ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

34
1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (Studi pada Pemerintah Kota Salatiga) Debora Pratiti Dewi Priyo Hari Adi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Abstract This research is aimed to analyze the financial performance by managing the local finance of the government of Salatiga in 2011 to 2015. The financial performance can be measured by using analysis of independence ratio, activity ratio, effectivity dan efficiency ratio, and growth ratio. This research uses financial report that consist of realization of the local finance. The result showed that the financial performance of the local government as seen from the independence ratio is low but increased annually. Then the activity ratio showed that the government put more funds on routine spending than development spending. The effectivity ratio tends to be effective, but the efficiency ratio is not efficient. The growth rasio showed positive trend except the development spending growth. Keywords : Financial Performance of Local Government, APBD, Independence Ratio, Activity Ratio, Effectivity and Efficiency Ratio, Growth Ratio. 1. Pendahuluan Penerapan otonomi daerah di beberapa kota di Indonesia memberikan wewenang kepada daerah yang bersangkutan untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peralihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peralihan wewenang tersebut selalu diikuti dengan penyerahan segala urusan keuangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah masing-masing (Dien, Tinangon dan Walandouw 2015). Anggaran digunakan oleh pemerintah sebagai instrument perencanaan untuk mengatur program kerja atau rencana kerja selama dan target yang harus

Transcript of ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

Page 1: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

1

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI

PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

(Studi pada Pemerintah Kota Salatiga)

Debora Pratiti Dewi

Priyo Hari Adi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Abstract

This research is aimed to analyze the financial performance by managing the local finance of

the government of Salatiga in 2011 to 2015. The financial performance can be measured by

using analysis of independence ratio, activity ratio, effectivity dan efficiency ratio, and growth

ratio. This research uses financial report that consist of realization of the local finance. The

result showed that the financial performance of the local government as seen from the

independence ratio is low but increased annually. Then the activity ratio showed that the

government put more funds on routine spending than development spending. The effectivity

ratio tends to be effective, but the efficiency ratio is not efficient. The growth rasio showed

positive trend except the development spending growth.

Keywords : Financial Performance of Local Government, APBD, Independence Ratio, Activity Ratio,

Effectivity and Efficiency Ratio, Growth Ratio.

1. Pendahuluan

Penerapan otonomi daerah di beberapa kota di Indonesia memberikan wewenang

kepada daerah yang bersangkutan untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Peralihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

ini diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peralihan

wewenang tersebut selalu diikuti dengan penyerahan segala urusan keuangan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah masing-masing (Dien,

Tinangon dan Walandouw 2015). Anggaran digunakan oleh pemerintah sebagai instrument

perencanaan untuk mengatur program kerja atau rencana kerja selama dan target yang harus

Page 2: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

2

dicapai selama periode tertentu. Selain itu, anggaran juga dimanfaatkan sebagai alat

pengendalian dalam proses pelaksanaannya (Sumenge 2013). Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

ditetapkan dengan peraturan daerah. Undang-undang No.17 Tahun 2003 Pasal 17 tentang

Keuangan Negara menjelaskan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan

penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah masing-masing.

Tingkat keberhasilan suatu pemerintahan dapat dilihat dari kinerjanya. Kinerja

diartikan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, visi dan misi dari pemerintah. Kinerja dari pemerintah daerah akan menunjukkan

seberapa baik pelaksanaan otonomi daerah, sehingga hal tersebut penting untuk diukur

(Saputra, Suwendra dan Yudiatmaja 2016). Pengukuran kinerja keuangan bermanfaat untuk

melihat akuntabilitas pemerintah daerah tersebut yang disajikan dalam bentuk laporan

keuangan. Melalui laporan keuangan yang disajikan maka akan menunjukkan posisi keuangan,

realisasi anggaran, dan kinerja keuangan pemerintah (Sijabat, Saleh dan Wachid 2014).

Melalui laporan keuangan tersebut dapat dilakukan analisis rasio keuangan daerah untuk

menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah,

mengukur aktivitas atau keserasian dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, menilai

efektivitas dan efisiensi realisasi anggaran, serta pertumbuhan pendapatan dan belanja daerah

(Hanik dan Karyanti 2014).

Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan pemerintah

daerah atas pengelolaan APBD pada periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya dan

sudah selesai direalisasikan. Terdapat beberapa jenis rasio yang dapat diterapkan untuk menilai

kinerja keuangan dan perlu disesuaikan dengan data yang akan diteliti lebih lanjut. Misalnya

rasio kemandirian keuangan daerah yang digunakan untuk menilai kemampuan daerah dalam

menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi dibandingkan penerimaan dari

bantuan pemerintah pusat maupun pinjaman. Selain itu, terdapat rasio aktivitas untuk menilai

pengalokasian belanja rutin dan belanja pembangunan, rasio efektivitas pendapatan dan

efisiensi belanja, serta rasio pertumbuhan untuk melihat adanya pertumbuhan secara positif

ataupun negatif dari kinerja anggaran pada beberapa periode anggaran (Mahmudi 2010).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Boedi (2012) tentang kinerja keuangan

Pemda Kabupaten Banjar menyatakan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut jika

dinilai dengan rasio keuangan cenderung masih bergantung kepada pemerintah pusat.

Page 3: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

3

Pertumbuhan pendapatan dan belanja daerah cenderung menurun setiap tahunnya, walaupun

tingkat efektivitas PAD sudah tergolong tinggi. Penelitian lain mengatakan bahwa perolehan

PAD dapat mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah secara signifikan, sehingga

setiap komponen PAD dapat mempengaruhi kinerja keuangan suatu daerah (Wenny 2012).

Menurut Macmud, Kawung dan Rompas (2014), kinerja keuangan daerah yang masih belum

stabil dan belum begitu baik jika dilihat dari beberapa rasio keuangan menunjukkan trend

positif dan trend negatif. Hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan daerah dalam mengelola

sumber daya dan pendapatan daerah yang diterima.

Kota Salatiga merupakan salah satu kota yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Tengah

dan melaksanakan otonomi daerah dengan mengelola segala kepentingan dan urusan

pemerintahannya sendiri. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan serta pemanfaatan

sumber daya dikelola sendiri oleh pemerintah Kota Salatiga, sehingga pengelolaan APBD

sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah daerah dan harus dilaksanakan sesuai peraturan

perundang-undangan. Dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kota Salatiga tahun

anggaran 2016, realisasi pendapatan dan belanja daerah cenderung meningkat setiap tahunnya,

walaupun secara keseluruhan belum mencapai target yang telah ditetapkan. Penelitian yang

dilakukan oleh Wardhani (2012) menunjukkan bahwa kinerja keuangan Kota Salatiga pada

tahun 2005-2010 dikatakan belum baik jika dinilai dengan rasio keuangan, karena dari

beberapa rasio keuangan yang digunakan, hanya rasio efektivitas dan rasio upaya fiskal yang

sudah menunjukkan kriteria yang baik. Penilaian kinerja keuangan tersebut dilakukan dengan

menggunakan analisis rasio keuangan dengan membandingkan hasil pencapaian tujuan dari

beberapa periode anggaran sehingga dapat diketahui kecenderungan yang terjadi.

Gambar 1 Perkembangan Realisasi APBD Kota Salatiga Tahun 2010-2015

Sumber: Kota Salatiga Dalam Angka Tahun 2011-2016

41

2 47

8 56

2 60

3 72

7

75

0

41

8

44

8 55

1

52

9

64

5

67

3

0

100

200

300

400

500

600

700

800

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pendapatan

Belanja

(dalam miliar rupiah)

Page 4: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

4

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa realisasi APBD Kota Salatiga cenderung

meningkat setiap tahunnya. Terdapat penurunan tingkat belanja pada tahun 2013, tetapi

pendapatan dan belanja pada tahun yang lain terus meningkat. Peningkatan maupun penurunan

pendapatan dan belanja daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen

didalamnya. Peningkatan realisasi APBD dari tahun ke tahun disebabkan oleh peningkatan

kemampuan pemerintah dalam merealisasikan anggaran. Selain itu, rancangan anggaran

pendapatan dan belanja cenderung dibuat melebihi tahun-tahun sebelumnya untuk

menunjukkan kinerja pemerintahan yang lebih baik dengan target pencapaian yang lebih tinggi.

Penelitian Wardhani (2012) menunjukkan bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kota

Salatiga pada periode 2005-2010 masih belum baik, sehingga melalui penelitian ini akan

melihat bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Salatiga dilihat dari sisi

kemandirian keuangan daerah, aktivitas atau keserasian alokasi belanja daerah, efektivitas dan

efisiensi penggunaan APBD, serta pertumbuhan pendapatan dan belanja daerah pada periode

2011-2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan kinerja keuangan

pemerintah daerah Kota Salatiga melalui analisis rasio keuangan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mahasiswa maupun masyarakat secara umum

tentang kinerja keuangan khususnya pada pemerintah daerah Kota Salatiga. Selain itu, dapat

digunakan sebagai referensi bagi pemerintah daerah Kota Salatiga dalam hal pelaksanaan

anggaran supaya dapat berjalan dengan efektif dan efisien, bermanfaat dalam proses

pengambilan keputusan, serta meningkatkan akuntabilitas pelaporan pemerintah dan

efektivitas pengelolaan sumber daya.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, merupakan penyelenggaraan urusan pemerintah oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945. Sedangkan laporan keuangan yang harus

dibuat oleh pemerintah daerah setidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA),

Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) yang dilampiri

Page 5: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

5

dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Bentuk dan isi laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar

akuntansi pemerintah yang dibuat oleh komite standar yang independen dan ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah dengan persetujuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta

disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran

yang bersangkutan.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah, Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah

pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan tersebut

menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh

pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan

realisasinya dalam satu periode pelaporan. Laporan realisasi anggaran mencakup beberapa pos

yaitu pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, penerimaan pembiayaan, pengeluaran

pembiayaan, pembiayaan neto, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA).

Laporan Realisasi Anggaran dapat digunakan untuk menilai kondisi keuangan,

mengevaluasi efektivitas dan efisiensi penggunaan dana maupun sumber daya sehingga dapat

terlihat ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Tetapi dalam menghasilkan

laporan keuangan sektor publik yang relevan dan dapat diandalkan terkadang terdapat beberapa

kendala yang harus dihadapi seperti objektivitas, konsistensi, daya banding, tepat waktu,

ekonomis dalam penyajian laporan dan materialistik (Santoso dan Pambelum 2008). Undang-

undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan bahwa Laporan Realisasi

Anggaran selain menyajikan realisasi anggaran pendapatan dan belanja, juga menjelaskan

prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah.

2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan

tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi,

perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi anggaran pemerintah daerah.

Penyusunan rancangan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang

bersangkutan. Anggaran dibuat dengan memperkirakan defisit maupun surplus yang mungkin

akan diperoleh pada periode mendatang, sehingga penetapan sumber-sumber pembiayaan

Page 6: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

6

untuk menutup defisit maupun penggunaan surplus dapat diketahui dan dijalankan sesuai

dengan Peraturan Daerah tentang APBD. Penyusunan APBD ini harus disesuaikan dengan

kebutuhan penyelenggaraan dan kemampuan pendapatan daerah masing-masing. Jumlah

alokasi dana yang dimanfaatkan harus disesuaikan dengan anggaran yang sudah disusun

sebelumnya. Anggaran yang akan dilaksanakan pada tahun mendatang mengacu pada anggaran

dan realisasi dari tahun sebelumnya, sehingga dapat digunakan sebagai tolak ukur pembuatan

anggaran pada periode berikutnya (Fahrianta dan Carolina 2012).

Struktur APBD terdiri dari 3 hal, seperti yang sudah diatur dalam Permendagri No. 13

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yaitu Pendapatan Daerah,

Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang

melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana dan merupakan hak daerah

dalam satu tahun anggaran sehingga tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan

daerah dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain

pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Sedangkan dana perimbangan biasanya terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan

dana alokasi khusus. Lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari hibah, dana darurat, dana bagi

hasil pajak, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari provinsi

atau pemerintah daerah lainnya.

Belanja daerah merupakan dana yang dipergunakan dalam pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota. Belanja daerah

meliputi seluruh pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana,

merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan

urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang

penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan

ketentuan perundang-undangan. Belanja menurut kelompok belanja dibedakan menjadi 2 yaitu

belanja tidak langsung dan belanja langsung, dimana pengeluaran belanja terkait langsung atau

tidak langsung dengan pelaksanaan program pemerintah. Indikator kualitas belanja daerah

dapat dilihat dari besaran belanja langsung yang seharusnya lebih besar dari belanja tidak

langsung. Hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan pendapatan yang diterima untuk

keperluan belanja langsung daripada belanja tidak langsung. Tetapi realitasnya kecenderungan

Page 7: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

7

realisasi belanja tidak langsung selalu lebih besar daripada belanja langsung (Fahlevi dan

Ananta 2015). Sedangkan pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk

menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Pembiayaan daerah ini terdiri dari

penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

2.3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Kinerja merupakan gambaran pencapaian suatu target atau tujuan melalui

pelaksanaannya. Indikator kinerja dapat dilihat dari ukuran kuantitatif dan kualitatif sehingga

nantinya akan menggambarkan tingkat pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya

jika dilihat dari indikator masukan (input), keluaran (output), hasil, manfaat, dan dampak

(Saputra, Suwendra dan Yudiatmaja 2016). Kinerja keuangan diartikan sebagai tingkat

pencapaian di bidang keuangan yang menunjukkan hasil kerja atau capaian kerja pemerintah

daerah. Pencapaian tersebut dapat dilihat dari pengelolaan pendapatan dan belanja daerah

menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan berdasarkan kebijakan atau ketentuan

perundang-undangan pada satu periode tertentu (Kundalini 2014).

Penelitian Saputra, Suwendra dan Yudiatmaja (2016) mengenai kinerja keuangan

pemerintah daerah Kabupaten Jembrana yang menggunakan analisis rasio keuangan,

menunjukkan bahwa rasio kemandirian keuangan cenderung rendah. Pertumbuhan pendapatan

daerah tersebut dikategorikan positif, karena pemerintah daerah mampu mempertahankan

bahkan meningkatkan pencapaian dari tahun sebelumnya. Rasio keserasian belanja

menunjukkan bahwa pemerintah lebih banyak menggunakan anggaran belanjanya untuk

keperluan belanja operasional. Tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan angaran daerah

tersebut dinilai sudah baik. Sedangkan penelitian Hanik dan Karyanti (2014) terhadap kinerja

keuangan daerah Kabupaten Semarang dinilai sudah cukup baik. Tingkat kemandirian daerah

memang masih rendah tetapi terus meningkat setiap tahunnya. Efektivitas dan efisiensi

penggunaan anggaran sudah dilaksanakan dengan baik. Rasio aktivitas menunjukkan bahwa

proporsi belanja rutin lebih banyak daripada belanja pembangunan. Sedangkan rasio

pertumbuhan menunjukkan bahwa pemerintah daerah mampu mempertahankan kinerjanya

dalam mengelola keuangan daerah.

Pengukuran kinerja keuangan pada pemerintah daerah dapat dilihat dari laporan

pertanggunjawaban atas penggunaan APBD. Tujuan dilakukannya pengukuran kinerja

keuangan adalah untuk membantu memperbaiki kinerja keuangan pemerintah, pengalokasian

sumber daya yang maksimal, pengambilan keputusan, sebagai wujud pertanggungjawaban

Page 8: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

8

publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo 2004). Salah satu cara untuk

mengukur kinerja keuangan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap

anggaran pendapatan dan belanja daerah. Analisis tersebut terdiri dari beberapa rasio yaitu

rasio kemandirian keuangan daerah, aktivitas, efektivitas dan efisiensi, serta pertumbuhan

pendapatan dan belanja.

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan akan menggambarkan kemampuan pemerintah daerah

untuk memenuhi keperluan daerahnya sendiri dengan memaksimalkan PAD sebagai

sumber utama penerimaan daerah. Pengukuran rasio kemandirian ini dilakukan dengan

membandingkan antara perolehan PAD dengan pendapatan yang diperoleh dari

bantuan pemerintah pusat atau provinsi serta pinjaman yang diperoleh dari pihak lain.

Semakin tinggi presentase rasio kemandirian yang dihasilkan, maka menunjukkan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat

dan pihak eksternal lain untuk membiayai keperluan daerahnya semakin rendah,

demikian pula sebaliknya (Mahmudi 2010).

Setelah diketahui rasio kemandirian keuangan daerah, kemudian

diklasifikasikan menurut pola hubungannya. Menurut Hersey dan Blanchard dalam

Halim (2008) terdapat empat pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam

melaksanakan otonomi daerahnya, yaitu pola instruktif, pola konsultatif, pola

partisipatif, dan pola delegatif. Pola instruktif menunjukkan peran pemerintah pusat

lebih dominan dalam mendukung pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhannya

sendiri. Sehingga dapat dikatakan tingkat kemandirian keuangan daerah masih rendah

dan kemampuan keuangan daerah untuk memenuhi kebutuhannya tergolong sangat

rendah. Pola konsultatif menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah pusat terhadap

pemerintah daerah sudah mulai berkurang, karena pemerintah daerah dianggap sudah

lebih mampu untuk melaksanakan otonomi daerah. Tetapi walaupun demikian,

kemampuan keuangan daerah pada pola ini masih tergolong rendah.

Pola partisipatif menunjukkan peran pemerintah pusat dalam membantu

pemerintah daerah sudah semakin berkurang, karena tingkat kemandirian keuangan

daerah yang bersangkutan sudah cukup tinggi dan kemampuan keuangan daerah sudah

dianggap cukup untuk memenuhi keperluan daerahnya sendiri. Sedangkan pola

delegatif menunjukkan pemerintah pusat sudah tidak campur tangan dalam urusan

pemerintah daerah, karena pemerintah daerah dinilai sudah mandiri dalam

Page 9: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

9

melaksanakan urusan otonomi daerah. Kemampuan keuangan daerah pada pola ini

dinilai sudah tinggi dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri.

b. Rasio Aktivitas

Pengukuran rasio aktivitas atau keserasian bertujuan untuk mengetahui

bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dana yang ada untuk memenuhi

kebutuhan belanja operasi (belanja rutin) dan belanja modal (belanja pembangunan).

Rasio ini dapat diukur dengan membandingkan antara total belanja rutin atau belanja

pembangunan dengan total APBD yang sudah ditetapkan. Semakin tinggi presentase

dana yang dialokasikan untuk belanja rutin, maka akan semakin kecil presentase dana

untuk belanja pembangunannya, begitupula sebaliknya (Sijabat, Saleh dan Wachid

2014).

Belanja operasi merupakan belanja yang masa manfaatnya habis digunakan

dalam satu tahun anggaran dan sifatnya jangka pendek. Belanja operasi terdiri dari

belanja pegawai, belanja barang dan jasa, subsidi, hibah, bantuan sosial dan keuangan,

serta keperluan untuk membayar cicilan pinjaman dan bunga. Sedangkan belanja modal

yang dilakukan pemerintah saat ini akan memberikan manfaat jangka menengah dan

jangka panjang. Belanja modal digunakan lebih banyak untuk kepentingan

pembangunan daerah, seperti pembangunan sarana prasarana yang membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik (Mahmudi 2010).

c. Rasio Efektivitas dan Efisiensi

Standar pengelolaan keuangan daerah yang efektif melalui Permendagri No. 13

Tahun 2006 Pasal 4 Ayat 4 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dapat

dinilai berdasarkan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu

dengan cara membandingkan keluaran dengan hasilnya. Perbandingan yang semakin

dekat antara target dengan output yang dihasilkan maka akan menunjukkan semakin

efektif perencanaan tersebut. Suatu organisasi ataupun program dinilai efektif apabila

output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan (Suoth, Tinangon dan

Rondonuwu 2016). Berkaitan dengan realisasi APBD, efektivitas perolehan pendapatan

daerah dapat dilihat dengan membandingkan antara realisasi anggaran pendapatan

dengan target anggaran pendapatan.

Sedangkan efisiensi pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Permendagri

No. 13 Tahun 2006 Pasal 4 Ayat 5 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

dapat dilihat berdasarkan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan

tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Suatu

Page 10: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

10

kegiatan atau program dikatakan efisien apabila dalam proses menghasilkan output

tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-

rendahnya (spending well). Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara

masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi seperti staf, upah, dan biaya

administratif, dengan keluaran atau output yang dihasilkan (Sumenge 2013).

Efisiensi dalam realisasi APBD dapat dilihat dari berapa banyak sumber daya

maupun biaya yang digunakan untuk menghasilkan suatu keluaran atau output.

Semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output yang sama, maka

kegiatan atau program tersebut akan semakin efisien. Efisiensi harus dibandingkan

dengan angka acuan tertentu, seperti efisiensi pada periode sebelumnya ataupun

efisiensi dari organisasi sektor publik lainnya (Julita 2011).

d. Rasio Pertumbuhan Pendapatan dan Belanja

Analisis pertumbuhan pendapatan dan belanja dilakukan untuk mengetahui

perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam mempertahankan ataupun

meningkatkan keberhasilan pencapaian suatu tujuan. Sehingga nantinya pemerintah

dapat memanfaatkan informasi yang ada untuk mengevaluasi potensi-potensi mana

yang memerlukan perhatian lebih dan meningkatkan bagian lain yang sudah

dilaksanakan dengan baik agar lebih optimal (Hanik dan Karyanti 2014). Pengukuran

rasio pertumbuhan ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara jumlah PAD

tahun yang bersangkutan dengan PAD tahun sebelumnya. Hal yang sama juga dapat

dilakukan untuk menghitung tingkat pertumbuhan total pendapatan daerah, belanja

rutin, dan belanja pembangunan.

3. Metode Penelitian

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa Laporan

Realisasi Anggaran (LRA). Data-data tersebut diperoleh langsung dari kantor Badan Keuangan

Daerah (BKD) Pemerintah Kota Salatiga dan mengakses website resmi Pemkot Salatiga

maupun Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Salatiga. Penelitian ini akan menggunakan data

berupa Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga dalam kurun waktu 5 tahun,

dimulai dari tahun 2011 sampai tahun 2015. Selain menggunakan LRA untuk melakukan

perhitungan rasio keuangan, penelitian ini juga memanfaatkan CaLK, Rencana Strategis SKPD

dan Salatiga Dalam Angka sebagai informasi pelengkap.

Page 11: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

11

3.2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi atau studi pustaka dengan cara mengumpulkan data-data yang sudah ada berupa

Anggaran dan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Salatiga,

serta berbagai jurnal penelitian maupun publikasi laporan kinerja pemerintah yang berkaitan

dengan penelitian ini.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Pengukuran kinerja dapat

dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan yang terdiri dari rasio kemandirian

keuangan daerah, rasio aktivitas, rasio efektivitas dan efisiensi, serta rasio pertumbuhan

pendapatan dan belanja.

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝐴𝐷

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑖𝑛𝑗𝑎𝑚𝑎𝑛× 100%

Melalui rasio kemandirian keuangan tersebut dapat dilihat pola hubungan antara rasio dengan

kemampuan keuangan daerah. Terdapat 4 pola hubungan, sebagai berikut:

Tabel 1 Pola Hubungan, Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah

Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan

Rendah sekali 0-25 Instruktif

Rendah 25-50 Konsultatif

Sedang 50-75 Partisipatif

Tinggi 75-100 Delegatif

Sumber: Abdul Halim (2008)

2. Rasio Aktivitas

𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑅𝑢𝑡𝑖𝑛 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑅𝑢𝑡𝑖𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ× 100%

𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ× 100%

Sumber: Abdul Halim (2008)

3. Rasio Efektivitas dan Efisiensi

a. Efektivitas Pendapatan

Page 12: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

12

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛× 100%

Kriteria efektivitas pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Kriteria Penilaian Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Prosentase Kinerja Keuangan Kriteria

Di atas 100% Sangat Efektif

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup Efektif

60% - 80% Kurang Efektif

Kurang dari 60% Tidak Efektif

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996

b. Efisiensi Belanja

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎

𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛× 100%

Kriteria efisiensi pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3 Kriteria Penilaian Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah

Prosentase Kinerja Keuangan Kriteria

Di atas 100% Tidak Efisien

90% - 100% Kurang Efisien

80% - 90% Cukup Efisien

60% - 80% Efisien

Kurang dari 60% Sangat Efisien

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996

4. Rasio Pertumbuhan

𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝐴𝐷 =𝑃𝐴𝐷𝑡−(𝑡−1)

𝑃𝐴𝐷𝑡−1× 100%

𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑇𝑃𝐷 =𝑇𝑃𝐷𝑡−(𝑡−1)

𝑇𝑃𝐷𝑡−1× 100%

𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑅𝑢𝑡𝑖𝑛 =𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑅𝑢𝑡𝑖𝑛𝑡−(𝑡−1)

𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑅𝑢𝑡𝑖𝑛𝑡−1× 100%

𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 =𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛𝑡−(𝑡−1)

𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛𝑡−1× 100%

Keterangan:

t = Tahun Berjalan

Page 13: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

13

t-1 = Tahun Sebelumnya

Sumber: Abdul Halim (2008)

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Salatiga

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Salatiga dapat

dilihat melalui Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang disusun oleh Badan Keuangan Daerah

Kota Salatiga. LRA mencakup 3 komponen didalamnya yaitu komponen Pendapatan, Belanja,

dan Pembiayaan. Pada komponen Pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),

Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Komponen Belanja terdiri dari

Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tidak Terduga. Sedangkan pada komponen

Pembiayaan terdiri dari Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah. Masing-masing bagian

tersebut mencakup informasi tentang anggaran dari setiap bagian, realisasi pada tahun berjalan,

persentase pencapaian dan realisasi dari tahun sebelumya. Dalam LRA juga tercantum jumlah

Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) dari tahun berjalan.

Tabel 4 Statistik Deskriptif

(dalam rupiah)

Komponen APBD Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PAD 60.611.340.067 167.010.555.173 115.453.772.356,00 49.245.923.933,404

Pajak Daerah 15.900.467.916 37.859.524.015 26.082.670.750,00 9.433.532.482,865

Retribusi 7.558.789.810 13.120.666.772 11.050.431.082,80 2.315.110.920,036

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 2.964.213.854 6.486.947.814 4.615.855.908,20 1.556.457.391,638

Lain-lain PAD yang Sah 34.187.868.487 113.115.459.852 73.704.814.615,00 36.792.778.864,029

Dana Perimbangan 308.552.525.942 455.982.623.940 401.037.838.930,40 59.475.992.930,798

Dana Bagi Hasil Pajak 20.582.494.864 32.771.843.178 25.504.005.249,00 5.093.490.802,700

Dana Bagi Hasil Bukan

Pajak 849.126.476 1.776.381.078 1.110.188.281,40 378.298.771,238

DAU 262.653.050.000 400.176.755.000 349.191.006.200,00 57.472.867.407,743

DAK 16.958.760.000 33.981.288.000 25.232.639.200,00 6.226.333.309,425

Belanja Daerah 458.618.399.163 673.865.039.498 571.828.780.232,20 87.920.067.275,654

Belanja Rutin 380.076.035.954 566.689.063.006 470.486.864.572,20 75.962.115.837,930

Belanja Pembangunan 69.203.906.339 124.905.280.107 99.788.160.514,60 25.203.590.876,291

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

Page 14: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

14

Tabel 4 menunjukkan nominal terendah dan tertinggi, rata-rata dan standar deviasi dari beberapa

komponen APBD pada tahun 2011 sampai 2015. Penerimaan PAD paling rendah terjadi pada tahun

2011 dan terus meningkat setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2015 total PAD menunjukkan angka

yang paling tinggi. Jika dilihat dari beberapa komponen PAD yang ada, Lain-lain PAD yang Sah selalu

memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan daerah. Rata-rata penerimaan PAD Kota Salatiga

cenderung lebih kecil daripada penerimaan dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan.

Penerimaan pendapatan daerah paling besar diperoleh dari Dana Alokasi Umum pemerintah pusat dan

nominalnya terus meningkat setiap tahunnya. Sedangkan dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan

pajak, dan DAK realisasinya masih belum stabil, terjadi peningkatan dan penurunan dalam lima tahun

anggaran tersebut.

Belanja daerah paling banyak dialokasikan untuk belanja rutin daripada belanja pembangunan.

Pengeluaran untuk belanja rutin terus meningkat setiap tahun, sedangkan pengeluaran belanja

pembangunan masih belum stabil. Pengeluaran belanja pembangunan tertinggi terjadi pada tahun 2012

dan pengeluaran terrendah terjadi pada tahun 2013. Secara keseluruhan, anggaran yang disusun oleh

pemerintah setempat selalu menunjukkan adanya defisit setiap tahun, tetapi realisasinya menunjukkan

bahwa pendapatan yang diperoleh selalu lebih besar daripada pengeluaran belanja sehingga setiap tahun

akan menghasilkan surplus anggaran dan kemudian membentuk SiLPA yang dapat digunakan untuk

membiayai kegiatan-kegiatan pada tahun berikutnya.

Penelitian ini berfokus kepada pengelolaan pendapatan dan belanja Kota Salatiga. Seberapa besar

campur tangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah dapat dilihat dari rasio kemandirian

keuangan daerah. Sedangkan pengeluaran untuk belanja setiap tahun lebih banyak dialokasikan untuk

belanja operasi atau belanja modal ditujukan melalui perhitungan rasio aktivitas. Selain itu efektivitas

perolehan pendapatan dan efisiensi pengelolaan pendapatan untuk belanja dapat dilihat melalui rasio

efektivitas dan efisiensi. Bagaimana pertumbuhan pendapatan secara keseluruhan, pertumbuhan PAD,

pertumbuhan belanja rutin maupun belanja pembangunan dalam kurun waktu 5 tahun ditunjukan

melalui perhitungan rasio pertumbuhan.

Page 15: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

15

4.2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Berikut merupakan hasil perhitungan rasio kemandirian keuangan dengan

membandingkan antara total penerimaan PAD dengan total penerimaan bantuan daerah dan

pinjaman, serta klasifikasi kemampuan keuangan dan pola hubungan antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah setiap tahunnya.

Tabel 5 Rasio Kemandirian Keuangan Kota Salatiga Tahun 2011-2015

(dalam ribuan rupiah)

Tahun

Penerimaan

PAD

Penerimaan

Bantuan Daerah

dan Pinjaman

Rasio

Kemandirian

Keuangan

Kemampuan

Keuangan

Pola Hubungan

2011 60.611.340 398.799.665 15,20% Rendah Sekali Instruktif

2012 77.798.870 484.524.974 16,06% Rendah Sekali Instruktif

2013 106.100.450 497.103.751 21,34% Rendah Sekali Instruktif

2014 165.747.645 561.872.223 29,50% Rendah Konsultatif

2015 167.010.555 583.571.003 28,62% Rendah Konsultatif

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

Tabel 5 menunjukkan bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Kota Salatiga cenderung masih rendah.

Persentase pada tahun 2011 hingga 2014 terus mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2015

sempat mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukan bahwa kemampuan keuangan daerah tergolong

rendah karena masih banyak bergantung pada penerimaan dari pemerintah pusat. Walaupun demikian,

terdapat perubahan pola hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, yang semula

menunjukan pola hubungan instruktif dimana peran pemerintah pusat masih dominan terhadap

pemerintah daerah. Kemudian pada tahun 2014 mengalami perubahan menjadi pola konsultatif ketika

campur tangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah sudah mulai berkurang.

Banyaknya penerimaan bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan mempengaruhi

tingkat kemandirian keuangan suatu daerah. Melalui perhitungan rasio kemandirian keuangan tersebut

menunjukkan bahwa pemerintah kota Salatiga masih banyak menerima bantuan dana dari pemerintah

pusat untuk memenuhi kebutuhan dan melaksanakan program-program pemerintah. Jika dibandingkan,

antara penerimaan PAD dengan penerimaan bantuan daerah nominalnya akan jauh berbeda. Jumlah

Page 16: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

16

penerimaan bantuan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan PAD. Hal tersebut dapat

disebabkan karena sumber-sumber penerimaan PAD jumlahnya terbatas dan pengelolaannya belum

maksimal.

Gambar 2 Realisasi PAD Pemerintah Kota Salatiga Tahun 2011-2015

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

Gambar 2 menunjukkan bahwa komponen yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PAD

Kota Salatiga adalah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

yang sah dapat diperoleh melalui hasil penjualan aset daerah yang tak dipisahkan, penerimaan jasa giro,

penerimaan bunga deposito, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda retribusi,

pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, dan pendapatan BLU-RSUD

(Badan Layanan Umum-Rumah Sakit Umum Daerah). Pendapatan BLU-RSUD selalu memiliki

nominal yang paling besar setiap tahunnya dibandingkan dengan komponen yang lain. Pendapatan

BLU-RSUD tersebut diperoleh dari pengelolaan RSUD Salatiga dengan memberikan jasa layanan

kesehatan kepada masyarakat. Seiring dengan peningkatan jumlah pasien ataupun masyarakat yang

menggunakan jasa layanan kesehatan di RSUD setiap tahun, maka perolehan pendapatan BLU-RSUD

juga terus meningkat dan akan mempengaruhi jumlah penerimaan PAD. Dengan menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan BLUD maka setiap pendapatan yang diterima oleh RSUD Salatiga tidak

15

,90

0

18

,69

5

24

,38

3

33

,57

4

37

,85

9

7,5

58

10

,18

5

13

,12

0

13

,08

8

11

,29

8

2,9

64

3,3

86

4,2

72

5,9

69

6,4

86

34

,18

7 45

,53

1

64

,32

3

11

3,1

15

11

1,3

65

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

2011 2012 2013 2014 2015

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah Yang

DipisahkanLain-lain Pendapatan

Asli Daerah Yang Sah

(dalam jutaan rupiah)

Page 17: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

17

diserahkan kepada kas daerah, sehingga mereka bertanggung jawab untuk mengelola secara mandiri

segala keperluannya.

Pajak daerah merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi yang cukup besar

setelah Lain-lain Pendapaatan Asli Daerah yang sah. Pendapatan pajak daerah terdiri dari pajak hotel,

pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air bawah

tanah, dan pajak BPHTB. Dari beberapa komponen pajak daerah tersebut, penerimaan pajak

penerangan jalan pada tahun 2011 sampai 2015 jumlahnya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan

penerimaan pajak lain. Hal tersebut dipengaruhi karena jumlah pemasangan listrik penerangan jalan

umum (LPJU) terus meningkat. Pajak penerangan jalan dikenakan atas pemanfaatan tenaga listrik untuk

penerangan jalan suatu wilayah daerah. Pajak penerangan jalan ini akan dipungut oleh PLN selaku

penyedia pasokan listrik dan kemudian diserahkan kepada pemerintah Kota Salatiga, baru kemudian

tagihan listrik dibayarkan menggunakan rekening pemerintah daerah. Sedangkan pajak yang diterima

oleh pemerintah pusat maupun daerah yang diserahkan ke provinsi nominalnya selalu lebih besar karena

berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pendapatan Bagi Hasil

Pajak seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor. Pajak-pajak tersebut memiliki nominal atau tarif yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan komponen-komponen pajak daerah yang diterima oleh pemerintah kota, sehingga

PAD dari pajak daerah jumlahnya selalu lebih rendah dan nantinya akan mempengaruhi PAD secara

keseluruhan.

Meskipun penerimaan PAD cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan penerimaan

bantuan dan pinjaman, pada praktek pelaksanaannya, penerimaan PAD Kota Salatiga dari tahun 2011

sampai 2015 terus mengalami peningkatan. Pemerintah setempat berhasil mencapai dan bahkan

melebihi hampir keseluruhan target anggaran PAD yang sudah ditetapkan sebelumnya. Walaupun

demikian, pemerintah Kota Salatiga perlu melihat sumber-sumber pendapatan daerah mana yang dapat

dioptimalkan sehingga penerimaan PAD terus meningkat dan rasio kemandirian keuangan akan

semakin baik. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Salatiga tahun 2011-2016, kebijakan anggaran

Page 18: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

18

pendapatan juga diarahkan untuk memaksimalkan pemungutan pendapatan daerah untuk sumber-

sumber pendapatan daerah yang berpotensi riil untuk dikembangkan. Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) dapat dikelola sedemikian rupa supaya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap

PAD. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan koordinasi SKPD yang menghasilkan

pendapatan tinggi, meningkatkan kualitas SDM yang bertanggung jawab mengelola pendapatan, serta

mengembangkan fasilitas sarana prasarana yang menunjang perolehan pendapatan daerah.

Selain PAD, penerimaan pendapatan juga diperoleh dari pendapatan transfer yang terdiri dari

transfer pemerintah pusat (Dana Perimbangan), transfer pemerintah pusat lainnya, dan transfer

pemerintah provinsi. Penerimaan bantuan daerah dan pinjaman didominasi oleh transfer pemerintah

pusat (Dana Perimbangan) berupa Dana Alokasi Umum (DAU). DAU merupakan transfer dana

pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN. DAU dialokasikan

sesuai kebutuhan daerah masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Proporsi

DAU akan ditetapkan sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah

kabupaten/kota. Anggaran dan realisasi pendapatan DAU Kota Salatiga cenderung terus meningkat

setiap tahunnya. Sedangkan pendapatan transfer pemerintah pusat lainnya dan transfer pemerintah

provinsi jumlahnya cenderung lebih sedikit.

Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima oleh pemerintah daerah digunakan untuk

keperluan masing-masing bidang yang ada, seperti bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan

lain-lain. Dana Alokasi Khusus paling besar digunakan untuk bidang pendidikan dan bidang

infrastruktur. DAK Bidang Pendidikan tersebut digunakan untuk mendukung pelaksanaan program

wajib belajar 9 tahun yang terus dilakukan oleh pemerintah supaya pendidikan disetiap daerah semakin

merata dan bermutu. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tersebut dilakukan dengan

meningkatkan kompetensi dari tenaga pengajar dan memperlengkapi sarana prasarana penunjang

kegiatan belajar mengajar. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan memanfaatkan DAK

bidang pendidikan. Begitupula untuk Transfer Pemerintah Pusat Lainnya, sebagian besar dimanfaatkan

untuk Dana Penyesuaian Infrastruktur Sarana dan Prasarana, Dana Penyesuaian Tunjangan Pendidikan

dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sedangkan DAK Bidang Infrastruktur akan digunakan untuk

Page 19: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

19

melakukan pembangun maupun perawatan jalan, irigasi dan jaringan. Sehingga aksesibilitas setiap

wilayah dapat ditingkatkan dan membantu mobilitas masyarakat.

4.3. Rasio Aktivitas

Berikut merupakan perhitungan rasio aktivitas yang diperoleh dari perbandingan antara

total belanja rutin (belanja operasi) maupun belanja pembangunan (belanja modal) dengan total

belanja daerah, sehingga menghasilkan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan.

Tabel 6 Rasio Aktivitas Kota Salatiga Tahun 2011-2015

(dalam ribuan rupiah)

Tahun

Total Belanja

Rutin

Total Belanja

Pembangunan

Total Belanja

Daerah

Rasio Belanja

Rutin

Rasio Belanja

Pembangunan

2011 380.076.035 77.409.470 458.618.399 82,87% 17,13%

2012 420.234.638 124.905.280 551.634.845 76,18% 23,82%

2013 460.019.271 69.203.906 529.237.634 86,92% 13,08%

2014 525.415.313 120.272.968 645.787.982 81,36% 18,64%

2015 566.689.063 107.149.176 673.865.039 84,10% 15,90%

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui rasio aktivitas Kota Salatiga melalui perhitungan rasio

belanja rutin dan belanja pembangunan. Pengeluaran belanja rutin dan belanja pembangunan pada lima

tahun anggaran tersebut mengalami peningkatan dan penurunan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan

bahwa pengeluaran untuk belanja rutin selalu lebih besar daripada belanja pembangunan. Pemerintah

Kota Salatiga memiliki kecenderungan untuk fokus memenuhi pengeluaran-pengeluaran rutin

pemerintahan dibandingkan pemenuhan program pembangunan daerah.

Gambar 3 Realisasi Belanja Rutin Pemerintah Kota Salatiga Tahun 2011-2015

Page 20: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

20

Sumber: Data Sekunder yang diolah (2018)

Gambar 3 menunjukkan bahwa belanja pegawai merupakan komponen belanja operasi yang

memiliki nominal paling besar diantara belanja-belanja yang lain. Belanja pegawai pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga dibagi menjadi dua bagian, yaitu

belanja pegawai tidak langsung dan belanja pegawai langsung. Belanja pegawai tidak langsung paling

banyak digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai, sedangkan komponen-komponen lain

seperti Tambahan Penghasilan PNS, Penerimaan Lainnya DPRD, Biaya Pemungutan Pajak Daerah,

Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Insentif Pemungutan Retribusi Daerah nominalnya tidak terlalu

besar. Belanja pegawai langsung paling banyak digunakan untuk pengeluaran Honorarium Non PNS,

sedangkan komponen lain seperti Honorarium PNS, Uang Lembur, Kursus, Pelatihan, Sosialisasi

Bintek PNS dan Honorarium Pengelolaan Dana BOS jumlahnya tidak terlalu banyak.

Belanja pegawai yang tinggi disebabkan karena jumlah pegawai pemerintahan baik tetap

maupun tidak tetap jumlahnya terus meningkat. Jika dilihat dari jumlah pegawai pemerintahan,

bertambah atau berkurangnya jumlah pegawai akan mempengaruhi jumlah pengeluaran seperti untuk

gaji dan tunjangan. Walaupun demikian, jumlah pengeluaran gaji dan tunjangan pegawai pemerintah

dalam kurun waktu 5 tahun tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Selain itu, sarana prasarana yang

menunjang pekerjaan para pegawai pemerintah juga dibutuhkan sesuai dengan jumlah mereka. Belanja

pegawai ini disusun berdasarkan keperluan SKPD masing-masing. Dari total sekitar 29 SKPD yang ada

278,0

29

309,3

15

326,6

82

358,3

97

38

7,4

65

83,5

37

93,6

21

112,2

06

148,0

20

167,4

33

10,2

92

15

,82

3

19,0

62

17,8

01

5,8

61

6,8

25

498

1,2

34

668

5,4

11

1,3

90

974

832

527

516

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

2011 2012 2013 2014 2015

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan

Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bantuan

Keuangan

(dalam jutaan rupiah)

Page 21: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

21

di Kota Salatiga, dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga merupakan SKPD dengan pengeluaran

belanja pegawai terbesar. Hal tersebut dipengaruhi karena jumlah pegawai pada dinas tersebut jauh

lebih banyak dibandingkan dengan dinas yang lain. Selain itu dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga

juga memiliki cakupan yang lebih luas dalam melakukan pekerjaannya.

Sedangkan belanja pembangunan atau belanja modal paling banyak digunakan untuk

pembangunan infrastruktur. Belanja jalan, jembatan, irigasi, dan jaringan menunjukkan jumlah yang

paling besar dibandingkan belanja yang lain seperti belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja

gedung dan bangunan, serta belanja aset tetap untuk keperluan daerah tersebut. Konstruksi jalan

merupakan pengeluaran paling besar setiap tahunnya jika dibandingkan dengan pengeluaran lain. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur lebih diutamakan supaya mempermudah

mobilitas masyarakat setempat. Selain belanja jalan, jembatan, irigasi, dan jaringan, pengeluaran untuk

belanja peralatan dan mesin cukup besar setiap tahunnya. Belanja untuk alat-alat kedokteran/kesehatan

merupakan pengeluaran terbesar jika dibandingkan pengeluaran lain, seperti belanja alat berat, alat

angkutan bermotor, alat angkutan tidak bermotor, dan alat-alat lain yang akan menunjang pekerjaan

seluruh pegawai pemerintahan. Secara umum belanja daerah ditujukan untuk kepentingan publik, selain

untuk menjaga kelangsungan program atau kegiatan yang sudah direncanakan oleh pemerintahan

daerah.

Pengeluaran untuk belanja modal (belanja pembangunan) pemerintah daerah diharapkan

sekurang-kurangnya 30% dari total belanja daerah seperti ketentuan yang sudah ditetapkan dalam

Permendagri No. 27 Tahun 2013 tentang Pendoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2014. Sedangkan hasil perhitungan rasio aktivitas menunjukkan bahwa alokasi

belanja pembangunan pada 5 tahun periode tersebut belum berhasil mencapai atau melebihi 30%.

Walaupun belanja pembangunan sudah dianggarakan lebih tinggi setiap tahun, tetapi realisasinya

cenderung masih rendah.

Menurut Perda No. 1 tahun 2012 tentang RPJMD Kota Salatiga, kebijakan anggaran belanja

disusun dengan mengutamakan pembiayaan pembangunan sarana prasarana yang membantu

Page 22: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

22

pelaksanaan program-program pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Tetapi dalam praktek

pelaksanaannya, belanja pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Salatiga pada periode

tersebut nominalnya selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan belanja rutin. Dana yang sudah

dianggarakan pada dasarnya adalah untuk keperluan pelayanan kepada masyarakat, sehingga akan lebih

baik jika pengeluaran tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Pemerintah Kota Salatiga perlu

melakukan efisiensi belanja rutin supaya proporsi untuk belanja pembangunan dapat ditingkatkan.

4.4. Rasio Efektivitas dan Efisiensi

Berikut merupakan hasil perhitungan rasio efektivitas perolehan pendapatan dan efisiensi

belanja daerah Pemerintah Kota Salatiga. Perhitungan rasio efektivitas dilakukan dengan

membandingkan realisasi pendapatan dengan target pendapatan yang dianggarakan, sedangkan rasio

efisiensi didapatkan dari perbandingan pengeluaran belanja dengan pendapatan daerah setiap tahunnya.

Tabel 7 Rasio Efektivitas dan Efisiensi Kota Salatiga Tahun 2011-2015

(dalam ribuan rupiah)

Tahun Realisasi

Pendapatan

Target

Pendapatan

Pengeluaran

Belanja Rasio Efektivitas Rasio Efisiensi

2011 478.173.510 468.844.442 458.618.399 101,99% 95,91%

2012 562.323.845 541.313.035 551.634.845 103,88% 98,10%

2013 603.204.201 599.853.140 529.237.634 100,56% 87,74%

2014 727.619.868 713.457.991 645.787.982 101,98% 88,75%

2015 750.581.558 747.219.445 673.865.039 100,45% 89,78%

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa rasio efektivitas pada 5 tahun anggaran tersebut

menunjukkan angka diatas 100% sehingga menunjukkan kriteria penilaian efektivitas pengelolaan

keuangan daerah yang sangat efektif. Sedangkan hasil perhitungan rasio efisiensi masih cenderung

tinggi, dimana kriteria efisiensi dikatakan semakin baik apabila persentasenya rendah. Pada tahun 2011

dan 2012 rasio efisiensi menunjukkan angka diatas 90% yang berarti pengelolaan belanja dari total

pendapatan yang ada masih kurang efisien dan pada tahun 2013 sampai 2015 rasio efisensi mengalami

Page 23: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

23

penurunan pada angka 80%-90% menunjukkan bahwa pengelolaan belanja daerah atas pendapatan

yang diterima sudah cukup efisien.

Tingkat efektivitas realisasi pendapatan Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011-2015

menunjukkan bahwa pemerintah sudah berhasil untuk mengelola keuangan sedemikian rupa supaya

dapat mencapai target pendapatan setiap tahunnya. Penetapan anggaran pada tahun berjalan didasarkan

pada realisasi dari tahun sebelumnya dan nominal yang ditetapkan akan cenderung lebih tinggi sehingga

diharapkan kinerja keuangan akan meningkat pada tahun berikutnya. Selama tahun anggaran berjalan

biasanya akan terjadi perubahan APBD karena adanya penyesuaian yang perlu dilakukan pada saat

periode anggaran berjalan. Perubahan APBD ini dapat menambah maupun mengurangi anggaran yang

sudah ditetapkan sebelumnya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rasio efektivitas pendapatan pada

tahun 2012 menunjukkan angka yang paling tinggi sehingga masuk kriteria penilaian sangat efektif.

Anggaran pendapatan sebelum perubahan pada tahun tersebut sebesar Rp 505.009.932.000 dan setelah

perubahan jumlahnya meningkat menjadi Rp 541.313.035.000. Secara keseluruhan, PAD pada tahun

anggaran tersebut mengalami pengurangan sebesar 0,17% dari anggaran yang sudah ditetapkan

sebelumnya karena ada penyesuaian pada beberapa komponen didalamnya. Sedangkan pendapatan

yang diperoleh dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah mengalami

peningkatan dari anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya, sehingga mempengaruhi perubahan

anggaran pendapatan pada tahun tersebut. Walaupun demikian, anggaran untuk DAU dan DAK tidak

berubah karena nominal yang diterima sudah pasti sesuai dengan anggaran yang diajukan kepada

pemerintah pusat dan sudah disetujui.

Realisasi pendapatan daerah selalu mencapai target setiap tahunnya dipengaruhi oleh setiap

komponen pendapatan didalamnya. Penerimaan PAD pada tahun 2011 sampai 2015 selalu mengalami

peningkatan. Pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah yang terus meningkat menunjukkan bahwa

masyarakat Kota Salatiga semakin taat untuk membayar pajak kepada pemerintah. Selain penerimaan

pajak daerah, pendapatan transfer dari pemerintah pusat seperti PBB, PPh 21, PPh 25, dan pendapatan

lain di luar pajak juga terus meningkat. Walaupun secara keseluruhan realisasi pendapatan sudah

melampaui target yang ditetapkan, jika dilihat lebih rinci maka tidak semua komponen pendapatan

Page 24: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

24

tersebut berhasil mencapai target 100%. Misalnya pada tahun 2011 persentase rasio efektivitas

pendapatan menunjukkan angka 101,99%, tetapi beberapa komponen didalamnya tidak mencapai

target. Perolehan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah hanya berhasil mencapai 88% dari target

anggaran, hal tersebut terjadi karena penerimaan jasa giro dan bunga deposito belum maksimal.

Berdasarkan perhitungan rasio efisiensi dapat dilihat bahwa efisiensi pengelolaan keuangan

pemerintah Kota Salatiga masih cenderung tinggi dan mengalami peningkatan maupun penurunan

setiap tahunnya. Pada tahun 2011 rasio efisiensi menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 95,91%.

Realisasi belanja operasi pada tahun tersebut cenderung tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja

modal. Pengeluaran untuk belanja modal seperti belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja

gedung dan bangunan, belanja jalan, jembatan, irigasi, dan jalan, belanja aset tetap lainnya, serta belanja

aset lainnya pada tahun tersebut masih tergolong rendah dan belum maksimal. Selanjutnya pada tahun

2012, rasio efisiensi meningkat sampai 98,10% yang menandakan pengeluaran belanja daerah pada

tahun tersebut masih cukup tinggi. Selain jumlah belanja operasional yang meningkat, jumlah belanja

modal pada tahun tersebut juga mengalami peningkatan karena belanja jalan, irigasi, dan jaringan yang

lebih besar dari tahun sebelumnya. Mulai tahun 2013 sampai 2015 persentase rasio efisiensi menurun

antara 80%-90%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pendapatan dan belanja sudah

cukup efisien. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut antara lain jumlah belanja

operasi yang dikeluarkan pemerintah lebih sedikit. Sedangkan realisasi belanja modal pada tahun 2013

sampai 2015 tidak lebih dari 50% target anggaran yang sudah ditetapkan, menyebabkan pengeluaran

untuk belanja pembangunan tidak maksimal.

Tingkat efisiensi belanja terhadap pendapatan diharapkan menghasilkan angka yang rendah,

menunjukan bahwa pemerintah daerah berhasil melakukan efisiensi anggaran untuk melaksanakan

seluruh program yang sudah direncanakan. Sedangkan perhitungan rasio efisiensi pada Tabel 7

menunjukkan bahwa pengelolaan belanja daerahnya masih kurang efisien karena menunjukkan

persentase yang cenderung tinggi. Upaya pemeritah daerah untuk melakukan efisiensi belanja dapat

dilakukan misalnya untuk belanja operasi yang cenderung memiliki jumlah yang besar setiap tahunnya.

Pengeluaran untuk belanja operasi perlu dikelola sedemikian rupa supaya seluruh program dan

Page 25: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

25

keperluannya tetap terpenuhi tetapi menggunakan sumber daya dan dana serendah-rendahnya.

Kemudian sisa dari anggaran tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendukung program-program

pembangunan atau memaksimalkan belanja modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Jika dilihat dari ringkasan perubahan APBD tahun anggaran 2011 sampai 2015, nominal

anggaran pendapatan daerah selalu ditetapkan lebih rendah dari anggaran belanja daerah sehingga

menghasilkan perkiraan terjadinya defisit anggaran. Namun pembiayaan daerah akan dianggarakan

untuk menutup perkiraan defisit tersebut, sehingga pada akhirnya menunjukkan nominal Sisa

Lebih/Kurang Perhitungan Anggaran (SiLPA/SiKPA) APBD adalah nol. Sedangkan pada praktek

pelaksanaannya, realisasi anggaran pendapatan secara keseluruhan pada kurun waktu tersebut selalu

melebihi target anggaran dan realisasi belanja selalu lebih rendah dari anggarannya sehingga setiap

tahunnya justru menghasilkan surplus anggaran dan SiLPA yang dapat dimanfaatkan untuk membantu

pembiayaan program atau kegiatan pada tahun berikutnya.

4.5. Rasio Pertumbuhan Pendapatan dan Belanja

Berikut merupakan hasil perhitungan rasio pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD),

pertumbuhan Total Pendapatan Daerah (TPD), pertumbuhan belanja rutin, dan pertumbuhan belanja

pembangunan pada tahun 2011 sampai 2015.

Gambar 4 Rasio Pertumbuhan PAD dan TPD Tahun 2011-2015

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

17.58

28.36

36.38

56.38

0.76

16.2 17.6

7.27

20.63

3.160

10

20

30

40

50

60

2011 2012 2013 2014 2015

Pertumbuhan

PAD

Pertumbuhan TPD

(dalam persentase)

Page 26: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

26

Berdasarkan Gambar 4 diatas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan PAD Kota Salatiga pada tahun

2011 sampai 2014 meningkat cukup signifikan. Pada jangka waktu tersebut setiap komponen PAD terus

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan pada tahun 2015 persentase mengalami penurunan

karena perolehan PAD tahun tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Salah satu penyebab

turunnya penerimaan PAD pada tahun 2015 adalah penerimaan retribusi daerah yang lebih rendah dari

tahun 2014. Target anggaran untuk pendapatan retribusi daerah pada tahun 2014 mencapai 13 Milyar

rupiah, sedangkan pada tahun 2015 turun menjadi 9,3 Milyar rupiah. Walaupun pertumbuhan PAD

menunjukkan peningkatan dan penurunan yang cukup signifikan, realisasi penerimaan PAD selalu

meningkat setiap tahunnya. Dalam hal ini kinerja pemerintah dalam memenuhi target anggaran sudah

cukup baik, hanya saja perlu ditingkatkan lagi supaya penerimaan PAD lebih maksimal dan

pertumbuhan PAD terus mengalami peningkatan sehingga menunjukkan kinerja keuangan yang baik.

Berbeda dengan rasio pertumbuhan PAD, rasio pertumbuhan TPD mengalami peningkatan dan

penurunan yang tidak terlalu signifikan. Tahun 2011 pertumbuhan pendapatan mencapai 16,2% dan

pada tahun 2012 meningkat menjadi 17,6%. Tetapi pada tahun 2013 rasio pertumbuhan turun menjadi

7,27% yang disebabkan karena jumlah pendapatan transfer yang diterima pemerintah daerah pada tahun

tersebut rendah. Perolehan DAK dan Pendapatan Bagi Hasil Lainnya merupakan komponen pendapatan

transfer yang realisasinya paling kecil. Kemudian pada tahun 2014 persentase pertumbuhan pendapatan

naik menjadi 20,63%. Peningkatan tersebut disebabkan karena perolehan Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang Sah pada tahun 2014 cukup tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sedangkan pada tahun 2015 rasio pertumbuhan pendapatan kembali mengalami penurunan yang

disebabkan karena beberapa komponen pendapatan didalamnya tidak berhasil mencapai target

anggaran. Secara keseluruhan, upaya pemerintah Kota Salatiga untuk meningkatkan perolehan

pendapatan setiap tahunnya sudah berhasil walaupun sebagian besar pendapatan tersebut diperoleh dari

bantuan pemerintah pusat karena perolehan PAD masih cenderung kecil.

Page 27: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

27

Gambar 5 Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan

Sumber: Data sekunder yang diolah (2018)

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa Pertumbuhan Belanja Rutin mengalami

peningkatan maupun penurunan yang tidak terlalu signifikan, berbeda dengan pertumbuhan belanja

pembangunan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Rasio pertumbuhan belanja rutin pada tahun

2011 sampai tahun 2013 terus mengalami penurunan dari mulai 15,53% pada tahun 2011, turun menjadi

9,47% pada tahun 2013, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 14,22% dan pada tahun 2015 turun

menjadi 7,86%. Pengeluaran untuk belanja rutin atau belanja operasi pemerintah Kota Salatiga secara

keseluruhan selalu meningkat setiap tahunnya, walaupun rasio pertumbuhan menunjukan adanya

peningkatan dan penurunan. Dari tahun ke tahun belanja pegawai selalu menjadi pengeluaran terbesar

untuk pemerintah, seperti untuk pembayaran gaji dan tunjangan, insentif, dan pengeluaran lain terkait

keperluan pegawai pemerintahan. Peningkatan jumlah belanja operasi setiap tahun menandakan bahwa

banyak kegiatan yang perlu direalisasikan pada tahun berjalan. Anggaran belanja operasi ditetapkan

lebih tinggi ataupun lebih rendah disesuaikan dengan kebutuhan pada tahun anggaran yang

bersangkutan. Sedangkan pada tahun 2015 menunjukkan persentase pertumbuhan belanja rutin hanya

7,86%, hal tersebut dipengaruhi oleh realisasi belanja pegawai, belanja barang, belanja hibah yang lebih

rendah dari anggaran yang sudah ditentukan. Penurunan angka pertumbuhan belanja rutin tersebut tidak

15.5310.57 9.47

14.227.86

-13.65

61.36

-44.59

73.8

-10.91

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

2011 2012 2013 2014 2015

Pertumbuhan Belanja

Pembangunan

Pertumbuhan Belanja

Rutin

(dalam persentase)

Page 28: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

28

sepenuhnya berpengaruh buruk karena tidak dapat mencapai target anggaran yang sudah ditentukan,

tetapi juga bisa menunjukkan bahwa pemerintah berhasil melakukan penghematan anggaran.

Berdasarkan Renstra Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk mewujudkan visi, misi, dan

program Walikota dan Wakil Walikota Salatiga dapat dilakukan dengan meningkatkan tata kelola

pemerintahan dengan prinsip-prinsip good governance. Dengan demikian dibutuhkan SDM yang

berkualitas dan professional supaya kinerja dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat lebih

maksimal. Berkaitan dengan hal tersebut, belanja pegawai langsung maupun tidak langsung diperlukan

untuk mendukung pelaksanaan program tersebut. Anggaran belanja pegawai dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pegawai pemerintahan melalui berbagai macam diklat

dan izin serta tugas belajar baik di dalam maupun di luar negeri. Selain itu, sistem dan manajemen

kepegawaian perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan sarana prasarana yang menunjang kinerja

pegawai juga perlu diperhatikan.

Pertumbuhan belanja pembangunan atau belanja modal pada 5 tahun anggaran tersebut terlihat

perbedaan yang sangat signifikan. Pada tahun 2012 dan 2014 menunjukkan pertumbuhan belanja

pembangunan yang cukup baik. Pengeluaran untuk belanja pembangunan pada tahun tersebut selalu

lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2011, 2013, dan 2015, persentase rasio

belanja pembangunan ada di bawah garis normal. Hal tersebut disebabkan karena pengeluaran belanja

pembangunan pada tahun tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya dan tidak berhasil mencapai

target anggaran yang sudah ditetapkan. Tinggi rendahnya pengeluaran untuk belanja pembangunan atau

belanja modal menunjukkan bahwa pemerintah Kota Salatiga banyak melakukan pembangunan

infrastruktur atau tidak selama tahun anggaran tersebut.

5. Penutup

5.1. Kesimpulan

Hasil analisis dan pembahasan menunjukan bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kota Salatiga

jika dilihat dari rasio kemandirian keuangan masih belum baik karena persentase yang dihasilkan

cenderung rendah. Campur tangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah cukup tinggi pada

Page 29: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

29

awalnya, namun semakin berkurang pada tahun berikutnya. Dilihat dari rasio aktivitas, besarnya

pengeluaran untuk belanja rutin (belanja operasi) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan belanja

pembangunan (belanja modal). Rasio efektivitas pendapatan menunjukkan hasil yang baik karena

pengelolaannya dinilai sudah efektif. Realisasi penerimaan pendapatan selalu mencapai dan bahkan

melebihi target anggaran yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan rasio efisiensi belanja pada jangka

waktu tersebut masih belum efisien.

Rasio pertumbuhan PAD dan TPD pemerintah Kota Salatiga menunjukkan peningkatan dan

penurunan yang berbeda setiap tahunnya. Perolehan PAD maupun TPD cenderung meningkat,

walaupun peningkatan tersebut tidak selalu dalam jumlah yang besar. Pertumbuhan belanja rutin masih

cukup stabil, peningkatan dan penurunannya tidak terlalu signifikan setiap tahunnya. Berbeda dengan

pertumbuhan belanja rutin, pertumbuhan belanja pembangunan mengalami kenaikan dan penurunan

yang sangat signifikan. Hal tersebut disebabkan karena realisasi belanja pembangunan terkadang

berhasil mencapai target anggaran dan pada tahun tertentu tidak berhasil mencapai target anggaran.

Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

(Wardhani 2012), maka akan menunjukan beberapa perbedaan yaitu: rasio kemandirian keuangan

daerah mengalami perubahan pola hubungan dari instruktif menjadi konsultatif, kemudian rasio

aktivitas menunjukan bahwa persentase rasio belanja rutin semakin besar sehingga rasio belanja

pembangunannya semakin kecil. Rasio pertumbuhan PAD cenderung memiliki persentase yang lebih

tinggi, tetapi persentase rasio pertumbuhan belanja rutin cenderung lebih rendah dari penelitian

sebelumnya. Sedangkan rasio efektivitas dan efisiensi menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh dari

penelitian sebelumnya, bahwa pengelolaan pendapatannya sudah efektif dan pengelolaan belanja masih

belum efisien. Begitupula dengan rasio pertumbuhan TPD dan belanja pembangunan yang memiliki

pola yang hampir sama, dimana rasio pertumbuhannya masih belum stabil.

5.2. Keterbatasan

Pembahasan yang diberikan dalam penelitian ini masih berupa gambaran secara umum

dan penjelasan untuk beberapa komponen APBD didalamnya tidak terlalu detail, sehingga

Page 30: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

30

penyebab terjadinya peningkatan maupun penurunan APBD serta pengaruhnya terhadap

kinerja keuangan pemerintah daerah belum diketahui. Selain itu, penelitian ini hanya

menggunakan beberapa analisis rasio keuangan saja, sehingga memungkinkan bahwa

penggunaan rasio tersebut belum cukup menggambarkan kinerja keuangan pemerintah daerah

secara keseluruhan.

5.3. Saran

Pemerintah Kota Salatiga masih perlu meningkatkan kinerja keuangan daerahnya.

dengan memaksimalkan pendapatan dan mengelola belanja daerah supaya lebih efisien.

Sumber-sumber penerimaan yang memiliki kontribusi besar terhadap PAD seperti pajak daerah

dapat dimaksimalkan, misalnya dari penerimaan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,

pajak reklame dan pajak parkir yang cenderung persentase realisasinya tinggi setiap tahunnya.

Selain itu pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk taat membayar pajak,

karena perolehan pajak tersebut juga akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, salah satunya melalui program pembangunan. Sedangkan belanja daerah untuk

tahun berikutnya, pemerintah perlu memaksimalkan belanja modal dibandingkan untuk belanja

operasi. Supaya fokus pemerintah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan

program-program saja, tetapi mendukung pembangunan daerah. Pemerintah perlu melakukan

penghematan untuk belanja pegawai karena cukup mendominasi belanja daerah secara

keseluruhan.

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data yang lebih terperinci

untuk mengetahui penyebab kinerja keuangan pemerintah daerah belum maksimal dan

bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasinya. Tidak hanya menggunakan laporan

keuangan, bisa juga melakukan wawancara dengan pegawai pemerintah yang bersangkutan

untuk memperoleh konfirmasi terkait data yang digunakan dan mendapat gambaran tentang

pengelolaan APBD secara riil yang dapat digunakan untuk mendukung hasil penelitian.

Penggunaan analisis rasio lain juga dapat dilakukan supaya mendapat gambaran yang lebih

menyeluruh tentang kinerja keuangan pemerintah daerah.

6. Daftar Pustaka

Boedi, Soelistjiono. "Analisis Kinerja Keuangan Pada APBD Pemerintah Kabupaten Banjar

Kalimantan Selatan." Jurnal SPREAD Vol. 2 No. 2, 2012.

Page 31: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

31

Dien, Astria Nur Jannah, Jantje Tinangon, and Stanley Walandouw. "Analisis Laporan

Realisasi Anggaran Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pada Kantor Dinas Pendapatan

Daerah Kota Bitung." Jurnal EMBA Vol. 3 No. 1, 2015: 534-541.

Fahlevi, Heru, and Muhammad Reza Ananta. "Analisis Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Belanja Langsung-Studi pada SKPD di Pemerintah Kota Banda Aceh." Jurnal Ilmiah

Administrasi Publik Vol.1 No.1, 2015: 37-44.

Fahrianta, Riswan Yudhi, and Viani Carolina. "Analisis Efisiensi Anggaran Belanja Dinas

Pendidikan Kabupaten Kapuas." Jurnal Manajemen dan Akuntansi Vol.13 No. 1, 2012.

Halim, Abdul. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat,

2008.

Hanik, Fitri Umi, and Tutik Dwi Karyanti. "Analisis Rasio Keuangan Daerah Sebagai Penilaian

Kinerja (Studi pada DPPKD Kabupaten Semarang)." JABPI Vol. 22 No. 2, 2014: 143-

156.

Julita. "Analisis Efektivitas dan Efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pada Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara." Kumpulan Jurnal Dosen - Manajemen

& Bisnis, 2011.

Kundalini, Pertiwi. Analisis Laporan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Pada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Periode 2011-2012. SKRIPSI, Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta, 2014.

Macmud, Masita, George Kawung, and Wensy Rompas. "Analisis Kinerja Keuangan Daerah

di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2007-2012." Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Vol. 14

No. 2, 2014.

Mahmudi. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Panduan Bagi Eksekutif, DPRD,

dan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN,

2010.

Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi, 2004.

Pemerintah Kota Salatiga. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Salatiga Tahun

Anggaran 2016. Salatiga, 2016.

Page 32: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

32

—. Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Kota Salatiga Tahun 2011-2016. Salatiga, 2012.

—. Rencana Strategis Badan Kepegawaian Daerah Kota Salatiga Tahun 2011-2016. Salatiga,

2012.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintah. Jakarta: Sekretariat Negara, 2005.

—. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Jakarta: Sekretariat Negara, 2006.

—. Permendagri No. 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014. Jakarta: Sekretariat Negara, 2013.

—. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta: Sekretariat

Negara, 2003.

—. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: Sekretariat

Negara, 2004.

Santoso, Urip, and Yohanes Joni Pambelum. "Pengaruh Penerapan Akuntansi Sektor Publik

Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam Mencegah Fraud." Jurnal

Administrasi Bisnis Vol. 4 No. 1, 2008: 14-33.

Saputra, Sandy Candra, I Wayan Suwendra, and Fridayana Yudiatmaja. "Analisis Kinerja

Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah di Kabupaten Jembrana Tahun 2010-2014." Jurnal Bisma Universitas

Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen Vol. 4, 2016.

Sijabat, Mentari Yosephen, Choirul Saleh, and Abdul Wachid. "Analisis Kinerja Keuangan

Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi

Daerah." Jurnal Administrasi Publik Vol. 2 No. 2, 2014: 236-242.

Sumenge, Ariel Sharon. "Analisis Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja

BAPPEDA Minahasa Selatan." Jurnal EMBA Vol. 1 No.3, 2013: 74-81.

Suoth, Novelya, Jantje Tinangon, and Sintje Rondonuwu. "Pengukuran Efisiensi dan

Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Dinas Pengelolaan Keuangan,

Page 33: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

33

Pendapatan dan Aset (DPKPA) Kabupaten Minahasa Selatan." Jurnal EMBA Vol.4

No.1, 2016: 613-622.

Wardhani, Andita Puspita. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Salatiga Tahun 2005-

2010. SKRIPSI, Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2012.

Wenny, Cherrya Dhia. "Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja

Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan." Jurnal

Ilmiah STIE MDP Vol. 2 No. 1, 2012: 39-51.

Page 34: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ...

34