Asuhan Keperawatan Leptospirosis
-
Upload
astry-priyanti-putri -
Category
Documents
-
view
144 -
download
26
description
Transcript of Asuhan Keperawatan Leptospirosis
Asuhan Keperawatan Leptospirosis
Adrianus Atu Rani (2012-11-001)
Chaty Ari Widowati (2012-11-006)
Desi Novalina (2012-11-008)
Eka Sawitri N. (2012-11-010)
Elisabet Hadia (2012-11-011)
Kensya Leatemia ( 2012-11-015)
Lea Elisabet (2012-11-16)
Maria Antonia Go’o (2012-11-021)
Maria Rosalin Sea ( 2012-11-024 )
Melianti (2012-11-027)
Monica Pradnya P (2012-11-028)
Nisa Apriani (2012-11-030)
Patrisia C Khairani (2012-11-031)
Program S1 Keperawatan A Sm.4
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus
Tahun Ajaran 2013/2014
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat
pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil
mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami
penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan
Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al:
Etiology, mode of infection and specific therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23:
377-402.)
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39
tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini
adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.Angka kejadian penyakit
tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di
negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan
bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus
leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak
beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah
diagnosis dan nonfatal.
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis
yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.Gejala klinis leptopirosis mirip
dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza, meningitis, hepatitis, demam dengue
demam berdarah dan demam virus lainnya. Sehingga seringkali tidak terdiagnosis .
Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di
air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang
tidak diencerkan akan cepat mati. Leptospira bisa terdapat pada hewan piaraan maupun
hewan liar. Leptospirosis dapat berjangkit pada laki-laki maupun wanita semua umur
tetapi kebanyakan mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya berusia antara
10-39 tahun diantaranya 80% laki-laki).
Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira tergolong cukup
tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50 tahun malah kematiannya bisa
mencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor
2007)
Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 50-150 kasus leptospirosis setiap tahun
sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Diagnosa Leptospirosis berdasarkan
gejala klinis sangat sulit karena kurangnya karakteristik pathogonomic, dukungan
laboratorium diperlukan. Angka kejadian penyakit leptospirosis di Provinsi Guilan Iran
Utara cukup tinggi terutama pada daerah Rasht. Pada daerah tersebut terdapat 233 kasus
Leptospirosis dari keseluruhan kasus yang berjumlah 769.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Leptospirosis
1.2.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis
1.2.3 Untuk mengetahui tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit
Leptospirosis
1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Leptospirosis
1.2.5 Untuk mengetahui penanganan penyakit Leptospirosis
BAB II
Tinjauan Teoritis
2.1 Tinjauan Medik
a. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi
zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoononis yang disebabkan oleh mikro
organism Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya.
b. Etiologi dan Faktor risiko
1. Etiologi
Penyakit leptospirosis terdapat di semua Negara dan terbanyak di temukan di
Negara beriklim tropis. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospira
interrogans dengan berbagai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas
serotype bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti aning,
lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang liar seperti tikus, musang,
tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau
selaput lender yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpuh dan sebagainya yang
telah tercemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira. (Mansjoer,
2005)
Bakteri leptospira merupakan spirochaeta aerobic (membutuhkan oksigen
untuk bertahan hidup0, motil (dapat bergerak) gram negative, bentuknya dapat
berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat . bakteri leptospira ukurannya relative
kecil dan panjang sehingga sulit terlihat bila menggunakan mikroskop cahaya dan
untuk melihat bakteri ini diperlukan mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini
dapat bergerak maju mundur. Leptospirosa dapat hidup dalam waktu lama di air,
tanah yang lembab, tanaman dan lumpur.
2. Faktor risiko
Faktor risiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung atau terpajan
air dan rawa yang terkontaminasi yaitu kegiatan yang memungkinkan kontak
lingkungan tercemar kuman leptospira, misalnya saat banjir, pekerjaan rumah
potong hewan, pembersih selokan, perkerjaan tambang, mencuci atau mandi di
sungai/danau dan kegiatan rekreasi di alam bebas serta petugas laboratorium.
Peternak dan dokter hewan.
c. Patofisiologi
1. Patogenesis
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran
darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan
dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih
bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana
sebagian mikro organisme akan mencapai convoluted tubulues, bertahan disana dan
dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai
beberapa minggu setelah infeksi dan sampai bebulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini
dengan cepat dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospira 4-7
hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan di dalam jaringan ginjal dan okuler.
Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenis leptospirosis ini yaitu: invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan reaksi imunologi.
Leptospira
Invasi Bakteri
langsung
Faktor Inflamasi
non Spesifik
Reaksi imunologi
Imunitas
Seluler
Imuitas Humoral
Terjadi opsonisasi
makrofag dan
aktivasi neutrofil
Makrofag dan
Neutrofildiproduksi
Antibodi
2. Patologi
Perjalanan fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung
jawab atas terjadinya keadaan patologi beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena
kerusakan pada lapisan endothel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara
derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologic. Pada leptospirosis
lesi histologi yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan
fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan
bukan pada stuktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi sel monosit,
limfosit dan sel plasma. Pada kasus berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan
yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain diginjal dan di hati,
leptospira juga dapat berathan di otak, dan mata. Komplikasi leptospirosis juga dapat
menyebabkan gangguan neurologi. Dan Organ yang sering sikenai leptospira ialah:
ginjal, hati, jantung, pembuluh darah, mata, otot.
3.
4.
5.
6.
7.
Leptospira Kulit dan membrane
mukosa/ selaput lendir
Masuk ke
aliran darah
Organ
Ginjal
Hati
Jantung
Otot Rangka
Mata
Pembuluh Darah
SSP
Weil Disease
Interstitial
nefritis
Tubular
nekrosis akut
→ Renal
failure
Infiltrasi sel limfosit Nekrosis
sentilobuler Interstitial edema →
Infiltrasi sel
monokuler dan
plasma.
Nekrosis →
perdarahan
fokal dan
endokarditis Antigen
Leptospira
NYERI Uveitis
vaskulitisPerdarahan
pteki pada
mukosaMasuk
kedalam CSSMenigitis/
echepaliti
d. Klasifikasi Leptospirosis
Menurut tingkat keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan
berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penangannya, para ahli membagi
penyakit leptospirosis menjadi: leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.
1. Leptospirosis anikterikLeptospirosis anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown
origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di cina. Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis leptospiraaseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleiositosis pada cairan serebrospinal ditemukan pada 80 % pasien, meskipun hanya 50 % yang menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptic.
2. Leptospirosis ikterikPada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi
tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.
e. Tanda dan Gejala
Masa inkubasi berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10
hari. Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klini sbifasik :
1. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari)Timbul demam mendadak, diserta
sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul
keluhan mialgia dan nyeri tekan (ototgastronemius, paha pinggang,) dan
diikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual,
muntah, diare, batuk, sakit dada,hemoptisis, penurunan kesadaran, dan
injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk
macular /makolupapular/ urtikaria yang tersebar pada badan,
splenomegali, dan hepatomegali.
2. Fase imun (1-3 hari)Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi
IgM sementara konsentrasi C3, tetap normal. Meningismus, demam jarang
melebihi39oC. Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik,
mielitis,ensefalitis, serta neuripati perifer.
3. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4 ) Dapat ditemukan adanya
demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur hilang. Pada
hewan, Leptospirosis kadangkala tidak menunjukkan gejala klinis(bersifat
subklinis), dalam arti hewan akan tetap terlihat sehat walaupun sebenarnya
dia sudah terserang Leptospirosis. Kucing yang terinfeksi biasanya tidak
menunjukkan gejala walaupun ia mampu menyebarkan bakteriini ke
lingkungan untuk jangka waktu yang tidak pasti.Gejala klinis yang dapat tampak
yaitu ikterus atau jaundis, yakni warna kekuningan, karena pecahnya butir
darah merah (eritrosit) sehingga ada hemoglobin dalam urin. Gejala ini
terjadi pada 50 persen kasus, terutama jika penyababnya L. Pomona .
Gejala lain yaitu demam, tidak nafsu makan,depresi, nyeri pada bagian-bagian
tubuh, gagal ginjal, gangguan kesuburan,dan kadang kematian. Apabila penyakit ini
menyerang ginjal atau hati secaraakut maka gejala yang timbul yaitu radang mukosa
mata (konjungtivitis),radang hidung (rhinitis), radang tonsil (tonsillitis), batuk
dan sesak napas.Pada babi muncul gejala kelainan saraf, seperti berjalan kaku
dan berputar-putar. Pada anjing yang sembuh dari infeksi akut kadangkala
tetapmengalami radang ginjal interstitial kronis atau radang hati (hepatitis)
kronis.Dalam keadaan demikian gejala yang muncul yaitu penimbunan cairan
diabdomen (ascites), banyak minum, banyak urinasi, turun berat badan dangejala
saraf. Pada sapi, infeksi Leptospirosis lebih parah dan lebih banyak terjadi pada pedet
dibandingkan sapi dewasa dengan gejala demam, jaundis,anemia, warna telinga
maupun hidung yang menjadi hitam, dan kematian( Bovine Leptospirosis). Angka
kematian (mortalitas) akibat Leptospirosis pada hewan mencapai 5-15 persen,
sedangkan angka kesakitannya(morbiditas) mencapai lebih dari 75 persen.
f. Test Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui
gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
1. Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam
urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan
tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid
(CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi
kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah
standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber
identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan
beberapa bulan.
2. Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk
konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu
setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu.
Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test
(MAT).
3. Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada
mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan
cukup bermakna.
4. Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan
hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung
trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan
kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial
nefritis pada penyakit Weil.
5. Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati.
Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L.
Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum creatine
kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.
6. Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri.
Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak
mengubah tatalaksana penyakit.
7. Polymerasechain reaction ( PCR) juga digunakan untuk mendeteksi
keberadaan leptopsira di jaringan tubuh atau cairan tubuh.
( WOOD,WARD,1991)
g. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Obat-obatan microbial yang dapat dipakai cukup banyak meliputi : pennisilin,
streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, maupun ciprofloksasin.
Dalam 4-6 jam setelah pemberian pennisilin – G, terlihat reaksi tipe jerisch, herx
heimmer yang menunjukkan adanya aktifitas anti leptospira. Obat pertma pilihan
adalah pennisilin 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari.
2. Keperawatan
Anjurkan klien tirah baring, anjurkan minum banyak, bantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan ajarkan untuk melakukan personal hygiene
dan lingkungan.
3. Pencegahan
Kelompok pekerja dengan insiden leptospirosis tinggi adalah pekerja
pertanian, orang-orang yang hidup dan bekerja pada lingkungan yang banyak
tikus, individu yang terlibat pada peternakan hewan atau dokter hewan, petugas
survei di hutan belantara, tentara dan pekerja laboratorium harus diberi pakaian
khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan yang telah
terkontaminasi dengan kemih binatang liar. Penyediaan air minum penduduk
harus bersih dan terjaga dengan baik.
h. Komplikasi
Berdasarkan berat ringannya gejala klinik, leptospirosis dibagi menjadi 2 jenis yaitu
leptospirosis ringan (leptospirosis tanpa ikterik) dan leptospirosis berat (leptospirosis
dengan ikterik). Gejala leptospirosis yang sering dijumpai adalah bentuk yang ringan (85-
90% kasus) dimana gejala yang timbul itu tidak khas, yang meliputi sakit kepala, demam,
myalgia (flu-like illness), keluhan gastrointestinal, manifestasi hemoragik ringan, seperti
suffusi konjungtiva, sehingga biasanya pasien tidak terlalu mendapat perhatian medik. Pada
leptospirosis yang berat (5-10% kasus), gejala yang timbul selain ikterus bisa ditemukan
pneumonia, perdarahan, gagal ginjal maupun meningitis.6,7 Leptospirosis berat juga dikenal
sebagai Weil’s disease yang ditandai dengan ikterus, perdarahan, gagal ginjal. Mortalitas
penyakit Weil antara 5 -20% disebabkan oleh Gagal Ginjal Akut (GGA), meningitis aseptik,
kelainan EKG dan perdarahan.
Pada leptospirosis berat, dapat menimbulkan komplikasi yang melibatkan berbagai
macam organ bahkan dapat menimbulkan kematian. Komplikasi yang terjadi pada
leptospirosis ini, merefleksikan bahwa leptospirosis adalah suatu penyakit multisistem.
Keterlibatan multiorgan ( multiple organ involvements) pada leptospirosis antara lain pada
ginjal, paru, hepar dan pancreas
Pada organ paru, untuk melihat keterlibatannya pada leptospirosis berat maka
dapat dilakukan pemeriksaan fisik thorax dan foto thorax. Pada pemeriksaan fisik thorax
didapatkan keadaan ronki, Pada pemeriksaan foto thorax, gambaran infiltrat, tanda
pneumonia dan gambaran lainnya seperti bronkitis dan edema paru. Organ paru dapat
mengalami perdarahan, dimana patogenesisnya tidak jelas, diduga akibat dari endotoksin
langsung yang kemudian menyebabkan kerusakan kapiler. Perdarahan pada paru yang
terjadi, dapat berkembang menjadi cukup berat bahkan dapat menyebabkan kematian.
Perdarahan terjadi pada pleura, alveoli, trakeobronkial, kelainannya dapat berupa : kongesti
septum paru, perdarahan alveoli yang multifokal, infiltrasi sel mononuclear.
Keterlibatan pada organ ginjal, dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik yaitu
diuresis jenis oliguri dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi kenaikan kadar kretinin
dan urea. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan oliguri. Keterlibatan organ ginjal pada
pemeriksaan laboratorium dapat dilihat dari kenaikan kadar kreatinin dan kenaikan kadar
ureum.
Keterlibatan pada organ hepar, dapat dilihat dari peningkatan hasil laboratorium
Liver Function Test ( LFT ) yang meliputi kadar SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali fosfatase, dan
bilirubin total. Pada organ pankreas, data yang diperoleh berasal dari hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu kadar amilase dan lipase yang meningkat. gan hepar terjadi nekrosis
sentrilobuler fokal dengan proliferasi sel Kupfer dengan kolestasis. Terjadinya ikterik pada
leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena kerusakan sel hati, gangguan
fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin
darah, terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan
kadar bilirubin, proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intra hepatik. Kerusakan
parenkim hati disebabkan antara lain karena penurunan hepatic flow dan toksin yang dilepas
oleh leptospira.
Komplikasi paling banyak ditemukan adalah keterlibatan dengan organ ginjal disusul
hepar, paru dan pancreas. Keterlibatan ginjal pada leptospirosis sangat bervariasi, dari
insufisiensi ginjal ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal.
Di dalam ginjal, akan meyebabkan nefritis intersisialis dan nekrosis tubuler.
Intersisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
tubular nekrosis akut. Pada leptospirosis berat, jenis gagal ginjal akutnya adalah tipe oliguri.
Gambaran histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop elektron pada GGA oliguri tampak
adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan endapan komplemen pada
membran basalis glomerolus dan infiltrasi sel radang pada jaringan intersisialis.
Komplikasi yang berat pada penderita leptospirosis berat dapat berupa shock,
perdarahan masif dan ARDS yang merupakan penyebab utama kematian leptospirosis berat.
Syok yang terjadi, diakibatkan dari infeksi dimana akan meyebabkan terjadinya perubahan
homeostasis tubuh yang mempunyai peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan
ini adalah hipovolemia dan hiperviskositas koagulasi. Perdarahan yang terjadi diakibatkan
karena lesi pada endotel kapiler.
i. Patoflowdiagram
2.2 Tinjauan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan (Pola Gordon)
a.a Pola Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik,DBD,
penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin
2. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi
seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani, dokter hewan
a.b Pola nutrisi metabolic
1. Kaji peningkatan suhu
2. Kaji adanya mual dan muntah3. Kaji adanya penurunan nafsu makan4. Kaji adanya penurunan berat badan karena mual dan muntah5. Kaji lingkar lengan6. Kaji IMT
a.c Pola eliminasi
1. Kaji adanya diare2. Kaji karakteristik urine dan feses
a.d Pola aktifitas dan latihan
1. Kaji adanya batuk saat sedang beraktivitas2. Kaji adanya sesak nafas3. Kaji adanya nyeri dada
a.e Pola tidur dan istirahat
1. Kaji apakah sering terbangun saat batuk2. Kaji apakah sering merasa nyeri dada dan sesak napas saat tidur
a.f Pola persepsi dan kognitif
1. kaji bagaimana klien mengatasi demam,batuk dan sesak yang timbul
mendadak
pola peran dan hubungan dengan sesame
2. kaji adanya rasa minder terhadap lingkungan sekitar
3. kaji adanya kekhawatiran tidak dapat menjalankan peran dalam keluarga
4. kaji adanya perasaan takut dan cemas terhadap penyakit
b. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan
penyakitnya.
2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit
leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat
kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan
jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai
dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan
perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan
kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya,
pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan
komplikasi.
5. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat,
hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan
turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan
lemak subkutan,
6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang
tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja
penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
c. HYD, Intervensi
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan penyakitnya.
Tujuan: suhu tubuh turun sampai batas normal
Kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
Klien bebas demam
Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat cukup
INTERVENSI:
a. Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga R/ : Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan
klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b. Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubuh, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
R/ : Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c. Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan) R/ : Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi
normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap
ada kenaikan suhu tubuh.
d. Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat. R/ : Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
e. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi R/: Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui
komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik., antibiotika (Pinicillin G )
R/: Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman sehingga
mempercepat proses penyembuhan
sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. Antibotika
spektrrum luas.
2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.Tujuan :
Klien dapat mengurangi rasa cemasnya Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan.
INTERVENSI
a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.R/ Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk
penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.R/ Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.R/ Dapat menurunkan kecemasan klien.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.R/ Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek
sampingnya.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.R/ Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan
solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.R/ Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.R/ Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas Melaporkan nyeri yang dialaminya Mengikuti program pengobatan Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang
mungkinINTERVENSI
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitasR/ Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinyaR/ Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
menyebabkan komplikasi.
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV (distraksi)R/ Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa
nyeri.
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.R/ Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan
ansietas.
e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.R/ Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai
sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan
obat-obatan anti nyeri.
f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klienR/ Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dllR/ Untuk mengatasi nyeri.
4. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan,
Tujuan :
Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
INTERVENSI
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.R/ Memberikan informasi tentang status gizi klien.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.R/ Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.R/ Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanantinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.R/ Kalori merupakan sumber energi.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.R/ Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat
meningkatkan ansietas.
f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.R/ Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.R/ Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.R/ Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
Kolaboratif
i. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albuminR/ Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
j. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.R/ Pemenuhan nutrisi klien.
d. Discharge Planning
1. Memberikan pendidikan kepada klien, untuk menghindari berenang atau rendam
dalam air yang berpotensi terkontaminasi atau air banjir.
2. Anjurkan klien untuk menggunakann perlindungan yang tepat seperti sepatu bot
dan sarung tangan untuk melindungi anggota tubuh dari paparan air yang
terkontaminasi.
3. Pengendalian tikus di rumah dengan menggunakan perangkap tikus atau racun
tikus, menjaga kebersihan di rumah.
4. Investigasi kontak dan sumber infeksi.
5. Anjurkan pasien untuk memastikan bahwa makanan dan minuman yang
dikonsumsi selalu higienis dan dalam keadaan segar, kebersihan lingkungan harus
selalu terjaga.
Daftar Pustaka