BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN …digilib.unila.ac.id/15806/2/bab 2.pdfBAB II KAJIAN...

32
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Berbagai ahli mendefinisikan belajar sesuai aliran filsafat yang dianutnya, antara lain sebagai berikut: Ernes ER.Hilgard, mendefinisikan belajar sebagai berikut; learning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures (wether in the laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training. Artinya (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah. (dalam Riyanto, 2002:5) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto ( 2003:2). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Jerome Brunner dalam Trianto (2009:15) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman / pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dari pendapat diatas bahwa menurut penulis belajar merupakan suatu cara seseorang untuk menambah pengetahuan baru yang lebih baik dari sebelumnya. Teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN …digilib.unila.ac.id/15806/2/bab 2.pdfBAB II KAJIAN...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS

2.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Belajar

Berbagai ahli mendefinisikan belajar sesuai aliran filsafat yang dianutnya, antara lain sebagai

berikut:

Ernes ER.Hilgard, mendefinisikan belajar sebagai berikut; learning is the process by which

an activity originates or is charged throught training procedures (wether in the laboratory or

in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to

training. Artinya (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan

cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah. (dalam Riyanto, 2002:5)

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto ( 2003:2). Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa Belajar adalah bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal

kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara

stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat dapat

menunjukkan perubahan tingkah lakunya.

Jerome Brunner dalam Trianto (2009:15) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu proses

aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada

pengalaman / pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dari pendapat diatas bahwa menurut

penulis belajar merupakan suatu cara seseorang untuk menambah pengetahuan baru yang

lebih baik dari sebelumnya.

Teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar bukanlah semata-mata mentransfer

pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses

dan menginterprestasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki

dalam format baru. Proses pembangunan ini bisa dilihat melalui asimilasi atau akomodasi.

Trianto (2009:16). Menurut Witherington dalam M. Ngalim (2003:81) Belajar adalah suatu

perbuatan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru dari reaksi yang

berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.” Hal ini juga

diperkuat oleh Dimyati (1994:208) Belajar merupakan suatu perubahan kepribadian, baik itu

berupa pisikis, ilmu pengetahuan maupun tingkah laku. Dari beberapa pendapat diatas maka

belajar merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sehingga dapat

membentuk sebuah kepribadian yang memiliki pengalaman yang baru dari sebuah proses

yang dialaminya.

Belajar berlangsung seumur hidup, namun disadari bahwa tidak semua belajar dilakukan

secara sadar Callahan (1993:198). Belajar dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan

dan santai serta belajar adalah merupakan kegiatan seumur hidup, seperti arti dari mahfudzod

bahwa belajar itu mulai dari buayan sampai liang lahat. Pemahaman yang maksimal dan

mendalam akan mempermudah proses pembelajaran yang dilakukan, sardiman, dkk (2004:2)

mengemukakan pengertian belajar sebagai berikut:

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung

seumur hidup, sejak masih bayi hingga liang lahatnanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang

telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku

tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan

(psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

Proses belajar bagi seorang individu dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Belajar yang disengaja merupakan suatu kegiatan yang disadari dan dirancang serta bertujuan

untuk memperoleh pengalaman baru. Sedangkan proses belajar yang tidak sengaja

merupakan suatu interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya secara

kebetulan, dimana dalam interaksi tersebut individu memperoleh pengalaman baru.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses aktif

dalam memberi reaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu yang sedang

belajar, yang diarahkan kepada tujuan dengan melihat, mengamati, memahami sesuatu untuk

mendapatkan pengalaman baru. Proses belajar akan terkait dengan bagaimana mengubah

tingkah laku individu, baik tingkah laku yang dapat diamati antara lain kecenderungan

perilaku.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya

dapat dijelaskan Trianto (2009:17) menjelaskan sebagai berikut:

Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai interaksi berkelanjutan antara

pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran

hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya

(mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya). Dalam rangka mencapai

tujuan yang diharapkan.

Dalam proses pembelajaran, setelah siswa melakukan kegiatan diharapkan diperoleh

perubahan tingkah laku atau perubahan perbuatan yang mengarah pada kebaikan atau

bertingkah laku positif. Selain itu, perubahan tersebut dapat berupa peningkatan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan pada siswa sehingga memiliki kepribadian yang utuh yang tercermin

pada kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Depdiknas (2004:10) mengemukakan, Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana

membelajarkan siswa dan bukan pada apa yang dipelajari. Oleh karena itu, untuk keefektifan

pembelajaran yang dilakukan guru harus benar-benar memperhatikan karakteristik siswa.

Proses pembelajaran tidak terlepas dari rancangan pembelajaran. Rancangan pembelajaran

hendaknya siterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Rancangan yang dibuat untuk

diterapkan dalam pembelajaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. “Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan riil karena

hal itu diperlukan untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar secara

maksimal.

2. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik karena difungsikan

sebagai mekanisme adaptif dalam proses membangun, sikap, dan kemampuan.

3. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan. Ketersediaan media dan

sumber belajar yang memungkinkan memperoleh pengalaman belajar secara konkrit,

luas dan mendalam adalah hal yang harus diupayakan oleh guru dan peduli terhadap

keberhasilannya.” Depdiknas (2004:11)

Guru musti dapat mengatur pembelajaran dengan baik karena guru adalah seorang

organisator. Tingkat interaksi belajar dan mengajar akan lebih baik tercipta jika jumlah siswa,

pengaturan dan perlakuan dalam pembelajaran proposional. Artinya semakin kecil jumlah

siswa didalam kelas akan semakin tinggi tingkat interaksi belajar mengajar. Begitu juga

sebaliknya semakin banyak didalam kelas akan semakin sulit guru melakukan interaksi.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,

material, fasilitas, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Manusia yng terlibat dalam sistem pembelajaran adalah, guru, siswa tenaga

pendidik dan lainnya, material yang meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi dan

slide, film, dan lainnya, fasilitas terdiri dari perlengkapan yang ada di ruangan kelas, prosedur

meliputi jadwal, metode penyampaian informasi dan sebagainya.

Menurut Darsono (2000:24) secara umum pembelajaran adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih

baik”.

Miarso (2004:545) berpendapat bahwa pembelajaraan adalah suatu usaha yang disengaja,

bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap

pada diri orang lain. Sanjaya (2006:49) mengemukakan istilah pembelajaran terkait dengan

makna mengajar hal ini disebabkan karena pembelajaran pada hakikatnya merupakan

kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Dengan kata lain pembelajaran adalah

penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.

Dari pengertian-pengertian diatas, yang dimaksud dengan pembelajaran adalah usaha guru

untuk membelajarkan siswa, upaya menciptakan kondisi dengan sengaja, membentuk tingkah

laku, kesempatan, kebebasan kepada siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya sehingga

lebih mudah mengorganisir, mengenal, dan mempelajari apa yang sedang dipelajari dan perlu

dibuat suatu rancangan pembelajaran yang matang serta dipilih strategi yang tepat agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

2.2 Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena

dalam proses kegiatan belajar akan membutuhkan hasil dan hasil itu akan menunjukan sebuah

prestasi belajar siswa. Untuk melihat berhasil atau tidaknya sebuah pembelajaran itu dilihat

dari kemampuan siswa dalam memahami sebuah pembelajaran yang diberikan kepadanya.

Prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh dari aktivitas pembelajaran yang

dilakukan. Menurut S. Nasution (1998:17) prestasi belajar adalah: kesempurnaan yang

dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna

apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan

prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga

kriteria tersebut. Selanjutnya Winkel (2004:553) mengatakan bahwa Prestasi belajar adalah

suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan

belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Dalam proses pembelajaran agar seseorang berhasil dan memperoleh prestasi sesuai dengan

apa yang diharapkan, ada beberapa prinsip belajar yang akan membantu siswa dalam belajar.

Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan prasarat yang diperlukan untuk belajar .

2. Sesuai hakikat belajar.

3. Sesuai materi / bahan yang harus dipelajari.

4. Syarat keberhasilan belajar . Slameto ( 2003:27-28)

Dilihat dari prasayarat yang diperlukan untuk belajar bahwa siswa musti dapat partisipasi

dalam membangun minat belajar agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Belajar juga

memerlukan lingkungan yang membuat si anak untuk dapat berinteraksi dengan yang lain

serta berekspresi dalam mengembangkan kemampuannya. Hakikat belajar memiliki proses

yang terus menerus dan tahap demi tahap agar dapat menimbulkan respon yang diharapkan.

Dari materinya harus memiliki struktur, penyajian yang dapat dengan mudah dipahami.

Untuk syarat keberhasilan belajar memerlukan sarana yang cukup. Ada faktor-faktor yang

turut andil yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar dan hasil belajar adalah sebagai berikut, Faktor dari dalam, yaitu kondisi biologis dan

psikologis dan faktor dari luar, yaitu lingkungan dan instrumental. Slameto (2003:30).

Faktor-faktor yang telah dikemukakan diatas mempengaruhi juga akan sebuah keberhasilan

yang ingin dicapai oleh anak baik keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak cacat, kondisi

psikologis misalnya kecerdasaan, bakat, minat dan emosi, faktor lingkungan yang meliputi

lingkungan alam dan lingkungan sosial, faktor instrumental, yaitu faktor yang ada dan

penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental

ini antara lain: kurikulum, program pengajaran, sarana dan fasilitas, guru/ tenaga pengajar.

prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam

bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap

anak pada priode tertentu. Dan dari sinilah akan terlihat peningkatan seorang anak dalam

menerima dan memahami materi yang diberikan oleh gurunya. Prestasi belajar siswa dapat

diketahui setelah diadakannya evaluasi, dari hasil evaluasi dapat memperlihatkan tentang

tinggi atau rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Sedangkan nilai prestasi belajar Al-

Qur’an dan Hadits yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan yang

diperoleh siswa dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran yang

ditunjukan dengan perolehan prestasi belajar pada aspek kognitif. Dalam meraih prestasi

belajar yang baik banyak sekali faktor yang mempengaruhi dan yang perlu diperhatikan

karena IQ bukanlah satu-satu penentu keberhasilan siswa dalam belajar.

2.3 Hakikat pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits.

Para ulama tafsir Al-Qur’an dalam berbagai kitab ‘ulumul qur’an, ditinjau dari segi bahasa

(lughowi atau etimologis) bahwa kata Al-Qur’an merupakan bentuk mashdar dari kata

qoro’a – yaqro’uu – qiroo’atan – wa qor’an – wa qur’aanan. Kata qoro’a berarti menghimpun

dan menyatukan. Fkmki (2011).

Al-Qur’an pada hakikatnya merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi

satu ayat, himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf Al Qur’an. Di

samping itu, mayoritas ulama mengatakan bahwa Al-Qur’an dengan akar kata qoro’a,

bermakna tilawah: membaca. Kedua makna ini bisa dipadukan menjadi satu, menjadi Al-

Qur’an itu merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca. Fkmki (2011).

Ditinjau dari segi bahasa bahwa bisa dilihat Al-Qur’an adalah mushaf yang memiliki arti

dasar dari kata qoro’a yang artinya membaca. Makna Al-Qur’an secara ishtilaahi adalah

Firman Allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa

ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi

berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan berpahala besar. Fkmki

(2011). Al-Qur’an adalah firman Allah SWT (QS 53:4), wahyu yang datang dari Allah Yang

Maha Mulia dan Maha Agung. Maka firman-Nya (Al-Qur’an ) pun menjadi mulia dan agung

juga, yang harus diperlakukan dengan layak, pantas, dimuliakan dan dihormati. Al-Qur’an

adalah mu’jizat. Manusia tak akan sanggup membuat yang senilai dengan Al-Qur’an , baik

satu mushaf maupun hanya satu ayat. Al-Qur’an itu diturunkan ke dalam hati Nabi SAW

melalui malaikat Jibril AS (QS 26:192). Hikmahnya kepada kita adalah hendaknya Al-Qur’an

masuk ke dalam hati kita. Perubahan perilaku manusia sangat ditentukan oleh hatinya. Jika

hati terisi dengan Al-Qur’an , maka Al-Qur’an akan mendorong kita untuk menerapkannya

dan memasyarakatkannya. Hal tersebut terjadi pada diri Rasululullah SAW, ketika Al-Qur’an

diturunkan kepada beliau. Ketika Aisyah ditanya tentang akhlak Nabi SAW, beliau

menjawab: Kaana khuluquhul qur’an; akhlak Nabi adalah Al-Qur’an . Al-Qur’an

disampaikan secara mutawatir. Al-Qur’an dihafalkan dan ditulis oleh banyak sahabat. Secara

turun temurun Al-Qur’an itu diajarkan kepada generasi berikutnya, dari orang banyak ke

orang banyak. Dengan cara seperti itu, keaslian Al-Qur’an terpelihara, sebagai wujud

jaminan Allah terhadap keabadian Al-Qur’an . (QS 15:9).

Membaca Al-Qur’an bernilai ibadah, berpahala besar di sisi Allah SWT. Nabi bersabda:

“Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, laam satu huruf,

miim satu huruf dan satu kebaikan nilainya 10 kali lipat” (Dan Hadits). Ali bin Abi Thalib

berkata: Aku dengar Rasulullah SAW bersabda: “Nanti akan terjadi fitnah (kekacauan,

bencana)” Bagaimana jalan keluar dari fitnah dan kekacauan itu Hai Rasulullah? Rasul

menjawab: “Kitab Allah, di dalamnya terdapat berita tentang orang-orang sebelum kamu, dan

berita umat sesudah kamu (yang akan datang), merupakan hukum diantaramu, demikian

tegas, barang siapa yang meninggalkan Al-Qur’an dengan sengaja Allah akan

membinasakannya, dan barang siapa yang mencari petunjuk pada selainnya Allah akan

menyesatkannya.

Al-Qur’an adalah tali Allah yang sangat kuat, cahaya Allah yang sangat jelas, peringatan

yang sangat bijak, jalan yang lurus, dengan Al-Qur’an hawa nafsu tidak akan melenceng,

dengannya lidah tidak akan bercampur dengan yang salah, pendapat manusia tidak akan

bercabang, dan ulama tidak akan merasa puas dan kenyang dengan Al-Qur’an , orang-orang

bertaqwa tidak akan bosan dengannya, Al-Qur’an tidak akan usang sekalipun banyak

diulang, keajaibannya tidak akan habis, ketika jin mendengarnya mereka berkomentar

‘Sungguh kami mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan, barang siapa yang mengetahui

ilmunya dia akan sampai dengan cepat ke tempat tujuan, barang siapa berbicara dengan

landasannya selalu benar, barang siapa berhukum dengannya hukumnya adil, barang siapa

yang mengamalkan Al-Qur’an dia akan mendapatkan pahala, barang siapa yang mengajak

kepada Al-Qur’an dia diberikan petunjuk ke jalan yang lurus” (HR Tirmidzi dari Ali r.a.)

Pengertian Hadits, Menurut bahasa kata dan Hadits memiliki arti, al jadid minal asyya

(sesuatu yang baru), lawan dari qodim, Qorib (yang dekat), Khabar (warta), yaitu sesuatu

yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan

benar atau salahnya. Dari makna inilah diambil perkataan dan Hadits Rasulullah saw.

Kangsaviking (2011).

Hadits adalah hudtsan, hidtsan dan adan Hadits. Jamak adan Hadits-jamak yang tidak

menuruti qiyas dan jamak yang syad-inilah yang dipakai jamak dan Hadits yang bermakna

khabar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, Hadits Rasul dikatakan adan Hadits al Rosul

bukan hudtsan al Rosul atau yang lainnya. KangsaViking (2011). Ada juga yang berpendapat

adan Hadits bukanlah jamak dari dan Hadits, melainkan merupakan isim jamaknya. Dalam

hal ini, Allah juga menggunakan kata dan Hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;

فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين.

maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka orang yang

benar” (QS. At Thur; 24). Hadits menurut istilah ahli, Hadits hampir sama (murodif) dengan

sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah

dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz dan Hadits secara

umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat

menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih

umum daripada dan Hadits. Kangsaviking (2011).

Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah. Kitab Al-Qur’an adalah

sebagai penyempurna dari kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebelumnya. Dalam Al-

Qur’an terkandung petunjuk dan aturan berbagai aspek kehidupan manusia. Ayat-ayat

Makkiyyah misalnya banyak berbicara tentang persoalan tauhid, keimanan, kisah para nabi

dan Rasul terdahulu, dan lain sebagainya. Sementara ayat-ayat Madaniyyah banyak

menjelaskan tentang ibadah, muamalah, hudud, jihad, dan lain sebagainya. Secara umum

kandungan Al-Qur’an dapat dibagi kepada tiga hal pokok, yaitu prinsip-prinsip akidah,

seperti beriman kepada Allah Swt, rasul-rasulnya dan lain-lain, prinsip-prinsip ibadah, seperti

sholat, puasa dan lain-lain, prinsip-prinsip syariat, seperti hukum perkawinan, kewarisan dan

lain-lain. Namun meskipun demikian Al-Qur’an tidak bisa dipisahkan dengan Hadits, karena

syariat Islam tidak hanya Al-Qur’an tapi Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan ada ulama yang

menyatakan bahwa Al-Qur’an dan Hadits berada dalam satu tingkatan dari sisi i’tibar dan

hujjah dalam penetapan hukum syari’at. Di sinilah pentingnya mengetahui fungsi dan

kedudukan dan Hadits terhadap Al-Qur’an . Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa

hubungan Hadits dengan al-Qur`an ada tiga, Hadits sesuai dengan Al-Qur`an dari berbagai

segi, sehingga datang Al Qur`an dan dan Hadits pada satu hukum menunjukkan ada dan

banyaknya dalil (semakin menguatkan), Hadits sebagai penjelas maksud Al-Qur`an dan

penafsirnya, menentukan satu hukum wajib atau haran pada sesuatu yang Al-Qur`an

diamkan.” (Al-Mukmin, 2011).

Ruang Lingkup Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits MTS/MA Dalam mata pelajaran Al-

Qur’an dan Hadits ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai

berikut, Menjelaskan tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, Mufrodat, Terjemah, Tafsir

Tajwid. Superbbm (2011). Mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits musti memperhatikan

tuliasan dan harakatnya, cara mengartikan setiap katanya, bisa memberikan pengertian yang

baik dan mudah dipahami. Masalah dasar-dasar ilmu Al-Qur’an dan Hadits, adalah

pengertian Al-Qur’an, pengertian Hadits, sunnah, khabar, atsar dan Hadits qudsi, bukti

keotentikan Al-Qur’an, Isi pokok ajaran Al-Qur’an, fungsi Al-Qur’an, fungsi dan Hadits

terhadap Al-Qur’an. Superbbm (2011). Pendapat ini mengatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an

dan Hadits yang diambil sebagai bahan materi atau bahan untuk belajar siswa itu telah

disesuaikan dengan tingkat pendidikan baik di MTs maupun MA. Dan untuk mempelajari

mufrodat biasanya tidak disebutkan semuanya melainkan hanya beberapa mufrodat saja yang

dianggap sukar bagi siswa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan para peserta didik dalam hal

pemahaman. Dalam terjemahan dapat membantu siswa dalam memahami ayat Al-Qur’an

dan Hadits yang berkaitan dengan mata pelajaran karena menghafal terjemah biasanya lebih

mudah daripada teks aslinya, dan menghafalkan saja tidak cukup harus dengan memahami

atau menjelaskan, karena dengan menjelaskan materi akan lebih kuat tersimpan dalam

ingatan siswa dan sulit terlupakan. Dari ini siswa juga musti mempelajari ilmu tajwid yang

tujuannya adalah memelihara bacaan Al-Qur’an dari kesalahan dan perubahan serta

memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu

kifayah, sedang membaca Al-Qur’an dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya

Fardlu ‘Ain. Tafsir atau penjelasan Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat yang paling baik

di dunia ini adalah umat yang mempunyai dua sifat utama, yaitu mengajak kepada kebaikan

dan mencegah kepada kemunkaran dan senantiasa beriman kepada Allah SWT.

Tema-tema yang ditinjau dari perspektif Al-Qur’an dan Hadits adalah, manusia dan tugasnya

sebagai khalifah di bumi, keikhlasan dalam beribadah, nikmat Allah dan cara mensyukurinya,

berkompetisi dalam kebaikan, amar ma‘ruf nahi munkar, ujian dan cobaan manusia, tanggung

jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat, berlaku adil dan jujur, toleransi dan etika

pergaulan, makanan yang halal dan baik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Superbbm (2011).

Tema-tema yang dipilih untuk pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits sangatlah baik karena itu

banyak mengajarkan kepada kita manusia untuk tidak berlaku semaunya dalam menjalani

kehidupan ini, supaya ada sebuah keseimbangan di dunia dan akhirat. Mata pelajaran Al-

Qur’an dan Hadits bertujuan untuk meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an

dan Hadits, membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan

Hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan, meningkatkan

pemahaman dan pengamalan isi kandungan Al-Qur’an dan Hadits yang dilandasi oleh dasar-

dasar keilmuan tentang Al-Qur’an dan Hadits. Superbbm (2011).

2.4 Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran sebagai proses menurut Sagala (2005:136) adalah pengembangan

pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk

menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan

perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang

dianut dalam kurikulum yang digunakan.

Desain Pembelajaran menurut Reigeluth dalam Dewi Salma Prawidilaga (2008:15) adalah

kisi-kisi dari penerapan tiori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar

seseorang. Desain pembelajaran berarti merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil

belajar dengan menggunakan pendekatan sistem pembelajaran. Pendekatan sistem dalam

pembelajaran lebih produktif untuk semua tujuan pembelajaran di mana setiap komponen

bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen seperti instruktur,

peserta didik, materi, kegiatan pembelajaran, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan

belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil pembelajaran pebelajar

yang dikehendaki. Desain sistem pembelajaran meliputi untuk perencanaan, pengembangan,

implementasi, dan evaluasi Pembelajaran.

Desain pembelajaran dikenal beberapa model, yang dikemukakan oleh para ahli. Secara

umum, menurut Supriyatna (2009; 9) model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke

dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model

prosedural dan model melingkar.

Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro

(kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model

ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk

menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran,

multimedia pembelajaran, atau modul. Berikut ini adalah tahapan-tahapan dari model

ASSURE : Analize Learner (menganalisa peserta didik), State Objectives (merumuskan

tujuan pembelajaran), Select Methods, Media, Material (memilih metode, media, dan bahan

ajar), Utilize Media and Materials (memanfaatkan media dan bahan ajar), Require learner

participation (mengembangkan peran serta peserta didik), Evaluate and revise ( menilai dan

memperbaiki. Dewi Salma Prawiradilaga (2008:48). Contoh modelnya adalah model

Hannafin and Peck. Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain

pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti

desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, contohnya adalah model ADDIE. Selain itu

ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari

model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah

model Kemp.

Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa

keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga,

kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada,

ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan

dan diperbaiki.

Pada penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan model desain pembelajaran Walter

Dick & Lou Carey, karena berbagai alasan yaitu: desain ini memiliki fokus pada awal proses

pembelajaran dengan lebih dulu menetapkan kompetensi yang siswa harus tahu atau mampu

lakukan pada waktu berakhirnya program pembelajaran, desain ini memiliki keterikatan yang

runtut antar komponen-komponennya, dimana terdapat hubungan antara siasat pembelajaran

dan hasil belajar yang diinginkan, Desain ini merupakan proses yang sifatnya empirik dan

dapat di lakukan secara berulang-ulang, karena pembelajaran tidak dirancang untuk satu kali

kegiatan saja, namun di sesuaikan dengan kebutuhan siswa. Model Dick and Carey ini

termasuk ke dalam model procedural,adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran, melaksanakan analisi pembelajaran,

mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, merumuskan tujuan

performansi, mengembangkan butir–butir tes acuan patokan, mengembangkan strategi

pembelajaran, mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, mendesain dan

melaksanakan evaluasi formatif, merevisi bahan pembelajaran, mendesain dan melaksanakan

evaluasi sumatif. Dick and Carey (1996:12)

Perhatikan tahapan-tahapan model Dick & Carey pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Model Dick and Carey

Model Dick and Carey yang terdiri dari 10 langkah ini pada tiap-tiap langkahnya sangat jelas

maksud dan tujuannya, sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk

mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey

menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan

yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas,

namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.

Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran.

Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan

sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada

kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick

and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar pada awal proses

pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang

berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, adanya pertautan antara tiap komponen

khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, menerangkan

langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.

2.5 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995:73) merupakan strategi pembelajaran yang

mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,

menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong aktif menemukan

sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses. Belajar dalam kelompok kecil yang

kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas menurut Lie(2003:41) merupakan

ciri-ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa

dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akdemis,

kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang

berkemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok berkemampuan akademis kurang.

Menurut Trianto (2009:56) Pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan khusus agar

siswa dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar

yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan

untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai

ketuntasan.

Menurut Lungdren dalam Trianto (2007:47) unsur-unsur dasar dalam pembelajaran

kooperatif adalah Para siswa harus memilik persepsi sama, memiliki tanggung jawab dalam

kelompoknya, harus berpandangan memiliki tujuan yang sama, membagi tugas, evaluasi atau

penghargaan, kepemimpinan bekerja sama selama belajar,.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Arends (2008:5) menyatakan pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Siswa bekerja

dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar. 2. Kelompok dibentuk

dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, 3. Bila memungkinkan

anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam dan 4.

Penghargaan lebih berorentasi kepada kelompok dari pada individu.

Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson dalam Trianto (2009: 57)

menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memksimalkan belajar siswa

untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara

kelompok.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif ada suatu

pembelajaran dimana siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat

memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan

kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan

masalah.

2.5.1 Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw, pembelajaran

kooperatif tie Jigsaw adalah suatu tipe yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian

materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam

kelompoknya. Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai model pembelajaran kooperatif.

Tipe ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan atau berbicara.

Tipe ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Tipe ini

dapat pula digunakan pada beberapa mata pelajaran seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu

pengetahuan sosial, matematika, agama dan bahasa. Dalam tipe ini guru memperhatikan latar

belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan diri agar bahan pelajaran

menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan siswa lain dalam suasana

kooperatif dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan

kemampuan berkomunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model

pembelajaran yang berkelompok yang memiliki anggotanya 4-6 orang secara heterogen dan

bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan

bagian materi pelajaran yang harus di pelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada

anggota kelompok yang lain. Trianto ( 2007: 56 )

Dalam Trianto (2009:72) juga menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini

terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Dimana kelompok asal adalah kelompok induk

siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan asal dan latar belakang keluarga yang

heterogen. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli, yaitu

kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang bertugas untuk

mendalami dan memahami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan

dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan anggota kelompok asal. Hubungan antara

kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut :

Kelompok ahli

+ =

x @

+ =

x @

+ =

x @

Kelompok asal

Ilustrasi kelompok Jigsaw. Arends ( 2008:14)

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilakukan dengan langkah-langkah pokok

sebagai berikut; (1) Pembagian Tugas, (2) Pemberian lembar ahli, (3) Mengadakan diskusi,

(4) Mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini diatur secara

instruksional sebagai berikut menurut Slavin dalam Trianto (2009:73) yaitu :

Siswa dibagi atas beberapa kelompok,Materi pembelajaran diberikan kepada siswa telah

dibagi menjadi beberapa sub bab, setiap anggota kelompok membaca materi yang telah

ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya, anggota kelompok yang telah

mempelajari materi yang sama maka bertemu untuk diskusi, setiap anggota kelompok ahli

setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajari teman-temannya, pada pertemuan dan

diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

Setelah kuis dilakukan, maka dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor

kelompok. Skor individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok

berdasarkan rentang skor yang diperoleh pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir.

Kelemahan dan keunggulan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw secara umum adalah sama

dengan kelemahan dan keunggulan pembelajaran kooperatif lainnya. Keunggulan

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah meningkatkan rasa tanggung jawab siswa

terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan tapi mereka juga harus siap memberikan dan

mengajarkan materi tersebut pada orang lain. Namun demikian pembelajaran tipe ini

memiliki keterbatasan..

+ =

x @

x x

x x

@ @

@ @

= =

= =

+ +

+ +

Target yang diharapkan dicapai dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe

Jigsaw dalam pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits kelas VIII MTs Negeri Baturaja adalah

sebagai berikut.

Pertama, siswa diharapkan dapat memperoleh kemudahan dalam mempelajari mata pelajaran

Al-Qur’an dan Hadits.

Kedua, terjadi peningkatan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits sehingga lebih dari 80%

siswa mencapai KKM dari keseluruhan jumlah siswa yang dijadikan subjek penelitian.

Ketiga, guru diharapkan memperoleh tindakan alternatif dalam model pembelajaran Al-

Qur’an dan Hadits sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits

siswa kelas VIII MTs Negeri Baturaja.

Keempat, akan terbantu terciptanya madrasah yang melaksanakan pembelajaran Al-Qur’an

dan Hadits yang efektif, efisien, menyenangkan, dan bermakna.

2.5.2 Pembelajaran kooperatif tipe STAD

Pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu bentuk pembelajaran dengan

bekerja sama dalam kelompok kecil dan terstruktur yang keberhasilan kolompok ditentukan

oleh keaktifan dari setiap anggota kelompok yang bersangkutan. Setiap anggota kelompok

bertanggung jawab dan berusaha mendapat hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota

kelompok. Keberhasilan individu dalam kelompok merupakan orientasi dari keberhasilan

kelompok, siswa bekerja untuk suatu tujuan yang sama dan membantu serta mendorong

temannya agar berhasil dalam belajar.

Slavin dalam Etin (2007:4) moddel pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran di

mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang heterogen.

Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan

dan aktivitas anggota, baik secara individual dan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif

lebih sekedar dari belajar berkelompok, karena pembelajaran kooperatif harus ada struktur

dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi

secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara

anggota kelompok. Ada lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif menurut Johnson

& Johnson dan Sutton yaitu saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa, dalam

belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu

tujuan dan terikat satu sama lain, Interaksi antara siswa yang semakin meningkat, Tanggung

jawab individual, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, Proses kelompok. Trianto

(2009:60-61). Pada definisi ini terkandung pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif

tercipta kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang

positif (menanamkan rasa kebersamaan), tanggungjawab masing-masing anggota (setiap

anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi,

keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka

menaikkan interaksi dan pengolahan data.

Konsep utama belajar kooperatif menurut Slavin adalah Penghargaan kelompok, tanggung

jawab individual, kesempatan yang sama untuk sukses. Trianto (2009:61-62). Kerjasama di

dalam kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain,

berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan

pemahaman satu sama lain. Salah satu dari pembelajaran kooperatif ini adalah pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Slavin (2008:143) menyatakan bahwa pada STAD, siswa ditempatkan

dalam tim belajar 4-5 orang yang emrupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis

kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka

memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian

seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak

diperbolehkan saling membantu.

Dengan demikian STAD ini merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan

menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang

siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian

materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe

STAD ini juga membutuh persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, persiapan-

persiapan tersebut antara lain, perangkat pembelajaran, membentuk kelompok kooperatif.

menentukan anggota kelompok, menentukan skor awal, pengaturan tempat duduk, kerja

kelompok. Trianto (2007:52). Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran

kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini

bertujuan lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

Contoh salah satu cara pembentukan kelompok berdasarkan kemampuan ranking. Cara

pembentukan kelompok berdasarkan kemampuan ranking pada tabel 2.1 yang dapat dilihat

pada lampiran. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai

peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis atau tes setelah siswa bekerja

dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan

sebagai berikut. Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok, Nilai dasar (awal)

masing-masing siswa, menentukan nilai tes atau kuis terkini, menentukan nilai peningkatan

hasil belajar. Menghitung skor individu yaitu besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai

kuis terkini dan nilai dasar(awal) masing-masing siswa dengan memberikan skor

perkembangan individu. Menurut Slavin (2008:159) skor peningkatan mutu individu pada

tabel 2.2 yang dapat dilihat pada lampiran. Menghitung skor kelompok, penghargaan

kelompok diberikan berdasarkan rata-rata perkembangan anggota kelompok yaitu dengan

menjumlahkan semua skor perkembangan yang diperoleh oleh anggota kelompok. Sesuai

dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, Slavin (2009:160) memberikan kategori skor

penghargaan kelompok seperti tercantum pada tabel 2.3 yang terdapat dilampiran, Pemberian

hadiah dan pengakuan skor kelompok. Setelah masing-masing kelompok memperoleh

predikat, guru memberi hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai

dengan predikatnya.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan kepada enam langkah .

langkah-langkah dalam pembelajaran koooperatif tipe STAD ini terlihat dalam tabel 2.4 yang

ada pada lampiran. Dan juga dapat kita pahami bahwa di setiap model pembelajaran pasti ada

kekurangan dan kelebihannya, Kelebihan dan kekurangan pembelajaraan kooperatif tipe

STAD adalah sebagai berikut,

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe STAD, memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah, mengembangkan bakat

kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan diskusi, memungkinkan guru untuk lebih

memperhatikan sebagai individu serta kebutuhan dalam belajar, siswa lebih aktif bergabung

dengan teman mereka dalam pelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa. Rachmadi (2006:157-158).

Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah kerjasama kelompok sering kali

hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, strategi ini kadang menuntut pengaturan

tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya belajar yang berbeda pula, Keberhasilan strategi

kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja

sendiri. Rachmadi (2006:157-158)

2.6 Kemampuan Awal siswa

Setiap individu peserta didik memiliki kekhasan masing-masing. Kemampuan awal bagi

siswa yang sudah tau akan menjadi sesuatu yang membosankan, sedangkan bagi siswa yang

belum tahu akan merasa tertinggal dan tidak dapat menangkap materi yang diberikan.

Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang

deberikan. Menurut Smaldino,et al, setiap peserta didik berbeda satu sama lain karena,

karakteristik umum, kemampuan awal atau prasyarat, gaya belajar. Prawiradilaga (2007: 61)

Sifat internal peserta didik yang mempengaruhi penyampaian materi seperti kemampuan

membaca, jenjang pendidikan, usia, atau latar belakang sosial. Kemampuan dasar yang harus

dimiliki sebelum peserta didik akan mempelajari kemampuan baru. Jika kurang, kemampuan

awal ini sebenarnya yang menjadi mata rantai penguasaan materi dan menjadi penghambat

bagi proses belajar, berbagai aspek psikologis yang berdampak terhadap penguasaan

kemampuan atau kompetensi. Cara mempersepsikan sesuatu hal, motivasii, kepercayaan diri,

tipe belajar (verbal, Visual, kombinasi dan sebagainya) termasuk gaya belajar.

Menurut Prawiradilaga (2007:61) kemampuan awal atau sering juga disebut kompetensi awal

adalah kemampuan intlektual yang menjadi modal dasar pembelajar untuk menguasai meteri

ajar; kompetensi awal berpengaruh terhadap laju belajar; persepsi terhadap topik dan

pencapaian tujuan pembelajaran.

Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat

melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Menurut Muhibbin Syah (2006:121) yang

mengatakan bahwa kemampuan awal prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan.

Dan menurut Gerlac dan Ely dalam Harjanto (2006:128) Kemampuan awal siswa ditentukan

dangan memberi tes awal. Kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat

memberikan dosis pelajaran yang baik, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

Kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Dalam proses belajar, untuk memahami hal-hal yang baru siswa membutuhkan modal berupa

kemampuan yang telah melekat padanya dan yang terkait dengan hal yang baru yang akan

diperlajarinya. Kemampuan yang telah melekat pada seseorang dan yang terkait dengan hal

yang baru yang akan di pelajari selanjutnya sebut kemampuan awal.

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan topik penelitian:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Widyawati Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif dan Minat Belajar terhadap Kemampuan Menulis Naskah Drama Siswa

Kelas VIII SMP Negeri Semaka Tahun Pelajaran 2010/2011.

a. Kemampuan menulis naskah drama siswa SMP Negeri 1 Semaka Tanggamus yang

belajar dengan model pembelajaran kooperatif lebih tinggi dibandingkan dengan siswa

yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan jumlah

perbedaan rata-rata 8,45.

b. Siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang belajar dengan model pembelajaran

kooperatif kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan

jumlah perbedaan rata-rata 8,23.

c. Siswa yang memiliki minat belajar belajar rendah menggunakan model pembelajaran

kooperatif kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan

jumlah perbedaan rata-rata 9,17.

d. Siswa yang memiliki minat belajar tinggi menggunakan model pembelajaran

kooperatif kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang memiliki minat belajar belajar rendah menggunakan model pembelajaran

kooperatif, dengan jumlah perbedaan rata-rata 8,23.

e. siswa yang memiliki minat belajar tinggi menggunakan model pembelajaran

konvensional kemampuan menulis naskah dramanya lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang memiliki minat belajar rendah menggunakan model pembelajaran

konvensional, dengan jumlah perbedaan rata-rata 9,17.

2. Penelitian lain yang relevan yakni penelitian yang dilakukan oleh Emildadianty (2008)

yang berjudul Peningkatan Kreativitas Siswa melalui Cooperative Learning-Teknik

Jigsaw pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 2 Bandung.. Pada

Penelitian tersebut diperoleh informasi pada kesimpulan tersebut, yaitu:

a. Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai

yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat.

Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara

bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan

menjadi lebih hidup.

b. Teknik pembelajaran Cooperative Learning-Teknik Jigsaw dapat mendorong

timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.

c. Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning-

Teknik Jigsaw. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning-

Teknik Jigsaw ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa

sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

d. Penilitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yaitu Siklus I, Siklus II, dan Siklus III.

Dalam pelaksanaannya, dengan pembelajaran Cooperative Learning-Teknik

Jigsaw dapat meningktakan kreativitas belajar. Pada Siklus I terjadi peningkatan

12,22% dibandingkan pada hasil prapenelitian. Peningkatan tertinggi terjadi pada

Siklus II, yaitu sebesar 27,26% dibandingkan Siklus I. Pada Siklus III

peningkatannya hanya 8,30% dibandingkan Siklus II.

e. Peneliti menyarankan agar (1) guru menggunakan Cooperative Learning-Teknik

Jigsaw dalam pembelejaran di kelas (2) guru peneliti lain melakukan penelitian

lebih lanjut, penerapan pembelajaran Cooperative Learning-Teknik Jigsaw untuk

meningkatkan prestasi belajar.

2.8 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang menjadi landasan sementara penelitian ini, yaitu Perbedaan

Peningkatan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Al-Quran dan Hadits Menggunakan

Model Pebelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Student Teams Achievement Dicision

(STAD).

2.8.1 Interaksi antara pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa dalam

meningkatkan prestasi belajar Al Qur’an dan Dan Hadits.

Kondisi pembelajaran dan kemampuan awal siswa akan memberikan dampak dalam

peningkatan prestasi belajar siswa. Dua kondisi ini masing-masing dipilahkan menjadi

dua, yaitu kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah, serta pembelajaran

koperatif tipe Jigsaw dan STAD.

Suatu kombinasi tertentu antara perlakuan pembelajaran dan tingkat kemampuan awal

siswa telah saling mempengaruhi sehingga terdapat perbedaan peningkatan prestasi

belajar. Pembelajaran berisikan langkah-langkah kegiatan belajar yang dilakukan oleh

siswa, dalam langkah-langkah pembelajaran tertentu mengakibatkan peningkatan

prestasi belajar siswa terdapat pada tingkat kemampuan awal siswa tertentu. Pengaruh

perlakuan pembelajaran terhadap peningkatan prestasi belajar siswa bagi tingkat

kemampuan awal siswa tertentu. Pengaruh perlakuan pembelajaran terhadap

peningkatan prestasi belajar siswa bagi tingkat kemampuan awal siswa tertentu akan

berlainan.

Berdasarkan dugaan maka kombinasi yang dimaksud adalah peningkatan prestasi

belajar Jigsaw lebih tinggi dari pada pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, dan peningkatan prestasi belajar

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari STAD pada siswa

berkemampuan awal rendah. Berdasarkan dugaan kombinasi ini yang memungkinkan

ada interaksi antara pembelajaran dan tingkat kemampuan awal dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu model pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh dengan bekerja sama

dengan siswa yang lainnya dengan tim ahli sebagai sumber belajar.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD memotivasi siswa agar saling mendukung dan

membantu dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh siswa. Mereka harus

mendukung teman dalam satu tim untuk bisa melakukan yang terbaik. Teknik ini

menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Agar

peserta didik memperoleh pengalaman belajar secara optimal maka jawabannya tidak

lain adalah dengan model pembelajaran yang kini dikenal dengan nama lain, seperti

pendekatan Kooperatif. Inovasi pembelajaran harus menjadi bagian dari pelaksanaan

tugas-tugas profesional para pendidik di sekolah. Inovasi pembelajaran tidak lain

dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Kedua tipe pembelajaran kooperatif ini sama-sama mementingkan kerja sama. Untuk

pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang mengutamakan pada pembelajara membaca,

mendengarkan, dan berbicara maka pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih dapat

meningkatkan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits. Walaupun demikian, perbedaan

peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlalu tinggi karena kedua tipe sama-sama

mengandalkan prinsip bekerja sama dan belajar bersama.

2.8.2 Perbedaan peningkatan prestasi belajar siswa yang pembelajaraannya

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

Pada penelitian ini di gunakan dua perlakuan yaitu pembelajaran koopreatif tipe

Jigsaw dan STAD. Penggunaan pembelajaran guna mendesain kegiatan belajar di

kelas sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai.

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan awal

siswa adalah menunjukkan kemampuan yang dimiliki siswa sebelum mengikuti

proses pembelajaran. Besar atau kecil bahwa kemampuan awal siswa turut

menentukan hasil yang akan diperoleh setelah mengikui pembelajaran. Semakin

tinggi kemampuan awal siswa, semakin tingggi keberhasilan siswa.

Siswa yang memiliki kemampan awal tinggi pada pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw akan lebih tinggi kemampuan untuk mengkuti proses pembelajaran. Karena

pada pembelajaran model ini menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara

penuh dengan bekerja sama dengan siswa yang lainnya dengan tim ahli sebagai

sumber belajar. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan mudah menyerap

apa yang disampaikan oleh sumber belajar dan akan mampu menyampaikan kepada

orang lain.

Demikian halnya dengan siswa yang memiliki kemampuan awal tingi pada

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga akan lebih tinggi mengembangkan proses

pembelajaran. Pada pembelajaran model ini, siswa saling mendukung dan membantu

dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh siswa. Siawa dituntut mampu

mendukung teman dalam satu tim untuk bisa melakukan yang terbaik. Siswa yang

satu dengan yanglain dalam satu kelompok harus saling mendukung. Jika siswa

memiliki kemampuan yang tinggi maka mereka mampu mendukung kawannya

dengan lebh baik.

Siswa yang memiliki kemampaun awal tinggi dengan kedua tipe pembelajaran

kooperatif ini yang sama-sama mementingkan kerja sama akan memperoleh prestasi

belajar yang lebih tinggi. Hanya saja, untuk pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang

mengutamakan pada pembelajara membaca, mendengarkan, dan berbicara maka

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih dapat meningkatkan prestasi belajar Al-

Qur’an dan Hadits. Walaupun demikian, perbedaan peningkatan prestasi belajar siswa

tidak terlalu tinggi karena kedua tipe sama-sama mengandalkan prinsip bekerja sama

dan belajar bersama.

Dari uraian singkat tersebut, penulis menduga bahwa terdapat perbedaan peningkatan

prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan

pembelajaan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dan kooperetf tipe STAD.

Dengan demikian, penulis menduga siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi

pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits lebih

tinggi dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2.8.3 pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal tinggi

Belajar Al-Qur’an dan Hadits dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

model pembelajaran yang dirancang oleh guru. Kemampuan awal siswa akan

meningkat apabila pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, dirancang dengan

berbasis kemampuan yang ada, inovatif, dan melibatkan siswa untuk ikut aktif

berpartisipasi dalam pembelajaran.

Belajar Al-Qur’an dan Hadits merupakan prestasi yang memerlukan latihan dan

kreativitas siswa. Latihan akan berjalan dengan baik apabila pembelajaran dirancang

dan berjalan sesuai dengan keinginan siswa dengan memanfatkan kemampuan siswa

dan terjadi suatu koordinasi dan kerja sama yang baik diantara siswa di kelas.

Kreativitas siswa juga akan muncul apabila siswa dilibatkan dalam pembelajaran atau

dengan kata lain pembelajaran yang melibatkan siswa. Pembelajaran yang demikian

dapat diimplementasikan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dan juga tipe STAD.

Siswa yang memiliki kemampaun awal rendah dengan kedua tipe pembelajaran

kooperatif ini yang sama-sama mementingkan kerja sama akan memperoleh prestasi

belajar yang lebih tinggi. Hanya saja, untuk pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang

mengutamakan pada pembelajaran membaca, mendengarkan, dan berbicara maka

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih dapat meningkatkan prestasi belajar Al-

Qur’an dan Hadits. Walaupun demikian, pengaruh terhadap prestasi belajar siswa

tidak terlalu tinggi karena kedua tipe sama-sama mengandalkan prinsip bekerja sama

dan belajar bersama.

Dari uraian singkat tersebut, penulis menduga bahwa terdapat pengaruh dalam

prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan

pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dan kooperetf tipe STAD.

Dengan demikian, penulis menduga siswa yang memiliki kemampuan awal rendah

pun pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits

lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD

2.8.4 pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal

rendah

Secara umum kemampuan awal siswa akan meningkat apabila pembelajaran yang

dilakukan menggunakan model yang tepat, yaitu model yang mampu menggali dan

mengembangkan prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits. Salah satu model yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kemampuan awal siswa adalah dengan menggunakan

model Kooperatif tipe Jigsaw. Model Kooperatif Jigsaw adalah suatu model

pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk

dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan cara

memberdayakan kemampuan kelompok dan kerja sama dengan prinsip adanya tim

ahli sehingga mendorong siswa untuk memiliki prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits

yang tinggi.

Dalam pembelajaran, kemampuan awal pada umumnya turut menentukan kualitas

pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Semakin tinggi kemampuan

awal siswa akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa,

termasuk kualitas pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Jika pembelajaran yang

dilakukan oleh siswa berkualitas memungkinkan siswa dapat menghasilkan prestasi

yang tinggi, yaitu prestasi belajar Al-Qur’an dan Hadits.

Dengan demikian, akan ada pengaruh terhadap pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits

siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan siswa yang memiliki

kemampuan awal rendah.

2.8 Hipotesis Penelitian

Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Hipotesis 1

HI : Ada tidaknya interaksi antara pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa

dalam peningkatan prestasi belajar Al-Qur’an Dan Hadits

Hipotesis 2

HI : Perbedaan peningkatan Prestasi Belajar Al-Qur’an Dan Hadits yang menggunakan

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Hipotesis 3

HI : pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal tinggi

Hipotesis 4

HI : pengaruh antara pembelajaran dengan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan kemampuan awal rendah