Asuhan Keperawatan Leptospirosis

27
Asuhan Keperawatan Leptospirosis Adrianus Atu Rani (2012-11-001) Chaty Ari Widowati (2012-11-006) Desi Novalina (2012-11-008) Eka Sawitri N. (2012-11-010) Elisabet Hadia (2012-11-011) Kensya Leatemia ( 2012-11-015) Lea Elisabet (2012-11-16) Maria Antonia Go’o (2012-11-021) Maria Rosalin Sea ( 2012-11-024 ) Melianti (2012-11-027) Monica Pradnya P (2012-11-028) Nisa Apriani (2012-11-030) Patrisia C Khairani (2012-11-031) Program S1 Keperawatan A Sm.4

description

Leptosipirosis

Transcript of Asuhan Keperawatan Leptospirosis

Page 1: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

Asuhan Keperawatan Leptospirosis

Adrianus Atu Rani (2012-11-001)

Chaty Ari Widowati (2012-11-006)

Desi Novalina (2012-11-008)

Eka Sawitri N. (2012-11-010)

Elisabet Hadia (2012-11-011)

Kensya Leatemia ( 2012-11-015)

Lea Elisabet (2012-11-16)

Maria Antonia Go’o (2012-11-021)

Maria Rosalin Sea ( 2012-11-024 )

Melianti (2012-11-027)

Monica Pradnya P (2012-11-028)

Nisa Apriani (2012-11-030)

Patrisia C Khairani (2012-11-031)

Program S1 Keperawatan A Sm.4

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus

Tahun Ajaran 2013/2014

JAKARTA

Page 2: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat

pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil

mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami

penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan

Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al:

Etiology, mode of infection and specific therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23:

377-402.)

Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39

tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini

adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.Angka kejadian penyakit

tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di

negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan

bersifat alkalis.

Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus

leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak

beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah

diagnosis dan nonfatal.

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun

hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis

yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.Gejala klinis leptopirosis mirip

dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza, meningitis, hepatitis, demam dengue

demam berdarah dan demam virus lainnya. Sehingga seringkali tidak terdiagnosis .

Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di

air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang

tidak diencerkan akan cepat mati. Leptospira bisa terdapat pada hewan piaraan maupun

hewan liar. Leptospirosis dapat berjangkit pada laki-laki maupun wanita semua umur

tetapi kebanyakan mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya berusia antara

10-39 tahun diantaranya 80% laki-laki).

Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira tergolong cukup

tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50 tahun malah kematiannya bisa

Page 3: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

mencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

2007)

Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 50-150 kasus leptospirosis setiap tahun

sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Diagnosa Leptospirosis berdasarkan

gejala klinis sangat sulit karena kurangnya karakteristik pathogonomic, dukungan

laboratorium diperlukan. Angka kejadian penyakit leptospirosis di Provinsi Guilan Iran

Utara cukup tinggi terutama pada daerah Rasht. Pada daerah tersebut terdapat 233 kasus

Leptospirosis dari keseluruhan kasus yang berjumlah 769.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Leptospirosis

1.2.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis

1.2.3 Untuk mengetahui tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit

Leptospirosis

1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Leptospirosis

1.2.5 Untuk mengetahui penanganan penyakit Leptospirosis

Page 4: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

BAB II

Tinjauan Teoritis

2.1 Tinjauan Medik

a. Definisi

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia

maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi

zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoononis yang disebabkan oleh mikro

organism Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya.

b. Etiologi dan Faktor risiko

1. Etiologi

Penyakit leptospirosis terdapat di semua Negara dan terbanyak di temukan di

Negara beriklim tropis. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospira

interrogans dengan berbagai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas

serotype bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti aning,

lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang liar seperti tikus, musang,

tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau

selaput lender yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpuh dan sebagainya yang

telah tercemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira. (Mansjoer,

2005)

Bakteri leptospira merupakan spirochaeta aerobic (membutuhkan oksigen

untuk bertahan hidup0, motil (dapat bergerak) gram negative, bentuknya dapat

berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat . bakteri leptospira ukurannya relative

kecil dan panjang sehingga sulit terlihat bila menggunakan mikroskop cahaya dan

untuk melihat bakteri ini diperlukan mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini

dapat bergerak maju mundur. Leptospirosa dapat hidup dalam waktu lama di air,

tanah yang lembab, tanaman dan lumpur.

2. Faktor risiko

Faktor risiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung atau terpajan

air dan rawa yang terkontaminasi yaitu kegiatan yang memungkinkan kontak

lingkungan tercemar kuman leptospira, misalnya saat banjir, pekerjaan rumah

potong hewan, pembersih selokan, perkerjaan tambang, mencuci atau mandi di

Page 5: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

sungai/danau dan kegiatan rekreasi di alam bebas serta petugas laboratorium.

Peternak dan dokter hewan.

c. Patofisiologi

1. Patogenesis

Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran

darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi

respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan

dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih

bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana

sebagian mikro organisme akan mencapai convoluted tubulues, bertahan disana dan

dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai

beberapa minggu setelah infeksi dan sampai bebulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini

dengan cepat dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospira 4-7

hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan di dalam jaringan ginjal dan okuler.

Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.

Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenis leptospirosis ini yaitu: invasi bakteri

langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan reaksi imunologi.

Leptospira

Invasi Bakteri

langsung

Faktor Inflamasi

non Spesifik

Reaksi imunologi

Imunitas

Seluler

Imuitas Humoral

Terjadi opsonisasi

makrofag dan

aktivasi neutrofil

Makrofag dan

Neutrofildiproduksi

Antibodi

Page 6: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

2. Patologi

Perjalanan fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung

jawab atas terjadinya keadaan patologi beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena

kerusakan pada lapisan endothel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara

derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologic. Pada leptospirosis

lesi histologi yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan

fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan

bukan pada stuktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi sel monosit,

limfosit dan sel plasma. Pada kasus berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan

yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain diginjal dan di hati,

leptospira juga dapat berathan di otak, dan mata. Komplikasi leptospirosis juga dapat

menyebabkan gangguan neurologi. Dan Organ yang sering sikenai leptospira ialah:

ginjal, hati, jantung, pembuluh darah, mata, otot.

3.

4.

5.

6.

7.

Leptospira Kulit dan membrane

mukosa/ selaput lendir

Masuk ke

aliran darah

Organ

Ginjal

Hati

Jantung

Otot Rangka

Mata

Pembuluh Darah

SSP

Weil Disease

Interstitial

nefritis

Tubular

nekrosis akut

→ Renal

failure

Infiltrasi sel limfosit Nekrosis

sentilobuler Interstitial edema →

Infiltrasi sel

monokuler dan

plasma.

Nekrosis →

perdarahan

fokal dan

endokarditis Antigen

Leptospira

NYERI Uveitis

vaskulitisPerdarahan

pteki pada

mukosaMasuk

kedalam CSSMenigitis/

echepaliti

Page 7: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

d. Klasifikasi Leptospirosis

Menurut tingkat keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan

berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penangannya, para ahli membagi

penyakit leptospirosis menjadi: leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.

1. Leptospirosis anikterikLeptospirosis anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown

origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di cina. Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis leptospiraaseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleiositosis pada cairan serebrospinal ditemukan pada 80 % pasien, meskipun hanya 50 % yang menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptic.

2. Leptospirosis ikterikPada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi

tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

e. Tanda dan Gejala

Masa inkubasi berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10

hari. Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klini sbifasik :

1. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari)Timbul demam mendadak, diserta

sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul

keluhan mialgia dan nyeri tekan (ototgastronemius, paha pinggang,) dan

diikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual,

muntah, diare, batuk, sakit dada,hemoptisis, penurunan kesadaran, dan

injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk

macular /makolupapular/ urtikaria yang tersebar pada badan,

splenomegali, dan hepatomegali.

2. Fase imun (1-3 hari)Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi

IgM sementara konsentrasi C3, tetap normal. Meningismus, demam jarang

melebihi39oC. Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik,

mielitis,ensefalitis, serta neuripati perifer.

3. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4 ) Dapat ditemukan adanya

demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur hilang. Pada

Page 8: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

hewan, Leptospirosis kadangkala tidak menunjukkan gejala klinis(bersifat

subklinis), dalam arti hewan akan tetap terlihat sehat walaupun sebenarnya

dia sudah terserang Leptospirosis. Kucing yang terinfeksi biasanya tidak

menunjukkan gejala walaupun ia mampu menyebarkan bakteriini ke

lingkungan untuk jangka waktu yang tidak pasti.Gejala klinis yang dapat tampak

yaitu ikterus atau jaundis, yakni warna kekuningan, karena pecahnya butir

darah merah (eritrosit) sehingga ada hemoglobin dalam urin. Gejala ini

terjadi pada 50 persen kasus, terutama jika penyababnya  L. Pomona .

Gejala lain yaitu demam, tidak nafsu makan,depresi, nyeri pada bagian-bagian

tubuh, gagal ginjal, gangguan kesuburan,dan kadang kematian. Apabila penyakit ini

menyerang ginjal atau hati secaraakut maka gejala yang timbul yaitu radang mukosa

mata (konjungtivitis),radang hidung (rhinitis), radang tonsil (tonsillitis), batuk

dan sesak napas.Pada babi muncul gejala kelainan saraf, seperti berjalan kaku

dan berputar-putar. Pada anjing yang sembuh dari infeksi akut kadangkala

tetapmengalami radang ginjal interstitial kronis atau radang hati (hepatitis)

kronis.Dalam keadaan demikian gejala yang muncul yaitu penimbunan cairan

diabdomen (ascites), banyak minum, banyak urinasi, turun berat badan dangejala

saraf. Pada sapi, infeksi Leptospirosis lebih parah dan lebih banyak terjadi pada pedet

dibandingkan sapi dewasa dengan gejala demam, jaundis,anemia, warna telinga

maupun hidung yang menjadi hitam, dan kematian( Bovine Leptospirosis). Angka

kematian (mortalitas) akibat Leptospirosis pada hewan mencapai 5-15 persen,

sedangkan angka kesakitannya(morbiditas) mencapai lebih dari 75 persen.

f. Test Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui

gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.

1. Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam

urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan

tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid

(CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi

kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah

standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber

Page 9: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan

beberapa bulan.

2. Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk

konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu

setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu.

Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test

(MAT).

3. Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada

mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan

cukup bermakna.

4. Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan

hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung

trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan

kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial

nefritis pada penyakit Weil.

5. Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati.

Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L.

Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum creatine

kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.

6. Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri.

Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak

mengubah tatalaksana penyakit.

7. Polymerasechain reaction ( PCR) juga digunakan untuk mendeteksi

keberadaan leptopsira di jaringan tubuh atau cairan tubuh.

( WOOD,WARD,1991)

g. Penatalaksanaan

1. Pengobatan

Obat-obatan microbial yang dapat dipakai cukup banyak meliputi : pennisilin,

streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, maupun ciprofloksasin.

Dalam 4-6 jam setelah pemberian pennisilin – G, terlihat reaksi tipe jerisch, herx

heimmer yang menunjukkan adanya aktifitas anti leptospira. Obat pertma pilihan

adalah pennisilin 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari.

Page 10: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

2. Keperawatan

Anjurkan klien tirah baring, anjurkan minum banyak, bantu klien dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan ajarkan untuk melakukan personal hygiene

dan lingkungan.

3. Pencegahan

Kelompok pekerja dengan insiden leptospirosis tinggi adalah pekerja

pertanian, orang-orang yang hidup dan bekerja pada lingkungan yang banyak

tikus, individu yang terlibat pada peternakan hewan atau dokter hewan, petugas

survei di hutan belantara, tentara dan pekerja laboratorium harus diberi pakaian

khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan yang telah

terkontaminasi dengan kemih binatang liar. Penyediaan air minum penduduk

harus bersih dan terjaga dengan baik.

h. Komplikasi

Berdasarkan berat ringannya gejala klinik, leptospirosis dibagi menjadi 2 jenis yaitu

leptospirosis ringan (leptospirosis tanpa ikterik) dan leptospirosis berat (leptospirosis

dengan ikterik). Gejala leptospirosis yang sering dijumpai adalah bentuk yang ringan (85-

90% kasus) dimana gejala yang timbul itu tidak khas, yang meliputi sakit kepala, demam,

myalgia (flu-like illness), keluhan gastrointestinal, manifestasi hemoragik ringan, seperti

suffusi konjungtiva, sehingga biasanya pasien tidak terlalu mendapat perhatian medik. Pada

leptospirosis yang berat (5-10% kasus), gejala yang timbul selain ikterus bisa ditemukan

pneumonia, perdarahan, gagal ginjal maupun meningitis.6,7 Leptospirosis berat juga dikenal

sebagai Weil’s disease yang ditandai dengan ikterus, perdarahan, gagal ginjal. Mortalitas

penyakit Weil antara 5 -20% disebabkan oleh Gagal Ginjal Akut (GGA), meningitis aseptik,

kelainan EKG dan perdarahan.

Pada leptospirosis berat, dapat menimbulkan komplikasi yang melibatkan berbagai

macam organ bahkan dapat menimbulkan kematian. Komplikasi yang terjadi pada

leptospirosis ini, merefleksikan bahwa leptospirosis adalah suatu penyakit multisistem.

Keterlibatan multiorgan ( multiple organ involvements) pada leptospirosis antara lain pada

ginjal, paru, hepar dan pancreas

Pada organ paru, untuk melihat keterlibatannya pada leptospirosis berat maka

dapat dilakukan pemeriksaan fisik thorax dan foto thorax. Pada pemeriksaan fisik thorax

didapatkan keadaan ronki, Pada pemeriksaan foto thorax, gambaran infiltrat, tanda

pneumonia dan gambaran lainnya seperti bronkitis dan edema paru. Organ paru dapat

mengalami perdarahan, dimana patogenesisnya tidak jelas, diduga akibat dari endotoksin

Page 11: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

langsung yang kemudian menyebabkan kerusakan kapiler. Perdarahan pada paru yang

terjadi, dapat berkembang menjadi cukup berat bahkan dapat menyebabkan kematian.

Perdarahan terjadi pada pleura, alveoli, trakeobronkial, kelainannya dapat berupa : kongesti

septum paru, perdarahan alveoli yang multifokal, infiltrasi sel mononuclear.

Keterlibatan pada organ ginjal, dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik yaitu

diuresis jenis oliguri dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi kenaikan kadar kretinin

dan urea. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan oliguri. Keterlibatan organ ginjal pada

pemeriksaan laboratorium dapat dilihat dari kenaikan kadar kreatinin dan kenaikan kadar

ureum.

Keterlibatan pada organ hepar, dapat dilihat dari peningkatan hasil laboratorium

Liver Function Test ( LFT ) yang meliputi kadar SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali fosfatase, dan

bilirubin total. Pada organ pankreas, data yang diperoleh berasal dari hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu kadar amilase dan lipase yang meningkat. gan hepar terjadi nekrosis

sentrilobuler fokal dengan proliferasi sel Kupfer dengan kolestasis. Terjadinya ikterik pada

leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena kerusakan sel hati, gangguan

fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin

darah, terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan

kadar bilirubin, proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intra hepatik. Kerusakan

parenkim hati disebabkan antara lain karena penurunan hepatic flow dan toksin yang dilepas

oleh leptospira.

Komplikasi paling banyak ditemukan adalah keterlibatan dengan organ ginjal disusul

hepar, paru dan pancreas. Keterlibatan ginjal pada leptospirosis sangat bervariasi, dari

insufisiensi ginjal ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal.

Di dalam ginjal, akan meyebabkan nefritis intersisialis dan nekrosis tubuler.

Intersisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi pada

leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat

tubular nekrosis akut. Pada leptospirosis berat, jenis gagal ginjal akutnya adalah tipe oliguri.

Gambaran histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop elektron pada GGA oliguri tampak

adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan endapan komplemen pada

membran basalis glomerolus dan infiltrasi sel radang pada jaringan intersisialis.

Komplikasi yang berat pada penderita leptospirosis berat dapat berupa shock,

perdarahan masif dan ARDS yang merupakan penyebab utama kematian leptospirosis berat.

Syok yang terjadi, diakibatkan dari infeksi dimana akan meyebabkan terjadinya perubahan

homeostasis tubuh yang mempunyai peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan

Page 12: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

ini adalah hipovolemia dan hiperviskositas koagulasi. Perdarahan yang terjadi diakibatkan

karena lesi pada endotel kapiler.

i. Patoflowdiagram

2.2 Tinjauan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan (Pola Gordon)

a.a Pola Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

1. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik,DBD,

penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin

2. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi

seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani, dokter hewan

a.b Pola nutrisi metabolic

1. Kaji peningkatan suhu

2. Kaji adanya mual dan muntah3. Kaji adanya penurunan nafsu makan4. Kaji adanya penurunan berat badan karena mual dan muntah5. Kaji lingkar lengan6. Kaji IMT

a.c Pola eliminasi

1. Kaji adanya diare2. Kaji karakteristik urine dan feses

a.d Pola aktifitas dan latihan

1. Kaji adanya batuk saat sedang beraktivitas2. Kaji adanya sesak nafas3. Kaji adanya nyeri dada

a.e Pola tidur dan istirahat

1. Kaji apakah sering terbangun saat batuk2. Kaji apakah sering merasa nyeri dada dan sesak napas saat tidur

a.f Pola persepsi dan kognitif

1. kaji bagaimana klien mengatasi demam,batuk dan sesak yang timbul

mendadak

Page 13: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

pola peran dan hubungan dengan sesame

2. kaji adanya rasa minder terhadap lingkungan sekitar

3. kaji adanya kekhawatiran tidak dapat menjalankan peran dalam keluarga

4. kaji adanya perasaan takut dan cemas terhadap penyakit

b. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan

penyakitnya.

2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit

leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,

mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat

kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan

jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai

dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan

perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan

kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya,

pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan

komplikasi.

5. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan

intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat,

hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan

turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan

lemak subkutan,

6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang

tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake

7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja

penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

Page 14: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

c. HYD, Intervensi

1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan penyakitnya.

Tujuan: suhu tubuh turun sampai batas normal

Kriteria hasil:

Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C

Klien bebas demam

Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat cukup

INTERVENSI:

a. Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga R/ : Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan

klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.

b. Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubuh, khususnya pada aksila atau lipatan paha.

R/ : Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.

c. Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan) R/ : Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi

normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap

ada kenaikan suhu tubuh.

d. Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat. R/ : Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.

e. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi R/: Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui

komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan

f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik., antibiotika (Pinicillin G )

Page 15: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

R/: Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman sehingga

mempercepat proses penyembuhan

sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. Antibotika

spektrrum luas.

2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.Tujuan :

Klien dapat mengurangi rasa cemasnya Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam

pengobatan.

INTERVENSI

a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.R/ Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk

penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.

b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.R/ Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.

c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.R/ Dapat menurunkan kecemasan klien.

d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.R/ Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek

sampingnya.

e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.R/ Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan

solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.

f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.R/ Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.

g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.R/ Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.

Page 16: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.

Tujuan :

Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas Melaporkan nyeri yang dialaminya Mengikuti program pengobatan Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang

mungkinINTERVENSI

a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitasR/ Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.

b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinyaR/ Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah

menyebabkan komplikasi.

c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV (distraksi)R/ Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa

nyeri.

d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.R/ Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan

ansietas.

e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.R/ Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai

sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan

obat-obatan anti nyeri.

f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klienR/ Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dllR/ Untuk mengatasi nyeri.

Page 17: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

4. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan,

Tujuan :

Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi

Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya

INTERVENSI

a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.R/ Memberikan informasi tentang status gizi klien.

b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.R/ Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.

c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.R/ Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.

d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanantinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.R/ Kalori merupakan sumber energi.

e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.R/ Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan

penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat

meningkatkan ansietas.

f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.R/ Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.

g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.R/ Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.

h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.R/ Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).

Kolaboratif

Page 18: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

i. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albuminR/ Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat

perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.

j. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.R/ Pemenuhan nutrisi klien.

d. Discharge Planning

1. Memberikan pendidikan kepada klien, untuk menghindari berenang atau rendam

dalam air yang berpotensi terkontaminasi atau air banjir.

2. Anjurkan klien untuk menggunakann perlindungan yang tepat seperti sepatu bot

dan sarung tangan untuk melindungi anggota tubuh dari paparan air yang

terkontaminasi.

3. Pengendalian tikus di rumah dengan menggunakan perangkap tikus atau racun

tikus, menjaga kebersihan di rumah.

4. Investigasi kontak dan sumber infeksi.

5. Anjurkan pasien untuk memastikan bahwa makanan dan minuman yang

dikonsumsi selalu higienis dan dalam keadaan segar, kebersihan lingkungan harus

selalu terjaga.

Page 19: Asuhan Keperawatan Leptospirosis

Daftar Pustaka