mempelajari mata pelajaran
Al-Qur’an dan Hadits.
Kedua, terjadi peningkatan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits sehingga lebih dari 80%
siswa mencapai KKM dari keseluruhan jumlah siswa yang dijadikan subjek penelitian.
Ketiga, guru diharapkan memperoleh tindakan alternatif dalam model pembelajaran Al-
Qur’an dan Hadits sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits
siswa kelas VIII MTs Negeri Baturaja.
Keempat, akan terbantu terciptanya madrasah yang melaksanakan pembelajaran Al-Qur’an
dan Hadits yang efektif, efisien, menyenangkan, dan bermakna.
2.5.2 Pembelajaran kooperatif tipe STAD
Pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu bentuk pembelajaran dengan
bekerja sama dalam kelompok kecil dan terstruktur yang keberhasilan kolompok ditentukan
oleh keaktifan dari setiap anggota kelompok yang bersangkutan. Setiap anggota kelompok
bertanggung jawab dan berusaha mendapat hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota
kelompok. Keberhasilan individu dalam kelompok merupakan orientasi dari keberhasilan
kelompok, siswa bekerja untuk suatu tujuan yang sama dan membantu serta mendorong
temannya agar berhasil dalam belajar.
Slavin dalam Etin (2007:4) moddel pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran di
mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang heterogen.
Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan
dan aktivitas anggota, baik secara individual dan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif
lebih sekedar dari belajar berkelompok, karena pembelajaran kooperatif harus ada struktur
dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara
anggota kelompok. Ada lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif menurut Johnson
& Johnson dan Sutton yaitu saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa, dalam
belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu
tujuan dan terikat satu sama lain, Interaksi antara siswa yang semakin meningkat, Tanggung
jawab individual, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, Proses kelompok. Trianto
(2009:60-61). Pada definisi ini terkandung pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif
tercipta kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang
positif (menanamkan rasa kebersamaan), tanggungjawab masing-masing anggota (setiap
anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi,
keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka
menaikkan interaksi dan pengolahan data.
Konsep utama belajar kooperatif menurut Slavin adalah Penghargaan kelompok, tanggung
jawab individual, kesempatan yang sama untuk sukses. Trianto (2009:61-62). Kerjasama di
dalam kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain,
berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan
pemahaman satu sama lain. Salah satu dari pembelajaran kooperatif ini adalah pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Slavin (2008:143) menyatakan bahwa pada STAD, siswa ditempatkan
dalam tim belajar 4-5 orang yang emrupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis
kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian
seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak
diperbolehkan saling membantu.
Dengan demikian STAD ini merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang
siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian
materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini juga membutuh persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, persiapan-
persiapan tersebut antara lain, perangkat pembelajaran, membentuk kelompok kooperatif.
menentukan anggota kelompok, menentukan skor awal, pengaturan tempat duduk, kerja
kelompok. Trianto (2007:52). Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran
kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini
bertujuan lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
Contoh salah satu cara pembentukan kelompok berdasarkan kemampuan ranking. Cara
pembentukan kelompok berdasarkan kemampuan ranking pada tabel 2.1 yang dapat dilihat
pada lampiran. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis atau tes setelah siswa bekerja
dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan
sebagai berikut. Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok, Nilai dasar (awal)
masing-masing siswa, menentukan nilai tes atau kuis terkini, menentukan nilai peningkatan
hasil belajar. Menghitung skor individu yaitu besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai
kuis terkini dan nilai dasar(awal) masing-masing siswa dengan memberikan skor
perkembangan individu. Menurut Slavin (2008:159) skor peningkatan mutu individu pada
tabel 2.2 yang dapat dilihat pada lampiran. Menghitung skor kelompok, penghargaan
kelompok diberikan berdasarkan rata-rata perkembangan anggota kelompok yaitu dengan
menjumlahkan semua skor perkembangan yang diperoleh oleh anggota kelompok. Sesuai
dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, Slavin (2009:160) memberikan kategori skor
penghargaan kelompok seperti tercantum pada tabel 2.3 yang terdapat dilampiran, Pemberian
hadiah dan pengakuan skor kelompok. Setelah masing-masing kelompok memperoleh
predikat, guru memberi hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai
dengan predikatnya.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan kepada enam langkah .
langkah-langkah dalam pembelajaran koooperatif tipe STAD ini terlihat dalam tabel 2.4 yang
ada pada lampiran. Dan juga dapat kita pahami bahwa di setiap model pembelajaran pasti ada
kekurangan dan kelebihannya, Kelebihan dan kekurangan pembelajaraan kooperatif tipe
STAD adalah sebagai berikut,
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe STAD, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah, mengembangkan bakat
kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan diskusi, memungkinkan guru untuk lebih
memperhatikan sebagai individu serta kebutuhan dalam belajar, siswa lebih aktif bergabung
dengan teman mereka dalam pelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa. Rachmadi (2006:157-158).
Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah kerjasama kelompok sering kali
hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, strategi ini kadang menuntut pengaturan
tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya belajar yang berbeda pula, Keberhasilan strategi
kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja
sendiri. Rachmadi (2006:157-158)
2.6 Kemampuan Awal siswa
Setiap individu peserta didik memiliki kekhasan masing-masing. Kemampuan awal bagi
siswa yang sudah tau akan menjadi sesuatu yang membosankan, sedangkan bagi siswa yang
belum tahu akan merasa tertinggal dan tidak dapat menangkap materi yang diberikan.
Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang
deberikan. Menurut Smaldino,et al, setiap peserta didik berbeda satu sama lain karena,
karakteristik umum, kemampuan awal atau prasyarat, gaya belajar. Prawiradilaga (2007: 61)
Sifat internal peserta didik yang mempengaruhi penyampaian materi seperti kemampuan
membaca, jenjang pendidikan, usia, atau latar belakang sosial. Kemampuan dasar yang harus
dimiliki sebelum peserta didik akan mempelajari kemampuan baru. Jika kurang, kemampuan
awal ini sebenarnya yang menjadi mata rantai penguasaan materi dan menjadi penghambat
bagi proses belajar, berbagai aspek psikologis yang berdampak terhadap penguasaan
kemampuan atau kompetensi. Cara mempersepsikan sesuatu hal, motivasii, kepercayaan diri,
tipe belajar (verbal, Visual, kombinasi dan sebagainya) termasuk gaya belajar.
Menurut Prawiradilaga (2007:61) kemampuan awal atau sering juga disebut kompetensi awal
adalah kemampuan intlektual yang menjadi modal dasar pembelajar untuk menguasai meteri
ajar; kompetensi awal berpengaruh terhadap laju belajar; persepsi terhadap topik dan
pencapaian tujuan pembelajaran.
Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Menurut Muhibbin Syah (2006:121) yang
mengatakan bahwa kemampuan awal prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan.
Dan menurut Gerlac dan Ely dalam Harjanto (2006:128) Kemampuan awal siswa ditentukan
dangan memberi tes awal. Kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat
memberikan dosis pelajaran yang baik, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.
Kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
Dalam proses belajar, untuk memahami hal-hal yang baru siswa membutuhkan modal berupa
kemampuan yang telah melekat padanya dan yang terkait dengan hal yang baru yang akan
diperlajarinya. Kemampuan yang telah melekat pada seseorang dan yang terkait dengan hal
yang baru yang akan di pelajari selanjutnya sebut kemampuan awal.
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan topik penelitian:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Widyawati Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif dan Minat Belajar terhadap Kemampuan Menulis Naskah Drama Siswa
Kelas VIII SMP Negeri Semaka Tahun Pelajaran 2010/2011.
a. Kemampuan menulis naskah drama siswa SMP Negeri 1 Semaka Tanggamus yang
belajar dengan model pembelajaran kooperatif lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan jumlah
perbedaan rata-rata 8,45.
b. Siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang belajar dengan model pembelajaran
kooperatif kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan
jumlah perbedaan rata-rata 8,23.
c. Siswa yang memiliki minat belajar belajar rendah menggunakan model pembelajaran
kooperatif kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan
jumlah perbedaan rata-rata 9,17.
d. Siswa yang memiliki minat belajar tinggi menggunakan model pembelajaran
kooperatif kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang memiliki minat belajar belajar rendah menggunakan model pembelajaran
kooperatif, dengan jumlah perbedaan rata-rata 8,23.
e. siswa yang memiliki minat belajar tinggi menggunakan model pembelajaran
konvensional kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang memiliki minat belajar rendah menggunakan model pembelajaran
konvensional, dengan jumlah perbedaan rata-rata 9,17.
2. Penelitian lain yang relevan yakni penelitian yang dilakukan oleh Emildadianty (2008)
yang berjudul Peningkatan Kreativitas Siswa melalui Cooperative Learning-Teknik
Jigsaw pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 2 Bandung.. Pada
Penelitian tersebut diperoleh informasi pada kesimpulan tersebut, yaitu:
a. Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai
yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat.
Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara
bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan
menjadi lebih hidup.
b. Teknik pembelajaran Cooperative Learning-Teknik Jigsaw dapat mendorong
timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
c. Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning-
Teknik Jigsaw. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning-
Teknik Jigsaw ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Penilitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yaitu Siklus I, Siklus II, dan Siklus III.
Dalam pelaksanaannya, dengan pembelajaran Cooperative Learning-Teknik
Jigsaw dapat meningktakan kreativitas belajar. Pada Siklus I terjadi peningkatan
12,22% dibandingkan pada hasil prapenelitian. Peningkatan tertinggi terjadi pada
Siklus II, yaitu sebesar 27,26% dibandingkan Siklus I. Pada Siklus III
peningkatannya hanya 8,30% dibandingkan Siklus II.
e. Peneliti menyarankan agar (1) guru menggunakan Cooperative Learning-Teknik
Jigsaw dalam pembelejaran di kelas (2) guru peneliti lain melakukan penelitian
lebih lanjut, penerapan pembelajaran Cooperative Learning-Teknik Jigsaw untuk
meningkatkan prestasi belajar.
2.8 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang menjadi landasan sementara penelitian ini, yaitu Perbedaan
Peningkatan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Al-Quran dan Hadits Menggunakan
Model Pebelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Student Teams Achievement Dicision
(STAD).
2.8.1 Interaksi antara pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa dalam
meningkatkan prestasi belajar Al Qur’an dan Dan Hadits.
Kondisi pembelajaran dan kemampuan awal siswa akan memberikan dampak dalam
peningkatan prestasi belajar siswa. Dua kondisi ini masing-masing dipilahkan menjadi
dua, yaitu kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah, serta pembelajaran
koperatif tipe Jigsaw dan STAD.
Suatu kombinasi tertentu antara perlakuan pembelajaran dan tingkat kemampuan awal
siswa telah saling mempengaruhi sehingga terdapat perbedaan peningkatan prestasi
belajar. Pembelajaran berisikan langkah-langkah kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa, dalam langkah-langkah pembelajaran tertentu mengakibatkan peningkatan
prestasi belajar siswa terdapat pada tingkat kemampuan awal siswa tertentu. Pengaruh
perlakuan pembelajaran terhadap peningkatan prestasi belajar siswa bagi tingkat
kemampuan awal siswa tertentu. Pengaruh perlakuan pembelajaran terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa bagi tingkat kemampuan awal siswa tertentu akan
berlainan.
Berdasarkan dugaan maka kombinasi yang dimaksud adalah peningkatan prestasi
belajar Jigsaw lebih tinggi dari pada pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, dan peningkatan prestasi belajar
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari STAD pada siswa
berkemampuan awal rendah. Berdasarkan dugaan kombinasi ini yang memungkinkan
ada interaksi antara pembelajaran dan tingkat kemampuan awal dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu model pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh dengan bekerja sama
dengan siswa yang lainnya dengan tim ahli sebagai sumber belajar.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD memotivasi siswa agar saling mendukung dan
membantu dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh siswa. Mereka harus
mendukung teman dalam satu tim untuk bisa melakukan yang terbaik. Teknik ini
menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Agar
peserta didik memperoleh pengalaman belajar secara optimal maka jawabannya tidak
lain adalah dengan model pembelajaran yang kini dikenal dengan nama lain, seperti
pendekatan Kooperatif. Inovasi pembelajaran harus menjadi bagian dari pelaksanaan
tugas-tugas profesional para pendidik di sekolah. Inovasi pembelajaran tidak lain
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Kedua tipe pembelajaran kooperatif ini sama-sama mementingkan kerja sama. Untuk
pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang mengutamakan pada pembelajara membaca,
mendengarkan, dan berbicara maka pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih dapat
meningkatkan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits. Walaupun demikian, perbedaan
peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlalu tinggi karena kedua tipe sama-sama
mengandalkan prinsip bekerja sama dan belajar bersama.
2.8.2 Perbedaan peningkatan prestasi belajar siswa yang pembelajaraannya
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
Pada penelitian ini di gunakan dua perlakuan yaitu pembelajaran koopreatif tipe
Jigsaw dan STAD. Penggunaan pembelajaran guna mendesain kegiatan belajar di
kelas sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai.
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan awal
siswa adalah menunjukkan kemampuan yang dimiliki siswa sebelum mengikuti
proses pembelajaran. Besar atau kecil bahwa kemampuan awal siswa turut
menentukan hasil yang akan diperoleh setelah mengikui pembelajaran. Semakin
tinggi kemampuan awal siswa, semakin tingggi keberhasilan siswa.
Siswa yang memiliki kemampan awal tinggi pada pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw akan lebih tinggi kemampuan untuk mengkuti proses pembelajaran. Karena
pada pembelajaran model ini menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh dengan bekerja sama dengan siswa yang lainnya dengan tim ahli sebagai
sumber belajar. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan mudah menyerap
apa yang disampaikan oleh sumber belajar dan akan mampu menyampaikan kepada
orang lain.
Demikian halnya dengan siswa yang memiliki kemampuan awal tingi pada
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga akan lebih tinggi mengembangkan proses
pembelajaran. Pada pembelajaran model ini, siswa saling mendukung dan membantu
dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh siswa. Siawa dituntut mampu
mendukung teman dalam satu tim untuk bisa melakukan yang terbaik. Siswa yang
satu dengan yanglain dalam satu kelompok harus saling mendukung. Jika siswa
memiliki kemampuan yang tinggi maka mereka mampu mendukung kawannya
dengan lebh baik.
Siswa yang memiliki kemampaun awal tinggi dengan kedua tipe pembelajaran
kooperatif ini yang sama-sama mementingkan kerja sama akan memperoleh prestasi
belajar yang lebih tinggi. Hanya saja, untuk pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang
mengutamakan pada pembelajara membaca, mendengarkan, dan berbicara maka
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih dapat meningkatkan prestasi belajar Al-
Qur’an dan Hadits. Walaupun demikian, perbedaan peningkatan prestasi belajar siswa
tidak terlalu tinggi karena kedua tipe sama-sama mengandalkan prinsip bekerja sama
dan belajar bersama.
Dari uraian singkat tersebut, penulis menduga bahwa terdapat perbedaan peningkatan
prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan
pembelajaan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dan kooperetf tipe STAD.
Dengan demikian, penulis menduga siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi
pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits lebih
tinggi dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2.8.3 pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal tinggi
Belajar Al-Qur’an dan Hadits dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
model pembelajaran yang dirancang oleh guru. Kemampuan awal siswa akan
meningkat apabila pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, dirancang dengan
berbasis kemampuan yang ada, inovatif, dan melibatkan siswa untuk ikut aktif
berpartisipasi dalam pembelajaran.
Belajar Al-Qur’an dan Hadits merupakan prestasi yang memerlukan latihan dan
kreativitas siswa. Latihan akan berjalan dengan baik apabila pembelajaran dirancang
dan berjalan sesuai dengan keinginan siswa dengan memanfatkan kemampuan siswa
dan terjadi suatu koordinasi dan kerja sama yang baik diantara siswa di kelas.
Kreativitas siswa juga akan muncul apabila siswa dilibatkan dalam pembelajaran atau
dengan kata lain pembelajaran yang melibatkan siswa. Pembelajaran yang demikian
dapat diimplementasikan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dan juga tipe STAD.
Siswa yang memiliki kemampaun awal rendah dengan kedua tipe pembelajaran
kooperatif ini yang sama-sama mementingkan kerja sama akan memperoleh prestasi
belajar yang lebih tinggi. Hanya saja, untuk pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang
mengutamakan pada pembelajaran membaca, mendengarkan, dan berbicara maka
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih dapat meningkatkan prestasi belajar Al-
Qur’an dan Hadits. Walaupun demikian, pengaruh terhadap prestasi belajar siswa
tidak terlalu tinggi karena kedua tipe sama-sama mengandalkan prinsip bekerja sama
dan belajar bersama.
Dari uraian singkat tersebut, penulis menduga bahwa terdapat pengaruh dalam
prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan
pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dan kooperetf tipe STAD.
Dengan demikian, penulis menduga siswa yang memiliki kemampuan awal rendah
pun pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits
lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
2.8.4 pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal
rendah
Secara umum kemampuan awal siswa akan meningkat apabila pembelajaran yang
dilakukan menggunakan model yang tepat, yaitu model yang mampu menggali dan
mengembangkan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits. Salah satu model yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan awal siswa adalah dengan menggunakan
model Kooperatif tipe Jigsaw. Model Kooperatif Jigsaw adalah suatu model
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan cara
memberdayakan kemampuan kelompok dan kerja sama dengan prinsip adanya tim
ahli sehingga mendorong siswa untuk memiliki prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits
yang tinggi.
Dalam pembelajaran, kemampuan awal pada umumnya turut menentukan kualitas
pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Semakin tinggi kemampuan
awal siswa akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa,
termasuk kualitas pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Jika pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa berkualitas memungkinkan siswa dapat menghasilkan prestasi
yang tinggi, yaitu prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits.
Dengan demikian, akan ada pengaruh terhadap pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits
siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan siswa yang memiliki
kemampuan awal rendah.
2.8 Hipotesis Penelitian
Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Hipotesis 1
HI : Ada tidaknya interaksi antara pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa
dalam peningkatan prestasi belajar Al-Qur’an Dan Hadits
Hipotesis 2
HI : Perbedaan peningkatan Prestasi Belajar Al-Qur’an Dan Hadits yang menggunakan
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Hipotesis 3
HI : pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal tinggi
Hipotesis 4
HI : pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal rendah