ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN BIAYA ...digilib.unila.ac.id/58049/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN BIAYA ...digilib.unila.ac.id/58049/3/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN BIAYA POKOK
PRODUKSI PADI RAWA LEBAK DI DESA SERIJABO KECAMATAN
SUNGAI PINANG KABUPATEN OGAN ILIR
(Skripsi)
Oleh
AMINAH CANDRA KASIH
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRACT
FARMING INCOME AND MAIN PRODUCTION COST OF RICE ON
LOWLAND SWAMP IN SERIJABO VILLAGE SUNGAI PINANG SUB
DISTRICT OGAN ILIR REGENCY
By
Aminah Candra Kasih
This research aims at determining the farm income and main production cost of
rice on lowland swamp in Serijabo Village Sungai Pinang Sub District. This field
research was conducted in February-March 2019. The location was one of central
production in Sungai Pinang Sub District. The sample size were 51 rice farmers
who were selected using simple random sampling method. The data were
analyzed by using farm income and main production cost analysis with 95 percent
of confidence level. The study showed that the biggest average production of rice
was 4.446,35 per kg per ha per year with the average of farm income was
Rp3.655.271,77. The main production cost of rice per kilogram was Rp825,70 per
kg of cash cost was and Rp3.682,70 per kg of total cost was with 95 percent of
confidence level between Rp2.987,13 per kg and Rp4.335,80 per kg of rice.
Keywords: cost production, farming, income, lowland, rice
ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN BIAYA POKOK
PRODUKSI PADI RAWA LEBAK DI DESA SERIJABO KECAMATAN
SUNGAI PINANG KABUPATEN OGAN ILIR
Oleh
Aminah Candra Kasih
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani padi
rawa lebak dan besarnya biaya pokok produksi padi rawa lebak di Desa Serijabo
Kecamatan Sungai Pinang. Penelitian ini menggunakan metode survei di Desa
Serijabo Kecamatan Sungai Pinang, pada Februari-Maret 2019. Lokasi tersebut
merupakan salah satu sentra produksi padi di Kecamatan Sungai Pinang. Sampel
penelitian sebanyak 51 petani padi yang dipilih secara acak sederhana. Data di
olah menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis biaya pokok
produksi dan selang kepercayaan 95 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata produksi padi sebesar 4.446,35 kg per ha per tahun dengan pendapatan
rata-rata atas biaya total sebesar Rp3.655.271,77. Biaya pokok produksi padi per
kilogram sebesar Rp 825,70 per kg atas biaya tunai dan Rp 3.682,70 per kg atas
biaya total dengan selang kepercayaan 95 persen antara Rp 2.987,13 per kg dan
Rp 4.335,80 per kg padi.
Kata kunci: biaya pokok, usahatani, pendapatan, rawa lebak, padi
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN BIAYA POKOK
PRODUKSI PADI RAWA LEBAK DI DESA SERIJABO KECAMATAN
SUNGAI PINANG KABUPATEN OGAN ILIR
Oleh
AMINAH CANDRA KASIH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Raja pada tanggal 23 Maret
1997 dari pasangan Bapak Nahrowi dan Ibu Emi
Hamimah. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah
Dasar (SD) di SD Negeri 10 Sungai Pinang tahun 2009,
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Tanjung Raja pada
tahun 2012, dan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1
Tanjung Raja pada tahun 2015. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui program BIDIKMISI
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, penulis aktif sebagai
anggota 1 yaitu bidang akademik dan profesi di himpunan mahasiswa agribisnis
pertanian Universitas Lampung periode tahun 2015-2019, Penulis pernah
mengikuti pelatihan-pelatihan yaitu Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) dan
pelatihan Website. Penulis juga aktif di ekstrakurikuler tingkat Universitas yaitu
Radio Kampus Universitas Lampung (RAKANILA) periode 2016-2017.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa kampung Baru
Kecamatan Pematang Sawah Kabupaten Tanggamus selama 40 hari pada bulan
Januari hingga Februari 2018. Selanjutnya, pada bulan Juli 2018 penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang,
Sumatera Selatan.
SANWACANA
Bismillahirahmannirrahim,
Alhamdullilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat,
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Biaya Pokok Produksi
Padi Rawa Lebak Di Desa Serijabo Kecamatan Sungai Pinang, Sumatera
Selatan”. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak akan
terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis, atas
arahan, bantuan, semangat dan nasihat yang telah diberikan.
3. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Pertama
atas ketulusan hati, bimbingan, arahan, motivasi dan ilmu yang bermanfaat
yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.
4. Dr. Maya Riantini, S.P.,M.Si., sebagai Dosen Pembimbing kedua yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat, kesabaran, bimbingan, motivasi, arahan,
perhatian dan saran kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.
5. Dr. Ir. Agus Hudoyo, M.Sc., selaku Dosen Penguji atas masukan, arahan,
nasihat, dan motivasi yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Dr. Ir. Dwi Haryono, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
perhatian, nasihat, arahan, masukan, motivasi, kesabaran, dukungan, ilmu
yang bermanfaat, dan saran kepada penulis dari awal hingga akhir
perkuliahan.
7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis atas semua bantuan yang
telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
8. Keluarga tercinta, Bapak Nahrowi dan Ibu Emi Hamimah, serta adik-adikku
tersayang Ahmad Fauzi dan Asmiranda yang telah memberikan yang terbaik,
tanpa kenal lelah untuk selalu memberikan cinta dan kasih sayang,
pengorbanan, dukungan yang tiada henti, serta do’a yang tidak terputus untuk
penulis.
9. Bapak Dwi Haryono, Ibu Ninik, mas Seto, Mas Bimo, Mas Agus, dan bibik
Suharti yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, nasihat, motivasi,
dukungan, doa dan saran kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat gengges seperjuangan penulis, Elisya Pratiwi, Amni
Apriyani, Dwina Chairunnisa, Efti Arifa, , Febri Adelia Fitri, Gita Dhika
CPA, Indah Sabiela, Lea Ayu Utari, Puji Arita Lestari, Rasinta Nainggolan,
Sulastri Sianturi dan Tika Puji Rahayu atas bantuannya selama proses
perncanaan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi, memberikan saran,
dukungan, kebersamaan dan semangat kepada penulis dari awal hingga akhir
perkuliahan.
11. Sahabat-sahabat SMA ku tersayang sekaligus seperantauan tercinta Fevi
Anggraini, Leli Hartina, Yesi musliha, Puspa Sari, dan Rohmadona atas
bantuannya, perhatian, pengertian, serta motivasi dan saran yang telah
diberikan kepada penulis selama ini.
12. Teman-teman seperjuangan Agribisnis kelas B 2015, terkhusus Tegar
Ramadhan Akbar terimakasih atas waktu, bantuan, dan kebersamaan yang
diberikan kepada penulis selama ini.
13. Teman-teman KKN Desa Kampung baru, Mba Kiki, Santrika, Mba Arum,
Fariz, Imam, dan Defri serta teman-teman PU Tera, Bela, Mey, Arman dan
Afif terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis.
14. Kakak–kakak Agribisnis 2012, 2013, dan 2014 atas dukungan dan bantuan
kepada penulis.
15. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian atas segala yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan,
akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
banyak pihak dimasa yang akan datang. Aamiin.
Bandar Lampung, Juni 2019
Penulis,
Aminah Candra Kasih
ii
ii
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 11
D. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 11
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 12
1. Sistem Agribisnis Padi Rawa Lebak .................................................. 12
2. Teori Produksi .................................................................................... 25
3. Biaya Produksi ................................................................................... 27
4. Harga Pokok Produksi ....................................................................... 28
5. Pasar dan Kebijakan Harga Beras ...................................................... 30
B. Kajian Penelitian Terdahulu ..................................................................... 32
C. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 39
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian .................................................................................... 42
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional .................................................. 42
C. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ............................... 46
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 47
E. Metode Analisis Data ............................................................................... 47
1. Analisis Pendapatan Usahatani .......................................................... 47
2. Analisis Harga Pokok Produksi ......................................................... 48
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Ogan Ilir ................................................... 50
B. Gambaran Umum Kecamatan Sungai Pinang .......................................... 51
xii
xiv
xv
iii
iii
iii
C. Gambaran Umum Desa Serijabo .............................................................. 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karateristik Petani Responden ................................................................. 58
1. Umur Petani Responden .................................................................... 58
2. Tingkat Pendidikan Petani Responden .............................................. 59
3. Pengalaman Berusahatani Petani Responden .................................... 60
4. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden .............................. 61
5. Pekerjaan Sampingan Petani Responden ........................................... 62
6. Kepemilikan dan Luas Lahan yang Diusahakan oleh Petani
Responden .......................................................................................... 63
7. Permodalan Petani Sampel ................................................................ 64
B. Gambaran Umum Usahatani Padi Di Kecamatan Sungai Pinang ............ 65
C. Keragaan Usahatani Padi ......................................................................... 66
1. Pola Tanam di Daerah Penelitian ....................................................... 66
2. Budidaya Padi di Daerah Penelitian .................................................. 67
3. Biaya Usahatani padi ......................................................................... 75
D. Analisis Pendapatan Usahatani Padi ........................................................ 81
E. Analisis Harga Pokok Produksi padi.........................................................84
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan...................................................................................................89
B. Saran..........................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perkembangan Harga Pupuk Tahun 2012-2017…………………………5
2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi tahun 2010-2015
Provinsi Sumatera Selatan............................................................... . .........6
3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Rawa
Lebak Menurut Kecamatan Di Kabupaten Ogan Ilir ................................. 8
4. Varietas Unggul Baru padi rawa lebak di Kabupaten Ogan Ilir
Provinsi Sumatera Selatan ... ……………………………………………16
5. Kajian penelitian terdahulu ……………………………………………..34
6. Perhitungan Harga Pokok Produksi…………………………………….49
7. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2017 ……51
8. Rata-rata pengunaan pupuk dalam usahatani padi per hektar
di Desa Serijabo Tahun 2018 ......……..………………………………..76
9. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani (Rp/tahun/ha). …………....77
10. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani padi di Desa Serijabo
per tahun per hektar …………………………………………….............78
11. Rata-rata biaya penyusutan peralatan usahatani padi
satu musim tanam, 2018 ………………………………………….........81
12. Perhitungan rata-rata biaya, pendapatan, dan R/C usahatani Padi di Desa
Serijabo Kecamatan Sungai Pinang ……………………………………82
13. Perhitungan Biaya Pokok Produksi …………………………................85
14. Analisis Biaya Pokok Produksi menggunakan Selang
Kepercayaan............................................................................................87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perkembangan impor beras di Indonesia, TW I 2015-TW II 2018 ........... 3
2. Harga gabah ditingkat petani Januari 2017 – November 2018 .................. 4
3. Mata rantai penunjang agribisnis ............................................................. 25
4. Hubungan antara PT, PR dan PM ............................................................ 26
5. Kerangka Pemikiran................................................................................ 41
6. Distribusi petani responden menurut golongan umur di Desa
Serijabo,2018……………………………………...................................58
7. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa
Serijabo, 2018 …………………………………………….....................59
8. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani
di Desa Serijabo, 2018……………………………………….................60
9. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
di Desa Serijabo, 2018 ……………………………………………........61
10. Sebaran petani responden berdasarkan pekerjaan sampingan
di Desa Serijabo,2018……………………………………………..........62
11. Sebaran petani responden berdasarkan kepemilikan luas lahan
di Desa Serijabo, 2018 ……………………………………………........64
12. Pola tanam padi rawa lebak dangkal di Desa Serijabo, 2018..................67
13. Grafik selang kepercayaan ....................................................................... 88
xv
1
1
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara agraris, artinya sebagian besar
masyarakat Indonesia bermatapencaharian sebagai petani dan menjadikan
pertanian sebagai sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional.
Menurut Badan Pusat Statistik (2018) kontribusi pertanian pada laju
partumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 13,63 persen, dari
jumlah tersebut sebanyak 3,96 persen berasal dari subsektor tanaman pangan.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, oleh karenanya penyediaan
pangan yang memadai merupakan kewajiban negara. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menegaskan bahwa pemenuhan
kebutuhan dasar itu merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di
dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai
komponen dasar untuk mewujudkan manusia yang berkualitas. Terkait
dengan pemenuhan kebutuhan pangan, pemerintah Indonesia dalam Rencana
Kerja Pemerintah Tahun 2018 mencantumkan bahwa ketahanan pangan
merupakan salah satu prioritas nasional yang harus dilaksanakan. Prioritas
nasional ketahanan pangan tersebut diuraikan menjadi program prioritas
2
2
2
peningkatan produksi pangan dan program prioritas pembangunan sarana
prasarana pertanian (Badan Pusat Statistik, 2018).
Indonesia memiliki potensi yang sangat baik dalam pengembangan sektor
pertanian. Ditingkat Internasional, Indonesia merupakan salah satu produsen
sekaligus konsumen beras terbesar dunia. Kondisi ini menuntut kreativitas
masyarakat Indonesia dalam meningkatkan produksi padi atau minimal
produksi padi seimbang dengan kebutuhan konsumsi dalam negeri, sehingga
kestabilan produksi dapat menjaga ketahanan pangan nasional (Kementerian
Pertanian, 2015).
Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang penting sebagai makanan
pokok masyarakat Indonesia. Produksi padi Indonesia mencapai angka 81,12
juta ton pada Tahun 2017. Produksi tersebut didapat dari beberapa sentra
padi di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Barat, NTB,
dan Kalimatan Selatan (Statistik Pertanian, 2018).
Permintaan terhadap beras terus meningkat sejalan dengan pertambahan
populasi dan kenaikan tingkat pendapatan penduduk, belum berhasilnya
upaya diversifikasi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi pangan,
menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat tergantung
pada satu jenis bahan pangan yaitu beras, sedangkan pertambahan produksi
beras cenderung lebih kecil dan tidak mampu mengimbangi pertambahan
tingkat permintaan beras. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas beras dianggap masih relevan untuk mengatasi
3
3
3
masalah peningkatan permintaan beras dan tingginya impor beras Indonesia
(Pasandaran, 2015). Perkembangan impor beras dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Impor beras Indonesia TW I 2015-TW II 2018.
Sumber : Kementerian Pertanian, 2018.
Kebutuhan beras domestik yang sangat besar dan belum mampu dipenuhi dari
produksi dalam negeri membuat pemerintah masih melakukan kebijakan
impor beras. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor beras pada
semester I Tahun 2018 mencapai 1,12 juta ton yang berarti melonjak 755
persen dibanding semester I Tahun 2017. Pada triwulan II Tahun 2018,
impor beras mencapai 736 ribu ton meningkat 91,84 persen dan melonjak 765
persen dibanding triwulan yang sama Tahun 2017.
Presiden Jokowi menerbitkan inpres perberasan yaitu inpres No 5 Tahun
2015 menggantikan inpres No. 3 Tahun 2012 tentang kebijakan pengadaan
gabah/beras dan penyaluran beras oleh pemerintah. Harga gabah kering
panen ditingkat petani pada tahun 2015 Rp 3.700 per kilogram lebih tinggi
dibandingkan tahun 2014, Rp 3.300 per kilogram. Harga gabah di tingkat
petani pada Januari 2017 hingga November 2018 ditunjukkan oleh Gambar 2.
0
2
4
6
8
10
QI 2015 QIV 2015 QIII 2016 QII 2017 QI 2018
Impor Beras Indonesia (TW I 2015-TW II 2018)
Volume Impor…
4
4
4
Gambar 2. Harga gabah di tingkat petani pada Januari 2017 – November
2018.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018.
Badan Pusat Statistik mencatat harga gabah kering giling (gkg) di tingkat
petani pada Oktober 2018 sebesar Rp 5.646/kg naik 3,27 persen dari bulan
sebelumnya yakni Rp 5.461 per kilogram. Demikian pula harga gabah kering
panen (gkp) naik 3,63persen dari Rp 4.930/kg menjadi Rp 5.116/kg.
Kenaikan harga gabah mempengaruhi daya beli petani. Disisi lain input
produksi juga mengalami kenaikan salah satunya harga pupuk yang semakin
meningkat menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani tidak maksimal.
Perkembangan harga pupuk pada Tahun 2012-2017 dapat dilihat pada Tabel
1.
Rp/Kg
Bulan
Harga Gabah Kering Panen Harga Gabah Kering Giling
5
5
5
Tabel 1. Perkembangan harga pupuk Tahun 2012-2017
No Jenis Pupuk Harga (Rp/kg)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
1. Urea 1.240 1.600 1.800 1.800 1.800 1.840
2. SP36 1.740 1.550 2.000 2.000 2.000 2.200
3. ZA 1.560 1.050 1.400 1.400 1.400 1.700
4. NPK 1.100 1.830 2.300 2.300 2.300 2.700
Sumber : Kementrian Pertanian, 2018.
Tabel 1 menunjukkan bahwa harga pupuk rata-rata mengalami peningkatan di
tahun terakhir. Hal ini menyebabkan penggunaan biaya input petani semakin
meningkat. Pengalokasian biaya produksi yang tepat dan efisien merupakan
cara yang efektif untuk meningkatkan keuntungan usahatani.
Meningkatnya pertambahan penduduk dan perkembangan industri kebutuhan
pangan nasional terutama beras dan lapangan kerja serta berkurangnya lahan
pertanian subur merupakan masalah dan tantangan serius bagi pembangunan
pertanian di Indonesia. Tingkat konsumsi beras di Indonesia mencapai 114,6
kg per kapita per tahun. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa konsumsi
beras orang Indonesia masih yang tertinggi di dunia. Untuk mengantisipasi
peningkatan kebutuhan beras tersebut maka produksi padi harus ditingkatkan
dengan laju yang tinggi agar kebutuhan beras nasional kedepan dapat
dipenuhi (Badan Pusat Statistik, 2017).
Pada Tahun 2018 luas baku lahan sawah tercatat 7,1 juta hektar dimana telah
terjadi penciutan lahan pertanian karena beralih fungsi ke penggunaan non-
pertanian, angka tersebut berbeda dengan luasan yang tercatat pada 2013
sebesar 7,8 juta hektar. Artinya terjadi konversi lahan 130.000 ha per tahun
selama lima tahun terakhir (Badan Pusat Statistik, 2018).
6
6
6
Tekanan penduduk yang semakin besar menuntut diperlukannya lahan untuk
produksi pertanian di berbagai agroekosistem, salah satu alternatif pemecahan
masalah adalah memanfaatkan lahan rawa lebak sebagai areal produksi
pertanian khususnya tanaman pangan, mengingat arealnya sangat luas serta
pemanfaatannya belum dilakukan secara intensif dan ekstensif (Alihamsyah,
2004).
Sumatera Selatan merupakan sentra produksi beras urutan keenam di Indonesia
atau ketiga untuk luar Jawa setelah Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.
Apabila dilihat dari produksi nasional, provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2016, memberikan kontribusi produksi sekitar 5 persen terhadap produksi
nasional (Badan Pusat Statistik,2017). Berikut merupakan data luas panen,
produksi dan produktivitas padi di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktivitas padi Tahun 2010-2015
Provinsi Sumatera Selatan
Tahun Luas Panen
(Hektar) Produksi (Ton)
Produktivitas
(Kuintal/Hektar)
2010 769.478 3.272.451 42,53
2011 784.820 3.384.670 43,13
2012 769.725 3.295.247 42,81
2013 800.036 3.676.723 45,96
2014 810.900 3.670.435 45,26
2015 872.737 4.247.922 48,67
Jumlah 4.807.696 21.547.448 268,36
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan, 2016.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa luas panen, produksi dan produktivitas padi
pada Tahun 2010-2015 di Provinsi Sumatera Selatan terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2015 jumlah produksi padi di Sumatera Selatan
7
7
7
mencapai 4.247.922 ton atau mengalami peningkatan 2,28 persen
dibandingkan dengan Tahun 2014 sebesar 3.670.435 ton. Peningkatan
tersebut karena adanya peningkatan luas panen 1,32 persen dari 810.900 ha
menjadi 872.737 ha dan peningkatan produktivitas sebesar 1,27 persen dari
45,26kw/ha menjadi 48,67 kw/ha.
Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera
Selatan yang memiliki potensi lahan rawa lebak terluas yaitu 61.940 ha
dengan rata-rata produksi padi 2-4 ton/ha. Lahan yang sudah dikembangkan
seluas 33.986 ha dan lahan yang belum dikembangkan seluas 27.954 ha
(Bappenas, 2014). Luas lahan rawa lebak yang belum dimanfaatkan
merupakan potensi yang bisa dikembangan menjadi areal lahan pangan untuk
menyokong produksi pangan nasional. Luas tanam, luas panen, produksi dan
produktivitas padi rawa lebak menurut Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa Lahan pertanian padi di Kabupaten Ogan Ilir
tersebar di beberapa kecamatan, salah satu kecamatan yang menjadi sentra
produksi padi adalah Kecamatan Sungai Pinang. Kecamatan Sungai Pinang
terdiri dari 13 desa, dimana padi rawa lebak menjadi komoditi pertanian
utama bagi petani dengan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas
sebesar 2.976 hektar, 3.164 hektar, 13.648 ton dan 4,3 ton/hektar.
8
8
8
Tabel 3. Luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas padi rawa lebak
menurut Kecamatan Di Kabupaten Ogan Ilir, 2016
Kecamatan
Padi Rawa Lebak
Luas Tanam
(ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Muara Kuang 3 982 4 401 21 057 4,8
Rambang Kuang 0 0 0 0
Lubuk Keliat 2 103 2 121 9 467 4,5
Tanjung Batu 13 19 82 4,2
Payaraman 0 0 0 0
Rantau Alai 3 737 4 305 20 506 4,8
Kandis 2 551 2 509 10 711 4,3
Tanjung Raja 3 953 4 101 17 517 4,3
Rantau Panjang 4 561 4 682 20 310 4,3
Sungai Pinang 2 976 3 164 13 648 4,3
Pemulutan 7 482 8 034 34 935 4,3
Pemulutan
Selatan
4 172 5 096 22 001 4,3
Pemulutan Barat 3 652 3 580 15 530 4,3
Indralaya 5 011 4 915 21 365 4,3
Indralaya Utara 1 009 1 197 5 373 4,5
Indralaya Selatan 1 898 906 3 919 4,3
Jumlah 47 100 49 030 216 421 61,5
Sumber: Kabupaten Ogan Ilir dalam angka 2018.
Desa Serijabo merupakan salah satu desa di Kecamatan Sungai Pinang
dimana sebagian besar masyarakatnya berusahatani padi rawa lebak.
Pengembangan lahan rawa lebak masih menghadapi berbagai kendala,
seperti: kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan prasarana
pendukung yang belum memadai atau bahkan belum ada. Pertanian padi
sawah lebak di daerah ini mempunyai banyak tantangan diantaranya;
usahatani padi lebak hanya diusahakan setahun sekali, sangat tergantung
kepada musim, belum memiliki drainase air yang baik, iklim yang kurang
menguntungkan, fluktuasi harga, dan petani masih menggunakan teknologi
serta teknik budidaya yang sederhana.
9
9
9
Produktivitas padi lahan rawa lebak di Kabupaten Ogan Ilir masih tergolong
rendah yaitu berkisar 4-4,5 ton per ha, bila dibandingkan dengan potensi hasil
dari beberapa varietas unggul baru padi rawa lebak yaitu 6-8 ton/ha (Jamil
,2016). Dikemukakan oleh Abdullah (2008) penyebab rendahnya produksi
padi tersebut diantaranya kebiasaan petani menggunakan benih dari tanaman
sendiri yang tumbuhnya tidak seragam lagi, benih bermutu/berlabel sulit
didapat tepat pada waktunya dan harga benih yang relatif mahal
menyebabkan petani sulit untuk menjangkaunya.
Biaya produksi padi rawa lebak terus meningkat, sejalan dengan
meningkatnya harga pupuk dan harga padi yang fluktuatif, usahatani hanya
dapat dilakukan satu kali, dan sebagian besar petani mempunyai lahan yang
relatif sempit menyebabkan keuntungan yang diperoleh petani rendah.
Harga pokok produksi didapatkan dari jumlah keseluruhan biaya produksi.
Biaya produksi secara umum terdiri dari biaya input, biaya tenaga kerja, dan
biaya tetap. Umumnya petani kurang memperhatikan dalam menghitung
biaya-biaya tersebut, sehingga tidak mengetahui jumlah biaya yang
sesungguhnya telah digunakan. Harga pokok produksi sangat berpengaruh
dalam perhitungan keuntungan yang akan diperoleh petani dalam suatu
proses budidaya pada satu musim tanam.
Produksi dan produktivitas berperan terhadap peningkatan pendapatan petani.
Tingkat harga berlaku merupakan indikator yang mempengaruhi naik turunya
pendapatan petani, karena harga merupakan salah satu penentu keberhasilan
10
10
10
suatu usaha yang akan menentukan seberapa besar keuntungan yang
diperoleh petani atas penjualan produknya.
Pendapatan petani dapat berubah apabila tingkat produktivitas mengalami
perubahan, apabila produktivitas turun dapat menyebabkan penurunan tingkat
pendapatan petani dengan asumsi harga satuan hasil produksi tetap. Oleh
karena itu, untuk melihat bagaimana tingkat produktivitas padi dapat
mempengaruhi pendapatan petani dari usahatani padi, diperlukan analisis
pendapatan usahatani padi.
Petani padi sebagai produsen yang memproduksi padi juga berorentasi pada
laba, sehingga tidak terlepas dari masalah pencapaian laba, dan pengembalian
modal. Perhitungan harga pokok produksi perlu dilakukan untuk mengetahui
berapa biaya yang dikeluarkan oleh petani selama melakukan kegiatan
usahatani sehingga petani mengetahui apakah harga yang diterima atas
penjualan hasil panennya itu menguntungkan atau tidak (Mulyadi, 2015).
Mengingat pada permasalahan tersebut perlu dilakukan “Analisis Pendapatan
Usahatani dan Biaya Pokok Produksi padi rawa lebak di Kecamatan Sungai
Pinang Kabupaten Ogan Ilir”
11
11
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan penelitian di rumuskan sebagai
berikut:
1. Berapa pendapatan usahatani padi rawa lebak di Kecamatan Sungai pinang
Kabupaten Ogan Ilir?
2. Berapakah biaya pokok produksi padi rawa lebak di Kecamatan Sungai
pinang Kabupaten Ogan Ilir?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian adalah:
1. Mengetahui besarnya pendapatan usahatani padi rawa lebak di Kecamatan
Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir.
2. Mengetahui besarnya biaya pokok produksi usahatani padi rawa lebak di
Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Petani, Sebagai bahan informasi bagi petani padi di Kabupaten Ogan Ilir.
2. Dinas dan instansi, sebagai bahan informasi untuk pengambilan keputusan
kebijakan pertanian yang berhubungan dengan komoditi padi rawa lebak.
3. Peneliti lain, Sebagai bahan pembanding atau referensi untuk penelitian
sejenis.
12
12
12
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Sistem Agribisnis Padi Rawa Lebak
Sistem agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling
sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem agibisnis hulu
(upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang meghasilkan,
perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-
obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem
usahatani (on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut sebagai
sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream
agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer
menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak, disaji,
dikonsumsi dan diperdagangkan (Saragih, 2010).
Ekosistem lahan rawa memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem
lainnya, terutama disebabkan oleh kondisi rejim airnya. Berdasarkan rejim
airnya, lahan rawa dikelompokkan menjadi lahan rawa pasang surut dan
lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan pasang surut adalah lahan yang
rejim airnya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut atau sungai,
sedangkan lahan lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh
13
13
13
hujan, baik yang turun di wilayah setempat maupun di daerah sekitarnya
dan hulu. Lahan rawa mempunyai peran penting dalam upaya
mempertahankan swasembada beras dan mencapai swasembada pangan
lainnya mengingat semakin berkurangnya lahan subur untuk area pertanian.
Kata lebak diambil dari bahasa jawa yang berarti lembah atau tanah rendah.
Rawa lebak secara khusus diartikan sebagai kawasan rawa dengan bentuk
wilayah berupa cekungan dan merupakan wilayah yang dibatasi oleh satu
atau dua tanggul sungai atau antara dataran tinggi dengan tanggul sungai
(M. Noor, 2007).
Sistem agribisnis padi rawa lebak terdiri dari:
1) Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian
Kegiatan awal sistem agribisnis adalah kegiatan pengadaan dan
penyaluran sarana produksi pertanian. Subsistem ini menghasilkan dan
menyediakan prasarana dan sarana atau input yang digunakan dalam
kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian dikatakan berhasil jika
tersedianya bahan baku sesuai dengan jumlah dan waktu yang tepat
(Soekartawi, 1993).
Input yang akan digunakan untuk kegiatan usahatani padi rawa lebak
adalah sebagai berikut:
a) Lahan dan Air
Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi
komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang
digarap/ditanami), maka semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan
14
14
14
oleh lahan tersebut. Menurut Mubyarto (1989), lahan sebagai salah satu
faktor produksi yang merupakan pabrik hasil pertanian yang mempunyai
kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani.
Rawa lebak merupakan lahan dengan topografi datar, tergenang air pada
musim penghujan dan kering pada musim kemarau. Lahan rawa lebak
berdasarkan kedalaman dan lama genangan air diklasifikasikan menjadi
tiga tipe yang meliputi lahan rawa lebak dangkal/pematang dengan
kedalaman genangan air maksimum 50 cm dan lama genangan air kurang
dari 3 bulan, rawa lebak tengahan 50 sampai 100 cm dan lama genangan
3 sampai 6 bulan dan rawa lebak dalam lebih dari 100 cm dan lama
genangan air lebih dari 6 bulan (Bakri, 2006). Genangan lahan rawa
dapat disebabkan oleh pasang air laut, genangan air hujan atau luapan air
sungai (M.Noor, 2007).
Lahan tersebut pada keadaan air macak-macak sampai dengan ketinggian
air lebih kurang 30 cm dapat ditanami padi, sedangkan pada kondisi
kering dapat ditanami tanaman palawija. Rawa lebak dalam diusahakan
untuk kolam ikan dan usahatani ikan serta peternakan itik baik petelur
maupun pedaging atau ternak kerbau rawa jika memungkinkan (Waluyo,
2000).
Pertimbangan dan permasalahan dalam pemanfaatan lahan rawa lebak
untuk pengembangan usahatani padi adalah sebagai berikut:
a. Pertimbangan pemanfaatan lahan rawa lebak untuk pengembangan
tanaman padi;
15
15
15
1) Topogrofi wilayah datar dan hamparan luas sehingga berpotensi
sebagai sumber pertumbuhan produksi padi.
2) Air tersedia melimpah dimusim hujan dan pengayaan lumpur saat
banjir sehingga lahan cukup subur.
3) Mempunyai kekayaan sosial budaya berupa kearifan budaya lokal
(indigenous knowledge) yang berpotensi untuk dikembangkan.
4) Jalan dan transportasi sebagian sudah dapat melalui darat dan
sebagian dapat melalui sungai sehingga mudah dicapai dan
mobilitas barang serta pengangkutan lancar.
b. Permasalahan yang perlu diatasi untuk pengembangan tanaman padi:
Musim kemarau; menyurutnya air kadang lambat, kadang cepat,
sehingga menyulitkan penentuan waktu tanam dan hubungannya
dengan kondisi bibit di persemaian. Sering terjadi cekaman
kekeringan sehingga banyak bulir yang hampa.
Musim hujan; bibit yang baru ditanam rentan terendam, pemupukan
tidak efektif akibat genangan air, serangan hama tikus, sering terjadi
genangan karena luapan air sungai atau air hujan didaerah cekungan
dipedalaman (Rogers, 1983).
b) Benih
Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul
cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Semakin
unggul benih komoditas pertanian, semakin tinggi produksi pertanian
yang akan dicapai. Varietas unggul baru yang sesuai adalah adalah
16
16
16
varietas yang mempunyai potensi hasil tinggi, tahan rendaman (cepat
memanjang, berkecambah dalam kondisi tergenang), tahan hama dan
penyakit, tahan kekeringan atau berumur genjah serta disukai petani.
Beberapa varietas padi rawa telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian
dirumuskan pada Tabel 4.
Tabel 4. Varietas unggul baru padi rawa lebak
No Varietas Potensi Hasil Keterangan
1. Dendang 5,0 ton/ha
1. Agak tahan terhadap wereng coklat
biotipe 1, 2.
2. Tahan penyakit blast dan agak tahan
bercak daun coklat, rentan hawr
daun bakteri strain III dan IV.
3. Toleran terhadap Fe, dan Salinitas,
agak toleran terhadap keracunan AL.
2. Mendawak 6,5 ton/ha
1. Agak tahan terhadap wereng coklat
biotipe 1 dan 2.
2. Agak tahan hawar daun bakteri strain
III dan tahan blas. Toleran terhadap
keracunan Fe
3. Ciherang 5 -8,5
ton/ha
1. Tahan terhadap wereng coklat biotipe
2 dan
2. Agak tahan biotipe 3. Tahan terhadap
hawar daun bakteri strain III dan IV.
3. Baik ditanam di lahan sawah irigasi
dataran rendah sampai 5000 m dpl.
4. Ciliwung 6,5 ton/ha
1. Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan
rentan wereng coklat biotipe 3,
2. Agak tahan terhadap hawar daun
bakteri strain IV,
3. Anjuran tanam : Baik ditanam di
lahan irigasi berelevasi rendah
sampai 550 m dpl.
5. IR 64 6 ton/ha.
1. Tahan wereng coklat biotipe 1,2, dan
agak tahan wereng coklat biotipe 3.
2. Agak tahan hawar daun bakteri strain
IV tahan virus kerdil rumput dan
toleran terhadap air.
6. IR 42 7,0 ton/ha
1. Tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2.
2. Rentan wereng coklat biotipe 3.
Tahan terhadap hawar daun bakteri,
virus, tungro dan kerdil rumput,
Rentan terhadap hawar pelepah
daun,
3. Toleran terhadap tanah masam
17
17
17
Tabel 4. Varietas unggul baru padi rawa lebak (lanjutan)
No Varietas Potensi Hasil Keterangan
7. Inpara 1 6,47 ton/ha Hasil tinggi, toleran Fe dan sesuai untuk
daerah yang menyukai nasi pera.
8. Inpara 2 6,08 ton/ha
1. Agak tahan Wereng Batang Coklat
Biotipe 2.
2. Tahan terhadap penyakit HDB dan
Blast.
3. Toleransi keracunan Fe dan Al.
9. Inpara 3 5,6 ton/ha
1. Agak tahan Wereng Batang Coklat
Biotipe 3.
2. Tahan terhadap penyakit Blast ras
101,123,141,373 ; peka terhadap
HDB.
3. Agak toleran rendaman selama 6 hari
pada fase vegetatif, agak toleran
keracunan Fe dan Al.
10. Inpara 6 6,0 ton/ha
1. Tahan terhadap HDB strain IV dan
blas.
2. Toleran Fe Baik ditanam di daerah
sulfat masam potensial
Sumber : (Suprihatno, 2011).
Syarat-syarat varietas padi yang di tanam di tanah lebak adalah:
a. Varietas berumur pendek (genjah) yaitu 5-5 ½ bulan karena sangat
dipengaruhi oleh kondisi air, walaupun umur padi itu genjah tapi
karena proses metabolisme yang lambat maka panen padi lebak akan
memakan waktu yang sangat lama
b. Varietas yang peka terhadap lama penyinaran
c. Varietas padi unggul baru maupun varietas lokal.
Ciri-ciri benih bermutu tinggi meliputi: 1) varietasnya asli, 2) benih
bernas dan seragam, 3) bersih (tidak tercampur dengan biji gulma atau
biji tanaman lain), 4) daya berkecambah dan vigor tinggi sehingga dapat
tumbuh baik jika ditanam, 5) sehat, tidak terinfeksi oleh jamur atau
serangan hama. Penggunaan benih bermutu akan menghasilkan bibit
yang sehat dengan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam,
18
18
18
tanaman sehat dengan perakaran yang baik, tumbuh lebih cepat, tahan
terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi, dan mutu hasil yang
lebih baik (Syahri, 2013).
c) Pupuk
Seperti halnya manusia, selain mengonsumsi nutrisi makanan pokok,
dibutuhkan pula konsumsi nutrisi vitamin sabagai tambahan makanan
pokok. Tanaman pun demikian, pupuk dibutuhkan sebagai nutrisi
vitamin dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pupuk
yang sering digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik.
Menurut Adhi dalam (Lingga, 2007), pupuk organik merupakan pupuk
yang berasal dari penguraian bagian–bagian atau sisa tanaman dan
binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano,
dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang biasa
disebut sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami
proses di pabrik misalnya pupuk urea, Sp-36, KCL, dan lain-lain.
Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan
ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan
waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan
pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman
mencapai hasil tinggi. Takaran pupuk tunggal Urea, SP-36 dan KCl yang
digunakan berdasarkan alat PUTS sehingga takaran pupuk per hektar
adalah 150 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 100 kg KCl. Pada umur tanaman
lebih kurang 7-10 hari setelah tanam diberikan pupuk 75 kg urea dan
19
19
19
pupuk SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya yaitu 100 kg SP- 36 dan 100
kg KCl/ha. Kemudian pada umur tanaman 30-35 hari setelah tanam
diberikan pupuk ureasisanya yaitu 75 kg/ha (Lingga, 2007).
d) Pestisida
Organisme Pengganggu Tanaman adalah organisme yang bersaing
dengan tanaman untuk memperebutkan faktor pertumbuhan sehingga
mengganggu peningkatan produksi baik kualitas maupun kuantitas. OPT
terdiri dari hama, penyakit dan gulma. Perlindungan tanaman
dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT
dan Dampak Fenomena Iklim (DFI) dengan meminimalkan kerusakan
atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan
berdasarkan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Khusus pengendalian dengan pestisida, merupakan pilihan terakhir bila
serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida
harus memperhatikan jenis, jumlah dan kondisi lingkungan serta waktu
penggunaan.
Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi
hama dan penyakit yang menyerangnya. Di satu sisi pestisida dapat
menguntungkan usaha tani namun di sisi lain pestisida dapat merugikan
petani. Pestisida dapat menjadi kerugian bagi petani jika terjadi
kesalahan pemakaian baik dari cara maupun komposisi. Kerugian
tersebut antara lain pencemaran lingkungan, rusaknya komoditas
20
20
20
pertanian, keracunan yang dapat berakibat kematian pada manusia dan
hewan peliharaan (Purwono, 2007).
e) Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di
Indonesia masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Dalam
usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri
yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri, dan anak-anak
petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan
tidak pernah dinilai dengan uang (Mubyarto, 1989). Ukuran tenaga kerja
dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK).
f) Teknologi
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif
dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui
perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang
sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh
petani serta bersifat spesifik lokasi. Inovasi teknologi berpeluang untuk
diadopsi oleh petani apabila teknologi yang diintroduksikan memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
a. Bermanfaat bagi petani secara nyata.
b. Lebih unggul dibandingkan dengan teknologi yang telah ada.
21
21
21
c. Bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi
teknologi tersedia.
d. Memberikan nilai tambah dan keuntungan ekonomi.
e. Meningkatkan efisiensi dalam berproduksi.
f. Bersifat ramah lingkungan dan menjamin keberlanjutan usaha
pertanian.
Upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan terutama
padi, memerlukan dukungan inovasi teknologi. Badan Penelitian dan
Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian telah menghasilkan berbagai
inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi,
diantaranya varietas unggul, benih berkualitas dan teknologi budidaya
lainnya. Badan Litbang juga telah mengembangkan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu
meningkatkan produktivitas padi dan efisiensi input produksi. Dalam
pengembangan PTT secara nasional, Departemen Pertanian meluncurkan
program Sekolah Lapang (SL) PTT sejak tahun 2008 yang secara
berjenjang pelaksanaannya dikoordinasikan langsung oleh Ditjen
Tanaman Pangan (Waluyo, 2010).
2) Subsistem usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari
bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efesien pada
suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan
melaksanakan keputusan pada usaha pertnian, peternakan, atau perikanan
22
22
22
untuk mencapai tujuan uang telah disepakati oleh petani tersebut
(Suratiyah, 2008).
Dalam subsistem usahatani tidak terlepas dari proses budidaya tanaman
padi. Tanaman padi termasuk jenis tanaman rumput-rumputan. Padi
termasuk tanaman semusim yaitu tanaman yang berumur pendek, hidup
kurang dari satu tahun dan hanya satu kali bereproduksi, kemudian
tanaman akan mati atau dimatikan (AAK, 2003).
Padi adalah tanaman yang cocok ditanam di lahan tergenang, akan tetapi
padi juga baik ditanam di lahan tanpa genangan, asal kebutuhan airnya
tercukupi. Oleh karena itu, padi dapat tumbuh baik di daerah tropis
maupun subtropis dengan dua jenis lahan utama, yaitu lahan basah
(sawah) dan lahan kering (ladang).
Usahatani merupakan usaha di bidang tanaman, walaupun usahanya kecil
dan apapun bentuknya usahatani tetap mencari keuntungan yang
sebesarbesarnya, karena itu teori dan konsep-konsep ekonomi diterapkan
pada usahatani. Ilmu ekonomi digunakan untuk mempelajari bagaimana
mengelola faktor-faktor produksi (lahan, tenaga kerja dan modal) yang
ketersediaannya terbatas agar dapat memberikan keuntungan yang
sebesarbesarnya. Usahatani yang memberikan keuntungan atau
pendapatan yang tinggi adalah usahatani yang produktif (efisien) dan
usahatani dikatakan efisien apabila produktivitasnya tinggi.
23
23
23
Ada beberapa pengertian yang perlu diperhatikan dalam menganalisis
pendapatan antara lain (Soekartawi, 1995) :
1) Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu
kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.
2) Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan
total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya
variabel dan biaya tetap.
3) Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan
uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.
Untuk mengetahui pendapatan dari suatu model usahatani padi dapat
dilakukan analisis pendapatan usahatani yang secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC.........................................................................................(1)
π = Py.Y – (FC+VC)............................................................................(2)
Keterangan: π = Pendapatan/keuntungan (Rp)
TR = Penerimaan (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Py = Harga produksi (Rp/Kg)
Y = Jumlah produksi (Kg)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variable (Rp).
Suatu usaha secara ekonomi dikatakan menguntungkan atau tidak
menguntungkan dapat dianalisis dengan menggunakan perbandingan
antara penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue
Cost Ratio(R/C).
R/C = (Py . Y) / (FC + VC).....................................................................(3)
R/C = PT / TC ........................................................................................(4)
24
24
24
Keterangan : Py = harga produksi
Y = produksi
FC = biaya tetap
VC = biaya variable
PT = produksi total
TC = biaya total
Terdapat tiga kriteria dalam perhitungan ini, yaitu :
a. Jika R/C<1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi belum
menguntungkan.
b. Jika R/C>1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi
menguntungkan.
c. Jika R/C=1, maka usahatani berada pada titik impas
(Break Event Point) (Soekartawi, dkk, 1984).
3) Subsistem pengolahan hasil pertanian (agroindustri) dan pemasaran
Subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk
usahatani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk
yang dihasilkan dari usahatani didistribusikan langsung ke konsumen pada
saat panen tiba. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan terlebih
dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam
subsistem ini penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi
motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara
menyerap/mencipakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan
pendapatan dan ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke
konsumen, pengalengan dan lain-lain (Maulidah, 2012).
25
25
25
4) Subsistem lembaga penunjang
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) adalah semua
jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta
mengembangkan kegiatan subsistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-
sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah
penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga penyuluhan dan
konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh petani dan
pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian.
Lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang
memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko
usaha (khusus asuransi). Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh
balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi
teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil
penelitian dan pengembangan (Maulidah, 2012). Secara diagramatis mata
rantai agribisnis dapat digambarkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Mata rantai penunjang agribisnis.(Sumber, Soekartawi1993).
2. Teori Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.
Kegiatan produksi dalam ekonomi biaanya dinyatakan dalam fungsi
Subsistem
Sarana
Produksi
Subsistem
Usahatani
Subsistem
Pengolahan
Hasil
Subsistem
Pemasaran
Domestik
Ekspor
Subsistem Lembaga Penunjang Agribisnis
26
26
26
produksi (Sugiarto, 2005). Teori produksi sebagaimana teori pemilihan atas
berbagai alternatif. Produsen mencoba memaksimumkan produksi yang
bisa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar dapat dihasilkan
profit (keuntungan yang maksimum). Fungsi produksi menunjukkan jumlah
maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input
dengan menggunakan teknologi tertentu.
Pada konsep produksi terdapat tiga istilah yaitu produk total (PT), produk
rata-rata (PR), dan produk marginal (PM). Produk total (PT) adalah jumlah
produk (hasil yang diperoleh dalam proses produksi) yang diproduksi
selama periode waktu tertentu, dengan menggunakan semua faktor produksi
yang dibutuhkan dalam proses produksi. Produk rata-rata (PR) adalah
perbandingan antara produk total dengan input produksi. Produk marginal
(PM) adalah perubahan produksi (output) karena kenaikan satu-satuan
faktor produksi (input). Secara grafik, hubungan antara PT, PR, dan PM
dinyatakan dalam kurva produksi seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan antara PT, PR dan PM (Soekartawi, 1994).
0
27
27
27
Terlihat pada Gambar 4, produksi total (PT) akan tetap meningkat dan
produk marjinal bernilai positif, pada PT maksimum maka PM menjadi nol.
Pada saat PT menurun, maka nilai PM menjadi negatif (Soekartawi, 1994).
3. Biaya Produksi
Suratiyah (2006) menyatakan, biaya dan pendapatan dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal, eksternal dan faktor manajemen. Faktor internal
maupun eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan.
Faktor internal meliputi umur petani, tingkat pendidikan dan pengetahuan,
jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor eksternal terdiri
dari input yang terdiri atas ketersediaan dan harga. Faktor manajemen
berkaitan dengan pengambilan keputusan dengan berbagai pertimbangan
ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang
maksimal. Biaya adalah nilai dari seluruh sumberdaya yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang.
Menurut Soekartawi (2006) biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost). Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya relatif tetap, dan terus
dikeluarkan meskipun tingkat produksi usahatani tinggi ataupun rendah,
dengan kata lain jumlah biaya tetap tidak tergantung pada besarnya tingkat
produksi. Biaya tetap (fixed cost) dapat dihitung dengan formula berikut
ini:
𝐹𝐶 = Σ 𝑋𝑖𝑃𝑋𝑖 𝑛 𝑖 =1....................................................................................(5)
28
28
28
Keterangan: FC = biaya tetap
Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya
tetap
Pxi = harga input
n = macam input.
Jika dalam penelitian nilai biaya tetap tidak dapat dihitung dengan formula
di atas, maka nilai biaya tetap bisa langsung ditetapkan berdasarkan hasil
observasi lapangan yang dilakukan. Formula di atas juga dapat digunakan
untuk menghitung biaya variabel. Sehingga biaya total (total cost) dapat
dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
TC = FC + VC............................................................................................(6)
Keterangan: TC = biaya total
FC = biaya tetap
VC = biaya tidak tetap.
Biaya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: biaya total (Total
Cost),biaya tetap total (Total Fixed Cost) dan biaya variabel total (Total
Variabel Cost).
4. Biaya Pokok Produksi
Biaya pokok produksi merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi atau menghasilkan suatu produk dalam satu periode. Harga
pokok produksi usahatani padi rawa merupakan total biaya yang
dikeluarkan oleh petani dalam suatu proses budidaya pada satu musim
tanam. Komponen biaya produksi usahatani padi meliputi biaya alat dan
bahan (saprodi), biaya tenaga kerja dan biaya overhead usahatani. Alat dan
bahan (saprodi) dalam usahatani padi meliputi bibit, pupuk, dan lain-lain.
Biaya tenaga kerja merupakan total upah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh
29
29
29
petani dalam proses budidaya padi rawa dari mulai persiapan lahan,
pengolahan lahan, persiapan tanam, tanam, pemeliharaan , pemupukan, dan
panen. Biaya overhead usahatani meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam proses budidaya padi rawa dalam satu musim tanam
selain biaya pembelian alat dan bahan (saprodi) dan biaya tenaga kerja.
Biaya overhead padi meliputi biaya pajak lahan pertanian.
Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam biaya pokok produksi, dengan dua pendekatan,
yaitu secara variable costing dan full costing (Mulyadi, 1991).
a. Variable Costing
Variable costing adalah metode penentuan biaya pokok produksi yang
hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variable ke dalam
biaya pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, dan biaya overhead pabrik variable. Dalam metode variable costing,
biaya overhead pabrik tetap diberlakukan sebagai period cost dan bukan
sebagai unsur harga pokok produk, karena biaya overhead pabrik tetap
dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian,
biaya overhead tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada
persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai
biaya dalam periode terjadinya (Mulyadi, 1991).
b. Full Costing
Full costing adalah metode penentuan biaya pokok produksi yang
memperhitungkan seluruh unsur biaya pokok produksi, yang terdiri dari
30
30
30
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik tetap
maupun variable. Pada metode full costing seluruh biaya tersebut
dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga
pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang
belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi
tersebut sudah dijual (Mulyadi, 1991).
5. Pasar dan Kebijakan Harga Beras
Komoditi beras bagi masyarakat Indonesia bukan saja merupakan bahan
pangan pokok, tetapi sudah merupakan komoditi sosial. Oleh karena itu,
perubahan-perubahan yang terjadi pada beras akan begitu mudah
mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi yang lain. Perhatian pemerintah
terhadap beras sudah lama dimulai dan bahkan setelah Indonesia merdeka,
perhatian terhadap beras ini sudah menjadi program prioritas (Departemen
Pertanian, 2004).
Adanya faktor sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, total pendapatan
keluarga, jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan) yang mempengaruhi
ibu rumah tangga menimbulkan adanya tanggapan berupa sikap positif dan
sikap negatif ibu rumah tangga didaerah perkotaan dan perdesaan terhadap
konsumsi beras. Timbulnya sikap positif bagi ibu rumah tangga terhadap
kenaikan harga beras yaitu tetap mengkonsumsi beras pada merek yang
sama walaupun harganya meningkat (Sumarwan, 2004).
31
31
31
Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa integrasi pasar merupakan suatu
ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di
pasar acuan (pasar pada tingkat yang lebih tinggi seperti pedagang eceran)
akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya (misalnya
pasar di tingkat petani), dengan demikian analisis integrasi pasar sangat erat
kaitannya dengan analisis struktur pasar. Tingkatan pasar dikatakan terpadu
atau terintegrasi jika perubahan harga pada salah satu tingkat pasar
disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur pasar persaingan
sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan ditransfer secara
sempurna (100 persen) ke pasar pengikut, yakni di tingkat petani.
Pada tahun 1969, pemerintah memutuskan untuk menerapkan kebijakan
harga dasar bersamaan dengan kebijakan non harga. Kebijakan harga ini
digunakan pemerintah untuk mengoptimalkan kebijakan non harga, seperti
varietas unggul padi, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit,
perbaikan pengairan, serta teknik pertanian. Dampaknya adalah Indonesia
mampu meningkatkan produktivitas, luas areal tanam, serta pendapatan
petani padi. Kedua kebijakan tersebut masih dipertahankan sampai
sekarang. Pada 2002, harga dasar diubah menjadi harga dasar pembelian
pemerintah (HDPP). Pada 2005, istilah HDPP diganti menjadi harga
pembelian pemerintah (HPP) (Fajar, 2010).
Penetapan Harga Pembelian Pemerintah dilakukan dalam rangka
meningkatkan pendapatan petani, pengembangan ekonomi pedesaan,
stabilitas ekonomi nasional, peningkatan ketahanan pangan, dan dalam
32
32
32
rangka pengadaan cadangan pangan, selain itu juga untuk mendukung
peningkatan produktivitas petani padi dan produksi beras nasional.
Penetapan HPP gabah/beras pertama kali dilakukan pada Tahun 2002 yang
dituangkan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2002. Tahun 2012,
sudah 8 (delapan) kali ditetapkan kebijakan HPP gabah/beras untuk
menyesuaikan situasi perberasan dalam negeri,terutama akibat
perkembangan harga yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Instrumen kebijakan harga yang dilakukan pemerintah adalah penetapan
harga dasar (floor price) dengan tujuan untuk meningkatkan produksi beras
dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga (guaranteed price)
yang wajar dan penetapan batasan harga eceran tertinggi (ceiling price)
dengan tujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Bulog adalah
lembaga yang dirancang pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
stabilisasi harga, membeli beras pada tingkat tertentu yang telah ditetapkan
pemerintah, serta penyaluran beras untuk masyarakat rawan pangan dan
emerjensi (Amang, 2001).
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Peneliti harus mempelajari penelitian sejenis dimasa lalu untuk mendukung
penelitian yang akan dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu harus
dipelajari agar penelitian yang akan dilakukan dapat dikembangkan, selain itu
penelitian terdahulu juga akan mendukung untuk melakukan penelitian dan
dapat dijadikan referensi bagi penulis.
33
33
33
Kajian penelitian terdahulu dijadikan referensi untuk melihat persamaan dan
perbedaan penelitian, sehingga peneliti memiliki gambaran terhadap penelitian
yang akan dilakukan. Oleh karena itu, untuk mendukung penelitian ini maka
penulis mengambil beberapa penelitian terdahulu yang memiliki persamaan
dan perbedaaan dalam hal komoditas, waktu, tempat dan metode. Penelitian
terdahulu yang berhasil dipilih disajikan pada Tabel 5.
34
34
Tabel 5. Kajian penelitian terdahulu
No Peneliti dan judul
penelitian
Tujuan Penelitian Metode analisis Hasil Penelitian
1. 1. Juliana R. Mandei
(2011)
2. Penentuan Harga
Pokok Beras Di
Kecamatan
Kotamobagu
Timur Kota
Kotamobagu
1. Harga pokok
penjualan beras di
kecamatan
kotamobagu timur
kota Kotamobagu.
2. Membandingkan
harga pokok
penjualan dengan
harga pasar dan harga
pembelian pemerintah
(HPP).
Analsis yang digunakan
adalah analisis untuk
menghitung biaya dan
menghitung harga pokok
produksi
1. Besarnya rata-rata harga pokok di
Kecamatan Kotamobagu Timur adalah
Rp4961,56 per kilogram. Jika dilihat
menurut Kelurahan sampel, rata-rata harga
pokok beras di Kelurahan Moyag lebih
tinggi dibandingkan dengan Kelurahan
Kobo Kecil.
2. Rata-rata harga pokok beras di Kecamatan
Kotamobagu Timur lebih rendah dari harga
yang ditetapkan pemerintah.
2. 1. Litha Rosana
(2012)
2. Analisis Harga
Pokok Padi
Sawah Dan Padi
Ladang Di
Kecamatan
Samalantan
Kabupaten
Bengkayang
1. Mengetahui harga
pokok padi sawah
dan padi ladang
perkilogram dan
untuk mengetahui
tingkat pendapatan
petani di Kecamatan
Samalantan
Kabupaten
Bengkayang.
1. Analisis data yang
digunakan yaitu analisis
harga pokok, analisis
pendapatan bersih dan
analisis Uji-t dengan
bantuan program aplikasi
SPSS versi 19.0.
1. Hasil penelitian menunjukan bahwa harga
pokok padi ladang lebih tinggi (Rp
2.507,10/Kg) daripada harga pokok padi
sawah (Rp 2.049,43/ Kg). Berdasarkan hasil
analisis pendapatan diketahui pendapatan
padi ladang sebesar Rp 2.124.417,46/ha/th
lebih tinggi daripada padi sawah yaitu
sebesar Rp 3.148.521,91/ha/th.
35
35
Tabel 5. Kajian penelitian terdahulu (lanjutan)
No Peneliti dan judul
penelitian
Tujuan Penelitian Metode analisis Hasil Penelitian
3. 1. Putu Yenata (2018)
2. Analisis Pendapatan
Usahatani Padi
Sawah Dan
Penentuan Harga
Jual Beras Pada
Tingkat Petani Di
Kabupaten Morowali
1. Menganalisis besarnya
pendapatan usahatani
padi sawah
2. Menganalisis besarnya
penerimaan usahatani
padi sawah pada
keadaan Titik Pulang
Pokok
3. Menganalisis besarnya
harga jual beras yang
layak pada tingkat
petani.
1. Analisis data dalam
penelitian ini secara
keseluruhan meliputi:
Analisis pendapatan
usahatani, analisis titik
pulang pokok, dan
Analisis penentuan
harga jual.
1. Pendapatan usahatani padi sawah di
kecamatan Bumi raya dan witaponda
adalah sebesar Rp 12.151.004/ha/MT.
2. Titik Pulang Pokok Penerimaan (TPP
penerimaan) di kecamatan Bumi raya
dan witaponda adalah sebesar Rp
808.366,53/ha/MT. TPP penerimaan ini
akan dicapai apabila produksi beras
mencapai 144,48 kg/ha/MT dan dengan harga jual beras sebesar Rp 7.061/kg.
3. Harga jual beras yang ditetapkan dengan
indikator UMR Sulawesi Tengah
sebesar Rp 6.713/kg, berdasarkan
kriteria sajogyo sebesar Rp 10.289/kg
dan berdasarkan indikator bank dunia
sebesar Rp 7.657/kg.
4. 1. Ida Zuhairoh (2015)
2. Analisis Penentuan
Harga Pokok Beras
Dengan
Menggunakan
Metode Full Costing
Pada Usahatani
Beras di Kecamatan
Undaan Kabupaten
Kudus Musim Panen
Bulan Juli 2015
1. Mengetahui perbedaan
harga beras yang
ditetapkan oleh
pemerintah dengan
petani di kecamatan
Undaan Kabupaten
Kudus
1. Analisis ini
menggunakan
perhitungan harga
pokok produksi
1. Besarnya rata-rata harga pokok beras di
Kecamatan Undaan adalah Rp. 3.005.
2. Perhitungan laba dengan menggunakan
metode full costing penetapan harga
pokok pemerintah sudah layak bagi
petani yaitu pendapatan di Desa Wates
Rp 2.208.572 dan pendapatan di Desa
Undaan Kidul Rp 1.859.571 setiap bulan.
36
36
Tabel 5. Kajian penelitian terdahulu (lanjutan)
No Peneliti dan judul
penelitian
Tujuan Penelitian Metode analisis Hasil Penelitian
5. 1. Komalasari (2018)
2. Produktivitas dan
Luas Lahan
Minimal Petani
Padi Sawah Lebak
di Kabupaten
Ogan Ilir
Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
rendahnya produktivitas
padi lebak, menghitung
persentase pendapatan
petani dari usahatani padi
lebak yang dapat
memenuhi pengeluaran
konsumsi pangan rumah
tangga petani dan
menghitung luas lahan
minimal usahatani padi
lebak
Analisis data
menggunakan SPSS , uji
T, uji F, pendapatan
dianalisis menggunakan
pengeluaran konsumsi
pangan yang di dapat dari
hasil wawancara,
selanjutkan dilakukan
analisis luas lahan
minimal dengan cara
pengeluaran dan
pendapatan RT dibagi
dengan Pendapatan
Usahatani dikali 100
(1) Faktor yang mempengaruhi nyata terhadap
produktivitas padi sawah lebak di Desa
Lebak Pering adalah luas lahan, varietas
benih, penggunaan pupuk urea, pengalaman
usahatani, dan penggunaan pupuk NPK
sedangkan yang tidak berpengaruh nyata
adalah penggunaan pupuk SP-36 dan
penggunaan pestisida.
(2) Kontribusi pendapatan petani padi lebak
terhadap pengeluaran konsumsi pangan
petani sebesar 71,61% dan terhadap
pendapatan total keluarga sebesar 60,28 %,
(3) Luas lahan minimal yang harus diusahakan
oleh petani padi lebak Desa Lebak Pering
adalah sebesar 1 ha dan jika petani hanya
mengandalkan usahatani padi lebak saja
maka luas lahan minimum yang harus
diusahakan petani sebesar 1,66 ha.
6. 1. Resti Purwaningsih
(2018)
2. Analisis
Pendapatan Dan
Biaya Pokok
Produksi Usahatani
Ubi Kayu Di
Kecamatan
Sukadana
Kabupaten
Lampung Timur
1. Menganalisis
pendapatan usahatani
ubi kayu
2. Menganalisis biaya
pokok usahatani ubi
kayu di Kabupaten
Lampung Timur.
1. Pengumpulan data
menggunakan metode
survei. Responden yang
diwawancarai sebanyak
40 petani yang dipilih
secara acak . Data
diolah dengan analisis
keuangan usahatani.
Rata-rata produksi usahatani ubi kayu sebesar
25,32 ton/ha dengan rata-rata pendapatan
usahatani ubi kayu di atas biaya tunai sebesar
Rp12.190.195/ha, dan pendapatan di atas biaya
total sebesar Rp5.447.277/ha. Biaya pokok
produksinya adalah sebesar Rp769/kg ubi kayu
dengan selang kepercayaan 95% antara
Rp480/kg dan Rp815/kg ubi kayu.
37
37
Tabel 5. Kajian penelitian terdahulu (lanjutan)
No Peneliti dan judul
penelitian
Tujuan Penelitian Metode analisis Hasil Penelitian
7. 1. Waluyo dan
Suparwotot
(2014)
Mengetahui masalah-
masalah terutama sistem
produksi usahatani
tradisional di lahan rawa
lebak.
Analisis secara tabulasi dan
deskriptif kualitatif
Tingkat teknologi usahatani padi yang
diterapkan oleh petani adalah teknologi
tradisional yang telah diterapkan secara turun
temurun. Teknologi yang dimaksud adalah
penggunaan padi varietas lokal yang berumur
panjang (5-6 bulan), persiapan areal
pertanaman tanpa melakukan pengolahan tanah
dan sistem budidaya belum berkembang dengan
baik. Produktivitas lahan rawa lebak termasuk
dalam kategori rendah, yang disebabkan
penerapan teknologi tradisional disamping
disebabkan sering terjadinya fluktuasi air cukup
besar antara waktu, kedatangan dan surutnya air
ke dan dari areal pertanaman yang sulit
diramalkan.
8. 1. Muhammad Arif
Setiawan (2018)
2. Analisis
Usahatani Padi
Sawah Pada
Berbagai Tipe
Lahan Lebak Di
Desa Berkat
Kecamatan Sirah
Pulau Padang
Kabupaten Ogan
Komering Ilir
1. Mengetahui
perbedaan produksi
usaha tani padi sawah
lebak pada berbagai
tipe lahan lebak
2. Mengetahui
Perbedaan
Pendapatan usaha tani
padi sawah lebak
pada berbagai tipe
lahan lebak
Untuk menjawab rumusan
masalah pertama dan kedua
dilakukan perhitungan
produksi dan pendapatan
yang diterima oleh petani
dari usahatani padi sawah
pada tiga tipologi lebak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, terdapat
perbedaan produksi yang nyata yang diterima
petani lapisan I yaitu sebesar 7.808 kg/ha,
lapisan II sebesar 6.519,99 kg/ha dan lapisan
III sebesar 5.800 kg/ha. Dan selanjutya
terdapat perbedaan pendapatan yang nyata
yang diterima patani Lapisan I yaitu sebesar
Rp 19.434.900 , Petani lapisan II yaitu sebesar
Rp 17.993.654 , dan petani lapisan III yaitu
sebesar Rp 15.745.209,3 .
38
38
Tabel 5. Kajian penelitian terdahulu (lanjutan)
No Peneliti dan judul
penelitian
Tujuan Penelitian Metode analisis Hasil Penelitian
9. 1. Fitri Solekhah
(2018)
2. Analisis Harga
Pokok Produksi
Dan Harga
Pokok Penjualan
Jagung Di
Kecamatan
Sekampung
Udik Kabupaten
Lampung Timur
1. Mengetahui berapa
besarnya harga pokok
produksi dan harga
pokok penjualan
jagung serta pengaruh
penggunaan berbagai
jenis benih jagung
terhadap harga pokok
produksi jagung.
1. Data di analisis dengan
menggunakan
pendapatan total dan
biaya total, margin
keuntungan dan one
way anova. Margin
keuntungan yang
digunakan sebesar 15
%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga
pokok produksi jagung per kilogram sebesar Rp
1.383,00 untuk BS-18, Rp 1.379,28 untuk NK-
33, Rp 1.448,77 untuk PIR-27 dan Rp 1.359,52
untuk DK-95. Harga pokok penjualan jagung
per kilogram dengan margin keuntungan 15%
sebesar Rp 1.590,45 untuk jenis benih BS-18,
Rp 1.586,18 untuk NK-33, Rp 1.666,09 untuk
PIR-27 dan Rp 1.560,00 untuk DK-95. Harga
rata-rata yang diterima petani sebesar Rp
1.741,04 per kilogram, usahatani jagung
merupakan unit usaha yang menguntungkan.
Penggunaan berbagai macam jenis benih tidak
mempengaruhi harga pokok produksi jagung.
10. 1. Suparwoto
(2019)
2. Produksi Dan
Pendapatan
Usahatani Padi Di
Lahan Rawa
Lebak Kabupaten
Ogan Komering
Ilir Sumatera
Selatan
1 Mengetahui produksi
dan pendapatan
usahatani padi varietas
unggul di lahan rawa
lebak Varietas yang
digunakan yaitu: Inpari
9, Inpari 30, Inpari 33,
Inpara 4 dan Mekongga,
IR 42 sebagai
pembanding
dilaksanakan seluas satu
hektar.
1. Uji kesamaan nilai
tengah (uji–t) dan dan
analisis usahatani.
Hasil menunjukkan bahwa tinggi tanaman
Inpari 9, Inpari 30, Inpari 33 dan Inpara 4
tergolong rendah sehingga sesuai untuk di
tanam di lahan rawa lebak. Produktivitas Inpari
9 dan Inpara 4 lebih tinggi dari Mekongga dan
IR 42, yaitu 7,6-7,7 ton GKP/ha, sedangkan
produktivitas Inpari 33 dan Inpari 30 yaitu 3,8-
4,4 ton GKP/ha lebih rendah dari Mekongga dan
IR 42. Secara ekonomis usahatani padi dengan
menggunakan semua varietas
menguntungkan kecuali Inpari 33, tetapi
pendapatan Inpari 9 dan Inpara 4 lebih
besar dari varietas lainnya dengan nilai BC ratio
3,5 dan 2,5.
39
39
39
C. Kerangka Pemikiran
Kegiatan usahatani merupakan suatu proses produksi, yaitu dengan
memasukkan faktor alam dengan faktor produksi lain untuk menghasilkan
output pertanian (barang atau jasa) dari suatu kegiatan. Penggunaan faktor-
faktor produksi yang efisien merupakan hal yang mutlak dalam proses produksi
untuk peningkatan produksi karena keuntungan maksimum hanya akan tercapai
dengan mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara efisien.
Banyaknya permintaan beras di pasaran membuat petani berkeinginan untuk
berusahatani padi dan dapat meningkatkan produksinya. Hal ini dilakukan
agar petani memperoleh pendapatan yang lebih besar serta produksi dapat
mencukupi permintaan beras yang ada. Besar kecilnya pendapatan petani
tergantung pada harga penjualan output yang dihadapi petani.
Pasar secara sempit diartikan sebagai tempat barang dan jasa diperjual belikan.
Secara luas pasar didefinisikan sebagai besarnya permintaan dan penawaran
pada suatu barang tertentu. Pasar terdapat dua macam yaitu pasar input dan
pasar output. Pasar input adalah pasar yang menyediakan barang-barang atau
faktor produksi yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi sedangkan pasar
output adalah pasar yang menyediakan hasil produk atau hasil dari pengolahan
input produksi. Input-input produksi tersebut diperoleh dari pasar input.
Harga dari input produksi tersebut menjadi biaya usahatani padi. Input atau
faktor produksi tersebut kemudian diproses untuk menjadi output berupa padi
yang kemudian dijual dalam bentuk padi dan beras. Output tersebut yang akan
40
40
40
dibawa ke pasar output untuk dijual atau dipasarkan. Hasil dari penjualan
output tersebut yang akan menjadi penerimaan bagi petani. Selisih antara
biaya produksi dengan penerimaan petani dalam melakukan kegiatan usahatani
tersebut akan dijadikan dasar penentuan harga pokok produksi.
Metode yang akan digunakan dalam perhitungan harga pokok dalam penelitian
kali ini menggunakan metode variable costing dan metode full costing.
Variable costing merupakan metode penetuan harga pokok produksi yang
hanya menghitung biaya produksi yang bersifat variabel ke dalam harga pokok
produksinya, sedangkan full costing merupakan metode penetuan harga pokok
produksi yang menghitung semua unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
dan biaya tidak langsung baik yang berperilaku variabel maupun tetap
(Mulyadi, 2001).
Penerimaan padi dihasilkan dari hasil produksi dikali dengan harga yang
diterima oleh petani. Jika penerimaan sudah diketahui akan di dapat nilai
pendapatan, yaitu seluruh nilai penerimaan dikurang dengan seluruh biaya-
biaya pendapatan bersih atau keuntungan yang akan menjadi besar apabila
petani dapat menekan biaya produksi yang diimbangi dengan produksi tinggi
serta harga jual yang tinggi. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi
Sumatera Selatan terutama di Kabupaten Ogan Ilir yang produktivitas potensial
padi belum mencapai produktivitas yang maksimal. Kebutuhan petani belum
terpenuhi karena pendapatan yang diterima oleh petani belum maksimal.
Mengacu dari model serta teori yang mendasari penelitian ini, maka dapat
disusun suatu model kerangka pemikiran yang dilihat pada Gambar 5.
41
41
41
Gambar 5. Kerangka pemikiran analisis pendapatan usahatani dan biaya pokok
produksi padi rawa lebak di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten
Ogan Ilir.
Penerimaan Biaya Produksi
-Biaya tunai
-Biaya diperhitungan
Biaya Pokok Produksi
-Atas biaya tunai
-Atas biaya diperhitungan
Pendapatan
-Atas biaya tunai
-Atas biaya dirhitungan
Laba/Rugi
Pasar
Harga Input Harga Output
Input :
1. Lahan
2. Benih
3. Pupuk
4. Pestisida
5. Tenaga Kerja
Proses Produksi Output
Pasar Output Pasar Input
42
42
42
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei. Metode ini digunakan
untuk mengumpulkan data dengan skala yang besar, data yang dipelajari
merupakan data dari sampel yang diambil dari sebuah populasi. Metode
survei merupakan metode yang digunakan untuk mengeneralisasi pengamatan
yang tidak mendalam. Pada metode survei biasanya peneliti melakukan
pengumpulan data menggunakan kuesioner, test, wawancara, dan sebagainya
(Sugiyono, 2012).
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk
mendapatkan data dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Usahatani adalah suatu usaha yang dilakukan petani dalam mengalokasikan
sumberdaya yang dimiliki agar berjalan efektif dan efisien dan memanfaatkan
sumberdaya tersebut untuk memperoleh keuntungan.
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang
panjang dalam setahun, selalu jenuh air atau tergenang air.
43
43
43
Rawa lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang
turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Genangan air di lahan ini bisa
lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan dalam. Berdasarkan
kedalamannya rawa lebak ini terbagi 3 yaitu lebak dangkal, lebak tengahan
dan lebak dalam.
Usahatani padi adalah suatu organisasi produksi komoditas padi yang
dilakukan dengan cara mengelola faktor-faktor produksi untuk penerimaan
usahatani.
Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan
sosial dan infrastruktur tempat usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja
untuk orang-orang dengan imbalan uang.
Produktivitas adalah hasil produksi padi per satuan luas lahan yang digunakan
dalam berusahatani padi. Produktivitas diukur dalam satuan ton per hektar
(ton/ha).
Biaya adalah jumlah seluruh nilai yang dikorbankan untuk usahatani padi
selama umur ekonomis usahatani, dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tetap adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usahatani padi
yang jumlahnya tetap dan tidak bergantung pada skala produksi, diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
44
44
44
Biaya variabel adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usahatani padi
yang besar kecilnya tergantung dari skala produksi dan diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
Biaya total adalah seluruh biaya, meliputi biaya tetap dan biaya variabel yang
dikeluarkan karena dipakainya faktor-faktor produksi dalam proses produksi
dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya produksi adalah biaya pemakaian faktor-faktor produksi yang
dikeluarkan untuk kegiatan usahatani padi dalam dalam satu kali musim
tanam yang diukur dalam nilai satuan rupiah (Rp/kg).
Input adalah faktor-faktor yang digunakan dalam melaksanakan usahatani
padi berupa lahan, benih, pupuk, perstisida serta tenaga kerja.
Output adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan usahatani padi yang berupa
padi kering giling, yang diukur dalam satuan kilogram (Kg).
Penerimaan usahatani adalah jumlah produksi total padi selama satu musim
tanam dikalikan dengan harga padi di tingkat petani, diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
Penerimaan total adalah nilai hasil yang diterima oleh petani yang dihitung
dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga jual, diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
Harga benih adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli
benih padi per satuan kilogram, diukur dalam satuan rupiah (Rp/Kg).
45
45
45
Harga pupuk adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli
pupuk guna keperluan usahatani, diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Harga padi adalah nilai tukar padi ditingkat petani dalam bentuk gabah kering
giling panen diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Biaya pokok adalah jumlah pengeluaran dan beban yang diperkenankan,
langsung atau tidak langsung untuk menghasilkan barang atau jasa di dalam
kondisi dan tempat dimana barang tersebut dapat digunakan atau dijual yang
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
Harga pokok produksi padi adalah semua biaya dan pengorbanan yang
dikeluarkan untuk menghasilkan padi dalam bentuk gabah kering giling yang
diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Penerimaan petani adalah jumlah dari perkalian antara harga jual padi yang
diterima petani dengan jumlah produksi, diukur dalam satuan (Rp).
Pendapatan adalah selisih total penerimaan tunai dikurangi seluruh biaya
yang dikorbankan dalam satu periode pemeliharaan/produksi, diukur dalam
satuan (Rp).
R/C rasio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya
usahatani padi selama satu periode, yang nilainya dapat menggambarkan
penerimaan yang diterima oleh petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan
untuk usahataninya.
46
46
46
C. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Serijabo Kecamatan Sungai pinang,
Kabupaten Ogan Ilir dan pengambilan data dilakukan pada Februari hingga
Maret 2019. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Sungai Pinang merupakan salah satu sentra
penghasil padi rawa lebak dengan luas panen 3.164 ha. Responden petani
padi dipilih secara acak (Simple Random Sampling). Sebelum dilakukan
penelitian, terlebih dahulu dilakukan pra survey untuk mengetahui keadaan
umum calon responden. Populasi petani padi di Desa Serijabo adalah 987
petani. Selanjutnya, jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus
yang merujuk pada Issac dan Michael dalam Sugiarto (2003).
=
.................................................................................................(7)
n=
n=
n= 51,01 ≈ 51
Keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
S2 = Variasi sampel (5 % = 0,05)
Z = Tingkat kepercayaan (90 % = 1,64)Berdasarkan
d = Derajat penyimpangan (5 % = 0,05)
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, maka diperoleh
jumlah sampel sebanyak 51 orang petani.
987 x (1,64)2 x (0,05)
(987 x 0,052 ) + ((1,64)
2 x 0,05)
132,73176
2,60198
47
47
47
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil langsung dari petani padi dengan metode
survei dan melalui teknik wawancara langsung dengan menggunakan
kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok. Data sekunder diperoleh dari
sumber yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan penelitian seperti
Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Sumatera Selatan, BP3K Kecamatan Sungai Pinang, dari jurnal,
skripsi, publikasi, artikel, serta literatur lain yang relevan.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif
dan kuantitatif. Analisis deskristif kuantitatif digunakan untuk mengetahui
hasil produksi, harga hasil produksi, jumlah faktor produksi, harga faktor
produksi dan tingkat pendapatan. Analisi deskriptif kualitatif digunakan
untuk menjelaskan hasil yang diperoleh dari analisis kuantitatif.
1. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani ini di gunakan untuk menjawab tujuan yang
pertama. Untuk mengetahui pendapatan dari suatu model usahatani padi
rawa dapat dilakukan analisis pendapatan usahatani yang secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC atau π = Py.Y – (FC+VC)....................................................(8)
48
48
48
Keterangan: π = Pendapatan/keuntungan (Rp)
TR = Penerimaan (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Py = Harga produksi (Rp/Kg)
Y = Jumlah produksi (Kg)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp) (Soekartawi, 2003).
Suatu usahatani dapat diketahui menguntungkan atau tidak secara ekonomi
dianalisis dengan menggunakan perhitungan antara penerimaan total dan
biaya total yang disebut dengan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio).
R/C Ratio = TR/TC...................................................................................(9)
Keterangan : R/C = Nisbah penerimaan dan biaya
TR = total revenue (total penerimaan)
TC = total cost (total biaya)
Terdapat tiga kriteria dalam perhitungan ini, yaitu :
a. Jika R/C<1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi tidak
menguntungkan.
b. Jika R/C>1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi
menguntungkan.
c. Jika R/C=1, maka usahatani berada pada titik impas (Break Event
Point) (Soekartawi 1995).
2. Analisis Biaya Pokok Produksi
Analisis Perhitungan biaya pokok produksi pada penelitian ini digunakan
untuk menjawab tujuan yang kedua dengan menggunakan analisis
perhitungan penghasilan total dan biaya total yang ditunjukkan pada Tabel
6 berikut ini:
49
49
49
Tabel 6. Perhitungan biaya pokok produksi usahatani padi di Kecamatan
Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir, 2018
No Uraian Satuan Nilai
1. Penerimaan
Produksi
Kg A
2. Biaya Produksi
I. Biaya Tunai
Benih
Pupuk
Pestisida
TK Luar Keluarga
Total Biaya Tunai
Kg
Kg
Rp
HOK
B
C
D
E
F = B+C+D+E
3. II. Biaya diperhitungkan
TK Keluarga
Penyusutan Alat
Pajak
Sewa Lahan Rp
Biaya Lain-lain
- bunga modal
Total Biaya diperhitungkan
HOK
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
G
H
I
J
K
L
M = G+H+I+J+K+L
4. III. Total Biaya Rp N = F+M
5. Pendapatan
I. Pendapatan Atas Biaya Tunai
II. Pendapatan Atas Biaya Total
Rp
Rp
F-A
N-A
6. Biaya Pokok Produksi Rp N/A
Sumber : (Mulyadi,1991).
50
50
50
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Ogan Ilir
Kabupaten Ogan Ilir terbentuk pada tahun 2003, merupakan kabupaten baru
hasil pemekaran Kabupaten Ogan Komering Ilir yang memiliki luas wilayah
266.607 Ha dan mempunyai ketinggian tempat rata-rata 8 meter di atas
permukaan laut. Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah yang mempunyai
Iklim Tropis Basah (Type B) dengan musim kemarau antara bulan Mei-bulan
Oktober, sedangkan musim hujan antara bulan November –April, namun
pada Tahun 2011 iklim di Kabupaten Ogan Ilir telah mengalami pergeseran
sehingga musim hujan terjadi sepanjang tahun. Batas wilayah administrasi
Kabupaten Ogan Ilir sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin dan Kota
Palembang
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir dan
Kabupaten OKU Timur
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan Kota
Prabumulih.
51
51
51
Kabupaten Ogan Ilir termasuk satuan wilayah Pembangunan Palembang
dengan pusat utamanya di Kota Palembang dan Pusat sekunder Indralaya dan
Tanjung Raja. Satuan wilayah pembangunan Palembang ini merupakan salah
satu dari enam satuan wilayah Pembangunan utama B dengan pusat Jakarta.
Wilayah pembangunan ini tidak dibagi berdasarkan wilayah administratif,
akan tetapi berpangkal pada kegiatan ekonomi dalam suatu daerah
pembangunan. Sebaran penggunaan lahan di Kabupaten Ogan Ilir di sajikan
oleh Tabel 7.
Tabel 7. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2017
No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
I Sudah diusahakan 222.147 83,32
1. Perkampungan/pemukiman 5.334 2,00
2. Sawah Irigasi (1 x 1) 31.567 11,84
3. Sawah Lebak 24.721 9,27
4. Tegalan 78.404 29,41
5. Kebun Campuran 20.556 7,71
6. Perkebunan Besar 22.241 8,34
7. Perkebunan Rakyat 39.324 14,75
II Belum diusahakan 36.237 13,59
1. Hutan Belukar 32.183 12,07
2. Semak dan Alang-alang 4.054 1,52
III Tanah Lainnya 8.223 3,08
1. Danau, Rawa, Polder 5.750 2,16
2. Sungai, Jalan 2.473 0,93
Jumlah 266.607 100
Sumber : Kabupaten Ogan ilir dalam angka 2018.
B. Gambaran Umum Kecamatan Sungai Pinang
Kecamatan Sungai Pinang merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Ogan
Ilir yang terbentuk melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003
merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir. Secara
geografis terletak diantara 30 02' sampai 30 48' Lintang Selatan dan diantara
52
52
52
1040 20' sampai 1040 48' Bujur Timur, dengan luas wilayah 42,62 Km2 atau
42,62 Ha dan mempunyai ketinggian tempat rata-rata 8 meter di atas
permukaan laut.
Batas wilayah administrasi Kec. Sungai Pinang sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Rantau Panjang.
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Kandis.
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Raja.
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI)
Wilayah Kecamatan Sungai Pinang merupakan pemekaran dari kecamatan
Tanjung Raja sehingga kecamatan Sungai Pinang juga merupakan sasaran
pembangunan sekunder dari pemerintahan pusat. Seluruh desa yang ada di
kecamatan diklasifikasikan sebagai Desa Swasembada dengan jumlah RT
sebanyak 74 RT.
Luas Kecamatan Sungai Pinang berdasarkan data yang didapat dari Dinas
Tata Pemerintahan kabupaten Ogan Ilir sebesar 42,62 km2. Wilayah yang
paling luas adalah desa Tanjung Serian dengan luas 7,850 km2 dengan
persentase luas sebesar 18,42 persen dari keseluruhan wilayah kecamatan
diikuti oleh desa Penyandingan dan Talang Dukun dan yang terkecil adalah
desa Pinang Jaya dengan luas 1,656 km2 dimana persentase luasnya adalah
sebesar 3,88 persen.
53
53
53
Kecamatan Sungai Pinang pada awal terbentuknya hanya terdiri dari 6 desa
dan 1 kelurahan, tetapi pada tahun 2007 kecamatan ini mengalami pemekaran
desa sehingga kecamatan Sungai Pinang terbagi menjadi 12 desa dan 1
kelurahan dengan Ibu kota Kecamatan di kelurahan Sungai Pinang.
Topografi Kecamatan Sungai Pinang merupakan hamparan dataran rendah
berawa yang luas. Wilayah daratan mencapai 65 persen dan rawa 35 persen.
Kecamatan Sungai Pinang dialiri oleh anak-anak sungai yang sangat kecil
yaitu anak sungai Ogan yang mengalir mulai dari Kecamatan Muara Kuang,
Tanjung Raja, Rantau Alai, Sungai Pinang dan Pemulutan, dan bermuara di
Sungai Musi di Kertapati Palembang.
C. Gambaran Umum Desa Serijabo
Desa Serijabo terletak di Kecamatan Sungai Pinang dengan luas 3,32 KM2
atau 332 Ha dan mempunyai ketinggian tempat rata-rata 8 meter di atas
permukaan laut. Jarak desa dengan ibukota Kecamatan Sungai Pinang adalah
2 Km2. Daerah yang mempunyai iklim Tropis Basah (Type B) dengan
musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober,
sedangkan musim hujan berkisar antara bulan November sampai dengan
bulan April. Curah hujan di suatu wilayah (tempat) dipengaruhi oleh keadaan
iklim, geografi, dan perputaran/ pertemuan arus udara. Rata-rata curah hujan
per tahun berkisar antara 161,60 mm sampai 201,50 mm dan rata-rata hari
hujan berkisar antara 6,25 sampai 9,75 hari per tahunnya (Monografi Desa
Serijabo, 2017).
54
54
54
Desa Serijabo memiliki batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Desa Sungai Pinang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Penyandingan,
sebelah barat berbatasan dengan Desa Seridalam, dan sebelah timur
berbatasan dengan Desa Kampung Bawah (Monografi Desa Serijabo, 2017).
Penduduk Desa Serijabo terdiri dari laki-laki sebanyak 1.611 jiwa dan
perempuan sebanyak 1475 jiwa dengan sex ratio sebesar 109,22. Sarana
pendidikan yang dimiliki Desa Serijabo masih kurang lengkap. Desa
Serijabo hanya memiliki 2 Sekolah Dasar dan 2 Taman Kanak-kanak. Untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi penduduk harus ke Desa
lain atau ke Ibukota Kecamatan, Ibukota Provinsi atau Ibukota
Kabupaten/Kota.
Jumlah penduduk Desa Serijabo adalah 3.086 jiwa dan sebagian besar
penduduk bermata penaharian sebagai petani dengan jumlah 987 jiwa. Luas
total tanah sawah para petani adalah 332 hektar per m2. Lahan yang cukup
luas bagi para petani untuk menggantungkan hidup dari hasil pertanian.
Sebagian besar lahan tersebut belum diusahakan oleh petani secara optimal.
Hal ini disebabkan karena berbagai masalah, yaitu:
1. Masih rendahnya adopsi teknologi pada tingkat petani
2. Belum optimalnya ketersediaan dan penggunaan sarana produksi (pupuk,
benih dan pestisida)
3. Rendahnya kualitas dan etersediaan infrastruktur serta saran pertanian
4. Belum optimalnya penanganan pasca panen dan pemasaran.
5. Terjadinya alih fungsi lahan
55
55
55
6. Rendahnya ketersediaan cadangan beras pada musim paceklik
7. Kurangnya kemampuan petani dalam mengakses modal
8. Belum optimalnya peran kelembagaan tani
Masyarakat di Desa Serijabo selain bermata pencaharian sebagai petani juga
bermata pencaharian sebagai karyawan/wiraswasta, PNS, Paramedis,
pedagang dan buruh. Pedagang membuka warung kecil atau toko sekitar desa
guna menyediakan kebutuhan sehari-hari, guna mempermudah masyarakat
dalam memperoleh kebutuhan sehari-hari tanpa harus pergi ke pasar.
Prasarana pertanian sangat diperlukan untuk memajukan desa khususnya
dalam bidang pertanian yang merupakan mata pencarian pokok sebagian
besar penduduk desa. Desa Serijabo belum memiliki pasar sendiri untuk
menunjag kegiatan ekonomi masyarakat, oleh karena itu masyarakat Desa
Serijabo biasanya mengunjungi pasar yang terletak di Kecamatan Tanjung
Raja, pasar Kayu Agung yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir dan pasar
Indralaya yang terletak di Kecamatan Indralaya. Ketiga pasar tersebut biasa
di kunjungi masyarakat untuk membeli kebutuhan , akan tetapi masyarakat
Desa Serijabo lebih sering mengunjungi pasar tradisional yang ada di
Kecamatan Tanjung Raja, karena letak pasar tersebut lebih dekat dengan
Desa Serijabo dibandingkan pasar lainnya, dan merupakan pusat bagi
penduduk dalam memperdagangkan barang-barang yang menjadi kebutuhan
penduduk desa. Pasar ini terdapat kios-kios pertanian yang dapat
memudahkan petani untuk memperoleh sarana produksi pertanian.
56
56
56
Kios-kios pertanian memiliki pengaruh yang sangat besar, salah satunya yaitu
menyediakan benih unggul dengan berbagai macam varietas, pedagang kios
juga menjual macam-macam pestisida dan perlengkapan pertanian lainnya.
Petani biasanya menjual hasil pertanian kepada tengkulak, pabrik penggiling
dan penduduk lainnya. Mayoritas petani biasanya menjual hasil dalam
bentuk beras ke pedagang beras di pasar dengan harga Rp 137.000,00 per
kaleng atau 16 kg yang lebih tinggi di bandingkan menjual di pabrik
penggiling sebesar Rp 135.000,00 per kaleng atau 16 kg. Jika petani menjual
dalam bentuk gabah, harga yang diterima petani sebesar Rp 4.500,00 per kg..
Petani menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat untuk mengangkut
hasil produksi menuju pasar dengan tarif ongkos yang sama yaitu Rp. 5.000
per karung dengan berat 50 kg. Akses jalan yang sudah cukup baik sehingga
memudahkan petani dalam memasarkan hasil yang di peroleh.
Petani di Desa Serijabo tergabung dalam kelompok tani makmur, tetapi
petani menganggap bahwa kelompok tani belum bisa memberikan manfaat
bagi petani karena kelompok tani tidak begitu aktif dalam memberikan
kemudahan bagi petani dalam memperoleh sarana produksi terutama yang
disubsidi oleh pemerintah.
Lembaga-lembaga pedesaan yang diharapkan dapat menopang kegiatan
pembangunan ekonomi pedesaan terutama ekonomi pertanian petani kecil
seperti KUD, kios-kios sarana produksi, jasa perbankan dan aktivitas
kelompok tani belum berdiri dan atau belum berjalan seperti yang diharapkan.
KUD yang diharapkan sebagai soko guru ekonomi di wilayah pedesaan
57
57
57
belum terbentuk. Padahal kehadiran KUD dan segala aktivitasnya sangat
diharapkan oleh sebagian besar petani di Desa Serijabo. Aktivitas yang
sangat diharapkan oleh mereka adalah usaha penyediaan sarana produksi dan
usaha simpan pinjam, sedangkan aktivitas pemasaran belum tejadi masalah,
karena proses penjualannya relatif mudah.
Penduduk di Desa Serijabo sebagian besar merupakan suku Pegagan, dimana
bahasa yang digunakan umumnya bahasa Pegagan. Penduduk yang ada di
Desa Serijabo mayoritas beragama Islam dengan sarana peribadatan yang ada
di Desa Serijabo antara lain 2 Masjid dan 1 Mushalla.
Petani padi lahan sawah lebak dalam mengelola lahannya berbeda dengan
petani agroekosistem lainnya dalam mengusahakan lahan. Pola tanam padi
sawah lebak pada umumnya setahun sekali dan ditanam pada musim
kemarau, dimana untuk lahan lebak dangkal biasanya petani menanam pada
bulan Februari hingga Maret sedangkan untuk lahan tengahan petani
menanam pada bulan maret hingga mei dan lahan lebak dalam dilakukan
penanaman pada bulan mei hingga juni. Pada musim hujan, tanah diberakan
karena lahan tergenang air yang cukup tinggi yang tidak memungkinkan
untuk melakukan pertanaman padi terutama pada lebak dalam.
89
89
89
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1). Usahatani padi rawa lebak di Desa Serijabo, Kecamatan Sungai Pinang
merupakan unit usaha yang menguntungkan, dengan pendapatan
usahatani tersebut sebesar Rp3.415.474,81 per ha per tahun atas biaya
total dengan nilai R/C sebesar 1,20.
2). Biaya pokok produksi padi rawa lebak di Desa Serijabo, Kecamatan
Sungai Pinang sebesar Rp 825,71 per kg atas biaya tunai dan Rp 3.736,33
per kg atas biaya total, dengan selang kepercayaan 95 persen biaya pokok
produksi antara Rp 3.025,96 per kg sampai dengan Rp 4.396,20 per kg.
B. Saran
1). Petani padi seharusnya menambah jumlah untuk penggunaan input dalam
usahatani sehingga meningkatkan produktivitas padi.
2). Aktivitas penyuluh perlu ditingkatkan.
3). Harga yang berlaku sebaiknya mendekati harga pembelian pemerintah.
90
90
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2003. Budidaya Tanaman Padi. Kanisus. Yogyakarta
Abdullah, B., T. Soewito, dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek
perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbangtan 27(1): 1-8.
Alihamsyah dan Ar-Riza. 2004. Potensi dan teknologi pemanfaatan lahan rawa
lebak untuk pertanian. Makalah Utama. Workshop Nasional
Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Kerjasama Balai Penelitian Pertanian
Lahan Rawa-Pemda Kabupaten Hulu Sungai- Dinas Pertanian Prop.
Kalimantan Selatan, Kandangan, 11-12 Oktober 2004. Diakses tanggal 12
Januari 2019.
Amang, Beddu dan Sawit, M. Husein. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan
Nasional Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi. IPB Press:
Bogor
Anis Wuryansari. 2016. Analisis Penghitungan Harga Pokok Produksi Dengan
Metode Full Costing Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual. Skripsi.
Diakses tanggal 22 februari 2019.
Asmarantaka, R.W. 2009. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. IPB Press.,.
Bogor. 2010. Bahan Kuliah Pemasaran Pertanian.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [BAPPENAS]. 2014. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan
Pertanian 2015-2019. Jakarta: BAPPENAS.
Badan Pusat Statistik. 2018. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II 2018.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. 2018. UU No 12 Tentang Pangan Dalam Renana Kerja
Pemerintah Tentang Pangan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. 2016. Statistik Indonesia. Sumatera Selatan: BPS.
http://www.neraca.co.id/article/108394/bps-verifikasi-luas-lahan-sawah-
di-sumsel. Diakses tanggal 25 november 2018
91
91
91
. 2016. Luas Panen dan Produksi Padi di Sumatera
Selatan. Sumatera Selatan dalam Angka. Palembang: BPS Sumsel.
Diakses tanggal 12 desember 2018.
. 2016. Statistik Indonesia. Sumatera Selatan: BPS.
http://www.neraca.co.id/article/108394/bps-verifikasi-luas-lahan-sawah-
di-sumsel. Diakses tanggal 25 november 2018
_________________. 2016. Tingkat Konsumsi Beras di Indonesia, tahun 2010-
2015. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/950. Diakses tanggal
9 November Agustus 2018.
_________________. 2016. Perkembangan impor Beras di Inodesia 2011-2016.
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1043. Diakses tanggal 9
November Agustus 2018.
_________________. 2016. Produksi padi dan palawija di Indonesia, tahun
2010-2015. https://www.bps.go.id/site/resultTab. Diakses tanggal 9
November Agustus 2018.
. 2017. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar
harga berlaku menurut lapangan usaha, tahun 2016.
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/827. Diakses tanggal 12
desember 2018.
. 2018. Kabupaten Ogan Ilir dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera selatan. Palembang.
Bakri dan R.H. Susanto. 2006. Keragaan produksi beberapa varietas padi hasil
mutasi radiasi di daerah rawa lebak di Kecamatan Rambutan Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan. Jurnal Tanaman Tropika 9 (1) :24-29.
Balitbangtan. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Padi Lahan Rawa
Lebak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 49 hlm.
Diakses tangga 22 Februari 2019.
Departemen Pertanian. 2004. Rencana Setrategis Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 2005- 2006. Jakarta: Badan Penelitian dan
Perkembangan Pertanian.
Fajar, Muhammad. 2010. Analisis Kausalitas Antara Inflasi dan Tingkat
Pengangguran Terbuka ( Studi Kasus Indonesia 1980 M12 s.d. 2010 ).
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Jakarta.
Fitri Solekhah. 2018. Analisis Harga Pokok Produksi Dan Harga Pokok
Penjualan Jagung Di Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung
Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung
92
92
92
Gustiyana, H. 2003. Analisis Pendapatan Usahatani untuk Produk Pertanian.
Salemba Empat. Jakarta.
Handoko, S, Y.Farmanta dan Adri. 2017. Peningkatan produktivitas padi sawah
melalui introduksi varietas unggul baru di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur Jambi. Prosiding Seminar Nasional Pengkajian Teknologi Spesifik
Lokasi Komoditas Tanaman Pangan (hlm. 96-100). 8 November 2016.
Bengkulu: BPTP Bengkulu Badan Litbang Pertanian.
Ida Zuhairoh. 2015. Analisis Penentuan Harga Pokok Beras Dengan
Menggunakan Metode Full Costing Pada Usahatani Beras di Kecamatan
Undaan Kabupaten Kudus Musim Panen Bulan Juli 2015. Skripsi.
Universitas lampung. Bandar lampung
Jamil, A, dkk. 2016. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi. Sukamandi.
Juliana R. Mandei. 2011. Penentuan Harga Pokok Beras Di Kecamatan
Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu. Skripsi. Diakses tangga 21 februari
2019.
Kasto, Sembiring H. 2004. Profil Kependudukan Indonesia Selama PJP I dan
PJP II. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah
Mada.
Kementrian Pertanian. 2015. Outlook Padi.
http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datatp. Diakses pada tanggal 20
Desember 2018
Kementrian Pertanian. 2018. Impor Padi.
http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datatp. Diakses pada tanggal 20
Desember 2018
Lingga P, Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Litha Rosana. 2012. Analisis Harga Pokok Padi Sawah Dan Padi Ladang Di
Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang. Skripsi. Diakses tanggal
22 februari 2019.
Maulidah. 2012. Modul 1 Manajemen Agribisnis. Universitas Brawijaya. Jawa
Timur. www.dwiretno.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/MA_1_Sistem-
Agribisnis.doc. Diakses tanggal 19 desember 2018.
Monografi desa. 2017. Potensi Desa Serijabo, Kecamatan Sungai Pinang
Kabupaten Ogan Ilir. Sumatera Selatan. Palembang.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
93
93
93
Muhammad Arif Setiawan. 2018. Analisis Usahatani Padi Sawah Pada Berbagai
Tipe Lahan Lebak Di Desa Berkat Kecamatan Sirah Pulau Padang
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Skripsi. OKI. UIN Palembang. Diakses
tanggal 2 Maret 2019.
Mulyadi. 1991. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Universitas Gadjah Mada. Aditya
Media.Yogyakarta.
. 2001.. Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Salemba.
Jakarta.
. 2015. Sistem Akuntansi. Salemba. Jakarta.
Noor, M. 2007. Rawa Lebak, Ekologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya. PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta. 274 hlm.
Pasandaran, dkk. 2015. Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan. IAARD
PRESS. Jakarta. http://www.litbang.pertania n.go.id/buku/swasembada/.
Diakses tanggal 29 November 2018.
Purwono. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Putu Yenata. 2018. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah Dan Penentuan
Harga Jual Beras Pada Tingkat Petani Di Kabupaten Morowali. Skripsi.
Diakses tanggal 22 februari 2019.
Resti Purwaningsih. 2018. Analisis Pendapatan Dan Biaya Pokok Produksi
Usahatani Ubi Kayu Di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung
Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Rogers, E.M. 1983. Diffusion of Innovation. The Three Press. A Division of
Macmillan Publishing Co, Inc. New York
Saragih. 2010. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.
Penerbit IPB Press. Bogor.
Sari K, Febriyansyah A. 2018. Produktivitas dan luas lahan minimal petani padi
sawah lebak di Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 7,
No.2: 185-195 Oktober 2018.
Siti Nurrohmah. 2016. Analisis Produksi Dan Pendapatan Petani Padi Sawah Di
Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan. Skripsi. Diakses tanggal
22 februari 2019.
Soehendi, R., dan Syahri. 2013. Kesesuaian Varietas Unggul Baru Padi di
Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi
94
94
94
Pertanian Spesifik Lokasi (hlm. 304-310). 6-7 Juni 2013. Medan: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Badan Litbang Pertanian.
Soekartawi, Soeharjo, Dillon, Hardaker. 1984.Ilmu Usahatani dan Penelitian
Untuk Pengembangan Petani Kecil.Jakarta. Universitas Indonesia.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
________. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi
Cobb-Douglas. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
________.. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
. 2005. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehansif. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung. Penerbit Alfabeta.
Suprihatno,dkk. 2011. Deskripsi varietas padi. Sukamandi. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.
Suparwoto. 2019. Produksi Dan Pendapatan Usahatani Padi Di Lahan Rawa
Lebak Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Jurnal sosial
ekonomi pertanian dan agribisnis (SOCA). Vol 13 No 1. Diakses tanggal 3
April 2019.
Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Susanto, R.H. 2010. Strategi Pengelolaan Rawa untuk Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan. Buku Pengukuhan Guru Besar Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian.
Ujang Sumarwan, (2004). “Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya Dalam
Pemasaran”, Ghalia Indonesia, Bogor
Waluyo, Suparwoto dan I.G Inu. 2000. Potensi dan peluang pengembangan
tanaman pangan di lahan rawa lebak Sumatera Selatan. Proseding
Seminar Nasional Penelitian dan pengembangan Pertanian di lahan Rawa.
Cipayung, 25-27 Juli 2000.
95
95
95
Waluyo, Supartha, dan M. Syarief. 2004. Uji adaptasi galur-galur harapan dan
varietas padi di lahan rawa lebak. Laporan tahunan hasil penelitian Kebun
Percobaan Kayuagung. 2004.
Waluyo dan Suparwoto. 2010. Inovasi teknologi pola tanam padi rawa lebak
untuk mendukung Indek Pertanaman (IP 200) di Sumatera Selatan.
Proseding Seminar Nasional Hasil-hasil penelitian dan Pengkajian
(Balitbangda) Sumatera Selatan. Palembang, 13-14 Desember 2010.
Diakses pada tangga 02 januari 2019.
Waluyo dan Suparwoto. 2016. Peranan varietas padi unggul baru dalam
meningkatkan produktivitas dan penghasilan petani lebak Kabupaten
Ogan Ilir Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pertanian
Terpadu dan Berkelanjutan Berbasis Sumber Daya dan Kearifan Lokal di
Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (hlm. 198-208). 4 September 2016.
Palembang: Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.