Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan ...€¦ · Fiber optic. atau serat optik...
Transcript of Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan ...€¦ · Fiber optic. atau serat optik...
Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan
Teknologi GPON
(Studi Kasus : Perumahan Graha Padma)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Oleh:
Wisnu Adi Nugroho
NIM: 672010274
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
November 2014
1
Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan Teknologi GPON
( Studi Kasus : Perumahan Graha Padma )
1)
Wisnu Adi Nugroho, 2)
Dian W. Chandra
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
Email : 1)[email protected],
Abstrak
Pada perumahan Graha Padma akan dibangun jaringan baru menggunakan
fiber optic dan menggunakan parameter power link budget sebagai perhitungan
awal. Namun pada saat pengujian terdapat perbedaan antara nilai perhitungan dan
implementasi yang cukup signifikan. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan dan pengujian terhadap beberapa titik tertentu untuk menyelidiki
perbedaan yang cukup signifikan. Setelah dianalisis diperoleh hasil bahwa
penyebab perbedaan nilai yang cukup signifikan terdapat pada hasil proses
splicing.
Kata kunci : fiber optic, power link budget, splicing.
Abstract
Nowadays, Graha Padma housing will build a new network using fiber
optic and power link budget parameter as the initial calculation. However, the
testing showed that there was a significant difference between the value of the
calculation and the implementation itself. This research was conducted by doing
observations and testing on specific points to investigate the cause of the
difference. After having analyzed using the splicing method, the result revealed
that the cause of the significant difference in value was the splice or the cable
connection.
Keywords : fiber optic, power link budget, splicing.
1. Pendahuluan
Pada era modern seperti saat ini, kebutuhan masyarakat akan suatu
teknologi informasi dan komunikasi sudah bukan kebutuhan sekunder lagi
melainkan menjadi kebutuhan primer. Para perusahaan penyedia layanan
komunikasi pun berlomba-lomba mengembangkan layanannya. Kini bukan hanya
layanan dalam bentuk suara, akan tetapi video dan data. Jaringan tersebut juga
dikenal dengan Triple Play [1], dalam hal ini telepon, televisi, dan internet adalah
contoh yang dimaksud. Dengan munculnya jaringan triple play maka diperlukan
sebuah teknologi jaringan yang dapat menampung jaringan tersebut agar praktis
dan efisien, juga tetap mempunyai kemampuan yang stabil.
Perlahan-lahan pada tahun 2010 PT. TELKOM mulai meninggalkan
jaringan kabel tembaga menjadi fiber optic. Jaringan kabel fiber optic akan
2
membantu jaringan komunikasi lebih optimal dan diperkirakan pada tahun 2015
semua jaringan tembaga sudah tergantikan dengan kabel fiber optic setidaknya
pada kota-kota besar [1]. Langkah tersebut merupakan strategi radikal yang dibuat
oleh Telkom untuk merevitalisasi jaringan kabel miliknya. Selama ini, jaringan
kabel tembaga hanya bagus untuk komunikasi suara. Sementara untuk layanan
Triple Play, belum bisa diterapkan. Karena itu PT. TELKOM perlahan akan
melakukan perpindahan dari jaringan tembaga menuju jaringan fiber optic atau
biasa disebut FTTH (Fiber Optic To Home) pada seluruh jaringan. Teknologi
yang akan digunakan dalam jaringan FTTH adalah GPON (Gigabit Passive Optic
Network). Akses pita lebar atau bandwidth 4 Mbps yang dilayani kabel tembaga
menggunakan teknologi DSLAM (Digital Subscriber Line Access Multiplexer)
baru mampu memberikan layanan Internet dan Warnet berkecepatan 512 Kbps.
Sedangkan akses pita lebar 20 Mbps dengan separuh kabel tembaga dan
fiber optic yang dilayani menggunakan teknologi MSAN (Multi-Service Access
Node) sudah mampu memberikan layanan triple play. Akses pita lebar 100 Mbps
yang menggunakan teknologi GPON (Gigabyte Pasive Optical Network) tentu
memiliki kemampuan yang jauh lebih tinggi lagi [1].
Perancangan jaringan fiber optic dengan menggunakan teknologi GPON
akan dilakukan pada perumahan Graha Padma yang terletak di kota Semarang
yang saat ini masih menggunakan jaringan tembaga. Pemilihan perumahan Graha
Padma adalah perumahan tersebut merupakan salah satu perumahan menengah ke
atas di kota Semarang dan guna meningkatkan kualitas kecepatan internet dan
menyediakan IPTv maka diperlukan jaringan triple play. Data dikumpulkan dari
development perumahan dan divisi PT. TELKOM yang menangani urusan
tersebut yaitu Akses Witel Jateng Utara dan STO Tugu yang berlokasi di kota
Semarang. Kemudian dilakukan perancangan jaringan dan penentuan perangkat
yang digunakan. Setelah tercipta skema jaringan maka sistem dianalisis
menggunakan teori perhitungan yaitu parameter power link budget guna
mengetahui kelayakan sistem tersebut. Kemudian setelah proses perancangan dan
perhitungan selesai, jaringan diimplementasikan di lapangan dalam hal ini
perumahan Graha Padma. Setelah diimplementasikan, jaringan diuji untuk
mengetahui kualitas jaringan dengan parameter power link budget sebagai acuan
yang digunakan. Namun, tidak selalu hasil dalam pengujian sama dengan
perhitungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan nilai perhitungan awal dengan nilai pada pengujian dan
dilakukannya perbaikan guna mengoptimalkan pelayanan kepada pelanggan.
2. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian terdahulu yang terdapat pada Jurnal “Analisis
Implementasi GPON Dan MSAN Untuk Layanan Triple Play Pada Kota 2 Arnet
Kota PT. Telkom Indonesia”, dinyatakan bahwa media transmisi yang digunakan
GPON dan MSAN dalam layanan triple play ini harus menggunakan media
transmisi fiber optic sedangkan untuk ke akses menggunakan copper cable.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada serat
optik, teknologi, dan analisis data yang digunakan. Pada penelitian terdahulu
masih menggunakan teknologi lama dengan menggunakan MSAN dan teknologi
3
terbaru dengan menggunakan GPON. Serat optik yang digunakan juga belum
memakai fiber optic sepenuhnya, namun masih mempunyai sambungan kabel
tembaga pada jaringan yang menuju kepada pelanggan.
Fiber to the Home (FTTH) merupakan suatu format penghantaran isyarat
optik dari pusat penyedia (provider) ke kawasan pengguna dengan menggunakan
serat optik sebagai medium penghantaran. Perkembangan teknologi ini tidak
terlepas dari kemajuan perkembangan teknologi serat optik yang dapat
mengantikan penggunaan kabel konvensional. Dan juga didorong oleh keinginan
untuk mendapatkan layanan yang dikenal dengan istilah Triple Play Services yaitu
layanan akan akses internet yang cepat, suara (jaringan telepon) dan video (TV
kabel) dalam satu infrastruktur pada unit pelanggan.
Penghantaran dengan menggunakan teknologi FTTH ini dapat menghemat
biaya dan mampu mengurangkan biaya operasi dan memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada pelanggan. Ciri-ciri inheren serat optik membenarkan
penghantaran isyarat telekomunikasi dengan lebar jalur yang lebih besar
dibandingkan dengan penggunaan kabel konvensional.
Biasanya jarak antara pusat layanan dengan pelanggan dapat berkisar
maksimum 20 km. Dimana pusat penghantaran penyelenggara layanan (service
provider) yang berada di kantor utama disebut juga dengan central office (CO),
disini terdapat peralatan yang disebut dengan OLT. Kemudian dari OLT ini
dihubungkan kepada ONU yang ditempatkan di rumah-rumah pelanggan melalui
jaringan distribusi serat optik (Optical Distribution Network, ODN). Isyarat optik
dengan panjang gelombang (wavelength) 1490 nm dari hilir (downstream) dan
isyarat optik dengan panjang gelombang 1310 nm dari hulu (upstream) digunakan
untuk mengirim data dan suara [2].
Fiber optic atau serat optik adalah alat suatu media komunikasi yang
berguna untuk mentransmisikan informasi melalui media cahaya. Teknologi ini
melakukan perubahan sinyal listrik kedalam sinyal cahaya yang kemudian
disalurkan melalui serat optik dan selanjutnya di konversi kembali menjadi sinyal
listrik pada bagian penerima. Secara umum struktur serat optik terdiri dari 3
bagian, yaitu : (A) Inti (Core) atau Inti serat merupakan bagian paling utama dari
serat optik, karena pada bagian ini informasi yang berupa pulsa cahaya
ditransmisikan. (B) Bungkus (Cladding) merupakan pelapis inti, dan mempunyai
bahan dasar yang sama dengan inti tetapi mempunyai indeks bias yang lebih kecil
daripada inti. (C) Jaket (Coating) berfungsi sebagai pelindung core dan cladding
dari tekanan fisik [3].
Komunikasi fiber optic dapat membawa informasi lebih banyak dan jarak
yang jauh dibanding sinyal listrik yang dibawa oleh media tembaga atau koaksial.
Kemurnian serat kaca digabungkan dengan sistem elektronik yang maju
memungkinkan serat terlebih mengirimkan sinyal cahaya digital melampaui jarak
100 km tanpa alat penguat. Fiber optic merupakan media transmisi yang ideal
dengan sedikit transmisi loss, gangguan rendah dan potensi bandwidth yang tinggi
[4]. Fiber optic yang digunakan adalah fiber optic yang sesuai dengan standar
ITU-T G.652 dengan spesifikasi yang dapat dilihat di Tabel 1.
4
Tabel 1. Spesifikasi Fiber Optic G.652 [4]
Untuk menghubungkan serat optik menggunakan splicer dikenal dengan
sebutan fusion splicer yaitu suatu alat yang digunakan untuk menyambung core
serat optik yang berbasis kaca yang mengimplementasikan daya listrik yang
sudah dirubah menjadi sebuah media sinar berbentuk sinar laser yang berfungsi
memanasi kaca yang putus pada core sehingga terhubung kembali secara baik.
Alat sambung splicer ini harus memiliki keakuratan tinggi sehingga pada saat
penyambungan (splicing) bisa mendekati sempurna, karena proses terjadinya
pengelasan media kaca terjadi proses peleburan kaca yang menghasilkan suatu
media yang tersambung dengan utuh tanpa adanya celah karena memiliki karakter
media yang memiliki senyawa yang sama. Penyambungan bisa saja tidak utuh,
karena tidak mengikuti prosedur penyambungan yang benar. Bila hal ini terjadi
maka proses penyambungan harus diulangi lagi, hingga mendekati redaman yg
sekecil-kecilnya. Splicer mempunyai redaman sebanyak 0,05 [5].
Untuk splitter yang akan digunakan ada 2 tipe yaitu splitter 1:4 dan splitter
1:8. Splitter 1:4 diletakan di ODC, sedangkan splitter 1:8 diletakan di ODP.
Splitter 1:8 dan 1:4 mempunyai redaman masing-masing 7,8 dB dan 11 dB [5].
Konektor terdapat pada ujung dari serat optik yang terhubung langsung
pada perangkat. Konektor pada fiber optik terbuat dari material yang sederhana
seperti plastik, karet dan kaca sehingga lebih praktis. Konektor yang digunakan
adalah konekor SC. Konektor SC digunakan pada bagian OLT,ODC,ODP dan
ONT. Konektor mempunyai redaman sebanyak 0,2 dB [6]. Untuk pengukuran
dilakukan menggunakan Embassy untuk mengukur attentuation dan margin daya,
sedangkan untuk mengetahui panjang kabel, terjadinya splice menggunakan
OTDR (Optical time-domain reflectometer). Secara prinsip, GPON terdiri atas OLT (Optical Line Termination) yang
terletak di Central atau pada STO dan sekumpulan perangkat ONT (Optical
network Terminal) atau ONU (Optical Network Unit) yang terletak di customer
premises. Antara OLT dan ONU tidak ada perangkat aktif dan dihubungkan
melalui ODN (Optical Distribution Network) yang terdiri atas fiber optik dan
passive splitter [6]. Gambar 1 merupakan gambaran dari GPON.
Parameter Spesifikasi Unit
Attenuation at
1310 nm
Attenuation at
1490 nm
≤ 0.35
≤ 0.28
dB/Km
dB/Km
5
Gambar 1. GPON
Optical Line Terminal (OLT) menyediakan antarmuka antara sistem
Passive Optical network (PON) dengan PT. Telkom (service profider) video, data
dan suara. Spesifikasi OLT disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi OLT
Optical Distribution Network (ODN) merupakan jaringan optik antara
OLT sampai perangkat ONU/ONT. ODN menyediakan sarana transmisi optik dari
OLT terhadap pelanggan dan sebaliknya. Transmisi ini menggunakan komponen
optik pasif. ODN menyediakan peralatan transmisi optik antara OLT dan ONU.
ODN dibedakan menjadi dua, yaitu ODC (Optical Distribution Cabinet) dan ODP
(Optical Distribution Pack). ODC menerima sarana tranmisi optik dari OLT
untuk kemudian disalurkan ke ODP yang berhubungan dengan ONT. Spesifikasi
ONT ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi ONT
Parameter Spesifikasi Unit
Optical Transmit
Power
5 dBm
Downlink
Wavelength
1490 nm
Uplink Wavelength 1310 nm
Spectrum Width 1 nm
Downstream Rate 2.4 Gbps
Upstream Rate 1.2 Gbps
Parameter Spesifikasi Unit
Downstream Rate 2.4 Gbps
Upstream Rate 1.2 Gbps
Downlink Wavelength 1490 nm
Uplink Wavelength 1310 nm
Max.Transmission
Distance
20 Km
Sensitivity -29 dBm
6
Optical Network Termination / Unit (ONT / ONU) menyediakan interface
antara jaringan optik dengan pelanggan. Sinyal optik yang ditransmisikan melalui
ODN diubah oleh ONT / ONU menjadikan sinyal elektrik yang diperlukan untuk
layanan pelanggan. Pada arsitektur FTTH, ONT / ONU diletakan di sisi
pelanggan.
Perhitungan menggunakan parameter power link budget untuk mengetahui
batasan redaman total yang diijinkan antara daya keluaran pemancar dan
sensitivitas penerima. Perhitungan power link budget dilakukan berdasarkan
standarisasi ITU-T G.984.2 dan juga peraturan yang diterapkan oleh PT.
TELKOM yaitu redaman total tidak lebih dari 28 dB, margin daya melebihi 0, dan
redaman instalasi 3 dB [6].
Parameter untuk perhitungan redaman total pada power link budget
sebagai berikut [6] :
Sps
α Ns.c
Nc.αserat
L.αtot
α
Bentuk persamaan untuk perhitungan margin daya adalah :
M = ( Pt – Pr ) - α total - SM
Keterangan :
Pt = Daya keluaran sumber optik ( dBm)
Pr = Sensitivitas daya maksimum detektor ( dBm)
SM = Safety margin, berkisar 6 dB
α tot = Redaman Total sistem (dB)
L = Panjang serat optik ( Km)
α c = Redaman Konektor (dB/buah)
α s = Redaman sambungan ( dB/sambungan)
α serat = Redaman serat optik ( dB/ Km)
Ns = Jumlah sambungan
Nc = Jumlah konektor
Sp = Redaman Splitter (dB)
Perhitungan awal digunakan untuk mengetahui apakah jaringan yang
sudah dirancang memenuhi nilai toleransi yang sudah ditetapkan. Jika sudah
memenuhi maka jaringan dapat diterapkan, namun jika nilai melebihi kapasitas
dapat diambil langkah selanjutnya seperti memasang repeater sebagai penguat
sinyal. Selain itu, perhitungan awal digunakan sebagai parameter untuk
mengetahui selisih perbedaan nilai setelah diimplementasikan.
Redaman atau attenuation sebenarnya adalah fungsi dari panjang kabel
(hukum Beer-Lambert). Jika sinyal mengalir terlalu jauh maka kualitas dapat
menurun, sehingga stastiun penerimanya tidak mampu lagi menginterpretasikan
dan komunikasi akan gagal.
Dalam arti lain attenuation adalah melemahnya sinyal yang diakibatkan
oleh adanya jarak yang semakin jauh yang harus ditempuh oleh suatu sinyal dan
juga oleh karena makin tingginya frekuensi sinyal tersebut.
7
Apabila sebuah sinyal dilewatkan suatu medium seringkali mengalami
berbagai perlakuan dari medium (kanal) yang dilaluinya. Ada satu mekanisme
dimana sinyal yang melewati suatu medium mengalami pelemahan energi yang
selanjutnya dikenal sebagai attenuation (pelemahan atau redaman) sinyal.
Sinyal optic dan sinyal radio, keduanya mengalami attenuation yang
cukup besar ketika ditransmisikan melalui atmosfer. Sinyal optic mengalami
attenuation yang rendah ketika ditransmisikan melalui kabel serat optic.
Attenuation sebanding dengan panjang dari medium. Melipat gandakan panjang
medium maka akan melipatgandakan juga total attenuation yang terjadi [7].
3. Metode Alur Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode NDLC
(Network Development Life Cycle). Pada Gambar 2 menjelaskan tentang alur
NDLC.
Gambar 2. Metode NDLC [8]
Tahap awal ini dilakukan analisa kebutuhan, analisa permasalahan yang
muncul, dan analisa topologi / jaringan yang sudah ada saat ini. Pada tahap
analisis langkah yang dilakukan adalah wawancara dengan pihak terkait yang
menangani jaringan, dalam hal ini adalah PT. Telkom. Setelah melakukan
wawancara dan mengumpulkan data tentang jaringan maupun pelanggan pada
perumahan Graha Padma. Kemudian melakukan survei lapangan, guna
mengetahui gambaran lokasi serta luas sehingga bisa dilakukan gambaran untuk
jaringan yang akan dirancang. Setelah melakukan survei lapangan, selanjutnya
melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan acuan dari buku, artikel, maupun
sumber yang berkaitan dengan rancangan yang akan dibuat.
Selanjutnya adalah membuat desain jaringan fiber yang akan dirancang.
Jaringan memakai teknologi GPON, dengan pilihan memakai 2 stage yaitu
dengan rasio splitter 1:4 dan 1:8 seperti pada Gambar 3.
8
Gambar 3. Desain Jaringan Fiber dengan GPON
Dengan data yang sudah didapat pada tahap-tahap sebelumnya, maka
mulai mendesain jaringan pada lokasi perumahan Graha Padma. OLT terdapat
pada central office atau dalam kasus ini disebut STO ( Sentra Telepon Otomatis )
Tugu milik PT. TELKOM. Kemudian dari OLT diteruskan menggunakan kabel
feeder menuju perumahan Graha Padma. Dikarenakan wilayahnya yang cukup
luas, maka distribusi jaringan dibagi menjadi 6 wilayah yang ditandai dengan
warna kabel distribusi. Topologi yang digunakan dalam perangcangan jaringan ini
menggunakan toplpogi star dengan pembagian wilayah distribusi terpusat pada
ODC ( Optical Distribution Cabinet ) yang menerima aliran data dari OLT
melalui kabel feeder. Selanjutnya ODC membagi wilayah distribusi menjadi 6
wilayah yang kemudian menuju ODP ( Optical Distribution Point ). ODP yang
dirancang berjumlah 80 dengan splitter rasio 1:8. Setelah ODP, kemudian
diteruskan menuju ke rumah-rumah pelanggan melalui drop cable. Pada rumah
pelanggan sendiri nantinya menerima data melalui ONT dan akan dibagi lagi
untuk layanan telepon atau voice, speedy atau data, maupun UseeTV atau gambar
tergantung daftar layanan pelanggan.
Pada Gambar 4 menjelaskan tentang pembagian wilayah distribusi yang
terdiri dari 6 wilayah dengan warna kabel sebagai pembeda dan juga terdapat
ODP yang terpasang di beberapa wilayah sebelum menuju pelanggan.
9
Gambar 4. Desain Jaringan Perumahan Graha Padma
Untuk perhitungan power link budget maupun perhitungan margin daya
setiap wilayah distribusi satu dengan jarak tertentu dari masing-masing wilayah
distribusi. Berikut merupakan data-data yang digunakan dalam perhitungan
redaman dan margin daya.
Daya keluaran sumber optik (OLT/ONU) : 5 dBm
Sensitivitas detektor (OLT/ONU) : -29 dBm
Redaman Serat optik G.652 (1310/1490) : (0.35, 0.28) dB/Km
Redaman Serat optik G.657 (1310/1490) : (0.35, 0.28) dB/Km
Redaman Splice : 0.05 dB/splice
Konektor : 0.2 dB
Jenis PS 1:8 , 1:4 : 11 dB , 7.8 dB
Berikut merupakan perhitungan pertama menggunakan sampel jarak
jaringan terjauh :
Jarak = 4,5 km
Jumlah Sambungan = 4 buah
Jumlah Konektor = 4 buah
Downlink
Sps
α Ns.c
Nc.αserat
L.αtot
α
10
α tot = (4,5 x 0.28) + (4x0.2)+(4x0.05)+(11+7.8)
α tot = 21,06 dB
Sehingga untuk perhitungan margin daya adalah sebagai berikut :
M = ( Pt – Pr(Sensitivitas)) – α total – SM
M = ( 5 + 29 ) – 21,06 – 6
M = 6,94 dBm
Uplink
Sps
α Ns.c
Nc.αserat
L.αtot
α
α tot = (4,5 x 0.35) + ( 4 x 0.2)+(4 x 0.05)+(11+7.8)
α tot = 21,37 dB
Sehingga untuk perhitungan margin daya adalah sebagai berikut :
M = ( Pt – Pr(Sensitivitas)) – α total – SM
M = ( 5 + 29 ) – 21,37 – 6
M = 6,63 dBm
Untuk hasil perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perhitungan Power Link Budget
Jarak
(km)
Upstream Downstream
Attenuation
(dB)
Output Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output Power
(dBm)
4,5 21,37 6,63 21,06 6,94
4 21,2 6,8 20,92 7,08
3,5 21,02 6,98 20,78 7,22
3 20,8 7,2 20,59 7,41
2,5 20,57 7,43 20,4 7,6
2,05 20,41 7,58 20,27 7,73
Dari hasil perhitungan power link budget, dapat diketahui bahwa redaman
pada downlink dan uplink memiliki nilai yang masih didalam batas aman redaman
dengan nilai maksimal 28 dB. Sedangkan untuk margin daya dapat diketahui
bahwa semua nilai pada tabel masih diatas 0.
Setelah menentukan topologi maka mulai dirancang kisaran perangkat
yang akan digunakan dalam pemasangan jaringan. Jumlah yang tertera merupakan
jumlah minimal yang perlu disediakan untuk memenuhi pemasangan jaringan.
Namun pada saat penyediaan daftar perangkat oleh pihak PT. Telkom diusahakan
melebihi jumlah yang dirancang untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan atau
kekurangan perangkat. Misalkan untuk penggunaan kabel misalkan dibutuhkan
panjang satu km, maka di dalam daftar ditulis dua km untuk selebihnya dijadikan
cadangan apabila terjadi kerusakan pada pemasangan. Kabel fiber yang digunakan
merupakan single mode yang dapat menampung panjang gelombang 1310 nm dan
1490 nm dimana panjang gelombang tersebut nantinya akan dilalui proses
upstream dan downstream. Setiap gulungan kabel mempunyai panjang maksimal
satu km, dan untuk menyambung kembali dilakukan proses splicing.
Pada tabel 5 telah dirancang kisaran awal penggunaan perangkat GPON
yang sesuai dengan perkiraan awal bukan termasuk cadangan perangkat.
11
Tabel 5. Daftar Perangkat
No. Perangkat Jumlah
1 OLT
1 buah
2 Fiber Optic 118 km
3 ODC 1 buah
4 Passive
Splitter 1:4
17 buah
5 ODP 80 buah
6 Passive
Splitter 1:8
80 buah
7 ONT 270 buah
8 Konektor
SC
1148 buah
9 Sambungan
Splice
118 buah
Setelah proses perancangan selesai dilakukan kemudian memasuki tahap
implementasi. Implementasi merupakan tahapan yang sangat menentukan dari
berhasil atau gagalnya project yang akan dibangun dan diuji dilapangan untuk
menyelesaikan masalah teknis dan non teknis. Implementasi pada tahap ini
merupakan proses pemasangan kabel dari STO Tugu menuju pelanggan di
perumahan Graha Padma.
Setelah implementasi, tahapan monitoring merupakan tahapan yang
penting, agar jaringan dapat berjalan sesuai dengan tujuan pada tahap awal
analisis, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring. Monitoring atau
pemeliharaan dibagi menjadi dua kategori, pemeliharaan tidak terencana yaitu
ketika jaringan mengalami gangguan dan pemeliharaan terencana yaitu
pemeliharaan rutin yang dilakukan untuk menghindari adanya gangguan lainnya.
Pada tahap akhir adalah tahap manajemen dimana proses ini merupakan
proses penanggulangan gangguan terhadap masalah-masalah atau keluhan
pelanggan. Namun, untuk tahap monitoring dan manajemen dilakukan oleh PT.
Telkom sehingga peneliti hanya sampai pada tahap uji coba sesuai kebutuhan.
4. Hasil dan Pembahasan
Setelah pada pengujian pertama, dapat ditentukan jaringan mana saja yang
mempunyai nilai baik dan yang kurang baik. Nilai pada pengujian pertama
kemudian dibandingkan dengan perhitungan awal sesuai dengan perencanaan.
Untuk perbandingan upstream ditunjukan pada Tabel 6.
12
Tabel 6. Perbandingan Perhitungan dan Uji Pertama pada Upstream
Jarak
(km)
Perhitungan Uji Pertama Selisih
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
4,5 21,37 6,63 26,87 1,13 5,5 -5,5
4 21,2 6,8 21,3 6,7 0,1 -0,1
3,5 21,02 6,98 27,22 0,78 6,2 -6,2
3 20,8 7,2 20,85 7,15 0,05 -0,05
2,5 20,57 7,43 20,62 7,38 0,05 -0,05
2,05 20,41 7,58 20,42 7,57 0,01 -0,01
Pada jarak 4,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 5,5 dB dan
output berkurang sebanyak 5,5 dBm. Jarak 4 km nilai attentuation bertambah
sebanyak 0,1 dB dan output berkurang sebanyak 0,1 dBm. Jarak 3,5 km nilai
attentuation bertambah sebanyak 6,2 dB dan output berkurang sebanyak 6,2 dBm.
Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB dan output berkurang
sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB
dan output berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,05 km nilai attentuation
bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01 dBm. Untuk
perbandingan nilai downstream terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan Perhitungan dan Uji Pertama pada Downstream
Jarak
(km)
Perhitungan Uji Pertama Selisih
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
4,5 21,06 6,94 26,75 1,25 5,69 -5,69
4 20,92 7,08 21,12 7,28 0,2 -0,2
3,5 20,78 7,22 26,68 1,32 5,9 -5,9
3 20,59 7,41 20,84 7,66 0,25 -0,25
2,5 20,4 7,6 20,55 7,45 0,15 -0,15
2,05 20,27 7,73 20,28 7,72 0,01 -0,01
Pada jarak 4,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 5,69 dB dan
output berkurang sebanyak 5,69 dBm. Jarak 4 km nilai attentuation bertambah
sebanyak 0,2 dB dan output berkurang sebanyak 0,2 dBm. Jarak 3,5 km nilai
attentuation bertambah sebanyak 5,9 dB dan output berkurang sebanyak 5,9 dBm.
Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,25 dB dan output berkurang
sebanyak 0,25 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,15 dB
dan output berkurang sebanyak 0,15 dBm. Jarak 2,05 km nilai attentuation
bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01 dBm.
Dari perbandingan upstream dan downstream bahwa pada jarak 4,5 km
dan 3,4 km mempunyai nilai yang melebihi batas toleransi redaman instalasi yaitu
sebanyak 3 dB dari perhitungan awal, walaupun nilai tersebut masih dibawah total
redaman sebesar 28 dB dan margin daya diatas 0.
13
Pada titik jaringan dengan jarak 4,5 km dan 3,5 km mempunyai nilai yang
cukup signifikan dengan hasil perhitungan. Kemudian jaringan tersebut dicek
kembali menggunakan OTDR dengan mengukur jarak dan nilai splicing dan
didapat bahwa nilai splicing menyebabkan perbedaan nilai yang cukup signfikan.
Setelah dilakukan splicing pada jalur distribusi 4,5 km dan 3,5 km, maka
dilakukan pengujian kedua. Pengujian kedua bukan hanya kepada kedua jalur
melainkan terhadap jaringan yang lain, hal itu memastikan bahwa jaringan yang
lain tidak terdapat kesalahan lagi. Hasil pada pengujian kedua untuk upstream
disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan Perhitungan dan Uji Kedua pada Upstream
Jarak
(km)
Perhitungan Uji Kedua Selisih
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
4,5 21,37 6,63 21,39 6,61 0,02 -0,02
4 21,2 6,8 21,3 6,7 0,1 -0,1
3,5 21,02 6,98 21,09 6,91 0,07 -0,07
3 20,8 7,2 20,85 7,15 0,05 -0,05
2,5 20,57 7,43 20,62 7,38 0,05 -0,05
2,05 20,41 7,58 20,42 7,57 0,01 -0,01
Pada jarak 4,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,02 dB dan
output berkurang sebanyak 0,02 dBm. Jarak 4 km nilai attentuation bertambah
sebanyak 0,1 dB dan output berkurang sebanyak 0,1 dBm. Jarak 3,5 km nilai
attentuation bertambah sebanyak 0,07 dB dan output berkurang sebanyak 0,07
dBm. Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB dan output power
berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah
sebanyak 0,05 dB dan output berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,05 km nilai
attentuation bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01
dBm. Kemudian untuk pengujian kedua downstream disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Perbandingan Perhitungan dan Uji Kedua pada Downstream
Jarak
(km)
Perhitungan Uji Kedua Selisih
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
Attenuation
(dB)
Output
Power
(dBm)
4,5 4,5 21,06 21,78 6,22 0,72 -0,72
4 4 20,92 21,12 7,28 0,2 -0,2
3,5 3,5 20,78 20,91 7,09 0,13 -0,13
3 3 20,59 20,84 7,66 0,25 -0,25
2,5 2,5 20,4 20,55 7,45 0,15 -0,15
2,05 2,05 20,27 20,28 7,72 0,01 -0,01
Pada jarak 4,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,72 dB dan
output berkurang sebanyak 0,72 dBm. Jarak 4 km nilai attentuation bertambah
14
sebanyak 0,2 dB dan output berkurang sebanyak 0,2 dBm. Jarak 3,5 km nilai
attentuation bertambah sebanyak 0,13 dB dan output berkurang sebanyak 0,13
dBm. Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,25 dB dan output
berkurang sebanyak 0,25 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah
sebanyak 0,15 dB dan output berkurang sebanyak 0,15 dBm. Jarak 2,05 km nilai
attentuation bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01
dBm.
Dengan nilai perbandingan yang sudah dilakukan pada uji kedua, maka
dari enam wilayah distribusi sudah didapat nilai sudah memenuhi nilai toleransi
redaman instalasi sebanyak 3 dB dari perhitungan.
Dari mulai perhitungan, uji pertama, dan uji kedua akan ditampilkan
dalam bentuk grafik. Hal ini untuk menunjukan peningkatan maupun penurunan
pada jaringan yang diuji. Pada Gambar 5 merupakan attentuation pada upstream.
Gambar 5. Attentuation pada Upstream
Dapat terlihat pada Gambar 5 dimana pada titik 4,5 km dan 3,5 km
terdapat perbedaan yang sangat menonjol dengan yang lainnya. Hasil dari
implementasi jaringan dan perhitungan pada perancangan cukup jauh
perbedaannya. Hal ini disebabkan pada ketidaksempurnaan pada proses splicing
atau penyambungan kabel, sehingga membuat kabel menjadi longgar. Selain itu
ketika melakukan instalasi jaringan kondisi cuaca kurang bersahabat, terjadi hujan
yang membuat air masuk kedalam sambungan kabel karena sambungan yang
longgar.
Selanjutnya untuk memperbaiki hal tersebut, dilakukan pengecekan
kembali pada kondisi kabel dan dilakukan proses penyambungan kembali. Proses
ini cukup memakan waktu karena harus mengurutkan urutan kabel dari awal
untuk menemukan titik penyambungan yang kurang sempurna. Setelah proses
penyambungan selesai pada kedua kabel, kemudian kabel dilapisi dengan
alumunium foil sebagai perlindungan tambahan agar meminimalisir sambungan
terkena air. Pada uji kedua dapat diketahui bahwa jaringan pada titik 4,5 km dan
3,5 km sudah didapat nilai yang paling mendekati dengan perhitungan awal,
begitu juga dengan jaringan yang lain. Hasil pada proses output power dapat
dilihat pada Gambar 6.
0
5
10
15
20
25
30
4,5 4 3,5 3 2,5 2,05
Attentuation
Perhitungan
Uji Pertama
Uji Kedua
15
Gambar 6. Grafik Output Power pada Upstream
Pada output power juga pada titik 4,5 dan 3,5 mengalami penurunan nilai
karena terjadi ketidaksempurnaan pada proses splicing. Untuk attentuation dan
output power pada downstream disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Grafik Attentuation pada Downstream
Gambar 8 Grafik Output Power pada Downstream
Pada proses downstream, jaringan juga mengalami pencapaian nilai yang
tidak sesuai yang diharapkan. Dimana pada titik jaringan dengan jarak 4,5 km dan
0
2
4
6
8
4,5 4 3,5 3 2,5 2,05
Output Power
Perhitungan
Uji Pertama
Uji Kedua
0
5
10
15
20
25
30
4,5 4 3,5 3 2,5 2,05
Attentuation
Perhitungan
Uji Pertama
Uji Kedua
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4,5 4 3,5 3 2,5 2,05
Output Power
Perhitungan
Uji Pertama
Uji Kedua
16
3,5 km mengalami perbedaan nilai yang cukup signifikan dengan perhitungan
awal. Proses perbaikan pun dilakukan bersama seperti upstream.
Namun, pada pengujian terakhir didapatkan hasil yang mendekati dengan
perhitungan dan nilainya sesuai dengan ketetapan yang dianjurkan oleh pihak PT.
Telkom sebagai penyelenggara jaringan, yaitu toleransi batas redaman instalasi
sebanyak maksimal 3 dB dari perhitungan awal, untuk attentuation tidak melebihi
28 dB dan output power melebihi 0 dBm.
Setelah disajikan dalam bentuk grafik, maka bagian terakhir menjelaskan
penggunaan perangkat yang digunakan. Kabel dan splicer merupakan komponen
yang nilainya melebihi ketentuan yang sudah diperkirakan. Hal ini terjadi karena
rute yang dilalui kabel dengan yang sudah diperkirakan tidak sama, banyak terjadi
perbedaan seperti jalur kabel yang dilalui ketika kabel berada di kantor pusat.
Karena terjadi pengalihan rute kabel yang pada awal perancangan menggunakan
perkiraan minimum. Kemudian, penyambungan kembali atau splicing yang cukup
banyak memotong kabel untuk melakukan penyambungan. Terlebih pada
beberapa wilayah distribusi terjadi kesalahan pada saat proses splicing yang
membuat dilakukannya splicing ulang yang mengakibatkan penggunaan kabel dan
sambungan splice bertambah.
5. Kesimpulan
Setelah melakukan hasil uji pada jaringan fiber pada perumahan Graha
Padma, semua nilai pada pengujian memiliki redaman dibawah ambang batas
maksimal yang ditetapkan PT. Telkom sebesar 28 dB dan margin daya sudah
diatas 0 dBm. Setelah dianalisis didapatkan bahwa proses splicing merupakan
faktor yang paling berpengaruh. Proses splicing yang kurang sempurna
menyebabkan sambungan kabel menjadi longgar dan hal tersebut bisa
menyebabkan nilai redaman bertambah besar dan margin daya menjadi turun. Jadi
ketika terjadi perbedaan nilai yang cukup signifikan, solusi yang dilakukan adalah
melakukan splicing ulang.
6. Daftar Pustaka
[1] Firmansyah, Rinaldi, 2010, TELKOM Mulai Operasikan Home Digital
Service, http://www.telkom.co.id/telkom-mulai-opersikan-home-digital-service.html. Diakses tanggal 13 Maret 2014.
[2] Anonim, 2014, Fiber To The Home (FTTH),
http://www.qdc.co.id/2014/08/fiber-home-ftth/. Diakses tanggal 30
September.
[3] Anonim, Pengertian Kabel Fiber Optic dan Prinsip Kerja Fiber Optic,
http://www.jaringankomputer.org/httppengertiankabel-fiber-optik-prinsipkerja-fiber-optic/. Diakses tanggal 21 Mei 2014.
[4] Praja, Fazar Guntara; Aryanta, Dwi; Lidyawati, Lita, 2013, Analisis
Perhitungan dan Pengukuran Transmisi Jaringan Serat Optik Telkomsel
Regional Jawa Tengah,
[5] AFL, Fusion Splicing System,
https://www.aflglobal.com/productionFiles/resources/catalogs/AFL-Fusion-Splicing-Systems.pdf. Diakses pada tanggal 3 Mei 2014
17
[6] Ramadhan, Muhamad; Hambali, Akhmad; Uripno, Bambang, Perancangan
Jaringan Akses Fiber To The Home (FTTH) Menggunakan Teknologi
Gigabit Passive Optical Network (Gpon) Di Perumahan Setraduta Bandung.
[7] Anonim. http://en.wikipedia.org/wiki/Attenuation. Diakses tanggal 1
Desember 2014.
[8] Anonim.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2HTML/2013101078IFBab2001/page19.html. Diakses tanggal 30 September 2014.