Anesthesia for Neonatus and Pediatric

52
REFERAT ANESTHESIA FOR NEONATUS AND PEDIATRIC Disusun oleh : dr. Halim Pembimbing: Dr. Endang Melati Maas, Sp. An, KIC, KAKP DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 1

description

anastesia

Transcript of Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Page 1: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

REFERAT

ANESTHESIA FOR NEONATUS

AND PEDIATRIC

Disusun oleh :

dr. Halim

Pembimbing:

Dr. Endang Melati Maas, Sp. An, KIC, KAKP

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG 2010

1

Page 2: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul

ANESTESIA FOR NEONATUS AND PEDIATRIC

Oleh:

dr. Halim

Pembimbing:

Dr. Endang Melati Maas, Sp. An, KIC, KAKP

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu tugas ilmiah Semester 3 Program Pendidikan Dokter

Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Univesitas Sriwijaya Palembang

Palembang, Mei 2010

Pembimbing,

Dr. Endang Melati Maas, Sp. An,

KIC, KAKP

2

Page 3: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

ABSTRACT

ANESTHESIA FOR THE NEONATUS AND PEDIATRIC PATIENT

1. To give a good anesthesia for pediatric patients the anesthesiologist has to know about all pediatric’s problem. The problems are : Untuk dapat melakukan tindakan anastesi dengan baik pada pasien-pasien pediatrik harus dipahami benar mengenai:

Physiology and anatomy of Pediatric Pharmacology of Pediatric Fluid management of Pediatric Pre operatif preparation Pre Operatif evaluation Induction technique

2. Pediatric patients are different from adult. They differ from anatomy, physiology, and psychology. So for the safety and satisfy the anesthesiologist has to know and manage all the difference.Pasien pediatrik berbeda dengan dewasa baik secara anatomi, fisiologis maupun psikologis, sehingga untuk keamanan dan kenyamanan pasien diperlukan pendekatan terhadap semua hal tersebut.

3. Premature neonatus patient has special problem for anaesthesia management cause of their small body and organ immature. Pasien neonatus prematur mempunyai kekhususan dalam pengelolaan anestesi selain dikarenakan ukuran tubuh yang kecil juga disebabkan karena belum maturnya organ

4. Emergency neonatus operation patient has special problem for anaesthesia management that has unique management depend on the case sometimes related to congenital anomaly.the that Operasi neonatus emergensi mempunyai kekhususan sendiri yang memerlukan penanganan khusus kasus perkasus disesuaikan dengan kondisi dimana sering juga disertai kelainan kongenital

Key word: anesthesia, neonatus, pediatric

3

Page 4: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

ABSTRAK

ANESTESI UNTUK PASIEN NEONATUS DAN PEDIATRIK

1. Untuk dapat melakukan tindakan anastesi dengan baik pada pasien-pasien pediatrik harus dipahami benar mengenai:

Fisiologi dan anatomi pediatrik Farmakologi pediatrik Keseimbangan cairan pediatrik Persiapan pre operatif Evaluasi pre Operatif Tehnik-tehnik induksi

2. Pasien pediatrik berbeda dengan dewasa baik secara anatomi, fisiologis maupun psikologis, sehingga untuk keamanan dan kenyamanan pasien diperlukan pendekatan terhadap semua hal tersebut.

3. Pasien neonatus prematur mempunyai kekhususan dalam pengelolaan anestesi selain dikarenakan ukuran tubuh yang kecil juga disebabkan karena belum maturnya organ

4. Operasi neonatus emergensi mempunyai kekhususan sendiri yang memerlukan penanganan khusus kasus perkasus disesuaikan dengan kondisi dimana sering juga disertai kelainan kongenital lain.

Kata kunci: anestesi, neonatus, pediatrik

4

Page 5: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Evaluasi Pasien........................................................................... 2

2.1.1 Survey Primer .................................................................. 3

2.1.2 Survey Sekunder............................................................... 5

2.1.3 Survey Tersier................................................................... 5

2.2 Resusitasi dari Syok Hemoragik............................................... 6

2.2.1 Patofisiologi Syok Hemoragik........................................... 6

2.2.2 Resusitasi Awal................................................................. 10

2.2.3 Resusitasi Lanjut................................................................ 12

2.2.4 Cairan dan Alat Resusitasi................................................. 16

2.3 Pertimbangan Anestesi.............................................................. 23

2.3.1 Pertimbangan Umum....................................................... 23

2.3.2 Trauma Kepala................................................................. 24

5

Page 6: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

2.3.3 Trauma Spinal Cord........................................................... 25

2.3.4 Trauma Dada..................................................................... 26

2.3.5 Trauma Abdomen............................................................. 27

2.3.6 Trauma Ekstremitas.......................................................... 28

2.4 Manajemen Anestesi untuk Pasien Trauma............................... 29

2.4.1 Teknik Anestesia............................................................... 29

2.4.2 Pencegahan Regurgitasi dan Aspirasi................................ 32

2.4.3 Obat Induksi...................................................................... 32

2.4.4 Mempertahankan Anestesi............................................... 34

2.4.5 Perawatan Pasca Bedah.................................................... 36

BAB III PENUTUP............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 39

6

Page 7: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

PENDAHULUAN

Seorang anak merupakan pasien spesial yang membutuhkan penanganan yang spesial juga untuk memberikan anestesi yang aman. Seorang anak bukanlah bentuk miniatur dari seorang dewasa oleh karena itu maka sarana/peralatan dan teknik anestesi untuk seorang dewasa tidak bisa begitu saja dapat diterapkan pada pediatrik tetapi harus dimodifikasi lebih dahulu secara khusus.

karena secara anatomis, fisiologis dan psikologis dan farmakologis seorang anak berbeda dari seorang dewasa. Berdasarkan usia, pediatrik dibagi atas atas tiga kelompok yaitu:

1. Neonatus (newborn) usia: dibawah 30 hari2. Bayi (infants) usia : 1-12 bulan.3. Anak (child) usia : 1-12 tahun.

Keberhasilan dalam penatalaksanaan anestesi pada masing-masing kelompok pediatrik ditentukan oleh pengalaman dan pemahaman anatomi, fisiologi, psikologi dan farmakologi dari masing-masing kelompok usia.

Anestesi peditatrik memang merupakan salah satu bagian spesialisasi anestesi yang paling sulit, karena membutuhkan kedisiplinan tinggi dan juga memerlukan ketepatan serta keefektifan dari semua orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan ini, baik dari operator, ahli anestesi, dokter-dokter dari bagian lain, perawat, bahkan tenaga teknisi yang menjadi satu tim dalam kamar operasi.

PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA PEDIATRIK

A. Anatomi

Neonatus dan bayi mempunyai kepala dan lidah yang relatif lebih besar, lubang hidung kecil dan lokasi laring yang lebih tinggi dibanding orang dewasa (setingi C4, dewasa C6) dengan epiglotis panjang dan berbentuk huruf U. Leher dan trakhea yang pendek, diameter trakhea yang menyempit pada kartilago krikoid pada anak balita. Pada anak yang lebih besar saluran nafas atas dapat menyempit oleh karena pembesaran tonsil dan adenoid.polkk

7

Page 8: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Keadaan anatomis yang demikian akan mempengaruhi dalam pengaturan pernafasan baik sewaktu dipasang sungkup muka atau saat pemasangan pipa endotrakhea. Efisiensi respirasi pada neonatus dan bayi lebih menurun lagi karena selain karakteristik anatomi juga karena otot-otot interkostal dan diafragma yang masih lemah. Edema 1mm saja pada saluran pernafasan atas sudah dapat menyebabkan kesulitan dalam pernafasan.

B. Fisiologi

1. Sistem Respirasi

Neonatus dan bayi-bayi muda dikenal sebagai “ obligate nasal breathers” artinya bernafas hanya lewat lubang hidung. Jadi apabila ada sumbatan pada hidungnya, seperti secret karena rhinitis mereka tidak dapat bernafas melalui mulut seperti orang dewasa. Volume tidal dan ruang rugi diukur per kg BB dan selalu tetap dalam perkembangannya.

Pada pediatrik, volume total, ruang rugi dan volume-volume yang lainnya proporsional dengan dewasa. Alveoli kurang berkembang dalam jumlahnya ( hanya 10 % dari alveoli dewasa) dan strukturnya ( epitelnya kuboid). Terdapat penurunan luas permukaan alveolar yaitu hanya sepertiga orang dewasa. Metabolisme meningkat sebanyak dua kali orang dewasa. Frekuensi nafas meningkat dan otot pernafasan mudah lelah, sehingga ventilasi semenit dua kali dewasa. Total komplians pernafasan menurun dan tahanan jalan nafas meningkat tetapi nilai spesifik dan nilai resistensi sama dengan dewasa. Tulang rawan iga yang masih lentur membuat dinding dada pasien pediatrik mempunyai komplians sangat besar. Karena komplians paru yang rendah dan komplians rongga dada yang relatif lebih besar sehingga pada saat inspirasi dinding thoraks menjadi kolaps dan volume sisa paru saat ekspirasi relatif rendah. Penurunan kapasitas fungsional residu berarti cadangan oksigen sangat terbatas. Keadaan demikian merupakan resiko besar saat intubasi (periode apnea) dan memudahkan timbulnya atelektasis.

8

Page 9: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Umur kurang dari 1 minggu :PO2 menurun oleh hiperventilasi yang diikuti oleh hipoventilasi. Efek ini berlebihan pada keadaan hipotermi. Pada umumnya terdapat keadaan hipokapni ringan ( PaCo2 32-35 mmHg) oleh karena adanya PDA dan penutupan closing volume.

Sindroma gagal nafas idiopatik (IRDS) terutama terjadi pada bayi prematur, bayi yang dilahirkan oleh penderita diabetes, toksemia, perdarahan, prenatal asfiksia sebelum lahir. Pada IRDS produksi surfaktan menurun, terjadi atelektasis paru yang dapat menimbulkan hipoksemia dan kegagalan ventilasi. Terlihat gejala takipnea, nafas tersengal-sengal, retraksi iga, keadaan ini dapat diterapi dengan pemberian oksigen, cairan, CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)atau ventilasi mekanik.

Table 44–1. Characteristics of Neonates and Infants That Differentiate Them from Adult Patients.1

 

Physiological 

  Heart-rate-dependent cardiac output

  Faster heart rate

  Lower blood pressure

  Faster respiratory rate

  Lower lung compliance

  Greater chest wall compliance

  Lower functional residual capacity

  Higher ratio of body surface area to body weight

  Higher total body water content

Anatomic 

  Noncompliant left ventricle

9

Page 10: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

  Residual fetal circulation

  Difficult venous and arterial cannulation

  Large head and tongue

  Narrow nasal passages

  Anterior and cephalad larynx

  Long epiglottis

  Short trachea and neck

  Prominent adenoids and tonsils

  Weak intercostal and diaphragmatic muscles

  High resistance to airflow

Pharmacological 

  Immature hepatic biotransformation

  Decreased protein binding

  Rapid rise in FA/FI 

  Rapid induction and recovery

  Increased minimum alveolar concentration

  Larger volume of distribution for water-soluble drugs

  Immature neuromuscular junction

 

2. Sistem Kardiovaskular

10

Page 11: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Curah jantung pada anak terutama pada neonatus dan bayi 30-60 % lebih besar dari pada dewasa sebagai akibat upaya kompensasi untuk mengatasi kebutuhan oksigen yang meningkat ( 6-9 ml/kg/BB/menit dibanding dewasa 3-4 ml/kg/BB/menit) dan masih beredarnya HbF ( hemoglobin janin ) yang mempunyai sifat sulit melepaskan oksigen ke jaringan. Curah jantung ini sangat tergantung pada frekwensi denyut jantung karena volume sekuncup relatif tetap akibat ventrikel kiri yang belum berkembang dan tidak komplians.

Berkurangnya aliran darah ke paru bisa menimbulkan terjadinya hipoksia, asidosis hingga akhirnya kematian. volume isi sekuncup 1-2cc/kg BB, jadi sama dengan dewasa. Denyut jantung 120-180 kali/menit dan indeks jantung dua kali dewasa untuk mengkompensasi peningkatan metabolisme basal. Jadi bila terjadi bradikardi akan terjadi hipoksemia. Walaupun frekuensi denyut jantung neonatus dan bayi lebih tinggi dari pada dewasa ternyata rangsangan pada saraf parasimpatis, kelebihan obat anestesi (anestesi terlalu dalam) atau hipoksia dapat menyebabkan bradikardi yang hebat disertai penurunan curah jantung yang hebat.

Sistem saraf simpatis dan reflex ‘baroreseptor” masih belum sempurna. Pembuluh darah masih belum mampu melakukan fase kontriksi apabila terjadi hipovolemia, sehingga bila timbul hipovolemia pada bayi atau neonatus akan timbul hipotensi tanpa takikardi.

Sejalan dengan bertambahnya usia frekuensi nadi akan menurun dan tekanan darah diastolik dan sistolik mengalami kenaikan.

Kadar hemoglobin pada neonates ± 17-19 gr% dimana sebagian besar terdidri dari hemoglobin fetal (70-80 %) dan seiring bertambahnya umur kadar haemoglobin menurun (Hb 11 gr% pada bayi > 6bl ) dan kadar HbF menurun pula. Volume darah neonatus 90-100 ml/kg BB dan anak 80 ml/kg BB

Table 42-2 Age- related changes in vital signs

Age Respiratory Rate Heart Rate Arterial Blood PressureSystolic Diastolic

Neonate 40 140 65 4012 months 30 120 95 653 years 25 100 100 7012 years 20 80 110 60Values are mean averages derived from numerous sources. Normal ranges vary by as muchas 25-50%.

3. Metabolisme dan Pengaturan Suhu Tubuh

11

Page 12: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Untuk mempertahankan suhu tubuhnya bayi dan anak berupaya memproduksi panas terutama dengan cara pengaturan suhu tanpa menggigil, yaitu memetabolisir lemak tubuh dengan bantuan norepinefrine, menangis atau bergerak secara aktif. Kemampuan pengaturan suhu dengan menggunakan lemak tubuh ini dapat terbatas pada bayi premature atau bayi sakit berat karena lemaknya sangat tipis sehingga pengaturan suhu merupakan masalah utama, sehingga cenderung terjadinya hipotermi.

Permukaan tubuh bayi dan anak yang relatif lebih luas dibanding dewasa ( Rasio luas permukaan tubuh terhadap berat badan pada bayi/anak lebih besar daripada dewasa) selain mempunyai korelasi langsung dengan laju metabolisme kebutuhan oksigen, produksi CO2, curah jantung dan ventilasi alveoler juga menyebabkan banyak kehilangan panas terhadap sekitarnya. Oleh sebab itu kamar bedah yang dingin, luka atau organ dalam yang terbuka, infus atau transfusi dingin, gas anestesi yang kering dan karena adanya pengaruh langsung zat anestesi terhadap pusat pengaturan suhu tubuh dapat menyebabkan hipotermia dengan segala akibat buruknya.

Keadaan hipotermia pada bayi dan anak merupakan masalah berat/serius karena dapat menimbulkan depresi nafas, masa pulih menjadi lambat, jantung lebih peka , tahanan vaskuler paru meningkat dan mempengaruhi reaksi obat. Untuk mencegah hipotermia harus di upayakan suhu lingkungan (kamar bedah) ≥26°C (umumnya 30°C) gas anestesi harus hangat dan lembab, anak dan bayi harus diselimuti selimut hangat atau disinari lampu, cairan atau darah yang akan diberikan harus hangat dan hindari cairan dingin dilapangan operasi. Selain itu monitoring suhu tubuh harus benar-benar dilakukan.

4.Saluran pencernaan dan hati

Pasien pediatrik cenderung mudah timbul aspirasi isi lambung dengan pH cairan lambung rendah (pH<2,5) karena isi lambung yang tersisa cenderung banyak walaupun sudah dipuasakan. Pemasangan pipa nasogastrik dapat berfungsi untuk mengurangi distensi lambung (dekompresi gaster) dan untuk mengeluarkan isi lambung.

Sistem enzim liver yang berperan dalam metabolisme masih belum sempurna. Pada neonatus sering kali nampak ikterus yang bisa bermakna fisiologis atau patologis.

5. Ginjal

Pada neonatus terdapat penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) sekitar 15-30% dari LFG dewasa. Ekskresi natrium, kreatinin, glukosa, dan bikarbonat tidak sempurna serta kemampuan untuk mengencerkan dan memekatkan urin yang lemah. Baru lewat usia 3 bulan LFG mulai meningkat 2-3 kali lipat dan pada usia 12-24 bulan LFG anak sama dengan LFG dewasa.

12

Page 13: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

6. Pengaturan gula darah

Neonatus mempunyai penyimpanan glikogen yang rendah sehingga pasien neonatus cenderung untuk hipoglikemi

C. Psikologi

Rasa takut misalnya terhadap dokter, jarum suntik, masker dan tindakan pembedahan & anestesi merupakan sesuatu hal yang wajar bagi anak-anak dan sifat demikian bukanlah tergolong abnormal.

Derajat perubahan-perubahan perilaku pada anak ditentukan oleh tiga faktor:

1. Usia anak/bayi

Bayi usia dibawah 6 bulan umumnya tidak sulit untuk dipisahkan dari orang tuanya dan dalam waktu yang singkat dia sudah dapat menerima orang baru misalnya perawat sebagai pengganti orang tuanya.

Bayi usia 6-12 bulan sudah mulai memperlihatkan adanya perhatian terhadap lingkungan sekitarnya. Perasaan takut dan cemas akan timbul saat penderita dirawat dirumah sakit atau dibawa kekamar bedah. Demikian pula perpisahan (walau untuk sementara) dengan kedua orang tuanya akan menimbulkan masalah tersendiri.

Anak pra sekolah (balita) sudah memperlihatkan bermacam-macam tingkah laku yang sering menyulitkan dan menimbulkan masalah pada penatalaksanaan anestesi. Anak balita sering tidak koperatif dan rewel.

Anak usia sekolah (6-12 tahun) ditinjau dari sudut pandang psikologi sudah merupakan seorang “dewasa kecil” walaupun rasa takut, cemas dan khawatir menghadapi tindakan anesthesia dan pembedahan masih nampak menonjol. Anak seusia ini umumnya bisa kooperatif.

2. Respons emosi anak

Perawatan yang lama dan pembedahan yang berulang-ulang akan mempengaruhi jiwa anak. Untuk hal demikian maka perlu perhatian khusus terutama dari segi kejiwaan.

3. Latar belakang etnik dan keluarga

13

Page 14: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Walaupun perlakuan pada anak-anak yang seusia itu sama tetapi seringkali mengakibatkan perubahan perilaku yang berbeda. Hal ini mungkin karena faktor latar belakang (etnik, keluarga, sosioekonomi dan lain-lain) yang berbeda.

D. Farmakologi

Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus dan bayi berbeda dibandingkan pada dewasa karena pada neonatus dan bayi:

1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstraseluler berbeda dibanding orang dewasa.

2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih rendah3. Laju metabolisme yang tinggi4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah5. Hati yang belum sempurna akan mempengaruhi proses biotransformasi obat-obatan.6. Aliran darah ke organ cenderung lebih banyak.

Anestesi Inhalasi

Pada bayi terutama neonatus konsentrasi gas anastetika dalam alveoli cepat meningkat karena ventilasi alveolarnya yang tinggi disertai kapasitas residual fungsional yang relatif rendah sehingga rasio volume semenit terhadap kapasitas residual fungsional meningkat dan aliran darah ke jaringan yang kaya pembuluh darah besar ( seperti otak, jantung, hati dan ginjal) meningkat. Selain itu koefisien darah/gas anestesi pada neonatus/bayi lebih rendah dibanding dewasa. Kedua faktor tersebut diatas mengakibatkan induksi dan pemulihan anestesi pada bayi dan neonatus lebih cepat dibanding dewasa.

Minimum Alveolar Concentration (MAC) untuk obat anestesi inhalasi berhalogenisasi pada bayi lebih tinggi daripada neonatus atau dewasa. Tidak seperti obat anestesi inhalasi lainnya, sevofluran mempunyai MAC yang sama pada neonatus dan bayi. Tekanan darah pada neonatus dan bayi cenderung lebih peka terhadap zat anastetik inhalasi, hal ini mungkin disebabkan karena mekanisme kompensasi( vasokontriksi dan takikardi) belum berkembang sempurna dank arena otot jantung yang belum matur sangat sensitif terhadap obat-obat yang mendepresi jantung.

Table 44–4. Approximate MAC1 Values for Pediatric Patients.2

Agent Neonates Infants Small Children Adults

Halothane 0.87 1.1–1.2 0.87 0.75

14

Page 15: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Agent Neonates Infants Small Children Adults

Sevoflurane 3.2 3.2 2.5 2.0

Isoflurane 1.60 1.8–1.9 1.3–1.6 1.2

Desflurane 8–9 9–10 7–8 6.0

 1MAC, minimum alveolar concentration.2Values are derived from various sources.

Obat Sedatif IntravenaBayi dan anak-anak usia muda memerlukan dosis propofol yang lebih besar karena

volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dewasa. Propofol tidak dianjurkan pada pasien pediatrik kritis yang dirawat di ICU. Obat ini dapat menyebabkan terjadinya “ propofol infusion syndrome” dengan gejala-gejala seperti asidosis metabolik, ketidakstabilan hemodinamik, hepatomegali, rhabdomiolisis, dan kegagalan multi organ. Meskipun paling sering terjadi pada anak kritis, tetapi pernah juga dilaporkan pada pasien dewasa dan pasien yang mendapatkan terapi dengan propofol jangka panjang.

Anak juga membutuhkan dosis barbiturat relatif lebih besar dibandingkan dewasa. Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opioid cenderung lebih poten dan toksik pada neonatus dibanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat mudah lewat menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih rendah atau karena kepekaan dari pusat nafas sangat tinggi. Sebaliknya neonatus dan bayi tampaknya sangat tahan terhadap efek ketamin.

Obat Pelumpuh OtotSemua obat pelumpuh otot secara umum mempunyai onset yang lebih singkat pada

pasien pediatrik dibandingkan dewasa karena waktu sirkulasi yang lebih pendek.Bayi umumnya membutuhkan dosis suksinilkolin lebih tinggi (2-3mg/kg) di banding

dewasa (1-2mg/kg) karena volume distribusinya yang lebih besar, ruang ekstraselulernya relatif lebih besar dibandingkan pada anak atau dewasa. Respon terhadap obat pelemah otot golongan non depolarisasi cukup bervariasi. Belum maturnya “neuromuscular junction” meningkatkan kesensitifitasan terhadap obat pelumpuh otot, dimana cairan ekstraseluler yang lebih besar mengencerkan konsentrasi obat.

Anak lebih rentan dibandingkan orang dewasa mengalami aritmia jantung, hiperkalemia, rhabdomiolisis, mioglobinemia, spasme masseter, dan hipertermia malignan setelah pemberian suksinilkolin. Pada anak juga sering didapatkan bradikardi yang berat dan henti jantung dengan pemberian suksinilkolin tanpa premedikasi dengan sulfas atropin. Oleh karena itu pemberian premedikasi sulfas atropin (minimal 0,1mg) harus selalu diberikan pada anak sebelum diberikan suksinilkolin.

15

Page 16: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Table 44–5. Approximate ED95 for Muscle Relaxants in Infants and Children.1

 

Agents Infants ED95 (mg/kg) 

Children ED95 (mg/kg) 

Succinylcholine 0.7 0.4

Mivacurium 0.15 0.15

Atracurium 0.25 0.35

Cisatracurium 0.05 0.06

Rocuronium 0.25 0.4

Vecuronium 0.05 0.08

Pancuronium 0.07 0.09

1Average values during nitrous oxide/oxygen anesthesia.

PERALATAN ANESTESI PEDIATRIKA. Peralatan

Sirkuit untuk pediatrik harus mempunya ruang rugi yang seminimal mungkin, minimal tahanan nafas, kelembaban yang adekuat , sederhana dan ringan. Sirkuit setengah tertutup yang biasanya digunakan untuk orang dewasa tidak bisa digunakan untuk bayi, sebab dapat menambah ruang rugi, meningkatkan kerja pernafasan dan volume rangkaian sistem yang besar merupakan penampung gas anestesi. Yang sering digunakan adalah Jackson Rees modifikasi Ayre T piece, suatu sistem tanpa katup yang mencegah nafas terhirup kembali dengan aliran gas segar 1,5-2 kali ventilasi semenit. Sistem ini ringan mudah dikendalikan tetapi memerlukan pembersihan karena aliran gas yang tinggi.

Suatu variasi sirkuit non rebreathing dengan menyatukan katup non rebreathing, seperti katup sierra atau Stephen-Slaer. Pada sistem ini mudah membersihkan gas dan aliran gas segar sama dengan ventilasi semenit. Kerugiannya adalah kadang-kadang katup menjadi kaku atau tidak kompeten dan tahanan terhadap aliran membuat tidak praktis untuk anak dan bayi. Sirkuit Bain merupakan modifikasi dari Mapelson-D. sistem ini sederhana, ringan, tahanan rendah. Aliran gas segar 100-150 cc/kg/menit.

Untuk anak ≤ 10 kg sering digunakan sisten non rebreathing dengan sirkuit “semi open” seperti sirkuit Mapelson D. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

16

Page 17: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

a) Untuk mencegah nafas terhirup kembali maka aliran gas harus 2-2,5x volume ekspirasi semenit ( volume semenit= volume tidal x frekwensi nafas. Atau secara kasar 150 mlx kg BB)

b) Bila dipasang kapnograf maka adanya nafas terhirup kembali mudah diketahui dan hiperventilasi berlebihan dapat dihindari.

c) Penting sekali digunakan alat untuk menghangatkan dan melembabkan udara/gas yang di inspirasi.

d) Balon penampung harus dipilih yang sesuai dengan kapasitas volume tidal anak, sebagai patokan untuk bayi di bawah 1 tahun (=500ml), 1-3 tahun (=1000 ml) dan diatas 3 tahun (= 2000 ml)

Untuk anak > 10-12 kg bisa digunakan sistem sirkuit setengah tertutup dengan penyerap Co2 dengan mengganti pipa berombak yang berdiameter kecil.

Table 3–2. Classification and Characteristics of Mapleson Circuits.

Required Fresh Gas Flows

Mapleson Class

Other Names Configuration1

Spontaneous Controlled Comments

A Magill attachment

Equal to minute ventilation ( 80 mL/kg/min)

Very high and difficult to predict

Poor choice during controlled ventilation. Enclosed Magill system is a modification that improves efficiency. Coaxial Mapleson A (Lack breathing system) provides waste-gas scavenging.

B 2 x minute ventilation

2–2½ x minute ventilation

17

Page 18: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Required Fresh Gas Flows

Mapleson Class

Other Names Configuration1

Spontaneous Controlled Comments

C Waters' to-and-fro

2 x minute ventilation

2–2½ x minute ventilation

D Bain circuit 2–3 x minute ventilation

1–2 x minute ventilation

Bain coaxial modification: fresh gas tube inside breathing tube (see Figure 3–7).

E Ayre's T-piece 2–3 x minute ventilation

3 x minute ventilation (I:E =1:2)

Exhalation tubing should provide a larger volume than tidal volume to prevent rebreathing. Scavenging is difficult.

F Jackson-Rees' modification

2–3 x minute ventilation

2 x minute ventilation

A Mapleson E with a breathing bag connected to the end of the breathing tube to allow controlled ventilation and scavenging.

 

1FGI, fresh gas inlet; APL, adjustable pressure-limiting (valve).

18

Page 19: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Gambar Sirkuit Sistem pernafasan

2.Peralatan jalan nafas

a) Sungkup muka khusus ( warna, bentuk, aroma dll) dengan ruang rugi minimal dan sebaiknya transparan.

b) Oropharingeal air wayc) Laringoskop:

Pegangan umumnya ramping Bilah untuk anak < 5 tahun biasanya lurus ( miller)

Ukuran bilah: Preterm, neonate Miller 0 Neonate s/d 2 tahun Miller 1 ≥ 3tahun Miller 2 2-5 tahun Wis-Hippel 1.5

19

Page 20: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

3-6 tahun Macintosh2

d) Pipa endotrakhea:

Untuk anak < 6 tahun, pipa endotrakhea yang digunakan umumnya jenis polos (tanpa balon)

Sebagai pegangan ukuran pipaET yang harus disediakan sebagai berikut:

Bayi premature ET 2,5-3,0 Bayi fullterm ET 3,0 Bayi 6-12 bulan ET 3,5 Bayi 12-20 bulan ET 4,0 Bayi 2 tahun ET 4,5 Anak> 2tahun 4+umur/4

Table 44–6. Airway Equipment for Pediatric Patients.

 

  Premature Neonate Infant Toddler Small Child

Large Child

Age 0–1 month 0–1 month 1–12

months

1–3 years 3–8 years 8–12 years

Weight (kg) 0.5–3 3–5 4–10 8–16 14–30 25–50

Tracheal (ET)1 tube (mm

i.d.)

 

2.5–3 3–3.5 3.5–4 4–4.5 4.5–5.5 5.5–6

(cuffed)

ET depth (cm at lips) 6–9 9–10 10–12 12–14 14–16 16–18

Suction catheter (F) 6 6 8 8 10 12

Laryngoscope blade 00 0 1 1.5 2 3

Mask size 00 0 0 1 2 3

Oral airway 000–00 00 0 (40 mm) 1 (50

mm)

2 (70 mm) 3 (80 mm)

Laryngeal mask airway

(LMA#)

— 1 1 2 2.5 3

 1ET, endotracheal tube.

20

Page 21: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

3) MonitoringPada prinsipnya sama dengan dewasa :

a) Temperatur: temperatur harus dimonitor pada pasien pediatrik dan temperatur tubuh di pelihara. Perubahan temperatur biasanya karena cairan intravena dan irigasi kandung kencing dan saluran pencernaan. Bila terjadi hipertermia malignan maka diperlukan monitoring suhu tubuh yang terus menerus. Yang dimonitor adalah temperatur nasofaring, rektum dan timpani, sedangkan temperatur aksilla kurang bermakna. Berbagai cara dilakukan untuk mencegah penurunan suhu antara lain hangatkan cairan intravena, cairan irigasi dan gas inhalasi, panaskan dengan lampu, selimut penghangat, naikkan dan pelihara suhu kamar operasi. Monitoring suhu terutama pada anak umur kurang dari 5 tahun dan operasi lebih dari 2 jam.

b) Stestoskop prekordial: Monitor frekuensi, suara, irama jantung, suara nafas. Monitor kardiak output dengan pengukuran tekanan darah dan suara jantung.

c) EKG: untuk mendeteksi dan mendiagnosa aritmia.d) Tekanan darah: manset tensimeter dipasang pada 1/2 sampai 2/3 lengan atas.

Monitoring intra arterial hanya dipakai pada operasi bedah jantung terbuka dan teknik hipotermi.

e) Pulse oksimetri ,digunakan untuk mengetahui saturasi oksigen dan juga denyut nadi. Dipasang pada jari atau cuping telinga.

f) Kapnografi digunakan terutama untuk mengetahui adanya nafas terhirup kembali atau hiperventilasi.

g) Diuresis diukur dengan menampung urine. Normal 0,5-1 cc/kg BB/jam.h) Stik gula darah: untuk mengukur glukosa darah karena bahaya hipoglikemi terutama

pada neonatus i) Tanpa alat: warna kulit dan darah, ekspansi dada, lapangan operasi, tekanan manual

pada kantong penampung, rabaan untuk perfusi, temperatur dan tonus otot.

PERSIAPAN DAN EVALUASI PRABEDAH

Kunjungan pra bedah berguna untuk mengevaluasi pasien. Efek psikologis pada orang tua dan anak untuk anestesi dan operasi. Anak takut ditinggal orang tuanya, takut sakit suntikan intravena, takut bangun selama operasi, takut mutilasi, takut mati.

Anak umur 1-5 tahun lekas tersinggung dan bisa terjadi kerusakan psikis yang lama, maka diskusi prabedah dengan anak dan orang tua mengurangi kecemasan pada keduanya.

21

Page 22: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Sedasi diberikan pada anak umur 1-5 tahun. Potret ruangan operasi, boneka dan alat-alat anasthesi terutama masker harus diperlihatkan pada anak. Bicara pelan dan halus serta tepukan tangan atau elusan tangan akan menenangkan pasien. Kita harus mengetahui nama panggilan anak, sebab dengan di panggil nama sehari-hari dirumah ia akan menjadi lebih akrab. Catat umur dan berat badan penderita, sebab perlu untuk rencana pengelolaan anestesi dan terapi cairan.

Anamnesis:

Tanyakan riwayat operasi dan anestesi yang lalu, penyakit yang menyertai dan terapinya, riwayat keluarga terutama kesulitan operasi dan anestesi, problem fisik akut seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas. Bila ada infeksi saluran pernafasan bagian atas, operasi elektif sebaiknya diundurkan karena adanya resiko obstruksi jalan nafas karena sekresi, laringospasme, edema laring, infeksi dan penyulit anestesi yang lainnya. Sering sulit membedakan antara rhinitis alergika dan infeksi tetapi dari riwayat penyakit, sekret yang bernanah dan demam merupakan tanda adanya infeksi.

Tanyakan tentang riwayat kelahirannya, apakah lahir normal, lambat timbulnya menangis, penyakit kongenital, hipoksia, sensitif terhadap obat-obatan, pertumbuhan anak normal atau lambat. Apakah ada panas tinggi setelah penggunaan obat anestesi berhalogenisasi. Bila ada harus dihindari penggunaan halotan dan suksinilkolin.

Untuk sistem saraf pusat tanyakan adanya hidrosefalus, retardasi mental, dan kejang. Bila ada kejang harus diketahui etiologinya apakah karena epilepsi, trauma, infeksi atau oleh sebab lain. Untuk sistem kardiovaskuler tanyakan tentang adanya sianosis, perkembangan fisik yang jelek, jari tabuh kelemahan, riwayat murmur.

Untuk sistem respirasi tanyakan adanya stridor, infeksi berulang, batuk, obstruksi jalan nafas, sianosis, asthma, riwayat trakhea pernah di trakheostomi.

Untuk sistem pencernaan tanyakan apakah sering muntah yang dihubungkan dengan dehidrasi dan gangguan elektrolit, juga tanyakan adakah kebiasaan nutrisi yang jelek.

Obat-obatan yang dimakan perlu ditanyakan misalnya kortikosteroid yang sering dipakai untuk terapi asthma, demam rematik, trombositopeni purpura. Pemakaian kortikosteroid akan berakibat penekanan aktivitas korteks ginjal. Untuk menghindari timbulnya komplikasi hipotensi, pasien yang menerima kortikosteroid dalam 6 bulan sebelum operasi harus menerima kortikosteroid.

Khlorpromazin suatu obat yang digunakan untuk terapi muntah hebat akan berpotensiasi dengan efek depresan dari obat anestesi.

22

Page 23: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Pemeriksaan Fisik:

Periksa keadaan umumnya, adanya kelainan sisiem saraf,sistem respirasi serta sistem kardiovaskuler.

Keadaan hidrasi dilihat dari membran mukosa, turgor kulit, ubun-ubun, mata, hematokrit, diuresis dan berat jenis urine, nadi dan tekanan darah, temperatur serta pengisian kapiler ekstremitas.

Factor-faktor yang mempengaruhi volume darah adalah:

1. Dehidrasi karena muntah , diare , luka bakar, peritonitis, trauma2. Perdarahan3. Peningkatan kapasitas dari pembuluh darah karena syok septik, panas berlebihan,

anestesi4. Infus yang cepat

Dehidrasi yang nyata harus di koreksi sebelum dilakukan induksi. Defisit cairan dapat diperkirakan dari persentasi dehidrasi = 10 cc/kg/%dehidrasi. Setengah dari jumlah ini diberikan 6-8 jam, sisanya diberikan 16 jam 6-8. Bila pasien menunjukkan tanda gagal jantung, diberikan bolus plasma atau darah 10 cc/kg, sisanya RL atau NaCl. Bila ada defisit Na, K harus dikoreksi. Bila ada asidosis juga harus dikoreksi.

Sistem kardiovaskuler

Dilihat tanda perfusi, adanya murmur, aritmia, tanda gagal jantung. Pasien dengan penyakit jantung kongenital sianotik harus dikonsulkan ke bagian penyakit jantung.

Paru-paru

Dengarkan suara nafas, adanya retraksi dada dan interckostalis, periksa rontgen dada. Pasien dengan gagal nafas mungkin memerlukan intubasi dan ventilasi sebelum operasi.

Laboratorium:

Periksa hematokit, Hb, Urine, jumlah sel darah merah.

Neonatus terutama yang prematur cenderung menderita hipoglikemia, hipotermi, hipokalcsemia, hiperbilirubinemia, perdarahan karena defisiensi vitamin K dan DIC, periodik apnea, IRDS

23

Page 24: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Puasa sebelum operasi :

Penting diketahui bahwa lambung harus kosong sebelum anestesi dimulai, tetapi juga penting bahwa masukan minuman jangan dihentikan lebih lama dari yang diperlukan.

Puasa sebelum operasi menurut dripps:

< 6 bulan: cairan jernih( air, jus apel,pedialit,tapi susu tidak boleh) diberikan dari tengah malam sampai 4 jam prabedah.

<5 tahun: idem sampai 6 jam pra bedah >5 tahun: puasa setelah tengah malam.

Pada pasien dengan demam dan diabetes cara pemberian ini dapat dimodifikasi.

Preoperatif feeding menurut Robert smith:

< 6 bulan: jangan diberikan makanan padat atau susu setelah tengah malam. Cairan jernih dapat diberikan sampai 4 jam sebelum operasi.

6 bulan sampai-3 tahun: makanan padat dan susu jangan diberikan setelah tengah malam. Cairan jernih dihentikan setelah jam 2 malam.

>3 tahun: jangan makan/minum setelah tengah malam.Catatan: bila operasi dilakukan siang/sore hari air gula, cairan jernih, juice apel, juice anggur, cola diberikan sampai 4 jam pre operasi. Susu dan air jeruk tidak boleh.

Premedikasi:

Pemberian premedikasi pada pediatrik sangat beraneka ragam bahkan seringkali premedikasi tidak harus diberikan pada neonatus, bayi, pasien rawat jalan dan anak yang sudah besar, kecuali bayi neonatus dengan kelainan jantung.

Tujuan utama pemberian premedikasi pada pediatrik yaitu untuk menghilangkan atau mengurangi trauma psikis akibat stress anestesi dan pembedahan. Premedikasi dapat diberikan secara oral, parenteral, rektal dan nasal.

Slfas atropine : diberikan im pada prabedah dengan dosis 0,03 mg/kgBB sampai 0,6 mg, bisa diberikan intravena saat induksi dengan dosis 0,03 mg/kg sampai 0,4 mg. bila pengulangan suksinilkolin diberikan selama pembedahan, perlu diberikan sulfas atropin untuk melawan bradikardi. Sulfas atropin tidak diberikan pada pasien demam.

Pada umur< 1 tahun premedikasi hanya sufas atropine saja.

24

Page 25: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Umur > 1 tahun diberikan sedasi supaya pasien tenang tetapi tidak depresi. Opioid (morfin, pentazosine) berikan im. Barbiturat( pentobarbiturat) bisa im, per oral, per rectal. Diazepam berikan per oral.

PENGELOLAAN ANESTESI

A. InduksiKeselamatan pasien selalu merupakan pertimbangan utama pada anestesi, maka

lambung penuh, jalan nafas abnormal, hipovolemia, gagal nafas memerlukan perhatian khusus. Induksi pada pasien pediatrik dapat dilakukan dengan beberapa caraI. Inhalasi

a) Pada bayi usia di bawah 6 bulan induksi dilakukan dengan cara menempelkan sungkup muka yang sesuai di muka bayi, kemudian di alirkan gas N2O/O2 dan gas inhalasi. Sebelumnya stetoskop prekordial sudah ditempelkan di dada kiri bayi untuk monitoring nadi dan pernafasan.

b) Pada anak usia 6 bulan sampai 5tahun setelah diberikan premedikasi per oral atau rectal kemudian dilakukan induksi metoda “ steal Induction” dimana sungkup muka dipegang didepan muka anak dan kemudian dialirkan gas N2O/O2 dosis rendah( low flow). Selanjutnya dialirkan pula gas anestesi inhalasi (misalnya Halotan) dengan dosis 0,5 vol % yang dinaikkan secara bertahap setiap 0,5 % sampai maksimal 4,0 vol %. Bila reflex bulu mata hilang sungkup muka baru diletakkan secara hati-hati ke muka anak tanpa mengganggu irama nafas.

c) Pada anak di atas usia 5 tahun dengan atau tanpa pemberian premedikasi dilakukan induksi metoda “ Single breath induction”. Sirkuit anesthesia yang telah dipersiapkan diisi dengan gas N2O/O2 ( perbandingan 3:1) dan gas volatile ( mis Halothan dosis tinggi yaitu 4 vol % atau sevoflurane 8 vol %). Ujung sirkuit ditutup agar gas tidak keluar. Anak disuruh menarik nafas dalam kemudan disusul ekspirasi maksimal. Pada akhir ekspirasi, atau inspirasi lagi sungkup muka langsung dilekatkan di muka anak setelah tutup sirkuit dibuka terlebih dahulu. Biasanya anak akan tertidur 30-60 detik kemudian. Pada beberapa anak kadang-kadang cara ini dilakukan berulang-ulang. Bila anak menjadi gelisah atau tidak koperatif maka sebaiknya cara induksi harus diubah yaitu segera melakukan induksi secara parenteral (intravena)

d) Cara lain induksi pada anak yang kooperatif dapat dipilih metoda ”Slow inhalation induction”. Kepada anak terlebih dahulu diperlihatkan bagaimana cara bernafas lewat sungkup muka. Sungkup muka yang digunakan sesuai dengan pilihan anak berdasarkan warna, bentuk dan aroma. Sambil mendengarkan cerita anak disuruh mulai bernafas

25

Page 26: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

lewat sungkup muka yang telah dialiri gas anastesi mulai dari dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap sampai anak tertidur ( reflex bulu mata hilang).

Insufflation of an anesthetic agent across a child's face during induction.

II. Intramuskulus

Bagi anak yang tidak kooperatif sebaiknya dipilih cara induksi lewat intramuskulus dengan ketamin dosis 6-10 mg/kgBB. Anak akan mulai tertidur 2-5 menit setelah suntikan. Sebaiknya bersama ketamin diberikan pula (bersama-sama) sulfas atropine 0,02 mg/kg BB atau glikopirolat 0,01 mg/kg BB untuk mengurangi saliva dan midazolam 0,2-0,5 mg/kg BB ( atau diazepam 0,2 mg/ kg BB) untuk mengurangi delirium paska anestesi.

III. Intravena

26

Page 27: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Anak besar dan atau kooperatif dimana pemasangan kateter vena (tidak sulit maka dapat dipilih metoda induksi intravena dengan pentotal 2,5-5 % dosis 5-6 mg/kg BB, propofol 2-3 mg/kg BB atau dengan methoheksital 1-2 mg/kg BB, ketamin 1-2 mg/kgBB dan sebaiknya diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB atau 0,005 mg/kg glikopirolat untuk mencegah peningkatan salivasi yang dapat menyebabkan laringospasme oleh karena pemberian ketamin.

B. Intubasi

Pemasangan pipa endotrakheal (ET) bisa lewat oral (paling banyak) atau lewat nasal (harus atas indikasi kuat) karena dapat merusak mukosa hidung dan menimbulkan perdarahan.

Cara intubasi Endotrakheal:

1. Intubasi dalam keadaan sadar : Dilakukan pada bayi dibawah 30 hari Keadaan umum jelek Keadaan gawat Puasa tidak cukup/ bahaya aspirasi Perkiraan intubasi sulit

2. Intubasi Endotrakheal dengan induksi inhalasi terlebih dahulu, sampai anestesi dalam. Atau setelah pasien tertidur kemudian diberi pelemas otot non depolarisasi ( suksinilkolin dosis 1-1,5 mg/kg BB) i.v atau i.m.

3. Intubasi Endotrakheal secara umum yaitu induksi dengan obat anestesi intravena disusul obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi atau pelumpuh otot depolarisasi.

C. Pemeliharaan Anestesi

Paling sering memakai N2O/O2 halotan atau sevofluran. Ketamin, opioid dan anestesi inhalasi yang lain (Enfluran, Isofluran atau Desfluran) dapat digunakan seperti pada orang dewasa. Pelumpuh otot dari golongan non depolarisasi dapat digunakan untuk memelihara relaksasi otot. Fentanyl adalah analgetik golongan opioid yang merupakan pilihan.

Terapi cairan selama pembedahan tergantung 3 faktor yaitu defisit prabedah, pemeliharaan perioperatif dan kehilangan darah dan cairan di rongga ketiga. Pemeilharaan cairan dengan N4 (NaCl 0,225% dalam dextrose 5%) atau ringer laktat. Pada anak yang kurang dari 1 minggu diberi dextrose 10 % karena ada tendensi hipoglikemia. Bila lebih dari 6 minggu beri dextrose 5 % dalam RL.

Darah yang hilang dilihat dari kasa, kesan visual, tanda vital pasien dan urine output. Bila hematokrit normal, kehilangan darah kurang dari 10 % dari volume darah total, diganti dengan

27

Page 28: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

2-3x volume RL atau NaCl. Bila kehilangan darah lebih dari 20 %, beri darah lagi. Bila dilakukan transfusi darah massif darahnya harus dihangatkan lebih dahulu dan beri bikarbonat natrikus untuk koreksi asidosis.Kebutuhan cairan perioperatifPengelolaan cairan pada pasien pediatrik harus berhati-hati karena kesalahan harus seminimal mungkin. Untuk penilaian yang akurat dipergunakan infus pompa infus yang sudah terprogram atau menggunakan buret dengan tetesan mikroburet untuk penilaian akurat. Kelebihan cairan dapat diketahui dari penonjolan vena, kulit merah, peningkatan tekanan darah,berkurangnya kadar natrium, dan hilangnya lipatan pada bagian atas kelopak mata.A. Kebutuhan cairan pemeliharaanKebutuhan cairan untuk pemeliharaan pasien pediatrik dapat digunakan rumus 4:2:1 dengan aturan 4ml/kg/jam untuk 10 kg pertama, 2ml/kg/jam untuk 10kg kedua, dan 1 ml/kg/jam untuk berat sisanya. Pilihan untuk cairan pemeliharaan masih kontroversial. Larutan seperti D5 1/2NS dengan 20 meq/L kalium klorida memberikan elektrolit dan dekstrosa yang adekuat. D5 1/4NS dapat menjadi pilihan yang lebih baik untuk neonatus karena keterbatasannya untuk mengatasi kelebihan natrium. Neonatus membutuhkan 3-5mg/kg/menit infus glukosa untuk mempertahankan euglikemia(40-125mg/dl). Neonatus prematur membutuhkan 5-6mg/kg/menit.B. DefisitSebagai tambahan pemberian cairan pemeliharaan, defisit cairan sebelum operasi harus diganti. Penggantian cairan defisit dilakukan bertahap, dimana 50% defisit diberikan dalam jam pertama, 25% defisit diberikan dalam jam kedua dan ketiga. Cairan yang diberikan jangan mengandung dekstrosa karena dapat menyebabkan hiperglikemia. Dipilih cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau ½ Normal salin.C. Kebutuhan untuk penggantiPengganti dapat dibagi menjadi hilangnya darah dan hilangnya ruang ketiga.

Hilangnya darahVolume darah neonatus prematur(100ml/kg), neonatus cukup bulan(85-90ml/kg), Bayi(80ml/kg). Hematokrit neonatus cukup bulan 55%, turun menjadi 30% pada bayi umur 3 bulan dan meningkat lagi menjadi 36% pada bayi usia 6 bulan. Hemoglobin pada saat lahir 75% terdiri dari HbF( afinitas oksigen tinggi, PaO2 rendah, pelepasan oksigen di jaringan rendah) berubah menjadi hampir 100% HbA( afinitas oksigen rendah, PaO2 tinggi, pelepasan oksigen ke jaringan yang baik) pada bayi usia 6 bulan.Hilangnya darah diganti dengan kristaloid tanpa glukosa(3 ml RL untuk 1 ml darah yang hilang) atau 1ml albumin 5% untuk tiap 1 ml darah yang hilang. Pada neonatus prematur dan yang sakit hematokrit dipertahankan 40-50% dimana pada anak yang lebih besar dapat mentolerir hematokrit 20-26%.

28

Page 29: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Karena volume intravaskuler neonatus dan bayi relatif kecil meningkatkan resiko untuk terjadinya gangguan elektrolit(hiperglikemia, hiperkalemia,hipokalsemia) yang dapat mengikuti transfusi darah cepat. Dosis transfusi sel darah merah dapat menggunakan patokan :

Satu unit sel darah merah dapat meningkatkan hemoglobin 1g/dl dan meningkatkan hematokrit 2-3% (pada dewasa)

Transfusi 10 ml/kg transfusi sel darah merah dapat meningkatkan konsentrasi hemoglobin 3g/dl dan hematokrit 10%

Thrombosit dan plasma beku segar 10-15 ml/kg seharusnya diberikan saat darah hilang melebihi 1-2 kali volume darah pasien. Satu unit thrombosit/kg meningkatkan jumlah thrombosit 50.000/μL. Dosis kriopresitat untuk pediatrik 1 U/10kg Berat badan.

Hilangnya dari ruang ketigaKehilangan dari ruang ini tidak mungkin dapat dihitung dan hanya dapat diperkirakan karena prosedur operasi. Satu patokan yang umumnya dipakai adalah 0-2ml/kg/jam untuk operasi yang cenderung tidak traumatis( contoh operasi strabismus), 2-4ml/kg/jam untuk operasi sedang dan 4-8ml/kg/jam untuk operasi traumatis. Hilangnya dari ruang ketiga biasanya diganti dengan cairan Ringer Laktat.

D. Paska Bedah

Ekstubasi pipa endotrakhea dilakukan setelah dinilai tidak ada gangguan respirasi pada stadium III penderita nafas spontan atau lewat stadium II paska bedah ( bayi/anak sudah aktif/meronta-ronta, buka mata dll) untuk menghindari spasme laring. Bila timbul spasme laring lakukan ventilasi secara hati-hati dengan tekanan positif, berikan lidokain (1-1,5 mg/kg BB) intravena atau suksinil kholin 0,25 mg/kg BB iv disusul ventilasi kendali. Upaya lain untuk mencegah timbulnya spasme laring bayi/anak sebaiknya dimiringkan (posisi lateral) agar sekret tidak berkumpul didepan pita suara.

Kadang-kadang timbul “Croup” paska ekstubasi karena adanya edema glotis atau trakhea sebagai akibat manipulasi traumatis saat intubasi pipa endotrakhea, pipa endotrakhea yang tidak cocok atau karena manipulasi orotrakheal. Bila terjadi demikian beri dexamethasone 0,1- 0,5 mg/kg BB intravena ( sebaiknya segera setelah ada perkiraan bakal timbul edema sebagai pencegahan). Inhalasi epinefrin nebulasi( 0,5 ml larutan 2,25% dalam 2,5 ml NaCl 0,9 %)

Pengawasan fungsi vital terutama pernafasan dan kesadaran adalah penting pada masa paska bedah. Upayakan suhu bayi/anak hangat, jangan sampai timbul hipotermi dan berikan

29

Page 30: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

oksigen lewat sungkup muka atau kateter kecil pernasal/ pipa endotrakhea. Pantau terus saturasi O2 dengan menggunakan pulse oksimetri.

PREMATURPatofisiologiPrematur didefinisikan sebagai kelahiran sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Prematur berbeda dengan kecil menurut usia kehamilan yang didefinisikan sebagai bayi(cukup bulan atau prematur) yang beratnya kurang menurut umurnya( dibawah persentil ke-5). Banyak persoalan medis yang berhubungan dengan neonatus prematur berhubungan dengan belum maturnya sistem organ atau berhubungan dengan asfiksia di dalam kandungan. Komplikasi paru meliputi penyakit membran hialin, periodik apnea, displasia bronkhopulmoner. Surfaktan paru dari luar terbukti efektif untuk sindroma gagal nafas pada pasien prematur. Prematuritas juga meningkatkan resiko untuk infeksi, hipotermi, perdarahan intrakranial, kernikterus dan kelainan kongenital.

Pertimbangan AnestesiUkuran tubuh yang kecil(biasanhya kurang dari 1000gram) dan kondisi medis yang rapuh memerlukan teknik anestesi yang sangat teliti. Terutama perhatian khusus harus diberikan untuk kontrol jalan nafas, pengaturan cairan, dan pengaturan suhu. Masalah retinopati karena prematur juga harus dipertimbangkan. Walaupun hiperoksia berhubungan dengan penyakit kebutaan ini terapi dengan vitamin E dapat mencegahnya. Selain itu keadaan seperti hipoksia,hiperkarbia,asidosis,gagal nafas,apnea juga mungkin terjadi. Jadi perlu monitoring oksigenisasi yang ketat dan terus menerus. Normal PaO2 dipertahankan 60-80mmHg pada neonatus. Konsentrasi oksigen inspirasi yang berlebihan harus dihindari dengan cara memberikan oksigen bersamaan dengan udara atau N2O. Tekanan oksigen inspirasi yang tinggi juga dapat meningkatkan kecenderungan penyakit paru kronis. Kebutuhan obat anestesi pada neonatus prematur harus dikurangi.

Faktor resiko yang menyebabkan apnea paska anestesi meliputi kelahiran prematur,anemia(Ht kurang dari 30%),hipotermi, sepsis, dan gangguan neurologis.

OPERASI NEONATUS EMERGENSIOperasi neonatus emergensi secara umum terbagi menjadi :

Minggu pertama kehidupan Hernia diafragmatika kongenital

30

Page 31: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Fistula trakeoesofageal Omfalokel dan gastroskizis Obstruksi usus Meningomielokel

Minggu kedua kehidupan dan selanjutnya Necrotizing enterokolitis Hernia Atresia doudenal

Hernia diafragmatika kongenital

Insidensi 1 di dalam 4000-5000 kelahiran hidup

Patofisiologi

Kegagalan penutupan diafragma menyebabkan isi rongga perut dapat berada di rongga dada. Kelainan ini biasabya sering terjadi pada sebelah kiri, 80% biasanya terjadi melalui lubang posteriolateral, foramen bochdalek dan hanya sebagian kecil yang melalui lubang anterolateral, foramen morgagni.Hipoplasi paru biasanya satu sisi walaupun dapat juga terjadi pada kedua sisi. Paru-paru akan memiliki bronkhus yang lebih kecil, percabangan bronkhus yang lebih sedikit dengan luas permukaan alveoler yang berkurang dan gangguan pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan arteri pulmonaris yang akan menyebabkan sunting kanan ke kiri yang lebih berat. Gangguan jantung dan malrotasi jantung juga dapat berhubungan dengan hernia diafragmatika.Gejala klinis

Gangguan nafas berat, sesak nafas, takikardi, sianosis, dan retraksi dada yang hebat

Peningkatan diameter dada anteroposterior dengan perut skafoid Bunyi apeks jantung begeser ke arah mediastinum Suara nafas inspirasi yang lemah dan bising usus di dada saat auskultasi Hipoksia/asidosis

PengelolaanPengelolaan awal seharusnya ditekankan untuk menstabilkan pasien sebelum usaha untuk mengkoreksi kelainan dengan operasi. Pengelolaan meliputi :

Pemasangan selang nasogastrik untuk mengurangi tekanan lambung Posisikan pasien dengan setengah berbaring dengan hernia dibagian bawah

31

Page 32: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Jangan diberikan ventialasi positif, karena akan menyebabkan lambung menjadi distensi dan gangguan pernaasan. Intubasi dalam keadaan sadar mungkin diperlukan.

Pertahankan jalan nafas dengan pipa endotrakhea dan ventilasi untuk mempertahankan normokapnia.

Memonitor tekanan jalan nafas. Peningkatan tekanan jalan nafas secara mendadak perlu dipirkan kemungkinan pneumothorak(barotrauma)

Saturasi oksigen dipertahankan 85-95% Vasopresor mungkin dibutuhkan untuk mempertahankan resitensi pembuluh darah

sistemik kemudian dapat membantu mengurangi shunt Mempertahankan suhu tubuh Monitor dan koreksi kelainan analisa gas darah dan elektrolit. Hindari asidosis dan

hiperkarbia. Alkalosis(respiratorik ataupun metabolik) membantu memperbaiki aliran darah paru

Perhatian akan ekskresi asam dan natrium yang tidak sempurna pada pasien neonatus karena ginjal yang belum sempurna

Tantangan Anestesi Kemungkinan untuk hipoksia dan hipotensi akibat distensi lambung dan usus.

Hipoksemia karena hipoplasia paru dan hipotensi sistemik karena terpuntirnya pembuluh darah besar biasanya pembuluh darah dari hati selama usaha reduksi dan penutupan abdomen.

Hipertensi paru dan gagal jantung kanan Perlunya analgesik yang adekuat untuk menumpulkan respons stress

mengurangi peningkatan resistensi pembuluh darah paru dengan hasilnya shunting kanan-kiri

Akses intravena harus lancar, sebaiknya digunakan vena pada ekstremitas atas, karena apabila menggunakan akses inntravena dari ekstremitas bawah dapat menyebabkan bendungan.

Kontrol ventilasi, monitor tekanan jalan nafas, pemeliharaan oksigen, normothermia, cairan dan gangguan elektrolit

Penggunaan N2O dapat menyebabkan kesulitan untuk menutup abdomen karena usus yang sangat distensi.

Bayi harus perlahan dikurangi pemakaian oksigen selama 48-72 jam untuk menghindari ”gejala bulan madu” dengan gejala vasokonstriksi pembuluh darah paru mendadak dan berpotensi untuk menyebabkan hipertensi pulmoner yang dapat mematikan.

Fistula trakheoesofagusInsidensi : 1:3000 kelahiran hidup

32

Page 33: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Gangguan yang berkaitan dengan fistula trakeoesofagusSindroma Vater :

Gangguan tulang belakang atau defek septal ventrikuler Atresia ani Fistula trakheoesofagus Aplasi radius dan gangguan ginjal Gangguan ginjal dan ekstremitas

Pengelolaan preoperatif Pertahankan kantong esofagus bebas dari sekret dengan pemasangan

pipa penyedot di dalam kantong Fisioterapi dada dan antibiotik Posisikan pasien dalam kepala lebih tinggi Jika anak menderita pneumonia harus diterapi dulu sebelum operasi

Sebuah gastrostomi dapat dilakukan dalam lokal anestesi untuk mengurangi lambung dan dapat memberikan nutrisi jika operasi terlambat untuk dilakukan.Tantangan AnestesiPertama yang harus dilakukan adalah menjaga bebasnya jalan nafas dan memberikan ventilasi adekuat. Intubasi dalam keadaan sadar biasanya dianjurkan untuk menghindari ventilasi kontrol dan memungkinkan distensi berlebihan lambung melalui fistula dengan konsekuensi aspirasi pneumonia. Tetapi intubasi dalam keadaan sadar tidaklah mudah dan juga mempunyai kemungkinan untuk menciderai bayi sehingga intubasi sering dilakukan setelah pasien diinduksi. Pasien dapat diinduksi dengan anestesi inhalasi ataupun dengan intravena. Pelumpuh otot dapat digunakan untuk memfasilitasi intubasi hanya setelah penilaian apakah ventilasi dengan lembut dapat menyebabkan pergerakan dada yang adekuat tanpa distensi abdomen berlebihan. Pelumpuh otot tidak digunakan untuk intubasi jika kita tidak yakin dapat memberikan ventilasi atau terdapat kebocoran gas di dalam rongga abdomen. Bila tidak menggunakan pelumpuh otot, pasien diintubasi dalam keadaan anestesi dalam dengan nafas spontan.

Defek dinding abdomen anteriorOmfalokelPatofisiologiOmfalokel terjadi pada minggu ke-10 hidup janin. Hal ini disebabkan karena ususnya tidak berputar kembali dari coelom ekstraembrionik. Omfalokel dilindungi oleh membran luar yang disebut amnion dan selaput dalam oleh peritoneum dengan

33

Page 34: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

umbilikus pada apeks kantung. Biasanya omfalokel juga berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya.GastroskizisPatofisiologiGastroskizis terjadi pada usia kehamilan lebih lanjut dibandingkan omfalokel. Gastroskizis disebabkan karena penutupan arteri omfalomesenterium dan iskhemia dan atropi dinding abdomen, yang menyebabkan usus terpapar. Defek pada lateral dinding abdomen dengan umbilikus di satu sisi. Terdapat kehilangan cairan dan elektrolit yang massif. Tidak seperti omfalokel gastroskizis jarang berhubungan dengan kelainan kongenital.

Penutupan secara primer dilakukan apabila defek kecil. Defek yang besar ditutup dengan kantong dacron sebagai penutup sementara usus.Pengelolaan perioperatif

Penggantian kehilangan cairan dapat massif( berasal dari permukaan organ dalam yang terpapar dan dari kehilangan ruang ketiga karena obstruksi usus )

Pemberian bolus 20ml/kg ringer laktat dan albumin 5% mungkin diperlukan Akses intravena pada ekstremitas atas Lambung yang penuh memungkinkan aspirasi isi lambung. Hal ini dapat dicegah

dengan induksi dalam keadaan sadar atau induksi cepat dan berurutan. Terapi infeksi khususnya untuk gastroskizis Pencegahan hipotermi Penutupan abdomen: Lebih baik tidak menggunakan N2O yang dapat menyebabkan distensi usus.

Apabila defek sangat besar sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan penutupan primer dapat ditutup sementara dengan kantong buatan dimana ukuran kantong dapat dikurangi bertahap.

Penutupan primer yang ketat dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada aorta dan vena cava, hipotensi berat, gangguan kembalinya vena, edema pada ekstremitas bawah. Penanganannya apabila ditemukan gejala diatas adalah membuka kembali luka operasi,memberikan cairan adekuat, inotropik. Peningkatan tekanan intra abdomen juga menyebabkan berkurangnya perfusi organ dan kemudian berkurangnya fungsi organ.

Kriteria yang digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan abdominal untuk penutupan abdomen yang aman :

Tekanan intragastrik < 20 cm H2O Tekanan intravesikal < 20 cm H2O End-tidal CO2 < 50 mmHg Tekanan ventilasi maksimum < 35 cm H2O

34

Page 35: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Ventilasi paska operasi sebaiknya dipertimbangkan secara elektif pada defek yang besar.

Perhatikan metabolisme obat yang dimetabolisme di hati, khususnya opioid.

Perhatikan juga kemungkinan kelainan kongenital yang lain.

Obstruksi ususInsidensi 1:1.500 kelahiran hidupPenyebab :

Atresia duodenum atau ileum(biasanya berhubungan dengan kelainan lainnya).

Malrotasi dengan volvolus usus tengah Jeratan peritoneum dimana akan terjadi pengurangan aliran darah Hernia intra abdominal Ileus mekonium Intususepsi ( paling sering setelah bulan kedua)

Obstruksi usus-saluran pencernaan atas(volvulus usus tengah paling sering)Gejala klinisTimbul pada 24 jam pertama dengan perut distensi yang nyeri, muntah cairan empedu, dehidrasi, kehilangan natrium,hipokhloremia,alkalosis metabolik, dan meningkatkan ketidakstabilan hemodinamik. Asidosis dan tinja berdarah juga dapat ditemukan. Investigasi .Foto polos abdomen dapat tampak gambar gelembung udara ganda menandakan atresia duodenum. Diagnosis volvulus dapat dikonfirmasi dengan USG perut atas.Pengelolaan AnestesiKematian karena volvulus usus tengah tinggi sekitar 18-25 %. Penanganan seharusnya dimulai secepat mungkin dengan koreksi cairan agresif dan koreksi kelainan elektrolit dengan akses intra vena perifer yang lancar.Kedaruratan operasiKeadaan ini merupakan keadaan yang benar-benar emergensi. Jangan menghabiskan waktu dengan mencoba mencari akses arteri, meskipun hal tersebut sangat bermanfaat. Penanganan jalan nafas dengan perut penuh harus dilakukan. Pengelolaan prinsip secara umum sama dengan pengelolaan anestesi pada pasien neonatus yang sakit kritis.

35

Page 36: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Obstruksi usus saluran pencernaan bawahGejala klinisTampak pada hari kedua sampai hari ketujuh. Gejala berupa distensi abdomen dan kegagalan untuk mengeluarkan feses atau mekonium. Dehidrasi terjadi karena penumpukan cairan dan elektrolit pada usus. Muntah biasanya merupakan gejala yang sudah terlambat.Pengelolaan anestesiPembedahan dapat ditunda kecuali pada intususepsi dimana aliran darah terganggu. Koreksi gangguan elektrolit dan dehidrasi yang membutuhkan cairan kristaloid atau koloid 30-40ml/kg. Cek hematokrit karena kemungkinan polisitemia dapat terjadi karena dehidrasi. Pertahankan jalan nafas. Hindari N2O untuk mencegah distensi berlebihan usus.

Necrotising Enterocollitis(NEC)

Gejala dideskripsikan dengan trias Kosloske : Iskhemia usus, nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan

sepsis. Kolonisasi bakteri patogen Penumpukan protein berlebihan pada lumen ususEtiologi :

Asfiksia sebelum kelahiran Katerisasi arteri umbilikus Pemberian makan hiperosmolar Transfusi tukar PDA dengan penurunan aliran darah ke usus

Gejala klinisBayi tampak dengan distensi abdomen, muntah cairan empedu, ileus, feses berdarah, peritonitis, septikemia, hipertermia, hipotermia, asidosis, shok, koagulopati,oliguria, kuning,periodik apnea, dan bradikardi.Gambaran foto lateral dekubitus :

Gambaran usus halus membesar Pneumatosis intestinal Udara vena portal Ascites Pneumoperitoneum

Manajemen medikal

36

Page 37: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

Istirahatkan usus – hentikan pemberian makanan. Pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi

Terapi infeksi dengan antibiotik Nutrisi melalui intra vena jangan melalui oral Koreksi asidosis metabolik, hipovolemia, dan koagulopati Gagal nafas memerlukan ventilasi buatan Pemberian thrombosit, plasma segar beku, sel darah merah sesuai indikasiPengelolaan AnestesiPengelolaan anestesi difokuskan untuk melanjutkan resusitasi, dengan darah ataupun produk darah, antibiotik, dopamin untuk memperbaiki perfusi usus, dan ventilasi paska operasi. Anestesi berdasarkan opioid yang paling bisa ditoleransi. Bagaimanapun hasil operasi kurang memuaskan dengan angka kematian 10-30%. Dibutuhkan Unit pelayanan neonatus intensif yang baik dan seorang anestesiologis terlatih untuk menangani pasien paska operasi untuk menjamin hasil yang baik.

KESIMPULAN

1. Untuk dapat melakukan tindakan anastesi dengan baik pada pasien-pasien pediatrik harus dipahami benar mengenai:

Fisiologi dan anatomi pediatrik Farmakologi pediatrik Keseimbangan cairan pediatrik Persiapan pre operatif Evaluasi pre Operatif Tehnik-tehnik induksi

2. Pasien pediatrik berbeda dengan dewasa baik secara anatomi, fisiologis maupun psikologis, sehingga untuk keamanan dan kenyamanan pasien diperlukan pendekatan terhadap semua hal tersebut.3. Pasien neonatus prematur mempunyai kekhususan dalam pengelolaan anestesi selain dikarenakan ukuran tubuh yang kecil juga disebabkan karena belum maturnya organ

37

Page 38: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

4. Operasi neonatus emergensi mempunyai kekhususan sendiri yang memerlukan penanganan khusus kasus perkasus disesuaikan dengan kondisi dimana sering juga disertai kelainan kongenital lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Barash G.Paul, Cullen F.Bruce, Stoelting K. Robert: Clinical Anesthesia, Lippincott

Williams&Wilkins, Fifth edition, 2006;1206-18

2. Bell Ch, Kain ZN, Hughes C: The Pediatrik Anesthesia Handbook, second edition, Mosby 1997

3. Duke J. MD: Anesthesia Secrets, third edition, Mosby 2006; 372-86

38

Page 39: Anesthesia for Neonatus and Pediatric

4. Rupp K, Holzki Z, Fischet T, Keller C: Pediatric Anesthesia,1999

5. William E. Hurford: Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital,

Seventh edition , 2007; 515-33

6. Morgan GE, Mikhail MS: Clinical Anesthesiology. 4nd ed, Lange, 2006; 922-37.

7. Kaswiyan U, Pediatrik Anasthesi, 1997;1-16

8. Bisri T, Anestesi Untuk Pediatri, 1992; 1-21

9. Jacob R, Cote CJ, Thirlwell J : Understanding Paediatric Anaesthesia.2 nd ed, B.I.

Publications, 2008;1-60

39