ANALISIS PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH OVERLAY) …digilib.unila.ac.id/21909/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH OVERLAY) …digilib.unila.ac.id/21909/3/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH
(OVERLAY) CARA LENDUTAN BALIK DENGAN METODE
PD T-05-2005-B DAN PEDOMAN INTERIM NO.002/P/BM/2011 (Skripsi)
Oleh
DANU WAHYUDI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
OVERLAY DESIGN ANALYSIS BASED ON DEFLECTION BY USING PD
T-05-2005-B AND INTERIM GUIDELINES NO.002/P/BM/2011 METHOD
BY
DANU WAHYUDI
Roads are the transport infrastructures which play an important role in
supporting the economic growth of a region. Therefore it is necessary to do
maintenance efforts so that the roads can function optimally. One of them is by
adding overlay. The selection of methods become a factor that must be considered
before doing flexible pavement overlay design. It is because of improper planning
can cause damaged or uneconomical construction of roads.
The purpose of this research was to determine the most optimal and most efficient
life cyclecost of overlay design in the roads performance improvement project of
Batas Kota Metro-Gedung Dalam by compare “Pedoman Perencanaan Tebal
Lapis Tambah Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B” and “Pedoman Interim
Perkerasan Jalan Lentur No.002/P/BM/2011”.
The analysis results show that the design results by using Pd T 05-2005-B are
relatively the same with Pedoman Interim No.002/P/BM/2011. At STA 0+000-
1+600 the thickness obtained is 15 cm and 16 cm, at STA 2+600 - 5+ 000 it is 16
cm and 17 cm, and at STA 5+400 - 10+000 it is 13 cm and 14 cm. The indicator
value of the international roughness index (IRI) and the design life of 20 years, it
obtained life cycle costs of both methods Rp 46,306,013,475,- and Rp
47,025,695,035,- (difference rate of 1.5%). The Results of analysis of the final
construction in this research shows that “Pedoman Perencanaan Tebal Lapis
Tambah Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B” is cheaper than“Pedoman Interim
Perkerasan Jalan Lentur No.002/P/BM/201” with each Rp 67.839.672.106 and
Rp 69.885.429.854.
Keywords :Road, Overlay, Life Cycle Cost
ABSTRAK
ANALISIS PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY)
CARA LENDUTAN BALIK DENGAN METODE PD T-05-2005-B DAN
PEDOMAN INTERIM NO.002/P/BM/2011
OLEH
DANU WAHYUDI
Jalan merupakan infrastruktur transportasi yang berperan penting dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya-upaya pemeliharaan agar jalan tetap berfungsi secara optimal. salah satunya
adalah dengan penambahan tebal lapis tambah (overlay). Pemilihan metode
perencanaan yang tepat menjadi faktor yang harus dipertimbangkan sebelum
melakukan desain lapis tambah perkerasan lentur. Hal ini dikarenakan
perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design)
atau konstruksi tidak ekonomis (over design).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui desain lapis tambah yang
paling optimum dan biaya siklus hidup yang paling efisien pada proyek
peningkatan kinerja ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung Dalam, dengan
membandingkan pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur Pd T-
05-2005-B dan pedoman interim perkerasan jalan lentur No.002/P/BM/2011.
Dari perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil desain pedoman
perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur Pd T-05-2005-B relatif sama
dengan hasil desain pedoman interim perkerasan jalan lentur No.002/P/BM/2011.
Pada STA 0+000-1+600 diperoleh ketebalan sebesar 15 cm dan 16 cm, STA
2+600-5+000 sebesar 16 cm dan 17 cm, STA 5+400-10+000 sebesar 13 cm dan
14 cm. Dengan indikator nilai IRI dan umur rencana 20 tahun, diperoleh biaya
siklus hidup Masing-masing metode sebesar Rp 46.306.013.475,- dan Rp
47.025.695.035,- (tingkat perbedaan sebesar 1,5%). Hasil analisa biaya konstruksi
akhir umur rencana (Future Worth) pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur Pd T-05-2005-B
menghasilkan biaya konstruksi akhir umur rencana lebih murah dibandingkan
dengan pedoman interim perkerasan jalan lentur No.002/P/BM/2011. Masing-
masing sebesar Rp 67.839.672.106 dan Rp 69.885.429.854.
Kata Kunci: Jalan, Lapis Tambah, Biaya siklus hidup
ANALISIS PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY)
CARA LENDUTAN BALIK DENGAN METODE PD T-05-2005-B DAN
PEDOMAN INTERIM NO.002/P/BM/2011
Oleh
DANU WAHYUDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Bengkulu Tengah, kecamatan
Gunung Labuhan Kabupaten Waykanan pada tanggal 4
Desember 1993, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara
dari pasangan Bapak Selamet Pribadi dan Ibu Suryaningsih.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 03 Bengkulu Tengah
Kabupaten Waykanan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan pada tahun 2008 di SMP Negeri 02 Gunung Labuhan Kabupaten
Waykanan dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di MAN 1 Bandar
Lampung pada tahun 2011.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Selama menjadi mahasiswa,
penulis berperan aktif di dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil
(HIMATEKS) sebagai kepala departemen advokasi dan profesi, Forum
Silaturahim Dan Studi Islam Fakultas Teknik (FOSSI-FT) sebagai anggota
bidang kerohanian dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM-FT)
sebagai sekretaris dinas sosial politik.
Pada tahun 2014 Penulis melakukan Kerja Praktek (KP) pada Proyek
Pembangunan Hotel Serella Lampung selama 3 bulan. Penulis juga telah
mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cempaka Dalam, Kecamatan
Menggala Timur, Kabupaten Tulang Bawang selama 40 hari pada periode
Januari-Februari 2015.
Persembahan
Untuk Papa dan Mama tercinta yang selalu mendoakan dan
mendukungku dalam segala hal, terima kasih telah menjadi malaikat
di dalam hidupku.
Untuk Susi Lawati dan Krisdianto, adikku tersayang yang sedang
sama-sama berjuang demi masa depan. Semoga kita semua menjadi
orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Untuk seseorang yang selalu sabar mendukungku (Siti Kholifah)
terima kasih atas semua do’a dan motivasi yang diberikan.
Untuk saudara dan kerabat yang telah memberikan dukungan dan
doa.
Untuk semua teman-temanku di sekolah, di kampus, di kosan, di
manapun kalian berada. Terima kasih sudah hadir dalam hidupku dan
terima kasih telah mengizinkanku hadir dalam hidup kalian.
Untuk semua guru-guru dan dosen-dosen yang telah mengajarkan
banyak hal kepadaku. Terima kasih untuk ilmu, pengetahuan, dan
pelajaran hidup yang sudah diberikan.
Untuk teman-teman spesialku, keluarga baruku, rekan
seperjuanganku, Teknik Sipil Universitas Lampung Angkatan 2012.
Kalian luar biasa. Harus cepat menyusul semuanya biar bisa sukses
bareng-bareng biarpun di tempat yang berbeda-beda.
MOTO
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka
(Q.S. Ar-Rad:11)
Dengan pengalaman akan bertambah ilmu pengetahuannya, dengan berdzikir
menyebabkan bertambah rasa cinta dan dengan berfikir akan menambah rasa
taqwa kepada Allah SWT
(Hatim)
Apabia di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu
kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia
dengan kemajuan selangkah pun
(Soekarno)
Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang
kamu berikan kepada negaramu
(John F Kennedy)
Keberhasilan ditentukan oleh 99% perbuatan dan hanya 1% pemikiran
(Albert Enstein)
Don’t Put off until tomorrow what you can do today
(Benjamin Franklin)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari suatu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat
(Winston Chuchill)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis
Perencanaan Tebal Lapis Tambah (Overlay) Cara Lendutan Balik Dengan
Metode Pd T-05-2005-B Dan Pedoman Interim No.002/P/BM/2011”. Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik (S.T.) pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Atas terselesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung;
2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung;
3. Bapak Ir. Priyo Pratomo, M.T., selaku pembimbing utama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Dosen Pembimbing 2 skripsi saya yang telah
membimbing dalam proses penyusunan skripsi;
5. Bapak Ir. Dwi Herianto, M.T., selaku Dosen Penguji skripsi terimakasih
untuk saran-saran dan masukan pada seminar terdahulu;
6. Bapak Ir. Syukur Sebayang, M.T. dan Ibu Ir. Laksmi Irianti, M.T., selaku
dosen pembimbing akademik;
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung atas
ilmu dan pembelajaran yang telah diberikan selama masa perkuliahan;
8. Keluargaku tercinta terutama orang tuaku, Selamet Pribadi dan suryaningsih,
adikku Susi Lawati dan krisdianto, serta seluruh keluarga dan kerabat yang
telah memberikan dukungan, motivasi dan do’a;
9. Teman-teman seperjuanganku, Teknik Sipil Universitas Lampung Angkatan
2012 beserta seluruh kakak-kakak, dan adik-adik yang telah mendukung
dalam penyelesaian skripsi ini;
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Bandar Lampung, April 2016
Penulis
Danu Wahyudi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
D. Batasan Masalah ..................................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
A. Klasifikasi Jalan ...................................................................................... 5
B. Jaringan Jalan .......................................................................................... 6
C. Umur Rencana Jalan ............................................................................. 11
D. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ................................................ 11
E. Tebal Lapis Tambah (overlay) .............................................................. 14
F. Benkelman Beam (BB) .......................................................................... 18
G. Metode Pd T-05-2005-B ....................................................................... 19
1. Analisa Lalu Lintas ......................................................................... 20
2. Analisa Lendutan ............................................................................ 23
3. Tebal Lapis Tambah ....................................................................... 29
H. Pedoman Interim No.002/P/BM/2011 .................................................. 34
1. Analisa Lalu Lintas ......................................................................... 34
2. Analisa Lendutan ............................................................................ 37
3. Tebal Lapis Tambah ....................................................................... 40
I. Life Cycle Cost ...................................................................................... 42
J. Parameter Kekuatan Struktur ................................................................ 44
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 47
A. Lokasi Penelitian ................................................................................... 47
B. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 48
1. Studi Pustaka ................................................................................... 48
2. Wawancara ...................................................................................... 48
3. Observasi......................................................................................... 48
ii
C. Data Penelitian ...................................................................................... 49
1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) .............................................. 49
2. Data Lendutan Dengan Benkelman Beam (BB).............................. 49
3. Harga Satuan Pekerjaan .................................................................. 49
4. Data Tebal Lapis Perkerasan Beraspal ........................................... 49
D. Analisa Biaya Konstruksi ..................................................................... 49
E. Prosedur Penelitian ............................................................................... 50
IV. ANALISIS PERHITUNGAN ................................................................. 52
A. Data Perencanaan .................................................................................. 52
B. Metode Pd-T-05-2005-B ....................................................................... 55
1. Analisa Lalu Lintas ......................................................................... 55
2. Analisa Lendutan (STA 0+000 - 1+600) ........................................ 66
3. Analisa Tebal Lapis Tambah (STA 0+000 - 1+600) ...................... 73
4. Analisa Lendutan (STA 2+600 - 5+000) ........................................ 75
5. Analis Tebal Lapis Tambah (STA 2+600 – 5+000) ....................... 77
6. Analisa Lendutan (STA 5+400-10+000) ........................................ 79
7. Analisa Tebal Lapis Tambah (STA 5+400 – 10+000) ................... 82
C. Pedoman Interim No.002/P/BM/2011 .................................................. 84
1. Analisa Lalu Lintas ......................................................................... 84
a. Analisa Pertumbuhan Lalu Lintas ............................................. 84
b. Analisa Nilai CESA ................................................................. 85
2. Analisa Lendutan (STA 0+000 - 1+600) ........................................ 88
3. Analisa Tebal Lapis Tambah (STA 0+000 - 1+600) ...................... 94
4. Analisa Lendutan (STA 2+600-5+000) .......................................... 96
5. Analis Tebal Lapis Tambah (STA 2+600 - 5+000) ........................ 97
6. Analisa Lendutan (STA 5+400 - 10+000) ...................................... 99
7. Analisa Tebal Lapis Tambah (STA 5+400 - 10+000) .................. 101
D. Analisa Biaya Konstruksi ................................................................... 103
1. Desain Metode Pd T-05-2005-B ................................................... 103
2. Desain Metode Interim No.002/P/BM/2011 ................................. 104
E. Analisa Nilai IRI ................................................................................. 105
1. Nilai IRI Metode Pd T-05-2005-B ................................................ 105
2. Nilai IRI Pedoman Interim No.002/P/BM/2011 ........................... 112
F. Ulasan Hasil Analisa Nilai IRI ........................................................... 118
G. Analisa Life Cycle Cost ....................................................................... 119
1. Pemeliharaan Rutin ....................................................................... 119
2. Pemeliharaan Berkala ................................................................... 121
3. Biaya Konstruksi Akhir Umur Rencana(FW) ............................... 129
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 131
A. Kesimpulan ........................................................................................ 131
B. Saran .................................................................................................. 132
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan ............................................ 21
2. Koefisien Distribusi Kendaraan ................................................................. 21
3. Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan ........................................................... 22
4. Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan
Lalu Lintas (N) .......................................................................................... 23
5. Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) ................... 25
6. Temperatur Tengah (Tt) Dan Temperatur Bawah (Tb) Lapis Beraspal
Berdasarkan Data Temperatur Udara (Tu) Dan Temperatur
Permukaan (Tp) ......................................................................................... 26
7. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) ...................... 31
8. Klasifikasi Kendaraan ................................................................................ 35
9. VDF (Vehicle Damaging Faktor) .............................................................. 36
10. Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar .......................................... 36
11. Koefisien Distribusi Kendaraan ................................................................. 37
12. Tebal Overlay Untuk AC (Asphalt Concrete) ........................................... 42
13. Koefisien Kekuatan Relatif........................................................................ 45
14. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ................................................ 52
15. Data Hasil Pengujian Lendutan STA 0+000 – 1+600 ............................... 53
16. Data Hasil Pengujian Lendutan STA 2+600 – 5+000 ............................... 53
17. Data Hasil Pengujian Lendutan STA 5+400 – 10+000 ............................. 54
iv
18. Data Jumlah Masing-Masing Kendaraan (m) Pada Awal Umur
Rencana (Tahun 2015). ............................................................................. 56
19. Pembacaan Nilai Koefisien Distribusi Kendaraan (C) .............................. 57
20. Berat Sumbu Rata-Rata Kendaraan ........................................................... 58
21. Jenis Sumbu Kendaraan ............................................................................. 58
22. Pembacaan Nilai Faktor Hubungan Umur Rencana Dengan
Pertumbuhan Lalu Lintas (N) .................................................................... 63
23. Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) ......................................... 64
24. Repetisi Beban Lalu Lintas (CESA) .......................................................... 65
25. Pembacaan Temperatur Tengah dan Temperatur Bawah .......................... 67
26. Analisa Lendutan Balik Terkoreksi (dB) Pada STA 0+000 – 1+600
(Metode Pd-T-05-2005-B) ........................................................................ 69
27. Analisa Lendutan Balik Terkoreksi (dB) Pada STA 2+600 – 5+000
(Metode Pd-T-05-2005-B) ........................................................................ 75
28. Analisa Lendutan Balik Terkoreksi (dB) Pada STA 5+400 – 10+000
(Metode Pd-T-05-2005-B) ........................................................................ 79
29. Data Pertumbuhan Lalu Lintas Selama Umur Rencana ............................ 85
30. Perhitungan Nilai ESA .............................................................................. 86
31. Repetisi Beban Lalu Lintas (CESA) .......................................................... 87
32. Analisa Lendutan Balik Terkoreksi (dB) Pada STA 0+000 – 1+600
(Metode Interim 2011) .............................................................................. 93
33. Analisa Lendutan Balik Terkoreksi (dB) Pada STA 2+600 – 5+000
(Metode Interim 2011) .............................................................................. 96
34. Analisa Lendutan Balik Terkoreksi (dB) Pada STA 5+400 – 10+000
(Metode Interim 2011) .............................................................................. 99
35. Biaya Konstruksi Pada STA 0+000-1+600 (PW1) .................................. 103
36. Biaya Konstruksi Pada STA 2+600-5+000 (PW2) .................................. 103
37. Biaya Konstruksi Pada STA 5+400-10+000 (PW3) ................................ 104
v
38. Biaya Konstruksi Pada STA 0+000-1+600 (PW1) .................................. 104
39. Biaya Konstruksi Pada STA 2+600-5+000 (PW2) .................................. 104
40. Biaya Konstruksi Pada STA 5+400-10+000 (PW3) ................................ 105
41. Nilai Structure Number Pada STA 0+00-1+600 ..................................... 106
42. Nilai Structur Number Pada STA 2+600-5+000 ..................................... 106
43. Nilai Structure Number pada STA 5+400-10+000 .................................. 107
44. Skenario Kenaikan IRI Pada STA 0+00-1+600 ...................................... 109
45. Skenario Kenaikan IRI Pada STA 2+600-5+000 .................................... 110
46. Skenario Kenaikan IRI Pada STA 5+400-10+000 .................................. 111
47. Nilai Structure Number Pada STA 0+00-1+600 ..................................... 112
48. Nilai Structur Number Pada STA 2+600-5+000 ..................................... 112
49. Nilai Structure Number pada STA 5+400-10+000 .................................. 112
50. Skenario Kenaikan IRI Pada STA 0+00-1+600 ...................................... 115
51. Skenario Kenaikan IRI Pada STA 2+600-5+000 .................................... 116
52. Skenario Kenaikan IRI Pada STA 5+400-10+000 .................................. 117
53. Biaya Pemeliharaan Rutin Metode Pd T-05-2005-B ............................... 120
54. Biaya Pemeliharaan Rutin Pedoman Interim 2011 .................................. 121
55. Rekapitulasi Biaya Pemeliharaan Berkala Metode Pd T-05-2005-B ...... 125
56. Rekapitulasi Biaya Pemeliharaan Berkala
Pedoman Interim No.002/P/BM/2011 ..................................................... 128
57. Perbandingan Hasil Desain Masing-Masing Metode Perencanaan ......... 130
58. Perbandingan Hasil Perhitungan Biaya Siklus Hidup
Masing-Masing Metode Perencanaan ..................................................... 130
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Susunan Konstruksi Perkerasan Lentur .................................................... 12
2. Alat Benkelman Beam .............................................................................. 18
3. Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) .................. 25
4. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) ................................................ 29
5. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) ..................... 30
6. Hubungan Antara Lendutan Rencana Dan Lalu Lintas ............................ 33
7. Tebal Lapis Tambah / overlay (Ho) ......................................................... 33
8. Curvature Function .................................................................................. 38
9. Life Cycle Design pada umur rencana jalan ............................................. 43
10. Life Cycle Cost Pada Umur Rencana Jalan ............................................... 43
11. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 47
12. Foto Lokasi Penelitian .............................................................................. 48
13. Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 51
14. Grafik Lendutan Terkoreksi (dB), Lendutan Rata-Rata (dR), dan
Lendutan Wakil (D wakil) STA 0+000-1+600
(Metode Pd T-05-2005-B) ........................................................................ 72
15. Hasil Desain Tebal Lapis Tambah STA 0+000-1+600
(Metode Pd T-05-2005-B) ........................................................................ 74
16. Grafik Lendutan Terkoreksi (dB), Lendutan Rata-Rata (dR), dan
Lendutan Wakil (D wakil) STA 2+600-5+000
Metode Pd T-05-2005-B ........................................................................... 76
vii
17. Hasil Desain Tebal Lapis Tambah STA 2+600-5+000
(Metode Pd T-05-2005-B) ........................................................................ 78
18. Grafik Lendutan Terkoreksi (dB), Lendutan Rata-Rata (dR), dan
Lendutan Wakil (D wakil) STA 5+400-10+000
(Metode Pd T-05-2005-B) ........................................................................ 81
19. Hasil Desain Tebal Lapis Tambah STA 5+400-10+000
(Metode Pd T-05-2005-B) ........................................................................ 83
20. Grafik Lendutan Terkoreksi (dB), Lendutan Rata-Rata (dR), dan
Lendutan Wakil (D wakil) STA 0+000-1+600 (Metode Interim 2011) ...... 94
21. Hasil Desain Tebal Lapis Tambah STA 0+000-1+600
(Metode Interim 2011) .............................................................................. 95
22. Grafik Lendutan Terkoreksi (dB), Lendutan Rata-Rata (dR), dan
Lendutan Wakil (D wakil) STA 2+600-5+000 (Metode Interim 2011) ...... 97
23. Hasil Desain Lapis Tambah STA 2+600-5+000
(Metode Interim 2011) .............................................................................. 98
24. Grafik Lendutan Terkoreksi (dB), Lendutan Rata-Rata (dR), dan
Lendutan Wakil (D wakil) STA 5+400-10+000
(Metode Interim 2011) ............................................................................ 101
25. Hasil Desain Lapis Tambah STA 5+400-10+000
(Metode Interim 2011) ............................................................................ 102
26. Grafik perbandingan nilai IRI tanpa penanganan dan
dengan penanganan STA 0+000-1+600 ................................................. 109
27. Grafik perbandingan nilai IRI tanpa penanganan dan
dengan penanganan STA 2+600-5+000 ................................................. 110
28. Grafik perbandingan nilai IRI tanpa penanganan dan
dengan penanganan STA 5+400-10+000 ............................................... 111
29. Grafik perbandingan nilai IRI tanpa penanganan dan
dengan penanganan STA 0+000-1+600 ................................................. 115
30. Grafik perbandingan nilai IRI tanpa penanganan dan
dengan penanganan STA 2+600-5+000 ................................................. 116
31. Grafik perbandingan nilai IRI tanpa penanganan dan
dengan penanganan STA 5+400-10+000 ............................................... 117
32. Rekonstruksi Jalan Soekarno-Hatta 2015 ............................................... 118
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kemajuan di berbagai bidang,
maka sangat dituntut adanya fasilitas yang mendukungnya. Salah satu dari
fasilitas tersebut adalah prasarana transportasi. Transportasi mempunyai
peranan penting dalam menentukan kelancaran proses pelaksanaan
pembangunan pada suatu negara. Oleh karena itu, kebutuhan akan
infrastruktur transportasi merupakan hal yang mutlak untuk dipenuhi dalam
upaya mendukung proses pelaksanaan pembangunan.
Jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang penting untuk
menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian,
pemukiman serta sebagai sarana distribusi barang dan jasa untuk menunjang
perekonomian. Dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan baik dari segi
jumlah dan kapasitas beban yang diangkut, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada permukaan jalan dan struktur perkerasan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan serius
pada jalan adalah dengan penambahan tebal lapis tambah (overlay). Tujuan
perencanaan tebal lapis tambah adalah mengembalikan kekuatan perkerasan
sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat
2
pengguna jalan (stake holders). Perkerasan yang baik diharapkan dapat
menjamin pergerakan manusia atau barang secara lancar, aman, cepat, murah
dan nyaman.
Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perencanaan
tebal lapis tambah (overlay) adalah pemilihan metode perencanaan. Hal ini
dikarenakan Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat
rusak (under design) atau menyebabkan konstruksi tidak ekonomis (over
design). Dimana keadaan ini akan berdampak pada besarnya pembiayaan atau
berkurangnya masa layan dari jalan yang direncanakan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin
mengetahui metode perencanaan yang tepat beserta life cycle cost yang paling
efisien pada proyek peningkatan kinerja ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung
Dalam dengan membandingkan Metode Pd T-05-2005-B dan Pedoman
Interim No.002/P/BM/2011. Diharapkan dari kedua metode tersebut akan
diperoleh tebal lapis tambah yang efektif beserta life cycle cost yang paling
efisien.
B. Rumusan Masalah
Apakah metode yang tepat dalam melakukan perencanaan desain tebal lapis
tambah (overlay) pada ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung Dalam
berdasarkan data uji lendutan balik alat Benkelman Beam dengan
membandingkan metode Pd T-05-2005-B dan Pedoman Interim Perkerasan
Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011.
3
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan metode perencanaan
yang tepat beserta life cycle cost yang paling efisien pada proyek peningkatan
kinerja ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung Dalam.
D. Batasan Masalah
Penelitian yang berjudul “Analisis Perencanaan Tebal Lapis Tambah
(Overlay) Cara Lendutan Balik Dengan Metode Pd T-05-2005-B dan
Pedoman Interim No.002/P/BM/2011” ini dibatasi pada:
1. Lokasi penelitian adalah ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung Dalam.
2. Data Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR) menggunakan data LHR ruas
jalan Batas Kota Metro-Gedung Dalam tahun 2014.
3. Data lendutan yang digunakan merupakan data hasil pengujian lendutan
dengan alat benkelman beami (BB).
4. Menggunakan umur rencana (UR) 20 tahun.
5. Desain Tebal lapis perkerasan tambahan (overlay) yang direncanakan
adalah perkerasan lentur (flexible pavement).
6. Biaya konstruksi di dalam penelitian ini hanya membahas anggaran biaya
konstruksi pada pelaksanaan pekerjaan lapis tambah (overlay).
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran tentang tahapan dan hasil perencanaan tebal lapis
tambah (overlay), berdasarkan data uji lendutan balik alat Benkelman
4
Beam dengan menggunakan metode Pd T-05-2005-B dan Pedoman
Interim Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011.
2. Sebagai bahan masukan atau informasi tambahan kepada para praktisi dan
akademisi dalam memilih metode perencanaan tebal lapis tambah
(overlay). Sehingga dapat meminimalisir biaya dan diperoleh hasil desain
yang efektif dan efisien.
3. Memberikan gambaran tentang tahapan analisa life cycle cost (biaya
siklus hidup) serta prediksi tingkat kerusakan suatu perkerasan lentur
dengan menggunakan nilai IRI (International Roughness Index) sebagai
parameter perhitungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Jalan
Menurut peraturan pemerintah republik indonesia No. 22 tahun 2009, jalan
adalah prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
permukaan tanah dan atau air. Berdasarkan pasal 19 ayat 2 undang-undang
No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Kelas jalan
dibedakan menjadi:
1. Jalan kelas I yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu)
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter,
dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
2. Jalan kelas II yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua
ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua
belas ribu) milimeter, ukuran paling tinnggi 4.200 (empat ribu dua ratus)
milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
6
3. Jalan kelas III yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua
ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan
ribu) milimeter, ukuran paling tinnggi 3.500 (tiga ribu lima ratus)
milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)
milimeter, ukuran paling tinnggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter,
dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
B. Jaringan Jalan
Didalam pasal 6 dan pasal 9 peraturan pemerintah No 34 tahun 2006 tentang
jalan dijelaskan bahwa fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan
sistem jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan perkotaan yang
diatur secara berjenjang sesuai dengan peran perkotaan yang
dihubungkannya. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan
jalan yang menghubungkan antar kawasan di dalam perkotaan yang diatur
secara berjenjang sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.
Didalam pasal 9 ayat 1 peraturan pemerintah No 34 tahun 2006 Berdasarkan
sifat dan pergerakan pada lalu lintas angkutan jalan fungsi jalan dibedakan
atas jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan. Menurut sukirman (1999)
penjelasan dari masing-masing fungsi jalan tersebut adalah sebagai berikut:
7
1. Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2. Jalan kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan
pembagian atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan merupakan jalan yang berada di lingkungan perumahan
atau jalan service untuk lingkungan perumahan.
Dengan demikian sistem jaringan jalan primer terdiri dari:
1. Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
pertama yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang
pertama dengan kota jenjang kedua. Berdasarkan pasal 13 Undang-
Undang No. 34 tahun 2006 Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan
arteri primer ini dalah:
a. Kecepatan rencana ≥ 60 km/jam
b. Lebar badan jalan ≥ 11 m
c. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan
kapasitas jalan dapat tercapai
e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, dan lalu
lintas ulang alik
8
f. Jalan arteri primer tidak putus walaupun memasuki kota
g. Tingkat kenyamanan dan keamanan yang dinyatakan dengan indeks
permukaan tidak kurang dari 2
2. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua atau yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga. Berdasarkan pasal 14 Undang-Undang
No. 34 tahun 2006 Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor
primer adalah:
a. Kecepatan rencana ≥ 40 km/jam
b. Lebar badan jalan ≥ 9 m
c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-
rata.
d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota.
e. Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapsitas jalan
tidak terganggu
f. Indeks permukaan tidak kurang dari 2
3. Jalan lokal primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
pertama dengan persil, atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga
dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.
Berdasarkan pasal 15 Undang-Undang No. 34 tahun 2006 Persyaratan
jalan lokal primer adalah:
a. Kecepatan rencana ≥ 20 km/jam
b. Lebar badan jalan ≥ 7,5 m
9
c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa
d. Indeks permukaan tidak kurang dari 2
4. Jalan lingkungan primer
Berdasarkan pasal 16 Undang-Undang No. 34 tahun 2006, persyaratan
jalan lingkungan primer adalah:
a. Kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam
b. Lebar badan jalan minimal 6,5 m
c. Diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda tiga atau lebih
d. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda tiga atau lebih,
harus mempunyai lebar paling sedikit 3,5 meter.
Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari:
1. Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder pertama atau menghubungkan kawasan
sekunder pertama dengan kawasn sekunder pertama, atau mengubungkan
kawasan sekunder pertama dengan kawasan sekunder kedua. Berdasarkan
pasal 17 Undang-Undang No. 34 tahun 2006, Persyaratan dari jalan arteri
sekunder adalah:
a. Kecepatan rencana ≥ 30 km/jam
b. Lebar badan jalan ≥ 11 m
c. Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
d. Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat
e. Indeks permukaan minimal 1,5
2. Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan
10
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Berdasarkan
pasal 18 Undang-Undang No. 34 tahun 2006 Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh jalan kolektor sekunder adalah:
a. Kecepatan rencana ≥ 20 km/jam
b. Lebar badan jalan ≥ 7 m
c. Indeks permukaan minimal 1,5
3. Jalan lokal sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder pertama dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan. Berdasarkan pasal 19 Undang-Undang No. 34
tahun 2006, Persyaratan jalan lokal sekunder adalah:
a. Kecepatan rencana ≥ 10 km/jam
b. Lebar badan jalan ≥ 7,5 m
c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0.
4. Jalan lingkungan sekunder
Berdasarkan pasal 20 Undang-Undang No. 34 tahun 2006, persyaratan
jalan lingkungan sekunder adalah:
a. Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.
b. Persyaratan teknis jalan lingkungan sekunder diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor roda tiga atau lebih atau
c. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda tiga atau lebih,
harus mempunyai lebar paling sedikit 3,5 meter.
11
C. Umur Rencana Jalan
Berdasarkan Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
Metode Analisa Komponen (1987), dijelaskan bahwa umur rencana adalah
jumlah waktu dan tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka samapai
saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu diberi lapis permukaan
yang baru. Umur rencana adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka
untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat
struktural.
Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus
dilakukan, seperti pelapisan non struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus
dan kedap air. Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya
diambil 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang
lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas
yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai.
(Sukirman, 1999)
D. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebabkan beban lalu lintas tanah dasar. Suatu
struktur perkerasan lentur biasanya terdiri atas beberapa lapisan bahan,
dimana setiap lapisan akan menerima beban dari lapisan diatasnya,
meneruskan dan menyebarkan beban tersebut ke lapisan dibawahnya. Jadi
12
semakin ke lapisan struktur bawah, beban yang ditahan semakin kecil. Untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimum dari karakteristik diatas, lapisan
bahan biasanya disusun secara menurun berdasarkan daya dukung terhadap
beban diatasnya. Lapisan paling atas adalah material dengan daya dukung
terhadap beban paling besar dan semakin kebawah adalah lapisan dengan
daya dukung terhadap beban semakin kecil dan semakin murah harganya
(Guntoro, 2014).
Gambar 1. Susunan Konstruksi perkerasan lentur
Menurut Sukirman (1999) perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan
yaitu lapis permukaan (surface), lapisan pondasi atas (base), lapis pondasi
bawah (subbase) dan lapis dan lapis tanah dasar (subgrade).
1. Lapis Permukaan (surface)
Lapis permukaan merupakan lapisan yang terletak paling atas, fungsi dari
lapisan permukaan adalah sebagai beriku:
a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan ini memiliki stabilitas
tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
ke lapisan di bawahnya.
c. Lapis aus (wearing course), merupakan lapisan yang langsung
menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi
aus.
13
d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang berada dibawahnya.
2. Lapisan Pondasi Atas (base)
Fungsi dari lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut:
a. Merupakan bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban
roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan
3. Lapis Pondasi Bawah (subbase)
Merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan
tanah dasar. Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke
tanah dasar.
b. Efisiensi penggunaan material, material pondasi bawah relatif murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.
c. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal
d. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
e. Lapis pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar hal ini sehubungan
dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah
dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar
menahan roda alat besar
f. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar untuk
naik ke atas.
4. Lapis Tanah Dasar (subgrade)
14
Merupakan lapisan dimana akan diletakkan lapis pondasi bawah
(subbase). Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan,
tanah yang di datangkan dari tempat lain dan di padatkan atau tanah yang
di stabilisasi dengan bahan kimia atau bahan lainnya. Pemadatan yang
baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan
kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai
dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat. Ditinjau dari muka
tanah asli, lapisan tanah dasar dibedakan atas:
a. Lapisan tanah galian
b. Lapisan tanah timbunan
c. Lapisan tanah asli
Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan
terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap
perubahan volume. Hal ini dikarenakan kekuatan konstruksi perkerasan
jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar.
E. Tebal Lapis Tambah (overlay)
Di Dalam Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur
dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B disebutkan pengertian tebal lapis
tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas
konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan
struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang
direncanakan selama kurun waktu yang akan datang. Tebal lapis tambah
(overlay) dibutuhkan apabila konstruksi perkerasan yang ada tidak dapat lagi
15
memikul beban lalu lintas yang beroperasi baik karena penurunan
kemampuan struktural atau karena mutu lapisan perkerasan yang sudah jelek.
Tebal Lapis tambah juga dibutuhkan apabila perkerasan harus diperkuat
untuk memikul beban yang lebih berat atau pengulangan beban yang lebih
banyak dari yang diperhitungkan dalam perencanaan awal.
Salah satu jenis lapis tambah yang sering digunakan di indonesia adalah
laston (lapis aspal beton). Menurut Bina Marga (2005), laston adalah
campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat atau menerus
dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi.
Menurut Kusuma (2014) Laston terdiri dari tiga macam campuran, yaitu
Laston Lapis Aus AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Coarse), Laston Lapis
Pengikat AC-BC (Asphalt Concrete Binder Coarse) dan Laston Lapis
Pondasi AC-Base (Asphalt Concrete Base).
1. Asphalt Concrete – Wearing Course
Asphalt Concrete - Wearing Course merupakan lapisan perkerasan yang
terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat
non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap
penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan
dari konstruksi perkerasan (Kusuma, 2014)
2. Asphalt Concrete – Binder Course
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan
aus (Wearing Course) dan di atas lapisan pondasi (Base Course). Lapisan
ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai
16
ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan
akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya
yaitu Base dan Sub Grade (Kusuma, 2014)
3. Asphalt Concrete – Base
Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat
(AC-BC), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung dengan
cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas
yang disebarkan melalui roda kendaraan. Perbedaan terletak pada jenis
gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan (Kusuma, 2014)
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1983) AC-Base merupakan
pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan
perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapis Pondasi (AC-Base) mempunyai fungsi memberi dukungan lapis
permukaan berupa mengurangi regangan dan tegangan, menyebarkan dan
meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (Sub Grade).
Didalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 (2013)
dijelaskan bahwa saat ini terdapat tiga pedoman yang dapat digunakan untuk
desain perkerasan lapis tambah (overlay) yaitu:
1. Pendekatan berdasarkan lendutan yang terdapat dalam pedoman
perencanaan lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan (Pd
T-05-2005);
2. Pendekatan berdasarkan indeks tebal perkerasan yang terdapat dalam
pedoman perencanaan perkerasan lentur (Pt T-01-2002-B);
17
3. Pendekatan berdasarkan lendutan (modifikasi dari Pd T-05-2005) dalam
pedoman desain perkerasan lentur (interim) No.002/P/BM/2011.
Pada penelitian ini, analisa tebal lapis tambah (overlay) dilakukan dengan
cara pendekatan berdasarkan lendutan yang terdapat dalam perencanaan lapis
tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan (Pd T-05-2005) dan
pedoman desain perkerasan lentur (interim) No.002/P/BM/2011. Menurut
Sukirman (1999), Sebelum melakukan perencanaan tebal lapis tambah
(overlay) perlu dilakukan terlebih dahulu survei kondisi permukaan dan
survei kelayakan struktural konstruksi perkerasan. Survei kondisi permukaan
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kenyamanan permukaan jalan. survei
ini dilakukan secara visual yang terdiri dari penilaian kondisi permukaan,
penilaian kenyamanan berkendara, dan penilaian berat kerusakan yang terjadi
baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pada penelitian ini, survei yang dilakukan adalah survei kelayakan struktural
konstruksi perkerasan. Menurut Sukirman (1999) survei kelayakan struktural
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara destruktif dan non destruktif.
Pemeriksaan destruktif dilakukan dengan cara membuat tes pit pada
perkerasan lama kemudian melakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan
langsung di lapangan. Pemeriksaan nondestruktif dilakukan dengan
menggunakan alat yang diletakkan diatas permukaan jalan sehingga tidak
berakibat pada rusaknya konstruksi perkerasan jalan. alat yang umum
digunakan untuk pemeriksaan nondestruktif adalah Benkelman Beam dan
Falling Weight Deflektomrter (FWD). Kedua jenis alat ini dapat melakukan
pembacaan nilai lendutan balik yang mewakili kondisi struktur perkerasan.
18
F. Benkelman Beam (BB)
Benkelman Beam merupakan alat yang digunakan untuk mengukur lendutan
balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan yang menggambarkan
kekuatan struktur perkerasan jalan (Bina Marga, 2005). Penggunaan alat ini
sangat efektif untuk menentukan kekuatan struktur tanpa menyebabkan
kerusakan pada permukaan jalan. dari hasil pengujian akan diperoleh nilai
lendutan balik maksimum, lendutan balik titik belok dan cekung lendutan
(SNI 2416 2011).
Lendutan maksimum adalah besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik
kontak batang Benkelman Beam setelah beban berpindah sejauh 6 meter,
Lendutan balik titik belok adalah besarnya lendutan balik pada kedudukan di
titik kontak batang benkelman beam setelah beban berpindah 0,4 meter, dan
cekung lendutan adalah kurva yang menggambarkan bentuk lendutan dari
suatu segmen jalan (SNI 2416 2011).
Data-data tersebut diatas kemudian dapat dijadikan sebagai data perencanaan
desain tebal lapis tambah (overlay).
Gambar 2. Alat Benkelman Beam
Sumber: SNI Cara Uji Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam
19
G. Metode Pd T-05-2005-B
Metode Pd-T-05-2005-B merupakan pedoman perencanaan tebal lapis
tambah (overlay) yang menetapkan kaidah-kaidah dan tata cara perhitungan
tebal lapis tambah perkerasan lentur berdasarkan kekuatan struktur
perkerasan yang diilustrasikan dengan nilai lendutan. Perhitungan tebal lapis
tambah yang diuraikan dalam pedoman ini hanya berlaku untuk konstruksi
perkerasan lentur atau konstruksi perkerasan dengan lapis pondasi agregat
dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal.
Metode Pd-T-05-2005-B ini mengacu pada Manual pemeriksaan perkerasan
jalan dengan alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983), Perencanaan Tebal
Perkerasan dengan Analisa Komponen (SNI 03-1732-1989), Metode
Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam (SNI
07-2416-1991). Data lendutan yang digunakan di dalam metode Pd-T-05-
2005-B ini dapat berupa data lendutan yang diperoleh berdasarkan hasil uji
alat Benkelman Beam (BB) maupun Falling Weight Deflectometer (FWD).
Pada penelitian ini penilaian terhadap kekuatan struktur perkerasan yang ada
di dasarkan atas lendutan yang dihasilkan dari pengujian lendutan langsung
dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB). Benkelman Beam (BB)
merupakan salah satu alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan
langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan
jalan. Data hasil pengujian digunakan dalam perencanaan pelapisan (overlay)
perkerasan jalan dengan tetap melakukan penyesuaian terhadap faktor muka
air tanah, temperatur dan jenis material perkerasan.
20
1. Analisa Lalu Lintas
Di dalam metode Pd-T-05-2005-B ini, Austroads tahun 1992 dijadikan
sebagai acuan dalam melakukan analisa lalu lintas. Perhitungan beban
lalu lintas didasarkan pada muatan sumbu standar kendaraan sebesar 80
Kilo Newton dengan satuan CESA (Commulative Equavalent Standard
Axle) (Miswandi, 2009). Dalam menentukan akumulasi beban sumbu
standar selama umur rencana (CESA) digunakan rumus berikut.
MP
TrailerTraktor
NCE365mCESA ......................................................(2.1)
Keterangan:
CESA = Akumulasi ekivalen beban sumbu standar
m = Jumlah masing-masing jenis kendaraan
365 = Jumlah hari dalam satu tahun
E = Ekivalen beban sumbu (tabel 3)
C = Koefisien distribusi kendaraan (tabel 2)
N = Hubungan umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (N)
Terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi dalam melakukan
perhitungan nilai Commulative Equavalent Standard Axle yaitu:
a. Jumlah Lajur Koefisien distribusi kendaraan (C)
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan tertentu yang menampung lalu lintas terbesar. Jika lokasi
penelitian tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur
ditentukan dari lebar perkerasan dengan menggunakan tabel 1.
Sedangkan nilai koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan
21
ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan dengan
menggunakan tabel 2. (Bina Marga Pd T-05-2005-B, 2005)
Tabel 1. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan Jumlah Lajur
L< 4,50 m
4,50 m ≤ L < 8,00 m
8,00 m ≤ L < 11,25 m
11,25 m ≤ L < 15,00 m
15,00 m ≤ L < 18,75 m
18,75 m ≤ L < 22,50 m
1
2
3
4
5
6
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
Tabel 2. Koefisien Distribusi Kendaraan
Jumlah Lajur Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1
2
3
4
5
6
1,00
0,60
0,40
-
-
-
1,00
0,50
0,40
0,30
0,25
0,20
1,00
0,70
0,50
-
-
-
1,00
0,50
0,475
0,45
0,45
0,40
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
Keterangan: *) Mobil Penumpang
**) Truk dan Bus
b. Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Menurut Miswandi (2009) Angka ekivalen beban kendaraan (E)
merupakan angaka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan
yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu kendaraan
terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
beban sumbu standar.
Di dalam pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur
dengan metode lendutan (Pd T-05-2005-B) ini, Angka ekivalen
masing-masing golongan beban sumbu kendaraan ditentukan dengan
22
menggunakan tabel 3 atau menggunakan rumus 2.2 sebagai berikut.
4
(ton) Es
SumbuBeban (E)Ekivalen Angka
........................................(2.2)
Keterangan:
Es = Standar Ekivalen
Nilai Es = 5,40 untuk beban sumbu tunggal roda tunggal (STRG)
Nilai Es = 8,16 untuk beban sumbu tunggal roda ganda (STRG)
Nilai Es = 13,76 untuk beban sumbu dual roda ganda (SDRG)
Nilai Es = 18,45 untuk beban sumbu triple roda ganda (STrRG)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, untuk menentukan nilai
ekivalen masing-masing golongan beban sumbu kendaraan (E) dapat
juga dilakukan dengan menggunakan tabel Ekivalen sebagai berikut.
Tabel 3. Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan
Beban
sumbu (ton)
Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
STRT STRG SDRG STrRG
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0,00118
0,01882
0,09526
0,30107
0,73503
1,52416
2,82369
4,81709
7,71605
11,76048
17,21852
24,38653
33,58910
45,17905
59,53742
77,07347
98,22469
123,45679
153,26372
188,16764
0,00023
0,00361
0,01827
0,05774
0,14097
0,29231
0,54154
0,92385
1,47982
2,25548
3,30225
4,67697
6,44188
8,66466
11,41838
14,78153
18,83801
23,67715
29,39367
36,08771
0,00003
0,00045
0,00226
0,00714
0,01743
0,03615
0,06698
0,11426
0,18302
0,27859
0,40841
0,57843
0,79671
1,07161
1,41218
1,82813
2,32982
2,92830
3,63530
4,46320
0,00001
0,00014
0,00070
0,00221
0,00539
0,01118
0,02027
0,03535
0,05662
0,08630
0,12635
0,17895
0,24648
0,33153
0,43695
0,56558
0,72079
0,90595
1,12468
1,38081
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
23
c. Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas (N)
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas
ditentukan menurut tabel 4 atau rumus dibawah ini:
r
1r)(1r)1(2r)1(1
2
1 N
1-nn
........................................(2.3)
Tabel 4. Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan
lalu lintas (N)
i
Thn 2(%) 4(%) 5(%) 6(%) 8(%) 10(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
20
25
30
1,01
2,04
3,09
4,16
5,26
6,37
7,51
8,67
9,85
11,06
12,29
13,55
14,83
16,13
17,47
24,54
32,35
40,97
1,02
2,08
3,18
4,33
5,52
6,77
8,06
9,40
10,79
12,25
13,76
15,33
16,96
18,66
20,42
30,37
42,48
57,21
1,03
2,10
3,23
4,42
5,66
6,97
8,35
9,79
11,30
12,89
14,56
16,32
18,16
20,09
22,12
33,89
48,92
68,10
1,03
2,12
3,28
4,51
5,81
7,18
8,65
10,19
11,84
13,58
15,42
17,38
19,45
21,65
23,97
37,89
56,51
81,43
1,04
2,16
3,38
4,69
6,10
7,63
9,28
11,06
12,99
15,07
17,31
19,74
22,36
25,18
28,24
47,59
76,03
117,81
1,05
2,21
3,48
4,87
6,41
8,10
9,96
12,01
14,26
16,73
19,46
22,45
25,75
29,37
33,36
60,14
103,26
172,72
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
2. Analisa Lendutan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat Benkelman Beam
sehingga analisa lendutan yang digunakan merupakan analisa dengan
menggunakan Benkelman Beam. Di dalam pedoman ini dijelaskan bahwa
Pengukuran lendutan pada perkerasan yang mengalami kerusakan berat
dan deformasi plastis disarankan dihindari. jika pengujian lendutan
ditemukan data yang meragukan maka di pindah pada lokasi sekitarnya.
24
a. Lendutan dengan alat Benkelman Beam (BB)
Perencanaan ini menggunakan data lendutan balik yang diperoleh
dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB) serta telah dikoreksi
dengan faktor muka air tanah (faktor musim), faktor temperatur dan
faktor beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya
lendutan balik dapat dihitung dengan rumus:
dB = 2 × (d3-d1) × Ft × Ca × FKB-BB ................................................(2.4)
Keterangan:
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban berada pada titik pengukuran (mm)
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran (mm)
Ft = faktor penyesuain lendutan terhadap temperatur standar 35o C
didapat dari tabel 5 atau pada gambar 3 (kurva A HL < 10 cm
dan kurva B untuk HL ≥ 10 cm) ataupun dengan rumus:
= 4,184 × TL-0,4025
untuk HL < 10 cm ....................................(2.5)
= 14,785 × TL-0,7573
untuk HL ≥ 10 cm .................................(2.6)
Keterangan :
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,
yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ...........................................................(2.7)
Keterangan:
TP = temperatur permukaan lapis beraspal
25
Tt = temperetur tengah lapis beraspal (Tabel 6)
Tb = temperatur bawah lapis beraspal (Tabel 6)
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; jika pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
Muka air tanah rendah
= 0,9 ; jika pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka
air tinggi
FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beami (BB)
FKB-BB = 77,343 × (Beban Uji dalam ton)(-2,0715)
..........................(2.8)
Gambar 3. Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft)
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
Tabel 5. Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft)
TL
(oC)
Faktor Koreksi (Fr) TL
(oC)
Faktor Koreksi (Fr)
Kurva A
(HL<10 cm)
Kurva A
(HL≥10 cm)
Kurva A
(HL<10 cm)
Kurva A
(HL≥10 cm)
20
22
24
26
28
30
32
1,25
1,21
1,16
1,13
1,09
1,06
1,04
1,53
1,42
1,33
1,25
1,19
1,13
1,07
46
48
50
52
54
56
58
0,90
0,88
0,87
0,85
0,84
0,83
0,82
0,81
0,79
0,76
0,74
0,72
0,70
0,68
26
34
36
38
40
42
44
1,01
0,99
0,97
0,95
0,93
0,91
1,02
0,98
0,94
0,90
0,87
0,84
60
62
64
66
68
70
0,81
0,79
0,78
0,77
0,77
0,76
0,67
0,65
0,63
0,62
0,61
0,59
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
Catatan:
Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL)
kurang dari 10 cm
Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL)
minimum 10 cm
Tabel 6. temperatur tengah (Tt) dan temperatur bawah (Tb) lapis
beraspal berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan
temperatur permukaan (Tp)
TU + TP
(OC)
Temperatur lapis beraspal (OC) pada kedalaman
2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
26,8
27,4
28,0
28,6
29,2
29,8
30,4
30,9
31,5
32,1
32,7
33,3
33,9
34,5
35,1
35,7
36,3
36,9
37,5
38,1
38,7
39,3
39,9
40,5
41,1
41,7
42,2
42,8
43,4
44,0
44,6
25,6
26,2
26,7
27,3
27,8
28,4
28,9
29,5
30,0
30,6
31,2
31,7
32,3
32,8
33,4
33,9
34,5
35,1
35,6
36,2
36,7
37,3
37,8
38,4
39,0
39,5
40,1
40,6
41,2
41,7
42,3
22,8
23,3
23,8
24,3
24,7
25,2
25,7
26,2
26,7
27,1
27,6
28,1
28,6
29,1
29,6
30,0
30,5
31,0
31,5
32,0
32,5
32,9
33,4
33,9
34,4
34,9
35,4
35,8
36,3
36,8
37,3
21,9
22,4
22,9
23,4
23,8
24,3
24,8
25,3
25,7
26,2
26,7
27,2
27,6
28,1
28,6
29,1
29,5
30,0
30,5
31,0
31,4
31,9
32,4
32,9
33,3
33,8
34,3
34,8
35,2
35,7
36,2
20,8
21,3
21,7
22,2
22,7
23,1
23,6
24,0
24,5
25,0
25,4
25,9
26,3
26,8
27,2
27,7
28,2
28,6
29,1
29,5
30,0
30,5
30,9
31,4
31,8
32,3
32,8
33,2
33,7
34,1
34,6
20,1
20,6
21,0
21,5
21,9
22,4
22,8
23,3
23,7
24,2
24,6
25,1
25,5
26,0
26,4
26,9
27,3
27,8
28,2
28,7
29,1
29,6
30,0
30,5
30,9
31,4
31,8
32,3
32,8
33,2
33,7
27
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
45,2
45,8
46,4
47,0
47,6
48,2
48,8
49,4
50,0
50,6
42,9
43,4
44,0
44,5
45,1
45,6
46,2
46,8
47,3
47,9
37,8
38,3
38,7
39,2
39,7
40,2
40,7
41,2
41,6
42,1
36,7
37,1
37,6
38,1
38,6
39,0
39,5
40,0
40,5
40,9
35,0
35,5
36,0
36,4
36,9
37,3
37,8
38,3
38,7
39,2
34,1
34,6
35,0
35,5
35,9
36,4
36,8
37,3
37,7
38,2
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
b. Keseragaman Lendutan
Perhitungan tebal lapis tambah yang dilakukan pada setiap titik
pengujian akan memberikan hasil desain yang lebih akurat, cara lain
yang tetap sesuai kaidah adalah dengan melakukan pembagian segmen
yang didasarkan pada pertimbangkan terhadap keseragaman lendutan.
Penilaian keseragaman lendutan ditentukan dengan rentang faktor
keseragaman, dimana Keseragaman yang dipandang sangat baik
mempunyai rentang antara 0 sampai dengan 10, antara 11 sampai
dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai dengan 30
keseragaman cukup baik. Untuk menentukan faktor keseragaman
lendutan adalah dengan menggunakan Rumus 2.9 sebagai berikut:
FK = s/dR × 100% < FK ijin ............................................................(2.9)
Keterangan:
FK = faktor keseragaman (%)
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan
= 0% - 10%; keseragaman sangat baik
= 11% - 20%; keseragaman baik
= 21% - 30%; keseragaman cukup baik
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
28
= ns
ns
1
d ................................................................................(2.10)
S = standar deviasi (simpangan baku)
= 1-nsns
ddns
2ns
1
ns
1
2
................................................(2.11)
Keterangan:
d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap
titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
c. Lendutan Wakil
Di dalam metode Pd T-05-2005-B ini, Besarnya nilai lendutan yang
mewakili suatu sub ruas atau seksi jalan disesuaikan dengan fungsi
atau kelas jalan dan ditentukan dengan menggunakan rumus 2.12,
2.13 dan 2.14 sebagai berikut.
1) Untuk jalan arteri atau jalan tol (tingkat kepercayaan 98%)
Dwakil = dR + 2s .......................................................................(2.12)
2) Untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%)
Dwakil = dR + 1,64s...................................................................(2.13)
3) Untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%)
Dwakil = dR +1,28s....................................................................(2.14)
Keterangan:
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan (Rumus 2.10)
s = standar deviasi (simpangan baku)
29
3. Tebal Lapis Tambah
a. Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo)
Desain Tebal lapis tambah (overlay) dihitung berdasarkan temperatur
standar 35°C, karena setiap daerah di indonesia memiliki temperatur
perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda-beda, maka perlu
dilakukan koreksi terhadap temperatur standar.
Di dalam metode Pd T-05-2005-B telah dilampirkan Data temperatur
perkerasan rata-rata tahunan untuk setiap daerah atau kota di
indonesia. Sedangkan faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) dapat
diperoleh dengan Rumus 2.15 atau menggunakan Gambar 4.
Fo = 0,5032 × EXP (0,0194 x TPRT)
..................................................(2.15)
Keterangan:
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah (overlay)
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah
atau kota tertentu.
Gambar 4. faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo)
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
30
b. Jenis Lapis Tambah
Metode Pd T-05-2005-B hanya berlaku untuk lapis tambah
menggunakan Laston dengan modulus resilien (MR) sebesar 2000
MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilien
(MR) mengacu pada hasil pengujian UMATTA atau alat lain dengan
temperatur 25° C.
Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan
Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang
mempunyai sifat berbeda maka dapat menggunakan faktor koreksi
tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 2.16 atau
Gambar 5, dan tabel 7.
FKTBL = 12,51 × MR-0,333
.........................................................(2.16)
Keterangan:
FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
MR = modulus resilien (MPa)
Gambar 5. faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Sumber: dinas pekerjaan umum Pd-T-05-2005-B
31
Tabel 7. faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Jenis lapisan
Modulus
Resilien, MR
(MPa)
Stabilitas
Marshall
(kg)
FKTBL
Laston modifikasi 3000 Min. 1000 0,85
laston 2000 Min. 800 1,00
lataston 1000 Min. 800 1,23
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
c. Prosedur pengerjaan
Metode ini menjelaskan tahapan perhitungan desain tebal lapis tambah
dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB) dan alat FWD.
Dikarenakan penelitian ini menggunakan data lendutan balik yang
diukur dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB), maka
Perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dilakukan dengan
menggunakan tahapan perhitungan berdasarkan alat Benkelman Beam
(BB). Tahapan perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hitung repitisi beban lalu lintas (CESA) dalam ESA
b. Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam
(BB) dan koreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim, Ca)
dan faktor temperatur standar (Ft) serta faktor beban uji (FKB-BB)
bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton).
c. tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang
sesuai dengan tingkat keseragaman yang diinginkan
d. hitung Lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan
yang tergantung dari kelas jalan
e. hitung lendutan rencana atau ijin (Drencana) dengan menggunakan
Rumus 2.17 sebagai berikut.
Drencana = 22,208 × CESA(-0,2307)
........................................... (2.17)
32
Keterangan :
Drencana = lendutan rencana, dalam satuan milimeter (mm).
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam
satuan ESA
lendutan rencana (Drencana) dapat juga ditentukan dengan
memploting data lalulintas rencana (CESA) pada Gambar 6 Kurva
D untuk lendutan balik dengan alat Benkelman Beam (BB).
f. Hitung tebal lapis tambah (overlay) (Ho) dengan memploting
gambar 7 atau menggunakan rumus:
Ho = [ln(1,0364)+ln(Dsblov)-ln(Dstlov)]................................(2.18)
0,0597
Keterangan:
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-
rata tahunan daerah tertentu (cm)
Dsblov = lendutan sebelum lapis tambah atau Dwakil (mm)
Dstlov = lendutan setelah lapis tambah atau Drencana (mm)
g. Hitung tebal lapis tambah (overlay) terkoreksi (Ht) dengan
menggunakan rumus berikut:
Ht = Ho x Fo............................................................................(2.19)
Keterangan:
Ht = tebal lapis tambah (overlay) laston setelah dikoreksi
dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm).
Ho = tebal lapis tambah (overlay) laston sebelum dikoreksi
dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm).
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah (overlay)
33
h. Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak
sesuai dengan ketentuan di atas, maka tebal lapis tambah harus
dikoreksi dengan faktor tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL).
Sesuai rumus 2.16, gambar 5, atau tabel 7 (Miswandi, 2009)
Gambar 6. Hubungan Antara Lendutan Rencana Dan Lalu Lintas
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
Gambar 7. Tebal Lapis Tambah/overlay (Ho)
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pd-T-05-2005-B
34
H. Pedoman Interim No.002/P/BM/2011
Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur No. 002/P/BM/2011 merupakan
modifikasi dari Pd T-05-2005. Pedoman ini mengacu pada:
1. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B yang
ditetapkan dengan Kepmen PU No.330/KPTS/M/2002 15 agustus 2002,
2. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur yang mengacu pada
AASHTO Guide For Design Of Pavement Structure (1993),
3. metode Road Note 31 edisi keempat tahun 1993 yang hanya berlaku untuk
lalu lintas dengan repetisi tidak lebih dari 30 juta ESA,
4. RN31-93 untuk perkerasan dengan lalu lintas rendah (< 1 juta ESA), dan
5. Pd T-05-2005-B tentang perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur
dengan metode lendutan.
1. Analisa Lalu Lintas
Analisa lalu lintas yang digunakan berdasarkan ekivalen terhadap muatan
sumbu standar (CESA). CESA merupakan akumulasi ekivalen beban
sumbu standar selama umur rencana. Besarnya nilai CESA dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut.
CVDFLHRTKendaraan Jenis ESA .................................(2.20)
R365ESA CESA .......................................................................(2.21)
Keterangan:
ESA = lintas sumbu standar ekivalen ( equivalent standard axle)
LHRT = lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
CESA = komulatif beban sumbu standar ekuivalen selama umur rencana
35
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas.
C = koefisien distribusi kendaraan
Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas dihitung dengan menggunakan
rumus berikut.
i
1i)(1R
UR ..................................................................................(2.22)
Keterangan:
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = umur rencana (tahun)
Dalam menentukan repetisi beban lalu lintas, perhitungan jumlah lalu
lintas harus menggunakan formulir baku yang terdiri dari 8 golongan
kedaraan.
Tabel 8. Klasifikasi Kendaraan
NO
Klasifikasi Kendaraan
Jenis Kendaraan
1 Golongan 1 Sepeda motor
2 Golongan 2 Kendaraan penumpang
3 Golongan 3 Kendaraan utilitas 1(freight)
4 Golongan 4 Kendaraan utilitas 2 (Pasenger)
5 Golongan 5A Bis kecil
6 Golongan 5B Bis besar
7 Golongan 6A Truk 2 As kecil
8 Golongan 6B Truk 2 As Besar
9 Golongan 7A Truk 3 As (tronton)
10 Go longan 7B Truk gandengan
11 Golongan 7C Truk Semi trailer
12 Golongan 8 Kendaraan Tak bermotor
Sumber : Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur No. 002/P/BM/2011
Untuk desain tebal perkerasan hanya diperlukan data lalu lintas dari
golongan 2 sampai golongan 7. Dimana salah satu faktor yang
36
mempengaruhi nilai CESA adalah data faktor kerusakan akibat kendaraan
(VDF). Jika tidak terdapat nilai VDF aktual pada ruas yang sedang di
desain maka nilai VDF dapat ditentukan dengan menggunakan tabel 9.
Tabel vehicle damaging factor (VDF) dibawah ini diperoleh dari Road
Design Method (RDM) yang merupakan rata-rata hasil survei WIM
(Weigh in Motion) Bridge di seluruh indonesia. Perlu digaris bawahi
bahwa nilai VDF pada tabel 9 di bawah ini tidak dapat digunakan untuk
ruas-ruas jalan dengan lalu lintas berat (Heavy Loaded Road).
Tabel 9. VDF (Vehicle Damaging Factor)
Jenis Kendaraan Nilai VDF
Kendaraan Penumpang (golongan 2) 0,0001
Kendaraan utilitas (golongan 3 dan 4) 0,0030
Bus kecil (Golongan 5A) 0,1175
Bus besar (Golongan 5B) 0,8139
Truk ringan (Golongan 6A) 0,2746
Truk sedang (Golongan 6B) 2,1974
Truk berat (Golongan 7A, 7B, dan 7C) 3,6221
Sumber: Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur No. 002/P/BM/2011
berdasarkan hasil survei WIM 2011 kalsifikasi kendaraan dan nilai VDF
standar telah diperbaharui yang didasarkan pada survei beban lalu lintas
arteri pulau jawa tahun 2011.
Tabel 10. Klasifikasi Kendaraan Dan Nilai VDF Standar
No Kelas Jenis Sumbu VDF
Pangkat
4
VDF
Pangkat
5
1 1 Sepeda motor 1,1 0,00 0,00
2 2.3.4 Sedan/angkot/pickup/station
wagon 1,1 0,00 0,00
3 5.a Bus Kecil 1,2 0,30 0,20
4 5.b Bus Besar 1,2 1,00 1,00
5 6,1 Truk 2 sumbu kargo ringan 1,1 0,30 0,20
6 6,2 Truk 2 sumbu ringan 1,2 0,80 0,80
7 7,1 Truk 2 sumbu kargo sedang 1,2 0,70 0,70
8 7,2 Truk 2 sumbu sedang 1,2 1,60 1,70
37
9 8,1 Truk 2 sumbu berat 1,2 0,90 0,80
10 8,2 Truk 2 sumbu berat 1,2 7,30 11,20
11 9,1 Truk 3 sumbu ringan 1,22 7,60 11,20
12 9,2 Truk 3 sumbu sedang 1,22 28,10 64,40
13 9,3 Truk 3 sumbu berat 1.1.2 28,90 62,20
14 10 Truk & trailer penarik 2 sumbu 1.2-2.2 36,90 90,40
15 11 Truk 4 sumbu-Trailer 1.2 - 22 13,60 24,00
16 12 Truk 5 sumbu -Trailer 1.22-22 19,00 33,20
17 13 Truk 5 sumbu -Trailer 1.2-222 30,30 69,70
18 14 Truk 6 sumbu -Trailer 1.22-222 41,60 93,70
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan Dinas Bina Marga 2013
Nilai DL didasarkan pada jumlah lajur untuk masing-masing arah. Untuk
nilai distribusi arah (DD) diambil nilai 50%, karena perbandingan jumlah
kendaraan niaga relatif sama. Koefisien distribusi lalu lintas untuk lajur
desain dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11. Koefisien Distribusi Kendaraan
Jumlah lajur Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
2 0,5 0,5
4 0,3 0,45
6 0,2 0,4
Sumber: Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur No. 002/P/BM/2011
2. Analisa Lendutan
Pedoman perencanaan lapis tambah perkerasan lentur dengan metode
lendutan hanya berlaku untuk struktur perkerasan dengan lapis pondasi
granular, sedangkan untuk lapis pondasi bersemen tidak tersedia formula
serta grafik-grafik nya. juga hanya berlaku untuk lendutan balik (tidak
terdapat formula untuk metode titik belok) dan berbagai kendala lainnya.
Di dalam Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur No.
002/P/BM/2011 prosedur pengukuran dilakukan dengan menggunakan
alat Benkelman Beam (BB). Benkelman Beam merupakan alat untuk
38
mengukur lendutan balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan
yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan. Pengukuran
dengan alat Benkelman Beam memerlukan beberapa data tambahan dan
mengalami perubahan titik pengamatan yang sedikit berbeda dengan
prosedur yang umumnya dilakuan. Sebagaimana tersebut dibawah ini:
1. Titik awal (sebelum truk bergerak)
2. Titik kedua (bergerak maju sejauh 20 cm) untuk mencari curvature
function (bentuk mangkuk dari suatu lengkung deformasi)
sebagaimana ditunjukkan pada gambar
3. Titik ketiga (bergerak maju sejauh 6 m).
Gambar 8. Curvature Function
Sumber: Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur No. 002/P/BM/2011
Keterangan:
a. Lendutan maksimum (D maks) diambil dari lendutan balik maksimum
(Maximum Rebound Deflection) pada X1 = 6 m.
b. Curvature function (bentuk mangkuk) diwakili oleh selisih antara “D
maks” dan “D pada 20 cm” pada X = 20 cm.
c. Gambar ini tanpa skala, “D pada 20 cm” ditunjukkan oleh D1 atau D2
(tergantung arah pergerakan dari truck) sebagaimana bentuk mangkuk
yang terjadi.
39
Adapun beberapa data tambahan yang diperlukan dalam Pedoman Interim
Desain Perkerasan Lentur No. 002/P/BM/2011 adalah sebagai berikut:
a. Tebal lapis beraspal yang mewakili, dapat diperoleh dengan tes pit di
tepi jalur lalu lintas (carriageway) atau penggalian pada lubang (Pot
hole) yang ada.
b. Faktor pengaruh muka air tanah (C = 1,2 jika musim kemarau atau
muka air rendah ; dan C = 0,9 jika musim hujan atau muka air tinggi,
bukan diambil 1,00 s/d 1,15 seperti prosedur RDS yang lalu).
Adapun formula untuk faktor koreksi ini dapat dilihat pada rumus 2.23.
Ft1 = {(-0,0014 t2 + 0,0147 t – 0,1019) x (T/WMAPT)
3 + (0,0037 t
2 –
0,0291 t + 0,289) × (T/WMAPT)2 + (-0,0017 t
2 + 0,0094 t –
0,1873) × (T/WMAPT) + (0,0005 t2 + 0,0036 t +
1,0029)}....................................................................................(2.23)
Keterangan:
Ft1 = Tebal penyesuaian lendutan terhadap temperatur
standar 25oC dan tebal lapis beraspal
t = Tebal lapis beraspal (dalam cm), jika t > 15 maka diambil
15 cm.
T = Temperatur permukaan beraspal (oC).
WMAPT = Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (Weighted Mean
Annual Pavement Temperature) (oC).
Jika tidak tersedia data, maka WMAPT dapat diambil 35,2oC yang
merupakan temperatur tahunan rata-rata dari hasil survei pada 187 lokasi
di indonesia. Lendutan Benkelman Beam (BB) dihitung dengan formula
sebagai berikut:
dB = 2 x (d3-d1) × Ft1 × C × FK ............................................................(2.24)
40
Keterangan:
dB = Lendutan balik maksimum dari Benkelman Beam (dalam 0,01 mm)
d1 = Lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran atau titik awal
(dalam 0,01 mm)
d3 = Lendutan pada saat beban tepat pada jarak 6 m dari titik pengukuran
(dalam 0,01 mm)
C = Faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
FK = Faktor koreksi beban gandar truk.
= 77,343 × (beban gandar truk dalam ton)-2,0715
Faktor koreksi lendutan pada saat pengukuran (Ft1) memerlukan data:
a. Temperatur permukaan perkersan jalan.
b. Tebal lapis beraspal.
3. Tebal Lapis Tambah
Formula overlay yang digunakan di dalam pedoman ini adalah:
a. Laston (AC)
1) Cara Lendutan
a) Lapis Pondasi Berbutir
Jika total repetisi beban lalu lintas ≤ 1 juta ESA:
Td = [ 14,40273038 × ( log L ) × 38,703071 / D ] + 32,72.........
............................................................................................2.25)
Jika total repetisi beban lalu lintas > 1 juta ESA:
Td = [ -13,76374894 ( log L )-0,3924
- 24,94880546 / D ] + 32,72
...........................................................................................(2.26)
41
b) Lapis Pondasi Bersemen
Td = [ (0,416382253 ( log L )3-3,389078498 ( Log L )
2 + 9,566
5529 ( log L) - 21,27986348 / D ] + 32,72...............(2.27)
Keterangan:
Td = tebal strengthening berdasarkan lendutan (dalam cm)
2) Cara kemiringan titik belok
Tc = [(0,02851711(log L)3
- 0,448669202 (log L)2
+ 1,844106464
(log L) - 3,517110266/CF] + 17,43 ................................(2.28)
Keterangan:
Tc = tebal strengthening berdasarkan curvature (dalam cm)
CF = curvature function (bentuk mangkuk) desain, yang diambil
dari lendutan pada titik 0 cm sampai lendutan pada titik 20
cm (desain dalam mm)
Formula untuk faktor koreksi ketebalan sehubungan denga
temperatur daerah iklim tropis (Ft2) adalah:
Ft2 = 0,0004 × ( WMAPT )2 + 0,0032 ( WMAPT ) + 0,6774
.................................................................................................(2.29)
Keterangan:
Ft2 = faktor penyesuaian tebal sehubungan dengan
temperatur standar 25oC.
WMAPT = diambil 35,2 oC yang merupakan temperatur tahunan
rata-rata hasil survei dari 187 lokasi di indonesia
sehingga diperoleh F t2 = 1,29 dibulatkan menjadi 1,3.
Tebal perkuatan (ts) setelah faktor koreksi diperoleh dengan rumus
42
Ts = 1,3 × [ yang terbesar antara Td dan Tc]..........................(2.30)
Dengan menggunakan tabel berikut, maka dapat ditentukan
ketebalan masing-masing lapisan.
Tabel 12. Tebal Overlay Untuk AC (Asphalt Concrete)
Tebal teoritis untuk
perkuatan (ts) AC-WC AC-BC AC-Base
Ts < 4 4 - -
4 ≤ ts < 10 Ts - -
10 ≤ ts < 17,5 4 ts – 4 -
17,5 ≤ ts 4 6 ts – 10
Sumber: Pedoman Interim Desain Perkerasan Lentur
No. 002/P/BM/2011
I. Life Cycle Cost (LCC)
Menurut Fuller dan Petersen (1996) di dalam Kamagi, (2013). Life Cycle Cost
(LCC) merupakan suatu metode ekonomi dalam mengevaluasi proyek atas
semua biaya yang timbul mulai dari tahap pengelolaan, pengoperasian,
pemeliharaan dan pembuangan suatu komponen dari sebuah proyek, dimana
hal ini dijadikan sebagai pertimbangan yang begitu penting untuk mengambil
suatu keputusan.
Sedangkan menurut Barringer dan Weber (1996) di dalam Kamagi, (2013)
Life Cycle Cost (LCC) merupakan suatu konsep perhitungan pemodelan biaya
dari tahap permulaan sampai pembongkaran suatu asset dari sebiah proyek
sebagai alat untuk mengambil keputusan atas sebuah studi analisis dan
perhitungan dari total biaya yang ada selama siklus hidupnya.
Dengan kata lain, life cycle cost (LCC) adalah jumlah semua pengeluaran
yang berkaitan dengan item pekerjaan suatu proyek sejak dirancang sampai
43
tidak terpakai lagi. Skema elemen-elemen biaya yang diperhitungkan di
dalam biaya siklus hidup diperlihatkan dalam gambar 8 dan gambar 9.
Gambar 9. Life Cycle Design Pada Umur Rencana Jalan
Sumber: Life Cycle Cost Analysis For Indot Pavement Design Procedures
FHWA/IN/JTRP-2004/28
Gambar 10. Life Cycle Cost Pada Umur Rencana Jalan
Sumber: Life Cycle Cost Analysis For Indot Pavement Design Procedures
FHWA/IN/JTRP-2004/28
Gambar 9 merupakan hubungan pavement condition terhadap waktu
sedangkan gambar 10 menunjukkan skema pembiayaan terhadap waktu.
Menurut rachmayati (2014) kondisi perkerasan jalan terdiri dari 2 macam
yaitu kondisi fungsional dan kondisi struktural.
Kondisi fungsional adalah suatu ukuran kemampuan perkerasan jalan untuk
melayani pengguna jalan pada kurun waktu tertentu. Kondisi fungsional
terdiri dari ukuran keamanan, kenyamanan dan biaya operasi kendaraan jika
44
menggunakan jalan tersebut. Kondisi struktural merupakan kemampuan
perkerasan untuk menanggung beban lalu lintas. Pada penelitian ini indikator
yang digunakan untuk mengukur kondisi fungsional jalan berupa nilai nilai
IRI (International Roughness Index).
IRI (International Roughness Index) merupakan parameter kekasaran
permukaan jalan arah profil memanjang dibagi dengan panjang permukaan
yang diukur (rachmayati, 2014). Prediksi kenaikan nilai IRI untuk perkerasan
lentur dapat dilakukan dengan menggunakan rumus paterson berikut.
t
-5
0
mt
t NESNC)1(263RI(1,04e RI ......................................(2.31)
Keterangan:
RIt = Kekasaran pada waktu t (m/km)
RI0 = Kekasaran awal (m/km)
SNC = Structur Number Capacity
NFt = Nilai ESAL pada saat t (juta ESAL/lajur)
m = koefisien iklim = 0,0235 (wet, nonfreeze)
t = tahun ke-n
J. Parameter Kekuatan Struktur
Menurut paterson (1987), salah satu parameter yang dapat digunakan dalam
menentukan nilai kekuatan struktur adalah parameter ketebalan setara.
Parameter ketebalan setara merupakan akumulasi ketebalan dari lapisan
perkerasan berdasarkan bahan-bahan penyusun lapisan perkerasan Yang
dinyatakan dalam koefisien lapis perkerasan. Untuk menghitung Structur
Number (SN) digunakan rumus:
45
SN = ∑ai × hi..............................................................................................(2.32)
Keterangan:
ai = koefisien kekuatan bahan
hi = tebal lapisan perkerasan (mm)
Besarnya nilai koefisien kekuatan bahan (ai) dapat ditentukan dengan
menggunakan tabel berikut.
Tabel 13. Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien Kekuatan
Relatif Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS
(kg)
Kt
(kg/cm)
CBR
(%)
0,40
0,35
0,35
0,30
0,35
0,31
0,28
0,26
0,30
0,26
0,25
0,20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,28
0,26
0,24
0,23
0,19
0,15
0,13
0,15
0,13
0,14
0,13
0,12
-
-
-
-
0,13
0,12
0,11
0,10
744
590
454
340
744
590
454
340
340
340
-
-
590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22
18
22
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100
80
60
70
50
30
20
Laston
Lasbutag
HRA
Aspal macadam
Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
Laston Atas
Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
Stab. Dengan semen
Stab. Dengan kapur
Batu Pecah (kelas A)
Batu Pecah (Kelas B)
Batu Pecah (Kelas C)
Sirtu (Kelas A)
Sirtu (Kelas B)
Sirtu (Kelas C)
Lempung kepasiran
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987
Besarnya nilai SNC (Structur Number Capacity) ditentukan dengan
menggunakan rumus 2.33.
46
sgii SNha0,04 SNC .................................................................(2.33)
Keterangan:
SNC = Structur Number Capacity
ai = koefisien kekuatan bahan
hi = tebal lapisan perkerasan (mm)
SNsg = Kekuatan tanah dasar
= 3,51 log CBR - 0,85 (Log CBR)2 - 1,43.....................................(2.34)
CBR = California Bearing Ratio
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung Dalam.
Peninjauan lokasi penelitian dimaksudkan untuk melihat kondisi wilayah
yang akan dilakukan perencanaan tebal lapis tambah (overlay). Lokasi
penelitian dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
48
Gambar 12. Foto Lokasi Penelitian
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:
1. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi,
serta mengolah data tertulis berupa literatur dan metode kerja yang
digunakan.
2. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara mendatangi instansi terkait dan
sumber-sumber yang dianggap kompeten untuk dijadikan referensi. dalam
hal ini Core Team Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan
Nasional (Satker P2JN) Provinsi Lampung.
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara survei langsung ke lapangan, hal ini
mutlak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya.
49
C. Data Penelitian
Pada penelitian ini data yang digunakan berupa data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi
sebelumnya atau yang diterbitkan oleh instansi terkait. Data tersebut adalah:
1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Data Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) didapat dari Core Team Satuan
Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (Satker P2JN)
Provinsi Lampung yang berada di bawah naungan Dinas Bina Marga.
2. Data Lendutan dengan Benkelman Beam (BB)
Data hasil pengujian lendutan dengan Benkelman Beam (BB) diperoleh
dari Core Team Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan
Nasional (Satker P2JN) Provinsi Lampung.
3. Harga Satuan Pekerjaan
Harga satuan pekerjaan yang digunakan merupakan harga satuan
pekerjaan yang dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga Provinsi Lampung
tahun 2015.
4. Data Tebal Lapis Perkerasan Beraspal
Data tebal lapis perkerasan beraspal diperoleh dari Core Team Satuan
Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (Satker P2JN)
Provinsi Lampung.
D. Analisa Biaya Konstruksi
Metode analisa biaya konstruksi pada penelitian ini terdiri dari analisa
volume pekerjaan dan analisa harga satuan.
50
E. Prosedur Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menggumpulkan data sekunder
2. Melakukan analisa lalu lintas dan analisa lendutan
a. Metode Pd T-05-2005-B
1. Menghitung jumlah masing-masing kendaraan (m)
2. Menentukan koefisien distribusi kendaraan (C)
3. Menghitung ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
4. Faktor hubungan umur rencana dan pertumbuhan lalulintas (N)
5. Menghitung akumulasi beban sumbu standar (CESA)
6. Menghitung lendutan balik terkoreksi (dB)
7. Menghitung keseragaman lendutan (FK)
8. Menghitung Lendutan Wakil (Dwakil).
9. Menghitung Lendutan rencana (Drencana).
b. Metode Interim No.002/P/BM/2011
1. Menghitung pertumbuhan lalu lintas dan menghitung CESA
2. Menghitung lendutan balik terkoreksi (dB)
3. Menghitung keseragaman lendutan (FK)
4. Menghitung lendutan wakil ( Dwakil)
5. Menghitung nilai curvature function (CF) dan rata ratanya.
3. Mennghitung tebal lapis tambah
4. Menghitung estimasi biaya kontruksi dan Life Cycle Cost
5. Melakukan analisa hasil perhitungan
6. Menarik kesimpulan dan menentukan saran
51
Tahap Perencanaan
Metode Pd T-05-2005-B
Analisa Lendutan -Lendutan Terkoreksi
(dB)
-keseragaman lendutan (FK)
Tebal lapis tambah Ho
Hitung Life cycle Cost
Pengumpulan Data
Sekunder
Studi Pustaka
Tahap Perencanaan
Pedoman Interim No.002/P/BM/2011
Mulai
CESA
Fungsi
Atau kelas
Jalan
Temperatur
perkerasan rata-rata
tahunan di
lokasi
DWakil
Koreksi Tebal lapis tambah Fo
Tebal Lapis Tambah Terkoreksi Ho
Analisa Lalu lintas -Distribusi kendaraan (C)
-Angka ekivalen (E)
-Umur rencana
-pertumbuhan lalu lintas
Drencana
Kesimpulan
n
Selesai
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian
Analisa data temperatur
permukaan aspal dan
tebal lapis beraspal
Koreksi tebal
penyesuaian lendutan
Ft1 dan Ft2
Analisa Lalu lintas - distribusi kendaraan (C)
- pertumbuhan lalu lintas
- Umur rencana -vehicle damaging factor
Analisa Lendutan
- lendutan terkoreksi (dB)
- keseragaman
Lendutan (FK)
Fungsi atau
kelas
jalan
CESA
Drencana DWakil
Tebal lapis tambah (Td)
kemiringan titik belok
- CF dan nilai S
-CF rata-rata
CF Wakil
Tebal lapis tambah Tc
Tebal Lapis Tambah Terkoreksi (ts)
Hitung Life Cycle Cost
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa perhitungan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Pedoman Perencanaan Tebal
Lapis Tambah Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B diperoleh tebal lapis
tambah pada STA 0+000-1+600 sebesar 15 cm, STA 2+600-5+000
sebesar 16 cm dan STA 5+400-10+000 sebesar 13 cm.
2. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Pedoman Interim Perkerasan
Jalan Lentur No.002/P/BM/2011 diperoleh tebal lapis tambah pada STA
0+000-1+600 sebesar 16 cm, STA 2+600-5+000 sebesar 17 cm dan STA
5+400-10+000 sebesar 14 cm.
3. Hasil analisa life cycle cost menunjukkan bahwa dengan umur rencana 20
tahun, Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Pd
T-05-2005-B relatif sama dengan Pedoman Interim Perkerasan Jalan
Lentur No.002/P/BM/2011. Masing-masing sebesar Rp 46.306.013.475,-
dan Rp 47.025.695.035,-
4. Dari hasil analisa prediksi kerusakan dengan mengunakan nilai IRI
menunjukkan bahwa pemeliharaan berkala berupa lapis ulang (overlay)
dilakukan setelah umur rencana lebih dari 10 tahun. Hal ini dapat terjadi
apabila tidak adanya penyimpangan-penyimpangan di lapangan selama
132
umur rencana seperti penyimpangan kualitas konstruksi, beban lalu lintas
berlebih (overload), faktor pemeliharaan dan faktor lainnya.
5. Pada proyek peningkatan kinerja ruas jalan Batas Kota Metro-Gedung
Dalam dengan umur rencana 20 tahun, penggunaan Pedoman
Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Pd T-05-2005-B
lebih direkomendasikan karena menghasilkan desain lebih optimum, dan
biaya pemeliharaan lebih murah dibandingkan dengan Pedoman Interim
Perkerasan Jalan Lentur No.002/P/BM/2011 meski dalam tingkat
perbedaan yang sangat kecil.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisa life cycle cost dari
sisi Pengelola Jalan (user cost). hal ini akan sangat bermanfaat bagi
pemerintah selaku pengelola jalan di Provinsi Lampung.
2. Diharapkan Pada penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan
data hasil pengujian alat FWD (Falling Weight Deflectometer).
3. Penelitian lanjutan berupa tinjauan langsung kerusakan jalan di lapangan
dianggap perlu untuk dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
tingkat perbandingan prediksi kerusakan jalan secara teoritis dan secara
real dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA
. 1983, Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan
Alat Benkelman Beam No. 01/MN/B/1983, Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta. 34 hlm.
. 1987, Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta. 34 hlm.
. 2002, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt
T-01-2002-B, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 37 hlm
. 2005, Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan
Lendutan Dengan Metode Pd T-05-2005-B, Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta. 30 hlm
. 2006. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2006 Tentang
Jalan, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. 92 hlm.
. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
02/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Pemeliharaan Jalan Tol dan Jalan
Penghubung. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta. 28 hlm.
. 2009. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.
203 hlm.
. 2011, Pedoman Desain Perkerasan Lentur No.
002/P/BM/2011, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 42 hlm.
. 2011, Cara Uji Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat
Benkelman Beam, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 37 hlm.
. 2011, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan, pemerintah republik indonesia, jakarta. 64 hlm.
. 2013, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02/M/BM/2013, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 109 hlm
. 2013. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung. 60 hlm.
. BI. Rate. Bank Indonesia. 15 Oktober 2015. di akses pada
10 januari 2016 http://www.bi.go.id/id/moneter/bi-rate/data/Default.aspx
. 2014. Perencanaan Teknis Jalan Full Desain dan overlay
Ruas Jalan Batas Kota Metro – Gedong Dalam. Core Team Wilayah I
Satker P2JN Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Guntoro, Dwi. 2014, Pengaruh Variasi Lintas Ekivalen Rencana Perkerasan
Bertahap Studi Kasus Ruas Jalan Tegineneng–Gunung Sugih, Universitas
Lampung, Lampung.
Kamagi, Grace Pricillia. 2013, Analisa Life Cycle Cost Pada Pembangunan
Gedung. Sipil statik, 8, 549-556.
Kusuma, Dwi. 2014. Mengenal Konstruksi Lapisan Aspal. Dipetik 11 januari
2016, dari Kusuma online https://dwikusumadpu.wordpress.Com/2014/02/
09/mengenal-konstruksi-lapisan-aspal.
Miswandi, Rustam. 2009, Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Perkerasan Lentur, USU, Medan.
Paterson, W. D. O.1987. Road Deterioration and Maintenance Effects: Models
for Planning and Management. The Johns Hopkins University Press. 454
hlm.
Putri, Vidya Anissah. 2016. Identifikasi Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur
(Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung). Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 101 hlm.
Sinh kumares C, dkk. 2005. Life Cycle Cost Analysis For Indot Pavement Design,
Procedures Purdue University West Lafayette, Indiana. 263 hlm.
Sukirman, Silvia. 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung. 239 hlm.