ANALISIS KOMPONEN PEMBENTUK INDEKS KOMPOSIT...
Transcript of ANALISIS KOMPONEN PEMBENTUK INDEKS KOMPOSIT...
ANALISIS KOMPONEN PEMBENTUK INDEKS KOMPOSIT
KEMISKINAN ANAK DAN PERLINDUNGAN KHUSUS ANAK SERTA
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN JUMLAH
PENDUDUK MISKIN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN ANAK DI
PROPINSI JAWA TENGAH
Arfita Ines Mahadewi
Johanna Maria Kodoatie, SE, M.Ec, Ph.D
ABSTRACT
The problem of poverty is one of the fundamental problems that become
the focus of the government in any country. Victims of poverty itself is the
percentage of poor children in Central Java Province, is the highest than other
provinces in Java Island. The purpose of this research is to analyze the influence
of parents' education level and the number of poor people to analyze the level of
child poverty and poverty indicators forming the composite index of children and
special protection of children. Diproksi child poverty rate of child poverty a
composite index that reflects the children living in conditions of deprivation in
different dimensions / areas. Development intended to meet the child protection
children's rights, in order to be able to assume responsibility for the future as a
leader of the nation, but many laws only regulate certain matters concerning the
child has not specifically regulate all aspects relating to child protection.
Preparation of composite indicators of poverty and child protection aims to
describe the child's specific fulfillment of child rights aspect of the right to live,
grow, and develop and the right to protection from violence and discrimination,
can be used to measure the success of development-related field in the child
welfare and protection the child.
Model analysis used in this study is panel data (secondary data) using
time series data for three years (2007-2009) and cross section data for 35
districts / cities in Central Java Province. By using Excel 2007 for calculating a
single index and the composite index and eviews 6.0 to test the level of parental
education and number of poor or no effect on the level of child poverty.
The results of the study showed that variable levels of parental education
and number of poor people have a significant effect on levels of child poverty and
child poverty composite index value and the special protection of children are in a
lower class, it means a whole region (35 districts / cities: 29 districts and 6 cities
) in the Province of Central Java has good quality in the fulfillment of child rights
and special protection of children
Keywords: parental education level, number of poor, child poverty,
special protection of children, the composite index,
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang
menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Kemiskinan itu sendiri
merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan
dan kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Korban dari kemiskinan itu
sendiri adalah anak. Anak yang merupakan pemimpin bangsa selanjutnya yang
menentukan masa depan bangsa dan jalan menuju kemakmuran, sehingga jika
anak yang dihasilkan berkualitas maka kemakmuran negara akan terjamin.
Menurut UNICEF, hidup dan tumbuh dalam kemiskinan dapat merusak
perkembangan fisik, emosional dan spiritual anak-anak. Dampak kemiskinan itu
sendiri lebih parah terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Anak-anak
yang masih rentan dapat dilihat dari faktor usia maupun masih adanya
ketergantungan pada keluarga (orang tua). Oleh karena itu, investasi pada anak-
anak merupakan kunci utama untuk mencapai pembangunan manusia yang adil
dan berkelanjutan.
Dalam dimensi pendidikan terdapat 3 komponen pembentuk indeks
komposit kemiskinan anak, meliputi anak yang tidak sekolah lagi, anak yang tidak
/ belum pernah sekolah dan anak yang tidak bisa baca dan tulis. Menurut Budi
Utomo (2010), upaya pemerintah untuk menangani permasalahan pendidikan di
Indonesia pun hingga saat ini masih belum tuntas. Rendahnya kualitas pendidikan
dapat dilihat dari presentase partisipasi anak bersekolah usia 5-18 tahun yang
tidak sekolah lagi di Propinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan dari 65,44%
(2007) menjadi 67,32% (2009). Menurut UNICEF (Filifina, 2010), tingginya
presentase anak tidak sekolah lagi disebabkan antara lain: karena biaya sekolah
mahal, jarak ke sekolah jauh, tidak memiliki harapan di masa depan, telah bekerja.
Kualitas pendidikan bisa juga diukur dari kemampuan baca dan tulis.
Dalam dimensi kesehatan terdapat 10 komponen pembentuk indeks
komposit kemiskinan anak, meliputi anak yang mengeluh kesehatan, balita yang
tidak mendapatkan imunisasi (bcg, dpt+hbt, polio, campak / morbili, hepatitis b),
bayi yang diberi ASI kurang dari 6 bulan, balita yang mengalami gizi buruk, dan
angka kematian anak (bayi dan balita). Anak yang menempati posisi strategis
dalam pengembangan sumber daya manusia di masa depan, dan merupakan
kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Di
Propinsi Jawa Tengah tahun 2007-2009, jumlah dan presentase kematian anak
(bayi dan balita) terus mengalami kenaikan menjadi 12.660 jiwa (2009) dari 7.136
jiwa (2007) dengan presentase sebesar 0,49% (2009) dari keseluruhan anak usia
0-4 tahun. Menurut statistik hasil Susenas tahun 2009, sebesar 5 ribu anak
mengalami gizi buruk. Kenaikan angka kematian anak (bayi dan balita) dan
banyaknya balita yang mengalami gizi buruk mencerminkan status kesehatan di
wilayah tersebut rendah. Status kesehatan anak juga dapat diukur dengan
menggunakan angka ada atau tidaknya keluhan kesehatan. Menurut statistik hasil
Susenas tahun 2007-2009, lebih dari sepertiga anak mengeluh tentang
kesehatannya, yaitu sebanyak 3,18 juta jiwa (2009). Untuk itu diperlukan
pemberian air susu ibu (ASI) dan imunisasi mengingat usia anak-anak sangat
rawan terhadap penyakit. Pentingnya pemberian ASI dan imunisasi dapat
memberikan kekebalan kepada anak sejak dini yang dapat memberikan
perlindungan atau antibodi kepada tubuh si anak agar kebal terhadap beberapa
penyakit yang membahayakan bagi pertumbuhan dan perkembangnnya.
Dalam dimensi tempat tinggal, terdapat 4 komponen pembentuk indeks
komposit kemiskinan anak, meliputi anak yang tinggal dalam rumah bukan milik
sendiri, berlantai tanah, dinding bukan tembok maupun atap terbuat dari ijuk /
rumbia dan bahan lainnya, dan dalam dimensi lingkungan dan sanitasi, terdapat 3
komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak meliputi anak yang
tinggal dalam rumah dengan sumber penerangan bukan listrik, tidak memiliki
fasilitas BAB, sumber air tidak bersih. Kebutuhan pokok manusia lainnya
terutama anak adalah memiliki rumah dan tempat tinggal yang nyaman. Secara
umum, indikator yang dapat dipergunakan untuk menentukan tingkat
kesejahteraan rumah tangga adalah kualitas bangunan tempat tinggal maupun
fasilitas yang ada di dalamnya. Kualitas bangunan tempat tinggal bisa dilihat dari,
status kepemilikan tempat tinggal, jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, sedangkan
kelengkapan fasilitas terdiri dari; sumber air minum, fasilitas tempat buang air
besar, maupun sumber penerangan.
Dalam dimensi ekonomi, terdapat 1 komponen pembentuk indeks
komposit kemiskinan anak yakin pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah
tangga juga dapat menjadi tolak ukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga.
Jika seseorang (kepala rumah tangga) berpendapatan tinggi maka daya beli juga
tinggi, yang tidak menutup kemungkinan kebutuhan yang lain juga akan terpenuhi
sehingga kesejahteraannya juga meningkat. Meningkatnya kesejahteraan kepala
rumah tangga diasumsikan akan diikuti kesejahteraan anggota keluarga termasuk
anak. Dalam penelitian ini pendapatan rumah tangga diproksi dari pengeluaran
konsumsi rata-rata rumah tangga. Menurut statistik hasil Susenas tahun 2007-
2009, anak yang tinggal dalam rumah tangga yang rata-rata pengeluaran konsumsi
kurang dari 300.000 perbulan mengalami penurunan dari 78,62% (2007) menjadi
49,24% (2009).
Pembangunan perlindungan anak ditujukan memenuhi hak-hak anak.
sesuai dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak meliputi bidang
agama, pendidikan, sosial, dan perlindungan khusus. Dalam penelitian ini anak
yang membutuhkan perlindungan khusus meliputi anak yang menikah kurang dari
19 tahun, anak korban kekerasan, anak yang mengalami masalah hukum, anak
penyandang cacat (cacat tubuh, cacat netra, cacat rungu wicara, cacat mental
ekspsikotik, cacat mental reterdasi, cacat ganda), balita terlantar, anak terlantar,
dan anak jalanan.
Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikannya.
Menurut Todaro (2000, dalam Widiatma Nugroho 2012) pendekatan modal
manusia (human capital) berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk
meningkatkan utilitas dengan meningkatkan pendapatan. Dengan melakukan
investasi pendidikan maka akan meningkatkan produktivitas, peningkatan
produktivitas akan meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga, pendapatan
yang cukup akan mampu mengangkat kehidupan seseorang dari kemiskinan
sehingga mampu menghidupi suatu rumah tangga yang berdampak pada
kesejahteraan rumah tangga itu sendiri. Meningkatnya kesejahteraan rumah
tangga juga akan diikuti meningkatnya kesejahteraan anak dalam rumah tangga
itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang ditemukan bahwa suatu kondisi dimana Propinsi
Jawa Tengah telah mencapai beberapa akumulasi keberhasilan pembangunan
selama periode 2007-2009, yakni dapat dilihat dari tingkat pendidikan orang tua
meningkat di setiap tahunnya dan jumlah penduduk miskin menurun di setiap
tahunnya. Di Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2007-2009, tingkat pendidikan
orang tua yang diproksi dari presentase pendidikan penduduk laki-laki yang telah
menamatkan pendidikan D3 keatas terus mengalami peningkatan sebesar 0,59%
dari 506.999 jiwa (2007) menjadi 555.095 (2009), yang rata-rata masih di bawah
5% dari jumlah penduduk laki-laki secara keseluruhan. Jumlah penduduk miskin
juga dari tahun 2007-2009 terus mengalami penurunan sebesar 0,82% dari 6,56
juta jiwa (2007) menjadi 5,73 juta jiwa (2009).
Di sisi lain ditemukan juga kondisi bahwa selama periode 2007-2009,
tingkat kemiskinan anak menunjukan trend menurun yakni sebesar 39,9% (2007)
menjadi 37,0% (2009) tetapi presentase penduduk miskin di Propinsi Jawa
Tengah masih tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat
kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak, dimana indeks
komposit kemiskinan anak mencerminkan anak yang hidup dalam kondisi serba
kekurangan dalam berbagai dimensi / bidang. Pembangunan perlindungan anak
ditujukan untuk memenuhi hak anak, agar kelak mampu memikul tanggung jawab
sebagi pemimpin bangsa, maka ia perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Juga berbagai undang-undang
hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak secara khusus belum mengatur
keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak. Penelitian tentang
indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak di Propinsi Jawa
Tengah dalam tingkat kab/kota (29 kabupaten dan 6 kota), diadopsi dari penelitian
Bappenas (2009) yaitu menghitung indeks komposit kemiskinan anak dan
perlindungan anak di tingkat propinsi (33 Propinsi) dan nasional (Indonesia).
Indikator komposit merupakan cerminan dari pemenuhan hak anak dari aspek hak
untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak untuk mendapatkan perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi, dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan lintas bidang yang terkait dengan kesejahteraan anak dan
perlindungan anak. Penelitian ini juga mengadopsi beberapa penelitian UNICEF
tentang kemiskinan anak dengan menggunakan indikator yang terkait dengan
kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak. Kemiskinan anak dalam
penelitian ini hanya dilihat dari dimensi meliputi: kesehatan, pendidikan, tempat
tinggal, lingkungan dan sanitasi, maupun ekonomi. Atas dasar latar belakang
diatas maka persoalan penelitian yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua dan jumlah
penduduk miskin terhadap tingkat kemiskinan anak di Propinsi Jawa
Tengah menurut kab/kota tahun 2007-2009?
2. Indikator apa sajakah pembentuk indeks komposit kemiskinan anak dan
perlindungan khusus anak di Propinsi Jawa Tengah menurut kab/kota
tahun 2007-2009 serta perhitungannya?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua
dan jumlah penduduk miskin terhadap tingkat kemiskinan anak di Propinsi
Jawa Tengah tahun 2007-2009.
2. Untuk menganalisis indikaor pembentuk indeks komposit kemiskinan anak
dan perlindungan khusus anak tahun 2007-2009 serta penyajian hasilnya.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Anak
Dalam UU No 23 tahun 2002, yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan.
2.1.2 Kemiskinan Anak
2.1.2.1 Definisi Kemiskinan Anak
Menurut UNICEF (dalam National Report Philippines, 2010) kemiskinan
anak dapat diukur dengan cara antara lain:
1. Menggunakan Pendekatan Pendapatan / Konsumsi
Mengukur kemiskinan anak dengan cara menghitung besarnya pendapatan
atau pengeluaran keluarga. Diasumsikan pendapatan keluarga akan dirasakan
sama rata antara sesama anggota keluarga. Jadi dianggap ketika dikatakan sebuah
keluarga miskin, maka semua anggota juga dianggap miskin.
2. Menggunakan Pendekatan Kekurangan
Mengukur kemiskinan anak dengan menggunakan pendekatan kekurangan
atau perampasan, meliputi:
ii.. Makanan (food) diukur dari anak-anak yang kekurangan gizi yang dilihat
dari kehilangan berat badan (underweight), tinggi badan yang kurang
(underheight), bentuk badan kurus (thinness) ataupun kelebihan berat
badan (overweight).
iiii.. Tempat Tinggal (shelter) diukur dari anak-anak yang tinggal di tempat
hunian dimana atap atau dinding terbuat dari bahan darurat.
iiiiii.. Sanitasi (sanitation facilities) diukur dari anak-anak yang tinggal di dalam
rumah tangga yang tidak memiliki akses toilet atau memiliki tetapi tidak
layak digunakan (dari ember).
iivv.. Air (water) diukur dari anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga yang
kekurangan dalam mengakses air bersih seperti air hujan, air sungai dll.
vv.. Listrik (electricity) diukur dari anak-anak yang tinggal dalam rumah
tangga yang tidak memiliki akses listrik.
vvii.. Informasi (information) diukur dari anak-anak yang tinggal dalam rumah
tangga yang tidak memiliki radio, televisi, telepon, maupun komputer.
vviiii.. Pendidikan (education) diukur dari anak-anak yang tidak lagi sekolah.
vviiiiii.. Kesehatan (health) diukur dari anak-anak yang tidak diimunisasi.
2.1.3 Pendidikan
Lincolin, 2000 (dalam Aris 2011) menyebutkan, seseorang yang
berpendidikan tinggi dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian. Jika
dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, semakin tinggi pendidikan seseorang maka
akan meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktifitas ini akan
meningkatkan pendapatan seseorang. Seseorang disini diasumsikan sebagai
kepala rumah tangga atau orang tua. Peningkatan pendapatan kepala rumah tangga
akan meningkatkan kesejahteraan, sehingga dapat mengangkat kehidupannya dari
kemiskinan. Peningkatan kesejahteraan kepala rumah tangga / orang tua akan
diikuti peningkatan kesejahteraan anggota keluarga termasuk anak.
2.1.4 Jumlah Penduduk Miskin
Menurut Sadono Sukirno, 1997 (dalam Ari Widiastuti 2010),
perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat
pembangunan. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar
justru akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan
negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih
besar jika dibandingkan dengan negara dengan jumlah penduduk sedikit. Banyak
teori dan pendapat para ahli yang meyakini adanya hubungan antara pertumbuhan
penduduk dengan kemiskinan. Salah satunya adalah Thomas Robert Malthus.
Malthus (dalam Andhika 2012) meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak
dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Yang
menyebabkan muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai macam
penderitaan manusia. Semakin banyak jumlah penduduk miskin yang tidak diikuti
dengan peningkatan kesejahteraan penduduk terutama anak-anak, semakin
menambah anak hidup dalam kondisi serba kekurangan.
2.1.5 Definisi Perlindungan Anak, Perlindungan Khusus Anak
Menurut UU Nomor 23 tahun 2002, perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Menurut UNICEF (dalam National Report Republik Kyrgystan, 2009),
anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus antara lain:
1. Anak-anak yang tidak memiliki keluarga atau anak yatim-piatu.
2. Anak-anak yang hidup di jalan atau anak jalanan.
3. Anak-anak yang sudah bekerja atau pekerja anak.
4. Anak-anak yang berkonflik atau berurusan dengan hukum.
5. Anak-anak yang mengalami pelecehan, kekerasan, dan eksploitasi.
6. Anak-anak cacat.
2.1.6 Definisi, Kriteria Pemilihan, Tujuan Perhitungan dan Sifat Indikator
Menurut Windhiarso Putranto (BPS, 2010), indikator merupakan variabel
penolong dalam mengukur perubahan atau alat pemantau yang dapat memberikan
petunjuk. Variabel-variabel ini digunakan apabila perubahan yang akan dinilai
tidak dapat diukur secara langsung. Kriteria pemilihan indikator atau indikator
yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: (1) sahih (valid),
indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh
indikator tersebut; (2) objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan
hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu
yang berbeda; (3) sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator;
(4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud. Tujuan
dari perhitungan indikator, antara lain: (1) untuk merumuskan tujuan ingin yang
dicapai, (2) menentukan arah pencapaian yang akan dituju, (3) mengevaluasi
program-program tertentu, (4) menunjukan kemajuan yang telah dicapai, (5)
mengukur perubahan dalam kondisi atau situasi tertentu dari waktu ke waktu, (6)
menentukan dampak program dan menyampaikan pesan. Sifat indikator, meliputi:
(1) indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu
indikator (2) bersifat jamak (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari
beberapa indikator.
2.2 Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk
memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka
pemikiran yang skematis:
Gambar 2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Jumlah Penduduk Miskin
Terhadap Tingkat Kemiskinan Anak
(-)
(+)
Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak.
Indeks komposit kemiskinan anak terbentuk dari 21 komponen yang terdiri dari 5
dimensi meliputi: pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, lingkungan dan sanitasi
serta ekonomi.
Indeks komposit kemiskinan perlindungan khusus anak terbentuk dari 12
komponen yang terdiri dari 4 dimensi meliputi: usia kawin pertama, status
kecacatan, korban kejahatan, serta korban perlakuan salah dan penelantaran.
2.3 Hipotesis
1. Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan
anak.
2. Jumlah penduduk miskin berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan
anak.
3. Metode Penelitian
3.1 Definisi Operasional
1. Indeks Tunggal (IT)
Indeks yang dibentuk berdasarkan sebuah variabel sederhana dengan
ukuran proporsi / persentase pada tingkat wilayah (kab/kota). Variabel persentase
tersebut ditranformasikan menjadi indeks tunggal dengan skala 0-100.
IT Kab/Kota: �� ����� ��
����� �������� �� x 100 ………..………...……...……….....(3.1)
dimana: b = proporsi / presentase pada @ kab/kota di Propinsi Jawa Tengah
2. Indeks Komposit (IK)
Indeks yang dibentuk berdasarkan rata-rata gabungan dari seluruh variabel
indeks tunggal. Indeks komposit disajikan pada tingkat kab/kota dan propinsi.
Tingkat Pendidikan Orang Tua
Jumlah Penduduk Miskin
Tingkat Kemiskinan
Anak
IK Kab/Kota: �� �� �� �� �� �� �� �� �� …
x 100 ……….........(3.2)
dimana: n = jumlah komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak atau
indeks komposit perlindungan khusus anak
Terdapat 2 macam indeks komposit dalam penelitian ini, meliputi:
a. Indeks Komposit Kemiskinan Anak
Indeks komposit kemiskinan anak adalah suatu indeks komposit mengenai
kemiskinan anak berdasarkan gabungan dari 21 indeks tunggal pembentuk indeks
komposit kemiskinan anak. Terdapat 5 dimensi dalam indeks komposit
kemiskinan anak meliputi kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, lingkungan dan
sanitasi serta ekonomi.
b. Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak
Indeks komposit perlindungan khusus anak adalah suatu indeks komposit
mengenai perlindungan khusus anak berdasarkan gabungan dari 12 indeks tunggal
pembentuk perlindungan khusus anak. Terdapat 4 dimensi dalam indeks komposit
perlindungan khusus anak meliputi usia kawin pertama, korban kejahatan, status
kecacatan, serta korban perlakuan salah dan penelantaran.
Menurut PBB, 2009 (dalam Jon Land, 2010) skala indeks dibagi ke dalam
empat golongan, meliputi:
a. Tinggi : Indeks lebih dari 80,0
b. Menengah Atas : antara 66,0 – 79,9
c. Menengah Bawah : antara 50,0 – 65,9
d. Rendah : kurang dari 50,0
3. Tingkat Kemiskinan Anak (TKA)
Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak.
4. Tingkat Pendidikan Orang Tua (TPO)
Tingkat pendidikan orang tua diproksi dari presentase penduduk laki-laki
yang telah menamatkan pendidikan D3 keatas.
TPO : ������ ������� ��������� ��� �������� �������� ��
������ ������� ��������� x 100 ….....(3.3)
5. Jumlah Penduduk Miskin (JPM)
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan (GK).
GK : GKM + GKNM …………………………………………………………(3.4)
dimana : (-) Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
(-) Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM)
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data atau informasi
yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu, berupa bahan tulisan
yang menunjang dan berhubungan dengan penelitian ini.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Regresi
Hasil regresi dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut:
TKA = 38,849 – 0,580 (TPO) + 8,56E-6 (JPM) + e
4.2 Hasil Perhitungan Indeks Komposit Kemiskinan Anak dan
Perlindungan Khusus Anak
Kemiskinan Anak Tahun
2007 2008 2009
Dimensi Indikator / Komponen Pembentuk Indeks Komposit Kemiskinan Anak
IKKA
(Kesehatan,
Pendidikan,
Tempat Tinggal,
Lingkungan dan
Sanitasi, serta
Ekonomi
A Indeks Komposit Kemiskinan Anak (IKKA)
Skala Indeks 34,08 – 46,07 30,72 – 42,75 37,26 – 43,41
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 kab dan 6 kota 29 kab dan 6 kota 29 kab dan 6 kota
Rata-Rata 39,9 (Gol Rendah) 37,6 (Gol Rendah) 36,4 (Gol Rendah)
Kesehatan
(Tabel7)
1 Keluhan Kesehatan
Skala Indeks 21,0 – 46,2 18,9 – 52,2 20,6 – 48,6
Gol
Indeks
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Brebes (52,2)
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 kab dan 6 kota 28 kab dan 6 kota 29 kab dan 6 kota
Rata-Rata 28,6 (Gol Rendah) 32,3 (Gol Rendah) 32,4 (Gol Rendah)
Kesehatan
(Tabel 8)
2 Imunisasi BCG
Skala Indeks 65,3 – 81,9 70,7 – 81,4 65,0 – 82,7
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Pati (81,9)
Kab Rembang (81,4)
Kab Batang (81,3)
Kab Semarang (80,9)
Kab Karanganyar (80,6)
Kab Grobogan (80,3)
Kab Kebumen (81,4)
Kab Rembang (81,0)
Kab Karanganyar (80,8)
Kab Semarang (80,6)
Kab Banjarnegara (80,3)
Kab Kebumen (82,7)
Kab Banjarnegara (81,3)
Kab Semarang (80,3)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
22 kab dan 6 kota 24 kab dan 6 kota 25 kab dan 6 kota
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Demak (65,3) Kab Kudus (65,0)
Rata-Rata 77,3(Gol Menengah Atas) 77,0 (Gol Menengah Atas) 77,4 (Gol Menengah Atas)
Kesehatan 3 Imunisasi DPT 1 + HB1
(Tabel 8) Skala Indeks 65,1 – 81,2 70,7 – 80,8 65,1 – 81,6
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Rembang (81,2)
Kab Batang (81,1)
Kab Pekalongan (80,6)
Kab Pati (81,0)
Kab Grobogan (80,2)
Kab Semarang (80,2)
Kab Rembang (80,8)
Kab Banjarnegara (80,5)
Kab Kebumen (80,2)
Kab Kebumen (81,6)
Kab Banjarnegara (81,4)
Kab Cilacap (80,2)
Kab Purworejo (80,0)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
22 kab dan 6 kota 26 kab dan 6 kota 24 kab dan 6 kota
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Demak (65,1) Kab Kudus (65,1)
Rata-Rata 77,3(Gol Menengah Atas) 77,0 (Gol Menengah Atas) 77,3 (Gol Menengah Atas)
Kesehatan
(Tabel 8)
4 Imunisasi DPT 3 + HB3
Skala Indeks 66,2 – 81,7 71,7 – 81,3 66,1 – 82,2
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Rembang (81,7)
Kab Pati (81,4)
Kab Batang (81,4)
Kab Grobogan (81,2)
Kab Semarang (80,6)
Kab Pekalongan (80,6)
Kab Banjarnegara (80,4)
Kab Temanggung (80,2)
Kab Banjarnegara (81,3) Kab
Rembang (81,2)
Kab Kebumen (81,0)
Kab Semarang (80,3)
Kab Temanggung (80,0)
Kab Banjarnegara (82,2)
Kab Kebumen (82,2)
Kab Cilacap (80,8)
Kab Purworejo (80,6)
Kota Salatiga (80,6)
Kota Semarang (80,2)
Kab Grobogan (80,0)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
21 kab dan 6 kota 24 kab dan 6 kota 24 kab dan 4 kota
Rata-Rata 77,9(Gol Menengah Atas) 77,6 (Gol Menengah Atas) 77,9 (Gol Menengah Atas)
Kesehatan
(Tabel 8)
5 Imunisasi Polio
Skala Indeks 63,7 – 82,7 71,7 – 81,3 66,1 – 82,2
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Grobogan (82,7)
Kota Salatiga (81,7)
Kab Pati (81,6)
Kab Purworejo (81,6)
Kab Batang (81,2)
Kab Rembang (81,1)
Kota Semarang (80,6)
Kab Semarang (80,5)
Kab Banjarnegara (80,1)
Kab Grobogan (81,4)
Kab Purworejo (81,3)
Kota Semarang (81,2)
Kab Banjarnegara (81,0)
Kab Kebumen (81,0)
Kota Salatiga (80,7)
Kota Tegal (80,7)
Kab Rembang (80,6)
Kab Kendal (80,5)
Kab Purworejo (82,5)
Kota Salatiga (82,5)
Kab Kebumen (82,3)
Kab Banjarnegara (81,9)
Kab Grobogan (81,7)
Kab Cilacap (81,6)
Kota Semarang (81,5)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
21 kab dan 4 kota 23 kab dan 3 kota 24 kab dan 5 kota
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Demak (63,7)
Rata-Rata 78,1(Gol Menengah Atas) 77,8 (Gol Menengah Atas) 78,1 (Gol Menengah Atas)
Kesehatan
(Tabel 8)
6 Imunisasi Campak
Skala Indeks 63,9 – 82,6 71,0 – 82,4 65,6 – 83,5
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Grobogan (82,6)
Kota Salatiga (82,4)
Kab Rembang (81,8)
Kab Batang (81,3)
Kab Semarang (81,1)
Kab Kebumen (80,9)
Kab Purworejo (80,9)
Kab Pati (80,8)
Kab Banjarnegara (80,7)
Kab Wonogiri (80,6)
Kab Pekalongan (80,3)
Kab Temanggung (80,2)
Kab Kebumen (82,4)
Kab Banjarnegara (81,5)
Kab Rembang (81,4)
Kab Grobogan (81,3)
Kota Salatiga (81,3)
Kab Kendal (80,9)
Kab Semarang (80,8)
Kab Purworejo (80,6)
Kab Wonogiri (80,5)
Kab Temanggung (80,1)
Kota Semarang (80,0)
Kab Kebumen (83,5)
Kota Salatiga (83,1)
Kab Banjarnegara (82,4)
Kab Purworejo (81,8)
Kab Grobogan (81,6)
Kab Cilacap (81,4)
Kab Semarang (80,6)
Kab Wonogiri (80,5)
Kota Semarang (81,1)
Kab Wonosobo (80,1)
Kab Blora (80,0)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
15 kab dan 5 kota 20 kab dan 4 kota 21 kab dan 4 kota
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Demak (63,9) Kab Kudus (65,6)
Rata-Rata 78,3(Gol Menengah Atas) 78,0 (Gol Menengah Atas) 78,3 (Gol Menengah Atas)
Kesehatan
(Tabel 8)
7 Imunisasi Hepatitis B3
Skala Indeks 66,2 – 81,7 71,1 – 81,3 66,1 – 82,2
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Rembang (81,7)
Kab Pati (81,4)
Kab Grobogan (81,2)
Kab Semarang (80,6)
Kab Banjarnegara (80,4)
Kab Banjarnegara (81,3)
Kab Rembang (81,2)
Kab Kebumen (81,0)
Kab Semarang (80,3)
Kab Temanggung (80,0)
Kab Banjarnegara (82,2)
Kab Kebumen (82,2)
Kab Cilacap (80,8)
Kab Purworejo (80,6)
Kota Salatiga (80,6)
Kota Semarang (80,2)
Kab Grobogan (80,0)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
24 kab dan 6 kota 24 kab dan 6 kota 24 kab dan 4 kota
Rata-Rata 77,9 (Gol Menengah
Atas)
77,6 (Gol Menengah Atas) 77,9 (Gol Menengah Atas)
Kesehatan
(Tabel 9)
8 ASI < 6 Bulan
Skala Indeks 33,9 – 93,2 26,6 – 97,4 12,0 – 95,2
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kab Tegal (93,2)
Kab Pemalang (90,9)
Kab Sragen (90,1)
Kab Pekalongan (89,1)
Kab Jepara (88,7)
Kab Kudus (87,8)
Kab Boyolali (86,4)
Kota Surakarta (86,2)
Kab Cilacap (85,5)
Kab Batang (84,1)
Kota Magelang (83,2)
Kab Purbalingga (81,0)
Kab Demak (80,7)
Kab Pekalongan (97,4)
Kab Batang (97,0)
Kota Magelang (94,4)
Kab Kebumen (90,3)
Kab Demak (87,7)
Kab Wonogiri (85,7)
Kab Cilacap (84,8)
Kota Semarang (84,7)
Kab Blora (84,5)
Kab Banjarnegara (83,8)
Kab Wonosobo (80,5)
Kab Kudus (80,4)
Kab Kudus (95,2)
Kab Grobogan (93,9)
Kab Kendal (93,1)
Kab Semarang (86,1)
Kab Rembang (81,7)
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
11 kab dan 1 kota Kab Pemalang (80,0)
Kab Semarang (79,5)
Kab Temanggung (73,9)
Kota Surakarta (72,4)
Kab Boyolali (72,3)
Kab Tegal (71,0)
Kota Pekalongan (70,4)
Kab Kendal (68,4)
7 kab dan 3 kota
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Banyumas (65,3)
Kab Wonosobo (62,2)
Kota Semarang (61,6)
Kab Temanggung (58,2)
Kab Kendal (55,7)
Kab Sukoharjo (53,4)
13 kab dan 2 kota Kab Boyolali (65,4)
Kab Magelang (63,5)
Kab Wonogiri (60,6)
Kab Temanggung (57,5)
Kab Purbalingga (57,1)
Kab Karanganyar (57,0)
Kab Pemalang (56,9)
Kota Magelang (53,9)
Kab Sragen (53,5)
Kab Brebes (53,5)
Kab Banjarnegara (50,9)
Kab Purworejo (50,0)
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Kab Blora (46,6)
Kota Tegal (38,5)
Kab Magelang (35,0)
Kab Demak (49,4)
Kab Wonosobo (48,7)
Kab Pati (43,8)
Kota Salatiga (33,9) Kab Klaten (39,8)
Kab Sukoharjo (39,8)
Kab Blora (12,1)
Kab Banyumas (12,0)
Rata-Rata
70,4 (Gol Menengah
Atas)
71,0 (Gol Menengah Atas) 59,8 (Gol Menengah
Bawah)
Kesehatan
(Tabel 10)
9 Gizi Buruk
Skala Indeks 1,4 – 86,6 0,0 – 28,4 0,0 – 37,1
Gol
Indeks
Gol Tinggi
(80 ke atas)
Kota Pekalongan (86,6)
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Batang (59,2)
Kab Purworejo (50,6)
Gol Rendah
(50 ke bawah)
27 Kab dan 5 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 19,4 (Gol Rendah) 6,1 (Gol Rendah) 5,0 (Gol Rendah)
Kesehatan
(Tabel 11)
10 Angka Kematian Anak
Skala Indeks 0,8 – 33,6 5,2 – 30,4 7,3 – 35,3
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 2,8 (Gol Rendah) 4,3 (Gol Rendah) 4,9 (Gol Rendah)
Pendidikan
(Tabel 12)
11 Tidak Bisa Baca dan Tulis
Skala Indeks 3,0 – 17,0 2,7 – 18, 1 2,7 – 16,3
Gol
Indeks
Golongan Tinggi
(80 ke atas)
Golongan Menegah
Atas
(66,0 – 79,9)
Golongan Menengah
Bawah
(50,0 – 65,9)
Golongan Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 9,8 (Gol Rendah) 9,3 (Gol Rendah) 9,0 (Gol Rendah)
Pendidikan
(Tabel 13)
12 Tidak Sekolah Lagi
Skala Indeks 55,9 – 74,8 57,4 – 74,3 62,4 – 74,1
Gol
Indeks
Golongan Tinggi
(80 ke atas)
Golongan Menegah
Atas
(66,0 – 79,9)
Kab Temanggung (74,8)
Kota Magelang (71,9)
Kab Wonosobo (71,3)
Kota Semarang (70,9)
Kota Tegal (69,8)
Kota Salatiga (69,7)
Kab Magelang (63,5)
Kab Purbalingga (68,9)
Kab Banjarnegara (68,8)
Kab Banyumas (68,8)
Kota Pekalongan (68,6)
Kota Semarang (68,3)
Kab Kendal (66,6)
Kab Batang (66,5)
Kab Kebumen (66,4)
Kota Surakarta (66,2)
Kab Jepara (66,1)
Kab Pati (65,8)
Kab Blora (65,1)
Kab Demak (64,4)
Kab Tegal (63,9)
Kab Magelang (62,9) Kab
Karanganyar (62,9)
Kab Brebes (62,8)
Kab Pemalang (62,1)
Kab Wonogiri (60,8)
Kab Sragen (57,4)
Kab Pati (65,9)
Kab Demak (65,1)
Kab Pemalang (64,7)
Kab Brebes (64,7)
Kab Blora (64,6)
Kab Karanganyar (64,5)
Kab Sragen (64,2)
Kab Wonogiri (64,2)
Kab Boyolali (63,1)
Kab Tegal (62,4)
Golongan Menengah
Bawah
(50,0 – 65,9)
18 Kab 19 Kab dan 6 Kota 19 Kab dan 6 Kota
Golongan Rendah
(50 ke bawah)
Rata-Rata 65,4 (Gol Menengah
Bawah)
66,5 (Gol Menengah Atas)
67,3 (Gol Menengah
Atas)
Pendidikan
(Tabel 14)
13 Tidak / Belum Pernah Sekolah
Skala Indeks 5,1 – 19,8 3,8 – 19,8 4,7 – 16,0
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 10,9 (Gol Rendah) 10,3 (Gol Rendah) 9,12 (Gol Rendah)
Tempat Tinggal
(Tabel 15)
14 Bukan Milik Sendiri
Skala Indeks 0,2 – 28,2 0,2 – 25,6 0,2 – 25,6
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 2,6 (Gol Rendah) 2,6 (Gol Rendah) 2,8 (Gol Rendah)
Tempat Tinggal
(Tabel 16)
15 Berlantai Tanah
Skala Indeks 2,5 – 70,6 1,6 – 70,2 3,4 – 68,8
Gol
Indeks
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
Kab Grobogan (70,6) Kab Grobogan (70,2)
Kab Blora (70,2)
Kab Grobogan (68,8)
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Kab Blora (63,2)
Kab Rembang (52,3)
Kab Blora (63,5)
Gol Rendah
(50 ke bawah)
26 Kab dan 6 Kota 27 Kab dan 6 Kota 27 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 27,9 (Gol Rendah) 27,0 (Gol Rendah) 24,8 (Gol Rendah)
Tempat Tinggal
(Tabel 17)
16 Dinding Bukan Tembok
Skala Indeks 0,6 – 29,9 0,6 – 28,1 0,3 – 26,6
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 10,4 (Gol Rendah) 9,8 (Gol Rendah) 8,5 (Gol Rendah)
Tempat Tinggal
(Tabel 18)
17 Atap Terbuat Ijuk / Rumbia Lainnya
Skala Indeks 0,0 – 1,4 0,0 – 1,0 0,0 – 1,4
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 0,2 (Gol Rendah) 0,1 (Gol Rendah) 0,1 (Gol Rendah)
Lingkungan dan
Sanitasi
(Tabel 19)
18 Sumber Penerangan
Skala Indeks 0,1 – 7,9 0,0 – 7,3 0,1 – 5,7
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 2,4 (Gol Rendah) 1,8 (Gol Rendah) 1,3 (Gol Rendah)
Lingkungan dan
Sanitasi
(Tabel 20)
19 Tidak Ada Fasilitas BAB
Skala Indeks 1,1 – 49,4 0,2 – 45,1 0,0 – 41,2
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 26,5 (Gol Rendah) 25,2 (Gol Rendah) 21,5 (Gol Rendah)
Lingkungan dan
Sanitasi
(Tabel 21)
20 Sumber Air Tidak Bersih
Skala Indeks 0,2 – 32,3 0,7 – 38,2 0,3 – 39,8
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 13,7 (Gol Rendah) 13,3 (Gol Rendah) 10,4 (Gol Rendah)
Ekonomi
(Tabel 22)
21 Pengeluaran Rumah Tangga < 300.000/Bulan/Kapita
Skala Indeks 41,7 – 95,0 10,3 – 70,3 14,2 – 70,4
Gol
Indeks
Golongan Tinggi
(80 ke atas)
20 Kab
Golongan Menegah
Atas
(66,0 – 79,9)
Kab Karanganyar (79,9)
Kab Banyumas (76,5)
Kab Sragen (75,1)
Kab Kendal (75,1)
Kab Sukoharjo (73,6)
Kab Jepara (72,3)
Kab Semarang (71,8)
Kab Kudus (71,2)
Kota Pekalongan (70,3)
Kab Klaten (69,9)
Kab Blora (70,3)
Kab Temanggung (69,5)
Kab Banjarnegara (68,2)
Kab Cilacap (67,5)
Kab Banjarnegara (67,2)
Kab Purbalingga (66,5)
Kab Banjarnegara (70,4)
Kab Batang (68,4)
Kab Blora (66,1)
Golongan Menengah
Bawah
(50,0 – 65,9)
Kota Tegal (56,2) Kab Pemalang (64,0)
Kab Rembang (63,0)
Kab Grobogan (60,6)
Kab Wonogiri (55,8)
Kab Boyolali (56,5)
Kab Purworejo (56,3)
Kab Kebumen (55,3)
Kab Brebes (54,8)
Kab Wonosobo (54,7)
Kab Batang (54,5)
Kab Banyumas (53,6)
Kab Wonosobo (64,6)
Kab Kebumen (62,8)
Kab Magelang (61,5)
Kab Temanggung (58,7)
Kab Pemalang (56,9)
Kab Purbalingga (56,7)
Kab Cilacap (54,9)
Kab Wonogiri (54,7)
Kab Jepara (54,7)
Kab Grobogan (52,0)
Kab Demak (51,3)
Kab Pati (51,1)
Kab Boyolali (50,5)
Kab Rembang (50,4)
Kab Purworejo (50,0)
Golongan Rendah
(50 ke bawah)
Kota Magelang (48,7)
Kota Salatiga (45,6)
Kota Surakarta (43,9)
Kota Semarang (41,7)
12 Kab dan 6 Kota 11 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 78,62 (Gol Menengah
Atas)
47,9 (Gol Rendah) 49,2 (Gol Rendah)
Perlindungan Khusus Anak Tahun
2007 2008 2009
Dimensi Indikator / Komponen Pembentuk Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak
IKPKA (Usia
Kawin Pertama,
Korban
Kejahatan,
Status Cacat,
serta Korban
Perlakuan Salah
dan
Penelantaran)
B Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak (IKPKA)
Skala Indeks 6,75 – 18,60 6,40 – 16,83
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 12,7 (Gol Rendah) 12,31 (Gol Rendah)
Usia Kawin
Pertama
(Tabel 23)
1 Menikah< 19 Tahun
Skala Indeks 22,97 – 65,7 26,4 – 68,0 23,8 – 66,3
Gol
Indeks
Gol Menegah Atas
(66,0 – 79,9)
Kab Grobogan (68,0)
Kab Brebes (67,7)
Kab Grobogan (66,3)
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
20 Kab 17 kab Kab Rembang (65,9)
Kab Brebes (64,5)
Kab Blora (64,0)
Kab Jepara (62,4)
Kab Banjarnegara (61,2)
Kab Wonosobo (61,1)
Kab Pati (58,9)
Kab Batang (57,7)
Kab Pekalongan (57,3)
Kab Purbalingga (56,7)
Kab Kendal (56,3)
Kab Tegal (56,2)
Kab Pemalang (53,9)
Kab Temanggung (53,1)
Kab Wonogiri (53,0)
Kab Sragen (53,0)
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Kab Banyumas (49,5)
Kab Karanganyar (47,8)
Kab Magelang (46,6)
Kab Boyolali (45,9)
Kab Kebumen (44,7)
Kab Kudus (43,7)
Kab Purworejo (41,7)
Kota Pekalongan (39,9)
Kota Tegal (39,9)
Kab Sukoharjo (39,7)
Kab Klaten (32,0)
Kota Magelang (31,8)
Kota Semarang (29,4)
Kota Salatiga (26,0)
Kota Surakarta (22,9)
Kab Banyumas (48,8)
Kab Karanganyar (45,9)
Kab Semarang (43,6)
Kab Kebumen (43,2) Kab
Magelang (43,2)
Kab Boyolali (42,9)
Kab Kudus (41,5)
Kab Purworejo (39,6) Kota
Tegal (39,1)
Kota Pekalongan (37,7)
Kab Sukoharjo (33,9)
Kota Salatiga (31,1)
Kota Semarang (29,9)
Kota Magelang (29,2)
Kota Surakarta (26,4)
Kab Klaten (26,4)
12 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata 51,8 (Gol Menengah
Bawah)
51,7 (Gol Menengah Bawah) 50,3 (Gol Menengah
Bawah)
Korban
Kejahatan
(Tabel 24)
2 Terlibat Dalam Hukum
Skala Indeks 0,0 – 0,066 0,0 – 0,064
Gol
Indeks
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,007 (Gol Rendah) 0,008 (Gol Rendah)
Korban
Kejahatan
(Tabel 24)
3 Korban Tindak Kekerasan
Skala Indeks 0,0 – 0,673 0,0 – 0,726
Gol
Indeks
Gol Menengah Bawah
(50,0 – 65,9)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,028 (Gol Rendah) 0,024 (Gol Rendah)
Status Cacat
(Tabel 25)
4 Cacat Tubuh
Skala Indeks 0,033 – 0,567 0,063 – 0,363
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,0231 (Gol Rendah) 0,257 (Gol Rendah)
Status Cacat
(Tabel 25)
5 Cacat Netra
Skala Indeks 0,04 – 0,17 0,033 – 0,224
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,08 (Gol Rendah) 0,085 (Gol Rendah)
Status Cacat
(Tabel 25)
6 Cacat Rungu Wicara
Skala Indeks 0,04 – 0,23 0,042 – 0,336
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,14 (Gol Rendah) 0,148 (Gol Rendah)
Status Cacat
(Tabel 25)
7 Cacat Mental Eks Psikotik
Skala Indeks 0,01 – 0,128 0,015 – 0,124
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,047 (Gol Rendah) 0,050 (Gol Rendah)
Status Cacat
(Tabel 25)
8 Cacat Mental Reterdasi
Skala Indeks 0,04 – 0,25 0,074 – 0,274
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,14 (Gol Rendah) 0,154 (Gol Rendah)
Status Cacat
(Tabel 25)
9 Cacat Ganda
Skala Indeks 0,02 – 0,13 0,033 – 0,131
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,05 (Gol Rendah) 0,062 (Gol Rendah)
Korban
Perlakuan Salah
dan Penelantaran
(Tabel 24)
10 Balita Terlantar
Skala Indeks 0,05 – 6,32 0,072 – 7,918
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 1,48 (Gol Rendah) 1,356 (Gol Rendah)
Korban
Perlakuan Salah
dan Penelantaran
(Tabel 24)
11 Anak Terlantar
Skala Indeks 0,05 – 30,10 0,188 – 5,787
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 2,20 (Gol Rendah) 1,295 (Gol Rendah)
Korban
Perlakuan Salah
dan Penelantaran
(Tabel 24)
12 Anak Jalanan
Skala Indeks 0,009 – 0,920 0,003 – 0,389
Gol
Indeks
Gol Rendah
(50 ke bawah)
Tidak Ada 29 Kab dan 6 Kota 29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada 0,093 (Gol Rendah) 0,070 (Gol Rendah)
Kesimpulan:
Berdasarkan uraian dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil regresi menunjukkan sebagai berikut:
a. Pertama, variabel tingkat pendidikan orang tua berpengaruh negatif dan
signifikan sebesar -0,580 terhadap tingkat kemiskinan anak, artinya setiap
terjadi penambahan 1% penduduk yang telah menamatkan pendidikan D3
keatas akan mengurangi tingkat kemiskinan anak sebesar 0,580%.
b. Kedua, variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh positif dan signifikan
sebesar 8,56E-6 terhadap tingkat kemiskinan anak, artinya penambahan 1
penduduk miskin akan meningkatkan tingkat kemiskinan anak sebesar 8,56E-6.
Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak,
indeks komposit kemiskinan anak mencerminkan anak yang hidup dalam
kondisi serba kekurangan.
2. Model regresi tingkat kemiskinan anak memenuhi asumsi klasik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variasi tingkat kemiskinan anak dapat
dijelaskan oleh variabel independen (tingkat pendidikan orang tua, dan jumlah
penduduk miskin) sebesar 42,96% sedangkan sisanya sebesar 57,04%
dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
3. Indeks komposit kemiskinan anak terbentuk dari lima dimensi meliputi
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, lingkungan dan sanitasi serta ekonomi.
a. Pertama, dimensi kesehatan meliputi indeks tunggal anak yang mengalami
keluhan kesehatan, indeks tunggal anak yang tidak diimunisasi (bcg, dpt1+hb1,
dpt3+hb3, campak, polio dan hepatitis b3), indeks tunggal bayi yang diberi air
susu ibu (ASI) kurang dari enam bulan, indeks tunggal balita yang mengalami
gizi buruk, indeks tunggal angka kematian bayi dan balita.
b. Kedua, dimensi pendidikan meliputi indeks tunggal anak yang tidak bisa
membaca dan menulis, indeks tunggal anak yang tidak / belum pernah sekolah,
dan indeks tunggal anak yang tidak sekolah lagi.
c. Ketiga, dimensi tempat tinggal meliputi indeks tunggal anak yang tinggal
dalam rumah dengan status bukan milik sendiri, indeks tunggal anak yang
tinggal dalam rumah berlantai tanah, indeks tunggal anak yang tinggal dalam
rumah bukan tembok, dan indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah
dengan atap terbuat dari ijuk / rumbia dan atap jenis lainnya.
d. Keempat, dimensi lingkungan dan sanitasi meliputi indeks tunggal anak yang
tinggal dalam rumah bukan lisrik, indeks tunggal anak yang tinggal dalam
rumah tidak memiliki fasilitas BAB (toilet), dan indeks tunggal anak yang
tinggal dalam rumah tidak memiliki akses air bersih.
e. Kelima, dimensi ekonomi meliputi indeks tunggal anak tinggal dalam rumah
tangga yang rata-rata pengeluaran konsumsinya kurang dari 300.000 perbulan.
4. Indeks komposit perlindungan khusus anak terbentuk dari empat dimensi
meliputi usia kawin pertama, korban kejahatan, status kecacatan, dan korban
perlakuan salah maupun penelantaran.
a. Pertama, dimensi usia kawin pertama meliputi indeks tunggal anak menikah
pertama kali kurang dari 19 tahun.
b. Kedua, dimensi korban kejahatan meliputi indeks tunggal anak yang menjadi
korban tindak kekerasan dan indeks tunggal anak yang mengalami masalah
hukum.
c. Ketiga, dimensi status kecacatan meliputi indeks tunggal anak cacat tubuh,
indeks tunggal anak cacat netra, indeks tunggal anak cacat rungu wicara,
indeks tunggal anak cacat mental ekspsikotik, indeks tunggal anak cacat mental
reterdasi dan indeks tunggal anak cacat ganda.
d. Keempat, dimensi korban perlakuan salah dan penelantaran meliputi indeks
tunggal balita terlantar, indeks tunggal anak terlantar dan indeks tunggal anak
jalanan.
5. Dari hasil perhitungan indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan
khusus anak diperoleh bahwa 35 kab/kota (29 kabupaten dan 6 kota) di
Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2007-2009 nilai indeksnya berada di
golongan rendah, artinya secara keseluruhan wilayah (kab/kota) di Propinsi
Jawa Tengah memiliki kualitas baik dalam pemenuhan hak anak dan
perlindungan khusus anak.
6. Skala indeks dibagi menjadi 4, berdasarkan urutan prioritas pemerintah pusat
khususnya pemerintah daerah (Propinsi Jawa Tengah), antara lain: (a) prioritas
pertama, golongan tinggi (80 ke atas), (b) prioritaas kedua, golongan menegah
atas (66,0–79,9), (c) prioritas ketiga, golongan menengah bawah (50,0–65,9),
dan prioritas keempat, golongan rendah (50 ke bawah).
7. Secara keseluruhan Propinsi Jawa Tengah memiliki kualitas yang baik dalam
pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak, tetapi masih terdapat
beberapa daerah yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah /
pemerintah daerah khususnya wilayah (kab/kota) yang indeks berada di
golongan menengah atas dan golongan tinggi.
8. Namun dalam indeks komposit kemiskinan anak, dari tahun 2007-2009
diperoleh indeks yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah
khususnya pemerintah daerah meliputi indeks tunggal anak yang tidak
diimunisasi (bcg, dpt1+hb1, dpt3+hb3, campak, polio dan hepatitis b3), dan
indeks tunggal anak yang tidak sekolah lagi.
Saran:
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diambil, maka dapat
diberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian, dalam kab/kota di Propinsi Jawa Tengah dapat diketahui
bahwa variabel tingkat pendidikan orang tua (TPO) dan jumlah penduduk
miskin berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan anak, pemerintah khususnya
pemerintah daerah memberi perhatian lebih pada peningkatan tingkat
pendidikan orang tua dan penurunan jumlah penduduk miskin dengan
memberikan kebijakan-kebijakan tepat dalam mengatasi masalah kemiskinan
terutama kemiskinan anak, antara lain:
a. Pemerintah hendaknya tetap meningkatkan investasi di bidang pendidikan
dengan fokus terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan.
b. Untuk menanggulangi percepatan jumlah penduduk miskin dalam Pasal 5
Peraturan Pemerintah Presiden No. 15 tahun 2010 (diadopsi dari Dokumen
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun
2011-2013) salah satunya dengan cara meningkatkan kemampuan dan
pendapatan masyarakat miskin, yaitu dengan kebijakan perluasan kesempatan
kerja yang dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja yang dilaksanakan
dengan memperhatikan kondisi masyarakat miskin dan mampu menjamin
penghasilan yang tetap (peningkatan kesempatan kerja masyarakat miskin
dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja produktif dengan memanfaatkan
potensi wilayah (kab/kota).
2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam indeks komposit kemiskinan anak,
indeks tunggal anak yang perlu mendapat perhatian khusus meliputi indeks
tunggal anak yang tidak tercakup imunisasi, dan anak yang tidak sekolah lagi
upaya yang harus dilakukan dengan cara:
a. Pemberian imunisasi gratis yang dilakukan secara kontinu dan konsisten di
seluruh kab/kota di Propinsi Jawa Tengah dan pemberian penyuluhan akan
pentingnya pemberian imunisasi kepada anak sejak dini dan pentingnya akan
kesehatan anak.
b. Pemenuhan hak atas layanan pendidikan terutama pendidikan anak, dalam
pasal 5 Peraturan Pemerintah Presiden No. 15 tahun 2010 (diadopsi dari
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2011-2013), meliputi: pemberian kesempatan bagi anak berprestasi dari
keluarga miskin untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (salah satunya
bantuan pendidikan berupa beasiswa), penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan gratis pada anak dari keluarga miskin agar setiap anak terutama
anak miskin dapat mengakses pendidikan yang layak.
3. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagi pemimpin
bangsa maka untuk mewujudkannya diperlukan dukungan kelembagaan dan
peraturan perundang-undangan yang lebih pro-anak. Kebijakan peningkatan
perlindungan anak, khususnya anak yang perlu mendapatkan perhatian lebih
(misalnya; anak yang menikah kurang dari 19 tahun, anak korban korban
kekerasan, anak penyandang cacat maupun anak korban penelantaran dan
perlakuan salah) dalam RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk (diadopsi dari
Bappenas 2009), meliputi
a. Peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan
partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya menciptakan lingkungan yang
ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan
hidup anak.
b. Peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan
c. Peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ala, 1996. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan
Masyarakat. http://repository.upi.edu. Diakses 12 September 2011.
Andhika, 2012. Analisis Program-Program Penanggulangan Kemiskinan
Menurut SKPD Di Kota Semarang Dengan Metode Analisis Hierarki Proses.
http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 Januari 2012.
Aris, 2011. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Kapital, Pertumbuhan Tenaga
Kerja Dan Pertumbuhan Human Capital Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Di Indonesia Pada Tahun 1981 - 2009. http://repository.upnyk.ac.id. Diakses 12
September 2011.
Asy, Khafid, 2009. Hubungan Pernikahan Dini Dengan Kematangan Emosi
Di Wilayah Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. http://www.scribd.com.
Diakses 12 September 2011.
BPS, 2005. Indikator Kesejahteraan Anak. BPS Jakarta, Indonesia.
BPS, 2009. Indikator Kesejahteraan Rakyat. BPS Semarang, Jawa Tengah.
BPS, 2009. Indikator Utama Sosial, Politik, dan Keamanan Propinsi Jawa
Tengah. BPS Jawa Tengah, Semarang.
BPS, 1994. Penyebab dan Solusi Kemiskinan. http://www.scribd.com. Diakses
12 September 2011.
BPS, 2008. Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2008. http://www.bps.go.id.
Diakses 12 September 2011.
BPS, 2007/2008/2009. Profil Tempat Tinggal Jawa Tengah. BPS Jawa Tengah,
Semarang.
BPS, 2007/2008/2009. Statistik Sosial dan Kependudukan Jawa Tengah Hasil
Susenas. BPS, Jawa Tengah.
Bappeda, 2011. Info Bappeda. www.bappedajateng.go.id. Diakses 12 September
2011.
Bappenas, 2009. Laporan Penyusunan Indikator Komposit Perlindungan
Anak dan Kemiskinan Anak. www.bappenas.go.id. Diakses 12 September 2011.
C, Shocrul, 2011. Cara Meguasai Eviews. Jakarta: Salemba 4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007/2008/2009. Profil Kesehatan
Indonesia. http://www.depkes.go.id. Diakses dari 12 April 2011.
Depkes, 2009. Konsep Sehat Dan Sakit. http://www.tugaskuliah.info.html.
Diakses 12 September 2011.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2007/2008/2009. Profil Kesehatan Jawa Tengah.
http://www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses dari 12 April 2011.
Emmy, 2007. Kekerasan Pada Anak. http://maureenlicious.wordpress.com.
Diakses 12 September 2011.
Ephie, 2009. Anak Penyandang Cacat. http://ephie2.wordpress.com. Diakses 12
September 2011.
Gujarati, 2003. Basic Econometric, Fourth Editon. McGraw-Hill Companies,
New York.
Harry, 2011. Pengertian Gambaran Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI
Eksklusif Pada Bayi Di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009.
http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011.
Heru, Ukki, 2010. Kesehatan. http://www.scribd.com. Diakses 12 September
2011.
Kunaryo, 2000. Penga ruh Kond i s i Ekonomi Ke l ua r ga T e rh a -
d ap Pr e s t a s i B e l a j a r S i s w a K e l a s I V S D N T a w a n g r e -
j o 1 T a h u n A j a r a n 2009 / 2010. http://www.scribd.com. Diakses 12
September 2011.
Linuer, 2011 .Kekerasan Pada Anak. http://waspadamedan.com. Diakses 12
September 2011.
Mandar, Polewati, 2007. Definisi Dan Konsep Prevalensi: Status Gizi Kurang.
http://www.mdgspolman.org. Diakses 12 September 2011.
Marjuki, 2009 .Penyandang Cacat. http://www.scribd.com. Diakses 12 Septem-
ber 2011.
Murcahya, Ardhianto, 2010. Dinamika Psikologis Pengambilan Keputusan
Untuk Menikah Dini. http://eprints.ums.ac.id. Diakses 12 September 2011.
Nugroho, Widiatma, 2012. Analisis Pengaruh Pdrb, Agrishare, Rata-Rata
Lama Sekolah, Dan Angka Melek Huruf Terhadap Jumlah Penduduk
Miskin Di Indonesia. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 Januari 2012.
PBB. Konvensi Penyandang Cacat. http://www.google.com/persoalan%20hak
%20asasi%20manusia%3. Diakses 12 Desember 2010.
PMKS, 2009. Pengertian Dan Karakteristik Penyandang Masalah Kesejah
teraan Sosial. http://www.dinsoslampung.web.id. Diakses 12 September 2011.
Prima, 2011. Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per
Kapita, Dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di
Provinsi Jawa Tengah. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011.
Putranto Windhiarso, 2010. Indikator Statistik. http://www.google.co.id/
BerbagaiAlternatifIndikatorPembangunan. Diakses 12 September 2011.
Rasidin, 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiski
-nan. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011.
Ravi, 2010. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran
Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten / Kota Jawa Tengah Tahun 2005 –
2008. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011.
Rekipatmala, 2011. Imunisasi. http://rekipatmaladewi.blogspot.com. Diakses 12
September 2011.
Resti, 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan Tahun 2004-2008. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September
2011.
Soedjar, 2009. Karakteristik Anak Jalanan. http://repository.usu.ac.id. Diakses
12 September 2011.
Suharto, Edi 2009. Implementasi Program Raskin Dalam Upaya
Meningkatkan Kesejahteraaan Masyarakat Miskin (Studi Kasus Pada
Kelurahan Bentiring Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu. http://npurbyqyu.blogspot.com. Diakses 12 September 2011.
Sugiyono, 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keputusan.
http://repository.upi.edu. Diakses 12 September 2011.
Supariasa, 2002. Zat Gizi. http://repository.usu.ac.id. Diakses 12 September
2011.
Suryanto, Dwi, 2011. Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan,
Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Subosukawonosraten Tahun 2004-2008. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12
September 2011.
Suyatno, 2009. Status Gizi. http://ras-eko.blogspot.com. Diakses 12 September
2011.
UNICEF, 2011. A Multidimensional Approach To Measuring Child Poverty.
UNICEF.
UNICEF, 2010. Child Poverty and Disparities In Egypt. UNICEF, Januari
2010. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
UNICEF, 2010. Child Poverty and Disparities In Bangladesh. UNICEF,
Januari 2010. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
UNICEF, 2010. Country Report Mexico. UNICEF, Januari 2010.
http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
UNICEF, 2011. Draft Child Poverty and Disparity In Indonesia. UNICEF.
UNICEF, 2009. National Report Kyrgyzstan. UNICEF, 2009,
http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
UNICEF, 2010. National Report Philipppines. UNICEF, Januari 2010.
http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
Urip, Sunaryo 2007. Perkembangan Jumlah dan Penduduk Miskin dan
Faktor Penyebabnya. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses 12 September
2011.
Utomo, Budi, 2010. Peran Pemerintah Dalam Peningkatan.
http://budiutomo79.blogspot.com. html. Diakses 12 September 2011.
Wayan, 2009. Pengertian, Manfaat Dan Macam-Macam Imunisasi. http://
www.wayantulus.com. Diakses 12 September 2011.
WHO, 1947. Definisi Konsep Sehat Sakit Menurut Dasar Keperawatan.
http://911medical.blogspot.com. Diakses 12 September 2011.
WHO, 1948. Gizi Dan Kesehatan. http://arisbambang.wordpress.com. Diakses
12 September 2011.
WHO, 2010. Pedoman Umum Perlindungan Kesehatan Anak Berkebutuhan
Khusus. http://www.google.com/rctjqprogram%20. Diakses 12 September 2011.
Widiastuti, Ari, 2010.Strategi Peningkatan Keberhasilan Program
Penuntasan Buta Aksara Menggunakan Skill development Method Di Desa
Sukowangi Kecamatan Tawang, Kabupaten Pemalang. http://frantau.files.
wordpress.com. Diakses 12 September 2011.
Wongdesmiwati, 2009. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan.
http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/2009/10. Diakses 12 September 2011.
. Draft Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013. Bappeda. 2011.
. Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. http://www.ypha.
or.id/web/wp-content. Diakses 12 September 2011.
. Media Anak Korban Kekerasan. http://www.sumbarprov.
go.id. Diakses 12 September 2011.
UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan.
UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
UU No 1 Tahun 1974 Tentang Pernikahan.