ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT ...
Transcript of ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT ...
Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 12 Pages pp. 50- 61
Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 50
ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT
PENGEMBANGAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
Didif Fuad Hilmi1, Abubakar Hamzah
2, Sofyan Syahnur
3
1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh
2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Abstract: the focus of this study is to analize the basic sector which has superiority of competitiveness and specialization of regncy/town.And determine the growth pole area for economic development of West Java Province. This study uses LQ, Shift-Share methods and typology analysis to captures it’s issues.The data was used in this study is secondary data during 2009-2012. The result of LQ and Shift-Share analysis conclude that sector of agricultural and sector of electric gas and clean water still represent dominant basic sector because it’s 12 regency/town have bases,competitiveness and specialization in this sector. From result of typology analysis can be determined that regency of Karawang ,town of Sukabumi, town of Bandung ad town of Bogor are potential area to be the growth pole of economic develovment in Province of West Java.
Keywords : Basic Sector; Growth Pole, West Java Province
Abstrak: Fokus utama penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor basis yang mempunyai keunggulan kompetetif dan spesialisasi di masing-masing kabupaten /kota. serta menentukan daerah pusat pertumbuhan untuk pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.Penelitian ini metode LQ dan Shift-Share serta analisis tipologi untuk menjelaskan issu-issu tersebut. Data yang terpakai dalam penelitian ini adalah data sekunder kurun waktu tahun 2009-2012.Hasil penelitian ini,berdasarkan analisis LQ dan Shift-share menyimpulkan bahwa sektor pertanian dan sector listrik gas dan air bersih merupakan sektor basis unggulan di Propinsi Jawa Barat karena 12 Kabupaten/kotanya mempunyai basis yang sekaligus memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor ini. Sedangkan dari hasil analisis tipologi daerah , dapat ditentukan Kabupaten Karawang, Kota Sukabumi,Kota Bandung dan Kota Bogor merupakan daerah potensial untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
Kata Kunci : Sektor Basis, Pusat Pertumbuhan, Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Masalah pokok dalam pembangunan daerah
adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-
kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogeneous
develovment) dengan menggunakan potensi
sumberdaya manusia, kelembagaan dan
sumberdaya fisik local (Arsyad, 2011:108).
Menurut Glasson (1990) kemakmuran suatu
wilayah akan berbeda dengan wilayah lainnya.
Perbedaan
tersebut disebabkan oleh perbedaan pada
struktur ekonominya dan faktor ini merupakan
faktor utama. Perubahan wilayah kepada
kondisi yang lebih makmur tergantung pada
usaha-usaha di daerah tersebut dalam
menghasilkan barang dan jasa, serta usaha-
usaha pembangunan yang diperlukan (Mangun,
2007;3).
Daerah Jawa Barat sebagai salah satu
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
51 - Volume 2, No. 2, Mei 2014
propinsi yang ada di pulau Jawa,merupakan
propinsi terbesar kedua di pulau Jawa ditinjau
dari segi luas wilayah,setelah Jawa Timur.
Jawa Barat mempunyai luas wilayah sebesar
35.377,76 km2 sedangkan Propinsi Jawa Timur
sebesar 46,689.64 km2 Adapun dari segi jumlah
penduduk, maka Jawa Barat memiliki jumlah
penduduk terbanyak yaitu 46.497.175 jiwa
diatas Propinsi Jawa Timur sebanyak
36.294.280 jiwa (BPS, 2012).
Namun walau jumlah penduduknya
terbanyak, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Jawa Barat masih kalah dibanding
beberapa daerah lain.Pada tahun 2011 PDRB
Jawa Barat sebesar Rp.343.111 milyar - atau
berada diurutan 3 , dibawah Propinsi DKI
Jakarta dengan PDRB-nya Rp.422,163 milyar
dan Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar
Rp.366.984 milyar . Laju pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat sebesar 6,48 % masih
dibawah provinsi Jawa Timur yang memiliki
pertumbuhan ekonomi sebesar 7,22 % dan DKI
Jakarta sebesar 6,71%. Karena itu diperlukan
perencanaan dan strategi pembangunan yang
tepat, agar provinsi Jawa barat dapat bersaing
dengan daerah lain tersebut.
Provinsi Jawa Barat memiliki 17
Kabupaten dan 9 Kota dimana tentunya setiap
Kabupaten dan Kota masing-masing
mempunyai potensi ekonomi yang khas sesuai
keadaan daerahnya masing-masing sehingga
akan mempunyai PDRB dan tingkat
pertumbuhan yang berbeda-beda pula.Dari
data yang diterbitkan BPS (2012) terlihat
bahwa daerah yang memiliki PDRB tertinggi
adalah kabupaten Bekasi , dengan PDRB
tahun 2011 sebesar Rp.58.433 milyar .Adapun
daerah dengan PDRB terendah adalah Kota
Banjar yaitu hanya sebesar Rp.789 milyar pada
tahun 2011
Laju pertumbuhan ekonomi di masing-
masing Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa barat
selama periode 2007–2011 menunjukan bahwa
terdapat 2 daerah yang mempunyai laju
pertumbuhan ekonomi tinggi yaitu Kota
Bandung dan Kabupaten Karawang. Menurut
Hirscman (1958) dalam rahardjo (2005;60),
daerah tertentu yang tumbuh dengan cepat
(growing point) dan adapula yang bertumbuh
sangat lambat (lagging region).Wilayah yang
memiliki potensi berkembang lebih besar akan
berkembang lebih pesat, kemudian
pengembangan wilayah tersebut akan
merangsang wilayah sekitarnya. Dengan begitu
Kabupaten Karawang dan kota Bandung
diharapkan bisa menjadi pusat pertumbuhan
bagi pengembangan ekonomi Jawa Barat
Dari uraian diatas maka diperlukan
suatu penelitian lebih mendalam untuk
mengidentifikasi sektor-sektor basis ekonomi
dan daerah pusat pertumbuhan yang berada
dalam wilayah Jawa Barat sebagai pedoman
dalam merumuskan perencanaan dan
pelaksanaan pengembangan ekonomi di
Provinsi Jawa Barat.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Teori Basis Ekonomi
Dalam perekonomian regional terdapat
kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan
bukan basis. Menurut Glasson (1990) kegiatan-
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 52
kegiatan basis (Basis activities) adalah kegiatan
mengekspor barang-barang dan jasa keluar
batas perekonomian masyarakatnya atau
memasarkan barang dan jasa mereka kepada
orang yang datang dari luar perbatasan
perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Sedangkan kegiatan bukan basis (non basis
activities ) adalah kegiatan menyediakan barang
yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat
tinggal didalam batas perekonomian masyarakat
yang bersangkutan. (Mangun, 2007;21).
Analisis sektor basis ini umumnya
didasarkan pada nilai tambah (pendapatan) atau
pun lapangan kerja. Terdapat beberapa cara
dalam memilah antara kegiatan basis dan non
basis, yaitu antara lain dengan metode langsung,
metode tidak langsung, metode campuran dan
metode Location Quotion (Tarigan, 2004;30).
Menurut tarigan (2004;31-32), metode
langsung dapat dilakukan dengan survey
langsung kepelaku usaha darimana mereka
memperoleh barang-barang kebutuhan untuk
memproduksi barang dan kemana mereka
memasarkan barang-barang tersebut. Metode
tidak langsung adalah dengan menggunakan
asumsi. Kegiatan yang mayoritas produknya
dijual keluar wilayah langsung dianggap sektor
basis, sedangkan yang mayoritas produknya
dipasarkan local langsung dianggap non basis.
Adapun metode campuran adalah dengan
menggunakan data sekunder sebagai survey
pendahuluan. Baru kemudian dilakukan survey
langsung terhadap sektor-sektor yang dianggap
perlu. Sedangkan metode LQ adalah dengan
membandingkan porsi lapangan kerja/nilai
tambah suatu wilayah dibandingkan dengan
porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor
yang sama secara nasional.
Bertambah banyaknya kegiatan basis
dalam suatu daerah akan menambah arus
pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan,
menambah permintaan barang dan jasa
sehingga akan menimbulkan kenaikan volume
kegiatan. Sebaliknya berkurangnya kegiatan
basis akan mengurangi pendapatan suatu daerah
dan turunnya permintaan terhadap barang dan
jasa dan akan menurunkan volume kegiatan
(Richardson, 1977)
Teori Lokasi
Permasalahan pemilihan lokasi dalam
setiap kegiatan pembangunan baik regional
maupun nasional merupakan hal yang sangat
penting dan perlu dipertimbangkan secara
matang agar kegiatan tersebut dapat
berlangsung secara produktif dan cukup efisien.
Karenanya telah cukup banyak ahli ekonomi
yang membahas tentang teori lokasi.
Teori lokasi adalah ilmu yang
menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi
geografis dari sumber-sumber yang langka,
serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap
lokasi bebagai macam usaha/kegiatan lain baik
ekonomi maupun social (Tarigan, 2004:122).
Diantara sekian banyak teori lokasi
yang diperkenalkan para ahli, diantaranya ada
beberapa teori yang paling popular antara lain
teori Von Thunen (1826) dan A.Weber (1909).
Menurut Thunen (1826), jenis
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
53 - Volume 2, No. 2, Mei 2014
pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat
sewa lahan dan didasarkan pula pada
aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai produksi
pertanian ditentukan oleh kaitan antara harga
pasar dan jarak antara daerah produksi dan
pasar penjualan. Sedangkan Weber (1909) lebih
menekankan pentingnya biaya transportasi
sebagai faktor pertimbangan lokasi (Adisasmita,
2005:42).
Setelah Thunen dan Weber, muncul
pula beberapa ahli ekonomi yang turut
mengembangkan teori lokasi seperti
W.Christaler (1933), A.Losch (1944) F.Perroux
(1955) W.Isard (1956) dan J. Friedmann (1964)
yang pada umumnya mengkaitkan teori lokasi
mereka dengan sumber bahan mentah dan
lokasi pasarnya. Dengan kriteria penentuan
yang bermacam macam, anatar lain biaya
transpormasi yang terendah, sumber tenaga
kerja yang relative murah, ketersediaan
sumberdaya air, energy atau pun daya tarik
lainnya berupa penghematan lokasional dan
keuntungan aglomerasi (Adisasmita.2005:45).
Menurut tarigan (2004:150) tidak ada
suatu teori tunggal yang bias menetapkan
dimana lokasi suatu kegiatan produski itu
sebaiknya dipilih. Dalam Era globalisasi,
pemilihan lokasi berarti pertama-tama memilih
dinegara mana lokasi usaha tersebut lebih
menguntungkan. Selanjutnya memilih provinsi
dan kabupaten kota, tempat usaha tersebut akan
dijalankan.Selain kriteria-kriteria umum diatas,
faktor stabilitas politik merupakan
pertimbangan penting bagi investor. Mereka
lebih memilih kelangsungan usaha dalam
jangka panjang daripada laba besar tapi tidak
ada kepastian berusaha dalam jangka panjang.
Teori Pusat Pertumbuhan
Analisis mengenai pusat pertumbuhan
merupakan suatu analisis yang cukup popular
dalam penyusunan kebijakan pembangunan
daerah karena bisa mengsinkrongkan aspek
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan
antar wilayah yang kadangkala bersebrangan
antara satu dengan lainnya. Dengan konsep ini
diharapkan sasaran pembangunan lebih mudah
tercapai.
Perroux (1955) mengatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi cenderung terkonsentrasi
pada daerah tertentu yang didorong oleh adanya
keuntungan aglomerasi yang timbul karena
adanya konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut.
Munculnya beberapa konsentrasi kegiatan
ekonomi ini selanjutnya mendorong pula
peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi yang
berdampak positif bagi pembangunan ekonomi
nasional/regional (safrizal, 2008;127)
Selanjutnya Hirscman (1958)
mengatakan bahwa ada daerah tertentu yang
tumbuh dengan cepat (growing point) dan
adapula yang bertumbuh sangat lambat (lagging
region). Hal ini terjadi karena dalam proses
pembangunan terdapat efek rembesan (trickling
down effect) dan efek konsentrasi (polarization
effect) yang berbeda antara suatu daerah dengan
daerah lainnya. Karenanya untuk mencapai
tingkat pendapatan yang tinggi, terdapat
keharusan untuk membangun sebuah atau
beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 54
wilayah suatu negara atau yang disebut sebagi
pusat-pusat pertumbuhan (growth pole)
(adisasmita, 2005;60)
Pusat Pertumbuhan dapat diartikan
dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan
secara geografis. Secara fungsional Pusat
Pertumbuhan adalah suatu konsentrasi
kelompok usaha atau cabang industry yang
karena sifat hubungannya memiliki unsure-
unsur kedinamisan sehingga mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam
maupun keluar. Sedangkan secara geografis
pusat pertumbuhan merupakan suatu lokasi
yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan
sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of
attraction) yang menyebabkan berbagai macam
usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan
masyarakat senang datang memanfaatkan
fasilitas yang ada dikota tersebut (tarigan,
2004:151)
Sedangkan Richardson (1977)
mendefinisikan Pusat Pertumbuhan sebagai
berikut :” A growth pole was defined as a set of
industries capable of generating dynamic
growth in the economi and strongly interrelated
to each other via input-output linkages around
a leading industry(propulsive industry)
(sjafrizal, 2008:128).
Dari pengertian diatas terlihat bahwa
ada 4 ciri utama dari suatu pusat
pertumbuhan,yaitu antara lain : (1)terdapat
sekelompok aktivitas ekonomi yang
terkonsentrasi pada suatu lokasi;(2) konsentrasi
tersebut dapat mendorong kegiatan ekonomi
yang dinamis dalam perekonomian; (3)
terdapaat keterkaitan input dan output antara
sesama kegiatan ekonomi pada pusat
pertumbuhan tersebut, dan (4) terdapat sebuah
industry induk yang mendorong pengembangan
kegiatan ekonomi dalam pusat pertumbuhan
tersebut.
Pertumbuhan ekonomi tidak dapat
terjadi secara serentak pada semua tempat dan
semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada
titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor
tertentu pula. Sebaiknya investasi diprioritaskan
pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan
dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam
jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990).
Pernyataan diatas dimaksudkan bahwa
wilayah yang memiliki potensi berkembang
lebih besar akan berkembang lebih pesat,
kemudian pengembangan wilayah tersebut akan
merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor
yang memiliki potensi berkembang lebih besar
cenderung dikembangkan lebih awal yang
kemudian diikuti oleh perkembangan sektor
lain yang kurang potensial. Karena sektor ini
diharapkan dapat tumbuh dan berkembang
pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain
yang terkait untuk berkembang mengimbangi
perkembangan sektor potensial tersebut. Hal
inilah yang memungkinkan pengembangan
sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal
dalam pengembangan perekonomian dan
pembangunan pusat pertumbuhan (growt pole)
untuk pengembangan wilayah secara
keseluruhan.
Pusat Pengembangan Ekonomi
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
55 - Volume 2, No. 2, Mei 2014
Higgins (1995) dalam safrizal
(2008;130) menyatakan bahwa : “the growth
poles is a set of economic ativities that has
capacity to introduce the growth of another set.
The poles of development is a set that has the
capacity to engender a dialectic of economic
and social structure whose effect is to increase
the complexity of the whole and to expand its
multidimensional return”
Dari definisi diatas dapat dipahami
bahwa pusat pertumbuhan merupakan
sekumpulan aktivitas ekonomi yang dapat
mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya secara
positip. Sedangkan Pusat pembangunan adalah
sekumpulan aktivitas ekonomi yang memiliki
kemampuan untuk membangkitkan struktur
ekonomi yang mendasar dan dapat mendorong
proses pembangunan daerah secara
multidimensional. Karena pembangunan disini
lebih berorientasi pada kagiatan ekonomi, maka
pusat pusat pembangunan dapat di istilahkan
pula sebagai pusat pengembangan ekonomi
(economic development poles).
Sejalan dengan pengertian diatas,
Arsyad (2011;108) mengartikan pengembangan
ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana
pemerintah daerah bersama masyarakatnya
mengelola somberdaya-sumberdaya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah dan sector swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Suatu investasi pada pusat
pengembangan ekonomi akan mempengaruhi
pertumbuhan kota pada daerah tersebut dalam
bentuk peningkatan investasi, lapangan kerja,
pendapatan dan kemajuan teknologi yang
kesemuanya merupakan unsur kemakmuran.
Kemakmuran secara umum dapat diketahui dari
tingkat pendapatan perkapita, karenanya pusat
pengembangan ekonomi ini dapat di
identifikasikan dalam bentuk elastisitas
kemakmuran (Wr) dari daerah dimana pusat
tersebut berada.
Dalam kaitan dengan hal ini, menurut
safrizal (2008.132-133),jika diumpamakan
wilayah R terdiri dari pusat perkotaan,u, dan
daerah belakangnya,r, maka struktur suatu
wilayah dapat digambarkan sebagai berikut :
R = u + r
Dari sini dapat dikatakan bahwa u akan
menjadi pusat pengembangan bilamana
elastisitas investasi pada pusat tersebut terhadap
kemakmuran adalah positif, atau :
Wr = (ΔWr/Wr) / (ΔIu/Iu)
= (Iu/Wr)(ΔWr/Iu) > 0
Ini berarti bahwa investasi pada pusat
pengembangan akan mendorong pertumbuhan
ekonomi pada wilayah bersangkutan. Bila hasil
perhitungan elastisitas pada persamaan diatas
ternyata >1, yang berarti bahwa bilamana
investasi sebesar 1% pada pusat tersebut dapat
menghasilkan pendapatan lebih besar dari 1%,
maka daerah tersebut dapat dikatakan sebagai
pusat pengembangan ekonomi yang dominan.
Akan tetapi bila elastisitas kemakmuran
tersebut bergerak antara 0 sampai 1, maka pusat
tersebut dikatakan sebagai pusat pengembangan
yang “sub dominant”.
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 56
Sejalan dengan hal diatas, klassen
(1973) mengatakan bahwa,efisiensi ekonomi
nasional akan turun jika sumberdaya kapital
dalam jumlah yang banyak ditanamkan pada
daerah-daeraah yang bermasalah, yaitu daerah
yang memiliki pertumbuhan ekonomi atau
pendapatan perkapita lebih rendah dari tingkat
nasional. Setelah membagi daerah dalam 4
klasifikasi, klassen menyarankan pemerintah
untuk lebih memprioritaskan investasi pada
daerah inti (tipologi 1) yaitu daerah yang
memiliki pertumbuhan dan pendapatan
perkapita lebih tinggi dari pendapatan nasional
(arsyad.2011;148).
METODE PENELITIAN
Analisis Location Quotient ( LQ )
Identifikasi untuk menentukan sektor-
sektor basis dilakukan dengan menggunakan
Rumus LQ dimana tehnik ini menyajikan
perbandingan relatif antara kemampuan suatu
sektor di Kabupaten/Kota dengan sektor yang
sama di daerah yang lebih luas yaitu Jawa
Barat.Melalui data PDRB atas dasar harga
konstan analisis yang digunakan dengan rumus
sbb (Arsyad,1999;142) :
𝐿𝑄 =
𝑉1𝑅𝑉𝑅 ⁄
𝑉1𝑉⁄
… …. (1)
Keterangan :
V1R = Juml;ah PDRB suatu sektor kabupaten /
kota
VR = Jumlah PDRB seluruh sektor
kabupaten/kota
V1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat
propinsi
V = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat
propinsi
Analisis Shift – Share (S-S)
Tehnik ini memilih pertumbuhan
sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah
dalam kurun waktu tertentu yang terdiri atas
perubahan sebagai akibat dari pengaruh
pertumbuhan wilayah diatasnya (N), bauran
industri (M) serta keunggulan kompetitif atau
persaingan (C). Pengaruh pertumbuhan dari
daerah diatasnya disebut pangsa (share),
pengaruh bauran industri disebut proporsional
shift dan pengaruh keunggulan kompetitif
(persaingan) disebut differentional shift atau
regional share.
Maka dapat dirumuskan sebagai
berikut : Dij = Nij + Mij + Cij
( 2)
Keterangan :
Nij = Eij ( rn)
= pertumbuhan nasional sektor I di wilayah j
Mij = Eij ( rin – rn )
= bauran industri sektor I di wilayah j
Cij = Eij ( rij – rin )
= keunggulan kompetitif sektor I di wilayah
j
rn dan rin adalah laju pertumbuhan nasional
persektor sedangkan rij adalah laju pertumbuhan
wilayah persektor. Maka analisis S-S
dirumuskan dengan :
Dij = Eij (rn +Eij (rin–rn )) + Eij(rij– rn) (3)
Untuk mengetahui keunggulan
kompetitif dan spesialisasi maka analisis S-S
yang terpakai adalah analisis S-S yang telah
dimodifikasi dari Estaban - Marquillas (lihat
Soepono, 1993) yaitu komponen ketiga dengan
persamaan :
Cij = Eij ( rij – rn )
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
57 - Volume 2, No. 2, Mei 2014
Disempurnakan menjadi :
C „ij = E‟ij (rij – rn )
(4)
Keterangan :
C‟ij adalah persaingan atau ketidak unggulan
kompetitif disektor i pada perekonomian suatu
wilayah menurut analisis S-S tradisional.
E‟ij adalah Eij yang diharapkan dan diperoleh
dari :E‟ij = Ej ( Ein / En ) (5 )
Sedangkan pengaruh alokasi sebagai
bagian yang belum dijelaskan dari suatu
variabel wilayah (Aij) dapat dirumuskan
sebagai :
Aij = ( Eij – E‟ij ) ( rij – rin ) (6)
Keterangan :
Aij = Pengaruh alokasi dibagi menjadi dua
bagian yaitu adanya tingkat spesialisasi sektor i
diwilayah j dikalikan dengan keunggulan
kompetitif;
(Eij – E‟ij) = Tingkat spesialisasi terjadi apabila
variabel wilayah nyata ( Eij ) lebih besar dari
variabel yang diharapkan ( Eij )
(rij – rin) = Keunggulan kompetitif terjadi bila
laju pertumbuhan sektor di daerah lebih besar
daripada laju pertumbuhan sektor
nasional/regional .
Maka pengaruh alokasi ini
disubtitusikan dalam analisis S-S tradisional
menjadi persamaan S-S yang dimodifikasi oleh
Estaban-Marquillas ( E-M ) menjadi
persamaan :
Dij =Eij (rn) + Eij (rin) – rn) + E‟ij (rij – rin) + (Eij -
E‟ij) (rij – rin) (7)
Analisis Tipology Klassen
AnalisisTipology klassen pada dasarnya
membagi daerah berdasarkan 2 (dua) indicator
utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan
pendapatan perkapita daerah. Dengan
menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi
sebagai sumbu vertikal dan rata-rata perdapatan
perkapita sebagai sumbu horisontal, daerah
yang diamati dapat menjadi 4 klasifikasi
(Sjafrizal, 2008;180 ) yaitu
Tipologi I : Daerah Cepat maju dan cepat
tumbuh ( high growth and high income)
Tipologi II : Daerah maju tapi tertekan (high
income but low growth)
Tipologi III : Daerah berkembang cepat ( high
growth but low income )
Tipologi IV : Daerah relatif tertinggal ( low
growth and low income )
Berikut ini gambaran atau skema dari
Tipologi Daerah
Klasifikasi I
Daerah Cepat
maju&Cepat
Tumbuh
Klasifikasi II
Daerah maju tapi
tertekan
Klasifikasi III
Daerah
Berkembang Cepat
Klasifikasi IV
Daerah Relatif
Tertinggal
HASIL PEMBAHASAN
Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa
sektor keuangan,persewaan dan jasa perusahaan
merupakan sektor basis yang dominan di
Propinsi Jawa Barat karena terdapat di 19
Kabupaten dari 26 Kabupaten/Kota,
sebagaimana terlihat dalam table berikut:
Tabel 1
Kompilasi Hasil Analisis LQ di Propinsi Jawa
Barat Tahun 2009-2012
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 58
No Lapangan Usaha
Jumlah
Kabupaten
/ Kota
1 Pertanian 12
2 Pertambangan dan
penggalian
5
3 Industri pengolahan 8
4 listrik dan air minum 11
5 Bangunan 12
6 Perdagangan, hotel
dan restoran
17
7 Pengangkutan dan
komunikasi
16
8 Keuangan, persewaan
dan
jasa perusahaan
19
9 jasa-jasa 16
Sumber : Hasil analisis LQ persektor
Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa sektor
pertanian merupakan sektor basis di 12
kabupaten-kota; sektor pertambangan dan
penggalian hanya jadi sektor basis di 5
kabupaten ;sektor industry pengolahan
merupakan sektor basis di 8
kabupaten/kota;Sektor Listrik Gas dan Air
Bersih merupakan sektor basis di 11
kabupaten/kota; Sektor Bangunan merupakan
sektor basis di 12 kabupaten kota; Sektor
perdagangan hotel dan restoran merupakan
sektor basis di 17 kabupaten/kota. Adapun
sektor pengangkutan dan telekomunikasi serta
sektor jasa-jasa, merupakan sektor basis di 16
kabupaten/kota.
Hasil Analisis Shift-Share tentang
keunggulan kompetitif menunjukkan hasil
bahwa sektor pertanian memiliki keunggulan
kompetitip di 23 kabupaten/kota; sedangkan
sektor pertambangan di 25 kabupaten/kota;
sektor industry pengolahan memiliki
keunggulan kompetitif di 19 kabupaten/kota;
sektor listrik dan air bersih memiliki
keunggulan kompetitif di 21 kabupaten kota;
sedang sektor bangunan hanya memiliki
keunggulan kompetitif di 2 kabupaten saja;
adapun sektor perdagangan hotel dan restoran
serta sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan hanya memiliki keunggulan
kompetetitif di 1 kabupaten saja; sedangkan
sektor jasa-jasa memiliki keunggulan
kompetitif di 3 kabupaten /kota.; adapun sektor
pengangkutan dan komunikasi tidak memiliki
keunggulan kompetitif sama sekali.
Tabel 2
Kompilasi Hasil Analisis Shift-share di Propinsi
Jawa Barat Tahun 2009-2012
No Lapangan
Usaha
Jumlah Kabupaten /
Kota
Kompet
itif
Spesialis
asi
1 Pertanian 23 15
2 Pertambang
an dan
penggalian
25 5
3 Industri
pengolahan
19 13
4 listrik dan
air minum
21 16
5 Bangunan 2 11
6 Perdaganga
n, hotel dan
restoran
1 9
7 Pengangkut
an dan
komunikasi
0 10
8 Keuangan,
persewaan dan
jasa
perusahaan
1 7
9 jasa-jasa 3 8
Sumber : Hasil analisis Shift share
Dari tabel 2 diatas terlihat pula hasil
analisis shifshare tentang spesialisasi yang
menunjukan bahwa sektor pertanian dan Sektor
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
59 - Volume 2, No. 2, Mei 2014
listrik, gas dan air bersih merupakan kegiatan
ekonomi yang paling banyak memiliki
spesialisasi. Sektor pertanian yaitu memiliki
spesialisasi di 15 kabupaten/kota, sedangkan
Sektor listrik gas dan air bersih memiliki
spesialisasi di 16 kabupaten/kota.Selanjutnya
sektor pertambangan dan penggalian memiliki
spesialisasi di 5 kabupaten kota. Sektor industry
pengolahan memiliki spesialisasi di 13
kabupaten/kota. Sektor Bangunan mempunyai
spesialisasi di 11 Kabupaten/kota. Sektor
perdagangan hotel dan restoran serta sektor
jasa-jasa, memiliki spesialisasi di 9
kabupaten/kota. Adapun sektor pengangkutan
dan komunikasi memiliki sepesialisasi di 10
kabupaten/kota dan sektor keuangan memiliki
spesialisasi di 7 kabupaten/kota. Sedangkan
sektor jasa-jasa ada di 8 kabupaten/kota.
Selanjutnya untuk mengetahui sektor
basis unggulan di Provinsi Jawa Barat
dilakukan penggabungan antara hasilnya
analisis Location Quotion (LQ) dan hasil
analisis Shift-Share (SS) dengan kombinasi B-
K-S (Basis-Kompetitif-Spesialis). Hasilnya
menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan
sektor basis unggulan di Provinsi Jawa Barat,
karena merupakan sektor yang paling banyak
memiliki sektor basis yang sekaligus memiliki
keunggulan kompetitif dan spesialisasi, yaitu
memiliki 12 sektor BKS. Sektor unggulan
kedua adalah sektor listrik gas dan air bersih
yang memiliki 9 sektor BKS.
Tabel 3
Sektor Basis Unggulan di Propinsi Jawa Barat
Periode 2009-2012
No Lapangan Usaha
Jumla
h Sektor
BKS
1 Pertanian 12
2 Pertambangan dan
penggalian
5
3 Industri pengolahan 4
4 listrik gas & air
minum
9
5 Bangunan 0
6 Perdagangan, hotel
dan restoran
1
7 Pengangkutan dan
komunikasi
0
8 Keuangan,
persewaan dan
jasa perusahaan
0
9 jasa-jasa 0
Sumber : Kombinasi Hasil analisis LQ - Shift
share
Hasil analisis Tipologi Klassen atas 26
Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Jawa
Barat menunjukan bahwa terdapat 4
Kabupaten/Kota yang masuk dalam tipologi
daerah cepat maju dan cepat tumbuh (klasifikasi
I) yaitu kabupaten Karawang, Kota
Bandung,kota Sukabumi dan Kota Bogor ; ada
3 daerah yang termasuk tipologi daerah
berkembang cepat (klasifikasi III) yaitu
kabupaten Purwakarta,kabupaten Bekasi dan
Kota Depok; ada 9 daerah yang termasuk
Tipologi Daerah Maju Tapi Tertekan (klasifikasi
II) mencakup Kabupaten Sukabumi,
Tasikmalaya, Ciamis Kuningan,
Cirebon,Majalengka, Indramayu serta kota
Cirebon dan kota Cimahi;
Gambar 1.Skema Tipologi Daaerah Provinsi
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 60
Jawa barat Tahun 2009-2012
Laj
u P
ertu
mbu
han
Eko
nom
i R
egio
nal
(5
,86
) Klasifikasi I
Kab.Karawang
Kota Bandung
Kota Sukabumi
Kota Bogor
Klasifikasi II
Kab.Sukabumi
Kab.Tasikmalay
a
Kab.Ciamis
Kab.Kuningan
Kab.Cirebon
Kab.Majalengka
Kab.Indramayu
Kota Cirebon
Kota Cimahi Klasifikasi III
Kab.Purwakarta
Kab.Bekasi
Kota Depok
Klasifikasi IV
Kab.Bogor
Kab.Cianjur
Kab.Bandung
Kab.Garut
Kab. Sumedang
Kab.Subang
Kab.Bandung Barat
Kota Bekasi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Laju Pendapatan Perkapita Regional (3,64)
Sumber : BPS;Jawabarat dalam Angka (diolah)
Dari gambar 1 diatas terlihat bahwa ada
10 Kabupaten yang masuk pada Tipologi
Daerah Relatif Tertinggal (klasifikasi IV)
meliputi Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung,
Garut, Sumedang, Subang dan Bandung barat,
serta Kota Bekasi, Kota Tasik Malaya dan Kota
Banjar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil analisis LQ dan Shift Share
menunjukkan bahwa sektor Pertanian dan
Sektor listrik gas dan air minum merupakan
sektor basis unggulan di Propinsi Jawa Barat,
karena sektor tersebut menjadi sektor basis
yang paling banyak memiliki keunggulan
kompetitif dan spesialisasi.
Sedangkan berdasarkan analisis
Tipologi Klassen dari 26 Kabupaten/Kota yang
ada di Propinsi Jawa Barat diketahui bahwa
terdapat 4(empat) Kabupaten/Kota yang
merupakan pusat pertumbuhan yaitu Kabupaten
Karawang, Kota Bandung,kota Sukabumi dan
Kota Bogor., karnanya 4 (empat) daerah
tersebut merupakan daerah yang potensial
untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi di
Provinsi Jawa Barat.
Saran
Pemerintah Propinsi Jawa Barat perlu
menetapkan kebijakan pembangunan dengan
prioritas sektor basis unggulan di masing-
masing kabupaten/kota, dengan tetap
memperhatikan sektor non basis secara
proporsional sebagai penunjang. Perlu pula
dilakukan pemetaan potensi atas daerah yang
mempunyai potensi spesialis dan keunggulan
kompetitif, agar bijak dalam menentukan skala
prioritas pembangunan, sehingga dapat
meminimalisir keberadaan kabupaten kota pada
tipologi daerah tertinggal.
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
61 - Volume 2, No. 2, Mei 2014
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi wilayah,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arsyad, L. 2011. Pengantar Perencanaan dan
pembangunan Ekonomi daerah Edisi kedua,
Yogyakarta.BPFE .
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa barat, 2013.
Jawa Barat Dalam dalam Angka.
Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi.,
Yogyakarta, BPFE-UGM.
Firdausi. 2012. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan
Kabupaten Aceh Barat. Banda Aceh. Tesis
S2PPS.Unsyiah.
Glasson. 1990. Pengenalan Perancangan
wilayah ,konsep dan Amalan. Kuala Lumpur.
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pendidikan Malasya.
Hirschaman,A.O. 1958. The Strategi of economic
Development, New Heaven: Yale University
Press.
Hoover,E.M. 1998. The Location Of Economic
Activity, New York: McGraw-Hill Book
Co,Inc.
Mangun, N. 2007. Analisis Potensi Ekonomi
Kabupaten Kota di Sulawesi Tengah .
Semarang. Tesis S2. Pps. Undip.
Kuncoro,M. 2000. Ekonomi Pembangunan: Teori,
Masalah dan Kebijakan (1 st ed.):
Yogyakarta.
Oktoviana, N. 2013. Analisis Kawasan strategis
Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi
Sumatera Utara. Banda Aceh.Tesis S2
PPs.Unsyiah.
Prasetyo. S. 2001. Teori Pertumbuhan Berbasis
Ekonomi (eksport) Posisi Dan
Sumbangannya bagi Perbendaharaan Alat-
alat Analisis Regional. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. Vol.16 No.1.
Richardson, H.W. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi
Regional. (terjemahan: Paul Sitohang).
Jakarta: LPFE-UI.
Rusli, G. 2005. Ekonomi Regional. Bandung:
Pustaka Ramadhan.
Shafariani.F. 2011. Analisis Kawasan Andalan
Sebagai Pusat Pertumbuhan di Provinsi Aceh.
PPs.Unsyiah. Aceh.
Soeparmoko. (2002). Ekonomi Publik Untuk
Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi
pertama. Andi. Yogyakarta.
Syafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan
Aplikasi,Padang.Baduosa Media.
Syahnur, S. 2003. Analisis shift share perekonomian
Nangro Aceh Darussalam periode 1969-2001,
Aceh. Jurnal Ekonomi Bisnis Vol2.No.2 FE
Unsyiah.
Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan
Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara.
.