Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

85

Transcript of Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

Page 1: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 1

1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

PERAN RELAWAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANAERUPSI GUNUNG KELUD

Agus Khoirul Anam Sri Winarni Sylvia Rosi AndrianiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email Aguskhoirulanamgmailcom

Role of Indonesian Red Cross Volunteer In Tackling Kelud Eruption Disaster

Abstract In the tackling of disaster is required the role of volunteer when dusaster is not happened ishappening and after happened The purpose of this research is to know role of indonesian red crossvolunteer in the tackling of Kelud eruption in Blitar The population was all Indonesian Red Crossvolunteer in Blitar regency even Tenaga Sukarela (TSR) or Korps Sukarela (KSR) in 2016 as 150volunteer and the sample was taken as 30 people using Purposif Sampling the result showed that 60Indonesian Red Cross volunteer had enough role in tackling Mount Kelud eruption in Blitar RegencyThe role of Indonesian Red Cross volunteer when not eruption is enough catagorized as 50 whenerupting is well catagorized as 633 and pasca eruption is less catagorized as 567

Keywords role volunteer disaster eruption

Abstrak Dalam penanggulangan bencana diperlukan peran relawan pada saat tidak terjadi bencanasaat terjadi bencana dan pasca bencana Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran relawanPMI dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Blitar Metode penelitianmenggunakan rancangan deskriptif Populasi dalam penelitian adalah semua relawan PMI KabupatenBlitar baik tenaga sukarela (TSR) maupun kors sukarela (KSR) pada tahun 2016 sebanyak 150 relawandan besar sampel yang diambil adalah sebanyak 30 orang menggunakan teknik Purposif SamplingDari hasil analisis menunjukkan bahwa 60 relawan PMI memiliki peran cukup dalam penanggulanganbencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Blitar Peran relawan PMI pada saat tidak terjadi erupsidikategorikan cukup yaitu 50 pada saat terjadi erupsi dikategorikan baik yaitu 633 dan pascaerupsi dikategorikan kurang yaitu 567

Kata Kunci peran relawan bencana erupsi

PENDAHULUANIndonesia menjadi negara yang paling rawan

terhadap bencana di dunia berdasarkan datayang dikeluarkan oleh Badan PerserikatanBangsa-Bangsa untuk Strategi InternasionalPengurangan Resiko Bencana (UN-ISDR)Provinsi Jawa Timur memiliki sebuah gunungberapi yang tergolong aktif yaitu Gunung KeludGunung ini berada di perbatasan antaraKabupaten Kediri Kabupaten Blitar danKabupaten Malang plusmn 27 km sebelah timurpusat Kota Kediri Sebagaimana GunungMerapi Gunung Kelud merupakan salah satugunung berapi paling aktif di Indonesia Letusan

terakhir Gunung Kelud terjadi pada tahun 2014(idwikipediaorg diakses pada tanggal 20 Sep-tember 2015)

Wilayah terdampak letusan Gunung Keluddi Kabupaten Blitar sebanyak empat kecamatanyaitu tiga desa di Kecamatan Ponggok empatdesa di Kecamatan Nglegok tiga desa diKecamatan Garum dan tujuh desa di KecamatanGandusari Terdapat 16 desa yang terdampaksecara langsung dalam radius 5-10 km dari puncakGunung Kelud Berdasarkan data SensusPenduduk 2010 yang dilakukan oleh BPS 16desa terdampak yang berada di 4 (empat)kecamatan di Kabupaten Blitar dihuni oleh lebih

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

2 ISSN 2460-0334

dari 115 ribu penduduk Warga mengungsiditempat yang telah ditentukan sebelumnya yangtersebar di 63 titik evakuasi yang telah disepakatiJumlah pengungsi di 63 lokasi pengungsian padasaat erupsi Gunung Kelud tersebar di 4 (empat)kecamatan mencapai 32846 jiwa (Gema BNPBVolume 5 Nomor 1 2014) Desa Karangrejomerupakan desa paling utara di KecamatanGarum Kabupaten Blitar Desa Karangrejoberjarak plusmn 10 km dari Gunung Kelud sehinggadesa tersebut termasuk dalam kawasan rawanbencana erupsi Gunung Kelud (BNPB 2014)

Undang-Undang Penanggulangan Bencananomor 24 tahun 2007 menyatakan pemerintahpusat dan pemerintah daerah menjadi penang-gung jawab dalam penyelenggaraan penang-gulangan bencana meliputi pengurangan risikobencana dan pemaduan pengurangan risikobencana dengan program pembangunanperlindungan masyarakat dari dampak bencanapenjaminan pemenuhan hak masyarakat danpengungsi yang terkena bencana secara adil dansesuai dengan standar pelayanan minimum danpemulihan kondisi dari dampak bencana melaluiBadan Nasional Penanggulangan Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencanabertujuan untuk menjamin terselenggaranyapelaksanaan penanggulangan bencana secaraterencana terpadu terkoordinasi dan menye-luruh dalam rangka memberikan perlindungankepada masyarakat dari ancaman risiko dandampak bencana Penyelenggaraan penang-gulangan bencana meliputi tahap pra bencanasaat tanggap darurat dan pascabencana(Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008)

Pemerintah tentunya tidak dapat bekerjasendiri dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana Pasal 27 UU Penanggulangan Bencananomor 24 tahun 2007 menegaskan bahwa setiaporang berkewajiban untuk melakukan kegiatanpenanggulangan bencana UU ini juga mengaturketerlibatan pihak swasta lembaga-lembaganon-pemerintah dan lembaga internasional dalam

penanggulangan bencana Masyarakat dan pihaknon-pemerintah dapat berpartisipasi dalamberbagai bentuk kerelawanan dalam penang-gulangan bencana dan pengurangan risikobencana Agar keterlibatan para pemangkukepentingan dapat terarah dan terkoordinasiperlu dirumuskan aturan-aturan bagi kerjarelawan dalam penanggulangan bencana Aturanyang dituangkan dalam bentuk pedoman ini akanmengatur peran hak dan kewajiban relawandalam menjalankan fungsi kerelawanan pada saattidak terdapat bencana dalam masa tanggapdarurat dan saat rehabilitasi-rekonstruksi pascabencana (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011)

Relawan Penanggulangan Bencana yangselanjutnya disebut relawan merupakan seorangatau sekelompok orang yang memilikikemampuan dan kepedulian untuk bekerja secarasukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulanganbencana Sesuai dengan Peraturan KepalaBadan Nasional Penanggulangan Bencana nomor17 tahun 2011 tentang Pedoman RelawanPenanggulangan Bencana peran relawan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencana terdiridari peran relawan pada pra bencana yaitumendukung penyusunan kebijakan perencanaanpengurangan resiko bencana upaya pencegahandan kesiapsiagaan dan peningkatan kapasitasbagi masyarakat peran relawan pada saattanggap darurat yaitu mendukung kegiatan padatanggap darurat seperti ransum dan evaluasikesehatan pendidikan darurat logistik dan lain-lain serta peran relawan pada saat pasca bencanaseperti perbaikan darurat dan pemulihanpsikososial Dengan peran yang baik dari relawantentunya penanggulangan bencana dapatdilaksanakan secara cepat tepat terpaduefektif efisien transparan dan bertanggungjawab

Relawan yang ada di gunung berapi memilikiperanan penting dalam penanggulangan bencana

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 3

yaitu memberikan cara meredam ancamangunung berapi antara lain dalam membantukelancaran penyebaran informasi bahayaefektifitas evakuasi ke tempat yang paling amanPada saat tanggap darurat relawan dapatmenjadi pusat informasi mengenai status gunungberapi dari BNPB dan memastikan bahwasemua warga di area terdampak dalam kondisiaman dari ancaman bahaya (Sarwidi 2010)

Hasil studi pendahuluan di Palang MerahIndonesia Kabupaten Blitar tercatat ada 150relawan yang terdiri dari tenaga sukarela (TSR)dan korps sukarela (KSR) yang pernah menjadibagian dari relawan yang pernah berperan sertadalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud pada tahun 2014 yang tergabung dalamtim PMI Jatim Sedangkan di kota Blitar tercatatada 10 relawan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peranrelawan dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana erupsi Gunung Kelud di KabupatenBlitar

METODE PENELITIANDesain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah desain penelitian deskriptif Dalam hal inipeneliti ingin menggambarkan peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi gunungKelud di Kabupaten Blitar Populasi dalampenelitian ini adalah semua relawan PMIKabupaten Blitar baik tenaga sukarela (TSR)maupun korps sukarela (KSR) pada tahun 2016sebanyak 150 relawan Sampel dalam penelitianini adalah relawan PMI Kabupaten Blitar baiktenaga sukarela (TSR) maupun korps sukarela(KSR) sejumlah 30 relawan Teknik digunakanpurposive sampling yaitu suatu teknikpenetapan sampel dengan cara memilih sampeldi antara populasi sesuai dengan yangdikehendaki peneliti (tujuan masalah dalampeneitian) sehingga sampel tersebut dapatmewakili karakteristik populasi yang telah

dikenal sebelumnya (Nursalam 2011)

HASIL PENELITIANSecara umum kesiapsiagaan pedagang

pasar dalam penanggulangan bencana kebakaranseperti pada Tabel 1 Berdasarkan Tabel 1sebagian besar relawan memiliki peran cukupdalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud di Kabupaten Blitar sebesar 60 (18relawan

Tabel 2 menunjukkan separuh relawanmemiliki peran baik pada saat tidak terjadibencana erupsi Gunung Kelud sebesar 50 (15relawan)

Tabel 3 menunjukkan distribusi frekuensiperan relawan pada saat terjadi bencana di PMIKabupaten Blitar (n=30)

Tabel 4 menunjukkan sebagian besar relawanmemiliki peran baik pada saat terjadi bencanaerupsi Gunung Kelud sebesar 633 (19relawan)

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Peran Relawandalam Penanggulangan BencanaErupsi Gunung Kelud

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Peran RelawanSaat Tidak Terjadi Bencana ErupsiGunung Kelud

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

4 ISSN 2460-0334

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarrelawan memiliki peran kurang pada pascabencana erupsi Gunung Kelud sebesar 567(17 relawan)

PEMBAHASANPeran relawan pada saat tidak terjadi

bencana dapat dibagi menjadi dua bagian yaitupada saat mitigasi dan pada saat potensibencana Peran relawan pada saat mitigasiadalah penyelenggaraan pelatihan bersamamasyarakat penyuluhan kepada masyarakatpenyediaan informasi kepada masyarakatpeningkatan kewaspadaan masyarakat danpelatihan simulasi bencana Sedangkan peranrelawan pada saat potensi bencana adalahpemantauan perkembangan ancaman dankerentanan masyarakat penyuluhan tanggapdarurat penyediaan dan penyiapan barangpemenuhan kebutuhan dasar penyediaan danpenyiapan barang bahan dan peralatanpemulihan sarana dan prasarana penyiapanlokasi evakuasi serta peringatan dini (PeraturanKepala Badan Nasional PenanggulanganBencana Nomor 17 tahun 2011) Peran relawanpada saat tidak terjadi bencana erupsi GunungKelud dilakukan setelah adanya koordinasidengan BPBD Kabupaten Blitar dalam rangkamemperlancar kesiapsiagaan bencana danmengutamakan keselamatan masyarakat Peranrelawan pada saat tidak terjadi bencanadilakukan pada saat Gunung Kelud berada padalevel waspada (level 2) yaitu berdasarkan hasilpengamatan visual dan instrumentasi mulai

terdeteksi gejala perubahan kegiatan misalnyajumlah gempa vulkanik suhu kawah (solfatarafumarola) meningkat dari nilai normal yanginformasinya didapatkan dari PBMVG

Peran relawan yang baik pada saat tidakterjadi bencana erupsi Gunung Kelud didukungoleh jawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 4 9 dan 10 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 87 dan97 Relawan melakukan beberapa kegiatanantara lain memberikan perbekalan kepadamasyarakat tentang pengungsian mengenalitanda-tanda peristiwa mematuhi setiap ketentuansaat terjadi bencana dan memastikan keberadaananggota keluarga menyediakanmenyiapkanbahan barang peralatan untuk pemenuhanpemulihan prasaranasarana berupa logistik dantransportasi serta menyiapkan lokasi evakuasi

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada saat terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar633 (19 relawan) memiliki peran cukupsebesar 267 (8 relawan) dan peran kurangsebesar 10 (3 relawan)

Peran relawan pada saat terjadi bencanadapat melakukan pencarian penyelamatan danevakuasi penyediaan dapur umum pemenuhankebutuhan dasar penyediaan tempat penam-punganhunian sementara perlindungan kelom-pok rentan perbaikan pemulihan daruratpenyediaan sistem informasi dan pendampinganpsikosoial korban bencana (Peraturan KepalaBadan Nasional Penanggulangan BencanaNomor 17 tahun 2011) Pada tahun 2014 erupsi

Tabel 3 Distribusi Frekuensi PeranRelawan pada Saat Terjadi Bencana

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Peran RelawanPasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 5

Gunung Kelud dianggap lebih dahsyat daripadatahun 1990 meskipun hanya berlangsung tidaklebih daripada dua hari dan memakan 4 korbanjiwa bukan akibat langsung letusan Erupsipertama yang terjadi merupakan tipe ledakan(eksplosif) yang menyebabkan hujan kerikil yangcukup lebat dirasakan masyarakat Minimnyakorban jiwa merupakan tujuan dari peran relawanpada saat tanggap bencana dan sebelumterjadinya bencana Penyiapan lokasi evakuasiyang jauh dari titik pusat erupsi dan bahayadampak erupsi merupakan hal yang sangatpenting

Peran relawan yang baik pada saat terjadibencana erupsi Gunung Kelud didukung olehjawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 12 dan 18 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 90Relawan melakukan kegiatan mengkaji wilayahyang terkena bencana jumlah korban dankerusakan kebutuhan sumber daya keter-sediaan sumber daya serta prediksi perkem-bangan situasi ke depan Relawan jugamelakukan perbaikanpemulihan darurat untukkelancaran pasokan kebutuhan dasar kepadakorban bencana Relawan selalu melaporkankegiatan tersebut kepada PMI selaku indukorganisasi yang menaungi dan BPBD KabupatenBlitar sebagai penanggungjawab dan koordinatorkegiatan tanggap darurat

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada pasca terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar433 (13 relawan) dan peran kurang sebesar567 (17 relawan) Peran relawan pasca terjadibencana yaitu pengumpulan dan pengelolaan datakerusakan dan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dannon-fisik (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011) Rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dannon-fisik merupakan tugas dari PemerintahDaerah dan BPBD Kabupaten Blitar sehinggaperan relawan disini hanya membantu mendata

dan memberikan informasi kepada dua instansitersebut

Pada jawaban kuesioner mengenai relawanmelakukan pengumpulan dan pengolahan datakerusakan dan kerugian dalam sektor peru-mahan infrastruktur sosial ekonomi dan lintassektor pada saat pasca-bencana serta melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanadidapatkan jawaban ya masing-masing 50 Halini memperlihatkan peran relawan terfokus padapra bencana dan tanggap darurat bencana karenalebih untuk meminimalisasi jatuhnya korban jiwa

Berdasarkan hasil penelitian peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud didapatkan relawan memiliki peran baiksebesar 40 (12 relawan) dan peran cukupsebesar 60 (18 relawan) Peran merupakanseperangkat perilaku yang diharapkan dariseseorang yang menduduki suatu posisi ataukedudukan tertentu dalam masyarakat Perandijalankan berdasarkan status sosial yang dipiliholeh seorang individu Peran adalah sesuatu yangdiharapkan secara normatif dari seseorang dalamsituasi sosial tertentu agar dapat memenuhiharapan-harapan (Setiadi 2008) Menurut LGreen (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada3 faktor yang mempengaruhi terbentuknyaperilaku yaitu 1) Faktor predisposisi (predispos-ing factor) yang mencakup pengetahuan nilaikeyakinan sikap dan presepsi berkenan denganmotivasi seseorang atau kelompok untukbertindak 2) Faktor pemungkin (enabling fac-tor) yang mencakup keterampilan dan sumberdaya yang perlu untuk perilaku kesehatan 3)Faktor penguat (reinforcing factor) faktorpenguat adalah faktor yang menentukan apakahseseorang memperoleh dukungan atau tidakPeran relawan yang cukup dalam penelitian inididukung dari peran relawan pada saat tidakterjadi bencana pada saat terjadi bencana danpada pasca bencana erupsi Gunung KeludBeberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

6 ISSN 2460-0334

peran yang cukup ini adalah ketrampilan(pelatihan) dan dukungan

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarrelawan mengikuti pelatihan tentang keben-canaan 2 kali sebesar 67 (20 relawan)Keterampilan adalah kemampuan seseoranguntuk menjalankan upaya yang menyangkutperilaku yang diharapkan Kemampuanketrampilan latar belakang keluarga penga-laman kerja tingkat sosial dan demografiseseorang mempengaruhi kinerja seseorangPerilaku terjadi diawali dengan adanyapengalaman-pengalaman seseorang serta faktorndashfaktor dari luar orang tersebut (lingkungan) baikfisik maupun nonfisik Kemudian pengalamandan lingkungan tersebut diketahui dipersepsikandiyakini dan sebagainya sehingga menimbulkanmotivasi niat tersebut yang berupa perilaku(Notoatmodjo 2003) Adanya keikutsertaanrelawan dalam pelatihan kebencanaan tentu akanmampu meningkatkan ketrampilan relawantersebut Namun pelatihan yang ada sebagianbesar terfokus pada ketrampilan relawan padasaat tanggap bencana sehingga relawan hanyaakan bekerja pada saat terjadinya bencanaSedangkan untuk pra bencana dan pascabencana merupakan tugas dan wewenangPemerintah Daerah melalui BPBD Hal itulahyang menyebabkan peran relawan menjadikurang terutama peran relawan pasca bencanameliputi melakukan pengumpulan dan pengolahandata kerusakan dan kerugian dalam sektorperumahan infrastruktur sosial ekonomi danlintas sektor pada saat pasca-bencana melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanaini merupakan tugas dari Pemerintah Daerah danBPBD Kabupaten Blitar sehingga peran relawandisini hanya membantu mendata dan memberikaninformasi kepada dua instansi tersebut

Selain itu dukungan atau motivasi relawanjuga dapat mempengaruhi peran relawan dalam

penanggulangan bencana Dukungan ataumotivasi relawan bencana dalam melakukankegiatan kebencanaan adalah faktor kemanu-siaan Dukungan atau motivasi dapat diberikanbatasan sebagai proses pemberian dorongankepada seseorang untuk melakukan aktivitasyang diajukan untuk mencapai beberapa sasaranyang telah ditetapkan Dukungan dalam hal inimengacu pada dukungan-dukungan sosial yangdipandang oleh orang sebagai suatu yang dapatdiakses (Notoadmodjo 2003)

Relawan bencana tentunya selalu siapmemberikan pertolongan dan bantuan jikadiperlukan Namun relawan tidak terikat olehPMI sehingga relawan berhak menolak pada saatmendapat panggilan dari PMI ketika adabencana Karena relawan bersifat sukarelasehingga tidak adanya paksaan dari pihakmanapun Seluruh kegiatan kerelawananmerupakan bentuk sukarela dari masing-masingindividu karena relawan tidak mendapatkan upahRelawan bertindak atas dasar rasa kemanusiaanuntuk membantu sesama yang memerlukanbantuan Karena faktor relawan tidak terikat olehPMI maka terkadang PMI mengalami kesulitandalam mengumpulkan relawan yang dapat segeradikirim ke lokasi terjadinya bencana

PENUTUPBerdasarkan penelitian yang telah dilaksa-

nakan dapat disimpulkan peran relawan dalampenanggulangan bencana erupsi gunung kelud diKabupaten Blitar secara keseluruhan sudahcukup baik

Saran yang diperoleh dari penelitian ini antaralain 1) meningkatkan peran mahasiswa sebagairelawan baik pada pra bencana saat bencanadan pasca bencana dan bekerjasama denganPMI maupun BPBD BNPB untuk meng-ikutsertakan mahasiswa dalam penangulanganbencana yang ada terutama erupsi gunung kelud

Diharapkan relawan PMI untuk mening-

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 2: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

2 ISSN 2460-0334

dari 115 ribu penduduk Warga mengungsiditempat yang telah ditentukan sebelumnya yangtersebar di 63 titik evakuasi yang telah disepakatiJumlah pengungsi di 63 lokasi pengungsian padasaat erupsi Gunung Kelud tersebar di 4 (empat)kecamatan mencapai 32846 jiwa (Gema BNPBVolume 5 Nomor 1 2014) Desa Karangrejomerupakan desa paling utara di KecamatanGarum Kabupaten Blitar Desa Karangrejoberjarak plusmn 10 km dari Gunung Kelud sehinggadesa tersebut termasuk dalam kawasan rawanbencana erupsi Gunung Kelud (BNPB 2014)

Undang-Undang Penanggulangan Bencananomor 24 tahun 2007 menyatakan pemerintahpusat dan pemerintah daerah menjadi penang-gung jawab dalam penyelenggaraan penang-gulangan bencana meliputi pengurangan risikobencana dan pemaduan pengurangan risikobencana dengan program pembangunanperlindungan masyarakat dari dampak bencanapenjaminan pemenuhan hak masyarakat danpengungsi yang terkena bencana secara adil dansesuai dengan standar pelayanan minimum danpemulihan kondisi dari dampak bencana melaluiBadan Nasional Penanggulangan Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencanabertujuan untuk menjamin terselenggaranyapelaksanaan penanggulangan bencana secaraterencana terpadu terkoordinasi dan menye-luruh dalam rangka memberikan perlindungankepada masyarakat dari ancaman risiko dandampak bencana Penyelenggaraan penang-gulangan bencana meliputi tahap pra bencanasaat tanggap darurat dan pascabencana(Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008)

Pemerintah tentunya tidak dapat bekerjasendiri dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana Pasal 27 UU Penanggulangan Bencananomor 24 tahun 2007 menegaskan bahwa setiaporang berkewajiban untuk melakukan kegiatanpenanggulangan bencana UU ini juga mengaturketerlibatan pihak swasta lembaga-lembaganon-pemerintah dan lembaga internasional dalam

penanggulangan bencana Masyarakat dan pihaknon-pemerintah dapat berpartisipasi dalamberbagai bentuk kerelawanan dalam penang-gulangan bencana dan pengurangan risikobencana Agar keterlibatan para pemangkukepentingan dapat terarah dan terkoordinasiperlu dirumuskan aturan-aturan bagi kerjarelawan dalam penanggulangan bencana Aturanyang dituangkan dalam bentuk pedoman ini akanmengatur peran hak dan kewajiban relawandalam menjalankan fungsi kerelawanan pada saattidak terdapat bencana dalam masa tanggapdarurat dan saat rehabilitasi-rekonstruksi pascabencana (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011)

Relawan Penanggulangan Bencana yangselanjutnya disebut relawan merupakan seorangatau sekelompok orang yang memilikikemampuan dan kepedulian untuk bekerja secarasukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulanganbencana Sesuai dengan Peraturan KepalaBadan Nasional Penanggulangan Bencana nomor17 tahun 2011 tentang Pedoman RelawanPenanggulangan Bencana peran relawan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencana terdiridari peran relawan pada pra bencana yaitumendukung penyusunan kebijakan perencanaanpengurangan resiko bencana upaya pencegahandan kesiapsiagaan dan peningkatan kapasitasbagi masyarakat peran relawan pada saattanggap darurat yaitu mendukung kegiatan padatanggap darurat seperti ransum dan evaluasikesehatan pendidikan darurat logistik dan lain-lain serta peran relawan pada saat pasca bencanaseperti perbaikan darurat dan pemulihanpsikososial Dengan peran yang baik dari relawantentunya penanggulangan bencana dapatdilaksanakan secara cepat tepat terpaduefektif efisien transparan dan bertanggungjawab

Relawan yang ada di gunung berapi memilikiperanan penting dalam penanggulangan bencana

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 3

yaitu memberikan cara meredam ancamangunung berapi antara lain dalam membantukelancaran penyebaran informasi bahayaefektifitas evakuasi ke tempat yang paling amanPada saat tanggap darurat relawan dapatmenjadi pusat informasi mengenai status gunungberapi dari BNPB dan memastikan bahwasemua warga di area terdampak dalam kondisiaman dari ancaman bahaya (Sarwidi 2010)

Hasil studi pendahuluan di Palang MerahIndonesia Kabupaten Blitar tercatat ada 150relawan yang terdiri dari tenaga sukarela (TSR)dan korps sukarela (KSR) yang pernah menjadibagian dari relawan yang pernah berperan sertadalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud pada tahun 2014 yang tergabung dalamtim PMI Jatim Sedangkan di kota Blitar tercatatada 10 relawan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peranrelawan dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana erupsi Gunung Kelud di KabupatenBlitar

METODE PENELITIANDesain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah desain penelitian deskriptif Dalam hal inipeneliti ingin menggambarkan peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi gunungKelud di Kabupaten Blitar Populasi dalampenelitian ini adalah semua relawan PMIKabupaten Blitar baik tenaga sukarela (TSR)maupun korps sukarela (KSR) pada tahun 2016sebanyak 150 relawan Sampel dalam penelitianini adalah relawan PMI Kabupaten Blitar baiktenaga sukarela (TSR) maupun korps sukarela(KSR) sejumlah 30 relawan Teknik digunakanpurposive sampling yaitu suatu teknikpenetapan sampel dengan cara memilih sampeldi antara populasi sesuai dengan yangdikehendaki peneliti (tujuan masalah dalampeneitian) sehingga sampel tersebut dapatmewakili karakteristik populasi yang telah

dikenal sebelumnya (Nursalam 2011)

HASIL PENELITIANSecara umum kesiapsiagaan pedagang

pasar dalam penanggulangan bencana kebakaranseperti pada Tabel 1 Berdasarkan Tabel 1sebagian besar relawan memiliki peran cukupdalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud di Kabupaten Blitar sebesar 60 (18relawan

Tabel 2 menunjukkan separuh relawanmemiliki peran baik pada saat tidak terjadibencana erupsi Gunung Kelud sebesar 50 (15relawan)

Tabel 3 menunjukkan distribusi frekuensiperan relawan pada saat terjadi bencana di PMIKabupaten Blitar (n=30)

Tabel 4 menunjukkan sebagian besar relawanmemiliki peran baik pada saat terjadi bencanaerupsi Gunung Kelud sebesar 633 (19relawan)

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Peran Relawandalam Penanggulangan BencanaErupsi Gunung Kelud

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Peran RelawanSaat Tidak Terjadi Bencana ErupsiGunung Kelud

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

4 ISSN 2460-0334

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarrelawan memiliki peran kurang pada pascabencana erupsi Gunung Kelud sebesar 567(17 relawan)

PEMBAHASANPeran relawan pada saat tidak terjadi

bencana dapat dibagi menjadi dua bagian yaitupada saat mitigasi dan pada saat potensibencana Peran relawan pada saat mitigasiadalah penyelenggaraan pelatihan bersamamasyarakat penyuluhan kepada masyarakatpenyediaan informasi kepada masyarakatpeningkatan kewaspadaan masyarakat danpelatihan simulasi bencana Sedangkan peranrelawan pada saat potensi bencana adalahpemantauan perkembangan ancaman dankerentanan masyarakat penyuluhan tanggapdarurat penyediaan dan penyiapan barangpemenuhan kebutuhan dasar penyediaan danpenyiapan barang bahan dan peralatanpemulihan sarana dan prasarana penyiapanlokasi evakuasi serta peringatan dini (PeraturanKepala Badan Nasional PenanggulanganBencana Nomor 17 tahun 2011) Peran relawanpada saat tidak terjadi bencana erupsi GunungKelud dilakukan setelah adanya koordinasidengan BPBD Kabupaten Blitar dalam rangkamemperlancar kesiapsiagaan bencana danmengutamakan keselamatan masyarakat Peranrelawan pada saat tidak terjadi bencanadilakukan pada saat Gunung Kelud berada padalevel waspada (level 2) yaitu berdasarkan hasilpengamatan visual dan instrumentasi mulai

terdeteksi gejala perubahan kegiatan misalnyajumlah gempa vulkanik suhu kawah (solfatarafumarola) meningkat dari nilai normal yanginformasinya didapatkan dari PBMVG

Peran relawan yang baik pada saat tidakterjadi bencana erupsi Gunung Kelud didukungoleh jawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 4 9 dan 10 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 87 dan97 Relawan melakukan beberapa kegiatanantara lain memberikan perbekalan kepadamasyarakat tentang pengungsian mengenalitanda-tanda peristiwa mematuhi setiap ketentuansaat terjadi bencana dan memastikan keberadaananggota keluarga menyediakanmenyiapkanbahan barang peralatan untuk pemenuhanpemulihan prasaranasarana berupa logistik dantransportasi serta menyiapkan lokasi evakuasi

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada saat terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar633 (19 relawan) memiliki peran cukupsebesar 267 (8 relawan) dan peran kurangsebesar 10 (3 relawan)

Peran relawan pada saat terjadi bencanadapat melakukan pencarian penyelamatan danevakuasi penyediaan dapur umum pemenuhankebutuhan dasar penyediaan tempat penam-punganhunian sementara perlindungan kelom-pok rentan perbaikan pemulihan daruratpenyediaan sistem informasi dan pendampinganpsikosoial korban bencana (Peraturan KepalaBadan Nasional Penanggulangan BencanaNomor 17 tahun 2011) Pada tahun 2014 erupsi

Tabel 3 Distribusi Frekuensi PeranRelawan pada Saat Terjadi Bencana

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Peran RelawanPasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 5

Gunung Kelud dianggap lebih dahsyat daripadatahun 1990 meskipun hanya berlangsung tidaklebih daripada dua hari dan memakan 4 korbanjiwa bukan akibat langsung letusan Erupsipertama yang terjadi merupakan tipe ledakan(eksplosif) yang menyebabkan hujan kerikil yangcukup lebat dirasakan masyarakat Minimnyakorban jiwa merupakan tujuan dari peran relawanpada saat tanggap bencana dan sebelumterjadinya bencana Penyiapan lokasi evakuasiyang jauh dari titik pusat erupsi dan bahayadampak erupsi merupakan hal yang sangatpenting

Peran relawan yang baik pada saat terjadibencana erupsi Gunung Kelud didukung olehjawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 12 dan 18 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 90Relawan melakukan kegiatan mengkaji wilayahyang terkena bencana jumlah korban dankerusakan kebutuhan sumber daya keter-sediaan sumber daya serta prediksi perkem-bangan situasi ke depan Relawan jugamelakukan perbaikanpemulihan darurat untukkelancaran pasokan kebutuhan dasar kepadakorban bencana Relawan selalu melaporkankegiatan tersebut kepada PMI selaku indukorganisasi yang menaungi dan BPBD KabupatenBlitar sebagai penanggungjawab dan koordinatorkegiatan tanggap darurat

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada pasca terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar433 (13 relawan) dan peran kurang sebesar567 (17 relawan) Peran relawan pasca terjadibencana yaitu pengumpulan dan pengelolaan datakerusakan dan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dannon-fisik (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011) Rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dannon-fisik merupakan tugas dari PemerintahDaerah dan BPBD Kabupaten Blitar sehinggaperan relawan disini hanya membantu mendata

dan memberikan informasi kepada dua instansitersebut

Pada jawaban kuesioner mengenai relawanmelakukan pengumpulan dan pengolahan datakerusakan dan kerugian dalam sektor peru-mahan infrastruktur sosial ekonomi dan lintassektor pada saat pasca-bencana serta melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanadidapatkan jawaban ya masing-masing 50 Halini memperlihatkan peran relawan terfokus padapra bencana dan tanggap darurat bencana karenalebih untuk meminimalisasi jatuhnya korban jiwa

Berdasarkan hasil penelitian peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud didapatkan relawan memiliki peran baiksebesar 40 (12 relawan) dan peran cukupsebesar 60 (18 relawan) Peran merupakanseperangkat perilaku yang diharapkan dariseseorang yang menduduki suatu posisi ataukedudukan tertentu dalam masyarakat Perandijalankan berdasarkan status sosial yang dipiliholeh seorang individu Peran adalah sesuatu yangdiharapkan secara normatif dari seseorang dalamsituasi sosial tertentu agar dapat memenuhiharapan-harapan (Setiadi 2008) Menurut LGreen (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada3 faktor yang mempengaruhi terbentuknyaperilaku yaitu 1) Faktor predisposisi (predispos-ing factor) yang mencakup pengetahuan nilaikeyakinan sikap dan presepsi berkenan denganmotivasi seseorang atau kelompok untukbertindak 2) Faktor pemungkin (enabling fac-tor) yang mencakup keterampilan dan sumberdaya yang perlu untuk perilaku kesehatan 3)Faktor penguat (reinforcing factor) faktorpenguat adalah faktor yang menentukan apakahseseorang memperoleh dukungan atau tidakPeran relawan yang cukup dalam penelitian inididukung dari peran relawan pada saat tidakterjadi bencana pada saat terjadi bencana danpada pasca bencana erupsi Gunung KeludBeberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

6 ISSN 2460-0334

peran yang cukup ini adalah ketrampilan(pelatihan) dan dukungan

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarrelawan mengikuti pelatihan tentang keben-canaan 2 kali sebesar 67 (20 relawan)Keterampilan adalah kemampuan seseoranguntuk menjalankan upaya yang menyangkutperilaku yang diharapkan Kemampuanketrampilan latar belakang keluarga penga-laman kerja tingkat sosial dan demografiseseorang mempengaruhi kinerja seseorangPerilaku terjadi diawali dengan adanyapengalaman-pengalaman seseorang serta faktorndashfaktor dari luar orang tersebut (lingkungan) baikfisik maupun nonfisik Kemudian pengalamandan lingkungan tersebut diketahui dipersepsikandiyakini dan sebagainya sehingga menimbulkanmotivasi niat tersebut yang berupa perilaku(Notoatmodjo 2003) Adanya keikutsertaanrelawan dalam pelatihan kebencanaan tentu akanmampu meningkatkan ketrampilan relawantersebut Namun pelatihan yang ada sebagianbesar terfokus pada ketrampilan relawan padasaat tanggap bencana sehingga relawan hanyaakan bekerja pada saat terjadinya bencanaSedangkan untuk pra bencana dan pascabencana merupakan tugas dan wewenangPemerintah Daerah melalui BPBD Hal itulahyang menyebabkan peran relawan menjadikurang terutama peran relawan pasca bencanameliputi melakukan pengumpulan dan pengolahandata kerusakan dan kerugian dalam sektorperumahan infrastruktur sosial ekonomi danlintas sektor pada saat pasca-bencana melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanaini merupakan tugas dari Pemerintah Daerah danBPBD Kabupaten Blitar sehingga peran relawandisini hanya membantu mendata dan memberikaninformasi kepada dua instansi tersebut

Selain itu dukungan atau motivasi relawanjuga dapat mempengaruhi peran relawan dalam

penanggulangan bencana Dukungan ataumotivasi relawan bencana dalam melakukankegiatan kebencanaan adalah faktor kemanu-siaan Dukungan atau motivasi dapat diberikanbatasan sebagai proses pemberian dorongankepada seseorang untuk melakukan aktivitasyang diajukan untuk mencapai beberapa sasaranyang telah ditetapkan Dukungan dalam hal inimengacu pada dukungan-dukungan sosial yangdipandang oleh orang sebagai suatu yang dapatdiakses (Notoadmodjo 2003)

Relawan bencana tentunya selalu siapmemberikan pertolongan dan bantuan jikadiperlukan Namun relawan tidak terikat olehPMI sehingga relawan berhak menolak pada saatmendapat panggilan dari PMI ketika adabencana Karena relawan bersifat sukarelasehingga tidak adanya paksaan dari pihakmanapun Seluruh kegiatan kerelawananmerupakan bentuk sukarela dari masing-masingindividu karena relawan tidak mendapatkan upahRelawan bertindak atas dasar rasa kemanusiaanuntuk membantu sesama yang memerlukanbantuan Karena faktor relawan tidak terikat olehPMI maka terkadang PMI mengalami kesulitandalam mengumpulkan relawan yang dapat segeradikirim ke lokasi terjadinya bencana

PENUTUPBerdasarkan penelitian yang telah dilaksa-

nakan dapat disimpulkan peran relawan dalampenanggulangan bencana erupsi gunung kelud diKabupaten Blitar secara keseluruhan sudahcukup baik

Saran yang diperoleh dari penelitian ini antaralain 1) meningkatkan peran mahasiswa sebagairelawan baik pada pra bencana saat bencanadan pasca bencana dan bekerjasama denganPMI maupun BPBD BNPB untuk meng-ikutsertakan mahasiswa dalam penangulanganbencana yang ada terutama erupsi gunung kelud

Diharapkan relawan PMI untuk mening-

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 3: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 3

yaitu memberikan cara meredam ancamangunung berapi antara lain dalam membantukelancaran penyebaran informasi bahayaefektifitas evakuasi ke tempat yang paling amanPada saat tanggap darurat relawan dapatmenjadi pusat informasi mengenai status gunungberapi dari BNPB dan memastikan bahwasemua warga di area terdampak dalam kondisiaman dari ancaman bahaya (Sarwidi 2010)

Hasil studi pendahuluan di Palang MerahIndonesia Kabupaten Blitar tercatat ada 150relawan yang terdiri dari tenaga sukarela (TSR)dan korps sukarela (KSR) yang pernah menjadibagian dari relawan yang pernah berperan sertadalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud pada tahun 2014 yang tergabung dalamtim PMI Jatim Sedangkan di kota Blitar tercatatada 10 relawan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peranrelawan dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana erupsi Gunung Kelud di KabupatenBlitar

METODE PENELITIANDesain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah desain penelitian deskriptif Dalam hal inipeneliti ingin menggambarkan peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi gunungKelud di Kabupaten Blitar Populasi dalampenelitian ini adalah semua relawan PMIKabupaten Blitar baik tenaga sukarela (TSR)maupun korps sukarela (KSR) pada tahun 2016sebanyak 150 relawan Sampel dalam penelitianini adalah relawan PMI Kabupaten Blitar baiktenaga sukarela (TSR) maupun korps sukarela(KSR) sejumlah 30 relawan Teknik digunakanpurposive sampling yaitu suatu teknikpenetapan sampel dengan cara memilih sampeldi antara populasi sesuai dengan yangdikehendaki peneliti (tujuan masalah dalampeneitian) sehingga sampel tersebut dapatmewakili karakteristik populasi yang telah

dikenal sebelumnya (Nursalam 2011)

HASIL PENELITIANSecara umum kesiapsiagaan pedagang

pasar dalam penanggulangan bencana kebakaranseperti pada Tabel 1 Berdasarkan Tabel 1sebagian besar relawan memiliki peran cukupdalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud di Kabupaten Blitar sebesar 60 (18relawan

Tabel 2 menunjukkan separuh relawanmemiliki peran baik pada saat tidak terjadibencana erupsi Gunung Kelud sebesar 50 (15relawan)

Tabel 3 menunjukkan distribusi frekuensiperan relawan pada saat terjadi bencana di PMIKabupaten Blitar (n=30)

Tabel 4 menunjukkan sebagian besar relawanmemiliki peran baik pada saat terjadi bencanaerupsi Gunung Kelud sebesar 633 (19relawan)

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Peran Relawandalam Penanggulangan BencanaErupsi Gunung Kelud

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Peran RelawanSaat Tidak Terjadi Bencana ErupsiGunung Kelud

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

4 ISSN 2460-0334

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarrelawan memiliki peran kurang pada pascabencana erupsi Gunung Kelud sebesar 567(17 relawan)

PEMBAHASANPeran relawan pada saat tidak terjadi

bencana dapat dibagi menjadi dua bagian yaitupada saat mitigasi dan pada saat potensibencana Peran relawan pada saat mitigasiadalah penyelenggaraan pelatihan bersamamasyarakat penyuluhan kepada masyarakatpenyediaan informasi kepada masyarakatpeningkatan kewaspadaan masyarakat danpelatihan simulasi bencana Sedangkan peranrelawan pada saat potensi bencana adalahpemantauan perkembangan ancaman dankerentanan masyarakat penyuluhan tanggapdarurat penyediaan dan penyiapan barangpemenuhan kebutuhan dasar penyediaan danpenyiapan barang bahan dan peralatanpemulihan sarana dan prasarana penyiapanlokasi evakuasi serta peringatan dini (PeraturanKepala Badan Nasional PenanggulanganBencana Nomor 17 tahun 2011) Peran relawanpada saat tidak terjadi bencana erupsi GunungKelud dilakukan setelah adanya koordinasidengan BPBD Kabupaten Blitar dalam rangkamemperlancar kesiapsiagaan bencana danmengutamakan keselamatan masyarakat Peranrelawan pada saat tidak terjadi bencanadilakukan pada saat Gunung Kelud berada padalevel waspada (level 2) yaitu berdasarkan hasilpengamatan visual dan instrumentasi mulai

terdeteksi gejala perubahan kegiatan misalnyajumlah gempa vulkanik suhu kawah (solfatarafumarola) meningkat dari nilai normal yanginformasinya didapatkan dari PBMVG

Peran relawan yang baik pada saat tidakterjadi bencana erupsi Gunung Kelud didukungoleh jawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 4 9 dan 10 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 87 dan97 Relawan melakukan beberapa kegiatanantara lain memberikan perbekalan kepadamasyarakat tentang pengungsian mengenalitanda-tanda peristiwa mematuhi setiap ketentuansaat terjadi bencana dan memastikan keberadaananggota keluarga menyediakanmenyiapkanbahan barang peralatan untuk pemenuhanpemulihan prasaranasarana berupa logistik dantransportasi serta menyiapkan lokasi evakuasi

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada saat terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar633 (19 relawan) memiliki peran cukupsebesar 267 (8 relawan) dan peran kurangsebesar 10 (3 relawan)

Peran relawan pada saat terjadi bencanadapat melakukan pencarian penyelamatan danevakuasi penyediaan dapur umum pemenuhankebutuhan dasar penyediaan tempat penam-punganhunian sementara perlindungan kelom-pok rentan perbaikan pemulihan daruratpenyediaan sistem informasi dan pendampinganpsikosoial korban bencana (Peraturan KepalaBadan Nasional Penanggulangan BencanaNomor 17 tahun 2011) Pada tahun 2014 erupsi

Tabel 3 Distribusi Frekuensi PeranRelawan pada Saat Terjadi Bencana

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Peran RelawanPasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 5

Gunung Kelud dianggap lebih dahsyat daripadatahun 1990 meskipun hanya berlangsung tidaklebih daripada dua hari dan memakan 4 korbanjiwa bukan akibat langsung letusan Erupsipertama yang terjadi merupakan tipe ledakan(eksplosif) yang menyebabkan hujan kerikil yangcukup lebat dirasakan masyarakat Minimnyakorban jiwa merupakan tujuan dari peran relawanpada saat tanggap bencana dan sebelumterjadinya bencana Penyiapan lokasi evakuasiyang jauh dari titik pusat erupsi dan bahayadampak erupsi merupakan hal yang sangatpenting

Peran relawan yang baik pada saat terjadibencana erupsi Gunung Kelud didukung olehjawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 12 dan 18 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 90Relawan melakukan kegiatan mengkaji wilayahyang terkena bencana jumlah korban dankerusakan kebutuhan sumber daya keter-sediaan sumber daya serta prediksi perkem-bangan situasi ke depan Relawan jugamelakukan perbaikanpemulihan darurat untukkelancaran pasokan kebutuhan dasar kepadakorban bencana Relawan selalu melaporkankegiatan tersebut kepada PMI selaku indukorganisasi yang menaungi dan BPBD KabupatenBlitar sebagai penanggungjawab dan koordinatorkegiatan tanggap darurat

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada pasca terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar433 (13 relawan) dan peran kurang sebesar567 (17 relawan) Peran relawan pasca terjadibencana yaitu pengumpulan dan pengelolaan datakerusakan dan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dannon-fisik (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011) Rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dannon-fisik merupakan tugas dari PemerintahDaerah dan BPBD Kabupaten Blitar sehinggaperan relawan disini hanya membantu mendata

dan memberikan informasi kepada dua instansitersebut

Pada jawaban kuesioner mengenai relawanmelakukan pengumpulan dan pengolahan datakerusakan dan kerugian dalam sektor peru-mahan infrastruktur sosial ekonomi dan lintassektor pada saat pasca-bencana serta melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanadidapatkan jawaban ya masing-masing 50 Halini memperlihatkan peran relawan terfokus padapra bencana dan tanggap darurat bencana karenalebih untuk meminimalisasi jatuhnya korban jiwa

Berdasarkan hasil penelitian peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud didapatkan relawan memiliki peran baiksebesar 40 (12 relawan) dan peran cukupsebesar 60 (18 relawan) Peran merupakanseperangkat perilaku yang diharapkan dariseseorang yang menduduki suatu posisi ataukedudukan tertentu dalam masyarakat Perandijalankan berdasarkan status sosial yang dipiliholeh seorang individu Peran adalah sesuatu yangdiharapkan secara normatif dari seseorang dalamsituasi sosial tertentu agar dapat memenuhiharapan-harapan (Setiadi 2008) Menurut LGreen (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada3 faktor yang mempengaruhi terbentuknyaperilaku yaitu 1) Faktor predisposisi (predispos-ing factor) yang mencakup pengetahuan nilaikeyakinan sikap dan presepsi berkenan denganmotivasi seseorang atau kelompok untukbertindak 2) Faktor pemungkin (enabling fac-tor) yang mencakup keterampilan dan sumberdaya yang perlu untuk perilaku kesehatan 3)Faktor penguat (reinforcing factor) faktorpenguat adalah faktor yang menentukan apakahseseorang memperoleh dukungan atau tidakPeran relawan yang cukup dalam penelitian inididukung dari peran relawan pada saat tidakterjadi bencana pada saat terjadi bencana danpada pasca bencana erupsi Gunung KeludBeberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

6 ISSN 2460-0334

peran yang cukup ini adalah ketrampilan(pelatihan) dan dukungan

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarrelawan mengikuti pelatihan tentang keben-canaan 2 kali sebesar 67 (20 relawan)Keterampilan adalah kemampuan seseoranguntuk menjalankan upaya yang menyangkutperilaku yang diharapkan Kemampuanketrampilan latar belakang keluarga penga-laman kerja tingkat sosial dan demografiseseorang mempengaruhi kinerja seseorangPerilaku terjadi diawali dengan adanyapengalaman-pengalaman seseorang serta faktorndashfaktor dari luar orang tersebut (lingkungan) baikfisik maupun nonfisik Kemudian pengalamandan lingkungan tersebut diketahui dipersepsikandiyakini dan sebagainya sehingga menimbulkanmotivasi niat tersebut yang berupa perilaku(Notoatmodjo 2003) Adanya keikutsertaanrelawan dalam pelatihan kebencanaan tentu akanmampu meningkatkan ketrampilan relawantersebut Namun pelatihan yang ada sebagianbesar terfokus pada ketrampilan relawan padasaat tanggap bencana sehingga relawan hanyaakan bekerja pada saat terjadinya bencanaSedangkan untuk pra bencana dan pascabencana merupakan tugas dan wewenangPemerintah Daerah melalui BPBD Hal itulahyang menyebabkan peran relawan menjadikurang terutama peran relawan pasca bencanameliputi melakukan pengumpulan dan pengolahandata kerusakan dan kerugian dalam sektorperumahan infrastruktur sosial ekonomi danlintas sektor pada saat pasca-bencana melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanaini merupakan tugas dari Pemerintah Daerah danBPBD Kabupaten Blitar sehingga peran relawandisini hanya membantu mendata dan memberikaninformasi kepada dua instansi tersebut

Selain itu dukungan atau motivasi relawanjuga dapat mempengaruhi peran relawan dalam

penanggulangan bencana Dukungan ataumotivasi relawan bencana dalam melakukankegiatan kebencanaan adalah faktor kemanu-siaan Dukungan atau motivasi dapat diberikanbatasan sebagai proses pemberian dorongankepada seseorang untuk melakukan aktivitasyang diajukan untuk mencapai beberapa sasaranyang telah ditetapkan Dukungan dalam hal inimengacu pada dukungan-dukungan sosial yangdipandang oleh orang sebagai suatu yang dapatdiakses (Notoadmodjo 2003)

Relawan bencana tentunya selalu siapmemberikan pertolongan dan bantuan jikadiperlukan Namun relawan tidak terikat olehPMI sehingga relawan berhak menolak pada saatmendapat panggilan dari PMI ketika adabencana Karena relawan bersifat sukarelasehingga tidak adanya paksaan dari pihakmanapun Seluruh kegiatan kerelawananmerupakan bentuk sukarela dari masing-masingindividu karena relawan tidak mendapatkan upahRelawan bertindak atas dasar rasa kemanusiaanuntuk membantu sesama yang memerlukanbantuan Karena faktor relawan tidak terikat olehPMI maka terkadang PMI mengalami kesulitandalam mengumpulkan relawan yang dapat segeradikirim ke lokasi terjadinya bencana

PENUTUPBerdasarkan penelitian yang telah dilaksa-

nakan dapat disimpulkan peran relawan dalampenanggulangan bencana erupsi gunung kelud diKabupaten Blitar secara keseluruhan sudahcukup baik

Saran yang diperoleh dari penelitian ini antaralain 1) meningkatkan peran mahasiswa sebagairelawan baik pada pra bencana saat bencanadan pasca bencana dan bekerjasama denganPMI maupun BPBD BNPB untuk meng-ikutsertakan mahasiswa dalam penangulanganbencana yang ada terutama erupsi gunung kelud

Diharapkan relawan PMI untuk mening-

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 4: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

4 ISSN 2460-0334

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarrelawan memiliki peran kurang pada pascabencana erupsi Gunung Kelud sebesar 567(17 relawan)

PEMBAHASANPeran relawan pada saat tidak terjadi

bencana dapat dibagi menjadi dua bagian yaitupada saat mitigasi dan pada saat potensibencana Peran relawan pada saat mitigasiadalah penyelenggaraan pelatihan bersamamasyarakat penyuluhan kepada masyarakatpenyediaan informasi kepada masyarakatpeningkatan kewaspadaan masyarakat danpelatihan simulasi bencana Sedangkan peranrelawan pada saat potensi bencana adalahpemantauan perkembangan ancaman dankerentanan masyarakat penyuluhan tanggapdarurat penyediaan dan penyiapan barangpemenuhan kebutuhan dasar penyediaan danpenyiapan barang bahan dan peralatanpemulihan sarana dan prasarana penyiapanlokasi evakuasi serta peringatan dini (PeraturanKepala Badan Nasional PenanggulanganBencana Nomor 17 tahun 2011) Peran relawanpada saat tidak terjadi bencana erupsi GunungKelud dilakukan setelah adanya koordinasidengan BPBD Kabupaten Blitar dalam rangkamemperlancar kesiapsiagaan bencana danmengutamakan keselamatan masyarakat Peranrelawan pada saat tidak terjadi bencanadilakukan pada saat Gunung Kelud berada padalevel waspada (level 2) yaitu berdasarkan hasilpengamatan visual dan instrumentasi mulai

terdeteksi gejala perubahan kegiatan misalnyajumlah gempa vulkanik suhu kawah (solfatarafumarola) meningkat dari nilai normal yanginformasinya didapatkan dari PBMVG

Peran relawan yang baik pada saat tidakterjadi bencana erupsi Gunung Kelud didukungoleh jawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 4 9 dan 10 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 87 dan97 Relawan melakukan beberapa kegiatanantara lain memberikan perbekalan kepadamasyarakat tentang pengungsian mengenalitanda-tanda peristiwa mematuhi setiap ketentuansaat terjadi bencana dan memastikan keberadaananggota keluarga menyediakanmenyiapkanbahan barang peralatan untuk pemenuhanpemulihan prasaranasarana berupa logistik dantransportasi serta menyiapkan lokasi evakuasi

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada saat terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar633 (19 relawan) memiliki peran cukupsebesar 267 (8 relawan) dan peran kurangsebesar 10 (3 relawan)

Peran relawan pada saat terjadi bencanadapat melakukan pencarian penyelamatan danevakuasi penyediaan dapur umum pemenuhankebutuhan dasar penyediaan tempat penam-punganhunian sementara perlindungan kelom-pok rentan perbaikan pemulihan daruratpenyediaan sistem informasi dan pendampinganpsikosoial korban bencana (Peraturan KepalaBadan Nasional Penanggulangan BencanaNomor 17 tahun 2011) Pada tahun 2014 erupsi

Tabel 3 Distribusi Frekuensi PeranRelawan pada Saat Terjadi Bencana

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Peran RelawanPasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 5

Gunung Kelud dianggap lebih dahsyat daripadatahun 1990 meskipun hanya berlangsung tidaklebih daripada dua hari dan memakan 4 korbanjiwa bukan akibat langsung letusan Erupsipertama yang terjadi merupakan tipe ledakan(eksplosif) yang menyebabkan hujan kerikil yangcukup lebat dirasakan masyarakat Minimnyakorban jiwa merupakan tujuan dari peran relawanpada saat tanggap bencana dan sebelumterjadinya bencana Penyiapan lokasi evakuasiyang jauh dari titik pusat erupsi dan bahayadampak erupsi merupakan hal yang sangatpenting

Peran relawan yang baik pada saat terjadibencana erupsi Gunung Kelud didukung olehjawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 12 dan 18 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 90Relawan melakukan kegiatan mengkaji wilayahyang terkena bencana jumlah korban dankerusakan kebutuhan sumber daya keter-sediaan sumber daya serta prediksi perkem-bangan situasi ke depan Relawan jugamelakukan perbaikanpemulihan darurat untukkelancaran pasokan kebutuhan dasar kepadakorban bencana Relawan selalu melaporkankegiatan tersebut kepada PMI selaku indukorganisasi yang menaungi dan BPBD KabupatenBlitar sebagai penanggungjawab dan koordinatorkegiatan tanggap darurat

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada pasca terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar433 (13 relawan) dan peran kurang sebesar567 (17 relawan) Peran relawan pasca terjadibencana yaitu pengumpulan dan pengelolaan datakerusakan dan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dannon-fisik (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011) Rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dannon-fisik merupakan tugas dari PemerintahDaerah dan BPBD Kabupaten Blitar sehinggaperan relawan disini hanya membantu mendata

dan memberikan informasi kepada dua instansitersebut

Pada jawaban kuesioner mengenai relawanmelakukan pengumpulan dan pengolahan datakerusakan dan kerugian dalam sektor peru-mahan infrastruktur sosial ekonomi dan lintassektor pada saat pasca-bencana serta melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanadidapatkan jawaban ya masing-masing 50 Halini memperlihatkan peran relawan terfokus padapra bencana dan tanggap darurat bencana karenalebih untuk meminimalisasi jatuhnya korban jiwa

Berdasarkan hasil penelitian peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud didapatkan relawan memiliki peran baiksebesar 40 (12 relawan) dan peran cukupsebesar 60 (18 relawan) Peran merupakanseperangkat perilaku yang diharapkan dariseseorang yang menduduki suatu posisi ataukedudukan tertentu dalam masyarakat Perandijalankan berdasarkan status sosial yang dipiliholeh seorang individu Peran adalah sesuatu yangdiharapkan secara normatif dari seseorang dalamsituasi sosial tertentu agar dapat memenuhiharapan-harapan (Setiadi 2008) Menurut LGreen (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada3 faktor yang mempengaruhi terbentuknyaperilaku yaitu 1) Faktor predisposisi (predispos-ing factor) yang mencakup pengetahuan nilaikeyakinan sikap dan presepsi berkenan denganmotivasi seseorang atau kelompok untukbertindak 2) Faktor pemungkin (enabling fac-tor) yang mencakup keterampilan dan sumberdaya yang perlu untuk perilaku kesehatan 3)Faktor penguat (reinforcing factor) faktorpenguat adalah faktor yang menentukan apakahseseorang memperoleh dukungan atau tidakPeran relawan yang cukup dalam penelitian inididukung dari peran relawan pada saat tidakterjadi bencana pada saat terjadi bencana danpada pasca bencana erupsi Gunung KeludBeberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

6 ISSN 2460-0334

peran yang cukup ini adalah ketrampilan(pelatihan) dan dukungan

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarrelawan mengikuti pelatihan tentang keben-canaan 2 kali sebesar 67 (20 relawan)Keterampilan adalah kemampuan seseoranguntuk menjalankan upaya yang menyangkutperilaku yang diharapkan Kemampuanketrampilan latar belakang keluarga penga-laman kerja tingkat sosial dan demografiseseorang mempengaruhi kinerja seseorangPerilaku terjadi diawali dengan adanyapengalaman-pengalaman seseorang serta faktorndashfaktor dari luar orang tersebut (lingkungan) baikfisik maupun nonfisik Kemudian pengalamandan lingkungan tersebut diketahui dipersepsikandiyakini dan sebagainya sehingga menimbulkanmotivasi niat tersebut yang berupa perilaku(Notoatmodjo 2003) Adanya keikutsertaanrelawan dalam pelatihan kebencanaan tentu akanmampu meningkatkan ketrampilan relawantersebut Namun pelatihan yang ada sebagianbesar terfokus pada ketrampilan relawan padasaat tanggap bencana sehingga relawan hanyaakan bekerja pada saat terjadinya bencanaSedangkan untuk pra bencana dan pascabencana merupakan tugas dan wewenangPemerintah Daerah melalui BPBD Hal itulahyang menyebabkan peran relawan menjadikurang terutama peran relawan pasca bencanameliputi melakukan pengumpulan dan pengolahandata kerusakan dan kerugian dalam sektorperumahan infrastruktur sosial ekonomi danlintas sektor pada saat pasca-bencana melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanaini merupakan tugas dari Pemerintah Daerah danBPBD Kabupaten Blitar sehingga peran relawandisini hanya membantu mendata dan memberikaninformasi kepada dua instansi tersebut

Selain itu dukungan atau motivasi relawanjuga dapat mempengaruhi peran relawan dalam

penanggulangan bencana Dukungan ataumotivasi relawan bencana dalam melakukankegiatan kebencanaan adalah faktor kemanu-siaan Dukungan atau motivasi dapat diberikanbatasan sebagai proses pemberian dorongankepada seseorang untuk melakukan aktivitasyang diajukan untuk mencapai beberapa sasaranyang telah ditetapkan Dukungan dalam hal inimengacu pada dukungan-dukungan sosial yangdipandang oleh orang sebagai suatu yang dapatdiakses (Notoadmodjo 2003)

Relawan bencana tentunya selalu siapmemberikan pertolongan dan bantuan jikadiperlukan Namun relawan tidak terikat olehPMI sehingga relawan berhak menolak pada saatmendapat panggilan dari PMI ketika adabencana Karena relawan bersifat sukarelasehingga tidak adanya paksaan dari pihakmanapun Seluruh kegiatan kerelawananmerupakan bentuk sukarela dari masing-masingindividu karena relawan tidak mendapatkan upahRelawan bertindak atas dasar rasa kemanusiaanuntuk membantu sesama yang memerlukanbantuan Karena faktor relawan tidak terikat olehPMI maka terkadang PMI mengalami kesulitandalam mengumpulkan relawan yang dapat segeradikirim ke lokasi terjadinya bencana

PENUTUPBerdasarkan penelitian yang telah dilaksa-

nakan dapat disimpulkan peran relawan dalampenanggulangan bencana erupsi gunung kelud diKabupaten Blitar secara keseluruhan sudahcukup baik

Saran yang diperoleh dari penelitian ini antaralain 1) meningkatkan peran mahasiswa sebagairelawan baik pada pra bencana saat bencanadan pasca bencana dan bekerjasama denganPMI maupun BPBD BNPB untuk meng-ikutsertakan mahasiswa dalam penangulanganbencana yang ada terutama erupsi gunung kelud

Diharapkan relawan PMI untuk mening-

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 5: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 5

Gunung Kelud dianggap lebih dahsyat daripadatahun 1990 meskipun hanya berlangsung tidaklebih daripada dua hari dan memakan 4 korbanjiwa bukan akibat langsung letusan Erupsipertama yang terjadi merupakan tipe ledakan(eksplosif) yang menyebabkan hujan kerikil yangcukup lebat dirasakan masyarakat Minimnyakorban jiwa merupakan tujuan dari peran relawanpada saat tanggap bencana dan sebelumterjadinya bencana Penyiapan lokasi evakuasiyang jauh dari titik pusat erupsi dan bahayadampak erupsi merupakan hal yang sangatpenting

Peran relawan yang baik pada saat terjadibencana erupsi Gunung Kelud didukung olehjawaban pertanyaan pada kuesioner iacutetempertanyaan nomor 12 dan 18 yaitu didapatkanjawaban ya sebesar masing-masing 90Relawan melakukan kegiatan mengkaji wilayahyang terkena bencana jumlah korban dankerusakan kebutuhan sumber daya keter-sediaan sumber daya serta prediksi perkem-bangan situasi ke depan Relawan jugamelakukan perbaikanpemulihan darurat untukkelancaran pasokan kebutuhan dasar kepadakorban bencana Relawan selalu melaporkankegiatan tersebut kepada PMI selaku indukorganisasi yang menaungi dan BPBD KabupatenBlitar sebagai penanggungjawab dan koordinatorkegiatan tanggap darurat

Berdasarkan hasil penelitian peran relawanpada pasca terjadi bencana erupsi Gunung Keluddidapatkan relawan memiliki peran baik sebesar433 (13 relawan) dan peran kurang sebesar567 (17 relawan) Peran relawan pasca terjadibencana yaitu pengumpulan dan pengelolaan datakerusakan dan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dannon-fisik (Peraturan Kepala Badan NasionalPenanggulangan Bencana Nomor 17 tahun2011) Rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dannon-fisik merupakan tugas dari PemerintahDaerah dan BPBD Kabupaten Blitar sehinggaperan relawan disini hanya membantu mendata

dan memberikan informasi kepada dua instansitersebut

Pada jawaban kuesioner mengenai relawanmelakukan pengumpulan dan pengolahan datakerusakan dan kerugian dalam sektor peru-mahan infrastruktur sosial ekonomi dan lintassektor pada saat pasca-bencana serta melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanadidapatkan jawaban ya masing-masing 50 Halini memperlihatkan peran relawan terfokus padapra bencana dan tanggap darurat bencana karenalebih untuk meminimalisasi jatuhnya korban jiwa

Berdasarkan hasil penelitian peran relawandalam penanggulangan bencana erupsi GunungKelud didapatkan relawan memiliki peran baiksebesar 40 (12 relawan) dan peran cukupsebesar 60 (18 relawan) Peran merupakanseperangkat perilaku yang diharapkan dariseseorang yang menduduki suatu posisi ataukedudukan tertentu dalam masyarakat Perandijalankan berdasarkan status sosial yang dipiliholeh seorang individu Peran adalah sesuatu yangdiharapkan secara normatif dari seseorang dalamsituasi sosial tertentu agar dapat memenuhiharapan-harapan (Setiadi 2008) Menurut LGreen (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada3 faktor yang mempengaruhi terbentuknyaperilaku yaitu 1) Faktor predisposisi (predispos-ing factor) yang mencakup pengetahuan nilaikeyakinan sikap dan presepsi berkenan denganmotivasi seseorang atau kelompok untukbertindak 2) Faktor pemungkin (enabling fac-tor) yang mencakup keterampilan dan sumberdaya yang perlu untuk perilaku kesehatan 3)Faktor penguat (reinforcing factor) faktorpenguat adalah faktor yang menentukan apakahseseorang memperoleh dukungan atau tidakPeran relawan yang cukup dalam penelitian inididukung dari peran relawan pada saat tidakterjadi bencana pada saat terjadi bencana danpada pasca bencana erupsi Gunung KeludBeberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

6 ISSN 2460-0334

peran yang cukup ini adalah ketrampilan(pelatihan) dan dukungan

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarrelawan mengikuti pelatihan tentang keben-canaan 2 kali sebesar 67 (20 relawan)Keterampilan adalah kemampuan seseoranguntuk menjalankan upaya yang menyangkutperilaku yang diharapkan Kemampuanketrampilan latar belakang keluarga penga-laman kerja tingkat sosial dan demografiseseorang mempengaruhi kinerja seseorangPerilaku terjadi diawali dengan adanyapengalaman-pengalaman seseorang serta faktorndashfaktor dari luar orang tersebut (lingkungan) baikfisik maupun nonfisik Kemudian pengalamandan lingkungan tersebut diketahui dipersepsikandiyakini dan sebagainya sehingga menimbulkanmotivasi niat tersebut yang berupa perilaku(Notoatmodjo 2003) Adanya keikutsertaanrelawan dalam pelatihan kebencanaan tentu akanmampu meningkatkan ketrampilan relawantersebut Namun pelatihan yang ada sebagianbesar terfokus pada ketrampilan relawan padasaat tanggap bencana sehingga relawan hanyaakan bekerja pada saat terjadinya bencanaSedangkan untuk pra bencana dan pascabencana merupakan tugas dan wewenangPemerintah Daerah melalui BPBD Hal itulahyang menyebabkan peran relawan menjadikurang terutama peran relawan pasca bencanameliputi melakukan pengumpulan dan pengolahandata kerusakan dan kerugian dalam sektorperumahan infrastruktur sosial ekonomi danlintas sektor pada saat pasca-bencana melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanaini merupakan tugas dari Pemerintah Daerah danBPBD Kabupaten Blitar sehingga peran relawandisini hanya membantu mendata dan memberikaninformasi kepada dua instansi tersebut

Selain itu dukungan atau motivasi relawanjuga dapat mempengaruhi peran relawan dalam

penanggulangan bencana Dukungan ataumotivasi relawan bencana dalam melakukankegiatan kebencanaan adalah faktor kemanu-siaan Dukungan atau motivasi dapat diberikanbatasan sebagai proses pemberian dorongankepada seseorang untuk melakukan aktivitasyang diajukan untuk mencapai beberapa sasaranyang telah ditetapkan Dukungan dalam hal inimengacu pada dukungan-dukungan sosial yangdipandang oleh orang sebagai suatu yang dapatdiakses (Notoadmodjo 2003)

Relawan bencana tentunya selalu siapmemberikan pertolongan dan bantuan jikadiperlukan Namun relawan tidak terikat olehPMI sehingga relawan berhak menolak pada saatmendapat panggilan dari PMI ketika adabencana Karena relawan bersifat sukarelasehingga tidak adanya paksaan dari pihakmanapun Seluruh kegiatan kerelawananmerupakan bentuk sukarela dari masing-masingindividu karena relawan tidak mendapatkan upahRelawan bertindak atas dasar rasa kemanusiaanuntuk membantu sesama yang memerlukanbantuan Karena faktor relawan tidak terikat olehPMI maka terkadang PMI mengalami kesulitandalam mengumpulkan relawan yang dapat segeradikirim ke lokasi terjadinya bencana

PENUTUPBerdasarkan penelitian yang telah dilaksa-

nakan dapat disimpulkan peran relawan dalampenanggulangan bencana erupsi gunung kelud diKabupaten Blitar secara keseluruhan sudahcukup baik

Saran yang diperoleh dari penelitian ini antaralain 1) meningkatkan peran mahasiswa sebagairelawan baik pada pra bencana saat bencanadan pasca bencana dan bekerjasama denganPMI maupun BPBD BNPB untuk meng-ikutsertakan mahasiswa dalam penangulanganbencana yang ada terutama erupsi gunung kelud

Diharapkan relawan PMI untuk mening-

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 6: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 1-7

6 ISSN 2460-0334

peran yang cukup ini adalah ketrampilan(pelatihan) dan dukungan

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarrelawan mengikuti pelatihan tentang keben-canaan 2 kali sebesar 67 (20 relawan)Keterampilan adalah kemampuan seseoranguntuk menjalankan upaya yang menyangkutperilaku yang diharapkan Kemampuanketrampilan latar belakang keluarga penga-laman kerja tingkat sosial dan demografiseseorang mempengaruhi kinerja seseorangPerilaku terjadi diawali dengan adanyapengalaman-pengalaman seseorang serta faktorndashfaktor dari luar orang tersebut (lingkungan) baikfisik maupun nonfisik Kemudian pengalamandan lingkungan tersebut diketahui dipersepsikandiyakini dan sebagainya sehingga menimbulkanmotivasi niat tersebut yang berupa perilaku(Notoatmodjo 2003) Adanya keikutsertaanrelawan dalam pelatihan kebencanaan tentu akanmampu meningkatkan ketrampilan relawantersebut Namun pelatihan yang ada sebagianbesar terfokus pada ketrampilan relawan padasaat tanggap bencana sehingga relawan hanyaakan bekerja pada saat terjadinya bencanaSedangkan untuk pra bencana dan pascabencana merupakan tugas dan wewenangPemerintah Daerah melalui BPBD Hal itulahyang menyebabkan peran relawan menjadikurang terutama peran relawan pasca bencanameliputi melakukan pengumpulan dan pengolahandata kerusakan dan kerugian dalam sektorperumahan infrastruktur sosial ekonomi danlintas sektor pada saat pasca-bencana melakukanrehabilitasi-rekonstruksi fisik dan non-fisik dalammasa pemulihan dini pada saat pasca-bencanaini merupakan tugas dari Pemerintah Daerah danBPBD Kabupaten Blitar sehingga peran relawandisini hanya membantu mendata dan memberikaninformasi kepada dua instansi tersebut

Selain itu dukungan atau motivasi relawanjuga dapat mempengaruhi peran relawan dalam

penanggulangan bencana Dukungan ataumotivasi relawan bencana dalam melakukankegiatan kebencanaan adalah faktor kemanu-siaan Dukungan atau motivasi dapat diberikanbatasan sebagai proses pemberian dorongankepada seseorang untuk melakukan aktivitasyang diajukan untuk mencapai beberapa sasaranyang telah ditetapkan Dukungan dalam hal inimengacu pada dukungan-dukungan sosial yangdipandang oleh orang sebagai suatu yang dapatdiakses (Notoadmodjo 2003)

Relawan bencana tentunya selalu siapmemberikan pertolongan dan bantuan jikadiperlukan Namun relawan tidak terikat olehPMI sehingga relawan berhak menolak pada saatmendapat panggilan dari PMI ketika adabencana Karena relawan bersifat sukarelasehingga tidak adanya paksaan dari pihakmanapun Seluruh kegiatan kerelawananmerupakan bentuk sukarela dari masing-masingindividu karena relawan tidak mendapatkan upahRelawan bertindak atas dasar rasa kemanusiaanuntuk membantu sesama yang memerlukanbantuan Karena faktor relawan tidak terikat olehPMI maka terkadang PMI mengalami kesulitandalam mengumpulkan relawan yang dapat segeradikirim ke lokasi terjadinya bencana

PENUTUPBerdasarkan penelitian yang telah dilaksa-

nakan dapat disimpulkan peran relawan dalampenanggulangan bencana erupsi gunung kelud diKabupaten Blitar secara keseluruhan sudahcukup baik

Saran yang diperoleh dari penelitian ini antaralain 1) meningkatkan peran mahasiswa sebagairelawan baik pada pra bencana saat bencanadan pasca bencana dan bekerjasama denganPMI maupun BPBD BNPB untuk meng-ikutsertakan mahasiswa dalam penangulanganbencana yang ada terutama erupsi gunung kelud

Diharapkan relawan PMI untuk mening-

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 7: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

Anam dkk Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

ISSN 2460-0334 7

katkan kerjasama maupun komunikasi denganBPBD maupun pihak yang terkait agar peranrelawan lebih optimal khususnya pada saat pascabencana

Diharapkan hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai dasar untuk melakukanpenelitian tentang menejemen kebencanaanterutama bencana gunung api Selain itu penelitilain diharapkan untuk menambah relawanmenjadi responden seperti anggota BPBD dantanpa memilih responden dengan kiteria relawanyang sudah terlatih sudah pernah mengikutipelatian dan relawan dengan sudah bekerjaselama 1 tahun Agar hasil yang di dapat dapatdi bandingkan dengan peran relawan yang belumterlatih belum pernah mengikuti pelatian danrelawan yang bekerja lt 1 tahun Sehingga hasilyang didapat lebih luas dan berfariasi

DAFTAR PUSTAKAAndarmoyo Sulistyo (2012) Keperawatan

Keluarga Yogyakarta Graha IlmuArikunto S (2006) Prosedur Penelitian

Jakarta Rineka CiptaBNPB (2011) Pedoman Peran Relawan

Penanggulangan BencanaFriedman Marilyn M (1998) Keperawatan

Keluarga Jakarta EGCHidayat A A (2008) Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah JakartaSalembaMedika

Hikmawati E (2012) Penanganan DampakSosial Psikologis Korban Bencana Merapi(Sosial Impact of Psychological TreatmentMerapi Disaster Victims) Informasi Vol17 No 02 Tahun 2012

Notoatmodjo S (2010) Metode PenelitianKesehatan JakartaRineka Cipta

Nursalam (2011) Konsep dan PenerapanMetode Penelitian Ilmu KeperawatanJakartaSalemba Medika

Nursalam (2014) Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Jakarta Salemba Medika

Pelaksana Harian Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana (BAKORNAS PB)(2007) Pengenalan KarakteristikBencana dan Upaya Mitigasinya di In-donesia Direktorat Mitigasi LakharBakornas PB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana nomor 17 tahun 2011Tentang Pedoman Relawan PenanggulanganBencana

Pusparini Yunastiti (2014) Peran PemerintahDaerah Terhadap PenanggulanganKorban Bencana Alam Gunung Kelud DiKecamatan Nglegok Kabupaten BlitarFakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Uni-versitas Negeri Surabaya

Sarwidi (2010) Penanggulangan bencanagunung merapi berdasarkan sistempenanggulangan bencana nasionalSeminar nasional Pengembangan kawasanmerapi DPPM dan MTS UII Jogjakarta

Sutomo A H dkk (2011) Teknik MenyusunKTI-Skripsi-Tesis-Tulisan Ilmiah dalamJurnal Bidang Kebidanan Keperawatandan Kesehatn JakartaFitramaya

Ulum Mochamad Chazienul (2013) Gover-nance dan Capacity Building DalamManajemen Bencana Banjir Di IndonesiaJurnal Penanggulangan Bencana vol 4no 2 tahun 2013 hal 5-12

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana

Winurini S (2014) Kontribusi PsychologicalFirst Aid (Pfa) dalam Penanganan KorbanBencana Alam Info Singkat Kesejah-teraan Sosial Vol VI No 03IP3DIFebruari2014

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 8: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

8 ISSN 2460-0334

8

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

STATUS KESEHATAN LANSIA YANG BEKERJA

Agus Setyo UtomoPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No77 C Malang

Email agushealthgmailcom

Elderly Activity and Health Status

Abstract The life expectancy of the population in East Java increased until the period 2015-2020 to732 years Along with the increase of age followed by a decline in physical ability so it is not uncommonto health concerns felt by the elderly However many elderly are still working to make ends meet Thepurpose of this study to analyze the relationship of elderly activity useful (load activity physical mobil-ity social interaction) with health status This study was cross sectional study The population in thisstudy were all elderly people who work some 215 people While the sample is mostly elderly people whowork by simple random sampling technique sampling and sample size of 140 respondents This studyused logistic regression analysis with the results of the independent variables jointly affect the healthstatus of respondents with significant value Workload (Sig = 0000) Mobility (Sig = 0010) andInteraction (Sig = 0000)) Selection of work for the elderly should not have a heavy workload there isno competition and deadlines

Keywords elderly health status works

Abstrak Angka harapan hidup penduduk di Jawa Timur meningkat hingga periode 2015-2020 menjadi732 tahun Pertumbuhnan lansia dikuti dengan penurunan kemampuan fisik sehingga tidak jarangkeluhan kesehatan dirasakanWalaupun demikian banyak lansia yang masih bekerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan aktifitas lansia berdaya guna(beban aktifitas mobilitas fisik interaksi sosial) dengan status kesehatan Penelitian ini merupakanpenelitian cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bekerja sejumlah215 orang Sedangkan sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia yang bekerja dengan tehnikpengambilan sampel simple random sampling dan besar sampel 140 responden Penelitian inimenggunakan analisis regresi logistik dengan hasil variabel bebas secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden dengan nilai signifikansi Beban Kerja (Sig=0000) Mobilitas(Sig=0010) dan Interaksi ( Sig = 0000) Pemilihan pekerjaan untuk lansia sebaiknya mempunyaibeban kerja tidak berat tidak ada persaingan dan deadline

Kata Kunci lansia status kesehatan bekerja

PENDAHULUANDiperkirakan pada tahun 2020 jumlah

Lansia Indonesia akan mencapai 288 jutaorang atau 1134 Sebaran penduduk lansiatahun 2012 di Indonesia pada urutan keduatertinggi ditempati oleh Jawa Timur yaitu 1040dan penduduk lansia lebih banyak tinggal dipedesaan (763) daripada di perkotaan(749) Angka harapan hidup penduduk diJawa Timur meningkat dari periode 2010-2015sebesar (719 tahun) pada periode 2015-2020menjadi (732 tahun) sehingga mempengaruhiestimasi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas

yaitu tahun 2010 (76) 2015 (86) 2020(102) dan 2025 (126) atau telah mencapailebih dari 10 sehingga Jawa Timur bisa di-kategorikan sebagai provinsi penduduk tua (ag-ing population) (BPS 2014)

Seiring dengan peningkatan usia tidak jarangdikuti dengan penurunan kemampuan fisiksehingga tidak jarang keluhan kesehatan dirasakanoleh lansia Kondisi ini yang mendasari adanyaanggapan bahwa lansia bergantung kepada bagianpenduduk yang lain terutama pada pemenuhankebutuhan hidupnya Selain itu keberadaan lansiajuga dikaitkan dengan perhitungan rasio keter-

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 9

gantungan yang merupakan perbandingan antarapenduduk usia produktif dengan penduduk usianon produktif termasuk di dalamnya adalah lansiaJika penduduk lansia tersebut semakin meningkatjumlahnya maka beban penduduk usia produktifakan semakin besar

Dibalik anggapan lansia merupakan bebanpenduduk usia produktif ternyata masih banyaklansia yang bekerja untuk mencari nafkahMayoritas lansia di daerah perkotaan bekerjapada sektor jasa (5106) sedangkan di daerahperdesaan hampir 80 lansia bekerja padasektor pertanian (Kemenkes RI 2013) Banyak-nya lansia yang masih bekerja disebabkan olehkebutuhan ekonomi yang relatif masih besar sertasecara fisik dan mental lansia tersebut masihmampu melakukan aktivitas sehari-hariBanyaknya lansia yang masih bekerja juga dapatmenunjukkan bahwa lansia memang masih dapatproduktif dan berusaha untuk tidak tergantungpada penduduk lainnya tapi di pihak lain dapatmenjadi masalah jika mereka tidak diperhatikansebagaimana mestinya mengingat kondisi fisikmental dan sosial mereka yang sudah banyakmengalami kemunduran Idealnya lansia yangbekerja mempunyai pekerjaan dengan bebankerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan men-tal Beban kerja dapat menjadi pemicu stres bagilansia semakin besar beban kerja pada lansiamaka semakin besar stres fisik maupun psikisyang dialami oleh lansia (Intani 2013)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukanpeneliti pada awal Maret 2015 di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruanmempunyai 215 Lansia Potensial Berdasarkanwawancara dengan 10 lansia yang bekerja terdiridari 60 petani 30 buruh pabrik dan 10wirausaha Berdasarkan keterangan dari lansiatersebut diperoleh data 60 sering mengalaminyeri otot 25 tidak jarang mengalami kelelahandan 10 merasakan badan tidak enak saatbangun tidur Mengingat munculnya keluhankesehatan yang dialami oleh lansia yang bekerja

maka sebenarnya perlu dipertimbangkan jenispekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisikmaupun psikis lansia Pemilihan pekerjaan padalansia sebaiknya pada pekerjaan dengan bebankerja yang tidak terlalu berat tidak perlu target-targetan tidak perlu persaingan deadline Jadiyang terpenting pekerjaan yang dilakukan olehorang tua sebaiknya yang tidak memerlukankekuatan otot ketahanan kecepatan danfleksibilitas (Tarwaka amp Lilik Sudiajeng 2008)

Tujuan penelitian ini adalah menganalisishubungan beban kerja mobilitas fisik interaksisosial dan kepuasan beraktifitas lansia denganStatus Kesehatan lansia Tujuan khususnyaadalah 1) mengidentifikasi beban kerja mobilitasfisik interaksi sosial dan status kesehatan lansia2) menganalisis hubungan beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial secara bersama-samadengan status kesehatan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian cross

sectional design yaitu menganalisis hubunganbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan lansia

Populasi dalam penelitian ini yaitu 215orang lansia potensial dengan tehnik pengambilansampel yang digunakan yaitu simple randomsampling dengan besar sampel 140 respondendengan kriteria sampel yaitu 1) bersedia menjadiresponden 2) bekerja minimal 3 tahun 3) usia60-74 tahun 4) tidak mempunyai penyakitgenetik dan kriteria eklusi sedang dalam keadaansakit yang dapat mengganggu penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu independen(beban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosial)dan dependen status kesehatan lansia

Instrumen penelitian yang digunakan dalampengumpulan data terdiri dari lembar observasiuntuk mengidentifikasi status kesehatanresponden dan lembar kuesioner dimana terdiridari pertanyaan tentang beban kerja mobilitasfisik dan interaksi sosial Adapun analisis data

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

10 ISSN 2460-0334

yang dilakukan meliputi analisis deskriftif analisisbivarian dan analisis multivarian (regresi logistik)

Penelitian ini dilaksanakan di Desa SentulKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruandengan pengambilan data pada bulan Septem-ber-Oktober 2016

HASIL PENELITIANKarakteristik responden berdasarkan beban

kerja ditunjukkan pada Tabel 1 SedangkanTabel 2 menunjukkan sebagian besar responden(543) memiliki beban kerja berat Rata-rataresponden menyatakan dalam bekerja terdapatpersaingan ketat antar pekerja memerlukanpengerahan tenaga yang berlebih dan bebankerja dirasakan berat Beban kerja ini terlihatpada jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden dimana 329 buruh pabrik 257kulitukang bangunan 193 petani dan 221lain-lain

Tabel 3 menunjukkan sebagian besarresponden (557) memiliki mobilitas fisik baik

Tabel 4 menunjukkan sebagian besarresponden (436) memiliki interaksi sosialkurang

Tabel 5 menunjukkan sebagian besarresponden (60) memiliki status kesehatanrendah

Tabel 6 menunjukkan terdapat hubunganyang bermakna antara beban kerja dengan sta-tus kesehatan (r= -0745 dan p = 0000)mobilitas fisik dengan status kesehatan (r =Tabel 2 Distribusi Frekuensi Beban Kerja

Tabel 1 Karakteristik Beban KerjaTabel 3 Distribusi Frekuensi Interaksi

Sosial

Tabel 4 Distribusi Frekuensi StatusKesehatan

Tabel 5 Hubungan Beban Kerja InteraksiSosial dan Mobilitas Fisik denganStatus Kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 11

0600 dan p = 0000) dan interaksi sosial denganstatus kesehatan (r = 0658 dan p = 0000)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistikpada Tabel 6 diketahui bahwa ketiga variabelbebas (beban kerja mobilitas fisik dan interaksisosial) secara bersama-sama berpengaruhterhadap status kesehatan responden

PEMBAHASANHubungan beban kerja dengan status

kesehatan responden terlihat bermakna secarasignifikan yang ditunjukkan nilai (r = -0745 danp=0000) Responden dengan beban kerja beratcenderung mempunyai status kesehatan rendahPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal yangperlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaan denganbeban kerja yang tidak terlalu berat tidak perlutarget-targetan tidak perlu persaingan dan dead-line menjadi prioritas pilihan Jadi yang terpentingpekerjaan yang dilakukan oleh lansia sebaiknyayang tidak mengandalkan kekuatan ototketahanan kecepatan dan fleksibilitas (Tarwakaamp Lilik Sudiajeng 2008)

Jenis pekerjaan yang dilakukan olehresponden masih didominasi oleh pekerjaan yangmenuntut kekuatan otot diantaranya 329buruh pabrik 193 petani dan 257 kulitukang bangunan Pentingnya bekerja untukpekerja lansia merupakan suatu perkara yangsangat penting dalam kehidupannya danmerupakan alasan utama mereka ingin terusmelanjutkan bekerja (Waskito 2014) Pemilihanpekerjaan bagi responden bukan berarti tanpaalasan namun karena pekerjaan yang dijalankanmayoritas merupakan tumpuan ekonomi keluargaterbukti 507 responden menganggappekerjaannya saat ini bukan sebagai pengisiwaktu luang sehingga mereka harus tetapbekerja walaupun pekerjaan tersebut mempunyaibeban kerja yang tidak ringan Hasil penelitianmenunjukkan sebagian besar responden (543)memiliki beban kerja berat dan 64 sangatberat Beratnya beban kerja responden tersebut

dapat dijelaskan dengan pernyataan respondendiantaranya 80 responden menyatakan dalambekerja terdapat persaingan ketat antar pekerja736 responden menyatakan bahwa pekerjaanyang dilakukan memerlukan pengerahan tenagayang berlebih dan 80 responden menyatakanbeban kerja yang dirasakan berat Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot sehingga memicu kelelahan pada seseorangterlebih lagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga akan menimbul-kan manifestasi fisik maupun psikis akibat bebankerja yang berat Manifestasi yang muncul pada85 responden yang mempunyai beban kerjaberat mempunyai status kesehatan rendahsebanyak 72 responden Kondisi ini diperkuatoleh hasil penelitian (Intani 2013) dimana adahubungan signifikan antara beban kerja denganstres pada petani lansia (p= 00001) nilaikoefisien dengan determinasi 0278 artinya bebankerja dapat berkontribusi 278

Hubungan mobilitas fisik dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara mobilitas fisikdengan status kesehatan responden yangditunjukkan nilai (r = 0600 dan p= 0000)Responden dengan mobilitas fisik baikcenderung mempunyai status kesehatan tinggiUntuk menciptakan hidup sehat segala sesuatuyang kita lakukan tidak boleh berlebihan karenahal tersebut bukannya lebih baik tetapi sebaliknyaakan memperburuk keadaan Tingkat mobilitasyang kurang maupun berlebih akan memberikandampak tidak baik bagi tubuh Mobilitas yangberlebih dapat meningkatkan beban otot sehinggamengakibatkan kelelahan sedangkan mobilitasyang kurang berdampak pada ketidak lancaransirkulasi darah kekakuan persendian danrendahnya metabolisme tubuh Kedua kondisitersebut akan berdampak pada kesehatan Dalamhal ini mobilitas fisik yang dilakukan respondendalam bekerja 557 dalam kategori baik ataucukup dimana tidak kurang atau lebih yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 8-13

12 ISSN 2460-0334

ditunjukkan pada karakteristik pekerjaan yangdilakukan lansia meliputi penggunaan posisi yangmonoton saat bekerja (557) penggunaan alatbantu dalam mengangkat beban berat saatbekerja (529) bergerak berpindah tempatsaat bekerja (657) dan melakukan relaksasiotot bila terasa lelah 693 dilakukan respondensebagai upaya selingan untuk terbebas rasajenuh ketegangan otot yang pada akhirnyamencegah terjadi injuri otot

Hubungan interaksi sosial dengan statuskesehatan responden menunjukkan terdapathubungan yang bermakna antara interaksi sosialdengan status kesehatan responden dengan nilai(r=0658 dan p=0000) Responden denganinteraksi sosial baik cenderung mempunyai sta-tus kesehatan tinggi Pendayagunaan lansiamampu menciptakan interaksi sosial dimanakeadaan ini mampu mengurangi perasaankesendirian menjaga hubungan timbal-balikantara lansia dengan lingkungannya Lansia yangtidak bekerja berarti terpisah dengan sebagiandari kehidupan aktifnya dan mereka juga akanmengalami isolasi sosial Interaksi sosial yangterjadi pada aktivitas pemberdayaan akanmemberikan peluang bagi lansia untuk mem-bentuk hubungan dan peran sosial yang barusehingga pola hubungan ini akan membantu lansiapada aspek psikologis (perasaan tidak bergunadan perasaan kesendirian) Responden yangmemiliki interaksi sosial yang baik di lingkungan-nya termasuk tempat bekerja tidak akan merasakesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapatmeningkatkan kualitas hidupnya termasukdidalamnya status kesehatan Kondisi iniditunjukkan oleh hasil penelitian dimana terdapat580 responden yang mempunyai interaksisosial yang baik mempunyai status kesehatantinggi dan kebalikannya 902 responden yangmempunyai interaksi sosial yang kurangmempunyai status kesehatan rendah

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian (Widodo et al 2016) dimana interaksi

sosial mempunyai hubungan yang bermaknadengan kualitas hidup pada lansia di wilayah kerjaPuskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0000lt 005) dan sejalan pula dengan penelitian(Nandini PS 2015) yang menunjukkan terdapathubungan secara bermakna antara aktifitas sosial(OR=385 p=0021) interaksi sosial (OR=559 p=0001) fungsi keluarga (OR=217p=0000) dengan kualitas hidup pada lansiaKualitas hidup dalam penelitian tersebutmerupakan kondisi fungsional lansia yang meliputikesehatan fisik kesehatan psikologis hubungansosial dan kondisi lingkungan

Hubungan secara bersama-sama variabelbeban kerja mobilitas fisik dan interaksi sosialdengan status kesehatan Responden terlihat padanilai signifikansi yang lebih kecil dari 005Variabel-variabel tersebut adalah Beban Kerja(Sig=0000 OR=0220) Mobilitas (Sig=0010 OR=3399) dan Interaksi ( Sig = 0000OR=2678) dengan model yang terbentukadalah y = 0938 -1513 (beban kerja) + 1223(mobilitas fisik) + 0985 (interaksi soasial)Secara berurutan mobilitas fisik interaksi sosialdan beban kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Beban kerjafisik yang tinggi akan meningkatkan kontraksiotot memicu kelelahan lansia terlebih lagi usialanjut yang secara fisiologis sudah mengalamipenurunan sehingga status kesehatan dalamkeadaan rendah kerja berkontribusi kepadaterciptanya status kesehatan lansia Kecukupanmobilitas fisik dalam sebuah pekerjaan akanberkontribusi terciptanya status kesehatan tinggiinteraksi sosial yang baik di lingkungannyatermasuk tempat bekerja membuat lansia tidakakan merasa kesepian dalam hidupnya dan halini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnyatermasuk didalamnya status kesehatan Bebankerja fisik yang tinggi akan meningkatkankontraksi otot memicu kelelahan lansia terlebihlagi usia lanjut yang secara fisiologis sudahmengalami penurunan sehingga status kesehatan

Utomo Status Kesehatan Lansia yang Bekerja

ISSN 2460-0334 13

dalam keadaan rendah

PENUTUPPemilihan jenis pekerjaan merupakan hal

yang perlu diperhatikan bagi lansia Pekerjaandengan beban kerja yang tidak terlalu berat tidakperlu target-targetan tidak perlu persaingan dandeadline menjadi prioritas pilihan Selain itutingkat mobilitas juga perlu diperhatikan denganmempertimbangkan tinggi rendah mobilitas danperlu adanya peregangan otot atau relaksasidiantara waktu bekerja Interaksi sosial yang baikakan mengurangi perasaan kesendirian menjagahubungan timbal-balik antara lansia denganlingkungannya Pertimbangan tersebut mem-punyai alasan karena ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama mempunyai hubungandengan status kesehatan responden

Pemilihan pekerjaan pada lansia sebaiknyapada pekerjaan dengan beban kerja yang tidakterlalu berat dan bukan karena pemenuhanekonomi semata melainkan sebagai pengisiwaktu luang dimana penekanannya lebih kepadapenyaluran bakat dan hobi Pemerintah danmasyarakat diharapakan mampu memfasilitasilansia dalam menyediakan peluang bekerjasesuai dengan kapasitas lansia melalui kebijakanyang dibuat dan perlu dipersiapkan jaminan haritua

DAFTAR PUSTAKABPS (2014) Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang

Memperoleh Pendapatan menurut

KabupatenKota dan Sumber PendapatanTerbesar Jawa Timur berdasarkan Supas2005 BPS Statistik Indonesia BPS Avail-able at httpwwwdatastatistik-indo-nesiacom [Accessed March 14 2014]

Intani AC (2013) Hubungan Beban Kerjadengan Stres pada Petani Lansia diKelompok Tani Tembakau KecamatanSukowono Kabupaten Jember Universi-tas Jember

Kemenkes RI (2013) Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Jakarta PusatData dan Informasi

Nandini PS (2015) Hubungan AktivitasSosial Interaksi Sosial dan FungsiKeluarga Dengan Kualitas Hidup LanjutUsia di Wilayah Kerja Puskesmas IDenpasar Utara Kota Denpasar Univer-sitas Udayana Denpasar

Tarwaka amp Lilik Sudiajeng (2008) Ergonomiuntuk Keselamatan Kesehatan Kerjadan Produktivitas Surakarta UnibaPress

Waskito J (2014) Faktor-faktor PendorongKeniatan Pekerja Lansia untuk MelanjutkanBekerja Benefit Jurnal Manajemen danBisbis 18(2) pp70ndash87 Available at httpjournalsumsacidindexphpbenefitarticleview1396

Widodo H Nurhamidi amp Agustina M (2016)Hubungan Interaksi Sosial Dengan KualitasHidup Pada Lansiadi Wilayah KerjaPuskesmas Pekauman BanjarmasinDinamika Kesehatan 7(1)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

14 ISSN 2460-0334

14

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

JARAK WAKTU TEMPUH KETERSEDIAAN PELAYANAN DAN KUNJUNGANPEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS

Elin SupliyaniPoltekkes Kemenkes Bandung Jl Prof Eyckman No30 Bandung Jawa Barat 40161

email elinsupliyaniyahoocoid

Distance Travel Time and the Availability of Services with Antenatal Visits

Abstract Antenatal care is one of the most effective health interventions for preventing morbidity andmaternal and infant mortality especially in places with the poor general health status of the motherAccelerating decline in MMR done by increasing the coverage of antenatal care Therefore research isneeded to analyze the relationship of distance travel time and the availability of services with antena-tal visits in the region This study is cross cut by analytical design correlative Data were analyzed usingchi-square test The results showed that 94 mothers (47) visited antenatal lt4 times and 106 (53) sup34 times Mothers who antenatal lt4 times 65 of the distance to the place of servicegt 2 km 55 oftravel time to the service ofgt 25 minutes and 54 said lack of service availability The analysis showedthat distance and time had a significant association with the antenatal visit (p = 0016 p = 0043) aswell as the availability of services has a significant association with antenatal care visit in PuskesmasCijeruk (p = 0030)

Keywords antenatal care distance travel time availability of services

Abstrak Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif untukmencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama di tempat-tempat dengan status kesehatanumum ibu rendah Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitikkorelatif Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-kuadrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa94 ibu (47) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dan 106 (53) sup3 4 kali Ibu yangmelakukan pemeriksaan kehamilan lt4 kali 65 jarak ke tempat pelayanan gt2 km 55 waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit dan 54 menyatakan ketersediaan pelayanan kurang Hasil analisismenunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (p=0016 p=0043) begitu pula dengan ketersediaan pelayanan memilikihubungan yang bermakna dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di wilayah Puskesmas Cijeruk(p=0030)

Kata kunci pemeriksaan kehamilan jarak waktu tempuh ketersediaan pelayanan

PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibudan bayi adalah pendekatan pelayanankesehatan maternal dan neonatal yangberkualitas yaitu melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan atau AntenatalCare (ANC) (Bratakoesoema 2013) Pemerik-saan kehamilan merupakan salah satu intervensikesehatan yang paling efektif untuk mencegahkesakitan dan kematian ibu dan bayi terutamadi tempat-tempat dengan status kesehatan umumibu rendah Periode antenatal memberikan

kesempatan penting untuk mengidentifikasipemeriksaan kehamilan terhadap ibu dankesehatan bayi yang belum lahir serta untukmemberikan konseling tentang gizi persiapankelahiran proses kelahiran dan pilihan keluargaberencana setelah kelahiran (Dinkes Jawa Barat2014)

Percepatan penurunan AKI dilakukandengan meningkatkan cakupan pemeriksaankehamilan Kementerian Kesehatan RI menetap-kan kebijakan bahwa standar minimal kunjunganpemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kalidengan frekuensi minimal 1 kali pada trimester I

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 15

(K1) 1 kali pada trimester II (K2) dan 2 kalipada trimester III (K3 dan K4) IndikatorStandar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkanbahwa target cakupan K1 95 dan K4 90(Bappenas 2010) Cakupan K1 adalah cakupanibu hamil yang pertama kali mendapat pelayananantenatal oleh tenaga kesehatan Cakupan K4merupakan cakupan pelayanan antenatal secaralengkap yaitu cakupan ibu hamil yang telahmemperoleh pelayanan antenatal sesuai denganstandar paling sedikit 4 kali selama kehamilan(Depkes RI 2009 Depkes RI 2010)

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalahuntuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masakehamilan persalinan dan nifas dengan baik danselamat serta menghasilkan bayi yang sehat Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang teraturdan pengawasan yang rutin dari bidan maupundokter selama masa kehamilan tersebutdiharapkan dapat mencegah dan menanganikomplikasi yang mungkin terjadi selama hamilseperti anemia kurang gizi hipertensi penyakitmenular seksual termasuk riwayat penyakitumum lainnya Hal ini dapat mengurangi risikokematian ibu maupun bayi (Dinkes Jawa Barat2010 Kemkes RI 2011)

Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilandi Indonesia belum mencapai target yangdiharapkan rata-rata cakupan K1 tahun 2010adalah sebesar 928 dan K4 613 Proporsiibu yang memeriksakan kehamilannya ke dukunberanak sebesar 32 dan 28 t idakmelakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI2009) Rata-rata cakupan K1 dan K4 di JawaBarat tahun 2010 sebesar 8805 dan 8023dari target SPM (Depkes RI 2010) bahkanlebih rendah lagi di Kabupaten Bogor sebesar75 Wilayah dengan cakupan K4 terendah diKabupaten Bogor yaitu Puskesmas CijerukCakupan K4 sebesar 4625 sedangkan K1sebesar 856 (Puskesmas Cijeruk 2010)Rendahnya cakupan tersebut antara lain karena

kesadaran masyarakat untuk memeriksakankehamilan secara rutin dan berkesinambunganmasih rendah (Depkes RI 2009)

Hasil penelitian di Garut Sukabumi danCiamis menunjukkan bahwa alasan perempuantidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuaistandar minimal 4 kali kunjungan adalah karenafaktor biaya (pelayanan dan transportasi)terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatanjarak dari fasilitas kesehatan dan kondisi jalanyang buruk (Titaley et al 2010) Penelitian diEthiopia menunjukkan bahwa faktor jarak danwaktu tempuh penyakit yang dialami selamakehamilan kehamilan yang direncanakan dandukungan dari suami merupakan faktor yangpaling berpengaruh dalam pemanfaatan pelaya-nan antenatal (Bahilu et al 2010) Hal tersebutberbeda dari hasil penelitian di Nigeria yangmenyimpulkan bahwa faktor penentu dalampemanfaatan antenatal adalah lokasi perkotaandan pedesaan agama serta umur ibu (Dahiru etal 2010) Berbagai hasil penelitian tersebutmenunjukkan terdapat variasi masalah peman-faatan pelayanan antenatal pada berbagai negarayang menyebabkan hasil penelitian di suatudaerah tidak selalu dapat diterapkan di daerahlain dengan latar belakang dan karakteristik yangberbeda

Pemanfaatan pelayanan pemeriksaankehamilan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih kurang Hal tersebut terlihat dari cakupanK4 yang masih jauh dari target standar pelayananminimal (Puskesmas Cijeruk 2010) Ibu hamilyang tidak memeriksakan kehamilan termasukdalam kelompok risiko tinggi yang dapatmembahayakan dirinya sendiri Oleh sebab itudiperlukan penelitian untuk mengetahui hubunganantara jarak waktu tempuh dan ketersediaanpelayanan kesehatan dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

16 ISSN 2460-0334

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian potong

silang (cross sectional) dengan rancangananalitik korelatif dilakukan pada bulan Februarisampai dengan April 2013 Subjek penelitianadalah ibu yang bersalin pada bulan September2012 sampai dengan Februari 2013 di wilayahkerja Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogormemenuhi kriteria inklusi dan tidak termasukkriteria eksklusi serta bersedia mengikutipenelitian dengan mengisi lembar persetujuan(informed consent)

Besarnya subjek pada penelitian iniditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95dan presisi 5 dengan rumus untuk metoderapid survey assessment yaitu nx2 n diperolehdengan menggunakan rumus untuk menaksirproporsi Setelah dilakukan perhitungan makabesar subjek minimal yang diperlukan untuk sur-vey cepat adalah nx2 sehingga diperoleh 200subjek

Teknik pengambilan sampel dilakukandengan beberapa tahap (multistage sampling)Pengambilan subjek dilakukan secara conse-vutive sampling sesuai kriteria inklusi dan tidaktermasuk kriteria eksklusi di posyandu yangberada di masing-masing desa terpilih Datasubjek dari tiap posyandu diambil masing-masingsampel dalam jumlah yang proporsional Alatukur yang digunakan adalah kuesioner Data

dianalisis secara univariat dan bivariat denganmenggunakan uji chi-kuadrat

HASIL PENELITIANHasil penelitian diperoleh jumlah responden

yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebanyak 94 orang (47) dan4 kali sebanyak 106 orang (53)

Berdasarkan karakteristik diketahui bahwasubjek penelitian yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali sebagian besar(48) berumur lt 20 tahun dan grandemulti yaitusebanyak 61 Sedangkan subjek penelitian yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali 54 berusia 20-35 tahun (berada padarentang umur reproduksi sehat) dan sebagianbesar (57) primipara

Jarak tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (65)berjarak gt2 km dan yang 4 kali sebagian besar(57) berjarak 2 km Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa jarak ke tempat pelayananberhubungan secara bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan (nilai p lt 005)

Waktu tempuh ke tempat pelayanan bagiresponden yang melakukan kunjungan pemerik-saan kehamilan lt 4 kali sebagian besar (55)membutuhkan waktu gt25 menit dan yang 4kali sebagian besar (59) membutuhkan waktu

Tabel 1 Karakteristik Responden

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 17

berjarak 25 menit Hasil uji chi kuadratmenunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berhubungan secara bermaknadengan kunjungan pemeriksaan kehamilan (nilaip lt 005)

Ketersediaan pelayanan bagi respondenyang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan lt 4 kali sebagian besar (54) merasakurang dan yang 4 kali sebagian besar (57)merasa cukup Hasil uji chi kuadrat menunjuk-kan bahwa ketersediaan pelayanan berhubungansecara bermakna dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (nilai p lt 001)

PEMBAHASANHasil uji chi kuadrat menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

dan waktu tempuh dengan kunjungan pemerik-saan kehamilan (plt005) Jarak yang jauhmenjadi alasan ibu untuk tidak melakukanpemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatansesuai standar minimal Hasil ini sesuai penelitianTitaley et al (2010) yang melaporkan bahwajarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalahbesar yang menyebabkan rendahnya kunjunganpemeriksaan kehamilan di Indonesia

Sama halnya dengan waktu tempuh ketempat pelayanan Pada penelitian ini diperolehhasil bahwa ibu yang melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan lt 4 kali 55 waktutempuh yang dibutuhkan gt25 menit Sedangkanibu yang melakukan kunjungan pemeriksaankehamilan 4 kali 59 waktu tempuh ke tempatpelayanan 25 menit Hasil uji chi kuadrat

Tabel 2 Hubungan Jarak ke Tempat Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 3 Hubungan Waktu Tempuh dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Tabel 5 Hubungan Ketersediaan Pelayanan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

18 ISSN 2460-0334

menunjukkan bahwa waktu tempuh ke tempatpelayanan berpengaruh terhadap kunjunganpemeriksaan kehamilan (plt005 dan RP 1789)Artinya ibu yang membutuhkan waktu tempuhke tempat pelayanan gt25 menit 1789 kalikemungkinan akan melakukan pemeriksaankehamilan lt4 kali

Dari data diperoleh hasil bahwa ibu yangmelakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lt4 kali dengan waktu tempuh gt 25 menit 72ditempuh dengan menggunakan ojek dan 58kesulitan mendapatkan alat tranportasi Haltersebut menyebabkan ibu enggan melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Sebanyak 57 lebih memilih periksake dukun beranak yang tinggal lebih dekat daritempat tinggalnya dan 68 ibu memilikikepercayaan yang tinggi terhadap dukunberanak

Jarak yang jauh juga dipengaruhi olehkondisi jalan yang harus dilewati Kondisi jalanyang curam dan jalan setapak berpengaruhterhadap waktu tempuh yang diperlukan untukmenuju tempat pelayanan Tidak memungkinkanmeskipun jarak ke tempat pelayann dekat 2km jika kondisi jalan curam maka dapatmenyebabkan ibu enggan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara teratur Dari hasilterlihat bahwa terdapat 64 ibu yang jaraknya 2 km tapi ditempuh dengan waktu gt25 menitmenyebabkan ibu tidak melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur (lt 4 kali)

Hal tersebut disebabkan karena kondisi jalandi wilayah Kecamatan Cijeruk banyak terdapattanjakan (curam) dan berbatu Jalan-jalantersebut sangat licin dan sulit dilampaui bila hujanditambah curah hujan di Kabupaten Bogor tinggiSelain itu terdapat banyak anak sungai sehinggatransportasi sulit dilalui mengingat 12 dari 49jembatan dalam kondisi rusak dan membahaya-kan jika dilalui Jarak dan waktu yang diperlukanuntuk mencapai unit kesehatan terdekat adalahpenghalang penting untuk pemanfaatan pelayanan

antenatal (Bahilu et al 2009) Hasil penelitian(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan hamil yang tinggal jauh dari tempatpelayanan pemeriksaan kehamilan memilikitingkat terendah kunjungan pemeriksaankehamilan Hal tersebut menunjukkan bahwajarak yang jauh menyebabkan penurunan aksesterhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kondisi jalan dan ketersediaan alattransportasi umum berpengaruh terhadappemanfaatan pemeriksaan kehamilan (Yang etal 2009) Dari hasil diperoleh 58 respondenyang melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalimengaku kesulitan memperoleh alat transportasiWilayah Kecamatan Cijeruk merupakan daerahperbukitan dengan sarana angkutan umum masihterbatas Angkutan umum roda empat tidak setiapsaat ada Ojek menjadi transportasi pilihan ibutetapi dengan kondisi jalan desa banyak yangmenanjak berbelok-belok dan masih banyakjalan yang berbatu membuat ibu enggan untukpergi memeriksakan kehamilannya

Hasil penelitian ini didukung oleh (Titaley etal 2010) dalam penelitiannya menyebutkanbahwa keterbatasan akses ke pelayananmerupakan alasan perempuan tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ke petugaskesehatan Terutama di desa-desa dengankondisi jalan buruk dan ibu harus berjalan kakisampai dua jam untuk mencapai pusat kesehatanterdekat Situasi menjadi lebih parah selamamusim hujan karena jalan licin sehingga ibuenggan untuk pergi memeriksakan kehamilannya(Yang et al 2010) menyatakan bahwaperempuan yang tidak melakukan pemeriksaankehamilan menganggap bahwa jarak yangditempuh menuju tempat pelayanan terlalu jauhsehingga menyita waktu dan memerlukantransportasi Tidak adanya akses dapat menjadipenghalang perempuan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin danberkesinambungan

Sama halnya dengan hasil penelitian di Pa-

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 19

kistan yang menunjukkan bahwa faktor dominanalasan tidak melakukan pemeriksaan kehamilanadalah karena fasilitas kesehatan jauh dari tempattinggal dan transportasi sulit (Yousuf et al2010) Begitu pula hasil penelitian lain yangmenyatakan bahwa ibu dengan akses sulitmemiliki persentase lebih tinggi dari pemanfaatanyang tidak memadai dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki akses mudah (Titaley et al2010 Eryando 2007)

Penelitian yang dilakukan (Effendi et al2008) menunjukkan bahwa ibu yang tinggaldekat dengan tempat pelayanan akan memerik-sakan kehamilannya secara teratur dibandingkandengan mereka yang tinggal dengan jarak jauhBegitu pula hasil penelitian Erlindawati et al(2008) menunjukkan bahwa ibu hamil denganakses dan ketersediaan pelayanan yang sulitcenderung melakukan pemeriksaan kehamilantidak teratur dibandingkan dengan ibu hamil yangmemiliki akses mudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangmenyatakan ketersediaan pelayanan kurang 54melakukan pemeriksaan kehamilan lt 4 kalisedangkan yang menyatakan cukup 57melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kaliSecara perhitungan statistik dengan uji chi kuadratmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaan pelayanan dengankunjungan pemeriksaan kehamilan nilai p lt0005

Alat ukur untuk mengukur ketersediaanpelayanan menggunakan pertanyaan mengenaiketersediaan tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan ANC yaitu bidan dokter dan perawatdan ketersediaan sarana untuk pelayananpemeriksaan kehamilan yaitu puskesmas pustubidan praktik Hasil statistik menunjukkanketersediaan pelayanan yang kurang ber-pengaruh secara bermakna terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Artinyakeberadaan tenaga kesehatan dan saranakesehatan puskesmas pustu dan bidan praktik

sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakatuntuk meningkatkan kunjungan pemeriksaankehamilan Kurangnya tenaga dan saranakesehatan berpengaruh terhadap rendahnyakunjungan pemeriksaan kehamilan Kemung-kinan lain adalah karena kurangnya doronganyang cukup kuat untuk memotivasi ibu dalammelakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayananyang tersedia Selain itu disebabkan karenabanyaknya dukun beranak yang tidak seimbangdengan jumlah tenaga atau fasilitas kesehatanKabupaten Bogor memiliki jumlah dukunberanak yang paling banyak di Propinsi JawaBarat yaitu 2159 orang Jumlah dukun beranaktertinggi berada di wilayah kerja PuskesmasCijeruk yaitu berjumlah 73 orang yang tersebardi 9 desa Bahkan ada desa yang memiliki 15dukun beranak Berdasarkan analisis lebih lanjutdiperoleh hasil bahwa ketersediaan pelayanan iniberpengaruh terhadap kepercayaan terhadapdukun beranak Ibu yang beranggapan bahwaketersediaan pelayanan pemeriksaan kehamilandisekitar tempat tinggalnya kurang makakepercayaannya terhadap dukun beranak dalamhal pemeriksaan kehamilan tinggi begitu pula yangketersediaan pelayanan cukup kepercayaanterhadap dukun beranaknya rendah

Ketersediaan pelayanan yang cukupmenurut responden tidak menjamin ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinDari 56 (43) ibu yang menyatakan keter-sediaan pelayanan cukup tapi tidak melakukanpemeriksaan kehamilan secara rutin ( 4 kali)Setelah dianalisis keengganan ibu untukmelakukan pemeriksaan kehamilan secara rutinkarena waktu tempuh yang diperlukan ke tempatpelayanan 57 menyatakan gt 25 menit meskipun82 menyatakan jarak ke tempat pelayanan lt2 km Begitu pula 25 menyatakan kesulitanmendapatkan transportasi dan 54 harusmenggunakan ojek serta 55 menyatakansudah periksa ke dukun beranak

Meskipun ketersediaan pelayanan cukup

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

20 ISSN 2460-0334

tetapi jika waktu tempuh ke tempat pelayananlama kesulitan mendapatkan transportasi danharus menggunakan ojek ditambah kondisi jalanyang licin dan menanjak maka ibu tidakmelakukan pemeriksaan kehamilan secarateratur Hasil ini didukung oleh penelitian (Titaleyet al 2010) yang menyatakan bahwa alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatankarena terbatasnya ketersediaan pelayanankesehatan

Bidan desa sudah ada di masing-masingdesa tetapi tidak tinggal di polindes karena belumada Bidan desa tinggal di antara rumah penduduksehingga kemungkinan ada masyarakat yangtidak mengetahui keberadaannya Keberadaanpolindes sangat perlu sebagai tempat tinggal bidanuntuk melaksanakan tugas pokoknya sebagaipemberi pelayanan kesehatan di desa Tujuandari adanya polindes adalah untuk meningkatkanjangkauan dan mutu pelayanan ANC danpersalinan normal di tingkat desa meningkatkanpembinaan dukun beranak oleh bidan desameningkatkan kesempatan konsultasi danpenyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga danmeningkatkan pelayanan kesehatan bayi dananak sesuai dengan kewenangannya

Polindes merupakan salah satu bentukupaya kesehatan bersumber daya masyarakat(UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasarmusyawarah sebagai kelengkapan dari pem-bangunan masyarakat desa Dengan tidak adanyapolindes di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmenunjukkan kurangnya peran serta masyarakatdalam upaya meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak

Selain itu ketersediaan tenaga kesehatan lainseperti perawat ahli kesehatan masyarakat tidaktersedia di setiap desa Padahal bidan tidak bisabekerja sendiri tanpa tenaga kesehatan lain untukmemberikan pelayanan kepada masyarakatMenurut peraturan perbandingan ideal jumlahtenaga kesehatan per 100000 penduduk adalah

bidan 100 per 100000 penduduk dokter umum40 per 100000 perawat 117 dan ahli kesehatanmasyarakat 40 per 100000 penduduk

Di wilayah kerja Puskesmas Cijerukterdapat 76373 penduduk Jumlah tenagakesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cijerukmasih jauh dari jumlah ideal bahkan masih adajenis tenaga dan fasilitas yang belum tersediayang menyebabkan banyak pelimpahan tugasyang bukan keahliannya Tugas untuk jenis tenagayang tidak ada dirangkap oleh tenaga yang adaBidan puskesmas terdiri dari 5 orang dibagi 2puskesmas 2 diantaranya sedang melaksanakantugas belajar di D3 kebidanan Sehingga yangada hanya 1 bidan koordinator 1 bidanpelaksana di puskesmas yang berbeda sisanyaditugaskan sebagai administrasi sehingga tidakmemberikan pelayanan

Begitu pula fasilitas untuk pelayananpemeriksaan kehamilan dalam penelitian iniadalah puskesmas puskesmas pembantupuskesmas keliling polindes poskesdesposyandu bidan praktik mandiri dan rumahbersalin Perbandingan ideal rasio puskesmasterhadap jumlah penduduk adalah 1 30000penduduk rasio pustu 4 100000 pendudukserta rasio 1 puskesmas 1 pusling Berdasarkanlaporan tahunan Puskesmas Cijeruk di wilayahPuskesmas Cijeruk terdapat 2 puskesmas dan2 pustu tetapi belum ada polindes dan puslingKeberadaan poskesdespolindes atau puslingsangat membantu dalam mengatasi akses yangjauh Masyarakat lebih mudah memperolehpelayanan jika terdapat fasilitas di sekitar tempattinggalnya Dengan menambah SDM dan fasilitaskesehatan sesuai rasio ideal maka memberikanpeluang kepada masyarakat untuk mendapatkanpelayanan dengan mudah

Hasil pada penelitian ini sesuai dengantemuan yang didapat dari penelitan Adam yangmenyatakan bahwa ketersediaan dan keleng-kapan fasilitas kesehatan memiliki hubunganterhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

Supliyani Jarak Waktu Tempuh Ketersediaan Pelayanan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

ISSN 2460-0334 21

Begitu pula hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh Titaley yang menggali alasanperempuan tidak melakukan kunjunganpemeriksaan kehamilan diantaranya adalahkarena ketersediaan pelayanan yang terbatasDengan tersedianya sarana dan prasaranakesehatan yang cukup memadai akan sangatmendukung pelayanan kesehatan masyarakat danmemengaruhi pencapaian program kesehatan

Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi pihakPuskesmas Cijeruk mengenai pelayanan yangsudah diberikan karena dengan ketersediaanpelayanan yang cukup menurut respondenternyata masih belum dapat meningkatkankesadaran masyarakat untuk melakukanpemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatanOleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut mengenaikualitas pelayanan yang sudah diberikan yangmenyebabkan masyarakat tidak melakukankunjungan pemeriksaan secara berkesinam-bungan Hal ini didukung dengan penelitianRatriasworo (2008) yang melaporkan bahwakualitas pelayanan yang diberikan oleh bidanberhubungan dengan kesediaan ibu untukmelakukan kunjungan ulang pada fasilitaskesehatan Begitu pula dengan pemanfaatanposyandu sebagai tempat pelayanan pemeriksaankehamilan agar disosialisasikan kembali kemasyarakat luas Selain itu kualitas pelayananpemeriksaan kehamilan di posyandu agarditingkatkan supaya masyarakat mau datanguntuk memeriksakan kehamilannya Posyandumerupakan sarana yang terdekat karena ada ditiap RW

PENUTUPDari hasil penelitian diperoleh bahwa jarak

tempuk ke tempat pelayanan gt 2 km dan waktutempuh gt 25 menit memiliki hubungan yangbermakna dengan kunjungan pemeriksaankehamilan Begitu pula dengan ketersediaanpelayanan pemeriksaan kehamilan memiliki

hubungan yang bermakna dengan kunjunganpemeriksaan kehamilan di wilayah kerjaPuskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor Hal yangdapat direkomendasikan agar Puskesmasmeningkatkan kegiatan promosi kesehatankhususnya mengenai pentingnya pemeriksaankehamilan bagi ibu hamil Dengan keterbatasanSDM perlu ditingkatkan kegiatan pemberdayaanmasyarakat melalui salah satunya dengan DesaSiaga Selain itu perlu adanya kerjasama lintassektoral dengan dinas Pekerjaan Umum untukmemperbaiki sarana transportasi dan jalan sertainfrastruktur lainnya

DAFTAR PUSTAKABahilu T Abebe G Dibaba Y 2009Factors af-

fecting antenatal care utilization in Yem Spe-cial Woreda Southwestern Ethiopia EthiopJ Health SciVol 19(No1)

Bappenas(2010) Laporan PencapaianTujuan Pembangunan Milenium di Indo-nesia Jakarta

Bratakoesoema D (2013) Penurunan angkakematian ibu di Jawa Barat suatutantangan bagi insan kesehatan JawaBarat Bandung Fakultas Kedokteran Uni-versitas Padjadjaran

Dairo MD Owoyokun KE (2010)Factors af-fecting the utilization of antenatal care ser-vices in Ibadan Nigeria Epidemiology ampMedical Statistics College of MedicineUCH Ibadan12(1)

Depkes RI (2009) Pemantauan wilayahsetempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) Jakarta hlm 3-57-821-2

Depkes RI (2010) Laporan nasional risetkesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010Jakarta Depkes RI [5 Maret 2012] Avail-able from wwwlitbangdepkesgoidlaporanriskesdas2010

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barattahun 2010

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 14-22

22 ISSN 2460-0334

Effendi R Isaranurug S Chompikul J (2008)Factors related to regular utilization of ante-natal care service among post partum moth-ers in Pasar Rebo General Hospital JakartaIndonesia Journal of Publik Health andDevelopment 6(1)113-22

Erlindawati Chompikul J Isaranurug S (2008)Factors related to the utilization of antenatalcare services among pregnant women athealth centers in Aceh Besar DistrictNanggroe Aceh Darussalam Province In-donesia Journal of Public Health andDevelopmentVol6 (No2)99-108

Eryando T (2007) Aksesibilitas kesehatan ma-ternal di Kabupaten Tangerang MakaraKesehatan11(2)76-83

Kemkes RI (2011) Assessment GAVI-HSS2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizidan KIA Jakarta

Puskesmas Cijeruk (2010) Laporan tahunanPuskesmas Cijeruk tahun 2010 Bogor

Titaley CR Dibley MJ Roberts CL (2010)Factor associated with underutilization ofantenatal care services in Indonesia resultsof Indonesia demographic and health sur-vey 20022003 and 2007 BMC PublicHealth10485

Titaley CR Hunter CL Heywood P Dibley MJ(2010) Why donrsquot some women attend an-tenatal and postnatal care services aqualitatif study of community membersrsquo per-spective in Garut Sukabumi and Ciamis dis-tricts of West Java Province IndonesiaBMC Pregnancy and Childbirth 10(61)

Yang Y Yoshida Y Rashid MDH Sakamoto J(2010) Factors affecting the utilization ofantenatal care services among women inKham District Xiengkhouang Province LaoPdr Nagoya J Med Sci 7223-33

Yousuf F Hader G Shaikh RB(2010) Factorsfor inaccessibility of antenatal care bywomen in Sindh J Ayub Med CollAbbottabad 22(4)187-90

Adam B Darmawansyah Masni (2008)Analisis pemanfaatan pelayanan kesehatanmasyarakat Suku Baji di Kabupaten KolakaSulawesi Tenggara tahun 2008 JurnalMadani FKM UMI 1(2)

Ratriasworo E (2003) Hubungan karak-teristik ibu hamil dan dimensi kualitaspelayanan dengan kunjungan ulangpelayanan antenatal di wilayah kerjaPuskesmas Welahan I Kabupaten JeparaSemarang Universitas Diponegoro

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 23

23

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

Imam SubektiPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email imamsubekti12yahoocoid

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone in thehouse This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach In this studyresearchers sought to understand the meaning and significance of the events experienced by the elderlyliving at home Number of participants 10 people with the method of data collection is in-depth inter-views Analysis of the data used is according to the method Colaizzi (1978) The results of the studyproduced five themes namely the reason to stay at home the feeling of living lives alone in the house theperceived problem staying alone at home how to resolve the problem and hope to the future The reasonthe elderly living alone has three sub-themes namely loss of family members conflicts with family andindependent living The feeling of staying at home has two sub-themes namely the feeling of beginningto live alone and feeling currently live alone The perceived problems currently has four sub-themesnamely physical health psychological and problems with family How to solve the problem of havingtwo sub-themes namely enlist the help of family and solve problems on their own Expectations ahead ofelderly living alone has two sub-themes namely optimistic and pessimistic

Keywords psychosocial change elderly live alone at Home

Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri dirumah Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptifPada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yangdialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah Jumlah partisipan 10 orang dengan metodepengumpulan data adalah wawancara mendalam Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978) Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan tinggal sendiri di rumahperasaan tinggal tinggal sendiri di rumah masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah caramengatasi masalah dan harapan ke depan Alasan lansia tinggal sendiri memiliki tiga sub-tema yaitukehilangan anggota keluarga konflik dengan keluarga dan hidup mandiri Perasaan tinggal sendiridi rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggalsendiri Masalah yang dirasakan saat ini memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik psikologisdan masalah dengan keluarga Cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuankeluarga dan mengatasi masalah sendiri Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis

Kata Kunci perubahan psikososial lansia tinggal sendiri di rumah

PENDAHULUANMenurut Nugroho (2008) perubahan

psikososial pada lansia yang dapat terjadi berupaketika seseorang lansia mengalami pensiun(purna tugas) maka yang dirasakan adalahpendapatan berkurang (kehilangan finansial)kehilangan status (dulu mempunyai jabatanposisi yang cukup tinggi lengkap dengan semuafasilitas) kehilangan relasi kehilangan kegiatan

akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan darilingkungan sosial serta perubahan cara hidupKebanyakan di jaman sekarang ini banyakkeluarga yang menganggap repot mengasuh ataumerawat orang yang sudah lanjut usia sehinggatidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya dipanti maupun ditinggal sendiri di rumah Pilihantinggal sendiri di rumah memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal sendiri di rumah berarti

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

24 ISSN 2460-0334

memiliki kebebasan kenyamanan batin mandiridan memiliki harga diri tersendiri bagi lansia

Menurut Kusumiati (2012) masalah-masalah yang dapat timbul ketika lansia tinggalsendiri di rumah adalah kurang dukungankeluarga kesepian perubahan perasaanperubahan perilaku masalah kesehatanketakutan menjadi korban kejahatan masalahpenghasilan dan masalah seksual Pilihan tinggaldi rumah pada usia lanjut memiliki kelebihan dankekurangan Tinggal dirumah sendiri berartimemiliki kebebasan kenyamanan batin danmemiliki harga diri Tinggal bersama anaknyaberarti tergantung pada dukungan keluarga danberkurangnya kebebasan Sedangkan tinggal dirumah sendiri terpisah dengan anak seringkalimenimbulkan masalah pada usia lanjut yaitukesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga(Lueckenotte 2000 Eliopolous 2005)

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-dampak negatif pada usia lanjut (Miller 2004)Kurangnya dukungan berupa perhatian darikeluarga dapat mengakibatkan usia lanjutmengalami kesedihan atau keprihatinan Kondisitersebut biasanya ditambah dengan adanyaketergantungan terhadap bantuan anggotakeluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harisedangkan anggota keluarga yang diharapkanuntuk membantunya tidak selalu ada ditempatKurangnya sumber pendukung keluarga dalammerawat karena tidak adanya anak dankesibukan anak bekerja menyebabkan seringnyausia lanjut terlantar di rumah (Subekti 2012)Sedangkan kurangnya dukungan dari aspekkeuangan dapat menyebabkan usia lanjut menjadikurang terpenuhinya kebutuhan sehari-hari(Miller 2004) Hal ini menunjukkan bahwakurangnya dukungan dari keluarga merupakankonsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal sendiridi rumah

Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggalsendiri di rumah tersebut menggambarkan suatukondisi pengalaman hidup yang unik menarik

untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut melaluisuatu kegiatan penelitian Sepengetahuan penulisbelum pernah ada penelitian tentang pengalamanusia lanjut tinggal sendiri di rumah di IndonesiaGuna memahami suatu fenomena dengan baikmaka penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi penting untuk dilakukan Penelitiankualitatif diasumsikan bahwa ilmu pengetahuantentang perilaku manusia hanya dapat diperolehmelalui penggalian langsung terhadap pengalamanyang didefinisikan dan dijalani oleh manusiatersebut (Polit Beck amp Hungler 2001)Sedangkan definisi fenomenologi menurutStreubert dan Carpenter (1999) adalahmempelajari kesadaran dan perspektif pokokindividu melalui pengalaman subjektif atauperistiwa hidup yang dialaminya Jadi fokus telaahfenomenologi adalah pengalaman hidup manusiasehari-hari Penelitian fenomenologi didasarkanpada landasan filosofis mempercayai realitasyang kompleks memiliki komitmen untukmengidentifikasi suatu pendekatan dan pemaha-man yang mendukung fenomena yang ditelitimelaksanakan suatu penelitian dengan meyakinipartisipasi peneliti serta penyampaian suatupemahaman dari fenomena dengan mendes-kripsikan secara lengkap elemen-elemen pentingdari suatu fenomena (Burn amp Groove 2001Polit amp Hungler 1997 dalam Streubert amp Car-penter1999)

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisini difokuskan pada pengalaman hidup usia lanjuttinggal sendiri di rumah Selanjutnya penelitimengeksplorasi fenomena pengalaman usialanjut tinggal di rumah maka dipilih pendekatanstudi kualitatif fenomenologi yaitu denganmenggali respon fisik maupun emosional dandampak dari suatu peristiwa atau pengalamantermasuk dukungan-dukungan yang diharapkanoleh usia lanjut selama tinggal sendiri di rumahPemahaman terhadap arti dan makna darifenomena pengalaman usia lanjut tinggal sendiridi rumah merupakan tujuan utama penelitian ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 25

Dengan memahami tentang arti dan makna daripengalaman atau peristiwa tersebut dapatdigunakan sebagai informasi dan bermanfaatuntuk meningkatkan pelayanan keperawatanyang dibutuhkan usia lanjut dalam perawatankeluarga atau home care pada pelayanankesehatan di komunitas Berdasarkan masalahtersebut peneliti tertarik meneliti tentangbagaimana perubahan psikososial lansia yangtinggal di rumah sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasiperubahan psikososial lansia yang muncul padalansia yang tinggal sendiri yang meliputi latarbelakang lansia tinggal sendiri perasaan lansiatinggal sendiri masalah-masalah yang dirasakantinggal sendiri dan cara mengatasi masalah sertaharapan lansia

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode riset

kualitatif dengan pendekatan fenomenologideskriptif Pada penelitian ini peneliti berusahauntuk memahami arti dan makna dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggalsendiri di rumah Partisipan penelitian ini adalahusia lanjut yang tinggal sendiri di rumah dimanapenetapannya dengan menggunakan metodepursposif Metode pengumpulan data melaluiwawancara mendalam dan pencatatan lapangan(field note) yaitu metode berisikan tentangdeskripsi mengenai hal-hal yang diamati penelitiatau apapun yang dianggap penting oleh penelitiInstrumen yang digunakan meliputi pedomanwawancara dan tape recorder Pengolahan datameliputi kegiatan coding adalah menyusunkode-kode tertentu pada transcript verbatimdan catatan lapangan yang telah dibuatPengorganisasian data dilakukan secara rapisistematis dan selengkap mungkin dengan caramendokumentasikan dan menyimpan datasecara baik Data-data yang harus diorganisasi-kan dengan baik meliputi data mentah (hasilrekaman wawancara catatan lapangan) tran-

script verbatim kisi-kisi tema dan kategori-kategori skema tema dan teks laporan penelitianLangkah selanjutnya adalah memberikanperhatian pada substansi yaitu dengan metodeanalisis data Pada studi fenomenologi ini analisisdata yang digunakan adalah menurut metodeColaizzi (1978) dalam Polit Beck amp Hungler(2001) Tempat penelitian di wilayah PuskesmasMulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan padabulan Agustus-Oktober 2016

HASIL PENELITIANPartisipan berjumlah 15 orang namun pada

tahap pengumpulan data tinggal 10 orang Data-data yang terkumpul berdasarkan pedomanwawancara tersaturasi pada partisipan yang ke-10 Dari 10 partisipan tersebut berumur antara59-62 tahun enam orang partisipan berjeniskelamin perempuan dan empat orang berjeniskelamin laki-laki Pada status perkawinan enampartisipan berstatus janda dan empat partisipanberstatus duda

Peneliti dapat mengidentifikasi lima tema darilima tujuan khusus penelitian Lima tema tersebutadalah 1) alasan tinggal sendiri di rumah 2)perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah 3)masalah yang dirasakan tinggal sendiri di rumah4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan kedepan

Tema I Alasan lansia tinggal sendiri dirumah

Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga konflikdengan keluarga dan hidup mandiri Kehi-langan anggota keluarga mempunyai satu kategoriyaitu berpisah dengan keluarga Berpisah dengankeluarga disebabkan oleh beberapa keadaanseperti bercerai dengan istri anak sudahberkeluarga semuanya suami sudah meninggaldunia tidak punya anak dan anak sudah punyarumah sendiri Kehilangan anggota keluarga

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

26 ISSN 2460-0334

seperti misalnya suami karena meninggal duniaditambah dengan anak-anak sudah dewasa dansudah berkeluarga serta tinggal di rumahnyasendiri adalah alasan yang sering terjadi padalansia sehingga tinggal sendiri di rumah Konflikdengan keluarga memiliki satu kategori yaituhubungan tidak harmonis Hubungan tidakharmonis dengan anggota keluarga juga menjadialasan lansia tinggal sendiri di rumah Salah satupartisipan terpaksa harus meninggalkan rumahanaknya dan harus mengontrak rumah sendirikarena diusir oleh anaknya Ingin hidup mandirimemiliki satu kategori yaitu tidak bergantungdengan keluarga Tidak bergantung keluarga jugamerupakan alasan lansia tinggal sendiri di rumahMereka beranggapan dengan hidup sendiri dirumah terpisah dari anak-anaknya membuatlansia dapat hidup mandiri tidak membebanianak-anaknya serta tidak bergantung pada anak-anaknya

Tema II Perasaan tinggal sendiri di rumahPerasaan tinggal sendiri di rumah memiliki

dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan saat awal tinggal sendiri memiliki empatkategori yaitu perasaan positif kesedihankesepian dan ketakutan

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah karena suami sudahlama meninggal dan anak-anaknya baru sajameninggalkan rumah berupa perasaan tenangkarena lansia merasa sudah menyelesaikantugasnya mengantarkan anak-anaknya hidupberkeluarga dan tinggal di rumah mereka sendiriDisamping itu perasaan positif lansia yaitu merasabisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpaada yang melarang melakukan apapun Kebe-basan seperti ini tidak akan lansia dapatkanbilamana masih tinggal bersama anak-anaknya

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiridi rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karena

harus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dan merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya Kesepianjuga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah Selain merasa sedih lansia jugamerasakan kesepian sejak anak terakhirmeninggalkan rumah Rumah yang biasanyadiramaikan oleh beberapa orang seperti anakmenantu cucu berubah menjadi sepi

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah disebabkan adanyaperubahan siatuasi di rumah lansia Semula masihada beberapa anggota keluarga yang menemanilansia di rumah selanjutnya berubah menjadi sepihanya lansia seorang yang tinggal di rumahKondisi rumah yang sepi inilah yang membuatlansia merasa takut sendiri tinggal di rumahKetakutan yang dimaksud adalah kekhawatiranbilamana lansia mengalami suatu kondisi yangtidak diinginkan tidak ada yang bisa membantu-nya Perasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiriSekalipun anak-anak lansia berkomitmen untukselalu membantu orang tuanya namun lansiamasih merasa takut apakah bisa menghidupidirinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Perasaan saat ini tinggal sendiri memiikienam kategori yaitu mampu beradaptasikeinginan menikah kemandirian kesulitankesepian dan kesedihan Mampu beradaptasidirasakan oleh lansia saat ini setelah beberapawaktu lamanya tinggal sendiri di rumah Lansiasudah bisa menerima kenyataan bahwa sudahtidak ada orang lain yang tinggal di rumah selaindirinya sendiri Disamping itu saat ini lansiamerasakan sudah terbiasa tinggal sendiri di rumahKeinginan menikah lagi dirasakan oleh lansiasaat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 27

terutama pada lansia yang laki-laki Keinginanmenikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or-ang yang membantu lansia ketika lansia inginmelakukan suatu kegiatan terutama kegiatan diluar seperti pengajian periksa kesehatan dandiundang hajatan Membantu kebutuhan lansiayang dimaksud adalah misalnya menyiapkanpakaian yang akan dikenakan dan asesorislainnya Kemandirian dirasakan oleh lansia saatini setelah beberapa lama tinggal sendiri yaituberupa perasaan merasa bebas dengan tinggalsendiri di rumah Merasa bebas yang dimaksudlansia adalah lansia dapat melakukan kegiatanapapun yang diinginkannya tanpa ada orang yangmelarangnya dan tidak disibukkan dengankegiatan yang terkait dengan anak atau cucuKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia saatini Kesepian yang dirasakan lansia saat inidengan tinggal sendiri lebih banyak disebabkanoleh kejenuhan lansia dengan rutinitas kegiatanharian di rumahnya dan jarangnya frekwensipertemuan dengan anak-anaknya Meskipunlansia sudah terbiasa hidup sendiri namunperasaan kesepian kadang-kadang muncul dalamdirinya Kesedihan yang dirasakan lansia jugamuncul setelah beberapa lama tinggal sendiriPerasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisitertentu seperti sedang sakit dimana lansiamerasa tidak ada orang yang bisa membantunyaatau sebagai tempat mengeluh

Tema 3 Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik yang dirasakan lansia

tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitusehat dan tidak sehat Sehat yang dirasakanlansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saatini baik-baik saja Tinggal sendiri di rumah bagilansia bukan menjadi halangan bagi lansia untukmerasakan kesejahteraan fisik berupa sehatSedangkan tidak sehat yang dialami lansia saatini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah psikologis mempunyai tigakategori yaitu tidak ada masalah kesedihandan sulit tidur Tidak ada masalah psikologissaat ini yang dirasakan lansia tinggal sendirimenunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmatikeadaan hidup sendiri di rumah Kondisi inidialami oleh lansia yang kebetulan berstatusduda Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagaisuatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmatisebagai suatu kebebasan Kesedihan yangdirasakan lansia saat ini merupakan masalahpsikologis yang disebabkan oleh berbagai macamsituasi seperti sedih karena ada keluarganya yangsedang sakit sedih karena tidak memiliki uangsedih karena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiridi rumah Situasi ini dikarenakan lansia mengalamimasalah psikologis berupa kesedihan akibatmemikir sesuatu sehingga lansia mengalami sulittidur sering terbangun di malam hari dan tidakbisa tidur lagi

Masalah ekonomi mempunyai dua kategoriyaitu kekurangan dan tidak ada masalahKekurangan yang dialami beberapa lansiatinggal sendiri di rumah disebabkan olehbeberapa siatuasi seperti tergantung daripemberian anak lansia merasa kekuranganfinansial sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhansehari-hari sehingga harus meminjam uangkepada orang lain Tidak ada masalah ekonomiyang dirasakan lansia tinggal sendiri dikarenakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

28 ISSN 2460-0334

mereka memiliki penghasilan sendiri sebagaitukang bangunan dan tukang pijat panggilanPenghasilan yang diperoleh lansia tersebut sudahdapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkanbisa memberi sesuatu kepada cucunya

Masalah dengan keluarga mempunyaitiga kategori yaitu tidak ada masalahhubungan kurang baik dan putus hubungandengan keluarga Tidak ada masalah dengankeluarga pada lansia tinggal sendiri ditunjangadanya hubungan lansia dengan keluarga (anakcucu) baik-baik saja Meskipun sudah tidakserumah dengan lansia anak-anak dan cucusering berkunjung ke rumah lansia Hal inimenunjukkan tidak adanya masalah hubunganlansia dengan keluarganya Hubungan keluargakurang baik yang dialami lansia tinggal sendiridi rumah berupa suatu kondisi dimana lansiamemiliki hubungan yang tidak harmonis dengankeluarganya seperti anak dan menantu Putushubungan dengan keluarga yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah terjadi karena situasi jarakterpisah yang jauh antara lansia dengankeluarganya Akibat jarak terpisah yang jauhdengan keluarganya dan adanya hambatan lansiauntuk bersilahturahmi dengan keluarganya yangjauh tersebut maka hubungan dengan keluarga-nya tersebut terputus Tidak ada kontak samasekali antara lansia dengan keluarganya selamaini

Tema IV Cara mengatasi masalahTema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta

bantuan keluarga dan mengatasi masalahsendiri Minta bantuan keluarga mempunyaisatu kategori yaitu mengatasi masalah ekonomiMengatasi masalah ekonomi yang dialami olehlansia tinggal sendiri pada umumnya adalahkekurangan finansial untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari Untuk mengatasi permasalahantersebut berbagai upaya dilakukan lansia sepertimenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga

Mengatasi masalah sendiri mempunyaitiga kategori yaitu mengatasi masalahkesepian mengatasi masalah sakit danmengatasi masalah hubungan dengankeluarga Mengatasi masalah kesepian yangdialami lansia tinggal sendiri cara mengatasinyaada beberapa macam seperti kalau malam haritidur di rumah anak membaca dorsquoa sebelum tidurmengobrol dengan tetangga dibuat bekerja kesawah atau bekerja di bangunan dan hiburanmenonton TV Mengatasi masalah hubungankeluarga yang telah dilakukan lansia tinggalsendiri adalah dengan membicarakan dengananak-anaknya atau membiarkan masalahtersebut Masalah hubungan dengan keluargabiasanya berupa konflik dengan anak Salah satucara mengatasi masalah konflik tersebut lansiamembicarakan dengan anaknya dan akhirnyakonflik dapat diselesaikan

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis danpesimis Kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya merupakan keinginan atau harapanlansia yang tinggal sendiri di rumah Kegiatankampung yang dimaksud adalah pengajian atautahlilan pertemuan RT dan ikut membantubilamana ada tetangga yang punya hajatanKesejahteraan hidup di hari tua adalah harapanyang diinginkan lansia tinggal sendiri di rumahHarapan tersebut berupa keinginan agar tetaphidup sehat di hari tua diberikan umur yangpanjang sehingga masih bisa melihat anak dancucunya Memiliki pasangan juga merupakanharapan ke depan lansia tinggal sendiri Keinginanmemiliki pasangan hidup atau menikah lagididorong oleh kebutuhan akan teman hidup yangjuga dapat membantu lansia dalam memenuhikebutuhan sehari-hari seperti memasak danmerawat rumah Disamping itu juga pasanganyang dikehendakinya adalah seorang istri yang

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 29

bisa menerima keadaan lansia apa adanya tanpabanyak menuntut

Pesimis mempunyai satu kategori yaitutidak memiliki harapan lagi dengankeluarga Tidak memiliki harapan lagi dengankeluarga yang dirasakan lansia dilatarbelakangioleh hubungan dengan keluarga yang kurang baikyaitu pernah diusir dari rumah oleh istri dananaknya sehingga lansia terpaksa hidup sendiridan akhirnya bercerai dengan istrinya Kondisiini menumbuhkan perasaan tidak memilikiharapan dengan keluarga artinya lansia pesimishubungan dengan keluarganya akan baikkembali

PEMBAHASANTema 1 Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansiasalah satunya adalah kehilangan anggota keluargaKehilangan yang dimaksud adalah pasangansudah meninggal dunia bercerai dan berpisahdengan anak-anaknya karena sudah berkeluargaHal ini sesuai dengan Santrock (2000) danKusumiati (2009) bahwa perubahan psikososialyang terjadi pada lansia adalah hidup sendiriakibat anak-anak sudah menikah dan mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganKondisi ini menjadi alasan atau penyebab lansiatinggal sendiri di rumah

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumahadalah ingin hidup mandiri dan tidak bergantungdengan keluarga Pada dasarnya mereka tidakingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut Kusumiati (2009) salah satu kriteriaindividu lanjut usia yang berkualitas sehinggadapat mencapai kehidupan di hari tua yangsukses adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial Aging in place

merupakan keinginan menghabiskan masa tuadengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakankarena mereka merasa sudah nyaman dan lamasekali tinggal di tempat yang didiaminya saat iniOrang tua yang ingin menikmati masa tua dengantetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atauaging in place biasanya karena mereka ingintetap mempertahankan relasi yang nyamandaripada harus menyesuaikan di tempat yangbaru

Tema II Perasaan lansia tinggal sendiri dirumah

Perasaan positif yang dirasakan lansia saatawal tinggal sendiri di rumah salah satunya adalahkebebasan yaitu lansia merasa bisa hidup bebastinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarangmelakukan apapun Kebebasan seperti ini tidakakan lansia dapatkan bilamana masih tinggalbersama anak-anaknya Kebebasan merupakanalasan lansia tetap memilih tinggal sendiri meskisebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengananak-anak Hal ini sejalan dengan yangdiungkapkan oleh Gonyea (1990) dalamKusumiati (2009) bahwa lanjut usia biasanyamemilih tinggal sendiri karena privasi akan lebihterjaga sehingga bebas melakukan kegiatannyadibanding jika harus tinggal bersama anak dancucu

Adanya kebebasan lansia merasa tidak adayang membatasi dan tidak ada rasa sungkanketika ingin melakukan sesuatu kegiatan Hal inidikarenakan pada masa lanjut ini mereka ingintetap dapat melakukan aktivitas yang disukainyameski dengan kondisi fisik yang lebih terbatasdan mereka lebih bebas dalam melakukankegiatan seperti berkarya bekerja mencipta danmelaksanakan dengan baik karena mencintaikegiatan tersebut Selain kebebasan perasaanpositif lainnya adalah kemandirian Tinggal sendiridi rumah juga menimbulkan kondisi lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepeda

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

30 ISSN 2460-0334

anak-anaknya Pada dasarnya mereka tidak inginmerepotkan anak sehingga sedapat mungkinberusaha untuk mandiri Pada individu yangtinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebihmandiri tidak selalu tergantung pada orang lainMenurut WHO (1993) dalam Kusumiati (2009)salah satu kriteria individu lanjut usia yangberkualitas sehingga dapat mencapai successfulaging adalah ketika individu tidak tergantungsecara sosial ataupun finansial atau mandiri secarasosial maupun finansial

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri dirumah juga dirasakan oleh lansia dengan berbagaimacam keadaan Lansia merasa sedih karenaharus hidup sendiri terpisah dari anak-anaknyamerasa kesepian tidak ada orang di rumah yangbisa diajak berkomunikasi dam merasa takutsendirian kalau terjadi sesuatu pada lansia tidakada orang yang akan membantunya

Selain kesedihan perasaan ketakutan jugatimbul pada lansia tinggal sendiri Perasaan takutyang dimaksud adalah kekhawatiran bilamanalansia mengalami suatu kondisi yang tidakdiinginkan tidak ada yang bisa membantunyaPerasaan takut lainnya adalah kekhawatiranlansia tidak bisa menghidupi dirinya sendiriSemula masih ada anak di rumah yang membantulansia dalam kebutuhan sehari-hari selanjutnyaberubah harus menghidupi dirinya sendiri

Perasaan yang ketiga adalah kesulitanKesulitan yang dirasakan lansia dengan tinggalsendiri saat ini adalah tidak adanya orang yangmembantu lansia ketika lansia mengalami kondisitertentu seperti kelelahan sakit ada kerusakanbarang kerusakan rumah Tidak adanya oranglain yang membantu saat dibutuhkan memuncul-kan perasaan merasa kesulitan pada lansia yangtinggal sendiri di rumah

Gambaran ini menunjukkan bahwa tidakadanya sumber dukungan dari keluarga terutamaanak dalam merawat orang tuanya menyebab-kan usia lanjut mengalami kesulitan memenuhi

kebutuhan sehari-hari di rumah Kemundurankemampuan fisik akibat usia tua mengakibatkankesulitan partisipan dalam dalam memenuhikebutuhan sehari-hari sedangkan anggotakeluarga yang diharapkan untuk membantunyatidak ada ditempat bahkan sama sekali tidakada Kesulitan dalam memenuhi kebutuhansehari-hari akibat tinggal sendiri inilah yangmengakibatkan lansia mempunyai perasaankesedihan kekhawatiran dan kesulitan padalansia

Kurang dukungan keluarga biasanya hanyadirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri Memang pada masa lanjutusia masalah kurangnya dukungan sosial biasadialami oleh sebagian orang terutama ketikamereka mengalami stress dan menghadapimasalah Hubungan yang kurang harmonisdengan anak anak yang kurang perhatianterhadap lansia menjadi sumber stress pada lansiayang tinggal sendiri di rumah

Kesepian juga dirasakan lansia saat awaltinggal sendiri di rumah Lansia juga merasakankesepian sejak anak terakhir meninggalkanrumah Rumah yang biasanya diramaikan olehbeberapa orang seperti anak menantu cucuberubah menjadi sepi Masalah kesepianmerupakan sesuatu yang umum dialami oleh paralanjut usia Tidak dapat dipungkiri bahwakesendirian yang dialami para lanjut usia dapatmenimbulkan kesepian Menurut Gubrium(dalam Santrock 2000) dalam Kusumiati (2009)orang dewasa lanjut yang belum pernah menikahtampaknya memiliki kesulitan paling sedikitmenghadapi kesepian di usia lanjut Bagi individuyang sudah menikah dan anak-anak mulaimeninggalkan rumah serta kehilangan pasanganakan lebih merasakan kesepian terlebih merekayang memutuskan tetap tinggal sendiri

Tema III Masalah yang dirasakan saat iniMasalah yang dirasakan saat ini pada lansia

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 31

tinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Lansia merasakan adanyakeluhan penyakit yang sudah dideritanyabeberapa tahun ini

Masalah kesehatan muncul pada usia yangsemakin lanjut dan kondisi fisik yang semakinmenurun masalah yang berkaitan dengankesehatan seperti kencing manis tekanan darahtinggi asam urat rematik atau sekadar masukangin serta berkurangnya kemampuan fisikmerupakan hal yang biasa dialami Hal ini sejalandengan pendapat Santrock (2000) dalamKusumiati (2009) yang mengungkapkan bahwasemakin tua individu kemungkinan akan memilikibeberapa penyakit atau berada dalam kondisisakit yang meningkat Keadaan ini semakinmenjadi masalah bagi lansia yang tinggal sendirikarena bisanya mereka harus berusaha sendiriuntuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh

Masalah psikologis yang dirasakan lansiatinggal sendiri berupa kesedihan yang disebab-kan oleh berbagai macam situasi seperti sedihkarena ada keluarganya yang sedang sakit sedihkarena tidak memiliki uang sedih karena merasakesepian dan sedih karena anaknya tidakmemperhatikannya Hal ini yang menjadi bebanpikiran lansia dan menyebabkan lansia mengalamimasalah sulit tidur Sulit tidur yang dialami lansiatinggal sendiri di rumah berupa kurangnyafrekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitastidurnya Gejalanya adalah sulit memulai tidur dansering terbangun di malam hari dan tidak bisatidur lagi Gejala fisik sulit tidur gangguanpsikologis tersebut termasuk dalam kategorikecemasan (Lubis 2009) Kecemasan adalahtanggapan dari sebuah ancaman baik bersifatnyata ataupun khayal Ancaman yang nyata pada

lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuandalam pemenuhan kebutuhan sehari-hariSedangkan ancaman yang tidak nyata sepertiperasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu padadirinya tidak ada orang yang akan membantunyaKecemasan juga bisa berkembang menjadi suatugangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebatdan menetap pada individu tersebut (Lubis2009)

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hal ini menunjukkan bahwalansia sudah bisa menikmati keadaan hidupsendiri di rumah Kondisi ini dialami oleh lansiayang kebetulan berstatus duda Hidup sendiri bagilansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukanmasalah dan justru dinikmati sebagai suatukebebasan Kusumiati (2009) menjelaskanbahwa lansia yang dapat menikmati hari tuasebagai suatu kebebasan karena tidak bergantungkepada keluarganya adalah suatu bentukkemandirian Kemandirian lansia dalammemenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk dalamsuccessful aging yaitu sukses di hari tua tidakbergantung secara finansial kepada orang lain

Masalah ekonomi berupa kekuranganfinansial juga dialami beberapa lansia tinggalsendiri di rumah Hal ini disebabkan oleh situasiseperti tergantung dari pemberian anak karenatidak memiliki pendapatan lansia merasakekurangan finansial dan tidak bisa memenuhikebutuhan sehari-hari Masalah penghasilan yangdialami lansia dapat memicu mereka untuk tetapbekerja di usia yang sudah lanjut Hal ini tentunyadapat dilakukan bila lansia masih memilikikemampuan fisik dan keterampilan Dalampenelitian ini ada beberapa lansia yang masihmampu bekerja untuk memenuhi kebutuhansehari-hari seperti menjadi tukang bangunan danmenjadi tukang pijat Menurut Hurlock (1996)dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilanhampir dialami semua individu yang memasukimasa lanjut usia sehingga mereka perlu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

32 ISSN 2460-0334

menyesuaikan diri dengan berkurangnyapendapatan namun demikian lebih lanjutdijelaskan bahwa lebih dari 40 kemiskinandialami lanjut usia yang menjanda dan tinggalsendiri

Pada usia yang sudah lanjut tugasperkembangan untuk tetap bekerja sudah tidakmenjadi tanggung jawab mereka yang memasukiusia pensiun Namun demikian karena tidak adapensiun tabungan dan dukungan dana dari pihaklain menyebabkan lansia harus bekerja untuksekedar tetap dapat bertahan hidup karenapenghasilannya yang diperoleh juga terbatas Bagilansia yang tidak memiliki penghasilan sendiri daribekerja pemberian uang dari anak adalah satu-satunya sumber pendapatan yang bisa diandal-kan Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa-tiran bagi lansia karena bilamana pemberian darianak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupmaka lansia terpaksa harus meminjam kepadaorang lain seperti tetangganya atau keluarganyaKondisi kekurangan finansial seperti inimerupakan masalah yang sering dihadapi danumum bagi lansia terutama yang berstatus janda

Tema IV Cara mengatasi masalahTema cara mengatasi masalah memiliki dua

sub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri yang dilakukan lansia adalah denganbekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dandapat memenuhi kebutuhannya sendiri Sedang-kan yang tidak bekerja upaya yang dilakukanlansia adalah menunggu pemberian dari anakmeminta uang anak dan meminjam kepadakeluarga Upaya-upaya tersebut adalah dalamrangka untuk memepertahankan hidup dantermasuk dalam tugas perkembangan lansiaketika pada usia lanjut harus mampu melakukanpenyesuaian terhadap kehilangan pendapatandengan cara mengatasi sendiri maupun denganmeminta bantuan keluarga dan orang lain

Mengatasi masalah kesepian yang dialamilansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalaumalam hari tidur di rumah anak mengobroldengan tetangga dibuat bekerja ke sawah ataubekerja di bangunan dan hiburan menonton TVHal ini menunjukkan bahwa pada lansiakemampuan dalam mengatasi masalah denganmekanisme koping individual yang baik masihbisa dilaksanakan

Tidak semua masalah yang dihadapi lansiayang tinggal sendiri harus diratapi dengankesedihan terus menerus Adanya semangatuntuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipunhidup sendiri di rumah bukan sebagai halanganbagi lansia Hal ini menunjukkan bahwa lansiasudah bisa menerima kenyataan pada akhir sikluskehidupannya pasti akan terjadi kehilanganpasangan kehilangan anak-anaknya danakhirnya hidup sendiri di rumah Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) menyatakan bahwakeputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumahadalah situasi yang harus dihadapi lansia semakinorang bertambah tua dan situasi keluarga merekaberubah kehilangan pasangan dan anak-anakmeninggalkan rumah akan dialaminya dalamsiklus kehidupan lansia

Demikian juga dengan mengatasi masalahhubungan keluarga berupa konflik dengan anakadalah dengan membicarakan dengan anak-anaknya atau membiarkan masalah tersebutSalah satu cara mengatasi masalah konfliktersebut lansia membicarakan dengan anaknyadan akhirnya konflik dapat diselesaikan Hal inimenunjukkan kemampuan mengatasi konflikpada usia lanjut masih bisa dilakukan dan tidakdipengaruhi oleh usia Menurut Miller (2004) danStanley dkk ( 2005) konflik yang terjadi padalansia salah satunya adalah dengan anak yangdisebabkan kurangnya komunikasi dan interaksiyang ditimbulkan akibat anak sudah berkeluargasendiri dan sibuk bekerja Lansia masih memilikicara untuk mengatasi masalah tersebut dengankedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 33

dengan membicarakan masalah tersebut dengankeluarganya

Tema V Harapan ke depanTema harapan ke depan lansia tinggal sendiri

memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung-nya Hubungan dengan masyarakat merupakandukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiriHal ini sejalan dengan yang diungkapkan olehBerk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwaindividu yang lanjut usia lebih menyukai tinggaldalam komunitas yang kecil dengan suasana yangtenang seperti di kota kecil atau pedesaanKehadiran tetangga dan teman dekat merupakandukungan sosial yang penting karena mengharap-kan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatuyang tidak memungkinkan Dengan tetap beradadi lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatansosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisamelanjutkan kehidupannya dan hal inilah yangmenjadi harapan lansia yang tinggal sendiri dirumah

Dengan memiliki hubungan yang baik dengantetangga dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dikampungnya lansia merasa nyamanterutama karena mereka merasa tetangga sebagaiorang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempatuntuk meminta pertolongan bilamana lansiamengalami masalah dan tempat mereka dapatsaling berbagi Menjaga hubungan yang baikdengan tetangga memungkinkan para lansia dapatmelibatkan diri mereka dengan aktif mengikutikegiatan di lingkungan atau menjadi tempatbertanya para tetangga yang relatif lebih mudausianya

Kesejahteraan hidup di hari tua berupakesehatan adalah harapan yang diinginkan lansiatinggal sendiri di rumah Harapan berupakeinginan agar tetap hidup sehat di hari tuadiberikan umur yang panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangathidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuktetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan-nya Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (2004)dan Stanley dkk (2005) bahwa tugas perkem-bangan lansia yang mengalami perubahanpsikososial hidup sendiri adalah denganmenyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agarmampu bertahan hidup dan agar masih bisaberinteraksi dengan keluarganya

PENUTUPAlasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki

tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluargakonflik dengan keluarga dan hidup mandiriKehilangan pasangan karena sudah meninggaldunia bercerai dan berpisah dengan anak-anaknya karena sudah berkeluarga menyebab-kan lansia tinggal sendiri di rumah Keinginanhidup mandiri dan tidak bergantung dengankeluarga juga merupakan alasan lansia tinggalsendiri Disamping itu konflik dengan istri dananak juga kondisi yang melatarbelakangi lansiatinggal sendiri di rumah

Perasaan tinggal sendiri di rumah memilikidua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggalsendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiriPerasaan positif yang dimiliki lansia salah satunyaadalah kebebasan yaitu lansia merasa bisa hidupbebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yangmelarang melakukan apapun Perasaan positifkedua adalah kemandirian dimana lansia bisahidup mandiri tanpa perlu bergantung kepedaanak-anaknya

Timbulnya kesedihan karena harus hidupsendiri terpisah dari anak-anaknya merasakesepian tidak ada orang di rumah yang bisadiajak berkomunikasi merupakan kondisi yangdialami lansia tinggal sendiri Perasaan takut jugamuncul pada lansia dimana lansia merasakhawatir bilamana lansia mengalami suatu kondisiyang tidak diinginkan tidak ada yang bisamembantunya Perasaan kesulitan juga dirasakan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 23-35

34 ISSN 2460-0334

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanyaorang yang membantu lansia ketika lansiamengalami kondisi tertentu seperti kelelahansakit ada kerusakan barang kerusakan rumahKesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggalsendiri di rumah Lansia juga merasakan kesepiansejak suami meninggal dunia dan anak terakhirmeninggalkan rumah

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansiatinggal sendiri di rumah memiliki empat sub-temayaitu masalah kesehatan fisik masalah psikologismasalah ekonomi dan masalah dengan keluargaMasalah kesehatan fisik kondisi kesehatan yangsudah menurun atau tidak sehat yang dialami lansiasaat ini merupakan suatu masalah yang dirasakansudah sejak lama Masalah psikologis yangdirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihanyang disebabkan lansia tidak memiliki uang sedihkarena merasa kesepian dan sedih karenaanaknya tidak memperhatikannya Namun lansiajuga tidak ada masalah psikologis juga dirasakanlansia tinggal sendiri Hidup sendiri bagi lansiadirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalahdan justru dinikmati sebagai suatu kebebasanMasalah ekonomi berupa kekurangan finansialjuga dialami beberapa lansia tinggal sendiri dirumah Lansia yang masih aktif bekerjapenghasilan bukan sebagai masalah namun lansiayang sudah menjanda mengalami kekuranganfinansial untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tema cara mengatasi masalah memiliki duasub-tema yaitu minta bantuan keluarga danmengatasi masalah sendiri Cara mengatasimasalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggalsendiri adalah dengan bekerja agar bisamendapatkan penghasilan dan dapat memenuhikebutuhannya sendiri Sedangkan yang tidakbekerja upaya yang dilakukan lansia adalahmenunggu pemberian dari anak meminta uanganak dan meminjam kepada keluarga Mengatasimasalah kesepian yang dialami lansia tinggal

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidurdi rumah anak mengobrol dengan tetanggadibuat bekerja ke sawah atau bekerja dibangunan dan hiburan menonton TV Sedangkanmengatasi masalah hubungan keluarga berupakonflik dengan anak adalah dengan membicara-kan dengan anaknya dan akhirnya konflik dapatdiselesaikan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendirimemiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimisSalah satu bentuk harapan ke depan yang optimislansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitudengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampungya Dengan tetap menjaga hubunganbaik dengan merupakan dukungan sosial yangpenting karena mengharapkan dukungan darianak-anaknya adalah sesuatu yang tidakmemungkinkan Sedangkan lansia yang pesimiskarena merasa hubungan dengan keluarganyasudah terputus akibat keluarganya tinggal jauhdi luar kota dan tidak memungkinkan lansiauntuk mengunjunginya

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanPuskesmas Mulyorejo Kota Malang dapatmengembangkan pelayanan kesehatan pada lansiayang t inggal sendiri di rumah denganmeningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yangbersifat sosial seperti paguyuban lansia pengajiandan kegiatan olah raga senam dan rekreasi untukmeningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggalsendiri di rumah Diharapkan keluarga yangmemiliki anggota lansia dan masyarakat yangmemiliki kelompok lansia dapat meningkatkanperhatian pada lansia yang tinggal sendiri denganmemberikan perhatian dan memfasilitasi dengankegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapatmencapai status kesehatan yang baik

DAFTAR PUSTAKACopel LC (2007) Kesehatan jiwa dan

psikiatri pedoman klinis perawat Linda

Subekti Perubahan Psikososial Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri di Rumah

ISSN 2460-0334 35

Carmal Comel alih bahasa Akemat Edisi2 Jakarta EGC

Cummings (2002) Loneliness in older people(Online) jurnalunpadacid

EliopoulosC (2005) Gerontogical nursing(6thed ) (hal 527-535) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Kusumiati RYE (2009) Tinggal Sendiri DiMasa Lanjut Usia Jurnal Humanitas Vol6 no 1 (hal 24-38) (Online) httpjournaluadacidindexphpHUMANITASarticleview700

Lubis NL (2009) DEPRESI TinjauanPsikologis Jakarta Kencana

Nugroho HW (2008) Keperawatan Gerontikdan Geriatrik Edisi 3 Jakarta EGC

Potter amp Perry (2005) Buku ajar fundamen-tal keperawatan konsep proses danpraktik Patricia A Potter Anne GriffinPerry alih bahasa Yasmin Asihhellip[etal] Edisi 4 Jakarta EGC

LueckenotteAG (2000) GerontologicalNursing StLouis Mosby-Year Books Inc

MillerCA (2004) Nursing for wellness inolder adult theory and practice (4 thed)(hal140-142 91-101) Philadelphia Lippincot Williams amp Wilkins

Potter PA Perry AG (1997) Fundamentalof nursing concept process and prac-tice ( 4 thed) StLouis Mosby-Year BookInc

Polit DFBeck CT Hungler BP (2001)Essentials of nursing research methodsapprasial and utilization (5 thed) Phila-delphia Lippincot

Streubert HJ amp Carpenter DM (1999)Qualitative research in nursing Advanc-ing the humanistic imperative (2nded)Philadephia Lippincott

Stanley M Blair KA Beare PG (2005)Gerontogical nursing (3 thed ) (hal 11-15 ) Philadelphia FA Davis Company

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

36 ISSN 2460-0334

36

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

KINERJA KADER POSYANDU DAN KEPUASAN LANSIA

Joko Pitoyo Mohammad Mukid Santuso Lenni SaragihPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77C Malang

Email jokpit22gmailcom

Cadre Performance of elderly Posyandu and Satisfaction of Participants

Abstract The performance of cadre is the main factor for satisfaction level of elderly participants Thisresearch was held n Posyandu Anggrek Bulan in Sisir Village Batu City by the aim is to analyze thecorrelation between cadre performance of elderly Posyandu toward satisfaction level of elderly partici-pants The method of this research is correlational quantitative by the framework of Cross SectionalSamples were taken by the technique of Total Sampling with the total of 30 respondents The statisticalanalysis used in this research is spearman correlation Based on the result the performance of Posyanducadre were chategorize as good which as many as 21 respondents (71) said so On the other side 18respondents (60) said that they were satisfied by the performance of Posyandursquos cadre The result ofspearman correlation showed the r-value of 0511 and p-value of 0004 It was truly revealed that cadreperformance has a possitive correlation toward satisfaction level of elderly participants in PosyanduAnggrek Bulan By the satisfied of cadre performance the elderly will be more active in giving theparticipation to the Posyandursquos programs

Keywords posyandu elderly cadre performance satisfaction

Abstrak Kinerja kader merupakan faktor penentu kepuasan lansia terhadap pelayanan posyandusetempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Anggrek Bulan Kelurahan Sisir Kota Batudan bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja kader posyandu dengan kepuasaan lansia Metodedalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan rancangan Cross Sec-tional Sampel diambil melalui teknik Total Sampling dengan jumlah total sebanyak 30 lansiaBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kader Posyandu Anggrek Bulan termasuk dalam kategoribaik yakni sebanyak 21 lansia (71) menyatakan demikian Sementara 18 lansia (60) menyatakantelah merasa puas dengan kinerja kader posyandu Hasil analisis korelasi spearmann menunjukkan r-value sebesar 0511 dan p-value sebesar 0004 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja kaderposyandu memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan lansia dimana semakin baik kinerjakader posyandu maka kepuasan lansia sebagai pengguna layanan kesehatan dari Posyandu jugaakan meningkat

Kata Kunci posyandu lansia kinerja kader kepuasan

PENDAHULUANPeningkatan angka harapan hidup dan

bertambahnya jumlah lanjut usia disatu sisimerupakan salah satu keberhasilan dalampembangunan sosial dan ekonomi namunkeberhasilan tersebut mempunyai konsekuensidan tanggung jawab baik pemerintah maupunmasyarakat untuk memberikan perhatian lebihserius karena dengan bertambahnya usiakondisi dan kemampuan semakin menurun(James 2006) Dalam hal ini dibutuhkan

peningkatan layanan kesehatan kepada lansiasupaya pada masa tua nanti sehat bahagiaberdaya guna dan produktif

Besarnya populasi lansia yang sangat cepatjuga menimbulkan berbagai permasalahansehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yangserius dari semua sektor untuk upaya peningkatankesejahteraan lanjut usia Untuk menanganimasalah tersebut pemerintah mengeluarkanbeberapa kebijakaan atau progam yangditerapkan oleh Puskesmas (Effendy 2009)

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 37

Salah satu bentuk perhatian yang serius padalansia adalah terlaksananya pelayanaan padalanjut usia melalui kelompok (Posyandu) yangmelibatkan semua lintas sektor terkait swastaLSM dan masyarakat Sebagai salah satu wadahyang potensial di masyarakat adalah Posyandulanjut usia yang dikembangkan oleh Puskesmasatau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri(Satrianegara 2009)

Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpaadanya keterlibatan unsur manusia yangdidalamnya unsur manusia bisa menentukankeberhasilaan atau kegagalan suatu organisasidalam rangka pencapaian tujuan organisasi(Siagian 2004) Dalam posyandu kadermerupakan suatu penggerak terpenting dalammenjalakan tujuan yang dimiliki posyandu lansiatersebut Tenaga kader merupakan kader yangbertugas di posyandu lansia dengan kegiatan ru-tin setiap bulannya membantu petugas kesehatansaat pemeriksaaan kesehatan pasien lansia(Ismawati 2010) Dalam hal ini kader posyandudituntut memberikan pelayanaan yang optimalsehingga kinerja kader dapat berjalan denganbaik dan membuat para lansia dapat kepuasandan mendapat kenyamanaan dalam meng-gunakan posyandu tersebut

Kinerja adalah penentuan secara periodikefektivitas operasional organisasi bagianorganisasi dan anggota organisasi berdasarkansasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkansebelumnya Kinerja kader posyandu lansia diharapkan memiliki keaktifan dalam hal sosialisasitentang kesehatan agar kesejahteraan lansiameningkat (Sunarto 2005) Pentingnya keaktifanseorang kader posyandu lansia juga tergambar-kan dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukandi posyandu Kediri pada tahun 2012mengatakan bahwa ada pengaruh anatara kinerjakader terhadap tingkat kemandiriaan posyandu(Vensi 2012) Dari hasil tersebut dapatdinyatakan bahwa kinerja kader sangatmempengaruhi kualitas serta eksistensi dari

posyandu lansia itu sendiri Penelitian lain yangmenjelaskan pentingnya kinerja kader posyandulansia yaitu penelitian yang dilakukan di Kutaimenjelaskan bahwa kinerja kader dalammenggerakan masyarakat sangat mempengaruhikualitas pelayanan posyandu tersebut (Armini-wati 2010)

Kepuasaan merupakan gambaran harapanseseorang terhadap pelayanan ataupun jasa yangdirasakan apakah sesuai dengan harapan atautidak (Irene 2009) Dalam posyandu lansialansia adalah pengunjung yang langsungmerasakan bagaimana posyandu memberikanpelayanan terhadap lansia dimana di dalamnyaada peran kader untuk berusaha meningkatkansegala pelayanan serta kegiatan dalam pelak-sanaan posyandu lansia sehingga lansiamerasakan harapan yang sesuai dengan yangdiinginkan

Dalam mengukur suatu pelayanan ada tigavariabel yaitu input proses dan outputKepuasan terdapat pada variabel output yangsebelumnya dalam variabel proses mencakupinteraksi pemberi pelayanan dengan konsumenkinerja masuk dalam cakupnya sehingga kinerjadengan kepuasan merupakan elemen yang salingterkait satu sama lain (Satrianegara 2009)Kinerja yang diberikan akan menggambarkankepuasaan para pengguna jasapelayan Hasilpenelitian yang dilakukan oleh (Anugraeni 2013)di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur menunjukanadanya hubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia dengan nilai korelasi sebesar0381 yang menunjukan arah korelasi postifdengan kekuatan korelasi rendah

Di Posyandu lansia Angrek Bulan KelurahanSisir Batu memiliki kader berjumlah 8 orang tetapiyang aktif sebanyak 5 orang pendataan lansiadi posyandu dilakukan hanya setiap pelaksanaandiluar pelaksanaan pendataan lansia jarangdilakukan sehingga pencatatan kunjungan lansiahanya dicatat berat badan dan tinggi badan lansiaJumlah lansia yang datang mengalami penurunan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

38 ISSN 2460-0334

dari tahun 2012 sebanyak 398 lansia menjadi379 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014sampai bulan November tercatat 367 lansiasedangkan kader dari tahun 2012 sampai bulanNovember 2014 tercatat 199 kader dan rata-rata kehadiran kader dalam setiap kegiatanposyandu tercatat 5-6 orang kader Penyuluhankesehatan jarang sekali dilakukan oleh kaderpenyuluhan hanya dilakukan jika petugaskesehatan datang ke posyandu lansia danmemberikan informasi kepada kader kegiatan-kegiatan di Posyandu lansia hanya tergambarpada proses 5 meja selebihnya tidak adakegiataan yang bertujuan untuk meningkatkankesehatan lansia seperti senam yang saat ini tidakpernah dilakukan Gambaran di atas menun-jukkan bahwa keaktifan kader serta kinerjakader masih kurang

Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan kinerja kader posyandu dengankepuasaan lansia di Posyandu Anggrek Bulandi Kelurahan Sisir Batu

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional(penelitian non eksperimental) dengan meng-gunakan rancangan penelitian Cross Sectional

Populasi dalam penelitian ini adalah lansiayang aktif dalam kegiatan posyandu AngrekBulan di Kelurahan Sisir Kota Batu Sampeldalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah30 orang sebagai pengunjung dan penggunaposyandu

Pengolahan data pada penelitian ini yaitudengan mengklasifikasikan jawaban respondendalam kategori tertentu untuk kinerja kaderdengan kode 5 bila selalu 4 sering 3 kadang-kadang 2 bila jarang dan 1 bila tidak pernahsedangkan untuk variabel kepuasan dengankategori 5 bila sangat setuju 4 bila setuju 3 bilanetral dan 2 bila tidak setuju dan 1 bila sangat

tidak setuju

HASIL PENELITIANTabel 1 menunjukan bahwa usia kader

sebagian besar berusia 26-35 tahun (57)sedangkan latar belakang pendidikan sebagianbesar berpendidikan SLTA (71) Pada Tabel 2menunjukkan sebagian besar lansia berjeniskelamin perempuan 2 sebagian besar lansiaberusia antara 60-74 tahun 2 responden (73)dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar19 responden (64) Pada Tabel 3 menunjukkansebagian besar kinerja kader masuk dalamketegori baik (71) sedangkan kepuasan lansiaterhadap layanan kader sebagian besarmenyatakan puas 18 responden (60)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan (710)kinerja kader baik maka (600) kepuasaanlansia mengatakan puas dan sebaliknya (30)kinerja kader buruk maka (400) kepuasaanlansia tidak puas

Berdasarkan hasil analisis korelasispearman diperoleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerja kaderposyandu dengan kepuasaan lansia bersifat positifdan termasuk dengan kekuatan korelasi yangcukup Selain itu diperoleh nilai signifikansi ataup-value sebesar 0004 yang menunjukkan bahwakinerja kader dan kepuasan lansia di Posyandu

Tabel 1 Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 39

lansia Anggrek Bulan memiliki hubungan yangsignifikan

PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa 71

kinerja kader Posyandu lansia Anggrek Bulantermasuk dalam kategori baik Hal tersebutdisebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor individudan faktor organisasi Dari faktor individu kaderselalu bersikap ramah dengan mengajak bicaraterkait kondisi fisik lansia serta selalumengingatkan terkait jadwal pelaksanaanposyandu untuk bulan berikutnya Dari faktororganisasi para kader terlihat rapi dan kompakdalam teknis pelaksanaan posyandu sehinggapelayanan yang diberikan kepada lansia jugaterasa mamuaskan Kedua aspek tersebutmerupakan faktor utama atas baiknya kinerjakader Posyandu menurut penilaian lansia

Sejalan dengan penelitian yang dilakukanDarmanto et al (2015) tentang hubungan

kinerja kader posyandu lansia dengan motivasilansia mengunjungi posyandu lansia bahwa hasilpengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar(547) kinerja kader posyandu termasuk dalamkategori baik Menurut Darmanto et al (2015)hal tersebut dikarenakan kader yang terpilihsebagai anggota atau pengurus posyandumerupakan warga yang memang berasal darilokasi setempat sehingga sudah mengenal danpaham akan karakteristik masyarakat Kondisiini menjadikan kader dapat berinteraksi denganbaik cerdas ramah dan berjiwa sosial tinggidalam memberikan pelayanan kepada lansiaSenada dengan penelitian ini bahwa kaderposyandu lansia Anggrek Bulan juga merupakanwarga setempat sehingga kader dinilai telahmemiliki kinerja yang baik karena telah mampumemberikan pelayanan yang baik kepada lansia

Kader merupakan motor penggerakposyandu keberhasilan dalam pengelolahansebuah posyandu sangat ditentukan oleh kinerjakader Kinerja kader posyandu yang baik selainharus handal dalam penanganan juga perludilengkapi dengan adanya rasa empati Sebabempati merupakan salah satu faktor utamaseseorang akan terlihat baik atau tidak dalammemberikan pelayanan apalagi dalam hal inipelayanan tersebut diberikan pada lansia (Irawan2002) Empati terhadap kesehatan serta selalumemberikan informasi menjadikan lansia merasadiberikan perhatian oleh kader empati dirasakanoleh lansia melalui cara kader bersikap dan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi KarakteristikLansia

Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkanKinerja Kader dan Kepuasan Lansia

Tabel 4 Distribusi Silang antara Kinerja Kaderdan Kepuasan Lansia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

40 ISSN 2460-0334

berkomunikasi tidak membiarkan lansia jenuhdan menunggu terlalu lama memberi dukungankepada lansia tentang kesehatan lansia sertabagaiman kader menempatkan prioritas padapelaksanaan posyandu lansia jika ada lansia yangmemerlukan pertolongan yang darurat Dengandemikan dapat dikatakan kinerja baik karenatelah mampu memberikan pelayanan yang baikkepada lansia dan dapat memotivasi lansia untukdatang kembali ke posyandu

Lansia yang merupakan peserta Posyandumenyatakan puas dengan kinerja kaderPosyandu lansia Anggrek Bulan yakni sebanyak18 orang atau 60 dari total respondenKepuasan ini dikarenakan kader posyandusangat aktif dalam memberikan pelayanan sertabersikap ramah sehingga lansia merasa puasdengan kinerja kader posyandu Selain ituresponden juga menyatakan bahwa kaderposyandu telah memberikan perhatian kepadalansia dengan mengajak berkomunikasi secaralangsung terkait kesehatan lansia Hasil penelitianini sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014)bahwa mayoritas lansia merasa puas dengankinerja kader posyandu lansia di KelurahanRempoa wilayah bnaan kerja puskesmas CiputatTimur yakni sebanyak 594 Kepuasan lansiaterhadap kinerja kader posyandu tidak lainadalah karena aspek kehandalan empati dankenyataan (fasilitas) telah dipenuhi oleh kaderposyandu baik secara individu maupun secaraorganisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaPosyandu lansia Anggrek Bulan telah mampumemenuhi kebutuhan lansia akan pelayanan yangbaik dari kader-kader posyandu Hasil penelitianini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2011)bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakanfaktor yang dominan untuk menentukanseseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatupelayanan Betapa pentingnya peran petugaskesehatan sebagai konsultan yang menjadisumber informasi (tempat bertanya) bagi klien

dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungandengan masalah kesehatan

Sebanyak 12 orang atau 40 dari totalresponden menyatakan tidak puas dengan kinerjakader posyandu Hal tersebut disebabkan olehfaktor lingkungan posyandu yang kotor dan tidakdibersihkan oleh kader posyandu sebelumdilaksanakan kegiatan selain itu juga disebabkanoleh beberapa orang dari kader seringmeninggalkan posyandu lebih awal meskipunpelaksanaan posyandu masih berlangsungMenurut Tjiptono (2008) terdapat dua macamkondisi kepuasaan yang diraskan oleh klienterkait dengan perbandingan antara harapan dankenyataan atas pelayanan yang diberikanPertama jika harapan atas suatu kebutuhan tidaksama atau tidak sesuai dengan layanan yangdiberikan maka klien akan merasa tidak puasKedua jika harapan atas suatu kebutuhan samaatau sesuai dengan layanan yang diberikan makaklien akan merasa puas Ketiga kepuasaan klienmerupakan perbandingan antara harapan yangdimiliki oleh klien dengan kenyataan yang diterimaoleh klien pada saat menggunakan jasa ataulayanan kesehatan yang dalam hal ini adalahposyandu lansia dengan demikian dapatdikatakan bahwa kinerja kader posyanduAnggrek Bulan telah mampu memenuhikebutuhan lansia sehingga mayoritas lansia telahmerasa puas

Salah satu faktor yang menjadi tolok ukurkinerja kader dapat dilihat dari usaha yangdilakukan kader tersebut (Mathis 2009) Usahatersebut dapat meliputi kegiatan yang dilakukankader dalam melaksanakan serta meningkatkanpelayanan di posyandu lansia Kegiatan diposyandu merupakakn kegiatan nyata dalamupaya pelayanan kesehatan dari masyarakatoleh masyarakat dan untuk masyarakat yangdilaksanakan oleh kader kesehatan yang telahmendapatkan pelatihan dari puskesmas (Effendy2009) Kegiatan di posyandu menjadi tolok ukurterkait bagaimana kader memberikan pelayanan

Pitoyo dkk Kinerja Kader Posyandu dan Kepuasan Lansia

ISSN 2460-0334 41

kepada peserta sehingga kader merasakankepuasaan terhadap kinerja yang diberikanKegiataan dan pelayanan kader merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasaanpeserta posyandu (Kurniawati 2008)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spear-man di peroleh r-value sebesar 0511 yangmenunjukkan bahwa korelasi antara kinerjakader posyandu dengan kepuasaan lansia bersifatpositif dan termasuk dengan kekuatan korelasiyang sedang Selain itu diperoleh nilai signifikansiatau p-value sebesar 0004 yang menunjukkanbahwa kinerja kader dan kepuasan lansia diPosyandu lansia Anggrek Bulan memilikihubungan yang signifikan Hasil penelitian inisejalan dengan Anggraeni (2014) dalampenelitiannya tentang hubungan antara kierjakader posyandu lansia terhadap kepuasan lansiadi Kelurahan Rempoa wilayah binaan kerjapuskesmas Ciputat Timur bahwa kinerja kaderposyandu memiliki korelasi yang positif dengankepuasan lansia yang ditunjukkan dengan r-value= 0381 Hal ini menunjukkan bahwa semakinbaik kinerja kader posyandu maka tingkatkepuasan lansia juga akan semakin meningkat

Menurut Irawan (2002) tingkat kepuasaanmerupakan penilaian konsumen terhadappelayanan yang telah memberikan dimanatingkat penilaian ini bisa lebih atau kurangKepuasaan yang dirasakan lansia terhadapposyandu lansia merupakan suatu bentuk evaluasiterhadap kinerja posyandu dan sebagai bentukpenilaian lansia terhadap pelayanan yangdirasakan Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kinerja kader berhubungan erat dengantingkat kepuasan lansia di Posyandu lansiaAnggrek Bulan yang sekaligus merupakan tolokukur dalam menilai tingkat kepuasaan yangdirasakan oleh lansia (peserta posyandu) ataspelayanan yang telah diberikan oleh kaderposyandu Kepuasaan yang dirasakan oleh lansiamerupakan suatu harapan dan kenyataan yang

dirasakan terhadap apa yang didapatkan dalamkegiatan Posyandu lansia Anggrek Bulan KotaBatu

PENUTUPMayoritas kader Posyandu lansia Anggrek

Bulan Kelurahan Sisir Kota Batu termasuk dalamkategori baik yakni berdasarkan penilaian 21responden (71) Sedangkan 8 responden(26) menilai kinerja kader termasuk kategoricukup dan 1 responden (3) menyatakankinerja yang buruk Mayoritas lansia merasa puasdengan kinerja kader Posyandu lansia AnggrekBulan Kelurahan Sisir Kota Batu yakni sebanyak18 lansia (60) menyatakan puas sedangkan12 lansia (40) menyatakan tidak puas Hasilanalisis korelasi spearman menunjukkan bahwakinerja kader posyandu memiliki hubungan positifterhadap kepuasaan lansia yang ditunjukkandengan r-value sebesar 0511 dan p-valuesebesar 0004 Hubungan ini termasuk dalamkategori kekuatan korelasi yang cukup kuat

Disarankan kinerja kader lebih ditingkatkandan bersikap lebih ramah lagi terhadap lansialebih aktif memotivasi serta memperlengkapfasilitas posyandu dan disertai dengan program-program yang benar-benar dilaksanakan secaraaktif dan rutin Disarankan untuk tenagakesehatan untuk lebih berkontribusi dalammemberikan informasi kepada kader posyandusekaligus memberikan pelatihan terkait sikap yangbaik tugas dan tanggung jawab kader yang sesuaidalam tata pelaksanaan posyandu lansiaSehingga kader posyandu dapat lebih mandiri danmampu meningkatkan kinerja pelaksanaanposyandu lansia

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni (2013) Hubungan Antara Kinerja

Kader Posyandu Lansia TerhadapKepuasan Lansia di Kelurahan Rempoa

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 36-42

42 ISSN 2460-0334

Wilayah Binaan Kerja PuskesmasCiputat Timur Jakarta Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah

Arminiwati S (2010)== Kinerja KaderPosyandu Anggrek 2 dalam MeningkatakStrata Posyandu (Studi Kasus diKelurahan Timbau Kecamatan Teng-garong Kabupaten Kutai Kartanegara)Surakarta Universitas Sebelas Maret

Darmanto J (2015) Hubungan Kinerja KaderPosyandu Lansia dengan Motivasi LansiaMengunjungi Posyandu Lansia RiauStudi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

EffendiF (2009) Keperawatan KesehatanKomunitas Teori Dan Praktek DalamKeperawatan Jilid 1 Jakarta SalembaMedika

Satrianegara F (2009) Organisasi danManajemen Pelayanan Kesehatan sertaKebidanan Jakarta Salemba Medika

Tjiptono F (2008) Service ManagementMewujudkan Layanan Prima YogyakartaANDI

Irawan (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelang-gan Jakarta Elex Media Komputindo2002

Irene Gil-Saura dkk (2009) Relational Ben-

efits and Loyalty in Retailing An Inter-Sec-tor Comparison International Journal ofRetail amp Distribution Management Vol37 No 6 pp 493-509

Ismawati Cahyo S dkk (2010) Posyandudan Desa Siaga Yogyakarta Nuha Medika

James F (2006) Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4 Jakarta EGC

Kurniawati (2008) Beberapa Faktor yangBerhubungan dengan Kepuasan IbuPengguna Posyandyu di PosyanduWonorejo Kabupaten Bantul

Mathis and Jackson (2009) Human ResoucrceManagement South Westrern CengageLearning USA

Muninjaya AA (2011) Manajemen Mutupelayanan Kesehatan Jakarta EGC

Siagian Sondang P 2004 Manajemen SumberDaya Manusia Jakrta PTBumi Aksara

Sunarto SE (2005) MSDM StrategikYogyakarta Amus Yogyakarta

Vensi R (2012) Analisis pengaruh KinerjaKader Posyandu Terhadap TingkatKemandirian Posyandu di Wilayah KerjaPuskesmas kayen Kidul KabupatenKediri Surabaya UNAIR

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 43

43

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGADENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari Imam Sunarno Sri MudayatiningsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

E-mail kissabahariyahoocom

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people withsevere mental disorders Research methods use qualitative with phenomenology design Research loca-tion in Blitar city Amount Participants are four-person those are taken by purposive sampling Theresult of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are threethemes 1) objective burden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Conclusions family of peoplewith severe mental disorders experience overload burden are three themes consists of 1) objectiveburden 2) subjective burden 3) iatrogenic burden Recommend of these study are given of holisticintegrated and continual social support from family community and government

Keywords burden of disease family severe mental disorder

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orangdengan gangguan mental yang parah Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desainfenomenologi Lokasi penelitian di kota Blitar Jumlah Peserta terdiri dari empat orang diambil secarapurposive sampling Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengangangguan mental yang parah adalah tiga tema 1) beban objektif 2) Beban subyektif 3) Bebaniatrogenik Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif subjektifdan iatrogenik Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik terpadu dan terus menerusmendapat dukungan sosial dari keluarga masyarakat dan pemerintah

Kata kunci beban penyakit keluarga gangguan jiwa berat

PENDAHULUANGangguan jiwa berat atau disebut dengan

psikotikpsikosa adalah suatu gangguan jiwa yangserius yang timbul karena penyebab organikataupun fungsional yang menunjukkan gangguankemampuan berfikir emosi mengingat ber-komunikasi menafsirkan dan bertindak sesuaidengan kenyataan sehingga kemampuan untukmemenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangatterganggu (Maramis 2004) Hal yang samadinyatakan Stuart amp Laraia (2005) bahwagangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu meliputi fungsi berpikir danberkomunikasi menerima dan menginter-pretasikan realitas merasakan dan menunjukkan

emosi dan berperilaku yang dapat diterima secararasional

Kompleksitas gejala yang ditimbulkangangguan jiwa berat akan berdampak padapenurunan produktivitas seseorang pada seluruhsendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatiflama sehingga ketergantungannya sangat tinggipada keluargaorang lain Ketidakproduktifanakan semakin lama dan berat apabila tidakmendapat penanganan dan dukungan yang baikdari keluarga atau masyarakat sekelilingnyaKondisi inilah yang membuat kebanyakanmasyarakat memberikan stigma negatif bahwaorang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidakberguna lagi harkat dan martabat mereka dankeluarganya dianggap rendah

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

44 ISSN 2460-0334

Stigmatisasi ini memberikan satu bebanpsikologis yang berat bagi keluarga penderitagangguan jiwa Schultz dan Angermeyer 2003dalam Subandi (2008) menyebutkan stigmatisasisebagai penyakit kedua yaitu sebuahpenderitaan tambahan yang tidak hanyadirasakan oleh penderita namun juga dirasakanoleh anggota keluarga Dampak merugikan daristigmatisasi ini adalah kehilangan self esteemperpecahan dalam hubungan kekeluargaanisolasi sosial rasa malu yang akhirnyamenyebabkan perilaku pencarian bantuanmenjadi tertunda (Lefley 1996 dalam Subandi2008) Stigmatisasi juga menyebabkan kepe-dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangatminim Hal tersebut terbukti masih sering kitajumpai orang dengan gangguan jiwa beratditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan

Kekurangpedulian masyarakat tersebuttentunya dapat berdampak pada semakinmeningkatnya jumlah orang yang mengalamigangguan jiwa Berdasar hasil Riset KesehatanDasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguanmental emosional pada penduduk 15 tahunsudah sebesar 116 di Jawa Timur sudahmencapai 123 Adapun prevalensi gangguanjiwa berat di Indonesia sebesar 46 permil dengankata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5diantaranya menderita gangguan jiwa beratPrevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKIJakarta (203 permil) dan di Jawa Timur 31permil (Depkes 2008) Jika penduduk JawaTimur pada tahun 2010 mencapai 37476757jiwa (BPS Jatim 2010) maka penduduk JawaTimur yang mengalami gangguan jiwa berat padatahun 2014 diperkirakan lebih dari 116000orang

Besarnya dampak yang ditimbulkan OrangDengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkankemampuan dan beban keluarga dalammenyediakan sumber-sumber penyelesaianmasalah (coping resources) semakin berat dankompleks Kompleksitas beban tersebut

disebabkan hambatan pasien dalam melak-sanakan peran sosial dan hambatan dalampekerjaan Hasil studi Bank Dunia pada tahun2001 di beberapa negara menunjukkan hariproduktif yang hilang atau Dissability AdjustedLife Years (DALYrsquos) dari Global Burden ofDesease sebesar 13 disebabkan oleh masalahkesehatan jiwa Angka ini lebih tinggi dari padadampak yang disebabkan oleh penyakittuberkolosis (2) kanker (5) penyakitjantung (10) diabetes (1) (WHO 2003)Tingginya persentase tersebut menunjukkanbahwa beban terkait masalah kesehatan jiwapaling besar dibandingkan dengan masalahkesehatan atau penyakit kronis lainnya Bebanyang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektifbeban subyektif dan beban iatrogenik (Mohr2006)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwadalam memberikan perawatan bagi penderitagangguan jiwa anggota keluarga merekamengalami beban psikologis yang sangat beratHal ini tercermin dalam beberapa istilah yangmereka gunakan untuk menggambarkan kondisiyang mereka alami Misalnya anggota keluargamenggambarkan pengalaman merawat penderitagangguan jiwa sebagai pengalaman yangtraumatis sebuah malapetaka besarpengalaman menyakitkan menghancurkanpenuh kebingungan dan kesedihan yangberkepanjangan (Marsh 1992 Pejlert 2001)Kata-kata seperti merasa kehilangan dan dukayang mendalam juga seringkali digunakan dalamkonteks ini Keluarga mengalami perasaankehilangan baik dalam arti yang nyata(kehilangan orang yang dicintai) maupunkehilangan secara simbolik (kehilangan harapandimasa depan karena penderita tidak mampumencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley 1987Marsh dan Johnson 1997 dalam Subandi 2008)

Beberapa penelitian lain melaporkan tentangtingginya beban yang berhubungan denganperawatan terhadap anggota keluarga dengan

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 45

gangguan jiwa Memiliki anggota keluarga dengangangguan jiwa menimbulkan stress yang sangatbesar Secara tidak langsung semua anggotakeluarga turut merasakan pengaruh dari gangguantersebut Individu dengan gangguan jiwamembutuhkan lebih banyak kasih sayangbantuan dan dukungan dari semua anggotakeluarga Pada saat yang sama anggota keluargamerasakan ketakutan kekhawatiran dandampak dari perubahan perilaku anggotakeluarga dengan gangguan jiwa yang dapatmeningkatkan ketegangan dan kemampuananggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalamperawatan di rumah (Gibbons et al 1963 dalamMcDonell et al 2003) Perasaan dan ketakutankeluarga berdampak pada kurangnya partisipasikeluarga dalam perawatan dan penerimaan yangrendah Sikap keluarga tersebut justru kontraproduktif dengan upaya kesembuhan pasiensehingga tidak heran apabila realitasnya pasiendengan gangguan jiwa berat seperti skizofreniatingkat kekambuhannya sangat tinggi Kondisi iniberakibat masyarakat awam memandang salahbahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarikmelakukan penelitian kualitatif dengan metodefenomenologi untuk menggali beban keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa berat Penelitian kualitatif denganmetode fenomenologi penting untuk dilakukanguna memahami suatu fenomena dengan baikMetode fenomenologi adalah mempelajarikesadaran dan perspektif pokok individu melaluipengalaman subjektif atau peristiwa hidup yangdialaminya (Polit amp Hungler 2001)

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-analisis secara mendalam beban keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaberat yang meliputi beban materiil (bebanobyektif) beban mental (beban subyektif) danbeban keluarga yang disebabkan karena kurangterjangkaunya atau bermutunya pelayanankesehatan jiwa (beban iatrogenik)

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah qualitatif research

dengan desain studi fenomenologi Partisipanpenelitian ini adalah keluarga dengan kliengangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4orang berasal dari suku jawa Teknik pengambilanpartisipan secara purposive sampling dengankriteria partisipan Keluarga dengan anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa beratminimal selama 6 bulan telah tinggal bersamaanggota keluarga dengan gangguan jiwa beratminimal selama tiga bulan pada saat penelitiandilakukan tidak mengalami gangguan wicaragangguan pendengaran yang parah gangguanmemori dan tidak mengalami gangguan jiwayang dapat menyulitkan proses wawancara danmampu berkomunikasi lisan dengan baik

Teknik pengumpulan data secara triangulasidengan cara wawancara mendalam observasidan studi dokumenter Alat pengumpul data saatwawancara adalah dengan menggunakan voicerecorder panduan wawancara dan field noteserta peneliti sendiri Observasi dilakukan untukmengetahui respon nonverbal dan kondisi fisikpartisipan Studi dokumenter untuk mengetahuidiagnosa gangguan jiwa yang dialami anggotakeluarga

Pengumpulan data diawali dengan rekrutmenpartisipan sesuai dengan kriteria selanjutnyameminta kesediaan menjadi partisipan danmenandatangani lembar informed consentKemudian menjelaskan metode wawancara danpencatatan lapangan yang akan dilakukan dalampenelitian

Pertemuan pertama peneliti dengan parti-sipan untuk membina hubungan saling percayadengan saling mengenal lebih jauh antara penelitidan partisipan Hal ini bertujuan untuk salingmembuka diri dan partisipan merasa nyamanberkomunikasi dengan peneliti sehingga padaakhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuaidengan tujuan penelitian Selain itu peneliti jugamengumpulkan data demografi biodata

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

46 ISSN 2460-0334

partisipan dan membuat kesepakatan waktupelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya

Proses pengumpulan data dilakukan padapertemuan kedua dengan melakukan wawancaradirumah partisipan Selama proses wawancarapeneliti mencatat semua perilaku non-verbal yangditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatanlapangan Waktu yang dibutuhkan untuk setiapwawancara terhadap masing-masing partisipanadalah sesuai dengan kesepakatan Pada akhirpertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasilwawancara

Proses keabsahan data merupakan validitasdan reliabilitas dalam penelitian kualitatif Hasilpenelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampumenampilkan pengalaman partisipan secaraakurat (Speziale amp Carpenter 2003) Teknikyang dilakukan untuk membuktikan keakuratanpenelitian yaitu Credibility DependabilityConfirmability dan Transferability

Analisis data yang digunakan adalah menurutmetode Colaizzi (1978 dalam Polit amp Beck2004) meliputi langkah-langkah 1) Membacatranskrip secara seksama 2) Mengidentifikasikata kunci yang muncul 3) Mengelompokkankata-kata kunci dalam kategori-kategori 4)Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatutema 5) Memformulasikan tema-tema yangmuncul dari kategori 6) Membuat kluster tema(koneksi diantara kategori-kategori dan tema-tema) 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalamdeskripsi atau penjabaran yang lengkap

Tempat penelitian adalah di wilayah kerjaDinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014

HASIL PENELITIANDiskripsi gambaran umum partisipan berserta

anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat padatabel 1

Beban obyektif yang dialami oleh keluargadengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategoriyaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar

biaya perawatan sehari-hari kebutuhanpengobatan tempat tinggal dan penanganan saatkambuh

Kebutuhan dasar yang harus dipenuhikeluarga pada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa berat secara umum partisipanmenyampaikan bahwa kebutuhan yang harusdipenuhi adalah makan minum mandi pakaianmembersihkan kotoran dan air kencing

Beban keluarga lainnya adalah biayaperawatan sehari-hari bagi penderita Keluargasebagian besar mengungkapkan kesulitan biayadikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dansudah merawat anggota keluarga puluhan tahunUntuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderitakeluarga berusaha bekerja semampunya danseadanya Upaya lain keluarga adalah denganmenyisakan kekayaan yang masih dipunyai danberusaha menghemat

Beban materiil keluarga berikutnya adalahmemberikan pengobatan pada penderitaPengobatan berusaha dipenuhi keluargasemampunya agar anggota keluarga yang sakittidak kambuh Pengobatan diperoleh dariPuskesmas yang setiap bulannya atau apabilahabis diambil keluarga

Penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga yang mengalami kekambuhan jugamenjadi beban Upaya yang dilakukan keluargadengan cara yang bervariasi yaitu 1) diam sajasambilmengawasi jangan sampai merusakbarang 2) berusaha menenangkan jangansampai merusak barang-barang 3) melakukanpengikatan 4) membawa ke RSJ dan 5)pengobatan alternatif

Beban berikutnya adalah penyediaaantempat tinggal bagi anggota keluarga yangmengalami gangguan jiwa Cara yang dilakukankeluarga adalah diletakkan di kamargubuktersendiri dibelakang rumah dengan tujuan agartidak mengganggu keluarga yang lain

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 47

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

48 ISSN 2460-0334

Dukungan sosial pada keluarga berasal darisaudara tetangga dan pemerintah Dukungandari saudara yang diperoleh keluarga adalah darianak istri menantu atau anggota keluarga yanglain Dukungan berupa bantuan makanan dantenaga untuk membersihkan kotoran penderitaDukungan dari tetangga berupa makananseadanya namun tidak setiap hari ada Terdapatsatu partisipan tidak ada orang sekitartetanggayang membantunya Adapun dukungan dariinstansi pemerintah berupa bantuan uang daritempat bekerja penderita sebelum sakit bantuanlangsung tunai dari pemerintah bantuanpengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulanNamun menurut keluarga dirasakan masih kurangdan mengharapkan bantuan yang lebih dalammemberikan biaya hidup pengobatan bagikeluarga yang sakit dan sembako secara rutin

Beban subyektif atau beban mental yangdirasakan keluarga dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3kategori yaitu bermacam-macam perasaankeluarga sikap masyarakat dan sikap petugaskesehatan

Perasaan keluarga dalam merawat anggotakeluarga yang gangguan jiwa mengalamiperasaan tidak menyenangkan yang bercampuraduk yaitu 1) merasa berat menanggung terlebihkondisi ekonomipenghasilan keluarga yangsangat kurang 2) merasa bosan 3) perasaansabar dan tabah 4) khawatircemas 5) perasaantakut melukai 6) perasaan sedih 7) perasaanmalu pada tetangga terutama saat kambuh

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargacenderung memaklumi namun terdapat sebagianmasyarakat yang tidak peduli

Sikap tenaga kesehatan secara umum sudahada perhatian namun belum jelas seberapa intensifpetugas kesehatan memberikan perhatianBentuk perhatian tenaga kesehatan berupakunjungan ke rumah memberikan saran untukmengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulanatau bila sudah habis

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauanpelayanan kesehatan jiwa fasilitas kesehatan jiwadan kualitas pelayanan kesehatan jiwa

Keterjangkauan keluarga dalam meman-faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur padamasalah biaya Hal tersebut dikarenakanjaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJLawang atau RSJ Menur Surabaya Sehinggamembutuhkan biaya transportasi yang cukupbanyak Sedangkan layanan kesehatan jiwa diPuskesmas sudah terjangkau namun hanya untukmengambil obat saja

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) secaraumum partisipan menyatakan belum memadaiatau belum sesuai harapan keluarga karenapuskesmas belum menyediakan tempat untukmerawat pasien gangguan jiwa terutama bilakambuh

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayananpengobatan yangdiberikan belum memuaskan karena menurutkelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahundilakukan belum bisa menyembuhkan masihtetap kambuhan

PEMBAHASANBantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada

anggota keluarga dengan gangguan jiwa beratyang harus dipenuhi adalah kebutuhan makanminum mandi pakaian membantu buang airbesar buang air kecil kebersihan tempat tidurKondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito(2007) bahwa keadaan individu yang mengalamikerusakan fungsi kognitif menyebabkanpenurunan kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri (makan mandi atauhigiene berpakaian atau berhias toileting in-strumental) Hal senada juga disampaikanMukhripah (2008) Kurangnya perawatan diri

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 49

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanyaperubahan proses pikir sehingga kemampuanuntuk melakukan aktivitas perawatan dirimenurun seperti ketidak mampuan merawatkebersihan diri makan secara mandiri berhiasdiri secara mandiri dan toileting (Buang Air Besaratau Buang Air Kecil) Sedangkan menurutDepkes (2000) penyebab kurang perawatan dirisalah satunya adalah Kemampuan realitas turunkemampuan realitas yang kurang menyebabkanketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasukperawatan diri

Kebutuhan biaya perawatan sehari-harisebagian besar mengungkapkan kesulitan biayaterlebih kondisi ekonomi penghasilan keluargayang minim Hasil tersebut sesuai denganpendapat Videbeck (2008) yang menyatakanbahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan bebanberat bagi keluarga baik mental maupun materikarena penderita tidak dapat lagi produktifPendapat lain mengatakan perawatan kasuspsikiatri mahal karena gangguannya bersifatjangka panjang Biaya berobat yang harusditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yanglangsung berkaitan dengan pelayanan medikseperti harga obat jasa konsultasi tetapi jugabiaya spesifik lainnya seperti biaya transportasike rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya(Djatmiko 2007) Kondisi seperti itu tentunyamembuat keluarga bekerja keras dengan segalaupaya untuk memenuhi kebutuhannya sertaberusaha menyisihkan kekayaan yang masihdipunyai dan bersikap hemat

Beban berikutnya adalah dalam pemenuhankebutuhan pengobatan agar keluarga tidakkambuh Orang dengan gangguan jiwa beratseperti skizofrenia membutuhkan pengobatanyang relatif lama sebagaimana yang dipaparkanAndri (Februari 2012) yang menyatakan bahwaskizofrenia pada episode pertama kali mengalamigangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatanminimal satu tahun Hal ini untuk mencegahkeberulangan kembali penyakit ini Kebanyakan

pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkanpengobatan yang sesuai saat pertama kalimengalami sakit ini Banyak pasien yangsebelumnya melakukan terapi alternatif terlebihdahulu Lamanya mendapatkan pertolonganpada pasien skizofrenia berhubungan denganbaik dan buruknya harapan kesembuhan padapasien ini Pada beberapa kasus pasien dengangangguan skizofrenia sering kali kambuh karenasering menghentikan pengobatan Hal inidisebabkan karena pasien sering merasa tidaksakit dan akhirnya tidak mau berobat Inilah salahsatu kendala terbesar berhadapan dengan pasienskizofrenia ketiadaan kesadaran bahwa dirinyasakit membuat pengobatan menjadi sangat sulitdilakukan Peran keluarga sangat diperlukan agarpasien patuh makan obat sesuai aturan

Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudahkambuhan pengobatan seumur hidup adalahpilihan yang paling disarankan Pilihanpengobatan seumur hidup tentunya denganmemperhatikan kondisi pasien Banyak pasienyang bisa kembali mencapai kualitas hidupnyayang baik dengan minum obat

Beban keluarga berikutnya adalahpenanganan saat anggota keluarga dengangangguan jiwa kambuh Cara yang dilakukankeluarga bervariasi ada yang mendiamkan sajadan mengawasi jangan sampai merusak barang-barang melakukan pengikatan dibawa ke RSJdan melalui usaha pengobatan alternatifBermacam-macam cara ini menunjukkankebingungan cara dan mengalami tekanan dalammemberikan penanganan sebagaimana pendapatKristayanti (2009) saat kambuh pasienskizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dandelusi penyimpangan dalam hal berpikir danberbicara penyimpangan tingkah laku masalahpada afek dan emosi serta menurunnya fungsikognitif Selain itu pasien seringkali memilikigagasan bunuh diri atau membunuh orang lainpasien yang karena kegelisahannya dapatmembahayakan dirinya atau lingkungannya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

50 ISSN 2460-0334

menolak makan atau minum sehingga memba-hayakan kelangsungan hidupnya dan pasienmenelantarkan diri yaitu kondisi di mana pasientidak merawat diri dan menjaga kebersihannyadengan mandiri seperti makan mandi buang airbesar (BAB) buang air kecil dan lainnyaPerilaku-perilaku pasien tersebut menjadi bebantersendiri bagi keluarga sehingga keluarga jugamengalami krisis dan mengalami tekanan

Beban materiil keluarga yang lain adalahpenyediaan tempat tinggal Sebagian besarpartisipan mengusahakan menempatkanpenderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangandibelakang rumah yang terpisah bahkan dengandiikat Tindakan ini dilakukan keluarga demikeamanan keluarga yang lain dan masyarakatsekitar Tempat tinggal orang dengan gangguanjiwa semestinya tidak perlu disendirikanwaspada boleh namun pengawasan dan perhatiankeluarga serta penyediaan lingkungan tempattinggal yang layak merupakan hak setiap orangtermasuk penderita dengan gangguan jiwaSebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hakorang dengan gangguan jiwa antara lainmendapatkan lingkungan yang kondusif bagiperkembangan jiwa Lingkungan yang kondusifbagi ODGJ dapat menciptakan suasanalingkungan terapeutik yang dapat menenangkankondisi mental seseorang

Beban materiil yang terakhir adalah baiktidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitarDukungan yang diperoleh keluarga dalammerawat anggota keluarga dengan gangguan jiwaadalah berasal dari saudara atau anggotakeluarga lain tetangga dan instansi pemerintahAdanya dukungan sosial dari berbagai pihakdapat meringankan beban keluarga dalammembantu merawat anggota keluarga yang sakitDukungan sosial sangat bermanfaat dalammengatasi masalah dan merupakan wujud rasamemperhatikan menghargai dan mencintaisebagaimana pendapat Cohen amp Syme (1996

dalam setiadi 2008) bahwa Dukungan sosialmerupakan suatu yang bermanfaat bagi individuyang diperoleh dari orang lain yang dapatdipercaya sehingga seseorang menjadi tahu adaorang lain yang menghargai mencintai danmemperhatikan Sebaliknya ketiadaan dukungansosial dapat menyebabkan keluarga merasa beratdalam memikul beban dalam merawat anggotakeluarga dengan gangguan jiwa Dukungan sosialketika penderita membutuhkan merupakanlangkah vital proses penyembuhan Dukungansosial yang dimiliki seseorang dapat mencegahberkembangnya masalah akibat tekanan yangdihadap (Videbeck 2008)

Beban subyektif atau beban mental keluargadalam merawat anggota keluarga dengangangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaankeluarga sikap masyarakat dan tenaga kesehatanpada keluarga Perasaan keluarga dalammerawat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa mengeluh merasa berat perasanbosan perasaan sabar dan tabah perasaankhawatircemas takut sedih dan malu padatetangga

Munculnya berbagai perasaan yang tidakmenyenangkan bagi keluarga juga hampir samadengan hasil penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa dalam memberikanperawatan pada penderita gangguan jiwaanggota keluarga mengalami beban psikologisyang sangat berat Hal ini tercermin dalambeberapa istilah yang mereka gunakan untukmenggambarkan kondisi yang mereka alamiseperti sebagai pengalaman yang traumatissebuah malapetaka besar pengalaman yangmenyakitkan menghancurkan penuhkebingungan dan kesedihan yang berke-panjanganrsquo (Marsh 1992 Pejlert 2001 dalamSubandi 2008)

Sikap masyarakat sekitar terhadap keluargasebagian besar partisipan menyatakan sikapmasyarakat memaklumi namun ada juga yangmenyatakan masyarakat tidak peduli

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 51

Sikap memaklumi masyarakat sekitarmenunjukkan sikap toleran kasihan danpemahaman masyarakat akan beratnya bebanyang dirasakan keluarga Menurut Sears (1999)sikap penerimaan masyarakat pada penderitangangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktorbudaya adat istiadat dan pengetahuan akangangguan jiwa Dari aspek budaya asumsi penelitibudaya lokal disekitar keluarga berlaku budayateposliro atau sikap tidak ingin menggangu or-ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwaDiantara faktor-faktor tersebut yang palingberpengaruh adalah faktor pengetahuan

Sikap tenaga kesehatan menurut informasipartisipan secara umum sudah ada perhatiannamun belum jelas seberapa intensif petugaskesehatan memberikan perhatian Perhatiantenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanyakunjungan petugas kesehatan ke rumah keluargadengan gangguan jiwa untuk melakukanpenyuluhan Namun semestinya tidak hanyasebatas kegiatan tersebut Perlu ada upayaproaktif dari petugas untuk merawat pasienSikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi olehpengetahuan petugas tentang perawatankesehatan jiwa Berdasarkan informasi dari dinaskesehatan kota Blitar belum ada tenagakesehatan yang berlatar belakang pendidikandokter keperawatan jiwa Menurut Sears(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderitagangguan jiwa salah satunya dipengaruhi olehfaktor kemampuan penanganan gangguan jiwa

Beban iatrogenik yang dialami keluargaterdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunyapelayanan kesehatan jiwa kurangnya fasilitaskesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatanjiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga

Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat-kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secaraumum terbentur pada masalah biaya Biaya yangdibutuhkan untuk membawa keluarga berobat keRSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biayatidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya

perawatan tetapi juga biaya tranportasiSebagaimana pendapat Djatmiko (2007) Biayaberobat yang harus ditanggung pasien tidakhanya meliputi biaya yang langsung berkaitandengan pelayanan medik seperti harga obat jasakonsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnyaseperti biaya transportasi ke rumah sakit danbiaya akomodasi lainnya Sedangkan untukpelayanan di Puskesmas sudah terjangkaudikarenakan obat-obatan untuk penderitagangguan jiwa yang tersedia di Puskesmasdiperoleh secara gratis

Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatandisekitar tempat tinggal (puskesmas) belummemadai atau belum sesuai harapan keluargayaitu belum adanya tempat untuk merawat pasiengangguan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa yangada hanya sebagai tempat pengambilan obat sajaMenurut Andri (Feb 2012) hal ini menunjukkanpara profesional kesehatan pun melakukandiskriminasi pelayanan terhadap penderitagangguan jiwa dimana secara tidak sadar jugamelakukan stigmatisasi terhadap penderitagangguan jiwa Kondisi kurangnya fasilitaspelayanan kesehatan jiwa tentunya dapatmenghambat penangan masalah kesehatan jiwayang lebih bermutu

Pandangan keluarga terhadap kualitaspelayanan kesehatan jiwa secara umummenyatakan pelayanan yang diberikan belummemuaskan karena pengobatan yang telahdiperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-nya Menurut perspektif keluarga bahwa yangdikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuaidengan harapan keluarga yaitu pasien dapatdisembuhkan seperti sediakala dengan meng-konsumsi obat yang diperoleh-nya Sebagaimanamenurut Lovelock dan Wright (2005) kualitaspelayanan dapat diukur dengan membandingkanpersepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-pected service) dengan pelayanan yang diterimadan dirasakan (perceived service) olehpelanggan Dalam pengukuran mutu pelayanan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 43-53

52 ISSN 2460-0334

menurut Kotler (1997) harus bermula darimengenali kebutuhan pelanggan dan berakhirpada persepsi pelanggan Hal ini berarti bahwagambaran kualitas pelayanan harus mengacupada pandangan pelanggan dan bukan padapenyedia jasa karena pelanggan mengkonsumsidan memakai jasa Pelanggan layak menentukanapakah pelayanan itu berkualitas atau tidak

PENUTUPKesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban

keluarga dalam merawat anggota keluargadengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi 1)Beban obyektif yaitu keluarga mengalami bebandalam pemenuhan kebutuhan dasar biayaperawatan dan kebutuhan sehari-hari kebutuhanpengobatan penanganan saat kambuhpenyediaan tempat tinggal dan dukungan sosial2) Beban subyektif yaitu keluarga mengalamiberbagai perasaan yang kompleks yang tidakmenyenangkan menghadapi sikap masyarakatsekitar yang tidak peduli Sikap negatif petugaskesehatan tidak ditemukan 3) Beban iatrogenikyaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadaplayanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurangsedangkan pelayanandi puskesmas sudahterjangkau Ketersedian fasilitas dan kualitaspelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatanprimer (puskesmas) dirasa masih kurang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penelitimenyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunyadikembangkannya program kesehatan jiwamasyarakat yang terpadu dengan melibatkanpartisipasi masyarakat untuk peduli padakesehatan jiwa dengan cara dibentuk kaderkesehatan jiwa diwilayah setempat 2)Dibentuknya sistem dukungan sosial yangterpadu melibatkan lintas sektor dan lebihberkesinambungan misalkan dengan caramembentuk dana kesehatan bagi masyarakatmiskin yang bersumber dari masyarakatsetempat dikelola oleh masyarakat dan untuk

masyarakat serta bekerjasama dengan dinastenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagieks ODGJ 3) Dilakukannya penelitian lanjutantentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatanterhadap pelayanan pasien gangguan jiwa dipuskesmas

DAFTAR PUSTAKAAndri Feb (2012) Berobat ke psikiater

berapa lama httpkesehatankompa-sianacom kejiwaan20120211berobat-ke-psikiater-berapa-lama-438365html

BPS Jatim (2010) Jawa Timur dalam angkawwwjatimprovgoid tanggal 2 Nopember2013

Depkes (2008) Riset Kesehatan Dasar tahun2007 Jakarta Depkes RI

Kristayanti (2009) Manajemen Stres bagiKeluarga Penderita SkizofreniahttpslibatmajayaaciddefaultaspxtabID=61ampsrc=kampid=159548 tangal 5 Desember2014

Lovelock and Wright L (2005) Principles ofService Marketing and ManagementSecond Edition Prentice Hall an imprint ofPearson Education Inc

Maramis WF (2004) Ilmu Kedokteran JiwaSurabaya Airlangga University Press

McDonell Short Berry And Dyck (2003) Bur-den in schizophrenia caregiver impact ofFamily Psycoeducation and Awareness ofPatient Suicidality Family Process Vol 42No 1 pg 91-103

Mohr W K (2006) Psychiatric mental healthnursing (6 th ed) Philadelphia LipincottWilliams Wilkins

Mukhripah D (2008) Komunikasi Terapeutikdalam Praktik Keperawatan Bandung PT Refika Aditama

Polit D F amp BeckCT (2004) Nursing Re-search Priciples and Methods 7 th edi-tion Philadelphia Lippincott Williams ampWilkins

Bahari dkk Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

ISSN 2460-0334 53

Setiadi (2008) Konsep dan Proses Kepera-watan Keluarga Yogyakarta Graha Ilmu

Speziale HJS amp Carpenter DR (2003)Qualitatif Research In Nursing (3th ed)Philadelphia Lippincott Williams amp Wilkins

Stuart GW amp Laraia MT (2005) Principlesand practice of psychiatric nursing (8th

ed) St Louis MosbySubandi AM (2008) Ngemong Dimensi

Keluarga Pasien Psikotik di JawaJurnal

Psikologi Fakultas Psikologi UniversitasGadjah Mada Volume 35 No 1 62 ndash 79ISSN 0215-8884

VidebeckSL (2008) Buku Ajar Kepera-watan Jakarta EGC

WHO (2003) The world Health Report2001 mental health new Understand-ing new hope wwwwhointwhr2001endiakses tanggal 2 Januari 2009

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

54 ISSN 2460-0334

54

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

KONSEP DIRI LANSIA ANDROPAUSE DI POSYANDU LANSIA

Mustayah Lucia Retnowati Dyah SartikaPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email mustayah37yahoocoid

The Self Concept of Elderly Andropause

Abstract This study identifies the self concept of elderly andropause with a descriptive design popula-tion and sample 24 the total sampling questionnaire research instruments Results of the study bodyimage (75) maladaptive Self Ideal (708) maladaptive Self-esteem (50) adaptive The role of self(7083) maladaptive Self identity (5416) From the results the general self concept of elderlyandropause is (5416) maladaptive Suggested to the elderly to add knowledge from various sourcesregarding the changes in the elderly increase positive activities are mild to spend leisure time to theelderly health center in order to add light activity is beneficial to reduce the likelihood of elderly aloneand for families elderly to be more often spend time together elderly in order to be open and makegradual changes in self-concept elderly of maladaptive become adaptive

Keywords elderly andropause self concept

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri lansia andropause dengan desaindeskriptif populasi dan sampel 24 orang sampling jenuh instrumen penelitian kuesioner Hasilpenelitian citra tubuh (75) maladaptif Ideal diri (708) maladaptif Harga diri (50) adaptifPeran diri (7083) maladaptif Identitas diri (5416) Dari hasil penelitian didapatkan secaraumum konsep diri lansia andropause adalah (5416) maladaptif Disarankan kepada lansia untukmenambah wawasan dari berbagai sumber mengenai perubahan pada lanjut usia menambah kegiatanpositif bersifat ringan untuk mengisi waktu luang dan membuat perubahan bertahap pada konsep dirilansia dari maladaptif menjadi adaptif

Kata Kunci lansia andropause konsep diri

PENDAHULUANPeran laki-laki dalam banyak masyarakat

telah dikukuhkan sebagai kepala keluarga yangmempunyai hak penuh untuk membesarkanmenetapkan masa depan dan bila perlumenghukum anggota keluarganya Peran laki-laki berhubungan erat dengan isu ketidak-setaraan gender dan adanya budaya patriarkidalam masyarakat yang menempatkan posisilaki-laki lebih tinggi dari posisi perempuan(Pinem 2009)

Dari aspek perilaku laki-laki diharapkandapat memberikan kontribusi positif terhadapkesehatan reproduksi misalnya dalam halperilaku seksual Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangatberpengaruh terhadap kesehatan perempuanKeputusan penting seperti siapa yang akan

menolong istri melahirkan memilih metodekontrasepsi yang dipakai istri masih banyakditentukan oleh suami Di lain pihak banyak laki-laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasiyang memadai tentang kesehatan reproduksimisalnya dalam hal hubungan seksual sebelumnikah berganti-ganti pasangan kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perem-puan pasangannya (Pinem 2009)

Proses seseorang dari usia dewasa menjadiusia tua merupakan proses yang harus dijalani dandisyukuri Proses ini biasanya menimbulkan suatubeban karena menurunnya fungsi organ tubuhorang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidupseseorang yang menginjak usia senja jugamengalami kebahagiaan (Wahyunita 2010)

Menjadi tua dengan segenap keterba-

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 55

tasannya pasti akan dialami oleh seseorang bilaia panjang umur Di Indonesia istilah untukkelompok usia ini belum baku orang memilikisebutan yang berbeda-beda Ada yangmenggunakan istilah lanjut usia ada pula lansiaatau jompo dengan padanan kata dalam bahasainggris biasa disebut the aged the elders olderadult serta senior citizen Usia kronologisdihitung dengan tahun kalender Di Indonesiadengan usia pensiun 56 tahun barangkali dapatdipandang sebagai batas seseorang mulaimemasuki Lanjut usiamenurut Undang-undangno13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60tahun ke atas adalah yang paling layak disebutLanjut usia (Tamheer amp Noorkasiani 2009)

Pada lanjut usia terjadi penurunan kondisifiskbiologis kondisi psikologis serta perubahankondisi sosial Para Lanjut usia bahkan jugamasyarakat menganggap seakan-akan tugasnyatelah selesai mereka berhenti bekerja dansemakin mengundurkan diri dari pergaulanbermasyarakat yang merupakan salah satu cirifase ini Dalam fase ini biasanya Lanjut usiamerenungkan hakikat hidupnya dengan lebihintensif serta mencoba mendekatkan dirinya padaTuhan

Secara individu seseorang disebut sebagaiLanjut usia jika telah berumur 60 tahun ke atasdi negara berkembang atau 65 tahun ke atas dinegara maju Diantara Lanjut usia yang berumurke atas dikelompokkan lagi menjadi young old(60-90 tahun) old (70-79 tahun) dan old old(80 tahun keatas) (Pinem 2009)

Dari aspek kesehatan seseorang dinyatakansebagai Lanjut usia (elderly) jika berusia 60 tahunke atas sedangkan penduduk yang berusiaantara 49-59 tahun disebut sebagai prasenileSehubungan dengan aspek kesehatan pendudukLanjut usia secara biologis telah mengalami prosespenuaan dimana terjadi penurunan daya tahanfisik yang ditandai dengan semakin rentannyaterhadap serangan berbagai penyakit yang dapatmenyebabkan kematian Hal ini disebabkan

akibat terjadinya perubahan dalam struktur danfungsi sel jaringan serta sistem organ Dalam halmasalah kesehatan reproduksi pada Lanjut usiaterutama dirasakan oleh perempuan ketika masasuburnya berakhir (menopause) meskipun laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi(andropause) (Pinem 2009)

Andropause dimulai dengan perubahan hor-monal fisiologis dan kimia yang terjadi padasemua pria antara empat puluh dan lima puluhlima tahun walaupun perubahan ini dapat sudahterjadi pada usia semuda tiga puluh lima tahunatau baru pada usia setua enam puluh lima tahunSemua perubahan ini mempengaruhi semuaaspek kehidupan pria Oleh karena ituandropause adalah kondisi fisik dengan dimensipsikologi antar pribadi sosial dan spiritual (Dia-mond 2003)

Biasanya andropause terjadi pada pria yangberumur mulai dari 50-60 tahun tetapi andro-pause ini bisa terjadi pada umur yang sangatbervariasi tetapi tidak semua pria akanmengalami keluhan-keluhan andropauseMekanisme terjadinya andropause adalahpenurunan fungsi sistem reproduksi pria hinggamengakibatkan penurunan kadar hormon yangbersifat multi hormonal yaitu penurunan hormontestosteronmelantoninGrowth Hormon danIGFs (Insulin like growth factors) (Wahyunita2010)

Setiap wanita pasti suatu ketika yaitu kira-kira usia 50 tahun kedua ovariumnya akanberhenti menghasilkan hormon estrogen yangmenyebabkan berhentinya haid Namun padalaki-laki tua testis masih saja terus berfungsimemproduksi sperma dan hormon testosteronmeskipun jumlahnya tidak sebanyak usia mudaPada wanita produksi estrogen berhentimendadak sedangkan pada laki-laki denganmeningkatnya usia produksi testosteronmenurun perlahan-lahan sehingga membuatdefinisi andropause pada lakindashlaki sedikit sulitKadar hormon testosteron sampai dengan usia

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

56 ISSN 2460-0334

55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia60 tahun terjadi penurunan yang berartiTestosteron bebas dehidroepiandrosteron(DHEA) dan DHEA-S kadarnya turun secarakontinyu dengan meningkatnya usia(Prawirohardjo 2003)

Berdasarkan studi pendahuluan padatanggal 20 Februari 2015 dengan dasar angketdiagnosa andropause dinyatakan 8 Lansia dalammasa andropause Lalu dilanjutkan denganwawancara dan didapatkan bahwa 2 Lansia(25) mengatakan malu (gangguan gambarandiri) dengan penurunan fisik dalam masaandropause menurut Lansia tersebut membuatmereka kurang percaya diri (gangguan harga diri)dalam bergaul sehingga hanya mau berkumpulsaat Posyandu saja (gangguan peran) Padaawalnya 2 Lansia (25) merasa takut saatmengingat akan mengalami proses menua 4Lansia (50) mengatakan betapa enaknya saatmuda dulu dalam melakukan segala aktivitaskarena lebih banyak tenaga dibandingkansekarang (gangguan ideal diri) Dari data tersebutdisimpulkan bahwa 8 lansia (100) mengalamigangguan konsep diri

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui konsep diri pada Lansia andro-pause di Posyandu Lansia Karang Wreda BismaDesa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang

METODE PENELITIANPenelitian menggunakan metode deskriptif

Pada penelitian ini sampel sebanyak 24 orangLansia andropause Kriteria inklusi meliputi 1)lansia laki-laki berusia 60 tahun keatas 2)anggota Posyandu Lansia Karang Wreda BismaSumberporong 3) lansia andropause yang sudahdiukur melalui kuesioner 4) tidak memilikihambatangangguan komunikasi 5) tidakmemiliki hambatankelemahan fisik 6) memilikikemampuan dalam hal membaca dan menulis

7) bersedia menjadi respondenPenelitian dilakukan di Posyandu Lansia

Karang Wreda Bisma Desa SumberporongKecamatan Lawang Kabupaten Malang pada 8Juli 2015

HASIL PENELITIANPada karakteristik responden ini akan

ditampilkan tentang umur Dari tabel 1 diketahuidari 24 orang responden sebagian besarresponden 21 orang (8750) berumur 60-74tahun Tabel 2 dapat diketahui sebagianresponden 18 orang (75) mempunyai CitraTubuh maladaptif 17 orang (7083)mempunyai peran diri maladaptif 13 orang(5416) mempunyai identitas diri adaptif dan13 orang (5416) mempunyai konsep dirimaladaptif

Tabel 1 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Umur

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri LansiaAndropause di Posyandu Lansia

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 57

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa ditemukan hampir seluruhnya 75responden adalah maladaptif Terbukti padapernyataan soal no1 tentang terjadinyaperubahan fisik (penampilan) pada lansia hanya9 orang responden (375) yang menjawabbenar dan sesuai yang diharapkan Sebagianbesar lansia berusia 66-74 tahun (8750) barumemasuki usia awal menjadi lansia dan barumenyadari penurunan fungsi tubuh sehinggamembuat mereka harus beradaptasi denganperubahan fisik Hal ini disebabkan karena faktorpsikologis Wahyunita (2010) menyebutkanbahwa rasa kecemasan dan ragu mengenaiperubahan fisik merupakan gejala awal yangmuncul hal tersebut adalah umum bagi laki-lakiyang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan lakindashlakitersebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanhampir seluruhnya 708 responden memilikiideal diri maladaptif Terbukti pada pernyataansoal no8 tentang melakukan aktivitas sepertisaat muda agar cita-cita tercapai terdapat 9 or-ang responden (375) menjawab benar sesuaiyang diharapkan Hal ini dikarenakan penampilanfisik berperan penting dalam hubungan sosialmereka sadar bahwa penurunan kualitas fisikakan mengurangi penampilan fisik sehinggalansia akan berusaha mengobati diri atau denganberolahraga untuk menjaga kesehatan MenurutMukhripah (2006) pada usia yang lebih tuadilakukan penyesuaian yang merefleksikanberkurangnya kekuatan fisik dan perubahanperan serta tanggung jawab

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan50 responden mempunyai harga diri adaptifdan 50 responden mempunyai harga dirimaladaptif Perbedaan harga diri pada tiap lansiaberbeda bisa dipengaruhi oleh faktor usiapenampilan fisik pengalaman dan status sosialTergantung pada lansia menyikapi perubahan

yang terjadi pada dirinya Terutama penurunanfungsi tubuh pada masa tua Terdapat keseim-bangan hasil disebabkan karena menurut Suliswati(2005) pada usia dewasa harga diri menjadi stabildan memberikan gambaran yang jelas tentangdirinya dan cenderung lebih mampu menerimakeberadaan dirinya Hal ini didapatkan daripengalaman menghadapi kekurangan diri danmeningkatkan kemampuan secara maksimalkelebihan dirinya Pada masa dewasa akhir timbulmasalah harga diri karena adanya tantangan barusehubungan dengan pensiun ketidakmampuanfisik berpisah dari anak kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa hampir semua responden 7083mempunyai peran diri maladaptif Terbukti padapernyataan soal no 14 tentang penurunan fungsitubuh membuat lansia tidak aktif dalam melakukankegiatan sosial hanya 7 orang responden (291)menjawab benar sesuai yang diharapkan Perandiri pada setiap lansia dapat berbeda ditentukandari pengalaman sebelumnya misalnya posisi yangpernah dijabat atau pendidikan apa yang telahdilaluinya Menurut Suliswati (2005) peranmemberikan sarana untuk berperan serta dalamkehidupan sosial dan merupakan cara untukmenguji identitas dengan memvalidasi pada or-ang yang berarti Setiap orang disibukkan olehbeberapa peran yang berhubungan dengan posisipada tiap waktu sepanjang daur kehidupanHarga diri yang tinggi merupakan hasil dari peranyang memenuhi kebutuhan dan cocok denganideal diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416mempunyai identitas diri adaptif Pernyataan inidibuktikan dengan soal no19 tentang tingkatketergantungan lansia karena kurangnya rasapercaya diri didapatkan 18 orang responden(75) menjawab benar sesuai yang diharapkanIdentitas diri merupakan kesadaran tentang dirisendiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 54-59

58 ISSN 2460-0334

menyadari individu bahwa dirinya berbedadengan orang lain Hal ini didukung oleh teoridari Suliswati (2005) bahwa identitas dirimerupakan sintesis dari semua aspek konsepdiri sebagai suatu kesatuan yang utuh tidakdipengaruhi oleh pencapaian tujuan atributjabatan dan peran Seseorang yang mempunyaiperasaan identitas diri yang kuat akan memandangdirinya berbeda dengan orang lain dan tidak adaduanya Kemandirian timbul dari perasaanberharga (respek pada diri sendiri) kemampuandan penguasaan diri

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden 5416memiliki konsep diri maladaptif Terbukti dari 5sub variabel (40) yang terdiri dari harga diridan identitas diri adalah adaptif dan sesuai yangdiharapkan Sedangkan 3 sub variabel lainnya(60) yang terdiri dari citra tubuh peran diri danideal diri adalah maladaptif Hal ini kemungkinandisebabkan karena perubahan dan penurunandari segi fisik yang menunjang interaksi sosialsehingga dapat mengganggu konsep diri paralansia tersebut Selain itu banyak faktor lain yangmempengaruhi seperti usia jenis kelaminaktivitas dan pengalaman yang pernah didapatoleh para lansia Sesuai dengan pendapatWahyunita (2010) bahwa rasa kecemasan danragu mengenai perubahan fisik merupakan gejalaawal yang muncul hal tersebut adalah umum bagilaki-laki yang menginjak lansia gejala tersebutmenyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-lakitersebut

PENUTUPKesimpulan yang didapat dari penelitian ini

adalah 1) citra tubuh lansia andropausemaladaptif 2) ideal diri lansia andropausemaladaptif 3) harga diri lansia andropausesetengahnya mempunyai harga diri adaptif 4)peran diri lansia Andropause sebagian besarresponden (7083) mempunyai peran diri

maladaptif 5) identitas diri lansia andropauselebih dari setengahnya (5416) mempunyaiidentitas diri adaptif 6) konsep diri lansiaandropause di Posyandu Lansia Karang WredaBisma Desa Sumberporong Kecamatan LawangKabupaten Malang lebih dari setengahresponden (5416) memiliki konsep dirimaladaptif

Saran dari penelitian ini antara lain bagi lansiaandropause responden hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan pada lansia untuk menambah kegiatanringan yang bermanfaat sehingga lansia tidakbanyak waktu untuk melamuni andropause sertadapat meningkatkan kualitas diri danmeningkatkan konsep diri

Bagi keluarga lansia andropause hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada umumnyakonsep diri lansia andropause adalah maladaptifsehingga disarankan pada keluarga untukmenambah waktu kebersamaan dengan lansiaandropause agar lansia memiliki tempat untukmencurahkan isi hatinya sehingga lansia dapatlebih meningkatkan konsep dirinya

Bagi institusi tempat penelitian hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada umumnya konsep dirilansia andropause adalah maladaptif sehinggadisarankan kepada pihak Posyandu LansiaKarang Wreda Bisma untuk menambah kegiatanpositif seperti olahraga bersama untukpeningkatan kualitas konsep diri lansia

Bagi Institusi Pendidikan PoltekkesKemenkes Malang Memberikan masukan danbahan dokumentasi ilmiah dalam pengembanganilmu keperawatan salah satunya melaluipengadaan buku-buku penunjang

Bagi peneliti selanjutnya disarankanhendaknya penelitian yang sederhana ini dapatdigunakan sebagai acuan dalam melaksanakanpenelitian selanjutnya dan menambah referensimelalui buku terbaru dan jurnal nasionalinternasional

Mustayah Konsep Diri Lansia Andropause di Posyandu Lansia

ISSN 2460-0334 59

DAFTAR PUSTAKAAlimul A (2008) Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis DataJakarta Salemba Medika

Diamond J (2003) Menopause Pada Pria(Male Menopause) Batam CenterInteraksara

Mukhripah (2006) Asuhan KeperawatanJiwa Jakarta Aditama

Pinem S (2009) Kesehatan Reproduksi ampKontrasepsi Jakarta Trans Info Media

Prawirohardjo S (2003) Menopause danAndropause Jakarta Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo

Setiadi (2007) Konsep amp Penulisan RisetKeperawatan Jakarta Graha Ilmu

Suliswati (2005) Konsep Dasar KeperawtanKesehatan Jiwa Jakarta EGC

Sunaryo (2004) Psikologi untuk Kepera-watan Jakarta EGC

Tamheer S amp Noorkasiani (2009) Kese-hatan Usia Lanjut dengan PendekatanAsuhan Keperawatan Jakarta SalembaMedika

Wahyunita 2010 Memahami Kesehatan padaLansia Jakarta Trans Info Media

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

60 ISSN 2460-0334

60

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

ASUPAN KARBOHIDRAT DAN OBESITAS PADA GURU WANITA USIA SUBUR

Nastitie Cinintya NurzihanUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami No36A Jebres Surakarta Jawa Tengah

Email cnastitieyahoocoid

Carbohydrate Intake and Obesity in Teacher of Women Childbearing Age

Abstract The prevalance of obesity has increased rapidly worldwide and the importance of consider-ing the role of diet in the prevention and treatment of obesity is widely acknowledged The role ofdietary carbohydrates in weight loss has received considerable attention in light of the current obesityepidemic This was an analytical survey with cross sectional design Research location was in UPTPendidikan Jebres Surakarta Central Java The subjects of study were female teachers of childbearingaged 22-49 years old in 18 primary schools Sampels were 110 people selected by using technique ofprobability sampling with simple random sampling The results of the bivariate analysis showed thatcarbohydrate intake was not significantly associated with obesity (OR=0961 95 CI= 021-429)and carbohydrate intake had negative association with obesity (p=0958) There was a negative asso-ciation between carbohydrate intake and obesity in teacher of women childbearing age

Keywords carbohydrate intake obesity women childbearing age

Abstrak Prevalensi obesitas telah meningkat pesat di seluruh dunia dan pentingnya mempertimbangkanperan diet dalam pencegahan dan pengobatan obesitas diakui secara luas Peran diet karbohidratdalam menurunkan berat badan telah mendapat perhatian besar mengingat epidemi obesitas saat iniJenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional Lokasi penelitian di UPTPendidikan Jebres Surakarta Jawa Tengah Subjek penelitian adalah guru wanita usia subur denganrentan usia 22-49 tahun di 18 sekolah dasar Besar sampel penelitian adalah 110 orang Pemilihansubjek penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling Hasilanalisis bivariat menunjukkan asupan karbohidrat tidak secara signifikan terkait dengan obesitas(OR=0961 95 CI= 021-429) dan asupan karbohidrat memiliki hubungan negatif dengan obesitas(p=0958) Asupan protein tidak berperan dengan obesitas pada wanita usia subur

Kata Kunci asupan karbohidrat obesitas wanita usia subur

PENDAHULUANObesitas merupakan keadaan patologis

dengan adanya penimbunan lemak yang berlebihyang telah menjadi masalah global Data WorldHealth Organization (WHO) tahun 2006menunjukkan bahwa 14 wanita yang berusiadiatas 20 tahun mengalami obesitas denganIndeks Masa Tubuh (IMT) 30 kgm2Prevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Indonesia berdasarkan RisetKesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013dilaporkan sebesar 329 sedangkanprevalensi obesitas perempuan dewasa (gt18tahun) di Provinsi Jawa Tengah adalah 30

Proporsi status gizi wanita menurut IMT padaPokok-Pokok Hasil Riskesdas Jawa Tengahtahun 2013 menunjukkan bahwa Kota Surakartamemiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 282untuk obesitas dan 143 untuk berat badan lebih(overweight) (Kementerian Kesehatan RI2013)

Asupan makanan merupakan faktor pentingyang mempengaruhi obesitas dan salah satustrategi untuk mencegah obesitas adalah mengaturpola makan tepat (Jia-Yi dan Sui-Jian 2015)Asupan zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari lebihbanyak jumlahnya dibutuhkan oleh tubuh adalahzat gizi makro salah satunya adalah karbohidrat

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 61

Karbohidrat adalah salah satu makronutrien yangmemberikan energi dan dapat berkontribusi padaasupan energi dan berat badan (Van-Dam danSeidell 2007) Penelitian yang dilakukan olehMerchant et al (2009) menyatakan bahwaperan diet karbohidrat membuktikan adanyapenurunan berat badan pada obesitas dewasa

Obesitas pada kalangan wanita usia suburdapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanreproduksi seperti kesulitan dalam hamilkesehatan yang buruk selama masa kehamilandan postpartum (Dag dan Dillbaz 2015)Dampak lain dari obesitas pada wanita usia suburadalah timbulnya penyakit kardiovaskuler sepertitekanan darah tinggi stroke dan diabetes melli-tus (Flegal et al 2010) Untuk itu penelitiberpendapat bahwa perlu adanya perhatiankhusus terhadap wanita usia subur dalammenangani masalah kesehatan salah satunyaadalah obesitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh asupan karbohidrat dan proteinterhadap obesitas Guru wanita usia subur

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian

cross sectional dan dilaksanakan pada wilayahUPT Pendidikan Jebres Surakarta dengan 18Sekolah Dasar Negeri Populasi pada penelitianini adalah seluruh guru wanita usia subur (22-49tahun) yang memenuhi kriteria yaitu tidak dalamkeadaan sakit saat penelitian tidak dalamkeadaan hamil dan menyusui tidak menderitapenyakit kronis dan infeksi dalam 1 tahun terakhirSampel pada penelitian ini adalah 110 subjekpenelitian didapatkan dari perhitungan meng-gunakan rumus (10)

Pengambilan sampel menggunakan teknikprobability sampling yakni simple randomsampling dengan sistem lotre atau undianberdasarkan daftar nama guru wanita tersebutdan didapatkan 18 Sekolah Dasar Negeri untuk

memenuhi jumlah subjek penelitian yangdiinginkan

Variabel bebas adalah asupan karbohidratData asupan karbohidrat didapatkan dariwawancara asupan makan dalam 2 hari (tidakberurutan) dengan metode food recall 24jamterakhir dan food frequency semi quantitative1 bulan untuk mengetahui pola makan yang biasadikonsumsi untuk mengetahui porsi atau takaranyang dikonsumsi maka penelitian ini meng-gunakan food models agar tidak terjadiperbedaan persepsi antara subjek penelitiandengan peneliti Hasil wawancara food recall2x24 jam dilakukan perhitungan kandungan gizikhususnya protein dengan menggunakan aplikasinutrisurvey 2007 dan dihitung rata-rata asupankarbohidrat selanjutnya dilakukan pengelom-pokan sesuai kategori asupan karbohidrat

Pengukuran langsung berat badan dan tinggibadan masing-masing responden dilakukan untukmenentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yangdikategorikan normal (18-25 kgm2) dan obesitas(gt25 kgm2) Variabel terikat adalah kejadianobesitas pada guru wanita usia 22 ndash 49 tahunPada penelitian ini juga dilakukan pengumpulandata karakteristik subjek penelitian melaluiwawancara langsung meliputi umur tingkatpendidikan status pernikahan golonganpekerjaan kontrasepsi yang digunakan dangenetik

Analisis data penelitian yang dilakukanmeliputi analisis univariat unutk mengetahuifrekuensi dan proporsi masing-masing karak-teristik subjek penelitian dan variabel bebas dandilakukan uji normalitas data menggunakanKolmogorov Smirnov test Analisis bivariatdigunakan untuk menganalisis dua variabel danmengetahui apakah ada hubungan yang signifikanantar kedua variabel (Hastono 2007) Ujistatistik yang digunakan adalah uji chi-squaredengan ketelitian 95 (=005)

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 60-63

62 ISSN 2460-0334

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASANHasil analisis uji korelasi menunjukkan

bahwa asupan karbohidrat tidak menunjukkanhubungan bermakna dengan kejadian obesitas(p=0922) Hasil penelitian Ahluwalia et al(2009) di Eropa pada rentan usia 45-65 tahunmenunjukkan bahwa terjadi hubungan yangtidak bermakna antara Indeks Massa Tubuh(IMT) dengan asupan karbohidrat Penelitianlain yang dilakukan di Canada pada subjekpenelitian dengan usia gt 18 tahun yangmendukung penelitian ini menyatakan bahwaasupan karbohidrat dan obesitas berbandingterbalik dengan meningkatnya berat badan danasupan karbohidrat menurun mencapai 290-310grhari (Merchant et al 2009) Banyakpenelitian beberapa tahun belakanganmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yangkonsisten antara proporsi asupan energi yangdikonsumsi berasal dari karbohidrat yangmendominasi total asupan energi seseorangsebagai penentu kenaikan berat badan (Maliket al 2006) Mekanisme yang mendasari haltersebut terjadi adalah kontribusi serat darimakanan yang kaya karbohidrat serat makananjuga telah dikaitkan dengan rasa kenyang yanglebih besar dan serat akan terikat denganberkurangnya penyeraparan nutrisi (Burton-Freeman 2010) Asupan karbohidrat rendah itusendiri secara substansial dapat mengurangiberat badan (Santos et al 2012)

Tabel 1 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas

Pada hasil wawancara subjek penelitiandiketahui bahwa konsumsi makanan pokoksehari-hari berasal dari sumber karbohidrat padaumumnya yaitu nasi Penelitian di Iran melaporkanbahwa konsumsi nasi putih tidak terkait denganobesitas (Kolahdouzan et al 2013) Sejalandengan itu penelitian lain baru-baru inimengungkapkan bahwa asupan nasi berbandingterbalik dengan penambahan berat badan (Shiet al 2012) Sebuah studi lainnya menunjukkanbahwa asupan nasi dengan sumber karbohidratlainnya memiliki potensi lebih rendah dalampeningkayan glukosa darah (Mendez et al2009)

PENUTUPKeseluruhan responden penelitian memiliki

asupan karbohidrat yang lebih Asupankarbohidrat tidak berhubungan nyata dengankejadian obesitas

Perlu adanya pengaturan asupan karbo-hidrat dalam komposisi makanan sehari-hari danmengkonsumsi makanan yang bervariasi dengankandungan gizi yang seimbang sehinggakebutuhan zat gizi dapat terpenuhi serta dapatmeningkatan aktivitas fisik dengan berolahragasecara teratur agar dapat mencegah terjadinyaobesitas

Nurzihan Asupan Karbohidrat dan Obesitas Guru Wanita

ISSN 2460-0334 63

DAFTAR PUSTAKAWorld Health Organization (WHO) (2006)

Global Database on Body Mass Index aninteractive surveilance tool for monitoring nu-trition transition

Kementerian Kesehatan RI (2013) Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi JawaTengah Tahun 2013 Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan

Jia-Yi H dan Sui-Jian Q (2015) ChidhoodObesity and Food Intake World Journalof Pediatrics vol 11 no 2 hlm 101-107

Van-Dam RM dan Seidell JC (2007) Car-bohydrate Intake and Obesity EuropeanJournal of Clinical Nutrition vol 61 no1 hlm 75-99

Merchant AT Hassanali V Shahzaib BMahshid D Syed MAS LawrenceDK dan Susan ES (2009) Carbohy-drate Intake and Overweight and Obesityamong Healthy Adults Journal of theAmerican Dietetic Association vol 109no 7 hlm 1165-1172

Dag ZO dan Dilbaz B (2015) Impact of Obe-sity on Infertility in Women Turkish-Ger-man Gynecological Association vol 16no 6 hlm 111-117

Flegal KM Carroll MD Ogden CL danCurtin LR (2010) Prevalence and trendsin obesity among US adults 1999ndash2008JAMA The Journal of the AmericanMedical Association vol 303 no 3 hlm235ndash241

Hastono S (2007) Analisa Data KesehatanJakarta Universitas Indonesia

Ahluwalia N Ferriegraveres J Dallongeville JSimon C Ducimetiegravere P Amouyel P dan

Arveiler D (2009) Association of macro-nutrient intake patterns with being overweightin a population-based random sample of menin France Diabetes amp Metabolism vol 35no 2 hlm 129-136

Malik VS Schulze MB dan Hu FB (2006)Intake of sugar-sweetened beverages andweight gain a systematic review The Ameri-can Journal of Clinical Nutrition vol84no 2 hlm 274-288

Burton-Freeman B (2010) Dietary fiber and en-ergy regulation Journal of Nutrition vol120 no 2 hlm 272-275

Santos F Esteves S da Costa Pereira AYancy SSJr dan Nunes JP (2012) Sys-tematic review and meta-analysis of clinicaltrials of the effects of low carbohydrate di-ets on cardiovascular risk factors ObesityReviews vol 13 no 11 hlm 1048ndash66

Kolahdouzan M Hossein KB Behnaz NElaheh Z Behnaz A Negar G Nima Adan Maryam V (2013) The association be-tween dietary intake of white rice and cen-tral obesity in obese adults Arya Athero-sclerosis vol 9 no 2 hlm 140-144

Shi Z Taylor AW Hu G Gill T dan WittertGA (2012) Rice intake weight change andrisk of the metabolic syndrome developmentamong Chinese adults the Jiangsu NutritionStudy (JIN) Asia Pacific Journal of Clini-cal Nutrition vol 21 no 1 hlm 35-43

Mendez MA Covas MI Marrugat J VilaJ dan Schroder H (2009) Glycemic loadglycemic index and body mass index inSpanish adults American Journal of Clini-cal Nutrition vol 89 no 1 hlm 316-322

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

64 ISSN 2460-0334

64

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

GAMBARAN TINGKAT RISIKO STROKE PADA SOPIR BUS

Rizki Mustika Riswari Edy Suyanto Wahyu SuprianingsihPoltekkes Kemenkes Malang Jalan Besar Ijen No 77 C Malang

Email rizkimustikagmailcom

The Level of Risk Stroke on Dus Driver

Abstract The bus driver is one of the jobs that have a higher risk of stroke than other jobs The purposeof this study is to describe the level of risk stroke on bus driver in PO Tentrem Singosari Malang cityThis research is descriptive research with the amount of respondents 30 people who were taken usingpurposive sampling technique Respondents fill out the questionnaire and examination body weightheight random blood sugar total cholesterol and blood pressure The results obtained are in POTentrem bus driver has the level of risk stroke in low-risk 333 2333 at moderate risk 4333 athigh risk and 30 at very high risk The analysis of this research using scoring were adoption fromstroke risk scorecard and the result were served in a table Expected after an known level of risk whichis more dominant to be a stroke respondents can do for the primary prevention of stroke

Keywords bus driver stroke level of risk primary prevention

Abstrak Sopir bus merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi terkena strokedaripada pekerjaan lainnya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkatrisiko stroke pada sopir bus di PO Tentrem Singosari kabupaten Malang Penelitian ini adalah penelitiandiskriptif dengan responden sejumlah 30 orang yang diambil menggunakan teknik purposive sam-pling Responden mengisi kuisoner dan dilakukan pemeriksaan berat badan tinggi badan gula darahacak kolesterol total dan tekanan darah Hasil yang didapatkan adalah sopir bus di PO Tentremmemiliki tingkat risiko terkena stroke 333 pada risiko rendah 2333 pada risiko sedang 4333pada risiko tinggi dan 30 pada risiko sangat tinggi Analisa data pada penelitian ini menggunakanskoring yang diadopsi dari stroke risk scorecard setelah itu diprosentasikan dan disajikan dalambentuk tabel Diharapkan setelah diketahui tingkat risiko yang mana yang lebih dominan untukterjadi stroke responden dapat melakukan upaya pencegahan primer untuk penyakit stroke

Kata Kunci sopir bus stroke tingkat risiko pencegahan primer

PENDAHULUANStroke merupakan masalah medis yang

utama setiap tahun 15 juta orang di seluruh duniamengalami stroke Sekitar 5 juta menderitakelumpuhan permanen Di kawasan AsiaTenggara terdapat 44 juta orang mengalamistroke Prevalensi stroke di Indonesia sebesar121 per seribu penduduk dan yang telahdidiagnosis tenaga kesehatan sebesar 70 perseribu penduduk Jadi sebanyak 579 persenkasus stroke telah terdiagnosa oleh tenagakesehatan Sedangkan di Provinsi Jawa Timurmemiliki prevalensi jumlah penderita stroke yaitu

sebesar 160 per seribu penduduk (Riskesdas2013)

Kejadian stroke dipengaruhi oleh banyakfaktor seperti status gizi pola kerja aktivitas fisikdan gaya hidup Faktor jenis pekerjaan seseorangternyata memiliki pengaruh yang cukup besardalam mencetuskan stroke Penelitian di Brazilmenunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risikolebih tinggi terkena stroke dan sopir yangmembawa penumpang cenderung memiliki risikoyang lebih besar dari pada yang membawa barang(Hirata 2012) Sopir bus merupakan salah satupekerjaan yang berbahaya bagi jantung dan

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 65

peredaran darah (Candra 2012) Hasil penelitiandi Korea sopir bus memiliki risiko kejadianpenyakit kardiovaskuler termasuk stroke sebesar127 3-4 kali lebih tinggi dari kelompokpekerja lainnya (Shin 2013)

Pekerjaan sebagai sopir memiliki aktifitasfisik yang sangat kurang bahkan hampir sebagianbesar waktu bekerjanya dihabiskan denganduduk hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkeseimbangan energi di dalam tubuh sehinggamemiliki risiko kelebihan berat badan Selain itujam kerja yang panjang membuat sopir tidakmemiliki waktu yang cukup untuk berolahragadan memiliki pola makan yang buruk dan tidakteratur (Rizkawati 2012) Selain itu bekerjasebagai sopir bus membutuhkan kehati-hatiandan konsentrasi yang tinggi untuk keselamatanpenumpang dan dirinya selama di jalan raya Haltersebut dapat memicu stress (Sangadji 2013)Faktor-faktor pekerjaan tersebut dapatmemperburuk tekanan darah kolesterol diabe-tes dan obesitas sehingga sopir memiliki risikolebih tinggi mengalami stroke (Shin 2013)

Pada pemeriksaan oleh dokter PolresGunung Kidul pada 28 orang sopir bus tahun2012 didapatkan 20 sopir terancam penyakitstroke dan jantung (Sunartono 2012) Begitupula pada pemeriksaan gratis oleh Balai BesarTeknik Kesehatan Lingkungan dan PengendalianPenyakit (BBTKLPP) pada sopir bus di termi-nal Arjosari tahun 2015 dari 60 orang yangdiperiksa kebanyakan mengidap hipertensi dandiabetes kepala BBTKLPP mengatakan jikahipertensi bagi sopir bus sangatlah berbahayakarena ketika sopir terkejut saat mengemudi bisaterkena stroke mendadak (Ary 2015)Berdasarkan studi pendahuluan peneliti terhadap5 sopir bus melalui wawancara terstrukturterdapat 4 responden menderita hipertensi dan1 responden menderita diabetes mellitus Selainitu terdapat 3 orang sopir bus dalam 2 tahunterakhir yang terkena stroke setelah bekerjamenjadi pengemudi selama plusmn10 tahun

Melihat gaya hidup pada sopir bus yangberisiko terjadinya stroke untuk itu sopir busperlu informasi tentang faktor risiko strokePenelusuran faktor risiko penting dilakukan agardapat menghindari dan mencegah seranganstroke Oleh karena itu penelitian ini dilakukanuntuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke yangterdapat pada masing-masing individu Dengandemikian kita dapat mengurangi jumlah penderitastroke dengan memberikan informasi kepadamasyarakat untuk mencegah dan menghindarifaktor-faktor risiko timbulnya stroke

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahuigambaran tingkat risiko stroke pada Sopir Busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malang

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif Peneliti mengidentifikasitingkatan risiko stroke pada subjek penelitianmelalui penelitian secara prospektif (pengamatanterhadap peristiwa yang belum dan akan terjadi)Sedangkan rancangan penelitian yang digunakanadalah cross sectional study dimana variabelyang diteliti diambil datanya hanya satu kali dalamwaktu bersamaan

Populasi dalam penelitian ini adalah sopir busdi PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangyang berjumlah 120 orang Sampel padapenelitian ini adalah 30 sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang Kriteria inklusidalam penelitian ini adalah Sopir bus yangbersedia menjadi responden mampuberkomunikasi secara verbal maupun non ver-bal

Teknik pengambilan sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah purposive samplingInstrumen dalam penelitian ini menggunakankuisoner Instrumen yang digunakan dalampengumpulan data penelitian ini adalah kuisoneryang diadaptasi dan dimodifikasi dari Stroke RiskScorecard Responden menjawab denganmemberikan check list pada jawaban yang

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

66 ISSN 2460-0334

dikehendaki di tempat yang sudah disediakanLembar kuisoner dalam penelitian ini berisitentang 10 indikator faktor risiko stroke Dimana6 indikator diisi oleh responden dan 4 indikatordiperoleh dari hasil pengukuran tekanan darahkolesterol dan berat badan serta tinggi badanPenelitian dilaksanakan di garasi PO TentremSingosari Kabupaten Malang yang dilaksanakanpada tanggal 8-15 Juni 2016

HASIL PENELITIANKarakterist ik responden penelit ian

berdasarkan usia Tabel 1 menunjukkan bahwarata-rata usia responden 5040 tahun denganstandart devisiensi 7907 Usia termuda adalah32 tahun dan usia tertua adalah 63 tahun Darihasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwarata-rata usia responden adalah 4745- 5335

Karakteristik responden berdasarkanriwayat keturunan sebagian besar respondentidak mempunyai riwayat stroke dalam keluargayaitu sebanyak 20 orang (6666)

Sebagian besar tekanan darah respondengt 14090 mmHg yaitu sebanyak 15 orang (50)Sebagian besar gula darah acak responden lt 139mgdL yaitu sebanyak 15 orang (50) Sebagian

besar menunjukkan bahwa sebagian besar kadarkolesterol total responden lt 200 mgdL yaitusebanyak 18 orang (60)

Karakteristik responden berdasarkankebiasaan merokok Tabel 1 menunjukkanbahwa sebagian besar responden adalahperokok gt 20 batanghari yaitu sebanyak 22orang (7333)

Karakteristik responden berdasarkanriwayat penyakit jantung Tabel 2 menunjukkanbahwa sebagian besar responden tidakmempunyai penyakit jantung yaitu sebanyak 18orang (60)

Karakteristik responden berdasarkan IMTTabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besarresponden mempunyai IMT gt 250 yaitusebanyak 21 orang (70)

Karakteristik responden berdasarkanaktifitas fisik Tabel 4 menunjukkan bahwasebagian besar aktifitas fisik responden rendahyaitu sebanyak 14 orang (4667)

Karakteristik responden berdasarkanperilaku santai Tabel 5 menunjukkan bahwasebagian besar responden berperilaku santai yaitusebanyak 14 orang (4667)

Tabel 1 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Kebiasan Merokok

Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Penyakit Jantung

Tabel 3 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan IMT

Tabel 4 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Aktivitas Fisik

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 67

Gambaran risiko penyakit Stroke padaresponden Tabel 7 menunjukkan bahwasebagian besar responden memiliki tingkat risikotinggi terkena stroke yaitu sebanyak 13 orang(4333)

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa sopir

bus di PO Tentrem Singosari Kabupaten Malangsebagian besar memiliki tingkat risiko tinggiterkena stroke yaitu sebanyak 13 responden(4333) dan tingkat risiko sangat tinggi terkenastroke sebagai tingkat risiko tertinggi kedua yaitusebanyak 9 responden (30) Hal ini sesuaidengan penelitian Hirata tahun 2011 di Brazilyang mengatakan bahwa profesi sebagai sopirmemiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dansopir yang membawa penumpang cenderungmemiliki risiko yang lebih besar dari pada yangmembawa barang Pekerjaan sebagai sopirmemiliki aktifitas fisik yang sangat kurang bahkanhampir sebagian besar waktu bekerjanyadihabiskan dengan duduk hal ini tentu akanberpengaruh terhadap sirkulasi darah sehinggamemiliki risiko tekanan darah yang abnormalSelain itu jam kerja yang panjang membuat sopirtidak memiliki waktu yang cukup untukberolahraga dan memiliki pola makan yangburuk tidak teratur serta monoton sehinggaberesiko terkena hiperkolesterolemia (Rizkawati2012) Kebiasaan sebagian besar sopir bus yangsering mengkonsumsi makanan berlemak asin

jeroan dan makanan sejenis di tempat bekerjadiduga dapat menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit termasuk stroke (Musbyarini 2010)Selain itu banyak kebiasaan sopir bus dalampenyalahgunaan zat seperti alkohol dan rokoksebagai sarana mengurangi masalah psikologis(Shin 2013) Dan juga seringnya minum kopiterutama yang instan dalam waktu lama dapatmeningkatkan kadar gula dalam darah atauminuman instan untuk menghilangkan dahagadapat memicu tingginya kadar gula darah dalamtubuh Selain itu bekerja sebagai sopir busmembutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yangtinggi untuk keselamatan penumpang dan dirinyaselama di jalan raya Hal tersebut dapat memicustress dan hipertensi (Sangadji 2013) Dimanasemua itu merupakan faktor risiko terjadinyastroke sehingga sopir memiliki risiko lebih tinggimengalami stroke

Faktor usia juga dapat mempengaruhi tingkatrisiko terkena stroke Pada hasil penelitianmenunjukkan bahwa rata-rata usia responden5040 tahun dengan standart deviasi 7907 Usiatermuda adalah 32 tahun dan usia tertua adalah63 tahun Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa rata-rata usia respondenadalah 4745- 5335 Menurut hasil penelitianPutri (2012) menunjukkan bahwa sebanyak8125 responden berusia 55 tahun keatasbanyak terserang stroke Semakin bertambahnyausia menyebabkan penurunan kemampuanmeregenerasi jaringan terutama pada pembuluhdarah sehingga pembuluh darah tidak elastis lagi

Tabel 5 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Perilaku

Tabel 6 Distribusi Karakteristik TingkatRisiko Stroke pada Sopir Bus

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

68 ISSN 2460-0334

Hal tersebut dapat menyebabkan kerja jantungmemberat Jika ini berlangsung lama akanmenyebabkan pembuluh darah pecah danapabila terjadi pada pembuluh darah di otak akanterjadi stroke (Junaidi 2004) Trend saat ini yangsedang diamati adalah risiko stroke pada usiamuda Pada usia produktif stroke dapatmenyerang pada mereka yang gemar meng-konsumsi makanan yang berlemak (Sutanto2010)

Riwayat stroke dalam keluarga dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden tidak memiliki keluarga yang pernahterkena stroke yaitu sebanyak 20 orang(6666) Sebuah Studi Kohort menunjukkanbahwa riwayat keluarga positif strokemeningkatkan risiko stroke sebesar 30Beberapa stroke mungkin merupakan gejala darikelainan genetik seperti Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy with Sub-corticalInfarcts and Leukoencephalopathy (CADA-SIL) Suatu penyakit yang menyebabkan mutasigen sehingga terjadi kerusakan di pembuluh darahotak menyumbat aliran darah Sebagian besarorang-orang dengan CADASIL mempunyairiwayat kelainan pada keluarga (AmericanStroke Association 2012) Namun penelitianPutri (2012) mengatakan bahwa stroke bukanmerupakan penyakit keturunan melainkandisebabkan oleh gaya hidup Jadi belum tentuyang mempunyai riwayat keluarga stroke akanmengalami stroke juga

Tekanan darah dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki tekanan darah gt14090 mmHg yaitu 15orang (50) Menurut hasil penelitian Putri(2012) menunjukkan 625 pasien strokememiliki riwayat hipertensi Menurut Pinzon(2010) Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risikolainnya Tekanan darah yang tinggi meng-

akibatkan stress pada dinding pembuluh darahHal tersebut dapat merusak dinding pembuluhdarah sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akanmenghambat alirah darah otak yang akhirnyadapat menyebabkan stroke Selain itupeningkatan stress juga dapat melemahkandinding pembuluh darah sehingga memudahkanpecahnya pembuluh darah yang dapatmenyebabkan pendarahan otak (Rohmah2015)

Kadar gula darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kadar gula darah lt139 mgdL yaitu 15orang (50) Kadar gula darah sewaktu yangnormal adalah di bawah 200 mgdL Jika kadargula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemiamaka orang tersebut dicurigai memiliki penyakitdiabetes mellitus (Rohmah 2015) Keadaanhiperglikemia dan berlangsung kronik dapatmempercepat terjadinya aterosklerosis baikpada pembuluh darah kecil maupun besartermasuk pembuluh darah yang mensuplai darahke otak Keadaan pembuluh darah otak yangsudah mengalami aterosklerosis sangat berisikountuk mengalami sumbatan maupun pecahnyapembuluh darah yang mengakibatkan timbulnyaserangan stroke (Nastiti 2012) Menurut studyprospektif Basu et al (2012) Diabetesmeningkatkan risiko stroke 1-3 kali lipat biladibandingkan yang bukan penderita diabetesDiabetes bukan faktor independen penyebabstroke Namun pengendalian kadar gula darahdapat mengurangi komplikasi pada pembuluhdarah yang nantinya akan berperan dalamkejadian stroke (Faisal 2015) Pengendaliankadar gula darah dapat dilakukan dengan diitmengurangi makanan manis dan minuman bergula(Wardhana 2011)

Kadar kolesterol darah dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yang

Riswari dkk Gambaran Tingkat Risiko Stroke pada Sopir Bus

ISSN 2460-0334 69

memiliki kadar kolesterol darah lt200 mgdLyaitu 18 orang (60) Menurut Yulianto dalamsebuah penelitian menunjukkan angka strokemeningkat pada pasien dengan kadar kolesteroltotal di atas 240 mgdL Setiap kenaikan 387mg menaikkan angka stroke 25 Makin tinggikolesterol semakin besar kemungkinan darikolesterol tersebut tertimbun pada dindingpembuluh darah Hal ini menyebabkan pembuluhdarah menjadi lebih sempit sehingga menggangusuplai darah ke otak yang disebut dengan stroke(Junaidi 2004) Hiperlipidemia bukan faktorindependen penyebab stroke namun dalambeberapa penelitian menyebutkan bahwa denganmenurunkan kadar kolesterol darah maka risikountuk terkena stroke juga menurun (Faisal2015)

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhitingkat risiko seseorang terkena stroke jugaPada penelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki kebiasaan merokok gt20 batanghariyaitu 22 orang (7333) Pada The PhysicianHealth Study suatu penelitian kelompok (co-hort) yang bersifat prospektif pada 22071 laki-laki diperoleh data untuk perokok kurang dari20 batang per hari risiko stroke sebesar 202kali perokok lebih dari 20 batang per hari risikostroke 252 kali dibanding bukan perokokFaktor risiko dari perkembangan aterosklerosiskarena meningkatkan oksidasi lemak dimanakarbon monoksida diyakini sebagai penyebabutama kerusakan vaskuler terbentuknyaaneurisme penyebab pendarahan subarakhnoidsedangkan iskemik terjadi akibat perubahanpada arteri karotis (Junaidi 2004)

Riwayat penyakit jantung dapat mem-pengaruhi tingkat risiko seseorang terkena strokejuga Pada penelitian ini sebagian besarresponden yang tidak memiliki riwayat penyakitjantung yaitu 18 orang (60) Menurut penelitianNastiti (2012) Seseorang dengan penyakitjantung mendapatkan risiko untuk terkena stroke3 kali lebih tinggi dari orang yang tidak memiliki

penyakit atau kelainan jantung Penyakit ataukelainan pada jantung dapat mengakibatkaniskemia otak Hal ini disebabkan oleh denyutjantung yang tidak teratur dan tidak efisien dapatmenurunkan total curah jantung yang meng-akibatkan aliran darah di otak berkurang Selainitu juga dengan adanya penyakit atau kelainanjantung dapat terjadi pelepasan embolus(kepingan darah) yang kemudian dapatmenyumbat pembuluh darah otak (Stroketrombosis)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dapatmempengaruhi tingkat risiko seseorang terkenastroke juga Pada penelitian ini sebagian besarresponden memiliki IMT gt250 yaitu 21 orang(70) Obesitas dapat menyebabkan terjadinyastroke lewat efek snoring atau mendengkur dansleep apnea karena terhentinya suplai oksigensecara mendadak di otak (Junaidi 2004)Diketahui juga efek dari obesitas adalahmempercepat aterosklerosis pada remaja dandewasa muda (Faisal2015)

Aktifitas fisik dapat mempengaruhi tingkatrisiko seseorang terkena stroke juga Padapenelitian ini sebagian besar responden yangmemiliki aktifitas fisik rendah yaitu 14 orang(4667) Orang yang memiliki aktivitas fisikyang tinggi dapat membuat lumen pembuluhdarah menjadi lebih lebar dan lebih elastis Olehkarena itu darah dapat melalui pembuluh darahdengan lebih lancar tanpa jantung memompadarah lebih kuat Proses aterosklerosis pun lebihsulit terjadi pada mereka yang memiliki lumenpembuluh darah yang lebih lebar

Stress dapat mempengaruhi tingkat risikoseseorang terkena stroke juga Pada penelitianini sebagian besar responden yang memilikiperilaku santai yaitu 14 orang (4667) Stressakan mengalami gangguan fisik seperti gangguanpada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salahsatu sistem tertentu contohnya tekanan darahnaik terjadi kerusakan jantung dan arteri (Hawaridalam Zulistiana 2009) Tingkat stress individu

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 64-70

70 ISSN 2460-0334

salah satunya dapat kita lihat dari bagaimanaperilaku dalam menghadapi masalah Semakinperilaku individu mudah cemas maka stress akansering muncul

PENUTUPSopir bus di PO Tentrem Singosari paling

banyak memiliki tingkat risiko tinggi terserangstroke yaitu sebanyak 13 orang (4333)dilanjutkan dengan tingkat risiko sangat tinggiterserang stroke sebanyak 9 orang (30) tingkatrisiko sedang terserang stroke yaitu sebanyak 7orang (2333) dan tingkat risiko rendahterkena stroke pada sopir bus di PO TentremSingosari Kabupaten Malang yaitu sebanyak 1orang (333)

Sebaiknya responden melakukan upayapencegahan primer untuk penyakit stroke melaluipengaturan pola makan dan gaya hidup yangseimbang sperti rutin berolahraga mengurangikonsumsi makanan berlemak garam dan cekkesehatan secara rutin

Sebaiknya instansi pelayanan kesehatan lebihmensosialisasikan faktor risiko stroke besertapencegahannya kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKAAmerican Stroke Association (2012) Stroke

Risk Factors (online) (httpwwwstroke-a s s o c ia t io n o r g S T R O KE O R G AboutStrokeUnderstandingRiskUnder-standing-Stroke-Riskjsp diakses pada 2Januari 2016)

Arikunto S (2006) Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Jakarta RinekaCipta

Ary (2015) Gawat Mayoritas Sopir BusHipertensi (Online) (httpwwwmalang ndashpostcomkota-malang104610-gawat-mayoritas-sopir-bus-hipertensi diaksespada tanggal 20 Desember 2015)

Candra A (2012) 10 Pekerjaan Berbahaya

Bagi Jantung (Online) (httpwwwtekno-kompascomread201204091459581510pekerjaanberbahayabagijantungdiakses pada tanggal 20 Desember 2015)

Faisal H et al (2015) Tingkat Faktor RisikoStroke dengan Pengetahuan MasyarakatTerhadap Deteksi Dini Penyakit StrokeUniversitas Lambung Mangkurat

Hirata RP et al (2012) General Characteris-tics and Risk Factors of Cardiovascular Dis-ease among Interstate Bus Drivers The Sci-entific World Journal

Junaidi I (2004) Panduan Praktis Pence-gahan amp Pengobatan Stroke Jakarta Bhuana Ilmu Populer

Musbyarini K et al (2015) Gaya Hidup DanStatus Kesehatan Sopir Bus Sumber AlamDi Kabupaten Purworejo Jawa TengahInstitut Pertanian Bogor

Nastiti D (2011) Gambaran Faktor ResikoKejadian Stroke Pada Pasien StrokeRawat Inap di Rumah Sakit KrakatauMedika Universitas Indonesia

Sangadji NW dan Nurhayati (2013)Hipertensi Pada Pramudi Bus Trans-jakarta Di PT Bianglala MetropolitanUniversitas Indonesia

Setiadi (2007) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta Graha Ilmu

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik PenulisanRiset Keperawatan Edisi 2 Yogyakarta Graha Ilmu

Shin SY et al (2013) Cardiovascular DiseaseRisk of Bus Drivers in a City of Korea An-nals of Occupational and EnviromentalMedicine

Sunartono (2012) Stroke Ancam Sopir BusDi Wonosari (Online) (httpwwwm-harianjogjacombaca20120217hasil-tes-urin-stroke-ancam-sopir-bus-di-wonosari-163201 diakses pada tanggal 20 Desember2015)

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 71

71

IMPLEMENTASI SISTEM RUJUKAN IBU HAMIL DAN BERSALINOLEH BIDAN POLINDES

WandiPoltekkes Kemenkes Malang Jl Besar Ijen No 77 C Malang

Email wandi64yahoocoid

The Process of Implementing Pregnant and Laboring Women Referral System

Abstract This study was conducted to describe the process of implementing pregnant and laboringwomen referral system and factors that support or hinder the process of it Research design was qualita-tive case study Data collection technique use were interview documentation and focus group discus-sion Informant in this study consist of the head community health center the midwife and patients Thesampling technique used was purposive sampling The data was analyzed using content analyze tech-niques The result illustrate health service as referral destination cases midwife brought refferal patwaysaccompanied patient and familyrsquos prepare transportation and cost Factors that affect the referralprocess cost patient decision maker hospital as referral destination transportation midwife compe-tency patienstrsquos residence and community trust

Keywords refferal system midwife village maternity clinic

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan proses implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayah Kecamatan Dampit dan faktor - faktor yang mendukungdan menghambat pada proses tersebut Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif denganpendekatan studi kasus Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dokumentasi dan focusgroup discussion Informan terdiri atas Kepala Puskesmas Bidan dan Pasien Pengambilan sampeldengan tehnik purposive sampling Analisa data dengan analisa isi Hasil penelitian menggambarkantujuan rujukan kasus yang dirujuk perlengkapan yang dibawa bidan saat merujuk jalur rujukanpendamping persiapan sebelum dirujuk alat transportasi dan biaya Faktor-faktor yang mempengaruhiproses rujukan meliputi biaya pasien pengambilan keputusan rumah sakit yang dituju transportasikompetensi bidan status domisili pasien dan kepercayaan masyarakat

Kata Kunci sistem rujukan bidan polindes

PENDAHULUANBerdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) diIndonesia tertinggi Se-ASEAN Jumlahnyamencapai 228 per 100000 kelahiran hidupsedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AngkaKematian Neonatus (AKN) adalah sebesar 19per 1000 kelahiran hidup Angka tersebut masihjauh dari target nasional Millennium Develop-ment Goals (MDGs) tahun 2015 dimana AKIIndonesia diharapkan dapat terus menurun

hingga 102100 ribu kelahiran hidup Sementarauntuk AKB diharapkan dapat terus ditekanmenjadi 32100 ribu kelahiran

Berdasarkan Riskesdas 2010 masih cukupbanyak ibu hamil dengan faktor risiko sepertihamil di atas usia 35 tahun (27) Hamil di bawahusia 20 tahun (26) jumlah anak lebih dari 4(118) dan jarak antar kelahiran kurang dari 2tahun Menurut Depkes penyebab kematian ma-ternal di Indonesia adalah perdarahan (42)eklamsia (13) komplikasi abortus (11)infeksi (10) dan persalinan lama (9)

Faktor resiko dalam kehamilan merupakankeadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

72 ISSN 2460-0334

ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapidimana kehamilan tersebut memiliki resiko besarbaik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematiansebelum dan sesudah persalinan Faktorpenyebab kehamilan dengan resiko dibagimenjadi dua yaitu faktor non medis dan faktormedis yang tergolong dalam faktor non medisdiantaranya adalah kemiskinan ketidaktahuanadat tradisi kepercayaan status gizi buruk sta-tus ekonomi rendah kebersihan lingkungankesadaran untuk melakukan pemeriksaankehamilan secara teratur fasilitas dan saranakesehatan yang serba kekurangan Sedangkanpenyebab dari faktor medis adalah penyakit-penyakit ibu dan janin kelainan obstetrikgangguan plasenta gangguan tali pusatkomplikasi janin penyakit neonatus dan kelainangenetik

Proses persalinan memerlukan segenapkemampuan baik tenaga maupun pikiran Banyakibu hamil dapat melalui proses persalinan denganlancar dan selamat namun banyak pulapersalinan menyebabkan terjadinya komplikasibaik pada ibu maupun bayinya Komplikasipersalinan adalah suatu keadaan penyimpangandari normal yang secara langsung dapatmenyebabkan kesakitan dan kematian ibu danbayi sehingga perlu dilakukan upaya penye-lamatan jiwa ibu dan bayi sesuai dengankegawatdaruratannya melalui sistem rujukan

Sistem rujukan meliputi alih tanggungjawabtimbal balik meningkatkan sistem pelayanan ketempat yang lebih tinggi dan sebaliknya sehinggapenanganannya menjadi lebih adekuat Banyakfaktor yang mempengaruhi rujukan sepertipendidikan masyarakat kemampuan sosialekonomi dan jarak tempuh yang harus dilaluiUntuk dapat mencapai pelayanan yang lebihtinggi merupakan kendala yang sulit diatasi sertamenjadi penyebab terlambatnya pertolonganpertama yang sangat diperlukan Sistem rujukanmaternal dapat berjalan dibutuhkan penyusunan

strategi rujukan yang sesuai dengan kondisimasyarakat setempat

Menurut Saifuddin (2001) beberapa halyang harus diperhatikan dalam merujuk kasusgawat darurat meliputi stabilisasi penderitatatacara memperoleh transportasi penderita harusdidampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatihdan surat rujukan Keterlambatan rujukan ibuhamilbersalin dengan resiko dan proses rujukanyang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukandapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin danbayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktutiba di rumah sakit rujukan sehingga penye-lamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan danpertolongan persalinan harus dilakukan dengantindakan konservatif yaitu dengan persalinansectio caesaria Selain hal tersebut keter-lambatan proses rujukan seringkali menyebabkankematian ibu dan bayinya Keterlambatan inidapat disebabkan oleh sistem transportasi dankondisi geografis yang kurang mendukungterutama yang dilakukan oleh bidan di Polindes

Wilayah Kecamatan Dampit yang terletakkurang lebih berjarak 50 Km dari kota Malangmemiliki wilayah yang terdiri dari 1 kelurahan dan11 desa Untuk pelayanan kesehatan pemerintahwilayah Kecamatan Dampit di layani oleh 2 unitPuskesmas yaitu Puskesmas Dampit danPuskesmas Pamotan Wilayah KecamatanDampit mempunyai kondisi geografis yangsebagian besar pegunungan dengan kondisisarana jalan yang belum semuanya ber-aspaluntuk mencapai desa-desa hanya 6 desa yangterdapat sarana transportasi umum sedangkanyang lainnya masih dengan sarana transportasiojek Masing-masing desa telah memiliki saranaPolindes dengan minimal terdapat satu orangtenaga bidan Polindes Tingkat sosial ekonomimasyarakat sebagian besar menengah kebawahdengan penduduk sebagian besar beretnis Jawadan Madura

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 73

Tujuan dari penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan proses rujukan ibu hamil danibu bersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasusPendekatan studi kasus dimaksudkan untukmempelajari secara intensif tentang latar belakangkeadaan dan posisi saat ini serta interaksilingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apaadanya

Pada penelitian ini akan mendiskripsikanimplementasi sistem rujukan ibu hamil dan ibubersalin oleh bidan Polindes di wilayahKecamatan Dampit Peneliti menganalisa secaramendalam gambaran proses sistem rujukan ibuhamil dan ibu bersalin oleh bidan Polindes sertafaktor yang mendukung dan menghambatterhadap proses tersebut

Lokasi penelitian di wilayah KecamatanDampit Kabupaten Malang Dasar pertimbanganwilayah kecamatan Dampit memiliki 11 Desa dan1 kelurahan dengan kondisi geografis pegunungansampai wilayah pantai selatan sarana jalan yangbelum semuanya beraspal kondisi sosialekonomi masyarakat sebagian besar menengahke bawah dengan etnis Jawa dan Madura

Subyek Penelitian atau Informan dalampenelitian ini adalah orang-orang yang dapatmemberikan informasi secara aktual tentangproses rujukan ibu hamil dan ibu bersalin olehBidan Polindes yang terdiri dari Bidan PolindesKepala Puskesmas Bidan Koordinator (Bikor)Ibu hamil dan Ibu bersalin yang pernah dirujuk

Teknik sampling digunakan purposive sam-pling Metode pengumpulan data denganwawancara mendalam dokumentasi dan Focus

Group Discussion Untuk uji keabsahan datadengan menjaga kredibilitas data yang dilakukandengan triangulasi sumber dan triangulasi metode

Analisa data menggunakan analisa datadeskriptif menurut Miles dan Huberman melaluitiga cara yaitu reduksi data display data danpenarikan kesimpulan

HASIL PENELITIANTempat penelitian adalah di Kecamatan

Dampit Kabupaten Malang Secara geografisterletak di sebelah tenggara Kota Malang denganjarak dari kota Malang sekitar 36 Km Bataswilayah sebelah utara dengan Kecamatan Wajakselatan dengan Kecamatan Sumber Manjingtimur dengan Kecamatan Tirtoyudo sebelahbarat dengan Kecamatan Turen Luas wilayah135300 km2 Jumlah Penduduk 144090 Jiwa

Keadaan daerah dengan topografi sebagianmerupakan dataran dan pegunungan denganketinggian 300-460 meter diatas permukaan lautdengan kemiringan kurang dari 40 Curahhujan rata-rata 1419 mm setiap tahun

Struktur wilayah administrasi terdiri dari 1kelurahan dan 11 desa Sarana Puskesmasterdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Dampitdan Puskesmas Pamotan Masing-masingPuskesmas melayani 6 DesakelurahanPuskesmas Dampit memiliki 2 puskesmasPembantu (Pustu) dan 5 Pondok Bersalin Desa(Polindes) Sementara Puskesmas Pamotanmemiliki 6 Polindes Masing-masing Polindes danPustu terdapat satu orang bidan

Dalam implementasi sistem rujukan ibu hamildan ibu bersalin di Kecamatan Dampit ditemukanbeberapa hal seperti ditunjukkan pada Tabel 1

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

74 ISSN 2460-0334

PEMBAHASANKeberadaan Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) rujukan diperoleh data sesuaidengan hasil FGD sebagai berikut SemuaPolindes dan Puskemas telah memiliki SOPrujukan tetapi SOP yang digunakan antara diPuskesmas Puskesmas Pembantu dan Polindessama (FGD 2016) Dari dokumen diperolehbahwa isi dari SOP tersebut meliputi nomordokumen tanggal terbit jumlah halaman

pengertian tujuan kebijakan referensi prosedurlangkah-langkah unit yang terkait SOP ini sangatdiperlukan agar proses rujukan dapat berjalandengan baik dan tepat sebagaimana yangdisampaikan oleh Depkes RI (2006) bahwaSistem rujukan pelayanan kegawatdaruratanmaternal dan neonatal mengacu pada prinsiputama kecepatan dan ketepatan tindakan efisienefektif dan sesuai dengan kemampuan dan

Tabel 1 Gambaran Implementasi Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 75

kewenangan fasilitas pelayananBerdasarkan data-data diatas maka dapat

disimpulkan bahwa keberadaan StandarOperasional dan Prosedur (SOP) rujukan sudahada yaitu SOP sistem rujukan Nomor DokumenSOPUKMVII-022015 SOP ini untuk ditingkat Puskesmas sedangkan di tingkat Pustuatau di Polindes belum tersedia secara khusussehingga untuk SOP di Pondok Bersalin Desadan di Puskesmas Pembantu sama dengan yangdigunakan di Puskesmas

Banyaknya rujukan yang dilakukan olehPolindes dan Puskesmas setiap bulan sebagai-mana yang disampaikan oleh informan rata-rataberbeda pada tiap-tiap wilayah Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoRata-rata sebulan 20 dengan 70 kasusibu dan 30 kasus bayirdquo (Bikor A6)

ldquoKurang lebih 10 pasienrdquo (Bides A6)ldquoKurang lebih 5 orangrdquo (Bides C6)ldquo Kurang lebih 36rdquo (Bides G6)Dari 12 bidan desa merujuk kasus-kasus

maternal neonatal berkisar antara 5 sampaidengan 36 kasus tiap tahun dari setiap Polindesyang paling banyak setiap tahun sekitar 10 kasusrujukan Tentunya angka ini cukup besar Denganbesarnya kasus-kasus rujukan ibu hamil dan ibubersalin bila tidak dilaksanakan dengan baik dandengan prosedur yang tepat tentunya akanberdampak kepada tingginya angka kematianbayi maupun angka kematian ibu

Fasilitas pelayanan yang menjadi tujuanrujukan seperti yang disampaikan oleh informanberikut

ldquoRSUD Puskesmas RS swasta RSBKBenmarirdquo (Bides A7)

ldquoUntuk rujukan maternal ke PuskesmasRumah sakit Dokter spesialisrdquo (Bides F7Oktober 2016)

ldquoRujukan maternal ke RSUD Kanju-ruhan Ben Mari RS Permata Hatirdquo (Bides

G7)Sebagai pertimbangan pemilihan tempat

rujukan tersebut adalah dengan memper-timbangkan asuransi kesehatan yang dimilikikeinginan pasien dan tingkat kegawatanpenyakitnya Sesuai dengan yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKalau dari desa atau dari bidan dirujukke Puskesmas kemudian dari Puskesmasdirujuk ke rumah sakit sesuai dengan statusasuransi dan keinginan pasien Kalau pasienBPJS ke RS Bokor RSI dan RSUD Kanju-ruhan Kepanjen Kalau pasien umum sesuaidengan keinginan dan tingkat kegawatanpasienrdquo (Bikor A7)

Hal ini sesuai dengan struktur Sistemkesehatan dan pola rujukan yang dikemukakanoleh Sherris (1999) bahwa bidan desa dapatmerujuk pasien ke Puskesmas ke dokter umumdokter ahli kebidanan ke Rumah SakitKabupatenKota

Secara geografis wilayah KecamatanDampit terletak di sebelah tenggara Kota Malangdan Sebelah Timur Kota Kepanjen Waktutempuh dari Kecamatan Dampit ke Kota Malangmaupun ke Kota Kepanjen berkisar antara 1 jamsampai dengan 2 jam perjalanan Bila melihattentang wilayah cakupan rujukan maka semuafasilitas pelayanan rujukan yang menjadi tujuanrujukan semuanya dapat ditempuh maksimal 2jam

Angka kematian ibu maupun bayi dapatditekan dengan rujukan kegawatan ibu hamil ibubersalin dan ibu nifas yang terjangkau sebagai-mana yang dikemukanan oleh Depkes (2009)bahwa efektifitas pelayanan kebidanan dalammenurunkan kematian ibu juga tergantung padakesediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yangmemberikan fasilitas untuk konsultasi dan rujukanbagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetrigawat

Dapat disimpulkan bahwa fasilitas pelayananyang menjadi tujuan rujukan adalah Puskesmas

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

76 ISSN 2460-0334

Rumah Sakit Pemerintah seperti Rumah SakitUmum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Rumahsakit swasta antara lain Rumah Sakit BalaKeselamatan Turen Rumah Sakit Permata HatiMalang Rumah Sakit Ben Mari Malang RumahSakit Islam Gondang legi Rumah Sakit WafaHusada Kepanjen dan dokter spesialis yang adadi kota dan Kabupaten Malang

Kasus yang dilakukan rujukan sesuai denganyang disampaikan oleh informan bidan koor-dinator dan bidan desa berikut ini

ldquoUntuk maternal HPP preeklamsiriwayat kesehatan ibunya misalnya DMhepatitis ginjal jantung kita sudah punyaSPR (Skor Puji Rochjati) begitu SPR diatassepuluh langsung dirujuk kalau SPR 6-10masih di observasi disini sama penapisan Ada1 tanda penapisan langsung kita rujukrdquo(Bikor B8)

ldquoKasus ibu eklamsi pre eklamsiperdarahan KPD jenis penyakit ibu Yangpaling banyak bekas SCrdquo (Bikor A8)

ldquoPRM letak sungsang PEB retensioplasenta HPP Post daterdquo (Bides A8)

Juga jawaban informan dari pasien berikutini

ldquoKarena perdarahan pada usia kehamilan7 bulanrdquo (Pasien A8)

ldquoKarena anak saya kembarrdquo (Pasien C8)Kasus-kasus yang dirujuk sudah sesuai

dengan indikasi penapisan ibu hamil dan ibubersalin yang meliputi 18 jenis kasus yaitu 1)riwayat seksio sesaria 2) perdarahan per va-gina 3) persalinan kurang bulan (usia kehamilankurang dari 37 minggu) 4) ketuban pecah denganmekonium yang kental 5) ketuban pecah lama(lebih kurang 24 jam) 6) ketuban pecah padapersalinan kurang bulan (usia kehamilan kurangdari 37 minggu) 7) ikterus 8) anemia berat 9)tandagejala infeksi 10) preeklamsihipertensidalam kehamilan 11) tinggi fundus 40 cm ataulebih 12) gawat janin 13) primipara dalam faseaktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih

55 14) presentasi bukan belakang kepala 15)kehamilan gimeli 16) presentasi majemuk 17)tali pusat menumbung 18) Syok Dapatdisimpulkan bahwa kasus yang dilakukan rujukanadalah mengacu pada standar penapisan 18indikasi rujukan ibu bersalin

Pada saat merujuk pasien bidan membawaperlengkapan dan peralatan sesuai dengankebutuhan baik itu alat obat dan surat sesuaidengan penjelasan dari beberapa informanberikut ini

ldquoPerlengkapannya terdiri dari 1 tas paketrujukan ambulan rujukan maternal neona-tal SOP penanganan awal rujukanrdquo (BikorA9)

ldquoPerlengkapan yang dibawa maternal setitu isinya tentang set kegawat daruratanseperti Set pre eklamsi set HPP kita bawasama obat-obatan emergensinya kita punyasatu kotak dan partus set O2 di ambulanInfus jelas sdh masuk beserta suratrujukannya apakah dia pasien BPJS ataupasien umumrdquo (Bikor B9)

ldquoAlat yang dibawa adalah Alat Partusset hecting setRL stetoskop tensimeterspuitObat oksitoksin metergin lidokaincairan infusrdquo (Bides A9)

ldquoPartus set O2 resusitasi maternal setinfus set kasa tensi dopler stetoskop obatoksitoksin metergin MgSO4 cairan infusrdquo(Bides B9)

Dari keterangan yang diberikan olehbeberapa informan tersebut sejalan denganAsuhan Persalinan Normal (2013) yangmenyatakan bahwa pada saat merujuk bidanmembawa perlengkapan dan bahan-bahan untukasuhan persalinan masa nifas dan bayi baru lahir(tabung suntik selang IV dll) bersama ibu ketempat rujukan Perlengkapan dan bahan-bahantersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkansedang dalam perjalanan

Disamping alat dan obat-obatan yangdibawa pada saat merujuk juga disertai dengan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 77

surat rujukan sebagaimana yang telah diungkap-kan oleh beberapa informan diatas Hal ini jugasesuai dengan Asuhan persalinan Normal (2013)bahwa pada saat merujuk juga disertai dengansurat rujukan Surat ini harus memberikanidentifikasi mengenai ibu danatau bayi baru lahircantumkan alasan rujukan dan uraikan hasilpemeriksaan asuhan atau obat-obatan yangditerima ibu danatau bayi baru lahir Lampirkanpartograf kemajuan persalinan ibu pada saatrujukan Berdasarkan dokumen yang ditemukanditunjukkan oleh informan bahwa surat rujukantersebut memuat tentang identitas pengirimidentitas pasien pemeriksaan awal pada saatdatang di puskesmas alasan dirujuk penata-laksanaan sebelum dirujuk pemeriksaan fisiksesaat sebelum dirujuk

Dapat disimpulkan bahwa alat-alat yangdibawa meliputi infuse set alat pertolonganpersalinan dopler oksigen hecting set tensimeter stethoscope Obat-obatan yang dibawadiantaranya oksitoksin metergin MgSO4 cairaninfus dan obat-obat emergency yang lain Alatdan obat tersebut sudah berada didalam satu settas sesuai dengan kasus rujukan

Perlengkapan yang dibawa dipersiapkanoleh pasien dan keluarga pada saat rujukan sesuaidengan yang disampaikan oleh beberapainforman berikut

ldquoUang perlengkapan bayi perlengkapanibu surat-surat bila punya kartu seperti BPJSberupa KK KTP kartu BPJSrdquo (Bides C13)

ldquoMenyiapkan barang bawaan sepertibaju ibu bayi uang menyiapkan donor darahjika dibutuhkan sewaktu-wakturdquo (BidesG13)

ldquoBaju ibu baju bayi uang selimutrdquo(Pasien C13)

ldquoPerlengkapan bayi perlengkapan ibuuangrdquo (Pasien D13)

Sedangkan yang berhubungan denganpembiayaan bagi pasien peserta asuransidipersiapkan kartu asuransi KTP KK

Sedangkan untuk pasien umum harus dipersiap-kan biaya (uang) yang diperlukan Hal ini sesuaidengan yang disampaikan oleh informan berikutini

ldquoYang dipersiapkan asuransi BPJS KTPKK keluarga dan alat-alat yang diperlukanrdquo(Bikor A13)

ldquoOtomatis persyaratan seperti KK KTPkartu BPJS nya Kalau pasien umum kita KIEtentang dananya Sekarang kan ada jam-persal kalau dulu untuk persalinan tetapimulai tahun 2016 ini untuk klem transpor-tasinya aja sehingga untuk ambulan biaya kerumah sakit itu gratis Tentunya rujukan yangada hubungannya dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatalrdquo (Bikor B13)

ldquoYang dibawa adalah uang bila adaBPJS persyaratanBPJS harus dibawaperlengkapan iburdquo (Bides B12)

ldquoYang dibawa yaitu selimut termosuang baju gantirdquo (Pasien A13)

ldquo Yang dibawa perlengkapan baju bayiibu dan uangrdquo (Pasien K13 Nopember 2016)

Dari informasi tersebut keluarga sebelumberangkat perlu menyiapkan peralatan untukpasien yang meliputi peralatan mandi peralatanmakan-minum peralatan tidur surat-surat yangterdiri dari suratkartu asuransiBPJS KTP Kartukeluarga uang untuk keperluan biayaSebagaimana yang tertulis di Asuhan PersalinanNormal (2013) bahwa bidan harus mengingat-kan keluarga untuk membawa uang yang cukupuntuk biaya membeli obat-obatan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibudanatau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan

Kesimpulannya bahwa perlengkapan yangdibawa dipersiapkan oleh pasien dan keluargapada saat rujukan adalah perlengkapan pasiendan keluarga seperti pakaian ibu pakaian bayialat mandi dan lain-lain

Jalur Rujukan yang dilakukan oleh bidansesuai dengan yang disampaikan oleh informanberikut ini

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

78 ISSN 2460-0334

ldquoAda yang dari desa kesini dan ke rumahsakit ada yang langsung dari bidan desalangsung ke rumah sakit Proses dari bidandesa ke puskesmas untuk neonatal Bila adapersalinan terjadi kegawatan neonatalbiasanya dari bidan desa membuat rujukanke puskesmas kemudian di Puskesmasdiberikan pelayanan gawat darurat kemudianlangsung rujuk ke rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoDikelompokkan yang masuk resikotinggi dari polindes dirujuk ke Puskesmasmulai dari kehamilan untuk diperiksa ANCterpadu HIV hepatitis lab rutin darahkencing Kalau membutuhkan segeraditangani penanganan pra rujukanrdquo (BikorA10)

Menurut Sherris (1999) bahwa seorangbidan di Polindes dapat merujuk pasien mater-nal ke Puskesmas ke Rumah sakit baik rumahsakit pemerintah maupun rumah sakit Swastake dokter spesialisumum

Kesimpulannya adalah jalur rujukan yangdilakukan oleh bidan Polindes adalah bisa daripolindes ke Puskesmas dari Polindes ke Rumahsakit dari polindes ke dokter spesialis daripolindes ke Puskesmas lalu ke rumah sakit

Proses rujukan yang dilakukan berdasarkandokumen SOP rujukan pada prosedurlangkah-langkah yang harus dilakukan Sebagaipelaksanaan dari SOP tersebut beberapainforman menyampaikan

ldquoDisiapkan surat alat obat dan trans-portasi Sebelum berangkat telpon ke rumahsakit yang dituju Siapkan keluarga asuransiyang dipunyai alat dan perlengkapanrujukan Kalau bersalin partus set infus setperlengkapan bayi neonatal Setelah telponjuga SMS si jari emas untuk merekam datarujukan Isi sms identitas penanganan dandiagnosa Setelah terekam di server rumahsakit nanti mendapat balasanrdquo (Bikor A10)

ldquoBila ada persalinan terjadi kegawatanneonatal biasanya dari bidan desa membuat

rujukan ke puskesmas kemudian di pus-kesmas diberikan pelayanan gawat daruratkemudian langsung rujuk ke rumah sakitKerumah sakitnya ini kita tawarkan kependerita dengan melihat kasusnya maunyake rumah sakit mana Disarankan untuk kerumah sakit yang ada nicunya Untuksementara di kabupaten malang yg adaNICU di RS kanjuruhan dan wafa husadaTetapi apabila ditemukan gawat tetapi tdkperlu NICU tergantung dia sebagai pesertaBPJS KISS atau yang lainnya rata-ratarumah sakit sudah bekerjasama dgn BPJSmisalnya RS Bokor RSI Gondanglegi WafaBen Mari Kadang-kadang pasien ngaranisekarang bu saya minta yang cepet sajaUntuk maternal juga sama pelayanan jugaseperti itu Sebelum merujuk kita koordinasidengan rumah sakitnya bisa menerima atautidak Biasanya kalau tidak telpon dulu kitadisalahkan Kita ceritakan pasiennya daripuskesmas ini dengan kasus ini pasien BPJSatau pasien umum kita ceritakan dengankondisi pasien disana nanti kan sudah siapbegitu pasien datang langsung penanganandi rumah sakitrdquo (Bikor B10)

ldquoSetiap merujuk pasien harus sesuaidengan kondisi (kasus) sesuai dengan 18penapisan gawat darurat untuk pasien bumiljuga pada ibu post partum Menjelaskankepada pasien suami keluarga tentangkondisi pasien kenapa harus dirujukMenanyakan jenis pembayaran (mengikutiJKN atau umum Bila mengikuti JKNperlu disiapkan KK KTP MenjelaskanRumah sakit yang menerima rujukan dengankartu BPJS dan menentukan pilihan sesuaipermintaan pasien Membuat informed con-sent Menentukan kendaraan yang akandipakai merujuk sesuai dengan pilihanpasien Siap mengantar rujukan Membuatrujukan ke RS Menyipkan transportasiMemutuskan siapa saja yang akan ikut Bidan

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 79

menyiapkan peralatan yang akan dibawaserta siap merujuk pasien dengan sistemBAKSOKUrdquo (Bides A10)

ldquoPasien datang dilakukan pemeriksaanKIE keluarga mau dibawa ke rumah sakitmana Menjelaskan apa penyebab dirujukkeadaan ibu dan bayi Kalau pasien punyaKISS BPJS disarankan ke Puskesmas dulubaru ke Rumah sakit Kalau pasien umum bisamemilih sendiri rumah sakit yang ditujuKalau sudah mendapat persetujuan pasiendiinfus telepon rumah sakit pasien dirujukdengan BAKSOKU bidan mendampingismpai rumah sakit dan operan di rumah sakityang ditujurdquo (Bides K)

Setelah menelaah hasil wawancara yangdilakukan terhadap informan bidan koordinatordan bidan desa menunjukkan bahwa bidan desatelah berupaya untuk menjalankan SOP yangsudah dibuat Hanya saja SOP yang ada diPuskesmas dan yang ada di Pustu atau Polindessama Padahal dalam implementasinya agakberbeda Misalnya khusus untuk peserta BPJSpasien tidak bisa langsung dibawa ke rumahsakit tetapi harus mengurus dulu atau dirujuk duluke Puskesmas untuk memenuhi persyaratanadministrasi Contoh yang lain berkaitan dengantransportasi kalau di Puskesmas ambulanPuskesmas sudah siap setiap saat tetapi bila diPolindes prosedur memperoleh alat transportasiagak berbeda sehingga sebaiknya SOP untuk diPuskesmas dan di Polindes dibedakan

Pendamping pasien pada saat dirujuk terdiridari 2 kategori yaitu petugas dan keluargaPetugas yang mendampingi pasien pada saatdirujuk adalah sopir dan bidan Jumlah bidan yangmerujuk tergantung dari tingkat kegawatanpasien Jika pasiennya tidak terlalu gawat cukupdidampingi oleh satu orang bidan tetapi bilapasien sangat gawat misalnya pada pasienperdarahan didampingi oleh 2 bidan Hal inisebagaimana yang diungkapkan oleh informanberikut ini

ldquo Yang mendampingi otomatis supirambulan bidan dan kelurgaTetapi bila kasuspre eklamsi itu harus dua bidan yangmendampingi Satu mendeteksi ibu dan satumendeteksi janinnya Takutnya nanti kalaudi perjalanan ada reaksi kejang tidak bisakalau hanya satu bidan Ini untuk pre eklamsidengan HPP dengan Hb 4 kemarin itu Satuuntuk kompresi bimanual dan satu untuk TTVnya iturdquo (Bikor B11)

ldquoYang mendampingi Suami bidan dankeluargardquo (Bides W11)

ldquoYang mendampingi Suami ibu ayahdan bidanrdquo (Pasien E11)

Selain petugas pendamping pasien pada saatdirujuk adalah keluarga Adapun keluarga yangbiasanya mendampingi pasien dirujuk adalahsuami ayah atau ibu dari pasien Seperti yangdisampaikan oleh informan berikut ini

ldquoYang mendampingi Suami dan orangtuardquo (Pasien H11)

Ada juga pasien yang dirujuk selaindidampingi oleh bidan dan keluarga jugadidampingi oleh dukun Seperti ungkapan dariinforman berikut ini

ldquo Suami bidan dan mbah dukunrdquo (PasienL11)

Pendampingan oleh petugas terhadap pasienini sangat diperlukan untuk memberi perawatandan pertolongan jika terjadi sesuatu di dalamperjalanan Disamping petugas peran darikeluarga juga sangat penting untuk memberikandorongan psikologis kepada pasien selama dalamperjalanan Hal ini sesuai dengan prinsip dasarmerujuk menurut Saifudin (2011) yang menga-takan bahwa penderita harus didampingi olehtenaga yang terlatih (dokterbidanperawat)sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapatterus diberikan

Namun demikian ada juga pasien yangberangkat sendiri bersama keluarga karenapasien bukan merupakan pasien gawat sepertiyang diungkapkan oleh pasien dengan kehamilan

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

80 ISSN 2460-0334

letak lintang berikut inildquoDijelaskan posisi bayi dan diberi surat

rujukan karena belum ada pembukaan jadiberangkat sendirirdquo (Pasien I10)

Tindakan yang dilakukan bidan sebelumdirujuk adalah memberi penanganan awal prarujukan sesuai dengan protap Penanganan awalyang dilakukan juga bisa dilaksanakan ataspetunjuk dari Rumah Sakit yang dituju Dalamproses rujukan sebelum merujuk pasien bidanakan menelepon rumah sakit tujuan kemudianrumah sakit tujuan ada yang memberi instruksi-instruksi berupa tindakan yang harus dilakukanoleh bidan dalam kegiatan penanganan prarujukan Hal ini seperti yang diungkapkan olehinforman berikut

ldquoTindakan pasien sebelum dirujukpasang infus memberikan tindakan sesuaidengan protap diagnosa atau advis doktersaat kolaborasirdquo (Bides E12)

Tindakan yang umum dilakukan sebelumpasien dirujuk adalah tindakan stabilisasi yangmeliputi pasang infus pasang oksigen Sepertiyang disampaikan oleh bidan Polindes berikutini

ldquoPemeriksaan pasien terutama TTVinfus bi l a per lu O2 kasus PEB Mg So4injeksi kateterisasirdquo (Bides B12)

ldquoMenginfus melakukan pemeriksaandjj TDN Suhu dan pemeriksaan dalam atauVTrdquo (Bides C12)

ldquoMelakukan KIE tentang kondisi pasienmelakukan pemasangan infus pemasangankateter pemasangan O2 tergantung kasusrdquo(Bides G12)

Tindakan tersebut sesuai dengan tindakanstabilisasi bagi pasien kegawatdaruratan sebelumdilakukan rujukan Stabilisasi penderita dengancepat dan tepat sangat penting (essensial) dalammenyelamatkan kasus gawat darurat tidak pedulijenjang atau tingkat pelayanan kesehatanStabilisasi pasien secara cepat dan tepat sertakondisi yang memadai akan sangat membantu

pasien untuk ditangani secara memadai kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkapdalam kondisi seoptimal mungkin Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah menjamin kelancaran jalan nafas memperbaikifungsi sistem respirasi dan sirkulasi menghentikansumber perdarahan mengganti cairan tubuh yanghilang mengatasi rasa nyeri atau gelisah (Depkes2008)

Dalam pelaksanaan rujukan pendokumen-tasian yang dilakukan beberapa informanmenyatakan sebagai berikut

ldquoDokumen rujukan rekam rujukan re-sume pasien bukti pelayanan ambulan suratrujukan maternal atau neonatalrdquo (BikorA14)

ldquoIni ada statusnya pak Ada rujukan danpra rujukan Walaupun pasien umum jugaperlu sppd unt klem transportasi tadi Lembarparograf juga disertakan Inform consentuntuk dilakukan rujukan kalau memangkeluarganya menolak atau setujurdquo (BikorB14)

ldquoSurat rujukan lembar observasipartograf inform consent catatan laporanrdquo(Bides B14)

ldquoMengisi blanko lembar observasimengisi partograf membuat informed con-sent mengisi pencatatan laporan pasienrdquo(Bikor C14)

Hal ini sesuai dengan Saifudin (2011) yangberbunyi surat rujukan harus disertakan yangmencakup riwayat penyakit penilaian kondisipasien yang dibuat pada saat kasus diterimaperujuk Tindakan atau pengobatan telahdiberikan keterangan lain yang perlu dan yangditemukan berkaitan dengan kondisi pasien padasaat masih dalam penanganan nakes pengirimrujukan

Kesimpulannya adalah pendokumentasianrujukan meliputi rekam rujukan resume pasienbukti pelayanan ambulan surat rujukanSPPDInformed consent lembar partograf Buku KIA

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 81

Sumber pembiayaan dalam proses rujukantergantung dari jenis asuransi yang dimiliki (BPJS)dan pasien umum Untuk Pasien BPJS tidakmembayar dapat di klaim oleh fasilitas pelayanankesehatan kepada BPJS dengan melengkapiadministrasi berupa foto copy kartu BPJS KKdan KTP pasien Sedangkan untuk pasien umumdengan membayar langsung kepada fasilitaspelayanan sesuai tarip atau Perda yang berlakuHal ini sesuai dengan yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPembiayaan sesuai dengan perdakecuali BPJS tidak bayar nanti di klem Bilatidak BPJS tetapi tidak mampu nantikebijakan Puskesmasrdquo (Kapus A15)

ldquoAda pasien BPJS dan pasien umumUntuk pasien BPJS dengan melengkapiadministrasi Sedangkan untuk pasien umumdilakukan biaya sendiri oleh pasien dankeluarganyardquo (Bikor B15)

ldquoPembiayaan untuk pelayanan sesuaidengan asuransi yang dimiliki sedangkanuntuk pasien umum membayar sesuai dengantarip RSrdquo (Bikor A15)

ldquoPasien umum membayar secara umumtindakan dan transportasi Pasien BPJS atauKISS pasien tidak membayar denganmengumpulkan fotocopy kartu BPJS KKKTPrdquo (Bides K15)

Sedangkan untuk biaya transportasi baik daripolindes ke Puskesmas atau dari polindes keRumah sakit dapat di klaim kepada Jampersaldengan melengkapi fotocopy KK dan KTPsebagaimana yang disampaikan oleh informanberikut ini

ldquoSekarang kan ada jampersal kalau duluuntuk persalinan tetapi mulai thn 2016 iniuntuk klem transportasinya aja sehinggauntuk ambulan biaya ke rumah sakit itugratis Tentunya rujukan yang ada hubungan-nya dengan kasus kegawat daruratan mater-nal neonatalrdquo( Bikor B13)

Dengan jaminan tersebut maka semua

transportasi rujukan maternal neonatal baikpasien umum maupun BPJS biayanya ditanggungoleh jampersal

Teknis pembayaran kasus rujukan bagipasien yang menggunakan asuransi (BPJS) hanyamelengkapi syarat administrasi berupa foto copykartu BPJS KK dan KTP Sedangkan untukpasien umum biaya sendiri dengan caramembayar kontan kepada bagian kasirPuskesmas Rumah Sakit sesuai denganperincian yang dikeluarkan oleh bagian perawatandi Rumah sakit Kemudian ada beberapa bidanyang menalangi dahulu pembayaran ke RumahSakit kemudian setelah pasien pulang menggantikepada bidan Hal ini sesuai dengan informanberikut ini

ldquoProses pembayaran untuk di rumahsakitnya dibayarkan dulu oleh bu bidan barupulangnya saya bayar di rumah bu bidanrdquo(Pasien K15)

Transportasi yang digunakan dalam prosesrujukan sesuai dengan penyampaian beberapainforman berikut ini

ldquoTransportasi ditawarkan pakai mobilyang biasanya merujuk milik pendudukmobil bidan atau mobil milik pasien sendirirdquo(Bides A17)

ldquoAda ambulan desa yang sudah ditunjukoleh kepala Desa yang siap mengantar pasienke Rumah sakitrdquo (Bides B17)

ldquoTatacaranya adalah mobil pribadipasien mobil bidanrdquo (Bides E17)

ldquo Menggunakan mobil kami (bidan) ataumenggunakan ambulan desa dengan memintaijin kepada kepala desa dan meminta salahsatu perangkat desa untuk menyupirikendaraan tersebutrdquo (Bides G17)

Ada beberapa desa yang sudah menerapkansistem ambulan desa yaitu dengan caramenentukan beberapa kendaraan milik pendudukyang bersedia setiap saat untuk digunakansebagai kendaraan mengantar orang sakit kerumah sakit Demikian juga dengan pengemudi-

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

82 ISSN 2460-0334

nya ditentukan beberapa orang untuk dapat setiapsaat bersedia mengemudikan kendaraan untukmengantar ke rumah sakit bahkan beberapadesa sebagai pengemudi adalah aparat desaDengan cara ini bila ada orang yang membutuh-kan dapat menghubungi kepala desa yangselanjutnya dapat menentukan pengemudi dankendaraan yang dapat digunakan untukmengantar ke rumah sakit Cara ini dapatmengatasi masalah kendaraan menuju ke rumahsakit

Kesimpulannya transportasi yang digunakandalam proses rujukan dapat menggunakankendaraan pribadi kendaraan milik bidankendaraan milik masyarakat ambulan Desaambulan Puskesmas Rumah Sakit

Dalam kegiatan rujukan faktor yangberpengaruh pertama adalah masalah pembia-yaan terutama bagi pasien yang tidak memilikiBPJS Hal ini sesuai dengan yang disampaikanoleh beberapa informan berikut ini

ldquoPenghambat terutama dari keluargayaitu keluarga yang pertama tentang masalahbiaya kalau keluarga itu dibilangi kerumahsakit itu akan keluar duit banyak Biladananya siap akan cepatrdquo (Bikor B16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan darurat daritingkat pertama ke rujukan tingkat kedua ataudari pemberi rujukan ke penerima rujukan adalahdiantaranya faktor biaya

Pasien selaku individu yang dirujuk sangatmenentukan untuk dilakukan rujukan Adabeberapa pasien yang sulit atau tidak mau dirujukdengan alasan takut Seperti yang disampaikanoleh informan berikut ini

ldquoKadang juga dari pasiennya sendiriPasien kadang-kadang tidak langsungmenerima dengan kondisinya yang mestidirujuk itu dia tidak mau ke rumah sakit diatakut dioperasi takut pelayanannya di rumahsakit itu tidak dilayani dengan baikrdquo (Bikor

B16)Pengambilan keputusan yang cepat akan

mempercepat dan memperlancar dilakukannyarujukan terkadang keluarga lambat untuk segeramengambil keputusan karena beberapa alasanSeperti yang dikatakan oleh Informan berikut ini

ldquoKeputusan keluarga bekerjasamadengan petugas kesehatan Begitu petugasbisa menyampaikan KIE untuk dirujuk dankeluarga menerima itu akan cepat prosesnyardquo(Bikor B16)

Rumah sakit yang dituju juga sangatmenentukan cepat-tidaknya proses rujukandilakukan Apabila rumah sakit yang dituju adatempat dan segera merespon telepon yangdilakukan oleh bidan maka rujukan akan segeradapat dilakukan Tetapi bila rumah sakit tujuanlambat merespon maka proses rujukan juga akanterhambat Seperti yang disampaikan olehinforman berikut

ldquoYang mendukung ruang RS (RSmenerima) biaya ada Yang menghambat ruangan RS penuhrdquo (Pasien H16)

Transportasi yang lancar akan memper-lancar proses rujukan yang dilakukan Sepertiyang disampaikan oleh informan berikut

ldquoYang mendukung kendaraan untukmengantar pasien tersedia Akses jalanmudah dilewati yang menghambat kendaraan tidak tersedia akses jalan sulitdilewatirdquo (Bidan I16)

Hal ini sesuai dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa adanyaasuransi kesehatan dan ketersediaan biayatransportasi dapat membantu masyarakat dalammelakukan rujukan

Kompetensi tenaga bidan yang merujuksangat menentukan kelancaran rujukan yangdilakukan Bila bidan kompeten maka akan cepatmenentukan diagnosis sehingga rujukan dapatsegera dilakukan Hal ini sesuai dengan yangdisampaikan oleh informan berikut

Wandi Implementasi Sistem Rujukan Ibu Hamil dan Bersalin oleh Bidan Polindes

ISSN 2460-0334 83

ldquoYang mendorong berikutnya adalahkompetensi petugas kesehatan tenaga bidanKebetulan disini sudah dilatih dan ber-sertifikat APN semuardquo (Bikor B16)

Hal ini seiring dengan Macintyre danHotchkiss (1999) mengatakan bahwa rujukanantara pelayanan tingkat dasar (Puskesmas) danpelayanan tingkat kedua (RS) pada sistempelayanan kesehatan begitu kompleks Masalahdalam proses rujukan meliputi kurangnya kualitaspelayanan dalam proses rujukan termasukkemampuan tenaga yang kurang terlatih

Pasien yang mempunyai domisili yang jelasdan memiliki surat surat yang dibutuhkan sepertiKTP dan KK akan mempercepat prosesrujukan Sering ditemui pasien yang tidak pernahmelakukan pemeriksaan kehamilan kemudiantiba-tiba datang lalu ada masalah tentunya halini menjadi kesulitan tersendiri Apalagi jika pasientidak memiliki biaya dan surat persyaratan tidaklengkap Hal ini sesuai yang disampaikan olehinforman berikut ini

ldquoPenghambat Ada juga pendatangyang tidak ANC begitu datang ada masalahrdquo(Kapus A16)

ldquoFaktor PenghambatStatus domisilikeluarga yang belum jelasrdquo (Bikor A16)

Pada masyarakat Kecamatan Dampit adasuatu mitoskepercayaan yang masih dipercayaoleh masyarakat yaitu mitos ldquosangatrdquo yaitu suatukepercayaan bahwa setiap bayi itu mempunyaiwaktu (jam) tersendiri untuk kelahirannyasehingga apa bila belum sangatnya waktunyamaka bayi itu tidak akan bisa lahir Sekalipunbidan sudah menentukan untuk dirujuk kalausangatnya belum tiba maka pasienkeluargamasih tidak mau untuk dilakukan rujukan Tetapibila sangat telah tiba tetapi bayi tidak lahir barupasien keluarga mau untuk dirujuk Keper-cayaan ini biasanya sebagai salah satu sebabketerlambatan dalam melaksanakan rujukanPENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapatdiambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1) Jumlah rujukan dari Polindes dalam satutahun cukup banyak SOP sudah tersedia institusipelayanan yang menjadi tujuan rujukan adalahPuskesmasRumah Sakit dan dokter spesialisKasus yang dirujuk mengacu pada standarpenapisan 18 indikasi rujukan ibu bersalinPerlengkapan yang dibawa bidan adalah set alatdan obat Jalur rujukan dari Polindes kePuskesmas ke Rumah sakit ke dokter spsesialiske Puskesmas lalu ke rumah sakit Pendampingpada saat dirujuk adalah bidan keluarga dansopir Sebelum dirujuk bidan memberi stabilisasiPersiapan yang dibawa adalah perlengkapan ibuperlengkapan bayi uang dan syarat-syaratadministrasi Alat transportasi menggunakankendaraan milik pribadi milik bidan ambulandesa ambulan Puskesmas ambulan Rumah Sakityang dituju Dokumentasi rujukan meliputi rekamrujukan resume pasien bukti pelayananambulan surat rujukanSPPD Informed con-sent lembar partograf Biaya menggunakanasuransi atau membayar tunai sedangkan biayatransportasi ditanggung oleh jampersal 2)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses rujukanmeliputi biaya pasien pengambilan keputusanrumah sakit yang dituju transportasi kompetensibidan status domisili pasien dan mitoskepercayaan masyarakat

Saran bagi Puskesmas dan Polindes adalahagar menyusun SOP rujukan yang khusus berlakuuntuk Polindes atau Puskesmas Pembantumelengkapi SOP dengan bagan alur mensosiali-sasikan bagan alur rujukan berupa posterMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentangmitos yang salah tentang kesehatan danmeningkatkan kompetensi bidan yang masihkurang kompeten dengan pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA VOLUME 3 NO 1 MEI 2017 71-84

84 ISSN 2460-0334

Ambarwati E R Rismintari S (2009) Asuhankebidanan Komunitas Keb Nuha MedikaYogjakarta

Bogdan HR amp Biklen SK (1992) Qualita-tive Research For Education An Intro-duction to Theory and Methods NewYork The Macmilian Publishing Company

Depkes RI (2000) Standar PelayananKebidanan Depkes RI Jakarta

IBI (2006) Standar Kompetensi KebidananDepkes RI Jakarta

JNPKKR (2013) Buku Acuhan AsuhanPersalinan Normal JNPKKR Jakarta

JNPKKR (2008) Paket Pelatihan PelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar(PONED) Depkes RI Jakarta

Hamlin C (2004) Preventing Fistula Trans-portrsquos Role In empowering Communities ForHealth In Ethiopia Trop Med Int health 5(11) 526-531

Macintyre K Hotchkiss R D (1999) Refer-ral Revisited Community Financing SchemesAnd Emergency Transport In Rural AfricaSoc Sci Med Vol 49 (11) 1473-1487

Manuaba I G (2001) Kapita selekta Penata-

laksanaan Rutin Obstetric Ginekologidan Keluarga Berencana Edisi 1 edEGC Jakarta

Miles MB amp Huberman AM (1994) Quali-tative Data Analysis Second EditionCalifornia SAGE Publications

Moleong L J (2010) Metodologi PenelitianKualitatif Cetakan Keduapuluhtujuh edPT Remaja Rosdakarya Bandung

Murray S F Pearson S C (2006) MaternityRefferal System In Developing Countries Current Knowlwdgw And Future ResearchNeedsSos Sci Med 62 (9) 2205-2215

Saifuddin A B (2011) Buku Panduan PraktisPelayanan Kesehatan Maternal Dan Neo-natal YBPSB Jakara

Sugiono(2008) Metodologi PenelitianKuantitatif Kualitatif dan R amp D AlfabetaBandung

Syafrudin H (2009) Kebidanan KomunitasCetakan I ed EGC Jakarta

Zuriah N (2006) Metodologi PenelitianSosial Dan Pendidikan Jakarta BumiAksara

Page 9: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 10: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 11: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 12: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 13: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 14: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 15: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 16: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 17: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 18: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 19: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 20: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 21: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 22: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 23: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 24: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 25: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 26: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 27: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 28: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 29: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 30: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 31: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 32: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 33: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 34: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 35: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 36: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 37: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 38: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 39: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 40: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 41: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 42: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 43: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 44: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 45: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 46: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 47: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 48: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 49: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 50: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 51: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 52: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 53: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 54: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 55: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 56: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 57: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 58: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 59: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 60: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 61: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 62: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 63: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 64: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 65: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 66: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 67: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 68: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 69: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 70: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 71: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 72: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 73: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 74: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 75: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 76: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 77: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 78: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 79: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 80: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 81: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 82: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 83: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana
Page 84: Anam dkk., Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana