Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Biologis atas Hutan ...
Transcript of Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Biologis atas Hutan ...
1
Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Biologis atas Hutan Tanaman Industri (HTI) Akasia pada PT INHUTANI III
Ardalla Puspa Setyani dan Kurnia Irwansyah Rais
1. Accounting, Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia, Kampus
Widjojo Nitisastro Jl. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, UI Depok 16424, Jawa
Barat, Indonesia
2. Accounting, Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia, Kampus Widjojo Nitisastro Jl. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, UI Depok 16424, Jawa
Barat, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan akuntansi atas aset biologis berupa HTI
akasia pada PT INHUTANI III, memperbandingkannya dengan pedoman pelaporan keuangan
yang digunakan perusahaan yaitu DOLAPKEU-PHP2H, mengetahui kualitas informasi aset
biologis HTI akasia pada laporan keuangan perusahaan, dan memperbandingkan perlakuan
akuntansi HTI akasia di perusahaan tersebut dengan IAS 41. Hasil penelitian menunjukkan
kualitas informasi atas aset biologis HTI akasia pada perusahaan dapat diperbandingkan,
cukup dapat dipahami, objektif, walaupun belum sempurna. Ada perbedaan perlakuan
akuntansi HTI akasia antara perusahaan dan IAS 41. Dampak penerapan IAS 41 diantaranya
perubahan yang signifikan pada laporan keuangan, besarnya biaya yang dikeluarkan, dan
kurang terpenuhinya aspek comparability pada laporan keuangan. Jika diadopsi, DSAK harus
memberi penjelasan lebih terperinci.
Analysis of Accounting Treatment for Biological Assets on Acacia Industrial Timber Plantation in PT INHUTANI III
Abstract
This thesis aims to determine the accounting treatment for biological assets on acacia
industrial timber plantation in PT INHUTANI III, to compare it with the financial reporting
guidelines used by the company that is DOLAPKEU-PHP2H, to determine the quality of
information on the acacia industrial timber plantation and to compare between the company's
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
2
accounting treatment and accounting treatment based on IAS 41. The results showed that the
quality of information on acacia industrial timber plantation in the company are comparable,
understandable enough, objective, but not perfect. There are differences between the
accounting treatment of acacia industrial timber plantation in the company and IAS 41. The
impacts of the application of IAS 41 in PT INHUTANI III are the significant changes to the
financial statements, the expensive costs, and lack of comparability of financial statements. If
adopted, DSAK should give more detailed explanations.
Keywords:
Biological Assets; Industrial Timber Plantation; DOLAPKEU-PHP2H; IAS 41
Pendahuluan
Dalam era globalisasi saat ini, diperlukan peningkatan kualitas suatu perusahaan untuk
bisa memanfaatkan berbagai peluang yang ada sehingga perusahaan dapat berkompetisi
dengan para kompetitor. Dalam usaha meningkatkan kualitas tersebut, salah satu cara yang
perlu dilakukan adalah memberikan informasi yang dapat menggambarkan perkembangan
perusahaan bagi pihak-pihak yang terlibat (stakeholder) perusahaan. Pemberian informasi
tersebut dilakukan melalui laporan keuangan perusahaan.
Laporan keuangan perusahaan menjadi semakin bermanfaat bagi pengguna laporan
keuangan perusahaan apabila perusahaan dapat menyajikan laporan keuangan yang memiliki
karakteristik kualitatif suatu laporan keuangan, yaitu dapat dipahami, andal, relevan dan dapat
diperbandingkan. Dalam memenuhi karakteritik kualitatif laporan keuangan tersebut,
dibutuhkan perlakuan akuntansi yang tepat. Terdapat beberapa sektor industri yang
memerlukan perlakuan akuntansi yang khusus karena memiliki karakteristik khusus, salah
satunya yaitu sektor industri agribisnis.
Dibandingkan dengan industri lainnya, agribisnis ditandai dengan kegiatan khusus yang
memerlukan perlakuan akuntansi yang sesuai. Kegiatan khusus tersebut yaitu mengelola aset
biologis yaitu berupa tanaman maupun hewan yang dapat tumbuh dan menghasilkan produk
melalui proses alami atau yang disebut dengan transformasi biologis. Transformasi aset
biologis berjalan di bawah kondisi yang berisiko karena adanya proses alam yang sebagian
besar sulit untuk sepenuhnya dikendalikan oleh manusia (Sedlacek, 2010). Oleh karena
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
3
adanya kegiatan khusus ini, perusahaan agrikultur memiliki kemungkinan untuk menjadi
lebih bias dalam menyajikan informasi dalam laporan keuangan dibandingkan dengan
perusahaan yang bergerak dibidang lain (Ridwan, 2011).
Di Indonesia, belum ada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang secara
spesifik mengatur tentang aset biologis. Akibatnya yaitu muncul pedoman-pedoman
mengenai industri agrikultur yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga Negara yang kemudian
dapat digunakan oleh perusahaan agrikultur terkait, diantaranya Pedoman Pelaporan
Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan (DOLAPKEU-PHP2H) yang
diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 2009.
Dalam skala internasional, terdapat standar International Financial Reporting Standards
(IFRS) yang mengatur tentang akuntansi bagi sektor usaha agrikultur yaitu International
Accounting Standard 41 (IAS 41). Di dalam IAS 41 dinyatakan bahwa aset biologis dinilai
menggunakan nilai wajar. Nilai wajar dianggap dapat memberikan informasi yang andal
dalam mengukur aset biologis yang karakteristiknya mengalami transformasi biologis. IAS 41
hingga kini belum diadopsi oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) karena diperlukan berbagai
pertimbangan. Namun, dengan diterbitkannya amandemen IAS 41 yang terbaru, maka ada
kemungkinan bahwa Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Indonesia akan
mengadopsi IAS 41.
Amandemen IAS 41 tahun 2014 menyebutkan bahwa IAS 41 hanya consumable
biological assets dan produk agrikultur, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan objek berupa salah satu consumable biological asset yaitu hutan tanaman yang
menghasilkan produk agrikultur berupa kayu, seperti Hutan Tanaman Industri (HTI) Akasia.
Hal ini menjadi semakin menarik karena Sinaga (2013) menyatakan berdasarkan
International Trade Statistic, Indonesia meraih peringkat ketiga sebagai negara eksportir
produk kayu terbesar di dunia pada tahun 2009 sehingga perlakuan akuntansi yang tepat
menjadi penting dalam perusahaan yang berada pada industri tersebut.
Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI akasia pada PT INHUTANI III?
2. Bagaimana perbandingan antara perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI akasia PT
INHUTANI III dengan perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI berdasarkan
DOLAPKEU-PHP2H?
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
4
3. Bagaimana kualitas informasi yang berkaitan dengan aset biologis HTI akasia PT
INHUTANI III berdasarkan perlakuan akuntansi yang perusahaan terapkan?
4. Bagaimana perbandingan antara perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI akasia PT
INHUTANI III dengan perlakuan akuntansi atas aset biologis berdasarkan IAS 41?
5. Bagaimana dampak secara keseluruhan jika IAS 41 diimplementasikan?
6. Apa kendala yang akan dihadapi PT INHUTANI III untuk dapat menerapkan IAS 41?
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI akasia di PT INHUTANI III.
2. Mengetahui perbandingan antara perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI akasia PT
INHUTANI III dengan perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI berdasarkan
DOLAPKEU-PHP2H.
3. Mengetahui kualitas informasi yang berkaitan dengan aset biologis HTI akasia PT
INHUTANI III.
4. Mengetahui perbandingan antara perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI akasia PT
INHUTANI III dengan perlakuan akuntansi aset biologis berdasarkan IAS 41.
5. Mengetahui dampak secara keseluruhan jika IAS 41 diimplementasikan.
6. Mengetahui kendala yang akan dihadapi PT INHUTANI III untuk menerapkan IAS 41.
Tinjauan Teoritis
Aset Biologis
Aset biologis diuraikan sebagai tanaman atau hewan yang dimiliki oleh perusahaan yang
diperoleh dari kegiatan masa lalu dan terdapat kemungkinan adanya manfaat bagi perusahaan
dari tanaman atau hewan tersebut. Aset biologis memiliki karakteristik khusus yaitu adanya
transformasi biologis. Hal ini yang membedakan aset biologis dengan aset lainnya.
Transformasi biologis terdiri dari pertumbuhan, degenerasi, prokreasi, dan penghasilan
produk agrikultur.
Berdasarkan ciri-cirinya, aset biologis dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai
berikut:
a. Aset Biologis Bawaan (Bearer Biological Asset)
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
5
Aset biologis bawaan menghasilkan produk agrikultur bawaan yang dapat dipanen,
namun aset biologis jenis ini tidak dapat ikut dipanen, contohnya pohon apel yang
dipanen buah apelnya.
b. Aset Biologis yang dapat Dikonsumsi (Consumable Biological Asset).
Aset biologis jenis ini dapat dimanfaatkan sebagai produk agrikultur, contohnya
seperti pohon yang diambil kayunya.
Hutan Tanaman Industri (HTI)
Di dalam DOLAPKEU – PHP2H disebutkan definisi HTI yaitu hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan
bahan baku industri hasil hutan.
HTI diakui pada akun Hutan Tanaman (HT) Dalam Pengembangan dan HT Siap Panen.
Pengeluaran biaya-biaya dalam rangka kegiatan pengelolaan hutan untuk mendapatkan hasil
kayu atau non kayu diakumulasikan dari awal pembangunan HTI sampai dengan HTI tersebut
memasuki masa panen ke dalam akun HT Dalam Pengembangan setiap blok atau areal HT
Dalam Pengembangan per tahun tanam. Untuk biaya yang dikeluarkan terkait pembangunan
HTI dengan masa manfaatnya lebih dari satu tahun, maka biaya tersebut didepresiasikan atau
diamortisasi untuk dimasukkan ke dalam biaya perolehan HT Dalam Pengembangan. Biaya-
biaya yang dapat diakumulasikan ke dalam HT Dalam Pengembangan berdasarkan jenis
kegiatannya adalah sebagai berikut:
Kegiatan Rincian Kegiatan/Biaya
Perencanaan Penataan Areal Kerja (PAK), penyusunan RKTUPHHK-HT,
dan penilikan.
Penanaman Penyiapan lahan, seleksi dan pemindahan bibit, penanaman
tanaman pokok, penanaman di kawasan lindung, penanaman
tanaman unggulan, dan penanaman tanaman kehidupan.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
6
Kegiatan (Lanjutan) Rincian Kegiatan/Biaya (Lanjutan)
Pemeliharaan tanaman penyulaman, pemangkasan, penjarangan, pendangiran,
pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit.
Pengendalian kebakaran dan
pengamanan hutan
Pembuatan ilaran api, pengerahan tenaga, penggunaan bahan
dan perlengkapan, dan penyuluhan
Pemenuhan kewajiban
kepada lingkungan dan
sosial
pelaksanaan kelola lingkungan, pelaksanaan pemantauan
lingkungan, dan pelaksanaan kelola sosial.
Pemenuhan kewajiban
kepada negara
retribusi
Administrasi dan umum berkaitan dengan kegiatan pembangunan hutan tanaman
Penelitian dan
pengembangan
pengembangan
Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Kegiatan dan Rincian Biaya
Perolehan HT Dalam Pengembangan berdasarkan DOLAPKEU-PHP2H
Jika dalam suatu blok atau areal HT terdapat tanaman yang sudah dapat dimanfaatkan
maka dilakukan reklasifikasi. Nilai perolehan HT Siap Panen ini didepresiasi dengan
menggunakan metode unit produksi atau garis lurus tergantung jenis tanamannya. HT Siap
Panen dengan hasil panen berupa kayu maka depresiasi yang dilakukan adalah menggunakan
metode amortisasi unit produksi, yang dihitung berdasarkan proporsi luas areal atau proporsi
volume kayu yang ditebang. Sementara jika HT Siap Panen dengan hasil panen berupa non
kayu, maka depresiasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode amortisasi garis
lurus selama umur masa manfaat tanaman. Nilai depresiasi tersebut dimasukan ke dalam
komponen harga pokok produksi.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
7
International Accounting Standard (IAS) 41
Berdasarkan amandemen IAS 41 yang diterbitkan pada tahun 2014, IAS 41 diterapkan
untuk aktivitas agrikultur seperti berikut: (1) Aset biologis, selain bearer biological asset ,
(2) Produk agrikultur pada saat titik panen, dan (3) Hibah pemerintah.
Jika nilai wajar dapat ditentukan secara andal, maka penilaian aset biologis menggunakan
nilai wajar dikurangi dengan biaya-biaya untuk menjualnya, dan diakui pada periode
terjadinya, baik saat pengakuan awal maupun pada setiap tanggal neraca (IAS 41:12). Produk
agrikultur dari aset biologis entitas juga harus diukur pada nilai wajar yang telah dikurangi
biaya untuk menjual pada titik panen (IAS 41:13). Biaya untuk menjual adalah tambahan
biaya yang terkait langsung dengan pelepasan aset, tidak termasuk biaya keuangan dan pajak
penghasilan. Keuntungan dan kerugian akan muncul akibat adanya penilaian aset biologis dan
pengakuan awal produk agrikultur menggunakan nilai wajar yang telah dikurangi biaya untuk
menjual. Keuntungan dan kerugian tersebut dimunculkan pada laba rugi periode berjalan.
Jika suatu aset memiliki pasar aktif, maka harga pasar tersebut dapat dijadikan nilai wajar
untuk aset biologis terkait. Namun apabila aset biologis tidak memiliki pasar aktif, maka
dapat dilakukan perhitungan nilai wajar dengan beberapa metode, yaitu harga transaksi
terakhir yang tidak terlalu jauh antara tanggal transaksi dan akhir periode pelaporan,
menggunakan market value untuk aset sejenis dengan melakukan penyesuaian atas adanya
perbedaan, atau perbandingan sektor. Apabila tidak terdapat pasar yang dapat diandalkan,
maka dapat menggunakan metode arus kas bersih yang diharapkan dari aset biologis yang
didiskontokan untuk menentukan nilai wajar aset biologis. Jika nilai wajar tidak dapat
ditentukan, perusahaan dapat menilai aset biologis dengan menggunakan biaya dikurangi
dengan akumulasi penyusutan atau penurunan nilai yang terjadi hanya untuk pengakuan awal
aset biologis.
Metode Penelitian
Metode analisis yang digunakan dalam peelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu
melalui pengkajian, pemaparan, penelaahan, dan penjelasan data-data yang diperoleh pada PT
INHUTANI III untuk mengetahui proses pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan
penyajian aset biologis berupa HTI akasia pada laporan keuangan. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode studi literatur dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
8
melalui penelitian lapangan yang dilakukan dengan melakukan penelitian secara langsung
melalui wawancara kepada pihak perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya, penelitian
kepustakaa, dan analisa data yang diperoleh dari analisa laporan keuangan perusahaan.
Profil Perusahaan
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Pada tanggal 3 Januari 1977, Perseroan Eksploitasi dan Industri Hutan III atau disingkat
PT INHUTANI III didirikan dan disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman
tanggal 24 Mei 1977. Sejak akhir tahun 2014, Pemerintah membuat kebijakan untuk
membentuk holding BUMN Kehutanan melalui Peraturan Pemerintah RI No 73 tahun 2014
tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal
Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara. Hal ini menyebabkan 100 persen kepemilikan
saham Negara pada PT Inhutani III dialihkan kepada Perum Perhutani sebagai induk holding
BUMN kehutanan.
HTI Akasia pada PT INHUTANI III
HTI akasia yang dimiliki PT INHUTANI III adalah akasia dengan jenis Acacia mangium.
Jangka waktu rotasi atau umur panen HTI akasia adalah 8 -10 tahun. Kayu akasia dapat
digunakan untuk pulp, kertas, papan partikel, krat dan kepingan-kepingan kayu. Selain itu
kayu akasia juga digunakan untuk kayu gergajian, molding, mebel dan vinir. Cabang yang
berjatuhan dapat digunakan untuk bahan bakar.
Proses kegiatan pembangunan HTI akasia dimulai dengan perencanaan pembukaan
lahan dan persiapan lahan. Perusahaan harus memastikan bahwa lahan telah siap ditanam.
Setelah itu, benih dipelihara di persemaian hingga benih telah menjadi bibit yang siap
ditanam. PT INHUTANI III menggunakan benih akasia yang dihasilkan sendiri dan sisanya
dijual oleh perusahaan ke pihak luar. Bibit dipelihara di persemaian selama 12 minggu.
Setelah itu, perusahaan melakukan pemeliharaan tanaman agar tetap tumbuh dengan baik,
perusahaan melakukan pemeliharaan tanaman agar tetap tumbuh dengan baik. . Pada umur
lebih dari 8 tahun, HTI akasia telah siap ditebang. Setelah ditebang, maka didapat hasil panen
berupa tebangan kayu atau kayu bulat. Seluruh kayu bulat hasil tebangan dikumpulkan di
tempat penimbunan. Kemudian kayu bulat siap dijual. Berdasarkan manfaatnya, kayu bulat
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
9
akasia dijual dengan dibedakan menjadi tiga kelompok kayu yaitu kayu pertukangan, kayu
Bahan Baku Serpih (BBS), dan limbah kayu.
Produksi kayu bulat akasia dipasarkan kepada perusahaan-perusahaan industri
pengolahan kayu setempat. Penjualan hasil hutan berupa kayu merupakan salah satu kegiatan
usaha utama PT INHUTANI III, termasuk kayu akasia. Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata
pendapatan yang diperoleh perusahaan dari penjualan kayu bulat akasia adalah kurang lebih
47% dari total pendapatan perusahaan.
Pembahasan
Perlakuan Akuntansi HTI Akasia pada PT INHUTANI III
PT INHUTANI III mengakui HTI akasia sebagai aset tidak lancar dan diklasifikasikan
menjadi HTI Dalam Pengembangan dan HTI Siap Tebang berdasarkan tingkat pertumbuhan
dan kontribusinya terhadap perusahaan. Perusahaan menggunakan biaya perolehan sebagai
dasar nilai pengakuan aset. Harga perolehan HTI Dalam Pengembangan diperoleh dari
mengakumulasi biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan HTI akasia, baik
biaya langsung maupun biaya tidak langsung. HTI Siap Tebang diukur berdasarkan nilai yang
telah direklasifikasi dari HTI Dalam Pengembangan. Setelah pengukuran awal, perusahaan
menggunakan model biaya yaitu biaya perolehan HTI akasia siap tebang dikurangi nilai
akumulasi amortisasi. Amortisasi dilakukan menggunakan metode unit produksi, yang
dihitung berdasarkan proporsi luas areal. Sementara itu, produk agrikultur dari HTI akasia
adalah kayu tebangan atau kayu bulat yang diakui sebagai persediaan dan diukur berdasarkan
harga perolehan pada saat pengakuan awal.
Tabel 4-2 menunjukkan biaya-biaya yang diakumulasikan ke dalam HTI Dalam
Pengembangan oleh PT INHUTANI III. Biaya-biaya tersebut dikelompokkan berdasarkan
kegiatan pembangunan HTI Dalam Pengembangan.
Kegiatan Rincian Kegiatan/Biaya
Perencanaan Penataan Areal Kerja (PAK)
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
10
Kegiatan (Lanjutan) Rincian Kegiatan/Biaya (Lanjutan)
Penanaman Penyiapan lahan, seleksi dan pemindahan bibit, dan
penanaman.
Pemeliharaan tanaman penyulaman, pemangkasan, penjarangan, pendangiran,
pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit.
Pengendalian kebakaran pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali
kebakaran, biaya pemeliharaan ilaran api, dan biaya
pengendalian kebakaran.
Pengamanan hutan perlindungan hutan, pengawasan dan pembinaan, serta
penyuluhan.
Pemenuhan kewajiban kepada
lingkungan dan sosial
pelaksanaan kelola lingkungan, pelaksanaan
pemantauan lingkungan, dan sumbangan sosial.
Pemenuhan kewajiban kepada
negara
PBB dan retribusi.
Administrasi dan umum berkaitan dengan kegiatan pembangunan hutan tanaman
Tabel Error! No text of specified style in document.-2 Kegiatan dan Rincian Biaya
Perolehan HTI Dalam Pengembangan pada PT INHUTANI III
Perusahaan mengungkapkan penjelasan yang mendukung nilai-nilai yang disajikan dalam
akun HTI akasia di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), seperti informasi
mengenai pedoman pelaporan akuntansi atas aset HTI, luas areal dan nilai aset HTI akasia
pada akhir periode pelaporan, dan terjadinya kejadian luar biasa yaitu kebakaran hutan,
kerusakan tanaman, atau gagal tanam tingkat major.
Aset biologis HTI akasia disajikan pada laporan posisi keuangan dan termasuk pada
kelompok Aset Tidak Lancar dalam akun Hutan Tanaman Industri Dalam Pengembangan dan
Hutan Tanaman Industri Siap Tebang. Nilai akun Hutan Tanaman Industri Siap Tebang
disajikan setelah dikurangi dengan akumulasi amortisasi. Produk agrikultur HTI akasia yaitu
berupa kayu bulat disajikan dalam kelompok Aset Lancar dalam akun persediaan.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
11
Contoh Jurnal pada Pengukuran Aset Biologis HTI Akasia pada PT INHUTANI III
Aktivitas Jurnal
Pembangunan HTI Dalam
Pengembangan
Contoh jurnal kegiatan survey areal bakal tanam, yaitu:
Dr. HTI dalam pengembangan – survey areal Rp xxx
Kr. Kas Rp xxx
Reklasifikasi dari akun
HTI Dalam
Pengembangan ke HTI
Siap Tebang
Dr. HTI Siap Tebang Rp xxx
Kr. HTI dalam pengembangan – survey areal Rp xxx
Kr. HTI dalam pengembangan – …………… Rp xxx
Alokasi Biaya Tidak
Langsung ke HTI Siap
Tebang
Dr. Biaya Tidak Langsung – kantor unit Rp xxx
Kr. Kas Rp xxx
Beban Amortisasi HTI
Siap Tebang
Dr. Beban amortisasi HTI siap tebang Rp xxx
Kr. Akumulasi amortisasi HTI siap tebang Rp xxx
Persediaan Produk
Agrikultur Kayu
Dr. Persediaan Kayu Rp xxx
Kr. Biaya penebangan Rp xxx
Kr. Beban transportasi Rp xxx
Kr. Beban amortisasi Rp xxx
Kr. Biaya Tidak Langsung – kantor unit Rp xxx
Perbandingan antara Perlakuan Akuntansi atas Aset Biologis HTI Akasia PT
INHUTANI III dan Perlakuan Akuntansi atas Aset Biologis HTI berdasarkan
DOLAPKEU-PHP2H
Dalam hal pengakuan aset HTI akasia, terdapat persamaan antara PT INHUTANI III dan
DOLAPKEU-PHP2H. PT INHUTANI III mengakui HTI akasia sebagai aset dan
diklasifikasikan menjadi HTI Dalam Pengembangan dan HTI Siap Tebang berdasarkan
tingkat pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perusahaan, begitu juga dengan yang diatur
dalam DOLAPKEU-PHP2H. Pengakuan produk agrikultur HTI akasia berupa kayu bulat
pada PT INHUTANI III yaitu sebagai persediaan, begitu juga dengan yang diatur dalam
DOLAPKEU-PHP2H terkait hasil panen aset biologis HT.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
12
Dalam hal pengukuran, perlakuan akuntansi atas aset HTI akasia pada PT INHUTANI III
dan perlakuan akuntansi atas aset HTI dalam DOLAPKEU-PHP2H mengukur HTI
menggunakan biaya historis, walaupun pada prakteknya, terdapat sedikit perbedaan perlakuan
akuntansi HTI akasia antara perusahaan dengan DOLAPKEU. Perbedaan tersebut yaitu
adanya biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pembangunan HTI
akasia yang ikut diakumulasikan padahal tidak diatur dalam DOLAPKEU-PHP2H. Dalam hal
pengukuran produk agrikultur, keduanya mengukur menggunakan harga perolehan pada saat
pengakuan awal.
Dalam hal pengungkapan, PT INHUTANI III telah melakukan pengungkapan informasi
tambahan terkait HTI akasia pada CALK namun belum rinci sesuai dengan yang diatur dalam
DOLAPKEU-PHP2H. Dalam CALK, informasi tambahan yang belum diungkapkan
perusahaan namun diatur dalam DOLAPKEU-PHP2H adalah dasar klasifikasi HTI akasia
sebagai HTI Dalam Pengembangan dan HTI Siap Tebang, dasar penilaian, metode depresiasi,
dan dasar alokasi biaya tidak langsung untuk tiap tahun tanam.
Penyajian aset HTI akasia yang dilakukan perusahaan dan yang diatur dalam
DOLAPKEU-PHP2H memiliki persamaan. Penyajian aset HTI akasia oleh perusahaan yaitu
dalam kelompok Aset Tidak Lancar pada Laporan Posisi Keuangan dan diklasifikasikan
sebagai akun HTI Dalam Pengembangan dan akun HTI Siap Tebang.
Perbandingan antara Perlakuan Akuntansi atas Aset Biologis HTI Akasia PT
INHUTANI III dan Perlakuan Akuntansi atas Aset Biologis berdasarkan IAS 41
Perbandingan Perlakuan Akuntansi HTI Akasia
Jenis Perlakuan
Akuntansi
PT INHUTANI III IAS 41
Pengakuan 1. Mengakui HTI akasia
sebagai aset dan
dibedakan menjadi HTI
Dalam Pengembangan
dan HTI Siap Tebang
2. Produk agrikultur diakui
sebagai Persediaan
1. Mengakui aset biologis sebagai aset
biologis belum dewasa dan aset
biologis dewasa.
2. Produk agrikultur diakui sebagai
Persediaan
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
13
Perbandingan Perlakuan Akuntansi HTI Akasia (Lanjutan)
Jenis Perlakuan
Akuntansi
Jenis Perlakuan Akuntansi Jenis Perlakuan Akuntansi
Pengukuran Biaya historis Nilai wajar setelah dikurangi dengan
biaya untuk menjual. Namun, sulit
menggunakan nilai pasar dalam
penentuan nilai wajar aset biologis HTI
akasia belum dewasa dan siap tebang,
maka dapat menggunakan metode
Discounted Cash Flow (DCF)
Pengungkapan Di dalam Catatan Atas
Laporan Keuangan (CALK):
1. Pedoman pelaporan
akuntansi atas aset HTI
2. Luas areal dan nilai aset
HTI akasia pada akhir
periode pelaporan
3. Terjadinya kejadian luar
biasa yaitu kebakaran
hutan, kerusakan tanaman,
atau gagal tanam tingkat
major
Dalam laporan laba rugi komprehensif:
Seluruh keuntungan dan kerugian yang
terjadi pada periode tertentu pada saat
pengakuan awal dari aset biologis HTI
akasia dan produk agrikultur
diungkapkan
Dalam CALK:
1. Deskripsi dan nilai tercatat tiap
kelompok aset biologis
2. Sifat dari aktivitas perusahaan untuk
masing-masing kelompok aset
biologis HTI akasia
3. Penjelasan atas perubahan nilai aset
biologis HTI akasia
4. Jika menggunakan metode DCF,
alasan perusahaan tidak dapat
menentukan nilai wajar aset biologis
HTI akasia
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
14
Perbandingan Perlakuan Akuntansi HTI Akasia (Lanjutan)
Jenis Perlakuan
Akuntansi
Jenis Perlakuan Akuntansi Jenis Perlakuan Akuntansi
Penyajian 1. Aset Biologis disajikan
pada kelompok Aset
Tidak Lancar
2. Diklasifikasikan menjadi
akun Hutan Tanaman
Industri Dalam
Pengembangan dan Hutan
Tanaman Industri Siap
Tebang.
3. Persediaan berupa produk
agrikultur disajikan pada
kelompok Aset Lancar
1. Aset Biologis disajikan pada
kelompok Aset Tidak Lancar.
2. Diklasifikasikan menjadi immature
dan mature. HTI akasia dan aset
biologis lainnya yang dimiliki
perusahaan disajikan dalam satu akun
yaitu akun aset biologis.
3. Persediaan berupa produk agrikultur
disajikan pada kelompok Aset
Lancar.
4. Keuntungan dan kerugian yang
dialami dari perubahan nilai wajar
atas penilaian aset biologis HTI
akasia harus disajikan dalam laporan
laba rugi komprehensif.
Jurnal Pengukuran Aset Biologis HTI Akasia berdasarkan IAS 41
Aktivitas Jurnal
Pencatatan Aset
Biologis Akhir Periode
Dr. Aset biologis (nilai akhir-awal periode) Rp xxx
Kr. Pendapatan hasil pertumbuhan aset biologis Rp xxx
Beban pemeliharaan.
Contoh: penyiangan.
Dr. Beban pemeliharaan aset biologis Rp xxx
Kr. Kas Rp xxx
Persediaan Produk
Agrikultur Kayu
Dr. Persediaan agrikultur (harga jual-biaya penjualan) Rp xxx
Kr. Pendapatan hasil panen produk agrikultur Rp xxx
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
15
Aktivitas (Lanjutan) Jurnal (Lanjutan)
Penjualan Produk
Agrikultur Kayu
Dr. Piutang dagang Rp xxx
Kr. Persediaan Rp xxx
Kr. Kas (biaya penjualan) Rp xxx
Dampak Penerapan IAS 41 sebagai Dasar Perlakuan Akuntansi Aset Biologis HTI
Akasia PT INHUTANI III
1. Perubahan pada laporan keuangan secara signifikan
Pada laporan posisi keuangan, nilai aset biologis yang disajikan pada laporan posisi
keuangan akan mengalami volatilitas karena nilai wajar aset biologis cenderung tidak stabil.
Selain itu, HTI akasia disajikan sebagai akun aset biologis yang diklasifikasikan pada aset
biologis dewasa dan aset biologis belum dewasa. Pada laporan laba rugi, keuntungan atau
kerugian akibat penilaian wajar disajikan pada laporan laba rugi sehingga nilai wajar aset
biologis yang tidak stabil menyebabkan fluktuasi pada laba rugi. Selain itu, pengungkapan
dalam laporan keuangan juga harus lebih rinci terkait aset biologis.
2. Biaya yang besar untuk dapat mengukur dan mengungkapkan aset biologis HTI akasia
Penggunaan metode Discounted Cash Flow (DCF method) dalam menentukan nilai wajar,
digunakan formula yang terdiri dari beberapa variabel yang membutuhkan estimasi-estimasi.
Untuk dapat memperoleh nilai wajar secara lebih andal, perusahaan dapat menggunakan jasa
penilai. Selain itu, pengukuran nilai wajar pada aset biologis HTI akasia juga harus didukung
dengan pengungkapan yang memadai pada CALK.
3. Kurangnya aspek comparability pada laporan keuangan
Penggunaan metode DCF method membutuhkan beberapa variabel sebagai input yang
memerlukan estimasi dan pendapat dari manajemen masing-masing perusahaan. Selain itu,
tingkat diskonto pada masing-masing perusahaan pada industri yang sama juga dapat berbeda
karena tingkat diskonto dapat ditentukan melalui berbagai metode (Dvorakova, 2006)
4. Kurangnya aspek keandalan pada laporan keuangan
Dalam menggunakan metode DCF method, dibutuhkan estimasi-estimasi untuk dapat
memperoleh nilai wajar aset biologis HTI akasia. Perusahaan dapat menggunakan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya untuk dapat menentukan nilai wajar dengan
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
16
menggunakan metode DCF method, namun karena diperlukan estimasi-estimasi tersebut
maka akan mempengaruhi keandalan nilai wajar yang akan diperoleh.
5. Peningkatan volatilitas pendapatan pada laporan laba rugi
Nilai wajar aset biologis HTI akasia memiliki kecenderungan tidak stabil karena
terpengaruh perubahan kebijakan pemerintah, volatilitas harga komoditas kayu, dan peristiwa
alam. Hal ini berpengaruh pada unrealized gain or loss yang juga menjadi tidak stabil pada
tiap tanggal pelaporan. Unrealized gain or loss yang tidak stabil akan mempengaruhi laporan
laba rugi secara nyata dan membuat volatilitas yang lebih besar pada laporan laba rugi.
6. Tantangan pemahaman atas penerapan IAS 41 bagi akuntan
Penerapan IAS 41 menyebabkan pihak perusahaan, khususnya seluruh karyawan bagian
akuntansi harus memahami secara mendalam mengenai perlakuan akuntansi atas aset biologis
berdasarkan IAS 41.
Kendala yang akan dihadapi PT INHUTANI III untuk menerapkan IAS 41
Kendala utama yang dihadapi adalah penentuan nilai wajar aset biologis HTI akasia
karena tidak ada pasar aktif untuk tegakan kayu baik yang belum dewasa maupun yang sudah
dewasa. Kendala kedua adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengukur aset biologis HTI
akasia dan produk agrikultur kayu bulat akan menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan oleh
adanya kebutuhan perusahaan untuk menggunakan jasa penilai dalam penentuan nilai wajar
aset biologis agar nilai wajar yang diperoleh lebih andal, pengungkapan informasi terkait aset
biologis yang lebih rinci, dan adanya kebutuhan pelatihan bagi karyawan khususnya bagian
akuntansi terkait IAS 41. Kendala ketiga yaitu belum ada teknologi informasi yang membantu
memperkirakan pertumbuhan HTI akasia tiap tahun yang berguna sebagai data input
perhitungan nilai wajar menggunakan metode pendapatan. Kendala lainnya adalah belum ada
perpajakan yang mengatur keuntungan atau kerugian yang diakui dari adanya perubahan nilai
wajar aset biologis sehingga menyulitkan perusahaan dalam menghitung pengeluaran pajak
PPH Badan setiap tahun.
Kesimpulan
1. PT INHUTANI III mengakui HTI akasia sebagai Aset Tidak Lancar yang
diklasifikasikan sebagai akun Hutan Tanaman Industri Dalam Pengembangan dan
Hutan Tanaman Industri Siap Tebang berdasarkan tingkat pertumbuhan dan
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
17
kontribusinya terhadap perusahaan. Hasil agrikultur HTI akasia diakui sebagai
persediaan. Perusahaan mengukur HTI akasia menggunakan biaya historis dan
mengukur persediaan kayu bulat menggunakan harga perolehan pada saat pengakuan
awal. Di dalam CALK, PT INHUTANI III mengungkapkan beberapa hal terkait aset
HTI akasia. Di dalam Laporan Posisi Keuangan, penyajian HTI akasia pada pos Aset
Tidak Lancar dalam akun Hutan Tanaman Industri Dalam Pengembangan dan Hutan
Tanaman Industri Siap Tebang, sementara penyajian hasil agrikultur HTI akasia pada
kelompok Aset Lancar dalam akun Persediaan.
2. Tidak terdapat perbedaan antara perlakuan akuntansi atas aset biologis HTI antara
perusahaan dan DOLAPKEU-PHP2H dalam hal pengakuan dan penyajian. Namun,
diantara keduanya juga terdapat beberapa perbedaan yaitu dalam hal pengukuran dan
pengungkapan.
3. Perlakuan akuntansi HTI akasia pada PT INHUTANI III berpedoman pada
DOLAPKEU-PHP2H. Perlakuan akuntansi HTI akasia pada PT INHUTANI III telah
sesuai dengan DOLAPKEU-PHP2H. Kualitas informasi HTI akasia pada laporan
keuangan perusahaan dapat diperbandingkan, cukup mudah dipahami. Selain itu,
informasi terkait HTI akasia pada laporan keuangan disajikan secara objektif. Namun
terdapat ketidaksesuaian pada pengukuran yang dilakukan perusahaan didasarkan pada
DOLAPKEU-PHP2H.
4. Antara IAS 41 dan perlakuan akuntansi HTI akasia pada PT INHUTANI terdapat
kemiripan pada pengakuan dan penyajian, namun juga terdapat perbedaan yaitu pada
pengukuran dan pengungkapan. Tidak ada pasar aktif untuk aset biologis HTI akasia
baik yang telah dewasa maupun yang belum dewasa sehingga metode penentuan nilai
wajar dapat menggunakan discounted cash flow.
5. Penerapan IAS 41 pada PT INHUTANI III akan memberikan berbagai dampak pada
perusahaan, yaitu perubahan yang signifikan pada laporan keuangan, biaya yang besar
untuk dapat mengukur dan mengungkapkan aset biologis HTI akasia, kurang
terpenuhinya aspek comparability pada laporan keuangan, kurang terpenuhinya aspek
keandalan pada laporan keuangan, meningkatnya volatilitas pendapatan pada laba
rugi, serta tantangan pemahaman atas penerapan IAS 41 bagi akuntan perusahaan.
6. Jika IAS 41 diterapkan, PT INHUTANI akan mengalami berbagai kendala, yaitu
penentuan nilai wajar aset biologis HTI akasia, biaya yang dikeluarkan untuk
mengukur aset biologis HTI akasia dan produk agrikultur kayu bulat akan menjadi
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
18
lebih besar, belum ada teknologi informasi yang membantu memperkirakan
pertumbuhan HTI akasia tiap tahun, serta belum ada perpajakan yang mengatur
keuntungan atau kerugian yang diakui dari adanya perubahan nilai wajar aset biologis.
Saran
Bagi DSAK, Penulis merasa perlakuan akuntansi HTI akasia berdasarkan PT INHUTANI
III yang berpedoman pada DOLAPKEU-PP2H lebih dapat diterapkan dibandingkan dengan
perlakuan akuntansi aset biologis berdasarkan IAS 41 karena tidak adanya pasar aktif HTI
akasia. DSAK mungkin dapat mengadopsi IAS 41 jika IAS 41 telah disosialisasikan dengan
baik kepada seluruh perusahaan agrikultur dan kepada jasa penilai melalui training maupun
seminar. Selain itu, DSAK sebaiknya memberikan penjelasan terkait kriteria aset biologis
dewasa dan aset biologis belum dewasa dan memperjelas pasar aktif untuk aset biologis
disesuaikan kondisi Indonesia.
Bagi perusahaan, sebelum IAS 41 diadopsi oleh DSAK, perusahaan sebaiknya lebih
mematuhi DOLAPKEU-PHP2H. Jika IAS 41 telah diadopsi oleh DSAK, Perusahaan
sebaiknya menyisihkan sebagian dana apabila akan menunjuk jasa penilai dalam menentukan
nilai wajar aset biologis HTI akasia dan mengadakan seminar dan training kepada karyawan-
karyawannya.
Bagi Pemerintah yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Keuangan. Jika DSAK
belum membuat PSAK khusus yang mengatur aset biologis, sebaiknya Kementerian
Kehutanan menambah beberapa hal terkait aturan perlakuan akuntansi hutan tanaman di
dalam peraturan DOLAPKEU-PHP2H. Pengungkapan mengenai aset HTI sebaiknya lebih
diperjelas. Sementara jika DSAK telah mengadopsi IAS 41 sebagai standar akuntansi aset
biologis di Indonesia, DOLAPKEU-PHP2H dapat dijadikan sebagai petunjuk perlakuan
akuntansi perusahaan agribisnis pada sektor kehutanan dalam menerapkan IAS 41 dengan
memberikan aturan-aturan yang lebih rinci dalam penilaian aset biologis menggunakan nilai
wajar. Selain itu, bagi Kementerian Keuangan, sebaiknya segera membuat peraturan
perpajakan terkait pendapatan maupun kerugian akibat perubahan nilai wajar aset biologis.
Daftar Referensi
Cicih, et al. (2013). Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT Perkebunan Nusantara IX
(Persero) Kebun Kaligua. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
19
Dvorakova, D. (2006). Application of Fair Value Measurement Model in IAS 41 - Relation
Between Fair Value Measurement Model and Income Statement Structure. Czech Republic:
University of Economic.
Harahap, S.S. (2011). Teori Akuntansi Edisi Revisi 2011. Jakarta: Rajawali Pers.
Herbohn, Kathleen. (2006). IAS 41: What Are the Implications for Reporting Forest Assets?.
Brisbane: The University of Queensland.
Hery. (2009). Teori Akuntansi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah (KDPPLK). www.iaiglobal.or.id
Ikatan Akuntan Indonesia. (2013). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1. Jakarta:
IAI.
International Accounting Standard Board (IASB). (2014). Agriculture: Bearer Plants
(Amendments to IAS 16 and IAS 41). United Kingdom: IFRS Foundation.
International Accounting Standard Board (IASB). (2013). Agriculture: Bearer Plants
(Proposed Amendments to IAS 16 and IAS 41). United Kingdom: IFRS Foundation.
International Accounting Standard Board (IASB). (2009). International Accounting Standard
(IAS) 41 Agriculture. United Kingdom: IASB.
Kementerian Kehutanan. (2011). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.:
P.69/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi
dan Pengelolaan Hutan (DOLAPKEU – PHP2H). www.dephut.go.id
Kiswara, Adita. (2012). Analisis Penerapan International Accounting Standard (IAS) 41 pada
PT. Sampoerna Agro, Tbk. Diponegoro Journal of Accounting, h. 1-14, vol. 1, no.2.
Martani, Dwi. (2010). Penerapan Standar Akuntansi Agrikultur (IAS 41). Economic
Business& Accounting Review, h. 55-71, vol. iii, no. 2.
Modjaningrat, Radina. (2010). IAS 41 Agriculture : Analisis Terkait Rencana Adopsi di
Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015
20
Mutiara, Delvi. (2013). Implementasi International Accounting Standards (IAS) 41 tentang
Biological Asset pada PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
PricewaterhouseCoopers. (2010). Forest, Paper and Packaging:Forest Industry Application,
A Practical Guide to Accounting for Agricultural Assets, h. 1-45.
Ridwan, A. (2011). Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT. Perkebunan Nusantara XIV
Makassar (Persero). Skripsi Tidak Dipublikasikan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Saputra, Bobby W. (2011). Perkembangan International Financial Reporting Standard
(IFRS) dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Harapan Bangsa Business School.
Sedlacek, J. (2010). The Methods of Valuation in Agricultural Accounting. Skripsi Tidak
Dipublikasikan. Republik Ceko: Universitas Masaryk.
Sinaga, Rosita U. (2013). Limited Review IAS 41 Agriculture. Depok; Indonesian Accounting
Fair 14 Seminar.
Sonbay, Y.Y. (2010). Perbandingan Biaya Historis dan Nilai Wajar – Hostorical Cost versus
Fair Value. Kajian Akuntansi, h.1-8, vol. 2. no.1.
Staltmane, G.E. (2010). Challenges in Accounting the Forests – a Latvian Case Study. Annals
of Forest Research, h. 51-58, vol. 1, no. 53.
Supriyanto, Benny. (2010). Biological Asset Valuation untuk Keperluan Laporan Keuangan
(IAS 41). Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Tuanakotta, Theodorus M. (1984). Teori Akuntansi Buku Satu. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Welch, Catherine. (2004). Handbook of Qualitative Research Methods for International
Business. USA: Edward Elgar Publishing, Inc.
Yadiati, Winwin. (2009). Teori Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Perlakuan akuntansi..., Ardalla Puspa Setyani, FE UI, 2015