Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi...
Transcript of Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi...
Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi LintasBudaya, dan Budaya Organisasi Terhadap Kompetensi Negosiasi
Berbasis PSA (Problem Solving Approach)Studi pada PT Prudential (Semarang)
Disusun Oleh: Fadillah Aziati (C2A007047)Pembimbing : Dr. Suharnomo, SE, M.Si.
ABSTRACT
Many company are shifting their focus away from individual transactions
toward developing long-term, mutually supportive relationship with their customers.
Negotiation is an important part of relationship development, but salespeople’s
negotiating styles are influenced by culture and ability to adapt to culture of specific
markets and specific customers. The purpose this research is to examine and analyze
the influence of national culture, organizational culture, and intercultural
communication competence on negotiation based on PSA (Problem Solving
Approach).
Data collected through distribution of questionnaires and it is implemented to
PT Prudential Semarang in sampling 75 employee. Analysis of data in this research
using the help of SPSS version 17. A sampling technique uses a census method and
data test technique is used within the research includes validity test by factor analysis,
reliability test with Cranach. Classic assumption test and double linear regression
analysis, on verify and to prove the research hypothesis.
The result indicates that national culture have a positive influence toward
negotiating based on problem solving approach (PSA) organizational culture have a
positive influence on negotiating based on problem solving approach (PSA) and
intercultural communication competence (ICC) have positive influence on
negotiating based on problem solving approach (PSA).
1. PendahuluanOrganisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitikberatkan pada
sumber daya manusia (human resource) guna menjalankan fungsinya dengan
optimal, khususnya menghadapi dinamika perubahan lingkungan yang terjadi.
Budaya bertindak sebagai sumber eksternal yang mempengaruhi perilaku
karyawan pada kepribadian sehari-harinya yang akibatnya mempengaruhi perilaku
setiap orang dalam organisasi, karena setiap orang membawa sepotong dunia luar ke
tempat kerja. Secara keseluruhan, dampak budaya masing-masing individu
menciptakan perubahan dalam budaya dari organisasi itu sendiri. (Trace and Bayer
dalam Keyong, 2010)
Pada sebagian besar organisasipun telah mengalami perubahan dalam
komposisi tenaga kerja, yaitu pada aspek karakteristik individu dan keberagaman
budaya. Untuk alasan tersebutlah individu-individu dimasa mendatang akan bekerja
pada dalam tim dengan orang-orang berlatarbelakang yang beragam.
Dalam prakteknya, sebagian besar perusahaan mengandalkan tenaga penjual
sebagai konektor utama untuk hubungan implementasi antara perusahaan dan
pelanggan yang berasal dari budaya lain. Demikian perusahaan yang bergerak dalam
bisnis lintas-nasional harus peduli dengan isu-isu lintas budaya, khususnya pada saat
negosiasi penjualan.
Kemampuan tenaga penjualan untuk mengembangkan hubungan pelanggan
dalam konteks lintas budaya merupakan hal yang penting. Pada proses penjualan,
tenaga penjual berperan sebagai negosiator. Oleh karena itu tenaga penjual
membutuhkan keterampilan bernegosiasi di dalam dirinya bila perusahaan ingin
mempertahankan hubungan dengan para pelanggannya, meningkatkan penjualan,
serta pertumbuhan laba.
Penjualan dalam konteks internasional sering melibatkan lebih situasi yang
kompleks dan halus dapat mempercepat luasnya pengetahuan negosiator.
Pengetahuan negosiator dibutuhkan dalam persiapan untuk pertemuan bisnis dan
menyadari bahwa siklus penjualan internasional akan ditangani secara berbeda di
negara lain. Pada akhirnya perusahaan akan menempatkan nilai tambah pada
negosiator yang yelah berpengalaman dalam proses negosiasi dengan orang yang
berasal dari negara lain.
Perbedaan buadaya antar negosiator, terletak pada karakter formal dan informal
negosiator, pentingnya alat komunikasi sebagai alat tukar informasi. Sejumlah
penelitian menyadari pentingnya dampak budaya pada negosiasi bisnis international
melalui kontribusi yang relevan belum mencukupi. Konsep kesamaan budaya saat ini
sedang mengambil posisi yang jauh lebih dibenarkan dalam pemasaran internasional
dan praktik negosiasi oleh para tenaga penjual yang berhubungan dengan pelanggan
asing dan telah professional.
Penelitian ini mencoba untuk memperluas pemahaman kita mengenai konteks
negosiasi dalam konteks budaya. Negosiasi merupakan orientasi pendekatan individu
dengan tujuan merubah perilaku dan cara pandang mitra kita agar kita mendapatakan
keuntungan (Vida, 1999). Agar mencapai tujuan, negosiasi menggunakan cara yang
cenderung mengancam sehingga menimbulkan konflik dengan mitra kita (Perdue,
1992). Menurut pendapat lain, negosiasi bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan
mitra kita dan mengadaptasi karakter mitra kita secara korporatif dengan pertukaran
informasi (Graham, 1994). Win-win solution merupakan jalan keluar dari negosiasi
(Georing, 1997). Berdasar pada deskripsi tersebut mengenai negosiasi tersebut, maka
dalam peneliatian ini akan menguji pengaruh budaya nasional yaitu high context dan
low context, kompetensi komunikasi lintas budaya, dan budaya organisasi yaitu
budaya birokrasi dan budaya mendukung terhadap kompetensi negosiasi berbasis
PSA (Problem Solving Approach).
Berdasarkan penjabaran diatas, hasil pustaka (Vida, 1999) dan (Perdue, 1992)
bahwa negosiasi adalah hal yang bersifat mengancam sehingga menimbulkan konflik
agar kita mendapatkan keuntungan. Disisi lain menurut pendapat (Graham, 1994) dan
(Georing, 1997) memiliki pendapat yang berbeda, mereka berpendapat bahwa
negosiasi itu bersifat korporatif dengan bertukaran informasi yang bersifat win-win
solution.
2. Telaah Teori
2.1 Budaya Nasional (High Context dan Low Context)
Dalam bangsa yang telah ada selama beberapa waktu ada kekuatan yang kuat
terhadap intergrasi secara berkelanjutan. Hal ini bisa dalam bentuk bahasa nasional
yang dominan, media massa umum, sistem pendidikan nasional, tentara nasional,
sistem politik nasional, representatif nasional di acara olahraga dengan simbolis yang
kuat dan tata cara berkomunikasi yang mengikutsertakan perasaan secara emosional.
Tata cara berkomunikasi yang berjalan di berbagai budaya merupakan isu yang
penting untuk memiliki relevansi khusus dalam hal negosiasi. (Hall, 1976).
Perbedaan antara budaya high context dan low context terletak dalam jumlah
informasi yang diutarakan seorang individu yang diungkapkan dalam komunikasi
yang tepat dan akurat. Adanya perbedaan dalam ekspresi verbal dan non verbal dalam
budaya dan berbicara mengenai sejauh mana komunikasi yang terbentuk dari kata-
kata dalam konteks dimana ornag tersebut bicara melalui kata-kata tersebut.
Dalam budaya high context, komunikasi sangat bergantung pada orang dan
situasi. Banyak hal yang seharusnya dikomunikasikan tetapi tidak dikatakan. Dapat
membaca tanda-tanda non verbal dan bahasa tubuh merupakan hal yang krusial.
Ambiguitas dan kepekaan adalah hal yang sangat benilai dan diharapkan. Maka kita
tidak seharusnya langsung berkata secara langsung karena akan menciptakan rasa
malu dan ketidaknyamanan.
Dalam budaya low context, komunikasi merupakan sesuatu hal yang harus
dilakukan secara jelas dan langsung tepat sasaran. Setiap orang harus memahami
pesan dan memiliki akses yang sama terhadap informasi. (Susan C. Scheineider and
Jean-Louis Barsoux, 1997)
2.2 Budaya Organisasi
Kultur organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.
Sistem makna ini, ketika dicermati secara lebih sesksama, adalah sekumpulan
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Banyak fitur yang mendefinisikan hal tersebut sebagai pekerjaan baik, stabil,
promosi internal, dan interpersonal, prosedur aturan yang terikat merupakan
karekteristik organisasi birokrasi. Pada era modern saat ini, teori mengenai birokrasi
merupakan ciri bahwa karyawan merupakan investasi dan hasil secara otomatis dari
karakteristik prosedur perusahaan yang besar, tetapi ketika jarak diantara poin
keputusan dan operasional meningkat maka koordinasi sangat dibutuhkan dalam
menjalankan perusahaan. Evolusi mengenai proses birokrasi mempengaruhi
pandangan bahwa peraturan yang penuh dengan perhitungan dan mekanisme karir
dapat dikontrol di tempat yang berbeda.
Budaya yang mendukung menunjukkan adanya pemberdayaan, inovatif,
korporasi, dan kondisi yang adaptif. Anggiota mengenali, menerima, dan
mempromosikan sebuah kewajiban dan adanya saling keterkaitan yang melebihi
antara pekerja dengan gaji. Sistem control manajerial didasarkan pada proses
sosialisasi, keterkaitan, dan internalisasi norma-norma yang mengarah pada
komitmen timbal balik yang didasarkan pada kepentingan bersama.
2.3 Kompetensi Komunikasi Antar Budaya
Beberapa pengamat merekomendasikan agar adanya penelitian tambahan
mengenai karakteristik individu yang mempengaruhi negosiasi lintas
budaya(misalnya Vida 1999; Madoxx 1993), termasuk keterbukaan dan kepekaan
terhadap orang lain, kompetensi budaya, kemampuan berhubungan dengan orang
lain, dan memodifikasi perilaku sesuai situasi dan kondisi.
Hal-hal yang mempengaruhi negosiasi lintas budaya meningkatkan
kemampuan untuk menganalisis perilaku komunikasi dalam konteks nilai-nilai serta
kemampuan untuk menganalisis perilaku komunikasi dalam konteks nilai-nilai serta
kemampuan untuk menghasilkan dan bereaksi terhadap pesan komunikasi seolah-
olah negosiator tersebut berasal dari budaya lawan bicaranya. Oleh karena itu
kompetensi komunikasi antarbudaya merupakan hal yang penting. (Chaisrakeo and
Mark, 2004)
2.4 Kompetensi Negosiasi Berbasis PSA (Problem Solving Approach)
Pada jenis negosisi pemecahan masalah, tujuan negosiator adalah utuk
mengakomodasi kebtuhan mitra mereka dan sebagai preferensi dengan menyesuaikan
perilaku dari diri negosiator itu sendiri melalui korporasi, kebutuhan fokus, dan
orientasi bertukar informasi. Win win solution dihasilkan untuk memecahkan
masalah bagi kedua belah pihak. Menggunakan strategi ini dapat menyebabkan
keuntungan bersama.
PSA sebagaimana dibahas dalam banyak lieratur merupakan sebuah perilaku.
PSA ini timbul dan dipilih oleh para negosiator. PSA memberikan keuntungan pada
hasil hubungan yang kondusif jangka panjang dengan pihak lain. Walaupun
negosiator memiliki kerakteristik pribadi dalam dirinnya tetapi ketika negosiator itu
menjual maka ia akan menjadi agen representatif bagi perusahaan.
2.5 Pengembangan Hipotesis
Negosiator diharapkan mampu menjadi representatif perusahaan ketika
berunding dengan pihak lain, selain itu gaya penjual negosiasi dipengaruhi oleh
budaya dan kemampuan untuk beradaptasi dengan budaya dari lingkungan yang
khusus dan pelanggan yang khusus pula. Budaya dsini memiliki tiga tingkat yang
berbeda, nasional, organisasi, dan penjualan pengaruh individu.
Gambar 2.5Model Penelitian
Pada model penelitian diatas dugaan awal kesimpulan sementara hubungan
pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat sebelum dilakukan penelitian
dan harus dilakukan melalui penelitian. Dugaan tersebut diperkuat melalui teori/
jurnal yang mendasari dan hasil dari penelitian terdahulu.
H1 : Budaya nasional karyawan berpengaruh positif terhadap kompetensi
negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)
Kebanyakan dari tenaga penjual berpendapat bahwa pada kedua budaya yaitu
high context dan low context menekankan pada kebutuhan untuk perkembangan
Negosiasi berbasisPSA
Budaya Nasional : High-context Low-context
Budaya Organisasi : Bureaucraucratic Supportive
kompetensikomunikasi
lintas budaya
H1
H2
H3
hubungan dengan pembeli (Sunanta, 2004). Pada perkembangan lebih lanjut, strategi
negosiasi harus dengan ketulusan dari seorang penjual dan berorientasi pada
pelanggan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Maka banyak tenaga penjual
yang percaya bahwa kuatnya budaya nasional akan mempengaruhi strategi penawaran
khususnya pada pola psikologi antara para negosiator.
H2 : Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kompetensi negosiasi
berbasis PSA (Problem Solving Approach).
Studi Pemasaran melihat budaya organisasi sebagai indikator orientasi
pelanggan atau pengunaan PSA (Problem Solving Approach) dalam hubungan antara
pembeli-penjual berkembang (William dan Attaway, 1996 dalam Sunanta dan Mark,
2004). Organisasi birokrasi yang kurang efektif dan kurang beradaptasi, tidak efisien
dalam organisasi tersebut, dan mengakibatkan penjual menjadi agak terhambat dalam
orientasi pelanggan. Budaya organisasi mempengaruhi kegiatan anggota melalui
kegiatan anggota organisasi, kebijakan struktur, dan tujuan yang dirasakan oleh
anggota (Calantone et al 1998; Sweeney dan Hardker, 1994 dalam Sunanta, 2004).
Oleh karena itu budaya birokrasi dan budaya mendukung berdampak langsung pada
pola perilaku negosiasi.
H3 : Kompetensi komunikasi lintas budaya karyawan berpengaruh positif
terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)
Hubungan antara karekteristik individu kompetensi komunikasi antar budaya
dan gaya bernegosiasi terjadi pada saat wawancara yaitu mengeksplorasi secara
kualitatif dimana karakteristik dari tenaga penjual yang memiliki kemampuan yang
bagus berhububungan dengan latarbelakang orang yang berbeda (Santana, 2004).
Banyak tenaga penjual yang berpendapat bahwa kemampuan berbahasa
mengindikasikan bahwa orang tersebut merupakan tenaga penjual yang sukses.
Tenaga penjual juga harus menunjukkan budaya yang baik seperti berpandangan luas,
sabar, mudah berdiskusi, menghormati, antusias, memiliki keinginan untuk belajar,
fleksibel dalam berkomunikasi dan memiliki latar belakang pengalaman bekerja
dengan orang yang berbeda budaya.
3. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian, Pemilihan Populasi, sampel, dan Pengumpulan Data
Dari jenis penelitian yang digunakan dengan metode penelitian
eksplanatori yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-
variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang
lain (Sugiyono, 2007), yaitu bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan
empati terhadap kepuasan konsumen pada agen PT. Prudential Semarang. Penelitian
ini sebagian besar menggunakan data primer yang diperoleh di lapangan.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
yang dipersiapkan.
Populasi adalah gabungan dari seluruh element yang berbentuk peristiwa, hal,
atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang menjadi pusat perhatian seorang
peneliti (Ferdinand, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah agen
PT Prudential yang berada di kota Semarang. Sampel adalah sebagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002). Sampel
diambil berdasarkan random sampling (probability sampling), dengan teknik random
sampling. Besarnya populasi tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti
keseluruhan populasi. Maka untuk memudahkan penelitian, peneliti biasanya
mengambil sampel dari populasi untuk melakukan analisa dilakukan berdasarkan dari
hasil pernyataan responden pada masing-masing pertanyaan di setiap variabel.
PT Prudential Semarang memiliki 2 agensi, dengan jumlah keseluruhan
karyawan berjumlah 92 karyawan. Besarnya sampel yang diambil untuk analisis
berdasarkan rumus Slovin adalah sebagai berikut:
n 74,79 responden
Sebagian besar responden yang diambil berasal dari tenaga penjual yang sering
melakukan negosiasi terhadap pelanggan PT. Prudential. Menurut Husein Umar
(1996), analisa dilakukan dengan menggunakan nilai indeks yaitu dengan
menentukan nilai besarnya kelas sebagai berikut :
Nilai maksimum : 5
Nilai minimum : 1
Rentang skala : 1-5
Kategori:
1. 1.0 – 1.80 = sangat rendah/ sangat buruk
2. 1.81 – 2.60 = rendah/ buruk
3. 2.61 – 3.40 = sedang/ cukup
4. 3.41 – 4.20 = baik/ tinggi
5. 4.21 – 5.00 = sangat baik/ sangat tinggi
3.2 Metode Analisis Data
3.2.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali,
2005). Dalam hal ini digunakan beberapa butir pertanyaan yang dapat secara tepat
mengungkapkan variabel yang diukur tersebut.
3.2.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel
atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara
one shot atau pengukuran sekali saja dengan alat bantu SPSS uji statistik Cronbach
Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai
Cronbach Alpha > 0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2005).
3.2.3 Uji Asumsi Klasik
Untuk meyakinkan bahwa persamaan garis regresi yang diperoleh adalah linier dan
dapat dipergunakan (valid) untuk mencari peramalan, maka akan dilakukan pengujian
asumsi multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas.
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila terjadi
korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas (Ghozali, 2005). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heteroskedstisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2005).
3. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, kedua
variabel (bebas maupun terikat) mempunyai distribusi normal atau setidaknya
mendekati normal (Ghozali, 2005). Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan
melihat histogram dari residualnya.
3.2.4 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
bebas yaitu: budaya nasional (X1), budaya organisasi (X2), dan kompetensi
komunikasi lintas budaya (X3) terhadap variabel terikatnya yaitu kempentensi
negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) (Y). Persamaan regresi linier
berganda adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005):
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e
Dimana:
Y = Variabel dependen kompentensi negosiasi berbasis PSA (Problem
Solving Approach)
a = Konstanta
b1, b2, b3 = Koefisien garis regresi
X1, X2, X3 =Variabel independen (budaya nasional, budaya organisasi , dan
kompetensi komunikasi lintas budaya)
e = error / variabel pengganggu
3.2.5 Pengujian Hipotesis
1. Uji Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F )
Dalam penelitian ini, uji F digunakan untuk mengetahui tingkat siginifikansi
pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2005).
2. Analisis Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel terikat (Ghozali, 2005). Nilai Koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel bebas (budaya nasional, budaya organisasi , dan kompetensi
komunikasi lintas budaya) dalam menjelaskan variasi variabel terikat (kompentensi
negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)) amat terbatas. Begitu pula
sebaliknya, nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel trikat.
3. Uji Signifikasi Pengaruh Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel X dan Y,
apakah variabel X1, X2, dan X3 (budaya nasional, budaya organisasi , dan
kompetensi komunikasi lintas budaya) benar-benar berpengaruh terhadap variabel Y
(kompentensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)) secara terpisah
atau parsial (Ghozali, 2005).
4. Analisis Data
4.1 Uji Kualitas Data
4.1.1 Uji Validitas
Hasil uji validitas selengkapnya dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Validitas
No Variabel/Indikator r hitung r table Keterangan
Budaya nasional
1 X11 0.732 0.185 Valid
2 X12 0.779 0.185 Valid
3 X13 0.876 0.185 Valid
4 X14 0.885 0.185 Valid
5 X15 0.895 0.185 Valid
6 X16 0.817 0.185 Valid
7 X17 0.863 0.185 Valid
8 X18 0.944 0.185 Valid
Budaya Organisasi
1 X21 0.794 0.185 Valid
2 X22 0.808 0.185 Valid
3 X23 0.780 0.185 Valid
4 X24 0.703 0.185 Valid
5 X25 0.697 0.185 Valid
6 X26 0.921 0.185 Valid
Kompetensi Negosiasi
Lintas Budaya
X31 0.782 0.185 Valid
X32 0.847 0.185 Valid
X33 0.788 0.185 Valid
X34 0.928 0.185 Valid
X35 0.872 0.185 Valid
X36 0.936 0.185 Valid
Kompetensi Negosiasi
Berbasis PSA
Y1 0.770 0.185 Valid
Y2 0.856 0.185 Valid
Y3 0.904 0.185 Valid
Y4 0.731 0.185 Valid
Y5 0.768 0.185 Valid
Y6 0.810 0.185 Valid
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011
Dari hasil uji validitas memperlihatkan nilai r hitung setiap indikator variabel
budaya nasional, budaya organisasi, kompetensi komunikasi antar budaya, dan
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) lebih besar
dibandingkan nilai r tabel. Dengan demikian indikator atau kuesioner yang digunakan
oleh masing-masing variabel budaya nasional, kompetensi komunikasi antar budaya,
budaya organiasi dan kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach) dinyatakan valid untuk digunakan sebagai alat ukur variabel.
4.1.2 Pengujian Reliabilitas
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach
Alpha >0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2005)
Tabel 4.2
Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel Alpha Keterangan
Budaya Nasional
Budaya Organiasi
0.945
0.874
Realibel
Realibel
Kompetensi Negosiasi
Antar Budaya
Kompetensi Negosiasi
Berbasis PSA
0.945
0.6286
Realibel
Realibel
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai
koefisien Alpha yang cukup besar yaitu diatas 0,60 sehingga dapat dikatakan semua
konsep pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel sehingga
untuk selanjutnya item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut layak
digunakan sebagai alat ukur.
4.2 Uji Asumsi Klasik
4.2.1 Uji Multikolinieritas
Nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai toleransinya di atas 0,1 atau 10 % maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terjadi multikolinieritas
(Ghozali, 2005).
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolineritas
No Variabel Bebas Nilai
Tolerance
Nilai VIF
1
2
3
Budaya Nasional (X1)
Budaya Organisasi (X2)
Kompetensi Negosiasi
Antar Budaya (X3)
0.626
0.555
0.650
1.598
1.803
1,538
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
Dari tabel 4.12 tersebut menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel bebas
dalam penelitian ini lebih kecil dari 10 sedangkan nilai toleransi semua variabel bebas
lebih dari 10 % yang berarti tidak terjadi korelasi antar variabel bebas yang nilainya
lebih dari 90 %, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala
multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi.
4.2.2 Uji Heterokedastisitas
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk
mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat digunakan metode grafik
Scatterplot yang dihasilkan dari output program SPSS versi 17, Apabila pada gambar
menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka hal ini dapat disimpulkan tidak
terjadi adanya heterokedastisitas pada model regresi (Ghozali, 2005).
Gambar 4.1
Hasil Pengujian Heterokedastisitas
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011
Dari grafik tersebut terlihat titik-titik yang menyebar secara acak, tidak
membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di
bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, hal ini berarti tidak terjadi penyimpangan asumsi
klasik heterokedastisitas pada model regresi yang dibuat, dengan kata lain menerima
hipotesis homoskedastisitas.
4.2.3 Uji Normalitas
Persyaratan dari uji normalitas adalah jika data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
Gambar 4.2
Hasil Pengujian Normalitas
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011
Dari gambar tersebut didapatkan hasil bahwa semua data berdistribusi secara
normal, sebaran data berada disekitar garis diagonal.
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Uji F ( Pengujian hipotesis secara simultan)
Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama diuji dengan
menggunakan uji F. Hasil perhitungan regresi secara simultan diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 4.4
Hasil analisis regresi secara simultan
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 17.633 3 5.878 25.011 .000a
Residual 16.450 70 .235
Total 34.083 73
a. Predictors: (Constant), AVGx1, AVGx1, AVGx2
b. Dependent Variable: AVGy1
Sumber: Lampiran output SPSS
Pengujian pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel
terikatnya dilakukan dengan menggunakan uji F. Hasil perhitungan statistik
menunjukkan nilai F hitung = 25,011. Dengan menggunakan batas signifikansi 0,05,
maka diperoleh nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
hipotesis yang menyatakan bahwa secara simultan variabel budaya nasional, budaya
organisasi, kompetensi komunikasi antar budaya mempunyai pengaruh terhadap
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach).
4.3.2 Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya variasi
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Dengan kata
lain, koefisien determinasi ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh variabel-
variabel bebas dalam menerangkan variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi
ditentukan dengan nilai adjusted R square sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.15:
Tabel 4.5
Koefisien determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .719a .517 .497 .485
a. Predictors: (Constant), AVGx1, AVGx1, AVGx2
b. Dependent Variable: AVGy1
Sumber: Data Primer yang diolah 2010
Hasil perhitungan regresi dapat diketahui bahwa koefisien determinasi
(adjusted R2) yang diperoleh sebesar 0,49. Hal ini berarti 49% variasi variabel
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) dapat dijelaskan
oleh variabel budaya nasional, budaya organisasi, dan kompetensi komunikasi antar
budaya sedangkan sisanya sebesar 51% diterangkan oleh variabel lain yang tidak
diajukan dalam penelitian ini.
4.3.3 Uji t ( Uji Hipotesis Secara Parsial )
Hipotesis 1, 2 dan 3 dalam penelitian ini diuji kebenarannya dengan
menggunakan uji parsial. Pengujian dilakukan dengan melihat taraf signifikansi (p-
value), jika taraf signifikansi yang dihasilkan dari perhitungan di bawah 0,05 maka
hipotesis diterima, sebaliknya jika taraf signifikansi hasil hitung lebih besar dari 0,05
maka hipotesis ditolak.
Tabel 4.6
Hasil Uji t Secara Parsial
Variabel Bebas t hitung Sig. t
Budaya Nasional
Budaya Organisasi
Kompetensi Komunikasi
Antar Budaya
2.924
2.564
2.620
0.005
0.012
0.011
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011
1. Uji Hipotesis 1 (H1 )
Perumusan hipotesis:
Ho : βi = 0 tidak ada pengaruh positif antara budaya nasional dengan
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach).
Ha : βi > 0 terdapat pengaruh positif antara budaya nasional dengan kompetensi
negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach.)
Dari tabel 4.15 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis budaya nasional
menunjukkan nilai t hitung sebesar 2.924 dengan taraf signifikansi 0,005. Taraf
signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa hipotesis dalam
penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha. Dengan demikian dapat berarti bahwa
hipotesis H1 “Budaya Nasional pengaruh positif dengan Kompetensi Negosiasi
Berbasis PSA (Problem Solving Approach)“ diterima.
2. Uji Hipotesis 2 ( H2 )
Perumusan hipotesis:
Ho : βi = 0 tidak ada pengaruh positif antara budaya organisasi dengan
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach).
Ha : βi > 0 terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi dengan
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach).
Dari tabel 4.15 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis budaya organisasi
menunjukkan nilai t hitung sebesar 2.564 dengan taraf signifikansi 0.012. Taraf
signifikansi hasil sebesar 0.012 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa
hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho. Dengan demikian dapat
berarti bahwa hipotesis H2 “Budaya organisasi berpengaruh positif dengan
kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) “ diterima.
3. Uji Hipotesis 3 (H3 )
Perumusan hipotesis:
Ho : βi = 0 tidak ada pengaruh positif kompetensi komunikasi lintas budaya
dengan kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach).
Ha : βi > 0 terdapat pengaruh positif kompetensi komunikasi lintas budaya
dengan kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach).
Dari tabel 4.14 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis kompetensi komunikasi
antar budaya menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,620 dengan taraf signifikansi 0,011.
Taraf signifikansi hitung sebesar 0,011 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti
bahwa hipotesis dalam penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha. Dengan
demikian berarti bahwa hipotesis H3 “Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya
berpengaruh positif dengan Kompetensi Negosiasi Berbasis PSA (Problem Solving
Approach)“ diterima.
5. Kesimpulan, Saran, dan Keterbatasan
5.1 Kesimpulan
Dari data primer yang diperoleh dari penyebaran kuesioner maka dilakukan
pengujian reliabilitas untuk mengetahui bahwa jawaban responden terhadap
pernyataan konsisten dari waktu ke waktu. Dan dilakukan pengujian validitas untuk
mengukur sah tidaknya suatu kuesioner.
Hasil dari uji reliabilitas dan validitas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan
dalam setiap variabel reliabel dan valid. Dalam uji asumsi klasik yang meliputi uji
multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas menunjukkan bahwa
dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas dan tidak
terjadi heteroskedastisitas serta memiliki distribusi normal.
Dari pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara budaya
nasional (high context culture) terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA
(Problem Solving Approach). Pengujian membuktikan bahwa budaya nasional
(high context culture) berpengaruh positif terhadap kompetensi negosiasi
berbasis PSA (Problem Solving Approach). Dilihat dari perhitungan yang telah
dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,307 dan nilai t hitung sebesar 2.964
dengan taraf signifikansi hasil sebesar 0,005 tersebut lebih kecil dari 0.05, yang
berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho.
2. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara budaya
organisasi terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach). Pengujian membuktikan bahwa budaya organisasi berbengaruh
positif terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach). Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai
koefisien sebesar 0.286 dan nilai t hitung sebesar 2.564 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,012 tersebut lebih kecil dari 0,05 dengan demikian Ha diterima dan Ho
ditolak.
3. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara
kompetensi komunikasi antar budaya terhadap kompetensi negosiasi berbasis
PSA (Problem Solving Approach). Pengujian membuktikan bahwa kompetensi
komunikasi antar budaya berpengaruh positif terhadap kompetensi negosiasi
berbasis PSA (Problem Solving Approach). Dilihat dari perhitungan yang telah
dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,270 dan nilai t hitung 2,620 dengan
taraf signifikansi hitung sebesar 0,011 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti
bahwa hipotesis dalam penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha.
4. Budaya nasional memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap kompetensi
negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) pada PT. Prudential.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan maka saran yang dapat diberikan
dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagi Perusahaan
Hendaknya perusahaan dalam meningkatkan kompetensi negosiasi berbasis PSA
(Problem Solving Approach) lebih menitikberatkan pada budaya nasional karyawan,
dilihat dari kuesioner yang telah diisi oleh karyawan PT Prudential tersebut diperoleh
data bahwa karyawan memiliki budaya nasional yang tinggi yang dicerminkan pada
saat mereka bernegosiasi, sehingga dengan perusahaan dapat menanamkan
kompetensi dalam bernegosiasi dengan menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada
karyawanya
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil Uji R2 menunjukkan masih ada variabel-variabel lain yang harus diperhatikan
dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian lebih lanjut, hendaknya menambah variabel
lain yang dapat mempengaruhi kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving
Approach), karena dengan semakin baik kompetensi negosiasi dari karyawan maka
akan berpengaruh baik juga bagi perusahaan.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang berasal dari variabel kompetensi negosiasi berbasis PSA
(Problem Solving Approach). Dalam hal ini kompetensi negosiasi berbasis PSA
(Problem Solving Approach) diperoleh dari hasil jawaban responden atau sangat
bersifat subyektif. Dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel saja dalam
meneliti kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) karyawan,
sehingga hanya mampu menjelaskan 49% variasi kompetensi negosiasi berbasis PSA
(Problem Solving Approach) .
DAFTAR PUSTAKA
Beamer, L. 1992. Learning Intercultural Communication Competency, “Journal ofBusiness Communication”, Vol. 29 No. 3, pp. 285-289.
Chaisrakeo, Sunanta and Mark Speece. 2004. Culture, Intercultutal CommunicationCompetence, and Sales Negotiation: a Qualitative Approach,“ Journal ofBisiness and Industrial Marketing”, Vol.19, No. 4, h. 267-282.
Debabi, Mohsen. 2009. Contribution of Cultural Similarity to Foreign ProductNegotiation. “Cross Cultural Managemnet: An International Journal”,Vol.17, h. 427-437.
Dong, Kenyong and Ying Liu. 2010. “Cross Cultural Management in China.” AnInternational Journal. Vol.17, No. 3, h. 223-243.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi 2. Semarang:Universitas Diponegoro.
Forst, Peter J., Walter R. Nord, and Linda A. Krefting. 2002. Reality PuttingCompetence in Context, New Jersey: Pearson Education.
Frits. 2002. “Culture Determinant of Bussines Success : Theoritical and PraticalAnalysis”, Jurnal Prasetya Mulya, Vol. 12 No. 3, pp 24- 40.
Georing, E. 1997. Intergration versus distribution in contaxt negosiations: aninteraction analysis of strategy use, “The Journal Of BusinessCommunication”, Vol 34 No4, pp.384-400.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:BP Universitas Diponegoro. Semarang.
Graham, J., Mintu, A. and Rodgers, W. (1994), Explorations of negotiation behaviorsin ten foreign cultures using a model developed in United States,“Management Science”, Vol. 40, pp. 72-95.
Hall, E.T. 1976. Beyond Cuture, New York City: Anchor Press/ Double Day Garden
Harris, C. Lloyd. 1998. Cultural Domination: The Key to Market Oriented,“European Journal of Marketing”, Vol. 32, No. 3/4, h.354-373.
Hofstede, Greet and Gert Jan Hofstede. 2005. Culture and Organization: Software ofthe Mind, USA: Mc Graw-Hill books.
Koentjaningrat. 1980. Sejarah Ilmu Antropologi I. Jakarta: Aksara.
Lloyd, Shannon. 2010. Intercultural Competencies for culturally diverse. “Journal ofManagerisl Psychology”, Vol. 25, No. 8, h.845-875.
Mas’ud, Fuad. 2002. Mitos 40 Manajemen Sumber Daya Manusia. Semarang:Universitas Diponegoro
Perdue, B. 1992. Ten aggressive tactics in industrial buying, “Journal of Business andindustrial Marketing”, Vol 7 No. 2 pp. 45-52.
Robbins, Stephen P. 2005. Perilaku organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PTIndeks Kelompok GRAMEDIA
Schein, Edgar H. 2001. Organization Culture and Leadership, San Fransisco: JossesBass
Schneider, Susan C. and Jean Louis Barsoux. 1997. Managing Across Culture, GreatBritain: Prentice Hall Europe.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methode For Business: Metodologi Penelitian Untukbisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Soemardjan, Selo. 2000. Menuju Tata Indonesia Baru. Jakarta: Gramedia.
Sugiyono. 2004. Metode Penetlitian Bisnis, Bandung: Alfabeta. CV.
Supranto, J. 2001. Statistik: Teori dan Aplikasi. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Vida, I .1999. Cultural value orientation and buyer-seller interaction: an organizingframework, “International Journal of Commerce & Management”, Vol 9No3, pp 66-77.
Zakaria, N. 2000. “The Effect of Cross-Cultural Training on The AcculturationProcess of The Global Workforce, “International Journal of Manpower”, Vol.21 No. 6 pp 452-510.