Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane
-
Upload
mhtrainingcenter -
Category
Documents
-
view
988 -
download
6
Transcript of Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane
ANALYSIS OF AGRONOMIC TECHNIQUE TO ACHIEVED YIELD OPTIMALIZATION OF RATOON CANE
Memet Hakim1) & Yuyun Yuwariah2)
1) Fakultas Pertanian Unpad ,NPM :1501 3008 00262) Profesor Universitas Padjadjaran, Dekan Fakultas Pertanian, Unpad,
Anggota Tim Promotor
ABSTRACT
Cane yield decline in successive ratoon is ordinary symptom in most sugarcane plantation, due to many reason especially the old paradigm i.e. ratoon cane is the residue of plant cane, so there are neglecting of maintenance such as supplying, fertilizing, irrigation, weed & pest control, etc. Sugarcane with ratoon is perennial plant, attributable by ratoon age reason (generally 4-5 year). Ratoon cane have a high yield prospect, if all agronomical technique maintained as well as best practice management done. Supplying and stubble shaving take an important role to make better population of cane. Fertilizing, weed & pest control and irrigation have a major effect in growth development of sugarcane plant to better escalation of cane yield. By using at right dosage phytohormon such as auxin, GA, cytokinin etc, tillering capacity and growing rate will be higher, but over dosage will make retarded.
I. PENDAHULUAN
Semula teknik budidaya tebu hanya satu musim, dengan sistim reynoso,
selanjutnya ditanami tanaman padi atau palawija lainnya. Dewasa ini tebu
ditanam di daerah kering (tegalan), di tanah yang kurang subur, lahannya
merupakan sisa dari tanaman lain. Selain itu karena lahannya tidak digunakan
lagi untuk tanaman lain, maka ratoonnya dipelihara. Umur ratoon umumnya
antara 4-5 tahun atau 4-5 kali musim tanam.
1
Dengan demikian tanaman tebu saat ini merupakan tanaman tahunan,
hanya saja panennya setahun sekali bukan lagi tanaman semusim. Itulah
sebabnya menanam tebu dengan pola ini harus dipikirkan, direncanakan dalam
kurun waktu yang panjang. Didalam pola tanaman tahunan, jumlah populasi
harus tetap, itulah sebabnya penyulaman merupakan tindakan agronomis yang
penting sekali dilakukan.
Umumnya bahkan telah menjadi norma, bahwa tanaman ratoon
produktivitasnya lebih rendah dari tanaman baru. Produktivitas tanaman ratoon
akan semakin rendah lagi jika ratoonnya seiring dengan lamanya ratoon dikelola.
Rendahnya produktivitas tanaman ratoon, adalah suatu akibat logis karena tidak
ada penyulaman, mutu ratoon tidak baik , perawatan akar dan perawatan tanaman
tidak optimal. Hal ini terjadi karena tanaman ratoon dianggap sebagai tanaman
sisa.
Apabila dikelola sebagai tanaman tahunan, tentu pola pikir dan pola
tanam menjadi berbeda. Tanaman ratoon bukan lagi dianggap tanaman sisa tapi
merupakan tanaman harapan. Berpikir jangka panjang untuk merawat tanaman
tebu, tidak dapat dihindari adanya penyulaman untuk menjaga populasi tanaman
dan perbaikan mutu ratoon untuk menjaga agar setiap tunas yang tumbuh akan
jadi batang yang diharapkan..
Penyulaman umumnya dilakukan dengan stek pucuk yang banyak
ditinggalkan di lapangan setelah tebang. Stek yang ditanam akan tertinggal
tumbuhnya oleh tanaman yang ada, karena tanaman yang disulam telah
mempunyai akar yang banyak dan kuat, sedang stek sulaman belum mempunyai
2
akar dan selanjutnya kalah bersaing untuk mendapatkan sinar matahari dan
penyerapan hara dari dalam tanah.
Sebagai jalan keluar, penyulaman dilakukan dengan bibit dalam polibeg
yang ditanam 2 bulan sebelum tebang. Syarat bibit harus sehat, seragam dan
sama varitasnya. Bibit tersebut dapat ditanam di lapangan ataupun secara khusus
dipembibitan, yang penting lahan pembibitan harus dekat sumber air. Biaya
pembuatan bibit dalam polibeg ini nilainya sama dengan 1 batang tebu, sehingga
jika tiap rumpun menghasilkan 7 batang, keuntungannya menjadi 6 batang
(Memet Hakim, 2008)
Pada saat panen (tebang), dalam banyak hal tunggul batang tebu
ditinggalkan setinggi 5-20 cm, karena alasan praktis, yakni tenaga kerja terbatas
sehingga toleransi terhadap kesalahan ini tinggi sekali. Tunggul batang yang
seharusnya adalah 0 cm. Pada tunggul yang panjang, tunas tumbuh dan berakar di
atas tanah, sehingga tunas tersebut akan mati sebelum akarnya menyentuh tanah.
Jika tunas tunggul tersebut tumbuh dari batang yang berada dalam tanah, maka
tunasnya akan tumbuh dengan baik dan normal.
Bagaimanapun tanaman tebu memerlukan air pada saat pembentukan
akar, pembentukan tunas (tillering) dan pada waktu pertumbuhan, tapi perlu
kering menjelang panen atau tebang.
Tanaman tebu akan berkurang pertumbuhannya akibat kekeringan atau
akibat kelebihan air (air menggenang). Ratoon biasanya toleran akibat cekaman
air. Tetapi penggenangan air dalam jangka waktu lama akan berakibat mematikan
perakaran tebu. Besarnya gangguan oleh genangan air terhadap pertumbuhan
3
tebu, bergantung pada saat dan lama kondisi anaerob berlangsung. Pemberian air
sampai setengah kapasitas lapang akan meningkatkan pertumbuhan tebu ratoon
sampai 174 persen daripada kondisi kekurangan air yaitu seperempat kapasitas
lapangnya. Berarti hasil panen ratoonnya dapat ditingkatkan, hanya dengan
meningkatkan ketersediaan air sampai kondisi di bawah kebutuhan optimalnya.
Pengairan perlu dilakukan pada saat a) waktu tanam, b) waktu pertumbuhan tunas
(tillering), c) tanaman berada pada fase pertumbuhan. Jumlah air yang diperlukan
identik dengan yang menguap atau evapotranspirasi. ( Koko, 2002)
Mengingat lahan tegalan umumnya kekurangan bahan organik, maka
pemberian pupuk organik disamping pupuk kimia dapat meningkatkan
produktivitas. Besarnya dosis optimum tentu harus dicari dengan bantuan analisis
bagian daun (analisa daun) dan percobaan lapangan. Waktu pemupukan harus
memperhatikan curah hujan agar pupuknya tidak terbuang, ikut mengalir (run
off) dengan air, begitu juga cara memupuk serta jenis pupuk yang sesuai dengan
tanah setempat.
4
II. KAJIAN PUSTAKA
Secara teori, pengelolaan ratoon harus dilakukan dengan berbagai
kegiatan setelah tebu ditebang. Contoh kegiatan antara lain pengeprasan,
penyulaman, membersihkan seresah, memotong akar (off baring), pembumbunan,
subsoiling, pengolahan tanah antar barisan, pengendalian gulma dan pemupukan.
Kegiatan ini jarang dilakukan dengan benar, sehingga produktivitas tanaman
ratoon menurun.
Sebagai contoh di Lampung, Sunaryo (2009), menjelaskan data di kebun
PT Gunung Madu Plantation memperlihatkan gejala seperti di atas, misalnya
tahun 2008, produktivitas plant cane = 89.9 ton/ha , ratoon 1 = 81.6 ton/ha ,
ratoon 2 = 75.4 ton/ha , ratoon 3 = 72.7 ton/ha. Sri Nuryanti, 2007, meneliti di
Yogyakarta dan jawa Tengah, mengemukakan bahwa produktivitas plant cane di
lahan sawah = 95,4 ton/ha, sedang ratoon = 91.7 ton/ha, ratoon 1-3 = 91,2 dan
ratoon di atas tahun ke 3 = 88.6. Produktivitas tanaman tebu di tegalan plant
cane = 71.3 ton/ha, ratoon 46.3 ton/ha, ratoon 1-3 = 60.9 dan ratoon di atas tahun
ke 3 = 48.6 ton/ha. Sama halnya di PTPN II (2009), taksasi produksi 2008/2009
pada tebu sendiri (TS) sebagai berikut : plant cane =76.52 ton/ha, ratoon 1 =
64.85, ratoon 2 = 60.13 ton/ha, ratoon 3 = 52.55 ton/ha, sedang pada tanaman
tebu rakyat (TR) : plant cane = 63.28 ton/ha, ratoon 1 = 56.86 ton/ha, ratoon 2 =
52.67 ton/ha, ratoon 3 = 45.00 ton/ha.
Disbunjatim (2009), menunjukkan fakta bahwa budidaya tebu ratoon
sampai pada kondisi ratoon tertentu sangat menguntungkan. Dibanding dengan
budidaya tanaman baru (PC), budidaya ratoon membutuhkan biaya relatif lebih
5
kecil. Ini karena terdapat penghematan dengan tidak diperlukannya biaya
pembelian bibit dan pengolahan tanah. Namun demikian, budidaya ratoon juga
tidak selamanya menguntungkan karena pada tingkat ratoon perolehan produksi
yang rendah tidak sebanding dengan pembiayaan. Pada kondisi tebu ratoon yang
sudah tidak menguntungkan seharusnya tanaman tersebut dibongkar dan diganti
dengan tanaman tebu baru (PC). Pada umumnya sampai kepada ratoon ketiga
budidaya ratoon masih menguntungkan dan hal demikian yang diharapkan oleh
petani tebu sehingga budidaya ratoon sangat menjanjikan.
Uraian Produktivitas tebu ( ton/ha)PC R 1 R 2 R3
PT GMP 89.9 81.6 75.4 72.7TS N2 76.52 64.85 60.13 52.55TR N2 63.28 56.86 52.67 45N 7,CIMA 71.9 66.6 64.9 60.8Potensi 90 100 110 120
Tabel 1 : Produktivitas Tebu di Sumatra Tahun 2008
Sumber : Diolah dari data PT GMP, CIMA, PTPN II dan Memet Hakim 2009
Gambar 1 : Grafik potensi dan realisasi produktivitas tebu di Sumatra, sesuai tabel 1 diatas
6
Sundara (1998), menyatakan bahwa dibanyak negara umumnya tanaman
ratoon produktivitasnya menurun, tetapi 10 % diantaranya mempunyai
produktivitas yang sama dengan tanaman baru, bahkan ada yang lebih baik dari
tanaman baru. Terbukti dari percobaan Arifin, Z. dan Prahardini PER (2006),
memperlihatkan bahwa tebu ratoon produktivitas tebunya dapat lebih tinggi yakni
118,77 ton/ha dibanding tebu plant cane 111.84 ton/ha. Realita yang saat ini
menjadi minoritas diharapkandapat diperbaiki menjadi mayoritas.
Rendahnya produktivitas tanaman ratoon karena (a) produksi ratoon
dianggap sebagai tanaman sisa, (b) Populasi tanaman yang terus berkurang, (c)
Adanya penurunan kadar hara dalam daun, (d) pengerasan tanah dan kesuburan
fisik menurun, (e) adanya serangan hama dan penyakit (f) biaya lebih kecil.
Bristow KL (2002), mengatakan bahwa sumber air seperti yang berada
dalam tanah, curah hujan yang disimpan dalam tanah semua tersedia bagi
tanaman. Sisanya mengalir di permukaan dan sebagian masuk ke permukaan air
tanah (water table). Diperkirakan secara kasar tiap 100 mm air hujan ( 1.000 M3)
dapat menghasilkan sekitar 5-15 ton tebu/ha. Hal ini ditentukan oleh jenis tanah
dan kemampuan tanah menyimpan air.
Air limbah pabrik gula mempunyai BOD (biological oxygen demand) dan
COD (chemical oxigen demand) yang begitu tinggi (diatas 2000 mg/liter), jika
akan digunakan menjadi air irigasi harus diproses terlebih dahulu menjadi rendah.
Selanjutnya air yang telah diproses tersebut dapat dicampurkan dengan air
permukaan lainnya. Tidak semua jenis air dapat digunakan, air limbah yang telah
diproses dengan “biological oxygen demand” (BOD) dan chemical oxigen
7
demand (COD) nya di atas 300 mg/liter air tidak dianjurkan. Sebagai contoh
kadar maksimum BOD, COD, Total Solid Suspenses (TSS) telah ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia, untuk kawasan industri seperti tabel di atas.
Batasan baku mutu limbah cair yang dinyatakan aman adalah sebagai
berikut :
Tabel 2 : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemaran Maks.(mg/liter) (kg/hari)
BOD5 50 4.3
COD 100 8.6
TSS (total suspended solid) 200 17.2
pH (keasaman) 6.0 - 9.0
Sumber : Soemarno (2007)
Teknik pengairan yang efisien adalah mengairi lahan tebu pada saat
tanaman memerlukannya yang diketahui dari hitungan water deficit dan gejala
defisiensi air secara visual. Persediaan air dalam tanah bulan ke 1 dianggap 100
mm, dan untuk berikutnya water holding capacity dianggap 100 mm, karena
daerah perakaran tebu paling dalam 35 cm saja. Pada tanaman tahunan yang
mempunyai perakaran sampai 1 m, water holding capacity dianggap 200 mm.
Perhitungan water deficit seperti ini secara praktis belum digunakan,
sedang pada tanaman kelapa sawit digunakan hanya untuk mengetahui
dampaknya terhadap kekeringan. Diharapkan pada tanaman tebu, perhitungan
seperti ini dapat meningkatkan efisiensi dalam pengaturan dan pemberian air
irigasi.
8
Tabel 3 : Perhitungan water deficit sebagai berikut :
Curah Hari Pers.Air Evapo Sisa Stok Water
No Bulan Hujan Hujan di Tanah transpirasi air Air Deff. mm
mm mm mm mm mm mm (> 0 = 0)
1 Jan. 350 21 100 120 330 100 0
2 Feb. 220 14 100 120 200 100 0
3 Mart 267 12 100 120 247 100 0
4 April 188 16 100 120 168 100 0
5 Mei 132 15 100 120 112 100 0
6 Juni 65 5 100 150 15 15 0
7 Juli 48 6 15 150 0 0 87
8 Agust. 0 0 0 150 0 0 150
9 Serpt 0 0 0 150 0 0 150
10 Okt 89 6 0 150 0 0 61
11 Nov. 365 19 0 120 245 100 0
12 Des. 427 23 100 120 407 100 0
Total 2151 137 1590 448Catatan :
1. CH ≥ 11 : Evapotranspirasi 120 mm 3. Persediaan air dalam tanah bulan ke 1 dianggap 100 mm
2. CH < 10 : Evapotranspirasi 150 mm 4. Pers.air dlm tanah ≥ 0 = Water Deficit = 0
Terlihat dari gambar diatas mulai bulan juni sisa air yang disimpan dalam
tanah tinggal 15 mm lagi dan bulan berikutnya sudah kosong, artinya sejak bulan
Juni pengairan sudah harus dilakukan. Namun bulan yang dinyatakan defisit
adalah mulai dari bulan Juli sampai oktober.
Koko (2004), dalam penelitiannya menyatakan bahwa cekaman
kekeringan mengakibatkan penurunan yang nyata pada pertumbuhan dan karakter
vegetatif tanaman yang sedang berada pada fase pertumbuhan aktif, yaitu umur 2
hingga 4 bulan setelah tanam, sedangkan pada umur yang lebih tua (5 hingga 6
bulan setelah tanam) dampaknya lebih nyata terlihat pada kualitas atau kadar
gula.
9
Penyulaman tradisional biasanyanya menggunakan bibit rayungan yang
dilakukan 1 minggu setelah tanam dan 3-4 minggu setelah tanam. Penyulaman ini
diperlukan karena ada tanaman yang mati akibat terlindas roda kendaraan
pengangkut tebu, karena drainase jelek, atau akibat serangan hama penyakit dan
lainnya. Barisan yang kosong akibat tanaman mati (gaps) yang lebih dari 2
rumpun harus segera disulam untuk mempertahankan produktivitasnya (NN,
2008)
Penyulaman dapat juga dilakukan dengan stek bibit pucuk. Penyulaman
pertama dilakukan pada minggu ke 3. Penyulaman kedua dilakukan bersamaan
dengan pemupukan dan penyiraman ke dua yaitu 1,5 bulan setelah tanam.
Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum pembumbunan ke
6. Adanya penyulaman ekstra menunjukkan cara penanaman yang kurang baik.
Penyulaman bongkaran dilakukan jika ada bencana alam atau serangan penyakit
yang menyebabkan 50% tanaman mati (Disbun Jabar, 2008). Cara seperti ini
tidak dapat membuahkan hasil yang baik, karena bibit yang tumbuh dapat
dipastikan pertumbuhannya ketinggalan oleh tanaman yang lain.
Rekomendasi pemupukan yang ada saat ini sangat global, tidak
mempertimbangkan atau membedakan varitas, jenis tanah, katagori tanaman
sepeti tanaman baru dan ratoon dan populasi tanaman, padahal pemupukan harus
spesifik lokasi, ditiap tempat perlu ada uji optimalitas dosis dan jenis pupuk,
sehingga dosis optimum diketahui lebih akurat.
Tanaman ratoon mempunyai potensi menghasilkan produktivitas lebih
tinggi dibanding tanaman baru, oleh sebab itu perlu dosis pupuk yang lebih
10
banyak dibanding tanaman baru. Namun demikian dengan adanya hasil
percobaan pemupukan akan didapat pedoman yang lebih akurat. Pengertian
ratoon adalah tanaman sisa haruslah ditinggalkan, karena potensi produktivitas
ratoon ternyata lebih besar dari tanaman baru, tinggal bagaimana merawatnya.
Diperlukan perubahan paradigma terhadap tanaman tebu yang masih dianggap
tanaman semusim, padahal saat ini telah tergolong tanaman tahunan. Produksi
”Ratoon” akan lebih tinggi dari produksi ”Plant Cane”, jika tidak demikian tentu
ada yang salah dalam pengelolaannya. Ratoon dapat dipelihara dan
dipertahankan, sejauh serangan hama dan penyakit masih dalam ambang batas
yang dapat ditolerir serta masih menguntungkan.
Di Kenana, Sudan, tanaman ratoon dipelihara sampai tahun ke 9 , namun
tergantung pada produktivitasnya. Luas areal ratoon di wilayah ini lebih dari 80
% (El Bashir A. Hammad and Dafalla Abdelwahhab, 2000).
Pemupukan organik dapat meningkatkan kesuburan biologi dan fisik
tanah, pupuk ini jika dicampur dengan pupuk kimia (menambah kesuburan
kimia) dapat bersinergi, meningkatkan produktivitas tanaman. Salah satu bahan
organik sisa pengolahan tebu dipabrik gula adalah blotong dan bagas. Bahan
organik lainnya banyak dijumpai di sekitar pabrik seperti kotoran hewan ayam,
sapi, kambing,dll (kohe), sampah kota, jerami, dedak, abu ketel, abu sekam.
Bahan organik alami seperti zeolit, kapur pertanian, guano dapat digunakan.
Bahkan sisa-sisa daun tebu (seresah) merupakan bahan organik yang baik serta
dapat dijadikan mulsa. Bahan Organik hijauan sisa tanaman kacang-kacangan
merupakan jenis bahan organik yang baik sekali, namun sulit mendapatkannya.
11
Kedenderungan produktivitas seperti yang digambarkan dalam grafik
dibawah ini, memperlihatkan adanya gap atau deviasi produktivitas yang cukup
jauh antara realisasi saat ini dengan yang sebenarnya dapat diperoleh.
Untuk mendapatkan produktivitas tebu sesuai dengan teori diatas,
diperlukan asupan berupa pemupukan yang cukup, perawatan tanaman lainnya
seperti sisa potongan pada ratoon harus 0 cm diatas permukaan tanah, pengairan
penggunaan hormone dan lainnya.
Pemupukan, selain “unsur makro”, tanaman tebu memerlukan juga unsur
mikro. Gejala defisiensi dapat terlihat pada daun dan atau pertumbuhan tanaman.
Kekurangan unsur mikro dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak sempurna dan
menurunkan produktivitas. Unsur mikro umumnya dapat dipenuhi oleh pupuk
organik dalam bentuk kompos.
12
Sumber : Memet Hakim (2008)
Ratoon ke
Gambar 2 :Tren Produksi Tebu dibandingkan dengan tabel 1 & Gambar 1
5
Pola Tradisional
Ton tebu/ha
Trend yang diharapkan120
1
100806040200
1400
2 3 4
Waktu pemupukan merupakan titik kritis dalam aplikasi pupuk.
Pemupukan sebaiknya dilaksanakan pada saat tanah lembab, tidak terlalu kering
ataupun tidak terlalu basah. Sebagai pedoman pemupukan dilakukan pada saat
curah hujan 50-100 mm/bulan, di atas itu akan terjadi “run of “ yang cukup
banyak dan sebaliknya pada saat curah hujan di bawah 50 mm, akan terjadi
penguapan terutama bagi pupuk urea (Gambar 3).
Gambar 3 : Waktu Pemupukan Ideal
Dilihat dari sudut fisiologi tanaman, sisa ratoon tebu merupakan pangkal
batang yang berisi cadangan makanan dan akar yang tumbuh aktif
meng”absorpsi” hara dari dalam tanah. Dari pangkal batang ini akan tumbuh
tunas-tunas yang diharapkan menjadi batang tebu yang baik. Semakin rapat
dengan tanah mutu ratoon semakin baik, karena akar dari tunas yang tumbuh
13
Waktu Pemupukan Ideal
050
100150200250
Januari
Februari
Mart
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Mart
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Mart
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
2005 2006 2007
Bulan/ Tahun
Hari dan m
m H
uja
n
: Waktu Pemupukan IdealSumber : Memet Hakim, 2008
Keterangan : Waktu pemupukan
akan langsung menyentuh tanah dan akan tumbuh dengan baik. Batang yang
tumbuh dari tunas seperti ini merupakan batang yang diharapkan sebagai
produksi.
Pertumbuhan tunas sering dihitung dan dinyatakan dengan Indeks
Pertumbuhan Tunas (IPT) dan Indeks Kematian Tunas (IKT). Indeks ini
dipengaruhi oleh pertunasan yang tumbuh apakah di atas permukaan tanah
ataukah di bawah permukaan tanah.
Fitohormon dapat memberikan pengaruh baik positip maupun negatif,
seperti misalnya meningkatnya kandungan cytokinin, P dan Ca memacu tingkat
kematian tunas (IKT) pada varitas tebu M442-51. Pengaruh fitohormon lainnya
seperti Auxin,Gibberelic Acid (GA) dan Abscitic Acic (ABA) tergantung dari
berbagai faktor seperti varitas, katagori tanaman (waktu tanaman yang
dinyatakan dalam pertengahan bulan ybs), dosis nitrogen dan dosis kalium.
(Hadisaputro Suyoto, 2008).
Jenis fitohormon lainnya antara lain Auxins, Brassinosteroids, Ethylene,
Jasmonic acid, Polypeptide hormons, Salicylic acid, polyamines. Hormon
tersebut terbuat dari bahan kimia yang dapat mempengaruhi pembelahan sel,
diferensiasi ataupun pembesaran.
Auxin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman,Dichlorophenoxyacetic
acid (2,4-D) dan dicamba merupakan auxin sintetik yang digunakan sebagai
herbisida. Auxin Biosyntetik rumus bangunnya sebagai berikut :
14
CH₂COOH
N
CH₂ -COOH
N
H
Indole acetic acid indole-3-acetic acid (IAA)
4- Chloroindole-3-acetic acid (4-Cl-IAA) Indole-3-butiric acid (IBA)
Sedangkan auxin syntetik yang sering digunakan sebagai herbisida rumus
bangunnya sebagai berikut :
2,4-Dichlorophenoxy acetic acid 2-Methoxy-3,6-Dichlorobenzoic acid(2,4-D) (Dicamba)
Fishel et al.2007, menyatakan bahwa herbisida yang mengandung auxin
sintetik yang pengaruhnya mirip dengan 2,4-D antara lain adalah 1) 2,4-
Dichlorophenoxyacetic acid, 2) MCPA 4-chloro-2-methylphenoxyacetic acid, 3)
2,4-DP 2-(2,4-Dichlorophenoxy)propionic acid, 4) MCPP 2-(2-methyl-4-
chlorophenoxy)propionic acid, 5) MCPB 4-(2-methyl-4-chlorophenoxy)butyric
15
CH₂ -COOH
N
H
Cl
CH₂ - CH₂ - CH₂-COOH
N
H
Cl
Cl
O-CH₂-COOH
Cl
Cl
OCH₃
COOH
acid, 6) Dicamba 2-Methoxy-3, 6-dichlorobenzoic acid, 7) Triclopyr (3,5,6,-
Trichloro-2-pyridinyl)oxyacetic acid dalam semua bentuk atau formula.
Herbisida dalam bentuk ester, mudah menguap dibandingkan dengan
bentuk amine, sehingga di Florida 2,4-D yang dianjurkan adalah yang berbentuk
amine, karena penguapan 2,4-D dalam bentuk ester dapat mengganggu tanaman
disekitar lokasi aplikasi terutama tanaman yang berdaun lebar.
Aamir Ali, 2006, menyimpulkan bahwa konsentrasi optimum untuk
induksi callus adalah 3 mg/liter air . Pada konsentrasi rendah 2,4-D tidak efektif ,
begitu juga jika dosisnya terlalu tinggi menyebabkan tanaman terhambat
pertumbuhannya. Pengaruh interaksi auxin dan cytokinin tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dalam merangsang inisiasi callus. Diduga dengan
konsentrasi tertentu pertumbuhan tunas tebu juga akan terangsang.
Gibberellins, merupakan sekresi dari cendawan Gibberella fujikuroi
dimurnikan menjadi gibberellic acid (GA). Gibberellic acid dapat merangsang
pertumbuhan tanaman khususnya perpanjangan batang, mengatur proses
pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa serta merangsang pengecambahan
benih (dengan transkripsi á-amylase dalam lapisan aleurone dan protease yang
mengaktivasi â-amylase dari tepung/karbohidrat). Penggunaan secara komersial
untuk menambah produktivitas tanaman dan pemuliaan pada tebu.
Malik dan Tomar (1999) dalam penelitiannya menerangkan bahwa
penggunaan GA3+NAA and Banglol-6 dengan dosis 1.0 % dicelupkan selama 30
menit dapat meningkatkan daya tumbuh sebesar 1.29 sampai 1.41 % dibanding
control.
16
Rumus bangun gibberellic acid (GA) GA1 Biosintesis
Hormon ini dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman tebu
dan meningkatkan daya kecambah benih. Dari tulisan ini sangat mungkin
tanaman ratoon yang baru ditebang disemprot sampai basah (kondisinya seperti
dicelupkan) dengan dosis di atas, agar pertumbuhan tunas semakin banyak,
namun tentu perlu penelitian lebih jauh untuk mendapatkan hasilnya.
Ethylene, merupakan hormon yang ringan sekali, bahkan lebih ringan dari
udara, mudah terbakar, berfungsi meningkatkan resistensi terhadap penyakit, zat
pemacu kemasakan buah dan pembentukan parenchyma pada batang. Rumus
kimianya adalah H2 C=CH2.
Cytokinin, merupakan hormon yang dapat menghambat penuaan daun
serta merangsang pergerakan hara kedaun yang menerima cytokinin. Rumus
bangunnya sebagai berikut :
Zeatin (trans - form)
17
H
COOH
HOO H
OHCOO
O
N
CH₃
HN-CH
CH₂OHC = C
H
N
N
N
OH
CH₃
H
COOH
HOO H
CH₂COO
O
Abscisic acid, merupaka hormon yang dapat memperpanjang masa tidur
(dormancy) benih dan mencegah pengecambahan sebelum waktunya (premature),
meningkatkan kadar gula, memberikan tanda-tanda kekeringan. Rumus
bangunnya sebagai berikut :
(S)-cis-ABA(active)
Seluruh hormon tersebut jika akan digunakan tentu perlu penelitian yang
panjang dan berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan tebu ratoon dimana yang
tersisa dari hasil panen (tebang) adalah pangkal batang bawah yang masih
menyimpan karbohidrat, sukrosa, glukosa, air serta akar yang beratnya sekitar 1
kg per m², merupakan sisa tanaman yang produktif dan dapat menghasilkan
produksi yang baik jika tanaman tersebut dirawat secara intensif.
Secara komersial mungkin hormon auxin dalam bentuk herbisida 24-D-
Amin dapat digunakan karena harganya murah serta aplikasinya mudah untuk
meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Herbisida tersebut termasuk herbisida
untuk mengendalikan gulma berdaun lebar (broad leaves herbicide), sedang tebu
termasuk tanaman berdaun runcing. Penyemprotan langsung dalam dosis agak
rendah diseluruh permukaan tanah, tidak mengganggu pertumbuhan tebu, bahkan
dapat merangsang pertumbuhan. Selain itu ada juga produk pupuk yang
18
CH₃
OH
CH₃
CH₃H₃C
O COOH
didalamnya telah terkandung Zat perangsang tumbuh (auksin, sitokinin, dan
giberellin), sehingga fungsinya menjadi semakin lengkap.
Tebu ratoon yang tumbuh dari batang sisa diatas permukaan tanah
umumnya antara 5 sampai 10 cm, akan cepat tumbuh tetapi akarnya
menggantung. Tunas ini sekilas terlihat memberikan harapan hidup, akan tetapi
setelah berumr 3 bulan akan mati atau tidak berkembang karena bahan makanan
dalam batang habis dan tunas tersebut tidak dapat menyerap unsur hara sendiri
dari dalam tanah.
Sehubungan dengan hal diatas diperlukan tindakan pemotongan sisa
batang diatas permukaan sampai 1 cm dibawah permukaan tanah, agar tunas yang
tumbuh akarnya dapat langsung menyerap hara dari dalam tanah. Tunas ini akan
tumbuh tegak dan sempurna. Skema sebagai berikut :
Gambar : Sketsa Sisa Batang pada Ratoon dan Penampang Ratoon
Mengingat tanaman Ratoon perakaran sisa tebangan sudah berkembang
sedemikian rupa, maka diperlukan cara bagaimana merawat dan merangsang
perakaran agar tetap tumbuh dengan baik. Apabila perakaran tumbuh di atas
tanah, dapat dipastikan akar tersebut akan kering dan mati, itulah sebabnya sisa
batang tebu yang ditebang harus dikepras sekitar 10 cm dari permukaan tanah.
19
Sumber : Diolah dari Sundara, 1998
Ball-Coelho et all,(1991), mengamati hasil perakaran tebu ratoon dengan
minirhizotron di Brazil yakni jumlah akar mati dan hidup antara 0.9 sampai 1.1
kg/m², panjang akar antara 14.0 sampai 17.5 km per m², sedang pada akhir
tanaman plant cane masing-masing sebanyak 0.75 kg per m² dan 13.8 km per m².
Jumlah akar rambut yang terdapat pada lapisan atas dimana terdapat sisa tanaman
hanya sekitar 1 % dari total biomas da sekitar 3 % dari total panjang akar. Data di
atas dapat memberikan gambaran betapa jumlah akar tebu ini jumlahnya sangat
banyak dan sangat berarti bagi penyerapan hara dari dalam tanah.
Dengan demikian diharapkan tunas yang timbul dari bawah permukaan
tanah, dimana akar aktif telah tersedia. Selain itu setelah ratoon berumur 8-10
minggu perlu pembumbunan kembali agar perakaran dari tunas yang tumbuh
dekat permukaan tanah dapat ditutupi tanah, sehingga akarnya dapat berkembang
dengan baik. Gambar dibawah ini memperlihatkan secara skematis bagaimana
pertumbuhan cabang atau tunas didalam tanah.
Tunas yang diharapkan adalah tunas yang tumbuh dari sisa batang atau
pangkal batang yang berada didalam tanah, agar batang dapat tumbuh sempurna.
Indeks Pertumbuhan Tunas rupanya dapat ditingkatkan dengan penggunaan
fitohormon, seperti auxin, gibberellic acid, cytokinin dan lain-lain.
20
Keprasan 10 cm dibawah permukaan tanahSumber : Sundara,B, 2007, Sugarcane Cultivation
Viator RP (2008), dalam penelitiannnya di Lousiana memperlihatkan
hasil ratoon yang menurun sebanyak 21 % akibat adanya perlakuan penggunaan
glyphosate sebagai pemacu kemasakan dibandingkan dengan plot control, namun
jika sisa tanaman dikeluarkan atau dibakar produksinya tidak turun dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan pemacu kemasakan. Jadi penggunaan bahan
kimia sebagai zat pemacu kemasakan harus sangat selektif.
21
Ratoon ke 1
Ratoon ke 2Gambar : Sketsa Perakaran pada Ratoon
Sumber : Memet Hakim, 2008
III. PEMBAHASAN
Produktivitas tebu ratoon dapat lebih besar dari tanaman baru dengan
beberapa alasan, pertama populasi tanaman tidak boleh berkurang, jadi
penyulaman harus dilaksanakan agar populasi tetap, kedua untuk mendukung
alasan pertama, mutu ratoon harus baik (pemotongan batang serapat mungkin
dengan tanah bahkan lebih baik jika dipotong 1 cm di bawah permukaan tanah),
sehingga tunas yang tumbuh dapat menjadi batang yang diharapkan, ketiga
pemupukan yang tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan tepat jenis.
Penyulaman dengan cara tradisional ( dengan bibit rayungan, stek, bagal)
akan terlambat pertumbuhannya, karena akan kalah bersaing dengan tanaman
yang telah lebih dahulu tumbuh. Penyulaman dengan cara ini hanya akan dapat
dipanen pada tahun kedua setelah penyulaman. Penyulaman yang terbaik saat ini
adalah dengan bibit polibeg. Bibit dalam polibeg dipersiapkan 2 bulan
sebelumnya, sehingga pada saat tebang dimulai, bibit tersebut dapat langsung
ditanam, sehingga pertumbuhannya tidak akan tertinggal. Selain itu harga sebuah
bibit polibeg sampai siap tanam, senilai sebatang tebu, padahal jumlah batang
tebu per rumpun umumnya di atas 7 batang, sehingga dengan masih diperoleh
kelebihan sebesar lebih dari 6 batang. Dengan bibit polibeg jumlah kematian
akan semakin kecil dibandingkan dengan stek atau rayungan.
Pemotongan sisa batang sampai menyentuh permukaan tanah (stuble
shaving), akan membuat tunas-tunas tumbuh normal dan menjadi batang
produksi, sehingga populasi tanaman terpelihara, apalagi jika diberikan
fitohormon yang dapat memacu pertumbuhan tunas dan pertumbuhan tanaman.
22
Pemotongan sisa tanaman tebu pada ratoon sangat mudah dan cepat jika
menggunakan “cane cutter” yang mulai dikembangkan oleh ETCAS (Emha
Traning Center & Advisory Services) pada tahun 2009 dibandingkan dengan
manual. Hasil pemotongan sisa batang tebu akan meningkatkan produktivitas,
namun berapa jumlah kenaikannya perlu diteliti lebih lanjut.
Jika sisa tunggul pada ratoon masih tinggi, tunas yang tumbuh akarnya
akan menjadi akar gantung. Tunas seperti ini akan tumbuh selama cadangan
makan pada sisa batang tebu masih ada. Pertumbuhannya akan terganggu dan
selanjutnya akan mati, sehingga populasi tanaman berkurang.
Pada tanaman ratoon yang baru saja dikepras perlu diteliti penggunaan
hormon mana yang baik dan efisien. Bibit untuk keperluan penyulaman akan
lebih baik diberikan perlakuan hormon 2,4-D amine terlebih dahulu dengan
dicelupkan pada larutan dosis 1 % selama 30 menit, agar pertumbuhan tunasnya
lebih tinggi (Malik dan Tomar (1999).
Menurut Sundara (1998), umumnya populasi pada tanaman ratoon
berkurang sebesar 20 sampai 25 %, namun ada juga yang berkurang sampai
sekitar 50 %. Dengan penjelasan di atas sangat logis jika produktivitas tanaman
ratoon lebih rendah dari tanaman barunya karena masalah populasi tanaman.
Penyulaman dan perbaikan mutu ratoon dimaksudkan untuk menjaga agar
populasi tanaman tetap utuh.
Jika bibit stek pada tanaman baru ditanam, belum ada akar atau tunas
yang tumbuh, sedang pada tanaman ratoon begitu ditebang akarnya telah
sempurna. Perbedaan kondisi ini yang perlu dicermati. Jika pada tanaman baru
23
pemupukan sebaiknya diberikan setelah akar tumbuh, yakni sekitar 1.5 sampai 2
bulan, sedang pada ratoon dapat dilaksanakan segera setelah tebang. Pemupukan
berikutnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tunas (tillering capacity)
dan pertumbuhan batang . Untuk merangsang pertumbuhan akar yang baru pada
tanaman ratoon, perlu pemotongan akar sekaligus menggemburkan tanah ( off
baring) dan menggunakan hormon dan penambahan hara tertentu untuk
meningkatkan indeks pertumbuhan tunas dan produktivitas tanaman.
24
IV. SIMPULAN
Tanaman tebu ratoon produktivitasnya dapat lebih tinggi dari tanaman
baru, apabila perawatan tanaman dilakukan dengan baik. Perawatan yang
terpenting adalah penyulaman dengan bibit polibeg yang sama varitasnya, mutu
ratoon yang baik, pemupukan dengan dosis optimal pada waktu yang tepat, cara
yang tepat, jenis yang sesuai dan frekuensi aplikasi yang tepat. Pengairan dan
pengendalian organisme pengganggu tanaman tentu mempunyai peran yang
penting sekali untuk mendapatkan produktivitas optimum.
Tanaman tebu yang dipelihara ratoonnya bukan termasuk tanaman
semusim, namun merupakan tanaman tahunan. Dengan demikian pola pikir dan
tindakan agronomis harus mengacu pada program jangka panjang. Pendapat
selama ini yang menganggap tanaman ratoon adalah tanaman sisa, perlu
diperbaiki, karena pada kenyataannya tanaman ratoon dapat mencapai
produktivitas yang baik bahkan melebihi tanaman baru (plant cane).
Permasalahan timbul pada saat menentukan berapa dosis pemupukan yang
optimal, kapan waktu yang tepat, jenis apa saja yang cocok dan berapa kali
aplikasi yang paling efisien. Pertanyaan yang sering timbul adalah berapa lama
ratoon dapat dipertahankan.
Untuk menjawab pertanyaan di atas perlu percobaan pemupukan yang
dilengkapi dengan analisa daun dan dilaksanakan secara berkelanjutan disetiap
lokasi yang dianggap mewakili wilayah tertentu. Mengenai lamanya tanaman
ratoon, selama produktivitasnya masih ekonomis dan serangan organisme
25
pengganggu tanaman terutama penyakit masih dalam ambang batas, maka selama
itu tanaman ratoon dapat dipertahankan, jadi tidaklah tepat jika dikatakan
tanaman tebu ratoon, setelah ketigakalinya harus dibongkar tanpa melihat
produktivitasnya.
Demikian pula jika ingin menggunakan fitohormon, jenis manakah yang
paling baik dan efisien dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk
menjawab masalah ini perlu riset yang mendalam dan praktis agar dapat
diaplikasikan di lapangan secara mudah. Menggunakan fitohormon harus lebih
hati-hati karena kekurangan dosis tidak ada pengaruhnya dan kelebihan dosis
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Penggunaan fitohormon untuk dapat dilakukan pada saat perbanyakan
tanaman melalui kultur jaringan, meningkatkan daya tumbuh pada tingkat
pembibitan dalam polibeg dan memacu pertumbuhan tunas (indeks pertumbuhan
tunas) di lapangan segera setelah kepras. Untuk itulah perlu penelitian yang
berkelanjutan untuk mendukung kegiatan praktis di lapangan.
Pola penanaman yang bersamaan dalam suatu hamparan (blok) akan
mempermudah penanaman, perawatan dan panen, dibandingkan pola tersebar.
Untuk itulah lokasi pembibitan perlu dipisahkan tersendiri untuk memudahkan
kendali atas tanaman yang ada (manajemen tanaman). Diperlukan cara atau
paradigm baru dalam berpikir dan bertindak dalam melaksanakan budidaya tebu
ini.
26