Analisis Gc-ms Fix
description
Transcript of Analisis Gc-ms Fix
1
ANALISIS KOMPONEN ASAM LEMAK DALAM MINYAK GORENG DENGAN
INSTRUMEN GC-MS (GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETER)
Disusun Oleh :
Rosy Hutami (F251114021), Wahyu Haryati M. (F251110041), Ulfah Amalia (F251110131), Ira Dwi
Rachmani (F251110301), Nadia Tannia H. (F251110371), dan Wirasuwasti N. (F251114061)
Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
2012
Abstrak
Komposisi asam lemak dalam suatu minyak berbeda-beda. Sampel minyak sawit
dianalisis komposisi dengan menggunakan instrumen Gas Chromatography (GC) dengan kolom
kapiler Rtx®-5 MS dan detektor MS. Sampel mengalami tahapan metilasi agar menjadi FAME
(Fatty Acid Methyl Esther) yang dapat bersifat volatil. Analisis pendugaan senyawa yang
terdapat di dalam sampel minyak (kualitatif) dan analisis kuantitatif dilakukan terhadap lima
peak pada kromatogram yang memiliki kelimpahan tinggi. Peak tersebut memiliki waktu retensi
14,380; 22,156; 28,459; 32,698; 35,875; dan 40,878. Analisis dengan menggunakan MS
terhadap kelima peak, memperlihatkan pola fragmentasi tertentu sehingga dihasilkan spektrum
massa yang berbeda. Berdasarkan perbandingan spektrum massa sampel dengan spektrum massa
library MS, senyawa pada waktu retensi tersebut secara berurutan diduga dodecanoic acid, methyl
ester (methyl laurat), tetradecanoic acid, methyl ester (methyl myristate), 9-hexadecenoic acid, methyl
ester (methyl palmotoleate), 9-octadecenoic acid, methyl ester (methyl oleate), dan 11-
eicosenoic acid, methyl ester. Analisis kuantitatif yang telah dilakukan menunjukkan sampel
mengandung asam lemak dodekanoat (C12:0) sebanyak 1,59 mg/g, asam lemak tertradekanoat
(C14:0) sekitar 4,87 mg/g, asam lemak 9-Hexadekanoat (C16:1) sekitar 0,59 mg/g, asam lemak
9-Octadekanoat (C18:1) sekitar 22,41 mg/g, dan asam lemak 11-Eikosanoat (C20:1) sebanyak
0,46 mg/g. Analisis ini juga memperlihatkan bahwa asam lemak 9-octadekanoat (oleat) memiliki
persentase terhadap kandungan asam lemak total sampel tertinggi yaitu sekitar 39,17%.
Kata kunci : minyak goreng, gas chromatography, MS, asam lemak
A. Pendahuluan
Komposisi asam lemak yang menyusun
minyak goreng berbeda tergantung kepada
sumbernya. Lawler dan Dimick (2002)
menyebutkan minyak goreng yang berasal
dari kelapa sawit terdiri dari 12
triasilgliserol utama dan tergolong unik
karena sekitar 10-15% saturated asil ester
berada pada posisi sn-2. Komposisi asam
lemak bebas pada minyak kelapa sawit
hampir sekitar 5%.
Komposisi jenis asam lemak bebas
dalam minyak akan menentukan kualitas
dan kemudahan dalam mengalami
kerusakan minyak. Minyak yang terdiri
dari banyak asam lemak tak jenuh
(unsaturated) akan lebih mudah rusak dan
tidak sesuai untuk digunakan dalam proses
pemanasan suhu tinggi dalam waktu lama.
Oleh karena itu, pengetahuan mengenai
komposisi asam lemak suatu minyak
menjadi penting untuk menentukan
2
kualitas dan kesesuaian penggunaan.
Analisis komposisi asam lemak dapat
dilakukan dengan menggunakan instrumen
Gas Chromatography (GC).
Salah satu syarat suatu senyawa dapat
dianalisa dengan GC-MS adalah senyawa
tersebut harus bersifat mudah menguap
(volatil). Pemisahan yang terjadi dapat
disebabkan oleh perbedaan titik didih suatu
senyawa dan interaksi senyawa tersebut
dengan fase diam dalam kolom. Suatu
asam lemak rantai panjang mempunyai
titik didih yang tinggi karena mempunyai
gugus karboksilat yang menyebabkan
terjadinya ikatan hidrogen dan peningkatan
jumlah rantai hidrokarbon akan
menyebabkan peningkatan titik didihnya
(Fessenden, 1999).
Analisis yang dilakukan bertujuan untuk
menentukan komposisi asam lemak dalam
minyak goreng dengan menggunakan
instrumen GC-MS (Gas Chromatography
Mass Spectrometer).
B. Metode Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam analisis
adalah seperangkat alat kromatografi gas
GC-MS Simadzu GCMS-QP 2010 Plus
dan kolom kapiler Rtx®-5 MS
(Crossbonds®, 5% diphenyl, 95% dimethyl
polysiloxane, 30m, 0,25 mm id, 0,25µm),
peralatan untuk persiapan sampel seperti
tabung reaksi bertutup, gelas piala, pipet
tetes, vial, pipet mohr, vortex, dan
penangas air bersuhu 80-90oC.
Bahan yang digunakan dalam analisis
ini adalah sampel berupa minyak sawit
dan standar internal berupa asam lemak
margarat (C17), dan paket standar
eksternal. Bahan lainnya adalah pereaksi
dalam persiapan sampel berupa NaOH
metanolik 0,5 N, BF3 metanol, heksana,
NaCl jenuh, Na2SO4 anhidrous, gas N2
untuk mencegah terjadinya oksidasi atau
kerusakan komponen uji. Gas yang
digunakan dalam alat kromatografi adalah
helium dan nitrogen sebagai fase gerak
dalam kolom kromatografi yang akan
membawa sampel.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan terdiri
dari dua tahapan yaitu persiapan sampel
dan proses analisis menggunakan
kromatografi gas. Tahapan persiapan
sampel adalah proses metilasi asam lemak
agar menjadi FAME yang bersifat volatil.
Tahapan reaksi metilasi terdiri dari reaksi
penyabunan dimana 1,5 ml NaOH
metanolik 0,5 N ditambahkan kepada
sekitar 100 mg sampel minyak goreng
yang sebelumnya telah ditambahkan 1 ml
standar internal (SI) pada tabung reaksi
bertutup. Pengadukan pada tahapan
persiapan yang dilakukan terhadap
campuran dengan vortex, dilakukan dengan
sebelumnya menambahkan terlebih dahulu
gas N2. Setelah itu, campuran dipanaskan
dalam penangas bersuhu 80-90oC selama 5
menit. Kemudian didinginkan. Setelah itu,
dilanjutkan dengan penambahan 2 ml BF3,
dilakukan pengadukan dengan vortex, lalu
dipanaskan pada penangas air bersuhu
sama dengan sebelumnya selama 30 menit
untuk mempercepat terjadinya reaksi
pembentukan FAME dari sabun asam
lemak. Setelah didinginkan, ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml heksan
untuk mengekstrak FAME dari sampel dan
alkohol, serta ditambahkan 3 ml larutan
NaCl jenuh untuk memperjelas bidang
pemisahan antara ekstrak dan alkoholnya.
Bagian heksan dibagian atas dipindahkan
ke dalam vial, kemudian ditambahan
Na2SO4 anhidrous untuk memerangkap air
sehingga mencegah adanya air di dalam
bahan uji. Setelah itu, sampel dimasukkan
ke dalam vial kedua dengan hati-hati agar
Na2SO4 anhidrous tidak ikut terbawa ke
dalam vial kedua. Sampel lalu dianalisis
3
dengan alat kromatografi gas dengan
detektor MS.
Sebanyak 1 µl disuntikkan ke dalam alat
dengan sistem injeksi langsung spitless
mode dan suhu injektor 270oC. Suhu kolom
yang digunakan adalah gradien suhu
dengan suhu kolom awal 130oC selama 4
menit, kemudian dinaikkan hingga 170oC
dengan laju peningkatan suhu 6,5oC/menit,
lalu dinaikkan kembali suhunya hingga 215
dengan laju peningkatan 2,75oC/menit, dan
dipertahankan pada suhu tersebut selama
12 menit. Kemudian suhu dinaikkan
hingga 230oC dengan laju 4
oC/menit dan
dipertahankan pada suhu 230oC selama 3
menit. Suhu detektor yang digunakan
adalah 280oC, dengan pengaturan energi
elektron detektor MS sekitar 70 eV dan
suhu sumber ion 250oC
Sebelum sampel dimasukkan gas helium
dan nitrogen sebagai fase gerak harus telah
mengalir dengan baik. Gas helium diatur
tekanannya 1 kg/cm2 dan tekanan gas
hidrogen serta udara masing-masing sekitar
0,5 kg/cm2. Kecepatan alir gas hidrogen
adalah 30 ml/menit, oksigen 400 ml/menit,
nitrogen 30,1 ml/menit, dan helium 46,4
ml/menit.
Perhitungan
Perhitungan dilakukan untuk mencari
nilai RF (response factor). Perumusan
yang digunakan adalah :
ASI = Area standar internal pada
kromatogram standar eksternal
Aalx = Area asam lemak tertentu pada
kromatogram standar eksternal
BSI = Konsentrasi standar internal pada
kromatogram standar eksternal
Balx = Konsentrasi asam lemak tertentu
pada kromatogram standar
eksternal
Perhitungan juga dilakukan untuk
mencari nilai konsentrasi asam lemak
tertentu. Perumusan yang digunakan
adalah:
ASI = Area standar internal pada
kromatogram sampel
Aalx = Area asam lemak tertentu pada
kromatogram sampel
BSI = Berat standar internal yang
ditambahkan pada sampel
BS = Berat sampel minyak goreng yang
dimetilasi (g)
Alx = Konsentrasi asam lemak tertentu
di dalam sampel (mg/g)
C. Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Kualitatif Sampel
Analisis komposisi asam lemak pada
sampel minyak sawit dilakukan dengan
menggunakan teknik Gas
Chromatography dan detektor Mass
Spectrometry (GC-MS). Dasar dari
analisa kualitatif adalah waktu retensi
dari senyawa yang diinjeksikan.
Kromatogram hasil analisis sampel
minyak sawit (Gambar 1)
memperlihatkan 20 peak yang
terdeteksi. Namun, hanya 5 peak yang
kelimpahannya cukup tinggi yang akan
dianalisis dalam spektrometer massa,
yaitu puncak dengan waktu retensi
14,380; 22,156; 28,459; 32,698; 35,875;
dan 40,878.
4
Gambar 1. Kromatogram sampel minyak sawit
Keberhasilan kromatografi antara
lain dipengaruhi oleh kondisi operasi
GC yang ditentukan oleh suhu, tekanan,
konsentrasi fase gerak dan dimensi
kolom. Selain itu juga dipengaruhi oleh
ketepatan pemilihan fase diam dan fase
gerak. Berdasarkan Gambar 1, dapat
dilihat bahwa kromatogram hasil
analisis sampel minyak sawit
menggunakan GC-MS memperlihatkan
peak yang belum runcing (kurang ideal).
Pada analisis sampel minyak sawit
dengan GC-MS ini menggunakan fase
gerak berupa gas dan fase diam berupa
liquid yang diadsorbsikan pada padatan
(berupa silika). Fase gerak yang
digunakan adalah gas helium (He).
Karena gas ini bersifat inert, murni,
tidak mudah terbakar, dan mempunyai
konduktifitas panas tinggi.
Jenis kolom untuk GC-MS yang
dipakai adalah kolom kapiler Rtx®-5
MS
yang bersifat nonpolar. Di dalam kolom
terjadinya proses pemisahan senyawa-
senyawa berdasarkan prinsip ”like
dissolve like”, artinya senyawa-senyawa
yang bersifat sama dengan kolom akan
tertahan lebih lama, sedangkan
senyawa-senyawa yang berbeda sifatnya
akan diteruskan menuju detektor dan
memilki waktu retensi yang lebih
singkat. Senyawa metil ester yang
bersifat lebih nonpolar akan tertahan
lebih lama dalam kolom dan memilki
waktu retensi yang lebih lama
dibandingkan dengan senyawa lain yang
cenderung bersifat polar. Senyawa asam
lemak dalam bentuk metil ester yang
memiliki rantai lebih panjang cenderung
lebih bersifat nonpolar karena memiliki
rantai karbon yang lebih banyak. Oleh
karena itu, asam lemak yang terdeteksi
terlebih dahulu merupakan asam lemak
dalam bentuk metil esternya dengan
rantai karbon lebih pendek.Selain
karena kepolarannya dan interaksinya
dengan fase diam, pemisahan di dalam
kolom juga terjadi karena perbedaan
titik didih. Senyawa yang memiliki titik
didih lebih rendah akan memiliki waktu
retensi yang lebih singkat. Suhu detektor
diprogram pada suhu 280 °C untuk
mencegah kondensasi dari cuplikan
setelah keluar dari kolom.
Detektor yang digunakan adalah
Mass-Spectrometer (MS). Detektor ini
mengidentifikasi ion molekul dan
fragmentasinya. Ion molekul dapat
terbentuk karena adannya elektron yang
ditembakkan sumber elektron dan
5
menabrak senyawa hasil separasi GC.
Ion molekul dapat terfragmentasi
dengan pola fragmentasi tertentu. Ion
molekul dan fragmen ionnya akan
bergerak melalui analyzer. Pemisahan
berdasarkan massa ionnya terjadi di
dalam analyzer. Ion yang memiliki
massa lebih kecil akan bergerak lebih
dahulu, sehingga ion ini akan terdeteksi
terlebih dahulu oleh detektor. Ion
molekul memiliki massa yang paling
besar sehingga ion molekul akan
terdeteksi terakhir. Oleh karena itu,
dalam spektrum massa ion molekul
terletak pada bagian akhir spektrum
massa.
Ion molekul telah mengalami
fragmentasi sehingga % abundance dari
ion molekul dapat lebih kecil dari
fragmen ionnya. Analisis dengan
menggunakan GC dan detektor MS
umumnya akan menghasilkan ion-ion
bermuatan positif. Hasil analisis
spektrum massa kromatogram dan
fragmentasi sampel minyak sawit dapat
dilihat pada Tabel 1.
Peak-peak dengan waktu retensi (tR)
seperti pada Tabel 1 mempunyai
spektrum massa. Spektrum massa
tersebut menampilkan pola fragmentasi
dengan jumlah ion yang terdeteksi
paling banyak (100% abundance)
menjadi base ion. Spektrum massa
sampel dapat menjadi dasar pendugaan
senyawa pada waktu retensi tertentu
apabila dibandingkan dengan spektrum
massa database MS yang memiliki nilai
similarity index (SI) tinggi. Gambar
spektrum massa sampel dan spektrum
massa database MS dari kelima peak
waktu retensi kromatogram terpilih
dapat dilihat pada Gambar 2,3,4,5 dan 6.
Tabel 1. Hasil analisis spektrum massa kromatogram sampel minyak sawit
No.
Peak
Waktu
retensi
(tR)
Area
(%) Fragmentasi (m/z)
Senyawa Dugaan (berdasarkan
library MS)
2 14,380 3,80 214 (M+), 199, 183, 171, 157,
143, 129, 115, 101, 87, 74
(100%), 57, 41
Dodecanoic acid, methyl ester
(CAS) Methyl laurat
4 22,156 9,06 242 (M+), 227, 211, 199, 185,
171, 157, 143, 129, 115, 101, 87,
74 (100%), 57, 41
Tetradecanoic acid , methyl ester
(CAS) Methyl myristate
6 28,459 0,68 268 (M+), 236, 218, 207, 194,
179, 165, 152, 138, 123, 98, 84,
74, 69, 55 (100%), 41
9-Hexadecenoic acid, methyl
ester, (Z)-
11 35,875 57,23 296 (M+), 281, 264, 246, 235,
222, 207, 194, 180, 166, 152, 137,
123, 96, 83, 69, 55 (100%), 41
9-octadecenoic acid, methyl ester
(CAS) MET
16 40,878 0,54 324 (M+), 292, 274, 263, 250,
235, 221, 208, 194, 180, 166, 152,
138, 123, 97, 83, 69, 55 (100%),
41
11-Eicosenoic acid, methyl ester
6
Gambar 2. Spektrum massa senyawa target peak no. 2 dan spektrum massa data library senyawa
dodecanoic acid, methyl ester (CAS) Methyl laurat (SI=96)
Gambar 3. Spektrum massa senyawa target peak no. 4 dan spektrum massa data library senyawa
tetradecanoic acid, methyl ester (CAS) methyl myristate (SI = 95)
Gambar 4. Spektrum massa senyawa target peak no. 6 dan spektrum massa data library senyawa
9-hexadecenoic acid, methyl ester, (Z)- (SI = 97)
7
Gambar 5. Spektrum massa senyawa target peak no. 11 dan spektrum massa data library
senyawa 9-octadecenoic acid, methyl ester (CAS) MET (SI = 94)
Gambar 6. Spektrum massa senyawa target peak no. 11 dan spektrum massa data library senyawa 11-
eicosenoic acid, methyl ester (SI = 93)
Senyawa target pada kromatogram
peak ke-2 diduga merupakan
dodecanoic acid, methyl ester (methyl
laurat ) dengan formula C13H26O2. Pola
fragmentasi terutama pada puncak-
puncak utama dengan m/z 214, 199,
183, 171, 157, 143, 129, 115, 101, 87,
dan 74 dapat dilihat pada Gambar 7.
Berdasarkan Gambar 7, terlihat
bahwa ion molekul pada m/z 214
menggambarkan berat molekul methyl
laurate (C13H26O2) yaitu 214.
Sedangkan peak base dengan relative
abundance 100% pada m/z 74 berasal
dari C3H6O2 yang terbentuk karena
pemecahan –β melalui penataan ulang
McLafferty. Keberadaan ion McLafferty
menegaskan bahwa senyawa yang
terdeteksi merupakan methyl ester
(Harwood dan Waselake, 2012).
Gambar 7. Mekanisme pola fragmentasi
senyawa dodecanoic acid methyl ester
8
Pemecahan m/z 199 dihasilkan dari
pemutusan molekul CH3. Sedangkan
pemecahan m/z 183 berasal dari
C12H23O+ yang dihasilkan dari lepasnya
gugus metoksi dari peak ion molekul.
Peak-peak pada m/z 87, 101, 115, 129,
143, 157, dan 171 merupakan pola
fragmentasi karena adanya pemecahan
pada tiap ikatan C-C sehingga
melepaskan molekul CH2 (m-14). Pola
ini dikenal sebagai pola deret ion
CnH2n-1O2+. Pola fragmentasi ini juga
merupakan pola fragmentasi
karakteristik untuk senyawa-senyawa
golongan ester rantai panjang
(Silverstein et al., 1998).
Senyawa target pada kromatogram
peak ke-4 diduga merupakan
tetradecanoic acid, methyl ester (methyl
myristate) dengan formula C15H30O2.
Pola fragmentasi senyawa tersebut
hampir serupa dengan pola fragmentasi
senyawa methyl laurat yang dijelaskan
sebelumnya. Perbedaannya hanya
terletak pada panjang rantai, dimana
methyl myristate memiliki 2 jumlah
atom karbon lebih banyak dibandingkan
methyl laurat, sehingga ion molekul
muncul pada puncak dengan m/z 242
yang menggambarkan berat molekul
C15H30O2. Puncak m/z 242 dan 227
memiliki selisih 15 (m-15) yang
dihasilkan dari pemutusan molekul CH3,
puncak m/z 211 diperoleh dari lepasnya
gugus metoksi dari peak ion molekul
(m-31). Dan selanjutnya pemutusan
ikatan mengikuti pola deret ion (m-14).
Pada spektra methyl myristate, ion
McLafferty dengan m/z 74 kembali
muncul sebagai base peak.
Senyawa target pada kromatogram
peak ke-6, 11 dan 16 berturut-turut
diduga merupakan 9-hexadecenoic acid,
methyl ester (methyl palmotoleate), 9-
octadecenoic acid, methyl ester (methyl
oleate) dan 11-eicosenoic acid, methyl
ester.
Berbeda dengan 2 senyawa
sebelumnya, senyawa target pada
kromatogram peak ke-6, 11 dan 16 tidak
memiliki peak base m/z 74, melainkan
m/z 55. Hal ini dikarenakan ion
CH2COOCH3+ (ion McLafferty) terdapat
pada jumlah yang cenderung lebih kecil
pada senyawa ester tidak jenuh
(Harwood dan Waselake, 2012).
Gambar 8 berikut memperlihatkan pola
fragmentasi salah satu senyawa ester
tidak jenuh yaitu 9-octadecenoic acid,
methyl ester. Pola fragmentasi terutama
pada puncak-puncak utama dengan m/z
296, 264, 222, 180, 137, 123, 97 dan 55.
\
Gambar 8. Mekanisme pola fragmentasi
senyawa 9-octadecenoic acid, methyl ester
9
2. Analisis Kuantitatif Sampel
Kuantifikasi asam lemak yang
dilakukan pada analisis ini
menggunakan perhitungan faktor respon
(RF) dan perbandingan luas area (luas
area peak standar internal, luas area
peak standar eksternal, dan luas area
peak sampel). Nilai Response Factor
(RF) asam lemak dari standar eksternal
FAME disajikan pada Tabel 2.
Pada Tabel 2, diketahui bahwa
terdapat 10 peak yang menunjukkan
asam lemak pada standar eksternal.
Konsentrasi asam lemak (%w/w) diacu
pada buku praktikum analisis pangan
lanjut mengenai konsentrasi standar
eksternal pada pengujian GC-FID.
Waktu retensi (tR) dan luas area
didapatkan dari hasil kromatogram dari
pengujian GC-MS standar eksternal.
Kromatogram standar eksternal dapat
dilihat pada Gambar 9.
Tabel 2. Nilai Respon Faktor (RF) pada standar eksternal
No. Peak Asam
Lemak
Konsentrasi
(%w/w) RT Luas Area RF
1 1 C10:0 3,2 7,163 177045953 0,346
2 4 C12:0 6,6 14,409 290400302 0,435
3 6 C13:0 3,2 18,261 130750653 0,469
4 9 C14:0 3,2 22,004 109863073 0,558
5 11 C15:0 1,9 25,625 74291549 0,490
6 14 C16:1 6,4 28,373 134503255 0,911
7 16 C17:0 3,2 32,428 61256823 1,000
8 17 C18:1 cis 22,2 34,849 1047437519 0,406
9 18 C20:1 1,9 40,816 41321822 0,880
10 21 C22:1 1,9 47,123 45873150 0,793
Gambar 9. Kromatogram Standar Eksternal
10
Standar eksternal diperlukan
untuk mengidentifikasi jenis asam
lemak dan menentukan nilai RF.
Standar eksternal berupa campuran
metil ester dari berbagai asam lemak
yang dapat langsung diinjeksikan ke
dalam GC yang terpisah dari injeksi
sampel. Dengan demikian, jika pada
sampel minyak goreng tidak terdapat
asam lemak yang sama dengan asam
lemak standar eksternal, maka asam
lemak pada sampel minyak goreng
tidak dapat ditentukan
konsentrasinya karena tidak ada RF
yang diacu dari standar eksternal.
Luas area yang besar belum
tentu menunjukkan banyaknya
jumlah dari senyawa pada standar
eksternal. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan perhitungan RF untuk
menentukan secara kuantitatif
banyaknya jumlah senyawa pada
standar. Penentuan konsentrasi
komposisi asam lemak (mg/g) pada
sampel minyak sawit dilakukan
dengan cara membandingkan peak
kromatogram sampel minyak dengan
kromatogram standar eksternal yang
telah diketahui dengan pasti
komposisi dan konsentrasinya
(Neoh, et. al., 2011).
Hasil GC-MS menunjukkan luas
area terbesar ada pada asam oleat
dengan luas 1047437519. Hanya
saja nilai RF asam lemak tersebut
tidak begitu tinggi, yaitu sebesar
0,406. Hal ini menunjukkan bahwa
luas area yang besar tidak
memberikan jumlah senyawa yang
banyak. Pada asam palmitoleat, luas
area sebesar 134503255 dengan nilai
RF sebesar 0,911. Nilai RF asam
palmitoleat merupakan nilai tertinggi
dari 10 asam lemak yang terdeteksi
pada standar eksternal. Hal ini
menunjukkan bahwa asam
palmitoleat merupakan senyawa
yang terbanyak pada standar
eksternal. Nilai RF digunakan untuk
analisis kuantitatif sampel.
Analisis kuantitatif sampel
dengan waktu retensi 14,380;
22,156; 28,459; 32,698; 35,875; dan
40,878 tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsentrasi asam lemak dalam sampel
Peak Asam lemak RF RT Aalx Sampel
(pA.s)
mg/g
sampel % sampel
Asam Lemak Jenuh (ALJ)
2 C12:0 0,435 14,380 268857439 1,59 0,16
4 C14:0 0,558 22,156 641486212 4,87 0,49
10 C17:0 1,000 32,698 683037961 9,31 0,93
Total ALJ 15,77 1,58
Asam Lemak Tidak Jenuh
(ALTJ)
6 C16:1 0,911 28,459 47825200 0,59 0,06
11 C18:1 0,406 35,875 4052900537 22,41 2,24
16 C20:1 0,880 40,874 38292801 0,46 0,05
Total ALTJ 23,46 2,35
11
Contoh perhitungan untuk C12:0 :
Diketahui :
RF = 0,435
Aalx = 268857439
ASI = 683037961
BSI = 1,036 mg
BS = 111,30 mg
Perhitungan dengan perumusan :
Alx = 1,59 mg/g
Analisis kuantitatif dilakukan
pada kelima peak pada waktu retensi
tersebut karena kelimpahannya
cukup tinggi. Berdasarkan analisis
kualitatif sebelumnya, telah
diketahui senyawa yang terdeteksi
pada waktu retensi tersebut secara
berurutan adalah dodecanoic acid,
methyl ester (methyl laurat),
tetradecanoic acid, methyl ester (methyl
myristate), 9-hexadecenoic acid,
methyl ester (methyl palmotoleate),
9-octadecenoic acid, methyl ester
(methyl oleate), dan 11-eicosenoic
acid, methyl ester. Hasil analisis
kualitatif ini didukung dengan
analisis kuantitatif yang
membandingkan waktu retensi
kromatogram sampel dan standar
eksternal, serta informasi mengenai
komposisi asam lemak pada standar
eksternal yang telah disediakan.
Perbandingan kromatogram tersebut
memperlihatkan bahwa senyawa
pada waktu retensi 14,380 adalah
asam lemak C12:0 yang merupakan
asam laurat atau asam dodekanoat.
Metil laurat merupakan bentuk
FAME dari asam laurat. Begitu pula,
dengan keempat asam lemak
lainnya.
Berdasarkan Tabel 3, terlihat
bahwa komposisi asam lemak jenuh
C12:0, C14:0, dan asam lemak tak
jenuh C16:1, C18:1, dan C20:1 pada
sampel minyak sawit memiliki
proporsi yang cukup bervariasi.
Beberapa komposisi asam lemak
penyusun sampel diantaranya asam
lemak dodekanoat (C12:0)
sebanyak 1,59 mg/g, asam lemak
tertradekanoat (C14:0) sekitar 4,87
mg/g, asam lemak 9-Hexadekanoat
(C16:1) sekitar 0,59 mg/g, asam
lemak 9-Octadekanoat (C18:1)
sekitar 22,41 mg/g, dan asam lemak
11-Eikosanoat (C20:1) sebanyak
0,46 mg/g.
Proporsi komposisi asam lemak
penyusun sampel terhadap total
asam lemak dapat dilihat pada Tabel
4. Tabel 4 ini memperlihatkan
proporsi asam lemak dodekanoat
(C12:0) sekitar 2,79%, asam lemak
tertradekanoat (C14:0) 8,52%, asam
lemak 9-Hexadekanoat (C16:1)
1,04%, asam lemak 9-Octadekanoat
(C18:1) 39,17%, dan asam lemak
11-Eikosanoat (C20:1) 0,80%.
Proporsi ini dapat menunjukkan
asam lemak dominan yang terdapat
di sampel. Asam lemak 9-
octadekanoat (asam oleat)
merupakan asam lemak yang
memiliki persentase tertinggi dari
keempat asam lemak lainnya.
12
Tabel 4. Konsentrasi asam lemak dalam sampel
No. Peak Asam Lemak RF RT Aalx Sampel
(pA.s)
mg/g
sampel
% AL
sampel
terhadap
AL total
Asam Lemak Jenuh (ALJ)
1 C10:0 0,346 7,094 18139636 0,09 0,15
2 C12:0 0,435 14,38 268857439 1,59 2,79
4 C14:0 0,558 22,156 641486212 4,87 8,52
5 C15:0 0,490 25,668 25407757 0,17 0,30
7 C16:0 1,000 30,271 456171399 6,22 10,87
10 C17:0 1,000 32,698 683037961 9,31 16,27
12 C18:0 1,000 36,213 714820316 9,74 17,03
17 C20:0 1,000 41,631 63090259 0,86 1,50
19 C22:0 1,000 48,177 7595991 0,10 0,18
Sub Total ALJ 32,95 57,61
Asam Lemak Tidak Jenuh (ALTJ)
6 C16:1 0,911 28,459 47825200 0,59 1,04
11 C18:1 0,406 35,875 4052900537 22,41 39,17
13 C18:2 1,000 37,739 6357787 0,09 0,15
16 C20:1 0,880 40,874 38292801 0,46 0,80
Sub Total ALTJ 23,46 41,01
Unknown
3 Decanal dimetil acetal 1,000 17,335 8809087 0,12 0,21
8
1-(+)-Ascorbic acid, 2,6-
dihexadecanoate 1,000 30,926 2528139 0,03 0,06
9
Ciclo propane octanoic acid, 2-
hexyl-,methyl e 1,000 31,788 25264814 0,34 0,60
14 Unknown 1,000 39,125 6338247 0,09 0,15
15 Unknown 1,000 39,747 8205210 0,11 0,20
18 9-Tricosene, (Z)- 1,000 42,733 2112351 0,03 0,05
20 13-Docosen-1-ol, (Z)- 1,000 48,833 4608387 0,06 0,11
Sub Total AL unknown 0,79 1,38
Total Asam Lemak 57,20 100
Komposisi asam lemak 9-
Octadekanoat (C18:1) yang
teridentifikasi pada sampel berada
pada kisaran komposisi asam lemak
Haryadi (2010). Namun, asam lemak
lainnya berada berada di atas kisaran
yang dinyatakan dalam literatur.
Menurut Darnoko dan Ceryan
(2000), pada minyak sawit,
komposisi asam lemak dalam bentuk
% terhadap asam lemak total untuk
asam dodekanoat (C12:0) 0,35%,
asam lemak tertradekanoat (C14:0)
1,08%, asam lemak 9-Hexadekanoat
(C16:1) 0,15%, dan asam lemak 9-
Octadekanoat (C18:1) 39,90%.
Sedangkan komposisi asam lemak
11-Eikosanoat (C20:1) pada minyak
sawit adalah 0,17% (Imaduddin
et.al., 2008). Komposisi asam lemak
menurut Hariyadi (2010) dapat
dilihat pada Tabel 5.
13
Tabel 5. Komposisi asam lemak
Asam Lemak % terhadap asam lemak total
Kisaran Rata-rata
Asam
Laurat
C12:0 0,1 – 1,0 0,2
Asam
Miristat
C14:0 0,9 - 1,5 1,1
Asam
Palmitat
C16:0 41,8 - 45,8 44,0
Asam
Palmitoleat
C16:1 0,1 - 0,3 0,1
Asam
Stearat
C18:0 4,2 - 5,1 4,5
AsamCis-9-
oleat
C18:1 37,3 - 40,8 39,2
Asam
Linoleat
C18:2 9,1 - 11,0 10,1
Asam
Linolenat
C18:3 0,0 - 0,6 0,4
Asam
Arachidic
C20:0 0,2 - 0,7 0,4
Sumber : Haryadi (2010)
Perbedaan hasil analisis asam
lemak dengan nilai literatur, dapat
disebabkan oleh tidak seluruh asam
lemak dalam sampel terdeteksi pada
saat analisis, sehingga nilai asam
lemak total menjadi lebih rendah
dari nilai seharusnya. Nilai asam
lemak total yang lebih rendah dari
nilai seharusnya menyebabkan
proporsi yang besar pada nilai
masing-masing asam lemak yang
teridentifikasi.
Tidak seluruhnya asam lemak
terdeteksi dapat disebabkan oleh
waktu penyimpanan sampel uji yang
terlalu lama dan cara penyimpanan
yang kurang baik, sehingga sangat
memungkinnya terjadinya oksidasi
atau degradasi pada sampel.
Penyebab lainnya yang mungkin
terjadi yaitu pada tahap preparasi
sampel minyak maupun tahap
analisis menggunakan GC-MS. Pada
tahap preparasi, kemungkinan proses
saponifikasi trigliserida dan metilasi
asam lemak kurang optimal,
sehingga tidak seluruh asam lemak
yang terkandung pada minyak dapat
diubah menjadi Fatty Acid Methyl
Ester (FAME) yang bersifat volatil.
Padahal, analisis menggunakan GC-
MS hanya memungkinkan untuk
sampel yang bersifat volatil.
Setiap tahap pada tahap
preparasi seperti hidrolisis, metilasi
dan transesterifikasi asam lemak
menjadi FAME maupun tahap
analisis merupakan titik kritis yang
harus diperhatikan. Di samping itu,
setiap metode memiliki kelemahan,
sehingga dibutuhkan kehati-hatian
dan ketelitian untuk memastikan
konversi terbaik (Moreau, 2005).
D. Kesimpulan
Analisis pendugaan komposisi
asam lemak dalam sampel minyak
sawit dilakukan terhadap lima peak
pada kromatogram yang memiliki
kelimpahan tinggi. Peak tersebut
memiliki waktu retensi 14,380;
22,156; 28,459; 32,698; 35,875; dan
40,878. Analisis senyawa dengan
menggunakan MS terhadap kelima
waktu retensi secara berurutan adalah
dodecanoic acid, methyl ester (methyl
laurat ), tetradecanoic acid, methyl ester
(methyl myristate), 9-hexadecenoic
acid, methyl ester (methyl
palmotoleate), 9-octadecenoic acid,
methyl ester (methyl oleate), dan 11-
eicosenoic acid, methyl ester.
Pendugaan ini didasarkan pada nilai
similiarity index tertinggi.
Berdasarkan analisis kuantitatif,
diketahui bahwa sampel mengandung
asam lemak dodekanoat (C12:0)
14
sebanyak 1,59 mg/g, asam lemak
tertradekanoat (C14:0) sekitar 4,87
mg/g, asam lemak 9-Hexadekanoat
(C16:1) sekitar 0,59 mg/g, asam lemak
9-Octadekanoat (C18:1) sekitar 22,41
mg/g, dan asam lemak 11-Eikosanoat
(C20:1) sebanyak 0,46 mg/g. Asam
lemak 9-octadekanoat (oleat) memiliki
persentase terhadap kandungan asam
lemak total sampel tertinggi yaitu
sekitar 39,17%.
Daftar Pustaka
Darnoko, D., dan Cheryan, M. 2000. Kinetics
of Palm Oil Transesterification in A
Batch Reactor, J. Am. Oil Chem.
Soc., 77, 19574 : 1263-1267.
Fessenden, R. J., Fessenden, J. S.,1999,
“Kimia Organik”, a.b.: Pudjaatmaka,
A. H., Jilid 2, Edisi ketiga, Erlangga,
Jakarta., 409-410.
Hariyadi, P. 2010. Sepuluh Karakter Unggul
Minyak Sawit. Artikel dalam Info
Sawit. Di dalam http://seafast.
ipb.ac.id/article/sepuluh_karakter_min
yak_sawit.pdf. [13 Juni 2012].
Harwood, J.L., dan Waselake, R. J. 2012.
Fatty Acid and Mass Spectrometry: A
Beginner's Guide to Mass
Spectrometry of Fatty Acids: Part1.
Di dalam http://lipidlibrary.
aocs.org/ms/ms_begin-1/index.htm.
[13Juni 2012].
Hites, R. A. 1997. Gas chromatography mass
spectrometry. In : Settle, FA (ed.).
Handbook of instrumental techniques
for analytical chemistry. Prentice Hall
PTR. Settle, United States.
Imaduddin, M., Yoeswono, Wijaya, K., dan
Tahir, I. 2008. Ekstraksi Kalium dari
Abu Tandan Kosong Sawit sebagai
Katalispada Reaksi Transesterifikasi
Minyak Sawit. Bulletin of Chemical
Reaction Engineering & Catalysis,
3(1-3) : 14-20.
Lawler, P. J. dan P. S. Dimick. 2002.
Crystallization and polymorphism of
fats. In: Akoh, C. C. dan D. B. Min
(eds.). Food Lipids Chemistry,
Nutrition, and Biotechnology second
edition. Marcel Dekker, Inc., New
York.
Moreau, R.A. 2005. Extraction and Analysis
of Food Lipids. In: Otles, S.(ed.).
Method of Analysis Food
Components and Additives. CRC
Press, Boca Raton.
Neoh, B. K., Thang, Y. M., Zain, M. Z. M.
dan Junaidi, A. 2011. Palm pressed
fibre oil: A new opportunity for
premium hardstock?. International
Food Research Journal 18: 769-773
Pavia, D.L. Lampman, GM. Kriz, GS. 2001.
Introduction to spectroscopy 3rd
Edition. Thomson Learning.
Washington, United States.
Silverstein, R.M., G.C. Blasser, dan
T.C.Morril. 1998. Spectrometric
identification of organic compound,
6th edition, John Wiley and Son, Inc.,
New York.
15