Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi...

28
Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya, dan Budaya Organisasi Terhadap Kompetensi Negosiasi Berbasis PSA (Problem Solving Approach) Studi pada PT Prudential (Semarang) Disusun Oleh: Fadillah Aziati (C2A007047) Pembimbing : Dr. Suharnomo, SE, M.Si. ABSTRACT Many company are shifting their focus away from individual transactions toward developing long-term, mutually supportive relationship with their customers. Negotiation is an important part of relationship development, but salespeople’s negotiating styles are influenced by culture and ability to adapt to culture of specific markets and specific customers. The purpose this research is to examine and analyze the influence of national culture, organizational culture, and intercultural communication competence on negotiation based on PSA (Problem Solving Approach). Data collected through distribution of questionnaires and it is implemented to PT Prudential Semarang in sampling 75 employee. Analysis of data in this research using the help of SPSS version 17. A sampling technique uses a census method and data test technique is used within the research includes validity test by factor analysis, reliability test with Cranach. Classic assumption test and double linear regression analysis, on verify and to prove the research hypothesis. The result indicates that national culture have a positive influence toward negotiating based on problem solving approach (PSA) organizational culture have a positive influence on negotiating based on problem solving approach (PSA) and intercultural communication competence (ICC) have positive influence on negotiating based on problem solving approach (PSA).

Transcript of Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi...

Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi LintasBudaya, dan Budaya Organisasi Terhadap Kompetensi Negosiasi

Berbasis PSA (Problem Solving Approach)Studi pada PT Prudential (Semarang)

Disusun Oleh: Fadillah Aziati (C2A007047)Pembimbing : Dr. Suharnomo, SE, M.Si.

ABSTRACT

Many company are shifting their focus away from individual transactions

toward developing long-term, mutually supportive relationship with their customers.

Negotiation is an important part of relationship development, but salespeople’s

negotiating styles are influenced by culture and ability to adapt to culture of specific

markets and specific customers. The purpose this research is to examine and analyze

the influence of national culture, organizational culture, and intercultural

communication competence on negotiation based on PSA (Problem Solving

Approach).

Data collected through distribution of questionnaires and it is implemented to

PT Prudential Semarang in sampling 75 employee. Analysis of data in this research

using the help of SPSS version 17. A sampling technique uses a census method and

data test technique is used within the research includes validity test by factor analysis,

reliability test with Cranach. Classic assumption test and double linear regression

analysis, on verify and to prove the research hypothesis.

The result indicates that national culture have a positive influence toward

negotiating based on problem solving approach (PSA) organizational culture have a

positive influence on negotiating based on problem solving approach (PSA) and

intercultural communication competence (ICC) have positive influence on

negotiating based on problem solving approach (PSA).

1. PendahuluanOrganisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitikberatkan pada

sumber daya manusia (human resource) guna menjalankan fungsinya dengan

optimal, khususnya menghadapi dinamika perubahan lingkungan yang terjadi.

Budaya bertindak sebagai sumber eksternal yang mempengaruhi perilaku

karyawan pada kepribadian sehari-harinya yang akibatnya mempengaruhi perilaku

setiap orang dalam organisasi, karena setiap orang membawa sepotong dunia luar ke

tempat kerja. Secara keseluruhan, dampak budaya masing-masing individu

menciptakan perubahan dalam budaya dari organisasi itu sendiri. (Trace and Bayer

dalam Keyong, 2010)

Pada sebagian besar organisasipun telah mengalami perubahan dalam

komposisi tenaga kerja, yaitu pada aspek karakteristik individu dan keberagaman

budaya. Untuk alasan tersebutlah individu-individu dimasa mendatang akan bekerja

pada dalam tim dengan orang-orang berlatarbelakang yang beragam.

Dalam prakteknya, sebagian besar perusahaan mengandalkan tenaga penjual

sebagai konektor utama untuk hubungan implementasi antara perusahaan dan

pelanggan yang berasal dari budaya lain. Demikian perusahaan yang bergerak dalam

bisnis lintas-nasional harus peduli dengan isu-isu lintas budaya, khususnya pada saat

negosiasi penjualan.

Kemampuan tenaga penjualan untuk mengembangkan hubungan pelanggan

dalam konteks lintas budaya merupakan hal yang penting. Pada proses penjualan,

tenaga penjual berperan sebagai negosiator. Oleh karena itu tenaga penjual

membutuhkan keterampilan bernegosiasi di dalam dirinya bila perusahaan ingin

mempertahankan hubungan dengan para pelanggannya, meningkatkan penjualan,

serta pertumbuhan laba.

Penjualan dalam konteks internasional sering melibatkan lebih situasi yang

kompleks dan halus dapat mempercepat luasnya pengetahuan negosiator.

Pengetahuan negosiator dibutuhkan dalam persiapan untuk pertemuan bisnis dan

menyadari bahwa siklus penjualan internasional akan ditangani secara berbeda di

negara lain. Pada akhirnya perusahaan akan menempatkan nilai tambah pada

negosiator yang yelah berpengalaman dalam proses negosiasi dengan orang yang

berasal dari negara lain.

Perbedaan buadaya antar negosiator, terletak pada karakter formal dan informal

negosiator, pentingnya alat komunikasi sebagai alat tukar informasi. Sejumlah

penelitian menyadari pentingnya dampak budaya pada negosiasi bisnis international

melalui kontribusi yang relevan belum mencukupi. Konsep kesamaan budaya saat ini

sedang mengambil posisi yang jauh lebih dibenarkan dalam pemasaran internasional

dan praktik negosiasi oleh para tenaga penjual yang berhubungan dengan pelanggan

asing dan telah professional.

Penelitian ini mencoba untuk memperluas pemahaman kita mengenai konteks

negosiasi dalam konteks budaya. Negosiasi merupakan orientasi pendekatan individu

dengan tujuan merubah perilaku dan cara pandang mitra kita agar kita mendapatakan

keuntungan (Vida, 1999). Agar mencapai tujuan, negosiasi menggunakan cara yang

cenderung mengancam sehingga menimbulkan konflik dengan mitra kita (Perdue,

1992). Menurut pendapat lain, negosiasi bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan

mitra kita dan mengadaptasi karakter mitra kita secara korporatif dengan pertukaran

informasi (Graham, 1994). Win-win solution merupakan jalan keluar dari negosiasi

(Georing, 1997). Berdasar pada deskripsi tersebut mengenai negosiasi tersebut, maka

dalam peneliatian ini akan menguji pengaruh budaya nasional yaitu high context dan

low context, kompetensi komunikasi lintas budaya, dan budaya organisasi yaitu

budaya birokrasi dan budaya mendukung terhadap kompetensi negosiasi berbasis

PSA (Problem Solving Approach).

Berdasarkan penjabaran diatas, hasil pustaka (Vida, 1999) dan (Perdue, 1992)

bahwa negosiasi adalah hal yang bersifat mengancam sehingga menimbulkan konflik

agar kita mendapatkan keuntungan. Disisi lain menurut pendapat (Graham, 1994) dan

(Georing, 1997) memiliki pendapat yang berbeda, mereka berpendapat bahwa

negosiasi itu bersifat korporatif dengan bertukaran informasi yang bersifat win-win

solution.

2. Telaah Teori

2.1 Budaya Nasional (High Context dan Low Context)

Dalam bangsa yang telah ada selama beberapa waktu ada kekuatan yang kuat

terhadap intergrasi secara berkelanjutan. Hal ini bisa dalam bentuk bahasa nasional

yang dominan, media massa umum, sistem pendidikan nasional, tentara nasional,

sistem politik nasional, representatif nasional di acara olahraga dengan simbolis yang

kuat dan tata cara berkomunikasi yang mengikutsertakan perasaan secara emosional.

Tata cara berkomunikasi yang berjalan di berbagai budaya merupakan isu yang

penting untuk memiliki relevansi khusus dalam hal negosiasi. (Hall, 1976).

Perbedaan antara budaya high context dan low context terletak dalam jumlah

informasi yang diutarakan seorang individu yang diungkapkan dalam komunikasi

yang tepat dan akurat. Adanya perbedaan dalam ekspresi verbal dan non verbal dalam

budaya dan berbicara mengenai sejauh mana komunikasi yang terbentuk dari kata-

kata dalam konteks dimana ornag tersebut bicara melalui kata-kata tersebut.

Dalam budaya high context, komunikasi sangat bergantung pada orang dan

situasi. Banyak hal yang seharusnya dikomunikasikan tetapi tidak dikatakan. Dapat

membaca tanda-tanda non verbal dan bahasa tubuh merupakan hal yang krusial.

Ambiguitas dan kepekaan adalah hal yang sangat benilai dan diharapkan. Maka kita

tidak seharusnya langsung berkata secara langsung karena akan menciptakan rasa

malu dan ketidaknyamanan.

Dalam budaya low context, komunikasi merupakan sesuatu hal yang harus

dilakukan secara jelas dan langsung tepat sasaran. Setiap orang harus memahami

pesan dan memiliki akses yang sama terhadap informasi. (Susan C. Scheineider and

Jean-Louis Barsoux, 1997)

2.2 Budaya Organisasi

Kultur organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut

oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.

Sistem makna ini, ketika dicermati secara lebih sesksama, adalah sekumpulan

karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Banyak fitur yang mendefinisikan hal tersebut sebagai pekerjaan baik, stabil,

promosi internal, dan interpersonal, prosedur aturan yang terikat merupakan

karekteristik organisasi birokrasi. Pada era modern saat ini, teori mengenai birokrasi

merupakan ciri bahwa karyawan merupakan investasi dan hasil secara otomatis dari

karakteristik prosedur perusahaan yang besar, tetapi ketika jarak diantara poin

keputusan dan operasional meningkat maka koordinasi sangat dibutuhkan dalam

menjalankan perusahaan. Evolusi mengenai proses birokrasi mempengaruhi

pandangan bahwa peraturan yang penuh dengan perhitungan dan mekanisme karir

dapat dikontrol di tempat yang berbeda.

Budaya yang mendukung menunjukkan adanya pemberdayaan, inovatif,

korporasi, dan kondisi yang adaptif. Anggiota mengenali, menerima, dan

mempromosikan sebuah kewajiban dan adanya saling keterkaitan yang melebihi

antara pekerja dengan gaji. Sistem control manajerial didasarkan pada proses

sosialisasi, keterkaitan, dan internalisasi norma-norma yang mengarah pada

komitmen timbal balik yang didasarkan pada kepentingan bersama.

2.3 Kompetensi Komunikasi Antar Budaya

Beberapa pengamat merekomendasikan agar adanya penelitian tambahan

mengenai karakteristik individu yang mempengaruhi negosiasi lintas

budaya(misalnya Vida 1999; Madoxx 1993), termasuk keterbukaan dan kepekaan

terhadap orang lain, kompetensi budaya, kemampuan berhubungan dengan orang

lain, dan memodifikasi perilaku sesuai situasi dan kondisi.

Hal-hal yang mempengaruhi negosiasi lintas budaya meningkatkan

kemampuan untuk menganalisis perilaku komunikasi dalam konteks nilai-nilai serta

kemampuan untuk menganalisis perilaku komunikasi dalam konteks nilai-nilai serta

kemampuan untuk menghasilkan dan bereaksi terhadap pesan komunikasi seolah-

olah negosiator tersebut berasal dari budaya lawan bicaranya. Oleh karena itu

kompetensi komunikasi antarbudaya merupakan hal yang penting. (Chaisrakeo and

Mark, 2004)

2.4 Kompetensi Negosiasi Berbasis PSA (Problem Solving Approach)

Pada jenis negosisi pemecahan masalah, tujuan negosiator adalah utuk

mengakomodasi kebtuhan mitra mereka dan sebagai preferensi dengan menyesuaikan

perilaku dari diri negosiator itu sendiri melalui korporasi, kebutuhan fokus, dan

orientasi bertukar informasi. Win win solution dihasilkan untuk memecahkan

masalah bagi kedua belah pihak. Menggunakan strategi ini dapat menyebabkan

keuntungan bersama.

PSA sebagaimana dibahas dalam banyak lieratur merupakan sebuah perilaku.

PSA ini timbul dan dipilih oleh para negosiator. PSA memberikan keuntungan pada

hasil hubungan yang kondusif jangka panjang dengan pihak lain. Walaupun

negosiator memiliki kerakteristik pribadi dalam dirinnya tetapi ketika negosiator itu

menjual maka ia akan menjadi agen representatif bagi perusahaan.

2.5 Pengembangan Hipotesis

Negosiator diharapkan mampu menjadi representatif perusahaan ketika

berunding dengan pihak lain, selain itu gaya penjual negosiasi dipengaruhi oleh

budaya dan kemampuan untuk beradaptasi dengan budaya dari lingkungan yang

khusus dan pelanggan yang khusus pula. Budaya dsini memiliki tiga tingkat yang

berbeda, nasional, organisasi, dan penjualan pengaruh individu.

Gambar 2.5Model Penelitian

Pada model penelitian diatas dugaan awal kesimpulan sementara hubungan

pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat sebelum dilakukan penelitian

dan harus dilakukan melalui penelitian. Dugaan tersebut diperkuat melalui teori/

jurnal yang mendasari dan hasil dari penelitian terdahulu.

H1 : Budaya nasional karyawan berpengaruh positif terhadap kompetensi

negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)

Kebanyakan dari tenaga penjual berpendapat bahwa pada kedua budaya yaitu

high context dan low context menekankan pada kebutuhan untuk perkembangan

Negosiasi berbasisPSA

Budaya Nasional : High-context Low-context

Budaya Organisasi : Bureaucraucratic Supportive

kompetensikomunikasi

lintas budaya

H1

H2

H3

hubungan dengan pembeli (Sunanta, 2004). Pada perkembangan lebih lanjut, strategi

negosiasi harus dengan ketulusan dari seorang penjual dan berorientasi pada

pelanggan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Maka banyak tenaga penjual

yang percaya bahwa kuatnya budaya nasional akan mempengaruhi strategi penawaran

khususnya pada pola psikologi antara para negosiator.

H2 : Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kompetensi negosiasi

berbasis PSA (Problem Solving Approach).

Studi Pemasaran melihat budaya organisasi sebagai indikator orientasi

pelanggan atau pengunaan PSA (Problem Solving Approach) dalam hubungan antara

pembeli-penjual berkembang (William dan Attaway, 1996 dalam Sunanta dan Mark,

2004). Organisasi birokrasi yang kurang efektif dan kurang beradaptasi, tidak efisien

dalam organisasi tersebut, dan mengakibatkan penjual menjadi agak terhambat dalam

orientasi pelanggan. Budaya organisasi mempengaruhi kegiatan anggota melalui

kegiatan anggota organisasi, kebijakan struktur, dan tujuan yang dirasakan oleh

anggota (Calantone et al 1998; Sweeney dan Hardker, 1994 dalam Sunanta, 2004).

Oleh karena itu budaya birokrasi dan budaya mendukung berdampak langsung pada

pola perilaku negosiasi.

H3 : Kompetensi komunikasi lintas budaya karyawan berpengaruh positif

terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)

Hubungan antara karekteristik individu kompetensi komunikasi antar budaya

dan gaya bernegosiasi terjadi pada saat wawancara yaitu mengeksplorasi secara

kualitatif dimana karakteristik dari tenaga penjual yang memiliki kemampuan yang

bagus berhububungan dengan latarbelakang orang yang berbeda (Santana, 2004).

Banyak tenaga penjual yang berpendapat bahwa kemampuan berbahasa

mengindikasikan bahwa orang tersebut merupakan tenaga penjual yang sukses.

Tenaga penjual juga harus menunjukkan budaya yang baik seperti berpandangan luas,

sabar, mudah berdiskusi, menghormati, antusias, memiliki keinginan untuk belajar,

fleksibel dalam berkomunikasi dan memiliki latar belakang pengalaman bekerja

dengan orang yang berbeda budaya.

3. Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian, Pemilihan Populasi, sampel, dan Pengumpulan Data

Dari jenis penelitian yang digunakan dengan metode penelitian

eksplanatori yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-

variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang

lain (Sugiyono, 2007), yaitu bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan

empati terhadap kepuasan konsumen pada agen PT. Prudential Semarang. Penelitian

ini sebagian besar menggunakan data primer yang diperoleh di lapangan.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)

yang dipersiapkan.

Populasi adalah gabungan dari seluruh element yang berbentuk peristiwa, hal,

atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang menjadi pusat perhatian seorang

peneliti (Ferdinand, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah agen

PT Prudential yang berada di kota Semarang. Sampel adalah sebagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002). Sampel

diambil berdasarkan random sampling (probability sampling), dengan teknik random

sampling. Besarnya populasi tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti

keseluruhan populasi. Maka untuk memudahkan penelitian, peneliti biasanya

mengambil sampel dari populasi untuk melakukan analisa dilakukan berdasarkan dari

hasil pernyataan responden pada masing-masing pertanyaan di setiap variabel.

PT Prudential Semarang memiliki 2 agensi, dengan jumlah keseluruhan

karyawan berjumlah 92 karyawan. Besarnya sampel yang diambil untuk analisis

berdasarkan rumus Slovin adalah sebagai berikut:

n 74,79 responden

Sebagian besar responden yang diambil berasal dari tenaga penjual yang sering

melakukan negosiasi terhadap pelanggan PT. Prudential. Menurut Husein Umar

(1996), analisa dilakukan dengan menggunakan nilai indeks yaitu dengan

menentukan nilai besarnya kelas sebagai berikut :

Nilai maksimum : 5

Nilai minimum : 1

Rentang skala : 1-5

Kategori:

1. 1.0 – 1.80 = sangat rendah/ sangat buruk

2. 1.81 – 2.60 = rendah/ buruk

3. 2.61 – 3.40 = sedang/ cukup

4. 3.41 – 4.20 = baik/ tinggi

5. 4.21 – 5.00 = sangat baik/ sangat tinggi

3.2 Metode Analisis Data

3.2.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu

untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali,

2005). Dalam hal ini digunakan beberapa butir pertanyaan yang dapat secara tepat

mengungkapkan variabel yang diukur tersebut.

3.2.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel

atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara

one shot atau pengukuran sekali saja dengan alat bantu SPSS uji statistik Cronbach

Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai

Cronbach Alpha > 0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2005).

3.2.3 Uji Asumsi Klasik

Untuk meyakinkan bahwa persamaan garis regresi yang diperoleh adalah linier dan

dapat dipergunakan (valid) untuk mencari peramalan, maka akan dilakukan pengujian

asumsi multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas.

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila terjadi

korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas (Ghozali, 2005). Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heteroskedstisitas. Model

regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas

(Ghozali, 2005).

3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, kedua

variabel (bebas maupun terikat) mempunyai distribusi normal atau setidaknya

mendekati normal (Ghozali, 2005). Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi

dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan

melihat histogram dari residualnya.

3.2.4 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel

bebas yaitu: budaya nasional (X1), budaya organisasi (X2), dan kompetensi

komunikasi lintas budaya (X3) terhadap variabel terikatnya yaitu kempentensi

negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) (Y). Persamaan regresi linier

berganda adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005):

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e

Dimana:

Y = Variabel dependen kompentensi negosiasi berbasis PSA (Problem

Solving Approach)

a = Konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien garis regresi

X1, X2, X3 =Variabel independen (budaya nasional, budaya organisasi , dan

kompetensi komunikasi lintas budaya)

e = error / variabel pengganggu

3.2.5 Pengujian Hipotesis

1. Uji Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F )

Dalam penelitian ini, uji F digunakan untuk mengetahui tingkat siginifikansi

pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2005).

2. Analisis Koefisien Determinasi (R²)

Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel terikat (Ghozali, 2005). Nilai Koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel bebas (budaya nasional, budaya organisasi , dan kompetensi

komunikasi lintas budaya) dalam menjelaskan variasi variabel terikat (kompentensi

negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)) amat terbatas. Begitu pula

sebaliknya, nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel trikat.

3. Uji Signifikasi Pengaruh Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel X dan Y,

apakah variabel X1, X2, dan X3 (budaya nasional, budaya organisasi , dan

kompetensi komunikasi lintas budaya) benar-benar berpengaruh terhadap variabel Y

(kompentensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach)) secara terpisah

atau parsial (Ghozali, 2005).

4. Analisis Data

4.1 Uji Kualitas Data

4.1.1 Uji Validitas

Hasil uji validitas selengkapnya dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 4.1

Hasil Pengujian Validitas

No Variabel/Indikator r hitung r table Keterangan

Budaya nasional

1 X11 0.732 0.185 Valid

2 X12 0.779 0.185 Valid

3 X13 0.876 0.185 Valid

4 X14 0.885 0.185 Valid

5 X15 0.895 0.185 Valid

6 X16 0.817 0.185 Valid

7 X17 0.863 0.185 Valid

8 X18 0.944 0.185 Valid

Budaya Organisasi

1 X21 0.794 0.185 Valid

2 X22 0.808 0.185 Valid

3 X23 0.780 0.185 Valid

4 X24 0.703 0.185 Valid

5 X25 0.697 0.185 Valid

6 X26 0.921 0.185 Valid

Kompetensi Negosiasi

Lintas Budaya

X31 0.782 0.185 Valid

X32 0.847 0.185 Valid

X33 0.788 0.185 Valid

X34 0.928 0.185 Valid

X35 0.872 0.185 Valid

X36 0.936 0.185 Valid

Kompetensi Negosiasi

Berbasis PSA

Y1 0.770 0.185 Valid

Y2 0.856 0.185 Valid

Y3 0.904 0.185 Valid

Y4 0.731 0.185 Valid

Y5 0.768 0.185 Valid

Y6 0.810 0.185 Valid

Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011

Dari hasil uji validitas memperlihatkan nilai r hitung setiap indikator variabel

budaya nasional, budaya organisasi, kompetensi komunikasi antar budaya, dan

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) lebih besar

dibandingkan nilai r tabel. Dengan demikian indikator atau kuesioner yang digunakan

oleh masing-masing variabel budaya nasional, kompetensi komunikasi antar budaya,

budaya organiasi dan kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach) dinyatakan valid untuk digunakan sebagai alat ukur variabel.

4.1.2 Pengujian Reliabilitas

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach

Alpha >0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2005)

Tabel 4.2

Hasil Pengujian Reliabilitas

Variabel Alpha Keterangan

Budaya Nasional

Budaya Organiasi

0.945

0.874

Realibel

Realibel

Kompetensi Negosiasi

Antar Budaya

Kompetensi Negosiasi

Berbasis PSA

0.945

0.6286

Realibel

Realibel

Sumber : Data primer yang diolah, 2011

Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai

koefisien Alpha yang cukup besar yaitu diatas 0,60 sehingga dapat dikatakan semua

konsep pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel sehingga

untuk selanjutnya item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut layak

digunakan sebagai alat ukur.

4.2 Uji Asumsi Klasik

4.2.1 Uji Multikolinieritas

Nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai toleransinya di atas 0,1 atau 10 % maka

dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terjadi multikolinieritas

(Ghozali, 2005).

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolineritas

No Variabel Bebas Nilai

Tolerance

Nilai VIF

1

2

3

Budaya Nasional (X1)

Budaya Organisasi (X2)

Kompetensi Negosiasi

Antar Budaya (X3)

0.626

0.555

0.650

1.598

1.803

1,538

Sumber : Data primer yang diolah, 2011

Dari tabel 4.12 tersebut menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel bebas

dalam penelitian ini lebih kecil dari 10 sedangkan nilai toleransi semua variabel bebas

lebih dari 10 % yang berarti tidak terjadi korelasi antar variabel bebas yang nilainya

lebih dari 90 %, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala

multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi.

4.2.2 Uji Heterokedastisitas

Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk

mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat digunakan metode grafik

Scatterplot yang dihasilkan dari output program SPSS versi 17, Apabila pada gambar

menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas

maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka hal ini dapat disimpulkan tidak

terjadi adanya heterokedastisitas pada model regresi (Ghozali, 2005).

Gambar 4.1

Hasil Pengujian Heterokedastisitas

Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011

Dari grafik tersebut terlihat titik-titik yang menyebar secara acak, tidak

membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di

bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, hal ini berarti tidak terjadi penyimpangan asumsi

klasik heterokedastisitas pada model regresi yang dibuat, dengan kata lain menerima

hipotesis homoskedastisitas.

4.2.3 Uji Normalitas

Persyaratan dari uji normalitas adalah jika data menyebar di sekitar garis

diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas.

Gambar 4.2

Hasil Pengujian Normalitas

Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011

Dari gambar tersebut didapatkan hasil bahwa semua data berdistribusi secara

normal, sebaran data berada disekitar garis diagonal.

4.3 Pengujian Hipotesis

4.3.1 Uji F ( Pengujian hipotesis secara simultan)

Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama diuji dengan

menggunakan uji F. Hasil perhitungan regresi secara simultan diperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 4.4

Hasil analisis regresi secara simultan

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 17.633 3 5.878 25.011 .000a

Residual 16.450 70 .235

Total 34.083 73

a. Predictors: (Constant), AVGx1, AVGx1, AVGx2

b. Dependent Variable: AVGy1

Sumber: Lampiran output SPSS

Pengujian pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel

terikatnya dilakukan dengan menggunakan uji F. Hasil perhitungan statistik

menunjukkan nilai F hitung = 25,011. Dengan menggunakan batas signifikansi 0,05,

maka diperoleh nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa

hipotesis yang menyatakan bahwa secara simultan variabel budaya nasional, budaya

organisasi, kompetensi komunikasi antar budaya mempunyai pengaruh terhadap

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach).

4.3.2 Koefisien Determinasi (R²)

Koefisien determinasi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya variasi

variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Dengan kata

lain, koefisien determinasi ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh variabel-

variabel bebas dalam menerangkan variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi

ditentukan dengan nilai adjusted R square sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.15:

Tabel 4.5

Koefisien determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .719a .517 .497 .485

a. Predictors: (Constant), AVGx1, AVGx1, AVGx2

b. Dependent Variable: AVGy1

Sumber: Data Primer yang diolah 2010

Hasil perhitungan regresi dapat diketahui bahwa koefisien determinasi

(adjusted R2) yang diperoleh sebesar 0,49. Hal ini berarti 49% variasi variabel

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) dapat dijelaskan

oleh variabel budaya nasional, budaya organisasi, dan kompetensi komunikasi antar

budaya sedangkan sisanya sebesar 51% diterangkan oleh variabel lain yang tidak

diajukan dalam penelitian ini.

4.3.3 Uji t ( Uji Hipotesis Secara Parsial )

Hipotesis 1, 2 dan 3 dalam penelitian ini diuji kebenarannya dengan

menggunakan uji parsial. Pengujian dilakukan dengan melihat taraf signifikansi (p-

value), jika taraf signifikansi yang dihasilkan dari perhitungan di bawah 0,05 maka

hipotesis diterima, sebaliknya jika taraf signifikansi hasil hitung lebih besar dari 0,05

maka hipotesis ditolak.

Tabel 4.6

Hasil Uji t Secara Parsial

Variabel Bebas t hitung Sig. t

Budaya Nasional

Budaya Organisasi

Kompetensi Komunikasi

Antar Budaya

2.924

2.564

2.620

0.005

0.012

0.011

Sumber : Data Primer yang Diolah, 2011

1. Uji Hipotesis 1 (H1 )

Perumusan hipotesis:

Ho : βi = 0 tidak ada pengaruh positif antara budaya nasional dengan

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach).

Ha : βi > 0 terdapat pengaruh positif antara budaya nasional dengan kompetensi

negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach.)

Dari tabel 4.15 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis budaya nasional

menunjukkan nilai t hitung sebesar 2.924 dengan taraf signifikansi 0,005. Taraf

signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa hipotesis dalam

penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha. Dengan demikian dapat berarti bahwa

hipotesis H1 “Budaya Nasional pengaruh positif dengan Kompetensi Negosiasi

Berbasis PSA (Problem Solving Approach)“ diterima.

2. Uji Hipotesis 2 ( H2 )

Perumusan hipotesis:

Ho : βi = 0 tidak ada pengaruh positif antara budaya organisasi dengan

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach).

Ha : βi > 0 terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi dengan

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach).

Dari tabel 4.15 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis budaya organisasi

menunjukkan nilai t hitung sebesar 2.564 dengan taraf signifikansi 0.012. Taraf

signifikansi hasil sebesar 0.012 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa

hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho. Dengan demikian dapat

berarti bahwa hipotesis H2 “Budaya organisasi berpengaruh positif dengan

kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) “ diterima.

3. Uji Hipotesis 3 (H3 )

Perumusan hipotesis:

Ho : βi = 0 tidak ada pengaruh positif kompetensi komunikasi lintas budaya

dengan kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach).

Ha : βi > 0 terdapat pengaruh positif kompetensi komunikasi lintas budaya

dengan kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach).

Dari tabel 4.14 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis kompetensi komunikasi

antar budaya menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,620 dengan taraf signifikansi 0,011.

Taraf signifikansi hitung sebesar 0,011 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti

bahwa hipotesis dalam penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha. Dengan

demikian berarti bahwa hipotesis H3 “Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

berpengaruh positif dengan Kompetensi Negosiasi Berbasis PSA (Problem Solving

Approach)“ diterima.

5. Kesimpulan, Saran, dan Keterbatasan

5.1 Kesimpulan

Dari data primer yang diperoleh dari penyebaran kuesioner maka dilakukan

pengujian reliabilitas untuk mengetahui bahwa jawaban responden terhadap

pernyataan konsisten dari waktu ke waktu. Dan dilakukan pengujian validitas untuk

mengukur sah tidaknya suatu kuesioner.

Hasil dari uji reliabilitas dan validitas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan

dalam setiap variabel reliabel dan valid. Dalam uji asumsi klasik yang meliputi uji

multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas menunjukkan bahwa

dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas dan tidak

terjadi heteroskedastisitas serta memiliki distribusi normal.

Dari pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara budaya

nasional (high context culture) terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA

(Problem Solving Approach). Pengujian membuktikan bahwa budaya nasional

(high context culture) berpengaruh positif terhadap kompetensi negosiasi

berbasis PSA (Problem Solving Approach). Dilihat dari perhitungan yang telah

dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,307 dan nilai t hitung sebesar 2.964

dengan taraf signifikansi hasil sebesar 0,005 tersebut lebih kecil dari 0.05, yang

berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho.

2. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara budaya

organisasi terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach). Pengujian membuktikan bahwa budaya organisasi berbengaruh

positif terhadap kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach). Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai

koefisien sebesar 0.286 dan nilai t hitung sebesar 2.564 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,012 tersebut lebih kecil dari 0,05 dengan demikian Ha diterima dan Ho

ditolak.

3. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara

kompetensi komunikasi antar budaya terhadap kompetensi negosiasi berbasis

PSA (Problem Solving Approach). Pengujian membuktikan bahwa kompetensi

komunikasi antar budaya berpengaruh positif terhadap kompetensi negosiasi

berbasis PSA (Problem Solving Approach). Dilihat dari perhitungan yang telah

dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,270 dan nilai t hitung 2,620 dengan

taraf signifikansi hitung sebesar 0,011 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti

bahwa hipotesis dalam penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha.

4. Budaya nasional memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap kompetensi

negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) pada PT. Prudential.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan maka saran yang dapat diberikan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagi Perusahaan

Hendaknya perusahaan dalam meningkatkan kompetensi negosiasi berbasis PSA

(Problem Solving Approach) lebih menitikberatkan pada budaya nasional karyawan,

dilihat dari kuesioner yang telah diisi oleh karyawan PT Prudential tersebut diperoleh

data bahwa karyawan memiliki budaya nasional yang tinggi yang dicerminkan pada

saat mereka bernegosiasi, sehingga dengan perusahaan dapat menanamkan

kompetensi dalam bernegosiasi dengan menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada

karyawanya

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil Uji R2 menunjukkan masih ada variabel-variabel lain yang harus diperhatikan

dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian lebih lanjut, hendaknya menambah variabel

lain yang dapat mempengaruhi kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving

Approach), karena dengan semakin baik kompetensi negosiasi dari karyawan maka

akan berpengaruh baik juga bagi perusahaan.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang berasal dari variabel kompetensi negosiasi berbasis PSA

(Problem Solving Approach). Dalam hal ini kompetensi negosiasi berbasis PSA

(Problem Solving Approach) diperoleh dari hasil jawaban responden atau sangat

bersifat subyektif. Dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel saja dalam

meneliti kompetensi negosiasi berbasis PSA (Problem Solving Approach) karyawan,

sehingga hanya mampu menjelaskan 49% variasi kompetensi negosiasi berbasis PSA

(Problem Solving Approach) .

DAFTAR PUSTAKA

Beamer, L. 1992. Learning Intercultural Communication Competency, “Journal ofBusiness Communication”, Vol. 29 No. 3, pp. 285-289.

Chaisrakeo, Sunanta and Mark Speece. 2004. Culture, Intercultutal CommunicationCompetence, and Sales Negotiation: a Qualitative Approach,“ Journal ofBisiness and Industrial Marketing”, Vol.19, No. 4, h. 267-282.

Debabi, Mohsen. 2009. Contribution of Cultural Similarity to Foreign ProductNegotiation. “Cross Cultural Managemnet: An International Journal”,Vol.17, h. 427-437.

Dong, Kenyong and Ying Liu. 2010. “Cross Cultural Management in China.” AnInternational Journal. Vol.17, No. 3, h. 223-243.

Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi 2. Semarang:Universitas Diponegoro.

Forst, Peter J., Walter R. Nord, and Linda A. Krefting. 2002. Reality PuttingCompetence in Context, New Jersey: Pearson Education.

Frits. 2002. “Culture Determinant of Bussines Success : Theoritical and PraticalAnalysis”, Jurnal Prasetya Mulya, Vol. 12 No. 3, pp 24- 40.

Georing, E. 1997. Intergration versus distribution in contaxt negosiations: aninteraction analysis of strategy use, “The Journal Of BusinessCommunication”, Vol 34 No4, pp.384-400.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:BP Universitas Diponegoro. Semarang.

Graham, J., Mintu, A. and Rodgers, W. (1994), Explorations of negotiation behaviorsin ten foreign cultures using a model developed in United States,“Management Science”, Vol. 40, pp. 72-95.

Hall, E.T. 1976. Beyond Cuture, New York City: Anchor Press/ Double Day Garden

Harris, C. Lloyd. 1998. Cultural Domination: The Key to Market Oriented,“European Journal of Marketing”, Vol. 32, No. 3/4, h.354-373.

Hofstede, Greet and Gert Jan Hofstede. 2005. Culture and Organization: Software ofthe Mind, USA: Mc Graw-Hill books.

Koentjaningrat. 1980. Sejarah Ilmu Antropologi I. Jakarta: Aksara.

Lloyd, Shannon. 2010. Intercultural Competencies for culturally diverse. “Journal ofManagerisl Psychology”, Vol. 25, No. 8, h.845-875.

Mas’ud, Fuad. 2002. Mitos 40 Manajemen Sumber Daya Manusia. Semarang:Universitas Diponegoro

Perdue, B. 1992. Ten aggressive tactics in industrial buying, “Journal of Business andindustrial Marketing”, Vol 7 No. 2 pp. 45-52.

Robbins, Stephen P. 2005. Perilaku organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PTIndeks Kelompok GRAMEDIA

Schein, Edgar H. 2001. Organization Culture and Leadership, San Fransisco: JossesBass

Schneider, Susan C. and Jean Louis Barsoux. 1997. Managing Across Culture, GreatBritain: Prentice Hall Europe.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methode For Business: Metodologi Penelitian Untukbisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Soemardjan, Selo. 2000. Menuju Tata Indonesia Baru. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. 2004. Metode Penetlitian Bisnis, Bandung: Alfabeta. CV.

Supranto, J. 2001. Statistik: Teori dan Aplikasi. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga

Vida, I .1999. Cultural value orientation and buyer-seller interaction: an organizingframework, “International Journal of Commerce & Management”, Vol 9No3, pp 66-77.

Zakaria, N. 2000. “The Effect of Cross-Cultural Training on The AcculturationProcess of The Global Workforce, “International Journal of Manpower”, Vol.21 No. 6 pp 452-510.